• Tidak ada hasil yang ditemukan

STRATEGI NAHDLATUL WATHAN DALAM MEMENANGKAN TUAN GURU BAJANG MENJADI GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH LANGSUNG TAHUN 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "STRATEGI NAHDLATUL WATHAN DALAM MEMENANGKAN TUAN GURU BAJANG MENJADI GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH LANGSUNG TAHUN 2013"

Copied!
123
0
0

Teks penuh

(1)

1

Reformasi sistem pemilihan pemimpin publik yakni kepala daerah dan wakil kepala daerah di Indonesia ditandai dengan diberlakukannya Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah. Sebelum berlakuknya undang-undang ini kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), namun dengan adanya undang-undang tentang otonomi daerah maka kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat. Pemilihan kepala daerah secara langsung (pilkada) mempunyai tujuan, salah satunya adalah untuk mendekatkan sosok pemimpin lokal kapada masyarakat untuk perbaikan pelayanan publik yang lebih maksimal.

Pilkada merupakan salah satu langkah maju dalam mewujudkan demokrasi di tingkat lokal. Pemilihan kepala daerah bisa dimaknai bahwa demokrasi ditingkat nasional akan tumbuh dan berkembang dengan mapan atau dewasa, apabila pada tingkat lokal nilai-nilai demokrasi berakar dengan baik terlebih dahulu. Seperti diungkapkan Hairus dkk dalam Lestari (2011:17), demokrasi ditingkat lokal akan bergerak kearah yang lebih baik apabila tatanan, instrumen, dan konfigurasi kearifan serta kesatuan politik lokal terlebih dahulu dibentuk.

(2)

masyarakat menghendaki Sultan sekaligus sebagai Gubernur tanpa melakukan pemilihan umum. Pemilihan Gubernur secara langsung ataupun melalui penetapan mempunyai konsekuensi masing-masing, tidak terlepas dari untung atau rugi melakukan pemilu secara langsung ataupun penetapan. Begitu pula dengan pemilihan Gubernur secara langsung yang dilakukan di Nusa Tenggara Barat pada Tahun 2013. Pemilihan Gubernur ini dilakukan untuk kedua kalinya oleh masyarakat Nusa Tenggara Barat yang sebelumnya pernah dilakukan pada Tahun 2008 lalu.

Muhammad Zainul Majdi MA (Tuan Guru Bajang) atau sering dipanggil TGB adalah Gubernur pertama Nusa Tenggara Barat yang dipilih secara langsung oleh masyarakat dan menduduki kursi orang nomor satu di NTB dari Tahun 2008-2013, dan kembali mencalonkan diri menjadi Gubernur untuk masa jabatan 2013-2018. TGB adalah tokoh dari organisasi kemasyarakatan yang bernama Nahdlatul Wathan (NW). Terpilihnya TGB menjadi Gubernur Nusa Tenggara Barat selain membuktikan mengakarnya Nahdlatul Wathan di NTB, juga memperlihatkan pergeseran acuan pemilih kepada tokoh muda dan tokoh nasionalis Islam (Rahayu, 2013:4).

(3)

Nahdlatul Wathan diterima, didukung, dan menjadi tumpuan harapan hampir seluruh umat Islam di Nusa Tenggara Barat pada umumnya dan umat Islam di Lombok secara khusus. Sampai era 1980-an, Maulana Syeh dan Nahdlatul Wathan praktis tidak menunjukkan ketertarikan politik yang secara khusus. Keputusan Maulana Syeh untuk mendukung Golkar pada Tahun 1971, lebih disebabkan alasan ideologis daripada alasan politis karena hanya Golkar yang ketika itu mampu membendung arus komunisme (Rahayu, 2013:6).

(4)

tentang agama tetapi semua aspek kehidupan baik agama, Negara, dan politik, dan salah satu fungsi dari manusia adalah sebagai khalifah (pemimpin) di bumi Allah. (Rahayu, 2013), oleh karena itu, Nahdlatul Wathan saat ini dikenal sebagai organisasi keagamaan, pendidikan, politik dan sosial kemasyarakatan. (Fahrurrozi, 2011).

Kendaraan politik pencalonan pertama TGB menjadi Gubernur Tahun 2008, di dukung oleh Partai Bulan Bintang (PBB) dan partai keadilan sejahtera (PKS) untuk maju menjadi Gubernur Nusa Tenggara Barat dengan calon wakil Gubernur Ir. H. Badrul Munir yang merupakan politisi dari PKS. Setelah menjabat sebagai Gubernur Nusa Tenggara Barat, pada Tahun 2010 TGB merubah haluan politiknya dengan bergabung bersama Partai Demokrat.

TGH M. Zainul Majdi atau yang lebih dikenal dengan TGB itu juga merupakan Pemimpin Pengurus Besar (PB) Nahdlatul Wathan (NW), karena setelah kakeknya (Maulana Syeh) wafat amanah untuk meneruskan NW dipegang oleh M Zainul Majdi MA (TGB). Kegiatan yang dilakukan Nahdlatul Wathan dan TGB adalah memberikan pengetahuan pada masyarakat yang ada di Nusa Tenggara Barat, yaitu dengan cara melakukan dakwah untuk menyebarkan agama Islam.

(5)

memperoleh suara terbanyak adalah pasangan calon Tuan Guru Bajang KH. M. Zainul Madjdi, MA. dan Ir. H. Badrul Munir, MM. dengan perolehan suara sebanyak 847.976; atau 36,72% suara dan suara terbanyak diproleh dari Kabuapten Lombok Timur sebesar 306.045 suara. Sedangkan pada Tahun 2013 hasil perolehan suara yang didapatkan oleh TGB dengan pasangannya H. Amin sebesar 1.038.642 atau 44.36% suara. Jika dianalisis jumlah suara yang didapatkan TGB pada pilkada 2008 dan 2013 lalu lumayan berbeda yaitu sekitar 7,64% atau sekitar 190.666 suara, hal ini menunjukkan jumlah pemilih yang memilih TGB pada pilkada 2013 semakin meningkat. Berdasarkan hasil perolehan suara yang didapatkan TGB pada tahun 2013, maka TGB dinyatakan menang pada pilkada 2013 dan menjadi Gubernur Nusa Tenggara Barat periode 2013-2018. Di pulau Lombok, pasangan TGB bisa dikatakan menang hampir disemua Kabupaten. Jumlah suara tertinggi didapat oleh pasangan TGB-Amin di Kabupaten Lombok Utara. Di Kabupaten Lombok Utara inilah TGB-Amin mendapatkan suara tertinggi sebesar 72%, sedangkan di Kabupaten Lombok Timur yang menjadi basis Nahdlatul Wathan sebesar 324.028 atau 52,92% suara atau berada di posisi kedua setelah Kabupaten Lombok Utara.

(6)

disegani dan dikeramatkan karena dianggap sebagai pewaris nabi “warasat al

ambiya” oleh masyarakat. Disamping itu, faktor kharismatik dan geneologis yang dimiliki oleh TGB sendiri. Sedangkan penelitian yang akan dilakukan ini membahas tentang cara atau strategi yang dilakukan NW untuk memenangkan TGB pada pilkada 2013.

Sesuai dengan paparan data di atas dapat dilihat bagimana organisasi NW berpengaruh sehingga kemenagan TGB sangat di rasakan khusunya di Pulau Lombok baik pada pilkada 2008 ataupun 2013. Oleh sebab itu, penulis dalam hal ini ingin mengatahui lebih dalam lagi mengenai bagaimana “Strategi Nahdlatul

Wathan dalam Memenagkan Tuan Guru Bajang pada Pemilihan Kepala Daerah Langsung Nusa Tenggara Barat Priode Tahun 2013”.

I.2 Rumusan Masalah

Berangkat dari uraian latar belakang di atas, maka pernyataan yang hendak dijawab dalam penelitian ini adalah : “Bagaimana Strategi Nahdlatul Wathan dalam Memenagkan Tuan Guru Bajang pada Pemilihan Kepala Daerah Langsung Nusa Tenggara Barat Priode Tahun 2013-2018?”

I.3 Tujuan Penelitian

(7)

Bajang (TGB) pada pertarungan politik dalam pilkada langsung di Nusa Tenggara Barat Tahun 2013 lalu.

I.4 Manfaat Penelitian

Sementara manfaat dari penelitian ini mencangkup manfaat secara teoritis maupun praktis.

1. Manfaat Teoritis

Manfaat dari segi teoritis diharapkan penelitian ini dapat berguna untuk menambah khazanah pustaka yang memfokuskan penelitian di bidang Pemilihan Kepala Daerah Langsung dan dinamika yang muncul di dalamnya.

1. Manfaat Praktis

(8)

8 II.1 Kajian Pustaka

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, ditemukan beberapa hasil studi terdahulu yang memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian yang dilakukan penulis. Berikut penelitian terdahulu yang berhasil ditemukan.

(9)

agama tetap terjaga dengan baik. Namun demikian, model kyai seperti ini tidak mencari keuntungan fragmatis, mereka tetap hanya menerima (kalau ada yang memberi) bantuan dari pasangan calon yang mereka usung.

Ada 3 strategi yang digunakan kyai dalam kemenangan pilkada Kabupaten Banjarnegara pada tahun 2006 utuk mendukung calon yang diusung, yaitu: modal ekonomi, modal sosial dan modal struktural.

Penelitian kedua yaitu Sarjono (2010) Universitas UIN Sunan Kalijaga dengan judul skripsi “Strategi Public Relations Politik Tuan Guru (Studi Kasus Pemilihan

(10)

dengan meng-konter upaya demarketing competitor dan memperkuat posisi pasangan calon, 11. Memanfaatkan jaringan tokoh (opinion leader). (Sarjono, 2010). Perbedaan penelitian Sarjono dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti terletak pada objek penelitiannya yaitu peneliti akan lebih fokus pada strategi Nahdlatul Wathan dalam memenangkan TGB pada pilkada 2013 di Nusa Tenggara Barat, sedangkan Sarjono meneliti tentang strategi tim sukses TGB pada pilkada Nusa Tenggara Barat2008.

