i
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmatnya berupa Rahmat dan
Inayahnya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini, walaupun masih
jauh dari kesempurnaan.
Shalawat beriringan sanjungan kepada Nabi Muhammad SAW, beserta keluarganya,
sahabatnya, yang diutus membawa misi islam keseluruh pelosok dunia sampai
akhirat.
Selanjutnya menyadari bahwa penulis skripsi ini tidak mungkin selesai tanpa bantuan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan
terimakasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM Dekan Fakultas
Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Dr. Asmawi, M.Ag selaku ketua Jurusan dan Ibu Sri Hidayati, M.Ag
selaku sekertaris Jurusan Siyasah Syar’iyyah Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah membantu dan melayani dalam
penyelesaian skripsi dan melengkapi persyaratan administrasi.
3. Yang terhormat Bapak Drs. Muharrom dan Bapak Atep Abdurrofiq. M.Si selaku
Dosen Pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu, fikiran dan tenaga
untuk memberikan bimbingan, pengarahan dan nasihat kepada penulis dalam
ii
4. Segenap pengurus Perpustakaan Utama, perpustakaan Fakultas Syari’ah dan
Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan fasilitasnya.
5. Yang teristimewa pengorbanannya Mama dan Mimi tercinta selaku orang tua
yang telah memberikan segalanya baik formil maupun materil serta do’anya
tanpa balas jasanya sampai penulis menyelesaikan masa studi S1.
6. Kakak-kakak tersayang ka’ Iis, ka’ Puad dan kakak ipar kak Mukhlis dan Mba
Nuri dan adik-adik tercinta Ikhwan dan Amri, keponakan yang lucu Dihya dan
Emil, Nasihat dan Do’a kepada penulis.
7. Teman-teman Aliansi SS 2004 yang Penulis banggakan: H. Asep yang kalau
ngomong ngenakin, Bauk El-Marshush sang pujangga, Heri yang kekedik aja
kaya bang Oting, Joko orang jawa yang paling lucu, Arman kalo kena kasur
langsung pules, Jaki yang seneng main Musik, mbah bocah tua nakal,
Arul,Rini,Atul, Urwah, Santi, Putri, Jejen, Ajay Si anak hilang, Syarif Marawis
yang selalu mendampingi dan memberikan semangat, ketika penulis di puncak
keputusasaan sampai penulis bangkit untuk menyelesaikan skripsi ini.
8. Teman-teman IKTIMAL, MAZOEL 98’, THE Juki Community dan semuanya,
terimakasih atas semua kebaikan,keceriaan, dan kebersamaan selama ini.
“TakKan Ku Lupakan Jasa Pengorbananmu Semua”.
9. Keluarga besar jama’ah Majelis Ta’lim Miftahul Khoir.
10. Bang Udin sudah penulis anggap Orang tua yang sering bawain makanan ke
iii
kekasih pujaan hati yang selalu mendo’akan, serta seluruh sahabat terimakasih
atas semua dukungan dan do’anya.
Kebaikan yang telah semua berikan kepada penulis, tak mampu penulis
membalasnya hanya Allah SWT yang akan membalasnya dengan pahala berlipat
ganda. Semoga skripsi ini dapat bermanfaatbagi penulis khususnya dan bagi pembaca
umumnya.
Jakarta, Desember 1431 H/2010 M
iv
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN
KATA PENGANTAR ……… i
DAFTAR ISI ………iv
BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ………... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ………... 8
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ………. 8
D. Tinjauan Pustaka ……….. 9
E. Metode Penelitian ………... 11
F. Sistematika Penulisan……… 11
BAB II: MACAM-MACAM UTANG LUAR NEGERI INDONESIA A. Pengertian Utang ………... 13
1. Utang dalam Pengertian Konvensional ………..……... 13
2. Utang dalam Pengertian Fiqh ………..……….... 15
3. Tinjauan Fiqh Siyasah Terhadap Utang Luar Negeri 4. Pengertian Utang Luar Negeri Indonesia ….……….……….. 20
B. Sejarah Utang Luar Negeri Indonesia ………….………. 22
C. Bantuan Utang Multilateral ………...…………... 36
v
BAB III: KONDISI UTANG LUAR NEGERI INDONESIA SAAT INI
A. Dina
mika Utang Luar Negeri Pemerintah……….... 42
B. Heg
emoni Asing di Negara Kesatuan Republik Indonesia …….. 59
BAB IV: UTANG LUAR NEGERI ANTARA KESENJANGAN DAN
KESEJAHTERAAN
A. Utan
g Sebagai Alat Hegemoni ………... 71
B. Utan
g Luar Negeri dan Kesejahteraan Rakyat
BAB V: PENUTUP
A. Kesimpulan ……….…. 96
B. Saran-saran ……….…. 98
DAFTAR PUSTAKA ……….… 100
vi BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997/1998 benar-benar merupakan
malapetaka bagi bangsa Indonesia. Peristiwa itu tidak hanya menyebabkan semakin
terpuruknya kondisi perekonomian Indonesia, proses pemulihannya pun ternyata
cenderung berlarut-larut. Bila ditinjau ke belakang, krisis ekonomi yang
menyebabkan porak-porandanya fondasi ekonomi politik orde baru itu, pada mulanya
bukanlah sebuah peristiwa yang berdiri sendiri. Ia berlangsung bersamaan dengan
terjadinya krisis serupa di beberapa Negara Asia Tenggara dan Asia Timur lainnya.
Reaksi masing-masing negara dalam menghadapi terjangan krisis ketika itu
memang berbeda-beda. Demikian pula dengan akibat yang ditimbulkannya.
Indonesia, Thailand, Korea Selatan, menghadapi terjangan krisis dengan cara
menguras cadangan devisa. Sedangkan Malaysia, sebagai perkecualian, cepat-cepat
menutup pintu lalu-lintas devisa mereka dan menerapkan rezim kurs tetap sebagai
sebuah tindakan pengamanan.
Akibatnya, Indonesia, Thailand, dan Korea Selatan, terperosok ke lembah
krisis yang lebih dalam. Selain mengalami pengeringan devisa, nilai mata uang ketiga
negara ini merosok secara tajam. Sebaliknya dengan Malaysia. Walaupun sempat
sama-sama mengalami guncangan politik pada masa permulaan krisis, Malaysia
vii
Yang paling celaka adalah nasib Indonesia, karena nasib ekonomi yang
dialami Indonesia cenderung berlarut-larut, dan bahkan meluas menjadi krisis
ekonomi politik, kontrak kerjasama Indonesia dengan International Monetary Fund
(IMF) yang seharusnya hanya berlangsung empat tahun, secara diam-diam
diperpanjang menjadi lima tahun. Bahkan, dalam mengakhiri kontrak International
Monetary Fund (IMF) tersebut, pemerintah Presiden Megawati sepakat untuk
memilih opsi pemantauan pasca program (post program monitoring) hingga 2007.
Akibatnya, selain masih terus terperangkap di dalam jebakan krisis, kondisi
ekonomi Indonesia kini benar-benar terpuruk ke dalam lembah pelecehan ekonomi
politik yang cenderung berkepanjangan. Kurs rupiah hingga kini masih terus
bertengger pada kisaran Rp 9.000 per satu dollar Amerika Serikat. Investasi asing
langsung dan ekspor masih terus merosot. Sedangkan setiap tiga bulan sekali,
Indonesia harus bersiap-siap untuk dievaluasi dan digurui oleh International
Monetary Fund (IMF).1
Ketika krisis ekonomi melanda Asia pada pertengahan 1997, negara-negara
asia timur dan tenggara tersebut justru memanfaatkan krisis ekonomi sebagai
momentum historis untuk melakukan berbagai langkah perbaikan structural. Mahathir
misalnya, dengan sadar menolak resep International Monetary Fund (IMF) karena
pasti akan menimbulkan gejolak ekonomi dan politik di Malaysia. Hasilnya sangat
1
viii
menggembirakan dengan stabilitas ekonomi dan financial Malaysia, pertumbuhan
ekonomi dan menciptakan lapangan kerja juga tinggi.2
Sikap pemerintahan terhadap utang luar negeri ternyata belum banyak
berubah. Anjuran berbagai pihak agar pemerintah “menghapuskan utang lama dan
menolak utang baru,” cenderung diabaikan begitu saja. Alih-alih minta penghapusan
utang, sekedar mempercepat penghapusan pelunasan utang kepada International
Monetary Fund (IMF) pun pemerintah tampak berat hati. Sikap pemerintah yang
sangat bersahabat dengan utang luar negeri dan International Monetary Fund (IMF)
itu sangat jelas bertolak belakang dengan kecendrungan internasional mengenai hal
tersebut. Sebagaimana diketahui, secara internasional, kritik terhadap utang luar
negeri cendrung semakin meningkat. Kritik tidak hanya muncul sehubungan dengan
efektifitasnya, tetapi meluas hingga mencakup sisi kelembagaan, sisi idiologi, serta
implikasi sosial dan politiknnya.
