KECERNAAN KULIT BUAH MARKISA (Pasiflora edulis sims
F. edulis) DIFERMENTASI Phanerochaete chrysosporium
PADA DOMBA LOKAL FASE PERTUMBUHAN
SKRIPSI
OLEH :
YUSUF APRINANDO SAGALA 050306004/PRODUKSI TERNAK
DEPARTEMEN PETERNAKAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KECERNAAN KULIT BUAH MARKISA (Pasiflora edulis sims
F. edulis) DIFERMENTASI Phanerochaete chrysosporium
PADA DOMBA LOKAL FASE PERTUMBUHAN
SKRIPSI
OLEH :
YUSUF APRINANDO SAGALA 050306004/PRODUKSI TERNAK
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Memperoleh Gelar Sarjana di Departemen Peternakan Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
DEPARTEMEN PETERNAKAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Judul : Kecernaan Kulit Buah Markisa (Pasiflora edulis sims F. edulis) Difermentasi Phanerochaete chrysosporium pada Domba Lokal Fase Pertumbuhan
Nama : Yusuf Aprinando Sagala
Nim : 050306004
Departemen : Peternakan
Progam studi : Ilmu Produksi Ternak
Disetujui Oleh, Komisi Pembimbing
(Ir. Iskandar Sembiring, MM )
Ketua Anggota (Ir. Roeswandy)
Mengetehui,
Ketua Departemen Peternakan ( Prof. Dr. Ir Zulfikar Siregar, MP)
ABSTRAK
YUSUF APRINANDO SAGALA, 2010. Kecernaan kulit buah markisa (Pasiflora edulis sims F. edulis) Difermentasi Phanerochaete chrysosporium pada Domba Lokal Fase Pertumbuhan, dibimbing oleh bapak ISKANDAR SEMBIRING dan bapak ROESWANDY.
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak, Departemen Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan, dilaksanakan pada bulan November 2009-Februari 2010 menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan empat perlakuan dan lima ulangan, menggunakan domba lokal jantan sebanyak 20 ekor dengan rataan bobot badan awal 14 + 1,16 kg. Perlakuan yang diuji meliputi: P0 (pakan tanpa markisa fermentasi); P1 (pakan dengan penambahan 25% tepung kulit buah markisa fermentasi); P2 (pakan dengan penambahan 50 % tepung kulit buah markisa fermentasi); dan P3 (pakan dengan penambahan 75% tepung kulit buah markisa). Parameter yang diamati adalah konsumsi bahan kering, bahan organik, kecernaan bahan kering dan kecernaan bahan organik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecernaan kulit buah markisa difermentasi Phanerochaete chrysosporium pada domba lokal fase pertumbuhan adalah tidak berbeda nyata (P > 0,05) terhadap semua parameter yaitu konsumsi bahan kering (P0: 369,62; P1: 351,61; P2: 310,20 dan P3: 300,71), konsumsi bahan organik (P0: 307,85; P1: 304,09; P2: 266,35 dan P3: 271,51), kecernaan bahan kering (P0: 47,44; P1: 44,05; P2: 43,95 dan P3: 43,26) dan kecernaan bahan organik (P0: 48,79; P1: 46,82; P2: 46,22 dan P3: 44,72). Hasil yang terbaik secara matematis adalah pada perlakuan P1 (Pakan dengan penambahan 25% tepung kulit buah markisa fermentasi) namun analisis terhadap data tidak menunjukkan perbedaan yang nyata sehingga kulit buah markisa dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan hingga level 75% dan dapat diterapkan pada peternakan domba sebagai pakan alternatif.
ABSTRACT
YUSUF APRINANDO SAGALA, 2010: Digestibility of Pod Passion Fruit (Pasiflora edulis sims F. edulis) Fermented by Phanerochaete chrysosporium on Growing Local Sheep, under supervision of Mr. ISKANDAR SEMBIRING, and Mr. ROESWANDY.
The research was conducted at Livestock Biology Laboratory at Department of Animal Husbandry, Agriculture Faculty, North Sumatra University, Medan. It was conducted from November 2009 to February 2010 by using completely randomize designs, with four treatment and five replication, twenty growing local sheep with initial body weight 14 + 1,16 kg were used in this experiment.. The experiment were: P0 (feed without pod passion fruit flour
fermented); P1 (feed is added 25% pod passion fruit flour fermented); P2 (feed is
added 50 % pod passion fruit flour fermented); and P3 (feed is added 75% pod
passion fruit flour fermented). The parameter were dry matter consumption and organic matter consumption, digestibility of dry matter digestibility and organic digestibility.
The result of this research showed digestibility of pod passion fruit fermented by Phanerochaete chrysosporium on growing local sheep were not significantly different P> 0,05 that all of parameters which is dry matter consumption (P0: 369,62; P1: 351,61; P2: 310,20 and P3: 300,71), organic matter
consumption (P0: 307,85; P1: 304,09; P2: 266,35 and P3: 271,51), dry matter
digestibility (P0: 47,44; P1: 44,05; P2: 43,95 and P3: 43,26) and organic matter
digestibility (P0: 48,79; P1: 46,82; P2: 46,22 and P3: 44,72). The best one result is
gotten on treatment P1 (feed is with added 25% pod passion fruit flour fermented)
but analisis to data doesn't point out pod passion fruit a marked difference so pod passion fruit can be use as inconventional matter of feed until level 75% and gets used on ranch pits against as weft of alternative
RIWAYAT HIDUP
Yusuf Aprinando Sagala, dilahirkan di Medan pada tanggal 21 April 1986 putra dari Bapak Drs. J. Sagala dan Ibu L. br. Situmorang, anak kedua dari empat bersaudara.
Tahun 1999 penulis lulus dari SD BINA SEJAHTERA Medan, Tahun 2002 penulis lulus dari SLTP Negeri 9 Medan, Tahun 2005 penulis lulus dari SMU Negeri 15 Medan dan pada tahun yang sama masuk ke Fakultas Pertanian USU melalui jalur ujian tertulis Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru. Penulis memilih program studi Ilmu Produksi Ternak, Departemen Peternakan.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Himpunan Mahasiswa Departemen Peternakan (HMD Peternakan) dan Ikatan Mahasiswa Kristen Peternakan (IMAKRIP).
Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Kabupaten Simalungun Kecamatan Dolok Batu Nanggar, Sumatera Utara dari tanggal 20 Juni sampai dengan 20 Juli 2008 mengamati integrasi perkebunan kelapa sawit dengan ternak sapi.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Kecernaan Kulit Buah Markisa
(Pasiflora edulis sims F. edulis) Difermentasi Phanerochaete chrysosporium
pada Domba Lokal Fase Pertumbuhan”.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada kedua orang tua yang telah membesarkan, memelihara dan mendidik dan atas doa, dukungan, semangat dan pengorbanannya yang telah diberikan selama
ini. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak Ir. Iskandar Sembiring, MM selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak
Ir. Roeswandy selaku anggota komisi pembimbing yang telah membimbing dan memberikan masukan berharga kepada penulis dari mulai menetapkan judul,
melakukan penelitian, sampai pada ujian akhir, serta kepada Bapak Alm. Dr. Ir. Philipus Sembiring, MS membimbing dilapangan khusus fermentasi
jamur.
Di samping itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua staaf pengajar dan pegawai di Program Studi Produksi Ternak, Departemen Peternakan, serta semua rekan mahasiswa yang tidak dapat disebut satu persatu di sini, yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat.
