• Tidak ada hasil yang ditemukan

Politik utang luar negeri Indonesia ditinjau dalam pandangan fiqh siyasah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Politik utang luar negeri Indonesia ditinjau dalam pandangan fiqh siyasah"

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

i

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmatnya berupa Rahmat dan

Inayahnya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini, walaupun masih

jauh dari kesempurnaan.

Shalawat beriringan sanjungan kepada Nabi Muhammad SAW, beserta keluarganya,

sahabatnya, yang diutus membawa misi islam keseluruh pelosok dunia sampai

akhirat.

Selanjutnya menyadari bahwa penulis skripsi ini tidak mungkin selesai tanpa bantuan

dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan

terimakasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM Dekan Fakultas

Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Dr. Asmawi, M.Ag selaku ketua Jurusan dan Ibu Sri Hidayati, M.Ag

selaku sekertaris Jurusan Siyasah Syar’iyyah Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah membantu dan melayani dalam

penyelesaian skripsi dan melengkapi persyaratan administrasi.

3. Yang terhormat Bapak Drs. Muharrom dan Bapak Atep Abdurrofiq. M.Si selaku

Dosen Pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu, fikiran dan tenaga

untuk memberikan bimbingan, pengarahan dan nasihat kepada penulis dalam

(2)

ii

4. Segenap pengurus Perpustakaan Utama, perpustakaan Fakultas Syari’ah dan

Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan fasilitasnya.

5. Yang teristimewa pengorbanannya Mama dan Mimi tercinta selaku orang tua

yang telah memberikan segalanya baik formil maupun materil serta do’anya

tanpa balas jasanya sampai penulis menyelesaikan masa studi S1.

6. Kakak-kakak tersayang ka’ Iis, ka’ Puad dan kakak ipar kak Mukhlis dan Mba

Nuri dan adik-adik tercinta Ikhwan dan Amri, keponakan yang lucu Dihya dan

Emil, Nasihat dan Do’a kepada penulis.

7. Teman-teman Aliansi SS 2004 yang Penulis banggakan: H. Asep yang kalau

ngomong ngenakin, Bauk El-Marshush sang pujangga, Heri yang kekedik aja

kaya bang Oting, Joko orang jawa yang paling lucu, Arman kalo kena kasur

langsung pules, Jaki yang seneng main Musik, mbah bocah tua nakal,

Arul,Rini,Atul, Urwah, Santi, Putri, Jejen, Ajay Si anak hilang, Syarif Marawis

yang selalu mendampingi dan memberikan semangat, ketika penulis di puncak

keputusasaan sampai penulis bangkit untuk menyelesaikan skripsi ini.

8. Teman-teman IKTIMAL, MAZOEL 98’, THE Juki Community dan semuanya,

terimakasih atas semua kebaikan,keceriaan, dan kebersamaan selama ini.

“TakKan Ku Lupakan Jasa Pengorbananmu Semua”.

9. Keluarga besar jama’ah Majelis Ta’lim Miftahul Khoir.

10. Bang Udin sudah penulis anggap Orang tua yang sering bawain makanan ke

(3)

iii

kekasih pujaan hati yang selalu mendo’akan, serta seluruh sahabat terimakasih

atas semua dukungan dan do’anya.

Kebaikan yang telah semua berikan kepada penulis, tak mampu penulis

membalasnya hanya Allah SWT yang akan membalasnya dengan pahala berlipat

ganda. Semoga skripsi ini dapat bermanfaatbagi penulis khususnya dan bagi pembaca

umumnya.

Jakarta, Desember 1431 H/2010 M

(4)

iv

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN

KATA PENGANTAR ……… i

DAFTAR ISI ………iv

BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ………... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ………... 8

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ………. 8

D. Tinjauan Pustaka ……….. 9

E. Metode Penelitian ………... 11

F. Sistematika Penulisan……… 11

BAB II: MACAM-MACAM UTANG LUAR NEGERI INDONESIA A. Pengertian Utang ………... 13

1. Utang dalam Pengertian Konvensional ………..……... 13

2. Utang dalam Pengertian Fiqh ………..……….... 15

3. Tinjauan Fiqh Siyasah Terhadap Utang Luar Negeri 4. Pengertian Utang Luar Negeri Indonesia ….……….……….. 20

B. Sejarah Utang Luar Negeri Indonesia ………….………. 22

C. Bantuan Utang Multilateral ………...…………... 36

(5)

v

BAB III: KONDISI UTANG LUAR NEGERI INDONESIA SAAT INI

A. Dina

mika Utang Luar Negeri Pemerintah……….... 42

B. Heg

emoni Asing di Negara Kesatuan Republik Indonesia …….. 59

BAB IV: UTANG LUAR NEGERI ANTARA KESENJANGAN DAN

KESEJAHTERAAN

A. Utan

g Sebagai Alat Hegemoni ………... 71

B. Utan

g Luar Negeri dan Kesejahteraan Rakyat

BAB V: PENUTUP

A. Kesimpulan ……….…. 96

B. Saran-saran ……….…. 98

DAFTAR PUSTAKA ……….… 100

(6)

vi BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997/1998 benar-benar merupakan

malapetaka bagi bangsa Indonesia. Peristiwa itu tidak hanya menyebabkan semakin

terpuruknya kondisi perekonomian Indonesia, proses pemulihannya pun ternyata

cenderung berlarut-larut. Bila ditinjau ke belakang, krisis ekonomi yang

menyebabkan porak-porandanya fondasi ekonomi politik orde baru itu, pada mulanya

bukanlah sebuah peristiwa yang berdiri sendiri. Ia berlangsung bersamaan dengan

terjadinya krisis serupa di beberapa Negara Asia Tenggara dan Asia Timur lainnya.

Reaksi masing-masing negara dalam menghadapi terjangan krisis ketika itu

memang berbeda-beda. Demikian pula dengan akibat yang ditimbulkannya.

Indonesia, Thailand, Korea Selatan, menghadapi terjangan krisis dengan cara

menguras cadangan devisa. Sedangkan Malaysia, sebagai perkecualian, cepat-cepat

menutup pintu lalu-lintas devisa mereka dan menerapkan rezim kurs tetap sebagai

sebuah tindakan pengamanan.

Akibatnya, Indonesia, Thailand, dan Korea Selatan, terperosok ke lembah

krisis yang lebih dalam. Selain mengalami pengeringan devisa, nilai mata uang ketiga

negara ini merosok secara tajam. Sebaliknya dengan Malaysia. Walaupun sempat

sama-sama mengalami guncangan politik pada masa permulaan krisis, Malaysia

(7)

vii

Yang paling celaka adalah nasib Indonesia, karena nasib ekonomi yang

dialami Indonesia cenderung berlarut-larut, dan bahkan meluas menjadi krisis

ekonomi politik, kontrak kerjasama Indonesia dengan International Monetary Fund

(IMF) yang seharusnya hanya berlangsung empat tahun, secara diam-diam

diperpanjang menjadi lima tahun. Bahkan, dalam mengakhiri kontrak International

Monetary Fund (IMF) tersebut, pemerintah Presiden Megawati sepakat untuk

memilih opsi pemantauan pasca program (post program monitoring) hingga 2007.

Akibatnya, selain masih terus terperangkap di dalam jebakan krisis, kondisi

ekonomi Indonesia kini benar-benar terpuruk ke dalam lembah pelecehan ekonomi

politik yang cenderung berkepanjangan. Kurs rupiah hingga kini masih terus

bertengger pada kisaran Rp 9.000 per satu dollar Amerika Serikat. Investasi asing

langsung dan ekspor masih terus merosot. Sedangkan setiap tiga bulan sekali,

Indonesia harus bersiap-siap untuk dievaluasi dan digurui oleh International

Monetary Fund (IMF).1

Ketika krisis ekonomi melanda Asia pada pertengahan 1997, negara-negara

asia timur dan tenggara tersebut justru memanfaatkan krisis ekonomi sebagai

momentum historis untuk melakukan berbagai langkah perbaikan structural. Mahathir

misalnya, dengan sadar menolak resep International Monetary Fund (IMF) karena

pasti akan menimbulkan gejolak ekonomi dan politik di Malaysia. Hasilnya sangat

1

(8)

viii

menggembirakan dengan stabilitas ekonomi dan financial Malaysia, pertumbuhan

ekonomi dan menciptakan lapangan kerja juga tinggi.2

Sikap pemerintahan terhadap utang luar negeri ternyata belum banyak

berubah. Anjuran berbagai pihak agar pemerintah “menghapuskan utang lama dan

menolak utang baru,” cenderung diabaikan begitu saja. Alih-alih minta penghapusan

utang, sekedar mempercepat penghapusan pelunasan utang kepada International

Monetary Fund (IMF) pun pemerintah tampak berat hati. Sikap pemerintah yang

sangat bersahabat dengan utang luar negeri dan International Monetary Fund (IMF)

itu sangat jelas bertolak belakang dengan kecendrungan internasional mengenai hal

tersebut. Sebagaimana diketahui, secara internasional, kritik terhadap utang luar

negeri cendrung semakin meningkat. Kritik tidak hanya muncul sehubungan dengan

efektifitasnya, tetapi meluas hingga mencakup sisi kelembagaan, sisi idiologi, serta

implikasi sosial dan politiknnya.

