• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penambahan Jamu Ternak Dalam Pakan Ruminansia Dan Efeknya Terhadap Profil Fermentasi Rumen Secara In Vitro

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penambahan Jamu Ternak Dalam Pakan Ruminansia Dan Efeknya Terhadap Profil Fermentasi Rumen Secara In Vitro"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

PENAMBAHAN JAMU TERNAK DALAM PAKAN

RUMINANSIA DAN EFEKNYA TERHADAP PROFIL

FERMENTASI RUMEN SECARA

IN VITRO

FADLAH NURUSSILMAH

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN

FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK

CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penambahan Jamu Ternak dalam Pakan Ruminansia dan Efeknya terhadap Profil Fermentasi Rumen secara In Vitro adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2015

(4)

ABSTRAK

FADLAH NURUSSILMAH. Penambahan Jamu Ternak dalam Pakan Ruminansia dan Efeknya terhadap Profil Fermentasi Rumen secara In vitro. Dibimbing oleh ANURAGA JAYANEGARA dan HERI AHMAD SUKRIA.

Pakan hijauan memiliki peranan penting terhadap kebutuhan nutrien dan fermentasi rumen. Pakan sapi perlu diperhatikan baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Upaya untuk meningkatkan kualitas pakan yaitu dengan cara pemberian nutrien yang cukup dan penambahan feed additive. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh penambahan jamu ternak dalam pakan ruminansia terhadap profil fermentasi rumen. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 5 perlakuan dan 3 ulangan. Bahan feed additive pada penelitian ini adalah temulawak, kunyit, jahe, dan bawang putih yang dibuat dalam bentuk tepung jamu. Penggunaan jamu pada taraf 1%-4% mengandung senyawa aktif flavonoid, triterpenoid, dan quinon. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masing-masing perlakuan tidak berpengaruh nyata (P>0.05) terhadap produksi gas dan kinetika gas. Perlakuan kelima (kontrol+4% jamu) menunjukkan nilai NH3 (amonia) yang optimal (20.78 mM). Nilai kecernaan

bahan kering (70.19%) dan bahan organik (69.99%) tertinggi dihasilkan pada perlakuan kelima (kontrol+4% jamu).

Kata kunci: fermentasi rumen, jamu ternak, senyawa aktif

ABSTRACT

FADLAH NURUSSILMAH. The Addition of Cattle Herbal in Feed Ruminant and Their Effect on Rumen Fermentation Profiles with In Vitro. Supervised by ANURAGA JAYANEGARA and HERI AHMAD SUKRIA.

Forage has an important role to the needs of nutrients and ruminal fermentation. Feeding the cows need to be considered in terms of both quality and quantity. The efforts to improve the quality of feed is by providing sufficient nutrients and the addition of the feed additive. This study aimed at evaluating the effect of adding herbs into ruminant livestock feed against rumen fermentation profile. The experimental design used was a Randomized Block Design (RBD) with 5 treatments and 3 replications. Material of feed additive in this study are ginger, turmeric, ginger, and garlic made in the form of flour herbs. The use of herbs at the level of 1%-4% contain active compounds flavonoids, triterpenoids, and quinone. The results showed that each treatment had no significant effect (P> 0.05) on the production of gas and gas kinetics. The fifth treatment (control+4% herbal) indicated the value of NH3 (ammonia) which is optimal (20.78 mM). The

value of dry matter digestibility (70.19%) and organic matter (69.99%) were resulted in the highest fifth treatment (control+4% herbal).

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan

PENAMBAHAN JAMU TERNAK DALAM PAKAN

RUMINANSIA DAN EFEKNYA TERHADAP PROFIL

FERMENTASI RUMEN SECARA

IN VITRO

FADLAH NURUSSILMAH

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN

FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(6)
(7)
(8)
(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Penambahan Jamu Ternak dalam Pakan Ruminansia dan Efeknya terhadap Profil Fermentasi Rumen secara In Vitro”. Skripsi ini disusun berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan penulis pada bulan Mei hingga Juni 2015 di Laboratorium Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Penelitian ini memuat informasi tentang komposisi proksimat (BK, Abu, PK, LK, SK, dan BETN), total produksi gas, kinetika gas, kecernaan bahan kering dan bahan organik serta fermentabilitas NH3 (amonia) ternak terhadap

penggunaan jamu pada taraf 1%-4% secara in vitro. Jamu ternak digunakan karena mengandung senyawa aktif seperti flavonoid, sehingga diharapkan dapat meningkatkan kecernaan.

Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan informasi baru dan menambah wawasan dalam dunia peternakan bagi pembaca dan penulis khususnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(10)
(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL x

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR LAMPIRAN x

PENDAHULUAN 1

METODE 2

Alat 2

Bahan 2

Waktu dan Lokasi 2

Prosedur 2

Persiapan Substrat Pakan Hijauan dan Konsentrat 2

Persiapan Tepung Jamu Ternak 3

Analisis Fitokimia Kualitatif Jamu Ternak 3

Pengambilan Cairan Rumen 3

Pembuatan Larutan Buffer 3

Pelaksanaan Uji In Vitro 3

Pengukuran Total Produksi Gas dan Kinetika Gas 4

Pengukuran Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik 4

Analisis NH3 (Amonia) 4

Rancangan Percobaan dan Analisis Data 5

Peubah yang Diamati 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 6 Komposisi Kimia Pakan 6 Kandungan Senyawa Aktif Jamu Ternak 6 Total Produksi Gas dan Kinetika Gas 7 Kecernaan Bahan Kering dan Kecernaan Bahan Organik 9 Konsentrasi NH3 (Amonia) 10 SIMPULAN DAN SARAN 11 Simpulan 11

Saran 11

DAFTAR PUSTAKA 11 LAMPIRAN 14

(12)

DAFTAR TABEL

1 Komposisi kimia pakan yang diujikan 6

2 Hasil analisis fitokimia kualitatif jamu ternak 7

3 Total produksi gas selama 24 jam inkubasi 8

4 Kinetika produksi gas selama 72 jam inkubasi 8

5 Rataan hasil analisis kecernaan bahan kering dan bahan organik 9 6 Rataan hasil analisis konsentrasi NH3 (Amonia) 10

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil sidik ragam produksi gas 14

2 Hasil sidik ragam kecernaan bahan kering 14

3 Hasil sidik ragam kecernaan bahan organik 14

(13)

PENDAHULUAN

Pakan hijauan memiliki peranan penting terhadap pemenuhan kebutuhan nutrien, produktivitas dan kelangsungan hidup ternak ruminansia terutama sapi. Hijauan dalam jumlah banyak dapat dimanfaatkan oleh ternak ruminansia karena memiliki saluran pencernaan yang kompleks untuk mencerna hijauan. Sapi merupakan ternak penyedia protein hewani di Indonesia.

Populasi ternak sapi di Indonesia tercatat sebanyak ±16 juta ekor. Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Jawa Tengah berdasarkan catatan statistik merupakan provinsi dengan sapi potong terbesar di Indonesia sebanyak 4.7 juta ekor dan 1.9 juta ekor atau 31.93% dari total sapi potong seluruh Indonesia. Populasi sapi potong yang cukup banyak juga dimiliki oleh provinsi lain yaitu Sulawesi Selatan 984 ribu ekor (6.65%), Nusa Tenggara Timur 778 ribu ekor (5.26%), Lampung 742 ribu ekor (5.02%), Nusa Tenggara Barat 685 ribu ekor (4.63%), Bali 637 ribu ekor (4.31%) dan Sumatera Utara 541 ribu ekor (3.66%) dari populasi sapi potong di Indonesia. Populasi sapi perah terbesar adalah Jawa Timur sekitar 296 ribu ekor atau 49.61% dari total populasi sapi perah Indonesia. Provinsi lain yang memiliki populasi sapi perah cukup besar adalah Jawa Tengah dan Jawa Barat masing-masing 149 ribu ekor atau 25.11% dan 140 ribu ekor atau 23.44% dari total populasi sapi perah Indonesia (Ditjenak 2011). Data tersebut menunjukkan bahwa Indonesia berpotensi sebagai penyedia daging dan susu namun masih ada kendala yang harus dihadapi yaitu peningkatan kualitas pakan dan produktivitas. Produktivitas ternak dapat ditingkatkan dengan cara pemilihan bibit ternak yang unggul, manajemen pemeliharaan, pemberian air minum yang cukup dan bersih, manajemen pemberian pakan, dan manajemen kandang seperti sanitasi. Produktivitas ternak sangat erat kaitannya dengan kualitas pakan yang diberikan. Kualitas pakan dapat ditingkatkan dengan beberapa upaya yaitu dengan cara pengolahan pakan yang baik dan penambahan feed additive dalam pakan. Feed additive merupakan bahan yang ditambahkan ke dalam pakan untuk mengoptimalkan kinerja nutrien dan biasanya ditambahkan dalam jumlah yang relatif sedikit. Penambahan feed additive dapat meningkatkan kecernaan, penambah nafsu makan, kesehatan dan pertumbuhan.

Jamu ternak merupakan salah satu contoh feed additive yang belum banyak dikembangkan dan digunakan dalam pakan ruminansia terutama sapi. Penggunaan jamu sangat aman digunakan jika dibandingkan dengan obat antibiotik, karena dapat memperkecil keberadaan zat cemaran dalam tubuh ternak. Keunggulan penggunaan jamu yaitu lebih ekonomis, mudah didapat dan tidak ada efek samping.

(14)

bahan-2

bahan alami pembuatan jamu adalah mineral, flavonoida, terpenoida, sulfur,allicin, saponin, sativin, vitamin A, B, C dan D. Senyawa-senyawa aktif tersebut memiliki fungsi sebagai antibakteri, antioksidan, penambah nafsu makan, antikanker, mempercepat pertumbuhan sel, dan antitoksin. Penggunaan jamu diharapkan dapat meningkatkan penyerapan zat-zat makanan sehingga dapat meningkatkan konsumsi pakan dan kecernaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh penambahan jamu ternak dalam pakan ruminansia terhadap profil fermentasi rumen.

METODE

Alat

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah timbangan digital, saringan, blender, botol vial injection 100 ml, crimper tools botol vial, syringe plastik, serta alat-alat laboratorium lainnya untuk menganalisis sampel (analisis proksimat dan in vitro).

