• Tidak ada hasil yang ditemukan

Organisasi Perempuan (Studi Kasus Aisyiyah Di Kota Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Organisasi Perempuan (Studi Kasus Aisyiyah Di Kota Medan)"

Copied!
122
0
0

Teks penuh

(1)

ORGANISASI PEREMPUAN

(Studi Kasus Aisyiyah Di Kota Medan)

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Sosial Dalam Bidang Antropologi Sosial

OLEH

Devi Afrianti

100905071

DEPARTEMEN ANTROPOLOGI SOSIAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

i UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PERNYATAAN ORIGINALITAS

ORGANISASI PEREMPUAN (Studi Kasus Aisyiyah Di Kota Medan)

SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Apabila dikemudian terbukti lain atau tidak seperti yang saya nyatakan di sini, saya bersedia diproses secara ukum dan siap menanggalkan gelar kesarjaan saya.

Medan, Mei 2015 Penulis

(3)

ii ABSTRAK

Devi Afrianti 2015, judul skripsi: ORGANISASI PEREMPUAN (Studi Kasus Aisyiyah Di Kota Medan). Skripsi ini terdiri dari 5 bab, 104 halaman, 3 daftar tabel, 6 gambar, 30 daftar pustaka.

Skripsi ini mendeskripsikan: “Organisasi Perempuan Aisyiyah di Kota Medan. Kajian ini menjelaskan mengenai peran perempuan dalam menjalankan organisasi dan keterlibatan perempuan di dalamnya untuk menunjang kualitas perempuan. Dengan perkembangan gerakan yang memperjuangkan hak-hak perempuan menjadikan issu perempuan ini menjadi issu yang masih diperbincangkan di masyarakat dunia. Gerakan-gerakan memperjuangkan hak-hak perempuan yang biasa disebut dengan feminisme mengalami perkembangan yang panjang dan pesat dan mempengaruhi pola pikir masyarakat.

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh feminisme terhadap keberlangsungan peran perempuan dalam masyarakat dan juga dikaitkan dengan budaya yang telah melekat di masyarakat yakni budaya patriarki. Informan dalam penelitian ini ialah ibu Indarsih Darmawani, ibu Nursatia K, ibu Irmanetty Harahap, ibu Kholisani, ibu Meldawati Adnan, ibu Nurhana Lubis, ibu Dona Merdier, dan ibu Suginem.

Penelitian ini menggunakan teknik observasi partisipasi dan teknik wawancara. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa peran perempuan sangat penting untuk keseimbangan kehidupan terkhusunya suatu pembangunan. Islam yang dapat dilihat menggunakan budaya patriarkhi tidak membatasi perempuan untuk melakukan suatu tindakan perubahan untuk dirinya bahkan untuk masyarakat luas. Pemahaman yang kurang dan juga kajian-kajian tentang perempuan Islam menjadikan masyarakat Islam kurang paham sebenarnya peran perempuan yang telah tertuang di dalam Al-qur’an dan Hadist. Hal ini membuat stigma di dalam masyarakat bahwa hak-hak yang seharusnya dimiliki perempuan tergerus hingga tidak dianggap suatu hal yang penting lagi.

Aisyiyah yang merupakan organisasi Islam mempunyai cara sendiri untuk menangani isu perempuan yang terjadi di masyarakat dan tetap menggunakan Al-qur’an dan Hadist sebagai pedoman. Aisyiyah memberikan pemahaman kepada masyarakat khususnya masyarakat Islam sebenarnya peran perempuan baik dalam keluarga maupun masyarakat. Aisyiyah juga mampu memberikan contoh sebagai icon perempuan-perempuan yang melakukan perubahan untuk sebuah kemajuan pola pikir.

(4)

iii UCAPAN TERIMA KASIH

Tiadakah kamu mengetahui bahwa kerajaan langit dan bumi adalah kepunyaan Allah? Dan tiada bagimu selain Allah seorang pelindung maupun seorang penolong.

(Q.S. Al-Baqarah:107)

Pertama-tama puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan Nikmat-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Tidak lupa shalawat serta salam penulis hadiahkan kepada Baginda Rasulullah Muhammad SAW, seorang panutan bagi umat Islam yang telah mengelurkan umatnya dari zaman jahiliyah ke zaman yang penuh dengan ilmu pengetahuan, semoga kita semua termasuk orang-orang yang dirindukan Rasulullah. Skripsi ini disusun untuk memenuhi meraih gelar sarjana dari Antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara dengan Judul ORGANISASI PEREMPUAN (Studi Kasus Aisyiyah Di Kota Medan).

Skripsi ini disusun untuk memberikan informasi untuk masyarakat luas. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk penulis dan masyarakat banyak. Teristimewa rasa hormat, terima kasih dan kasih sayang penulis ucapkan kepada kedua orang tua tercinta yakni ayahanda Amaluddin Hasibuan yang memberikan kasih sayang, motivasi dan nasihat yang lebih kepada penulis dan Ibunda Nurlela yang mencintai penulis dengan kasih sayang yang melimpah dan selalu memberikan doa untuk kelancaran skripsi ini.

(5)

iv 1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Dr. Fikarwin Zuska, selaku Ketua Departemen Antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara sekaligus dosen penasihat akademik penulis.

3. Ibu Dra. Nita Savitri, M.Hum, selaku dosen pembimbing skripsi penulis yang sangat baik dan membantu banyak terhadap proses penyusunan skripsi ini.

4. Kak Nurhayati dan kak Sofie yang selalu membantu penulis dalam administrasi di masa perkuliahan.

5. Untuk saudari-saudari penulis yaitu Ema Mardilasari kakak penulis yang memberikan motivasi untuk kelancaran skripsi ini dan juga adik tercinta Siska Maulidiyanti yang memberikan motivasi kepada penulis. Kemudian untuk keponakan yang penulis sayangi M. Alfizar Kamil yang telah memberikan senyumnya dan kerinduan penulis kepadanya .

6. Untuk sepupu yang sekaligus sahabat penulis yang tidak henti-hentinya memotivasi dalam penyusunan skripsi ini yaitu Arindah Lia Rahman, terima kasih banyak atas segalanya.

(6)

v 8. Terima kasih kepada teman-teman seperjuangan penulis yang penulis

sayangi Cafry Indra Buana Hasibuan, Fandy Achmad Hrp, Ismail Jahidin, M. Ricky A. Putra, M. Amal Assyfa Hasibuan, M. Utuh Habib Sani, Novia Natasha, Tengku Muhadari, Mukhlis, Yuva Ayuning Anjar, Prayugo Utomo yang telah memberikan sebuah pelajaran dan pengalaman yang berarti untuk penulis.

9. Kepada keluarga besar HMI Komisariat FISIP USU yang telah memberikan sebuah pelajaran yang sangat berharga kepada penulis.

10.Kepada Abang dan kakak 2007,2008 dan 2009 yang memberikan pengalaman kepada penulis, kepada adik-adik 2011, 2012 dan 2013 yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu, terima kasih atas bantuan yang kalian berikan.

11.Kepada teman-teman Antropologi 2010, terima kasih banyak kepada kalian yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini.

12.Kepada narasumber yang telah membantu penulis dalam memberikan waktu dan informasi mengenai skripsi ini.

Akhir kata dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Medan, Mei 2015

(7)

vi RIWAYAT HIDUP

Devi Afrianti lahir pada tanggal 24 April 1993 di Kota Cilegon Provinsi Banten. Anak ke-2 (dua) dari 3 (tiga) bersaudara dari pasangan Amaluddin Hasibuan dan Nurlela. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri Tegal Cabe Cilegon pada tahun 2004 kemudian melanjukan ke sekolah menengah pertama di SMP Swasta Madinatul Hadid Cilegon pada tahun 2007 dan kemudian menyelesaikan pendidikan di sekolah menegah atas di SMA Negeri 1 Cilegon pada tahun 2010. Lalu penulis melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi Negeri dalam Departemen Antropologi Sosial di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara pada tahun 2010, dan telah menyelesaikannya pada tahun 2015.

(8)
(9)

viii KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan nikmat-Nya serta rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dan segala perlengkapan lainnya dalam memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana dalam bidang Antropologi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

“ORGANISASI PEREMPUAN (Studi Kasus Aisyiyah Di Kota Medan)” yang menjadi judul dari skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di Universitas Sumatera Utara dalam Bidang Antropologi. Skrispi ini dibuat berdasarkan observasi partisipasi dan wawancara di lapangan yang dilakukan oleh penulis.

(10)

ix perempuan dengan landasan yang berbeda namun setidaknya memiliki tujuan dasar yang sama yakni memperjuangkan hak perempuan.

Feminis melakukan gerakannya tidaklah mudah dengan segala faktor yang menyebabkanya. Feminis melalui organisasi memudahkan perempuan untuk berperan aktif dalam masyarakat. Organisasi perempuan yang telah lama berdiri yakni Aisyiyah memiliki proses yang panjang memperjuangkan hak-hak perempuan Indonesia. Organisasi perempuan yang dimiliki Muhammadiyah ini merupakan organisasi perkaderan yang membantu perempuan-perempuan Muhammadiyah dalam mengembangkan diri dan juga membantu perempuan dalam masyarakat dalam meningkatkat harkat dan martabat seorang perempuan.

Pemahaman mengenai feminisme telah masuk sebagai salah satu gebrakan untuk kebangkitan kaum perempuan dari keterpurukan, namun tanpa disadari pemahaman yang di telah dimiliki tidak dapat menjamin seseorang perempuan keluar dari kondisi tersebut, disebabkan salah satu faktor yang mempengaruhi hal tersebut ialah budaya patriarkhi yang telah melekat di masyarakat. Skripsi ini menjelaskan keterlibatan perempuan dalam organisasi Aisyiyah, organisasi ini berlandaskan Islam yang dimana masyarakat Islam sendiri menggunakan budaya patriarkhi dalam kehidupan sehari-hari. Namun, budaya patriarkhi tidak menjadikan perempuan Islam tidak memiliki hak yang sama dengan laki-laki.