Pada sisi efektifitasnya, secara internal, utang luar negeri tidak hanya

dipandang menjadi penghambat tumbuhnya kemandirian ekonomi negara-negara

dunia ketiga. Ia diyakini menjadi pemicu terjadinya kontraksi belanja sosial.

Merosotnya kesejahteraan rakyat, dan melebarnya kesenjangan. Sedangkan secara

eksternal, utang luar negeri diyakini menjadi pemicu meningkatnya ketergantungan

2

(9)

ix

negara-negara Dunia ketiga pada pasar luar negeri, modal asing, dan pada pembuatan

utang luar negeri secara berkesinambungan.

Pada sisi kelembagaannya, lembaga-lembaga keuangan multilateral seperti

International Monetary Fund (IMF), Bank Dunia, dan Asian Development Bank

(ADB), tidak hanya dipandang telah bersikap tidak transparan dan tidak auntabel.

Keduanya telah diyakini telah bekerja sebagai kepanjangan tangan negara-negara

dunia pertama pemegang utama saham mereka, untuk mengintervensi Negara-negara

penerima pinjaman.

Pada sisi ideologinya, utang luar negeri diyakini telah dipakai oleh

Negara-negara pemberi pinjaman, terutama Amerika, sebagai sarana untuk menyebarluaskan

kapitalisme Neoliberal ke seluruh penjuru dunia. Dengan dipakainya utang luar

negeri sebagai sarana untuk menyebarluaskan kapitalisme neoliberal, berarti utang

luar negeri telah dengan sengaja dipakai oleh negara-negara pemberi pinjaman untuk

menguras dunia. Sedangkan pada sisi implikasi sosial dan politiknya, utang luar

negeri tidak hanya dipandang sebagai sarana yang sengaja dikembangkan oleh

negara-negara pemberi pinjaman untuk mengintervensi negara-negara penerima

pinjaman. Secara tidak langsung ia diyakini turut bertanggung jawab terhadap

munculnya rezim diktator, kerusakan lingkungan, meningkatnya tekanan migrasi dan

perdagangan obat-obat terlarang, serta terhadap terjadinya konflik dan peperangan.3

3

(10)

x

Para kritisi pembangunan saat ini cenderung menuduh bahwa rezim

neo-liberal adalah rezim yang paling bertanggungjawab atas kegagalan pembangunan

tersebut. “The Silent Takeover: Global Capitalism and The Death of Democrazy.”

Saat ini keberadaan state atau government (seperti politisi, partai, elit, militer,

pendidik) cenderung hanya sebagai instrumen yang memfasilitasi ekspansi pasar

bebas. Rezim neo-liberal (seperti pemerintah USA, EROPA, Asian Development

Bank (ADB), International Monetary Fund (IMF) dan World Bank) telah

melumpuhkan kemampuan negara dalam hal kontrol atas sumber daya dalam hal ini

dicurigai sebagai penyebab kematian demokrasi.4

Setelah kejatuhan Presiden Soekarno, banyak teknokrat merapat dan

mengabdi selama 32 tahun kepada rezim otoriter Soeharto. Banyak dari anggotanya

yang menduduki posisi-posisi kunci dalam bidang ekonomi dan menjadi saluran

strategi dan kebijakan yang dirumuskan oleh IMF, Bank Dunia dan USAID. Para

teknokrat sekaligus berfungsi sebagai alat untuk memonitor agar kebijakan ekonomi

Indonesia sejalan dan searah dengan kebijakan umum ekonomi yang digariskan oleh

Washington. Garis kebijakan ekonomi ini di kemudian hari dikenal dengan

Washington Konsensus”. Istilah “Washington Konsensus” pertama kali

diperkenalkan oleh ekonom kondang John Williamson dari Institute for International

Economics, istilah ini digunakan John Williamson untuk merujuk hasil konsensus

4

Noreena Hertz, Perampok Negara; Kuasa Kapitalisme Global dan Matinya Demokrasi.

(11)

xi

yang dihasilkan oleh ekonom-ekonom dari kubu konservatif dan liberal di

Washington dalam menggagas dan merumuskan lembaga multilateral (IMF dan Bank

Dunia) beserta pemerintah Amerika Serikat (diwakili Menteri Keuangan), serta

beberapa “tangki pemikiran” (think tanks) di kota itu.

Dunia sekarang dicirikan sebagai “keterhubungan berskala global”. Dalam

cuaca yang demikian itu, Indonesia sedang berusaha merumuskan identitas dirinya.

Kenyataan yang tidak dapat dipungkiri: terdapat arus kultur global yang bergerak

begitu cepat dikendalikan oleh iklim kapitalisme dan neoliberalisme; sebuah kultur

dengan kekuatan dasar daya ekonomi. Kenyataan lain yang tidak dapat disangkal

Indonesia sebagai bagian dari jagat global memiliki kebudayaan lokal sendiri yang

tidak semestinya lenyap pada dominasi budaya global itu, memang dalam situasi

dunia yang mengglobal, pencarian identitas kultural tidak dapat dikatakan mudah.

Bahkan untuk berdiri sendiri sebagai subjek-otonom yang mampu menemukan

makna dari bagi dirinya sendiri pun sudah rumit.

Dengan memahami definisi fiqh sebagai ilmu bi ahkam syar’iyyah

al-amaliyyah al-muktasab min adillatiha al-tafsiliyya’5 (mengetahui hukum syari’a

amaliah yang digali dari petunjuk-petunjuk yang bersifat global), fiqh memiliki

peluang yang sangat luas untuk berjalan seiring dengan perkembangan zaman.

Artinya definisi fiqh sebagai sesuatu yang digali (al-muktasab) menumbuhkan

pemahaman bahwa fiqh lahir melalui serangkaian proses sebelum akhirnya

5

(12)

xii

dinyatakan sebagai hukum praktis. Proses yang umum kita kenal sebagai ijtihad itu

bukan saja memungkinkan adanya perubahan, tetapi juga mengembangkan tak

terhingga atas berbagai aspek kehidupan yang selamanya mengalami perkembangan.

Perkembangan cara menjajah bangsa, mengalami perubahan yang sangat

signifikan, baik melalui fisik, ideologi, budaya. Seperti halnya fiqh yang selalu

mengalami dinamisasi perkembangan, politik juga mengalami perubahan yang sama.

Sehingga pemahaman mengenai kolonialisme juga mengalami cara pandang baru.

Dalam konteks utang luar negeri sebagai alat invasi politik seperti terjadi di

Indonesia, utang luar negeri bisa menjadi sandungan yang sangat berarti dalam proses

terciptanya sebuah bangsa yang mandiri. Oleh sebab itu, pandangan fiqh menjadi

menarik dalam tulisan ini. Karena dalam pandangan fiqh ada sesuatu yang perlu

dikaji ulang mengenai mekanisme utang luar negeri yang terjadi di Indonesia, yang

selama ini utang luar negeri tidak memberikan tangguhan sampai Indonesia bisa

membayarnya. Dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 280 Allah menjelaskan:

! " Artinya “Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah

tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang)

(13)

xiii

Dengan dasar pemikiran inilah penulis merasa tertarik untuk mengkaji lebih

jauh tentang POLITIK UTANG LUAR NEGERI INDONESIA DALAM

PANDANGAN FIQH SIYASAH.

B.Perumusan dan Pembatasan Masalah

Untuk mengkaji lebih dalam dan mendasar tentangn utang indonesia, terutama

mengenai utang luar negeri indonesia, maka penulis perlu membatasi masalah,

sedangkan batasan sekripsi yang penulis simpulkan adalah berkisar pada

permasalahan yang berhubungan dengan utang luar negeri indonesia di tinjau dari

Fiqh siyasah. Perumusan masalah yanng penulis ajukan dalam tulisan ini adalah

1. Bagaimana manfaat utang luar neegeri indonesia?

2. Bagaimana pandangan fiqh siyasah terhadap utang luar negeri indonesia?

C.Tujuan dan Manfaat Penelitian

Sesuai dengan masalah yang telah dirumuskan, maka tujuan penulisan skripsi

ini antara lain :

1. Untuk mengetahui sejauh manakah perkembangan utang luar negeri yang

terjadi di Indonesia

2. Untuk mengkaji perkembangan utang luar di Indonesia

3. Untuk memberi gambaran tentang efektifitas utang luar negeri dalam

(14)

xiv

4. Untuk memberikan prespektif dalam pandangan fiqh mengenai utang luar

negeri yang terjadi di Indonesia

Adapun manfaat yang didapat penulis sebagai berikut :

1. Memperoleh pengetahuan yang lebih dalam tentang Utang Luar Negeri

Indonesia

2. Mendapatkan informasi yang valid tentang dampak-dampak Utang Luar

Negeri Indonesia

3. Merupakan sumber referensi dan saran pemikiran di dalam menunjang

penelitian selanjutnya yang akan bermanfaat bagi penelitian yang lain

sebagai bahan perbandingan.