Medan, Januari 2011
DAFTAR ISI
Potensi dan Produktifitas Domba... ... 7
Sistem Pencernaan Ternak Ruminansia ... 7
Pakan Domba ... 9
Phanerochaete chrysosporium... 18
Tingkat Konsumsi dan Kecernaan ... 20
BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ... 24
Bahan dan Alat Penelitian ... 24
Bahan Penelitian ... 24
Metode Penelitian ... 25
Parameter Penelitian... ... 26
Konsumsi (Bahan Kering dan Bahan Organik) ... 26
Kecernaan (Bahan Kering dan Bahan Organik) ... 26
Pelaksanaan Penelitian... ... 27
HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Bahan Kering (BK) ... 29
Konsumsi Bahan Organik (BO) ... 31
Kecernaan Bahan Kering (KcBK) ... 32
Kecernaan Bahan Organik (KcBO) ... 34
Rekapitulasi hasil penelitian ... 35
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 36
Saran ... 36
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Kebutuhan Harian Zat Makanan untuk Domba ... 9
Tabel 2. Kandungan Nilai Gizi BIS ... 14
Tabel 3. Kandungan Nilai Gizi Pelepah Daun Kelapa Sawit ... 15
Tabel 4. Kandungan Nilai Gizi Lumpur Sawit ... 15
Tabel 5. Kandungan Nilai Gizi Dedak Padi ... 16
Tabel 6. Kandungan Nilai Gizi Molases ... 16
Tabel 7. Kandungan Kimiawi Kulit Buah Markisa Tanpa atau Fermentasi dengan Phanerochaete chrysosporium ... 20
Tabel 8. Rataan Konsumsi Bahan Kering dari hasil penelitian (g/ekor/hari) ... 29
Tabel 9. Analisis Keragaman Bahan Kering selama penelitian ... 30
Tabel 10. Rataan Konsumsi Bahan Organik dari hasil penelitian (g/ekor/hari) 31
Tabel 11. Analisis Keragaman Bahan Organik selama penelitian ... 31
Tabel 12. Rataan Kecernaan Bahan Kering dari hasil penelitian (g/ekor/hari) . 32
Tabel 13. Analisis Kecernaan Bahan Kering selama penelitian ... 33
Tabel 14. Rataan Kecernaan Bahan Organi dari hasil penelitian (g/ekor/hari) . 34
Tabel 15. Analisis Keragaman Bahan Organik selama penelitian ... 34
ABSTRAK
YUSUF APRINANDO SAGALA, 2010. Kecernaan kulit buah markisa (Pasiflora edulis sims F. edulis) Difermentasi Phanerochaete chrysosporium pada Domba Lokal Fase Pertumbuhan, dibimbing oleh bapak ISKANDAR SEMBIRING dan bapak ROESWANDY.
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak, Departemen Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan, dilaksanakan pada bulan November 2009-Februari 2010 menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan empat perlakuan dan lima ulangan, menggunakan domba lokal jantan sebanyak 20 ekor dengan rataan bobot badan awal 14 + 1,16 kg. Perlakuan yang diuji meliputi: P0 (pakan tanpa markisa fermentasi); P1 (pakan dengan penambahan 25% tepung kulit buah markisa fermentasi); P2 (pakan dengan penambahan 50 % tepung kulit buah markisa fermentasi); dan P3 (pakan dengan penambahan 75% tepung kulit buah markisa). Parameter yang diamati adalah konsumsi bahan kering, bahan organik, kecernaan bahan kering dan kecernaan bahan organik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecernaan kulit buah markisa difermentasi Phanerochaete chrysosporium pada domba lokal fase pertumbuhan adalah tidak berbeda nyata (P > 0,05) terhadap semua parameter yaitu konsumsi bahan kering (P0: 369,62; P1: 351,61; P2: 310,20 dan P3: 300,71), konsumsi bahan organik (P0: 307,85; P1: 304,09; P2: 266,35 dan P3: 271,51), kecernaan bahan kering (P0: 47,44; P1: 44,05; P2: 43,95 dan P3: 43,26) dan kecernaan bahan organik (P0: 48,79; P1: 46,82; P2: 46,22 dan P3: 44,72). Hasil yang terbaik secara matematis adalah pada perlakuan P1 (Pakan dengan penambahan 25% tepung kulit buah markisa fermentasi) namun analisis terhadap data tidak menunjukkan perbedaan yang nyata sehingga kulit buah markisa dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan hingga level 75% dan dapat diterapkan pada peternakan domba sebagai pakan alternatif.
ABSTRACT
YUSUF APRINANDO SAGALA, 2010: Digestibility of Pod Passion Fruit (Pasiflora edulis sims F. edulis) Fermented by Phanerochaete chrysosporium on Growing Local Sheep, under supervision of Mr. ISKANDAR SEMBIRING, and Mr. ROESWANDY.
The research was conducted at Livestock Biology Laboratory at Department of Animal Husbandry, Agriculture Faculty, North Sumatra University, Medan. It was conducted from November 2009 to February 2010 by using completely randomize designs, with four treatment and five replication, twenty growing local sheep with initial body weight 14 + 1,16 kg were used in this experiment.. The experiment were: P0 (feed without pod passion fruit flour
fermented); P1 (feed is added 25% pod passion fruit flour fermented); P2 (feed is
added 50 % pod passion fruit flour fermented); and P3 (feed is added 75% pod
passion fruit flour fermented). The parameter were dry matter consumption and organic matter consumption, digestibility of dry matter digestibility and organic digestibility.
The result of this research showed digestibility of pod passion fruit fermented by Phanerochaete chrysosporium on growing local sheep were not significantly different P> 0,05 that all of parameters which is dry matter consumption (P0: 369,62; P1: 351,61; P2: 310,20 and P3: 300,71), organic matter
consumption (P0: 307,85; P1: 304,09; P2: 266,35 and P3: 271,51), dry matter
digestibility (P0: 47,44; P1: 44,05; P2: 43,95 and P3: 43,26) and organic matter
digestibility (P0: 48,79; P1: 46,82; P2: 46,22 and P3: 44,72). The best one result is
gotten on treatment P1 (feed is with added 25% pod passion fruit flour fermented)
but analisis to data doesn't point out pod passion fruit a marked difference so pod passion fruit can be use as inconventional matter of feed until level 75% and gets used on ranch pits against as weft of alternative
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia beriklim tropis, hal ini cukup berpengaruh terhadap produktivitas ternak. Iklim tropis mempengaruhi ketersediaan bahan pakan khususnya bahan pakan hijauan yang merupakan bahan pakan utama ternak ruminansia. Pada daerah iklim tropis, ketersediaan hijauan dipengaruhi oleh curah hujan, dimana pada saat musim penghujan hijauan melimpah sedangkan pada musim kemarau sulit untuk mendapatkan bahan pakan hijauan. Oleh karena itu kontinuitas dari bahan pakan menjadi masalah yang cukup serius dalam melaksanakan suatu usaha peternakan.
Kesulitan, keterbatasan dan kontiniutas dalam penyediaan hijauan serta harga pakan komersil tinggi, sehingga limbah industri pertanian merupakan pilihan yang banyak diupayakan peternak sebagai pakan alternatif, dengan biaya murah dan kandungan gizi baik, mengurangi pencemaran lingkungan dan menambah pendapatan peternak.
yakni masyarakat yang berternak domba, selain itu juga dapat mengurangi masalah pencemaran lingkungan yang dapat merugikan kesehatan masyarakat yang tinggal disekitar pabrik.
Kulit buah markisa mengandung serat kasar tinggi dan domba memiliki mikroba pendegradasi serat kasar di dalam rumen. Tetapi mikroba rumen tidak mampu mendegradasi lignin dari kulit buah markisa, sehingga dilakukan fermentasi terhadap kulit buah markisa tersebut menggunakan jamur
Phanerochaete chrysosposium untuk mendegradasi lignin sehingga mikroba
dibantu jamur dapat mengubah serat kasar menjadi VFA dan dapat diserap usus halus untuk proses pertumbuhan dan perkembangbiakan tubuh domba dan melihat kecernaannya yang terserap.
Fermentasi yang dilakukan dalam bahan pakan tersebut membantu mengoptimalkan kerja mikroorganisme di saluran pencernaan sehingga pakan berkualitas rendah dirombak menjadi pakan yang lebih baik sehingga bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan gizi ternak domba.
Mengacu hal tersebut penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut seberapa tinggi tingkat konsumsi dan kecernaan pakan dari limbah kulit buah markisa difermentasi tersebut.
Tujuan Penelitian
Hipotesis Penelitian
Diharapkan dengan pemberian Kulit Buah Markisa difermentasi
Phanerochaete chrysosporium akan berpengaruh positif terhadap kecernaan bahan
kering dan bahan organik pada domba lokal fase pertumbuhan
Kegunaan Penelitian
Sebagai bahan informasi bagi peternak domba di sekitar penghasil markisa mengenai penggunaan kulit buah markisa difermentasi Phanerochaete
chrysosporium terhadap produksi domba lokal ditinjau dari kecernaan bahan
kering dan bahan organik.
TINJAUAN PUSTAKA
Kulit Buah Markisa
Markisa berasal dari daerah tropis dan sub tropis di Amerika. Markisa (Portugis: maracuja; Spanyol: maracuya) tergolong ke dalam genus Passiflora. Di Indonesia terdapat dua jenis markisa yaitu markisa ungu (passiflora edulis) dan markisa kuning (passiflora flavicarva) tumbuh di dataran rendah. Di Sumatera Barat sering disebut markisa manis (passiflora edulis forma flavicarva). Klasifikasi markisa sebagai berikut: Kingdom: Plantae; Divisio: Magnoliophyta; Kelas: Magnoliopsida; Ordo: Malpighiales; Family: Passifloraceae; Genus:
Passiflora; Spesies: Passiflora edulis.