Bahan

Bahan yang digunakan adalah tepung jamu (temulawak, kunyit, jahe, bawang putih), rumput gajah (Pennisetum purpureum), konsentrat (dedak halus, jagung, pollard, bungkil kedelai), cairan rumen, dan larutan buffer.

Waktu dan Lokasi

Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei hingga Juni 2015. Analisis proksimat, pengujian in vitro, pengukuran produksi gas, kinetika gas, amonia, kecernaan bahan kering, kecernaan bahan organik dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Analisis fitokimia kualitatif jamu ternak dilakukan di Laboratorium Biofarmaka Bogor.

Prosedur

Persiapan Substrat Pakan Hijauan dan Konsentrat

(15)

3 Persiapan Tepung Jamu Ternak

Jamu ternak ini diambil dari beberapa bahan rempah-rempah yang terdiri atas temulawak, jahe, kunyit, dan bawang putih. Bahan-bahan tersebut didapat dari pasar tradisional Ciampea Bogor. Kunyit, temulawak dan jahe dibersihkan dari sisa-sisa tanah yang masih menempel pada bagian luarnya dan bawang putih dikupas bagian kulit luarnya. Keempatnya diiris tipis memanjang lalu timbang masing-masing bahan, kunyit ditimbang sebanyak 200 gram, temulawak 300 gram, jahe 50 gram dan bawang putih 50 gram. Semua bahan dicampur kedalam kantong plastik atau dibungkus dengan koran lalu dimasukkan ke dalam oven 60ᵒC selama 48 jam. Bahan yang sudah kering dihaluskan dengan blender. Tepung jamu disaring kembali agar ukuran partikelnya sama.

Analisis Fitokimia Kualitatif Jamu Ternak

Jamu ternak yang terdiri dari jahe, kunyit, temulawak, dan bawang putih, dianalisa kandungan fitokimianya secara kualitatif di Laboratorium Uji Biofarmaka, Pusat Studi Biofarmaka Bogor. Sampel jamu ternak sebanyak 100 gram disiapkan untuk dibawa ke laboratorium. Analisis fitokimia dilakukan untuk mengetahui kandungan senyawa aktif, seperti kandungan zat alkaloid, flavonoid, phenol hydro, triterpenoid, tanin, dan saponin secara kualitatif (visualisasi warna). Pengambilan Cairan Rumen

Cairan rumen yang digunakan diambil dari sapi peranakan Frisian Holstein (PFH) berfistula di kandang Badan Penelitian Ternak (Balitnak), Ciawi-Bogor pada pagi hari sebelum sapi diberi pakan. Cairan rumen kemudian disaring menggunakan 4 lapisan kain kasa, dimasukan kedalam termos dan dibawa ke laboratorium. Termos sebelumnya diisi dengan air hangat hingga mencapai suhu 39ᵒC. Air didalam termos dibuang sebelum cairan rumen dimasukkan. Pengambilan cairan rumen dilakukan sebanyak 3 kali.

Pembuatan Larutan Buffer

Pembuatan buffer dilakukan berdasarkan metode HFT (Hohenheim Footer Test). Bahan-bahan diantaranya Amonium bicarbonate (1.62 g), Natrium bicarbonate (14.53 g), N2HPO4 (1.56 g), PH2PO4 (2.59 g), MgSO4.7H2O (0.25 g),

Resazurin 500 l, dan Micromineral 400 l (CaCl.2H2O (6.6 g), MnCl.4H2O (5 g),

CoCl.6H2O (0.5 g), dan FeCl3.6H2O (4 g) yang dicampur dengan dH2O sebanyak

100 ml). Semua bahan-bahan tersebut dicampurkan dengan penambahan dH2O

sebanyak 1676 ml. Selanjutnya ditambahkan 124 ml larutan Pereduksi (Cystein HCl (0.77 g), NaOH (4.96 ml), dan Na2S (0.77 g) yang dicampur dengan dH2O

sebanyak 124 ml), dan 200 ml cairan rumen. Penambahan larutan pereduksi dan cairan rumen dibuat dan ditambahkan disaat buffer akan digunakan.

Pelaksanaan Uji In Vitro

Teknik fermentasi in vitro dilakukan berdasarkan metode Theoudorou et al. (1994). Sebanyak 0.75 gram substrat perlakuan dimasukan kedalam botol vial berukuran 100 ml, kemudian kedalam botol tersebut dimasukan 75 ml cairan buffer HFT sebagai media inkubasi yang telah dijenuhkan menggunakan gas CO2

(16)

4

1676 ml. Campuran antara substrat perlakuan dan cairan buffer rumen dimasukkan kedalam botol kemudian ditutup menggunakan penutup karet dan diperkuat oleh penutup alumunium, yang selanjutnya diinkubasikan dalam waterbath pada suhu 39ᵒC selama 24 jam untuk total produksi gas dan 72 jam untuk kinetika gas. Selama masa inkubasi, dilakukan pengocokan botol secara manual setiap satu jam sekali pada 4 jam pertama, dan 2 jam sekali setelahnya hingga masa inkubasi.