D. Tinjauan Pustaka

Kejahatan intelektual Mafia Ekonomi sangat terbatas diketahui publik dan

lebih mudah untuk disebut konsumsi terbatas sehingga buku-buku mengenai Utang

Luar Negeri terhitung sangant langka. Sehingga penulis sampai saat ini belum banyak

menemukan sumber utama (primer) tentang Utang Luar Negeri. Di antara

tulisan-tulisan yang ditemukan penulis adalah pertama, artikel Revrisond Baswir, Utang

Luar Negeri dan Neokolonialisme Indonesia, di dalam artikel tersebut menuliskan

masalah Utang Luar Negeri yang terjadi di Indonesia. Kedua, artikel Kusfiardi,

”Melepas Jerat Beban Utang Haram dan Statistik Utang Luar Negeri Indonesia”,

artikel ini menjelaskan masalah solusi di luar mekanisme yang diusung oleh IMF dan

(15)

xv

Ketiga, Buku Prof. Dr. Mubyarto, ”Ekonomi Terjajah”, buku ini mengungkap lima

bahaya besar yang jelas-jelas tampak di depan mata yakni: sesungguhnya Utang Luar

Negeri untuk pendanaan proyek-proyek milik negara adalah hal yang berbahaya

terutama terhadap eksistensi negara itu sendiri. Keempat, Buku DR. Yusuf

Al-Qardhawi, ”Bunga Bank Haram”, buku ini menjelasklan bahwasanya segala bentuk

riba itu haram. Kelima, Buku John Perkins yang berjudul ”Pengakuan Bandit

Ekonomi” yang di dalamnya membahas tentang pengakuan tokoh terhadap

kejahatan-kejahatan ekonomi yang dilakukan di negara-negara yang disinggahinya sehingga

perekonomian negara dipenuhi dengan utang. kemudian tulisan-tulisan artikel dan

buku ini dijadikan sebagai sekunder dan sebagai penunjang, penulis memakai

tulisan-tulisan para pemikir ekonom baik yang berhaluan liberal maupun anti liberal dan

pengkritik pasca kolonialisme serta tulisan-tulisan lain yang mendukung dalam fokus

pembahasan yang dipilih. Sepanjang pengetahuan penulis, belum ada judul skripsi

yang khusus mengkaji Politik Utang Luar Negeri Indonesia dalam pandangan Fiqh

Siyasah yang dibahas rekan-rekan mahasiswa Fakultas Syari’ah dan Hukum jurusan

Siyasah Syar’iyyah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Untuk itu penulis tertarik

mengungkap dan mendeskripsikan Politik Utang Luar Negeri Indonesia dalam

pandangan Fiqh Siyasah.

(16)

xvi

Salah satu tahapan yang penting dalam penulisan karya ilmiah adalah penerapan

metodologi yang tepat yang di gunakan sebagai pedoman penelitian dalam mengungkap

fenomena serta mengembangkan hubungan antara teori yang menjelaskan gambaran situasi

dengan realitas yang terjadi sesungguhnya.

Penelitian ini dapat di golongkan sebagai penelitian normatif, yang dilakukan dengan

cara meneliti bahan pustaka atau sekunder. Teknik pengumpulan data penelitian ini

menggunakan studi dokumenter. Dalam penelitian ini sumber data dibagi tiga yaitu:6

Pertama, sumber data primer tentang utang luar negeri Indonesia. Kedua, bahan hukum

sekunder yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum

primer, seperti, buku-buku tentang utang luar negeri Indonesia dan ketatanegaran Indonesia

serta hukum ketatanegaraan Islam. Ketiga, bahan tersier, yakni bahan yang memberikan

petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti, kamus,

ensiklopedia dan indeks kumulatif.

Dalam menganalisa data-data hasil penelitian ini, penulis menggunakan metode

teknik pendekatan kualitatif untuk memahami fenomena sosial yang diteliti. Artinya, dalam

penelitian ini terdapat usaha menambah informasi kualitatif, dapat diperoleh pula

pecanderaan yang sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi

yang diteliti. Sedangkan pedoman yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah buku

Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2008”.

6

(17)

xvii F. Sistematika Penulisan

Bab I. Merupakan bab pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah,

pembatasan dan perumusan masalah, tinjauan penelitian, tinjauan pustaka, metode

penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II. Macam-macam Utang luar Negeri yang terdiri dari sejarah utang luar

negeri Indonesia, pengertian utang, dan di dalam pembahasan pengertian utang luar

negeri terdapat beberapa sub yaitu pengertian utang dalam hukum konvensional,

pengertian utang dalam fiqh, dan yang terakhir membahas pengertian utang luar

negeri. Selanjutnya membahas tentang utang luar negeri multilateral, dan utang luar

negeri bilateral.

Bab III. Membahas masalah kondisi utang luar negeri indonesia pada saat ini,

yang meliputi, bantuan yang mengikat, dan yang terakhir hegomoni asing di negara

kesatuan republik Indonesia.

Bab IV. Akan membahas utang luar negeri Indonesia di lihat dalam

pandangan fiqh siyasah yang di dalamnya terdapat, Utang Piutang dalam Fiqh, dan

Tinjauan Fiqh Siyasah terhadap Utang Luar Negeri Indinesia.

(18)

xviii BAB II

MACAM-MACAM UTANG LUAR NEGERI

A. Pengertian Utang

1. Utang dalam Pengertian Konvensional

Pengertian Utang menurut Beberapa Pakar Hukum Setiawan, S.H.

"Ordonansi Kepailitan Serta Aplikasi Kini", dikutip pernyataan sebagai berikut:

Utang seyogianya diberi arti luas; baik dalam arti kewajiban membayar sejumlah

uang tertentu yang timbul karena adanya perjanjian utang-piutang (dimana Debitor

telah menerima sejumlah uang tertentu dan Kreditornya), maupun kewajiban

pembayaran sejumlah uang tertentu yang timbul dari perjanjian atau kontrak lain

yang menyebabkan Debitor harus membayar sejumlah uang tertentu.7

Kartini Muljadi, S.H., "Pengertian dan Prinsip-prinsip Umum Hukum

Kepailitan"8 berpendapat istilah utang dalam Pasal 1 dan Pasal 212 UUK

(undang-undang keuangan) seharusnya, merujuk pada Hukum Perikatan dalam Hukum

7

Ahmad Rodoni, Bank dan Lembaga Keuangan lainnya, (Jakarta: Grafika Karya Utama, 2006), h. 104

8

(19)

xix

Perdata, bahwa tiap-tiap ikatan memberikan sesuatu untuk berbuat sesuatu, atau

untuk tidak berbuat sesuatu. Contohnya:

1. Kewajiban Debitor untuk membayar bunga dan utang pokok kepada pihak yang

meminjamkan

2. Kewajiban Penjual untuk menyerahkan mobil kepada Pembeli mobil tersebut

3. Kewajiban Pembangun untuk membuat rumah dan menyerahkannya kepada

Pembeli rumah.

4. Kewajiban Penjamin (guarantor) untuk menjamin pembayaran kembali pinjaman

Debitor kepada Kreditor.

Dilihat dari perspektif Kreditor, kewajiban membayar Debitor tersebut

merupakan "hak untuk memperoleh pembayaran sejumlah uang" atau right to

payment. Namun, apabila hak Kreditor itu belum muncul, maka tidaklah hak Kreditor

itu dapat dikatakan utang Debitor yang dapat didaftarkan untuk pencocokan

(verifikasi) utang-utang dalam rangka kepailitan Debitor tersebut. Apabila terjadi

ketidaksepakatan mengenai "adanya" utang tersebut, maka adanya utang itu harus

terlebih dahulu diputuskan oleh pengadilan. Bahkan pengadilan harus pula

memutuskan kepastian mengenai "besarnya" utang itu. Utang yang dimaksudkan

dalam UUK (undang-undang keuangan) itu adalah bukan setiap kewajiban apa pun

juga dari Debitor kepada Kreditor karena adanya perikatan di antara mereka, tetapi

hanya sepanjang kewajiban itu berupa kewajiban untuk membayar sejumlah uang,

baik kewajiban membayar itu timbul karena perjanjian apa pun atau karena

(20)

xx

ditetapkan oleh Undang-undang Pajak), atau karena berdasarkan putusan hakim yang

telah berkekuatan hukum tetap.

Menyadari telah timbulnya kesimpangsiuran mengenai arti “utang” karena

tidak diberikannya definisi atau pengertian menyeluruh di dalam Perpu No. 1 Tahun

1999 sebagaimana telah diundangkan dengan UU No. 4 Tahun 1998 maka dalam UU

No. 4 Tahun 1998 yang baru tentang Kepailitan dan Penundaan Pembayaran Utang,

telah memberikan definisi atau pengertian mengenai utang di dalam Pasal 1 angka 4

sebagai berikut:

Utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah

uang baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing baik secara langsung

maupun yang akan timbul di kemudian hari, yang timbul karena perjanjian atau

undang-undang dan yang wajib dipenuhi oleh Debitor dan bila tidak dipenuhi

memberikan hak kepada Kreditor untuk mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan

Debitor.

Masalah yang dapat timbul dalam definisi ini adalah “kewajiban yang dapat

dinyatakan dalam jumlah uang”, hal ini menunjuk pada sesuatu yang belum pasti

nilainya. Apakah kurator diberi wewenang untuk menilai, baik dengan persetujuan

atau tampa persetujuan Hakim Pengawas, apakah berdasarkan kesepakatan antara

Kreditor yang bersangkutan dengan Debitor atau Kurator.9 Hal ini dapat

menimbulkan kecurigaan akan permainan-permainan yang tidak fair.

