• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Operasionalisasi E-Learning Pusat Pendidikan Dan Pelatihan Perpustakaan Nasional RI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Operasionalisasi E-Learning Pusat Pendidikan Dan Pelatihan Perpustakaan Nasional RI"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN OPERASIONALISASI

E-LEARNING

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN

PERPUSTAKAAN NASIONAL RI

AHMAD MUSLIM

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis berjudul Kajian Operasionalisasi E-Learning Pusat Pendidikan dan Pelatihan Perpustakaan Nasional RI adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

RINGKASAN

AHMAD MUSLIM. Kajian Operasionalisasi E-Learning Pusat Pendidikan dan Pelatihan Perpustakaan Nasional RI. Dibimbing oleh PUDJI MULJONO dan MEUTHIA RACHMANIAH.

Perpustakaan sebagai pusat sumber belajar dan pusat ilmu pengetahuan harus menerapkan informasi sesuai dengan perkembangan teknologi. Penerapan Teknologi Informasi(TI) dapat mengubah pola kerja pustakawan di perpustakaan. Pustakawan harus mampu mengembangkan kompetensinya salah satunya melalui informal yaitu pendidikan dan pelatihan. Pendidikan dan Pelatihan Pusat Perpustakaan Nasional Republik Indonesia mengembangkan program e-Learning dengan tujuan untuk mempercepat jumlah lulusan dengan kompetensi dalam pengelolaan perpustakaan.

SCORM adalah kumpulan standar, pedoman dan spesifikasi untuk membangun e-Learning menggunakan web sebagai media. SCORM membangun komunikasi antara konten sisi klien untuk sistem host. Standar SCORM dibuat dengan tujuan untuk memenuhi aspek usabilitas, accessible, dan interoperable konten pembelajaran. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah melihat kondisi e-Learning Pusdiklat Perpustakaan Nasional RI yang ada saat ini. Berdasarkan kondisi e-Learning tersebut akan menentukan apakah e-Learning berbasis Moodle dapat dipergunakan untuk penyelenggaraan pelatihan. Dilanjutkan dengan penelaahan rekomendasi e-Learning yang menggunakan metode LTSA. Jika tidak terlaksana rekomendasi tersebut maka dilakukan pengkajian tentang pembuatan prototipe desain e-Learning Pusdiklat dengan menggunakan standar SCORM.

Hasil penelitian ini adalah e-Learning Diklat Perpustakaan Pusat Pendidikan dan Pelatihan Perpustakaan Nasional RI belum operasional dengan menggunakan LTSA. E-Learning yang telah menggunakan standar SCORM berdasarkan hasil penelitian ini dapat digunakan dan telah memenuhi aspek reuseable, accessible, dan interoperable. Desain e-Learning Pusat Pendidikan dan Pelatihan Perpustakaan Nasional RI dengan menggunakan Standar SCORM merupakan contoh yang sesuai untuk pengembangan e-Learning Pusdiklat Perpustakaan Nasional. Operasionalisasi e-Learning Pusdiklat Perpustakaan Nasional RI dapat diimplementasikan dengan menggunakan aplikasi, sistem administrasi dan manajemen pembelajaran/ Learning Management System (LMS) Moodle dan standar SCORM sebagai salah satu standar e-Learning saat ini.

(5)

SUMMARY

AHMAD MUSLIM. The Study of the operationalization of E-learning in education and training centre of National library of Indonesia. Supervised by PUDJI MULJONO and MEUTHIA RACHMANIAH

As the centre of learning and science, a library should apply information in accordance to the development of technology. The implementation of information

technology could change the librarians’ work system in a library. Librarians

should be able to develop their competencies through formal and informal education. One of informal educations for librarian is conducted by the education and training centre of national library of Indonesia. To support its training program, national library develops e-learning system aimed to increase the number of alumni with competencies in library management.

. SCORM is a collection of standards, guidelines and specifications to build e-Learning using the web as a media. SCORM establishes communications between client side content to the host system. SCORM standard is created with the aim to meet the aspect of usability, accessible, and interoperability of a learning content. The approach used in the research is observing the use of learning in the training Center of National Library. The condition of the use of e-learning will determine whether Moodle-based e-Learning can be used to support the training. Then, it would be reviewed through e-learning recommendation using LTSA. If the recommendations could not be implemented, an assessment of a prototype design of the e-Learning in the training Center using SCORM standard would be conducted

The findings of the research show that the use of e-learning in librarianship trainings in Education and Training Center of the National Library using LTSA has not been operationalized. Based on the findings of the research , the model of e-Learning which has been using the SCORM standard could be used and met the aspects of reuseability, accessibility, and interoperability. The design of E-Learning in Education and Training Center of the National Library using SCORM standards would be an appropriate model for the development of e-Learning in education and Training Centre of the National Library. The operationalization of e-learning in education and training centre of national library could be implemented using the application, administration system, Learning Management System (LMS) Moodle, and the SCORM standar as one of current standards of e-learning.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis ini

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional

pada

Program Studi Magister Teknologi Informasi untuk Perpustakaan

KAJIAN OPERASIONALISASI

E-LEARNING

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN

PERPUSTAKAAN NASIONAL RI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015

(8)
(9)
(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2013 ini ialah E-Learning, dengan judul Kajian Operasionalisasi E-Learning Pusat Pendidikan dan Pelatihan Perpustakaan Nasional RI.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Pudji Muljono, MSi dan Ibu Ir Meuthia Rachmaniah, M.Sc selaku komisi pembimbing yang telah banyak memberi bimbingan dan saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Dr Gardjito, MSc(Alm), Ibu Sri Marganingsih, SH dan Bapak Drs Deni Kurniadi, MSi beserta pejabat struktural dan rekan-rekan pegawai Pusdiklat Perpustakaan Nasional RI, yang telah membantu dan memotivasi selama Pendidikan S2 IPB ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Baba, Enyak, Umi Sayang dan Ozfa serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya tulis ini bermanfaat.

(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR ix

DAFTAR LAMPIRAN ix

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Identifikasi Masalah 2

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

Ruang Lingkup Penelitian 3

2 TINJAUAN PUSTAKA 3

Kerangka Teori 3

E-Learning 3

Unit Program Belajar Jarak Jauh (UPBJJ) Universitas Terbuka 5 Modular Object-Oriented Dynamic Learning Environment 7

Shareable Content Object Reference Models 7

Perangkat Authoring 12

Pendidikan dan Pelatihan bidang Kepustakawanan 13

Penelitian terdahulu (Road Map Penelitian) 14

3 METODE 14

Kerangka Berpikir 14

Pendekatan dan Kerangka Penelitian 15

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 17

Kondisi E-Learning Pusat Pendidikan dan Pelatihan 17 Evaluasi Rekomendasi LTSA Dilaksanakan Pusdiklat 19 Desain Prototipe e-Learning Diklat Kepustakawanan 22 Pembuatan Prototipe e-Learning Diklat Kepustakawanan 29

Analisis Kebutuhan 29

Membangun Prototipe e-Learning 30

Rekomendasi Operasionalisasi 35

5 SIMPULAN DAN SARAN 36

Simpulan 36

Saran 36

DAFTAR PUSTAKA 37

LAMPIRAN 39

(14)

DAFTAR TABEL

1 Sarana dan Prasarana e-Learning Diklat Kepustakawanan 18

2 Calon SDM Pengelola e-Learning Diklat Kepustakawanan 18

3 Kesimpulan dan Rekomendasi LTSA yang dilaksanakan Pusdiklat Perpustakaan Nasional RI 21

4 Rancangan SCORM Content Model 24

5 Accessible Aplikasi e-Learning Diklat Kepustakawanan 33

6 Interoperable Aplikasi e-Learning Diklat Kepustakawanan 34

7 Reusable Aplikasi e-Learning Diklat Kepustakawanan 35

DAFTAR GAMBAR

1 Model LMS 8 2 Assets 9 3 Sharable Content Object 10 4 Content Aggregation 11 5 Launch, API, dan Data Model pada SCORM RTE 11 6 Langkah-langkah Penelitian 15 7 Rancangan Konten e-Learning 24 8 SCORM Run Time Environment 26 9 Struktur Kegiatan Pembelajaran 28 10 Sekuens dan Navigasi e-Learning Diklat Perpustakaan 28 11 Sekuens dan Navigasi e-Learning Pengantar Ilmu Perpustakaan 29

12 Tampilan SCORM Package Diklat Teknis Pengelolaan Perpustakaan 31

13 Penggunaan Sistem Informasi Komputer 32

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kuesioner pengujian aplikasi e-Learning Diklat Kepustakawanan 39

2 Struktur Objek Pembelajaran e-Learning Diklat Teknis Pengelolaan Perpustakaan 41

3 Tahapan instalasi LMS Moodle 42

4 Panduan e-Learning Diklat Pustaka 44

5 Kurikulum dan GBPP Diklat Teknis Pengelolaan Perpustakaan 54

(15)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perkembangan Teknologi Informasi (TI) berdampak positif bagi perpustakaan. Perpustakaan sebagai pusat sumber belajar dan pusat ilmu pengetahuan dan informasi harus menerapkan TI yang sesuai dengan perkembangan teknologi. Penerapan TI membuat perpustakaan mengubah pola dan sistem kerjanya. Pengelolaan perpustakaan berawal dari secara tradisional dan manual berkembang menggunakan teknologi.

