• Tidak ada hasil yang ditemukan

Persepsi Masyarakat Penyintas Gunung Sinabung terhadap Relokasi Pemukiman Baru

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Persepsi Masyarakat Penyintas Gunung Sinabung terhadap Relokasi Pemukiman Baru"

Copied!
100
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim.2007. UURI Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723

Buku Cetak

Arikunto, Suharsimi. 2005. Manajemen penelitian: Rineka Cipta

Arif, M. 2008. Metodologi penelitian Sosial. Medan: Fisip Usu Pers

Budihardjo, Eko. 2009. Perumahan dan Pemukiman di Indonesia. PT. Alumni: Bandung

Bungin, Burhan.2007.Penelitian Kualitatif. Jakarta:Kencana

Bungin, Burhan.2009. Metodologi penelitian kuantitatif.Jakarta: Kencana Prenada Media Group

Hidayati, Deny, dkk. 2008. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Dalam Konteks

Bencana Alam di Kabupaten Cilacap

Narwoko, Dwi J. dan Suyanto Bagong. 2004. Sosiologi; Teks Pengantar dan

Terapan, Edisi ke-3. Jakarta: Kencan Prenada Media Group

Nawawi, Hadari dan Hadari Martini.2006.instrument penelitian bidang sosial. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Ritzer, Geroge.1992.Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda.Jakarta: Rajawali pers

(2)

Sugiyono.2010. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R&D.Bandung:Alfabeta

Thoha, Miftah.1992. Prilaku Organisasi Konsep Dasar dan

Aplikasinya.Jakarta:Rajawali Pers

Tjetjep.Wimpy S. 2002.Dari Gunung Api hingga Otonomi Daerah.Jakarta:Yayasan Media Bhakti Tambang

Setiadi, Elly M dan Usman Kolip.2011. Pengantar Sosiologi Pemahaman Fakta

dan Gejala Permasalahan Sosial. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group

Sumadi, Suryabrata. 2002. Metode penelitian. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Boy, Kadri, dkk. 2014. Jokowi: Relokasi Harus Dimulai. Koran Sindo: http// Website

Harliani, Fanni. 2014. Persepsi Masyrakat Kampung Cientung, Kabupaten Bandung tentang Rencana Relokasi Akibat Banjir. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota volume 25, no 1 hlm 35-58..

Pandego, Ki Jati. 2012. Kajian Relokasi Pemukiman Pasca Bencana Banjir Lahar Dingin (studi kasus masyarakat Sempadan). Jurnal Skripsi. Yogyakarta: Jurusan Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, UGM. http://resipotory.ugm.ac.id , diakses pada tanggal 2 November 2014

(3)

Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Univeritas Diponegoro. http:// (diakses pada tanggal 24 Oktober 2014)

Suhardjo, Dradjat. 2010. Regulasi Pemukiman Pasca Bencana Merapi di Bantaran Kali Code. Jurnal Skripsi. Jakarta: Jurusan Teknik Sipil, FTSP, Universitas Islam Indonesia. 2014

http://malhadi-mglenaldi9f.blogspot.com/2012/11/pengertian-mitigasi.html diakses 4 maret 2015

(4)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kombinasi pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Metode kombinasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dominant-less design (Cresweel: 1994), dimana pendekatan kualitatif dijadikan sebagai dominant (qualitative-dominant), sedangkan pendekatan kuantitatif dijadikan sebagai less dominant (quantitative-less dominant). Selanjutnya juga dikatakan apabila metode-metode kuantitatif menjadi penunjang bagi metode kualitatif maka metode kuantitatif cenderung mengisi tiga fungsi, dimana salah satu fungsinya yaitu kuantitatif dapat memberikan landasan bagi sampling kasus-kasus dan kelompok-kelompok pembanding yang membentuk studi intensif. Data yang secara statistik representative memungkinkan peneliti untuk memutuskan apakah perlu membuat sampel kasus-kasus dengan kriteria representative atau kriteria lain.

(5)

serta memperoleh informasi tentang Presepsi Masyarakat Korban Gunung Sinabung terhadap Relokasi Pemukiman Baru. Tujuan dari penelitian kasus adalah untuk mempelajari secara intensif latar belakang keadaan sekarang dan interaksi lingkungan sesuatu unit sosial baik individu maupun kelompok lembaga atau masyarakat (dalam Sumadi, 2002).

3.2 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah Universitas Karo yang berada dikabupaten Karo. Alasan pemilihan lokasi tersebut adalah

1. Terdapat pengungsi yang berada di lokasi tersebut yang berasal dari Desa Sukameriah. Dimana Desa Sukameriah menjadi desa yang akan direlokasi oleh pemerintah.

2. Adanya kemudahan akses bagi peneliti untuk menuju lokasi daerah tersebut.

3.3 Unit Analisis Dan Informan

3.3.1 Unit analisis

(6)

3.3.2 Informan

Informan penelitian adalah subjek yang memahami informasi objek penelitian sebagai pelaku maupun orang lain yang memahami objek penelitian (dalam Bungin, 2007). Informan ditentukan dengan teknik purposive sampling, purposive sampling yang dimaksud adalah digunakan pada penelitian-penelitian yang lebih mengutamakan tujuan penelitian dari pada sifat populasi dalam menentukan sampel penelitian. Adapun karakteristik informan adalah Pengungsi hunian sementara di Universitas Karo asal Desa Sukameriah kecamatan Payung Kabupaten Karo dengan teknik purposive sampling diperoleh 24 orang informan. Dan sumber informasi ada 3 orang.

3.4 Populasi dan Sampel

3.4.1 Populasi

Populasi adalah totalitas dari semua objek atau individu yang memiliki karateristik tertentu, jelas, dan lengkap yang akan diteliti (dalam Iqbal Hasan, 2002). Populasi dalam penelitian ini adalah para pengungsi yang berada hunian sementara di Universitas Karo dan sekarang sudah direlokasi ke Desa Siosar jumlahnya 128KK, namun yang menjadi informan 22KK namun 6KK status sebagai janda atau tidak memiliki suami. Sehingga total orang sebagai 38orang.

3.4.2 Sampel

(7)

meneliti semua populasi. Untuk menentukan jumlah sampel dari populasi yang ada, maka peneliti menggunakan teknik penarikan sampel yaitu purposive sample (sampel bertujuan/sampel pertimbangan) yaitu yang dilakukan dengan cara mengambil subjek bukan berdasarkan atas srata, random atau daerah tetapi berdasarkan atas adanya tujuan tertentu (dalam Arikunto, 2010).

Dalam penelitian ini karena populasinya dibawah seratus, maka semua populasi di jadikan sampel atau disebut dengan total sampling. Dimana sampel dalam penelitian ini ditujukan kepada kepala keluarga dan ibu rumah tangga yang keseluruhnya berjumlah 38 orang. Inilah yang dijadikan sampel dalam penelitian ini.

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang diperlukan maka dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik-teknik sebagai berikut:

1. Data primer

Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari sumber informan yang ditemukan di lapangan. Adapun langkah-langkah dalam pengumpulan data primer ini adalah dengan cara:

1) Observasi

(8)

yaitu Desa yang hancur akibat Gunung Sinabung meletus dan juga tempat pengungsian masyarakat korban Gunung Sinabung . Data yang diperoleh melalui observasi ini terdiri dari rincian tentang kegiatan, prilaku, tindakan orang secara keseluruhan interaksi personal dan proses penataan yang merupakan bagian dari pengalaman manusia yang dapat diamati. Hasil observasi ini kemudian dituangkan dalam catatan lapangan.

2) Wawancara Mendalam

Wawancara mendalam merupakan salah satu proses tanya jawab yang dilakukan peneliti terhadap informan penelitian. Hal ini dilakukan untuk mengali informasi mengenai permasalahan penelitian mendalam.Faisal menyatakan bahwa wawancara mendalam diperlukan untuk mendapatkan data secara mendalam, lengkap dan rinci dari informan.Wawancara dilakukan dengan memberikan pertanyaan kepada informan secara lebih spesifik dengan panduan Interview guide. Wawancara dengan interview guide dilakukan dengan melakukan tanya jawab oleh peneliti dengan informan mengikuti pedoman pertanyaan yang telah dipersiapkan terlebih dahulu sebelum dilaksanakan (dalam Nawawi. 2006).

3) Kuesioner

Kuesioner adalah penelitian yang mengumpulkan data yang dilaksanakan dengan menyebarkan angket yang berisi daftar pertanyaan secara tertulis yang ditujukan kepada subjek atau responden penelitian.

2.Data sekunder

(9)

dokumentasi. Dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data yang secara tidak langsung ditujukan kepada subjek penelitian, melalui dokumen yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. Dokumen disini dapat berupa surat kabar, majalah, internet, jurnal dan bentuk dokumen lainnya yang dianggap relevan dengan masalah yang diteliti.

3.6 Interprestasi Data

Menurut Bungin (2008), analisis data adalah proses menganalisis suatu fenomena sosial dan memperoleh gambaran yang tuntas terhadap proses tersebut dan kemudian menganalisis makna yang ada dibalik informasi, data dan proses suatu fenomena sosial.

(10)

3.7 Jadwal Kegiatan

Jadwal Kegiatan dan Laporan Penelitian

No Jenis Kegiatan Bulan Ke

1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 Pra Observasi

2 Penyusunan Proposal Penelitian √ √

3 Seminar Penelitian √

4 Revisi Proposal Penelitian √

5

Penyerahan Hasil Seminar

Proposal √

6 Operasional Penelitian √ √ √ √

7 Bimbingan √ √

8 Penulisan Laporan Akhir √

(11)

BAB IV

DESKRIPSI DAN INTERPRESTASI DATA PENELITIAN

4.1 Deskripsi Lokasi Pengungsi Asal Desa Sukameria

Desa Suka Meriah sebagai salah satu desa yang terkena dampak langsung yang ditimbulkan oleh meletusnya Gunung Sinabung. Desa Suka Meriah merupakan salah satu desa yang terkena dampak erupsi Gunung Sinabung, yang mana masyarakatnya harus diungsikan kebeberapa titik pengungsian yang berada di Kabanjahe dan sekitarnya. Dimana sejak 15 September 2013, sebanyak 408 jiwa warga Desa Suka Meriah harus direlokasi ke tempat yang aman. Salah satunya di Universitas Karo. Dimana ada 22 KK pengungsi yang berasal dari Desa Suka Meriah, mengungsi di Universitas Karo.