9Ibid,

(21)

xxi 2. Utang dalam Pengertian Fiqh

Utang artinya pinjaman yang harus dikembalikan berupa uang atau uang yang

dipinjam (pinjaman) yang harus dibayar kembali. Sedangkan utang-piutang,

maksudnya adalah utang kita kepada orang (lain), dan utang orang (lain) kepada

kita.10 Menurut Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM dalam literatur

hukum Islam, utang lazim dikenal dengan sebutan dayn; sedangkan utang-piutang

disebut dengan istilah mudayanah. Dayn, diambil dari akar kata

dana-yadinu-daynan-wa-dinan, yang secara literal antara lain berarti: mengutangi, memberi

pinjaman, berutang atau meminjam. Bersamaan dengan itu, kata dana juga

digunakan untuk arti menjadi rendah-hina (dzalla), menundukkan, merendahkan,

melayani, membalas, memperbudak dan durhaka di samping juga memiliki makna

berbuat baik, menjadi mulia, dan taat.

Pengertian ini mengisyaratkan bahwa utang, memiliki dampak positif di satu

pihak, dan dampak negatif di sisi lain. Banyak orang/pihak/bangsa dan negara

menjadi bermartabat dan terhormat atau dihormati justru berkat utang luar negerinya

untuk kemudian membangun diri/keluarga/masyarakat/bangsa dan negaranya yang

kemudian sukses. tetapi, pada saat yang bersamaan, juga tidak sedikit orang/

10

(22)

xxii

keluarga/ pihak/ bangsa dan negara menjadi rendah, hina atau dihinakan karena tidak

sukses dalam mengelola dana utangnya.11

Utang (dayn), kalau boleh diilustrasikan, memang laksana senjata tajam yang

bisa memberikan multi manfaat bagi orang/ pihak yang mau dan mampu

menggunakannya secara benar dan tepat tetapi senjata tajam, sekaligus juga bisa

menjadi pembunuh/pemusnah bagi orang/pihak yang tidak mau dan atau tidak

mampu untuk menggunakannya dengan benar dan tepat. Buktinya, seperti baru

ditegaskan, banyak orang/pihak/lembaga bahkan bangsa dan negara menjadi maju

dan terhormat atas kebijakan utang luar negerinya untuk membangun bangsa dan

negaranya tetapi dalam saat yang bersamaan, tidak sedikit untuk tidak mengatakan

lebih banyak lagi negara yang justru menjadi rendah, hina atau malahan dihinakan

atas kebijakan utang luar negerinya yang ceroboh, tidak proporsional dan tidak

profesional.

Masih dalam konteks utang-piutang memuat sistem Qur’ani, ada istilah lain

yang lebih khas, meskipun penggunaannya sampai kini masih belum memasyarakat

apalagi merakyat secara luas. Istilah yang dimaksudkan ialah QARDHAN HASANAN,

yang dijadikan judul tulisan dalam kolom ini. Qardhan hasanan terdiri atas kata

qardhan dan hasanan. Qardhan, yang diambil dari kata qaradha – yaqridhu –

qardhan, arti asalnya: memotong, memakan, menggigit dan mengerip. Dalam dunia

transaksi ekonomi, qardhan biasa digunakan untuk arti utang atau pinjaman.

11

(23)

xxiii

Sedangkan hasanan, artinya baik atau bagus (jayyid). Jadi, secara sederhana, qardhan

hasanan artinya utang (piutang) utang-piutang yang baik.

Dalam al-Qur’an, kata qardhan hasanan diulang sebanyak 6 kali dalam lima

surat dan 6 ayat. Masing-masing adalah surat al-Baqarah (2): 245,

?@"

artinya “Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang

baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), Maka Allah akan meperlipat gandakan

pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. dan Allah menyempitkan

dan melapangkan (rezki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan”.(QS. Al-Baqarah:

245)

Dan terdapat ayat Al-Qur’an yang lain diantaranya: al-Ma’idah (5): 12, al-Hadid (57):

11 dan 18; at-Taghabun (64): 17, dan al-Muzzammil (73): 20. Yang menarik, kata

qardhan hasanan (utang-piutang yang baik), ini dalam al-Qur’an tidak selamanya

digunakan dalam konteks ekonomi khususnya keuangan; akan tetapi, lebih dari itu,

dalam perspektif kehidupan yang lebih luas lagi.

Al-Qur’an, sebagai sumber utama dan pertama agama Islam, selalu dan

selamanya mengarahkan manusia supaya menuju ke arah kehidupan yang baik

(hayatan thayyibatan); sebaliknya, Islam (al-Qur’an) tidak akan pernah memberikan

sinyal apapun yang menuju ke arah atau titik kehidupan yang sebaliknya (kehidupan

(24)

xxiv

katapun dalam al-Qur’an yang menyebutkan utang buruk alias qardhan hasanan,

karena al-Qur’an memang sama sekali tidak menghendaki utang-piutang yang

(berakibat) buruk itu. Kosa kata (qardhan hasanan), ini mengingatkan kita pada

kehidupan lebih makro yang juga disimbolkan Al-Qur’an dengan kehidupan yang

baik (hayatan thayyibatan) dalam surat an-Nahl (16): 97

? " Artinya “Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun

perempuan dalam Keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan Kami berikan

kepadanya kehidupan yang baik dan Sesungguhnya akan Kami beri Balasan kepada

mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan”. (QS.

An-Nahl: 97)

Tanpa pernah mengemukakan lawan katanya yakni kehidupan yang buruk (hayatan

khabitsatan). Dengan demikian, maka cukup alasan kiranya jika di tengah-tengah

percaturan dunia global yang antara lain diwarnai dengan transaksi “Utang-Piutang

(Mudayanah) yang serba buruk, ini kita mencari terobosan baru, untuk mengonsep

utang-piutang (mudayanah) yang baik, yang oleh Al-Qur’an diistilahkan dengan

qardhan hasanan.

(25)

xxv

Artinya: ”Dari Ibnu Mas’ud:”Sesungguhnya Nabi saw. bersabda: Seorang muslim yang

mempiutangi seorang muslim dua kali, seolah-olah ia telah bersedekahkepadanya satu

kali”.(HR. Ibnu Majah)

Dalam Utang Piutang Harus Sesuai Rukun yang Ada:12

a. Ada yang berhutang / peminjam / piutang / debitor

b. Ada yang memberi hutang / kreditor

c. Ada ucapan kesepakatan atau ijab qabul / qobul

d. Ada barang atau uang yang akan dihutangkan

Utang piutang dapat memberikan banyak manfaat kepada kedua belah pihak.

Utang piutang merupakan perbuatan saling tolong menolong antara umat manusia

yang sangat dianjurkan oleh Allah SWT selama tolong-menolong dalam kebajikan.

Utang piutang dapat mengurangi kesulitan orang lain yang sedang dirudung masalah

serta dapat memperkuat tali persaudaraan kedua belah pihak.

3. Tinjauan Fiqh Siyasah terhadap Utang Luar Negeri

Jika di telaah lebih mendalam ada beberapa hal yang menjadikan utang Luar

negeri menjadi bathil. Pertama Utang luar negeri tidak dapat dilepaskan dari bunga

(riba).13 Padahal Islam dengan tegas telah mengharamkan riba itu. Riba adalah dosa

besar yang wajib dijauhi oleh kaum muslimin dengan sejauh-jauhnya. Allah SWT

berfirman :

12

H. sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, h, 307

13

(26)

xxvi Dan Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba…” (Qs. al-Baqarah

[2]: 275).

Rasulullah Saw bersabda:

Riba itu mempunyai 73 macam dosa. Sedangkan (dosa) yang paling ringan (dari

macam-macam riba tersebut) adalah seperti seseorang yang menikahi (menzinai) ibu

kandungnya sendiri…”14(HR. Ibnu Majah).

Kedua, terdapat unsur Riba Qaradl, yaitu adanya pinjam meminjam uang dari

seseorang kepada seseorang dengan syarat ada kelebihan (keuntungan) yang harus

diberikan oleh peminjam kepada pemberi pinjaman. Riba semacam ini dilarang di

dalam Islam berdasarkan hadits-hadits berikut ini;

Imam Bukhari meriwayatkan sebuah hadits dari Abu Burdah bin Musa; ia berkata,

“Suatu ketika, aku mengunjungi Madinah. Lalu aku berjumpa dengan Abdullah bin

Salam. Lantas orang ini berkata kepadaku: ‘Sesungguhnya engkau berada di suatu

tempat yang di sana praktek riba telah merajalela. Apabila engkau memberikan

pinjaman kepada seseorang lalu ia memberikan hadiah kepadamu berupa rumput

kering, gandum atau makanan ternak, maka janganlah diterima. Sebab, pemberian

tersebut adalah riba”. (HR. Imam Bukhari)

14

(27)

xxvii

Juga, Imam Bukharidalam “Kitab Tarikh”nya, meriwayatkan sebuah Hadits

dari Anas ra bahwa Rasulullah SAW telah bersabda, “Bila ada yang memberikan

pinjaman (uang maupun barang), maka janganlah ia menerima hadiah (dari yang

meminjamkannya)”.[HR. Imam Bukhari]

Hadits di atas menunjukkan bahwa peminjam tidak boleh memberikan hadiah kepada

pemberi pinjaman dalam bentuk apapun, lebih-lebih lagi jika si peminjam

menetapkan adanya tambahan atas pinjamannya. Tentunya ini lebih dilarang lagi.