Saat ini, sistem dan pola kerja perpustakaan sudah terotomasi. Beberapa aplikasi TI perpustakaan telah digunakan dalam pengelolaan perpustakaan seperti sistem pencarian koleksi bahan perpustakaan yang menggunakan On-line Public Access Catalog (OPAC) dan sistem sirkulasi yang menggunakan sistem barcode. Hal tersebut diharapkan dapat mempermudah bagi pemustaka dalam mencari informasi dan pustakawan dalam bekerja. Perpustakaan yang terotomasi menuntut pustakawannya dapat menggunakan teknologi informasi. Jika Pustakawan tidak dapat menggunakan TI maka pengetahuan dan keterampilan pustakawan tentang penggunaan TI perlu ditingkatkan. Salah satu cara meningkatkan pengetahuan dan keterampilan pustakawan tentang penggunaan TI adalah dengan belajar mandiri, membaca buku-buku TI, atau dengan mengikuti pendidikan dan pelatihan (diklat) perpustakaan dan teknologi informasi.

Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan pada pasal 33 ayat 1-3 menyatakan tentang pendidikan dan pelatihan, pada ayat 1 dinyatakan Pendidikan untuk pembinaan dan pengembangan tenaga perpustakaan merupakan tanggung jawab penyelenggara perpustakaan, 2 Pendidikan untuk pembinaan dan pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilaksanakan melalui pendidikan formal dan/atau nonformal, 3 Pendidikan untuk pembinaan dan pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dilaksanakan melalui kerja sama Perpustakaan Nasional, perpustakaan umum provinsi, dan/atau perpustakaan umum kabupaten/kota dengan organisasi profesi, atau dengan lembaga pendidikan dan pelatihan. Dengan demikian diklat perpustakaan merupakan tanggung jawab penyelenggara perpustakaan dan diperlukan kebijakan dari kepala perpustakaan untuk melakukan pembinaan dan pengembangan tenaga perpustakaan ini.

Diklat dapat dilakukan dengan cara tradisional, yaitu belajar secara tatap muka di kelas, atau dengan cara menggunakan sistem elektronik. E-Learning merupakan pembelajaran jarak jauh dengan menggunakan jaringan internet sebagai sarana penyampaian dimana bahan ajar diklat diubah ke format digital. Proses pembelajaran e-Learning dilakukan guru dan peserta diklat di kelas yang sama yaitu dunia maya meski pada waktu dan tempat yang berbeda.

(16)

2

Beragamnya LMS yang dikembangkan pada saat ini mengakibatkan suatu materi diklat pada susunan tertentu menjadi tidak compatible pada LMS yang berbeda. Departemen of Defence (DoD) Amerika Serikat menyusun sebuah standar agar materi pembelajaran dapat dijalankan di berbagai LMS. Standar tersebut dikembangkan oleh Advanced Distributed Learning Network (ADL). ADL mengintegrasikan beberapa pengembangan teknologi dari beberapa organisasi yaitu Institute for Electrical and Electronic Engineers Learning Technology Standard Commite (IEEE-LTSC), Aviation Industry CBT Commite (AICC), IMS Global Consortium (IMS), ARIADNE menjadi sebuah referensi e-Learning yang dinamakan Shareable Content Object Reference Model (SCORM).

SCORM merupakan kumpulan standar, petunjuk dan spesifikasi untuk membangun e-Learning menggunakan web sebagai medianya. SCORM membentuk komunikasi antara client side content dengan host sistem. Standar SCORM dibuat dengan tujuan untuk memenuhi aspek reusable, accessible, durable dan interoperable dari konten pembelajaran (Dodds, 2006)

Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka dapat diidentifikasikan masalah sebagai berikut.

1. Mengapa e-Learning Pusdiklat masih belum dilaksanakan?

2. Standar e-Learning manakah yang paling tepat yang dapat digunakan untuk Pusdiklat?

3. Bagaimana mendesain e-Learning pusdiklat yang reuseable, accessible, durable, dan interoperable?

Perumusan Masalah

Pada penelitian ini dirumuskan permasalahan yaitu:

1. Bagaimana kajian e-Learning Pusdiklat Perpustakaan Nasional RI.

2. Bagaimana desain prototipe e-Learning Pusdiklat Perpustakaan Nasional RI yang reusable, accessible, dan interoperable?

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Membuat Desain Prototipe e-Learning Pusdiklat Perpustakaan Nasional RI yang reusable, accessible, dan interoperable.

2. Mengkaji kondisi e-Learning Pusdiklat Perpustakaan Nasional RI.

3. Menyusun rekomendasi e-Learning Pusdiklat Perpustakaan Nasional RI dengan menggunakan standar SCORM.

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini sebagai berikut:

1. Memberikan ilmu pengetahuan, informasi dan kompetensi kepustakawanan kepada peserta e-Learning.

(17)

3 3. Memberikan rekomendasi kepada Pusdiklat Perpustakaan Nasional RI dalam menyelenggarakan e-Learning dan menjadi pedoman bagi penyelenggaraan e-Learning Diklat Kepustakawanan;

4. Memberikan kontribusi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan khususnya Ilmu Perpustakaan dengan semakin banyaknya orang yang dapat mempelajari Ilmu Perpustakaan melalui e-Learning Pusdiklat Perpustakaan Nasional RI.

Ruang Lingkup Penelitian

Dalam penelitian ini dibatasi dengan cakupan sebagai berikut:

1. Melakukan penilaian aplikasi e-Learning Pusdiklat, Perpustakaan Nasional. 2. Melakukan penelaahan rekomendasi e-Learning Pusdiklat Perpustakaan

Nasional dengan standar Learning Technology System Architecture (LTSA). 3. Membuat desain prototipe e-Learning dengan standar SCORM berdasarkan

hasil penelaahan e-Learning.

4. Membuat rekomendasi operasionalisasi e-Learning Pusdiklat Perpustakaan Nasional RI.

2

TINJAUAN PUSTAKA

Kerangka Teori

E-Learning

Electronic Learning menurut Clark dan Mayer (2008) didefinisikan sebagai instruksi pembelajaran yang disampaikan menggunakan komputer dengan cara menggunakan CD ROM, internet, atau intranet yang memiliki fitur konten yang relevan dengan objek pembelajaran, menggunakan metode instruksional seperti contoh dan praktik untuk membantu pembelajar, menggunakan media seperti kata dan gambar dalam penyampaian konten dan metode, dalam bimbingan instruktur (synchronous Learning) atau didesain untuk mandiri (asynchronous e-Learning). Sebagai proses belajar secara elektronik, kata e-Learning menurut Kathawala dan Wilgen (2004) dapat diartikan sebagai perangkat dan transfer pengetahuan menggunakan teknologi menjadi semakin penting. Dari sudut pandang terbatas maka e-Learning merupakan bagian dari distance learning (Kathawala dan Wilgen 2004) sedangkan menurut Hornby (2010) dalam Oxford Advanced Learner Dictionary, distance learning mengandung makna sistem pendidikan yang menempatkan pelajar belajar di rumah dengan bantuan situs internet, televisi dan program radio serta mengirimkan surat elektronik terkait proses belajarnya kepada guru yang menjadi pemandunya.

Menurut Ivanescu P. et al. (2008) e-Learning adalah sebuah lingkungan belajar yang terus berkembang didukung dengan meningkatnya proses kolaboratif, berfokus pada kinerja individu dan organisasi. E-learning yang efektif tumbuh subur dengan menggunakan web, komunikasi, dan dokumen, serta alat manajemen pengetahuan. Pendidikan yang ditawarkan dengan menggunakan metode pengiriman elektronik seperti CD-ROM, video, konferensi, website dan e-mail, sering digunakan dalam program pembelajaran jarak jauh.

(18)

4

pendekatan yang lebih kontemporer. Menurut Kumar dan Gulla (2011) secara khusus, pendekatan yang menggunakan sistem berbasis web untuk membuat pelatihan dan pengembangan kegiatan yang tersedia di desktop menggunakan intranet atau platform berbasis internet. Berikut ini pendekatan pembelajaran yang berbasis e-Learning:

a. Synchronous (instruktur dipimpin atau dibimbing) program pembelajaran e-Learning yang dilaksanakan dengan adanya interaksi antara pelajar dengan instruktur selama penelitian menggunakan email, chatting teknologi atau forum. Menurut Effendi dan Zhuang (2005) synchronous merupakan tipe pelatihan dimana proses pembelajaran terjadi pada saat yang bersamaan. Jadi dengan sistem synchronous pelajar dengan pengajar diharuskan mengakses internet- jika menggunakan internet.

b. Asynchronous (mandiri) program pelajaran berlangsung melalui prosedur belajar mandiri dan peserta diklat yang akan menentukan cepat atau lambatnya proses diklat.

