• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prosedur Pemberian Izin Usaha Peternakan Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2004 Ditinjau dari Perspektif Hukum Administrasi Negara (Studi Pemerintah Kota Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Prosedur Pemberian Izin Usaha Peternakan Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2004 Ditinjau dari Perspektif Hukum Administrasi Negara (Studi Pemerintah Kota Medan)"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

S K R I P S I

Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

090200246 Dandy Prayogi Susilo

DEPARTEMEN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

PROSEDUR PEMBERIAN IZIN USAHA PETERNAKAN BERDASARKAN PERATURAN DAERAH NOMOR 8 TAHUN 2004 DITINJAU DARI

PERSPEKTIF HUKUM ADMINISTRASI NEGARA (Studi Pemerintah Kota Medan)

Oleh

090200246 Dandy Prayogi Susilo

Disetujui Oleh

Departemen Hukum Administrasi Negara

NIP. 196002141987032002

SURIA NINGSIH, SH., M.Hum

Pembimbing I Pembimbing II

Suria Ningsih, SH., M.Hum Afrita, SH, M. Hum

NIP. 196002141987032002 NIP. 197104301997022001

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

ABSTRAK

PROSEDUR PEMBERIAN IZIN USAHA PETERNAKAN BERDASARKAN PERATURAN DAERAH NOMOR 8

TAHUN 2004 DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

(Studi Pemerintah Kota Medan)

Dandy Prayogi Susilo * Suria Ningsih**

Afrita **

Perusahaan peternakan adalah suatu usaha yang dijalankan secara teratur dan terus menerus pada suatu tempat dan dalam jangka waktu tertentu untuk tujuan komersial yang meliputi kegiatan menghasilkan ternak (ternak bibit/ternak potong), telur, susu serta usaha penggemukan suatu jenis ternak termasuk mengumpulkan, mengedarkan dan memasarkannya yang untuk tiap jenis ternak jumlahnya melebihi jumlah yang ditetapkan untuk tiap jenis ternak pada peternakan rakyat.

Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah pengaturan izin usaha peternakan di Kota Medan, prosedur dalam pemberian izin usaha peternakan berdasarkan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 8 Tahun 2004 dan kendala dalam pemberian izin usaha peternakan berdasarkan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 8 Tahun 2004. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian normatif.

Pengaturan izin usaha peternakan di Kota Medan adalah Tahun 2009 tentang Pedoman Penetapan Izin Gangguan di Daerah; Perda Kota Medan No. 8 Tahun 2004 Tentang Perizinan Usaha Pertanian dan Perternakan, Perda Kota No. 23 Tahun 2009 tentang Larangan Usaha Ternak Berkaki Empat dan Perda Kota Medan No. 22 Tahun 2002 tentang Izin Gangguan. Prosedur Dalam Pemberian Izin Usaha Peternakan Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 8 Tahun 2004 antara lain: mengajukan permohonan rekomendasi kepada walikota/bupati dengan syarat-syarat. Mengisi formulir surat rekomendasi yang ditujukan untuk walikota/bupati setempat. Mengajukan permohonan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dengan cara mengisi formulir surat Izin Mendirikan Bangunan yang ditujukan kepada walikota/bupati dengan Cq. Kepala dinas permukiman, disertai dengan persyaratan dokumen yang diperlukan. Mengajukan Permohonan Izin Gangguan. Kendala dalam pemberian izin usaha peternakan berdasarkan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 8 Tahun 2004 adalah hambatan di dalam Instansi Dinas Peternakan adalah hambatan yang ditemui oleh Dinas Peternakan Kota Medan dalam melakukan pemberian Izin usaha Peternakan yang berasal dari faktor instansi Dinas Petenakan itu sendiri. Kendala yang dihadapi di luar instansi Dinas Peternakan Kota Medan adalah pada saat Dinas mengahadapi para usaha ternak maupun masyarakat setempat. Salah satu hambatan terbesar Dinas Peternakan Kota Medan adalah tingkat kesadaran masyarakat atau para usaha ternak dalam menerapkan peraturan yang ada khususnya Perda Kota Medan No. 8 Tahun 2004 tentang Perizinan Usaha Pertanian dan Peternakan, masyarakat Kota Medan.

Kesimpulan bahwa pengaturan izin usaha peternakan di Kota Medan adala Negeri Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pedoman Penetapan Izin Gangguan di Daerah; Perda Kota Medan No. 8 Tahun 2004 Tentang Perizinan Usaha Pertanian dan Perternakan, Perda Kota No. 23 Tahun 2009 tentang Larangan Usaha Ternak Berkaki Empat dan Perda Kota Medan No. 22 Tahun 2002 tentang Izin Gangguan. Disarankan Dinas Peternakan Kota Medan untuk dapat lebih memahami tentang isi dari Perda No. 8 Tahun 2004 tersebut agar untuk lebih mudah dalam menyampaian sosialisasi kepada masyarakat

Kata Kunci : Prosedur Pemberian Izin Usaha Peternakan *Mahasiswa

(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah swt, yang telah melimpahkan segala rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelasaikan skripsi dengan judul Prosedur Pemberian Izin Usaha Peternakan Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2004 Ditinjau dari Perspektif Hukum

Administrasi Negara (Studi Pemerintah Kota Medan). Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menempuh ujian tingkat Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini berjudul

Di dalam menyelesaikan skripsi ini, telah mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Syafruddin, SH, MH, DFM selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Dr. OK. Saidin, SH., M.Hum selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Ibu Suria Ningsih, SH, M.Hum selaku Ketua Departemen Hukum Administrasi Negara dan sekaligus Dosen Pembimbing I penulis yang telah memberikan saran dan petunjuk dalam pengerjaan skripsi ini.

6. Ibu Afrita SH, M.Hum selaku Dosen Pembimbing II Penulis yang telah memberikan pengarahan dalam proses pengerjaaan skripsi ini.

7. Seluruh staf dosen pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu khususnya dalam bidang hukum.

(5)

9. Special buat dr. Riko Radityatama, terima kasih yang tak henti-hentinya penulis ucapkan atas supportnya sehingga terselesaikannya skripsi ini. 10.Buat Istriku tersayang dr. Rini Nurrakhmah yang selalu setia dalam suka

maupun duka dalam penyelesaian skripsi penulis ini sehingga terselesaikan keskripsi ini.

11.Teman-Teman stambuk 2009 yang telah mendukung dan memberikan motivasi kepada penulis selama masa perkuliahan sampai selesainya penulisan skripsi ini, terutama Ryan Ramadhan, SH, R. Ramadipta, SH, Denny Valiansyah, SE, Bondan Joandre Girsang, SH, Fajri Akbar, SH, Rya Batubara, SH, Dewi Meiliala, SH dan Safira, SH.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan sehingga penulisan skripsi ini masih memiliki banyak kekeliruan. Oleh karena itu penulis meminta maaf kepada pembaca skripsi ini karena keterbatasan pengetahuan dari penulis. Besar harapan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya kepada kita semua dan semoga doa yang telah diberikan mendapatkan berkah dari Tuhan dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca dan perkembangan hukum di negara Republik Indonesia.

Medan, Juni 2015 Hormat Saya

(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6

D. Keaslian Penulisan ... 7

E. Tinjauan Kepustakaan ... 7

F. Metode Penelitian ... 17

G. Sistematika Penulisan ... 20

BAB II PENGATURAN IZIN USAHA PERTERNAKAN DIKOTA MEDAN ... 22

A. Pengertian Usaha Peternakan ... 22

B. Tujuan Pemberian Izin Usaha Peternakan ... 23

C. Dasar Hukum Izin Usaha Peternakan dan Lembaga Yang Berwenang Mengeluarkan Izin Usaha Peternakan di Kota Medan ... 25

BAB III PROSEDUR DALAM PEMBERIAN IZIN USAHA PETERNAKAN BERDASARKAN PERATURAN DAERAH KOTA MEDAN NOMOR 8 TAHUN 2004 ... 29

A. Gambaran Umum Usaha Peternakan di Kota Medan ... 30

B. Prosedur Pemberian Izin Usaha Peternakan di Kota Medan 40

C. Pengawasan terhadap Izin Usaha Peternakan Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Medan ... 42

(7)

BAB IV KENDALA DALAM PEMBERIAN IZIN USAHA

PETERNAKAN BERDASARKAN PERATURAN DAERAH

KOTA MEDAN NOMOR 8 TAHUN 2004 ... 53

A. Kendala dalam Pemberian Izin Usaha Petenakan di Kota Medan ... 53

B. Upaya yang dilakukan Pemerintah Kota Medan dalam Mengatasi Kendala dalam Pemberian Izin Usaha Peternakan ... 55

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 72

A. Kesimpulan ... 72

B. Saran ... 73 DAFTAR PUSTAKA

(8)

ABSTRAK

PROSEDUR PEMBERIAN IZIN USAHA PETERNAKAN BERDASARKAN PERATURAN DAERAH NOMOR 8

TAHUN 2004 DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

(Studi Pemerintah Kota Medan)

Dandy Prayogi Susilo * Suria Ningsih**

Afrita **

Perusahaan peternakan adalah suatu usaha yang dijalankan secara teratur dan terus menerus pada suatu tempat dan dalam jangka waktu tertentu untuk tujuan komersial yang meliputi kegiatan menghasilkan ternak (ternak bibit/ternak potong), telur, susu serta usaha penggemukan suatu jenis ternak termasuk mengumpulkan, mengedarkan dan memasarkannya yang untuk tiap jenis ternak jumlahnya melebihi jumlah yang ditetapkan untuk tiap jenis ternak pada peternakan rakyat.

Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah pengaturan izin usaha peternakan di Kota Medan, prosedur dalam pemberian izin usaha peternakan berdasarkan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 8 Tahun 2004 dan kendala dalam pemberian izin usaha peternakan berdasarkan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 8 Tahun 2004. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian normatif.