Penelitian ketiga dilakukan oleh Agus Dedi Putrawan (2015) dari pasca sarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dengan judul “Dekarismatisasi di Lombok

Nusa Tenggara Barat, (Studi tentang Pudaranya Pesona Tuan Guru dalam Politik pemilihan umum 2014)”. Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian

entnometodology yang bertujuan menerjemahkan makna dari ungkapan atau percakapan suatu etika dalam situasi tertentu. Pengambilan data dengan wawancara dan dokumentasi. Dari penelitian yang dilakukan oleh agus ini dapat disimpulkan bahwa kekuatan karisma Tuan Guru akan memudar tatkala masyarakat Sasak (Lombok) mulai berfikir rasional, keluar melewati wilayah kegitimasi yang dimiliki oleh Tuan Guru, saat Tuan Guru masuk ke dunia politik praktis untuk memperoleh dan mempertahankan kekuasaan dengan berselingkuh dengan penguasa, dan faktor determinan seperi sikap hidup glamor, poligami dan meninggalkan kehidupan sufistik yang dilakukan oleh Tuan Guru itu sendiri.

Penelitain keempat oleh Muhammad Ramdlan (2008) dari Pascasarjana Universitas Gadjah Mada dengan judul “Strategi Memenangkan Pilkada di Tanah

(11)

Incumbent pada Pilkada di Wilayah Pemilihan Masyarakat Adat Dayak Bukit Labuhan Desa Labuhan Kecamatan Batang Alai Selatan Kabupaten Hulu Sungai Tengah Provinsi Kalimantan Selatan 2005). Penelitian ini menggunakan tipe penelitian Deskriptif eksploratif dengan pendekatan kualitatif, pengambilan data dengan cara wawancara. Penelitian ini dilakukan untuk melihat strategi kemenangan apa saja yang digunakan pasangan calon Bupati dan wakil Bupati incumbent di tanah Dayak. Dalam penelitian ini Ramadlan menyimpulkan bahwa

kemenangan suara secara mutlak calon Bupati incumbent atas kompetitornya dalam pilkada karena menggunakan strategi, pertama, membangun dukungan jaringan elit adat, yang kedua, strategi politik image yaitu dengan pengakuan sebagai keturunan orang Dayak Bukit untuk mengambil hati orang Dayak Bukit.

(12)

Peneliti kelima Sofyan A. Jusuf (2007) dari Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada dengan judul “Potret Pilkada Langsung Sulawesi Tengah (Studi Kasus tentang Strategi Politik Pasangan Bandjela Paliudjun dan Achmad Yahya dalam Pemilihan Kepala Daerah Langsung Gubernur Sulawesi Tengah Tahun 2006. Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan oleh Jusuf adalah bahwa pertama, strategi dalam membangun dukungan terhadap konstituen partai Bandjela-Yahya melakukan koordinasi baik ditingkat koalisi maupun dalam struktur. Jarinagn yang dibentuk yaitu dengan menggunakan relawan-relawan dan tim khusus yang dibentuk untuk melakukan upaya sosialisasi dan membentuk jaringan yakni jaringan rakyat pendukung di seluruh wilayah Sulawesi Tengah melalui ketokohan/figur yang mempunyai pengaruh dimasyarakat dan secara intensif terus melakukan komunikasi. Kedua, Politik pencitraan yang dilakukan Bandjela-Yahya dengan selalu mengkaitkan dengan beberapa program yang berhasil dilaksanakan oleh Bandjela saat menjadi Gubernur dan program itu sudah dirasakan oleh masyarakat. Dan ketiga, strategi kampaye yang digunakan Bandjela-yahya dengan menggunakan pendekatan yang simpatik, setahun sebelum pilkada Bandjela sudah mulai melakukan komunikasi politik (kampaye terselubung) dengan cara menemui masyarakat yang terkena musibah (meninggal) dan dalam kegiatan yang dilakukan masyarakat meskipun Bandjela tidak diundang pasti menyempatkan diri untuk hadir.

(13)

Kompetisi Internal Partai Politik (Pencalonan Bupati dan Wakil Bupati di Partai PDIP Kabupaten Gianyar Propinsi Bali)”. Dalam tesis tersebut, Ardana mengkaji kesuksesan dan kegagalan kandidat dalam memenangkan kompetisi. Tesis ini merupakan penelitian lapangan yang fokus pada pendekatan kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara mendalam, dan dokumentasi. Informan penelitian diperoleh dengan teknik bola salju (snowballing informant). Adapun informan penelitiannya ialah elit partai politik PDIP, pengamat

(14)

Penelitian ke tujuh oleh Fahrurrozi dari universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga dengan judul Tesis “Relasi Kader Nahdaltul Wathan dengan Partai Bulan

Bintang. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Fahrurrozi dapat disimpulkan bahwa relasi yang terjalin antara PBB dan Nahdlatul Wathan ada tiga bidang yaitu relasi dalam bidang sosial, relasi dalam bidang dakwah dan relasi dalam bidang pendidikan.

Relasi yang terbentuk antara keduanya merupakan hubungan yang saling menguntungkan antara kedua belah pihak, dan aktor-aktor didalamnya mengetahui kalau mereka berada dalam struktur sosial.

Berdasarkan telaah pustaka hasil penelitian diatas, maka tidak ada peneliti sebelumnya yang mengkaji permasalahn yang berkaitan langsung tentang bagaimana strategi Nahdaltul Wathan dalam memenagkan Tuan Guru Bajang pada Pilkada 2013 di Nusa Tenggara Barat.

Tabel 1.1 Tinjauan Pustaka

Peneliti Judul Hasil Penelitian

Rudi kyai sebagai partisipan (tim sukses). Ada tiga modal yang digunakan kyai untuk mendulang suara bagi pasangan yang diusung

(15)

Pemilihan Gubernur memperkokoh inti kekuasaan dan perluas jaringan dukungan yang terdiri dari PBB dan sayap-sayap (Lombok) mulai berfikir rasional, keluar melewati wilayah kegitimasi yang dimiliki oleh Tuan Guru, saat Tuan Guru masuk ke dunia politik praktis untuk memperoleh dan mempertahankan kekuasaan

(16)

Sungai Tengah Provinsi Kalimantan Selatan 2005)

Membangun dukungan elit dan image politik merupakan sebuah kesatuan untuk mendukung dan menguatkan pilihan komunal di ranah demokrasi komunitarian sebagai aturan yang menjadi pedoman harus dipatuhi dan ditaati oleh setiap warga adat. Sementara di ranah demokrasi liberal pilkada politik image yang dilancarkan oleh calon Bupati incumbent selaras dan serasi dengan kongnisi sosial, imajinasi, dan harapan politik massa adat.

(17)

I Wayan

Sukses dan tidaknya seorang kandidat untuk memenangkan kompetisi sangat tergantung dari basis keunggulan yang dimiliki dan strategi yang mencerminkan karakteristik PDIP itu sendiri. Di samping itu, kedekatan para kandidat dengan elit-elit berpengaruh juga menjadi faktor penentu kemenangan.

(18)

II.2 Kerangka Teori

II.2.1. Strategi Politik

Era sekarang adalah era yang penuh dengan kompetisi dalam memperebutkan berbagai peluang dan kesempatan dalam hidup sekarang ini, orang-orang semakin yakin bahwa memanfaatan intuitif atau kenekatan saja merupakan tindakan yang bodoh apabila tidak didukung oleh cara pencapaian yang terencana dan dipertimbangkan secara tepat dan matang dalam menghadapi sebuah ketidakpastian. Cara pencapaian tujuan yang terencana dan melalui pertimbangan yang tepat dan matang tersebutlah dapat dikatakan strategi.

Strategi berasal dari bahasa Yunani “Strategos” (Sratos: militer dan pemimpin), yang berarti kepemimpinan atas pasukan, seni memimpin pasukan (Ramadlan, 2008:32). Sedangkan menurut Santoso, dalam Kamus Modern Besar Bahasa Indonesia, strategi adalah proses untuk menentukan keputusan dengan menggunakan berbagai pertimbangan. Konsep strategi yang mulanya digunakan pada saat perang saat ini berkembang hingga ranah politik. Schroder menyatakan bahwa strategi dalam politik diartikan sebagai cara yang digunakan untuk mewujudkan cita-cita politik seperti pemekaran daerah, pemberlakuan sistem desentralisasi daerah dan termasuk juga strategi politik khusus dalam upaya memenangkan pemilu serta lain sebagainya (Jusuf, 2007:15).

(19)

II.2.1.1 Strategi Membangun Dukungan atau Jaringan (Network)

Dalam kaitannya dengan kajian politik, untuk mempermudah peneliti dalam menganalisis bagaimana kader NW melakukan jaringan dengan elemen masyarakat dalam membentuk relasi politik, penyusun menggunakan teori jaringan. Seperti yang dikatakan oleh para ahli jaringan berupaya membedakan pendekatan mereka dari pendekatan sosiolagis yang disebut Ronald Burt “atomistis” atau “normatif”.

Sosiologi yang berorientasi otomatis memusatkan perhatian pada aktor yang membuat keputusan dalam keadaan terisolasi dari aktor lain. Lebih umum lagi mereka memusatkan perhatian pada “ciri pribadi” aktor. Menurut para pakar teori

jaringan, pendekatan normatif memusatkan perhatian terhadap kultur dan proses sosialisasi yang menanamkan norma dan nilai ke dalam diri aktor.

Menurut pendekatan normatif, yang mempersatukan orang secara bersama adalah sekumpulan gagasan bersama. Pakar teori jaringan menolak pandangan demikian dan menyatakan bahwa orang harus memusatkan perhatian pada pola ikatan objektif yang menghubungkan anggota masyarakat.