(11)

x khususnya mahasiswa Antropologi sebagai penambah wawasan keilmuannya serta untuk masyarakat sebagai wawasan mengenai peran perempuan dalam organisasi.

Medan, Mei 2015 Penulis

(12)

xi DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN ORIGINALITAS ... i

ABSTRAKSI ... ii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Tinjauan Pustaka ... 11

1.3 Rumusan Masalah ... 25

1.4 Tujuan Dan Manfaat Penelitian ... 25

1.5 Lokasi Penelitian ... 26

1.6 Metode Penelitian ... 27

1.6.1 Bentuk Penelitian ... 27

1.6.2 Teknik Pengumpulan Data ... 27

1.6.2.1Pengumpulan Data Primer ... 27

1.6.2.2Pengumpulan Data Sekunder ... 28

1.6.3 Informan Penelitian ... 28

(13)

xii BAB II. DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

2.1 Sejarah Perkembangan Organisasi Perempuan

Di Indonesia ... 42 2.2 Sejarah Perkembangan Organisasi Perempuan

Di Kota Medan ... 52

2.3 Kantor Pimpinan Daerah Aisyiyah Kota Medan .... 54

BAB III. PEREMPUAN DALAM ORGANISASI

3.1 Organisasi Aisyiyah ... 58 3.1.1 Sejarah Aisyiyah ... 58 3.1.2 Sistem Kerja Organisasi Aisyiyah ……….... 62 3.1.3 Struktur Organisasi Pimpinan Daerah

Aisyiyah Kota Medan ... 67 3.1.4 Pimpinan Daerah Aisyiyah Kota Medan ... 68 3.2 Peran Organisasi Perempuan Dalam Pemberdayaan

Perempuan ... 69 3.3 Partisipasi Perempuan Di Dalam Pimpinan Daerah Aisyiyah

Kota Medan ... 73 3.4 Peran Pimpinan Daerah Aisyiyah Kota Medan

Dalam Pemberdayaan Perempuan ... 75 3.5 Dinamika Organisasi Pimpinan Daerah Aisyiyah

Kota Medan ...…………... 80

BAB IV. KADERISASI DI ORGANISASI AISYIYAH

4.1 Pola Perekrutan Pimpinan Daerah Aisyiyah

Kota Medan ... 82 4.2 Pola Perkaderan Pimpinan Daerah Aisyiyah

Kota Medan ... 85 4.3 Peran Aisyiyah Dalam Peningkatan Politik

(14)

xiii BAB V. PENUTUP

5.1 Kesimpulan ... 96 5.2 Saran ... 99

(15)

xiv DAFTAR TABEL

Tabel 1. Nama Organisasi Perempuan Yang Mengikuti Kongres Perempuan Indonesia Pertama

Tabel 2. Etnis Di Kota Medan Tahun 2000

(16)

xv DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Peta Kantor Pimpinan Daerah Aisyiyah Kota Medan Gambar 2. Peta Kecamatan Medan Kota

Gambar 3. Kantor Pimpinan Daerah Aisyiyah Kota Medan Gambar 4. Pengajian Pimpinan Cabang Aisyiyah Tanjung Sari

Gambar 5. Taman Kanak-kanak Bustanul Atfhal Pimpinan Cabang Aisyiyah Tanjung Sari

(17)

ii ABSTRAK

Devi Afrianti 2015, judul skripsi: ORGANISASI PEREMPUAN (Studi Kasus Aisyiyah Di Kota Medan). Skripsi ini terdiri dari 5 bab, 104 halaman, 3 daftar tabel, 6 gambar, 30 daftar pustaka.

Skripsi ini mendeskripsikan: “Organisasi Perempuan Aisyiyah di Kota Medan. Kajian ini menjelaskan mengenai peran perempuan dalam menjalankan organisasi dan keterlibatan perempuan di dalamnya untuk menunjang kualitas perempuan. Dengan perkembangan gerakan yang memperjuangkan hak-hak perempuan menjadikan issu perempuan ini menjadi issu yang masih diperbincangkan di masyarakat dunia. Gerakan-gerakan memperjuangkan hak-hak perempuan yang biasa disebut dengan feminisme mengalami perkembangan yang panjang dan pesat dan mempengaruhi pola pikir masyarakat.

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh feminisme terhadap keberlangsungan peran perempuan dalam masyarakat dan juga dikaitkan dengan budaya yang telah melekat di masyarakat yakni budaya patriarki. Informan dalam penelitian ini ialah ibu Indarsih Darmawani, ibu Nursatia K, ibu Irmanetty Harahap, ibu Kholisani, ibu Meldawati Adnan, ibu Nurhana Lubis, ibu Dona Merdier, dan ibu Suginem.

Penelitian ini menggunakan teknik observasi partisipasi dan teknik wawancara. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa peran perempuan sangat penting untuk keseimbangan kehidupan terkhusunya suatu pembangunan. Islam yang dapat dilihat menggunakan budaya patriarkhi tidak membatasi perempuan untuk melakukan suatu tindakan perubahan untuk dirinya bahkan untuk masyarakat luas. Pemahaman yang kurang dan juga kajian-kajian tentang perempuan Islam menjadikan masyarakat Islam kurang paham sebenarnya peran perempuan yang telah tertuang di dalam Al-qur’an dan Hadist. Hal ini membuat stigma di dalam masyarakat bahwa hak-hak yang seharusnya dimiliki perempuan tergerus hingga tidak dianggap suatu hal yang penting lagi.

Aisyiyah yang merupakan organisasi Islam mempunyai cara sendiri untuk menangani isu perempuan yang terjadi di masyarakat dan tetap menggunakan Al-qur’an dan Hadist sebagai pedoman. Aisyiyah memberikan pemahaman kepada masyarakat khususnya masyarakat Islam sebenarnya peran perempuan baik dalam keluarga maupun masyarakat. Aisyiyah juga mampu memberikan contoh sebagai icon perempuan-perempuan yang melakukan perubahan untuk sebuah kemajuan pola pikir.

(18)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Pembahasan mengenai perempuan dalam kehidupan masyarakat tak akan lepas dari posisi perempuan yang lebih tertinggal dari pada laki-laki di sektor publik. Posisi perempuan yang kebanyakan di dalam berbagai elemen masyarakat selalu dinomorduakan bahkan hanya sebagai pelengkap saja. Peristiwa ini di dukung oleh budaya patriarkhi yang memposisikan kaum laki-laki sebagai pelaku utama dalam masyarakat yang memiliki kekuasaan. Menurut Murniati (2004: 80-81), patriarkhi dapat didefinisikan suatu sistem yang bercirikan laki-laki (ayah). Dalam sistem ini, laki-laki yang berkuasa untuk menentukan. Sistem ini dianggap wajar sebab disejajarkan dengan pembagian kerja berdasarkan seks. Laki-laki lah yang pantas menduduki posisi-posisi penting di publik. Hal ini menyebabkan kaum perempuan mengalami subordinasi oleh laki-laki dan membuat perempuan tidak mandiri dalam melakukan sebuah pekerjaan yang hanya dipandang sebagai pelengkap kaum laki-laki.

(19)

2 serta menjaga anak yang semuanya dilakukan di rumah (domestik). Perempuan hanya dianggap mampu mengurusi rumah tangga namun tidak seperti laki-laki yang mampu mencari nafkah (publik) dan bertanggungjawab atas segala urusan dalam keluarga bahkan dalam pengambilan keputusan. Realitas yang terjadi di banyak kebudayaan membuat laki-laki lebih tinggi dibandingkan perempuan secara struktural. Mitos yang diturunkan dari generasi ke generasi, bahwa laki-laki itu agresif dan perempuan pasif, telah mendorong pemerkosaan dalam keluarga (Muniarti, 2004:200). Hal ini membuktikan bahwa perempuan tidak dapat mengembangkan dirinya seperti laki-laki dan menuntut adanya jenis kelamin yang lebih unggul. Kaum laki-laki sebagai penguasa terhadap perempuan yang lebih memiliki peran penting dalam menangani urusan rumah tangga dan masyarakat.

(20)

3 cukup nyaman dengan situasi ini, bersama-sama ibunya memandang rendah ayahnya.

Permasalahan yang terjadi mengenai hubungan perempuan dan laki-laki tak lepas dari konsep gender yang mempengaruhinya. Sejarah perbedaan gender (gender difference) antara manusia jenis laki-laki dan perempuan terjadi melalui proses panjang. Oleh karena itu terbentuknya perbedaan-perbedaan gender dikarenakan oleh banyak hal, diantaranya dibentuk, disosialisasikan, diperkuat, bahkan dikontruksi secara sosial atau kultural, melalui ajaran keagamaan maupun negara. Melalui proses panjang, sosialisasi gender tersebut akhirnya dianggap manjadi ketentutan Tuhan seolah-olah bersifat biologis yang tidak bisa diubah lagi, sehingga perbedaan-perbedaan gender dianggap dan dipahami sebagai kodrat laki-laki dan kodrat perempuan.1 Konsep gender yang di implementasikan di masyarakat cenderung menghasilkan ketidakadilan gender. Ketidakadilan gender merupakan sistem dan struktur dimana baik laki-laki dan perempuan menjadi korban dari sistem tersebut.2

Ketidakadilan gender yang terjadi di masyarakat berdampak negatif bagi laki-laki dan perempuan, namun yang lebih tidak diuntungkan ialah posisi perempuan. Ketidakadilan gender dimana perempuan sebagai korban dari kontruksi sosial budaya masyarakat yaitu pertama, marginalisasi perempuan dimana proses ini mengakibatkan kemiskinan. Marginalisasi terhadap perempuan sudah terjadi sejak di rumah tangga dalam bentuk diskriminasi atas anggota

1

Mansour Fakih, Analisis Gender & Transformasi Sosial (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), hal. 9

2Ibid.,

(21)

4 keluarga yang laki-laki dan perempuan.3

Kedua, Subordinasi yang terjadi terhadap perempuan menjelaskan bahwa perempuan irrasional sehingga perempuan tidak bisa memimpin, dan memposisikan perempuan ke dalam posisi yang tidak penting. Ketiga, streotipe

Marginalisasi diperkuat oleh sistem adat istiadat dan agama, misalnya perempuan tidak sama perolehan hak waris dibandingkan laki-laki.