Unversitas karo dahulunya merupakan salah satu universitas yang berada di Kota Kabanjahe. Pada awalnya Universitas Karo didirikan oleh Yayasan Karo Simalam yang diprakasarsai beberapa tokoh masyarakat karo pada tahun 1986. Namun saat ini Universitas Karo sudah berganti nama menjadi Universitas Qualiti dan lokasi yang sekarang sudah berpindah menjadi di Jalan Jamin Ginting, Desa Laugumbah. Dengan perpindahan tempat tersebut, lokasi Universitas Karo yang sebelumnya tidak digunakan lagi, sehingga dijadikan sebagai salah satu posko untuk pengungsian.

4.1.1 Kondisi dan Letak Geografis Desa Suka Meriah

(12)

bencana Gunung Sinabung. Lokasinya berada di Kecamatan Payung. Luas daerah Desa Suka Meriah yaitu 2,50 Kilometer.

Dari segi administrative pemerintahan, Desa Suka Meriah terletak di Kecamatan paying yang berbatasan langsung dengan:

a. Sebelah utara : Kecamatan Tiganderket dan Naman Teran b. Sebelah Selatan : Kecamatan Munte

c. Sebelah Barat : Kecamatan Tiganderket d. Sebelah Timur : Kecamatan Simpang Empat

Jarak dari Desa Suka Meriah ke Kantor Kecamatan Sipayung yaitu 6 KM. jika ditempuh menggunakan sepeda motor membutukan waktu 30 menit dan jika berjalan kaki membutuhkan waktu 1 jam untuk sampai ke Kecamatan Sipayung.

4.2 Deskripsi Lokasi Desa Siosar

(13)

Sebagai desa baru, desa Siosar ini cukup jauh dari pemukiman warga dan udaranya masih sejuk jauh dari volusi sehingga para penyintas nyaman senang tinggal dipemukiman baru yaitu Desa Siosar. Desa Siosar jarak yang terdekat dengan pemukiman ialah Desa Kacinabun, jarak Desa Siosar dari Desa Kacinabun 7KM. Jarak pusat Kota Kabanjahe dengan Desa Siosar 18KM (Uspan Siregar Koramil Tigapanah).

(14)

Tabel 1. Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

NO Jenis Kelamin Frekuensi Presentase

1 Laki-Laki 213 49

2 Perempuan 210 51

Jumlah 423 100

Sumber: Data Statistik Kecamatan Payung 2014

(15)

Tabel 2. Komposisi Penduduk Desa Suka Meriah berdasarkan Agama

NO Agama Frekuensi Presentase

1 Islam 170 40

2 Protestan 253 60

Jumlah 423 orang 100

Sumber: Data Statistik Kecamatan Sipayung 2014

(16)

Tabel 3. Komposisi Penduduk Berdasarkan Pekerjaan

NO Pekerjaan Frekuensi Presentase

1 Pertanian 350 97

2 Wiraswasta 5 1

3 PNS 7 2

Jumlah 362 100

Sumber: Data Statistik Kecamatan Payung 2014

Dari table 3, dapat dijelaskan bahwa sebanyak 350 orang atau 97% masyarakat yang tinggal di Desa Suka Meriah berprofesi sebagai petani. Hal ini juga didukung kondisi lahan pertanian yang sangat subur Desa Suka meriah. Komoditas utama masyarakat Desa Suka Meriah adalah sayuran. Selain itu ada 7 orang masyarakat yang berprofesi sebagai PNS dan 5 orang masyarakat berprofesi sebagai wiraswasta.

4.3 Identitas Responden

(17)

4.4 Profil informan

1. Nama : Herlina Br. Ginting

Jenis Kelamin : Perempuan

Usia : 48 Tahun

Agama : Kristen

Pendidikan : SMP

Pekerjaan : Petani

Ibu Herlina Br. Ginting merupakan seorang ibu rumah tangga, dimana selain ibu rumah tangga ibu Herlina bekerja sebagai seorang petani. Ibu Herlina memiliki seorang suami yang berkerja sebagai petani dan ibu Herlina memiliki 3 orang anak. Untuk luas lahan pertanian ibu Herlina dengan suaminya memiliki luas 1 Hektar lahan sayur mayur dan kopi.

(18)
(19)

1. Nama : Pengidahen Br. Sitepu

Jenis Kelamin : Perempuan

Usia : 46 Tahun

Agama : Kristen

Pendidikan : SMA

Perkerjaan : Petani

Ibu Pengidahen Br. Sitepu merupakan seorang ibu rumah tangga, dimana selain ibu rumah tangga ibu Pengidahen bekerja sebagai seorang petani. Ibu pengidahen memiliki seorang suami yang berkerja sebagai petani dan ibu pengidahen memiliki 2 orang anak. Untuk luas lahan pertanian ibu Herlina dengan suaminya memiliki luas 1 Hektar lahan sayur mayur dan kopi.

(20)
(21)

Tabel 4. Identitas Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

No Kategori Frekuensi Presentase

1 Laki-Laki 16 orang 43

2 Perempuan 22 orang 57

Jumlah 38 orang 100

Sumber Kuesioner, Agustus 2015

(22)

Tabel 5. Identitas Responden Berdasarkan Usia

No Umur Frekuensi Presentase

1 23-33 tahun 5 orang 18

2 34-43 tahun 10 0rang 25

3 44-53 tahun 13 orang 32

4 54-63 tahun 6 orang 16

5 64-73 orang 4 orang 09

Jumlah 38 orang 100

Sumber Kuesioner, Agustus 2015

(23)

Tabel 6. Identitas Responden Berdasarkan Pendidikan

No Pendidikan terakhir Frekuensi Presentase

1 Tamat SD 13 orang 34

2 Tamat SMP 11 orang 30

3 Tamat SMA\SMK 13 orang 34

4 Tamat Sarjana 1 orang 2

Jumlah 38 orang 100

Sumber, Kuesioner Agustus 2015

(24)

Tabel 7. Identitas Responden Berdasarkan Pekerjaan

No Jenis Pekerjaan Frekuesni Presentase

1 Petani 32 86

2 Pegawai

Pemerintah

1 2

3 Wiraswasta 5 11

Jumlah 38 orang 100

Sumber Kusioner Agustus 2015

(25)

Tabel 8. Identitas Responden Berdasarkan Kepemilikan Lahan Pertanian

No Luas Kepemilikan

Lahan Pertanian

Frekuesni Presentase

1 < 1 hektar 26 orang 73

2 1-2 hektar 10 orang 23

3 >2 hektar 2 0rang 4

Jumlah 38 orang 100

Sumber, Kuesioner Agustus 2015

Berdasakan tabel 8, dapat dijelaskan bahwa dari 38 orang responden yang tingga di pengungsian, seluruh responden seluruhnya memiliki kebun. Luas kepemilikan kebun paling besar yaitu <1 hektar berjumlah 26 orang atau 73% dan kepemilikan lahan antara 1-2 hektar berjumlah 10 orang atau 23%. Dan kepemilikan lahan >2 hektar berjumlah 2 orang atau 4%. Hal ini juga yang mempengaruhi tingkat pekerjaan masyarakat Desa Suka Meriah sebagai petani.

4.5 Perubahan Masyarakat sebelum dan sesudah Gunung Meletus

Gunung Sinabung merupakan salah satu bencana alam yang mengakibatkan kerusakan pada bidang ekonomi, sosial dan lingkungan.

1. Dari Segi Ekonomi

(26)

Erupsi Gunung Sinabung telah membuat sistem ekonomi di daerah Kabanjahe dan sekitarnya menjadi terhambat. Laha-lahan pertanian yang rusak akibat terkena dampak erupsi Gunung Sinabung tidak bisa dipanen. Dan hal ini menimbulkan kerugian financial bagi para petani di daerah tersebut. Hal ini didukung oleh pernyataan Nova Ginting (30 tahun) yang menyatakan bahwa:

“em perban reh bencana erupsi Gunung Sinabung e da, juma kami si rani tena marenda . Mania dorek i perani. Kerina si kusuan sayur ras sinuan-nuan ku i juma ceda kerina perban abu vulkani Sinabung dai nak.”

“gara-gara erupsi Gunung Sinabung, ladang kami yang akan panen dulu. Tidak bisa dipetik hasilnya. Semua sayuran sayuran rusak akibat terkena debu Sinabung.”

Pernyataan yang disampaikan oleh Dame Br. Gurusinga (64 tahun) yang menyatakan bahwa:

“mulai reh bencana enda da kami manai bo keri kami ukur kami nak ku. Sinuan-nuan kami jadi abu kerina perban erupsi Gunung Sinabung enda dai”.

“mulai datangnya bencana ini tadi capek rasa kami berpikir anakku. Tanaman-tanaman kami semua jadi debu karena erupsi Gunung Sinabung ini tadi”.

Pernyataan yang disampaikan oleh Hobbi Sitepu (30 tahun) yang menyatakan bahwa:

“meletus gunung Sinabung e dai, kami kerina sada kuta Sukameriah harus mengungsi kerina dek. Sedih nge akap tadingken kuta kelahiren ta megogo nge siakap tapi dari pada ngengken pe je mate enca kari meletus gunung ah. Juma ras rumah kami gundari i kuta gom tamburi abu vulkanik ah dek. Adi gundari enda bagenda kehidupen kami i pengungsian enda dek susah kel, manai lit juma kami si man dahin kami dek. Adi marenda sanga kami kuta denga kujuma enca teh kami dahin kami, kujuma kami ernin sinuan ras ngerawat sa gelah melala dat hasilna bage dek.”

