• Tidak ada hasil yang ditemukan

Persepsi Suami tentang Penggunaan Alat Kontrasepsi pada Laki-laki di Lingkungan XIII Kelurahan Tegal Sari Mandala 3 Kecamatan Medan Denai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Persepsi Suami tentang Penggunaan Alat Kontrasepsi pada Laki-laki di Lingkungan XIII Kelurahan Tegal Sari Mandala 3 Kecamatan Medan Denai"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

Persepsi Suami tentang Penggunaan Alat Kontrasepsi pada Laki-laki

di Lingkungan XIII Kelurahan Tegal Sari Mandala 3

Kecamatan Medan Denai

Desra Kasmarita Sebayang

Skripsi

Program Studi Ilmu Keperawatan

(2)

Judul : Persepsi Suami tentang Penggunaan Alat Kontrasepsi pada Laki-Laki di Lingkungan XIII Kelurahan Tegal Sari Mandala 3 Kecamatan Medan-Denai

Peneliti : Desra Kasmarita Sebayang

NIM : 051101003

Jurusan : Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Tahun Akademik : 2008/2009

Pembimbing Penguji 1

(Ellyta Aizar, SKp) (Ellyta Aizar, SKp) NIP. 132 283 161 NIP. 132 283 161

Penguji II

(Nur Afi Darti, SKp, MKep) NIP. 132 255 301

Penguji III

(Siti Saidah Nst, SKp, MKep, Sp.Mat) NIP. 132 297 159

Program Studi Ilmu Keperawatan telah menyetujui skripsi ini sebagai bagian dari persyaratan kelulusan Sarjana Keperawatan.

(Erniyati, SKp, MNS) (Prof. dr. Guslihan Dasa Tjipta, SpA (K))

NIP. 132 238 510 NIP. 140 105 363

(3)

Judul : Persepsi Suami tentang Penggunaan Alat Kontrasepsi

pada Laki-Laki di Lingkungan XIII Kelurahan Tegal Sari Mandala 3 Kecamatan Medan-Denai

Peneliti : Desra Kasmarita Sebayang

Keluarga Berencana merupakan suatu program pemerintah dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan Ibu dan anak dalam rangka mewujudkan keluarga bahagia dengan mengendalikan kelahiran sekaligus dalam rangka menjamin terkendalinya pertumbuhan penduduk Indonesia. Pelaksanaan keluarga berencana diusahakan diperluas ke seluruh wilayah dan lapisan masyarakattermasuk daerah pemukiman baru. Sasaran program KB adalah Pasangan Usia Subur yaitu suami dan isteri. Namun, pada kenyataannya partisipasi suami dalam penggunaan alat kontrasepsi pada laki-laki masih sangat sedikit disebabkan kurangnya informasi, sasaran KB yang lebih mengutamakan perempuan dan persepsi di masyarakat yang menganggap bahwa wanita saja yang perlu ikut KB. Partisipasi suami dalam penggunaan alat kontrasepsi pada laki-laki dapat membantu menjaga kesehatan reproduksi isteri dan suami serta mewujudkan Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif yang bertujuan untuk mengidentifikasi persepsi suami tentang penggunaan alat kontrasepsi pada laki-laki di Lingkungan XIII Kelurahan Tegal Sari Mandala 3 Kecamatan Medan Denai dengan jumlah 65 orang dan teknik pengambilan sampel adalah convenience purposive sampling. Pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner oleh peneliti dan hasil analisa data disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi dan persentase.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 63 orang (96,9%) responden telah memiliki persepsi positif dan 2 orang (13,1%) responden memiliki persepsi negatif tentang penggunaan alat kontrasepsi pada laki-laki. Hal ini disebabkan karena sebagian besar responden memiliki latar belakng pendidikan SMU dan perguruan tinggi.

Penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa sebagian besar telah memiliki persepsi positif tentang penggunaan alat kontrasepsi, namun perlu pemberian informasi lebih luas tentang kontrasepsi pada laki-laki.

(4)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan eahmat serta kasih-Nya yang telah menyertai penulis sehingga dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan judul ”Persepsi Suami tentang Penggunaan Alat Kontrasepsi pada Lki-Laki di Lingkungan XIII Kelurahan Tegal Sari Mandala 3 Kecamatan Medan-Denai”, yang merupakan salah satu syarat bagi penulis menyelesaikan pendidikan di Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan.

Selama proses penelitian dan penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapat dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp. PD-KGEH selaku Dekan Fakultas Kedokteran USU Medan, Bapak Prof. dr. Guslihan Dasa Tjipta, Sp. A(K) selaku Pembantu Dekan I dan Ketua Departemen Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran USU Medan, Ibu Erniyati, SKp, MNS selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran USU, Ibu Ellyta Aizar, SKp selaku dosen pembimbing skripsi saya yang telah menyediakan waktu dan memberikan masukan-masukan yang sangat berharga dalam penelitian skripsi ini, Ibu Nur Afidarti, SKp, Mkep selaku Dosen Penguji II dan Ibu Siti Saidah Nst, SKp, Mkep, Sp Mat selaku Dosen Penguji III, Ibu Nur Asiah, Skep, Ns selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan dukungan dan motivasi kepada penulis dan seluruh staf pengajar dan staf admibnistrasi di Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran USU Medan. Kepada Bapak Ali Akbar selaku Kepala Lingkungan yang turut membantu serta seluruh responden yang telah membantu peneliti.

(5)

Untuk sahabat-sahabatku tersayang (Tere, Sylvia, Lili, Apry, Septi, Icha, dan Desy) yang telah banyak memberi dukungan, semangat dan doa. Buat teman-teman seperjuanganku Yuliar, Thitan, Ratih, Sondang, Polma, Renata, Dormian, Eva, Dina, Friska, Aan, Ida, Evi, Mindo, Siska, Oci dan semua stambuk 2005 (Kerang Rebus 05). Buat kakak kelompokku K’Fitri dan K’Mega, dan teman-teman kelompok kecilku Talentis yang selalu mendoakanku. Buat adikku Mona, dan semua adik-adik di PSIK. Terima kasih juga buat temanku Apriani, Lambik, Isma, dan seluruh teman-teman Permata Sion GBKP Cinta Damai.

Semoga Tuhan Yang Maha Pengasih selalu mencurahkan berkat dan Kasih Karunia-Nya kepada semua pihak yang telah banyak membantu penulis. Harapan penulis semoga skripsi ini bermanfaat demi kemajuan Ilmu Pengetahuan khususnya Profesi Keperawatan.

Medan, Juli 2009

(6)

DAFTAR ISI

1.3.Pertanyaan Penelitian ... 4

1.4.Manfaat Penelitian ... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persepsi ... 5

2.1.1 Definisi persepsi ... 6

2.1.2 Faktor yang mempengaruhi persepsi ... 7

2.2 Alat kontrasepsi ... 7

2.2.1 Definisi alat kontrasepsi... 7

2.2.2 Manfaat alat kontrasepsi ... 8

2.2.3 Faktor-faktor dalam memilih alat kontrasepsi ... 8

2.2.4 Jenis alat kontrasepsi pada laki-laki... 9

2.3 Persepsi suami tentang penggunaan alat kontrasepsi pada laki-laki .. 10

BAB 3 KERANGKA PENELITIAN 3.1 Kerangka Konseptual ... 13

3.2 Defenisi Operasional ... 14

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Desain Penelitian ... 16

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil penelitian ... 22

5.1.1 Karakteristik responden ... 22

5.1.2 Persepsi suami tentang penggunaan alat kontrasepsi pada laki- laki... 24

(7)

BAB 6 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

6.1 Kesimpulan ... 37 6.2 Rekomendasi... 38

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

1. Lembar Persetujuan Menjadi Responden 2. Instrumen Penelitian

3. Hasil Uji Reliabilitas 4. Hasil Analisa Data 5. Jadwal Penelitian 6. Taksasi Dana 7. Surat Survey Awal

8. Surat Permohonan Uji Validitas 9. Surat Izin Penelitian

10.Surat Bukti Penelitian 11.Lembar Konsul

(8)

DAFTAR SKEMA

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Distribusi frekuensi dan persentasi karakteristik responden di Lingkungan XIII Kelurahan Tegal Sari Mandala 3 Kecamatan Medan-Denai...23

Tabel 2 Distribusi frekuensi dan persentasi suami terhadap definisi dan manfaat alat kontrasepsi pada laki-laki ... .... 24

Tabel 3 Distribusi frekuensi dan persentasi suami terhadap jenis metode dan alat kontrasepsi pada laki-laki ... 26

Tabel 4 Distribusi frekuensi dan persentasi suami tentang penggunaan alat kontrasepsi pada laki-laki... 28

Tabel 5 Distribusi frekuensi dan persentasi suami tentang penggunaan alat kontrasepsi pada laki-laki berdasarkan kategori persepsi ... 30

Tabel6 Distribusi frekuensi dan persentasi karakteristik responden di Lingkungan XIII Kelurahan Tegal Sari Mandala 3

Kecamatan Medan-Denai... 30

(10)

Judul : Persepsi Suami tentang Penggunaan Alat Kontrasepsi

pada Laki-Laki di Lingkungan XIII Kelurahan Tegal Sari Mandala 3 Kecamatan Medan-Denai

Peneliti : Desra Kasmarita Sebayang

Keluarga Berencana merupakan suatu program pemerintah dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan Ibu dan anak dalam rangka mewujudkan keluarga bahagia dengan mengendalikan kelahiran sekaligus dalam rangka menjamin terkendalinya pertumbuhan penduduk Indonesia. Pelaksanaan keluarga berencana diusahakan diperluas ke seluruh wilayah dan lapisan masyarakattermasuk daerah pemukiman baru. Sasaran program KB adalah Pasangan Usia Subur yaitu suami dan isteri. Namun, pada kenyataannya partisipasi suami dalam penggunaan alat kontrasepsi pada laki-laki masih sangat sedikit disebabkan kurangnya informasi, sasaran KB yang lebih mengutamakan perempuan dan persepsi di masyarakat yang menganggap bahwa wanita saja yang perlu ikut KB. Partisipasi suami dalam penggunaan alat kontrasepsi pada laki-laki dapat membantu menjaga kesehatan reproduksi isteri dan suami serta mewujudkan Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif yang bertujuan untuk mengidentifikasi persepsi suami tentang penggunaan alat kontrasepsi pada laki-laki di Lingkungan XIII Kelurahan Tegal Sari Mandala 3 Kecamatan Medan Denai dengan jumlah 65 orang dan teknik pengambilan sampel adalah convenience purposive sampling. Pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner oleh peneliti dan hasil analisa data disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi dan persentase.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 63 orang (96,9%) responden telah memiliki persepsi positif dan 2 orang (13,1%) responden memiliki persepsi negatif tentang penggunaan alat kontrasepsi pada laki-laki. Hal ini disebabkan karena sebagian besar responden memiliki latar belakng pendidikan SMU dan perguruan tinggi.

Penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa sebagian besar telah memiliki persepsi positif tentang penggunaan alat kontrasepsi, namun perlu pemberian informasi lebih luas tentang kontrasepsi pada laki-laki.

(11)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masalah penduduk merupakan salah satu masalah yang dihadapi oleh negara

berkembang, termasuk Indonesia. Salah satu masalah kependudukan yang dihadapi

Indonesia adalah laju pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi (Widiyanti, 1987).

Berbagai program pembangunan telah, sedang dan akan dilaksanakan untuk mengatasi

masalah kependudukan tersebut, antara lain melalui program pelayanan kesehatan ibu

dan anak, keluarga berencana dan pembangunan keluarga sejahtera (BKKBN, 1997).

Keluarga Berencana adalah usaha untuk menjarangkan atau merencanakan

jumlah dan jarak kehamilan dengan memakai kontrasepsi (Mochtar, 1998). Tujuannya

adalah untuk meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak serta mewujudkan norma

keluarga kecil bahagia dan sejahtera yang menjadi dasar bagi terwujudnya masyarakat

sejahtera dengan pengendalian kelahiran dan pertumbuhan penduduk (BKKBN, 1989).

Hal tersebut diupayakan melalui gerakan reproduksi keluarga sejahtera, gerakan

ketahanan keluarga sejahtera dan gerakan ekonomi keluarga sejahtera dengan sasaran

pasangan usia subur (BKKBN, 1998).

Jumlah penduduk Indonesia saat ini mencapai sekitar 219 juta jiwa dengan

tingkat pertumbuhan 1,48 persen atau sekitar 3,2 juta jiwa per tahun. Jumlah pasangan

usia subur di Indonesia sekitar 43 juta orang, jumlah PUS di Sumatera Utara berjumlah

1.964.236 (BKKBN, 2007). Jumlah pria yang menggunakan alat kontrasepsi di

Indonesia hanya 2,7 % dari total jumlah penduduk Indonesia (BKKBN, 2005).

(12)

Utara hanya 3,10 % antara lain yang menggunakan kondom 2,78 % dan MOP 0,32 %

(Bandar, 2002). Data ini menunjukkan bahwa masih rendahnya partisipasi pria dalam

menyukseskan program KB. Sedangkan di Kecamatan Medan Denai kebanyakan

menggunakan metode KB IUD. Hal ini menunjukkan bahwa masih sangat rendah

partisipasi suami dalam penggunaan alat kontrasepsi karena penggunaan alat

kontrasepsi di Medan Denai didominasi oleh perempuan (Kesumaningtyas, 2008).

Rendahnya tingkat partisipasi pria dalam program KB disebabkan oleh

beberapa faktor yaitu: sasaran pelaksanaan program KB lebih mengutamakan

perempuan, lingkungan sosial budaya yang masih beranggapan bahwa urusan KB dan

kesehatan reproduksi adalah urusan perempuan, terbatasnya kesadaran dan

pengetahuan pria tentang KB dan kesehatan reproduksi, terbatasnya jenis metode

kontrasepsi bagi kaum pria dan rendahnya dukungan terhadap pengembangan jenis

metode kontrasepsi pria, serta terdapat kesenjangan dalam pemberian pelayanan KB

dan kesehatan reproduksi antara laki-laki dan perempuan (BKKBN, 2004).

Rendahnya partisipasi suami dalam program KB dipengaruhi juga oleh

pengetahuan dan sikap/ perilaku. Rendahnya pengetahuan suami tersebut

mempengaruhi persepsi suami tentang penggunaan alat kontrasepsi pada laki-laki,

karena salah satu yang menentukan persepsi seseorang adalah pengetahuan yang ia

miliki. Seseorang yang memiliki pengetahuan baik tentang sesuatu akan memiliki

persepsi yang lebih positif terhadap hal tersebut. Seseorang yang memiliki persepsi

positif tentang sesuatu akan membuat individu tersebut akan memiliki sikap dan

perilaku yang positif juga terhadap hal tersebut (BKKBN, 2004). Menurut

Notoatmodjo (1993) pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk

(13)

perilaku yang didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif maka akan

menghasilkan sebuah perilaku yang akan dapat dipertahankan lebih lama.

Keberhasilan program Keluarga Berencana (KB) membutuhkan dukungan

semua pihak, bukan saja perempuan yang memiliki kaitan langsung melainkan juga

laki-laki. Hanya saja dalam kenyataannya KB lebih banyak diikuti kaum perempuan.

Bukan hanya dukungan, tetapi partisipasi secara langsung oleh pria dalam program KB

juga dapat diwujudkan karena alat kontrasepsi yang tersedia juga bukan hanya untuk

wanita, tetapi juga untuk pria, seperti metode barier (kondom), vasektomi, spermiside,

dan senggama terputus. Hal ini menunjukkan bahwa memang pria dapat berpartisipasi

dalam mewujudkan keluarga berencana (BKKBN, 2004).

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, bahwa partisipasi suami masih rendah

dalam program KB dan penggunaan alat kontrasepsi pada laki-laki, maka peneliti

tertarik untuk mengetahui bagaimana persepsi suami tentang penggunaan alat

(14)

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini betujuan untuk mengidentifikasi persepsi suami tentang penggunaan

alat kontrasepsi pada laki-laki di Lingkungan XIII Kelurahan Tegal Sari Mandala 3

Kecamatan Medan Denai.

1.3 Pertanyaan Penelitian

Bagaimana persepsi suami tentang penggunaan alat kontrasepsi pada laki-laki di

Lingkungan XIII Kelurahan Tegal Sari Mandala 3 Kecamatan Medan Denai?

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan kepada beberapa pihak

terkait tentang persepsi suami tentang penggunaan alat kontrasepsi pada laki-laki.

1.4.1 Praktek Keperawatan

Untuk mendapatkan informasi tentang keluarga berencana yaitu persepsi

suami tentang penggunaan alat kontrasepsi pada laki-laki khususnya bagi keperawatan

maternitas.

1.4.2 Pelayanan Kesehatan

Sebagai informasi tentang pentingnya untuk memberikan informasi mengenai

pentingnya partisipasi suami dalam program keluarga berencana dan tentang alat

kontrasepsi pada laki-laki.

1.4.3 Penelitian Selanjutnya

Sebagai tambahan informasi untuk penelitian selanjutnya yang berkaitan

(15)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Persepsi

2.1.1 Definisi

Persepsi berasal dari bahasa lathin, persipere: menerima, perceptio:

pengumpulan, penerimaan, pandangan, dan pengertian. Persepsi adalah kesadaran

intuitif (berdasarkan firasat) terhadap kebenaran atau kepercayaan langsung terhadap

sesuatu (Komaruddin, 2000).

Persepsi adalah proses yang menyangkut masuknya pesan atau informasi ke

dalam otak manusia. Melalui persepsi manusia terus-menerus mengadakan hubungan

dengan lingkungannya melalui indera penglihat, pendengar, peraba, perasa, dan

pencium (Slameto, 2003). Menurut Neufeldt (1996) persepsi adalah pemahaman,

pengetahuan, dan lain-lain, yang diperoleh dengan merasakan atau mengobservasi ide,

konsep, kesan, dan lain-lain.

Persepsi bersifat individual, karena persepsi merupakan aktivitas yang

terintegrasi dalam individu, maka apa yang ada dalam diri individu akan ikut aktif

dalam persepsi. Berdasarkan hal tersebut, maka persepsi dapat dikemukakan karena

perasaan dan kemampuan berfikir. Pengalaman individu tidak sama, maka dalam

mempersepsi suatu struktur, hasil persepsi mungkin dapat berbeda satu dengan yang

lain karena sifatnya sangat subjektif (Roger, 1965 dikutip dari Walgito 2004).

2.1.2 Faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang

Secara umum, terdapat 3 faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang

(16)

Apabila seseorang melihat sesuatu dan berusaha memberikan interpretasi tentang apa

yang dilihatnya itu, ia dipengaruhi oleh karakteristik individual yang turut berpengaruh

seperti sikap, motif, minat, pengalaman, dan harapannya. Yang kedua, sasaran persepsi

tersebut yang berupa orang, benda atau peristiwa. Sifat-sifat sasaran itu biasanya

berpengaruh terhadap persepsi orang yang melihatnya, misalnya kehadiran orang yang

sangat cantik atau sebaliknya yang penampilannya sangat “mencolok” akan lebih

menarik perhatian dibandingkan dengan orang-orang yang “biasa-biasa saja”. Dengan

kata lain, gerakan, suara, ukuran, tindak-tanduk, dan ciri-ciri lain dari sasaran persepsi

turut menentukan cara pandang orang yang melihatnya. Yang ketiga adalah faktor

situasi. Persepsi harus dilihat secara kontekstual yang berarti dalam situasi mana

persepsi itu timbul perlu pula mendapat perhatian. Situasi merupakan faktor yang turut

berperan dalam penumbuhan persepsi seseorang. Misalnya, seorang anak akan

menunjukkan suatu pola perilaku tertentu bila berhadapan dengan orangtua seperti

sopan, tertib, dan sejenisnya, berbeda dengan perilakunya apabila berada di

tengah-tengah rekannya yang sebaya.