Pengaturan izin usaha peternakan di Kota Medan adalah Tahun 2009 tentang Pedoman Penetapan Izin Gangguan di Daerah; Perda Kota Medan No. 8 Tahun 2004 Tentang Perizinan Usaha Pertanian dan Perternakan, Perda Kota No. 23 Tahun 2009 tentang Larangan Usaha Ternak Berkaki Empat dan Perda Kota Medan No. 22 Tahun 2002 tentang Izin Gangguan. Prosedur Dalam Pemberian Izin Usaha Peternakan Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 8 Tahun 2004 antara lain: mengajukan permohonan rekomendasi kepada walikota/bupati dengan syarat-syarat. Mengisi formulir surat rekomendasi yang ditujukan untuk walikota/bupati setempat. Mengajukan permohonan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dengan cara mengisi formulir surat Izin Mendirikan Bangunan yang ditujukan kepada walikota/bupati dengan Cq. Kepala dinas permukiman, disertai dengan persyaratan dokumen yang diperlukan. Mengajukan Permohonan Izin Gangguan. Kendala dalam pemberian izin usaha peternakan berdasarkan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 8 Tahun 2004 adalah hambatan di dalam Instansi Dinas Peternakan adalah hambatan yang ditemui oleh Dinas Peternakan Kota Medan dalam melakukan pemberian Izin usaha Peternakan yang berasal dari faktor instansi Dinas Petenakan itu sendiri. Kendala yang dihadapi di luar instansi Dinas Peternakan Kota Medan adalah pada saat Dinas mengahadapi para usaha ternak maupun masyarakat setempat. Salah satu hambatan terbesar Dinas Peternakan Kota Medan adalah tingkat kesadaran masyarakat atau para usaha ternak dalam menerapkan peraturan yang ada khususnya Perda Kota Medan No. 8 Tahun 2004 tentang Perizinan Usaha Pertanian dan Peternakan, masyarakat Kota Medan.

Kesimpulan bahwa pengaturan izin usaha peternakan di Kota Medan adala Negeri Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pedoman Penetapan Izin Gangguan di Daerah; Perda Kota Medan No. 8 Tahun 2004 Tentang Perizinan Usaha Pertanian dan Perternakan, Perda Kota No. 23 Tahun 2009 tentang Larangan Usaha Ternak Berkaki Empat dan Perda Kota Medan No. 22 Tahun 2002 tentang Izin Gangguan. Disarankan Dinas Peternakan Kota Medan untuk dapat lebih memahami tentang isi dari Perda No. 8 Tahun 2004 tersebut agar untuk lebih mudah dalam menyampaian sosialisasi kepada masyarakat

Kata Kunci : Prosedur Pemberian Izin Usaha Peternakan *Mahasiswa

(9)

BAB I

PENDAHULUAN

H. Latar Belakang

Penduduk Indonesia sekarang ini mulai sadar akan kebutuhan gizi dalam makanan yang dikonsumsi, terutama gizi yang berasal dari hewani. Tingginya tingkat konsumsi produk olahan peternakan merupakan suatu peluang usaha tersendiri untuk di kembangkan. Bergesernya pola konsumsi masyarakat dalam mengkonsumsi produk olahan peternakan, mendorong seseorang untuk mendirikan suatu perusahaan peternakan yang menghasilkan produk dan jasa yang menunjang usaha budidaya ternak. 1

Untuk mencapai tujuan penyelenggaraan peternakan perlu di kembangkan wawasan dan paradigma baru di bidang peternakan agar investasi, inovasi, dan pemberdayaan dalam bidang peternakan terus berlanjut dan meningkat sehingga meningkatkan daya saing dan kesetaraan dengan bangsa lain yang lebih maju. Sebagai upaya untuk mendorong pertumbuhan dan pengembangan usaha peternakan, pemerintah telah mengambil langkah-langkah di bidang

Perusahaan peternakan sendiri adalah suatu usaha yang dijalankan secara teratur dan terus menerus pada suatu tempat dan dalam jangka waktu tertentu untuk tujuan komersial yang meliputi kegiatan menghasilkan ternak (ternak bibit/ternak potong), telur, susu serta usaha penggemukan suatu jenis ternak termasuk mengumpulkan, mengedarkan dan memasarkannya yang untuk tiap jenis ternak jumlahnya melebihi jumlah yang ditetapkan untuk tiap jenis ternak pada peternakan rakyat. Sedangkan Perusahaan di bidang Peternakan adalah suatu usaha yang dijalankan secara teratur dan terus menerus pada suatu tempat dan dalam jangka waktu tertentu untuk tujuan komersial yang meliputi perusahaan pemotongan, pabrik pakan dan perusahaan perdagangan sarana produksi peternakan.

1

(10)

penyederhanaan perizinan dan pendaftaran usaha peternakan melalui peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Kewenangan administrasi negara perlu di atur dalam peraturan perundang-undangan, agar dalam melaksanakan aktivitasnya aparatur negara tidak menyalah gunakan kekuasaannya. Hukum perizinan sangat erat sekali dengan kewenangan Administrasi Negara karena kewenangan merupakan dasar dari aktivitasnya.Hak tidak ada tanpa adanya keputusan pemberian izin.Di dalam memperoleh izin para pengusaha ternak harus memenuhi persyaratan yang telah diterapkan atau di atur oleh pemerintah, dimana pemerintah daerah atau kabupaten mengatur daerah masing-masing menurut Pasal 18 Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang pemerintahan daerah pemerintah dijelaskan bahwa pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan.

Ketentuan tersebut telah ditetapkan pula mengenai kewenangan pemberian izin usaha peternakan berdasarkan skala usaha yang telah ditetapkan, namun dalam perkembangannya dan seiring dengan telah ditetapkannya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom,maka kewenangan pemberian izin usaha peternakan yang telah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2000 merupakan kewenangan Kabupaten/Kota.

Perusahaan peternakan adalah suatu usaha yang dalam jangka waktu tertentu untuk tujuan komersial yang meliputi kegiatan menghasilkan ternak (ternak bibit/ternak potong), telur, susu serta usaha menggemukan suatu jenis ternak termasuk menggumpulkan, mengedarkan dan memasarkannya, yang untuk tiap jenis ternak melebihi dari jumlah yang ditetapkan untuk tiap jenis ternak pada peternakan rakyat.

(11)

adalah usaha peternakan yang diselenggarakan sebagai usaha sampingan yang jumlah maksimum kegiatannya untuk tiap jenis ternak. Usaha Peternakan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perorangan atau badan hukum yang melaksanakan kegiatan menghasilkan ternak (ternak bibit/potong), telor, susu serta usaha menggemukkan suatu ternak termasuk mengumpulkan, mengedarkan dan memasarkannya.

Persetujuan Prinsip adalah persetujuan tertulis yang diberikan oleh Bupati/Walikota atau pejabat yang ditunjuk olehnya terhadap suatu rencana untuk melakukan usaha peternakan dengan mencantumkan kewajiban yang harus dipenuhi sebagai syarat untuk dapat diberikannya izin usaha peternakan

Izin merupakan keputusan tata usaha negara dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang dalam pemerintahan sebagai konsekuensi dari jabatannya. Keputusan ini bersifat rutin dan melekat pada jabatan. Dengan demikian, biaya perizinan melekat pada anggaran rutin pemerintah dan tidak dibebankan sebagai biaya transaksi pada pemohon. Melekatkan biaya transaksi pada izin merupakan salah satu distorsi dalam pelaksanaan tata administarsi pemerintahan.

Berdasarkan ketentuan tersebut, untuk menilai keberhasilan suatu izin bukan hanya berdasar pada jumlah izin yang dikeluarkan yang berkorelasi dengan jumlah retribusi yang diterima, melainkan baru berdasarkan pada sampai sejauh mana instrumen perizinan berfungsi dalam mengakselerasi kegiatan ekonomi atau mengendalikan kegiatan masyarakat/swasta, sehingga kegiatan tersebut tidak menimbulkan masalah eksternalitas, masalah barang publik, asimetri informasi, dan pelanggaran hak milik.2

Secara umum kendala sistem perizinan di Indonesia khususnya di daerah, setelah dikeluarkannya kebijakan otonomi daerah adalah belum adanya sistem perizinan yang baku, integratif, dan komprehensif. Selain itu juga masih banyaknya berbagai instansi yang mengeluarkan izin; tersebarnya peraturan tentang perizinan dalam berbagai peraturan perundang-undangan; diadakannya suatu izin hanya didasarkan semata-mata tujuan pemasukan bagi pendapatan

2

(12)

pemerintah (terutama setelah diberlakukannya konsep otonomi daerah, seperti halnya izin usaha peternakan.3

Proses pengurusan perizinan peternakan misalnya harus dilakukan langsung oleh masyarakat ke instansi atau unit yang menerbitkan surat izin tersebut. Umumnya masyarakat baru mengetahui syarat-syarat yang harus dipenuhi dan apa yang harus dilakukan setelah mendatangi instansi yang terkait. Masyarakat mendatangi sendiri meja per meja dan orang per orang yang terkait dengan perizinan. Pada tiap meja ini, rawan terjadi pungutan liar (pungli). Pada pelayanan dengan pola ini biaya yang dikeluarkan biasanya tidak sesuai dengan biaya yang resmi yang diumumkan, waktu penyelesaiannya pun biasanya tidak jelas, tergantung dari kerajinan masyarakat memantau perizinan yang diurusnya dan jumlah biaya yang dikeluarkan. Situasi tersebut dapat menimbulkan kualitas pelayanan yang cenderung memburuk.