4

terhadap perempuan yang menjelaskan bahwa perempuan (istri) hidup bertugas menjadi pelayan bagi laki-laki, maka yang dipahami dalam masyarakat pendidikan bagi kaum perempuan dinomorduakan. Keempat, kekerasan terhadap perempuan berbagai macam terjadi salah satunya ialah pemerkosaan. Pemerkosaan yang terjadi bukan semata-mata laki-laki yang salah, namun presepsi yang terjadi peristiwa ini muncul dikarenakan perempuan yang membuat laki-laki tergoda untuk melakukan tindakan tersebut. Menurut berita online RRI.co.id pada tanggal 10 Desember 20145

3Ibid.,

hal. 15

4

Pelabelan atau penandaan terhadap suau kelompok tertentu yang biasanya menimbulkan ketidakadilan terhadap kelompok tersebut.

, setiap hari terjadi 35 kasus kekerasan terhadap perempuan di Indonesia yang artinya perempuan Indonesia masih mengalami tindak kekerasan.

Kelima, beban kerja terhadap perempuan tejadi di kalangan perempuan miskin. Perempuan miskin harus menghidupkan keluarganya dengan bekerja dan juga harus berkegiatan di domestik.

5

(22)

5 Ketika ketidakadilan gender terjadi, khususnya kaum perempuan membuat suatu gerakan yang disebut dengan Feminisme. Gerakan-gerakan yang memperjuangkan hak-hak perempuan ini mucul dalam perjalanan yang panjang. Feminisme lahir dimulai dari pemaparan tentang bagaimana masyarakat memandang tentang perempuan hingga muunculnya kesadaran dari sekelompok orang mengenai ketidakadilan terhadap perempuan di dalam cara pandang masyarakat tersebut Awalnya, gerakan ini membahas mengenai pola relasi antara laki-laki dengan perempuan dalam masyarakat, bagaimana status, hak dan kedudukan perempuan dalam sektor domestik dan publik. Dalam perkembangannya, feminisme tidak memiliki standarisasi mengenai aplikasi gagasannya, karena perbedaan sosio-kultural dalam tingkat kesadaran, presepsi dan tindakan oleh feminis itu sendiri. Namun, harus ada definisi yang jelas untuk pemahaman mengenai gerakan ini. Definisi yang luas itu menurut Kamla Bashin dan Nighat Said Khan, dua feminis Asia Selatan (Muslikhati, 2004:18), yaitu suatu kesadaran akan penindasan dan pemerasan (diskriminasi) terhadap perempuan dalam masyarakat, di tempat kerja, dan dalam keluarga serta tindakan sadar oleh perempuan maupun laki-laki untuk mengubah keadaan tersebut.

(23)

6 kemampuan perempuan itu sendiri. Ide-ide feminisme menjadi isu global semenjak PBB mencanangkan dasawarsa I untuk perempuan pada tahun 1975-1985 (Muslikhati, 2004: 42). Dengan berjalannya waktu yang panjang, feminisme memberikan hal yang positif terhadap perempuan dan ketika perempuan paham akan kondisi yang melanda perempuan, perempuan tersebut sadar dan bangkit untuk keluar dari kondisi yang menjerat perempuan.

Perempuan mulai masuk ke dunia publik, meskipun kuantitasnya tidak sebanding dengan laki-laki. Perempuan mulai memberikan perubahan yang jelas untuk masyarakat bahkan untuk kaumnya sendiri. Di Indonesia telah diatur undang-undang yang melindungi perempuan bahkan untuk memberikan kontribusinya untuk masyarakat, setiap partai politik harus memiliki 30% keterwakilan perempuan di ranah legislatif meskipun masih belum maksimal dalam penerapannya, hal ini diterangkan dalam berita online beritasatu.com pada tanggal 16 September 20146

Kegiatan publik yang dilakukan di masyarakat lainnya ialah organisasi. Pada hakikatnya manusia membutuhkan manusia lain untuk mempermudah memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan bersama dengan membentuk sebuah kelompok yang dinamakan organisasi. Dengan demikian, yang dimaksud dengan organisasi adalah wadah yang memungkinkan masyarakat dapat meraih hasil yang tentang kuota 30 % keterwakilan perempuan di perlmen gagal tercapai. Namun, hal ini merukan satu langkah untuk memajukan kaum perempuan di Indonesia.

6

Beritasatu.com, “ Kuota 30 % Keterwakilan Perempuan Di Parlemen Gagal Tercapai”,

(24)

7 sebelumnya tidak dapat dicapai oleh individu secara sediri-sendiri.7

Keterlibatan perempuan dalam organisasi kian hari kian meningkat intensitasnya. Organisasi yang bersifat formal muncul pada tahun 1912 yang bernama Poetri Mardika di Jakarta yang sebelumnya merupakan divisi perempuan dari organisasi Boedi Oetomo. Organisasi ini berdiri untuk memperjuangkan pendidikan untuk perempuan, mendorong perempuan agar tampil di depan umum, membuang rasa takut dan mengangkat perempuan ke kedudukan yang sama seperti laki-laki.

Di Indonesia, organisasi menjadi alat perjuangan sebelum kemerdekaan dilihat dari dibentuknya organisasi Boedi Oetomo yang berisikan pelajar dan mahasiswa untuk memperjuangkan kemerdekaan dari penjajah. Setelah itu, banyak bermunculan organisasi-organisasi yang memiliki landasan yang berbeda-beda, bahkan bermunculan organisasi perempuan yang ikut serta dalam memperjuangkan kemerdekaan.

8

7

Veithzal Rivai, Deddy Mulyadi, Kepemimpinan Dan Perilaku Organisasi (Jakarta: Rajawali Press, 2013), hal. 169-170

Organisasi ini berdiri membuktikan bahwa perempuan telah masuk ke dalam dunia organisasi. Namun, masuknya perempuan di dalamnya tidak jauh berbeda dengan kondisi perempuan di dalam masyarakat. Perempuan dalam organisasi masih tidak mendapatkan posisi penting dengan kata lain posisi sebagai ketua dalam organisasi, perempuan hanya di tempatkan pada bagian yang berhubungan kembali dengan rumah tangga yakni permasalahan administrasi dan keuangan.

8

Dra Mazdalifah, M.Si., “Perempuan Dan Organisasi”,

(25)

8 Perempuan dalam organisasi masih sering dianggap sebagai pelengkap, yang tanpa disadari hal ini terjadi dan dibentuk oleh perempuan itu sendiri yang masih menganggap dirinya tidak mampu bersaing dengan laki-laki dan hanya mengambil posisi yang sama seperti di dalam rumah tangga. Perempuan yang ikut berorganisasi sadar akan perlunya perempuan mengembangkan potensi diri di ruang publik bahkan dalam pembangunan. Dalam organisasi, dominasi laki-laki terlihat jelas dari hal struktural, hal ini membuat berbagai organisasi membentuk lembaga otonom yang menaungi perempuan dalam wadah yang khusus. Salah satu organisasi yang memiliki lembaga otonom tersebut ialah Muhammadiyah. Muhammadiyah adalah organisasi masyarakat Islam yang didirikan oleh Muhammad Darwis dan kemudian dikenal oleh K.H. Ahmad Dahlan di Kampung Kauman Yogyakarta pada tanggal 18 November 1912. Gerakan Muhammadiyah berciri semangat membangun tata sosial dan pendidikan masyarakat yang lebih maju dan terdidik. Menampilkan ajaran islam bukan sekadar agama yang bersifat pribadi dan statis, tetapi dinamis dan berkedudukan sebagai sistem kehidupan manusia dalam segala aspek.9

Lembaga otonom yang dimiliki Muhammadiyah untuk menaungi kegiatan perempuan ialah Aisyiyah. Aisyiyah didirikan di Yogyakarta pada tanggal 19 Mei 1917 oleh K.H Ahmad Dahlan. Gerakan pemberantasan kebodohan yang menjadi salah satu pilar perjuangan Aisyiyah dicanangkan dengan mengadakan pemberantasan buta huruf pertama kali, baik buta huruf arab maupun latin pada tahun 1923. Dalam kegiatan ini para peserta yang terdiri dari para gadis dan ibu-

9

(26)

9 ibu rumah tangga belajar bersama dengan tujuan meningkatkan pengetahuan dan peningkatan partisipasi perempuan dalam dunia publik10

Islam yang berkemajuan sebagaimana terlihat dari penafsiran Muhammadiyah-Aisyiyah terhadap ayat Al-Qur’an yang tidak membedakan jenis kelamin dalam hal berdakwah, menjadi karakter gerakan Muhammadiyah- Aisyiyah

. Dalam Aisyiyah, perempuan diberdayakan untuk kemajuan potensi diri perempuan itu sendiri, dan juga perempuan memilki peran dalam pembangunan di Indonesia. Aisyiyah memiliki usaha-usaha amal untuk kemajuan masyarakat luas dengan memberikan wadah bagi perempuan untuk berkegiatan dalam dunia publik.

11

Dalam hal pergerakan kebangsaan, Aisyiyah turut memperkrasai terbentuknya organisasi wanita pada tahun 1928. Badan Federasi ini diberi nama Kongres Perempuan Indonesia yang sekarang menjadi KOWANI (Kongres Wanita Indonesia).

. Muhammadiyah menyuarakan pendidikan melalui Aisyiyah dalam melakukan gerakan-gerakan pembaharuan untuk kemajuan khususnya para perempuan Indonesia. Gerakan organisasi Aisyiyah terlihat jelas berkembang dan memberikan manfaat di masyarakat dari waktu ke waktu bagi peningkatan dan kemajuan perempuan. Aisyiyah memiliki amal usaha yang bergerak diberbagai bidang yaitu pendidikan, kesehatan, kesejahteraan sosial, ekonomi dan pemberdayaan masyarakat.

