• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sejarah berdiri dan berkembangnya pondok pesantren al-awwabin kota depok tahun 1962-2008

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Sejarah berdiri dan berkembangnya pondok pesantren al-awwabin kota depok tahun 1962-2008"

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

SEJARAH BERDIRI DAN BERKEMBANGNYA

PONDOK PESANTREN AL-AWWABIN KOTA DEPOK

TAHUN 1962-2008

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora ( S.Hum. )

Oleh :

Yeni Rahmawati

NIM. 105022000856

PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 31 Agustus 2010

(3)

SEJARAH BERDIRI DAN BERKEMBANGNYA

PONDOK PESANTREN AL-AWWABIN KOTA

DEPOK TAHUN 1962-2008

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Humaniora (S.Hum.)

Oleh

Yeni Rahmawati NIM: 105022000856

Pembimbing

Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum. NIP. 19541010 198803.1.001

PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(4)

PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQOSYAH

Skripsi berjudul SEJARAH BERDIRI DAN BERKEMBANGNNYA PONDOK PESANTREN AL-AWWABIN KOTA DEPOK TAHUN 1962-2008 telah diujikan dalam sidang munaqosyah Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 20 Agustus 2010. Skrikpsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Humaniora (S.Hum.) pada program studi Sejarah dan Peradaban Islam.

Jakarta, 31 Agustus 2010 Sidang Munaqosyah

Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota

Drs. H. M. Ma’ruf Misbah, MA. Usep Abdul Matin, S.Ag, MA,MA. NIP. 19591222 199103 1 003 NIP. 19680808 7199803 1 002

Anggota

Pembimbing Penguji

(5)

ABSTRAK

Yeni Rahmawati

Sejarah Berdiri Dan Berkembangnya Pondok Pesantren Al-Awwabin Kota Depok

Pesantren adalah lembaga yang mewujudkan perkembangan sistem pendidikan nasional. Dari segi historis, pesantren tidak hanya mengandung makna keislaman tetapi juga keaslian (indegerous) Indonesia. Secara umum pondok pesantren mempunyai tujuan dan fungsi sebagai lembaga pendidikan dan penyiaran agama Islam. Sejak akhir abad ke-20 keadaan pondok pesantren berubah menjadi modern yang memiliki sarana pendidikan formal. Pendidikan pesantren tidak hanya dalam bidang ilmu pengetahuan agama Islam saja melainkan juga ilmu pengetahuan umum dan penguasaan bahasa asing terutama bahasa Arab dan bahasa Inggris.

Pondok pesantren Al-Awwabin merupakan salah satu pesantren di Indonesia yang menerapkan sistem moderat baik bagi santri maupun masyarakat di sekitar pondok pesantren sendiri. Dalam skripsi ini penulis mencoba menjelaskan hal pokok yang menyangkut tentang pesantren sebagai berikut: pertama, mengenai profil pondok pesantren secara keseluruhan, dan kedua, upaya-upaya yang dilakukan pondok pesantren dalam kehidupan beragama dalam bidang pendidikan, dakwah, dan sosial keagamaan.

(6)

KATA PENGANTAR

Segala puji hanya bagi Allah SWT pencipta semua makhluk-Nya yang mengetahui apa yang ada di langit dan di bumi yang nyata maupun yang tersembunyi, kami memuji, memohon pertolongan dan apapun serta perlindungan kepada-Nya dari segala bentuk kejahatan.

Shalawat serta salam selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW yang membawa umat dari zaman kegelapan menuju zaman yang terang benderang. Alhamdulillah berkat rahmat-Nya, penulisan skripsi ini telah dapat terselesaikan dengan baik. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak akan terselesaikan tanpa ada bantuan dan dorongan dari berbagai pihak yang dengan tulus ikhlas member bantuan, baik moril maupun materiil. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Bapak DR. H. Abd. Wahid Hasyim selaku Dekan Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Dra. Hj. Tati Hartimah, MA. sebagai Pembimbing Akademik jurusan Sejarah dan Peradaban Islam.

3. Bapak Drs. H. M. Ma’ruf Misbah, MA. selaku Ketua Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam beserta Bapak Usep Abdul Matin, S.Ag., MA., MA. selaku sekretaris jurusan Sejarah dan Peradaban Islam.

(7)

pengarahan, dan petunjuk-petunjuk berharga kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

5. Kepada segenap dosen yang telah memberikan ilmunya kepada penulis selama menjalani perkuliahan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Keluarga, terutama ayahanda dan ibunda tercinta yang telah mengasuh, membimbing dengan kelembutan dan kasih sayang. Terima kasih atas segala perhatian dan do’anya. Kepada saudara-saudaraku tersayang Rini, Irpan, dan Linda yang memberikan semangat dan motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

7. Kepada Abuya KH. Abd. Rahman Nawi selaku pimpinan umum pondok pesantren Al-Awwabin.

8. Kepada Ust. Drs. H. Fatchurrahman selaku Musyrif Tholabah, Ustz. Imrithy, S.Psi selaku Musyrifah Tholabaat, Ustz. Diana Rachman, S.Pd. selaku pembina asrama putri cabang Bedahan, seluruh pengelola dan karyawan pondok pesantren Al-Awwabin Depok dan Bedahan, dan semua yang telah membantu penulis dalam memberikan informasi yang dibutuhkan dalam penulisan skripsi ini.

Akhirnya penulis hanya dapat mengembalikan segalanya kepada Allah SWT, semoga mereka mendapat imbalan kebaikan berlipat ganda atas segala jasa dan bantuan serta pengorbanannya. Semoga laporan ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca umumnya. Amin.