(20)

(kekayaan, kekuasaan, informasi). Akibatnya adalah sistem yang tersetruktur cenderung terstatifikasi, komponen tertentu tergantung pada komponen yang lainnya.

Teori jaringan relatif masih baru dan belum berkembang, seperti dikatakan Burn dalam Fahrurrozi (2011:19) kini ada semacam federasi longgar dari berbagai pendekatan yang dapat digolongkan sebagai analisis jaringan. Meski merupakan penggabungan longgar dari berbagai pemikiran, namun teori jaringan ini bersandar pada sekumpulan prinsip yang berkaitan logis. Prinsip itu adalah sebagi berikut.

1. Ikatan antar aktor biasanya adalah simetris baik dalam kadar maupun intensitasnya. Aktor saling memasok dengan sesuatu yang berbeda dan mereka berbuat demikian dengan intensitas yang semakin besar atau semakin kecil.

2. Ikatan anatara individu harus dianalisis dalam konteks struktur jaringan lebih luas.

(21)

4. Adanya kelompok jaringan menyebabkan terciptanya hubungan silang antara kelompok jaringan maupun individu.

5. Ada ikatan asimetris antara unsur-unsur di dalam sebuah sistem jaringan dengan akibat bahwa sumber daya yang terbatas akan terdistribusikan secara tidak merata

6. Distribusi yang timpang dari sumber daya yang terbatas menimbulkan kerja sama maupun kompetisi. Beberapa kelompok akan bergabung untuk mendapatkan sumber daya terbatas itu dnegan bekerja sama, sedangkan kelompok lain bersaing dan memperebutkannya. Jadi teori jaringan berkualitas dinamis denganstruktur sistem kan berubah bersamaan dengan terjadinya pergeseran pola koalisi konflik

(22)

komunitas, jaringan akan tersusun dari individu-individu atau agen-agen yang sama, memberi atau menerima.

Sebagai sebuah hubungan sosial yang normal, wajar apabila kandidat Gubernur sangat berkepentingan memanfaatkan elit sebagai mesin politik yang diharapkan dapat bekerja efektif untuk menghimpun suara di level grass root. Sebaliknya elitpun tentunya juga memiliki alasan kepentingan tersendiri yang ingin dicapai dari relasi yang dijalin dengan kandidat Gubernur. Dari jalinan relasi kedua aktor terjadi saling pertukaran (exchange) sumber daya, sehingga muara dari hasil yang diharapkan adalah terjadi hubungan yang saling menguntungkan (simbiosis mutalisme).

Secara singkat dapat disimpulakan bahwa pemicu terbentuknya suatu jaringan adalah informasi dan kepentingan. Konteks pilkada, setiap daerah mempunyai karakteristik yang berbeda-beda, mulai dari bangunan struktur politik, struktur ekonomi, dan struktur sosialnya. Pada suatu masyarakat yang sangat kental ikatan primodianya, maka hubungan sosial yang berpegang pada prinsip “patron

(23)

II.2.1.2 Strategi Pencitraan Politik (politik image)

Tujuan utama dari strategi pencitraan politik untuk membentuk citra kandidat yang baik bagi khalayak, publik atau calon pemilih. Citra dapat terbentuk melalui informasi yang diterima pemilih baik secara langsung maupun tidak langsung atau melalui perantara. Bentuk informasi untuk membentuk citra kandidat secara tidak langsung adalah melalui perantara media massa atau media elektronik. Sedangkan strategi pencitraan secara langsung ditempuh melalui bentuk komunikasi politik yang dilakukan tim sukses pada saat kampanye.

Definisi pencitraan menurut Kotler yaitu sebagai jumlah dari keyakinan, gambaran dan kesan yang dipunyai seseorang pada suatu objek. Objek yang dimaksud dapat berupa orang, organisasi, kelompok orang atau lainnya yang diketahui (dalam Ramdlan, 2008). Sementara menurut Robert, citra (image) menunjukkan keseluruhan informasi tentang dunia yang telah diolah, diorganisir dan disimpan oleh individu (Jusuf 2007). Sedangkan menurut Firmanzah (2012) mengatakan bahwa setiap partai politik atau kandidat membutuhkan “image” untuk membedakan satu partai politik tertentu dengan partai politik lainnya begitupun dengan individu. Selain itu image (citra) juga berkaitan erat dengan identitas.

(24)

keadaan yang tidak nyata atau berupa imajinasi yang berbeda dengan sesuatau yang real secara fisik.

Karena image dapat dikontruksikan maka tepat atau tidaknya strategi image politik akan turut ditentukan oleh kondisi dan nilai-nilai yang ada dan tumbuh di masyarakat. Dengan kata lain ketika image politik yang diciptkan ternyata selaras dengan apa yang ada di benak dan pikiran atau imajinasi masyarakat, maka masyarakat itupun akan terkesan dan mempersepsikannya secara positif serta menganggapnya sebagai image politik yang cocok dan baik bagi mereka, dan selain akan mengendap dalam kesadaran kognitif (rasional), mengesankan dalam perasaan (efektif) juga terekam dengan baik dan kuat dalam memori kolektif masyarakat yang sewaktu-waktu akan mudah dibangkitkan.

(25)

memotivasi aktor atau individu untuk melakukan suatu hal. Di samping itu, dapat mempengaruhi pula opini publik sekaligus menyebarkan makna-makna tertentu. (Firmanzah, 2012).

Satu hal yang harus diperhatikan dalam mendesain image adalah factor emosional. Image akan lebih baik apabila mampu sejauh mugkin menyentuh aspek emosional pemilih, jadi image tidak boleh hambar apalagi dingin. Menurut Schroder dalam Ramadlan (2008:43) factor emosional merupakan hal dominan yang menjadi dasar pertimbangan seseorang dalam mengambil keputusan termasuk dalam menentukan pilihan dibandingkan pertimbangan rasional. Agar dapat meraih tingkat keputusan semacam ini dengan lebih mudah, faktor emosional dalam citra yang diinginkan haruslah dapat dirasakan.

Kedua pengertian diatas menjelaskan bahwa image berkaitan dengan pemahaman atau persepsi seseorang tentang objek berdasarkan informasi yang diterimanya. Sedangkan menurut Ruslan pengertian tentang image pada dasarnya merupakan hal yang abstrak dan tidak bisa diukur secara matematis, tetapi wujudnya bisa dirasakan dan hasil penilaian baik dan buruk yang berasal dari khalayak sasaran khususnya dalam masyarakat secara luas (Jusuf, 2007).

(26)

dan menjadi pembeda yang dimiliki kontestan tersebut dari kontestan yang lainnya. (Firmanzah:2012).

Positioning juga berkaitan erat dengan pembentukan persepsi. Menurut Rahmat dalam Jusuf (2007) positioning dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu faktor perhatian, faktor fungsional, dan faktor struktural. Faktor pertama adalah faktor perhatian. Faktor ini penting dalam positioning karena sebuah kontestan dalam mengembangkan positioning perlu membuat stimulant yang lebih menonjol dibandingkan dengan kontestan-kontestan pesaing. Faktor kedua adalah faktor fungsional (kerangka rujukan) yakni yang berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu dan hal-hal lain yang termasuk faktor-faktor personal. Faktor ketiga dari positioning adalah faktor struktural dari sifat stimulasi fisik dan efek-efek syaraf individu (Jusuf, 2007).

Lebih lanjut Nursal (2004) menambahkan bahwa positioning sendiri hanya akan efektif apabila pemilih dikenal karakternya. Cara untuk mengenal karakter pemilih berdasarkan klasifikasi dan pengelompokan yang dikenal dengan teknik segmentasi. Segmentasi sendiri dapat berdasarkan geogerafi, demografi, psikografi, perilaku, sosial budaya dan sebab akibat.

(27)

satu-persatu pesan aktivitas politik untuk kemudian dimaknai dan dibentuk pemahaman umum atas image politik. Kedua, membangun image membutuhkan konsistensi dari semua hal yang dilakukan partai politik bersangkutan, seperti flatform politik, program kerja, reputasi pemimpin partai, latar belakang partai, dan

retrorika partai.

Ketiga, image politik adalah kesan dan persepsi publik terhadap apa saja yang dilakukan partai politik. Dalam hal ini yang paling penting adalah persepsi publik. Partai politik harus mampu menempatkan kesan, citra dan reputasi mereka kedalam benak masyarakat. Hal ini menjadi sulit karena masyarakat memiliki derajat kebebasan (degree-of-freedom) yang cukup tinggi untuk mengartikan semua informasi yang mereka terima. Keempat, image politik terdapat dalam kesadaran publik yang berasal dari memori kolektif masyarakat. Semua yang dilakukan partai politik tidak hilang begitu saja melainkan terekam dalam ingatan publik, masyarakat dan publik adalah entitas yang aktif dan dinamis. Masyarakat adalah entitas yang mampu merasakan, memiliki kebutuhan, bisa berpikir dan memiliki harapan atas semua hal yang ada didalamnya. Penilain-penilain yang berlangsung di masyarakat inilah yang dapat memunculkan kesan image politik. (Firmanzah, 2012).

(28)

calon Gubernur dan wakil Gubernur. Citra kandidat dapat terbentuk dari atribut politik dan gaya personal seorang kandidat politik, seperti yang dipersepsikan oleh pemilih. Atribut akan dapat menghasilkan keuntungan yang merupakan bentuk dari konsekuensi yang diinginkan oleh para pemilih. Keuntungan juga dapat digolongkan kedalam keuntungan fungsional yang melingkupi kompetensi teknis, kemampuan memimpin, dan kapabilitas. Sedangkan keuntungan psikososial berupa simpati, kejujuran dan kompetensi sosial (Jusuf, 2007).