Pengukuran Total Produksi Gas dan Kinetika Gas

Gas diukur sebanyak 6 kali dengan waktu 1x24 jam untuk total produksi gas, yaitu pada jam ke-0, 2, 4, 8, 12, 24. Kinetika gas diukur 1x72 jam dari pertama waktu inkubasi, yaitu pada jam ke-0, 2, 4, 8, 12, 24, 36, 48, 60, 72. Pengukuran gas dilakukan dengan menggunakan syringe yang dihubungkan langsung dengan cara ditusukkan pada tutup botol. Volume gas akan terbaca pada syringe dan dicatat pada form data yang disediakan kemudian data diolah. Volume gas yang terbentuk dikurangi volume gas blanko lalu dikonversi ke dalam ml g-1 BK. Pengukuran Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik

Campuran antara substrat perlakuan dan cairan buffer rumen yang dimasukan kedalam botol setelah inkubasi selama 24 jam kemudian disaring dengan menggunakan kertas Whatman no.41 yang sudah diketahui bobot awalnya dengan bantuan pompa vakum (Rotary model 2X-0.5). Sisa tersebut kemudian dimasukkan ke dalam cawan porselen yang kemudian dipanaskan pada oven bersuhu 105oC selama 24 jam. Cawan yang telah dipanaskan selama 24 jam kemudian ditimbang dengan timbangan digital untuk mengetahui BK residu sampel. Cawan yang telah ditimbang selanjutnya dimasukan pada tanur 800ᵒC selama dua jam dan kemudian ditimbang kembali bobotnya untuk mengetahui BO residu sampel. Pengukuran kecernaan bahan kering dan bahan organik ini dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Pengukuran NH3 dilakukan dengan menggunakan metode Mikrodifusi

Conway (General Laboratory Procedure, Departement of Dairy Science, University of Wisconsin 1966). Cawan Conway diolesi dengan vaselin pada bagian bibir dan tutupnya. Supernatan sebanyak 1 ml ditempatkan pada salah satu ruang sekat cawan dan sisi lain dengan Na2CO3 jenuh (tidak boleh bercampur saat

(17)

5 dengan larutan H2SO4 0.02 N hingga terjadi perubahan warna dari biru menjadi

merah. Konsentrasi NH3 dihitung dengan rumus :

N NH3 (mM)= ml titrasi x N H2SO4 x 1000

Rancangan Percobaan dan Analisis Data

Perlakuan

Penelitian ini terdiri dari 5 perlakuan dengan 3 ulangan. Perlakuan yang digunakan adalah sebagai berikut :

P1 = 60% Hijauan : 40% Konsentrat (Kontrol) P2 = Kontrol + 1% Jamu

P3 = Kontrol + 2% Jamu P4 = Kontrol + 3% Jamu P5 = Kontrol + 4% Jamu Rancangan

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 5 perlakuan dan 3 ulangan (5x3), setiap ulangan terdiri atas perbedaan waktu pengambilan cairan rumen. Model matematik yang digunakan adalah sebagai berikut :

Yij = µ + τi + βj + εij

Keterangan :

Yij = Hasil pengamatan kelompok ke-i dan perlakuan ke-j

µ = Rataan umum

τi = Pengaruh kelompok ke-i

βj = Pengaruh perlakuan ke-j dan

εij = Galat kelompok ke-i dan perlakuan ke-j

Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam (ANOVA) Steel dan Torrie (1991), apabila terdapat perbedaan nyata dilanjutkan dengan Uji Polinomial Ortogonal.

Peubah yang Diamati

(18)

6

HASIL DAN PEMBAHASAN

Komposisi Kimia Pakan

Hasil analisis komposisi kimia pakan disajikan pada Tabel 1. Bahan pakan yang diuji secara tunggal dan campuran menunjukkan hasil yang bervariasi. Kandungan bahan kering rumput gajah tunggal yaitu 94.39% dan rumput yang sudah dicampur konsentrat (60:40) yaitu 91.80%. Nilai %BK rumput yang digunakan sudah dalam bentuk tepung dan mengalami proses pengeringan sehingga dihasilkan %BK yang tinggi. Protein kasar yang terdapat pada rumput gajah yang dicampur konsentrat yaitu 13.13%, lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan protein pada rumput gajah tunggal (8%-12%). Kualitas substrat pakan tersebut cukup baik untuk ternak ruminansia karena protein kasar merupakan sumber vitamin dan mineral yang diperlukan mikroorganisme untuk tumbuh optimal dan beraktivitas dalam sintesis protein mikroba (Luh 1991).

Tabel 1 Komposisi kimia pakan yang diujikan Peubah

(%)

Bahan

Rumput Gajah Konsentrat RG:KS Jamu

BK 94.39* 87.92 91.80* 89.21 bentuk tepung, td = tidak diujikan

Pakan substrat dengan proporsi rumput gajah dan konsentrat (60:40) mengandung serat kasar yang lebih rendah (27.91%) dibandingkan dengan serat kasar rumput gajah tunggal (38.36%). Konsentrat yang digunakan merupakan pakan tinggi sumber energi (jagung, dedak halus, pollard) sehingga dengan tercukupinya sumber energi dapat digunakan oleh mikroba untuk kebutuhan hidupnya dan dapat meningkatkan kinerjanya dalam mendegradasi serat kasar substrat (Harry 2007).