(Wikipedia, 2008)
Sumatera Utara merupakan salah satu daerah sentral produksi markisa (Passiflora edulis) di Indonesia (Verheij and
Tidak adanya gangguan penggunaan tepung kulit buah markisa terhadap nafsu makan ternak menunjukkan bahwa bahan makanan ini cukup palatabel. Hal ini mungkin disebabkan aroma tepung kulit buah markisa disukai oleh ternak, sehingga pakan yang diberikan dapat dikonsumsi dalam jumlah besar. Sedangkan pakan yang mempunyai palatabilitas rendah akan dikonsumsi hanya sebatas pemenuhan hidup pokok ternak tersebut. Faktor penting berasal dari makanan
yang mempengaruhi konsumsi adalah aroma dari bahan makanan itu, ternak dapat saja menolak bahan makanan yang diberikan tanpa merasakan terlebih dahulu, karena tidak menyukai aromanya (Preston and
Kandungan tanin yang terdapat pada kulit buah markisa dapat berikatan dengan mineral bervalensi dua seperti Fe, Zn, Mg dan Ca dan membentuk senyawa tannin-mineral yang tidak terdegradasi, sehingga mempengaruhi kecernaan bahan kering (Herrick, 1987).
Leng, 1987).
Kulit buah markisa saat ini sudah banyak diteliti untuk digunakan sebagai pakan ternak terutama untuk ruminansia. Kulit buah markisa merupakan bagian dari buah markisa yang tidak dapat dikonsumsi oleh manusia dan menjadi limbah.
Domba Lokal
Domba sudah sejak lama diternakkan oleh manusia. Semua jenis domba memiliki beberapa karakteristik yang sama. Ada tiga spesies domba liar yaitu: domba Mouffon (O. musimon) terdapat di Eropa dan Asia Barat, domba Urial
(O. orientalis, O. vignei) terdapat di Asia Tengah dan domba Bighorn
(O. canadensis) terdapat di Asia Utara dan Amerika Utara. Tiga jenis domba
tersebut merupakan domba-domba yang membentuk genetik domba-domba modern sekarang (Sodiq dan
Adapun klasifikasi domba tersebut yaitu: Kingdom: Animalia; Filum:
Chordata; Kelas: Mamalia; Ordo: Artiodactyla; Sub-family: Caprinae; Genus:
Ovis aries; Spesies: Ovis mouffon, Ovis orientalis dan Ovis vignei
Abidin, 2002).
Pertumbuhan Domba Lokal
Pertumbuhan adalah pertambahan dalam bentuk dan berat dan jaringan-jaringan urat daging, tulang, otak, dan jaringan-jaringan-jaringan-jaringan tubuh yang lainnya. Lebih lanjut dikatakan pertumbuhan murni adalah penambahan dalam jumlah protein dan zat-zat mineral, sedangkan pertambahan akibat penimbunan lemak atau penimbunan air bukanlah pertumbuhan murni (Anggorodi, 1979).
Dalam pertumbuhan hewan tidak sekedar meningkatkan bobot badannya, tetapi juga menyebabkan konformasi oleh perbedaan tingkat pertumbuhan komponen tubuh, dalam hal ini urat daging dari karkas atau daging yang akan dikonsumsi manusia (Parakkasi, 1995).
Bobot badan (kg)
25
20
0 12 24 40
Umur ( minggu )
Gambar 1.Kurva Sigmoid Pertumbuhan pada domba
Potensi dan Produktifitas Domba
Potensi ekonomi ternak domba sebagai lapangan usaha memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan ternak besar lainnya, yakni: Ternak domba relatif kecil dan cepat dewasa, sehingga usaha ternak domba memiliki keuntungan ekonomi yang cukup tinggi. Domba merupakan ternak ruminansia kecil yang dalam pemeliharaannya tidak memerlukan lahan yang luas. Investasi usaha ternak domba membutuhkan modal relatif kecil. Modal usaha ternak domba lebih cepat berputar dibanding dengan jenis ternak ruminansia besar yang lain. Domba memiliki sifat suka bergerombol sehingga memudahkan dalam pemeliharaannya (Murtidjo, 1995).
Domba dan kambing merupakan jenis ternak potong yang tergolong ternak ruminansia kecil, hewan pemamahbiak dan merupakan hewan mamalia yang menyusui anaknya. Disamping penghasil daging yang baik, domba dan kambing juga menghasilkan kulit yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai macam keperluan industri kulit (Cahyono, 1998).
Ternak domba mempunyai keuntungan dalam pemeliharaan yakni: cepat berkembang biak (dapat beranak lebih dari satu ekor dan dapat beranak dua kali setahun), mudah dalam pemeliharaan, mudah dalam pemberian pakan dan sumber pupuk/keuangan bagi peternak (Tomaszewska et al., 1993)
Sistem Pencernaan Domba
Disamping itu sistem pencernaan bertanggung jawab pula atas pengeluaran (ekskresi) bahan-bahan pakan yang tidak terserap atau tidak dapat diserap kembali (Parakkasi, 1995).
Proses utama pencernaan adalah secara mekanik, enzimatik atau
mikrobial. Proses mekanik terdiri dari mastikasi atau pengunyahan dalam mulut dan gerakan-gerakan saluran pencernaan yang dihasilkan oleh kontraksi otot sepanjang usus. Pencernaan enzimatik atau kimiawi dilakukan oleh enzim yang dihasilkan oleh sel-sel dalam tubuh hewan berupa getah-getah pencernaan (Tillman, et al, 1991).
Domba adalah ternak ruminansia yang mempunyai perut majemuk yang membedakannya dengan ternak non ruminansia yang berperut tunggal. Perut depan merupakan perut terbesar dari saluran pencernaan dimana sebagian pakan yang dikonsumsi akan dicerna (Tomaszewska, et al., 1993).
Domba merupakan jenis ternak ruminansia kecil termasuk hewan mamalia atau menyusui anaknya. Domba memiliki saluran pencernaan (tractus digestifus) yang unik dan komplek pada bagian lambungnya, dimana dibagi atas empat bagian yaitu rumen, retikulum, omasum dan abomasum (Cahyono, 1998).
Pakan Domba
Kebutuhan ternak akan pakan dicerminkan oleh kebutuhannya terhadap nutrisi. Jumlah nutrisi setiap harinya sangat tergantung pada jenis ternak, umur, fase (pertumbuhan, dewasa, bunting, menyusui), kondisi tubuh (normal, sakit) dan lingkungan tempat hidupnya serta bobot badannya. Jadi setiap ekor ternak yang berbeda kondisinya membutuhkan pakan berbeda (Tomaszewska, et al., 1993). Tabel 1. Kebutuhan harian zat-zat makanan untuk ternak domba (g)
BB BK Energi Protein Ca P
juga meningkat. Oleh sebab itu pemanfaatan limbah tanaman pangan adalah alternatif yang tepat sebagai sumber pakan untuk ternak ruminansia.
Makanan bagi ternak dari sudut nutrisi merupakan salah satu unsur yang sangat penting dalam menunjang kesehatan, pertumbuhan dan reproduksi ternak. Kebutuhan akan makanan meningkat selama domba masih dalam pertumbuhan berat tubuh dan pada saat kebuntingan. Pemberian makanan harus dilandasi dengan beberapa kebutuhan sebagai berikut:
1. Kebutuhan hidup pokok
2. Kebutuhan untuk pertumbuhan, kebutuhan makanan yang diperlukan untuk memproduksi jaringan tubuh dan menambah berat tubuh
3. Kebutuhan untuk reproduksi contohnya kebuntingan
4. Kebutuhan untuk laktasi yaitu untuk memproduksi air susu (Murtidjo, 1998).
Hijauan
Sumber energi untuk ruminansia berbeda dengan ternak non ruminansia.
Ternak ruminansia mengkonsumsi hijauan sebanyak ± 10% dari bobot badannya tiap hari, dan konsentrat sekitar 1,5-2% dari jumlah tersebut termasuk suplementasi vitamin dan mineral. Oleh karena itu hijauan atau sejenisnya terutama rumput dari berbagai spesies merupakan sumber energi terutama ternak ruminansia (Piliang, 1997). Lebih lanjut Siregar (1994) menyatakan bahwa ternak ruminansia mampu mencerna hijauan termasuk rumput-rumputan yang umumnya mengandung selulosa tinggi dikarenakan adanya mikroorganisme di dalam rumen yang berperan mencerna selulosa untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan.