II.2.1.3 Strategi Kampanye

Kampanye dalam kamus besar Bahasa Indonesia pada dasarnya adalah penyampaian informasi yang berupa visi, misi dan pandangan, rencana ataupun program seseorang atau organisasi tertentu dengan maksud untuk mempengaruhi orang atau masyarakat yang diberi informasi untuk mengerti dan selanjutnya dapat memberikan dukungan baik secara langsung maupun tidak langsung kepada orang atau organisasi yang mencetuskan visi, misi dan pandangan rencana ataupun program yang disampaikan.

(29)

Kampanye politik adalah suatu proses komunikasi politik, dimana partai politik atau kontestan individu berusaha mengkomunikasikan ideologi ataupun program kerja yang mereka tawarkan. Tidak hanya itu, komunikasi politik juga mengkomunikasikan intensi dan motivasi partai politik atau kontestan individu dalam memperbaiki kondisi masyarakat. Partai-partai politik berusaha membentuk image bahwa partai merekalah yang paling perduli atas permasalahan bangsa. Hal ini dilakukan melalui serangkaian aktivitas harian partai. Semua hal yang dilakukan merupakan informasi yang akan disampaikan kepada masyarakat. Norrison dalam Firmanzah (2012).

Menurut Lock dan Harris kampanye politik berkaitan erat dengan pembentukan image politik. Dalam kampanye politik terdapat dua hubungan yang akan dibangun, yaitu internal dan eksternal. Hubungan internal adalah suatu proses antara anggota-anggota partai dengan pendukung untuk memperkuat ikatan ideologis identitas mereka. Sementara hubungan eksternal dilakukan untuk mengkomunikasikan image yang akan dibangun kepada pihak luar partai, termasuk media massa dan masyarakat secara luas.

(30)

yang mereka sukai dengan cara mencoblos di dalam sesi pemungutan suara pemilihan umum tersebut. (Sayuti, 2014:106).

Tujuan utama dari strategi kampanye politik adalah untuk membentuk opini dan simpati melalui media dengan cara menyampaikan tema, visi, misi dan program yang baik kepada khalayak. Opini bisa terbentuk berdasarkan informasi yang diterima pemilih baik secara langsung maupun melalui perantara. Kampanye politik sebagai bentuk komunikasi politik memang tidak dapat secara langsung menimbulkan perilaku politik tertentu, tetapi cenderung mempengaruhi cara khalayak dalam mengorganisasikan tindakan dari suatu objek tertentu yang kemudian akan mempengaruhi perilaku khalayak dalam menentukan pilihan politiknya. (Jusuf, 2007)

Bentuk kampanye yang sering digunakan dalam pemilu di Indonesia adalah bentuk kampanye monologis (terbuka) dan dialogis (tertutup). Bentuk kampanye monologis adalah bentuk kampanye melalui media cetak atau elektronik, sedangkan

(31)

II.2.2 Oranisasi Kemasyarakatan

Terminologi istilah dalam organisasi kemasyarakatan sangat luas dan pada batas-batas tertentu yang mencerminkan nilai kompetitif. Organisasi kemasyarakatan dalam bahasa Inggris meliputi beberapa istilah yaitu voluntary agencies/organizations, non-government organizations (NGO), private voluntary

organizations (PVO), community (development) organizations, sosial actions groups, non-party group, micro or people’s movement. Tidak ada istilah tunggal untuk membuka beberapa batasan dan pemisahan (Eldrige dalam Sangaji, 2012:33). Sedangkan di Indonesia disebut dengan organisasi kemasyarakatan (ormas) yaitu istilah yang digunakan untuk bentuk organisasi berbasis massa yang tidak bertujuan politis. Bentuk organisasi ini digunakan sebagai lawan dari istilah partai politik. (Rahayu, 2013)

Hakikat organisasi masyarakat adalah alat untuk mencapai ideologi dengan politik atau cara tertentu, tidak mungkin dilakukan secara sendiri-sendiri tanpa kepemimpinan, anggota atau tanpa dukungan massa rakyat yang luas. Maka sebuah organisasi diperlukan sebagai alat yang menyatukan kekuatan setiap anggotanya, massa rakyat dan kepemimpinan dalam suatu komando bersama.

(32)

kepada partai politik dan secara tidak langsung ikut serta mendukung calon atau partai politik, tidak menutup kemungkinan bagi elit kelompok kepentingan menduduki jabatan publik melalui mekanisme pemilu.

Konsep kelompok kepentingan yang lebih luas di kemukakan Haryanto dalam Bafadal (2011:18) yaitu organisasi yang terdiri dari kelompok individu yang mempunyai kepentingan-kepentingan, tujuan-tujuan, keinginan yang sama dan mereka melakukan kerja sama untuk mempengaruhi kebijaksanaan pemerintah demi tercapainya kepentingan, tujuan dan keinginan tadi. Proses mencapai keinginan kelompok kepentingan ini tidak hanya dengan memiliki pola rekruitmen keanggotaan yang jelas tetapi juga memiliki pola kepemimpinan, sumber biaya untuk membiayai kegiatan, dan pola komunikasi baik kedalam maupun keluar (Surbakti dalam Bafadal, 2011:18).

Arbi Sanit dalam bafadal (2011) mengatakan dalam dukungan terhadap partai politik, kelompok kepentingan (ormas) dapat memainkan tiga peran, yaitu:

1. Menghimpun anggota masyarakat sebagai pendukung

2. Penyedia calon pemimpin dan penjabat bagi partai atau pemerintah 3. Sebagai penghubung partai atau pemerintah terhadap masyarakat. II.2.3 Relasi Ormas dan Politik

(33)

1. Menurut pandangan sebjektif, “kohesi adalah fungsi perasaan anggota kelompok yang meyamakan dirinya dengan kelompok, khususnya perasaan bahwa kepentingan individual mereka dikaitkan dengan kepentingan kelompok.”Penekanannya di sini adalah pada sistem normatif, dan kohesi

dihasilkan baik melalui internalisasi sistem normatif maupun oleh tekanan kelompok.

2. Menurut pandangan obyektif, bahwa “solidaritas dapat dipandang sebagai tujuan, sebagai proses yang dapat diamati bebas dari perasaan individual”.Sejalan dengan pandangan teori jaringan, Mizruchi turun ke sisi

pendekatan objektif terhadap kohesi.

(34)

II.2.4 Pemilihan Kepala Daerah Langsung (Pilkada)

Lahirnya Undang-Undang No.32 Tahun 2004 mengenai Pemerintahan Daerah yang memuat ketentuan tentang Pemilihan Kepala Daerah secara langsung adalah merupakan proses penentuan pilihan masyarakat terhadap calon yang mereka akan angkat sebagai pemimpin daerah. Proses yang dimaksudkan dalam hal ini tetap dikemas dalam sebuah mekanisme sebagaimana pemilihan umum. Dalam pemilihan kepala daerah masyarakatlah yang kini memegang kunci. Masyarakat bisa menentukan dan sekaligus langsung untuk memilih calon yang mereka anggap paling tepat.

Pemilihan kepala daerah secara langsung adalah momentum yang paling strategis untuk memilih kepala daerah yang berkualitas. Keberhasilannya tidak hanya diukur dari proses penyelenggaraannya yang berlangsung lancar dan damai tetapi juga diukur dari hasil yang diperoleh, apakah telah menghasilkan pemimpin yang berkualitas terutama dari sisi manajerial dan kompetensi. Bila pemilihan ini hanya dijadikan sebagai ajang perebutan kekuasaan melalui mekanisme voting yang hanya popular dan diterima secara luas, namun tidak mempunyai kecakapan dan kemampuan dalam mengelola daerah.

(35)

1. Penetapan daftar pemilih

2. Pendaftaran dan penetapan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah 3. Kampanye

4. Pemungutan suara 5. Perhitungan suara

6. Penetapan pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah terpilih, pengesahan dan pelantikan.

Pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah secara langsung berarti mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat dan diharapakan pemilihan langsung ini menciptakan suasana politik lokal yang berorientasi terhadap input dari rakyat dalam merumuskan kebijakan publik. Terpenuhinya tuntutan maupun dukungan rakyat maka akan tercipta kesejahteraan masyarakat. Ketika terciptanya kerukunan diantara masyarakat berarti pemerintah telah berhasil membuat kebijakan publik yang memenuhi kepuasan publik sehingga berimplikasi pada stabilnya konstelasi politik daerah. Negara memberikan kesempatan kepada masyarakat di daerah untuk membentuk sendiri segala bentuk yang mengatur kehiduan rakyat.

(36)

Kontesk hadirnya pilkada langsung sesungguhnya dapat memberi celah bagi lahirnya suasana kesetaraan politik secara vertikal (pemimpin dengan rakyat) maupun horizontal (eksekutif dengan legislatif), karena pilkada langsung dapat mendorong lahirnya sistem check and balance dalam menjalankan pemerintahan di daerah secara lebih optimal.

2. Local accountability,

Pilkada menjadi pemecah kebekuan sistem politik yang lebih memungkinkan terbukanya akuntabilitasnya secara vertical maupun horizontal. Bukankah dengan sistem popular vote, “kontrak politik” yang ditunjukkan oleh kesedian pemilih untuk mencoblos salah satu pasangan calon di bilik suara, sebagai perwujudan penerimaan visi, misi, dan program kerja pasangan kepala daerah, mengandung konsekuensi bahwa kepala daerah harus memiliki kewajiban untuk menjaga kontrak politik itu dan mempertanggung jawabkannya kepada masyarakat.

3. Local respons.

Sistem pilkada langsung sense of local respons terhadap keseluruhan agenda publik dalam keputusan politik menjadi lebih mungkin teraktifkan. Hal itu karena kepala daerah yang dihasilkan dari pemilihan rakyat secara langsung mengandung konsekuensi suara rakyat harus senantiasa menjadi pertimbangan bagi setiap keputusan politik yang akan diambil.

Pengertian secara negatif pilkada langsung mengandung kelemahan sebagai berikut:

(37)

disana adalah mereka yang memiliki capital ekonomi dan politik yang kuat. Para pengusaha yang sekaligus dekat dengan partai politik, atau incumbent yang kaya, adalah yang paling besar mendapatkan peluang masuk dalam bursa pencalonan pilkada bukan figur-figur yang kompeten dalam kacamata kepemipinan modern yang bisa masuk di sana.