Keberhasilan penyelenggaraan otonomi daerah sangat ditentukan oleh kesiapan dan kemampuan daerah itu sendiri dalam mengelola dan memberdayakan seluruh potensi dan sumber daya yang tersedia. Desentralisasi tentang pelayanan publik menurut pemerintah daerah harus mampu memberikan pelayanan yang prima. Yang dimaksudkan mampu memberikan pelayanan prima disini dapat diartikan harus memenuhi prinsipprinsip pelayanan publik yaitu seperti yang terdapat pada prinsip-prinsip perizinan diantaranya mengikuti prosedur, sumber daya manusia dari petugas, kecepatan dan keadilan dalam memberikan pelayanan, kepastian biaya dan kepastian waktu.

4

Secara umum kendala sistem perizinan di Indonesia khususnya di daerah, setelah dikeluarkannya kebijakan otonomi daerah adalah belum adanya sistem perizinan yang baku, integratif, dan komprehensif. Selain itu juga masih banyaknya berbagai instansi yang mengeluarkan izin; tersebarnya peraturan tentang perizinan dalam berbagai peraturan perundang-undangan; diadakannya

3

Juniarso Ridwan, Achmad Sodik Sudrajat, Hukum Administrasi Negara dan Kebijakan Pelayanan Publik, Bandung: Nuansa Cendekia,2010, hal. 14-15.

4

(13)

suatu izin hanya didasarkan semata-mata tujuan pemasukan bagi pendapatan pemerintah (terutama setelah diberlakukannya konsep otonomi daerah.5

Beragamnya organ pemerintahan yang berwenang memberikan izin, dapat menyebabkan tujuan dari kegiatan yang membutuhkan izin tertentu menjadi terhambat, bahkan tidak mencapai sasaran. Artinya, campur tangan pemerintah dalam bentuk regulasi perizinan yang berbelit dapat menimbulkan kejenuhan bagi pelaku kegiatan yang membutuhkan izin itu. Dalam hal otonomi daerah, muncul permasalahan baru di mana izin dijadikan sebagai salah satu alat dalam memperoleh pendapatan asli masing-masing daerah, sehingga terkadang banyak sekali peraturan dan kebijakan serta organ pemerintahan yang mengatur masalah perizinan. 6

Beberapa masalah lain yang sering menjadi keluhan masyarakat terkait pelayanan publik terutama dalam perizinan, di antaranya adalah: Memperlambat proses penyelesaian pemberian izin; Mencari berbagai dalih, seperti kekurang lengkapan dokumen pendukung, keterlambatan pengajuan permohonan, dan dalih-dalih lain yang sejenis; Alasan kesibukan melaksanakan tugas lain; Senantiasa memperlambat dengan menggunakan kata-kata “sedang diproses”; Sulit dihubungi.7

I. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, merasa tertarik memilih judul Prosedur Pemberian Izin Usaha Peternakan Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 8

Tahun 2004 Ditinjau dari Perspektif Hukum Administrasi Negara (Studi

Pemerintah Kota Medan)

Dalam setiap penulisan skripsi tentulah ditemukan yang menjadi permasalahan yang merupakan titik tolak bagi pembahasan nantinya. Adapun yang menjadi permasalahan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:

5

H. Juniarso Ridwan, Achmad Sodik Sudrajat, Hukum Administrasi Negara dan Kebijakan Pelayanan Publik, Bandung: Nuansa Cendekia, 2010, hal. 14-15.

6

Ibid

7

(14)

1. Bagaimana pengaturan izin usaha peternakan di Kota Medan?

2. Bagaimana Prosedur Dalam Pemberian Izin Usaha Peternakan Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 8 Tahun 2004?

3. Bagaimana kendala dalam pemberian izin usaha peternakan berdasarkan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 8 Tahun 2004?

J. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui pengaturan izin usaha peternakan di Kota Medan. b. Untuk mengetahui prosedur dalam pemberian izin usaha peternakan

berdasarkan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 8 Tahun 2004. c. Untuk mengetahui kendala dalam pemberian izin usaha peternakan

berdasarkan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 8 Tahun 2004

2. Manfaat Penelitian

Selain dari tujuan penulisan, adapun yang menjadi Manfaat Penulisan yang dapat diperoleh dari penulisan skripsi ini adalah:

a. Secara teoretis

1) Diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu hukum pada umumnya.

2) Untuk mengetahui secara konkrit sejauhmana perkembangan mengenai Prosedur Pemberian Izin Usaha Peternakan Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 8 Tahun 2004.

b. Secara praktis

(15)

2) Dengan adanya penelitian ini dapat memberikan tambahan pengetahuan tentang cara memperoleh izin usaha peternakan khususnya di Kota Medan.

K. Keaslian Penulisan

Berdasarkan penelusuran dan hasil pengamatan yang telah dilakukan oleh penulis baik di Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, penulis tidak menemukan judul Prosedur Pemberian Izin Usaha Peternakan Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2004 Ditinjau dari Perspektif Hukum Administrasi Negara (Studi Pemerintah Kota Medan).

Judul penelitian ini belum diteliti oleh peneliti yang lain maka penulis tertarik untuk mengambil judul ini sebagai judul skripsi, maka dapat dikatakan bahwa penelitian ini merupakan karya ilmiah yang asli, apabila ternyata dikemudian hari ditemukan judul yang sama, maka dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah

L. Tinjauan Kepustakaan

1. Pengertian perizinan

Izin adalah suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan undang-undang atau aturan pemerintah, untuk dalam keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan larangan perundangan.8

Izin merupakan keputusan yang memperkenankan dilakukannya perbuatan yang pada prinsipnya tidak dilarang oleh pembuat peraturan.

Pengertian diatas merupakan arti izin dalam arti sempit. Sehingga dalam kalimat tersebut dapat dipahami bahwa suatu pihak tidak dapat melakukan sesuatu kecuali diizinkan. Dalam hal ini izin didapat dari pihak pemerintah

9

8

Philipus M.Hadjon, Pengantar Hukum Perizinan, Jakarta: Yuridiks, 1993, hal 2

9

Ibid.

(16)

…….(melakukan)…….dan seterusnya. Selanjutnya larangan-larangan tersebut diikuti dengan perincian syarat-syarat, kriteria dan sebagainya yang perlu dipenuhi oleh pemohon, untuk memperoleh dispensasi dari larangan, disertai dengan penetapan prosedur dan petunjuk pelaksanaan (juklak) kepada pejabat-pejabat administrasi negara yang bersangkutan.

Asep Warlan Yusuf mengatakan bahwa izin sebagai suatu instrumen pemerintah yang bersifat yuridis preventif, yang digunakan sebagai sarana hukum administrasi untuk mengendalikan perilaku masyarakat.10

Sjahran Basah memberikan pengertian tentang izin yaitu, sebagai perbuatan hukum administrasi negara bersegi satu yang menghasilkan peraturan dalam kontreo berdasarkanpersyaratan dan prosedur sebagaimana ditetapkan oleh ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Izin di sini dimaksudkan untuk menciptakan kegiatan yang positif terhadap aktivitas pembangunan. Suatu izin yang dikeluarkan pemerintah dimaksudkan untuk memberikan keadaan yang tertib dan aman sehingga yang menjadi tujuannya akan sesuai dengan yang menjadi peruntukannya pula.

11

Selain pengertian izin yang diberikan oleh beberapa sarjana tersebut, ada pengertian izin yang dimuat dalam peraturan yang berlaku, misalnya dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 tahun 2008 tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelayanan Perizinan Terpadu di Daerah. Dalam ketentuan tersebut izin diberikan sebagai dokumen yang dikeluarkan oleh pemerintah berdasarkan peraturan daerah atau peraturan lain yang merupakan bukti legalitas, menyatakan sah atau diperbolehkannya seseorang atau badan Izin adalah Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan oleh Badan/Pejabat Tata Usaha Negara yang digunakan bagi pemohon sebagai legitimasi terhadap kegiatan yang sebenarnya dilarang dan sebagai sarana bagi pemerintah untuk mengawasi kegiatan tertentu yang dilarang. Dengan pengertian tersebut, maka izin merupakan tindakan hukum pemerintah

10

Ateng Syafudin, Pengurusan Perizinan, Bandung: Pusat Pendidikan dan Pelatihan ST Alosius, 1992, hal. 4.

11

(17)

untuk melakukan usaha atau kegiatan tertentu. Sehingga pengertian izin dalam hal ini berbentuk tertulis yakni berupa dokumen, sehingga pemberian izin secara lisan tidak termasuk.

Jadi kesimpulan dari pengertian izin adalah dokumen yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah berdasarkan peraturan daerah atau peraturan lainnya yang merupakan bukti legalitas, menyatakan sah atau diperbolehkannya seseorang atau badan untuk melakukan usaha atau kegiatan tertentu baik dalam bentuk izin maupun tanda daftar usaha.

2. Peraturan Daerah

Peraturan Daerah adalah suatu keputusan yang di maksudkan untuk berlaku lama dan merupakan suatu pokok kaidah (norma) buat segala hal yang dapat dimasukkan dalam norma itu dan ditetapkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan berlaku (mengikat) umum (algemeen binderegels) baik yang memuat ancaman pidana maupun tidak.12

Dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 Pemerintahan Daerah, peraturan daerah di bentuk dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah Provinsi/Kabupaten/Kota dan tugas pembantuan serta merupakan penjabaran lebih

Menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, peraturan daerah adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk bersama antara DPRD dengan Kepala Daerah baik di Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Sedang di dalam UU No 12 Tahun 2011 yang terdapat dua pengertian tentang peraturan daerah, yakni peraturan daerah provinsi dan peraturan daerah kabupaten/kota. Peraturan daerah provinsi adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dengan persetujuan bersama Gubernur. Sedang peraturan daerah Kabupaten/Kota adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota dengan persetujuan bersama Bupati/Walikota.

12

(18)

lanjut dari peraturan perundangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan ciri khas masing-masing daerah.