12

10

Aisyiyah dan organisasi perempuan lainnya bekerjasama

11

http://aisyiyahsumut.com/sejarah-aisyiyah/ (akses 01 Oktober 2014)

12

(27)

10 membebaskan masyarakat Indonesia khususnya perempuan dari penjajahan dan kebodohan.

Aisyiyah memiliki susunan organisasi yang terdiri dari Ranting, Cabang, Daerah, Wilayah dan Pusat yang tertuang dalam Anggaran Dasar Aisyiyah pasal 10 ayat 1 (satu). Susunan organisasi ini untuk mempermudah pergerakan Aisyiyah kepada masyarakat dan sebagai bentuk tertib administrasi organisatoris. Ranting ialah kesatuan anggota dalam satu tempat atau kawasan. Cabang ialah kesatuan Ranting dalam satu tempat. Daerah ialah kesatuan cabang dalam satu Kota atau Kabupaten. Wilayah ialah kesatuan Daerah dalam satu Propinsi. Pusat ialah kesatuan Wilayah dalam Negara.13

Di Wilayah Sumatera Utara sendiri memiliki 23 daerah yang salah satunya daerah Kota Medan. Aisyiyah daerah Kota Medan memiliki 28 cabang yang di dalamnya terdapat 119 ranting. Struktur Pimpinan Organisasi Aisyiyah yang dijelaskan pada Anggaran Dasar Aisyiyah pasal 12 ialah Pimpinan Pusat, Pimpinan Wilayah, Pimpinan Daerah, Pimpinan Cabang, dan Pimpinan Ranting. Pimpinan Pusat adalah pimpinan tertinggi Organisasi yang memimpin organisasi secara keseluruhan. Untuk melihat pergerakan perempuan di Aisyiyah, penulis memilih Aisyiyah di Kota Medan untuk memperjelas penelitian yang akan dilakukan. Banyak organisasi perempuan yang telah muncul di Indonesia bahkan masih kokoh berdiri di Indonesia, organisasi perempuan diantaranya merupakan organisasi otonom yang dimiliki organisasi induknya, penulis tertarik dengan Aisyiyah karena organisasi otonom yang dimiliki Muhammadiyah merupakan

13

(28)

11 organisasi perempuan yang berlandaskan suatu agama yakni Islam. Dalam perkembangannya, isu perempuan masih menjadi topik yang hangat untuk dibahas dalam masyarakat termasuk dibahas melalui perspektif agama. Hal inilah yang menjadi sebuah ketertarikan penulis terhadap organisasi perempuan yang bergerak melalui persepktif agama dan Aisyiyah dalam perkembangannya memiliki peranan penting tehadap kemajuan perempuan Indonesia dari sebelum kemerdekaan dan sampai hari kini.

Penulis ingin melihat peran perempuan dalam organisasi perempuan dan organisasi perempuan ini sebagai dapur untuk mengembangkan potensi diri bahwa perempuan yang tergabung di dalamnya dapat tumbuh dan mampu bersaing kemampuan dengan laki-laki di bidang publik yang lebih luas. Kesadaran perempuan atas kondisi yang terjadi terhadap perempuan menjadi pondasi awal perempuan untuk melakukan perubahan. Organisasi perempuan menjadi sarana perempuan melakukan pematangan potensi diri dan nantinya melakukan gerakan-gerakan perubahan. Proses yang dilakukan oleh organisasi perempuan ini dikenal dengan proses pemberdayaan.

1.2Tinjauan Pustaka

Perempuan Dalam Agama Dan Negara

(29)

12 nomor dua setelah laki-laki ternyata memiliki sejarah yang panjang. Dalam hal ini, agama salah satu faktor yang mempengaruhi sejarah perempuan dalam masyarakat. Kedudukan perempuan sebelum datangnya Islam sangatlah rendah dan hina. Bagi mereka, perempuan adalah pangkal keburukan dan sumber bencana.

Dalam tradisi Hindu, perempuan dilihat sebagai pembawa keberuntungan karena mereka haid, menjadi istri dan melahirkan anak14. Bagi bangsa India, dalam aturan Manu, perempuan diposisikan hanya sebagai pelayan bagi suami dan ayahnya. Perempuan tidak memiliki kebebasan untuk menggunakan hartanya, bahkan mereka tidak berhak memiliki, sebab semua yang dimilikinya kembali kepada suami, atau ayahnya atau anak laki-lakinya. Kesetiaan istri kepada suaminya ditunjukkan dengan istri megikuti suaminya yang meninggal dunia dengan membakar diri atau dikubur hidup-hidup.15 Tradisi Buddha menganggap perempuan sebagai makhluk kotor yang suka menggoda laki-laki. Laki-laki dianggap makhluk suci yang tidak memiliki kesalahan meskipun mereka masuk ke dalam godaan perempuan. Perempuan tidak bisa menjadi dewa, seluruh dewa dalam tradisi Buddha harus laki-laki. Hal ini mengartikan bahwa perempuan tidak bisa diselamatkan. Kedudukan perempuan bagi bangsa Yunani dan Romawi ialah perempuan tidak memiliki hak untuk memiliki dan menggunakan harta. Dia tidak berhak memerintah atau melarang, mewarisi, memiliki, dan menggunakan harta.16

14

Siti Muslikhati, Feminisme dan Pemberdayaan Perempuan Dalam Timbangan Islam (Jakarta : Gema Insani Press, 2004), hal. 22

15Ibid

., hal 23

(30)

13 Kaum yahudi beranggapan bahwa perempuan adalah pelayan, bahkan ayahnya berhak untuk menjualnya tanpa keputusan perempuan tersebut.

Bagi Yahudi dan Nasrani, perempuan dianggap sebagai sumber kejahatan, kesalahan dan dosa. Serta perempuan lah yang menyebabkan laknat abadi kemudian ditimpakan kepada Adam dan seluruh keturunannya. Perempuan yang pada masa Nabi dihadirkan sebagai sosok yang dinamis, aktif, cerdas, sopan, dan memiliki harga diri serta ikut dalam pengambilan keputusan politis dan kemasyrakatan, kini justru menjadi makhluk “pingitan” yang dalam kehidupan dan akhlaknya meniru kemewahan, kebodohan, dan kehausan-gengsi penghuni istana Bizantium dan Persia.17 Islam telah berhasil membebaskan masyarakat dan perempuan dari belenggu-belenggu jahiliah dan kemunduran dengan kecepatan yang amat mengagumkan, dan menghilangkan kabut yang beratus-ratus tahun telah memenjarakan perempuan. 18Perempuan mengalami pembaharuan sejak berdirinya Islam dengan menjadikan Al-Quran sebagai landasan yang kokoh memberikan kedudukan yang layak bagi kaum perempuan. Pentingnya kedudukan perempuan pada zaman Rasullullah Saw. bisa dilihat pada keterlibatan mereka dalam proses periwayatan hadis dan pembentukan wacana Islam awal.19

17

Irwan Abdullah, ed., Sangkan Paran Gender (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1997), hal 64

18

Shalah Qazan, Membangun Gerakan Menuju Pembebasan Perempuan (Solo, Era Intermedia, 2001), hal 28

19

Syafiq Hasyim, Hal-hal Yang Tak Terpikirkan Tentang Isu-Isu Keperempuanan Dalam Islam

(Bandung : Mizan, 2001), hal 35

(31)

14 misalnya keterlibatan dalam perang.20

Tidak ada yang membedakan perempuan dan laki-laki dimata negara. Dalam undang-undang terdapat pasal-pasal yang mengatur persamaan hak dan kedudukan antara perempuan dan laki-laki. Perempuan dan laki-laki adalah warga negara yang dimana memiliki persamaan hak dalam memperoleh lapangan pekerjaan, kehidupan yang layak, pendidikan, hukum, berkumpul, berserikat dan mengeluarkan pendapat. Dalam GBHN, perempuan juga memiliki hak yang sama dengan laki-laki dalam kegiatan pemabangunan, namun tetap memperhatikan kodrat dan martabatnya. Perempuan Indonesia, secara hukum dan undang-undang tidak menjumpai halangan yang keras karena begitu kita merdeka pada 17 Agustus 1945, perempuan Indonesia telah menerima hak-haknya yang penuh sebagai warga negara yang utuh.

Sepeninggal Nabi, terjadi perubahan mendasar pada masyarakat Islam, perubahan tersebut berawal dari struktur kekuasaan yang demokratis menjadi sistem monorki absolut. Hal ini tidak hanya memisahkan fisik perempuan tetapi menyingkirkan mereka dari aktivitas sosial dan politik.

21

20Ibid,. 21

Isbodroini Suyanto, Peranan Sosialisasi Politik Terhadap Partisipasi Politik Perempuan, dalam T.O Ihrom , Kajian Wanita Dalam Pembangunan ( Jakarta : Yayaysan Obor Indonesia, 1995), hal 487

(32)

15 alhasil laki-laki lah makhluk yang kuat yang mampu mengerjakannya, karena perempuan lemah maka uapah yang diberikan masih dibawah upah laki-laki. Sedangkan telah dijelaskan bahwa di negara hak dan kedudukan laki-laki dan perempuan memiliki persamaan.

Feminisme Barat

Feminisme adalah gerakan-gerakan untuk menuntut persamaan hak dan keadilan perempuan dengan laki-laki. Gerakan ini sebagai reaksi terhadap perubahan sosial yang terjadi dan melahirkan paham keperempuanan yang dimulai di wilayah Barat. Abad ke-18, para pejuang perempuan yang disebut dengan feminis menganggap bahwa posisi perempuan yang tertinggal semata-mata karena buta huruf, miskin, dan tidak memiliki keahlian. Satu abad berikutnya, perempuan kelas menengah abad industrialisasi mulai menyadari kurangnya peran mereka di masyarakat. Interaksi antar perempuan berbagai pekerjaan membuat para feminis sadar akan ketidakadilan di masyarakat yang merugikan kaum perempuan, dan bukan karena mereka bodoh. Pada umumnya orang berprasangka bahwa feminisme adalah gerakan pemberontakan terhadap kaum laki-laki, upaya melawan pranata sosial yang ada, misalnya institusi rumah tangga, perkawinan maupun usaha pemberontakan perempuan untuk mengingkari apa yang disebut sebagai kodrat22

22

Mansour Fakih, Op. Cit., hal. 78

(33)

16 Gerakan feminis muncul dan berkembang dari berbagai aliran dan ideologi yang berbeda-beda, namun pada dasarnya feminisme merupakan gerakan yang berangkat dari asumsi dan kesadaran bahwa kaum perempuan yang ditindas dan diekploitasi, dan gerakan ini mengupayakan mengakhiri penindasan dan pengekloitasian tersebut.