Ketiga utang luar negeri menjadi sarana (wasilah) timbulnya berbagai kemudharatan,

seperti terus berlangsungnya kemiskinan, bertambahnya harga-harga kebutuhan

pokok dan BBM, dan sebagainya. Semua jenis sarana atau perantaraan yang dapat

membawa kemudharatan (dharar) padahal keberadaannya telah diharamkan adalah

haram. Kaidah syara’ menetapkan:

“Segala perantaraan yang membawa kepada yang haram, maka ia diharamkan”.

4. Pengertian Utang Luar Negeri

Utang luar negeri adalah semua utang yang menimbulkan kewajiban

membayar kembali terhadap pihak luar negeri baik dalam valuta asing maupun dalam

rupiah. Termasuk dalam pengertian utang luar negeri adalah pinjaman dalam negeri

yang menimbulkan kewajiban membayar kembali terhadap pihak luar negeri.15

15

(28)

xxviii

Utang luar negeri Indonesia dibedakan dalam 2 kelompok besar, yaitu utang

luar negeri yang diterima Pemerintah (public debt) dan utang luar negeri yang

diterima swasta (private debt). Dilihat dari sumber dananya, utang luar negeri

dibedakan ke dalam utang multilateral, dan utang bilateral.16 Sedangkan dilihat dari

segi persyaratan pinjaman, dibedakan dalam pinjaman lunak (concessional loan),

pinjaman setengah lunak (semi concenssional loan) dan pinjaman komersial

(commercial loan).

Selain utang luar negeri, terdapat juga penerimaan dalam bentuk hibah.

Menurut Surat Keputusan Bersama (SKB) antara Menteri Keuangan dengan Ketua

BAPPENAS No.185/KMK.03/1995 dan No. KEP.031/KET/5/1995 tanggal 5 Mei

1995 yang telah dirubah dengan SKB No. 459/KMK.03/1999 dan

No.KEP.264/KET/09/1999 tanggal 29 September 1999 tentang Tatacara

Perencanaan, Pelaksanaan/Penatausahaan dan Pemantauan Pinjaman/Hibah Luar

Negeri dalam Pelaksanaan APBN, pengertian utang Luar Negeri, adalah setiap

penerimaan negara baik dalam bentuk devisa dan atau devisa yang dirupiahkan

maupun dalam bentuk barang dan atau dalam bentuk jasa yang diperoleh dari

pemberi pinjaman luar negeri yang harus dibayar kembali dengan persyaratan

tertentu.17 Sedangkan Hibah Luar Negeri, adalah setiap penerimaan negara baik

dalam bentuk devisa dan atau devisa yang dirupiahkan maupun dalam bentuk barang

16

Ibid, hal. 204

17

Cyrilluc Harinowo, UTANG PEMERINTAH, Perkembangan, Prospek, dan

(29)

xxix

dan atau dalam bentuk jasa temasuk tenaga ahli dan pelatihan yang diperoleh dari

pemberi hibah luar negeri yang tidak perlu dibayar kembali.

Utang luar negeri yang diterima Pemerintah, dimaksudkan sebagai pelengkap

pembiayaan pembangunan, disamping sumber pembiayaan yang berasal dari dalam

negeri berupa hasil perdagangan luar negeri, penerimaan pajak dan tabungan baik

tabungan masyarakat dan sektor swasta. Salah satu masalah dalam pelaksanaan

pembangunan ekonomi yang dihadapi negara-negara berkembang termasuk Indonesia

adalah keterbatasan modal dalam negeri. Hal ini tercermin pada angka kesenjangan

tabungan investasi “Saving-Investment Gap” (S-I gap) dan “Foreigan Exchange Gap

(forex gap). Saving Investment gap menggambarkan kesenjangan antara tabungan

dalam negeri dengan dana investasi yang dibutuhkan.

B. Sejarah Utang Luar Negeri Indonesia

Pemerintah kolonial Hindia Belanda sudah memulai kebiasaan berutang bagi

pemerintahan di Indonesia. Seluruh utang yang belum dilunasinya pun turut

diwariskan, sesuai dengan salah satu hasil Konferensi Meja Bundar (KMB).

Penyerahan kedaulatan kepada Republik Indonesia pada waktu itu disertai dengan

(30)

xxx

utang piutang, maka Republik Indonesia bukanlah negara baru, melainkan pelanjut

dari pemerintahan sebelumnya.18

Tradisi pengalihan utang kepada pemerintahan berikutnya bertahan sampai

saat ini, terlepas dari perpindahan kekuasaan itu berlangsung dengan cara apa pun.

Pemerintahan era Soekarno mewariskan utang luar negeri (ULN) sekitar USD 2,1

miliar kepada pemerintahan Soeharto. Secara spektakuler, pemerintahan Soeharto

membebani Habibie dengan warisan utang sebesar USD 60 miliar, bahkan,

pemerintahan Habibie mewariskan utang yang lebih besar, hanya dalam kurun waktu

dua tahun. ULN memang “hanya” bertambah menjadi sebesar USD 75 miliar dolar.

Namun, utang dalam negeri yang semula nihil menjadi USD 60 miliar (jika

dikonversikan), sehingga utang pemerintah secara keseluruhan menjadi sekitar USD

135 miliar.

Tentu tidak adil jika hanya melihat angka utang yang fantastis di era Habibie

secara begitu saja. Sebagian masalahnya adalah karena akumulasi utang beserta

akibat lanjutan dari kebijakan pemerintahan Soeharto. Bisa dikatakan bahwa

Pemerintahan Habibie harus menghadapi krisis moneter dan ekonomi, yang berasal

dari era Soeharto.

Bagaimanapun, pewarisan utang pemerintah suatu era kepada era berikutnya

telah berlangsung. Tidak ada penghapusan beban utang dalam besaran yang cukup

berarti, yang disebabkan oleh pergantian kekuasaan atau kebijakan pemerintah baru.

18

Cyrilluc Harinowo, UTANG PEMERINTAH, Perkembangan, Prospek, dan pengelolaannya

(31)

xxxi

Keringanan atas beban utang hanya diberikan oleh para kreditur berupa penjadwalan

pembayaran untuk waktu yang tidak terlampau lama, ketika terjadinya krisis 1997.

Krisis justeru memaksa pemerintah untuk menambah posisi utangnya melalui

pinjaman kepada IMF. Meskipun sifatnya adalah untuk berjaga-jaga dan akhirnya

”tidak dipergunakan”, biaya utangnya tetap harus dibayar. Selain itu, krisis memberi

beban tambahan bagi pemerintah. Diantaranya berupa jatuhnya nilai tukar rupiah

terhadap mata uang asing, serta tanggungan pemerintah atas beberapa utang swasta

yang gagal bayar (default).19

Kreditur luar negeri malah cenderung sedikit berbaik hati tatkala Indonesia

mendapat musibah tsunami Aceh dan Nias. Beberapa miliar dolar ULN pemerintah

yang mestinya jatuh tempo pada tahun itu, dijadwal ulang pembayarannya untuk lima

tahun ke depannya, dengan masa jeda pembayaran antara satu sampai dengan dua

tahun.

1. Utang Pemerintah Orde Lama

Sesuai dengan perjanjian ketika penyerahan kedaulatan kepada pemerintah

Republik Indonesia, pemerintahan Soekarno menerima pula warisan utang

pemerintah kolonial Hindia Belanda sebesar 4 miliar dolar Amerika. Utang tersebut

memang tidak pernah dibayar oleh Pemerintahan Soekarno, namun juga tidak

19

(32)

xxxii

dinyatakan dihapuskan. Utang ini nantinya diwariskan kepada era-era pemerintahan

berikutnya, dan akhirnya dilunasi juga.20

Pada awal kemerdekaan, sikap pemerintah Soekarno-Hatta terhadap utang

luar negeri bisa dikatakan mendua. Di satu sisi, mereka menyadari bahwa utang luar

negeri sebagai sumber pembiayaan sangat dibutuhkan. Negara baru yang baru

merdeka ini memerlukan dana untuk memperbaiki taraf kesejahteraan rakyat, yang

sudah sedemikian terpuruk karena kolonialisme. Ketiadaan infrastruktur, dan

rusaknya sebagian besar kapasitas produksi seperti ladang minyak, membuat

penerimaan negara dari sumber domestik belum bisa diandalkan. Hibah dari

negara-negara yang bersimpatik ketika awal kemerdekaan tentu saja tidak memadai dan

lambat laun dihentikan. Pilihan yang tersedia adalah mempersilakan modal asing

masuk ke Indonesia untuk berinvestasi, serta melakukan pinjaman luar negeri.

Di sisi lain, pemerintah Soekarno-Hatta bersikap waspada terhadap

kemungkinan penggunaan utang luar negeri sebagai sarana kembalinya kolonialisme.