Kandungan Senyawa Aktif Jamu Ternak

(19)

7 meningkatkan konsumsi pakan dan pertambahan bobot badan. Semakin banyak senyawa flavonoida masuk kedalam rumen diharapkan dapat meningkatkan fermentabilitas. Suratiningsih et al. (2013) menyatakan bahwa flavonoid dapat menstabilkan pH rumen sehingga meningkatkan populasi bakteri yang akan mencerna karbohidrat.

Berdasarkan hasil analisis fitokimia jamu ternak negatif mengandung tanin dan saponin. Saponin dapat meningkatkan kualitas pakan karena dapat menghambat pertumbuhan protozoa. Selain itu dapat meningkatkan sintesis protein mikroba rumen dan menurunkan degradabilitas protein dalam rumen. Tanin merupakan agen defaunasi yang dapat menurunkan populasi protozoa (Makkar 2003). Suhando et al. (2013) menyatakan bahwa golongan triterpenoid merupakan ekstrak yang paling aktif sebagai antioksidan. Triterpenoid merupakan senyawa metabolit sekunder yang dapat mengobati kerusakan hati juga berfungsi sebagai antibakteri (Widiyati 2005). Fungsi quinon menurut Maryani dan Kristiana (2008) yaitu memiliki kemampuan sebagai antibiotik.

Tabel 2 Hasil analisis fitokimia kualitatif jamu ternak Fitokimia Kualitatif Jamu Ternak

Hasil analisis fitokimia kualitatif jamu ternak di Laboratorium Biofarmaka Bogor (2015)

Total Produksi Gas dan Kinetika Gas

Data produksi gas setelah 24 jam inkubasi dapat dilihat pada Tabel 3. Produksi gas tertinggi selama 24 jam waktu inkubasi dihasilkan pada perlakuan ke empat (kontrol+3% jamu) yaitu 123.72 ml. Produksi gas yang dihasilkan menunjukkan terjadinya proses fermentasi dalam rumen. Produksi gas yang tinggi menunjukkan bahwa fermentasi pakan oleh mikroba dalam rumen juga meningkat. Produksi gas yang paling rendah dihasilkan pada perlakuan tanpa penambahan jamu (kontrol) yaitu 115.46 ml.

(20)

8

meningkat. Fermentasi dalam rumen akan meningkat jika banyaknya serat yang didegradasi oleh mikroba rumen.

Tabel 3 Total produksi gas selama 24 jam inkubasi Perlakuan Produksi Gas (ml g-1 BK) sampai jam ke-24 disebabkan karena penambahan jamu ternak tidak memberikan pengaruh nyata sehingga tidak mengganggu kondisi dan aktivitas mikroba dalam rumen. Tabel 4 menunjukkan bahwa produksi gas rata-rata yang terbentuk dari jam ke-0 hingga jam ke-2 masing-masing perlakuan yaitu 7.68 ml g-1 BK dan masing-masing perlakuan meningkat sekitar 0.44 ml g-1 BK pada jam ke-4 menjadi 8.12 ml g-1 BK. Produksi gas yang terbentuk akan meningkat seiring dengan berjalannya waktu inkubasi. Pada jam ke-4 hingga jam ke-8 rata-rata laju produksi gas meningkat 10.08 ml g-1 BK sehingga yang terbentuk menjadi 18.2 ml g-1 BK. Waktu inkubasi jam ke-12 hingga jam ke-24 merupakan waktu puncak produksi gas (57 ml g-1 BK).

Tabel 4 Kinetika produksi gas selama 72 jam inkubasi Waktu

Keterangan: K= kontrol ; KJ1= kontrol+1% jamu; KJ2= kontrol+2% jamu; KJ3= kontrol+3% jamu; KJ4=kontrol+4% jamu.

(21)

9

Gambar 1 Kinetika gas selama 72 jam inkubasi. kontrol, kontrol + 1% jamu, kontrol + 2% jamu, kontrol + 3% jamu, kontrol + 4% jamu

Kecernaan Bahan Kering (KBK) dan Kecernaan Bahan Organik (KBO)

Kecernaan bahan kering dan bahan organik merupakan salah satu faktor penentu kualitas suatu bahan pakan. Hasil rataan kecernaan bahan kering dan bahan organik dapat dilihat pada Tabel 5. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa masing-masing perlakuan dibandingkan dengan kontrol tidak memberikan pengaruh nyata (P>0.05) terhadap nilai KBK dan KBO.

Tabel 5 Rataan hasil kecernaan bahan kering dan kecernaan bahan organik

Penambahan salah satu bahan feed additive pada penelitian lain menunjukkan bahwa penambahan tepung temulawak dalam pakan sampai taraf 1.5% tidak berpengaruh nyata terhadap kecernaan ternak ruminansia (Damasto 2008). Rataan kecernaan bahan kering masing-masing perlakuan berkisar 63.85%-70.19%. Nilai kecernaan bahan kering yang tinggi didapat pada perlakuan kelima yaitu 70.19% dengan penambahan jamu sebanyak 4%. Nilai KBK dan KBO yang tinggi disebabkan karena banyaknya zat nutrisi yang dicerna oleh mikroba rumen (Anitasari 2010). Kecernaan nutrien yang meningkat dapat dipengaruhi oleh karbohidrat mudah larut (pati) dan protein kasar (Fonnesbeck et al. 1981; De Boever et al. 2005). Kandungan karbohidrat mudah larut dalam pakan diduga cukup banyak karena substrat pakan dengan proporsi 40% konsentrat terbuat dari bahan-bahan sumber energi, sehingga pakan mudah didegradasi oleh mikroba

Perlakuan Peubah

%KBK %KBO

Kontrol 66.20 ± 9.36 66.21 ± 9.34

(22)

10

rumen. Kandungan serat kasar yang cukup tinggi dalam pakan dapat mempengaruhi nilai KBK dan KBO. Semakin banyak serat kasar yang didegradasi maka nilai KBK dan KBO akan meningkat. Daya cerna pakan berhubungan erat dengan komposisi kimianya dan serat kasar mempunyai pengaruh terbesar terhadap daya cerna (Tillman et al. 1998).