(27)

kerjakan dek. Kalau dulu waktu kami tinggal di Desa kami keladang cuman kami tahu kerja kami, kujuma kami melihat tanaman kami dan merawatnya agar bisa mendapatkan hasil yang memuaskan.”

Selain itu, Erupsi Gunung Sinabung juga telah merusak rumah di pemukiman tersebut. Sehingga ini juga telah menimbulkan kerugian yang lebih besar. Dinding luar dan juga atap rumah dipenuhi dengan debu. Tidak jarang, debu juga membuat atap rumah menjadi hancur.

2. Dari Segi Sosial

Dilihat dari aspek sosial, erupsi Gunung Sinabung telah menimbulkan masalah baru yaitu kemiskinan. Dimana, para petani yang berada di kaki gunung Sinabung tidak bisa lagi pergi ke ladang. Hal ini disebabkan karena rasa tidak aman para petani apabila pergi ke ladang, karena erupsi gunung sinabung yang bisa terjadi kapan saja.

Ladang yang tidak digarap, tentunya tidak menghasilkan keuntungan bagi para petani, sehingga pendapatan utama petani yang berasal dari pertanian sudah tidak bisa diharapkan, sehingga para petani tidak bisa memenuhi kebutuhan sandang dan pangan keluarga mereka. Meraka hanya bisa mengandalkan bantuan dari para dermawan dan juga pemerintah. Hal ini juga dapat menimbulkan masalah baru, yaitu masyarakat menjadi malas dan tidak mandiri.

(28)

lihat di Lapangan yaitu memasak, membuat group untuk bercerita dan tidur. Hanya sesekali para relawan akan sibuk untuk melakukan aktivitas, seperti membuat kerajinan tangan dan juga ke ladang, apabila ada warga di sekitar daerah pengungsian, membutuhkan tenaga mereka untuk bekerja di ladang. Pada saat itulah, para pengungsi memperolah pendapatan.

3. Dari Segi Lingkungan

Dampak bencana alam tidak dapat dipisahkan dengan kerusakan lingkungan. Erupsi Gunung Sinabung telah merusak lingkungan di sekitar kaki Gunung, khususnya di daerah yang merupakan jalur erupsi. Larva panas yang keluar dari Gunung Sinabung, akan merusak daerah yang dilewatinya. Dari hasil data Lapangan, dilihat bahwa ekosistem hutan yang berada di kaki Gunung Sinabung, telah hangus terbakar.

Selain itu, tanaman para petani di sekitar kaki gunung telah rusak. Beberapa tanaman bahkan tidak bisa dipanen karena rusak akibat tertimbun debu. Selain itu, udara di daerah Gunung Sinabung menjadi tidak aman. Masyarakat harus menggunakan masker pelindung, apabila sudah ada debu yang keluar dari Gunung Sinabung.

(29)

dan perpindahan penduduk tersebut akan memunculkan sistem sosial yang baru dimasyarakat, yang bertujuan memperbaiki keadaan pasca bencana. Bahkan stratifikasi sosial yang dahulunya dipertahankan dalam suatu masyarakat sebelum bencana, dapat berubah perlahan setelah bencana terjadi. Hal ini yang menarik bagi sosiologi untuk diteliti, bagaiman sistem sosial yang bar terbentuk di masyarakat akibat adanya bencana alam, dalam hal ini meletusnya Gunung Sinabung.

Tidak bisa dipungkiri bahwa bencana Gunung Meletus menyebabkan terjadinya perubahan sosial dalam masyarakat. dimana akibat adanya bencana Gunung meletus menyebabkan terjadinya perubahan dalam segi struktur sosial, pola-pola perilaku dan juga sistem interaksi sosial termasuk didalamnya perubahan norma, nilai dan fenomena sosial. Dalam hal ini masyarakat yang dahulunya tinggal di kaki Gunung Sinabung memiliki kehidupan yang nyaman, memiliki kebun yang diperuntukkan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Namun seiring terjadinya erupsi yang berulang kali yang terjadi pada Gunung Sinabung membuat ketidak nyamanan hidup masyarakat yang tinggal di Desa Suka Meriah, yang memaksa mereka untuk mengungsi ke tempat lain yang lebih aman. Hal ini didukung oleh pernyataan informan Jani Ginting (47 tahun):

“Kai pe ningen rumah tam aka malem na dek si ingani, i kuta Sukameriah.tabahen geluh i rumah ta dek. Ngo kenca wari terang ngo banci berkat kujuma ta, erdahin i jumata. Enca reh bencana enda dai terpak kami pindah sada kuta enda kerina. Juma pe manai dorek i suan, perban tamburi abu vulkanik dai. Ceda kerina sinuan ku dai. Udara jah pe manai bersih. Git ras lang harus kami i pindahken kujenda.”

(30)

tertimbun debu gunung. Rusak lahan pertanian saya. Udaranya jadi tidak bersih. Mau tidak mau lah kami pindah kesini.”

Pernyataan yang sama disampaikan oleh Asalta Sitepu (33 tahun):

“ kenca reh bencana erupsi Gunung Sinabung enda dai, melala kel perubahen ibas masyarakat kami enda. Aku pe ngo susah kuakap gundari erdahin kujuma. Juma si man suanen pe manai lit, perban ngo tamburi abu da kerina. Gom cedan kerina sinuan ku da i juma. Rumah kami pe gom tamburi abu vulkanik da kerina. Mbiar kami kumat belin gunung dai, emaka kami pindah ku pengungsian enda.

“sejak terjadinya erupsi Gunung Sinabung, banyak kali terjadi perubahan dalam masyarakat kami ini. Saya sendiri sudah susah berladang sekarang. Lahan perkebunan sudah tidak bisa tanami sayuran, karena sekarang ladang sudah dipenuhi debu gunung, tamanannya pun pada rusak. Rumah kami juga atapnya sudah dipenuhi tumpukan debu, kerena takut gunung nanti erupsi besar, maka nya kami memutuskan untuk mengungsi”.

Pernyataan yang sama juga disampaikan oleh Bungati Br. Sitepu (49 tahun)

“ reh na bencana enda dai, lanai bo lit tading harta kami sitik pe. Perban ngom tamburi abu da kerina. Geluh ibas pengungsi enda labo metabeh lang bagi rumah ta sisada banci kai pe sidahi ibas rumah ta ma gom bebas siakap adi rumah ta, adi jenda sitik pe labo bebas meterem jelma.”

“dengan datangnya bencana erupsi Gunung Sinabung ini, gak ada lagi sedikit pun tertinggal harta kami. Karena sudah tertimbun oleh abu vulkanik semua. Hidupn di pengungsi ini sangat tidak nyaman tidak seperti rumah sendiri segala hal yang kita kerjakan di rumah kita sendiri bebas tetapi disini sangat tidak bebas.”

(31)

1. Bertambah dan berkurangnya penduduk. Meletuskan Gunung Sinabung telah menyebabkan berkurang jumlah penduduk, khususnya di Desa Suka Meriah. Untuk menghindari bertambahnya jumlah korban yang disebabkan oleh meletusnya Gunung Sinabung memaksa masyarakat untuk pindah ke tempat yang nyaman. Sebagian besar masyarakat di Desa Suka meriah mengungsi kebeberapa titik pengungsian yaitu Simpang empat Kabanjahe, Klasis GBKP Kota Kabanje, Jentrum Kabanje, GBKP ASR Kodim Kabanje, Kantor Asap Kabanjahe, Gereja Katolik Kabanjahe dan juga Universitas Karo.

2. Konflik sosial diawali oleh perbedaan-perbedaan kepentingan. Dalam hal ini dengan adanya bencana gunung meletus munculkan konflik baru dalam masyarakat, mereka merasa tidak nyaman tinggal dipungsian dengan kondisi yang serba kekurangan, sehingga ada menimbulkan konflik antara sesame pengungsi, pengungsi dengan masyarakat sekitar dan juga pengungsi dengan pemerintah. Sehingga muncul ide pemerintah untuk merelokasi pengungsi ke tempat pemukiman baru di hutan siosar. Hal ini sesuai dengan pernyataan informan Arihta Br. Tarigan (54 tahun):

“iah gom lit je rubati kitik-kitik i pengunsian enda, gelarna pe tading ras kalak. Buk e banci seri tapi perukuren e lain- lain nge. Lang seri sura-sura rusur nge. Kurang lau jenda rusur lit kalak rubat. Jelma e deba je rubat gara-gara lau langna pe jenda lau na lang mbue. Adi surung kari i pindahken ma gom metabeh. Lit rumah ta sisada lah, lit sumur ta sisada ma manai je rubat pegara lau.”

“ kalau konflik kecil di tempat pengungsian pasti ada, namanya kita tinggal sama orang lain. Rambut boleh sama, tapi kan pemikiran beda-beda. Beda pendapat sering juga disini. Kurangnya air disini juga sering menyebabkan konflik. Orang-orang kadang berebut mau mandi karena airnya kan dikit. Itu juga yang sering menyebabkan konflik. Kalau nanti jadi dipindahkan kan enak, ada rumah sendiri, punya sumur sendiri, jadi gak berebut.”

(32)

“aja pe kita tading lit nge rusur perubaten, apa lagi kap ndu tading i pengungsian enda. Melala jelma e lain-lain kerina isi otakna. Lit deba gara-gara lingiren ridi rubat, lit lah gara-gara-gara-gara lau bersih rubat, lit ka lah gara-gara-gara-gara pembagin barang bantuan sireh rubat. Melala nge berbagena jenda, si uga pe lit gelarna pe meterem jelma jenda.”