Pada sisi efektifitasnya, secara internal, utang luar negeri tidak hanya
dipandang menjadi penghambat tumbuhnya kemandirian ekonomi negara-negara
dunia ketiga. Ia diyakini menjadi pemicu terjadinya kontraksi belanja sosial.
Merosotnya kesejahteraan rakyat, dan melebarnya kesenjangan. Sedangkan secara
eksternal, utang luar negeri diyakini menjadi pemicu meningkatnya ketergantungan
2
ix
negara-negara Dunia ketiga pada pasar luar negeri, modal asing, dan pada pembuatan
utang luar negeri secara berkesinambungan.
Pada sisi kelembagaannya, lembaga-lembaga keuangan multilateral seperti
International Monetary Fund (IMF), Bank Dunia, dan Asian Development Bank
(ADB), tidak hanya dipandang telah bersikap tidak transparan dan tidak auntabel.
Keduanya telah diyakini telah bekerja sebagai kepanjangan tangan negara-negara
dunia pertama pemegang utama saham mereka, untuk mengintervensi Negara-negara
penerima pinjaman.
Pada sisi ideologinya, utang luar negeri diyakini telah dipakai oleh
Negara-negara pemberi pinjaman, terutama Amerika, sebagai sarana untuk menyebarluaskan
kapitalisme Neoliberal ke seluruh penjuru dunia. Dengan dipakainya utang luar
negeri sebagai sarana untuk menyebarluaskan kapitalisme neoliberal, berarti utang
luar negeri telah dengan sengaja dipakai oleh negara-negara pemberi pinjaman untuk
menguras dunia. Sedangkan pada sisi implikasi sosial dan politiknya, utang luar
negeri tidak hanya dipandang sebagai sarana yang sengaja dikembangkan oleh
negara-negara pemberi pinjaman untuk mengintervensi negara-negara penerima
pinjaman. Secara tidak langsung ia diyakini turut bertanggung jawab terhadap
munculnya rezim diktator, kerusakan lingkungan, meningkatnya tekanan migrasi dan
perdagangan obat-obat terlarang, serta terhadap terjadinya konflik dan peperangan.3
3
x
Para kritisi pembangunan saat ini cenderung menuduh bahwa rezim
neo-liberal adalah rezim yang paling bertanggungjawab atas kegagalan pembangunan
tersebut. “The Silent Takeover: Global Capitalism and The Death of Democrazy.”
Saat ini keberadaan state atau government (seperti politisi, partai, elit, militer,
pendidik) cenderung hanya sebagai instrumen yang memfasilitasi ekspansi pasar
bebas. Rezim neo-liberal (seperti pemerintah USA, EROPA, Asian Development
Bank (ADB), International Monetary Fund (IMF) dan World Bank) telah
melumpuhkan kemampuan negara dalam hal kontrol atas sumber daya dalam hal ini
dicurigai sebagai penyebab kematian demokrasi.4
Setelah kejatuhan Presiden Soekarno, banyak teknokrat merapat dan
mengabdi selama 32 tahun kepada rezim otoriter Soeharto. Banyak dari anggotanya
yang menduduki posisi-posisi kunci dalam bidang ekonomi dan menjadi saluran
strategi dan kebijakan yang dirumuskan oleh IMF, Bank Dunia dan USAID. Para
teknokrat sekaligus berfungsi sebagai alat untuk memonitor agar kebijakan ekonomi
Indonesia sejalan dan searah dengan kebijakan umum ekonomi yang digariskan oleh
Washington. Garis kebijakan ekonomi ini di kemudian hari dikenal dengan
“Washington Konsensus”. Istilah “Washington Konsensus” pertama kali
diperkenalkan oleh ekonom kondang John Williamson dari Institute for International
Economics, istilah ini digunakan John Williamson untuk merujuk hasil konsensus
4
Noreena Hertz, Perampok Negara; Kuasa Kapitalisme Global dan Matinya Demokrasi.
xi
yang dihasilkan oleh ekonom-ekonom dari kubu konservatif dan liberal di
Washington dalam menggagas dan merumuskan lembaga multilateral (IMF dan Bank
Dunia) beserta pemerintah Amerika Serikat (diwakili Menteri Keuangan), serta
beberapa “tangki pemikiran” (think tanks) di kota itu.
Dunia sekarang dicirikan sebagai “keterhubungan berskala global”. Dalam
cuaca yang demikian itu, Indonesia sedang berusaha merumuskan identitas dirinya.
Kenyataan yang tidak dapat dipungkiri: terdapat arus kultur global yang bergerak
begitu cepat dikendalikan oleh iklim kapitalisme dan neoliberalisme; sebuah kultur
dengan kekuatan dasar daya ekonomi. Kenyataan lain yang tidak dapat disangkal
Indonesia sebagai bagian dari jagat global memiliki kebudayaan lokal sendiri yang
tidak semestinya lenyap pada dominasi budaya global itu, memang dalam situasi
dunia yang mengglobal, pencarian identitas kultural tidak dapat dikatakan mudah.
Bahkan untuk berdiri sendiri sebagai subjek-otonom yang mampu menemukan
makna dari bagi dirinya sendiri pun sudah rumit.
Dengan memahami definisi fiqh sebagai ilmu bi ahkam syar’iyyah
al-amaliyyah al-muktasab min adillatiha al-tafsiliyya’5 (mengetahui hukum syari’a
amaliah yang digali dari petunjuk-petunjuk yang bersifat global), fiqh memiliki
peluang yang sangat luas untuk berjalan seiring dengan perkembangan zaman.
Artinya definisi fiqh sebagai sesuatu yang digali (al-muktasab) menumbuhkan
pemahaman bahwa fiqh lahir melalui serangkaian proses sebelum akhirnya
5
xii
dinyatakan sebagai hukum praktis. Proses yang umum kita kenal sebagai ijtihad itu
bukan saja memungkinkan adanya perubahan, tetapi juga mengembangkan tak
terhingga atas berbagai aspek kehidupan yang selamanya mengalami perkembangan.
Perkembangan cara menjajah bangsa, mengalami perubahan yang sangat
signifikan, baik melalui fisik, ideologi, budaya. Seperti halnya fiqh yang selalu
mengalami dinamisasi perkembangan, politik juga mengalami perubahan yang sama.
Sehingga pemahaman mengenai kolonialisme juga mengalami cara pandang baru.
Dalam konteks utang luar negeri sebagai alat invasi politik seperti terjadi di
Indonesia, utang luar negeri bisa menjadi sandungan yang sangat berarti dalam proses
terciptanya sebuah bangsa yang mandiri. Oleh sebab itu, pandangan fiqh menjadi
menarik dalam tulisan ini. Karena dalam pandangan fiqh ada sesuatu yang perlu
dikaji ulang mengenai mekanisme utang luar negeri yang terjadi di Indonesia, yang
selama ini utang luar negeri tidak memberikan tangguhan sampai Indonesia bisa
membayarnya. Dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 280 Allah menjelaskan:
! " Artinya “Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah
tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang)
xiii
Dengan dasar pemikiran inilah penulis merasa tertarik untuk mengkaji lebih
jauh tentang POLITIK UTANG LUAR NEGERI INDONESIA DALAM
PANDANGAN FIQH SIYASAH.
B.Perumusan dan Pembatasan Masalah
Untuk mengkaji lebih dalam dan mendasar tentangn utang indonesia, terutama
mengenai utang luar negeri indonesia, maka penulis perlu membatasi masalah,
sedangkan batasan sekripsi yang penulis simpulkan adalah berkisar pada
permasalahan yang berhubungan dengan utang luar negeri indonesia di tinjau dari
Fiqh siyasah. Perumusan masalah yanng penulis ajukan dalam tulisan ini adalah
1. Bagaimana manfaat utang luar neegeri indonesia?
2. Bagaimana pandangan fiqh siyasah terhadap utang luar negeri indonesia?
C.Tujuan dan Manfaat Penelitian
Sesuai dengan masalah yang telah dirumuskan, maka tujuan penulisan skripsi
ini antara lain :
1. Untuk mengetahui sejauh manakah perkembangan utang luar negeri yang
terjadi di Indonesia
2. Untuk mengkaji perkembangan utang luar di Indonesia
3. Untuk memberi gambaran tentang efektifitas utang luar negeri dalam
xiv
4. Untuk memberikan prespektif dalam pandangan fiqh mengenai utang luar
negeri yang terjadi di Indonesia
Adapun manfaat yang didapat penulis sebagai berikut :
1. Memperoleh pengetahuan yang lebih dalam tentang Utang Luar Negeri
Indonesia
2. Mendapatkan informasi yang valid tentang dampak-dampak Utang Luar
Negeri Indonesia
3. Merupakan sumber referensi dan saran pemikiran di dalam menunjang
penelitian selanjutnya yang akan bermanfaat bagi penelitian yang lain
sebagai bahan perbandingan.