Penyelenggaraan e-Learning memiliki banyak manfaat sehingga dapat dijadikan alternatif yang tepat bagi lembaga yang ingin sukses dan efektif dalam pelaksanaannya. Menurut Kathawala dan Wilgen(2004) e-Learning memiliki manfaat yaitu efektifitas biaya, peningkatan produktivitas, penyesuaian waktu belajar, waktu belajar lebih cepat, dan materi tepat waktu, dapat diandalkan, konsisten dan terukur. Selama ini pada proses pembelajaran tradisional yang bersifat klasikal, banyak kendala yang dihadapi dan dapat diminimalisasi dalam pembelajaran dengan e-Learning.

Hal senada disampaikan oleh Effendi dan Zhuang (2005) penggunaan e-Learning mempunyai keuntungan bagi peserta dan penyelenggara antara lain:

a. Biaya, penggunaan biaya untuk kegiatan e-Learning dapat dikurangi. Seperti biaya transport pelatih, biaya menyewa ruang kelas, tidak perlu menyediakan makan siang, peralatan tulis kantor dan LCD-Proyektor.

b. Fleksibilitas waktu, penyelenggara pendidikan dan pelatihan konvensional kadang kesulitan untuk menyesuaikan waktu peserta diklat yang akan dilatih, dengan e-Learning peserta diklat dapat menyesuaikan waktu belajarnya. c. Fleksibilitas tempat, peserta dapat melaksanakan e-learning di rumahnya

yang memiliki akses internet tanpa harus datang ke kelas. Jika tempat kegiatan ada di Jakarta, peserta datang dari Papua maka peserta tidak perlu datang ke Jakarta.

d. Fleksibilitas kecepatan pembelajaran, peserta yang menentukan pembelajaran lebih cepat atau biasa saja. Pembelajaran dilaksanakan berdasarkan cara dan semangat peserta.

(19)

5 komputer bekerja, sistem e-Learning dapat menampilkan fitur yang lebih baik. Perangkat lunak yang digunakan memiliki pengaruh pada kemudahan akses informasi yang diberikan.

Berdasarkan pernyataan tersebut e-Learning adalah sistem pembelajaran yang menggunakan media teknologi informasi, intranet atau internet, baik CD-ROM, video, konferensi, website dan e-mail. e-Learning sering digunakan dalam program pembelajaran jarak jauh untuk mendukung proses belajar mengajar baik secara synchronous maupun asynchronous.

Unit Program Belajar Jarak Jauh (UPBJJ) Universitas Terbuka

Universitas Terbuka (UT) merupakan perguruan tinggi negeri yang menerapkan pendidikan jarak jauh di Indonesia. UT diresmikan pada tahun 1984 berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 41 Tahun 1984 tentang Pendirian Universitas Terbuka. UT menerapkan sistem belajar jarak jauh dalam rangka peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia dan pemerataan kesempatan pendidikan tinggi yang berkualitas bagi warga negara Indonesia.

Tujuan pendirian UT diantaranya adalah untuk menyiapkan tenaga ahli lulusan pendidikan tinggi yang dibutuhkan untuk pembangunan di Indonesia. Selain itu, UT didirikan dengan maksud sebagai berikut:

1. Memberikan kesempatan yang luas bagi warga negara Indonesia dan warga negara asing, di mana pun tempat tinggalnya, untuk memperoleh pendidikan tinggi.

2. Memberikan layanan pendidikan tinggi bagi warga negara Indonesia yang karena bekerja atau alasan lain tidak dapat melanjutkan pendidikannya di perguruan tinggi.

3. Mengembangkan program pendidikan akademik dan profesional sesuai dengan kebutuhan nyata pembangunan yang belum banyak dikembangkan oleh perguruan tinggi lain.

Salah satu keuntungan UT menurut Suryadi (1984) adalah tidak adanya migrasi dari desa ke kota oleh para mahasiswa. Para mahasiswa tetap di lingkungan keluarga, pekerjaan dan masyarakatnya.

UT mempunyai visi yaitu menjadi institusi Perguruan Tinggi Terbuka Jarak Jauh (PTTJJ) berkualitas dunia dalam menghasilkan produk pendidikan tinggi dan dalam penyelenggaraan, pengembangan, dan penyebaran informasi PTTJJ. Sedangkan misi UT adalah menyediakan akses pendidikan tinggi yang berkualitas dunia bagi semua lapisan masyarakat melalui penyelenggaraan berbagai program, mengkaji, dan mengembangkan sistem PTTJJ serta memanfaatkan dan mendiseminasikan hasil kajian keilmuan dan kelembagaan untuk menjawab tantangan kebutuhan pembangunan nasional.

Sistem pembelajaran yang diterapkan UT memungkinkan mahasiswa yang tidak memperoleh kesempatan mengikuti sistem pendidikan tinggi tatap muka, dapat mengikuti pendidikan tinggi secara fleksibel. Menurut Asrukin [tanpa tahun] tanpa memandang kondisi mahasiswa, sistem belajar terbuka dan jarak jauh yang diterapkan UT membantu pencapaian tujuan belajar karena:

1. tidak ada pembatasan jangka waktu penyelesaian studi dan tidak memberlakukan sistem drop out;

(20)

6

4. ruang, waktu, dan tempat belajar yang fleksibel sesuai dengan kondisi mahasiswa;

5. penggunaan materi belajar multimedia, termasuk bahan belajar cetak baik yang dilengkapi dengan kaset audio dan video/CD, CD-ROM, siaran radio dan TV, maupun bahan belajar berbasis komputer dan internet.

Sistem perkuliahan belajar secara mandiri diterapkan dalam sistem perkuliahan UT. Menurut Suryadi (1984) Sistem belajar mandiri dilakukan agar mahasiswa dapat secara individual belajar dengan cara kreatif dan aktif mencernakan (internalisasi) pengetahuan, sikap ataupun keterampilan. Adapun kegiatan yang dilakukan antara lain membaca, mengerjakan sesuatu, berdiskusi dalam suatu kelompok, baik sendiri ataupun dalam kelompok belajar maupun kelompok tutorial sebagai bagian dari proses internalisasi. Proses belajar mandiri ini telah dipersiapkan oleh UT dengan menyediakan bahan ajar yang dibuat khusus untuk dapat dipelajari secara mandiri.

Sistem pembelajaran jarak jauh dikatakan menggunakan sistem yang luwes dan terbuka dilakukan dengan maksud agar mahasiswa dapat melakukan transaksi ilmu menggunakan berbagai media. Terbuka dapat diterjemahkan bahwa UT terbuka bagi setiap warga negara Indonesia yang telah memiliki ijasah SMA tanpa pembatasan usia dan lokasi di seluruh wilayah Indonesia.

Mahasiswa dapat menggunakan modul materi pembelajaran. Selain menggunakan modul yang disediakan oleh UT, mahasiswa dapat memanfaatkan perpustakaan, mengikuti tutorial baik secara tatap muka maupun melalui internet, radio, dan televisi, serta menggunakan sumber belajar lain seperti bahan ajar berbantuan komputer dan program audio/video. Apabila mahasiswa mengalami kesulitan belajar, mahasiswa dapat meminta informasi tentang bantuan belajar kepada Unit Program Belajar Jarak Jauh Universitas Terbuka (UPBJJ-UT) di daerah.

UT dalam proses pembelajaran menggunakan sistem kredit semester (SKS) untuk menetapkan beban belajar mahasiswa. Beban belajar yang harus diselesaikan diukur dengan satuan kredit semester (SKS). Dalam pendidikan tinggi tatap muka, mahasiswa yang mengambil beban studi satu SKS harus mengikuti perkuliahan tatap muka selama satu jam per-minggu di kelas dan satu jam untuk praktik, atau belajar di rumah, sehingga dalam satu semester mahasiswa harus mengalokasikan waktu belajar sekitar 32 jam. SKS dalam sistem pendidikan jarak jauh, mahasiswa juga harus mengatur waktu yang sama dengan mahasiswa tatap muka (dua jam per-minggu per-SKS). Dalam pendidikan jarak jauh kegiatan belajar lebih banyak dilakukan secara mandiri (belajar sendiri, belajar berkelompok, atau tutorial).

(21)

7 memahami bahan ajar dengan bobot empat SKS adalah 100 jam dibagi 16 minggu, atau kurang lebih enam jam per-minggu.

Modular Object-Oriented Dynamic Learning Environment

Modular Object-Oriented Dynamic Learning Environment (Moodle) adalah sistem pembelajaran jarak jauh berbasis elektronik. Moodle merupakan program yang memungkinkan pengguna untuk membuat berbagai macam modul yang dinamis dalam sebuah pembelajaran tertentu. Program ini dibangun dan dikembangkan oleh Martin Dougiamas pada tahun 2002 untuk membantu para pendidik dalam membangun pelatihan online yang interaktif dan kolaboratif konten.

Moodle disebut sebagai sistem Course Management System (CMS), Learning Management System (LMS), atau Virtual Learning Environment (VLE). Sistem ini telah memberikan kemudahan bagi para pendidik yang ingin membangun dan mengembangkan sebuah sistem pembelajaran yang dinamis. Moodle merupakan sistem pembelajaran yang open source, atau dengan kata lain, dapat digunakan secara terbuka tanpa harus membayar.