Dalam pembahasan mengenai feminisme, ada istilah yang dikenal sebagai teologi perempuan. Teologi ini dipelajari di negara-negara Barat. Mereka mempunyai kebudayaan yang mendorong kaum perempuan untuk lebih cepat menyadari bahwa diskriminasi antara laki-laki dan perempuan yang sampai saat ini terjadi, akan melestarikan katidakadilan bagi perempuan.23

Di dalam Islam sebenarnya tidak mengenal istilah feminisme, namun untuk mengkritik feminisme barat hadirlah feminisme Islam yang dimunculkan oleh para feminis muslim untuk mengkuak kedudukan perempuan dimata Islam. Namun, di dalam masyarakat Islam sendiri, masih ada yang memberikan respon Teologi perempuan mempunyai dua tujuan dasar yaitu mengajak perempuan unutk menyadari keperempuanannya dan juga mengajak laki-laki untuk menyadari bahwa selama ini segala keputusan, baik yang menyangkut hubungan manusi dengan manusia maupun manusia dengan Tuhan, hampir seluruhnya diambil dari sudut pandang laki-laki saja.

Feminisme Islam

23

(34)

17 bahwa kemunculan feminisme Islam merupakan suatu kekaguman mereka (feminisme muslim) terhadap gaya kehidupan orang-orang barat. Feminisme muslim memberikan corak gerakannya berbeda dengan feminisme barat, meskipun tujuan awal dari gerakannya ialah sama yakni menghilangkan ketidakadilan perlakuan terhadap perempuan dalam struktur sosial.

Pada zaman Rasullullah SAW, telah ditanamkan kepada masyarakat tentang pemahaman, nilai dan aturan-aturan baru yang didasarkan pada keadilan untuk manusia baik laki-laki maupun perempuan. Di zaman ini, perempuan memiliki peranan yang penting salah satunya dengan ikut serta bersama laki-laki yaitu berperang, yang dapat kita ketahui berperang adalah kegiatan publik yang dilakukan oleh laki-laki, namun perempuan memiliki hak yang sama untuk memperjuangkan Islam pada saat itu. Setelah meninggalnya Rasullullah SAW, di masa berikutnya Islam mengalami kelemahan dan perempuan mengalami ketidakadilan kembali dengan berkurangnya pemahaman mengenai Al-Quran.

Secara umum, feminisme Islam adalah alat analisis maupun gerakan yang bersifat historis dan konstekstual sesuai dengan kesadaran baru yang berkembang dalam menjawab masalah-masalah perempuan yang aktual menyangkut ketidakadilan dan ketidaksejajaran.24

24

Siti Muslikhati, Op. Cit., hal 47

(35)

18 perempuan. Feminisme muslim berbeda dengan feminis barat, hal ini dapat dilihat bukan dari agama yang dianut oleh feminis tersebut melainkan pandangan dan gerakan feminismenya dikaitkan dengan ajaran Islam. Para feminis muslim pun mengkaji pahamnya lewat berbagai aspek kehidupan dan yang sebagian besar dianggap menjadikan perempuan tidak mandiri dan selalu bergantung terhadap laki-laki. Mereka berpandangan bahwa keadaan yang memprihatinkan tersebut disebabkan oleh ajaran dasar Islam yang menempatkan perempuan di bawah laki-laki dalam struktur sosial, tetapi oleh bias laki-laki-laki-laki dalam memahami sumber-sumber ajaran Islam yang aplikasinya dalam kehidupan masyarakat membentuk tradisi Islam.25

Tuntutan utama feminis Muslim pada mulanya adalah untuk meningkatkan taraf pendidikan serta memberantas buta huruf.26

25

Nasaruddin Umar, Pemahaman Islam Dan Tantangan Keadilan Jender ( Yogyakarta : Gama Media, 2002), hal 198

Gerakan ini tidak menandingi peranan laki-laki, maksud gerakan ini adalam membangun sebuah masyarakat yang adil dan membesakan pembedaan kelas sosial. Feminisme Islam menggunakan perubahan cara pandang dan penafsiran teks keagamaan dalam mengkaji perempuan. Lahirnya feminisme Islam adalah tindakan yang postif dan memiliki ciri yang khas. Apa yang khas dari feminisme Islam ini adalah dialog yang intensif anatara prinsip-prinsip keadilan dan sederajatan yang ada dalam teks keagamaan (Al-Qur’an dan Hadits) dengan realitas perlakuan terhadap perempuan

26

Mohd Shauki Abd Majid , “Pengaruh feminisme dalam pemikiran Islam”,

(36)

19 yang ada atau hidup dalam masyarakat muslim.27

Ketidakadilan gender yang muncul di masyarakat salah satunya ialah perampasan hak perempuan yang mengartikan bahwa menghargai nilai harta lebih tinggi dari nilai manusiawi. Ini lah salah satu jalan terjadinya budaya patriarkhi. Perempuan adalah makhluk yang lemah yang selalu bergantung kepada laki-laki dan tidak memiliki hak untuk menentukan pilihan hidupnya. Perdebatan yang tak habis-habisnya mengenai posisi kaum perempuan dan laki-laki ini, tergantung dari Dalam memperjuangkan perempuan keluar dari ketidakadilan, para feminis muslim melakukan pembongkaran akar permasalahan yang mengakibatkan kondisi seperti ini. Kemudian, para feminisme mengembangkannya berdasarkan ajaran Islam yakni Al-Quran dan Hadits.

Dalam gerakannya, feminis muslim melakukan usaha yang nyata dengan menafsirkan kembali teks-teks keagamaan, hal ini dilakukan karena kajian-kajian yang selama ini membahas mengenai perempuan lebih mendasarkan pada teks-teks hasil pemahaman Al-Quran daripada mengkaji Al-Quran itu sendiri secara mendalam. Pemahaman terhadap tugas perempuan selama ini yang terjadi di dalam masyarakat Islam telah terjadi kekeliruan dan bias dalam penafsiran sehingga menyudutkan perempuan pada kedudukan yang lebih rendah dibandingkan laki-laki, selain itu budaya sekitar mempengaruhi pemahaman mengenai tugas perempuan dalam keseharian.

Fungsionalisme

27

(37)

20 pemahaman dan kesadaran mengenai hidup ini, atau ideologi manusi itu sendiri.28 Ada yang menyakini bahwa budaya patriarkhi sebagai suatu sistem yang bertingkat, yang telah dibentuk oleh suatu kekuasaan yang mengontrol dan mendominasi pihak lain.29 Pihak lain yang dimaksud ialah kelompok miskin, lemah, rendah, tidak berdaya, lingkungan hidup dan perempuan. Ideologi patriarkhi melestarikan wujud kekuasaan dan dominasi laki-laki yang terealisasi dalam berbagai tatanan sosial termasuk keluarga.30

Ketimpangan yang terjadi di masyarakat antara laki-laki dengan perempuan bukan semata-mata perempuan bodoh dan miskin, namun hal ini bersifat struktural yang sistemik. Ketimpangan terhadap perempuan dalam sistem masyarakat dipengaruhi oleh sistem patriarkhi yang melekat di masyarakat dengan dominasi kaum laki-laki dalam berbagai hal. Ketidakadilan terhadap perempuan dipengaruhi oleh fungsionalisme struktural masyarakat yang dikontruksi oleh masyarakat tersebut. Sistem yang terdiri atas bagian dan saling berkaitan (agama, pendidikan struktur politik sampai keluarga) dan masing-masing mencari keseimbangan dan harmoni, hal ini yang membentuk mainstream masyarakat terhadap perempuan. Padangan mengenai perempuan dipengaruhi oleh fungsionalisme stuktural masyarakat, fungsionalisme struktural yang biasa disebut dengan fungsionalisme. Menurut Malinowski (Koentjaraningrat, 1987:171) fungsionalisme adalah segala aktivitas kebudayaan itu sebenarnya bermaksud memuaskan suatu rangkaian dari sejumlah kebutuhan naluri makhluk

(38)

21 manusia yang berhubungan dengan seluruh kehidupannya. Maka, ketimpangan yang terjadi di masyarakat mengenai perempuan menurut teori fungsionalisme adalah hal yang wajar untuk keseimbangan dan harmoni masyarakat.