D. Tinjauan Pustaka
Kejahatan intelektual Mafia Ekonomi sangat terbatas diketahui publik dan
lebih mudah untuk disebut konsumsi terbatas sehingga buku-buku mengenai Utang
Luar Negeri terhitung sangant langka. Sehingga penulis sampai saat ini belum banyak
menemukan sumber utama (primer) tentang Utang Luar Negeri. Di antara
tulisan-tulisan yang ditemukan penulis adalah pertama, artikel Revrisond Baswir, Utang
Luar Negeri dan Neokolonialisme Indonesia, di dalam artikel tersebut menuliskan
masalah Utang Luar Negeri yang terjadi di Indonesia. Kedua, artikel Kusfiardi,
”Melepas Jerat Beban Utang Haram dan Statistik Utang Luar Negeri Indonesia”,
artikel ini menjelaskan masalah solusi di luar mekanisme yang diusung oleh IMF dan
xv
Ketiga, Buku Prof. Dr. Mubyarto, ”Ekonomi Terjajah”, buku ini mengungkap lima
bahaya besar yang jelas-jelas tampak di depan mata yakni: sesungguhnya Utang Luar
Negeri untuk pendanaan proyek-proyek milik negara adalah hal yang berbahaya
terutama terhadap eksistensi negara itu sendiri. Keempat, Buku DR. Yusuf
Al-Qardhawi, ”Bunga Bank Haram”, buku ini menjelasklan bahwasanya segala bentuk
riba itu haram. Kelima, Buku John Perkins yang berjudul ”Pengakuan Bandit
Ekonomi” yang di dalamnya membahas tentang pengakuan tokoh terhadap
kejahatan-kejahatan ekonomi yang dilakukan di negara-negara yang disinggahinya sehingga
perekonomian negara dipenuhi dengan utang. kemudian tulisan-tulisan artikel dan
buku ini dijadikan sebagai sekunder dan sebagai penunjang, penulis memakai
tulisan-tulisan para pemikir ekonom baik yang berhaluan liberal maupun anti liberal dan
pengkritik pasca kolonialisme serta tulisan-tulisan lain yang mendukung dalam fokus
pembahasan yang dipilih. Sepanjang pengetahuan penulis, belum ada judul skripsi
yang khusus mengkaji Politik Utang Luar Negeri Indonesia dalam pandangan Fiqh
Siyasah yang dibahas rekan-rekan mahasiswa Fakultas Syari’ah dan Hukum jurusan
Siyasah Syar’iyyah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Untuk itu penulis tertarik
mengungkap dan mendeskripsikan Politik Utang Luar Negeri Indonesia dalam
pandangan Fiqh Siyasah.
xvi
Salah satu tahapan yang penting dalam penulisan karya ilmiah adalah penerapan
metodologi yang tepat yang di gunakan sebagai pedoman penelitian dalam mengungkap
fenomena serta mengembangkan hubungan antara teori yang menjelaskan gambaran situasi
dengan realitas yang terjadi sesungguhnya.
Penelitian ini dapat di golongkan sebagai penelitian normatif, yang dilakukan dengan
cara meneliti bahan pustaka atau sekunder. Teknik pengumpulan data penelitian ini
menggunakan studi dokumenter. Dalam penelitian ini sumber data dibagi tiga yaitu:6
Pertama, sumber data primer tentang utang luar negeri Indonesia. Kedua, bahan hukum
sekunder yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum
primer, seperti, buku-buku tentang utang luar negeri Indonesia dan ketatanegaran Indonesia
serta hukum ketatanegaraan Islam. Ketiga, bahan tersier, yakni bahan yang memberikan
petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti, kamus,
ensiklopedia dan indeks kumulatif.
Dalam menganalisa data-data hasil penelitian ini, penulis menggunakan metode
teknik pendekatan kualitatif untuk memahami fenomena sosial yang diteliti. Artinya, dalam
penelitian ini terdapat usaha menambah informasi kualitatif, dapat diperoleh pula
pecanderaan yang sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi
yang diteliti. Sedangkan pedoman yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah buku
“Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2008”.
6
xvii F. Sistematika Penulisan
Bab I. Merupakan bab pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah,
pembatasan dan perumusan masalah, tinjauan penelitian, tinjauan pustaka, metode
penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab II. Macam-macam Utang luar Negeri yang terdiri dari sejarah utang luar
negeri Indonesia, pengertian utang, dan di dalam pembahasan pengertian utang luar
negeri terdapat beberapa sub yaitu pengertian utang dalam hukum konvensional,
pengertian utang dalam fiqh, dan yang terakhir membahas pengertian utang luar
negeri. Selanjutnya membahas tentang utang luar negeri multilateral, dan utang luar
negeri bilateral.
Bab III. Membahas masalah kondisi utang luar negeri indonesia pada saat ini,
yang meliputi, bantuan yang mengikat, dan yang terakhir hegomoni asing di negara
kesatuan republik Indonesia.
Bab IV. Akan membahas utang luar negeri Indonesia di lihat dalam
pandangan fiqh siyasah yang di dalamnya terdapat, Utang Piutang dalam Fiqh, dan
Tinjauan Fiqh Siyasah terhadap Utang Luar Negeri Indinesia.
xviii BAB II
MACAM-MACAM UTANG LUAR NEGERI
A. Pengertian Utang
1. Utang dalam Pengertian Konvensional
Pengertian Utang menurut Beberapa Pakar Hukum Setiawan, S.H.
"Ordonansi Kepailitan Serta Aplikasi Kini", dikutip pernyataan sebagai berikut:
Utang seyogianya diberi arti luas; baik dalam arti kewajiban membayar sejumlah
uang tertentu yang timbul karena adanya perjanjian utang-piutang (dimana Debitor
telah menerima sejumlah uang tertentu dan Kreditornya), maupun kewajiban
pembayaran sejumlah uang tertentu yang timbul dari perjanjian atau kontrak lain
yang menyebabkan Debitor harus membayar sejumlah uang tertentu.7
Kartini Muljadi, S.H., "Pengertian dan Prinsip-prinsip Umum Hukum
Kepailitan"8 berpendapat istilah utang dalam Pasal 1 dan Pasal 212 UUK
(undang-undang keuangan) seharusnya, merujuk pada Hukum Perikatan dalam Hukum
7
Ahmad Rodoni, Bank dan Lembaga Keuangan lainnya, (Jakarta: Grafika Karya Utama, 2006), h. 104
8
xix
Perdata, bahwa tiap-tiap ikatan memberikan sesuatu untuk berbuat sesuatu, atau
untuk tidak berbuat sesuatu. Contohnya:
1. Kewajiban Debitor untuk membayar bunga dan utang pokok kepada pihak yang
meminjamkan
2. Kewajiban Penjual untuk menyerahkan mobil kepada Pembeli mobil tersebut
3. Kewajiban Pembangun untuk membuat rumah dan menyerahkannya kepada
Pembeli rumah.
4. Kewajiban Penjamin (guarantor) untuk menjamin pembayaran kembali pinjaman
Debitor kepada Kreditor.
Dilihat dari perspektif Kreditor, kewajiban membayar Debitor tersebut
merupakan "hak untuk memperoleh pembayaran sejumlah uang" atau right to
payment. Namun, apabila hak Kreditor itu belum muncul, maka tidaklah hak Kreditor
itu dapat dikatakan utang Debitor yang dapat didaftarkan untuk pencocokan
(verifikasi) utang-utang dalam rangka kepailitan Debitor tersebut. Apabila terjadi
ketidaksepakatan mengenai "adanya" utang tersebut, maka adanya utang itu harus
terlebih dahulu diputuskan oleh pengadilan. Bahkan pengadilan harus pula
memutuskan kepastian mengenai "besarnya" utang itu. Utang yang dimaksudkan
dalam UUK (undang-undang keuangan) itu adalah bukan setiap kewajiban apa pun
juga dari Debitor kepada Kreditor karena adanya perikatan di antara mereka, tetapi
hanya sepanjang kewajiban itu berupa kewajiban untuk membayar sejumlah uang,
baik kewajiban membayar itu timbul karena perjanjian apa pun atau karena
xx
ditetapkan oleh Undang-undang Pajak), atau karena berdasarkan putusan hakim yang
telah berkekuatan hukum tetap.
Menyadari telah timbulnya kesimpangsiuran mengenai arti “utang” karena
tidak diberikannya definisi atau pengertian menyeluruh di dalam Perpu No. 1 Tahun
1999 sebagaimana telah diundangkan dengan UU No. 4 Tahun 1998 maka dalam UU
No. 4 Tahun 1998 yang baru tentang Kepailitan dan Penundaan Pembayaran Utang,
telah memberikan definisi atau pengertian mengenai utang di dalam Pasal 1 angka 4
sebagai berikut:
Utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah
uang baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing baik secara langsung
maupun yang akan timbul di kemudian hari, yang timbul karena perjanjian atau
undang-undang dan yang wajib dipenuhi oleh Debitor dan bila tidak dipenuhi
memberikan hak kepada Kreditor untuk mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan
Debitor.