Mikrobia dalam rumen membutuhkan protein, energi, mineral dan sejumlah vitamin, namun dilain pihak Djajanegara et al (1995) melaporkan bahwa sangat jarang hijauan pakan daerah tropis dapat memenuhi kebutuhan ternak akan semua nutrisi, terutama nutrisi mineral karena adanya defisiensi mineral pada ternak domba dan sapi di Indonesia. Kandungan protein dan mineral yang rendah dari rumput di negara-negara tropis menyebabkan ternak lambat dewasa (Huitema, 1986, disitasi Manurung, 2008)
Serat Kasar
Menurut Larbier (1987) pakan yang mengandung serat kasar tinggi akan mempengaruhi pencernaan dan absorbsi zat gizi yang lain, karena serat kasar dapat mengikat air sehingga laju perjalanannya dalam alat pencernaan bisa lebih cepat.
Selulosa dan Hemiselulosa
Selululosa dan hemiselulosa adalah karbohidrat yang berperan dalam memberi kekuatan pada struktur tanaman dan mengikat sel. Hemiselulosa pada umumnya diberi nama demikian karena ditemukan bersama-sama dengan selulosa dalam dinding sel dan dianggap sebagai senyawa antara dalam pembentukkan selulosa. Hemiselulosa adalah suatu nama untuk menunjukkan suatu golongan substansi yang termasuk didalamnya araban, xylan, heksosa tertentu dan poliuronat yang lebih tidak tahan bila kena zat kimia dibanding selulosa (Tillman, 1991).
Lignin
Lignin berasal dari bahasa latin ligmun yang artinya kayu. Lignin terletak berdekatan dengan hemiselulosa serta membentuk matrik mengelilingi mikrofibril selulosa merupakan bahan penguat yang terdapat bersama-sama di dalam dinding sel tumbuhan, mempunyai bobot molekul mulai dari 2800 sampai 6700. Secara fisik lignin merupakan polimer poliaromatik dihidrogenasi dengan pengulangan pada unit fenilpropana (Zabel and
Lignin adalah komponen dinding sel tanaman yang diketahui sebagai faktor pembatas untuk mencerna polisakarida di dalam rumen. Lignin seringkali terikat dengan karbohidrat (ikatan ester) dan terdapat bersama-sama dengan silika
untuk memperkokoh dinding sel tanaman. Kombinasi ini menyulitkan aktivitas enzim-enzim pencernaan ruminansia dalam merombak unsur-unsur karbohidrat
tanaman dan dapat menurunkan kecernaan bahan kering pakan (Jung and
Semakin tinggi kandungan lignin pada campuran pakan maka kecernaan NDF semakin rendah, karena diduga lignin mempunyai pengaruh langsung
terhadap kecernaan dinding sel dibandingkan dengan kecernaan bahan organik (Van Soest, 1983).
Deetz, 1993).
Tannin
Tannin adalah senyawa phenolic yang larut dalam air. Peranan tannin pada tanaman yaitu untuk melindungi biji dari predator burung, melindungi perkecambahan setelah panen dan melindungi dari jamur serta cuaca (Anonimous, 2007).
Cara mengatasi pengaruh dari tannin dalam pakan yaitu dengan mensuplementasi DL-metionin dan suplementasi agen pengikat tannin, yaitu gelatin, polyvinylpyrrolidone (PVP) dan polyethyleneglycol yang mempunyai kemampuan mengikat dan merusak tannin. Selain itu kandungan tannin pada bahan pakan dapat diturunkan dengan berbagai cara seperti perendaman, perebusan, fermentasi dan penyosohan kulit luar (Anonimous, 2008).
Konsentrat
Pemberian pakan penguat (konsentrat) pada domba pada dasarnya/ prinsipnya adalah untuk menyempurnakan kekurangan zat-zat pakan yang terkandung pada rumput lapang dan hijauan, karena protein dapat diperoleh dari protein mikroba, maka lebih diutamakan konsentrat sebagai sumber energi. Dimana energi tersebut dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk mensintesa protein mikroba. Penyediaan protein yang diserap oleh tubuh ternak dapat bersumber dari pakan dan protein mikroba (Williamson dan Payne, 1978).
Bungkil Inti Sawit
Davendara (1997) melaporkan bahwa bungkil inti sawit dapat diberikan sebesar 30% dalam pakan domba tanpa memberikan efek samping yang merugikan. Batubara et al (1992) melaporkan bahwa BIS dapat digunakan sebesar 40% dalam pakan domba ditambah dengan 20% molases.
Tabel 2. Kandungan nilai gizi BIS
Uraian Kadar Zat (%)
Berat kering 92,60
Protein kasar 16,50
Lemak kasar 7,00
Serat kasar 15,50
TDN 72,00
ME (Mcal/kg) 1670
Sumber: Laboratorium Ilmu Makanan Ternak IPB Bogor (2000)
Pelepah dan Daun Sawit
Tabel 3. Kandungan nilai gizi pelepah daun kelapa sawit
Sumber : a. Laboratorium Ilmu Makanan Ternak Departemen Peternakan FP USU Medan (2000) b. Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan Bogor (2000)
Lumpur Sawit
Lumpur sawit merupakan larutan buangan yang dihasilkan selama proses ekstraksi minyak, mengandung padatan, sisa minyak dan air, biasanya dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Lumpur sawit dapat diberikan secara langsung atau setelah mendapat perlakuan. Pada ternak ruminansia, lumpur sawit
tanpa perlakuan dapat diberikan dan sampai 50% dari konsentrat (Hutagalung dan
Tabel 4. Kandungan nilai gizi lumpur sawit Jalaluddin, 1982).
Sumber : a. Laboratorium Ilmu Makanan Ternak Departemen Peternakan FP USU (2005) b. Laboratorium Makanan Ternak IPB Bogor (2000)
Dedak Padi
dedak. Bila dilihat dari pengolahan gabah menjadi beras dapat dipastikan serat kasarnya tinggi (Parakkasi, 1995).
Tabel 5. Kandungan nilai gizi dedak padi
Uraian Kandungan (%)
Molases merupakan hasil sampingan pengolahan tebu menjadi gula. Bentuk fisiknya berupa cairan yang kental dan berwarna hitam. Kandungan karbohidrat, protein dan mineral yang cukup tinggi, sehingga bisa dijadikan pakan ternak walaupun sifatnya sebagai pakan pendukung. Kelebihan molases terletak pada aroma dan rasanya, sehingga bila dicampur pada pakan ternak bisa mempebaiki aroma dan rasa ransum (Widayati dan
Tabel 6. Kandungan nilai gizi molasses
Widalestari, 1996).
Sumber: Laboratorium Makanan Ternak Departemen Peternakan FP USU (2000).
Urea
Penggunaan urea tidak bisa lebih dari setengah persen dari jumlah bahan kering dan lebih dari 2 gram untuk setiap bobot badan 100 kg ternak.
Urea dalam proporsi tertentu mempunyai dampak positif terhadap peningkatan konsumsi serat kasar dan daya cerna dan apabila diberikan terlalu banyak/berlebihan akan menaikan pH rumen dan serum darah yang menyebabkan pertambahan dan perkembangan mikroba rumen terhambat (Kartadisastra, 1997).
Garam
Garam atau biasanya dikenal dengan NaCl merangsang sekresi saliva. Terlalu banyak garam akan menyebabkan retensi air sehingga menimbulkan udema. Defisiensi garam lebih sering terdapat pada hewan hebivora daripada hewan lainnya. Ini disebabkan hijauan dan butiran mengandung sedikit garam. Gejala defisiensi garam adalah nafsu makan hilang, bulu kotor, makan tanah, keadaan badan tidak sehat, produksi mundur sehingga menurunkan bobot badan (Anggorodi, 1990).
Ultra Mineral
Fermentasi
Fermentasi adalah segala macam proses metabolisme dimana enzim dari mikroorganisme (jasad renik) melakukan oksidasi, hidrolisa dan reaksi kimia lainnya sehingga terjadi perubahan kimia pada substrat organik dengan menghasilkan produk tertentu (Saono, 1976).