Moodle merupakan sistem pembelajaran elektronik yang banyak digunakan sebagai sebuah LMS. Menurut Baskoro (2010) Moodle memiliki beberapa keuntungan selain sifatnya yang open source. Moodle dapat digunakan untuk pembelajaran dengan jumlah peserta yang besar, serta dapat digunakan dari tingkat pendidikan dasar sampai tingkat lanjut dan bahkan untuk para praktisi pendidikan non-formal. Moodle dapat digunakan untuk program pembelajaran yang menggunakan sistem e-Learning secara utuh maupun sistem pembelajaran hibrid atau blended yang menggabungkan e-Learning dengan sistem pembelajaran tatap muka. Banyak kegiatan pembelajaran yang dapat didukung oleh Moodle. Beberapa diantaranya adalah forum, wiki, dan database, atau untuk menyampaikan pelajaran kepada siswa/mahasiswa (seperti SCORM2), sarana pemberian tes dan koreksi nilai (tes, quiz, dan ujian).

Moodle dapat digunakan pada komputer dengan berbagai platform seperti windows, linux, dan MAC. Moodle dapat digunakan dengan bahasa pemrograman PhP untuk melakukan pengembangan berbagai tipe database SQL. Moodle memiliki fitur-fitur yang dapat digunakan untuk mendesain pembelajaran on-line. Seperti tampilan awal moodle, administrator, theme, akun anggota, pelatihan, membuat kaitan situs youtube, chat/obrolan, unduh berkas, berita, kalender on-line, kuis/evaluasi on-line dan forum.

Shareable Content Object Reference Models

Shareable Content Object Reference Models (SCORM) merupakan salah satu standar e-Learning yang dikembangkan oleh Advanced Distributed Learning (ADL) untuk membuat pembelajaran menjadi lebih modern. Standardisasi ini memungkinkan pertukaran objek pembelajaran antar-LMS. SCORM didokumentasikan dan dikelola oleh ADL dari Amerika Serikat. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan standar umum yang akan memungkinkan berbagi konten pembelajaran.

(22)

8

lingkungan (daya tahan), dapat dijalankan dalam sistem operasi dan browser lingkungan web (Interoperable), dapat mencari dan menemukan bila diperlukan (Accessible) dan dapat digunakan untuk mengembangkan konten pembelajaran baru (usabilitas).

Menurut Srimathi dan Srivasta (2008) standar SCORM merupakan standar e-Learning yang berbasis Extensible Mark up Language (XML). Standar SCORM dan spesifikasi yang berasal dari kerja sama yang dilakukan oleh berbagai industri dan organisasi teknologi, termasuk IMS Global Consortium (IMS), Institute For Electrical And Electronic Engineers Learning Technology Standard Commite (IEEE-LTSC), Aviation Industry CBT Commite (AICC). SCORM mendefinisikan kerangka kerja untuk aplikasi konten pembelajaran, agregasi, dan kemasannya. SCORM juga mendefinisikan satu set persyaratan kesesuaian untuk sistem yang akan disampaikan. SCORM telah dipengaruhi oleh hal-hal berikut SCORM 2004 Content Agregate Models(CAM), SCORM 2004 RunTime Environment(RTE), dan SCORM 2004 Senquecing and Navigation(SN).

a. Learning Management System (LMS)

Learning management System (LMS) merupakan aplikasi perangkat lunak yang terdiri atas fungsi-fungsi untuk mengelola pembelajaran, mengetahui kemajuan peserta didik, dan interaksi peserta didik dengan pelatihan yang dilakukan. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 1, dalam Dodds (2006) menunjukkan model sistem manajemen pembelajaran (LMS). LMS yang menyediakan berbagai layanan seperti layanan profil pembelajar dan manajemen konten pembelajaran.

Gambar 1 Model LMS ( Dodds, 2006)

b. SCORM Content Aggregation Model

(23)

9 sarana pedagogis netral perancang dan pelaksana instruksi untuk sumber belajar. Sumber belajar adalah setiap penyajian informasi yang digunakan untuk mendukung pengalaman belajar. Pengalaman belajar terdiri atas kegiatan yang didukung oleh sumber belajar elektronik atau non-elektronik.

Proses menciptakan dan memberikan pengalaman belajar melibatkan penciptaan, penemuan dan agregasi aset elektronik sederhana yang menjadi sumber belajar lebih kompleks dan kemudian mengorganisir sumber-sumber belajar menjadi urutan yang ditetapkan untuk pengiriman. SCORM CAM mendefinisikan metode teknis untuk mencapai proses ini.

SCORM CAM terdiri atas: 1. Assets

Assets merupakan kumpulan bangunan yang utama dan representasi elektronik dari media seperti teks, audio, audiovisual, objek penilaian atau bagian data yang dioleh oleh web dan ditampilkan ke peserta didik. Dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 assets (Dodds. 2006) 2. Sharable Content Object

(24)

10

Gambar 3 SCO (Dodds, 2006) 3. Content Aggregation

Content aggregation (CA) merupakan peta (struktur konten) yang dapat digunakan untuk keseluruhan sumber daya pembelajaran ke dalam perpaduan sebuah unit instruksi (modul, course) penerapan struktur taksonomi asosiasi belajar. Struktur konten mendefinisikan representasi taksonomi sumber belajar. Sebuah konten agregasi dapat menjadi referensi meta-data konten agregasi yang memungkinkan untuk pencarian dan penemuan dalam repositori online, sehingga meningkatkan peluang untuk digunakan kembali. Content Aggregation dapat dilihat pada Gambar 4 berikut ini.

Gambar 4 Content Aggregation (Dodds, 2006)

(25)

11 akan diterapkan sebagai Assets, SCOs dan Content Aggregations. Ada sembilan kategori elemen dari metadata yaitu:

a) Kategori General : informasi umum yang menggambarkan sumber daya secara keseluruhan.

b) Kategori Lifecycle : fitur yang berkaitan dengan sejarah dan kondisi saat ini sumber daya dan orang-orang yang telah memengaruhi sumber daya ini selama evolusinya.

c) Kategori Meta-metadata : informasi tentang catatan metadata itu sendiri. d) Kategori Technical: persyaratan sumber daya teknis dan karakteristiknya. e) Kategori Educational: karakteristik sumber daya pendidikan dan

pedagogik.

f) Kategori Rights: hak dan kondisi penggunaan untuk sumber daya kekayaan intelektual.

g) Kategori Relation : fitur yang menentukan hubungan antara sumber daya dan sumber daya lainnya yang ditargetkan.

h) Kategori Annotation: memberikan komentar tentang penggunaan pendidik-an, sumber dan informasi tentang kapan dan oleh siapa komentar diciptakan. i) Kategori Classification : menjelaskan letak sumber daya ini berada dalam

sistem klasifikasi tertentu.

c. SCORM Run-Time Environment

SCORM Run Time Environment (RTE) dalam Dodds (2006) menjelaskan mekanisme umum peluncuran konten objek, mekanisme komunikasi umum antara konten objek dan LMSs, dan model data umum untuk melacak pengalaman pelajar dengan konten objek. Ketiga aspek Run-Time Environment adalah Launch, Application Program Interface (API) dan Data Model dapat diilustrasikan pada Gambar 5

(26)

12

Berdasarkan Gambar 5 dapat didefinisikan sebagai berikut. 1. Launch

Launch mendefinisikan cara umum LMS untuk memulai pembelajaran berbasis sumber daya web. Mekanisme ini mendefinisikan prosedur dan tanggung jawab terjalinnya komunikasi antara sumber belajar yang disampaikan dengan LMS. Protokol komunikasi dibakukan melalui penggunaan API umum.

2. Application Programming Interface (API)

API merupakan mekanisme komunikasi untuk menginformasikan LMS dari sumber belajar (misalnya, diinisialisasi, selesai atau dalam kondisi error), dan digunakan untuk mendapatkan dan pengaturan data (misalnya, skor, batas waktu, dll) antara LMS dan sharable content Object (SCO). 3. Data Model

Data model merupakan satu set standar elemen data yang digunakan untuk menentukan informasi yang dikomunikasikan, seperti status dari sumber belajar. Data model dalam bentuk yang paling sederhana adalah data. d. SCORM Sequencing And Navigation

SCORM Sequencing And Navigation (SN) menjelaskan cara untuk mengkodekan strategi sekuensing tertentu dalam XML. Dalam Dodds (2006) SCORM SN menggambarkan tanggung jawab LMSs untuk sequensing konten objek pada saat run-time. Dalam konteks SCORM, Konten objek yang dapat berkomunikasi selama run-time, atau Asset yang tidak berkomunikasi saat run-time. SCORM SN menggambarkan bagaimana informasi sequencing dapat diterapkan untuk menentukan berbagai strategi sequencing, informasi bagaimana sequencing adalah ditafsirkan pada saat run-time untuk membuat evaluasi sequencing dan bagaimana permintaan navigasi. Model Konten SCORM terdiri atas komponen-komponen berikut. Assets merupakan representasi elektronik dari media, seperti teks, gambar, suara, benda penilaian atau bagian lain dari data yang dapat diberikan oleh klien web dan disajikan kepada peserta didik. Lebih dari satu assets dapat dikumpulkan bersama-sama untuk membangun assets lainnya.