(8)

DAFTAR ISI

ABSTRAK

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

B. Pembatasan dan Rumusan Masalah

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

D. Metodologi Penelitian

E. Sistematika Penulisan

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH KOTA DEPOK A. Profil Kota Depok

1.Letak Geografis

2.Profil Kota Depok

B. Kondisi Keagamaan

C. Kondisi Pendidikan

BAB III PONDOK PESANTREN AL-AWWABIN

A. Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren Al-Awwabin

(9)

2.Sarana dan Prasarana

3.Sistem Pendidikan

B. Tokoh Pendiri Pondok Pesantren Al-Awwabin

C. Tujuan Didirikannya Pondok Pesantren Al-Awwabin

D. Visi dan Misi Pondok Pesantren Al-Awwabin

BAB IV PERKEMBANGAN PONDOK PESANTREN AL-AWWABIN A. Bidang Pendidikan

B. Bidang Dakwah

1.Dakwah bil Lisan

2.Dakwah bil Qalam

3.Dakwah bil Hal

C. Bidang Sosial Keagamaan

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

B. Saran

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(10)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Perkataan “pondok” diambil dari bahasa Arab, yaitu funduk yang berarti pesanggerahan atau penginapan bagi orang yang bepergian.1 Sedangkan kata “pesantren” berasal dari kata santi, yang berawalan pe- dan akhiran –an yang berarti tempat tinggal para santri.2 Biasanya santri berarti siswa yang mempunyai dedikasi penuh di lembaga pesantren. Kata santri mempunyai arti sempit dan luas. Dalam arti sempit, santri berarti murid yang belajar dalam institusi agama yang disebut pondok atau pesantren, sedangkan dalam arti luas istilah santri merujuk pada anggota masyarakat Jawa yang memegang teguh ajaran-ajaran Islam seperti sholat, pergi jama’ah ke masjid, serta amal-amal lain yang menunjukkan kesholehan.3 Pesantren atau pondok adalah lembaga yang mewujudkan perkembangan system pendidikan nasional. Dari segi historis, pesantren tidak hanya mengandung makna keislaman, tetapi juga keaslian (indigerous) Indonesia, sebab lembaga yang serupa sudah terdapat pada masa kekuasaan Hindu-Budha, sedangkan Islam meneruskan dan mengislamkannya.4

KH. Didin Hafidudin mengatakan bahwa pesantren adalah salah satu badan iqomatuddien, yang memiliki 2 fungsi utama, yaitu fungsi kegiatan

1

Karel, A. Steenbrink, Pesantren, Madrasah , dan Sekolah Pendidikan Islam Dalam Kurun Modern , (Jakarta: Pustaka LP3ES, 1994) h. 22.

2

Zamahsyari Dhofier, Tradisi Pesantren (Jakarta: LP3ES, 1983), h.18.

3

Abdurrahman, Mas’ud , Intelektual Pesantren (Yogyakarta, LKIS, 2004), h. 2.

4

(11)

tafaquhu fiddien (pengajaran, pemahaman, dan pendalaman ajaran agama Islam) dan fungsi indzar (menyampaikan dan mendakwahkan ajaran Islam kepada masyarakat).5

Kehadiran pesantren di tengah masyarakat hanya sebagai lembaga pendidikan, tetapi juga sebagai lembaga dakwah. Pesantren memiliki integritas yang tinggi dengan masyrakat sekitarnya dan menjadikan rujukan moral bagi kehidupan umum. Masyarakat umum memandang pesantren sebagai komunitas khusus yang ideal terutama kehidupan moral keagamaan.6 Eksistensi pesantren sebagai suatu lembaga keagamaan telah cukup jelas karena motif, tujuan serta usahanya bersumber pada agama.

Penulis memilih pondok pesantren Al-Awwabin sebagai suatu pondok pesantren yang mulai terwujud sejak tahun 1962. Abuya KH. Abd. Rahman Nawi mengadakan pengajian tradisional membaca kitab-kitab kuning yang bersifat non-formal yang bertempat di ruang paviliun di rumahnya. Pengajian tersebut di ikuti banyak kalangan-kalangan orang tua, remaja, dan orang dewasa yang datang dari berbagai tempat. Pengajian ini mendapat dukungan dari kaum bapak atau ibu terutama warga Tebet dan sekitarnya, dan adapun kedudukan serta namanya adalah Pengajian diberi nama “As-Salafiah” (mengikuti orang-orang terdahulu yang baik-baik) yang kedudukannya di kampung Tebet sampai dengan sekarang.

Pengajian atau majlis ta’lim kian berkembang, hingga pada tahun 1976

Didin Hafidudin, Dakwah Aktual (Jakarta: Gema Insani Press, 1998), h. 120-122.

6

(12)

namanya perjuangan tidak lepas dari tantangan dan cobaan, karena majlis ta’lim yang beliau bina tersebut sebagian sedikit mengalami penyurutan.

Pada tahun 1976, Abuya KH. Abd. Rahman Nawi dengan rencana yang matang serta dengan niat yang ikhlas, juga dengan tekadnya yang bulat maka dibangunlah gedung pendidikan berkapasitas dua lantai. Yang dibangun di atas area tanah pribadinya yang seluas 300 m2, atas pemberian almarhum orang tua beliau yang berlokasi di Jl. Tebet Barat VI. Kemudian pada tahun 1979 resmi gedung tersebut dibuka oleh KH. Idham Khalid, dimana peresmian tersebut sekaligus mengganti nama “As-Salafiah” menjadi “Al-Awwabin”. Pada tahun 1982 dengan izin Allah, akhirnya Abuya mendirikan cabang Pondok Pesantren Al-Awwabin yang terletak di Jl. Raya Sawangan No. 21 Pancoran Mas, kota Depok.

Suatu keharusan, dunia di dalam pendidikan melakukan perubahan-perubahan dan penyesuaian dengan arus modern, sebab pendidikan itu sendiri tidak ubahnya sebagainya suatu “social thing” (ikhtiar social). Prolog tersebut terkupas secara panjang lebar di dalam teori-teori pendidikan modern, diantara tokoh yang tajam mendiagnosis masalah pendidikan adalah Emile Durkheim (1858-1917), ia menyatakan bahwa : “masyarakat secara keseluruhan beserta masing-masing lingkungan di dalamnya, merupakan penentu cita-cita dilaksanakan pendidikan”.

(13)

Langkah baru untuk perkembangan masa depan bangsa dan agama tersebut direfleksikan dalam bentuk jenjang pendidikan formal yang bernama Madrasah Mts atau MA Al-Awwabin. Pertimbangan-pertimbangan yang melatar belakangi antara lain sebagai berikut:

1. Kewajiban moril bagi segenap lapisan masyarakat untuk ikut memikul tanggung jawab masa depan bangsa, agama, dan negara.

2. Menselaraskan antara sumber daya manusia, sistem pendidikan dan perkembangan IPTEK.

Dan di samping pendidikan non-formal juga telah di buka pendidikan formal yaitu Madrasah Tsanawiyah dan Aliyah, dimana penerimaan murid telah sejak tahun 1979, yang pada saat itu tampak kemajuan yang begitu pesat, datang murid dari berbagai tempat baik yang menjadi santri maupun pulang pergi. Karena tempat yang begitu sempit, lahan yang begitu kecil, membuat Kyai terus berpikir untuk mengembangkan pendidikannya. Maka tepatnya pada tahun 1982 dengan izin Allah SWT, akhirnya beliau telah mendapatkan tempat yang persisnya di kota Depok Jl. Raya Sawangan No.21 Pancoran Mas Depok I, Jawa Barat.