Masalah yang dapat timbul dalam definisi ini adalah “kewajiban yang dapat
dinyatakan dalam jumlah uang”, hal ini menunjuk pada sesuatu yang belum pasti
nilainya. Apakah kurator diberi wewenang untuk menilai, baik dengan persetujuan
atau tampa persetujuan Hakim Pengawas, apakah berdasarkan kesepakatan antara
Kreditor yang bersangkutan dengan Debitor atau Kurator.9 Hal ini dapat
menimbulkan kecurigaan akan permainan-permainan yang tidak fair.
9Ibid,
xxi 2. Utang dalam Pengertian Fiqh
Utang artinya pinjaman yang harus dikembalikan berupa uang atau uang yang
dipinjam (pinjaman) yang harus dibayar kembali. Sedangkan utang-piutang,
maksudnya adalah utang kita kepada orang (lain), dan utang orang (lain) kepada
kita.10 Menurut Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM dalam literatur
hukum Islam, utang lazim dikenal dengan sebutan dayn; sedangkan utang-piutang
disebut dengan istilah mudayanah. Dayn, diambil dari akar kata
dana-yadinu-daynan-wa-dinan, yang secara literal antara lain berarti: mengutangi, memberi
pinjaman, berutang atau meminjam. Bersamaan dengan itu, kata dana juga
digunakan untuk arti menjadi rendah-hina (dzalla), menundukkan, merendahkan,
melayani, membalas, memperbudak dan durhaka di samping juga memiliki makna
berbuat baik, menjadi mulia, dan taat.
Pengertian ini mengisyaratkan bahwa utang, memiliki dampak positif di satu
pihak, dan dampak negatif di sisi lain. Banyak orang/pihak/bangsa dan negara
menjadi bermartabat dan terhormat atau dihormati justru berkat utang luar negerinya
untuk kemudian membangun diri/keluarga/masyarakat/bangsa dan negaranya yang
kemudian sukses. tetapi, pada saat yang bersamaan, juga tidak sedikit orang/
10
xxii
keluarga/ pihak/ bangsa dan negara menjadi rendah, hina atau dihinakan karena tidak
sukses dalam mengelola dana utangnya.11
Utang (dayn), kalau boleh diilustrasikan, memang laksana senjata tajam yang
bisa memberikan multi manfaat bagi orang/ pihak yang mau dan mampu
menggunakannya secara benar dan tepat tetapi senjata tajam, sekaligus juga bisa
menjadi pembunuh/pemusnah bagi orang/pihak yang tidak mau dan atau tidak
mampu untuk menggunakannya dengan benar dan tepat. Buktinya, seperti baru
ditegaskan, banyak orang/pihak/lembaga bahkan bangsa dan negara menjadi maju
dan terhormat atas kebijakan utang luar negerinya untuk membangun bangsa dan
negaranya tetapi dalam saat yang bersamaan, tidak sedikit untuk tidak mengatakan
lebih banyak lagi negara yang justru menjadi rendah, hina atau malahan dihinakan
atas kebijakan utang luar negerinya yang ceroboh, tidak proporsional dan tidak
profesional.
Masih dalam konteks utang-piutang memuat sistem Qur’ani, ada istilah lain
yang lebih khas, meskipun penggunaannya sampai kini masih belum memasyarakat
apalagi merakyat secara luas. Istilah yang dimaksudkan ialah QARDHAN HASANAN,
yang dijadikan judul tulisan dalam kolom ini. Qardhan hasanan terdiri atas kata
qardhan dan hasanan. Qardhan, yang diambil dari kata qaradha – yaqridhu –
qardhan, arti asalnya: memotong, memakan, menggigit dan mengerip. Dalam dunia
transaksi ekonomi, qardhan biasa digunakan untuk arti utang atau pinjaman.
11
xxiii
Sedangkan hasanan, artinya baik atau bagus (jayyid). Jadi, secara sederhana, qardhan
hasanan artinya utang (piutang) utang-piutang yang baik.
Dalam al-Qur’an, kata qardhan hasanan diulang sebanyak 6 kali dalam lima
surat dan 6 ayat. Masing-masing adalah surat al-Baqarah (2): 245,
?@"
artinya “Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang
baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), Maka Allah akan meperlipat gandakan
pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. dan Allah menyempitkan
dan melapangkan (rezki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan”.(QS. Al-Baqarah:
245)
Dan terdapat ayat Al-Qur’an yang lain diantaranya: al-Ma’idah (5): 12, al-Hadid (57):
11 dan 18; at-Taghabun (64): 17, dan al-Muzzammil (73): 20. Yang menarik, kata
qardhan hasanan (utang-piutang yang baik), ini dalam al-Qur’an tidak selamanya
digunakan dalam konteks ekonomi khususnya keuangan; akan tetapi, lebih dari itu,
dalam perspektif kehidupan yang lebih luas lagi.
Al-Qur’an, sebagai sumber utama dan pertama agama Islam, selalu dan
selamanya mengarahkan manusia supaya menuju ke arah kehidupan yang baik
(hayatan thayyibatan); sebaliknya, Islam (al-Qur’an) tidak akan pernah memberikan
sinyal apapun yang menuju ke arah atau titik kehidupan yang sebaliknya (kehidupan
xxiv
katapun dalam al-Qur’an yang menyebutkan utang buruk alias qardhan hasanan,
karena al-Qur’an memang sama sekali tidak menghendaki utang-piutang yang
(berakibat) buruk itu. Kosa kata (qardhan hasanan), ini mengingatkan kita pada
kehidupan lebih makro yang juga disimbolkan Al-Qur’an dengan kehidupan yang
baik (hayatan thayyibatan) dalam surat an-Nahl (16): 97
? " Artinya “Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun
perempuan dalam Keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan Kami berikan
kepadanya kehidupan yang baik dan Sesungguhnya akan Kami beri Balasan kepada
mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan”. (QS.
An-Nahl: 97)
Tanpa pernah mengemukakan lawan katanya yakni kehidupan yang buruk (hayatan
khabitsatan). Dengan demikian, maka cukup alasan kiranya jika di tengah-tengah
percaturan dunia global yang antara lain diwarnai dengan transaksi “Utang-Piutang
(Mudayanah) yang serba buruk, ini kita mencari terobosan baru, untuk mengonsep
utang-piutang (mudayanah) yang baik, yang oleh Al-Qur’an diistilahkan dengan
qardhan hasanan.
xxv
Artinya: ”Dari Ibnu Mas’ud:”Sesungguhnya Nabi saw. bersabda: Seorang muslim yang
mempiutangi seorang muslim dua kali, seolah-olah ia telah bersedekahkepadanya satu
kali”.(HR. Ibnu Majah)
Dalam Utang Piutang Harus Sesuai Rukun yang Ada:12
a. Ada yang berhutang / peminjam / piutang / debitor
b. Ada yang memberi hutang / kreditor
c. Ada ucapan kesepakatan atau ijab qabul / qobul
d. Ada barang atau uang yang akan dihutangkan
Utang piutang dapat memberikan banyak manfaat kepada kedua belah pihak.
Utang piutang merupakan perbuatan saling tolong menolong antara umat manusia
yang sangat dianjurkan oleh Allah SWT selama tolong-menolong dalam kebajikan.
Utang piutang dapat mengurangi kesulitan orang lain yang sedang dirudung masalah
serta dapat memperkuat tali persaudaraan kedua belah pihak.
3. Tinjauan Fiqh Siyasah terhadap Utang Luar Negeri
Jika di telaah lebih mendalam ada beberapa hal yang menjadikan utang Luar
negeri menjadi bathil. Pertama Utang luar negeri tidak dapat dilepaskan dari bunga
(riba).13 Padahal Islam dengan tegas telah mengharamkan riba itu. Riba adalah dosa
besar yang wajib dijauhi oleh kaum muslimin dengan sejauh-jauhnya. Allah SWT
berfirman :
12
H. sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, h, 307
13
xxvi Dan Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba…” (Qs. al-Baqarah
[2]: 275).
Rasulullah Saw bersabda:
Riba itu mempunyai 73 macam dosa. Sedangkan (dosa) yang paling ringan (dari
macam-macam riba tersebut) adalah seperti seseorang yang menikahi (menzinai) ibu
kandungnya sendiri…”14(HR. Ibnu Majah).