Perangkat Authoring

(27)

13 Perangkat authoring e-learning memungkinkan pengguna untuk mengembangkan konten digital dari berbagai macam media untuk menghasilkan konten digital yang interaktif dan professional. Pengguna juga dapat menggunakan kembali elemen-elemen digital yang sudah digunakan dari suatu mata ajar untuk membuat mata ajar lainnya. Hal ini sangat mendukung percepatan pengembangan konten untuk dapat mengikuti dinamika perubahan sistem belajar mengajar. Dengan perangkat authoring tersebut return on investment (pengembalian investasi) komponen yang telah dibuat oleh programer di luar atau dari sumber-sumber desain grafis akan lebih cepat diperoleh.

Perangkat authoring e-Learning dibutuhkan untuk mengembangkan konten digital yang disesuaikan dengan kebutuhan dan dapat mengikuti dinamika perubahan sistem pembelajaran (custom conten). Penggunaan perangkat authoring, konten digital dapat diubah menjadi berbagai macam variasi bentuk publikasi seperti CD, LMS, HTML, Zip, PodCast sehingga lebih meluas jangkauannya.

Exelearning merupakan salah satu perangkat authoring yang digunakan untuk pembuatan konten berbasis SCORM. Exelearning, perangkat authoring yang bersifat open source dan gratis sehingga dapat membantu pengembang konten e-Learning dalam mengelola konten e-learning.

Pendidikan dan Pelatihan bidang Kepustakawanan

Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan pada pasal 33 dinyatakan bahwa pendidikan untuk pembinaan dan pengembangan tenaga perpustakaan merupakan tanggung jawab penyelenggara perpustakaan. Tenaga perpustakaan dapat mengikuti pendidikan dan pelatihan bidang Kepustakawanan yang merupakan tanggung jawab penyelenggara perpustakaan. Hal tersebut merupakan implementasi dari definisi pustakawan itu sendiri yang terdapat pada pasal 1 yaitu pustakawan adalah seseorang yang memiliki kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan dan/atau pelatihan kepustakawanan serta mempunyai tugas dan tanggung jawab dalam melaksanakan pengelolaan dan layanan perpustakaan.

Pustakawan yang mengikuti pendidikan dan atau pelatihan, dengan demikian pustakawan akan memiliki kompetensi yang dapat digunakan dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dalam mengelola perpustakaan. Pustakawan seharusnya mengikuti pendidikan dan/atau pelatihan agar ilmu yang dimiliki dapat terus berkembang. Apalagi jika terkait dengan teknologi informasi yang berkembang sangat cepat.

Diklat bidang Kepustakawanan dilaksanakan oleh penyelenggara diklat baik di pusat maupun di daerah. Pelaksana diklat perpustakaan di pusat adalah Perpustakaan Nasional RI yang ditugaskan pada Pusat Pendidikan dan Pelatihan sedangkan pelaksana tugas penyelenggara diklat di daerah pada Badan Diklat Provinsi yang dapat bekerja sama dengan Pusat Pendidikan dan Pelatihan Perpustakaan Nasional RI.

(28)

14

data satuan pendidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tahun 2012 maka akan dibutuhkan sebanyak 290.000 orang untuk menjadi kepala perpustakaan seluruh Indonesia. Jika setiap tahun hanya menyelenggarakan Diklat Kepustakawanan rata-rata sebanyak empat angkatan atau 120 orang

Penyelenggaraan e-Learning diklat akan sangat membantu pencapaian target agar pengelola perpustakaan dapat mengikuti pendidikan dan pelatihan perpustakan atau menjadi pustakawan. Para peserta diklat tidak perlu datang ke Jakarta. Hemat biaya, hemat sarana, efektif, dan proses belajar dapat lebih terarah.

Penelitian terdahulu (Road Map Penelitian)

Penelitian tentang e-Learning telah ada sebelumnya. Beberapa penelitian sebelumnya dilakukan terkait dengan portal e-Learning menggunakan SCORM adalah penelitian yang dilakukan oleh Srimathi dan Srivatsa (2008) dalam penelitiannya Design Of Virtual Learning Environment Using SCORM Standards dalam Journal of Theoritical and Applied Information Technology 2005-2008 yang memaparkan tentang desain LCMS dalam lingkup SCORM yang digunakan untuk menyatukan beberapa group LMS yang berbeda dan dapat bekerja pada e-Learning.

Penelitian lain dilakukan Palupi (2012) Analisis dan Desain e-Learning Diklat Teknis Pengelolaan Perpustakaan menggunakan Standar Learning Technology System Architecture (IEEE P1484.1) tujuan penelitian ini adalah melakukan Analisis dan Desain e-Learning Diklat Teknis Pengelolaan Perpustakaan menggunakan Standar Learning Technology System Architecture (IEEE P1484.1/D11,2002-11-28). Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah melihat kondisi e-Learning Diklat Teknis Pengelolaan Perpustakaan yang ada saat ini kemudian untuk dibandingkan dengan hasil analisis layer-layer yang ada pada dokumen standar LTSA IEEE.

Kanisiastirin (2012) dalam penelitiannya Pengembangan E-Learning PPPPTK Seni Dan Budaya Yogyakarta Mengacu SCORM bertujuan untuk mengembangkan sistem e-Learning yang memenuhi standar SCORM khususnya pada sisi konten agar dapat diintegrasikan ke berbagai LMS atau sistem e-Learning yang sudah mendukung SCORM. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah mengkonversi konten-konten yang belum mengacu SCORM menjadi konten yang berbasis SCORM menggunakan tool yang berbasis open source (berupa prototype bahan ajar untuk Diklat Produktif Kria Keramik). Konten paket yang susun akan dikemas dalam format Zip yang berisi banyak asset dan sebuah file IMSManifest.xml. Konten tersebut kemudian di-upload ke sistem. Pemanfaatan standar SCORM pada sistem e-Learning PPPPTK Seni dan Budaya akan memberi nilai tambah dan memiliki keunggulan kompetitif.

3

METODE

Kerangka Berpikir

(29)

15 Namun setiap LMS mempunyai spesifikasi masing-masing yang berbeda satu dengan yang lainnya.

Penyelenggaraan e-Learning Diklat bidang Kepustakawanan sangat dibutuhkan untuk mendukung peningkatan kualitas dan sertifikasi para pustakawan. Dengan dilaksanakan e-Learning Diklat maka peserta diklat tidak perlu datang ke Jakarta mengikuti pendidikan dan pelatihan secara konvensional. Penyelenggaraan e-Learning dengan menggunakan standar SCORM akan memberikan kemudahan dalam pemutakhiran konten walaupun menggunakan hardware yang berbeda, pengajar yang berbeda dan perangkat operasi yang berbeda.

Pendekatan dan Kerangka Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan melihat kondisi e-Learning Pusdiklat Perpustakaan Nasional RI yang ada saat ini. Berdasarkan kondisi e-Learning tersebut akan menentukan apakah e-Learning berbasis Moodle dapat dipergunakan untuk penyelenggaraan pelatihan. Setelah itu, dilanjutkan dengan penelaahan rekomendasi e-Learning yang menggunakan metode LTSA. Jika tidak terlaksana rekomendasi tersebut maka akan dilakukan pengkajian tentang pembuatan prototype Desain e-Learning Pusdiklat dengan menggunakan standar SCORM. Penelitian ini dilaksanakan melalui serangkaian proses penelitian sebagaimana Gambar 6 berikut ini.

Gambar 6 Langkah-langkah penelitian

ya Uji Prototipe e-Learning Standar SCORM

Desain e-LearningStandar SCORM

Pembuatan Prototipe e-Learning Standar SCORM

(30)

16

Berdasarkan Gambar 6 tersebut maka langkah-langkah penelitian sebagai berikut. 1. Studi Pustaka untuk memahami tentang e-Learning, Moodle, SCORM, dan

Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Perpustakaan.

2. Melakukan penilaian terhadap sistem e-Learning Pusdiklat berbasis Moodle yang ada. Penilaian terhadap kesiapan penyelenggaraan e-Learning diklat tersebut dalam hal calon peserta diklat, sarana dan prasarana, calon SDM pengelola, kurikulum, pengajar, konten e-Learning, learning management system, situs website Pusdiklat, kebijakan pengembangan e-Learning, serta perangkat pendukung lainnya yang digunakan untuk mendukung penyelenggaraan e-Learning.

3. Mengkaji Rekomendasi e-Learning dengan standar LTSA.

a. Jika e-Learning LTSA masih dapat dikembangkan, maka penelitian ini akan dilanjutkan pada Operasionalisasi e-Learning Diklat Teknis Pengelolaan Perpustakaan yang sesuai dengan standar LTSA.

b. Jika rekomendasi tidak diterapkan maka dilanjutkan maka penelitian ini akan dilanjutkan pada pembuatan Desain e-Learning Diklat Kepustakawanan dengan menggunakan standar SCORM.

4. Operasionalisasi e-Learning Pusdiklat

a. Penelitian ini menelaah operasionalisasi e-Learning Pusdiklat. Jika ya maka penelitian ini dilanjutkan membandingkan dengan hasil uji prototipe SCORM.

b. Jika e-Learning Pusdiklat tidak operasional maka dilanjutkan maka penelitian ini akan dilanjutkan pada pembuatan Desain e-Learning Diklat Kepustakawanan dengan menggunakan standar SCORM.