2. Pilkada langsung bisa melahirkan masalah kelembagaan baru yang disuatu titik nanti bisa menodai demokrasi lokal. Hal itu terjadi karena kepala daerah yang dihasilkan dari sistem pilkada langsung posisinya akan semakin kuat begitupula dalam hal legitimasinya. Itu terjadi karena eksekutif merasa memiliki legitimasi yang sama-sama kuat dengan DPRD, sementara eksekutif tidak bisa dijatuhkan oleh parlemen.

(38)

II.3 Kerangka Pikir

Dari teori dan penelitian yang disampaikan diatas maka peneliti dalam hal ini membuat kerangka pilir dengan mengambil teori yang digunakan oleh Ramadlan dan Jusuf pada penelitian mereka terdahulu.

II.4 Definisi Konseptual Adapun definisi konseptual:

1. Strategi adalah suatu rencana untuk meraih misi dan melaksanakan mandat. Strategi merupakan suatu pola tujuan, kebijakan, dan program kegiatan. Keputusan maupun pengalokasian sumber daya yang menentukan apa organisasi itu, apa yang dikerjakan dan mengapa ia (organisasi) melakukan itu. Sebuah bentuk strategi yang khusus adalah strategi pemilihan umum yang bertujuan untuk memperoleh kekuasaan sebanyak mungkin

(39)

mempengaruhi perolehan hasil dalam pemilu, sehingga politik dapat mendukung suatu perubahan dalam masyarakat.

a. Strategi jaringan adalah suatu kelompok hubungan kerja yang bersifat mengorganisir sendiri diantara berbagai aktor yang sedemikian rupa, sehingga hubungan jenis apapun mempunyai potensi untuk mendatangkan aksi dan kemudian mengkomunikasikan informasi dengan cara efisien.

1. Aktor/elit adalah tokoh yang ada dalam masyarakat yang mempunyai kedudukan yang kuat untuk memiliki guna mempengaruhi massanya.

2. Komunikasi politik adalah proses tukar menukar informasi antara duaentitas atau lebih. Tujuan utama dari komunikasi politik adalah menciptakan kesamaan pemahaman politik (misalnya pesan, permasalahan, isu, kebijakan politik).

b. Strategi pencitraan (image) politik adalah jumlah dari keyakinan, gambaran dan kesan yang dipunyai seseorang pada suatu objek. Objek yang dimaksud dapat berupa orang, organisasi, kelompok orang atau lainnya yang diketahui.

1. Strategi pesan adalah bagaimana mengemas isu-isu politik yang sedang berkembang di masyarakat dan solusi yang ditawarkan sehingga menarik perhatian masyarakat.

(40)

disesuaikan dengan kondisi masyarakat dalam menyampaikan pesan-pesan politik.

c. Strategi kampanye adalah penyampaian informasi berupa visi, misi dan pandangan, rencana ataupun program seseorang atau organisasi tertentu dengan maksud untuk mempengaruhi orang atau masyarakat yang diberi informasi untuk mengerti dan selanjutnya dapat memberikan dukungan baik secara langsung maupun tidak langsung kepada orang atau organisasi yang mencetuskan visi, misi dan pandangan rencana ataupun program yang disampaikan.

1. Rapat umum adalah bentuk rapat umum yang dilaksanakan pada ruang terbuka (lapangan, stadion) yang dihadiri oleh massa dari pendukung dan warga masyarakat lainnya untuk mendengarkan visi dan misi pasangan calon.

a. Visi adalah rumusan umum mengenani keadaan yang diinginkan pada akhir priode perencanaan.

b. Misi adalah rumusan umum mengenai upaya-upaya yang akan dilaksanakan untuk mewujudkan visi.

2. Pemasangan atribut partai adalah pemasangan alat peraga kampanye di tempat-tempat supaya lebih dikenal oleh masyarakat. Atribut partai dan pasangan seperti: baliho, pamphlet, kaos, logo nomer urut dan pasangan calon. 3. Organisasi masyarakat (ormas) adalah organisasi yang terdiri dari kelompok

(41)

keinginan yang sama, dan mereka melakukan kerjasama untuk mempengaruhi kebijaksanaan pemerintah demi tercapainya kepentingan, tujuan dan keinginan dari organisasi tersebut.

4. Pemilihan kepala daerah langsung (pilkada) adalah sarana pelaksanaan rakyat yang dilaksanakan di daerah secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil dalam Negara Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Atau salah satu upaya tindakan pengembalian hak-hak dasar masyarakat di daerah untuk memberikan kewenangan dalam mimilih kepala daerah yang diinginkan.

II. 5. Definisi Operasional

Adapun definisi operasional dalam penelitain yang berjudul Strategi Nahdlatul Wathan dalam Memenangkan Tuan Guru Bajang pada Pilkada di Nusa Tenggara Barat Tahun 2013 adalah sebagai berikut:

1. Strategi membangun jaringan oleh Organisasi Nahdltul Wathan dan konstituennya dalam pilkada Gubernur Tahun 2013 di Nusa Tenggara Barat, indikatornya berupa:

a. Strategi memanfaatkan jaringan tokoh (opinion leader) NW kepada para tokoh agama atau tokoh masyarakat yang mempunyai kedudukan yang kuat (patron) memiliki guna mempengaruhi massanya (klient) memilih pasangan calon yang diusung.

(42)

2. Strategi pencitraan politik figur TGB dalam pilkada Nusa Tenggara Barat 2013, dengan indikator:

a. Strategi pesan dengan menggemas isu-isu politik yang sedang berkembang di masyarakat dan juga solusi yang ditawarkan sehingga menarik perhatian masyarakat.

b. Strategi dengan menggunakan media baik elektronik maupun non elektonik dalam menyampaikan figur calon.

c. Terjun langsung kemasyarakat dengan memberikan dakwah dan informasi untuk menciptakwan image politik yang religius.

d. Menonjolkan figur calon dari segi keulamaannya.

e. Figur TGB sebagai keturunan langsung dari pendiri NW TGH. Zainuddin Abdul Majid.

f. Image sebagai pemimpin yang berhasil menjalankan program pada jabatan sebelumnya.

3. Strategi kampaye TGB dalam pilkada 2013 di Nusa Tenggara Barat, dengan indikator:

a. Penyampaian visi dan misi pasangan TGB kepada seluruh massa pendukung yang dilakukan di stadion.

(43)

Tabel 5.1 Definisi Operasional

membentuk relasi antar elit-elit baik elit-elit NW dan di luar NW yang mempunyai massa Komunikasi 1. Silaturrahmi anat elit-elit baik NW maupun di luar NW 2. Strategi Pencitraan

(image)

Pesan 1. Pemimpin yang religius 2. Keturunan langsung pendiri

NW TGH. Zainuddin Abdul Majid

Media 1. Kampanye melalui media elektronik: TV, radio, sosial media dll.

(44)

44

Penelitian ini penulis menggunakan metodologi penelitian supaya mendapatkan hasil yang maksimal. Metodologi yang digunakan adalah sebagai berikut:

III.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Deskriptif eksploratif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif ini mengutamakan kualitas analisi serta interprestasi dari realitas sosial yang tergambarkan sedemikian rupa berdasarkan dari data nonstatistik. Secara fundamental penelitian kualitatif tergantung pada pengamatan manusia terhadap obyek dan berhubungan dengan orang-orang dengan bahasanya serta peristilahannya yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati (Moelong:2004).

(45)

III.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Pulau Lombok khusunya di organisasi keagamaan Nahdlatul Wathan Pancor yang menjadi pusat organisasi keagamaan NW.

III.3 Jenis Data dan Sumber Data

Jenis data dalam penelitian ini adalah: A.Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh dari responden yang berupa keterangan dari pihak-pihak terkait dengan masalah yang ada dalam penelitian.

B.Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari buku-buku, makalah, media massa baik media cetak maupun elektronik, dokumen serta arsip yang berkaitan tentang Nahdlatul Wathan dan strategi dalam memenagkan TGB pada pilkada Nusa Tenggara Barat Tahun 2013

III.4 Teknik Pengumpulan Data

(46)

Adapun teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian adalah :

1. Interview atau wawancara

Seperti arti dari wawancara atau interview teknik ini adalah metode pengumpulan data dengan jalan tanya jawab sepihak yang dikerjakan dengan sistematik dan berlandaskan kepada tujuan penyelidikan, pada umumnya dua orang atau lebih hadir secara fisik dalam proses tanya jawab itu. Dalam penelitian ini wawancara ditujukan pada organisasi terkait dan tim sukses kemenangan TGB pada pilkada 2013 seperti yang tercantum dalam unit analisa yaitu Nahdtul Wathan sebagai organisasi keagamaan yang sekaligus tempat TGB menjabat sebagai PB NW.

Adapun wawancara dalam penelitian ini akan dilakukan kepada:

1.TGH. Muhammad Zainul Majdi (Tuan Guru Bajang) sebagai ketua pengurus besar (PB) Nahdlatul Wathan.

2.Tuan Guru Yusuf Ma’mun yang menjabat sebagai ketua Dewan Mustasyar Nahdltul Wathan.

3.Ketua tim sukses Nahdlatul Wathan 4.Ketua tim sukses TGB center

5.Wakil-wakil tim sukses TGB cender di setiap wilayah di pulau Lombok 2. Dokumentasi

(47)

bahan-bahan yang dibutuhkan untuk memberi informasi tentang situasi dan kondisi dari latar belakang penelitian.