Peraturan daerah sebagai salah satu bentuk perturan perundang-undangan merupakan bagian dari pembangunan sistem hukum nasional. Peraturan daerah yang baik dapat terwujud apabila didukung oleh metode dan standar yang tepat sehingga memenuhi teknis pembentuka peraturan perundang-undangan, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 12 Tahun 2011.

3. Pengertian Hukum Administrasi Negara

Ada beberapa pengertian yang diberikan oleh para sarjana, antara lain : R.J.H.M Huisman bahwa Hukum Administrasi Negara merupakan bagian dari hukum publik, yakni hukum yang mengatur tindakan pemerintah dan mengatur hubungan pemerintah dengan warga negara atau hubungan antar organ pemerintah. Hukum Administrasi Negara memuat keseluruhan peraturan yang berkenaan dengan cara bagaimana organ pemerintahan melaksanakan tugasnya. Jadi Hukum Administrasi Negara berisi aturan main yang berkenaan dengan fungsi organ-organ pemerintahan.13

Hukum Administrasi Negara diartikan juga seperangkat peraturan yang memungkinkan administrasi negara menjalankan fungsinya, yang sekaligus juga melindungi warga terhadap sikap tindak administrasi negara, dan melindungi administrasi negara itu sendiri.

14

a. Aturan-aturan hukum yang mengatur dengan cara bagaimana alat-alat perlengkapan negara itu melakukan tugasnya;

Berdasarkan beberapa definisi di atas, tampak bahwa dalam Hukum Administrasi Negara terkandung dua aspek, yaitu :

b. Aturan-aturan yang mengatur hubungan hukum (rechtsbetrekking) antara alat perlengkapan administrasi negara atau Pemerintah dengan warga negaranya.15

13

R.J.H.M Huisman, Inleiding Algemeen Bestuurscrecht, Samson H.D Tjeenk Willink, Alphen aan den Rijn, 1984, hal 4.

14

Ridwan. HR, Hukum Administrasi Negara, Jakarta, Rajawali Pers, 2006, hal 34.

15

(19)

Menurut J.M Baron de Gerando bahwa obyek Hukum Administrasi adalah peraturan-peraturan yang melihat hubungan timbal balik antara Pemerintah dan rakyat. Deskripsi tentang obyek Hukum Administrasi dari De Gerando seperti tersebut di atas kiranya mewarnai Hukum Administrasi dalam perkembangan selanjutnya.16

J. Oppenheim membedakan antara Hukum Tata Negara dengan Hukum Administrasi berdasarkan tinjauan negara menurut keduanya. Hukum Tata Negara menyoroti negara dalam keadaan diam, sedangkan Hukum Administrasi menyoroti negara dalam keadaan bergerak. Pendapat tersebut selanjutnya dijabarkan oleh C. Van vollenhoven dalam definisi Hukum Tata Negara dan definisi Hukum Administrasi. Hukum Tata Negara adalah keseluruhan peraturan hukum yang membentuk alat-alat perlengkapan negara dan menentukan kewenangan alat-alat perlengkapan negara tersebut, sedangkan Hukum Administrasi adalah keseluruhan ketentuan yang mengikat alat-alat perlengkapan negara, baik tinggi maupun rendah, setelah alat-alat perlengkapan negara itu akan menggunakan kewenangan-kewenangan ketatanegaraan.

17

Definisi-definisi tersebut kemudian mendapat kritikan dari J.H.A Logemann, karena tidak cukup memisahkan Hukum Administrasi dari Hukum Tata Negara. Tidak cukup pembeda tersebut karena dari definisi tersebut, masalah penetapan wewenang masuk bidang Hukum Tata Negara sedangkan penggunaan wewenang adalah bidang Hukum Administrasi.18

R. Kranenburg dan juga J.H.A Logemann tidak memisahkan Hukum Administrasi dari Hukum Tata Negara secara tegas. Keduanya memandang Hukum Administrasi sebagai segi khusus dari Hukum Tata Negara.

19

16

Philipus M. Hadjon, dkk, Pengantar Hukum Indonesia, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1994, hal 22.

17

Ibid,, hal 22.

18

Ibid., hal. 23.

19

Ibid., hal. 24.

(20)

menyelenggarakan persoalan-persoalan yang bersifat teknis, Hukum Tata Negara ini tidak sepenuhnya dapat dilaksanakan dengan efektif. Dengan kata lain Hukum Tata Negara membutuhkan hukum lain yang lebih bersifat teknis. Hukum tersebut adalah Hukum Administrasi Negara.

Utrecht Hukum Administrasi Negara menguji hubungan hukum istimewa yang diadakan akan memungkinkan para pejabat administrasi negara melakukan tugas mereka yang khusus. Selanjutnya E. Utrecht menjelaskan bahwa Hukum Administrasi Negara adalah hukum yang mengatur sebagian lapangan pekerjaan administrasi negara. Bagian lain lapangan administrasi negara diatur oleh Hukum Tata Negara, Hukum Privat dan sebagainya.20

Prajudi Atmosudirdjo dalam bukunya Hukum Administrasi Negara merumuskan definisi Hukum Administrasi Negara adalah hukum yang secara khas mengenai seluk-beluk daripada administrasi Negara dan terdiri atas dua tingkatan, yaitu :

21

Hukum Administrasi Heteronom, yang bersumber pada UUD 1945, TAP MPR, dan undang-undang, adalah hukum yang mengatur seluk-beluk organisasi dan fungsi administrasi negara. Hukum Administrasi Negara otonom adalah hukum operasional yang dicipta oleh pemerintah dan administrasi negara sendiri.22

Menurut Hartono Hadisoeprapto dalam bukunya Pengantar Tata Hukum Indonesia, Hukum Administrasi Negara diartikan sebagai rangkaian-rangkaian aturan-aturan hukum yang mengatur cara bagaimana alat-alat perlengkapan negara menjalankan tugasnya.

23

a) Hubungan hukum antara alat administrasi negara yang satu dengan alat administrasi negara yang lain;

Alat-alat administrasi negara dalam melaksanakan tugasnya, dengan sendirinya menimbulkan hubungan-hubungan yang disebut hubungan hukum. Hubungan-hubungan ini dapat dibedakan dalam dua jenis, yakni :

20

Ibid,. hal 26

21

Ibid.

22

Ibid.

23

(21)

b) Hubungan hukum antara alat administrasi negara dengan perseorangan (individual), yakni para warga negara, atau dengan badan-badan hukum swasta.24

Dalam suatu negara hukum, hubungan-hubungan hukum tersebut disalurkan dalam kaidah-kaidah tertentu, dan kaidah-kaidah hukum inilah yang merupakan materi dari Hukum Administrasi Negara. Kaidah-kaidah hukum tersebut terdiri dari:

a) Aturan-aturan hukum yang mengatur dengan cara bagaimana alat-alat administrasi negara mengadakan kontak satu sama lain.

b) Aturan-aturan hukum yang mengatur hubungan antara alat administrasi negara (Pemerintah) dengan para warga negaranya.

Dalam ilmu Hukum Administrasi Negara yang penting adalah perbuatan hukum alat administrasi negara dalam hubungannya dengan warga negara, dimana hubungan ini akan menimbulkan hak dan kewajiban bagi negara.25

Hukum Publik, yaitu hukum yang mengatur tiap-tiap hubungan di antara negara atau alat-alat negara sebagai pendukung kekuasaan penguasa di satu pihak dengan warga negara pada umumnya di lain pihak atau setiap hukum yang mengatur hubungan antara negara dan alat-alat perlengkapannya, begitu pula hubungan antara alat-alat perlengkapan negara yang satu dengan alat-alat perlengkapan negara yang lain. Secara singkat dapat dikatakan bahwa Hukum Publik adalah hukum yang mengatur hubungan antara negara atau

Dalam ilmu hukum terdapat pembagian hukum ke dalam dua macam yaitu Hukum Privat dan Hukum Publik. Penggolongan ke dalam Hukum Privat dan Hukum Publik itu tidak lepas dari isi dan sifat hubungan yang diatur, hubungan mana bersumber dari kepentingan- kepentingan yang hendak dilindungi. Adakalanya kepentingan itu bersifat perorangan (individu/ privat) tetapi ada pula yang bersifat umum (publik). Hubungan hukum itu memerlukan pembatasan yang jelas dan tegas yang melingkupi hak-hak dan kewajiban-kewajiban dari dan terhadap siapa orang itu berhubungan.

24

Ibid. hal 62.

25

(22)

perlengkapannya dengan perseorangan (warga negara) yang satu dengan warganya atau hukum yang mengatur kepentingan umum, seperti Hukum Pidana, Hukum Tata Negara dan lain sebagainya.26

Pengertian Hukum Administrasi Negara yang sudah diuraikan pada bagian sebelumnya menunjukan bahwa Hukum Administrasi Negara berkenaan dengan kekuasaan Pemerintah atau eksekutif. Pengertian eksekutif di sini berbeda dengan yang dimaksud dalam ajaran Trias Polika yaitu menempatkan kekuasaan eksekutif sebagai pelaksana undang-undang.

Hukum Privat adalah hukum yang mengatur hubungan antara orang yang satu dengan yang lain atau mengatur kepentingan individu, seperi Hukum Perdata, Hukum Dagang dan lain sebagainya. Hukum Administrasi Negara itu merupakan bagian dari Hukum Publik karena berisi pengaturan yang berkaitan dengan masalah-masalah kepentingan umum. Kepentingan umum yang dimaksud adalah kepentingan nasional (bangsa), masyarakat dan negara.

27

Istilah Hukum Administrasi Negara dalam kepustakaan Belanda dikenal dengan Istilah bestuursrecht dengan unsur utama bestuur. Menurut Philipus M. Hadjon istilah bestuur berkenaan dengan sturen dan sturing. Bestuur dirumuskan sebagai lingkungan kekuasaan negara di luar lingkungan kekuasaan legislatif dan yudikatif. Dengan demikian kekuasaan pemerintah tidak sekedar melaksanakan Undang-Undang saja tetapi merupakan kekuasaan yang aktif. Sifat aktif dalam konsep hukum administrasi secara instrisik merupakan unsur utama dari sturen.