Organisasi

Gerakan feminis yang kian hari kian marak disuarakan di masyarakat memunculkan tindakan perempuan terjun dalam pembangunan. Tujuan pembangunan bagi perempuan untuk kemandirian dan kekuatan internal dimana perempuan ikut andil dalam pembuatan undang-undang seperti undang-undang pemburuhan, kontrol laki-laki atas tubuh dan hak reproduktif perempuan, undang-undang sipil, dan hak atas kekayaan. Dalam hal perempuan terjun ke ranah pembangunan, banyak organisasi perempuan yang bermunculan untuk pematangan diri perempuan. Organisasi perempuan menawarkan kemungkinan pemberdayaan dan perubahan pribadi, dan juga memberikan konteks bagi transformasi pribad ini menuju aksi politik.31

Dalam bermasyarakat, manusia membutuhkan manusia lainnya untuk berinteraksi demi memenuhi kebutuhan hidup manusia tersebut. Dalam pemenuhan kebutuhan tersebut, manusia melakukan usaha-usaha dan membentuk hubungan kerja sama antar manusia dengan membentuk kelompok-kelompok agar usaha yang dilakukan lebih mudah diperoleh dibandingkan dengan sendiri. Pada dasarnya, manusia sulit mewujudkan tujuan dengan sendiri dibandingkan dengan berkelompok. Dalam pencapaian tujuan muncul kerja sama dari individu-individu

31

(39)

22 yang membentuk suatu kelompok yang disebut dengan organisasi. Dengan demikian, organisasi adalah suatu bentuk kelompok individu-individu dengan struktur dan tujuan tertentu. Individu membentuk kelompok, selanjutnya membentuk organisasi.32

Individu dalam organisasi adalah pendukung utama setiap organisasi dan perilaku individu di dalam organisasi tersebut ialah awal dari perilaku organisasi. Perilaku organisasi adalah suatu studi yang menyangkut aspek-aspek tingkah laku manusia dalam suatu kelompok tertentu.33 Dapat pula dikatakan bahwa perilaku organisasi adalah suatu bidang studi yang menyelidiki dampak perorangan, kelompok, dan struktur pada perilaku dalam organisasi dengan maksud menerapkan pengetahuan semacam itu untuk memperbaiki evektivitas organisasi.34

Organisasi yang kompleks membentuk sebuah pemberdayaan perempuan di dalammnya. Organisasi meningkatkan status perempuan yang artinya

Perempuan dan laki-laki memiliki kesempatan yang sama dalam mengembangkan diri menjadi manusia yang berpribadi utuh. Perempuan dan laki-laki dapat bekerja sama saling mengembangkan diri melalui relasi dalam bekerja. Saling ketergantungan anatara keduanya diwujudkan dalam bentuk hubungan horisontal yang artinya saling melengkapi satu sama lain. Hubungan horisontal ini bisa berbentuk sebuah organisasi.

32

Veithzal Rivai, Deddy Mulyadi., Op. Cit, hal 170

33Ibid.,

hal 171

(40)

23 mengangkat kedudukan perempuan dari subordinasi. Pemberdayaan perempuan dimulai dari kesadaran pribadi perempuan itu sendiri.35

Dalam partisipasi perempuan masuk ke dalam lingkungan publik, perempuan dapat melakukan gerakan-gerakan pembangunan yang salah satunya melalui politik. Definisi politik yakni politik sebagai proses yang berhubungan dengan upaya melanggengkan dan menggunakan kekuasaan untuk memerintah.

Manusia diciptakan oleh Tuhan memiliki kekuatan individu yang sering disalah gunakan menjadi kekuasaan dan kekuasaan ini dijadikan alat untuk menindas manusia lainnya. Namun, jika kekuatan individu ini digabungkan dengan kekuatan invidu lainnya dengan tindakan yang positif membentuk sebuah kekuatan kelompok atau organisasi untuk tujuan bersama. Kelompok atau organisasi ini bisa berupa organisasi perempuan yang bermaksud untuk mengembangkan potensi perempuan di publik yang mampu bersaing dengan laki-laki untuk tujuan bersama.

Perempuan Dalam Politik

36

Partisipasi politik menurut H. Mc Closky merupakan kegiatan sukarela dari warga negara melalui mana mereka mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa secara langsung atau tidak langsung dalam proses Definisi politik yang dimaksud tidak menutup kemungkinan diberbagai bidang, yang artinya perempuan dapat berpartisipasi masuk ke dalam dunia politik.

35

A. Nunuk P. Murniati, Op. Cit., hal 72

36

(41)

24 pembentukan kebijakan umum.37

Dalam perjalanan yang panjang, perempuan megalami perubahan dan perkembangan meski belum signifikan secara kualitas dan kuantitas dalam bidang pendidikan dan sosial. Namun, kembali faktor-faktor kultural dan struktural masih melekat dalam masyarakat sehingga masih banyak perempuan yang enggan berkecimpung ke dunia politik meskipun meraka memiliki kualitas yang memadai. Ditegaskan oleh H. Moore (1998) bahwa salah satu ciri yang penting dari kedudukan perempuan dalam masyarakat ialah mereka adakalanya mempunyai kekuasaan politik tetapi tidak mempunyai kekuatan, legitimasi, dan otoritas.

Di dalam peraturan negara perempuan tidak mendapat larangan untuk berpartisipasi politik, namun nyatanya perempuan masih minim masuk ke dalam ranah politik dibuktikan dengan keterwakilan perempuan di panggung politik maupun lembaga-lembaga politik formal lainnya yang jumlah perempuannya rendah dibandingkan dengan laki-laki. Dunia politik identik dengan ranah publik yang mayoritas dilakukan oleh kaum laki-laki, hal inilah yang masih banyak dianut oleh masyarakat yang lebih dominan menggunakan budaya patriarkhi.

(42)

25 1.3Rumusan Masalah

Perempuan telah diberikan ruang publik untuk berkegiatan yang salah satunya ialah sebuah wadah yakni organisasi yang menjadi dapur untuk mengasah kemampuan diri perempuan dan mengembangkan potensi diri. Organisasi perempuan yang terkait ialah Aisyiyah, maka penulis merumuskan ke dalam beberapa point pertanyaan yaitu:

1. Bagaimana tingkat partisipasi perempuan dalam organisasi Aisyiyah di Kota Medan.

2. Bagaimana peran perempuan dalam organisasi Aisyiyah di Kota Medan.

3. Apakah Aisyiyah sebagai organisasi perempuan melahirkan perempuan-perempuan yang memiliki kemampuan lebih dan terjun ke ranah publik yang lebih luas yakni bidang politik.

1.4Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah :

Untuk mengetahui sejauh mana peran perempuan dalam organisasi dengan melihat keterlibatan perempuan Muhammadiyah (Aisyiyah) dalam pembangunan di Kota Medan.

Manfaat dari penelitian ini adalah:

(43)

26 2. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan pemahaman yang dapat berguna untuk masyarakat mengenai peran perempuan dalam organisasi dan secara luas dalam masyarakat untuk kemajuan pembangunan.

1.5 Lokasi Penelitian

Penelitian akan di lakukan di Pimpinan Daerah (PD) Aisyiyah Kota Medan yang bertempat di Jalan Santun No. 17 Medan, Sumatera Utara.

Gambar 1

Peta Lokasi Kantor Pimpinan Daerah Aisyiyah Kota Medan

(44)

27 1.6 Metode Penelitian

1.6.1 Bentuk Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif berupa etnografi yang berdasarkan kenyataan lapangan dan yang dialami informan. Metode etnografi adalah metode yang digunakan untuk meneliti perilaku-perilaku manusia berkaitan dengan perkembangan teknologi komunikasi dalam setting sosial dan budaya tertentu. Metode ini mampu menggali informasi yang mendalam dari sumber-sumber yang luas. Dan dalam penelitian ini juga menggunakan pendekatan emic yakni suatu cara mendekati fenomena dengan menggunakan konseptual informan agar meminimalisir terjadi kesalahan dalam mengartikan dan menganalisis data.

1.6.2 Teknik Pengumpulan Data

1.6.2.1 Pengumpulan Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari objek penelitian. Teknik-Teknik pengumpulan Data Primer yang akan dilakukan peneliti dalam melakukan penelitian di lapangan untuk mengumpulkan data-data yaitu :

1. Teknik Observasi Partisipasi

(45)

28 Wawancara dilakukan dengan cara berkomunikasi langsung dengan informan. Tujuan wawancara dalam penelitian yakni mendapatkan keterangan secara lisan dari informan dengan menggunakan metode tanya jawab yang terbuka, informan dapat menjawab pertanyaan dan bercerita.

3. Pengembangan Rapport

Dalam penelitian, membangun rapport sangat diperlukan agar tercipta hubungan yang baik dengan informan. Hubungan baik yang tercipta oleh peneliti dengan informan nantinya akan menguatkan data-data yang fakta yang dihasilkan.

1.6.2.2 Pengumpulan Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang tidak diperoleh langsung dari objek penelitian. Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan cara :

1. Penelitian Kepustakaan, yaitu dengan cara mengumpulkan data melalui buku-buku ilmiah, tulisan, karangan ilmiah yang berkaitan dengan penelitian.

2. Dokumentasi, yaitu teknik pengumpulan data dengan menggunakan catatan dan gambar yang diambil di lokasi penelitia serta sumber-sumber pendukung lainnya yang relevan dengan objek penelitian.

1.6.3 Informan Penelitian

(46)

29 satunya dikenal dengan informan kunci. Informan kunci merupakan orang yang dapat bercerita secara mudah, paham terhadap informasi yang dibutuhkan, dan dengan gembira memberikan informasi kepada peneliti. Informan kunci adalah orang-orang yang memiliki hubungan erat dengan hormat dan berpengetahuan dalam langkah awal penelitian.

Spradley (1997) mengatakan bahwa ada lima syarat dalam menentukan informan yaitu: (1) Enkulturasi penuh, artinya mengetahui budaya miliknya dengan baik, (2) Keterlibatan langsung, (3) Suasana budaya yang tidak dikenal, biasanya akan semakin menerima tindak budaya sebagaimana adanya, dia tidak akan basa basi, (4) Memiliki waktu yang cukup, (5) Non-Analitis. Tentu saja, lima syarat ini merupakan ideal, sehingga kalaupun peneliti hanya mampu memenuhi dua sampai tiga syarat adalah sah-sah saja. Apalagi, ketika memasuki lapangan, peneliti juga masih menduga-duga siapa yang pantas menjadi informan yang tepat sesuai penelitiannya.

Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif dimana penelitian ini melihat situasi dari tempat, pelaku dan aktivitas yang saling berkaitan. Dan di dalam penelitian ini terbagi menjadi 3 (tiga) macam informan yang diteliti yaitu :

(47)

30 2. Informan Biasa merupakan orang yang terlibat langsung dalam aktivitas mereka sendiri, aktivitas ini yang merupakan salah satu objek penelitian. Dalam hal ini koordinator Majelis dan Lembaga Pimpinan Aisyiyah kota Medan sebagai informan biasa.

3. Informan Tambahan merupakan orang yang ikut dalam aktivitas, namun tidak terlibat langsung sebagai pelaku dalam aktivitas. Dalam hal ini ketua Pimpinan Cabang Aisyiyah dan anggotanya yang menjadi informan tambahan.