Semangat kemerdekaan masih amat kental, sehingga mereka peka dalam masalah

yang berkaitan dengan kedaulatan Indonesia. Suasana ini juga mewarnai dinamika

parlemen, sekalipun terdiri dari banyak partai dengan latar idelogis berbeda.

Akibatnya, persyaratan yang ketat ditetapkan dalam setiap perundingan berutang

20

(33)

xxxiii

kepada pihak luar negeri. Ini berlaku juga terhadap masalah penanaman modal asing,

termasuk perundingan mengenai tambang dan kilang minyak di wilayah Indonesia.

Sebagai contoh, Hatta dalam berbagai kesempatan mengemukakan antara lain:

negara kreditor tidak boleh mencampuri urusan politik dalam negeri, suku bunga

tidak boleh lebih dari 3-3,5 persen per tahun, dan jangka waktu utang yang lama.

Jadi, selain melihat utang luar negeri sebagai sebuah transaksi ekonomi, mereka

dengan sadar memasukkan biaya politik sebagai pertimbangan dalam berutang.

Terkenal pula pernyataan sarkastis Soekarno, yang mengatakan ”go to hell with your

aid” kepada AS karena berusaha mengaitkan utang dengan tekanan politik.21

Bagaimanapun, transaksi utang luar negeri tetap terjadi pada awal

kemerdekaan. Sampai dengan tahun 1950, utang pemerintah yang baru tercatat

sebesar USD 3,8 miliar, selain utang warisan pemerintah kolonial. Setelah itu, terjadi

fluktuasi jumlah utang pemerintah, seiring dengan sikap pemerintah yang cukup

sering berubah terhadap pihak asing dalam soal modal dan utang. Selama kurun tahun

50-an tetap saja ada bantuan dan utang yang masuk ke Indonesia. Sikap pemerintah

yang berubah-ubah itu dikarenakan kerapnya pergantian kabinet, disamping faktor

Soekarno sebagai pribadi.

Sebagai contoh, pada tahun 1962, delegasi IMF berkunjung ke Indonesia

untuk menawarkan proposal bantuan finansial dan kerjasama, dan pada tahun 1963

utang sebesar USD 17 juta diberikan oleh Amerika Serikat. Pemerintah Indonesia pun

21

(34)

xxxiv

kemudian bersedia melaksanakan beberapa kebijakan ekonomi baru yang bersesuaian

dengan proposal IMF. Namun, keadaan berbalik pada akhir tahun itu juga, ketika

Malaysia pemerintah Inggris menyatakan Malaysia dinyatakan sebagai bagian

federasi Inggris tanpa pembicaraan dengan Soekarno. Hal ini sebetulnya juga

berkaitan dengan nasionalisasi beberapa perusahaan Inggris di Indonesia. Yang jelas,

hubungan Indonesia dengan IMF dan Amerika, turut memburuk. Berbagai

kesepakatan sebelumnya dibatalkan oleh Soekarno, dan Indonesia keluar dari

keanggotaan IMF dan PBB.22

Secara teknis ekonomi, telah ada pelunasan utang dari sebagian hasil ekspor

komoditi primer Indonesia. Ada pula penghapusan sebagian utang oleh kreditur,

terutama dari negara-negara yang bersahabat, setidaknya dalam tahun-tahun tertentu.

Akhirnya, ketika terjadi perpindahan kekuasaan kepada Soeharto, tercatat dalam data

statistik oleh Kusfiardi23 utang luar negeri pemerintah adalah sebesar USD 2,1 miliar.

Jumlah ini belum termasuk utang warisan pemerintah kolonial Belanda yang

sekalipun resmi diakui, tidak pernah dibayar oleh pemerintahan Soekarno.

Masalah utang luar negeri sama sekali bukan masalah baru bagi Indonesia.

Walaupun masalah ini baru terasa sebagai masalah yang cukup serius sejak terjadinya

transfer negatif bersih (net negatif transfer) dalam transaksi utang luar negeri

pemerintah pada tahun anggaran 1984/1985, masalah utang luar negeri sudah hadir di

22

Kusfiardi, “Statistik Utang Luar Negeri Pemerintahan Indonesia”. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional “50 Tahun Mafia Berkeley VS Gagasan Alternatif Pembangunan Ekonomi Indonesia” (Jakarta: Koalisi Anti Utanng, 2006), h. 3

23

(35)

xxxv

Indonesia sejak awal kemerdekaan. Sebagaimana diketahui, kemerdekaan secara

resmi baru diakui oleh masyarakat internasional pada Desember 1949. Namun

sebagai persiapan untuk memperoleh utang luar negeri telah berlangsung sejak 1947.

Bahkan, pada tingkat wacana, perbincangan mengenai arti penting utang luar negeri

bagi peningkatan kesejahteraan rakyat telah berlangsung sejak November 1945.

Dengan latar belakang seperti itu, mudah dimengerti bila segera setelah

pengakuan kedaulatan, utang luar negeri segera hadir dalam catatan keuangan

pemerintah. Lebih-lebih, sesuai dengan hasil konferensi meja bundar (KMB),

pengakuan kedaulatan Indonesia ternyata harus dibayar mahal dengan mengakui

utang luar negeri Hindia Belanda.24 Akibatnya, terhitung sejak 1950, pemerintah serta

merta memiliki dua jenis utang luar negeri: warisan Hindia Nelanda 4 Milyar Dollar

AS, dan utang baru Rp 3,8 Milyar. Setelah itu utang luar negeri terus mengalir.

Dalam periode 1951-1956, utang luar negeri yang dibuat pemerintah masing-masing

berjumlah: Rp 4,5 Milyar, Rp 5,3 Milyar, Rp 5,2 Milyar, Rp 5,2 Milyar, Rp 5,0

Milyar, dan Rp 2,9 Milyar.25

Komitmen untuk membangun ekonomi nasional yang berbeda dari ekonomi

kolonial itu antara lain terungkap pada kuatnya hasrat para Bapak pendiri bangsa

untuk meningkatkan partisipasi rakyat dalam penguasaan faktor-faktor produksi di

tanah air. Sebab itu, jika dilihat dari sudut utang luar negeri, sikap para Bapak pendiri

24

Revrisond Baswir, “Utang Luar Negeri dan Neokolonialisme”, h.4

25

(36)

xxxvi

bangsa cenderung mendua. Di satu sisi mereka memandang utang luar negeri sebagai

sumber pembiayaan yang sangat dibutuhkan untuk mempercepat proses peningkatan

kesejahteraan rakyat. Tetapi, di sisi lain, mewaspadai penggunaan utang luar negeri

sebagai sarana untuk menciderai kedaulatan Indonesia, mereka cenderung

menetapkan syarat yang cukup ketat dalam membuat utang luar negeri.

Sikap waspada para pendiri bangsa terhadap bahaya utang luar negeri itu

antara lain terungkap pada syarat pembuatan utang luar negeri sebagaimana

dikemukakan oleh Muhammad hatta berikut: pertama, Negara memberi pinjaman

tidak boleh mencampuri urusan politik dalam negeri Negara yang meminjam. Kedua,

suku bunganya tidak boleh lebih dari 3-3,5 persen setahun, ketiga, jangka waktu

utang luar negeri harus cukup lama. Untuk keperluan industri berkisar 10-20 tahun.

Sedangkan untuk pembangunan infrastruktur, harus lebih dari itu.26

Sikap waspada Soekarna-Hatta terhadap utang luar negeri itu ternyata tidak

mengada-ngada. Setidaknya terdapat tiga peristiwa penting yang membuktikan bahwa

utang luar negeri memang cenderung dipakai oleh Negara-negara pemberi pinjaman

sebagai sarana untuk menciderai kedaulatan Indonesia. Peristiwa pertama terjadi

tahun 1950. Menyusul kesediaannya untuk memberikan pinjaman sebesar US $100

juta, pemerintah Amerika kemudian menekan Indonesia untuk mengakui keberadaan

pemerintah Bao Dai di Vietnam. Karena tuntutan tersebut tidak segera dipenuhi oleh

Indonesia, pemberian pinjaman itu akhirnya ditunda pencairannya oleh Amerika.

26

(37)

xxxvii

Peristiwa kedua terjadi tahun 1952. Setelah menyatakan komitmennya untuk

memberikan pinjaman, Amerika kemudian mengajukan tuntutan kepada PBB untuk

meningkatkan pengiriman bahan-bahan mentah strategis seperti karet, ke Cina.

Sebagai Negara produsen karet dan agnggota PBB, permintaan tersebut akhirnya

dipenuhi Indonesia.

Peristiwa yang paling dramatis terjadi tahun 1964. Menyusul keterlibatan

Inggris dalam konfrontasi dengan Malaysia, pemerintah Indonesia menanggapi hal itu

dengan menasionalisasikan perusahaan-perusahaan Inggris. Mengetahui hal itu,

pemerintah Amerika tidak bisa menahan diri. Setelah sebelumnya mencoba menekan

Indonesia untuk mengaitkan pencairan pinjamannya dengan pelaksanaan program

stabilisasi IMF, Amerika kemudian mengaitkan pencairan pinjaman berikutnya

dengan tuntutan agar Indonesia segera mengakhiri Konfrontasi dengan Malaysia.27

Campur tangan Amerika tersebut, ditengah-tengah maraknya demonstrasi

menentang pelaksanaan program stabilisasi IMF di tanah air, ditanggapi soekarno

dengan mengecam utang luar negeri dan Amerika. Ungkapan “go to hell with your

aid” yang terkenal itu adalah bagian dari ungkapan kemarahan Soekarno kepada

Amerika puncaknya, tahun 1965, Soekarno memutuskan untuk menasionalisasikan

beberapa perusahaan Amerika yang beroperasi di Indonesia.