5. e-Learning Diklat Kepustakawanan tidak dapat menerapkan rekomendasi LTSA dan tidak dapat digunakan secara operasional maka penelitian ini dilanjutkan pada pembuatan Desain e-Learning Diklat Kepustakawanan dengan menggunakan standar SCORM meliputi:

a. Analisis Kebutuhan;

b. SCORM Content Aggregation Model ; c. SCORM Run Time Environment; d. SCORM Sequencing and Navigation. 6. Pembuatan prototipe SCORM dengan skema:

a. Identifikasi kebutuhan pemakai yang paling mendasar; b. Membangun prototipe;

c. Menggunakan prototype;

d. Merevisi dan meningkatkan prototipe;

e. Jika prototipe lengkap menjadi sistem yang dikehendaki, proses iterasi dihentikan.

7. Uji Prototipe

(31)

17 responden dipilih secara purposive, berasal dari tenaga perpustakaan yang telah mengikuti Diklat Perpustakaan untuk melihat aspek:

a. Accessible b. Reuseable c. Interoperable

8. Rekomendasi Operasionalisasi e-Learning Pusdiklat Perpustakaan Nasional RI.

9. Selesai.

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini mengulas mengenai kondisi e-Learning Diklat Kepustakawanan yang ada saat ini dan mengevaluasi rekomendasi Learning Technology System Architecture (LTSA) dilaksanakan oleh Pusdiklat Perpustakaan Nasional RI. Kemudian akan dibuat desain e-Learning Pusdiklat dengan menggunakan SCORM dan dijabarkan operasionalisasi e-Learning pusdiklat. Rekomendasi operasionalisasi disusun agar proses pelaksanaan e-Learning Diklat Kepustakawanan dapat dijalankan dengan baik dan sistematis.

Kondisi E-Learning Pusat Pendidikan dan Pelatihan

Saat ini penyelenggaraan e-Learning Diklat Kepustakawanan belum berjalan namun masih berada pada tahap perencanaan. Observasi kondisi saat ini dilakukan untuk melihat kesiapan penyelenggaraan e-Learning Diklat Kepustakawanan yang meliputi calon peserta diklat, sarana dan prasarana, SDM Pengelola diklat, kurikulum diklat, widyaiswara/pengajar diklat, konten e-Learning, Learning Management System, situs pusdiklat, dan kebijakan pengembangan e-Learning.

a. Calon peserta diklat

Calon peserta diklat berasal dari perpustakaan nasional, perpustakaan umum, provinsi dan kabupaten/kota, perpustakaan khusus, perpustakaan perguruan tinggi dan perpustakaan sekolah yang ada di Indonesia. Jumlah peserta saat ini karena masih menggunakan sistem klasikal sesuai dengan kapasitas kelas yang ada dibatasi 30 orang setiap tahun anggaran. Jika menggunakan e-Learning Diklat Kepustakawanan maka jumlah peserta akan lebih banyak lagi.

Persyaratan peserta yang dapat mengikuti e-Learning Diklat Kepustakawanan adalah:

- berpendidikan minimal SLTA/sederajat; - mampu menggunakan komputer dan internet; - bekerja di bidang perpusdokinfo;

- mendapat ijin dari pimpinannya;

(32)

18

b. Sarana dan prasarana

Sarana dan prasarana bagi penyelenggaraan Diklat Kepustakawanan secara klasikal di antaranya adalah kelas/ruang tatap muka, laboratorium komputer, perpustakaan, asrama, rumah ibadah, aula, laboratorium multimedia, laboratorium audiovisual, lapangan olah raga dan poliklinik dimiliki oleh Pusdiklat Perpustakaan Nasional RI. Sarana dan prasarana penyelenggaraan e-Learning diklat yang dibutuhkan yaitu Ruang administrator e-Learning dengan sarana ruang administrator e-Learning dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini:

Tabel 1 Sarana dan Prasarana e-Learning Diklat Kepustakawanan

No Nama barang Jumlah/unit Spesifikasi

1.

Wireless LAN Access Point Printer Laser Color

c. Calon SDM pengelola

Calon SDM pengelola e-Learning saat ini terdiri atas enam orang terlihat pada Tabel 2 berikut ini :

Tabel 2 Calon SDM Pengelola e-Learning Diklat Kepustakawanan

No Kompetensi Jumlah/

orang

Keterangan

1 Teknologi Informasi 1 Koordinator e-Learning

2 Teknologi Pendidikan 1 Penyelengara/administrator

3 Komputer/teknik informatika

1 Teknisi jaringan dan portal e-Learning

4 Statistik 1 Evaluator

5 Ilmu perpustakaan 1 Perancang materi ajar

6 Ilmu pendidikan 1 Perancang kurikulum

Keenam calon SDM pengelola tersebut saat ini sudah tersedia di Pusdiklat Perpustakaan Nasional RI.

d. Kurikulum diklat

(33)

19 e. Widyaiswara/instruktur

Persyaratan widyaiswara/instruktur e-Learning Diklat Kepustakawanan adalah:

- Menguasai bidangnya

- Menggunakan sarana teknologi informasi - Mendesain bahan ajar e-Learning

- Melaksanakan proses pengajaran sesuai metodologi e-Learning - Membimbing forum diskusi dan tanya jawab

- Membuat evaluasi pembelajaran e-Learning diklat

Widyaiswara/Instruktur yang menguasai TI dan menguasai salah satu mata ajar dalam Diklat Kepustakawanan menjadi prioritas. Jika suatu mata ajar tidak memiliki widyaiswara/instruktur yang menguasai TI, maka widyaiswara/instruktur tersebut akan diberikan pelatihan menjadi widyaiswara/instruktur untuk sebuah e-Learning.

f. Learning Management System

Learning Management System (LMS) e-Learning Diklat Kepustakawanan Pusdiklat Perpustakaan Nasional RI menggunakan LMS Moodle 1.9.3. LMS ini dibuat oleh pihak ketiga dan hingga saat ini belum dapat dimanfaatkan karena berdasarkan penilaian pemangku kepentingan dianggap belum memenuhi syarat sebuah e-Learning. LMS masih memerlukan perbaikan dan penyempurnaan baik dari modul-modulnya maupun desainnya.

g. Situs Web Pusdiklat

Situs Web Pusdiklat memuat konten berupa informasi mengenai profil, jadwal diklat, dan berita kegiatan yang diadakan oleh Pusdiklat. Selain itu, Situs Web Pusdiklat menjadi wadah untuk mengakses Learning Management System (LMS) e-Learning Pusdiklat.

Situs Web Pusdiklat dapat diakses pada alamat http://pusdiklat.perpusnas.go.id Tim Pemutakhiran konten situs web melakukan pemutakhiran data setiap kegiatan yang dilakukan di lingkungan Pusdiklat Perpustakaan Nasional RI. Mekanisme pemutakhiran konten situs web Pusdiklat dilakukan oleh tim pemutakhir data situs web Pusdiklat.

h. Kebijakan Pengembangan e-Learning

Pusdiklat sampai saat ini belum menyelenggarakan e-Learning diklat. Pusdiklat menggunakan beberapa pedoman yaitu pedoman yang diberlakukan di Universitas Indonesia (UI) sesuai dengan rekomendasi dari tim asistensi dari UI yang membantu Pusdiklat dalam membuat grand design e-Learning. Isi pedoman penjaminan mutu e-Learning yang direkomendasikan oleh UI. Dalam pembuatan grand desain e-Learning Pusdiklat dibantu oleh pihak ketiga.

Evaluasi Rekomendasi LTSA Dilaksanakan Pusdiklat

(34)

20

1. Kesimpulan

a) E-Learning Diklat Teknis Pengelolaan Perpustakaan di Pusat Pendidikan dan Pelatihan Perpustakaan Nasional RI belum sesuai dengan standar LTSA. Dari 16 komponen sistem LTSA (layer 3) hanya lima komponen saja yang terpenuhi oleh e-Learning Diklat Teknis Pengelolaan Perpustakaan, yaitu entitas siswa (leaner entity), instruktur (coach), evaluasi (evaluation), multimedia, dan materi belajar (learning content) sedangkan komponen yang belum ada adalah: pengiriman (delivery), data siswa (learner record), sumber belajar (learning resources), perilaku (behavior), penilaian (assessment), informasi siswa (learner information), kueri (query), info katalog (catalog info), locator, konteks interaksi (interaction context) dan parameter belajar (learning parameters).

b) Analisis terhadap layer 1 s.d 4 standar LTSA dibandingkan dengan kondisi e-Learning Diklat Teknis Pengelolaan Perpustakaan di Pusdiklat Perpustakaan Nasional RI mendapatkan hasil bahwa web browser merupakan contoh yang sesuai untuk mengembangkan e-Learning ini karena pemetaan web browser terhadap komponen sistem LTSA menghasilkan integrasi yang sangat erat.

c) Pembuatan desain e-Learning Diklat Teknis Pengelolaan Perpustakaan mengacu kepada pemetaan web browser terhadap komponen sistem LTSA. d) Desain e-Learning Diklat Teknis Pengelolaan Perpustakaan ini dapat

dijadikan rekomendasi dalam pengembangan e-Learning diklat tersebut dan menjadi pedoman bagi pengembangan e-Learning Diklat Perpustakaan lainnya.