28

26

R. Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Sinar Grafik, 1992, hal 195.

27

Ridwan. HR, Hukum Administrasi Negara, Jakarta: Rajawali Pers, 2006, hal 34

28

Ibid., hal 36.

(23)

Sturen berkaitan dengan penggunaan kekuasaan. Konsep kekuasaan adalah konsep hukum publik. Konsep hukum publik, penggunaan kekuasaan harus dilandasi pada asas-asas negara hukum. Sturen menunjukan lapangan di luar legislatif dan yudikatif. Lapangan ini lebih luas daripada sekedar lapangan eksekutif semata.29

1. Hukum Administrasi Negara berkaitan dengan tindakan pemerintahan yang tidak semuanya dapat ditentukan secara tertulis dalam Peraturan Perudang-Undangan, seiring dengan perkembangan kemasyarakatan yang memerlukan pelayanan Pemerintah dan masing-masing masyarakat di suatu daerah atau negara berbeda tuntutan dan kebutuhan;

Kekuasaan pemerintahan yang menjadi objek kajian Hukum Administrasi Negara amat luas. Hal ini dikarenakan bahwa selain melakukan tindakan hukum dalam bidang legislasi seperti pembuatan Undang-Undang dan peraturan pelaksanaan tetapi juga melakukan aktifitas di luar perundangan, peradilan dan juga melakukan tindakan hukum di luar bidang legislasi, oleh karena itu tidak mudah untuk menentukan ruang lingkup Hukum Administrasi Negara. Kesukaran untuk menentukan ruang lingkup Hukum Administrasi Negara dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:

2. Pembuatan peraturan-peraturan, keputusan-keputusan, dan instrumen yuridis bidang administrasi lainnya tidak hanya terletak satu tangan atau lembaga;

3. Hukum Administrasi Negara berkembang sejalan dengan perkembangan tugas-tugas pemerintahan dan kemasyarakatan, yang menyebabkan pertumbuhan bidang Hukum Administrasi Negara tertentu berjalan secara sektoral.

Faktor-faktor tersebut yang menyebabkan Hukum Administrasi Negara tidak dapat dikodifikasikan.30

29

Ibid. hal. 37.

30

Ibid., hal 38.

(24)

secara mendadak, sedangkan peraturan-peraturan hukum privat dan hukum pidana hanya berubah secara berangsur-angsur saja, Pembuatan peraturan-peraturan Hukum Administrasi Negara tidak dalam satu tangan. Di dalam pembuatan Undang-Undang pusat hampir semua Departemen dan Pemerintah Daerah otonom membuat juga peraturan-peraturan Hukum Administrasi Negara sehingga lapangan Hukum Administrasi Negara itu sangat beraneka warna dan tidak bersistem. Karena tidak dapat dikodifikasikan, maka sukar didentifikasikan ruang lingkupnya dan yang dapat dilakukan hanyalah membagi bidang-bidang atau bagian-bagian Hukum Administrasi Negara.31

1. Hukum Administrasi Negara Heteronom

Prajudi Atmosudirdjo membagi Hukum Administrasi Negara dalam dua bagian, yaitu:

Bersumber pada Undang-Undang Dasar 1945, TAP MPR, undang-undang adalah hukum yang mengaur seluk beluk organisasi dan fungsi administrasi negara.

2. Hukum administrasi negara otonom

Hukum operasional yang diciptakan pemerintah dan administrasi negara.32 Berdasarkan pendapat beberapa sarjana di atas dapat disebutkan bahwa Hukum Administrasi Negara adalah hukum yang berkenaan dengan pemerintahan yaitu hukum yang secara garis besar mengatur: Perbuatan pemerintah (Pusat dan Daerah) dalam bidang publik; Kewenangan Pemerintah (dalam melakukan perbuatan di bidang publik tersebut); didalamnya diatur mengenai dari mana, dengan cara apa, dan bagaimana pemerintah menggunakan kewenanggannya; penggunaan kewenangan ini dituangkan dalam bentuk instrumen hukum sehingga diatur pula tentang pembuatan dan penggunaan instrumen hukum; Akibat-akibat hukum yang lahir dari perbuatan atau penggunaan kewenangan pemerintah itu; Penegakan hukum dan penerapan saksi-saksi dalam bidang pemerintahan.33

31

Ibid., hal 39

32

Prajudi Atmosudirdjo, Hukum Administrasi Negara, (Jakarta, Ghalia Indonesia, 2001), hal 56.

33

Ridwan. HR, Op.Cit, hal 44.

(25)

M.Metode Penelitian

Dalam penulisan skripsi ini, digunakan metode pengumpulan data dan bahan-bahan yang berkaitan dengan materi skripsi ini. Dengan maksud agar tulisan ini dapat dipertanggungjawabkan nilai ilmiahnya, maka diusahakan memperoleh dan mengumpulkan data-data dengan mempergunakan metode sebagai berikut:

1. Jenis penelitian

Penelitian hukum normatif meliputi penelitian terhadap asas-asas hukum, taraf sinkronisasi hukum, sejarah hukum, dan perbandingan hukum.34

2. Pendekatan penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum empiris atau biasa disebut penelitian yuridis empiris. Dalam penelitian ini, hukum dikonsepkan sebagai suatu gejala empiris yang dapat diamati di dalam kehidupan nyata.

Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis-empiris. Pendekatan yuridis digunakan untuk menganalisis berbagai peraturan perundang-undangan terkait dengan perjanjian perjanjian pengadaan barang dan jasa. Sedangkan pendekatan empiris digunakan untuk menganalisis hukum yang dilihat sebagai perilaku masyarakat yang berpola dalam kehidupan masyarakat yang selalu berinteraksi dan berhubungan dalam aspek kemasyarakatan.35

3. Sifat penelitian

Sifat penelitian dari skripsi ini lebih mengarah kepada sifat penelitian deskriptif yakni penelitian secara umum termasuk pula di dalamnya penelitian ilmu hukum, penelitian deskriptif bertujuan untuk menentukan ada tidaknya hubungan antara suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat. Dalam

34

Soerjono Soekamto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif suatu Tinjauan Singkat (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001) hal. 13-14.

35

(26)

penelitian ini, untuk mendapatkan gambaran secara tepat mengenai sifat-sifat, keadaan dan gejala yang terjadi selama proses pemberian izin usaha peternakan dilakukan. Menggunakan sifat penelitian deskriptif dikarenakan sudah terdapatnya ketentuan peraturan perundang-undangan, literatur maupun jurnal yang cukup memadai mengenai permasalahan yang diangkat.

4. Sumber Data

Data maupun sumber data yang digunakan sebagai bahan penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder, antara lain sebagai berikut:

a. Data Primer adalah data yang bersumber dari penelitian lapangan yaitu suatu data yang diperoleh langsung dari sumber pertama di lapangan yaitu baik dari responden maupun informan. Data pimer yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah dengan melakukan wawancara langsung terhadap pihak terkait dalam hal ini yaitu Kepala Dinas Peternakan Kota Medan serta pihak-pihak lain yang terlibat dalam pemberian izin usaha peternakan di Kota Medan.

b. Data sekunder adalah data yang bersumber dari penelitian kepustakaan yaitu data yang diperoleh tidak secara langsung dari sumber pertamanya, melainkan bersumber dari data-data yang sudah terdokumenkan dalam bentuk bahan-bahan hukum. Adapun data sekunder yang penulis gunakan dalam penelitian ini, antara lain:

1) Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat terdiri dari instrument hukum nasional, terdiri dari :

a) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan

Daerah.

c) Peraturan Daerah Kota Medan No. 8 Tahun 2004 tentang Perizinan Usaha Pertanian dan peternakan

d) Peraturan Daerah Kota Medan No.23 Tahun 2009 tentang larangan usaha ternak berkaki empat di Kota Medan

(27)

c. Bahan hukum sekunder dari penelitian ini yakni bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer yang mengatur usaha peternakan di Kota Medab. Bebepara bahan hukum sekunder yang penulis gunakan antara lain: pendapat para pakar hukum, karya tulis hukum yang termuat dalam media massa; buku-buku hukum (text book), serta jurnal-jurnal hukum yang membahas mengenai perizinan. d. Bahan hukum tersier yang penulis gunakan berupa kamus hukum dan

ensiklopedia. 5. Teknik pengumpulan data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan studi kepustakaan dan teknik wawancara. Studi Dokumen merupakan teknik awal yang digunakan dalam setiap penelitian ilmu hukum, karena penelitian hukum selalu berawal dari premis atau pernyataan normatif berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Mengenai studi kepustakaan dilakukan atas bahan-bahan hukum yang relevan dengan permasalahan peneliti. Teknik wawancara dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada responden maupun informan yang dirancang atau yang telah dipersiapkan sebelumnya untuk memperoleh jawaban-jawaban yang relevan dan mendukung permasalahan yang diajukan dalam penelitian mengenai perizinan peternakan Kota Medan. Dari jawaban ini diadakan pencatatan sederhana yang kemudian diolah dan dianalisis menjadi sebuah laporan yang runtun dan terperinci.

6. Analisis data

(28)

dihubungkan antara satu data dengan data lainnya, dilakukan interpretasi untuk memahami makna data dalam situasi sosial, dan dilakukan penafsiran dari perspektif peneliti setelah memahami keseluruhan kualitas data.

Proses analisis tersebut dilakukan secara terus menerus sejak pencarian data di lapangan dan berlanjut terus hingga pada tahap analisis. Setelah dilakukan analisis secara kualitatif kemudian data akan disajikan secara deskriptif kualitatif dan sistimatis.