Proses fermentasi bahan pakan oleh mikroorganisme menyebabkan perubahan-perubahan yang menguntungkan seperti memperbaiki mutu bahan pakan baik dari aspek gizi maupun daya cerna serta meningkatkan daya tahannya. Produk fermentasi biasanya mempunyai nilai nutrisi yang lebih tinggi dari pada bahan aslinya, hal ini tidak hanya disebabkan karena mikroba yang bersifat katabolik atau memecahkan komponen-komponen yang kompleks menjadi zat-zat yang lebih sederhana sehingga lebih mudah dicerna tetapi juga karena adanya enzim yang dihasilkan oleh mikroba itu sendiri (Winarno, 1980).
Phanerochaete Chrysosporium
Phanerochaete chrysosporium memiliki klasifikasi sebagai berikut:
Divisio: Mycota; Sub division: Eumycota; Class: Bacidiomycetes; Famili:
Hymenomycetacea; Genus: Phanerochaete; Spesies: Phanerochaete chrysosporium (Herlina, 1998 disitasi Manurung, 2008).
Phanerochaete chrysosporium dapat mendegradasi lignin dan senyawa
turunannya secara efektif dengan cara menghasilkan enzim peroksidasi ekstraseluler yang berupa lignin peroksidase (LiP) dan Mangan Peroksidase (MnP). Phanerochaete chrysosporium adalah jamur lapuk putih yang dikenal kemampuannya mendegradasi lignin (Eaton et al., 1980 disitasi Sembiring, 2006).
Belewu, (2006) mempelajari inkubasi jamur Phanerochaete chrysosporium dalam media serbuk gergaji menemukan bahwa untuk 60 hari inkubasi kandungan lignin dalam serbuk gergaji berkurang dari 44,36% menjadi
25,53%. Jamur Phanerochaete chrysosporium dapat mendegradasi lignin pada batang jagung, pada 30 hari inkubasi, lignin terdegradasi sejumlah 81,4%. (Fadilah, dkk., 2008)
Fermentasi Bungkil Inti Sawit (BIS) menggunakan kapang Phanerochaete
chrysosporium, hasil terbaik dari penelitian untuk fermentasi BIS adalah pada
Tabel 7. Kandungan kimiawi kulit buah markisa tanpa dan fermentasi dengan Sumber : Loka Penelitian Kambing Potong Sei Putih (2009)
Laconi (1998), menyebutkan bahwa fermentasi kulit buah kakao dengan
Phanerochaete chrysosporium mampu menurunkan kandungan lignin sebesar
18,36%. Melihat kemampuan Phanerochaete chrysosporium dalam menghasilkan enzim lignolitik dan selulotik, kapang ini mampu menurunkan kandungan lignin dengan meningkatkan pertumbuhan kapang dan aktivitas enzim ligninolitik.
Tingkat Konsumsi dan Kecernaan
Tingkat konsumsi sangat dipengaruhi oleh kofisien cerna, kualitas pakan, fermentasi dalam rumen, serta status fisiologi ternak. Kualitas pakan ditentukan oleh tingkat kecernaan zat-zat makanan yang terkandung pada pakan tersebut. Zat makanan tersebut tidak seluruhnya tersedia untuk tubuh ternak, sebagian akan dikeluarkan melalui feses. Kecernaan pakan pada ternak ruminansia sangat erat hubungannya dengan jumlah mikroba rumen (Tomaszewska, et al., 1993).
Tingkat perbedaan konsumsi dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain faktor ternak (bobot badan, umur, tingkat kecernaan pakan, kualitas pakan dan palatabilitas). Pakan yang berkualitas baik tingkat konsumsinya lebih tinggi dibandingkan dengan pakan yang berkualitas rendah (Parakkasi, 1995).
Daya cerna tidak hanya dipengaruhi oleh komposisi suatu pakan tetapi juga dipengaruhi komposisi suatu makanan lain yang ikut dikonsumsi bersama pakan tersebut. Hal ini disebut “efek asosiasi”. Cara yang lebih baik adalah dengan penambahan secara bertingkat dari bahan makanan yang diteliti untuk menentukan pengaruh pakan basal terhadap daya cerna bahan yang sedang diteliti
Serat kasar mempunyai pengaruh terbesar terhadap daya cerna. Selulosa dan hemiselulosa yang sukar dicerna terutama bila mengandung lignin (Tillman, et al., 1981).
Menurut Tillman (1981), nilai koefisien cerna tidaklah tetap untuk setiap makanan atau setiap ekor ternak, tetapi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: 1. Komposisi Kimiawi
Daya cerna berhubungan erat dengan komposisi kimiawinya. Serat kasar berisi selulosa, hemiselulosa dan lignin. Selulosa dan hemiselulosa dapat dicerna oleh ternak ruminansia secara enzimatik.
2. Pengolahan makanan
Beberapa perlakuan terhadap bahan makanan seperti pemotongan, penggilingan dan pelayuan mempengaruhi daya cerna. Penggilingan yang halus dari hijauan menambah kecepatan jalannya bahan makanan melalui usus sehingga
menyebabkan pengurangan daya cerna 5-15%. 3. Jumlah makanan yang diberikan
Penambahan yang lebih besar akan menyebabkan daya cerna akan menjadi turun.
4. Jenis Ternak
Ternak ruminansia dapat mencerna serat kasar yang tinggi karena N
Metaboliknya lebih tinggi sehingga daya cerna protein ruminansia lebih rendah dibanding non ruminansia, disamping adanya peran mikroorganisme yang terdapat pada rumen.
Salah satu faktor yang harus dipenuhi dalam bahan pakan adalah tingginya daya cerna bahan pakan tersebut, dalam arti bahwa pakan itu harus mengandung zat pakan yang dapat diserap dalam saluran pencernaan dan zat pakan yang terkandung tidak seluruhnya tersedia untuk tubuh ternak, sebagian besar dikeluarkan lagi melalui feses karena tidak tercerna (Ranjhan dan
Kecernaan pakan didefenisikan dengan cara menghitung bagian zat makanan yang tidak dikeluarkan melalui feses dengan asumsi zat makanan tersebut telah diserap oleh ternak, biasanya dinyatakan berdasarkan bahan kering dan sebagai suatu koefisien atau persentase. Selisih antara nutrient yang dikandung dalam bahan pakan dengan nutiren yang ada dalam feses merupakan bagian nutrient yang dicerna (Mcdonald et al., 2002)
Pathak, 1979,
disitasi Siregar, 2009).
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak, Departemen Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini berlangsung selama tiga bulan yang dilaksanakan mulai dari bulan November 2009 sampai dengan Februari 2010.
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan yang digunakan antara lain:
Domba lokal jantan sebanyak 20 ekor dengan rataan bobot badan awal 14+ 1,16 kg. Pakan konsentrat yang terdiri dari tepung kulit buah markisa fermentasi, bungkil inti sawit, pelepah dan daun sawit, lumpur sawit, dedak padi, molases, urea, garam dan ultra mineral. Jamur Phanerochaete chrysosporium sebagai fermentator kulit buah markisa. Obat-obatan yaitu obat cacing (kalbazen), anti bloat atau obat kembung, Terramycin (salep mata), vitamin B kompleks dan Rhodalon sebagai desinfektan. Air minum.
Alat yang digunakan antara lain:
Kandang individual 20 unit dengan ukuran 1 × 0,5 m. Timbangan digital
Metode Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri dari 4 perlakuan dan 5 ulangan.
Perlakuan yang diteliti adalah:
P0 : Pakan dengan penambahan 0% tepung kulit buah markisa difermentasi P1 : Pakan dengan penambahan 25% tepung kulit buah markisa difermentasi P2 : Pakan dengan penambahan 50% tepung kulit buah markisa difermentasi P3 : Pakan dengan penambahan 75% tepung kulit buah markisa difermentasi Sedangkan Ulangan didapat dari rumus :
t (n-1) ≥ 15 4 (n-1) ≥ 15 4n-4 ≥ 15 4n ≥ 19 n ≥ 4.75
n ≥ 5 ( dibulatkan )
Denah pemeliharaan yang dilaksanakan sebagai berikut:
P13 P02 P33 P31 P05
P11 P25 P01 P32 P21
P15 P22 P35 P24 P12
P04 P14 P03 P34 P23
Adapun metode linier yang digunakan adalah: Yij = μ + ρi + Σij
Dimana:
Yij = hasil pengamatan dari perlakuan berbagai level kulit buah markisa tingkat ke-i dan pada ulangan ke-j
i = 0,1,2,3 (perlakuan) j = 1,2,3,4,5 (ulangan)
μ = nilai rata-rata (mean) harapan
ρi = pengaruh perlakuan berbagai level kulit buah markisa fermentasi ke-i Σij = pengaruh galat (experimental error) perlakuan ke-I dan ulangan ke-j
(Hanafiah, 2002).