2. Rekomendasi

Rekomendasi yang diberikan dalam penelitian LTSA sebagai berikut:

a) Desain e-Learning Diklat Teknis Pengelolaan Perpustakaan yang sesuai dengan standar LTSA hendaknya dapat dijadikan acuan untuk mengembangkan e-Learning diklat tersebut di Pusat Pendidikan dan Pelatihan, Perpustakaan Nasional RI.

b) Jika Pusdiklat Perpustakaan Nasional RI ingin e-Learning Diklat Teknis Pengelolaan Perpustakaan sesuai dengan standar LTSA yang memiliki Interoperable yang tinggi, maka desain e-Learning Diklat Teknis Pengelolaan Perpustakaan yang sesuai dengan standar LTSA harus segera direalisasikan.

c) Proses pendeskripsian komponen operasional dan interoperable sistem hendaknya mengacu pada layer 5 standar LTSA dan dapat menjadi bahan penelitian selanjutnya.

(35)

21 Tabel 3 Kesimpulan dan rekomendasi LTSA yang dilaksanakan Pusdiklat

Perpustakaan Nasional RI

No Rekomendasi

Penerapan

Ya Tidak

1. Komponen Proses

1) entitas siswa (learner entity), 2) evaluasi (evaluation), 3) instruktur (coach) dan 4) pengiriman (delivery).

• entitas siswa • evaluasi • instruktur

2. Komponen Penyimpanan Data

1) data siswa (learner record)

2) sumber belajar (learning resources).

3. Komponen Aliran Data

1) perilaku(behavior), 2) penilaian (assessment),

3) informasi siswa (learner information) sebanyak tiga kali,

4) kueri (query),

5) info katalog (catalog info), 6) locator sebanyak dua kali,

7) materi pembelajaran (learning content), 8) multimedia (multimedia),

9) konteks interaksi (interaction context) 10) parameter belajar (learning parameters).

• media pem-belajaran • mulltimedia

Sumber : hasil penelitian Palupi (2012)

Pada Tabel 3, E-Learning Diklat Teknis Pengelolaan Perpustakaan yang merekomendasikan agar pengembangan e-Learning Diklat Teknis Pengelolaan Perpustakaan mengacu pada standar LTSA, hal tersebut disambut baik oleh pimpinan yang akan berupaya memasukkan standar LTSA dalam pengembangan e-Learning Pusdiklat yaitu pada grand desain e-Learning.

Selain grand desain e-Learning, tidak ada perubahan yang terjadi pada e-Learning Pusdiklat Perpustakaan Nasional RI. Komponen LTSA terbagi atas tiga kelompok utama, yaitu:

1) Proses (Process)

Proses dideskripsikan dengan batas, input, proses dan output. Ada empat komponen proses yaitu: entitas peserta diklat (learner entity), evaluasi (evaluation), instruktur (coach) dan pengiriman (delivery).

2) Penyimpanan Data (Store)

Penyimpanan data digambarkan dengan tipe dari informasi yang disimpan serta metode pencarian, sistem temu kembali dan pemutakhiran informasi tersebut. Ada dua penyimpanan data terdiri atas data peserta diklat (learner record) dan sumber belajar (learning resources).

(36)

22

Aliran data digambarkan dengan hubungan dan tipe dari informasi yang dialirkan. Ada 13 (tiga belas) aliran data yang terdiri atas perilaku (behavior), penilaian (assessment), informasi siswa (learner information) sebanyak tiga kali, kueri (query), info katalog (catalog info), locator sebanyak dua kali, materi pembelajaran (learning content), multimedia (multimedia), konteks interaksi (interaction context) dan parameter belajar (learning parameters). Tiga komponen utama LTSA tersebut saling berhubungan. Komponen-komponen yang ada dalam LTSA pada Layer pertama tentang interaksi learner dengan lingkungannya (learner-environment interaction), layer kedua tentang desain fitur-fitur yang berfokus pada siswa (learner related design features), layer ketiga tentang komponen sistem LTSA, hingga ke layer keempat tentang perspektif/prioritas pemangku kepentingan (stakeholder perspective/priorities) belum ada perubahan. Dari 16 komponen sistem LTSA pada layer tiga hanya lima komponen saja yang terpenuhi oleh e-Learning Diklat Teknis Pengelolaan Perpustakaan, yaitu entitas siswa (leaner entity), instruktur (coach), evaluasi (evaluation), multimedia, dan materi belajar (learning content) dan komponen yang belum terpenuhi adalah: pengiriman (delivery), data siswa (learner record), sumber belajar (learning resources), perilaku (behavior), penilaian (assessment), informasi siswa (learner information), kueri (query), info katalog (catalog info), locator, konteks interaksi (interaction context) dan parameter belajar (learning parameters).

Hal tersebut terjadi karena operasionalisasi penyelenggaraan e-Learning diklat belum dijalankan. Pengiriman, dan data peserta diklat dapat dioperasikan jika diklat sudah dilaksanakan. Selain itu, Sumber belajar telah dibuat oleh Pusdiklat Perpustakaan Nasional RI, ada beberapa diklat yang telah memiliki konten atau bahan ajar e-Learning sehingga komponen sumber belajar e-Learning sudah ada. Namun konten e-Learning tersebut yang dibuat sebagai sumber belajar e-Learning belum memenuhi standar SCORM. Begitu pula dengan penilaian, dalam Moodle Pusdiklat Perpustakaan Nasional RI sudah ada format evaluasi yang dapat digunakan untuk pengembangan proses evaluasi diklat. Baik dalam bentuk kuis, evaluasi formatif atau sumatif. Hal tersebut sudah ada dalam LMS Moodle. Pengembangan evaluasinya dapat dilakukan oleh tim admin dan pengajar e-Learning Pusdiklat Perpustakaan Nasional RI.

Rekomendasi yang diberikan pada pengembangan e-Learning dengan menggunakan standar LTSA belum diterapkan dan belum operasional. Dengan demikian maka penelitian ini dilanjutkan pada pembuatan desain e-Learning dengan menggunakan standar SCORM.

Desain Prototipe e-Learning Diklat Kepustakawanan

Pada bagian ini dibahas desain prototipe e-Learning Diklat Kepustakawanan dengan Standar SCORM yang berisi analisis kebutuhan e-Learning Diklat Kepustakawanan,

a. Analisis Kebutuhan prototipe e-Learning Diklat Kepustakawanan 1. Deskripsi umum e-Learning Diklat Kepustakawanan

(37)

23 pendaftaran pada situs e-Learning Pusdiklat. Mengikuti materi atau diklat secara on-line, berdiskusi menggunakan forum dan obrolan/chat, penilaian, tugas, latihan dan ujian sampai dengan penerbitan sertifikat kelulusan peserta diklat.

2. Kebutuhan dalam penyelenggaraan e-learning diklat

Dalam melaksanakan e-Learning diklat dibutuhkan kesiapan dalam penyelenggaraan hal-hal sebagai berikut:

a) Kurikulum, GBPP dan Bahan ajar e-Learning

b) Aplikasi, sistem administrasi dan manajemen pembelajaran/ Learning Management System (LMS)

c) Infrastruktur; server, jaringan serta perangkat pendukung komputasi dan komunikasi

d) Regulasi; Peraturan Kepala Perpustakaan Nasional RI yang mengatur kewenangan penyelenggaraan e-Learning Diklat Kepustakawanan e) Sumber Daya Manusia

f) Organisasi Tim Administrasi e-Learning Diklat Kepustakawanan g) Peserta e-Learning Diklat Kepustakawanan; Pustakawan, Tenaga teknis

Perpustakaan dan Masyarakat.

3. Desain Prototipe e-Learning Pusdiklat Perpustakaan Nasional RI menggunakan LMS Moodle yang dengan standar pengembangan konten berbasis SCORM. Adapun perangkat yang digunakan.

a) Perangkat Keras

Notebook ASUS a46c dengan spesifikasi sebagai berikut: 1) Prosesor intel core I3 32.17U cpu a 1.8 ghz

2) Ram 2 gb b) Perangkat lunak

1) Windows 7 ultimate x64bit

2) Wampserver2.2e-php5.4.3-httpd-2.4.2-mysql5.5.24-x64 3) Moodle 2.4.9

4) Authoring ExeLearning

b. Desain SCORM Content Aggregation Model

SCORM Content Aggregation Model (CAM) merupakan perwujudan model pembelajaran yang ditujukan bagi desainer dan perancang instruksi pembelajaran untuk mengumpulkan sumber-sumber pembelajaran dan menyajikan pengalaman pembelajaran yang diinginkan. Pengalaman pembelajaran terdiri atas berbagai aktivitas yang didukung oleh sumber-sumber pembelajaran elektronik maupun non-elektronik. Salah satu aktivitas dalam proses pembuatan dan penyajian pembelajaran adalah membuat, mencari dan mengumpulkan aset-aset yang sederhana menjadi sumber pembelajaran yang kompleks dan kemudian menata sumber-sumber tersebut menjadi suatu penyajian yang berurutan

(38)

24

GBPP Diklat merupakan objek pembelajaran yaitu kompetensi dasar, indikator keberhasilan, materi pokok dan sub materi pokok.