N. Sistematika Penulisan

Pembahasan secara sistematis sangat diperlukan dalam penulisan karya tulis ilmiah. Untuk memudahkan skripsi ini maka diperlukan adanya sistematika penulisan yang teratur yang terbagi dalam lima (5) bab per bab yang saling berhubungan satu sama lain. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Berisikan pendahuluan yang merupakan suatu pengantar dari pembahasan selanjutnya yang terdiri dari sub bab yaitu: latar belakang penulisan, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II PENGATURAN IZIN USAHA PETERNAKAN DI KOTA MEDAN

Berisikan mengenai pengertian usaha peternakan, tujuan pemberian izin usaha peternakan dan dasar hukum izin usaha peternakan dan lembaga yang berwenang mengeluarkan izin usaha peternakan di Kota Medan

BAB III PROSEDUR DALAM PEMBERIAN IZIN USAHA

PETERNAKAN BERDASARKAN PERATURAN DAERAH KOTA MEDAN NOMOR 8 TAHUN 2004

(29)

dan pengawasan terhadap izin usaha peternakan berdasarkan Peraturan Daerah Kota Medan serta sanksi terhadap peternakan yang belum memiliki izin usaha peternakan

BAB IV KENDALA DALAM PEMBERIAN IZIN USAHA

PETERNAKAN BERDASARKAN PERATURAN DAERAH KOTA MEDAN NOMOR 8 TAHUN 2004

Berisikan mengenai Kendala dalam Pemberiam Izin Usaha Peternakan di Kota Medan dan Upaya yang dilakukan Pemerintah Kota Medan dalam Mengatasi Kendala Dalam Pemberian Izin Usaha Peternakan.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

(30)

Usaha Peternakan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perorangan atau badan hukum yang melaksanakan kegiatan menghasilkan ternak (ternak bibit/potong), telor, susu serta usaha menggemukkan suatu ternak termasuk mengumpulkan, mengedarkan dan memasarkannya.36

Perusahaan peternakan adalah suatu usaha yang dalam jangka waktu tertentu untuk tujuan komersial yang meliputi kegiatan menghasilkan ternak (ternak bibit/ternak potong), telur, susu serta usaha menggemukan suatu jenis ternak termasuk menggumpulkan, mengedarkan dan memasarkannya, yang untuk tiap jenis ternak melebihi dari jumlah yang ditetapkan untuk tiap jenis ternak pada peternakan rakyat.37

Perusahaan peternakan adalah suatu usaha yang dijalankan secara teratur dan terus menerus pada suatu tempat dan dalam jangka waktu tertentu untuk tujuan komersial yang meliputi kegiatan menghasilkan ternak (ternak bibit/ternak potong), telur, susu serta usaha penggemukan suatu jenis ternak termasuk mengumpulkan, mengedarkan dan memasarkannya yang untuk tiap jenis ternak jumlahnya melebihi jumlah yang ditetapkan untuk tiap jenis ternak pada peternakan rakyat.38

Peternakan adalah kegiatan mengembangbiakkan dan membudidayakan hewan ternak untuk mendapatkan manfaat dari kegiatan tersebut. Pengertian peternakan tidak terbatas pada pemeliharaaan saja, memelihara dan peternakan perbedaannya terletak pada tujuan yang ditetapkan. Tujuan peternakan adalah

36

Keputusan Menteri Pertanian Nomor 404/kpts/OT.210/6/2002 Tentang Pedoman Perizinan dan Pendaftaran Usaha Peternakan.

37

Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 8 Tahun 2004 Tentang Perizinan Usaha Pertanian Dan Peternakan`, Pasal 1 huruf r.

38

(31)

mencari keuntungan dengan penerapan prinsip-prinsip manajemen pada faktor-faktor produksi yang telah dikombinasikan secara optimal.39

B. Tujuan Pemberian Izin Usaha Peternakan

Kegiatan di bidang peternakan dapat dibagi atas dua golongan, yaitu peternakan hewan besar seperti sapi, kerau dan kuda, sedang kelompok kedua yaitu peternakan hewan kecil seperti ayam, kelinci. Sistem peternakan diperkirakan telah ada sejak 9.000 SM yang dimulai dengan domestikasi anjing, kambing, dan domba. Peternakan semakin berkembang pada masa Neolitikum, yaitu masa ketika manusia mulai tinggal menetap dalam sebuah perkampungan. Pada masa ini pula, domba dan kambing yang semula hanya diambil dagingnya mulai dimanfaatkan susu dan wol-nya. Setelah itu manusia juga memelihara sapi dan kerbau untuk diambil kulit dan susunya serta memanfaatkan tenaganya untuk membajak tanah. Manusia juga mengembangkan peternakan kuda, babi, unta, dan lain-lain. Ilmu pengetahuan tentang peternakan, diajarkan di banyak universitas dan perguruan tinggi di seluruh dunia. Para siswa belajar disiplin ilmu seperti ilmu gizi, genetika dan budi-daya, atau ilmu reproduksi. Lulusan dari perguruan tinggi ini kemudian aktif sebagai dokter hewan, farmasi ternak, pengadaan ternak dan industri makanan.

Dengan segala keterbatasan peternak, perlu dikembangkan sebuah sistem peternakan yang berwawasan ekologis, ekonomis, dan berkesinambungan sehingga peternakan industri dan peternakan rakyat dapat mewujudkan ketahanan pangan dan mengantaskan kemiskinan.

Menurut Peraturan Daerah Kota Medan No. 8 Tahun 2004 tentang Perizinan Usaha Pertanian dan Peternakan Pasal 2 dinyatakan :

1. Bahwa dalam rangka meningkatkan pengamanan konsumsi masyarakat yang berasal dari usaha pertanian dan peternakan perlu dilakukan pengawasan kesehatan masyarakat (Veteriner), pengawasan kesehatan hewan, pengawasan kesejahteraan hewan serta pengawasan kesehatan hewan serta pengawasan

39

(32)

kelayakan komoditi pertanian yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi kesehatan manusia.

2. Bahwa untuk maksud tersebut pada ayat (1) di atas, maka Pemerintah Kota Medan melakukan pengawasan dan pengendalian secara kesinambungan terhadap setiap usaha pertanian dan peternakan yang dilakukan oleh orang pribadi maupun badan.

3. Pengawasan dan pengendalian ditetapkan dalam bentuk perizinan dan tanda daftar sesuai dengan kriteria dan klasifikasi yang ditetapkan dalam peraturan daerah ini.

Pedoman perizinan dan pendaftaran usaha peternakan ini dimaksudkan untuk memberikan pedoman bagi aparatur yang bertugas dibidang pelayanan perizinan, pembinaan dan pengawasan usaha peternakan di Kabupaten / Kota dengan tujuan untuk mempermudah dan memberikan kepastian usaha dibidang peternakan.

Selama ini banyak keluhan masyarakat akan dampak buruk dari kegiatan usaha peternakan karena sebagian besar peternak mengabaikan penanganan limbah dari usahanya, bahkan ada yang membuang limbah usahanya ke sungai, sehingga terjadi pencemaran lingkungan. Limbah peternakan yang dihasilkan oleh aktivitas peternakan seperti feces, urin, sisa pakan, serta air dari pembersihan ternak dan kandang menimbulkan pencemaran yang memicu protes dari warga sekitar. Baik berupa bau tidak enak yang menyengat, sampai keluhan gatal-gatal ketika mandi di sungai yang tercemar limbah peternakan.

Berkenaan dengan hal tersebut, maka upaya mengatasi limbah ternak yang selama ini dianggap mengganggu karena menjadi sumber pencemaran lingkungan perlu ditangani dengan cara yang tepat sehingga dapat memberi manfaat lain berupa keuntungan ekonomis dari penanganan tersebut. Penanganan limbah ini diperlukan bukan saja karena tuntutan akan lingkungan yang nyaman tetapi juga karena pengembangan peternakan mutlak memperhatikan kualitas lingkungan, sehingga keberadaannya tidak menjadi masalah bagi masyarakat di sekitarnya.

(33)

Medan. Mengingat adanya otonomi daerah yang mengharuskan setiap Pemerintah Kabupaten / Kota mengurusi sendiri masalah keuangannya. Banyak hal ditempuh agar info seputar permasalahan ini bisa cepat sampai dan menjadi perhatian masyarakat.

C. Dasar Hukum Izin Usaha Peternakan dan Lembaga yang Berwenang

Mengeluarkan Izin Usaha Peternakan di Kota Medan

Dasar hukum izin usaha peternakan antara lain : Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daera Negeri Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pedoman Penetapan Izin Gangguan di Daerah; Perda Kota Medan No. 8 Tahun 2004 Tentang Perizinan Usaha Pertanian dan Perternakan, Perda Kota No. 23 Tahun 2009 tentang Larangan Usaha Ternak Berkaki Empat. Perda Kota Medan No. 22 Tahun 2002 tentang Izin Gangguan.

Lembaga yang berwenang mengeluarkan izin usaha peternakan adalah Dinas Peternakan dimana seseorang apabila mempunyai usaha peternakan harus memperoleh izin usaha peternakan.

Secara langsung pada bagian ini dapat dikatakan pihak yang berwenang mengeluarkan izin tersebut adalah Pemerintah. Hanya saja dalam hal yang demikian harus dapat dilihat izin yang bagaimanakah yang dimohonkan oleh masyarakat, sehingga dengan demikian akan dapat diketahui instansi pemerintah yang berwenang mengeluarkan izin tersebut. Misalnya izin keramaian atau izin mengeluarkan pendapat di muka umum, maka izin tersebut di dapatkan rnelalui kepolisian setempat dimana keramaian akan dilakukan. Dalam kajian pihak-pihak yang berwenang mengeluarkan izin maka dasarnya yang perlu dikaji adalah kedudukan aparatur pemerintah yang melakukan tugasnya di bidang administrasi negara pemberian izin kepada masyarakat.