Parameter Penelitian
Konsumsi (Bahan Kering dan Bahan Organik)
Konsumsi bahan kering dan bahan organik diukur dengan mengalikan konsumsi ransum dengan kandungan bahan kering dan bahan organik yang diperoleh dari data analisis di laboratorium. Periode pengukuran dilakukan selama satu minggu.
Kecernaan Bahan Kering (KcBK)
Kecernaan bahan kering dapat diukur dengan menghitung berdasarkan rumus: KcBk = (BK Konsumsi –BK dari feses)
BK konsumsi
x 100%
Kecernaan Bahan Organik (KcBO)
Kecernaan bahan organik dapat diukur dengan menghitung berdasarkan rumus: KcBO = (BO Konsumsi –BO dari feses)
BO Konsumsi
x 100%
Konsumsi dan pengeluaran feses (BO) diperoleh dalam jangka waktu pengukuran selama periode koleksi yaitu selama satu minggu.
Pelaksanaan Penelitian
• Persiapan Kandang
Kandang dan semua peralatan yang digunakan seperti tempat pakan dan tempat minum dibersihkan dengan larutan desinfektan.
• Pengacakan domba
Domba yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 20 ekor. Penempatan domba dengan sistem acak yang tidak membedakan bobot badan domba. Sebelumnya dilakukan penimbangan bobot badan domba.
• Pemberian Pakan dan Air Minum
• Pemberian Obat-obatan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian kulit buah markisa (KBM) fermentasi yang telah dilakukan maka diperoleh data konsumsi bahan kering, konsumsi bahan organik dan kecernaan bahan kering dan kecernaan bahan organik selama penelitian.
Konsumsi Bahan Kering (BK)
Konsumsi pakan dihitung dengan menambahkan semua yang dikonsumsi oleh ternak domba yaitu konsumsi KBM- fermentasi serta konsentrat dalam bahan kering. Rataan konsumsi pakan (dalam bahan kering) selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Rataan konsumsi bahan kering dari hasil penelitian (g/ekor/hari)
Perlakuan Ulangan Total Rataan
1 2 3 4 5
P0 413,71 362,14 368,00 386,42 317,85 1848,12 369,62
P1 422,57 411,00 348,28 321,00 255,22 1758,07 351,61
P2 328,42 319,69 273,01 293,03 336,85 1551,00 310,20
P3 318,71 286,42 298,57 315,57 284,28 1503,55 300,71
6660,74 333,04
Dari data konsumsi bahan kering pada Tabel 8 memperlihatkan
rataan konsumsi bahan kering sebesar 333,04 g/ekor/hari. Dengan rataan
tertinggi pada perlakuan P0 yaitu sebesar 369,62 g/ekor/hari dan rataan
konsumsi bahan kering terendah pada perlakuan P3 sebesar 300,71
Untuk mengetahui pengaruh pakan KBM-fermentasi Phanerochaete
chrysosporium terhadap konsumsi bahan kering, maka dilakukan analisis
keragaman seperti yang tertera pada Tabel 9.
Tabel 9. Analisis keragaman konsumsi bahan kering selama penelitian
SK DB JK KT F Hitung F tabel
Dari Tabel 9 terlihat bahwa uji pakan KBM-fermentasi Phanerochaete
chrysosporium memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap
konsumsi bahan kering domba lokal (P<0.05).
Konsumsi Bahan Organik (BO)
Data konsumsi ransum ternak domba yang dihitung dalam bentuk bahan organik dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Rataan konsumsi bahan organik dari hasil penelitian (g/ekor/hari)
Perlakuan Ulangan Total Rataan
1 2 3 4 5
Dari data konsumsi bahan organik pada Tabel 10 memperlihatkan rataan konsumsi bahan organik sebesar 287,45 g/ekor/hari. Dengan rataan tertinggi pada perlakuan P0 yaitu sebesar 307,85 g/ekor/ hari. Rataan konsumsi bahan organik terendah pada perlakuan P2 sebesar 266,35 g/ekor/hari.
Untuk mengetahui pengaruh pakan domba berbasis KBM-fermentasi terhadap konsumsi bahan organik, maka dilakukan analisis keragaman seperti yang tertera pada Tabel 11
Tabel 11. Analisis keragaman konsumsi bahan organik selama penelitian
SK DB JK KT F
Dari Tabel 11 terlihat bahwa uji pakan KBM-fermentasi memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap konsumsi bahan organik domba lokal (P<0.05).
menyatakan bahwa bahan organik berkaitan erat dengan bahan kering karena bahan organik merupakan bagian dari bahan kering. Rahmawati (2001) juga menambahkan bahwa bahan organik menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan perkembangan ternak.
Kecernaan Bahan Kering (KcBK)
Kecernaan suatu bahan makanan merupakan selisih dari bahan makanan yang tidak diekskresikan melalui feses atau bagian yang diserap oleh saluran pencernaan dan dimanfaatkan oleh mikroba dalam alat pencernaan.
Untuk melihat pengaruh dari uji pakan KBM-fermentasi terhadap kecernaan bahan kering pada domba lokal dapat dilihat dari rataan kecernaan bahan kering (BK) yang tertera pada Tabel 12.
Tabel 12. Rataan kecernaan bahan kering dari hasil penelitian (%)
Perlakuan Ulangan Total Rataan
1 2 3 4 5
P0 51,03 41,72 44,38 50,74 49,35 237,22 47,44 P1 40,23 50,44 45,71 43,28 40,57 220,23 44,05 P2 46,27 46,70 42,35 40,54 43,88 219,74 43,95 P3 42,78 40,84 47,21 44,91 40,55 216,29 43,26
893,48 44,67
Dari data kecernaan bahan kering pada Tabel 12 memperlihatkan rataan kecernaan bahan kering sebesar 44,67% . Rataan tertinggi pada perlakuan P0 yaitu sebesar 47,44% dan rataan nilai terendah pada perlakuan P3 sebesar 43,26%.
Tabel 13. Analisis keragaman kecernaan bahan kering selama penelitian
Dari Tabel 13 terlihat bahwa uji pakan KBM-fermentasi memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap kecernaan bahan kering domba lokal. Hasil penelitian ini sesuai dengan pernyataan Tillman dkk (1991) yang menyatakan bahwa kemampuan mencerna bahan makanan ditentukan oleh beberapa faktor seperti jenis ternak, komposisi kimia makanan dan penyiapan makanan. Lebih lanjut dijelaskan bahwa daya cerna suatu bahan makanan tergantung pada keserasian zat-zat makanan yang terkandung didalamnya. Menurut Fharhandani (2002) bahwa serat kasar yang tinggi juga dapat mempengaruhi proses pencernaan dimana serat yang mempunyai kecernaan yang rendah akan sulit untuk dicerna sehingga mempengaruhi konsumsi pakan dan ketersediaan nutrien untuk ternak.
Data yang diperoleh kecernaan bahan kering 43%-47%, hal ini tidak menunjukkan kecernaan bahan kering yang tinggi yang berkisar 55%-65% yang telah dikemukan oleh Preston dan Leng (1978).
Kecernaan Bahan Organik (KcBO)
Tabel 14. Rataan kecernaan bahan organik dari hasil penelitian (%)
Perlakuan Ulangan Total Rataan
1 2 3 4 5
Dari data kecernaan bahan organik pada Tabel 14 memperlihatkan rataan kecernaan bahan organik sebesar 46,64%. Rataan tertinggi pada perlakuan P0 yaitu sebesar 48,79% dan rataan nilai terendah pada perlakuan P3 sebesar 44,72%. Untuk mengetahui pengaruh uji pakan KBM-fermentasi pada domba lokal, maka dilakukan analisis keragaman seperti yang tertera pada Tabel 15.
Tabel 15. Analisis keragaman kecernaan bahan organik selama penelitian
SK DB JK KT F Hitung F tabel
Dari tabel 15 terlihat bahwa uji KBM-Fermentasi memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap kecernaan bahan organik domba lokal (P<0.05). Hal ini berhubungan dengan komposisi kimia dari pakan perlakuan yang dapat mempengaruhi daya cerna pakan. Sebab, daya cerna suatu pakan tergantung pada keserasian dari zat-zat makanan yang terkandung didalamnya.
memiliki mikroba rumen dengan kemampuan yang berbeda-beda dalam mendegradasi pakan, sehingga mengakibatkan perbedaan kecernaan.