III.5 Unit Analisa Data

Unit analisa data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian besar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data. Unit analisa data pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Ketua pengurus besar (PB) Nahdlatul Wathan 2. Ketua Dewan Mustasyar

3. Ketua tim sukses Nahdlatul Wathan 4. Ketua tim sukses TGB Center

5. Wakil-wakil tim sukses Nahdaltul Wathan di setiap wilayah di Lombok

III.6 Teknik Analisis Data

Tujuan dari analisis data pada dasarnya adalah menyederhanakan data supaya mudah di baca dan dipahami. Dalam penelitian ini penyusunan akan menggunakan model analisi kualitatif, yaitu usaha untuk mengambil kesimpulan berdasarkan pemikiran atau dari berbagai data yang di dapatkan.

(48)
(49)

49 1. Provinsi Nusa Tenggara Barat

Provinsi Nusa Tenggara Barat terdiri atas dua pulau besar yaitu pulau Lombok dan pulau Sumbawa dan ratusan pulau kecil-kecil dari 280 pulau yang ada, terdapat 32 pulau yang telah berpenghuni. Luas wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat mencapai 20.153,15 km2. Terletak antara 115o46 - 119o5’ Bujur Timur dan 8o10’- 9o5’ Lintang selatan.

Batas wilayah Nusa Tenggara Barat yaitu: Sebelah Utara : Laut Jawa dan Flores Sebelah Selatan : Samudera Indonesia

Sebelah Barat : Selat Lombok/ Provinsi Bali

Sebelah Timur : Selat Sape/ Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT)

Luas pulau Sumbawa mencapai 15.414,5 km2 (76,49%) atau 2/3 dari luas Provinsi Nusa Tenggara Barat, dan luas pulau Lombok hanya mencapai 1/3 saja. Pusat pemerintahan Provinsi Nusa Tenggara Barat terdapat di kota Mataram pulau Lombok.

IV.2. Keadaan Demograf 1. Penduduk

(50)

jenis kelamin sebesar 94.10%. Jumlah penduduk terbesar terdapat di kabupaten Lombok Timur dan yang terkecil di Kabupaten Sumbawa Barat.

2. Pemerintahan

a. Wilayah Administrasi

Provinsi Nusa Tenggara Barat terdiri dari 8 kabupaten, 2 kota, 116 kecamatan dan 1.146 desa/kelurahan. Kabupaten Sumbawa memiliki kecamatan terbanyak yaitu 24. Sedangkan Lombok timur memiliki wilayah administrasi desa/kelurahan terbanyak dengan 254 desa/kelurahan dengan jumlah kecamatan sebanyak 20 kecamatan.

Jumlah kecamatan di pulau Sumbawa sebanyak 63 kecamatan, lebih banyak dari pulau Lombok sebanyak 54 kecamatan. Sedangkan untuk jumlah desa/kelurahan berbanding terbalik dengan jumlah seluruh kecamatan di pulau Sumbawa. Jumlah seluruh desa/kelurahan di pulau Lombok ada 598 desa/kelurahan lebih banyak dari pulau Sumbawa sebanyak 548 desa/kelurahan.

b. Kegiatan Politik

(51)

Tabel 4.1

Jumlah Pemilih Tetap (DPT) pada Pemilihan Umum Gubernur dan Wakil Gubernur Nusa Tenggara Barat 2013

Kabupaten/Kota Laki-laki Perempuan Jumlah

Lombok Barat 224.832 231.379 456.211

Lombok Tengah 338.116 361.833 699.949

Lombok Timur 416.233 451.849 868.082

Sumbawa 159.771 166.109 325.880

Dompu 73.295 75.967 149.262

Bima 163.093 168.531 331.624

Sumbawa Barat 45.057 47.346 92.403

Lombok Utara 76.750 78.718 155.468

Kota Mataram 143.521 151.558 295.079

Kota Bima 50.651 53.832 104.483

Jumlah 1.691.319 1.787.122 3.478.441

Sumber: NTB dalam Angka 2014

IV.3 Keadaan Sosial 1. Pendidikan

(52)

Dasar Provinsi Nusa Tenggara Barat tahun 2013/2014 dengan tertinggi di Kabupaten Dompu yang mencapai 121.23.

Untuk memenuhi kebutuhan pendidikan bagi penduduk yang mengalami keterbatasan fisik dan mental, terdapat 29 Sekolah Luar Biasa, dan 490 orang guru atau tenaga pengajar yang hampir tersebar di seluruh Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Barat.

2. Kesehatan

Fasilitas kesehatan di Provinsi Nusa Tenggara Barat terus meningkat. Pada tahun 2013 terdapat penambahan satu buah rumah sakit swasta. Terdapat 157 unit puskesmas yang tersebar di seluruh wilayah Nusa Tenggara Barat. Peningkatan fasilitas juga dibarengi dengan peningkatan tenaga kesehatan. Hingga tahun 2013 jumlah tenaga kesehatan mencapai 10.536 orang. Ada peningkatan jumlah dokter spesialis dari 119 dokter spesialis tahun 2012 naik menjadi 179 dokter spesialis tahun 2013.

3. Agama

(53)

4. Gambaran Masyarakat Islam di Nusa Tenggara Barat

Provinsi Nusa Tenggara Barat memiliki tiga etnis asli yaitu etnis Sasak yang mayoritas berdomisi di Lombok serta etnis Sumbawa dan Mbojo yang umumnya berdomisili di Sumbawa. Islam merupakan agama yang dianut oleh mayoritas penduduk Nusa Tenggara Barat. Jumlah penduduk Muslim tercatat 4.599.892 sementara itu basis sosial Islam sangat kuat di kawasan Lombok dan Sumbawa. Hal ini berkaitan dengan sejarah masuk Islam di NTB yang bersumber dari dua jalur yakni dari barat (Jawa) dan dari timur (Goa). PengIslaman pulau Lombok terjadi di bawah pemerintahan Sunan Prapen, putra susuhunan Ratu Giri yang pernah menaklukkan kerajaan Sumbawa dan Bima. Sedangkan Islam masuk ke Sumbawa dan Bima melalui misi Sultan Gowa yang mengirim sejumlah da’i. baik di Lombok

maupun Sumbawa Islam masuk lewat jalur dakwah, perdagangan dan juga melalui perkawinan

Pola hubungan antar agama di Nusa Tenggara Barat tidaklah terlalu fluktuatif. Kecenderungan saling menghargai dan kesediaan hidup berdampingan secara damai antar pemeluk merupakan ciri umum. Meskipun demikian, tidak berarti sepenuhnya berjala mulus. Beberapa kali antar umat Islam dengan pemeluk agama lain terlibat konflik, khususnya apabila isu yang mengemuka sudah memasuki segi-segi sensitif dalam hubungan antar agama.

(54)

kharismatik dikarenakan ilmu agama yang dimiliki, serta mengajar ilmu agama dan ilmu umum di madrasah atau pondok pesantren. Oleh karena itu, bagi masyarakat NTB adanya aliran kelompok baru seperti Ahmadiyah membuat masyarakat NTB merasa terganggu dan keberadaan mereka telah mencederai para Tuan Guru bahkan telah dianggap menodai Islam di NTB khusunya di Lombok (Putrawan, 2015).

Kebiasaan atau ritual-ritual agama yang dilakukan oleh Ahmadiyah dianggap tidak sesuai dengan ajaran Islam sehingga memicu terjadinya konflik antara Ahmadiyah dan umat Islam di Lombok. Konflik antara Ahmadiyah dan masyarakat NTB terjadi di dusun ketapang, desa gegerung, kecamatan lingsar Lombok barat penyerangan dan pengerusakan dilakukan terhadap 33KK komunitas Ahmadiyah pada tanggal 19 oktober 2005 dan di desa Prapen kecamatan Praya Lombok tengah pada tanggal 17 maret 2006. (Sholihin, 2014:45).

IV.4 Deskripsi Organisasi Nahdlatul Wathan

1. Sejarah Berdirinya Nahdlatul Wathan

(55)

Sebelum berdirinya organisasi Nahdlatul Wathan (NW) telah didirikan tiga lembaga pendidikan yang menjadi cikal bakal berdirinya organisasi ini yaitu, pesantren al mujahidin, madrasah Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyaj (NWDI) yaitu madrasah yang khusus bagi laki laki, dan madrasah Nahdtul Banat Diniyah Islamiyah (NBDI) yang khusus bagi wanita.

Sesudah melihat perkembangan dan pertumbuhan pesat NWDI dan NBDI dan berdirinya beberapa cabang madrasah tersebut di luar daerah dan kota, maka TGH Zainuddin Abdul Majdi melihat adanya kebutuhan yang lebih komplek, untuk mengontrol kedua lembaga pendidikan tersebut, beliau merasa butuh untuk mendirikan sebuah organisasi yang berfungsi sebagai wadah koordinasi, Pembina, pemelihara dan penanggung jawab terhadap segala amal usaha yang dilakukan baik, dalam bidang pendidikan maupun sosial dan dakwah.

Pada tanggal 1 maret tahun 1953 TGH Zinuddin Abd Majdi akhirnya berinisiatif mendirikan sebuah organisasi sosial kemasyarakatan yang dinamakan Nahdlatul wathan (NW). Nama organisasi Nahdlatul wathan ini di ambil dari dua kata Arab yaitu Nahdlah dan Wathan, Nahdlah artinya kebangkitan, pergerakan sedangkan Wathan artinya tanah air dan Negara. Dengan demikian menurut pengertian bahasa Nahdlatul wathan berarti kebangkitan tanah air, pembangunan Negara atau membangun Negara. Sedangkan secara istilah Nahdlatul wathan adalah organisasi kemasyarakatan Islam Ahlussunah wal jama’ah ‘ala Mazhabil Imamisy Syafi’i memusatkan kegiatannya pada bidang pendidikan, sosial dan

(56)

2. Visi dan Misi Nahdlatul wathan

Visi oganisasi Nahdlatul wathan adalah meningkatkan sumber daya manusia (SDM) yang beriman dan bertaqwa dan mewujudkan kesejahteraan lahir dan batin dalam rangka memperoleh Ridha Allah di dunia dan di akhirat berdasarkan pada pokoknya NW, pokok NW iman dan taqwa. Sedangkan misi organisasi adalah penyelenggaraan pendidikan, kegiatan sosial, dan dakwah Islamiyah.