(34)

kepada pemerintah seperti Gubemur, Bupati/Walikota untuk bertindak atas dasar hukum dan atau dasar kebijaksanaan.

Di samping keleluasaan tadi, kepada aparatur pemerintah selaku pelaksana fungsi dalam administrasi negara juga diberikan suatu pembatasan agar pelaksanaan perbuatan-perbuatannya itu tidak menjadi apa yang disebut sebagai "onrechtmatig overheaddaat". Setidaknya perbuatan itu tidak boleh melawan hukum balk formil maupun materiil. Tidak boleh melampaui penyelewengan-kewenangan menurut undang-undang (kompetentie). Adapun bentuk-bentuk dari perbuatan administrasi negara/Pemerintah itu dalam bentuk memberikan izin secara garis besar dapat dibagi atas :

1. Perbuatan membuat peraturan 2. Perbuatan melaksanakan peraturan.

Sementara itu menurut Van Poelje sebagaimana dikutip Victor Situmorang perbuatan administrasi negara/Pemerintah itu adalah sebagai berikut : 40

1. Berdasarkan faktor (Feitlijke handeling). 2. Berdasarkan hukum (recht handeling).

a) Perbuatan hukum privat.

b) Perbuatan hukum publik, yang kemudian perbuatan ini dapat dibagi atas:

1) Perbuatan hukum publik yang sepihak 2) Perbuatan hukum publik yang berbagai pihak

Kemudian Amrah Muslimin mengatakan bahwa dalam bidang eksekutif ada dua macam tindakan/perbuatan administrasi negara/pemerintah, yakni :41

1. Tindakan-tindakan/perbuatan-perbuatan yang secara tidak langsung menimbulkan akibat-akibat hukurn.

2. Tindakan-tindakan/perbuatan-perbuatan yang secara langsung menimbulkan akibat-akibat hukum

40

Victor Situmorang, Dasar-Dasar Hukum Administrasi Negara, Jakarta: Bina Aksara, 1988, hal. 4.

41

(35)

Pendapat lain tentang perbuatan hukum dari administrasi negara ini adalah seperti yang dikemukakan oleh Prajudi Admosudirjo. Menurutnya perbuatan itu dibagi ke dalam 4 (empat) macam perbuatan hukum administrasi negara, yaitu : 42

1. Penetapan (beschiking),

Administrative dicretion). Sebagai perbuatan sepihak yang bersifat administrasi negara dilakukan oleh pejabat atau instansi penguasa (negara) yang berwenang dan berwajib khusus untuk itu. Perbuatan hukum tersebut hams sepihak (eenzijdig) dan harus bersifat administrasi negara. Artinya realisasi dari suatu kehendak atau ketentuan undang-undang secara nyata kasual, individual.

2. Rencana (Planning).

Salah satu bentuk dari perbuatan hukum Administrasi Negara yang menciptakan hubungan-hubungan hulcuin (yang mengikat) antara penguasa dan para warga masyarakat.

3. Norma jabatan (Concrete Normgeving).

Merupakan suatu perbuatan hukum (rechtshandeling) dari penguasa administrasi negara untuk membuat agar supaya suatu ketentuan undang-undang mempunyai isi yang konkret dan praktis serta dapat diterapkan menurut keadaan waktu dan tempat.

4. Legislasi Semu (Pseudo Weigeving).

Pencipataan dari aturan-aturan hukum oleh pejabat administrasi negara yang berwenang sebenarnya dimaksudkan sebagai garis-garis pedoman pelaksanaan policy (kebijaksanaan suatu ketentuan undang-undang) akan tetapi dipublikasikan secara meluas.

Memperhatikan batasan, ruing lingkup serta perbuatan-perbuatan dari administrasi negara di atas jelaslah bahwa Hukum Administrasi Negara itu adalah merupakan suatu perangkat ketentuan yang memuat sekaligus memberikan cara bagaimana agar organ-organ di dalam suatu organisasi yang lazim disebut "negara" dapat melaksanakan fungsi dan kewenangannya demi terwujudnya suatu

42

(36)
(37)

A. Gambaran Umum Usaha Peternakan di Kota Medan

Gambaran umum kondisi kota Medan memuat perkembangan kondisi Kota Medan sampai saat ini, capaian hasil pembangunan kota sebelumnya dan tantangan pembangunan kota yang harus diatasi. Perkembangan kondisi Kota Medan menyangkut kondisi geografis dan demografis, kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum dan daya saing daerah. Pemahaman terhadap kondisi Kota Medan tersebut menjadi dasar dalam perencanaan khususnya dalam rangka merumuskan strategi dan arah kebijakan serta program pembangunan Kota Medan.43

43

(38)

Dalam menjalankan tugas da fungsinya, kepala dinas pertanian dan kelautan kota medan dibantu oleh sekretariat, 6 (enam) bidang yaitu bidang produksi tanaman pangan dan holtikultura, bidang produksi peternakan, bidang produksi perikanan, bidang kesehatan hewan dan kesmavet, bidang bina usaha dan sumber daya kelautan, dan 5 (lima) unit pelaksana teknis dinas yaitu uptd klinik hewan, uptd pangkalan pendaratan ikan (ppi), uptd budidaya air tawar, uotd pengembangan bibit hortikultura dan peternakan, uptd informasi penyuluhan pertanian perikanan. fungsi dan tugas dari sekretariat, bidang-bidang dan unit pelaksana teknis dinas antara lain: 44

a. Menyusun rencana program dan kegiatan kesekretariatan 1. Sekretariat

Sekretariat dipimpin oleh seorang sekretaris yang mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas pokok dinas lingkup kesetrariatan yang meliputi pengelolaan administrasi umum, keuangan dan penyusunan program. sedangkan untuk melaksanakan tugas tersebut bagian sekretariat mempunyai fungsi sebagai berikut:

b. Mengkoordinasikan penyusunan perencanaan program dinas

c. Pelaksanaan dan penyelenggaraan pelayanan administrasi kesekretariatan dinas yang meliputi administrasi umum, kepegawaian, keuangan dan kerumahtanggan dinas.

d. Pengelolaan dan pemberdayaan sumber daya manusia, pengembangan organisasi dan ketatalaksanaan

e. Penyiapan bahan pembinaan, pengawasan dan pengendalian f. Pelaksanaan monitoring, evaluasi dan pelaporan kesekretariatan

g. Pelaksanaan tugas-tugas lainnya yang diberikan oleh kepala dinas sesuai dengan tugas dan fungsinya.

44

(39)

2. Bidang produksi tanaman pangan dan hortikultura

Bidang produksi tanaman pangan dan hortikultura dipimpin oleh seorang kepala bidang yang mempunyai tugas pokok melaksanakan tugas dinas lingkup peningkatan produksi, sarana dan prasarana tanaman pangan dan hortikultura, pengawasan peredaran saprotan dan perlindungan tanaman. sedangkan untuk melaksanakan tugas tersebut bidang produksi tanaman pangan dan hortikultura mempunyai fungsi sebagai berikut:

a. Menyusun rencana, program dan kegiatan kerja

b. Penyusunan petunjuk teknis lingkup peningkatan saprotan dan perlindungan tanaman

c. Mempersiapkan, merumuskan kebijakan teknis lingkup produksi tanaman pangan dan hortikultura

d. Mempersiapkan bahan bimbingan pengaturan penggunaan benih

e. Mempersiapkan bahan dan data keperluan pembangunan dan pengelolaan balai benih

f. Mempersiapkan bahan pembinaan dan pengawasan balai benih milik swasta

g. Mempersiapkan bahan bimbingan peningkatan mutu hasil tanaman pangan dan hortikultura

h. Mempersiapkan bahan bimbingan peningkatan mutu hasil tanaman pangan dan hortikultura

i. Melaksanakan pembinaan, pengawasan dan pelayanan lainnya di bidang produksi tanaman pangan dan hortikultura sesuai dengan urusan pemerintah kota

j. Mempersiapkan bahan monitoring, evaluasi dan pelaporan pelaksaan pelaksanaan tugas

(40)

3. Bidang produksi peternakan

Bidang produksi peternakan dipimpin oleh kepala bidang yang mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas dinas di bidang produksi peternakan. Sedangkan untuk melaksanakan tugas tersebut budang produksi peternakan mempunyai fungsi sebagai berikut:

a. Menyusun rencana, program dan kegiatan kerja bidang produksi peternakan

b. Menyusun petunjuk teknis lingkup peningkatan produksi, saran dan prasarana peternakan serta pengawasan peredaran sapronak

c. Menyusun bahan perumusan kebijakan lingkup produksi peternakan d. Memberikan bimbingan lingkup pengelolaan produksi peternakan

e. Melaksanakan pembinaan teknis budidaya usaha intensifikasi peternakan dan diversifikasi

f. Melaksanakan pembinaan kepada penangkar ternak dan hewan kesayangan

g. Memberikan bimbingan, pembinaan dan pemantauan penggunaan/pelaksanaan teknologi produksi, penerapan teknologi, penangkaran ternak dan hewan kesayangan, pemanfaatan dan pendayagunaan lahan pekarangan.

h. Melakukan pembinaan, pengawasan dan pelayanan lainnya di bidang produksi peternakan sesuai urusan pemerintah kota

i. Melaksanakan moitoring, evaluasi dan pelaporan lingkup bidang produksi peternakan

j. Menyiapkan bahan perumusan kebijaksanaan di bidang produksi pertaniab dan peternakan

k. Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh kepala dinas sesuai dengan bidang tugasnya

4. Bidang produksi perikanan

(41)

perikanan budidaya, serta hama da penyakit ikan. Sedangkan untuk melaksanakan tugas tersebut bidang produsi perikanan mempunyai fungsi sebagai berikut:

a. Menyusun rencana, program dan kegiatan kerja bidang produksi perikanan b. Menyusun petunjuk teknis peningkatan produksi perikanan tangkap dan

perikanan budidaya serta hama dan penyakit ikan

c. Menyiapkan perumusan kebijakan lingkup produksi perikanan d. Membina pemberdayaan nelayan kecil

e. Menyiapkan bahan pengkoordinasian dan pelaksanaan estimasi stok ikan diwilayah perairan perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan plasma nutfah sumber daya ikan

f. Menyiapkan bahan pelaksanaan dan koordinasi kebijakan penetapan lokasi pembangunan serta pengelolaan pelabuhan perikanan kewenangan kota g. Memberikan bimbingan lingkup pengelolaan produksi perikanan

h. Melaksanakan pembinaan teknis budidaya usaha intesifikasi perikanan dan diversifikasi

i. Melaksanaan bimbingan kepada penangkar ikan hias

j. Menyiapkan bahan pelaksanaan akreditasi lembaga sertifikasi perbenihan ikan

k. Melaksanakan pembinaan, pengawasan dan pelayanan lainnya di bidang produksi perikanan sesuai urusan pemerintah kota

l. Melaksanakan monitoring, evaluasi dan pelaporan lingkup bidang produksi perikanan

m. Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh kepala dinas sesuai bidang tugasnya.