“dimana pun kita tinggal pasti ada konflik. Apalagi tinggal di pengungsian ini. Banyak orang yang berbagai macam isi otaknya. Ada yang gara-gara gantry mandi ribut, ada gara-gara air bersih ribut, ada gara-gara pembagian barang dari dermawan ribut. Macam-macam lah kalau disini, namanya banyak orang disini.”

Kemudian faktor eksternal dari perubahan yang terjadi pada masyarakat Desa Suka Meriah yaitu Erupsi Gunung Sinabung itu sendiri. Dalam hal ini peruabahan sosial disebabkan oleh adanya bencana alam. Akibat adanya erupsi Gunung Sinabung, telah merusak pemukiman warga khususnya yang berada di Desa Suka Meriah karena jarak pemukiman yang sangat dekat yaitu 2,5 Km. rumah-rumah miliki warga di desa tersebut dipenuhi oleh abu Gunung Sinabung. Tidak jarang debu yang berada di atap rumah warga menghancurkan atap rumah warga. Selain itu, tanaman pertanian milik warga juga dipenuhi dengan debu. Secara financial hal ini juga mengakibatkan berkurangnya pendapatan warga Desa Suka Meriah yang menggantungkan hidupnya di lahan pertanian

(33)

Tabel 9. Penghasilan responden sebelum dan setelah gunung Sinabung

frekuensi Presentase frekuensi Presentase

1 <500ribu/bulan 0 0 7 orang 20

Sumber: Kuesioner Responden Agustus 2015

(34)

setelah Gunung Sinabung meletus sebanyak 500 ribu-1 juta atau 75%, 7 orang menjawab kurang dari 500 ribu atau 20%, dan di atas 2 juta sebanyak 4 responden atau 5%. Jika dibandingkan dengan penghasilan sebelum gunung Sinabung meletus, dimana seluruh responden berpendapatan seluruhnya di atas 2 juta perbulan, namun setelah gunung Sinabung meletus pendapatan responden 75% responden berpenghasilan 500 ribu-1 juta. Dapat diartikan bahwa telah terjadinya penurunan pendapatan. Dimana 4 orang responden yang bepenghasilan tetap di atas 2 juta, dikarenakan 4 responden tersebut adalah pegawai pemerintahan dan memiliki usaha diluar desa Sukameriah yang tidak terpengaruh adanya erupsi Gunung

(35)

Tabel 10. Tanggapan Responden mengenai Kemampuan memenuhi Kebutuhan Sekolah anak-anak sebelum dan setelah Gunung Sinabung Meletus

Frekuensi presentase frekuensi presentase

1 Sangat

Sumber: Kuesioner Responden Agustus 2015

(36)

kebutuhan akan anak sekolahnya. Namun setelah Gunung Sinabung meletus, terjadi perubahan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan anak sekolah, dari 38 responden yang ada 100% responden menjawab tidak dapat memenuhi kebutuhan sekolah anaknya. Hal ini dikarenakan selama masyarakat tinggal dipengungsian mereka tidak memiliki pekerjaan yang pasti. Mereka tidak dapat mengelola lahan pekerbunan dikarenakan lahan pertanian yang sudah tidak bisa tanami karena tertimbun Gunung Sinabung. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rismawati Br. Sitepu (46 tahun):

“ya gundari lanai bagi simarenda. Lanai lit pendapaten si pasti dat. Lanai mungkin lit sen untuk anak sekolah. Juma kami dai gom tertutup debu vulkanik, lagian pe lanai boa man kujah, adi kujuma. Mbiar kita pe meletus kari Gunung Sinabung ah. Bahaya nge bage adi kuja ate.”

“ya sekarang tidak bekerja seperti dulu lagi, tidak ada pendapatan pasti. Tidak mungkin lagi untuk memenuhi kebutuhan anak sekolah. Lahan perkebunan kami sudah tidak bisa ditanami karena tertutup debu. Lagi pula tidak ama, kalau ke ladang. Kita tidak bisa memastikan kapan gunung sinabung meletus. Tahu-tahu, kita masih berladang, Gunung Sinabung kembali erupsi. Kan bahaya kalau gitu.”

Selain itu pernyataan disampaikan oleh informan Japet Surbakti (41tahun):

“marenda sanga, tading i kuta, banci lah ikataken dorek memenuhi kebutuhen 4 anak yang sekolah, adi gundari nindu manai lah. Adi merenda lit juma man suanen, lit man arapken tiap bulanna. Adi gundari manai lit siman arapenken, gundari siman arapenken arah bantuan Pemerintah ras dermawan gelah banci untuk kebutuhen anak sekolah.”

“ kalau dulu, ketika masih tinggal di desa, ya bisa lah untuk memenuhi kebutuhan 4 anak yang sekolah, namun sekrang mana lah bisa lagi. Kalau dulu kan ada ladang, ada penghasilan yang diharapkan tiap bulannya. Kalau sekarang mana bisa. Cuma bisa mengharapkan bantuan dari pemerintah sama dermawan untuk bisa memenuhi kebutuhan anak sekolah.”

Pernyataan yang disampaikan oleh Ratnawati Br. Sitepu (48 tahun):

(37)

kujuma. Untung lit bantuan arah Pemerintah nari ras dermawan untuk memenuhi kebutuhen anak sekolah.”

“dulu, untuk kebutuhan anak sekolah tidak susah kali lah untuk memenuhi keperluaannya, tapi sekarang susah sekali. Keladang pun kami tidak bisa lagi karena sudah tertutupi abu vulkanuk semua ladang kami, dan sekarang takut kami pun sudah keladang. Beruntung ada Pemerintah dan dermawan memberi bantuan untuk kebutuhan anak sekolah.”

Dari pernyataan informan Ratnawati Br. Sitepu, menyebutkan bahwa dia tidak bisa lagi ke ladang, karena tidak ada rasa aman. Sejak tahun 2010, Gunung Sinabung sudah berulang mengalami erupsi sempat terhenti di tahun 2011 sampai dipertengahan 2013, kemudian menjelang akhir 2013, Gunung Sinabung mengalami erupsi kembali, dan tidak dapat diprediksikan kapan Gunung Sinabung kembali meletus. Rasa tidak aman ini menyebabkan Desa Suka Meriah pada saat erupsi tahun 2013, terpaksa ditutup untuk menghindari timbulkan korban jiwa, karena letaknya yang sangat dekat dengan Gunung Sinabung.

(38)

Tabel 11. Data Responden Mengenai Sumber Dana untuk membiayai sekolah anak, sebelum dan setelah gunung Sinabung Meletus

No Sumber dana anak sekolah

Sebelum bencana gunung Sinabung meletus

Setelah bencana gunung Sinabung meletus

frekuensi presentase frekuensi presentase

1 Biaya sendiri

38 orang 100 0 orang 0

2 Beasiswa 0 0 0 orang 0

3 pemerintah 0 0 38 orang 100

4 Orang lain 0 0 0 0

Jumlah 38 orang 100 38 orang 100

Sumber : Kuesioner Responden Agustus 2015

(39)

Tabel 12. Tanggapan Responden Kenyaman tinggal di pengungsian yang terletak di Univeritas Karo

No Kenyamanan

Sumber: kuesioner Responden Agustus 2015

Dari tabel 12, dapat dijelaskan bahwa dari 38 responden dikategorikan 100 % tidak nyaman tinggal dipengungsian. Hal ini berbanding terbalik ketika mereka tingga di rumah sendiri mereka merasa aman. Hal ini juga didukung oleh pernyataan Guro Br. Surbakti (62 tahun):

“tading rumah ta sendiri, kita merasa aman. Kita merasa terlindungi sanga kita ngeranai ras keluargata lebih akrab ia. Adi ibas pengungsian enda me mela kita tah segan kita begi kalak cakap ta si pribadi bage. Mesra pe ateta ras dilaki ta mela kita idah kalak the kalak bage. Adi tading pengungsian enda kita ridi i kamar mandi harus ras-ras. Adi tading i pengungsian enda harus kita erbagi. Malit tabehna tading jenda i pengungsian enda. lang nyaman.”

“tigggal di rumah sendiri itu, kita merasa nyaman. Kita merasa terlindungi. ngobrol sama keluarga dengan akrab. Kalau dipengusian kan malu, kalau mau mesra sama suami. Di pengungsian kita mandi di kamar mandiri sama-sama. Kalau dipengungsian harus berbagi. Tidak ada enaknya tinggal di pengungsian. Tidak nyaman.”

Pernyataan yang disampaikan oleh Nelliati Br. Sembiring (43 tahun):

(40)

kita erkai pe bagenda ndadap dahin rumah, lang bagi simarenda. Kebutuhan batin suami istri pe mesera kel jenda dilakuken perban melala tading jelma bagenda tading i sada ruangaen.”

“iah, apapun dibilang orang lebih enaknya tinggal dirumah kita sendiri, dan lebih leluasa melakukan kegiatan rumah. Ia kalau tinggal dipengungsian seperti ini banyak orang tinggal dalam satu ruangan, ia tentu tidak leluasa melakukan kegiatan rumah seperti dulu. Kebutuhan batin suami istri pun sangat sulit dilakukan disini banyak orang seperti ini banyak orang tinggal dalam satu ruangan.”

Pernyataan yang disampaikan oleh Yakin Sitepu (55 tahun):

“adi soal kenyamanan nindu e jelas kel labo nyaman tading i jenda, tapi uga ban nari git ras lang ma harus ngengken tading i pengungsian enda.”

“kalau soal kenyaman itu jelas sekali tidak nyaman tinggal disini, tapi bagaiman lagi diperbuat mau tidak mau harus tinggal disini karena kondisi memaksa tinggal dipengungsian ini.”