Kecernaan bahan organik diukur karena komponen dari bahan organik sangat dibutuhkan ternak untuk hidup pokok dan produksi. Semakin tinggi kecernaan suatu bahan maka semakin banyak zat gizi yang diserap oleh tubuh (Silalahi, 2003)
Rekapitulasi hasil penelitian
Tabel 16. Rekapitulasi hasil penelitian konsumsi dan kecernaan BK dan BO
Perlakuan
Parameter Konsumsi BK
(g/ekor/hari)
Konsumsi BO (g/ekor/hari)
Kecernaan BK (%)
Kecernaan BO(%) P0 369,62tn 307,85tn 47,44tn 48,79tn P1 351,61tn 304,09tn 44,05tn 46,82tn P2 310,20tn 266,35tn 43,95tn 46,22tn P3 300,71tn 271,51tn 43,26tn 44,72tn
Ket: tn : Tidak Berbeda Nyata
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Hasil penelitian tentang kecernaan dari pemberian kulit buah markisa difermentasi Phanerochaete chrysosporium kepada domba lokal tidak memberikan perbedaan yang nyata antar perlakuan, baik terhadap konsumsi bahan kering dan bahan organik maupun terhadap kecernaan bahan kering dan bahan organik. Kesimpulannya bahwa kulit buah markisa fermentasi mampu dicerna sampai level 75% dalam pakan.
Saran
Disarankan pemanfaatan kulit buah markisa difermentasi dengan
Phanerochaete chrysosporium dapat digunakan sebagai bahan pakan domba,
DAFTAR PUSTAKA
Anggorodi, 1979. Ilmu Makanan Ternak Umum, PT Gramedia, Jakarta.
Anggorodi, H., 1985. Ilmu Makanan ternak Unggas, PT. Gramedia, Pustaka Utama, Jakarta.
Anggorodi, 1990. Ilmu Makanan Ternak Umum, Gramedia, Jakarta.
Anonimous, 2007. Mengenal Jenis Antinutrisi pada Bahan Pakan. Buletin CP. Anonimous, 2008. Tanin. Buletin CP. www. Google.Com.
Belewu, M.A., 2006. Conversion of Masonia Tree Sawdust and Cotton Plant by
Product into Feed by White Rot Fungus. African Journal of Biotech.
Batubara, L.P., J. Sianipar, S. Elieser, S. Karokaro dan P. Barus, 1992.
Pemanfaatan Agroindustri By Product/Waste Sebagai Pakan Ternak.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian, Sumatera utara.
Belewu, M.A., 2006. Conversion of Masonia Tree Sawdust and Cotton
Plant by Product into Feed by White Rot Fungus (Pleurotus sajor caju). African Journal of Biotech., 5, 503 - 504
Blakely and Bade, 1998. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. UGM-Press, Yogyakarta.
Cahyono, B., 1998. Beternak Domba dan Kambing. Kanisius, Yogyakarta.
Davendra, C., 1997. Utilization of Feedings Tuff From The Oil Palm. Feedings Tuff for Livestock In South Asia, Serdang, Malaysia.
Djajanegara, A., A. Prabowo, B. Haryanto dan W. Mathius, 1995. Manipulasi
Aktivitas Pencernaan Mikroba Rumen dengan Mineral (Fe, Mn, Zn, Cu, Co, Mo) pada Domba, Penelitian In Vitro, Kumpulan Hasil-Hasil Penelitian APBN Tahun Anggaran 1994/1995. Balai Penelitian Ternak
Ciawi-Bogor, Bandung.
Fadilah., S. Distantina, E.K. Artati, dan A. Jumari. 2008. Biodelignifikasi Batang
Jagung dengan Jamur Pelapuk Putih Phanerochaete chrysosporium.
Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya, Palembang.
Fharhandani, R. 2002. Pengaruh Pemberian Urea Molases Multinutrien Blok dan
Suplemen Pakan Multinutrien Terhadap Kualitas Susu Sapi Perah. Skripsi
Hanafiah, A.H., 2000. Rancangan Percobaan : Teori dan Aplikasi. Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya Palembang
Herrick, F.W. 1987. Chemistry and utilization of western hemlock bark
extractives. J. Agric. Food Chem. 28: 879–888.
Hutagalung, R.I. dan S. Jalaluddin, 1982. Feeds for Farm Animals from the Oil
Palm. University Pertanian, Serdang, Malaysia.
Jung, H.G. and D.A. Deetz. 1993. Cell Wall Lignification and Degradabil in. Kartadisastra, H. R. 1997. Penyediaan dan Pengolahan Pakan Ternak
Ruminansia. Kanisius, Yogyakarta.
Laconi, A., 1998. Penggunaan Kulit Buah Kakao sebagai Pakan Ternak. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bandung.
Larbier, D.M., 1987. Dietary Fibres Are Troublemakers, Poultry International, April P. 20-24.
Loka Penelitian dan Pengembangan Ternak Kambing Potong. 2009. Sei Putih. Sumatera Utara. Deli Serdang
Manurung, L. 2008. Analisis Ekonomi Uji Ransum Berbasis Pelepah Daun Sawit,
Jerami Padi, dan Jerami Jagung Fermentasi dengan Phanerochaete chrysosporium pada Sapi Peranakan Ongole (PO). Departemen
Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. McDonald, P., R. A. Edward., J. F. D. Greenhalgh and
Animal Nutrition. 6th Edition. Ashford Colour Press, Gosport. C. A. Morgan. 2002.
Murtidjo, B.A., 1990. Beternak Sapi Potong. Kanisius, Yogyakarta. Murtidjo, B.A., 1995. Memelihara Domba. Kanisius, Yogyakarta. Murtidjo, B.A., 1998. Memelihara Domba. Kanisius, Yogyakarta.
Parakkasi, A., 1995. Ilmu Nutrisi Ruminansia Pedaging. Departemen Ilmu Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, IPB, Bogor.
Piliang, G.W., 1997. Startegi Penyediaan Pakan Ternak Berkelanjutan Melalui
Pemanfaatan Energi Alternatif, Orasi Ilmiah, Fakultas Peternakan,
Institut Pertanian Bogor, Bandung.
Prayitno dan Darmoko, 1994. Prospek Industri Bahan Baku Limbah Padat Kelapa
Sawit di Indonesia: Berita Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Medan,
Preston, T.R. and R.A. Leng. 1987. Matching Ruminant Production System with
Available ReSumber keragamans in the Tropics and Sub Tropics.Penambule Books. Armidale. Australia.
Putra, W. 2010. Uji Ransum Berbasis Pucuk Batang Tebu, Pucuk Batang
Jagung dan Pucuk Batang Ubi Kayu dengan Penambahan “Starbio” Terhadap Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik Domba Sei
Putih. Departemen Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera
Utara, Medan.
Rahmawati, I. G. 2001. Evaluasi in vitro kombinasi lamtoro merah (Acacia
villosa) dan gamal (Gliricidia maculata) untukmeningkatkan kualitas pakan pada ternak domba. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
Saono, S., 1976. Metabolisme dari Fermentasi. Ceramah Ilmiah Proceeding Lokakarya Bahan Pangan Berprotein Tinggi. LKN-LIPI, Bandung. Hal 5-7.
Sembiring, P., 2006. Biokonversi Limbah Pabrik Minyak Inti Sawit dengan
Phanerochaete chrysosporium dan Implikasinya Terhadap Performans Ayam Broiler. Disertasi Doktor. Universitas Padjajaran, Bandung.
Setiadi, B., dan
Potong, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Bogor.
I., Inouno, 1991. Beternak Kambing-Domba Sebagai Ternak
Simamora, E.Y.M. 2010. Analisis Usaha Domba Lokal Jantan Fase Pertumbuhan
dengan Pemberian Kulit Buah Markisa (Passiflora edulis sims F. edulis deg) difermentasi Phanerochaete chrysosporium. Departemen
Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Siregar, S.B., 1994. Ransum Ternak Ruminansia. Penebar Swadaya, Jakarta Siregar, A. 2009. Suplementasi Blok Multinutrisi Berbasis Hijauan Lapangan
terhadap Kecernaan In Vivo pada Domba Jantan. Departemen
Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Sodiq, A. dan Z. Abidin, 2002. Penggemukan Domba: Kiat Mengatasi
Permasalahan Praktis. Agromedia Pustaka, Jakarta.