Di tempat ini dibangun sebuah gedung yang berdaya tampung lebih besar dari pusatnya, mampu menampung lebih dari 1000 siswa, dan resmi dibuka pada tahun 1982 oleh Menteri Agama yaitu Bapak Munawir Shadzali. Pendidikan yang dibukanya adalah dalam bentuk pendidikan pesantren dan pendidikan formal yakni Ibtidaiyah, Tsanawiyah.

(14)

- Madrasah Ibtidaiyah

- Madrasah Tsanawiyah

- Madrasah Aliyah

b. Pendidikan pesantren

- Pengajian kitab kuning

- Kader da’i

- Majelis ta’lim

c. Pendidikan ekstrakurikuler

- Muhadharah

- Pramuka

- Komputer

(15)

Atas dasar uraian diatas, maka penulis merasa terdorong untuk melakukan suatu kajian tentang sejarah berdiri dan berkembangnya pondok pesantren Al-Awwabin. Disamping itu, sebagai suatu lembaga pendidikan dan dakwah Islam, pondok pesantren mempunyai peranan bagi ajaran agama Islam, khususnya pada masyarakat sekitar pondok pesantren.

B. PEMBATASAN DAN PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan penjelasan diatas, maka penulisan skripsi ini, penulis merasa perlu untuk memberikan batasan kajian dan merumuskan terlebih dahulu masalah yang akan dibahas oleh penulis agar arah tujuan dan sasaran yang hendak disampaikan akan lebih jelas dan terarah. Dengan demikian pembahasan masalah hanya difokuskan pada sejarah berdiri dan perkembangan Pondok Pesantren Al-Awwabin Kota Depok.

Penulis menyadari bahwa untuk melakukan kajian tentang Pondok Pesantren Al-Awwabin tidak akan dibahas secara keseluruhan, Sebab Pondok Pesantren Al-Awwabin merupakan satu yayasan pendidikan yang memiliki ruang lingkup yang luas untuk dibahas, antara lain: mengenai awal berdirinya, tujuan berdirinya, perkembangannya dalam bidang pendidikan, dakwah, dan sosial keagamaan dalam hal hubungan Pondok Pesantren Al-Awwabin dengan masyarakat setempat, juga faktor pendukung dan penghambat yang dialami Pondok Pesantren Al-Awwabin.

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka penulis merumuskan permasalahnnya sebagai berikut :

(16)

2. Siapa tokoh pendiri pondok pesantren Al-Awwabin?

3. Apa tujuan berdirinya pondok pesantren Al-Awwabin?

4. Visi dan misi dari pondok pesantren Al-Awwabin?

5. Bagaimana perkembangan pondok pesantren Al-Awwabin dan dalam bidang apa saja?

6. Metode pengajaran yang di terapkan pondok pesantren Al-Awwabin?

C. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pokok permasalahan yang telah penulis rumuskan, maka ada bebarapa tujuan yang ingin dicapai yaitu :

1. Untuk mengetahui bagaimana sejarah berdirinya Pondok Pesantren Al-Awwabin dan mengetahui yang melatarbelakanginya.

2. Untuk mengetahui siapa tokoh pendirinya.

3. Untuk mengetahui perkembangannya dan factor yang menjadi pendorong dan penghambat dalam perkembangannya tersebut.

2. Manfaat Penelitian

a. Manfaat akademis

(17)

penelitian yang hasilnya dapat dijadikan sebagai pelengkap referensi untuk studi-studi selanjutnya.

b. Manfaat praktis

Data yang didapat dari penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan manfaat dan menambah khazanah pengetahuan yang pada akhirnya menjadi dokumentasi mengenai pondok pesantren. Selain itu, untuk mendapatkan atau mencapai gelar sarjana Humaniora di Fakultas Adab dan Humaniora jurusan Sejarah dan Peradaban Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

D. METODOLOGI PENELITIAN

Pondok pesantren Al-Awwabin adalah lembaga pendidikan yang tentunya dalam mendirikan lembaga tersebut memiliki latar belakang atau sejarahnya tersendiri. Dengan demikian penulis akan melakukan penelitian mengenai sejarah berdirinya dan berkembangnya pondok pesantren Al-Awwabin Kota Depok.

Dalam mencari dan mengumpulkan data tersebut, pertama penulis akan menggunakan metode library research (data kepustakaan) yang mencari dan mengumpulkan dari sumber-sumber tertulis, baik berupa buku dan bahan lainnya yang berhubungan dengan masalah tersebut. Kedua, penulis menggunakan metode

deskriptif analitis yaitu kegiatan penelitian yang pencarian faktanya dengan mengembangkan teori yang ada serta melakukan pengamatan langsung di lapangan mengenai obyek yang akan diteliti dengan menggunakan langkah observasi langsung ke lapangan dan interview.

(18)

b. Penelitian lapangan yaitu penelitian dengan terjun langsung ke objek penelitian. Adapun penelitian tersebut menggunakan instrument pengumpulan data berupa pengamatan dan pencatatan yang sistematis terhadap gejala yang di teliti yaitu observasi dan wawancara yaitu pengumpulan data secara tertulis dengan mengajukan beberapa pertanyaan tertulis kepada pengasuh atau pengurus dan yang terlibat di dalam pondok pesantren Al-Awwabin

Kemudian, data-data yang diperoleh dari kedua sumber tersebut akan dianalisa melalui beberapa tahap:

1. Pertama penulis menggunakan metode deskriptif analitis, yaitu menganalisis hasil yang telah di dapat dari hasil penelitian di pondok pesantren Al-Awwabin Depok berupa data dan informasi sebenarnya mengenai kondisi yang ada, dengan cara menguraikan, menafsirkan, mencatat, dan menganalisa hasil data yang diperoleh.

2. Verifikasi, yaitu suatu kritik sejarah baik kritik intern maupun kritik ekstern untuk mendapatkan keabsahan sumber yang didapat.

(19)

4. Dan sebagai pedoman dalam teknik penulisan skripsi ini, penulis merujuk pada buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) CeQda Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2007.7

E. SISTEMATIKA PENULISAN

Untuk lebih mempermudah penulisan ini, penulis mengklasifikasikan permasalahan dalam 5 bab, dengan sistematika penulisan sebagai berikut :

Bab I pendahuluan yag membahas tentang latar belakang masalah, pembatasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II membahas tentang letak geografis wilayah kota Depok, kondisi pendidikan, dan kondisi keagamaan di wilayah kota Depok.