Menurut Walgito (2003) dalam persepsi, individu harus mengorganisasikan dan

menginterpretasikan stimulus yang diterimanya sehingga stimulus tersebut mempunyai

arti bagi individu yang bersangkutan. Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa

stimulus merupakan salah satu faktor yang berperan dalam persepsi. Faktor-faktor

stimulus terdiri dari 3 yaitu : Pertama, objek yang dipersepsi adalah objek mengenai

alat indera atau reseptor. Stimulus yang datang dari luar individu langsung mengenai

saraf penerima yang bekerja sebagai reseptor. Stimulus juga dapat datang dari dalam

diri individu, langsung mengenai saraf penerima yang bekerja sebagai reseptor.

(17)

saraf dan susunan saraf pusat. Alat indera atau reseptor merupakan alat untuk

menerima stimulus. Disamping itu juga harus ada ke susunan saraf pusat yaitu otak

sebagai pusat kesadaran sebagai alat untuk mengadakan respon yang diperlukan saraf

motorik. Ketiga, perhatian untuk menyadari sebagai suatu persiapan dalam rangka

mengadakan persepsi. Perhatian merupakan pemusatan atau konsentrasi dari seluruh

aktivitas individu yang ditujukan kepada sesuatu atau sekumpulan objek.

2.2 Alat kontrasepsi

2.2.1 Definisi

Kontrasepsi berasal dari kata kontra, berarti "mencegah" atau "melawan" dan

konsepsi yang berarti pertemuan antara sel telur yang matang dan sel sperma yang

mengakibatkan kehamilan. Jadi, kontrasepsi adalah menghindari terjadinya kehamilan

akibat pertemuan sel telur matang dengan sel sperma (BKKBN, 2005).

Kontrasepsi secara harfiah diartikan sebagai suatu alat atau metode yang

digunakan untuk mencegah terjadinya kehamilan (BKKBN, 2007). Menurut

Prawirohardjo (2002), kontrasepsi adalah upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan.

Upaya tersebut dapat bersifat sementara maupun permanen. Penggunaan alat

kontrasepsi merupakan salah satu variabel yang mempengaruhi fertilitas.

Program Keluarga Berencana merupakan usaha langsung yang untuk

mengurangi angka kelahiran, mengatur jarak kelahiran untuk meningkatkan

kesejahteraan ibu dan anak sehingga tercapai Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera

(18)

2.2.2 Manfaat Alat Kontrasepsi

Di bidang keluarga berencana, Garis-garis Besar Haluan Negara 1978

mengamanatkan bahwa tujuan program keluarga berencana adalah untuk

meningkatkan kesejahteraan Ibu dan anak dalam rangka mewujudkan keluarga

bahagia dengan mengendalikan kelahiran sekaligus dalam rangka menjamin

terkendalinya pertumbuhan penduduk Indonesia. Pelaksanaan keluarga

berencana diusahakan diperluas keseluruh wilayah dan lapisan masyarakat

termasuk daerah pemukiman baru. Penggunaan alat kontrasepsi dapat memberikan

beberapa manfaat yaitu dapat mengatur jarak kelahiran, menunda kelahiran serta

mencegah kehamilan (Hestiantoro, 2008).

2.2.3 Faktor-faktor dalam memilih alat kontrasepsi

Ada beberapa faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam memilih

kontrasepsi yaitu faktor pasangan, faktor kesehatan, dan faktor metode kontrasepsi.

Dalam faktor pasangan, harus mempertimbangkan dari segi umur, gaya hidup,

frekuensi senggama, dan jumlah anak yang diinginkan. Dalam faktor kesehatan,

mempertimbangkan status kesehatan, riwayat keluarga, dan pemeriksaan fisik.

Sedangkan dalam faktor alat kontrasepsi, harus mempertimbangkan efektivitas, efek

samping, komplikasi-komplikasi yang potensial, dan biaya (Hartanto, 2003).

2.2.4 Jenis alat kontrasepsi pada laki-laki

Menurut Manuaba (1998), jenis-jenis alat kontrasepsi yang dapat digunakan

(19)

Kondom merupakan salah satu metode pencegahan kehamilan pada suatu

kegiatan senggama dengan menggunakan alat berbentuk kantong tipis yang terbuat

dari bahan lateks (karet), pelastik (vinil) atau bahan alami, yang dikenakan pada alat

vital seorang pria. Cara kerja kondom adalah dengan menghalangi pertemuan antara

sperma dan sel telur dengan cara mengemas sperma di ujung selubung karet yang

dipasang pada penis sehingga sperma tersebut tidak dapat masuk ke dalam saluran

reproduksi wanita. Keuntungan penggunaan kondom yaitu dapat bertindak efektif

sebagai alat kontrasepsi, murah dan mudah didapatkan, tidak memerlukan pengawasan

medis, dapat mencegah PMS dan hepatitis B, serta sebagai penghambat orgasme bagi

pria yang mengalami kelemahan ejakulasi dini. Sedangkan kelemahan penggunaan

kondom yaitu sedikit sulit dalam pemakaiannya, dapat menyebabkan alergi terhadap

jeli spermisida pada beberapa wanita sehingga menimbulkan keputihan dan iritasi,

serta dapat mengganggu kenikmatan pada saat berhubungan seksual.

Vasektomi merupakan suatu tindakan penutupan, pemotongan, pengikatan atau

penyumbatan pada kedua saluran mani (testis) sebelah kiri dan kanan sehingga

menghambat produksi sperma. Menurut WHO (1994) vasektomi merupakan cara

sterilisasi pria dengan melakukan pemotongan vas deferens yang berguna untuk

menghalangi transport spermatozoa. Keuntungan vasektomi yaitu: tidak mengubah

kemampuan pria untuk orgasme dan angka kegagalan sangat sedikit yaitu 0,15%.

Sedangkan kelemahan vasektomi adalah kemungkinan komplikasi yang terjadi saat

pembedahan yang menyebabkan perdarahan, rasa nyeri dan infeksi ringan.

Senggama terputus (coitus ineruptus) merupakan metode KB tradisional

dimana pria mengeluarkan alat kelaminnya (penis) dari dalam vagina sebelum pria

(20)

tidak memiliki efek samping dan tidak menggunakan zat-zat kimiawi, dapat digunakan

setiap waktu, dan dapat digunakan sebagai pendukung metode KB lainnya. Sedangkan

kelemahan metode senggama terputus yaitu tingkat kehamilan tinggi (17-25 %), dan

kepuasan dalam hubungan seksual berkurang serta dapat menimbulkan tekanan

kejiwaan.

Pantang berkala yaitu metode KB yang mempertimbangkan masa subur wanita

yang berkaitan erat dengan siklus menstruasi. Prinsip pasangan adalah tidak

melakukan hubungan seksual pada saat masa subur istri. Keuntungan pantang berkala

adalah : hubungan seksual yang alami dan kepuasan seksual tidak terganggu.

Sedangkan kelemahan pantang berkala adalah : kegagalan tinggi bila siklus menstruasi

istri tidak teratur.

2.3 Persepi suami tentang penggunaan alat kontrasepsi pada laki-laki

Menurut Notoatmodjo (1993) pengetahuan merupakan domain yang sangat

penting untuk terbentuknya persepsi, sikap dan perilaku seseorang (over behaviour).

Persepsi, sikap dan perilaku yang didasari oleh kesadaran dan pengetahuan, akan

menghasilkan sebuah perilaku yang akan bertahan lama atau melekat pada individu

tersebut. Seseorang yang memiliki persepsi positif terhadap sesuatu, maka individu

tersebut juga akan berperilaku atau menunjukkan partisipasi yang lebih positif

terhadap hal tersebut

Pria atau suami, memiliki peran lebih dominan dalam mengambil keputusan

terhadap kesehatan reproduksi wanita. Namun, informasi yang benar tentang kesehatan

reproduksi bagi pria di Indonesia masih sangat kurang, terutama kurang tersedianya

(21)

Memasuki awal perkawinan, suami memiliki peran penting dalam menentukan

kelahiran anak. Dari perencanan keluarga yang meliputi penentuan jumlah anak, kapan

istri hamil, dimana istri akan melahirkan, ditolong oleh siapa dan sebagainya,

merupakan peran suami dalam menjaga kesehatan reproduksi. Ketika istri hamil, suami

bisa menjamin bahwa istri melakukan pemeriksaan yang baik dan teratur, memperoleh

makanan bergizi, merasa tenang dan bahagia.

Begitupun saat istri melahirkan, suami dapat memastikan persalinan yang aman oleh

tenaga kesehatan. Tidak cukup hanya itu, setelah bayi lahir, suami pun sangat berperan

penting mendorong istri untuk segera menyusui bayinya, menjamin tersedianya

makanan bergizi, membantu pekerjaan rumah tangga, membantu memelihara bayi dan

segera memilih metode kontrasepsi (BKKBN, 2004).