Rataan kecernaan bahan organik yaitu 63.60%-69.99%. Pemberian jamu ternak sebanyak 1% pada Tabel 5 menunjukkan nilai KBO (63.60%) dan KBK (63.85%) yang rendah. Hal tersebut diduga karena bakteri pendegradasi serat menurun.

Konsentrasi NH3 (Amonia)

Produk utama dari proses deaminasi asam amino adalah amonia (NH3) dan

sebagai faktor penentu kecukupannya dalam rumen untuk memasok sebagian besar N untuk pertumbuhan mikroba merupakan prioritas utama dalam mengoptimalkan fermentasi hijauan (Wallace dan Cotta 1988; Leng 1990). Rataan hasil sidik ragam menunjukkan bahwa penambahan jamu pada taraf 1%-4% tidak memberikan pengaruh nyata (P>0.05) terhadap produksi NH3 jika dibandingkan

dengan perlakuan tanpa penambahan jamu (kontrol). Hal tesebut sejalan dengan penelitian lain bahwa ekstrak senyawa aktif pada tanaman herbal tidak memberikan pengaruh nyata terhadap konsentrasi NH3 (Suratiningsih et al. 2013).

Alasan tersebut diperjelas oleh Liang et al. (1985) menyatakan bahwa penggunaan jamu kebanyakan hanya dapat meningkatkan nafsu makan dan konsumsi pakan.

Tabel 6 Rataan hasil analisis konsentrasi NH3(amonia)

Perlakuan NH3 (mM)

Konsentrasi NH3 dalam rumen dipengaruhi oleh kandungan protein dalam

substrat pakan. Konsentrasi amonia yang tinggi dapat menunjukkan proses degradasi protein pakan lebih cepat daripada proses pembentukan protein mikroba sehingga amonia yang dihasilkan terakumulasi dalam rumen. Produksi NH3

maksimum dicapai pada 2-4 jam setelah makan, bergantung terhadap sumber protein yang digunakan dan mudah tidaknya protein tersebut didegradasi serta dipengaruhi oleh waktu setelah makan (Wohlt et al. 1976).

Perlakuan kedua (kontrol+1% jamu) menunjukkan produksi NH3 yang

tinggi (23.83 mM) dibandingkan perlakuan lainnya. Hal tersebut dapat terjadi karena banyaknya protein substrat pakan yang mudah didegradasi. Perlakuan kelima menunjukkan produksi NH3 yang rendah (20.78 mM). Rataan hasil setiap

perlakuan menunjukkan bahwa produksi NH3 diatas 12 mM, berarti protein pakan

(23)

11 rumen tetap hidup adalah 3.57 mM (Satter dan Slyter 1974). Konsentrasi amonia yang turun dalam cairan rumen selain mencerminkan proses fermentasi yang berjalan baik, juga menunjukkan penurunan asupan N atau turunnya degradasi protein (Ramos et al. 2009).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Penambahan jamu ternak pada taraf penggunaan 1%-4% tidak mempengaruhi kecernaan bahan kering, kecernaan bahan organik, konsentrasi NH3, dan total produksi gas karena gas cenderung naik.

Saran

Penelitian lanjutan mengenai penambahan bahan-bahan alami sebagai feed additive secara in vitro perlu dilakukan namun untuk suplementasinya tidak dijadikan satu ramuan (jamu). Hal tersebut disarankan agar senyawa aktif yang dihasilkan lebih efektif kinerjanya terhadap fermentabilitas rumen, sehingga analisis fitokimia secara kuantitatif terhadap bahan-bahan alami pun perlu diketahui agar kadar senyawa aktif bekerja lebih optimal. Taraf penggunaan feed additive perlu ditingkatkan karena diharapkan dapat meningkatkan fermentabilitas rumen.

DAFTAR PUSTAKA

Anitasari A. 2010. Pemanfaatan senyawa bioaktif kembang sepatu (hibiscus rosa-sinensis) untuk menekan produksi gas metan pada ternak ruminansia [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Damasto PE. 2008. Pengaruh penambahan tepung temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb) dalam ransum terhadap kecernaan bahan kering dan bahan organik pada domba lokal jantan[skripsi]. Surakarta (ID): Universitas Sebelas Maret.

De Boever JL, Aerts JM, Vanacker JM, de Brabander DL. 2005. Evaluation ofthe nutritive value of maize silages using a gas production technique. J Anim Feed Sci Technol. 123-124:255-265.

[Ditjenak] Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2011. Populasi Ternak di Indonesia. Jakarta (ID).