Bab III membahas tentang pondok pesantren Al-Awwabin yang meliputi sejarah berdirinya, tokoh pendirinya, tujuan, visi-misi pondok pesantren Al-Awwabin.

Bab IV membahas tentang perkembangan yang dialami pondok pesantren Al-Awwabin yang meliputi aktivitas-aktivitasnya dalam hal pendidikan, dakwah, sosial keagamaan, dan factor pendukung dan penghambat yang dialami pondok pesantren Al-Awwabin.

Bab V Penutup; meliputi kesimpulan dan saran.

7

Hamid Nasuhi, dkk., Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi)

(20)

BAB II

GAMBARAN UMUM WILAYAH KOTA DEPOK

A. Profil Kota Depok

1. Letak Geografis

Secara geografis Kota Depok terletak pada koordinat 6o 19’ 00” – 6o 28’ 00” Lintang Selatan dan 106o 43’ 00” – 106o 55’ 30” Bujur Timur. Secara geografis, Kota Depok berbatasan langsung dengan kota Jakarta atau berada

dalam lingkungan wilayah Jabodetabek. Bentang alam kota Depok dari selatan ke

utara merupakan daerah dataran rendah - perbukitan bergelombang lemah,

dengan elevasi antara 50 – 140 meter diatas permukaan laut dan kemiringan

lerengnya kurang dari 15%. Kota Depok sebagai wilayah termuda di Jawa Barat,

mempunyai luas wilayah sekitar 200,29 km2.

Kondisi geografisnya dialiri oleh sungai-sungai besar yaitu Sungai

Ciliwung dan Cisadane serta 13 sub Satuan Wilayah Aliran Sungai. Disamping itu

terdapat pula 25 situ. Data luas situ pada tahun 2005 sebesar 169,68 Ha, dengan

kualitas air rata-rat buruk karena tercemar. Kondisi topografi berupa dataran

rendah bergelombang dengan kemiringan lereng yang landai menyebabkan

masalah banjir di beberapa wilayah, terutama kawasan cekungan antara beberapa

sungai yang mengalir dari selatan menuju utara: kali Angke, sungai Ciliwung,

sungai Pesanggrahan dan kali Cikeas. 8

(21)

a. Kondisi Topografi

Kota Depok merupakan wilayah yang sangat strategis yang diapit oleh dua kota

besar yaitu Jakarta dan Bogor. Secara administrative kota Depok mempunyai

batas-batas sebagai berikut :

Utara : berbatasan dengan DKI Jakarta dan kecamatan Ciputat Tangerang

Selatan : berbatasan dengan kecamatan Bojong Gede dan Cibinong kabupaten

Bogor

Barat : berbatasan dengan kecamatan Gunung Sindur dan Parung kabupaten

Bogor

Timur : berbatasan dengan kecamatan Gunung Putrid an kecamatan Pondok

Gede kota Bekasi.

b. Kondisi Demografi

Sebagai Kota yang berbatasan langsung dengan ibukota negara, kota

Depok menghadapi berbagai permasalahan perkotaan, termasuk masalah

kependudukan. Sebagai daerah penyangga kota Jakarta, kota Depok mendapatkan

tekanan migrasi penduduk yang cukup tinggi sebagai akibat dari meningkatnya

jumlah kawasan permukiman, pendidikan, perdagangan dan jasa.

1). Jumlah Penduduk

Jumlah penduduk di Kota Depok tahun 2005 mencapai 1.374.522 jiwa,

terdiri atas laki-laki 696.329 jiwa (50,66%) dan perempuan 678.193 jiwa

(22)

merata.

Dalam kurun waktu 5 tahun (2000 – 2005) penduduk Kota Depok

mengalami peningkatan sebesar 447.993 jiwa. Pada tahun 1999 jumlah penduduk

masih dibawah 1 juta jiwa dan pada tahun 2005 telah mencapai 1.374.522 jiwa,

sehingga perkembangan rata-rata 4,23 % per tahun. Peningkatan tersebut

disebabkan tingginya angka migrasi setiap tahunnya. Pada tahun 2010

diperkirakan jumlah penduduk akan mencapai jumlah 1.610.000 jiwa dan

kepadatan penduduk mencapai 7.877 jiwa per km2. Adapun angka kelahiran penduduk dari tahun 1999 sampai 2004 senantiasa berfluktuasi, demikian juga

angka kematian berfluktuasi hampir mendekati pola angka kelahiran. Pada tahun

2004, angka kelahiran sebesar 3.713 jiwa dan angka kematian 1962 jiwa.

Meningkatnya jumlah penduduk kota Depok disebabkan tingginya migrasi

penduduk ke kota Depok sebagai akibat pesatnya pengembangan kota yang dapat

dilihat dari meningkatnya pengembangan kawasan perumahan. Angka kepergian

penduduk kota Depok tahun 2004 memperlihatkan pula pola yang berfluktuasi,

dimana jumlah penduduk yang datang 11,899 jiwa dan penduduk yang pergi

4.503 jiwa, atau rata-rata jumlah pendatang pertahun mencapai 7,396 jiwa.

Berdasarkan perkembangan tersebut diperkirakan jumlah penduduk yang datang

ke kota Depok pada waktu mendatang akan meningkat, seiring dengan semakin

banyaknya operasional kegiatan jasa dan niaga yang berkembang pesat.9

2). Iklim

Wilayah Depok termasuk dalam daerah beriklim tropis dengan perbedaan curah

hujan yang cukup kecil dan dipengaruhi oleh iklim musim. Secara umum musim

(23)

kemarau antara bulan April-September dan musim hujan antara bulan

Oktober-Maret.

a) Temperature : 24,30-330 celcius

b) Kelembaban rata-rata : 25 %

c) Penguapan rata-rata : 3,9 mm/tahun

d) Kecepatan angin rata-rata : 14,5 knot

e) Penyinaran matahari rata-rata : 49,8 %

f) Jumlah curah hujan : 2684 m/tahun

g) Jumlah hari hujan : 222 hari/tahun

2. Profil Kota Depok

Dalam buku jejak langkah Islam di Depok yang diterbitkan oleh MUI kota

Depok menyatakan bahwa Depok merupakan kata yang diambil dari bahasa Jawa

dan Sunda yang berarti duduk. Istilah Depok merupakan bentukan dari kata

padepokan yang berarti perguruan tempat santri di gembleng dalam ilmu agama

dan bela diri. Kata Depok (yang berarti duduk) terinspirasi oleh masyarakat, saat

itu yang menggambarkan pola belajar antara santri dan guru sama-sama duduk di

lantai. Pada awalnya Depok bukan nama sebuah kampong tetapi lebih memiliki

fungsi sebagai gambaran kegiatan yang paling menonjol dari masyarakat pada

wilayah tersebut. Depok resmi menjadi sebuah wilayah baru pada tahun 1982

dengan nama kota administrative kota Depok (Kotif) Depok.