Namun, banyak sekali kendala yang dihadapi untuk mewujudkan partisipasi

suami dalam penggunaan alat kontrasepsi pada laki-laki. Rendahnya partisipasi pria

dalam program KB dan penggunaan alat kontrasepsi karena : 1) Kurangnya informasi

dan sosialisasi tentang perspektif laki-laki yang dapat digunakan untuk membantu

merancang program-program yang sesuai dan mengutamakan sasarannya adalah

perempuan, 2) Persepsi di masyarakat yang menganggap bahwa hanya wanita yang

menjadi sasaran untuk keberhasilan program KB, 3) Keterbatasan metode kontrasepsi

yang ada untuk laki-laki, 4) Sikap negatif dari para pembuat kebijakan dan provider

pelayanan terhadap laki-laki, 5) Kebijakan-kebijakan yang tidak mendukung, seperti

larangan terhadap iklan kondom yang menyebabkan terbatasnya informasi dan

aksesibilitas alat KB dan kesehatan reproduksi bagi pria, 6) Sumber daya yang

(22)

sesuai atau pelayanan yang berbeda untuk laki-laki, 7) Biaya yang mahal untuk

(23)

BAB 3

KERANGKA KONSEPTUAL

3.1 Kerangka Konsep

Keberhasilan Program Keluarga Berencana (KB) membutuhkan dukungan semua

pihak, bukan saja perempuan yang memiliki kaitan langsung melainkan juga laki-laki.

Angka partisipasi kaum pria dalam menyukseskan program KB masih sangat rendah,

jumlah pria yang menggunakan alat kontrasepsi hanya sekitar 2,7% saja (BKKBN,

2005).

Rendahnya partisipasi suami dalam program KB dipengaruhi oleh pengetahuan

dan sikap. Pengetahuan suami tentang pentingnya partisipasi suami dalam penggunaan

alat kontasepsi pada laki-laki dipengaruhi oleh keterbatasan informasi seputar jenis

metode KB pada laki-laki dan terbatasnya pelayanan kesehatan untuk pelayanan KB

pria. Rendahnya pengetahuan suami tersebut mempengaruhi persepsi suami tentang

penggunaan alat kontrasepsi pada laki-laki, karena salah satu yang menentukan

persepsi seseorang adalah pengetahuan yang ia miliki. Seseorang yang memiliki

pengetahuan baik tentang sesuatu akan memiliki persepsi yang lebih positif terhadap

(24)

Faktor yang mempengaruhi persepsi suami:

 Informasi

 Metode yang tersedia

 Pelayanan kesehatan

Persepsi suami

 Persepsi positif

 Persepsi negatif Penggunaan alat kontrasepsi pada

laki-laki:

 Kondom

 Vasektomi

Senggama terputus (coitus interuptus)

 Pantang berkala

Skema 1 : Kerangka Penelitian Persepsi Suami tentang Penggunaan Alat Kontrasepsi pada Laki-Laki di Lingkungan XIII Kelurahan Tegal Sari Mandala 3 Kecamatan Medan Denai

Keterangan :

: Variabel yang diteliti - - - : Variabel yang tidak diteliti

3.2 Definisi Operasional

Persepsi adalah pemahaman, pemikiran, pendapat dan pandangan seseorang

terhadap sesuatu setelah individu tersebut melihat atau mendengar suatu informasi

tentang objek tersebut.

Suami adalah seseorang yang telah menikah secara sah, baik yang menggunakan

(25)

Alat kontrasepsi pada laki-laki adalah suatu alat ataupun metode yang digunakan

oleh laki-laki untuk mengatur jarak kelahiran ataupun mencegah kehamilan, yang

terdiri dari beberapa alat atau metode yaitu kondom, vasektomi, senggama terputus

serta pantang berkala.

Jadi, dalam penelitian ini yang dimaksud dengan persepsi suami tentang

penggunaan alat kontrasepsi pada laki-laki yaitu suatu pemahaman, pendapat dan

pandangan suami yang tinggal di Lingkungan XIII Kelurahan Tegal Sari Mandala 3

(26)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Desain penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Desain ini digunakan

untuk mengidentifikasi persepsi suami tentang penggunaan alat kontrasepsi pada

laki-laki.

4.2 Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah semua suami yang bertempat tinggal di

Lingkungan XIII Kelurahan Tegal Sari Mandala 3 Kecamatan Medan Denai. Data

diperoleh dengan memisahkan suami atau keluarga yang berdomisili di Medan dan di

luar Medan. Jumlah suami di Lingkungan XIII Kelurahan Tegal Sari Mandala 3

Kecamatan yang bedomisili di Medan berjumlah 650 KK. (Kepling, 2009).

Pengambilan sampel dilakukan secara convinience purposive sampling yaitu

teknik pengambilan sampel yang kebetulan ada (accidental) namun disesuaikan

dengan kriteria yang telah ditetapkan oleh peneliti. Pengambilan sampel sebanyak 10%

dari jumlah populasi (Arikunto, 1998). Maka jumlah sampel dalam penelitian ini

sebanyak 65 orang. Kriteria inklusi sampel penelitian ini adalah semua suami baik

yang menggunakan atau tidak menggunakan metode atau alat kontrasepsi pada

(27)

4.3 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Lingkungan XIII Kelurahan Tegal Sari Mandala 3

Kecamatan Medan-Denai. Alasan peneliti memilih tempat ini karena Kecamatan

Medan Denai merupakan tempat yang memiliki PUS terbanyak dan belum terjangkau

KB (Kesumaningtyas, 2008). Peneliti memilih Kelurahan Tegal Sari Mandala 3 karena

berdasarkan wawancara peneliti kepada Camat Medan Denai, di kelurahan ini terdapat

PUS terbanyak dan Lingkungan XIII sebagai lingkungan yang memiliki KK terbanyak

di kelurahan tersebut. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Juni sampai Juli 2009

4.4 Pertimbangan Etik

Penelitian ini akan dilakukan setelah peneliti dinyatakan lulus seminar proposal

dan mendapatkan surat persetujuan dari Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas

Kedokteran USU, selanjutnya mengirim surat tersebut ke Kelurahan Tegal Sari

Mandala 3. Peneliti akan mulai melakukan penelitian setelah mendapatkan persetujuan

dari Kepala Kelurahan Tegal Sari Mandala 3.

Setelah peneliti mendapatkan izin dari Kepala Kelurahan Tegal Sari Mandala 3

untuk meneliti, maka peneliti akan menjelaskan tentang maksud, tujuan, dan prosedur

penelitian kepada responden yang telah dipilih. Kemudian peneliti menanyakan

kesediaan responden untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. Jika responden bersedia

untuk berpartisipasi dalam penelitian ini, maka peneliti akan memberikan surat

persetujuan (Informed Consent) untuk ditandatangani. Di dalam informed consent

dijelaskan tujuan penelitian yang akan dilakukan. Tetapi apabila responden menolak

untuk berpartisipasi dalam penelitian ini, maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap

(28)

Peneliti memberikan kuesioner kepada responden yang telah menandatangani

surat persetujuan. Untuk menjaga kerahasiaan identitas responden, maka peneliti tidak

mencantumkan nama lengkap pada kuesioner yang diberikan tetapi hanya menuliskan

kode kuesioner. Kerahasiaan informasi dan identitas responden dijamin oleh peneliti

dan hanya kelompok data yang diperlukan saja yang dilaporkan sebagai hasil

penelitian.

Selama proses pengambilan data, tidak menimbulkan tekanan psikologis pada

responden yang diteliti, sehingga tidak menimbulkan efek yang merugikan terhadap

responden.

4.5 Instrumen Penelitian

Untuk memperoleh informasi dari responden, peneliti menggunakan alat

pengumpul data berupa kuesioner yang dimodifikasi oleh peneliti dengan berpedoman

pada konsep dan tinjauan pustaka. Kuesioner penelitian ini terdiri dari dua bagian yaitu

data demografi dan persepsi suami tentang penggunaan alat kontrasepsi pada laki-laki.

Data demografi responden meliputi kode (diisi oleh peneliti), metode KB yang

digunakan, usia, lama menikah, jumlah anak, metode KB yang digunakan serta

pendidikan terakhir. Sedangkan kuesioner persepsi suami tentang penggunaan alat

kontrasepsi pada laki-laki terdiri dari pemahaman tentang definisi dan manfaat alat

kontrasepsi pada laki-laki (pernyataan nomor 1 dan 2), jenis metode dan alat

kontrasepsi pada laki-laki (pernyataan nomor 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15),

dan persepsi suami terhadap penggunaan alat kontrasepsi pada laki-laki (pernyataan

nomor 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28). Skala yang digunakan dalam

(29)

jawaban terhadap tiap-tiap item (Mardalis, 1995), yaitu skor untuk pernyataan positif

adalah sangat setuju (SS) = 4, setuju (S) = 3, tidak tahu (TT) = 0, tidak setuju (TS) = 2,

sangat tidak setuju (STS) = 1, sedangkan skor untuk pernyataan negatif adalah sangat

tidak setuju (STS) = 4, tidak setuju (TS) = 3, tidak tahu (TT) = 0, setuju (S) = 2, dan

sangat setuju (SS) = 1. Pernyataan positif terdapat pada nomor 1, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 11,

13, 14, 19, dan 20, 23, 24, 26, 28. Sedangkan pernyataan negatif terdapat pada

pernyataan nomor 2, 10, 12, 15, 16, 17, 18, 21, 22, 25, 27.

4.6 Validitas dan Reabilitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau

kesahihan sesuatu instrumen. Suatu instrumen yang valid atau sahih mempunyai

validitas tinggi (Arikunto, 1998). Jenis validitas yang akan diukur adalah validitas isi

yaitu suatu keputusan tentang bagaimana instrumen dengan baik mewakili

karakteristik yang dikaji. Keputusan-keputusan biasanya didasarkan pada riset

sebelumnya dalam bidang dan pendapat-pendapat ahli (Brockopp & Tolsma, 1999).