4.6 Persepsi Masyarakat mengenai Relokasi Pemukiman di Desa Siosar

Relokasi sering dilakukan sebagai tindakan untuk menghadapi fase recovery atau rekontruksi. Akan tetapi relokasi pemukiman sementara dalam fase recovery hanya akan menunda dan memperpanjang fase pemulihan. Untuk itu, relokasi pemukiman permanen lebih baik dibandingkan sementara, jika bencana gunung meletus terjadi terus menerus. Menurut Usamah dan Haynes dalam (Harliani, 2014) beberapa faktor yang mempengaruhi proses relokasi akibat bencana adalah berikut:

(41)

maka mereka para penyintas Sinabung satu dengan lainnya member informasi tentang ada perkerjaan keladang atau gemo itu kepada penyintas lainnya. Kadang-kadang tidak semua penyintas ada di tempat pengungsian, ketika ada datang bantuan dari dermawan maka yang ada di tempat pengunsian itu memberi tahu kepada penyintas lainnya bahwa dia menerima bantuaan dari dermawan, sehingga mereka tahu tentang bantuan itu dan langsung membagikannya dengan rata (data 2015). Di lihat dari pernyataan yang disampaikan oleh Ulia Bagemin Ginting (41 tahun):

“Adi pengungsi enda tading akarab nge permen, mon-mon lit nge masalah-masalah kitik tapi ngo kari cakapken ras-ras je dungna tawa-tawa ka ras je. Adi lit ingan gemo bage sikata-kataken nge permen, lit pe bantuan reh bagi labo ise si rumah ia ngaloken sa kari ngo ngolih juma nari kerina erbagi bage bantuan sireh dai.”

“Kalau di pengungsian ini tinggal akrabnya, kadang-kadang ada masalah sikit tapi diselesaikan bareng-bareng kumpul setelah itu ketawa-ketawa sama-sama. Kalau ada tempat berkerja di ladang orang saling memberi informasi satu dengan lainnya. Kalau ada datang bantuan siapa yang ada di rumah dia yang menerima setelah semua pulang dari ladang dibagi bantuan yang datang itu.”

(42)

Desa Sukameriah selama 20 tahun. Yang mendapatkan rumah dan lahan pertanian dari pemerintah tersebut hanya yang memiliki rumah dan lahan pertanian di Desa sebelumnya (data 2016). Pernyataan yang disampaikan oleh Pengidahen Br. Sitepu (46 tahun):

“Nyaman kel tading i Siosar enda dai anakku, udarana pe bergeh kel janah segar. Jenda labo pernah lit perubaten, ndahi dahinna kerina kujuma. adi lang kujuma bage lit wari si lalit dahin cerita-cerita kami je kerina taren man belo tah erban cimpa bage anakku tah rumah ise kari kumpul bage anakku. Jenda kami tading ngo entabeh I sediaken pemerintah kerina anakku, emaka bujur kang bapak Jokowi Presiden ta nda. Bere pemerintah kami rumah ngo i sertifikat tapi lang banci i dayaken anakku tapi adi bere man anakku banci, sen nukur prabot rumah lau ras listrik ngo lit i sediakenna, juma kami pe lit berena tapi hak pakai 20tahun nina pemerintah.”

“Sangat nyaman tinggal di Siosar ini, udaranya sangat dingin dan sejuk. Kalau disini tidak ada pernah ada konflik, mengerjain perkerjaannya masing-masing keladang. Kalau ada waktu kosong kami ngumpul tah dirumah siapa nanti ditunjuk disitu kami makan sirih sambil mengobrol-ngobrol dan membuat kue. Disini tinggal sudah enak di sediakan semua oleh pemerintah, baik juga bapak Jokowi Presiden. Diberi pemerintah rumah yang sudah disertifikat tapi tidak boleh dijual kecuali diberi kepada anak kita atau keturunan, uang prabot rumah, listrik, air bersih, lahan pertanian kami pun diberi tetapi hak pakai selama 20 tahun.”

(43)

menyediakan bibit kentang untuk ditanami dilahan tersebut. Perkerjaan masyarakat di tempat tinggal yang baru pada saat ini adalah membersihkan lahan pertanian mereka sendiri yang disediakan oleh pemerintah dan bertani kentang di lahan siap pakai yang disediakan oleh pemerintah. Pernyataan yang disampaikan oleh Celinggem Br. Surbakti (49 tahun):

“Juma kami diher nge rumah nari, adi aq kudalani nge tiap wari adi kujuma aku. Bere pemerintah juma kami, setengah hektar /KK na, suruh pemerintah kami bersihken juma kami e i gajina kami 200ribu /KK. Nimai lenga mesai juma kami e lit kang ngo i sediaken pemerintah lahan siap pakai sinuanna kentang, gundari dahin kami i ingan baru enda kuta Siosar enda bersihken juma kami ras ngerawat kentang si suan kami ah.”

“Ladang kami dekat dengan rumah kami, kalau aku jalan kakinya selalu keladang. Pemerintah menyediakan lahan pertanian kami, setengah hektar per/KK. Pemerintah menyuruh membersihkan ladang kami di gaji 200ribu per/KK. Menunggu lahan kami bersih, pemerintah menyediakan juga lahan siap pakai dan diberi bibit kentang. Pada saat ini perkerjaan kami di tempat baru Desa Siosar ini membersihkan lahan pertanian dan ngerawat tanaman kentang kami.”

(44)

“Sarana ras prasarana si lit jenda sangana kap dalam pembangunan deba ngo dung banci I pake, si dalam pembangunen sangana masjid, jambur, sekolah dasar, sin go banci i pake listrik, lau bersih, gereja, lapangan bola poli, motor i sediaken BNPB. Adi taneh na jenda kurang subur perban bekas batang tusam e, tapi banci nge atasi tamai lalap kompos.”

“Sarana dan prasarana yang tersedia disini lagi dalam pembangunan, yang lagi pembangunan masjid, balai desa (jambur), sekolah dasar, yang sudah bisa digunakan listrik, air bersih, gereja, lapangan bola poli, transportasi disediakan oleh Badan Nasional Penangulangan Bencana. Tanah nya dsini kurang subur untuk karena bekas hutan tusam tetapi bisanya diatasi dengan menambah kompos.”

4. Aspek kualitas dan konstruksi bangunan, seperti bahan bangunan yang digunakan untuk membangun tempat tinggal yang baru, sistem instalansi di dalam bangunan rumah, pemilihan lokasi tempat tinggal yang baru, pemilihan tapak dan perencanaan desain pemukiman baru. Tipe rumah yang permanen diberi pemerintah kepada penyintas Sinabung, ukuran rumah penyintas tersebut 6kali6, memiliki kamar tidur satu dan kamar mandi satu. Pernyataan yang disampaikan oleh Namburi Kaban ( 35 tahun):

“Pemerintah menyediakan rumah kami ukurannya 6X6, sederhana nge bentuk rumahna. Sederhana tetapi kami keluarga nyaman tading i rumah enda dai sibere pemerinta enda dai. Lit kamar na sada ras kamar mandina sada, ruang tamuna lit ruang TV na pe lit.”

“Pemerintah menyediakan rumah untuk kami ukurannya 6X6, sederhana bentuk rumahnya. Walaupun sederhana kami keluarga nyaman tinggal dirumah ini yang diberi pemerintah ini. Ada kamarnya tidurnya satu, ada kamar mandinya satu ruang tamu dan ruang TV-nya.”

(45)

Relokasi pemukiman merupakan salah satu bentuk penanggulangan bencana yang sesuai dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 tentang penanggulangan Bencana pasal 47 mendefinisikan

1. Mitigasi adalah serangakaian upaya untuk mengurangi resiko bencana baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatkan kemampuan menghadapi ancana bencana pada kawasan rawan bencana. 2. Kegiatan mitigasi bencana sebagimana dimaksud pada ayat (1)

dilakukan melalui:

a. Pelaksanaan penataan ruang

b. Pengaturan pembangunan, pembangunan insfrastruktur, tata bangunan

c. Penyelenggaraan pendidikan, penyuluhan dan pelatihan baik secara konvensional maupun modern.

Menurut Usamah dan Haynes dalam (Harliani, 2014) relokasi pemukiman diartikan sebagai upaya penanggulangan bencana dengan membuat pemukiman kembali pascabencana, dimana pemukiman yang mengalami kerusakan akibat bencana dibangun kembali di tempat yang sama atau di tempat lain agar terhindar dari resiko bencana. Relokasi yang terjadi karena lokasi yang lama merupakan daerah bencana alam disebut relokasi korban bencana dan relokasi tersebut dapat dilakukan secara temporer maupun permanen.

(46)

nyaman. Dalam hal ini kebutuhan akan adanya rumah. Rumah adalah salah satu kebutuhan dasar manusia setelah pangan dan sandang.Rumah berfungsi sebagai pelindung terhadap gangsuan alam dan mahkluk lainnya. Rumah juga memiliki peran sebagai pusat pendidikan keluarga.

Namun seiring dengan erupsi Gunung Sinabung yang tidak kunjung berhenti, masyarakat harus tinggal dipungsian, dan harus berbagi tempat tidur dengan pengungsian yang lain. Selain itu, para orangtua tidak memiliki kepastian akan kelangsuan hidup mereka, karena hidup dipungsian, mereka hanya bisa mengandalkan bantuan dari Pemerintah dan dermawan. Hal ini sesuai dengan Pernyataan Utta Sembiring (46 tahun) yang menyatakan bahwa:

“aku lang betah tading I pengungsian enda. Jenda ma entabeh. Lang bagi i rumah sendiri. Jenda kerina serba erbagi. Adi marenda malit bage, marenda paksa kujuma. Lit lah dahin, adi gundari malit pe kegiaten bagi simarenda.” “saya tidak merasa betah di pengungsian, disini tidak enak. Tidak seperti di rumah sendiri. Disini semuanya serba berbagi. Kalau dulu, waktu masih ke ladang. Ada kegiatan sehari-hari namun sekarang sudah tidak lagi.”