Namun demikian, perlawanannya yang sangat keras itu akhirnya harus

dibayar mahal oleh Soekarno. Menyusul memuncaknya krisis ekonomi nasional pada

16

(38)

xxxviii

pertengahan 1960-an, yaitu yang ditandai terjadinya peristiwa pembunuhan terhadap

6 jenderal pada 30 September 1965, tepat tanggal 11 Maret 1966 Soekarno secara

sistematis mendapat tekanan untuk menyerahkan kekuasaannya kepada Soeharto.

Sebagaimana diketahui, selain menandai berakhirnya era Soekarno, peristiwa

dramatis itu sekaligus menandai naiknya Soeharto sebagai penguasa baru di

Indonesia.28

PEMBUATAN UTANG LUAR NEGERI OLEH PEMERINTAHAN SOEKARNO29

28

Revrisond Baswir, “Utang Luar Negeri dan Neokolonialisme”, h. 15

29

Kusfiardi, statistik utang luar negeri pemerintahan Indonesia, h. 2

TAHUN 1950,utang pemerintah tercatat 6,3 miliar dollar AS. Terdiri dari: 1. Utang warisan Hindia Belanda 4 miliar dollar AS.

2. Utang luar negeri baru 2,3 miliar dollar AS.

• Utang luar negeri warisan Hindia Belanda memang tidak pernah dibayar oleh Soekarno, tetapi

utang luar negeri baru terus mengalir.

• Utang luar negeri yang di buat pemerintah dalam periode 1950-1956 masing-masing

(39)

xxxix C. Utang Pemerintah Orde Baru

Sejak awal, sikap pemerintahan Soeharto terhadap modal asing berbeda

dengan sikap Soekarno-Hatta. Sebagai contoh, undangundang pertama yang

ditandatangani Soeharto adalah UU no.1/1967 tentang Penanaman Modal Asing,

yang isinya bersifat terbuka dan bersahabat bagi masuknya modal dari negara

manapun. Beberapa bulan sebelumnya, IMF membuat studi tentang program

stabilitas ekonomi, yang rekomendasinya segera diikuti oleh pemerintah. Indonesia

juga telah secara resmi kembali menjadi anggota IMF.30

Seiring dengan itu, perundingan serius mengenai utang luar negeri Indonesia

berlangsung lancar. Kembalinya Indonesia menjadi anggota IMF dan Bank Dunia,

seketika diimbali oleh negara-negara barat berupa: pemberian hibah, restrukturisasi

utang lama, komitmen utang baru dan pencairan utang baru yang cepat. Hibah

sebesar USD 174 juta dikatakan bertujuan untuk mengangkat Indonesia dari

keterpurukan ekonomi. Restrukturisasi utang yang disetuji bernilai sekitar USD 534

juta. Lewat berbagai perundingan, terutama pertemuan Paris Club, disepakati

moratorium utang sampai dengan tahun 1971 untuk pembayaran cicilan pokok

30

(40)

xl

sebagian besar utang.31 Akhirnya, sejak tahun 1967 Indonesia mendapat persetujuan

utang baru dari banyak kreditur, dan sebagiannya langsung dicairkan pada tahun itu

juga.32

PEMBUATAN UTANG LUAR NEGERI OLEH PEMERINTAHAN SOEHARTO33

1989 1990 1991 1992 1993

Commitment 12.512.300 10.748.406 11.508.084 15.652.13 22.631.35 Jmlh Yg Dicairkan 6.674.924 4.437.649 6.418.417 6.631.957 6.275.948

D. Pasca Reformasi

Pemerintahan presiden BJ. Habibie yang mengawali masa reformasi belum

melakukan manuver-manuver yang cukup tajam dalam bidang ekonomi.

Kebijakan-kebijakannya diutamakan untuk mengendalikan stabilitas politik. Pada masa

kepemimpinan presiden Abdurrahman Wahid pun, belum ada tindakan yang cukup

31

Cyrilluc Harinowo, UTANG PEMERINTAH, Perkembangan, Prospek, dan

Pengelolaannya, h. 43

32

http://daengaco.wordpress.com/2009/01/20/sejarahsingkatutangp

emerintahindonesia/rabu/16/12/2009/18:08Wib

33

Kusfiardi, statistik utang luar negeri pemerintahan Indonesia,h. 2-3

1994 1995 1996 1997

(41)

xli

berarti untuk menyelamatkan negara dari keterpurukan. Padahal, ada berbagai

persoalan ekonomi yang diwariskan orde baru harus dihadapi, antara lain masalah

KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme), pemulihan ekonomi, kinerja BUMN,

pengendalian inflasi, dan mempertahankan kurs rupiah. Malah presiden terlibat

skandal Bruneigate yang menjatuhkan kredibilitasnya di mata masyarakat. Akibatnya,

kedudukannya digantikan oleh presiden Megawati.34

Masalah-masalah yang mendesak untuk dipecahkan adalah pemulihan

ekonomi dan penegakan hukum. Kebijakan-kebijakan yang ditempuh untuk

mengatasi persoalan persoalan ekonomi antara lain :35

a. Meminta penundaan pembayaran utang sebesar US$ 5,8 milyar pada pertemuan

Paris Club ke-3 dan mengalokasikan pembayaran utang luar negeri sebesar Rp

116.3 triliun.

b. Kebijakan privatisasi BUMN. Privatisasi adalah menjual perusahaan negara di

dalam periode krisis dengan tujuan melindungi perusahaan negara dari intervensi

kekuatan-kekuatan politik dan mengurangi beban negara. Hasil penjualan itu

berhasil menaikkan pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 4,1 %. Namun

kebijakan ini memicu banyak kontroversi, karena BUMN yang diprivatisasi

dijual ke perusahaan asing.

34

http://onlinebuku.com/2009/03/06/sejarah-perekonomian-indonesia/comment-page-1// di unduh pada tanggal 16/2009/17:52Wib

35

(42)

xlii

Di masa ini juga direalisasikan berdirinya KPK (Komisi Pemberantasan

Korupsi), tetapi belum ada gebrakan konkrit dalam pemberantasan korupsi. Padahal

keberadaan korupsi membuat banyak investor berpikir dua kali untuk menanamkan

modal di Indonesia, dan mengganggu jalannya pembangunan nasional.

Kebijakan kontroversial pertama presiden Yudhoyono adalah mengurangi

subsidi BBM, atau dengan kata lain menaikkan harga BBM. Kebijakan ini dilatar

belakangi oleh naiknya harga minyak dunia. Anggaran subsidi BBM dialihkan ke

subsidi sektor pendidikan dan kesehatan, serta bidang-bidang yang mendukung

peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Kebijakan kontroversial pertama itu menimbulkan kebijakan kontroversial

kedua, yakni Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi masyarakat miskin. Kebanyakan

BLT tidak sampai ke tangan yang berhak, dan pembagiannya menimbulkan berbagai

masalah sosial.

Kebijakan yang ditempuh untuk meningkatkan pendapatan perkapita adalah

mengandalkan pembangunan infrastruktur massal untuk mendorong pertumbuhan

ekonomi serta mengundang investor asing dengan janji memperbaiki iklim investasi.

Salah satunya adalah diadakannya Indonesian Infrastructure Summit pada bulan

November 2006 lalu, yang mempertemukan para investor dengan kepala-kepala

daerah.

Menurut Keynes, investasi merupakan faktor utama untuk menentukan

kesempatan kerja. Mungkin ini mendasari kebijakan pemerintah yang selalu

(43)

xliii

salahsatunya adalah revisi undang-undang ketenagakerjaan. Jika semakin banyak

investasi asing di Indonesia, diharapkan jumlah kesempatan kerja juga akan

bertambah.

Pada pertengahan bulan Oktober 2006 , Indonesia melunasi seluruh sisa utang

pada IMF sebesar 3,2 miliar dolar AS. Dengan ini, maka diharapkan Indonesia tak

lagi mengikuti agenda-agenda IMF dalam menentukan kebijakan dalam negri.

Namun wacana untuk berhutang lagi pada luar negri kembali mencuat, setelah

keluarnya laporan bahwa kesenjangan ekonomi antara penduduk kaya dan miskin

menajam, dan jumlah penduduk miskin meningkat dari 35,10 jiwa di bulan Februari

2005 menjadi 39,05 juta jiwa pada bulan Maret 2006. Hal ini disebabkan karena

beberapa hal, antara lain karena pengucuran kredit perbankan ke sector riil masih

sangat kurang (perbankan lebih suka menyimpan dana di SBI), sehingga kinerja

sector riil kurang dan berimbas pada turunnya investasi. Selain itu, birokrasi

pemerintahan terlalu kental, sehingga menyebabkan kecilnya realisasi belanja Negara

dan daya serap, karena inefisiensi pengelolaan anggaran. Jadi, di satu sisi pemerintah

berupaya mengundang investor dari luar negri, tapi di lain pihak, kondisi dalam

negeri masih kurang kondusif.