Kedua, terdapat unsur Riba Qaradl, yaitu adanya pinjam meminjam uang dari
seseorang kepada seseorang dengan syarat ada kelebihan (keuntungan) yang harus
diberikan oleh peminjam kepada pemberi pinjaman. Riba semacam ini dilarang di
dalam Islam berdasarkan hadits-hadits berikut ini;
“Imam Bukhari meriwayatkan sebuah hadits dari Abu Burdah bin Musa; ia berkata,
“Suatu ketika, aku mengunjungi Madinah. Lalu aku berjumpa dengan Abdullah bin
Salam. Lantas orang ini berkata kepadaku: ‘Sesungguhnya engkau berada di suatu
tempat yang di sana praktek riba telah merajalela. Apabila engkau memberikan
pinjaman kepada seseorang lalu ia memberikan hadiah kepadamu berupa rumput
kering, gandum atau makanan ternak, maka janganlah diterima. Sebab, pemberian
tersebut adalah riba”. (HR. Imam Bukhari)
14
xxvii
Juga, Imam Bukharidalam “Kitab Tarikh”nya, meriwayatkan sebuah Hadits
dari Anas ra bahwa Rasulullah SAW telah bersabda, “Bila ada yang memberikan
pinjaman (uang maupun barang), maka janganlah ia menerima hadiah (dari yang
meminjamkannya)”.[HR. Imam Bukhari]
Hadits di atas menunjukkan bahwa peminjam tidak boleh memberikan hadiah kepada
pemberi pinjaman dalam bentuk apapun, lebih-lebih lagi jika si peminjam
menetapkan adanya tambahan atas pinjamannya. Tentunya ini lebih dilarang lagi.
Ketiga utang luar negeri menjadi sarana (wasilah) timbulnya berbagai kemudharatan,
seperti terus berlangsungnya kemiskinan, bertambahnya harga-harga kebutuhan
pokok dan BBM, dan sebagainya. Semua jenis sarana atau perantaraan yang dapat
membawa kemudharatan (dharar) padahal keberadaannya telah diharamkan adalah
haram. Kaidah syara’ menetapkan:
“Segala perantaraan yang membawa kepada yang haram, maka ia diharamkan”.
4. Pengertian Utang Luar Negeri
Utang luar negeri adalah semua utang yang menimbulkan kewajiban
membayar kembali terhadap pihak luar negeri baik dalam valuta asing maupun dalam
rupiah. Termasuk dalam pengertian utang luar negeri adalah pinjaman dalam negeri
yang menimbulkan kewajiban membayar kembali terhadap pihak luar negeri.15
15
xxviii
Utang luar negeri Indonesia dibedakan dalam 2 kelompok besar, yaitu utang
luar negeri yang diterima Pemerintah (public debt) dan utang luar negeri yang
diterima swasta (private debt). Dilihat dari sumber dananya, utang luar negeri
dibedakan ke dalam utang multilateral, dan utang bilateral.16 Sedangkan dilihat dari
segi persyaratan pinjaman, dibedakan dalam pinjaman lunak (concessional loan),
pinjaman setengah lunak (semi concenssional loan) dan pinjaman komersial
(commercial loan).
Selain utang luar negeri, terdapat juga penerimaan dalam bentuk hibah.
Menurut Surat Keputusan Bersama (SKB) antara Menteri Keuangan dengan Ketua
BAPPENAS No.185/KMK.03/1995 dan No. KEP.031/KET/5/1995 tanggal 5 Mei
1995 yang telah dirubah dengan SKB No. 459/KMK.03/1999 dan
No.KEP.264/KET/09/1999 tanggal 29 September 1999 tentang Tatacara
Perencanaan, Pelaksanaan/Penatausahaan dan Pemantauan Pinjaman/Hibah Luar
Negeri dalam Pelaksanaan APBN, pengertian utang Luar Negeri, adalah setiap
penerimaan negara baik dalam bentuk devisa dan atau devisa yang dirupiahkan
maupun dalam bentuk barang dan atau dalam bentuk jasa yang diperoleh dari
pemberi pinjaman luar negeri yang harus dibayar kembali dengan persyaratan
tertentu.17 Sedangkan Hibah Luar Negeri, adalah setiap penerimaan negara baik
dalam bentuk devisa dan atau devisa yang dirupiahkan maupun dalam bentuk barang
16
Ibid, hal. 204
17
Cyrilluc Harinowo, UTANG PEMERINTAH, Perkembangan, Prospek, dan
xxix
dan atau dalam bentuk jasa temasuk tenaga ahli dan pelatihan yang diperoleh dari
pemberi hibah luar negeri yang tidak perlu dibayar kembali.
Utang luar negeri yang diterima Pemerintah, dimaksudkan sebagai pelengkap
pembiayaan pembangunan, disamping sumber pembiayaan yang berasal dari dalam
negeri berupa hasil perdagangan luar negeri, penerimaan pajak dan tabungan baik
tabungan masyarakat dan sektor swasta. Salah satu masalah dalam pelaksanaan
pembangunan ekonomi yang dihadapi negara-negara berkembang termasuk Indonesia
adalah keterbatasan modal dalam negeri. Hal ini tercermin pada angka kesenjangan
tabungan investasi “Saving-Investment Gap” (S-I gap) dan “Foreigan Exchange Gap”
(forex gap). Saving Investment gap menggambarkan kesenjangan antara tabungan
dalam negeri dengan dana investasi yang dibutuhkan.
B. Sejarah Utang Luar Negeri Indonesia
Pemerintah kolonial Hindia Belanda sudah memulai kebiasaan berutang bagi
pemerintahan di Indonesia. Seluruh utang yang belum dilunasinya pun turut
diwariskan, sesuai dengan salah satu hasil Konferensi Meja Bundar (KMB).
Penyerahan kedaulatan kepada Republik Indonesia pada waktu itu disertai dengan
xxx
utang piutang, maka Republik Indonesia bukanlah negara baru, melainkan pelanjut
dari pemerintahan sebelumnya.18
Tradisi pengalihan utang kepada pemerintahan berikutnya bertahan sampai
saat ini, terlepas dari perpindahan kekuasaan itu berlangsung dengan cara apa pun.
Pemerintahan era Soekarno mewariskan utang luar negeri (ULN) sekitar USD 2,1
miliar kepada pemerintahan Soeharto. Secara spektakuler, pemerintahan Soeharto
membebani Habibie dengan warisan utang sebesar USD 60 miliar, bahkan,
pemerintahan Habibie mewariskan utang yang lebih besar, hanya dalam kurun waktu
dua tahun. ULN memang “hanya” bertambah menjadi sebesar USD 75 miliar dolar.
Namun, utang dalam negeri yang semula nihil menjadi USD 60 miliar (jika
dikonversikan), sehingga utang pemerintah secara keseluruhan menjadi sekitar USD
135 miliar.
Tentu tidak adil jika hanya melihat angka utang yang fantastis di era Habibie
secara begitu saja. Sebagian masalahnya adalah karena akumulasi utang beserta
akibat lanjutan dari kebijakan pemerintahan Soeharto. Bisa dikatakan bahwa
Pemerintahan Habibie harus menghadapi krisis moneter dan ekonomi, yang berasal
dari era Soeharto.
Bagaimanapun, pewarisan utang pemerintah suatu era kepada era berikutnya
telah berlangsung. Tidak ada penghapusan beban utang dalam besaran yang cukup
berarti, yang disebabkan oleh pergantian kekuasaan atau kebijakan pemerintah baru.
18
Cyrilluc Harinowo, UTANG PEMERINTAH, Perkembangan, Prospek, dan pengelolaannya
xxxi
Keringanan atas beban utang hanya diberikan oleh para kreditur berupa penjadwalan
pembayaran untuk waktu yang tidak terlampau lama, ketika terjadinya krisis 1997.
Krisis justeru memaksa pemerintah untuk menambah posisi utangnya melalui
pinjaman kepada IMF. Meskipun sifatnya adalah untuk berjaga-jaga dan akhirnya
”tidak dipergunakan”, biaya utangnya tetap harus dibayar. Selain itu, krisis memberi
beban tambahan bagi pemerintah. Diantaranya berupa jatuhnya nilai tukar rupiah
terhadap mata uang asing, serta tanggungan pemerintah atas beberapa utang swasta
yang gagal bayar (default).19
Kreditur luar negeri malah cenderung sedikit berbaik hati tatkala Indonesia
mendapat musibah tsunami Aceh dan Nias. Beberapa miliar dolar ULN pemerintah
yang mestinya jatuh tempo pada tahun itu, dijadwal ulang pembayarannya untuk lima
tahun ke depannya, dengan masa jeda pembayaran antara satu sampai dengan dua
tahun.