3. Aqidah, Asas dan Tujuan Nahdlatul Wathan

Organisasi Nahdlatul Wathan menganut faham Aqidah Islam Ahlussunnah Wal Jama’ah ’Ala Mazhabi Al-Imam Asysyafi’i r.a.dan berasaskan Pancasila sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 tahun 1985. Sejak awal berdirinya, organisasi berasaskan Islam dan kekeluargaan. Asasnya berlaku hingga muktamar ke-3, dan kemudian diganti dengan Islam Ahl Al-Sunnah Wa Al-Jama’ah ‘Ala Madzhib Al-Imam Al-Syafi’i. perubahan ini terjadi mengingat khittah perjuangan kedua Madrasah induk, NWDI dan NBDI.

Sebagai organisasi keagamaan, maka anggaran dasar dan anggaran rumah tangga, yang Nahdlatul Wathan berbunyi sebagai berikut:

(57)

2. Menyelenggarakan kegiatan sosial seperti menyelenggarakan Panti Asuhan, Asuhan Keluarga, Rubath/Pondok/Asrama Pelajar/ Mahasiswa, Pos Kesehatan Pondok Pesantren (POSKESTREN), balai pengobatan, Balai Kesehatan Ibu dan Anak (BKIA), klinik keluarga sejahtera dan rumah sakit.

3. Menyelenggarakan dakwah Islamiyah melalui pengajian (majelis dakwah/majelis ta’lim) tabligh, penerbitan, mengembangkan pusat informasi Pondok Pesantren dan media lainnya.

4. Memelihara ukhuwah Islamiyah dan perdamaian dalam masyarakat 5. Menghidupsuburkan masyarakat tolong menolong, mempertinggi

amal sosial dan amal jariah.

6. Menyelenggarakan usaha-usaha lain yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam dan tidak merugikan Nahdlatul Wathan dengan mengindahkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam Negara Republik Indonesia.

Dari usaha-usaha yang dilakukan oleh organisasi Nahdlatul Wathan diatas, terlihat bahwa organisasi bergerak di bidang pendidikan, sosial dan dakwah. (Fauzan, 2002:25-32).

IV.5. Dualisme Kepemimpinan di Tubuh Nahdlatul Wathan

(58)

Rauhun (R1) dan siti Raihanun (R2) yang lahir dari ibu yang berbeda karena Maulana Syeh menganut poligami. Adanya sikap diskriminatif dari elit-elit NW dalam memperlakukan kedua putri beliau juga menjadi penyebab munculnya konflik dan perpecahan.

Muktamar Nahdlatul Wathan ke-10 tahun 1998 di Praya Lombok Tengah, menjadi puncak terjadinya konflik dan munculnya dualism kepemimpinan di tubuh NW. acara muktamar yang berlangsung pada tanggal 24-26 Juli 1998 tersebut diwarnai dengan persaingan dan pertarungan elit dari masing-masing kubu. Adapun jumlah peserta yang mempunyai hak suara dalam pemilihan calon ketua umum sebanyak 92 orang.

Pemilihan calon ketua umum NW dilaksanakan melalui dua tahap, pertama tahap penjaringan bakal calon dan yang kedua tahap pemilihan calon ketua umum. Seorang calon berhak maju ketahp kedua jika memperoleh minimal 18 suara dari 92 suara. Dari hasil tahap pertama, terdapat dua nama yang muncul sebagai calon ketua umum, yaitu Raihanun dari kubu R2 dan Ma’sun Ahmad dari kubu R1. Raihanun memperoleh 54suara dan Ahmad memperoleh 34 suara, 1 absein, 1 batal dan 2 orang tidak ikut memilih. Munculnya Raihanun pada tahap pertama tidak pernah diperkirakan sebelumnya oleh kubu R1, sebab selama ini Raihanun hanya dikenal sebagai ibu rumah tangga. Kemenangan Raihanun membuat kubu R1 mejadi gelisah, karena hanya Rauhun yang dapat menyaingi Raihanun, namun ia terlanjur tidak mencalonkan diri.

(59)

Muktamar. Adanya perbedaan pendapat terkait dengan tafsir kepemimpinan perempuan antara Ma’sun Ahmad dan Dewan Syuro PB NW yang notebennya adalah pendukung R2 menjadi penyebeb Ma’sun mengundurkan diri. Ma’sun Ahmad berpendapat bahwa Mahzab Syafi’I sebagai mahzab tunggal organisasi

tidak memperbolehkan perempuan sebagi pemimpin, termasuk pemimpin dalam organisasi. Sedangkan dewan Syuro PB NW berpendapat sebaliknya, yang tidak diperbolehkan bagi perempuan ialah memimpin pada kasus-kasus tertentu seperti menjadi kepala Negara, imam shalat bagi laki-laki dan menjadi hakim pidana. Dengan pendapat demikian Ma’sun Ahmad dan pendukungnya memilih walk out

dari arena muktamar, dan Raihanun (R2) dipilih secara aklamasi dan dilantik sebagai ketua umum PB NW untuk masa habatan 1998-2003.

Hasil muktamar melahirkan pro dan kontra dikalangan jamaah NW, dimana kubu R1 menolak hasil muktamar karena dinilai melanggar aturan organisasi yang menganut mahzab syafi’I, sedangkan kubu R2 menganggap kepengurusan mereka telah sah dan tidak melanggap mahzab organisasi. Kubu yang kontra atau R1 kemudian mengadakan muktamar reformasi yang di motori oleh Ma’sun Ahmad

(60)

berfungsi sebagai pendukung dan penguat wacana kekuasaan yang diproduksi oleh masing-masing kubu. Apa yang dikatakan dan diwacanakan oleh masing-msing elit NW menjadi “kebenaran mutlak” yang diterima begitu saja oleh jamaah NW.

Perang wacana yang terjadi antara kedua kubu pasca muktmar berubah menjadi praktik konflik. Konflik pertama kali terjadi di Pancor tahun 1998 ketika pendukung R1 memboikot jalan dan tidak mengijinkan kubu R2 untuk masuk ke wilayah Pancor dan melakukan penyerangan ke tokoh-tokoh dari kubu R2. Rumah dan bangunan-bangunan milik tokoh R2 dijadikan sasaran serangan oleh pendukung R1 yang kecewa dengan sikap mereka yang tidak netral dengan putri Mualana Syeh. Serangan demi serangan terus dilakukan kubu R1 yang diakhiri dengan hijrahnya kubu R2 dan pendukungnya dari Pancor ke desa Kalijaga dan kemudian ke desa Anjani. Dengan terbentuknya Pengurus Besar Nahdlatul Wathan hasil muktamar reformasi maka secara de-facto organisasi NW memiliki dua kepemimpinan yaitu pengurus besar hasil muktarar ke-10 yang diketuai oleh Siti Raihanun (anak pendiri NW) dan Pengurus Besar Nahdlatul Wathan hasil reformasi yang diketuai oleh TGB.KH. Zainul Majdi, MA (cucu pendiri NW).

(61)

Pancor didampingi oleh satgas Hamzanwadi dan kubu Anjani di damping oleh Hizbullah Nahdlatul Wathan.

Fakta yang kemudian terjadi di lapapangan adalah ada beberapa asset NW seperti lembaga pendidikan NW yang dikuasai oleh orang-orang Hamzanwadi dan dan dikuasai oleh orang-orang Hizbullah. Namun ada juga yang dikuasai oleh kedua belah pihak. Penguasaan oleh kedua belah pihak inilah yang sering membuat terjadinya konflik. Akibat perebutan kekuasaan antara kedua kubu ini terjadi beberapa tragedi yang membuat konflik semakin rumit, seperti konflik yang terjadi di desa Kesik, Kelayu, Wanasaba dan Paok Lombok. (Fahrurrozi, 2011:70-72).

Konflik Nahdlatul Wathan terus menyebar bahkan sampai ke ranah politik. Kedua kubu terus bersaing dan membangun afiliasi politik masing-masing. Hal ini terlihat dari pemilu 1999 dimana kubu R1 bergabung dengan PDR dan kubu R2 bergabung dengan partai Golkar. Tak hanya itu, pada tahun 2004 kedua kubu berganti berndera politiknya dimana R1 bergabung degan Partai Bulan Bintang (PBB) dan R2 bergabung dengan Partai Bintang Reformasi (PBR). Dan pada pemilu 2014, kubu R1 dan R2 kembali merubah haluan politiknya yaitu dengan R1 berafiliasi bersama Partai Demokrat dan R2 dengan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).

(62)

diri sebagai calon Bupati Lombok Tengah periode 2010-2015. Ia membutuhkan dukungan dari kedua kubu untuk dapat memenagkan pilkada. Pada putaran pertama, Gede Sakti menang dengan jumlah perolehan suara sebanyak 47.71% kemudian disusul dengan pasangan Maik Meres sebanyak 21.83%, Jari 19.94% dan Suke 19.33% suara. Berbagai cara dilakukan untuk memenangkan Lalu Gede salah satunya dengan mengajak Tuan Guru Bajang ikut berkampanye sebagai bukti dari perdamain Nahdlatul Wathan. Kedua kubu saling bekerja sama untuk memenangkan Lalu Gede tapi pada putaran kedua semuanya berbalik Lalu Gede mengalami kekalahan dengan jumlah perolehan suara 40% sedangkan lawan politiknya Maik meres memperoleh 59.3% suara. Kekalahan Lalu Gede ini kemudian berdampak pada proses rekonsiliasi yang mengakibatkan gagalnya perdamaian dari kedua kubu dan sekarang tetap menjalankan organisasi masing-masing.

IV.6 Politik Nusa Tenggara Barat pada tahun 2013

(63)

Tenggara Barat yang merupakan basis Golkar untuk wilayah bagian timur kini beralih kepada partai Demokrat dan partai berbasis Islam (Linayati:2011).