(24)

12

General Laboratory Procedure. 1966. Report of Dairy Science. Madison (US): Departement of Dairy Science University of Wisconsin.

Harry TU. 2007. Peningkatan nilai nutrisi ampas sagu (Metroxylon Sp.) melalui biofermentasi. J Ilmu Ternak. 7(1):26-31.

Jayanegara A, Sofyan A. 2008. Penentuan aktifitas biologis tannin beberapa hijauan secara in vitro menggunakan “Hohenheim Gas Test” dengan polietilen glikol sebagai determinan. Med Pet. 31(1):44-52.

Leng RA, 1990. Factors affecting the utilization of „poor quality‟ forages by ruminants particularly under tropical condition. Di dalam: Nutrition Research Reviews. Vol 3. Smith RH, editor. Cambridge University Press, Cambridge (GB).

Liang OB, Apsarton Y, Widjaja Y, Purba S. 1985. Beberapa aspek isolasi, identifikasi dan penggunaan komponen-komponen curcuma xanthorriza roxb dan curcuma domestica val. Prosiding Simposium Nasional Temulawak; 2012 Nov 7; Bandung, Indonesia. Lembaga Penelitian Universitas Padjajaran Bandung (ID): hlm. 85-92.

Luh B. 1991. Rice Utilization. Ed ke-2. New York (AS). Van Nostrand Reinhold. [diunduh 2015 Juli 20]. Tersedia pada : https://books.google.co.id/books?id /Rice, Volume 2 Utilization - Bor S. Luh - Google Buku.htm

Makkar HPS. 2003. Quantification of Tannins in Tree and Shrub Foliage Netherlands (NL): Kluwer Academic Publishers, Dordrecht.

Maryani H, Kristiana L. 2008. Khasiat dan Manfaat Rosela. Jakarta (ID): Agromedia Pustaka.

Masuda T, Isobe J, Jitoe A, Naktani, Nobuji. 1992. Antioxidative curcuminoids from rhizomes of Curcuma xanthorrhiza. Phytochemistry. 31(10):36453647. McDonald P, Edwards RA, Greenhalgh JFD, Morgan CA. 2002. Animal Nutrition.

6 th Edition. England (GB): Pearson Education Limited. Harlow

Parubak AS. 2013. Senyawa flavonoid yang bersifat antibakteri dari akway (Drimys beccariana Gibbs). Chem Prog. 6(1):34-37.

Rahardjo M, Rostiana O. 2005. Budidaya Tanaman Kunyit. Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatika. Sirkuler ke-11. 2005. Tersedia pada : http://www.balitro.go.id/includes/Kunyit.pdf.

Ramos S, Tejido ML, Martinez ME, Ranilla MJ, Carro MD. 2009. Microbial protein synthesis, ruminal digestion, microbial populations, and nitrogen balance in sheep fed diets varying in forage-to-concentrate ratio and type of forage. J Anim Sci.87:2924-2934.

Rao MNA. 1995. Antioxidant properties of curcumin. Proceeding of the International Symphosium on Curcumin Pharmacochemistry (ISCP); 1995 August 29-31; Yogyakarta, Indonesia. Aditya Media Yogyakarta (ID): hlm 39-47.

Satter LD, Slyter LL. 1974. Effect of ammonia concentration rumen microbial protein production in vitro. Brit J Nutr. 32:194-208.

Suratiningsih S, Rahayu S, Suhartiati FM. 2013. Suplementasi ekstrak etanol daun bambu petung (Dendrocalamus asper) pengaruhnya terhadap konsentrasi N-NH3 dan VFA total secara in vitro. J Ilmiah Peternakan. 1(2):590-596.

(25)

13 Theodorou MK, Williams BA, Dhanoa MS, McAlan ADB, France J. 1994.A simple gas production method using a pressure transducer to determine the fermentation kinetics of ruminant feeds. J Anim Feed Sci Technol. 48:185– 197.

Tiemann TT, Avila P, Ramírez G, Lascano CE, Kreuzer M, Hess HD. 2008. In vitro ruminal fermentation of tannin iferous tropical plants: plant-specific tannin effects and counteracting efficiency of PEG. J Anim Feed Sci Technol. 146:222-241.

Tillman AD, Hartadi H, Reksohadiprodjo S, Prawirokusumo S, Lebdosoekojo S, 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press.

Wallace RJ, Cotta MA, 1988. Metabolism of nitrogen-containing compounds. Di dalam: Hobson PN, editor. Appl Sci Microbial Ecosystem . London (UK): Chapman.

Widiyati E. 2005. Penentuan adanya senyawa triterpenoid dan uji aktivitas biologis pada beberapa spesies tanaman obat tradisional masyarakat pedesaan Bengkulu. J Gradien. 2(1):116-122.

Wohlt JE, Clark JH, Balaisdell FS. 1976. Effects of sampling location, time and method on concentration of ammonia nitrogen in rumen fluid. J Dairy Sci. 59(3):64-459.

Wu JW, Lin LC, Tsai TH. 2009. Drug-drug interactions of silymarin on the perspective of pharmacokinetics. J Ethnopharmacol. 121:185-193.

(26)

14

LAMPIRAN

Lampiran 1 Hasil sidik ragam produksi gas

Komponen JK Db KT Fhit Sig.