1. Utang Pemerintah Orde Lama
Sesuai dengan perjanjian ketika penyerahan kedaulatan kepada pemerintah
Republik Indonesia, pemerintahan Soekarno menerima pula warisan utang
pemerintah kolonial Hindia Belanda sebesar 4 miliar dolar Amerika. Utang tersebut
memang tidak pernah dibayar oleh Pemerintahan Soekarno, namun juga tidak
19
xxxii
dinyatakan dihapuskan. Utang ini nantinya diwariskan kepada era-era pemerintahan
berikutnya, dan akhirnya dilunasi juga.20
Pada awal kemerdekaan, sikap pemerintah Soekarno-Hatta terhadap utang
luar negeri bisa dikatakan mendua. Di satu sisi, mereka menyadari bahwa utang luar
negeri sebagai sumber pembiayaan sangat dibutuhkan. Negara baru yang baru
merdeka ini memerlukan dana untuk memperbaiki taraf kesejahteraan rakyat, yang
sudah sedemikian terpuruk karena kolonialisme. Ketiadaan infrastruktur, dan
rusaknya sebagian besar kapasitas produksi seperti ladang minyak, membuat
penerimaan negara dari sumber domestik belum bisa diandalkan. Hibah dari
negara-negara yang bersimpatik ketika awal kemerdekaan tentu saja tidak memadai dan
lambat laun dihentikan. Pilihan yang tersedia adalah mempersilakan modal asing
masuk ke Indonesia untuk berinvestasi, serta melakukan pinjaman luar negeri.
Di sisi lain, pemerintah Soekarno-Hatta bersikap waspada terhadap
kemungkinan penggunaan utang luar negeri sebagai sarana kembalinya kolonialisme.
Semangat kemerdekaan masih amat kental, sehingga mereka peka dalam masalah
yang berkaitan dengan kedaulatan Indonesia. Suasana ini juga mewarnai dinamika
parlemen, sekalipun terdiri dari banyak partai dengan latar idelogis berbeda.
Akibatnya, persyaratan yang ketat ditetapkan dalam setiap perundingan berutang
20
xxxiii
kepada pihak luar negeri. Ini berlaku juga terhadap masalah penanaman modal asing,
termasuk perundingan mengenai tambang dan kilang minyak di wilayah Indonesia.
Sebagai contoh, Hatta dalam berbagai kesempatan mengemukakan antara lain:
negara kreditor tidak boleh mencampuri urusan politik dalam negeri, suku bunga
tidak boleh lebih dari 3-3,5 persen per tahun, dan jangka waktu utang yang lama.
Jadi, selain melihat utang luar negeri sebagai sebuah transaksi ekonomi, mereka
dengan sadar memasukkan biaya politik sebagai pertimbangan dalam berutang.
Terkenal pula pernyataan sarkastis Soekarno, yang mengatakan ”go to hell with your
aid” kepada AS karena berusaha mengaitkan utang dengan tekanan politik.21
Bagaimanapun, transaksi utang luar negeri tetap terjadi pada awal
kemerdekaan. Sampai dengan tahun 1950, utang pemerintah yang baru tercatat
sebesar USD 3,8 miliar, selain utang warisan pemerintah kolonial. Setelah itu, terjadi
fluktuasi jumlah utang pemerintah, seiring dengan sikap pemerintah yang cukup
sering berubah terhadap pihak asing dalam soal modal dan utang. Selama kurun tahun
50-an tetap saja ada bantuan dan utang yang masuk ke Indonesia. Sikap pemerintah
yang berubah-ubah itu dikarenakan kerapnya pergantian kabinet, disamping faktor
Soekarno sebagai pribadi.
Sebagai contoh, pada tahun 1962, delegasi IMF berkunjung ke Indonesia
untuk menawarkan proposal bantuan finansial dan kerjasama, dan pada tahun 1963
utang sebesar USD 17 juta diberikan oleh Amerika Serikat. Pemerintah Indonesia pun
21
xxxiv
kemudian bersedia melaksanakan beberapa kebijakan ekonomi baru yang bersesuaian
dengan proposal IMF. Namun, keadaan berbalik pada akhir tahun itu juga, ketika
Malaysia pemerintah Inggris menyatakan Malaysia dinyatakan sebagai bagian
federasi Inggris tanpa pembicaraan dengan Soekarno. Hal ini sebetulnya juga
berkaitan dengan nasionalisasi beberapa perusahaan Inggris di Indonesia. Yang jelas,
hubungan Indonesia dengan IMF dan Amerika, turut memburuk. Berbagai
kesepakatan sebelumnya dibatalkan oleh Soekarno, dan Indonesia keluar dari
keanggotaan IMF dan PBB.22
Secara teknis ekonomi, telah ada pelunasan utang dari sebagian hasil ekspor
komoditi primer Indonesia. Ada pula penghapusan sebagian utang oleh kreditur,
terutama dari negara-negara yang bersahabat, setidaknya dalam tahun-tahun tertentu.
Akhirnya, ketika terjadi perpindahan kekuasaan kepada Soeharto, tercatat dalam data
statistik oleh Kusfiardi23 utang luar negeri pemerintah adalah sebesar USD 2,1 miliar.
Jumlah ini belum termasuk utang warisan pemerintah kolonial Belanda yang
sekalipun resmi diakui, tidak pernah dibayar oleh pemerintahan Soekarno.
Masalah utang luar negeri sama sekali bukan masalah baru bagi Indonesia.
Walaupun masalah ini baru terasa sebagai masalah yang cukup serius sejak terjadinya
transfer negatif bersih (net negatif transfer) dalam transaksi utang luar negeri
pemerintah pada tahun anggaran 1984/1985, masalah utang luar negeri sudah hadir di
22
Kusfiardi, “Statistik Utang Luar Negeri Pemerintahan Indonesia”. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional “50 Tahun Mafia Berkeley VS Gagasan Alternatif Pembangunan Ekonomi Indonesia” (Jakarta: Koalisi Anti Utanng, 2006), h. 3
23
xxxv
Indonesia sejak awal kemerdekaan. Sebagaimana diketahui, kemerdekaan secara
resmi baru diakui oleh masyarakat internasional pada Desember 1949. Namun
sebagai persiapan untuk memperoleh utang luar negeri telah berlangsung sejak 1947.
Bahkan, pada tingkat wacana, perbincangan mengenai arti penting utang luar negeri
bagi peningkatan kesejahteraan rakyat telah berlangsung sejak November 1945.
Dengan latar belakang seperti itu, mudah dimengerti bila segera setelah
pengakuan kedaulatan, utang luar negeri segera hadir dalam catatan keuangan
pemerintah. Lebih-lebih, sesuai dengan hasil konferensi meja bundar (KMB),
pengakuan kedaulatan Indonesia ternyata harus dibayar mahal dengan mengakui
utang luar negeri Hindia Belanda.24 Akibatnya, terhitung sejak 1950, pemerintah serta
merta memiliki dua jenis utang luar negeri: warisan Hindia Nelanda 4 Milyar Dollar
AS, dan utang baru Rp 3,8 Milyar. Setelah itu utang luar negeri terus mengalir.
Dalam periode 1951-1956, utang luar negeri yang dibuat pemerintah masing-masing
berjumlah: Rp 4,5 Milyar, Rp 5,3 Milyar, Rp 5,2 Milyar, Rp 5,2 Milyar, Rp 5,0
Milyar, dan Rp 2,9 Milyar.25
Komitmen untuk membangun ekonomi nasional yang berbeda dari ekonomi
kolonial itu antara lain terungkap pada kuatnya hasrat para Bapak pendiri bangsa
untuk meningkatkan partisipasi rakyat dalam penguasaan faktor-faktor produksi di
tanah air. Sebab itu, jika dilihat dari sudut utang luar negeri, sikap para Bapak pendiri
24
Revrisond Baswir, “Utang Luar Negeri dan Neokolonialisme”, h.4
25
xxxvi
bangsa cenderung mendua. Di satu sisi mereka memandang utang luar negeri sebagai
sumber pembiayaan yang sangat dibutuhkan untuk mempercepat proses peningkatan
kesejahteraan rakyat. Tetapi, di sisi lain, mewaspadai penggunaan utang luar negeri
sebagai sarana untuk menciderai kedaulatan Indonesia, mereka cenderung
menetapkan syarat yang cukup ketat dalam membuat utang luar negeri.
Sikap waspada para pendiri bangsa terhadap bahaya utang luar negeri itu
antara lain terungkap pada syarat pembuatan utang luar negeri sebagaimana
dikemukakan oleh Muhammad hatta berikut: pertama, Negara memberi pinjaman
tidak boleh mencampuri urusan politik dalam negeri Negara yang meminjam. Kedua,
suku bunganya tidak boleh lebih dari 3-3,5 persen setahun, ketiga, jangka waktu
utang luar negeri harus cukup lama. Untuk keperluan industri berkisar 10-20 tahun.
Sedangkan untuk pembangunan infrastruktur, harus lebih dari itu.26
Sikap waspada Soekarna-Hatta terhadap utang luar negeri itu ternyata tidak
mengada-ngada. Setidaknya terdapat tiga peristiwa penting yang membuktikan bahwa
utang luar negeri memang cenderung dipakai oleh Negara-negara pemberi pinjaman
sebagai sarana untuk menciderai kedaulatan Indonesia. Peristiwa pertama terjadi
tahun 1950. Menyusul kesediaannya untuk memberikan pinjaman sebesar US $100
juta, pemerintah Amerika kemudian menekan Indonesia untuk mengakui keberadaan
pemerintah Bao Dai di Vietnam. Karena tuntutan tersebut tidak segera dipenuhi oleh
Indonesia, pemberian pinjaman itu akhirnya ditunda pencairannya oleh Amerika.