Reliabilitas adalah adanya suatu kesamaan hasil apabila pengukuran

dilaksanakan oleh orang yang berbeda ataupun waktu yang berbeda. Uji reliabilitas

akan dilakukan dengan cara mencobakan instrumen sekali saja (Setiadi, 2007). Untuk

menganalisisnya, digunakan dengan menggunakan Cronbach Alpha. Tes Cronbach

Alpha yang menunjukkan suatu konstruk atau variabel dikatakan reliabel jika

memberikan nilai Cronbach Alpha >0,60 (Ghozali, 2005 & Kuncoro, 2003 yang

(30)

Uji reliabilitas akan dilakukan kepada suami yang telah mempunyai anak lebih

dari 2 orang di sekitar lingkungan tempat tinggal peneliti. Uji reabilitas dilakukan

kepada 15 orang (Arikunto, 1998)

4.7 Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan langkah-langkah

sebagai berikut :

a. Setelah mendapat rekomendasi dari bagian pendidikan Program Studi Ilmu

Keperawatan Fakultas Kedokteran USU, kemudian mengajukan permohonan izin

pelaksanaan penelitian kepada Kepala Kelurahan Tegal Sari Mandala 3.

b. Menjelaskan tujuan penelitian kepada responden dan meminta kesediaannya

menjadi responden penelitian ini.

c. Bila responden bersedia untuk menjadi responden penelitian, kemudian peneliti

mengajukan surat persetujuan responden (informed consent) untuk

ditandatangani. Bila responden tidak bersedia menandatangani, responden dapat

memberi persetujuan secara lisan.

d. Menjelaskan cara pengisian kuesioner kepada responden dan mengingatkan untuk

mengisi semua pernyataan secara teliti dan cermat.

e. Setelah diisi, kuesioner dikumpulkan kembali oleh peneliti dan diperiksa

kelengkapannya.

4.8 Analisa Data

Data yang telah terkumpul, akan diolah dan ditabulasi dengan langkah-langkah

(31)

a. Editing, yaitu memeriksa kuesioner yang telah terkumpul kembali apakah semua

pertanyaan telah diisi oleh responden sesuai dengan petunjuk.

b. Coding, yaitu memberi kode atau angka tertentu pada kuesioner untuk

mempermudah sewaktu mengadakan tabulasi dan analisa data.

c. Analyze, yaitu menganalisa data yang telah terkumpul dengan menentukan kriteria

jawaban responden

Menurut rumus statistika Sudjana (1992), untuk menentukan panjang kelas, dapat

digunakan rumus

rentang kelas tertinggi – rentang kelas terendah P =

Banyak kelas

112

Maka P = = 2 56

d. Selanjutnya dimasukkan ke dalam standar kriteria objektif yaitu :

Persepsi positif : 56-112

Persepsi negatif : 0-55

e. Hasil analisa data baik data demografi maupun kuesioner akan disajikan dalam

(32)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

Pada bab ini akan diuraikan hasil penelitian dan pembahasan mengenai persepsi

suami tentang penggunaan alat kontrasepsi pada laki-laki yang telah dilaksanakan pada

tanggal 10-15 Juni 2009 di Lingkungan XIII Kelurahan Tegal Sari Mandala 3

Kecamatan Medan Denai dengan jumlah responden sebanyak 65 orang.

5.1.1 Karakteristik Responden

Dari penelitian yang telah dilakukan, didapatkan hasil tentang karakteristik

responden yaitu mayoritas berusia 46-51 tahun (26,2%) dan berusia 34-39 tahun

(18,5%). Adapun usia responden yang paling muda adalah 22 tahun dan usia yang

paling tua adalah 63 tahun serta rata-rata berusia 44 tahun. Sebagian besar responden

telah menikah selama 11-20 tahun sebanyak 26 orang (40%) dengan lama menikah

rata-rata selama 17 tahun. Jumlah anak responden yang terbanyak berjumlah antara 0-3

orang sebanyak 40 orang responden (61,5%) dan responden yang tidak memiliki anak

sebanyak 2 orang jumlah anak terbanyak adalah 7 orang. Sebanyak 54 orang

responden tidak menggunakan alat kontrasepsi pada laki-laki (83,1%), menggunakan

kondom sebanyak 9 orang (13,8%), senggama terputus sebanyak 2 orang (3,1) serta

tidak ada responden yang melakukan vasektomi dan menggunakan metode pantang

berkala. Responden yang berpendidikan Perguruan tinggi sebanyak 7 orang (10,8%),

SMU berjumlah 33 orang (50,8%), SMP berjumlah 11 orang (16,9%), SD berjumlah

12 orang (18,5%) dan yang tidak sekolah sebanyak 2 orang (3,1%).

(33)

No Karakteristik Responden Frekuensi Persentase

4. Metode KB yang digunakan Tidak ada

5.1.2 Persepsi Suami tentang Penggunaan Alat Kontrasepsi pada Laki-Laki di

Lingkungan XIII Kelurahan Tegal Sari Mandala 3 Kecamatan Medan

Denai

Tabel 2 menunjukkan bahwa 46 orang (70,8%) responden setuju bahwa alat

kontrasepsi pada laki-laki merupakan suatu metode atau alat yang dapat digunakan

(34)

bahwa alat kontrasepsi pada laki-laki tidak dapat/tidak efektif digunakan untuk

mencegah kehamilan.

Dari tabel 2, dapat juga disimpulkan bahwa jumlah responden yang memiliki

persepsi positif terhadap definisi dan manfaat alat kontrasepsi pada laki-laki sebanyak

56 orang (86,2%) dan yang memiliki persepsi negatif sebanyak 9 orang (13,8%).

Tabel 2 Distribusi frekuensi dan persentasi persepsi suami terhadap definisi dan manfaat alat kontrasepsi pada laki-laki (n = 65)

No Persepsi suami terhadap definisi dan manfaat alat kontrasepsi pada laki-laki

SS

Alat kontrasepsi pada laki-laki dapat digunakan untuk mengatur jarak kelahiran

Alat kontrasepsi pada laki-laki tidak dapat/tidak efektif mencegah kehamilan

No Karakteristik Frekuensi Persentasi

1. Persepsi suami terhadap definisi dan manfaat alat kontrasepsi pada laki-laki

 Persepsi positif  Persepsi negatif

56 9

86,2 13,8

Dari tabel 3 dapat dilihat bahwa sebagian besar responden 59 orang (90,8%)

mengetahui jenis metode atau alat kontrasepsi pada laki-laki yaitu kondom, vasektomi,

senggama terputus ataupun pantang berkala. Sekitar 40 orang (61,5%) responden

setuju bahwa kondom dapat digunakan untuk mencegah terjadinya penularan penyakit

menular, dan 45 orang (69,2%) responden setuju bahwa kondom merupakan alat

(35)

(alat kelamin wanita) saat melakukan hubungan seksual, sebanyak 47 orang (72,3%)

responden setuju bahwa kondom merupakan alat kontrasepsi yang paling praktis,

mudah diperoleh tanpa harus konsultasi ke dokter, serta 41 orang (63%) responden

setuju bahwa kondom dapat mengganggu kepuasan dalam melakukan hubungan

seksual dan rumit dalam pemakaiannya.

Sebanyak 46 orang responden (70,8%) tidak tahu bahwa vasektomi merupakan

metode kontrasepsi yang dapat menimbulkan rasa sakit dan perdarahan setelah operasi,

dan 47 orang (72,3%) responden juga tidak tahu bahwa vasektomi tidak akan

mengubah kemampuan untuk orgasme.

Sekitar24 orang (36,9%) responden tidak setuju bahwa senggama terputus tidak

akan mengganggu kepuasan dalam melakukan hubungan seksual, namun 22 orang

(33,8%) responden setuju dengan pernyataan tersebut. Sekitar 33 orang (50,8%)

responden setuju bahwa senggama terputus sangat praktis dilakukan karena dapat

dilakukan kapan saja tanpa efek samping.

Sebanyak 32 orang (49,2%) responden tidak setuju bahwa pantang berkala

merupakan suatu metode yang tidak membutuhkan kerjasama dengan isteri, dan 30

orang (46,1%) responden setuju bahwa dalam pantang berkala sama sekali tidak akan

mengganggu kepuasan dalam hubungan seksual tetapi 25 orang (38,5%) responden

tidak setuju dengan pernyataan tersebut. Sekitar 47 orang (72,3%) responden setuju

bahwa dengan metode pantang berkala maka kemungkinan terjadinya kehamilan

sangat kecil, serta 35 orang (53,8%) responden tidak setuju bahwa dengan metode

pantang berkala, maka hubungan seksual sebaiknya dilakukan saat istri dalam masa

(36)

Dari tabel 3, dapat juga disimpulkan bahwa jumlah responden yang memiliki

persepsi positif terhadap jenis metode dan alat kontrasepsi pada laki-laki sebanyak 55

orang (84,6%) dan yang memiliki persepsi negatif sebanyak 10 orang (15,4%).

Tabel 3 Distribusi frekuensi dan persentasi suami terhadap jenis metode dan alat kontrasepsi pada laki-laki

No Persepsi suami tentang jenis metode dan alat kontrasepsi

pada laki-laki

Jenis alat kontrasepsi pada laki-laki a.l: kondom, vasektomi, senggama terputus, atau pantang berkala.

Kondom dapatmencegah terjadinya penularan penyakit menular

Kondom dapat mencegah masuknya sperma ke dalam vagina saat melakukan hubungan seksual

Kondom yang paling praktis dan mudah didapatkan tanpa harus konsultasi ke dokter

Kondom dapat mengganggu kepuasan hubungan seksual dan repot pemakaiannya

Vasektomi menimbulkan rasa sakit dan perdarahan setelah operasi

Vasektomi tidak akan mengubah kemampuan untuk orgasme

Senggama terputus tidak mengganggu kepuasan hubungan seksual

Senggama terputus sangat praktis dan tidak memiliki

(37)

10.