Dalam ranah sejarah perkembangan agama Islam di Jawa Barat, Depok

pernah menjadi markas penggemblengan tentara Islam Banten dan Cirebon untuk

(24)

menjadi Pakuan, Bogor). Beberapa peninggalan alat-alat perang dari dua kerajaan

Islam tersebut tersimpan rapih secara tradisional di kecamatan Beji tepatnya di

sebuah area yang biasa di sebut sebagai sumur tujuh.10

B. Kondisi Keagamaan

Penduduk Depok merupakan penduduk yang mayoritas masyarakatnya baragama Islam, kehidupan beragama di tengah-tengah masyarakat sangat penting karena agama merupakan unsur mutlak dalam mencapai keadaan masyarakat yang aman dan nyaman serta damai dan tentram dalam membina masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Kehidupan beragama di Depok dapat dikatakan berjalan lancer dan baik sebagaimana mestinya. Hal ini di karenakan penduduk setempat mayoritas beragama Islam. Dalam menunjang pendidikan di bidang keagamaan telah di upayakan pembinaan-pembinaan berupa pengajian baik untuk anak-anak,remaja maupun orang dewasa yang diadakan musholla-musholla,masjid, ataupun majlis ta’lim yang diadakan setiap seminggu atau sebulan sekali.

Salah satunya pada masyarakat kelurahan Sawangan yang mayoritas beragama Islam,dengan demikian barharap hubungan antar umat beragama berjalan dengan baik sehingga tercipta suasana yang kondusif, terjalinnya hubungan yang harmonis antara ulama dan umaro. Untuk itu adanya kegiatan seperti di bawah ini yang dapat menjadi motivasi demi terlaksananya tujuan tersebut:

1. Dilaksanakannya pengajian-pengajian dilingkungan masing-masing yang diadakan setiap minggu dan bulanan.

(25)

2. Ikut serta di dalam kegiatan pelaksanaan musabaqah tilawatil qur’an baik tingkat kecamatan maupun tingkat kota Depok.

3. Mengadakan safari Ramadhan berupa tarawih keliling di bulan suci Ramadhan.

4. Serta mengadakan kegiatan bazaar atau pasar murah menjelang hari raya Idul Fitri.

Aspek sarana ibadah juga menunjukkan kondisi mayoritas pemeluk agama Islam. Dari segi sarana ibadah yang berdiri di lingkungan kelurahan Sawangan, semuanya sebanyak 30 buah merupakan bangunan sarana ibadah yang di peruntukkan untuk masyarakat muslim. Jumlah sarana ibadah itu meliputi 6 buah gedung masjid dan 24 gedung musholla.

C. Kondisi Pendidikan

(26)

pesantren adalah tertanamnya sifat kerjasama yang kuat, baik dalam bidang agama maupun sosial.11

Tradisi pesantren merupakan kerangka sistem pendidikan Islam tradisional di Jawa dan Madura, yang dalam perjalanan sejarahnya telah menjadi obyek penelitian para sarjana yang mempelajari Islam di Indonesia. Kebanyakan gambaran tentang kehidupan pesantren hanya menyentuh aspek kesederhanaan bangunan-bangunan dalam lingkungan pesantren, kesederhanaan cara hidup para santri, kepatuhan mutlak para santri kepada kyainya dan dalam beberapa hal pelajaran-pelajaran dasar mengenai kitab-kitab Islam klasik. Sebagai pusat-pusat pendidikan tingkat tinggi, pesantren juga mendidik guru madrasah, guru-guru lembaga pengajian, dan para khotib Jum’at. Keberhasilan pemimpin-pemimpin pesantren dalam menghasilkan sejumlah besar ulama yang berkualitas tinggi adalah karena metode pendidikan yang dikembangkan oleh para kyai.

Secara umum pondok pesantren mempunyai tujuan dan fungsi sebagi lembaga pendidikan dan penyiaran agama Islam, untuk membentuk manusia yang mempunyai kesadaran tinggi akan pentingya ajaran-ajaran agama Islam, untuk memajukan umat Islam sebagai umat yang berpengetahuan luas dan juga untuk melestarikan ajaran-ajaran agama Islam untuk diwariskan dan diajarkan serta disebarkan lagi oleh generasi berikutnya. Disamping itu pesantren juga sebagai lembaga yang berfungsi sebagai tempat berinteraksi dan bersosial.

Tujuan pendidikan tidak semata-mata untuk memperkaya pikiran murid dengan penjelasan-penjelasan, tetapi untuk meninggikan moral, melatih dan mempertinggi semangat, menghargai nilai-nilai spiritual dan kemanusiaan,

(27)

mengajarkan sikap dan tingkah laku yang jujur dan bermoral, dan menyiapkan para murid untuk hidup sederhana dan bersih hati. Diantara cita-cita pendidikan pesantren adalah latihan untuk dapat berdiri sendiri dan membina diri agar tidak menggantungkan sesuatu kepada orang lain kecuali kepada Tuhan.12

Menurut tradisi pesantren, pengetahuan seseorang diukur oleh jumlah buku-buku yang telah pernah dipelajarinya dan kepada ulama mana yang telah berguru. Dalam tradisi pesantren dikenal pula system pemberian ijazah tetapi bentuknya tidak seperti yang kita kenal dalam sistem modern, melainkan berbentuk pencantuman nama dalam suatu daftar rantai transmisi pengetahuan yang dikeluarkan oleh gurunya terhadap muridnya. Sistem individual dalam sistem pendidikan Islam tradisional disebut sistem Sorogan yang diberikan dalam pengajian kepada murid-murid yang telah menguasai pembacaan Al-Qur’an. Metode utama sistem pengajaran di lingkungan pesantren adalah sistem

Bandongan atau seringkali juga disebut sistem weton.13 Sistem sorogan merupakan bagian yang paling sulit dari keseluruhan sistem pendidikan Islam tradisional sebab sistem ini menuntut kesabaran, kerajinan, ketaatan dan disiplin pribadi dari murid.

Lima elemen dasar dari tradisi pesantren adalah pondok, masjid, santri, pengajaran kitab-kitab Islam klasik, dan kyai.14

Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren Studi tentang Pandangan Hidup Kyai (Jakarta: LP3ES, 1982), h. 16-21.