26
xxxvii
Peristiwa kedua terjadi tahun 1952. Setelah menyatakan komitmennya untuk
memberikan pinjaman, Amerika kemudian mengajukan tuntutan kepada PBB untuk
meningkatkan pengiriman bahan-bahan mentah strategis seperti karet, ke Cina.
Sebagai Negara produsen karet dan agnggota PBB, permintaan tersebut akhirnya
dipenuhi Indonesia.
Peristiwa yang paling dramatis terjadi tahun 1964. Menyusul keterlibatan
Inggris dalam konfrontasi dengan Malaysia, pemerintah Indonesia menanggapi hal itu
dengan menasionalisasikan perusahaan-perusahaan Inggris. Mengetahui hal itu,
pemerintah Amerika tidak bisa menahan diri. Setelah sebelumnya mencoba menekan
Indonesia untuk mengaitkan pencairan pinjamannya dengan pelaksanaan program
stabilisasi IMF, Amerika kemudian mengaitkan pencairan pinjaman berikutnya
dengan tuntutan agar Indonesia segera mengakhiri Konfrontasi dengan Malaysia.27
Campur tangan Amerika tersebut, ditengah-tengah maraknya demonstrasi
menentang pelaksanaan program stabilisasi IMF di tanah air, ditanggapi soekarno
dengan mengecam utang luar negeri dan Amerika. Ungkapan “go to hell with your
aid” yang terkenal itu adalah bagian dari ungkapan kemarahan Soekarno kepada
Amerika puncaknya, tahun 1965, Soekarno memutuskan untuk menasionalisasikan
beberapa perusahaan Amerika yang beroperasi di Indonesia.
Namun demikian, perlawanannya yang sangat keras itu akhirnya harus
dibayar mahal oleh Soekarno. Menyusul memuncaknya krisis ekonomi nasional pada
16
xxxviii
pertengahan 1960-an, yaitu yang ditandai terjadinya peristiwa pembunuhan terhadap
6 jenderal pada 30 September 1965, tepat tanggal 11 Maret 1966 Soekarno secara
sistematis mendapat tekanan untuk menyerahkan kekuasaannya kepada Soeharto.
Sebagaimana diketahui, selain menandai berakhirnya era Soekarno, peristiwa
dramatis itu sekaligus menandai naiknya Soeharto sebagai penguasa baru di
Indonesia.28
PEMBUATAN UTANG LUAR NEGERI OLEH PEMERINTAHAN SOEKARNO29
28
Revrisond Baswir, “Utang Luar Negeri dan Neokolonialisme”, h. 15
29
Kusfiardi, statistik utang luar negeri pemerintahan Indonesia, h. 2
TAHUN 1950,utang pemerintah tercatat 6,3 miliar dollar AS. Terdiri dari: 1. Utang warisan Hindia Belanda 4 miliar dollar AS.
2. Utang luar negeri baru 2,3 miliar dollar AS.
• Utang luar negeri warisan Hindia Belanda memang tidak pernah dibayar oleh Soekarno, tetapi
utang luar negeri baru terus mengalir.
• Utang luar negeri yang di buat pemerintah dalam periode 1950-1956 masing-masing
xxxix C. Utang Pemerintah Orde Baru
Sejak awal, sikap pemerintahan Soeharto terhadap modal asing berbeda
dengan sikap Soekarno-Hatta. Sebagai contoh, undangundang pertama yang
ditandatangani Soeharto adalah UU no.1/1967 tentang Penanaman Modal Asing,
yang isinya bersifat terbuka dan bersahabat bagi masuknya modal dari negara
manapun. Beberapa bulan sebelumnya, IMF membuat studi tentang program
stabilitas ekonomi, yang rekomendasinya segera diikuti oleh pemerintah. Indonesia
juga telah secara resmi kembali menjadi anggota IMF.30
Seiring dengan itu, perundingan serius mengenai utang luar negeri Indonesia
berlangsung lancar. Kembalinya Indonesia menjadi anggota IMF dan Bank Dunia,
seketika diimbali oleh negara-negara barat berupa: pemberian hibah, restrukturisasi
utang lama, komitmen utang baru dan pencairan utang baru yang cepat. Hibah
sebesar USD 174 juta dikatakan bertujuan untuk mengangkat Indonesia dari
keterpurukan ekonomi. Restrukturisasi utang yang disetuji bernilai sekitar USD 534
juta. Lewat berbagai perundingan, terutama pertemuan Paris Club, disepakati
moratorium utang sampai dengan tahun 1971 untuk pembayaran cicilan pokok
30
xl
sebagian besar utang.31 Akhirnya, sejak tahun 1967 Indonesia mendapat persetujuan
utang baru dari banyak kreditur, dan sebagiannya langsung dicairkan pada tahun itu
juga.32
PEMBUATAN UTANG LUAR NEGERI OLEH PEMERINTAHAN SOEHARTO33
1989 1990 1991 1992 1993
Commitment 12.512.300 10.748.406 11.508.084 15.652.13 22.631.35 Jmlh Yg Dicairkan 6.674.924 4.437.649 6.418.417 6.631.957 6.275.948
D. Pasca Reformasi
Pemerintahan presiden BJ. Habibie yang mengawali masa reformasi belum
melakukan manuver-manuver yang cukup tajam dalam bidang ekonomi.
Kebijakan-kebijakannya diutamakan untuk mengendalikan stabilitas politik. Pada masa
kepemimpinan presiden Abdurrahman Wahid pun, belum ada tindakan yang cukup
31
Cyrilluc Harinowo, UTANG PEMERINTAH, Perkembangan, Prospek, dan
Pengelolaannya, h. 43
32
http://daengaco.wordpress.com/2009/01/20/sejarahsingkatutangp
emerintahindonesia/rabu/16/12/2009/18:08Wib
33
Kusfiardi, statistik utang luar negeri pemerintahan Indonesia,h. 2-3
1994 1995 1996 1997
xli
berarti untuk menyelamatkan negara dari keterpurukan. Padahal, ada berbagai
persoalan ekonomi yang diwariskan orde baru harus dihadapi, antara lain masalah
KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme), pemulihan ekonomi, kinerja BUMN,
pengendalian inflasi, dan mempertahankan kurs rupiah. Malah presiden terlibat
skandal Bruneigate yang menjatuhkan kredibilitasnya di mata masyarakat. Akibatnya,
kedudukannya digantikan oleh presiden Megawati.34
Masalah-masalah yang mendesak untuk dipecahkan adalah pemulihan
ekonomi dan penegakan hukum. Kebijakan-kebijakan yang ditempuh untuk
mengatasi persoalan persoalan ekonomi antara lain :35
a. Meminta penundaan pembayaran utang sebesar US$ 5,8 milyar pada pertemuan
Paris Club ke-3 dan mengalokasikan pembayaran utang luar negeri sebesar Rp
116.3 triliun.
b. Kebijakan privatisasi BUMN. Privatisasi adalah menjual perusahaan negara di
dalam periode krisis dengan tujuan melindungi perusahaan negara dari intervensi
kekuatan-kekuatan politik dan mengurangi beban negara. Hasil penjualan itu
berhasil menaikkan pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 4,1 %. Namun
kebijakan ini memicu banyak kontroversi, karena BUMN yang diprivatisasi
dijual ke perusahaan asing.
34
http://onlinebuku.com/2009/03/06/sejarah-perekonomian-indonesia/comment-page-1// di unduh pada tanggal 16/2009/17:52Wib
35
xlii
Di masa ini juga direalisasikan berdirinya KPK (Komisi Pemberantasan
Korupsi), tetapi belum ada gebrakan konkrit dalam pemberantasan korupsi. Padahal
keberadaan korupsi membuat banyak investor berpikir dua kali untuk menanamkan
modal di Indonesia, dan mengganggu jalannya pembangunan nasional.
Kebijakan kontroversial pertama presiden Yudhoyono adalah mengurangi
subsidi BBM, atau dengan kata lain menaikkan harga BBM. Kebijakan ini dilatar
belakangi oleh naiknya harga minyak dunia. Anggaran subsidi BBM dialihkan ke
subsidi sektor pendidikan dan kesehatan, serta bidang-bidang yang mendukung
peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Kebijakan kontroversial pertama itu menimbulkan kebijakan kontroversial
kedua, yakni Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi masyarakat miskin. Kebanyakan
BLT tidak sampai ke tangan yang berhak, dan pembagiannya menimbulkan berbagai
masalah sosial.
Kebijakan yang ditempuh untuk meningkatkan pendapatan perkapita adalah
mengandalkan pembangunan infrastruktur massal untuk mendorong pertumbuhan
ekonomi serta mengundang investor asing dengan janji memperbaiki iklim investasi.
Salah satunya adalah diadakannya Indonesian Infrastructure Summit pada bulan
November 2006 lalu, yang mempertemukan para investor dengan kepala-kepala
daerah.