E. Bantuan Utang Multilateral

Bantuan Utang Multilateral yaitu pinjaman yang berasaal dari badan-badan

internasional, misalnya World Bank, Asian Development Bank (ADB), Islamic

(44)

xliv

Bantuan Utang Multilateral adalah badan internasional yang mengurus

bantuan luar negeri dengan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh Negara-negara

anggotanya. badan-badan multilateral yang memiliki hubungan dengan urusan

bantuan untuk program pembangunan dan yang ada hubungannya dengan “United

Nations Development system” dibagi dalam empat kelompok:36

1. Kelompok Bank Pembangunan (Development Bank); yang terpenting dalam

kelompok bank ini yaitu: bank Dunia (World Bank), The International Bank of

Development Association (IDA), International Bank of Recontruction and

Development (IBRD), dan International Finance Coorporation (IFC):

2. Bank Dunia, mempunyai tujuan untuk meningkatkan ekonomi pembangunan

bagi Negara-negara anggotanya dengan jalan menyediakan modal investasi untuk

usaha produktif. Modal pokoknya diperoleh dari iurannegara-negara anggotanya

ditambah dari pinjaman pasar modal dunia.

36

(45)

xlv

a. IDA, memberikan pinjaman-pinjaman pada Negara debitor dengan

syarat-syarat lunak untuk pembangunan ekonomi Negara-negara miskin yang

menjadi anggotanya. Badan yang didirikan pada tahu 1960 ini memiliki

sumber-sumber yang siap dipergunakan yang diperolehnya dari iuran

anggotanya yang termasuk Negara-negara maju.hampir tiga tahun sekali dana

IDA ditam,bah untuk melancarkan pengelolaannya.

b. IFC, bertujuan untuk meningkatkan pembangunan ekonomi dengan jalan

investasi, dan dengan demikian juga berusaha untuk meningkatkan

pertumbuhan dan produksi perusahaan-perusahaan swasta di Negara-negara

anggota IFC memutar modal pokok yang diperoleh dari iuran anggotanya dan

memperoleh sumber tambahan dari penjualan investasi-investasi serta

pinjaman dari Bank Dunia.

c. Bank-bank pembangunan regional (bukan bagian dari system PBB tetapi

member jasa-jasa serupa dengan kelompok Bank Pembangunan di antaranya

adalah Asian Development Bank (ADB), inter American Development Bank

(IDB), The Carribian Development Bank (CBD), dan The African

Development Bank (Af.DB).

3. Kelompok Badan-badan Khusus PBB (UN Special Bodies). Badan-badan khusus

PBB yang penting adalah United Nation Development Programme (UNDP),

suatu badan dengan pembiayaan untuk mengurus bantuan teknik yang harus

dilaksanakan oleh PBB. United Nations Conference On Trade and Development

(46)

xlvi

Keduanya merupakan bagian dari secretariat PBB, sekalipun kantor pusatnya

tidak di New York. Sumber dana UNDP diperoleh dari iuran sukarela dari

pemerintah Negara-negara anggotanya. Badan serupa yang ditunjang oleh iuran

anggota Negara-negara di antaranya adalah United Nations International

Children’s Emergency Fund (UNICEF), World Food Programme (WFP), dan

lain-lain.

4. Kelompok Badan-badan khusus PBB lainnya (UN Specialised Agencies).

Lembaga-lembaga khusus di luar (ad.2) yang mengurus masalah-masalah

khusus, seperti International Labour Organization (ILO), The Food and

Agriculture Organization (FAO), The United Nations Eductional Scientific

Cultural Organization (UNESCO), The World Health Organization (WHO).

TABEL UTANG LUAR NEGERI MULTILATERAL PERIODE 1967-200537

Kreditor Outstanding

Miliar USD Rp triliun (9000/USD) %

ADB 8.40 75.65 13.6

IBRD 7.86 70.78 12.7

IDA 1.00 8.98 1.6

37

(47)

xlvii

IDB 0.19 1.71 0.3

NIB 0.13 1.18 0.2

EIB 0.12 1.06 0.2

IFAD 0.07 0.65 0.1

MIGA 0.00 0.00 0.0

TOTAL 17.78 160.01 28.8

F. Bantuan Utang Bilateral

Bantuan Utang Bilateral yaitu pinjaman yang berasal dari negara-negara baik

yang tergabung dalam CGI maupun antar negara secara langsung (intergovernment).

Bantuan utang bilateral adalah suatu badan yang mengurus pemberian bantuan

tersebut di bawah otoritas pemerintahnya masing-masing.38

Disamping badan-badan bilateral yang mempunyai hubungan dengan program

pemberian bantuan luar negeri, biasanya di bagian besar Negara pemberi bantuan

tersebut, terdapat badan kelembagaan khusus yang bertanggungjawab atas kebijakan

bantuan yang diberikan kepada Negara-negara peminta bantuan dengan prosedur

bilateral.

Badan bilateral ini terbagi atas empat macam:

38

(48)

xlviii 1. Kementrian (antara lain jerman dan inggris)

2. Badan semi-otonom di bawah kementrian (antara lain Kanada, Prancis, dan

Swedia.)

3. Badan otonom dalam kementrian (antara lain Amerika Serikat)

4. Badan dengan tanggung jawab tersebar pada beberapa kementrian, badan di

bawah koordinasi kementrian, tetapi melakukan koordinasi dengan badan atau

kementrian lain dengan kedudukan semi otonom (misalnya Jepang).

Setiap Negara pemberi bantuan memiliki karakter sendiri dalam kebijakan

memberi bantuannya kepada Negara-negara lain (debitor), artinya ialah program yang

dilaksanakan disesuaikan dengan selera masing-masing pemerintah. Prancis

misalnya, banyak mengaitkan program bantuan mereka dengan program kebudayaan

dan kesusastraan. Kemudian Jerman, berusaha mewujudkan bantuannya dengan

globalisasi sistem perdagangan sesuai dengan sistem bebas yang mereka anut.

Inggris, berusaha menciptakan stabilitas Negara-negara Dunia Ketiga, sehingga

bermanfaat bagi perkembangan stabilitas industri dan perdagangan mereka.

Sementara itu, Belanda seringkali mengaitkan berbagai macam bantuan luar

negerinya dengan politic prestise dan kepentingan domestik pemerintah yang

berkuasa, misalnya bantuan-bantuan untuk kemanusiaan. Sedangkan Amerika

Serikat, banyak mengaitkan bantuan mereka untuk stabilitas politik Negara-negara

yang dibantu dan masalah-masalah keamanann, Jepang mengaitkan yang

(49)

xlix

TABEL UTANG LUAR NEGERI BILATERAL PERIODE 1967-200539

Kreditor Outstanding

Miliar USD Rp triliun (9000/USD) %

JAPAN 25.43 228.83 41.1

GERMANY 3.80 34.17 6.1

UNITED STATES 3.53 31.80 5.7

FRANCE 2.49 22.42 4.0

UNITED KINGDOM 1.78 16.04 2.9

AUSTRIA 1.61 14.50 2.6

NETHERLANDS 1.60 14.41 2.6

AUSTRALIA 0.89 7.97 1.4

SPAIN 0.58 5.20 0.9

CANADA 0.49 4.41 0.8

OTHERS 1.84 16.59 3.0

TOTAL 44.04 396.33 71.2

39

Gambar

TABEL UTANG LUAR NEGERI MULTILATERAL PERIODE 1967-200537
TABEL UTANG LUAR NEGERI BILATERAL PERIODE 1967-200539

Referensi

Dokumen terkait

1) Berdasarkan pemeriksaan berat satuan, akan diketahui rata – rata berat satuan volume abu batu dan rata – rata berat satuan semen. 2) Perencanaan campuran bata beton pada

Variasi dari amplitudo terhadap offset ini disebabkan oleh adanya variasi dari koefisien refleksi sebagai akibat dari sudut gelombang datang yang bervariasi juga.. Seperti

Prima Damai Permai dan status lahan tanah tersebut ialah tanah negara atau masyarakat Desa Kedamean menyebutnya tanah GG.5 Secara historis, tanah di Indonesia era penjajahan

Dalam aplikasi pengukuran motivasi peserta didik dapat dilakukan dengan menggunakan instrumen baku ARCS yaitu IMMS ( Instructional Materials Motivation Survey ). IMMS

Maksudnya saya, sebagai calon Pendidik bagi umat Allah atau warga Gereja, tidak cukup hanya cakap dalam mengajar atau berkhotbah, tetapi juga harus ditopang oleh kehidupan

Setelah dilakukan seleksi kandidat serta pemodelan diperoleh hasil nilai Exp (B) atau disebut juga Odds Ratio (OR) dari yang paling besar sebagai berikut : Variabel

Proses pembelajaran saat diterapkan model Inkuiri didukung dengan pembuatan tape ketela terhadap kemampuan menjelaskan hubungan antara sumber daya alam dengan

Praktik Pengalaman Lapangan adalah semua kegiatan kurikuler yang harus dilakukan oleh mahasiswa praktikan, sebagai pelatihan untuk menerapkan teori yang diperoleh dalam