Pernyataan yang juga disampaikan oleh Ari Zona Sitepu (23 tahun):

“bosan jenuh stress tading i pengungsian enda dek. Susah ras senang kita dalani geluh ta enda ia tading i rumah ta sendiri. Lit lah rasa aman man anak ta istri ta adi tading i rumah ta sendiri dek.”

“tidak enaknya tinggal di pengungsian. Susah senang kita menjalani hidup ini ya tinggal di rumah sendiri. Ada rasa aman buat anak istri kita kalau tinggal dirumah kita sendiri.”

(47)

masyarakat tinggal dipungsian.Dalam hal ini menurut teori perspektif struktural menyatakan bahwa masyarakat adalah suatu sistem sosial yang terdiri atas bagian dan elemen yang saling berkaitan. Perubahan yang terjadi pada suatu bagian akan menimbulkan perubahan terhadapa yang lain ( dalam Ritzer,1992).

Permasalah yang timbul akibat adanya bencana gunung meletus mencetuskan ide Pemerintah untuk merelokasi pengungsi ke tempat yang jauh dari Gunung Sinabung, oleh sebab itu Pemerintah dibantu oleh BNPB membuat rencana untuk merelokasi pengungsi ke hutan siosar. Adapun anggaran yang diperuntukkan untuk pembangunan pemukiman di hutan siosar yaitu RP 133.948.200. Dana tersebut diperuntukkan untuk perbaikan dan pembuatan jalan dan juga pembangunan rumah yang diperuntukkan sebagai tempat tinggal (data 2015).

(48)

Tabel 13. Tanggapan Responden rencana relokasi ke pemukiman baru sudah diketahui oleh penyintas Sinabung yang terletak di Siosar

No Pengetahuan

mengenai rencana relokasi

Frekuensi Presentase

1 Tahu 38 orang 100

2 Tidak Tahu 0 orang 0

Jumlah 38 orang 100

Sumber: Kuesioner Responden Agustus 2015

(49)

Table 14. Luas Tanah Rumah, Perkarangan dan Tanah untuk Pertanian

Sumber Data Februari 2016

(50)
(51)

Table 15. Fasilitas di Daerah Relokasi

No Fasilitas Keterangan

1 Kenyamanan

tinggal dirumah relokasi

Nyaman

2 Kondisi air Bersih

3 Transportasi Dua unit yang

disediakan oleh BNPB

4 Sekolah Sekolah dasar

dalam proses pembangunan

5 Tempat ibadah Gereja dan

mesjid

6 Pajak Belum ada

7 Listrik Pulsa

8 Prabot rumah 3juta

9 Kedai 13 kedai

Sumber Data Februari 2016

(52)

Penanggulangan Bencana menyediakan dua unit transportasi untuk para penyintas Sinabung menuju tempat relokasi Siosar. Sekolah dasar dalam proses pembangunan, tempat ibadah terdiri dari mesjid dalam proses pembangunan dan gereja, pusat perbelanjaan atau pajak belum ada untuk sementara masyarakat berbelanja kepajak pusat kota, jarak Siosar kepajak pusat kota lebih kurang 20Km. Listrik yang disediakan pemerintah adalah listrik pulsa. Ketika masyarakat penyintas Sinabung direlokasi pemerintah member bantuan untuk memenuhi barang prabot rumah sebanyak 3juta. Ditempat relokasi ada 13 yang tersedia kedai dalam 13 kedai ini terdiri dari kedai kelontong, kedai kopi, kedai jajanan anak-anak, kedai nasi dan ikan yang sudah masak.

Tabel 16. Tanggapan Responden setuju direlokasi kepemukiman baru

No Kesetujuan

Pengungsi Mengenai Relokasi

Jumlah Frekuensi

1 Setuju 38 orang 100

2 Tidak Setuju 0 orang 0

Jumlah 38 orang 100

Sumber: Kusioner Responden Agustus 2015

(53)

“setuju, adi aku i relokasi ke pemukiman si mbaru, apaika kami jah dat juma ka, untuk erjuma. Aku berharap adi ngo i relokasi banci memulai buka geluh baru ka ras memulai hidup sibaik daripada tading i pengungsian enda ma jelas masa depan ku.”

“setuju, kalau saya direlokasi ke pemukiman yang baru, apalagi kalau disana kami dikasih ladang lagi, untuk bertani. Saya berharap bisa memulai hidup yang baru di pemukiman yang baru. Hidup yang lebih baik ketimbang saya tinggal di pengungsian tidak jelas masa depan saya.”

Pernyataan yang disampaikan oleh Maladin Tarigan (66 tahun):

“setuju kel anakku, adi banci secepatna kami i relokasiken. Bosan jenuh kami bagenda-bagenda enca geluh i pengungsian enda. Lalit perubahen muat sera na enca lit. Adi ngo pagi kami i relokasiken, terutama aku sendiri harus merubah kehidupen keluargaku menjadi lebih baik dari pada kehidupen sigundari.”

“setuju sekali, kalau bisa secepatnya kami direlokasikan ke pemukiman yang baru. Bosan jenuh kami begini saja hidup di pengungsian ini gak ada perubahan, yang ada disini tambah hari tambah susah. Kalau sudah nanti”. direlokasi terutama saya sendiri harus mengubah kehidupan keluarga ku menjadi lebih baik dari pada kehidupan sekarang.”

(54)

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan keseluruhan hasil penelitian, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan :

1. Pengungsi yang berasal dari Desa Sukameriah merespon positif direlokasi ke Desa Siosar, presepsi penyintas positif terhadap pemukiman baru. Karena tinggal dipemukiman baru dan memiliki pemukiman yang pasti dan tetap, sehingga para penyintas gunung Sinabung merasa nyaman dan suka tinggal pemukiman baru mereka.

2. Hubungan sosial para penyintas gunung Sinabung sangat baik, karena

masyarakat didesa sebelumnya juga sebagai tetangga dipermukiman baru mereka, sehingga keakraban masih tetap terjalin dengan baik, saling menghargai satu dengan lainnya. Selama tinggal di tempat baru tidak ada pernah muncul konflik, dan udara di Desa Siosar sangat dingin dan segar jauh dari volusi, karena masih dipenuhi pepohonan di sekitarnya. Sehingga penyintas gunung Sinabung merasa nyaman tinggal ditempat baru mereka.

3. Matapencarian Penyintas di desa sebelumnya adalah pertanian sayur-mayur dan kopi, setelah direlokasi ke desa Siosar matapencarian penyintas gunung Sinabung sama dengan didesa sebelumnya pertanian. Untuk sementara pemerintah

(55)

ditanami dilahan mereka. Kondisi tanah di Siosar untuk lahan pertanian kurang subur karena sebelumnya di Siosar dipenuhi pohon tusam sehingga tanahnya kurang subur kalau ditanami sayur-mayur, para penyintas tidak khwatir dengan tidak suburnya tanah karena bisa diatasi dengan menambah kompos, jarak lahan dengan rumah para penyintas tidak jauh bisa ditembuh dengan jalani kaki. Tidak sama halnya dengan desa sebelumnya, didesa sebelumnya memiliki tanah yang subur untuk lahan pertanian sayur-mayur.

4. Fasilitas yang ada di Desa Siosar belum cukup memadai karena masih dikatakan pemukiman yang baru. Namun ada kendala yaitu karena masih pemukiman baru tidak memiliki pajak tradisional, dan jauh dari pemukiman warga. Lokasi Desa Siosar jauh dengan pajak tradisional. Dengan jauhnya dengan lokasi pajak untuk membeli kebutuhan-kebutuhan pokok sangat sulit.

5.2 Saran

Adapun saran dalam penelitian ini yaitu:

1. Sebagai pemukiman yang masih baru masyarakat kesulitan dalam memenuhi kebutuhan pokoknya, sehingga diharapkan kepada pemerintah setempat bisa secepatnya membuat pajak tradisional, agar masyarakat mudah untuk memenuhi kebutuhan pokok mereka dan bisa memiliki aktivitas lainnya dengan berjualan di pajak.

(56)

lainnya juga bisa cepat dibangun seperti balai desa (jambur) dan masjid, agar bisa digunakan masyarakat.

(57)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Perubahan Sosial

Perubahan sosial merupakan bagian dari gejala kehidupan sosial, sehingga perubahan sosial merupakan gejala sosial yang normal. Menurut More (dalam J. Dwi Narwoko, 2004) mengartikan perubahan sosial sebagai sesuatu perubahan penting dalam struktur sosial, pola-pola prilaku dan sistem interaksi sosial, termasuk di dalamnya perubahan norma, nilai, dan fenomena sosial. Dalam hal ini, masyarakat yang dahulunya tinggal di kaki Gunung Sinabung memiliki kehidupan yang nyaman, memiliki tempat tinggal, ada kebun yang diperuntukkan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari yang mana masyarakat itu juga memiliki struktur sosial dan nilai yang sudah lama dijalankan. Namun dengan adanya bencana Gunung meletus, masyarakat yang tinggal di kaki gunung harus meninggalkan rumah mereka, dan mereka berpencar untuk mencari tempat perlindungan, ada yang tinggal di pengungsian, ada yang tinggal bersama saudara dan ada juga yang membangun rumah di daerah yang lain. Hal ini kemudian yang mendorong terjadinya perubahan. Secara garis besarnya, menurut Setiadi (2011) penyebab perubahan dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal dan juga faktor eksternal.

Adapun faktor internal yang menyebabkan terjadinya perubahan yaitu:

(58)

menyebabkan tidak sedikit penduduk yang tinggal di kaki Gunung Sinabung meninggal dan ancaman gunung meletus yang tidak henti-hentinya membuat masyarakat banyak yang meninggalkan desa tersebut. Hal ini kemudian akan menyebabkan kekosongan penduduk yang berakibat pada perubahan pembagian kerja dan stratifikasi sosial dimasyarakat.