Sorogan merupakan sistem pengajian yang dilakukan oleh santri secara perorangan. Sistem ini memungkinkan seorang guru mengawasi, menilai dan membimbing secara maksimal kemampuan seorang santri,dalam sistem ini santri lebih berperan aktif. Sedangkan istilah Bandongan merupakan sistem pengajian yang dilakukan oleh santri secara bersama-sama. Biasanya di maksudkan untuk snatri tingkat menengah, tinggi, sistem ini yang berperan aktif adalah kyai.

(28)

1. Pondok

Sebuah pesantren pada dasarnya adalah sebuah asrama pendidikan Islam tradisional dimana para siswanya tinggal bersama dan belajar dibawah bimbingan seorang (atau lebih) guru yang lebih dikenal dengan sebutan kyai. Asrama untuk para siswa tersebut berada dalam lingkungan komplek pesantren dimana kyai bertempat tinggal yang juga menyediakan sebuah masjid untuk beribadah, ruang untuk belajar dan kegiatan-kegiatan keagamaan lainnya. Komplek pesantren ini biasanya dikelilingi dengan tembok untuk dapat mengawasi keluar dan masuknya para santri sesuai dengan peraturan yang berlaku.

2. Masjid

Masjid merupakan elemen yang tidak dapat dipisahkan dengan pesantren dan dianggap sebagai tempat yang paling tepat untuk mendidik para santri, terutama dalam praktek sholat lima waktu, khutbah dan sholat Jum’at, dan pengajaran kitab-kitab Islam klasik. Kedudukan masjid sebagai pusat pendidikan dalam tradisi pesantren merupakan manifestasi universalisme dari sistem pendidikan Islam tradisional.

Seorang kyai yang ingin mengembangkan sebuah pesantren, biasanya pertama-tama akan mendirikan masjid di dekat rumahya. Langkah ini biasanya di ambil atas perintah gurunya yang telah menilai bahwa ia akan sanggup memimpin sebuah pesantren.

(29)

Santri adalah orang yang menimba ilmu pengetahuan agama dalam lingkungan pondok pesantren baik yang menetap maupun yang pulang pergi. Menurut pengertian yang dipakai dalam lingkungan orang-orang pesantren, seorang alim hanya bisa disebut kyai bilamana memiliki pesantren dan santri yang tinggal dalam pesantren tersebut untuk mempelajari kitab-kitab Islam klasik. Oleh karena itu, santri merupakan elemen penting dalam suatu lembaga pesantren. 4. Pengajaran kitab-kitab Islam klasik

Pada masa lalu pengajaran kitab-kitab Islam klasik terutama karangan-karangan ulama yang menganut faham Syafi’iyah merupakan satu-satunya pengajaran formal yang diberikan dalam lingkungan pesantren. Tujuan utama dalam pengajaran ini adalah untuk mendidik calaon-calon ulama.

Sekarang, meskipun kebanyakan pesantren telah memasukkan pengajaran pengetahuan umum sebagai suatu bagian penting dalam pendidikan pesantren, namun pengajaran kitab-kitab Islam klasik tetap diberikan sebagai upaya untuk meneruskan tujuan utama pesantren mendidik calon-calon ulama, yang setia pada faham Islam tradisional. Keseluruhan kitab-kitab klasik yang di ajarkan di pesantren dapat di golongkan ke dalam 8 kelompok: 1. nahwu dan shorof; 2. Fiqh; 3. Ushl fiqh; 4. Hadits; 5. Tafsir; 6. Tauhid; 7. Tasawuf dan etika; 8. Cabang-cabang lain seperti tarikh dan balaghah.

5. Kyai

(30)

Menurut asal-usulnya, perkataan kyai dalam bahasa Jawa dipakai untuk tiga jenis gelar yang saling berbeda:

a. Sebagai gelar kehormatan bagi barang-barang yang di anggap keramat.

b. Gelar kehormatan untuk orang-orang tua pada umumnya.

c. Gelar yang diberikan oleh masyarakat kepada seorang ahli agama Islam yang memiliki atau menjadi pimpinan pesantren dan mengajar kitab-kitab Islam klasik kepada para santrinya.

Para kyai dengan kelebihan pengetahuannya dalam Islam, seringkali dilihat sebagai orang yang senantiasa dapat memahami keagungan Tuhan dan rahasia alam, sehingga dengan demikian mereka di anggap memiliki kedudukan yang tak terjangkau, terutama oleh kebanyakan orang awam. Dalam beberapa hal, mereka menunjukkan kekhususan mereka dalam bentuk-bentuk pakaian yang merupakan sebagai simbol kealiman seperti kopiah dan surban.

Sesuai visi dan misi kota Depok, yaitu menjadikan kota Depok sebagai kota pendidikan, meningkatkan kualitas pendidikan dengan memperbanyak fasilitas-fasilitas pendidikan adalah bagian dari program kerja kota Depok itu sendiri. Upaya pendidikan dilakukan secara terpadu dan bersama-sama dengan merata memperoleh kesempatan pendidikan,guna meningkatkan sumber daya manusia melalui pendidikan formal maupun non formal.

- Pendidikan formal antara lain: 1. Taman Kanak-Kanak (TK)

2. Sekolah Dasar (SD) / Madrasah Ibtidaiyah (MI)

(31)

4. Sekolah Menengah Atas (SMA) / Madrasah Aliyah (MA)

5. Kegiatan paket kelompok belajar (kejar A dan B)

- Pendidikan non formal antara lain: 1. Pondok pesantren.

(32)

BAB III

PONDOK PESANTREN AL-AWWABIN

Istilah pondok pesantren memiliki sebutan yang beragam. Di Minangkabau disebut surau, penyantren di Madura, rangkang di Aceh dan pondok di Jawa Barat.15 Pesantren adalah sebuah lembaga pendidikan tradisional Islam untuk memahami, menghayati, dan mengamalkan pentingnya moral agama Islam sebagai pedoman hidup. Penyelenggaraan pendidikan pesantren berbentuk asrama merupakan komunitas tersendiri dibawah pimpinan kyai atau ulama. Kyai ini dibantu oleh beberapa ulama lain atau para ustadz yang hidup di tengah-tengah para santri dengan masjid sebagai pusat kegiatan peribadatan keagamaan. Untuk menunjang kegiatan pesantren, biasanya juga terdapat gedung-gedung sekolah atau ruang belajar sebagai pusat kegiatan belajar mengajar dan terdapat pula pondok-pondok sebagai tempat tinggal para santri. Biasanya selama 24 jam mereka hidup bersama-sama secara kolektif antara kyai, ustadz, santri sebagai suatu keluarga besar.16

Dewasa ini, pesantren terbagi kedalam dua jenis, yaitu pesantren salaf (masih menggunakan sistem pendidikan sederhana atau tradisional) dan pesantren modern (sudah mengadopsi sistem pendidikan modern atau umum). Keberhasilan pesantren telah diakui sebagai sebuah lembaga pendidikan yang telah ikut serta mencerdaskan kehidupan bangsa. Terutama di zaman kolonial, pesantren merupakan lembaga pendidikan yang sangat berjasa bagi umat Islam. Tidak

15

Mulyanti Sumardi, Sejarah Singkat Pendidikan Islam di Indonesia 1945-1979 (Jakarta: Dharma Bakti, 1978), h.38.