11.

12.

13.

efek samping

Pantang berkala tidak membutuhkan kerjasama dengan istri

Pantang berkala sama sekali tidak mengganggu kepuasan hubungan seksual

Dengan metode pantang berkala, kemungkinan terjadinya kehamilan sangat kecil

pantang berkala sebaiknya hubungan seksual dilakukan pada saat masa subur istri ( ± 1 minggu setelah isteri

No Karakteristik Frekuensi Persentasi

1. Persepsi terhadap jenis metode dan alat kontrasepsi pada laki-laki

Persepsi positif Persepsi negatif

55 10

84,6 15,4

Dari tabel 4 dapat dilihat bahwa 33 orang (50,8%) responden tidak setuju dengan

pernyataan bahwa tidak diperlukan partisipasi suami dalam penggunaan alat

kontrasepsi pada laki-laki, dan 40 orang (61,5%) responden tidak merasa malu untuk

menggunakan alat kontrasepsi pada laki-laki, dan 48 orang (73,9%) responden tidak

setuju dengan pernyataan bahwa tidak ada manfaat partisipasi suami dalam

penggunaan alat kontrasepsi, serta 46 orang (70,7%) responden setuju bahwa jika

menggunakan alat kontrasepsi pada laki-laki akan mengganggu kepuasan dalam

hubungan seksual. Sekitar 48 orang (73,8%) responden setuju bahwa partisipasi suami

(38)

responden, sebanyak 33 orang (50,8%) responden setuju jika yang menggunakan alat

kontrasepsi adalah istri namun sekitar 25 orang (38,5%) responden tidak setuju jika

istri yang menggunakan alat kontrasepsi.

Menurut hasil penelitian, 30 orang (46,2%) responden tidak setuju bahwa

penggunaan alat kontrasepsi pada laki-laki akan memberikan lebih banyak kerugian

daripada keuntungan, namun sekitar 25 orang (38,5%) responden setuju dengan

pernyataan tersebut. Sekitar 31 orang (47,7%) responden mau menggunakan alat

kontrasepsi pada laki-laki namun 29 orang (44,6%) responden tidak mau menggunakan

alat kontrasepsi pada laki-laki. Namun, 47 orang (72,3%) responden setuju jika suami

menggunakan alat kontrasepsi dan 46 orang (70,8%) responden mengetahui

pentingnya partisipasi suami dalam penggunaan alat kontrasepsi serta 40 orang

(61,5%) responden setuju bahwasannya penting sekali jika suami menggunakan alat

kontrasepsi pada laki-laki. Sekitar 39 orang (60%) responden tidak setuju bahwa

karena terbatasnya alat dan metode kontrasepsi pada laki-laki yang membuat mereka

tidak menggunakan alat kontrasepsi pada laki-laki. Sebanyak 56 orang (86,2%)

responden setuju bahwa suami dapat membantu mewujudkan kesejahteraan ibu dan

anak melalui penggunaan alat kontrasepsi pada laki-laki.

Berdasarkan tabel 4, dapat disimpulkan bahwa jumlah responden yang memiliki

persepsi positif terhadap penggunaan alat kontrasepsi pada laki-laki sebanyak 64 orang

(98,5%) dan yang memiliki persepsi negatif sebanyak 1 orang (1,5%).

Tabel 4 Distribusi frekuensi dan persentasi persepsi suami tentang penggunaan

alat kontrasepsi pada laki-laki

No Persepsi suami tentang penggunaan alat kontrasepsi pada laki-laki

SS N (%)

S N (%)

TT N (%)

TS N (%)

(39)

1.

Tidak diperlukan partisipasi suami dalam penggunaan alat kontrasepsi

Saya merasa malu untuk menggunakan alat

kontrasepsi untuk laki-laki

Saya merasa tidak ada gunanya suami berpartisipasi dalam penggunaan alat kontrasepsi

Jika saya menggunakan alat kontrasepsi, akan

mengganggu kepuasan dalam hubungan seksual

Menurut saya, partisipasi suami menggunakan alat kontrasepsi dapat menjaga kesehatan reproduksi saya dan istri saya serta

mewujudkan Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera

Menurut saya, yang perlu menggunakan alat kontrasepsi adalah perempuan/isteri.

Penggunaan alat

kontrasepsi pada laki-laki akan memberikan lebih banyak kerugian daripada keuntungan

Saya mau menggunakan alat kontrasepsi pada laki-laki

Saya setuju jika suami menggunakan alat kontrasepsi pada laki-laki

Saya tidak tahu tentang pentingnya partisipasi suami dalam penggunaan alat kontrasepsi pada

(40)

11.

12.

13.

Penting sekali jika suami menggunakan alat kontrasepsi pada laki-laki

Terbatasnya metode dan alat kontrasepsi pada laki-laki membuat saya tidak menggunakan alat kontrasepsi pada laki-laki

Suami dapat membantu mewujudkan kesejahteraan ibu dan anak melalui penggunaan alat

kontrasepsi pada laki-laki

7

No Karakteristik Frekuensi Persentasi

1. Persepsi suami tentang

penggunaan alat kontrasepsi pada laki-laki

 Persepsi positif

 Persepsi negatif

64 1

98,5 1,5

Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa persepsi suami tentang penggunaan

alat kontrasepsi pada laki-laki di Lingkungan XIII Kelurahan Tegal Sari Mandala 3

Kecamatan Medan Denai adalah 63 orang (96,9%) memilki persepsi positif dan 2

orang (3,1%) memilki persepsi negatif (Tabel 5).

(41)

No Kategori Frekuensi Persentasi 1.

2.

Persepsi positif Persepsi negatif

63 2

96,9 3,1

5.2 Pembahasan

Desain deskriptif digunakan dalam penelitian ini dengan tujuan untuk

mengidentifikasi persepsi suami tentang penggunaan alat kontrasepsi pada laki-laki di

Lingkungan XIII Kelurahan Tegal Sari Mandala 3 Kecamatan Medan Denai, dengan

jumlah sampel sebanyak 65 orang.

Dari hasil penelitian, mayoritas responden tidak menggunakan alat kontrasepsi

dan sebagian lagi menggunakan kondom dan senggama terputus. Tidak ada responden

yang menggunakan metode pantang berkala dan vasektomi. Peneliti mengansumsikan

hal ini karena pemakaian kondom yang sangat praktis, mudah diperoleh tanpa harus

konsultasi ke dokter, senggama terputus merupakan metode yang praktis juga karena

dapat melakukan hubungan seksual kapan saja, hanya saja dapat mengganggu

kepuasan hubungan seksual. Sementara responden tidak ada yang melakukan metode

vasektomi dan pantang berkala karena vasektomi merupakan metode yang menakutkan

bagi masyarakat akibat kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai metode ini.

Metode pantang berkala merupakan metode yang sulit dilakukan bagi suami dengan

istri yang memiliki siklus menstruasi tidak teratur dan resiko kegagalannya sangat

tinggi

Persepsi merupakan proses diterimanya rangsang melalui panca indra yang

didahului oleh perhatian tentang hal yang diamati. Persepsi positif suami tentang

(42)

dalam penggunaan alat kontrasepsi pada laki-laki akan berpengaruh dalam membantu

mewujudkan Program Keluarga Berencana yaitu untuk mengurangi angka kelahiran,

mengatur jarak kelahiran untuk meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak sehingga

tercapai Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera (BKKBN, 2004).

Pada penelitian ini, persepsi suami tentang penggunaan alat kontrasepsi pada

laki-laki dinilai dalam tiga aspek yaitu persepsi suami terhadap definisi dan manfaat

alat kontrasepsi pada laki-laki, jenis metode dan alat kontrasepsi laki-laki, serta

persepsi suami tentang penggunaan alat kontrasepsi pada laki-laki. Berdasarkan hasil

penelitian diketahui bahwa persepsi suami terhadap definisi dan manfaat alat

kontrasepsi pada laki-laki adalah positif dengan nilai 86,2%, responden juga memiliki

persepsi positif terhadap jenis metode dan alat kontrasepsi pada laki-laki (84,6%) serta

persepsi positif tentang penggunaan alat kontrasepsi pada laki-laki (98,5%).

Dari hasil penelitian diperoleh hasil bahwa 56 orang (86,2%) responden

memiliki persepsi positif terhadap definisi dan manfaat alat kontrasepsi pada

laki-laki-laki. Peneliti mengansumsikan bahwa hal ini terkait dengan latar belakang dari

responden yang mayoritas adalah lulusan SMU (50,8%) dan 10,8% responden adalah

lulusan Perguruan Tinggi, yang telah mendapatkan materi tentang kontrasepsi secara

umum dan pentingnya partisipasi suami dan istri dalam mewujudkan program KB dan

dari data yang diperoleh, bahwa 48 orang (73,9%) responden menyatakan bahwa

mereka tahu tentang pentingnya partisipasi suami dalam penggunaan alat kontrasepsi

pada laki-laki Menurut Neufeldt (1996) persepsi adalah pemahaman, pengetahuan, dan

lain-lain, yang diperoleh dengan merasakan atau mengobservasi ide, konsep, kesan,

dan lain-lain. Menurut (Rahmat, 1992 dalam Jurnal Keperawatan Rufaidah, 2005)

(43)

dengan penelitian (Joomla, 2009), bahwa seseorang yang belum pernah memperoleh

informasi tentang sesuatu objek, akan memiliki persepsi yang lebih buruk daripada

individu yang telah memperoleh informasi sebelumnya. Jadi, tingkat pendidikan akan

mempengaruhi pengetahuan seseorang, dan pengetahuan akan mempengaruhi persepsi.