1.6.4 Pengalaman Penelitian

Penelitian sebagai suatu proses dimana saya melakukan observasi partisipasi dengan cara mengeksplorasikan kegiatan yang dilakukan informan dan mewawancarai orang-orang yang terlibat di dalamnya. Saya tertarik dengan pembahasan mengenai perempuan, maka itu saya berinisiatif untuk melakukan penelitian mengenai perempuan. Tepatnya mengenai perempuan dalam organisasi dan saya mengambil organisasi perempuan Aisyiyah sebagai objek penelitian saya.

(48)

31 Sumatera Utara yang terletak di Jalan S.M Raja tepatnya di depan Makan Pahlawan Kota Medan. Tidak mudah mendapatkan data ini, karena anggota Aisyiyah tidak ada di kantor PW Aisyiyah Sumatera Utara dan saya dapat berjumpa dengan anggota Aisyiyah setelah kunjungan ke-3 saya ke kantor Pimpinan Wilayah Aisyiyah Sumatera Utara. Saya mendapatkan data yang dibutuhkan, kemudian saya diberikan alamat kantor Pimpinan Daerah Aisyiyah Kota Medan, karena tingkatan Daerah Kota Medan yang akan saya teliti.

(49)

32 di kantor Pimpinan Daerah Asiyiyah kota Medan seperti kantor biasanya. Saat masuk kantor PDA kota Medan yang masih satu wilayah dengan Panti Asuhan Aisyiyah terlihat lemari kaca yang berisikan buku-buku mengenai Aisyiyah dan kegiatan yang dilakukan oleh Aisyiyah. Di ruangan yang berukuran 5 x 8 meter tersebut ada kursi dan meja untuk para tamu yang datang sekaligus untuk para pengurus PDA yang akan melakukan rapat. Di dinding kantor itu terlihat foto pendiri Muhammadiyah yakni K.H Ahmad Dahlan beserta isterinya disisi sebelah kiri, disisi sebelah kanan terdapat papan pengumuman yang berisikan kegiatan-kegiatan Aisyiyah dan juga stuktur kepengurusan Pimpinan Aisyiyah kota Medan.

Kedatangan saya diterima dengan baik dan surat penelitian saya diterima, kemudian saya akan melakukan penelitian dihari Kamis pada tanggal 6 November, karena yang disampaikan oleh Ibu Nursatia K bahwa kantor PD Aisyiyah hanya dibuka pada hari Selasa dan Kamis, itupun di hari Selasa hanya beberapa orang dan di hari Kamis ramai karena hari Kamis merupakan hari untuk rapat pengurus Pimpinan Daerah Aisyiyah Kota Medan.

(50)

33 memberikan antusias yang sama seperti Ibu Nursatia K saat pertama kali saya datang bertemu dengannya. Kemudian, Ibu Irmanetti Harahap langsung bersedia menjadi informan dan saya mewawancarai beliau sambil bercerita tentang kondisi perempuan saat ini.

(51)

34 saya. Kemudian, Ibu Nursatia K memberikan surat pengantar kepada saya dan juga beliau menginformasikan kepada Pimpinan Cabang yang terkait untuk menerima kedatangan saya nantinya. Pimpinan Cabang yang saya ambil ialah Pimpinan Cabang Aisyiyah Tanjung Sari, Pimpinan Cabang Aisyiyah Tegal Sari Mandala, Pimpinan Cabang Aisyiyah Sei Kambing, dan Pimpinan Cabang Pulo Brayan. Setelah itu saya berpamitan kepada para pengurus, karena tak lama lagi rapat mingguan akan berlangsung, sebelumnya saya meminta izin untuk ikut serta, namun saya tidak diizinkan. Saya cukup kecil hati, namun saya mengerti karena saya yakin ada hal-hal yang tidak boleh diberikan kepada saya mengenai rapat tersebut.

Hari Jum’at tepat ditanggal 7 November 2014, saya telah membuat janji kepada Ibu Meldawati Adnan yaitu Ketua Pimpinan Cabang Aisyiyah Sei Kambing untuk bertemu, saya mendatangi beliau pagi sekitar pukul 08.30 WIB di Kompleks Muhammadiyah Sei Kambing. Di Kompleks tersebut terdapat Mushola Aisyiyah yang di dalamnya terdapat kantor Pimpinan Cabang Aisyiyah Sei Kambing, SMP Muhammadiyah, dan TK Bustanul Atfhal yang sedang diperbaiki serta masjid Muhammadiyah disampingnya. Saya bertemu dengan Ibu Meldawati Adnan di Mushola Aisyiyah dan di dalamnya diisi murid-murid TK Bustanul Athfal yang sedang belajar, tempat belajar mereka dipindahkan karena TK Bustanul Athfal Sei Kambing sedang diperbaiki.

(52)

35 Aisyiyah Sei Kambing dalam melakukan pemberdayaan perempuan. Salah satu kegiatan yang dilakukan oleh PC Aisyiyah Sei Kambing ialah memberantas buta aksara yang dilakukan 2 kali dalam seminggu yakni hari Senin dan Kamis dengan pesertanya diantaranya ibu-ibu rumah tangga dan ibu-ibu yang memiliki peran ganda di dalam keluarganya. Mereka diajarkan membaca dan juga dikenalkan dengan huruf hijaiyah untuk memulai belajar mengaji.

Hari Kamis tanggal 13 November 2014 saya kembali ke kantor Pimpinan Daerah Aisyiyah Kota Medan, saya berjumpa dengan ibu Nursatia K. Beliau memahami kedatangan saya dan saya memulai mewawancarai beliau. Kami berbincang panjang mengenai Aisyiyah, perbincangan kami mengenai kondisi pengurus Aisyiyah yang usianya tidak produktif lagi namun masih aktif dalam menjalankan organisasi. Ada banyak faktor yang mempengaruhi kondisi ini terjadi salah satunya anggota Aisyiyah yang masih produktif memiliki kegiatan lain seperti pekerjaan, anggota Aisyiyah tersebut tidak dapat membagi waktu antara organisasi dengan pekerjaan kemudian kurangnya peminat perempuan untuk ikut serta memasuki organisasi termasuk Aisyiyah maka itu Aisyiyah memiliki banyak cara untuk merekrut anggota barunya untuk meneruskan roda organisasi Aisyiyah.

(53)

36 sebelumnya Ibu Nursatia K telah menghubungi beliau akan kedatangan saya untuk mewawancarai beliau. Hal yang kami perbincangkan hampir sama dengan perbicangan saya dengan informan sebelumnya, keterangan yang diberikan oleh beliau memiliki garis besar yang sama bahwasanya perempuan berorganisasi untuk memperbaiki martabat perempuan yang sebelumnya memiliki pandangan bahwasanya martabat perempuan rendah dibandingkan dengan laki-laki yang berakibatkan ketidakadilan gender terhadap perempuan. Ibu Nurhana Lubis sepakat dengan adanya Feminisme Islam dimana mesti ada gerakan-gerakan untuk memperjuangkan hak keadilan bagi perempuan yang dimulai dari keluarga kemudian di publik dengan bukti keikutsertaan perempuan terhadap organisasi. Saat saya datang kebetulan Pimpinan Cabang Aisyiyah Tanjung Sari akan melakukan acara pengajian rutin sebagai kegiatan Aisyiyah dan saya ikut serta di dalamnya.

(54)

37 perpolitikan di Indonesia, dukungan ini hanya bersifat emosional pribadi ke pribadi tidak melalui organisatoris. Meskipun di kalangan masyarakat terdapat stereotipe bahwa Aisyiyah yang juga organisasi otonom Muhammadiyah memiliki kaitan dengan partai politik yakni PAN. Ibu Indarsih Darmawani menjelaskan bahwa stereotipe tersebut dikarenakan pengaruh Amien Rais yang besar dan merupakan kader Muhammadiyah. Namun sejatinya Aisyiyah adalah organisasi independen yang memiliki tujuan memperjuangkan hak-hak keadilan perempuan dengan meningkatkan kualitas perempuan.

(55)

38 Informan Pimpinan Cabang Aisyiyah saya selanjutnya ialah Pimpinan Cabang Aisyiyah Tegal Sari Mandala, saya mewawancarai Ibu Dona Mardier selaku Ketua Pimpinan Cabang tersebut pada tanggal 5 Desember 2014. Saya menjumpai beliau di kantor Pimpinan Cabang Aisyiyah Tegal Sari Mandala yang terletak di Jalan T. Bongkar X Mandala by Pass No. 11, pertanyaan yang saya berikan masih sama, saya juga bertanya mengenai hubungan pimpinan cabang terhadap pimpinan daerah, hubungan yang dibangun sangat baik.

Di hari Senin tanggal 8 Desember 2014 saya mewawancarai Ibu Suginem, beliau merupakan ketua Pimpinan Cabang Aisyiyah Pulo Brayan. Saya mewawancarai di kantor PC tersebut yang lokasinya di Jalan Cemara Gg. Turi. Pertanyaan saya masih seputar interview guide yang saya bawa. Dan hasil pertanyaan juga bermakna sama dengan informan-informan saya sebelumnya.

Ada hal yang sangat sulit bagi saya dalam penelitian ini. Para informan khususnya pengurus Pimpinan Daerah Aisyiyah Kota Medan memberikan pernyataan bahwa kegiatan yang dilakukan majelis-majelis di dalamnya dalam melakukan perkaderan berjalan baik. Saya hanya menemukan beberapa kegiatan yang dilakukan, karena kepengurusan PD periode ini hampir selesai. Kegiatan-kegiatan tersebut telah terlaksana sebelumnya, hal inilah yang menjadi salah satu kendala saya untuk menemukan data-data yang valid untuk menunjang skripsi saya.