2. Penemuan-penemuan baru. Kesadaran akan kekurangan kebudayaan yang ada pada kelompok masyarakat ditandai dengan adanya sikap yang memandang kebudayaan kelompok lain lebih baik dari kebudayaan yang ada pada kelompoknya.

3. Pertentangan atau konflik dalam masyarakat. Konflik sosial diawali oleh perbedaan-perbedaan kepentingan. Dalam hal ini dengan adanya bencana gunung meletus munculkan konflik baru dalam masyarakat, mereka merasa tidak nyaman tinggal dipungsian dengan kondisi yang serba kekurangan, sehingga ada menimbulkan konflik antara sesame pengungsi, pengungsi dengan masyarakat sekitar dan juga pengungsi dengan pemerintah. Sehingga muncul ide pemerintah untuk merelokasi pengungsi ke tempat pemukiman baru di hutan siosar.

Kemudian faktor eksternal yang menyebabkan terjadinya perubahan yaitu:

(59)

2. Pengaruh kebudayaan masyarakat lain. Dalam hal ini, masuknya nilai dan unsur budaya asing dapat mempengaruhi kebudayaan suatu bangsa.

Berdasarkan penjelasan diatas, peneliti ingin menggambarkan lebih jelas persepsi pengungsi Gunung Sinabung kaitannya dengan perubahan kondisi yang telah mereka alami selama tinggal dipengungsian dengan adanya rencana pemerintah untuk merelokasi pemukiman mereka di daerah siosar.

2.1.1 Faktor-faktor Yang Memengaruhi Jalannya Proses Perubahan

Setiadi (2011) mengemukakan beberapa faktor pendorong terjadinya perubahan yaitu:

1. Kontak dengan kebudayaan lain

Maksudnya disini adalah proses penyebaran unsur-unsur kebudayaan dari orang perorangan kepada orang perorangan lain dan dari masyarakat satu ke masyarakat lainya. Proses yang demikian ini disebut difusi. Difusi akan terjadi jika penemuan baru yang telah diterima oleh masyarakat dapat diteruskan dan disebarkan pada masyarakat luas sampai umat manusia di dunia dapat menikmati kegunaan bagi kemajuan peradaban, antara lain proses-proses ini merupakan pendorong bagi pertumbuhan kebudayaan masyarakat manusia.

2. Sistem pendidikan formal yang baru

(60)

bidang keilmuan, yang memanfaatkan ilmunya untuk perubahan suatu bangsa menjadi lebih baik.

3. Sikap menghargai hasil karya seseorang dan keinginan untuk maju

Sikap tidak menghargai hasil karya orang lain merupakan ciri masyarakat tertentu yang berdampak pada sulit bangsa ini penemu untuk berubah. Terlebih apabila yang tidak dihargai ini adalah penemu metode yang dapat membawa kehidupan suatu bangsa kearah yang lebih baik. Walaupun demikian, merupakan hal yang tidak dapat dipungkiri akan adanya sekelompok manusia atau individu yang cenderung menolak perubahan. Kenderungan ini yang kemudian diwujudkan dalam sikap menolak perubahan.

4. Toleransi terhadap penyimpangan, yang bukan merupakan delinkuenasi

Tidak semua perilaku menyimpang tergolong sebagai bentuk perubahan yang negatif, suatu perilaku yang dianggap menyimpang dari kehidupan sosial yang wajar indikasinya ialah perilaku ini bertentangan dengan kebiasaan-kebiasaan umum di masyarakat. Misalnya dokter yang didatangkan oleh pemerintah kesuatu daerah atau ditempatkan dipedesaan yang tidak memiliki fasilitas kesehatan, namun masyarakat desa memiliki kebiasaan mengobati sakit secara tradisional. Keinginan masyarakat tersebut untuk terbebas dari pengobatan secara tradisional membuat mereka menerima kehadiran para dokter dan ahli kesehatan tersebut. Penerimaan ini pada giliranya memungkinkan para dokter memberikan pengertian dan arahan akan berbagai kebiasaan hidup sehat yang lambat laun menggeser keyakinan masyarakat ini bahwa setiap penyakit tidak diobati secara tradisional.

(61)

Biasa model sistem stratifikasi sosial yang terbuka terdapat dalam struktur masyarakat yang modern, dalam arti kehidupan masyarakat telah mengalami pola pikir yang maju. Ukuran maju dan tradisionalnya peradaban suatu masyarakat terletak pada kemampuan dan daya nalarnya yang biasanya lebih mengedepankan akal sehat ketimbang pertimbangan yang bersifat mitologis. Sementara kemajuan pola pikir masyarakat akan selalu bersandar pada tingkat manfaat dari perubahan sehingga pertimbangan atas manfaat inilah yang biasanya mendorong untuk melakukan perubahan jika perubahan ini membawa manfaat bagi kehidupannya. Pola pikir demikian biasanya lebih berorientasi pada akal sehat.

6. Penduduk yang heterogen

Penduduk yang heterogen biasanya terdapat di daerah perkotaan sebab kota merupakan pusat industri dan perdagangan yang lebih banyak menyerap tenaga kerja, sehingga banyak orang dari berbagai daerah, suku, dan ras yang berbeda berdatangan ketempat ini. Dengan datangnya orang-orang dari berbagai daerah ini, maka kemungkin besar akan terjadi saling tukar-menukar latar belakang sejarah pengalaman hidup dan kebudayaan, bahkan hingga terjadi perkawinan antar daerah yang diawali dari penemuan di tempat perkerjaannya di kota. Keadaan ini yang mendorong timbulnya perubahan sebagai akibat dari interaksi antarmanusia dari berbagai daerah dan proses tukar-menukar pengalaman dan kebiasaan dari daerahnya masing-masing ini.

7. Ketidakpuasan masyarakat terhadap bidang-bidang kehidupan tertentu

(62)

Ketidakpuasan ini mendorong manusia untuk menciptakan metode-metode tertentu untuk mengatasi segala sesuatu bentuk kekurangan ini. Akan tetapi, jika metode baru ini telah ditemukan akan timbul masalah baru lagi yaitu ketidakpuasan terhadap apa yang telah ditemukannya. Permasalahan ini muncul ketika manusia melihat kemajuan sebagai hasil dari penemuan kelompok atau bangsa lainya yang dianggap lebih baik, lebih canggih, dan lebih layak. Peradaban kebudayaan bangsa lain yang dianggap lebih maju tersebut dijadikan sebagai panutan atau patokan untuk mengadakan perubahan. Biasanya peradaban suatu bangsa terletak pada keinginan suatu bangsa tersebut untuk tetap mampu eksis didalam mengikuti perubahan peradaban bangsa-bangsa di dunia agar dirinya tidak tergolong sebagai bangsa yang terbelakang.

8. Orientasi kedepan

Manusia selalu mempunyai orientasi ke masa depan yang lebih baik. Orientasi demikian ini bersifat progresif, dalam arti kehidupan hari ini harus lebih baik dari pada hari esok. Orientasi inilah yang akhirnya menimbulkan pemikiran-pemikiran yang mengarah pada pencarian formulasi kehidupan yang lebih baik melalui berbagai usaha dan upaya mencapainya.

9. Nilai bahwa manusia harus senantiasa berikhtiar untuk memperbaiki hidupnya

(63)

pola kerjanya dalam kegi atan sehari-harinya, dimana ideology hari ini harus lebih baik dari hari kemarin, dan hari esok harus lebih baik dari hari ini sebagai sumber motivasi bagi manusia untuk melakukan perbaikan atas kinerjanya di dalam menempuh apa yang diinginkan dan apa yang direncanakan ( dalam Setiadi, 2011)

2.2 Mobilitas Sosial

Menurut Horton dan Hunt (1987), mobilitas sosial dapat diartikan sebagai suatu gerakan perpindahan dari suatu kelas sosial kelas sosial lainnya. Mobilitas sosial bisa berupa peningkatan atau penurunan dalam segi status sosial dan biasanya termasuk pula segi penghasilan, yang dapat dialami oleh beberapa individu atau oleh keseluruhan anggota kelompok. Tingkat mobilitas sosial pada masing-masing masyarakat berbeda-beda. Pada masyarakat yang bersistem kelas sosial terbuka maka mobilitas sosial warga masyarakat akan cenderung tinggi. Tetapi, sebaliknya pada sistem kelas sosial tertutup seperti masyarakat feodal atau masyarakat bersistem kasta maka mobilitas sosial warga masyarakatnya akan cenderung sangat rendah dan sangat sulit diubah atau bahkan sama sekali tidak ada ( dalam Narwoko, 2004).

2.2.1 Tipe-tipe Mobilitas Sosial

(64)

dalam penelitian ini dikaitkan dengan adanya perpindahan penduduk yang terkena bencana Gunung Meletus, ke tempat pengungsian. Dalam hal ini struktur dan sistem sosial yang sudah tertanam sebelumnya di tempat mereka berasal akan mengalami perubahan. Hal ini disebabkan karena masyarakat yang dahulunya berkumpul dalam suatu sistem dan struktur yang sama berpencar. Ada penduduk yang tinggal penggungsian, tinggal tempat saudara dan bahkan ada penduduk yang sudah membuat tinggal baru di daerah lain. Hal ini menyebabkan stratifikasi sosial yang sudah ada sebelumnya mengalami perubahan dan membentuk sistem yang baru. Dalam hal ini, tipe-tipe gerakan sosial ada dua macam yaitu:

1. Gerakan sosial horizontal, yaitu peralihan individu atau objek-objek sosial lainnya (tidak terjadi perubahan dalam derajat status seseorang ataupun objek sosial lainnya).