Namun, terdapat 19 orang (13, 8%) responden yang memiliki persepsi negatif terhadap

definisi dan manfaat alat kontrasepsi pada laki-laki. Peneliti berasumsi bahwa dari 65

orang responden, terdapat 16,9% berpendidikan SMP, 18,5% SD, dan 3,1 % tidak

sekolah. Hal ini menunjukkan bahwa seseorang yang berpendidikan SMU dan

Perguruan Tinggi akan lebih mudah dalam menerima dan memahami informasi yang

diterimanya.

Sebanyak 55 orang (84,6%) responden memiliki persepsi positif terhadap jenis

metode dan alat kontrasepsi pada laki-laki. Peneliti mengansumsikan hal ini juga

berhubungan dengan latar belakang pendidikan yang >50% berpendidikan SMU dan

Perguruan Tinggi, karena mereka akan lebih mudah dalam menerima dan memahami

informasi yang diterima. Namun 10 orang (15,4%) responden yang berpersespi negatif

juga terkait dengan latar pendidikannya serta terbatasnya informasi yang diperoleh

masyarakat mengenai pentingnya keterlibatan suami dalam penggunaan alat

kontrasepsi.

Dari hasil penelitian juga diperoleh hasil bahwa terdapat 33 orang (50,8%)

responden yang tidak setuju dengan pernyataan yang terdapat dalam instrumen

penelitian yang menyatakan bahwa tidak diperlukan partisipasi suami dalam

penggunaan alat kontrasepsi pada laki-laki. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar

responden setuju bahwa diperlukan partisipasi suami dalam penggunaan alat

(44)

suami dalam penggunaan alat kontrasepsi pada laki-laki karena akan dapat juga

membantu menjaga kesehatan reproduksi istri dan suami tersebut serta untuk

mewujudkan Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera (93,8%) Peneliti mengansumsikan hal

ini juga terkait dengan latar belakang pendidikan responden. Namun sebanyak 21

orang (32,3%) responden setuju bahwa tidak diperlukan partisipasi suami dalam

penggunaan alat kontrasepsi pada laki-laki. Selain dengan latar belakang pendidikan

yang tidak seluruhnya SMU dan perguruan tinggi, hal ini juga terkait dengan hasil

83,1% responden tidak menggunakan alat kontrasepsi pada laki-laki, serta latar

belakang budaya yang beranggapan bahwa memiliki anak dalam jumlah yang banyak

adalah sebuah rezeki yang harus disyukuri dan tidak ada leluhur mereka yang meyakini

bahwa perlu membatasi jumlah anak, serta pandangan agama yang tidak melarang

seseorang untuk memiliki anak dan tidak membatasi hal tersebut.

Sebanyak 18 orang (27,8%) responden menyatakan setuju bahwa mereka

merasa malu jika menggunakan alat kontrasepsi pada laki-laki. Hal ini terbukti dari

data yang diperoleh, bahwa 54 orang (83,1%) responden tidak menggunakan alat

kontrasepsi pada laki-laki Selain dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, peneliti juga

mengansumsikan hal ini terjadi karena masih kurangnya pemberian informasi kepada

masyarakat tentang alat kontrasepsi pada laki-laki dan pentingnya partisipasi suami

dalam penggunaan alat kontrasepsi pada laki-laki untuk mewujudkan keberhasilan

program KB, masyarakat juga masih merasa tabu jika suami menggunakan alat

kontrasepsi terkait dengan tradisi dan persepsi masyarakat bahwa yang menggunakan

alat kontrasepsi hanya wanita.. Hal ini sesuai dengan keterangan (BKKBN, 2004) yang

menyatakan bahwa penyebab masih rendahnya partisipasi suami dalam penggunaan

(45)

masyarakat mengenai hal tersebut dan sasaran utama dari KB dan pelayanan kesehatan

tentang kontrasepsi adalah perempuan, serta persepsi di masyarakat yang menganggap

bahwa hanya wanita yang menjadi sasaran untuk keberhasilan program KB, serta

perndapat dari (Siswono, 2005) yang menyatakan rendahnya partisipasi suami dalam

KB karena terbatasnya alat kontrasepsi bagi laki-laki dan persepsi masyarakat bahwa

yang menggunakan alat kontrasepsi hanyalah wanita. Namun, ada 40 orang (61,5%)

responden tidak merasa malu jika menggunakan alat kontrasepsi pada laki-laki. Hal ini

mungkin terjadi terkait dengan latar belakang pendidikan dan penerimaan informasi

baik melalui televisi, media cetak, radio, dll. Individu yang berpendidkan SMU dan

Perguruan Tinggi, mungkin akan lebih baik dalam hal penerimaan dan penyerapan

informasi yang diterimanya.

Sebanyak 48 orang (73,9%) responden tidak setuju dengan pernyataan yang

menyatakan bahwa tidak ada gunanya suami berpartisipasi dalam penggunaan alat

kontrasepsi. Hal ini terkait dengan pernyataan penelitian sebelumnya mengenai

pentingnya partisipasi suami dalam penggunaan alat kontrasepsi pada laki-laki.

Mayoritas responden setuju bahwa sangat diperlukan partisipasi suami dalam KB dan

sebagian besar responden tidak merasa malu menggunakan alat kontrasepsi pada

laki-laki. Hal ini juga didukung oleh hasil penelitian yang diperoleh, bahwa 33 orang

(50,1%) responden yang setuju untuk menggunakan alat kontrasepsi pada laki-laki,

namun diperoleh data 9 orang (13,8%) responden menggunakan kondom dan 2 orang

(3,1%) responden menggunakan metode senggama terputus. Sedikitnya responden

yang telah menggunakan metode atau alat kontrasepsi pada laki- laki dapat juga

disebabkan oleh faktor istri yang telah menggunakan alat kontrasepsi, kurang

(46)

penggunaan alat kontrasepsi bagi laki-laki yang bertentangan dengan pandangan

budaya dan agama. Selain itu, diperoleh hasil yang menyatakan bahwa 36 orang

(55,4%) responden setuju jika istri saja yang menggunakan alat kontrasepsi.

Sebanyak 31 orang (47,7%) responden tidak mau menggunakan alat

kontrasepsi pada laki-laki, hal ini sesuai dengan sedikitnya jumlah responden yang

telah menggunakan metode ataupun alat kontrasepsi pada laki-laki, 25 orang (38,55)

responden yang setuju bahwa alat kontrasepsi pada laki-laki akan memberikan lebih

banyak kerugian daripada keuntungan, 11 orang (16,9) responden tidak tahu tentang

pentingnya partisipasi suami dalam penggunaan alat kontrasepsi pada laki-laki dan 51

orang (78,4%) responden yang menyatakan bahwa penggunaan alat kontrasepsi pada

laki-laki akan mengganggu kepuasan dalam hubungan seksual Peneliti

mengansumsikan hal ini terkait dengan hubungan pengetahuan, persepsi dan sikap.

Seseorang yang memiliki pengetahuan baik, akan memiliki persepsi dan sikap yang

baik pula. Hal ini juga sesuai dengan penelitian (Hariastuti, 2008) yang menyatakan

bahwa masalah dan tantangan program KB adalah rendahnya partisipasi suami dalam

KB di Jawa Timur, dengan jumlah suami yang menggunakan kondom 1,3%, vasektomi

0,2%, senggama terputus 2,2%, dan pantang berkala 1,5%.

Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa 63 orang (96,9%) responden

memiliki persepsi positif dan 2 orang (3,1%) responden memiliki persepsi negatif

tentang penggunaan alat kontrasepsi pada laki-laki. Namun, hal ini berbanding terbalik

dengan jumlah responden yang menggunakan alat kontrasepsi pada laki-laki. Hal ini

sesuai dengan (BKKBN, 2004) bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi

suami tentang penggunaan alat kontrasepsi pada laki-laki adalah informasi dan

(47)

alat kontrasepsi pada laki-laki, persepsi di masyarakat bahwa wanita yang harus

menggunakan alat kontrasepsi, keterbatasan pelayanan kesehatan untuk kontrasepsi

pada laki-laki serta sikap negatif dari pembuat kebijakan. Jadi, persepsi suami tentang

penggunaan alat kontrasepsi pada laki-laki tidak dipengruhi oleh pengalaman suami

yang pernah menggunakan alat kontrasepsi pada laki-laki. Namun, dalam pemilihan

sampel seharusnya harus lebih proporsional jumlah responden yang menggunakan

masing-masing alat kontrasepsi pada laki-laki agar lebih mewakili dan dapat dilihat

apakah ada juga hubungan pengalaman pemakaian alat kontrasepsi pada laki-laki

(48)

BAB 6

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada BAB 5, menunjukkan

bahwa 86,2% responden memiliki persepsi positif terhadap definisi dan manfaat alat

kontrasepsi pada laki-laki, dan 84,6% responden memiliki persepsi positif terhadap

jenis metode dan alat kontrasepsi pada laki-laki, serta 98,5% responden memiliki

persepsi positif tentang penggunaan alat kontrasepsi pada laki-laki. Secara keseluruhan

dapat disimpulkan bahwa persepsi suami tentang penggunaan alat kontrasepsi pada

laki-laki di Lingkungan XIII Kelurahan Tegal Sari Mandala 3 Kecamatan Medan

Denai adalah positif (96,9%).