(56)

39 yakni perkembangan organisasi perempuan di kota Medan, saya diarahkan oleh dosen pembimbing saya untuk datang ke kantor BKOW-SU (Badan Kerjasama Organisasi Wanita Sumatera Utara). Tak cukup waktu lama saya menemukan alamat, kebetulan saya memiliki kenalan seorang perempuan yang aktif disalah satu organisasi jurnalistik perempuan, beliau memberikan alamat BKOW-SU kepada saya yang terletak di Wisma Kartini yang terletak di jalan Cik. Diktiro Medan. Beberapa hari kemudian saya mencari lokasi tersebut, cukup sulit bagi saya untuk menemukan kantornya, saya sempat berhenti di depan SMA N 1 Medan untuk bertanya lokasi Wisma Kartini kepada salah satu juru parkir di lokasi tersebut, dan saya sangat terkejut yang beliau katakan bahwa Wisma Kartini sudah terbakar semenjak satu setengah tahun lalu, dan saya ditunjuk lokasi kebakarannya. Lokasinya bersebarangan dengan kantor Dinas Pendidikan Kota Medan namun masih sejajar dengan Wisma Kartini bila ditarik garis lurus Jalan Cik. Diktiro. Wisma Kertini memang sudah habis terbakar, saya mencoba bertanya kepada seorang Ibu yang berjualan di depan gedung tersebut dan ternyata meskipun telah terbakar, BKOW-SU tetap berkantor di lokasi tersebut. Kemudian saya melihat kekosongan kantor BKOW-SU, saya mencoba datang keesokan harinya.

(57)

40 Dihari Kamis tanggal 18 Desember 2014 saya datang kembali ke kantor BKOW-SU, saya bertemu dengan Sekretaris Umum BKOW-SU yakni Ibu Risnawati Siregar dan saya bercerita maksud kedatangan saya. Ibu Risnawati sangat terkejut karena yang saya maksud ialah sejarah perkembangan organisasi perempuan di Kota Medan, beliau mengatakan kurang menguasai perkembangannya dan BKOW-SU merupakan tingkatan provinsi, sedangkan untuk tingkatan kabupaten/kota dinamakan GOW (Gabungan Organisasi Wanita). Saya berpamitan kepada Ibu Risnawati Siregar dan akan melakukan bimbingan dahulu mengenai kondisi ini terhadap dosen pembimbing saya.

(58)

41 saat ini belum ada organisasi yang berniat membentuk GOW kota Medan kembali.

Partisipasi anggota di dalam Pimpinan Daerah Aisyiyah Kota Medan wajib diikuti anggota Aisyiyah untuk berlangsungnya organisatoris Aisyiyah untuk menjalankan tujuan Aisyiyah. Meskipun di dalamnya terdapat kendala yakni kurangnya usia produktivitas untuk menjadi pengurus Aisyiyah dikarenakan kesibukan anggota Aisyiyah yang memiliki usia produktivitas. Dengan kondisi seperti ini, Aisyiyah memiliki cara perektutan anggota yang terbilang klasik namun masih ampuh dalam mencari anggota yakni melalui keluarga.

(59)

42

BAB II

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

2.1 Sejarah Perkembangan Organisasi Perempuan Di Indonesia

Organisasi merupakan sebuah alat perjuangan, dengan organisasi seseorang maupun sekelompok orang dapat melakukan perubahan. Organisasi memiliki banyak macam bentuk dengan berbagai landasan yang dipakai. Salah satu organisasi yang terkait ialah organisasi yang mengatas namakan perempuan untuk memperjuangkan hak-hak perempuan bahkan memperjuangkan kemerdekaan. Penulis akan memberikan gambaran mengenai perkembangan organisasi perempuan di Indonesia yang bersumber dari buku Sejarah Pertumbuhan Dan Perkembangan Aisyiyah terbitan Pimpinan Pusat Aisyiyah tahun 2007.

(60)

43 Barat, muncul surat kabar Poetri Hindia yang menyuarakan gerakan perempuan untuk perempuan perkotaan untuk pengetahuan dan pendidikan kaum perempuan masa itu. Pada tahun 1911 di Sumatera didirikan Kerajinan Amal Setia untuk kaum perempuan yang mengutamakan pendidikan dan memebrikan latihan untuk membuat kerajinan tangan tradisional dan di Sumatera didirikan pula surat kabar mengenai perempuan yakni Soenting Melajoe pada tahun 1912.

Di Jakarta pada tahun 1912 didirikan organisasi perempuan yang sebelumnya merupakan divisi perempuan dari organisasi Boedi Oetomo yaitu Poetri Mardika. Poetri Mardika adalah salah satu organisasi perempuan tertua di Indonesia yang bertujuan membimbing dan memberikan pelajaran kepada perempuan Indonesia untuk belajar baca dan tulis untuk meningkatkan status perempuan dan mengajarkan perempuan untuk mengemukakan pendapat di depan umum. Organisasi Poetri Mardika memiliki anggota perempuan-perempuan pribumi, organisasi ini didirikan atas dasar untuk menandingi organisasi perempuan yang dibentuk oleh Belanda. Di Bandung pada tahun 1914, muncul surat kabar yang berbahasa Sunda yang diberi nama Penuntun Isteri yang ditujukan untuk kaum perempuan di pedesaan. Dan kemudian setelah itu muncul organisasi perempuan yang menyebar di seluruh Indonesia.

(61)

44 beberapa organisasi untuk ikut serta bergerak dalam bidang kepemudaan dan khususnya mengenai perempuan Indonesia. Tanggal 22-25 Desember 1928 adalah hari dimana kongres perempuan Indonesia pertama dilaksanakan di Yogyakarta yang disebabkan atas beberapa pemikiran perempuan yakni Nyi Hadjar Dewantara, Sujatien, dan Soukonto dimana perempuan Indonesia masih kurang secara intelektualitasnya dan kurang kemajuan dalam pergerakannya. Lalu, banyak organisasi perempuan di Indonesia yang tidak pernah bertemu satu sama lain untuk menyuarakan hak-hak perempuan. Maka dari itu, Nyi Hadjar Dewantara, Sujiaten, dan Soukonto sepakat menyelenggarakan kongres perempuan Indonesia pertama yang menghasilkan kesepakatan membentuk federasi, dikarenakan belum ada wadah untuk mempertemukan para perempuan Indonesia untuk melakukan pergerakan menuju kemerdekaan, federasi itulah yang diberi nama Perikatan Perkumpulan Perempuan Indonesia (PPPI).

(62)

45 Saat kongres perempuan Indonesia pertama hadir kurang lebih dari 1000 orang yang terdiri dari berbagai organisasi perempuan diantaranya yakni :

Tabel 1

Nama Organisasi Perempuan yang mengikuti Kongres Perempuan Indonesia Pertama

No. Nama Organisasi No. Nama Organisasi

1. Putri Budi Sejati, Surabaya 16. Wanito Koentjono, Banjarnegara 2. Putri Indonesia, Surabaya 17. S.I.B.I, Surabaya

3. Wanita Katolik, Salatiga 18. Hoofdbestuur Aisyiyah 4. Rukun Wononijo, Jakarta 19. Santjaja Rini, Solo 5. Wanito Sejati, Bandung 20. Aisyiyah, Solo

6. Putri Inonesia, Mataram 21. Wanita Utomo, Mataram 7. Darama Laksmi, Salatiga 22. Wanita Muljo, Mataram 8. Budi Rini, Malang 23. Taman Siswa, Mataram

9. Margining Kautaman, Kemayoran 24. Panti Krido Wanito, Pekalongan 10. Karti Wara, Solo 25. Jong Islamieten Bond, Mataram 11. Budi Wanito, Solo 26. Jong Java, Jakarta

12. Wanita Katolik, Mataram 27. Jong Islamieten Bond, Tegal 13. Jong Java, Mataram 28. Nahdatul Fataat, Mataram 14. Jong Java, Salatiga 29. Kesumo Rini, Kudus 15. Jong Islamieten Bond, Jakarta 30. Utusan Istri Sumatra

(63)

46 dengan bangsa Indonesia dan pada tahun 1941 pemerintahan kolonial Belanda memberikan kesempatan kepada perempuan untuk masuk ke parlemen yang lebih tinggi lagi tingkatannya. Masuknya perempuan dalam parlemen bertujuan untuk memperjuangkan penggunaan bahasa Indonesia dan sekolah-sekolah.

Saat pemerintahan Jepang masuk ke Indonesia, nasib para perempuan kembali terpuruk dengan dijadikannya para perempuan sebagai penyuplai bahan makanan untuk tentara Jepang, para perempuan ini disebut dengan Barisan Srikandi. Kemudian, para isteri pejabat negara Indonesia juga membentuk Fujinkai yang membantu tentara Jepang untuk mengumpulkan bahan makanan.

Gambar

Gambar 1 Peta Lokasi Kantor Pimpinan Daerah Aisyiyah Kota Medan
Tabel 1
Tabel 2 Etnis Di Kota Medan Tahun 2000
Gambar 2
+6

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian dilapangan menunjukkan bahwa Aisyiyah pada tingkat cabang mampu melakukan pemberdayaan dalam hal meningkatkan kualitas hidup perempuan, yang tampak dari

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan upaya yang dilakukan JPPA Kota Medan dalam usahnya menangani kasus tindak kekerasan terhadap perempuan, untuk

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana pendapat aktifis perempuan organisasi keagamaan, dalam hal ini Fatayat dan Nasyiatul Aisyiyah di Kecamatan

Perempuan yang Mengalami Kekerasan Dalam Pacaran (Studi Kasus Pada Mahasiwi Kost-Kostan di Kelurahan Padang Bulan Kecamatan Medan Baru Kota Medan)”.. Pada kesempatan ini

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti tentang peran komunitas feminis dalam pemberdayaan perempuan di Kota Medan (Studi Kasus : Komunitas

„Aisyiyah sebagai organisasi Islam berbasis perempuan terbesar di Indonesia yang memiliki potensi untuk melakukan pemberdayaan terhadap perempuan secara lebih dalam

Skripsi ini berjudul Kinerja Anggota Dewan Perempuan di Kota Medan dalam menjalankan Fungsi Legislasi untuk memperperjuangkan kepentingan Perempuan tahun 2009-2011.. Tujuan

‘Aisyiyah) yang merupakan mandat dari Pimpinan Pusat Nasyiatul ‘Aisyiyah. Meskipun Nasyiatul ‘Aisyiyah merupakan Organisasi perempuan, tetapi fokus dari