Karel A.Steenbrink, Pesantren, Madrasah dan Sekolah Pendidikan Islam dalam Kurun Modern

(33)

sedikit pemimpin terutama dalam angkatan 1945 adalah alumni atau setidak-tidaknya pernah belajar di pesantren. Di bawah pengaruh Islam, sistem pendidikan ini diambil alih oleh umat Islam dengan mengganti nilai-nilai ajarannya dengan nilai ajaran agama Islam, yang intinya ajaran tauhid.17 Kehadiran pesantren ditengah-tengah masyarakat tidak hanya sebagai lembaga pendidikan, tetapi juga sebagai lembaga penyiaran agama dan lembaga sosial keagamaan.

A. Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren Al-Awwabin

Pondok pesantren Al-Awwabin terletak di dua kecamatan yang berbeda tetapi masih satu kota yaitu terletak di Jalan Raya Sawangan no.21 Kp.Sengon Kelurahan Pancoran Mas kota Depok yang diberi nama Al-Awwabin I dan sekitar 7 km terdapat pondok pesantren Al-Awwabin II yang terletak di Jalan Raya H.Sulaiman Desa Perigi Kelurahan Bedahan Kecamatan Sawangan kota Depok. Untuk pondok pesantren Al-Awwabin I luas tanah dan bangunan + 800 meter2 dan untuk pondok pesantren Al-Awwabin II luas tanah hampi 4 ha.

Pondok pesantren Al-Awwabin merupakan salah satu sarana pendidikan agama yang sudah cukup di kenal di kalangan masyarakat luas. Dan sampai saat ini pesantren yang dipimpin oleh Abuya KH.Abd.Rahman Nawi terus berupaya melebarkan sayapnya dengan membuka di berbagai tempat dimana tujuan pengembangan tersebut adalah untuk memelihara syi’ar Islam. Pondok pesantren Awwabin saat ini mempunyai hampir 600 santri. Bila di pondok pesantren Al-Awwabin I di peruntukkan bagi santri laki-laki dan perempuan, lain halnya

17

(34)

dengan pondok pesantren Al-Awwabin II yang hanya di peruntukkan untuk santri perempuan saja.

Berikut ini adalah sekilas sejarah terbentuknya pesantren Al-Awwabin pada tahun 1962. Abuya KH. Abd. Rahman Nawi mengadakan pengajian kitab-kitab kuning yang bersifat non-formal yang bertempat di ruang paviliun rumahnya. pengajian ini di beri nama Assalafiah dengan harapan para jama’ah dapat mengikuti jejak salafusshaleh (orang-orang terdahulu yang shaleh) dan pengajian ini berkedudukan di Kp.Tebet yang sekarang menjadi Tebet Barat VI H Jakarta Selatan. Pengajian tersebut diikuti oleh banyak kalangan, mulai dari orang tua, remaja, dan orang-orang dewasa yang datang dari berbagai tempat, diantaranya: Kebayoran Lama, Kebayoran Baru, Kebon Baru, Pengadegan, Bukit Duri, Kp.Melayu, Karang tengah, Bekasi, dan para pemuda setempat.18

Pengajian atau majlis ta’lim yang telah di buka kian terus berkembang hingga pada tahun 1976 Abuya telah mampu membuka cabang-cabangnya di berbagai tempat, baik itu di mushollah-mushollah ataupun di masjid-masjid yang mendapat dukungan dari kalangan masyarakat luas, ulama, dan umaro. Namun, yang namanya perjuangan tidak lepas dari tantangan dan cobaan, karena majlis ta’lim yang beliau bina tersebut mengalami pasang surut. Dan itu memang telah sunnatullah. Ada pepatah mengatakan “kalau tidak lemah bukan manusia, kalau tidak retak bukan gading”.

Dari pengajian itulah berkembang pemikiran untuk mendirikan pendidikan formal, guna menolong masyarakat dari belenggu kebodohan dalam bidang ilmu pengetahuan agama dan ilmu pengetahuan umum. Pada tahun 1976 Abuya KH.

18

(35)

Abd. Rahman Nawi mengajak jama’ah majlis ta’lim dan kenalan dekatnya untuk membangun sebuah bangunan gedung sekolah permanen dua tingkat di atas tanah milik pribadinya yang berlokasi di Jalan Tebet Barat VI H Jakarta Selatan dengan luas tanah seluas 300 m2 di tambah dengan kavling musholla yang merupakan wakaf dari almarhum orang tua beliau. 19

Akhirnya pada tahun 1979, tepatnya pada hari Minggu diresmikanlah bangunan itu oleh KH. Idham Khalid. Peresmian tersebut sekaligus dengan peresmian ganti nama dari Assalafiah menjadi Al-Awwabin. Kata Awwabin itu sendiri artinya adalah orang-orang yang kembali. Dan pada tahun itu pula mulailah penerimaan murid baru untuk tahun ajaran 1979/1980, kemudian dari tahun ke tahun pendidikan itu berjalan dengan pesat hingga sampai tahun 1982/1983. Mengingat banyaknya calon santri yang berminat mukim di pesantren Al-Awwabin Tebet, sedangkan kapasitas tempat yang ada tidak menampung dan lahan di sekitarnya telah padat di tempati rumah-rumah penduduk, dan tidak mungkin lagi memperluas lokasi di sekitar pesantren Al-Awwabin Tebet, maka dengan demikian terpaksa Abuya KH. Abd. Rahman Nawi mengambil kebijaksanaan untuk mencari lokasi yang tepat bagi pendidikan. Maka dengan izin Allah, Abuya sebagai pimpinan umum pondok pesantren Al-Awwabin mendapatkan lokasi yang tepat dan beliau membebaskan sebidang tanah yang terletak di Kp.Sengon Kelurahan Pancoran Mas Depok yang di jadikan cabang pondok pesantren Al-Awwabin I dengan luas tanah sekitar 4200m2 dengan harga Rp. 20.000/m2.20

19

Ikatan Alumni Pondok Pesantren Al-Awwabin, Ma’had Al-Awwabin (Depok: Pondok Pesantren Al-Awwabin,2005), h.13.