2. Gerakan sosial vertikal, perpindahan individu atau objek sosial dari kedudukan sosial yang satu kedudukan sosial lainnya dalam posisi yang tidak sederajat. Sesuai dengan arahnya, dalam gerakan sosial vertikal ini dibedakan menjadi dua macam yaitu;

2.1. Gerakan sosial naik (social climbing), gerakan sosial vertikal naik mempunyai dua bentuk yaitu:

(65)

2. Pembentukan suatu kelompok baru, pembentukan suatu kelompok baru memungkinkan individu untuk meningkatkan kedudukan status sosialnya. Contoh: pembentukan organisasi baru, dengan mengangkat diri menjadi ketua organisasi, sehingga statusnya naik,

2.2. Gerakan sosial turun (social sinking), gerakan sosial vertikal menurun juga dibedakan menjadi dua macam yaitu:

1. Turunnya kedudukan individu ke posisi atau kedudukan lain yang lebih rendah derajatnya. Contoh: Dengan meletusnya Gunung Sinabung Pembangunan Sembiring penyintas Gunung Sinabung mengalami stress karena rumah dan lahan telah tertutup oleh abu vulkanik dan harta benda tidak ada terselamatka, dan ia harus meninggalkan tempat tinggalnya karena meletusnya Gunung Sinabung. Sehingga ia menggungsi dan tidak memiliki harta benda, dengan keadan ini turunya kedudukan Pembangunan Sembiring karena tidak ada lagi harta benda yang dia miliki ke posisi yang lebih rendah derajatnya.

(66)

masyarakat penyintas Sinabung ke posisi yang lebih rendah derajatnya karena tidak memiliki harta benda mereka.

Horton dan Hunt dalam (Narwoko, 2004) mencatat ada 2 faktor yang mempengaruhi tingkat mobilitas pada masyarakat modern yaitu:

1. Faktor struktural, yakni jumlah relatif dari kedudukan tinggi yang bisa dan harus diisi serta kemudian untuk memperolehnya. Ketidak seimbangan jumlah lapangan kerja yang tersedia dibandingkan dengan jumlah pelamar atau pencari kerja adalah termasuk faktor structural

2. Faktor individu, yakni orang per orang baik dari tingkat pendidikannya, penampilannya, ketrampilan pribadi dan juga faktor kemujuran yang berhasil mencapai kedudukan tersebut.

Sementara ada beberapa faktor penting yang justru menghambat mobilitas sosial. Faktor-faktor penghambat itu antara lain sebagai berikut:

1. Kemiskinan

faktor ekonomi dapat membatasi sosial. Bagi masyarakat miskin mencapai status sosial tertentu merupakan hal yang sangat sulit.

2. Diskriminasi kelas sistem kelas tertutup dapat menghalangi mobilitas keatas, terbukti dengan adanya pembatasan keanggotaan suatu organisasi tertentu dengan berbagai syarat dan kententuan.

(67)

4. Perbedaan jenis kelamin. Dalam masyarakat, pria di padang lebih tinggi derajatnya dan cenderung menjadi lebih mobil dari pada wanita. Perbedaan ini mempengaruhi dalam mencapai prestasi, kekuasaan, status sosial, dan kesempatan-kesempatan dalam masyarakat.

5. Faktor pengaruh sosialisasi yang sangat kuat atau terlampau kuat dalam suatu masyarakat dapat menghambat proses mobilitas sosial. Terutama berkaitan dengan nilai-nilai dan adat yang berlaku.

6. Perbedaan kepentingan. Adanya perbedaan kepentingan antarindividu dalam satu struktur organisasi menyebabkan masing-masing individu saling bersaing untuk memperebutkan sesuatu.

Dampak mobilitas sosial dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu dampak positif dan negatif. Dampak positif yaitu:

1 Mendorong sesorang untuk lebih maju. Terbukanya kesempatan untuk pindah dari stara ke stara yang lain menimbulkan motivasi yang tinggi pada diri seseorang untuk maju dalam berprestasi agar memperoleh status yang lebih tinggi.

2 Mempercepat tingkat perubahan sosial masyarakat ke arah yang lebih baik mobilitas sosial akan lebih mempercepat tingkat perubahan sosial masyarakat ke arah yang lebih baik. Contohnya perubahan dari masyarakat agraris ke masyarakat industri. Perubahan ini akan lebih cepat terjadi jika didukung oleh sumber daya memiliki kualitas.

(68)

dengan gaya hidup, nilai-nilai dan norma-norma yang dianut oleh kelompok orang dengan status sosial yang baru sehingga tercipta intergrasi sosial.

Dampak negatif yaitu:

1. Konflik antar kelas di masyarakat terdapat lapisan-lapisan sosial karena ukuran-ukuran seperti kekayaan, kekuasaan, dan pendidikan. Dan apabila terjadi perbedaan kepentingan antara kelas-kelas sosial yang ada di masyarakat dalam mobilitas sosial maka akan muncul konflik antarkelas 2. Konflik antarkelompok sosial. Di masyarakat juga terdapat pula kelompok

sosial yang beragam diantaranya kelompok sosial berdasarkan ideologi, profesi, agama, suku, dan ras. Bila salah satu kelompok berusaha untuk menguasai kelompok lain atau terjadi pemaksaan, maka timbullah konflik dalam suatu masyarakat.

2.3 Bencana Alam dalam Perspektif Sosiologi

Menurut United Nation Developmen Program (UNDP), bencana adalah suatu kejadian yang ekstrim dalam lingkungan alam atau manusia yang secara merugikan mempengaruhi kehidupan manusia, harta benda, atau aktifitas sampai pada tingkat yang menimbulkan bencana. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam, mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan,baik oleh faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis.

(69)

dampak dalam bidang sosial mencakup kematian, luka-luka, sakit, hilangnya tempat tinggal dan kekacauan komunitas, sementara kerusakan lingkungan dapat mencakup hancurnya hutan yang melindungi daratan. Salah satu bencana alam yang paling menimbulkan dampak paling besar, misalnya Gunung Meletus Merapi yang mengakibatkan banyak korban meninggal karena awan panas dan juga korban pengungsian lainnya yang telah kehilangan banyak harta benda dan juga sanak saudara mereka. Dampak bencana alam dibagi menjadi dua, yaitu

1. Dampak positif, yaitu:

a) Terjadinya distribusi keadilan ekonomi, dengan banyaknya sumbangan dari para dermawan.

b) Menguatkan solidaritas sosial.

c) Semakin terjadinya hubungan sosial antar tetangga.

d) Hasil erupsi abu vulkanik bisa di jadikan pupuk untuk menyuburkan tanah dalam jangka panjang, sehingga tanaman menjadi lebih subur menghasilkan penghasilan yang lebih tinggi.

e) Anak-anak penyintas lebih mengerti lagi terhadap orang tua dengan adanya bencana ini orang tua lebih sulit menghasilkan uang.

f) Lebih beradaptasi sesama pengungsi dan lebih mengenal dengan penggungsi Desa lain.

g) Dengan adanya bencana bisa menjadi sarana penyadaran kepada manusia untuk saling membantu satu sama lain.

h) Meningkatkan kerja sama sesama penyintas Sinabung. 2. dampak negatif, yaitu:

a) Merusak pemukiman warga akibat bencana.

b) Pepohonan dan tumbuhan yang ditanam warg a sekitar banyak yang layu, bahkan mati akibat debu vulkanik, begitu juga dengan ternak warga banyak yang mati akibat letusan Gunung Merap.i

c) Menyebabkan gagal panen pertanian warga.

d) Matinya infrastruktur.

e) Terhentinya aktivitas mata pencaharian warga sekitar bencana sehingga terjadi penganguran.

f) Pemerintah harus mengeluarkan biaya yang tidak terduga untuk memperbaiki infrastruktur yang telah rusak akibat bencana.

g) Terhentinya industri pariwisata.

(70)

i) Menurunnya pendapatan.

j) Mengakibatkan anak sekolah berhenti.

k) Tidak terpenuhi kebutuhan-kebutuhan ekonomi.

Secara Sosiologi, adanya bencana menyebabkan perubahan sosial dalam masyarakat. Bencana alam yang terjadinya umumnya akan memakan korban jiwa, dalam hal ini banyak orang yang meninggal akibat bencana alam. Hal ini kemudian mengakibatkan berkurangnya jumlah penduduk di suatu wilayah. Bahkan penduduk yang lain yang tidak menjadi penyintas bencana, juga merasa takut dan akan meninggalkan wilayah bencana tersebut. Berkurangnya penduduk dan perpindahan penduduk tersebut akan memunculkan sistem sosial yang baru dimasyarakat, yang bertujuan memperbaiki keadaan pasca bencana. Bahkan stratifikasi sosial yang dahulunya dipertahankan dalam suatu masyarakat sebelum bencana, dapat berubah perlahan setelah bencana terjadi. Hal ini yang menarik bagi sosiologi untuk diteliti, bagaiman sistem sosial yang bar terbentuk di masyarakat akibat adanya bencana alam, dalam hal ini meletusnya Gunung Sinabung.

2.4.Persepsi Sosial

Gambar

Tabel 1. Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel 2. Komposisi Penduduk Desa Suka Meriah berdasarkan Agama
Tabel 3. Komposisi Penduduk Berdasarkan Pekerjaan
Tabel 4. Identitas Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dampak bencana pasca meletusnya Gunung Sinabung terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat Desa Bekerah Kecamatan Naman

Aturan hukum terhadap tanah hak milik masyarakat pasca bencana alam erupsi gunung sinabung secara garis besar di atur di dalam Pasal 27 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dampak bencana pasca meletusnya Gunung Sinabung terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat Desa Bekerah Kecamatan Naman

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dampak bencana pasca meletusnya Gunung Sinabung terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat Desa Bekerah Kecamatan Naman