Berdasarkan kurikulum dan GBPP Diklat Teknis Pengelolaan Perpustakaan mata diklat pengantar ilmu perpustakaan struktur diklat terdiri atas: mata diklat, kompetensi dasar, indiktor keberhasilan (IK), materi pokok(MP) dan sub materipokok (SMP). Berdasarkan hasil analisis GBPP Diklat teknis Pengelolaan Perpustakaan organisasi materi diklat yang tidak lain merupakan menggambarkan SCORM model content pada tingkatan Kompetensi dasar dan Indikator keberhasilan. Selanjutnya SCORM model content akan dikomposisi pada tingkatan yang lebih rendah hingga level yang fundamental. Berikut ini adalah hasil penjabaran SCORM model content ini menggambarkan rancangan konten e-Learning yang ditunjukkan pada Gambar 7 berikut.

Gambar 7 Rancangan konten e-Learning Keterangan : Materi untuk belajar diklasifikasikan berdasarkan bentuk pengetahuannya dan digambarkan sebagai objek informasi untuk memudahkan pemilihan bentuk multimedia atau asset digital yang dibutuhkan. Pada tahap ini kemudian dirancang objek informasi yang dibangun tiap model konten dan menentukan asset digital yang membangun tiap objek informasi, hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 4 berikut ini

(39)

25 Tabel 4 Rancangan SCORM model konten

No Objek Pembelajaran Objek

Informasi

Assets Digital

Materi Pokok Submateri Pokok

1 Pengertian perpusta- Pengertian : Konsep, teks, gambar kaan, dokumentasi,

2 Sejarah perpustakaan a. asal-usul perpustakaan Pengelolaan Perpustakaan pada mata diklat Pengantar Ilmu Perpustakaan. Struktur Objek e-Learning terdiri atas objek pembelajaran yang diambil dari materi pokok dan sub materi pokok garis-garis besar program pembelajaran. Kemudian ditentukan objek informasi apakah yang tepat. Sebagaimana definisi objek informasi yaitu objek yang sangat kecil yang menggabungkan media digital ke dalam unit didaktik tertentu dapat berupa konsep, fakta, prinsip atau proses. Rancangan SCORM model konten dapat dilihat pada Lampiran 2.

c. Desain SCORM Runtime Environment

SCORM mempunyai tujuan agar konten dapat reusable dan interoperable di beberapa learning management system (LMS). Untuk membuat hal tesebut terwujud harus ada cara yang sama dalam membuat konten. Mekanisme yang umum untuk konten agar dapat berkomunikasi dengan LMS, dengan bahasa dan kosa kata yang standar yang membentuk komunikasi. SCORM RTE terdiri atas Launch, API dan Data Model

Mekanisme Launch mendefinisikan cara umum LMSs untuk memulai sumber pembelajaran berbasis web. Mekanisme ini mendefinisikan prosedur dan tanggung jawab pembentukan komunikasi antara sumber belajar yang disampaikan dan protokol komunikasi LMS. Protokol komunikasi dibakukan melalui penggunaan API secara umum.

API adalah mekanisme komunikasi untuk menginformasikan LMS dari keadaan sumber belajar (misalnya, diinisialisasi, jadi atau dalam kondisi kesalahan), dan digunakan untuk mendapatkan dan pengaturan data (misalnya, nilai, batas waktu.) antara LMS dan Sharable Content Object (SCO). Model data adalah satu set standar elemen data yang digunakan untuk menentukan informasi yang dikomunikasikan, seperti status sumber belajar. Dalam bentuk yang paling sederhana yaitu data model yang mendefinisikan unsur-unsur baik LMS dan SCO.

(40)

26

konten berhubungan dengan objek pembelajaran dan repositori konten menjadi bagian utama dari sistem untuk melaksanakan program reusable. Berikut ini fungsionalitas e-Learning yang terdapat dalam SCORM run time environment.

Gambar 8 Desain SCORM Run-Time Environment

Manajemen pengiriman menjalankan fungsi manajemen untuk melaksanakan prinsip pengiriman. Manajemen pengiriman memungkinkan konten yang sama dapat dikirimkan melalui web untuk diakses menggunakan komputer maupun mobile-phone (m-learning)

1. Manajemen Diklat

Dalam mengelola diklat, mata diklat beserta aktivitas sosial lainnya. Fungsi manajemen diklat hendaknya mencakup tugas-tugas sebagai berikut:

a) Menambahkan dan menghapus mata diklat

b) Menyunting mata diklat: mengubah deskripsi, mengelompokkan, memindah, menampilkan dan menyembunyikan mata diklat

c) Mem-back up dan me-restore mata diklat

d) Mendaftarkan pengajar/ widyaiswara dan peserta diklat e) Mengelola sumber dan aktivitas pembelajaran:

f) Menentukan materi diklat, penugasan, diskusi, latihan, ulangan dan ujian 2. Manajemen Konten

e-Learning ini menyediakan sistem manajemen konten untuk mengelola paket diklat dengan menggunakan perangkat authoring. Fungsi manajemen konten berorientasi objek pembelajaran menjalankan tugas-tugas tersebut di bawah ini.

(41)

27 c) menyusun organisasi materi dalam paket konten

d) menambahkan/menghapus objek pembelajaran di dalam paket konten e) menambahkan/menghapus aset digital di dalam objek pembelajaran f) impor dan ekspor paket konten

3. Manajemen Tugas/Tes

Fungsi manajemen tugas/tes ini secara umum meliputi manajemen soal/pertanyaan dan sistem penilaian. Untuk itu, sistem e-Learning didukung oleh kemampuan-kemampuan sebagai berikut:

a) Menambahkan dan menghapus soal atau pertanyaan b) Menyunting pertanyaan

c) Mengambil pertanyaan secara acak dari bank soal d) Penilaian secara otomatis, kecuali tipe pertanyaan essai.

e) Tipe pertanyaan essai, peserta diklat dapat mengerjakan/menjawab langsung secara online, kemudian pengajar/widyaiswara dapat memeriksa jawaban dan memberikan nilai secara online.

f) Sistem menyediakan pembobotan nilai soal/pertanyaan.

g) Sistem menyediakan rekapitulasi nilai keseluruhan tugas/tes beserta jenis penilaian lainnya (tugas membaca, menulis, forum) yang diselenggarakan secara online.

h) Sistem menyediakan transformasi rekap nilai ke dalam format lainnya 4. Manajemen Peserta Diklat

Manajemen peserta diklat sistem e-Learning diperlukan fitur-fitur sebagai berikut:

a) Pendaftaran: keanggotaan dan peserta diklat

b) Pengaturan peran: admin, pengajar/widyaiswara, peserta diklat, asisten, tamu, dan lainnya yang dapat dikustomisasi

c) Otorisasi: mengubah profil, mengunggah/unduh konten, menghapus/ mengubah konten .

d) Profil pengguna: preferensi pengguna, dapat meliputi gaya belajar atau gaya mengajar.

e) Menambahkan atau mengurangi pengajar/widyaiswara

f) Menambahkan atau mengurangi peserta diklat dalam suatu mata diklat 5. Manajemen Pengiriman

Manajemen pengiriman bertugas menyampaikan materi dengan format dan teknologi yang tepat dengan mempertimbangkan beberapa aspek dari sisi pengguna, yaitu: medium pengiriman: internet, multimedia dan model pembelajaran: belajar mandiri, alat bantu pembelajaran tutorial dengan bantuan pengajar/widyaiswara

d. Desain SCORM Sequencing and Navigation (SN)

Gambar

Gambar 2  assets (Dodds. 2006)
Gambar 3  SCO (Dodds, 2006)
Gambar 5 Launch, API dan Data Model pada SCORM RTE (Dodds, 2006)
Gambar 6  Langkah-langkah penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

3) Untuk memperkuat pemahaman peserta didik, guru mengelompokkan peserta didik secara berpasangan yang terdiri atas dua orang peserta didik.. 4) Selanjutnya, Guru meminta

Faktor yang berasal dari sekolah dapat berasal dari guru, mata pelajaran yang ditempuh, dan metode yang diterapkan. Faktor guru banyak menjadi penyebab

Pada akhirnya, hal tersebut akan mendorong peningkatan pendapatan perusahaan sehingga diharapkan kas dan tagihan perusahaan semakin baik, yang pada akhirnya diharapkan akan

Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan pelaksaaan belajar mengajar. Pada akhir proses pembinaan, guru diberi tes formatif I dengan tujuan

7 Hasil simulasi stress pada fixed geometry dan fixed hinge 17 8 Gaya dorong yang dihasilkan tipe pertama ( fixed geometry ) tanpa fluida 20 9 Gaya dorong yang dihasilkan

Berdasarkan kesimpulan di atas, maka peneliti menyarankan kepada guru mata pelajaran khususnya mata pelajaran matematika untuk menerapkan pendekatan reciprocal teaching

Berdasarkan penjelasan yang telah penulis sampaikan maka judul dari seminar hasil penelitian ini adalah Pembuatan Kapasitor dari Grafit dan Poli(akrilonitril)

Faktor pendukung strategi guru Pendidikan Agama Islam dalam mengembangkan kompetensi sikap spiritual dan sikap sosial dilihat dari fasilitas sekolah yang memadai berupa