6.2 Rekomendasi

a. Untuk Praktek Keperawatan

Dari hasil penelitian, diperoleh hasil bahwa 96,9% responden memiliki

persepsi positif tentang penggunaan alat kontrasepsi pada laki-laki. Hal ini merupakan

awal yang baik untuk pembentukan sikap yang positif juga untuk mewujudkan

partisipasi suami dalam penggunaan alat kontrasepsi pada laki-laki. Sangat diperlukan

pemberian informasi berupa penyuluhan ataupun konseling mengenai alat kontrasepsi

pada laki-laki untuk lebih meningkatkan partisipasi suami. Namun78,4% responden

menyatakan bahwa penggunaan alat kontrasepsi akan mengganggu kepuasan dalam

hubungan seksual, sehingga hal ini dapat memberikan kesempatan kepada praktik

keperawatan agar memberikan penjelasan tentang konsep kepuasan seksual karena hal

(49)

b. Untuk penelitian selanjutnya

Penelitian ini hanya dilakukan pada 65 orang suami di Lingkungan XIII

Kelurahan Tegal Sari Mandala 3 Kecamatan Medan Denai, sehingga penelitian ini

tidak dapat mewakili persepsi suami yang berada di kota Medan. Oleh karena itu,

sebaiknya pada penelitian selanjutnya diteliti bagaimana persepsi suami tentang

penggunaan alat kontrasepsi pada laki-laki dengan jumlah sampel yang lebih

representatif untuk populasi di kota Medan.

Pada penelitian selanjutnya juga sebaiknya diteliti faktor-faktor yang

mempengaruhi persepsi suami tentang penggunaan alat kontrasepsi pada laki-laki dan

hubungan antara karakteristik responden dan faktor yang mempengaruhi persepsi

suami tentang penggunaan alat kontrasepsi oada laki-laki

c. Untuk Perawat Maternitas

Perawat maternitas perlu memberikan informasi kepada suami tentang alat

kontrasepsi pada laki-laki dan pentingnya partisipasi suami dalam penggunaan alat

kontrasepsi pada laki-laki untuk meningkatkan pengetahuan dan persepsi suami

(50)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (1998). Prosedur Penelitian: suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta

Bandar, S. (2000). Peran Pria dalam KB Nasional. Jakarta: BKKBN.

BKKBN. (1989). Pengayoman Medis Keluarga Berencana. Dibuka pada http://www.bkkbn.bkkbn.go.id/pengayoman+medis+KB&hl=id&ct=clnk& cd=4&gl=i

BKKBN. (1991). Materi Pelajaran Metode Kontrasepsi Efektif Terpilih. Dibuka pada http://prov.bkkbn.go.id/banten/print.php?tid=2&rid=34

BKKBN. (1997). 25 tahun Gerakan KB. Dibuka pada

http://pustaka.bkkbn.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=109 &Itemid=9

BKKBN. (1998). Opini Pembangunan Keluarga Sejahtera. Dibuka pada http://prov.bkkbn.go.id/bali/print.php?tid=2&rid=1

BKKBN. (2004). Partisipasi Pria dalam Program KB masih rendah. Dibuka pada

http://www.bkkbn.go.id/Webs/DetailRubrik.aspx?MyID=2282

BKKBN. (2005). Kontrasepsi Baru Pria. Dibuka pada

http://prov.bkkbn.go.id/gemapria/article-detail.php?artid=70

BKKBN. (2007). Kebijakan Program Pokok dan Kegiatan Bidang Pelayanan Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi. Dibuka pada

http://www.bkkbn.go.id/Webs/DetailRubrik.aspx?MyID=2282

Brockopp, Dorothy Young & Marie T. Hasting – Tolsma. (1999). Dasar-dasar Riset Keperawatan. Edisi 2. Jakarta: EGC

Ginting, Paham & Syafrizal Helmi Situmorang. (2008). Filsafat Ilmu dan Metode Riset. Medan: USU Press

Hariastuti, Iswari. (2009). Peran Pria dalam Penggunaan Kontrasepsi di Jawa Timur. Dibuka pada http://www.tempointeraktif.com/hg/kesehatan/2008/08/11/brk,20080811-130344,id.html

Hartanto, Hanafi. (2003). Keluarga Berencana dan Kontrasepsi. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan

Hestiantoro, Anton. (2008). Plus Minus Alat Kontrasepsi. Dibuka pada

(51)

Joomla. (2009). Determinan Persepsi. Dibuka pada

http://rumahbelajarpsikologi.com/index.php/pengaruhi-persepsi.html

Kesumaningtyas, A. (2008). PUS Medan Denai tak terjangkau KB. Dibuka pada http://www.waspada.co.id/index2.php?option=comcontent&do

pdf=I&id=32056

Komaruddin & Komaruddin. (2000). Kamus Istilah Karya Tulis Ilmiah. Jakarta: Bumi Aksara.

Manuaba, I. B. G. (1998). Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana. Jakarta: EGC

Mardalis. (1995). Metode penelitian : Suatu pendekatan proposal. Jakarta: Bumi Aksara.

Mochtar, R. (1998). Sinopsis Obstetri 2. Jakarta: EGC

Neufeldt, V & Guralnik, D. B. (1996). Webster’s new world college dictionary third edition. New York: Macmillan.

Notoadmojo, S. (1993). Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku Kesehatan . Ed.1. . Yogyakarta: Andi Offset

Prawirohardjo, Sarwono. (2002). Ilmu Kebidanan. Jakarta Pusat: Tridasa Printer

Rahmat. (1992) dalam Jurnal Keperawatan Rufaidah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Vol 1 (2005)

Setiadi. (2007). Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu

Siagian, P. S. (1995). Teori Motivasi dan Aplikasinya. Jakarta: Rineka Cipta

Siswono. (2005). Pemakaian Alat Kontrasepsi Masih Belum Membudaya pada Pria. Dibuka pada

http://www.gizi.net/cgi-bin/berita/fullnews.cgi?newsid1111384658,57725,

Slameto. (2003). Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta

Sudjana. (1992). Metode Statistika. Bandung: Tarsito

Walgito. (2004). Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: Andi Yogyakarta.

WHO. (1994). Contraceptive method mix. Jeneva: The World Health Organization

(52)

FORMULIR PERSETUJUAN MENJADI PESERTA PENELITIAN

Persepsi Suami tentang Penggunaan Alat Kontrasepsi

Pada Laki-laki di Lingkungan XIII Kelurahan Tegal Sari Mandala 3 Kecamatan Medan-Denai

Oleh :

Desra Kasmarita Sebayang

Saya telah diminta dan bersedia untuk berperan dalam penelitian yang berjudul “Persepsi

suami tentang penggunaan alat kontrasepsi pada laki-laki di Lingkungan XIII Kelurahan Tegal Sari

Mandala 3 Kecamatan Medan-Denai”. Oleh peneliti, saya diminta untuk mengisi dan menjawab

kuesioner penelitian

Adapun tujuan penelitian ini untuk mengetahui persepsi suami tentang penggunaan alat

kontrasepsi pada laki-laki.

Saya mempunyai hak untuk mengundurkan diri dari penelitian ini tanpa adanya sanksi atau

paksaan. Adapun catatan mengenai penelitian ini akan dirahasiakan dan semua berkas hanya

digunakan untuk keperluan pengolahan data dan akan dimusnahkan bila tidak dipergunakan lagi.

Dengan demikian, secara sukarela dan tidak ada unsur paksaan dari siapapun, saya

bersedia berperan serta dalam penelitian ini.

Medan, Juni 2009

Peneliti Responden

( ) ( )

(53)

INSTRUMEN PENELITIAN

Kode :

Petunjuk Pengisian :

1. Menjawab tiap pernyataan yang tersedia dengan memberikan tanda checklist () pada

tempat yang tersedia.

2. Semua pernyataan yang tersedia harus dijawab

3. Tiap satu pernyataan diisi dengan satu jawaban

4. Bila ada yang kurang mengerti, dapat bertanya kepada peneliti.

A. DATA DEMOGRAFI

Usia :

Lama menikah :

Jumlah anak :

Metode KB yang digunakan : ( ) tidak ada

( ) Kondom

( ) Vasektomi

( ) Senggama terputus

( ) Pantang berkala

Pendidikan : ( ) Tidak sekolah

( ) SD

( ) SMP

( ) SMU

Gambar

Tabel 2 menunjukkan bahwa 46 orang (70,8%) responden setuju bahwa alat
Tabel 2 Distribusi frekuensi dan persentasi persepsi suami terhadap definisi dan manfaat alat kontrasepsi pada laki-laki (n = 65)
Tabel 3  Distribusi frekuensi dan persentasi suami terhadap jenis metode dan alat kontrasepsi pada laki-laki
Tabel 4 Distribusi frekuensi dan persentasi persepsi suami tentang penggunaan
+2

Referensi

Dokumen terkait

Dari penjelasan di atas, dipahami bahwa meskipun perceraian baik cerai hidup atau karena cerai akibat kematian telah terjadi, isteri (janda) tersebut masih memiliki

Seperti saat teman-teman dari jurusan tari akan mengadakan pertunjukan dalam rangka membantu perpisahan KKN Universitas Muhammadiyah Malang yang pada saat itu juga sedang

7 Pendekatan Teori Himpunan Fuzzy Dalam Menentukan Tingkat Risiko Kerusakan Beton Menggunakan Hammer Test.. Phang Jordy,

Analisis yang telah dilakukan untuk faktor-faktor internal dan eksternal dapat mengidentifikasi sejauh mana kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang saling

Agar dapat membangun sistem monitoring dan kontrol nutrisi diperlukan, sistem mekanik yang terdiri dari modul hidroponik NFT beserta reservoir untuk menampung larutan nutrisi,

Ma‟any terdapat nilai-nilai pendidikan Islam yang tersirat dan penting untuk diteliti serta dipublikasikan. Agar dapat dijadikan motivasi bagi masyarakat terutama

maka pada penelitian ini dilakukan isolasi triterpenoid dari kulit batang Phyl - lanthus acidus Skfiels (cereme) dan kemudian dilakukan uji kwalitatif dengan

Wirdyaningsih, loc.. 5) Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara hutang. 6) Bank kemudian menjual barang