Tahun 2008 merupakan ujung tombak dari perubahan peta politik NTB, dari yang mula partai berlambang pohon beringin dan figur calon berasal dari birokrat kini berubah menjadi partai bernuansa Islam dan calon yang berasal dari kalangan kiai (Tuan Guru). Hal serupapun masih terjadi pada pilkada 2013 lalu, yaitu keterlibatan kiai dan partai Islam masih sangat tinggi dalam perpolitikan NTB. Ini dapat dilihat dari dua pasangan calon Gubernur yang mencalonkan diri berasal dari kalangan Tuan Guru yaitu pasangan urut satu (TGB) dan empat (Zulkifli).

Pemilihan kapala daerah dan wakil kepala daerah langsung yang dilakukan di Provinsi Nusa Tenggara Barat yang diselenggarakan pada tahun 2013 diikuti oleh 4 (empat) Pasangaan calon Gubernur dan wakil Gubernur. Adapun kandidat yang mencalonkan diri sebagai kepala daerah pada waktu itu: nomer urut satu TGB. Dr. H. Zainul Majdi dan H. Moh. Amin; nomer urut dua Suryadi Jaya Purnama ST dan Johan Rosihan; pasangan nomer urut tiga Drs. Harun Al Rasyid dan H. Lalu Abdul Huhyi Abidin MA; dan pasangan urut terakhir yaitu Dr. KH Zulkifli Muhadly dan MM-Prof. Dr. Ir. H. M. Icsan, MSi.

(64)

(Demokrat, Golkar, PDIP, PAN, PPP, Gerindra dan PKB) dan satu kekuatan besar yaitu organisasi keagamaan terbesar di Nusa Tenggara Barat yang bernama Nahdlatul Wathan Pancor. Organisasi NW merupakan modal dasar (basic capital) pencalonan TGB menjadi Gubernur karena TGB didukung oleh para tokoh NW di seluruh NTB khusunya tokoh-tokoh di pulau Lombok.

Sedangkan pasangan nomer urut empat mempunyai basis massa khusunya di Kabupaten Sumbawa yang sudah mempunyai nama dikalangan masyarakat karena gelar Tuan Guru yang diembanya dan juga menjabat sebagai Bupati Sumbawa Barat selama dua kali berturut-turut. Disamping itu juga pasangan ini mempunyai posisi yang sangat kuat karena memperoleh dukungan dari kader NW Anjani yang merupakan setengah dari mayoritas warga NW.

(65)

unggulan yang berhasil dijalankan pada masa kepemimpinannya dulu di Nusa Tenggara Barat.

Dari berbagai latar belakang dan keutamaan calon kandidat kepala daerah tersebut hasilnya pun cukup memberi kejutan. Dimana posisi pertama dan kedua suara terbanyak pada pilkada NTB 2013 dimenagkan oleh kedua calon pasangan yang berasal dari tokoh agama (Tuan Guru). Dengan perolehan suara tertinggi yang didapatkan oleh kedua tokoh agama tersebut, hal ini membuktikan bahwa NW sudah mengakar di NTB dan juga memperlihatkan bahwa masyarakat masih sangat fanatic terhadap Tuan Guru

Tabel 4.2

Rekapitulasi Hasil Perhitungan Suara Pilkada Gubernur/Wakil Gubernur Provinsi Nusa Tenggara Barat Periode 2013-2018

No.Urut Nama Calon Perolehan Suara

Gubernur Wakil Gubernur Angka Presentase 1 TGB Dr. H. M.

(66)

Berdasarkan tabel di atas dapat disimpulkan bahwa jumlah suara yang di dapatkan oleh TGB-Amin jika dibandingkan dengan pasangan lain jauh berbeda selisih suara yang didapatkan sekitar 15 persen lebih, dengan hanya satu putaran. Pasangan TGB-Amin menang hampir di seluruh kabupaten yang ada di Lombok terutama di Kabupaten Lombok Utara yang menjadi penyumbang suara terbanyak dan Kabupaten Lombok Timur yang merupakan basis dari organisasi NW, dengan melihat hasil perolehan suara yang didapatkan oleh pasangan TGB-Amin maka dapat dikatakan strategi kemenangan politik yang dijalankan tim sukses dari Partai Politik, TGB center dan Nahdlatul Wathan lebih intensif ketimbang pasangan calon kepala daerah lain.

IV.7 Tuan Guru Bajang (TGB) Center

TGB center adalah lembaga non formal yang didirikan oleh Tuan Guru Bajang menjelang dihelatnya pesta demokrasi pemilihan kepala daerah Nusa Tenggara Barat pada tahun 2008. Tujuan didirikannya lembaga ini adalah sebagai salah satu modal politik Tuan Guru banjang dalam rangka menghadapi percaturan politik pemilihan Gubernur tahun 2008 dan 2013 lalu. Elemen-elemen yang tergabung dalam TGB center adalah orang-orang diluar partai, komunitas masyarakat muslim dan non-muslin, pelajar dan lain-lain yang ada di Nusa Tenggara Barat.

(67)
(68)

68

Bab ini memaparkan hasil temuan dan analisis untuk menjawab rumusan masalah tentang strategi Nahdlatul Wathan dalam memenangkan Tuan Guru Bajang menjadi Gubernur Nusa Tenggara Barat pada pemilihan kepala daerah secara langsung tahun 2013. Isi dari bab lima ini adalah deskripsi hasil temuan pembahasan yang didapatkan dari hasil olahan data primer yang diperoleh dari hasil penelitian.

V.1 Modal sosial dan Politik TGBKH. Zainul Majdi

Ijtihad politik Tuan Guru Bajang untuk berkompetisi di di bursa pencalonan Gubernur NTB untuk kedua kalinya di sambut baik oleh masyarakat khusunya bagi jamaah Nahdlatul Wathan yang memang menghendaki pencalonan kembali Tuan Guru Bajang pada pilkada 2013. Kemenagan Tuan Guru Bajang dua kali secara berturut-turut merupakn prestasi yang luar biasa bagi Nahdlatul Wathan. Perjuangan, doa dan ikhtiar yang mereka lakukan terbayar dengan hasil perolehan suara yang didapatkan oleh Tuan Guru Bajang pada pilkada 2008 dan 2013 lalu.

(69)

V.1.1 Modal Sosial

Pada pencalonan Tuan Guru Bajang baik pada pilkada 208 dan 2013 lalu, modal sosial yaitu faktor keturunan dan budaya masyarakat tidak bisa dielakkan dari kemenangan Tuan Guru Bajang. Faktor keturunan ini didasarkan pada pemimpin tradisional, faktor keturunan sering menjadi pertimbangan dalam menilai seseorang, begitupun dengan TGB disamping latar belakang pendidikan, TGB adalah cucu dari orang yang sangat berpengaruh di Nusa Tenggara Barat yaitu Tuan Guru Haji Zainuddin Abdul Majid, yang mendidrikan NW, dan seperti yang sudah di jelaskan kakek TGB adalah tokoh agama yang sangat di segani di Nusa Tenggara Barat terutama di Pulau Lombok yang merupakan basis dari organisasi NW karena keberhasilan kakek TGB dalam mengusir penjajah dan mengajarkan masyarakat Lombok mengenai pendidikan dengan jalan berdakwah.

(70)

Faktor yang kedua adalah faktor budaya dimana Tuan Guru Bajang terkenal pluralis dan multikulturalis setara seperti kakek beliau. Tuan Guru Bajng membangun interkasi sosiokulturalnya dengan cara mennjalin silaturrahmi dengan masyarakat dari berbagai lapisan tanpa mengenal suku, agama, ras, bahasa dan budaya. Penjalinan hubungan yang dilakukan oleh TGB ini dilakukan dengan berdakwah ke barbagai pelosok daerah di NTB untuk mewujudkan misinya Amar Makruf Nahi Mungkar di seantero NTB.

Hasilnya Tuan Guru Bajang mampu menggandeng elemen masyarakat mulai dari organisasi kemasyarakatan, organisasi pemuda, maupun lembaga-lembaga adat di tiap-tiap daerah di NTB, baik muslim maupun non muslim. Ikatan kultural yang kuat dengan pendekatan emosional yang telah dibangun dengan masyarakat akar rumput menjadi salah satu amunisi yang kuat bagi Tuan Guru Bajang untuk menjadi pemimpin daerah. Terebih lagi masyarakat NTB masih sangat kental dengan budaya paternalistiknya

V.1.2. Modal Politik

Gambar

Tabel 4.1
Tabel 4.2 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Suara Pilkada Gubernur/Wakil Gubernur Provinsi

Referensi

Dokumen terkait

[r]

adalah mahasiswa Fakultas Teknik dari 6 jurusan yang masing-masing diambil 15 orang. sehingga total sampel berjumlah 90

Sebagai badan hukum yang didirikan sebelum lahirnya Undang-Undang Yayasan, maka berdasarkan Pasal 71 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004, YKK tetap diakui sebagai

(1) Kepada Wajib Pajak yang telah memperoleh persetujuan Bupati Kepala Daerah untuk melakukan pembayaran pajak secara angsuran, harus dilakukan secara teratur dan

struktur α-heliks terbentuk karena gugus C=O pada asam amino ke-n berikatan dengan gugus N-H pada asam amino ke-(n+3). Beberapa bagian struktur sekunder dapat mengalami

6erdasarkan uraian di atas# kami akan menganalisis tentang  pengendalian internal yang diterapkan pada !T Telkom "ndonesia# Tbk  berdasarkan kerangka kerja

tidak mengharuskan suatu penemuan baru, tetapi dapat merupakan suatu pendekatan baru yang bersifat kontekstual dalam arti inovasi tidak terbatas dari tidak ada kemudian muncul

Mengingat bagi perusahaan multinasional, isu transfer pricing dan manajemen laba adalah merupakan isu penting, terkait perencanaan pajak agresif, terlebih dengan