5. Bidang kesehatan hewan dan kesmavet

(42)

a. Menyusun rencana, program dan kegiatan kerja di bidang kesehatan hewan dan kesmavet

b. Menyusun petunjuk teknis lingkup kesehatan hewan, kesehatan masyarakat veteriner, pengawasan peredaran obat hewan dan medis veteriner

c. Menyiapkan bahan perumusan kebijakan lingkup kesehatan hewan dan kesmavet

d. Memberikan bimbingan lingkup pengelolaan kesehatan hewan dan kesmavet

e. Melaksanakan pembinaan tekis kesehatan hewan dan kesmavet f. Melaksanakan bimbingan kesehatan hewan dan kesmavet

g. Melakukan pengawasan lalu lintas produk ternak dari/ke wilayah kota h. Melakukan pembinaan, pemantauan dan pengawasan pembangunan dan

operasional pasar hewan dan unit-unit pelayanan kesehatan hewan

i. Melakukan pembinaan, pengawasan dan pelayanan lainnya di bidang kesehatan hewan dan kesmavet sesuai urusan pemerintah kot

j. Melaksanakan monitoring, evaluasi dan pelaporan lingkup bidang kesehatan hewan dan kesmavet

k. Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh kepala dinas sesuai dengan bidang tugasnya.

6. Bidang bina usaha

Bidang bina usaha dipimpin oleh seorang kepala bidang bina usaha yang mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas dinas lingkup promosi, pemasaran, pasca panen, teknologi pengolahan hasil dan pelayanan usaha. sedangkan untuk melaksanakan tugas tersebut bidang bina usaha mempunyai fungsi sebagai berikut:

a. Menyusun rencana, program dan kegiatan kerja di bidang bina usaha. b. Menyusun petunjuk teknis lingkup promosi, pemasaran, pasca panen,

teknologi pengolahan hasil dan pelayan usaha.

(43)

e. Melaksanakan bimbingan kepada pengusaha pertanian, peternakan dan perikanan.

f. Memberikan bimbingan, pembinaan dan pemantauan kegiatan usaha petani, peternak dan nelayan.

g. Melaksanakan monitoring, evaluasi dan pelaporan lingkup bidang bina usaha.

h. Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh kepala dinas sesuai dengan bidang tugasnya.

7. Bidang sumber daya kelautan

Bidang sumber daya kelautan dipimpin oleh kepala bidang yang berada bawah dan bertanggung jawab kepada kepala dinas. bidang sumber daya kelautan mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas dinas lingkup pengawasan, pengendalian, konservasi,rehabilitas dan pengembangan daerah pesisir. dalam melaksanakan tugas pokoknya bidang sumber daya kelautan menyelenggarakan fungsinya sebagai berikut:

a. Menyusun rencana, program dan kegiatan bidang sumber daya kelautan b. Menyusun petunjuk teknis lingkup sumber daya kelautan

c. Menyiapkan bahan perumusan kebijakan lingkup sumber daya kelautan d. Melaksanakan pembinaan teknis pengelolaan sumber daya kelautan

e. Memberikan bimbingan, pembinaan dan pemanfaatan pengguanaan sumber daya kelautan

f. Melakukan pembinaan, pengawasan dan pelayanan lainnya di bidanng sumber daya kelautan sesuai urusan pemerintah kota

g. Melaksanakan monitoring, evaluasi dan pelaporan lingkup bidang sumber daya kelautan

h. Melaksanakan tugas lainnya yang diberikan kepala dinas sesuai dengan fungsi dan tugasnya.

8. Unit pelaksana teknis dinas klinik kesehatan hewan

(44)

dinas di bidang pelayanan kesehatan hewan pada klinik hewan untuk pencegahan, pembrantasan dan pengobatan penyakit hewan dengan menggunakan segala fasilitas dan tenaga yang ada di klinik hewan.

9. Unit pelaksana teknis dinas pangkalan pendaratan ikan (ppi)

Unit pelaksana teknis dinas pangkalan pendaratan ikan dipimpin oleh seorang kepala unit pelaksana teknis dinas yang dalam melaksanakan tugasnya berada dibawah dan bertanggung jawab kepada kepala dinas. unit pelaksana teknis dinas pangkalan pendaratan ikan mempunyai tugas antara lain:

a. Melaksanakan pelelangan ikan

b. Memanfaatkan dermaga sebagai pendaratan ikan

c. Melaksanakan pembinaan kepada kelompok nelayan dan wanita nelayan tentang latihan dan managemen penangkapan ikan dan pengolahannya d. Penerapan teknis pendaratan ikan untuk mempertahankan mutu hasil

tangkap

e. Penerapan alat tangkap ikan yang ramah lingkungan

f. Menerapkan harga dasar ikan untuk menjaga kestabilan harga di tingkat nelayan

10. Unit pelaksana teknis dinas informasi penyuluh pertanian

Unit pelaksana teknis dinas informasi penyuluh pertanian dipimpin oleh seorang kepala unit pelaksana teknis dinas yang dalam melaksanakan tugasnya dibawah dan bertanggung jawab kepada kepala dinas. dalam melaksanakan sebagian tugas dibidang informasi penyuluh pertanian untuk menunjang pelaksanaan program pembangunan pertanian, peternakan, perikanan dan kelautan serta melaksanakan penyuluhan dan pembinan terhadap kelembagaan kelompok tani.

11. Unit pelaksana teknis dinas budidaya air tawar

(45)

diwilayah kota Medan. Dalam melaksanakan tugasnya unit pelaksana teknis dinas budidaya air tawar menyelenggarakan fungsinya sebagai berikut:

a. Pemeliharaan calon induk “parent stock” menjadi induk “parent stock” dan distribusi induk

b. Penerapan teknik perbenihan dan distribusi benih

c. Penerapan teknis pelestarian sumberdaya ikan dan lingkungan serta teknik pengendalian hama dan penyakit

d. Pengendalian mutu benih melalui pelaksanaan sertifikasi sistem mutu benih

e. Pembinaan dan pemantauan penerapan teknis perbenihan dan distribusi benih pengendalian mutu benih, pelestarian sumber daya ikan dan lingkungan.

12. Unit pelaksana teknis dinas pengembangan bibit hortikultura dan peternakan Unit pelaksana teknis dinas pengembangan bibit hortikultura dan peternakan dipimpin oleh seorang kepala unit pelaksana teknis dinas dan dalam melaksankan tugas dan tanggung jawab kepada kepala dinas. Unit pelaksana teknis dinas pengembangan bibit hortikultura dan peternakan mempunyai tugas perbanyakan benih/bibit yang bermutu dan berkualitas, membina teknik penangkaran dan menyampaikan informasi ketersediaan benih/bibit hasil produksi dan pemasaran benih/bibit. Unit pelaksana teknis pengembangan bibit hortikultura dan peternakan menyelenggarakan fungsinya sebagai berikut:

a. Penyempurnaan dan penyusunan standar pengembangan dan penerapan benih/bibit hortikultura dan peternakan.

b. Pelaksanaan dan pengendalian rencana jangka menengah dan tahunan di bidang pengembangan bibit hortikultura dan peternakan

c. Pelaksanaan studi/latihan, pertemuan penyuluhan pertanian, peternakan, kelompok tani, penangkar benih/bibit hortikultura/ternak dan para petugas serta ahli dalam pertanian dan peternakan

Referensi

Dokumen terkait

In this study, the feasibility of time lapse terrestrial photogrammetry for glaciological applications was demonstrated. The cost effectiveness of the technique coupled with

Abstrak: Penelitian ini dilatarbelakangi oleh keinginan penulis untuk menemukan gaya bahasa dalam novel Moga Bunda Disayang Allah karya Tere Liye. Penelitian ini bertujuan

Sikap bediri yang dilakukan pemain saat melakukan pukulan servis pendek dengan cara berdiri di sudut depan garis tengah pada daerah servis kira- kira setengah meter

beberapa temuan dari hasil penelitian ini, yang dijadikan bahan masukan dalam pengembangan pengajaran fisika dengan model pembelajaran berbasis teknologi informasi dan

Permasalahan dalam penelitian ini adalah: 1) Apakah ada pengaruh latihan depth jump terhadap power tungkai pada atlet bolavoli klub Putra Mustika Blora?, 2) Apakah

In order to find out students speaking problems from both linguistic and nonlinguistic perspectives, the researcher will conducted a research about students speaking

During teaching and learning process, the researcher found that more than a half of the students in the class did not bring dictionary. While the teacher asked them to

Model yang dibuat bertujuan menentukan strategi terbaik pemeliharaan preven- tif (PM) berbasis kontrak ( maintenance service Tabel 3.. contract ) untuk menentukan