Sutardi, T., 1979. Ketahanan Protein Bahan Makanan terhadap Degradasi
Mikroba Rumen dan Manfaatnya bagi Peningakatan Produktivitas Ternak. Prosiding Seminar Penelitian dan Penunjang Peternakan. LPP
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Tillman, D.A., Hartadi H., Reksohadiprodjo, S., Lebdosoekojo S, 1981. Ilmu
Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press. Fakultas
Tillman, D.A., Hartadi H., Reksohadiprodjo, S., Lebdosoekojo S, 1991. Ilmu
Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press. Fakultas
Peternakan UGM, Yogyakarta.
Tomaszeweska, M. W, J. M, Mastika, A. Djajanegara, S. Gardiner dan T.R. Wiradarya., 1993. Produksi Kambing dan Domba di Indonesia, Sebelas Maret University Press, Solo.
Valli, K. Barry., J. Brock Dines., Joshi and H. Mitchael., 1992. Degradation of
2,4 Dinitrotolune y the Lignin-Degrading. Fungus Phanerochaete chrysosporium Journal. Applied and Environmental Mikrobiology,
Januari.
Van soest, P.J. dan C.J. Sniffen, Arora P.S., 1983. Nitrogen Faction in NDF, Proc, Dist, Feed Conf.
Van soest, P.J. and J.B. Robertson, 1968. System of Analisys for Evaluating
Fibrous Feeds in Standarisation of Analitical Methodology for Feeds. Pigdem. W.J. CC Balch and M. Graham (eds) IDRC Canada.
Verheij, E.W.M. and
Gramedia. Jakarta.
R.E. Caronel. 1997. Sumber Daya Nabati Asia Tenggara.
Widayati, E. dan Widalestari, Y., 1996. Limbah untuk Pakan Ternak. Trubus Agrisorana, Surabaya.
Williamson, G. dan W.J.A. Payne, 1978. An Introduction to Animal Husbandry in
The Tropics, Second Edition, ELBS and Longman Group Limited,
London.
Williamson, G. dan W.J.A. Payne, 1993. Pengantar Peternakan di Daerah
Tropis. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Wikipedia. 2008. Markisa (19 Juni 2009)
Winarno, F.G., 1980. Microbial Convertion of Lignocellulose into Feed Straw
and Other Fibrous of Products as Feed Elsevier, Amsterdam, Oxford,
New York.
Lampiran 1. Rataan Konsumsi Pakan (Kg/ekor/minggu) selama Penelitian
Perlakuan Pakan Bahan Kering Pakan Bahan Organik Pakan
P01 3.483 3.135 1.098
P02 3.515 3.083 1.140
P03 3.568 3.154 1.174
P04 3.414 3.179 1.202
P05 3.553 3.200 1.155
P11 3.584 3.200 1.286
P12 3.659 3.270 1.271
P13 3.596 3.163 1.177
P14 3.663 3.261 1.273
P15 3.591 3.098 1.274
P21 3.267 2.895 1.144
P22 3.306 2.943 1.210
P23 3.276 2.921 1.099
P24 3.494 2.738 1.166
P25 3.264 2.895 1.110
P31 3.181 2.864 1.068
P32 3.096 2.790 1.113
P33 3.151 2.808 1.098
P34 3.200 2.794 1.083
Lampiran 2. Rataan Pengeluaran Feses (Kg/ekor/minggu) selama penelitian
Perlakuan Feses Bahan Kering Feses Bahan Organik Feses
P01 2.945 1.162 0.484
P02 3.006 1.257 0.507
P03 2.998 1.176 0.514
P04 3.016 1.203 0.446
P05 2.984 1.126 0.438
P11 3.110 1.277 0.469
P12 2.770 1.180 0432
P13 2.803 1.141 0.447
P14 2.765 1.143 0.462
P15 3.084 1.202 0.430
P21 2.798 1.155 0.461
P22 2.803 1.212 0.483
P23 2.739 1.192 0.446
P24 2.801 1.145 0.431
P25 2.900 1.148 0.501
P31 2.722 1.203 0.495
P32 2.823 1.266 0.537
P33 2.725 1.181 0.473
P34 2.695 1.204 0.477
Lampiran 3. Skema Fermentasi
Perbanyakan dan Pembiakan Phanreochaete chrysosporium
Biakan Phanreochaete chrysosporium pada inokulum BIS
Fermentasi Bahan
Hasil Fermentasi siap dicampur dengan bahan lainnya
Lampiran 4. Pebanyakan dan Pembiakan Phanerochaete chrysosporium
Disiapkan PDA sebanyak 39 gram
Dicampur dengan aquades sebanyak 1 liter
Dipanaskan hingga mendidih dan diaduk supaya merata
Disterilkan pada suhu 1200 C dengan tekanan 1 atm
Didinginkan hingga suhu 45-500 C
Dituangkan pada 20 tabung reaksi masing-masing sebanyak 10 ml untuk pembuatan agar miring
Phanerochaete chrysosporium ditanam dengan menggoreskan pada
agar murni (PDA) dengan menggunakan ose
Ditutup tabung reaksi dengan kapas steril/aluminium foil
Tabung reaksi disimpan pada suhu kamar 280 C hingga terbentuk hifa/miselium antara 2-5 hari
Biakan ditambahkan aquades steril sebanyak 10 ml
Dikocok hingga spora tersuspensi
Lampiran 5. Biakan Phanerochaete chrysosporium pada Inokulum BIS
Bungkil Inti Sawit diayak sebanyak 100 gram
Dimasukkan ke dalam plastik
Ditambahkan Aquades sebanyak 20 ml
Ditambahkan HCl 0,1 N 2 tetes
Diaduk hingga merata
Disterilkan pada suhu 1200 selama 2 menit
Didinginkan sampai suhu 450 C
Diaduk dengan 10 ml suspensi spora kapang hingga merata
Diinkubasi pada suhu 280C selama 96 jam
Dikeringkan selama bertahap dengan suhu 370C selama 48 jam
Digiling sampai halus selanjutnya dipakai sebagai inokulum
Lampiran 6. Cara Fermentasi Bahan
Ditimbang bahan yang akan difermentasi
Ditambahkan inokulum sebanyak 5 % dari bahan yang akan difermentasi, diaduk hingga merata
Ditambahkan aquades sebanyak 20% dari bahan yang akan difermentasi, Diaduk hingga merata
Disimpan dalam suhu kamar selama 4 hari
Hasil bahan fermentasi
Dikeringkan dengan sinar Matahari sebelum dicampur dengan bahan pakan lainnya
Lampiran 7. Penampungan Feses
Ditampung feses
(10 % dari berat feses) + H2SO4 Pekat
Disimpan di dalam frezer
Dikumpulkan sampai hari ketujuh
Ditauwing degan air hangat
Dioven dan ditimbang
Disatukan feses selama 7 hari sesuai perlakuan masing-masing
Ditanur selama 6 jam dan ditimbang
Diperoleh kadar Abu dan bahan Organik
Lampiran 8: Kandungan Bahan Pakan
Sumber: a. Loka Penelitian Kambing Potong Sei Putih (2009) b. Siregar (1995)
c. Laboratorium Ilmu Makanan IPB, Bogor (2000)
d. Laboratorium Ilmu Makanan Ternak Departemen Peternakan USU, Medan (2005) e. NRC (1985)
Lampiran 9: Formulasi Pakan Domba
Pakan tanpa penambahan tepung kulit buah markisa fermentasi
Bahan Pakan Jumlah %dari pakan PK LK SK TDN
Pakan dengan penambahan 25% tepung kulit buah markisa fermentasi
Pakan dengan penambahan 50% tepung kulit buah markisa fermentasi
Pakan dengan penambahan 75% tepung kulit buah markisa fermentasi
Bahan Pakan Jumlah %dari pakan PK LK SK TDN
Lampiran 10. Income Over feed Cost (IOFC) tiap level perlakuan (Rp)
Perlakuan 1 2 3 4 5 Total Rataan
P0 539.188 578.071 503.750 524.872 560.226 2.706.108 541.610
P1 481.244 545.822 527.984 569.174 565.615 2.689.841 537.968
P2 515.660 542.948 532.076 564.519 593.058 2.730.262 546.052
P3 581.543 529.783 569.320 527.352 535.854 2.743.854 548.770
Total 2.117.636 2.178.625 2.133.131 2.187.864 2.254.755 10.872.012 2.174.402