Menurut Keynes, investasi merupakan faktor utama untuk menentukan
kesempatan kerja. Mungkin ini mendasari kebijakan pemerintah yang selalu
xliii
salahsatunya adalah revisi undang-undang ketenagakerjaan. Jika semakin banyak
investasi asing di Indonesia, diharapkan jumlah kesempatan kerja juga akan
bertambah.
Pada pertengahan bulan Oktober 2006 , Indonesia melunasi seluruh sisa utang
pada IMF sebesar 3,2 miliar dolar AS. Dengan ini, maka diharapkan Indonesia tak
lagi mengikuti agenda-agenda IMF dalam menentukan kebijakan dalam negri.
Namun wacana untuk berhutang lagi pada luar negri kembali mencuat, setelah
keluarnya laporan bahwa kesenjangan ekonomi antara penduduk kaya dan miskin
menajam, dan jumlah penduduk miskin meningkat dari 35,10 jiwa di bulan Februari
2005 menjadi 39,05 juta jiwa pada bulan Maret 2006. Hal ini disebabkan karena
beberapa hal, antara lain karena pengucuran kredit perbankan ke sector riil masih
sangat kurang (perbankan lebih suka menyimpan dana di SBI), sehingga kinerja
sector riil kurang dan berimbas pada turunnya investasi. Selain itu, birokrasi
pemerintahan terlalu kental, sehingga menyebabkan kecilnya realisasi belanja Negara
dan daya serap, karena inefisiensi pengelolaan anggaran. Jadi, di satu sisi pemerintah
berupaya mengundang investor dari luar negri, tapi di lain pihak, kondisi dalam
negeri masih kurang kondusif.
E. Bantuan Utang Multilateral
Bantuan Utang Multilateral yaitu pinjaman yang berasaal dari badan-badan
internasional, misalnya World Bank, Asian Development Bank (ADB), Islamic
xliv
Bantuan Utang Multilateral adalah badan internasional yang mengurus
bantuan luar negeri dengan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh Negara-negara
anggotanya. badan-badan multilateral yang memiliki hubungan dengan urusan
bantuan untuk program pembangunan dan yang ada hubungannya dengan “United
Nations Development system” dibagi dalam empat kelompok:36
1. Kelompok Bank Pembangunan (Development Bank); yang terpenting dalam
kelompok bank ini yaitu: bank Dunia (World Bank), The International Bank of
Development Association (IDA), International Bank of Recontruction and
Development (IBRD), dan International Finance Coorporation (IFC):
2. Bank Dunia, mempunyai tujuan untuk meningkatkan ekonomi pembangunan
bagi Negara-negara anggotanya dengan jalan menyediakan modal investasi untuk
usaha produktif. Modal pokoknya diperoleh dari iurannegara-negara anggotanya
ditambah dari pinjaman pasar modal dunia.
36
xlv
a. IDA, memberikan pinjaman-pinjaman pada Negara debitor dengan
syarat-syarat lunak untuk pembangunan ekonomi Negara-negara miskin yang
menjadi anggotanya. Badan yang didirikan pada tahu 1960 ini memiliki
sumber-sumber yang siap dipergunakan yang diperolehnya dari iuran
anggotanya yang termasuk Negara-negara maju.hampir tiga tahun sekali dana
IDA ditam,bah untuk melancarkan pengelolaannya.
b. IFC, bertujuan untuk meningkatkan pembangunan ekonomi dengan jalan
investasi, dan dengan demikian juga berusaha untuk meningkatkan
pertumbuhan dan produksi perusahaan-perusahaan swasta di Negara-negara
anggota IFC memutar modal pokok yang diperoleh dari iuran anggotanya dan
memperoleh sumber tambahan dari penjualan investasi-investasi serta
pinjaman dari Bank Dunia.
c. Bank-bank pembangunan regional (bukan bagian dari system PBB tetapi
member jasa-jasa serupa dengan kelompok Bank Pembangunan di antaranya
adalah Asian Development Bank (ADB), inter American Development Bank
(IDB), The Carribian Development Bank (CBD), dan The African
Development Bank (Af.DB).
3. Kelompok Badan-badan Khusus PBB (UN Special Bodies). Badan-badan khusus
PBB yang penting adalah United Nation Development Programme (UNDP),
suatu badan dengan pembiayaan untuk mengurus bantuan teknik yang harus
dilaksanakan oleh PBB. United Nations Conference On Trade and Development
xlvi
Keduanya merupakan bagian dari secretariat PBB, sekalipun kantor pusatnya
tidak di New York. Sumber dana UNDP diperoleh dari iuran sukarela dari
pemerintah Negara-negara anggotanya. Badan serupa yang ditunjang oleh iuran
anggota Negara-negara di antaranya adalah United Nations International
Children’s Emergency Fund (UNICEF), World Food Programme (WFP), dan
lain-lain.
4. Kelompok Badan-badan khusus PBB lainnya (UN Specialised Agencies).
Lembaga-lembaga khusus di luar (ad.2) yang mengurus masalah-masalah
khusus, seperti International Labour Organization (ILO), The Food and
Agriculture Organization (FAO), The United Nations Eductional Scientific
Cultural Organization (UNESCO), The World Health Organization (WHO).
TABEL UTANG LUAR NEGERI MULTILATERAL PERIODE 1967-200537
Kreditor Outstanding
Miliar USD Rp triliun (9000/USD) %
ADB 8.40 75.65 13.6
IBRD 7.86 70.78 12.7
IDA 1.00 8.98 1.6
37
xlvii
IDB 0.19 1.71 0.3
NIB 0.13 1.18 0.2
EIB 0.12 1.06 0.2
IFAD 0.07 0.65 0.1
MIGA 0.00 0.00 0.0
TOTAL 17.78 160.01 28.8
F. Bantuan Utang Bilateral
Bantuan Utang Bilateral yaitu pinjaman yang berasal dari negara-negara baik
yang tergabung dalam CGI maupun antar negara secara langsung (intergovernment).
Bantuan utang bilateral adalah suatu badan yang mengurus pemberian bantuan
tersebut di bawah otoritas pemerintahnya masing-masing.38
Disamping badan-badan bilateral yang mempunyai hubungan dengan program
pemberian bantuan luar negeri, biasanya di bagian besar Negara pemberi bantuan
tersebut, terdapat badan kelembagaan khusus yang bertanggungjawab atas kebijakan
bantuan yang diberikan kepada Negara-negara peminta bantuan dengan prosedur
bilateral.
Badan bilateral ini terbagi atas empat macam:
38
xlviii 1. Kementrian (antara lain jerman dan inggris)
2. Badan semi-otonom di bawah kementrian (antara lain Kanada, Prancis, dan
Swedia.)
3. Badan otonom dalam kementrian (antara lain Amerika Serikat)
4. Badan dengan tanggung jawab tersebar pada beberapa kementrian, badan di
bawah koordinasi kementrian, tetapi melakukan koordinasi dengan badan atau
kementrian lain dengan kedudukan semi otonom (misalnya Jepang).
Setiap Negara pemberi bantuan memiliki karakter sendiri dalam kebijakan
memberi bantuannya kepada Negara-negara lain (debitor), artinya ialah program yang
dilaksanakan disesuaikan dengan selera masing-masing pemerintah. Prancis
misalnya, banyak mengaitkan program bantuan mereka dengan program kebudayaan
dan kesusastraan. Kemudian Jerman, berusaha mewujudkan bantuannya dengan
globalisasi sistem perdagangan sesuai dengan sistem bebas yang mereka anut.
Inggris, berusaha menciptakan stabilitas Negara-negara Dunia Ketiga, sehingga
bermanfaat bagi perkembangan stabilitas industri dan perdagangan mereka.
Sementara itu, Belanda seringkali mengaitkan berbagai macam bantuan luar
negerinya dengan politic prestise dan kepentingan domestik pemerintah yang
berkuasa, misalnya bantuan-bantuan untuk kemanusiaan. Sedangkan Amerika
Serikat, banyak mengaitkan bantuan mereka untuk stabilitas politik Negara-negara
yang dibantu dan masalah-masalah keamanann, Jepang mengaitkan yang
xlix
TABEL UTANG LUAR NEGERI BILATERAL PERIODE 1967-200539
Kreditor Outstanding
Miliar USD Rp triliun (9000/USD) %
JAPAN 25.43 228.83 41.1
GERMANY 3.80 34.17 6.1
UNITED STATES 3.53 31.80 5.7
FRANCE 2.49 22.42 4.0
UNITED KINGDOM 1.78 16.04 2.9
AUSTRIA 1.61 14.50 2.6
NETHERLANDS 1.60 14.41 2.6
AUSTRALIA 0.89 7.97 1.4
SPAIN 0.58 5.20 0.9
CANADA 0.49 4.41 0.8
OTHERS 1.84 16.59 3.0
TOTAL 44.04 396.33 71.2
39