Perlakuan 130.267 4 32.567 1.496 0.290

Kelompok 2890.533 2 1445.267 66.398

Error 174.133 8 21.767

Total 216563.000 14

Lampiran 2 Hasil sidik ragam kecernaan bahan kering

Komponen JK Db KT Fhit Sig.

Perlakuan 62.667 4 15.667 0.320 0.857

Kelompok 159.6 2 79.8 1.63 0.255

Error 391.733 8 48.967

Total 65954.000 14

Lampiran 3 Hasil sidik ragam kecernaan bahan organik

Komponen JK Db KT Fhit Sig.

Perlakuan 74.933 4 18.733 0.433 0.781

Kelompok 194.133 2 97.067 2.245 0.168

Error 345.867 8 43.233

Total 65428.000 14

Lampiran 4 Hasil sidik ragam analisis NH3 (Amonia)

Komponen JK Db KT Fhit Sig.

Perlakuan 20.267 4 5.067 0.144 0.961

Kelompok 32.533 2 16.267 0.461 0.646

Error 282.133 8 35.267

(27)

15

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 14 Juli 1994 di Bogor. Penulis adalah anak pertama dari 3 bersaudara dari pasangan Bapak Sugiri M.Pd dan Ibu Rd. Kokom Komalaningsih. Pendidikan Dasar diselesaikan pada tahun 2005 di SDN Cibatok 1 Kec. Cibungbulang Kab. Bogor. Pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2008 di MTs Mu‟allimien Muhammadiyah, Leuwiliang-Bogor dan

pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2011 di SMAN 1 Cibungbulang Bogor.

Penulis diterima sebagai mahasiswa di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2011 melalui SNMPTN Undangan. Penulis aktif sebagai bendahara Divisi Internal BEM-D (Badan Eksekutif Mahasiswa-Fakultas Peternakan) IPB. Penulis juga aktif sebagai Ketua Divisi Dana Usaha pada acara Dekan Cup 2013 dan aktif sebagai anggota kegiatan PKM-K dengan judul “Boebumba Boneka Edukasi dari Bulu Domba” pada tahun 2013 dan mengikuti seminar-seminar di Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdulillahirobbil‟alamin penulis ucapkan dengan penuh rasa syukur kepada Allah SWT juga penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Ibunda tercinta Rd. Kokom Komalaningsih dan Ayahanda Sugiri, M.Pd atas segala pengorbanan, doa, dukungan, telah sabar mendidik, dan memberikan kasih sayang yang tulus, serta penulis ucapkan kepada adik Khaira Fikra Arbatisin dan Kayyisa Jihadas Sabila.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Anuraga Jayanegara, S.Pt, M.Sc selaku dosen pembimbing akademik dan pembimbing skripsi serta Bapak Dr. Ir. Heri Ahmad Sukria, M.Sc Agr selaku dosen pembimbing skripsi. Terima kasih kepada Ibu Dr. Ir. Rita Mutia M.Agr selaku dosen pembahas seminar penulis pada tanggal 23 Desember 2014. Terima kasih kepada Ibu Ir. Dwi Margi Suci, MS dan Bapak Dr. Asep Gunawan selaku dosen penguji sidang pada tanggal 3 September 2015. Terima kasih kepada Ibu Dr. Ir. Widya Hermana, S.Pt, M.Si selaku dosen panitia seminar dan ujian sidang.

Gambar

Tabel 1 Komposisi kimia pakan yang diujikan
Tabel 2 Hasil analisis fitokimia kualitatif jamu ternak
Tabel 3 Total produksi gas selama 24 jam inkubasi
Gambar 1 Kinetika gas selama 72 jam inkubasi.   kontrol,  kontrol + 1% jamu,  kontrol + 2% jamu, kontrol + 3% jamu,   kontrol + 4% jamu
+2

Referensi

Dokumen terkait

Data yang lengkap ini diperlukan sebab transaksi e-commerce merupakan bisnis dalam dunia maya, artinya pelaku usaha tidak bertemu secara langsung dengan konsumen..

Untuk pelanggan Supermarket khususnya yang bertaraf nasional memang di berikan kelonggaran dalam umur piutangnya, hal ini dikarenakan proses penagihannya yang sedikit rumit

Seruan mengenai bahaya DBD yang ber- sumber dari lingkungan sekitar (tetangga) mengenai penyakit DBD serta pencegahannya tidak pernah didapatkan sekalipun beberapa

Sejumlah 10 buah sekolah telah mengambil bahagian dalam aktiviti yang dianjurkan di Karnival llmu dan Maklumat 1 Malaysia dan pelajar kumpulan IS205B telah dipilih bagi melaksanakan

metode Random Forest untuk memprediksi nilai win ratio dengan baik berikut atribut (fitur) apa yang paling berpengaruh dalam memprediksi nilai win ratio serta mengetahui

[r]

penggunaan mulsa sampai 35 hst meng- hasilkan hasil yang lebih tinggi diban- dingkan dengan perlakuan tanpa mulsa pada pengamatan tinggi tanaman, jumlah daun, luas

(2) Luas penggarapan kebun.Penelitian yang berkaitan dengan perubahan luas penggarapan kebun bertolak dari luas kebun yang seharusnya digarap sendiri oleh