20

(36)

Abuya KH.Abd.Rahman Nawi sengaja mengambil tempat di daerah Depok mengingat di daerah ini masih kurang sekali lembaga pendidikan Islam apalagi pondok pesantren,sedangkan lembaga pendidikan Islam khususnya pondok pesantren sangat dibutuhkan sekali oleh kaum muslimin untuk memberantas kebodohan dan mempersiapkan generasi Islam yang memahami serta menggali hukum-hukum Islam dari kitab-kitab kuning.

Pada pertengahan tahun 1982/1983 di mulai peletakan batu pertama yang di saksikan oleh ribuan umat muslim yang terdiri dari para ulama, habaib, dan para pejabat pemerintahan setempat. Akhir tahun 1982 masuk tahun 1983 telah selesai bangunan lima local dan satu asrama, pada saat itu pula di resmikan oleh KH. DR. Idham Khalid dan pejabat pemerintah setempat serta dinyatakan kedudukan pondok pesantren Al-Awwabin cabang Depok. Pada tahun 1983/1984 mulai menerima murid baru untuk tingkat Madrasah Tsanawiyah (MTs), Madrasah Aliyah (MA), dan mukim (untuk para santri yang mukim).

Tahun demi tahun pondok pesantren Al-Awwabin semakin berkembang. Pada tahun 1987/1988 kembali membuka Madrasah Ibtidaiyah (MI) hingga sampai pada tahun ajaran 1991/1992 telah sampai pada kelas IV MI. Perkembangan Awwabin pun semakin pesat dari tahun ke tahun hingga saat ini tercatat lebih dari 5000 santri yang menimba ilmu di pondok pesantren Al-Awwabin. Asal-usul santri pondok pesantren berasal dari berbagai wilayah antara lain Jambi, Kalimantan, Padang, Cilincing, daerah Jakarta Selatan dan masyarakat sekitar pondok pesantren itu sendiri.21

21

(37)

Abuya KH. Abd. Rahman Nawi bercita-cita ingin mengembangkan pesantren dengan membuka pondok pesantren di berbagai tempat dengan tujuan memelihara syiar Islam. Perkembangan selanjutnya, Abuya mengembangkan dakwah beliau dengan mendirikan pondok pesantren yang masih satu kota/wilayah Depok, yaitu di Jalan H. Sulaiman no.12 Desa Perigi Kelurahan Bedahan Kecamatan Sawangan kota Depok. Awal sejarahnya bermula ketika beliau ingin mendirikan pondok pesantren Al-Awwabin cabang II di daerah Sasak Panjang Bojong Gede Bogor (5 km dari Bedahan), karena di Sasak Panjang sudah ada pondok pesantren yang didirikan oleh H. Jaini, akhirnya Abuya KH. Abd. Rahman Nawi mencari tempat yang lain dengan maksud melebarkan dakwah Islam. Setelah beliau mencari-cari lokasi, akhirnya beliau mendapatkan lahan untuk membangun pondoknya di Desa Perigi Kelurahan Bedahan Kecamatan Sawangan kota Depok. Beliau membebaskan tanah tersebut pada tahun 1989 seluas 1600 m2 dan kemudian berkembang sampai sekarang menjadi seluas 4ha.22

Pada tahun 1989 pesantren Al-Awwabin mulai membangun sekolah dan asrama. Untuk pembukaan tahun ajaran pertama pada tahun 1993 untuk tingkat Madrasah Tsanawiyah (MTs) dan Madrasah Aliyah (MA) juga mukim (bagi para santri yang mukim). Pondok pesantren Al-Awwabin II cabang Bedahan sementara ini di peruntukkan bagi santriwati saja. Sampai saat ini tercatat lebih dari 300 santri yang menimba ilmu di pondok pesantren baru ini. Dan bangunan pesantren ini akan terus di kembangkan. Dan harapan Abuya KH. Abd.Rahman Nawi adalah semoga pondok pesantren Al-Awwabin akan terus melebarkan sayapnya dengan membuka pondok pesantren di berbagai tempat dan wilayah dengan tujuan untuk

22

(38)

memelihara syiar Islam. Sejak saat itulah kegiatan kepesantrenan berjalan secara rutin. Adapun kegiatan rutin di pesantren tersebut bertujuan untuk membentuk pribadi santri yang memiliki kecakapan mental, spiritual dan intelektual.

Di samping itu juga kegiatan rutin tersebut membekali para santri dengan beberapa keterampilan baik dalam bidang teknologi, keorganisasian dan ketangkasan dalam menyampaikan gagasan di muka umum yang semuanya itu dibutuhkan kelak ketika terjun ke masyarakat. Dimana dengan harapan bagi santri di kemudian hari menjadi kader-kader dakwah di tengah-tengah masyarakat yang melanjutkan tongkat estafet perjuangan dan peran abuya dalam syiar Islam. Pondok pesantren Al-Awwabin merupakan pondok pesantren pertama di kota Depok untuk wilayah Pancoran Mas.

1. Struktur Organisasi

Struktur organisasi atau struktur kepengurusan di pondok pesantren Al-Awwabin adalah sebagai berikut:

1. Pimpinan umum : Abuya KH. Abd.Rahman Nawi

2. Wakil pimpinan umum : Ust.Drs. Ahmad Muchtar

3. Sekretaris : Ust. Hadi Nazir

4. Bendahara : Ustz. Zakiah

5. Pimpinan bidang pendidikan : Ust.Drs. Ahmad Muchtar

6. Pimpinan bidang pesantren : Ust.Drs.H. Fatchurrahman

(39)

8. Musyrifah Tholabaat : Ustz. Imrithy, S.Psi

Struktur organisasi dan pengurusan pondok pesantren Al-Awwabin dari dulu hingga sekarang tidak ada batas waktu penjabatan jadi tetap sama pemegang jabatannya.

2. Sarana dan Prasarana

Untuk mencapai tujuan pendidikan yang dicita-citakan, pondok pesantren Al-Awwabin menyediakan sarana dan prasarana sebagai berkut: 23

1. Gedung pertemuan

2. Lapangan olah raga

3. Laboratorium IPA/Fisika

4. Laboratorium komputer

5. Masjid

Kegiatan-kegiatan pondok pesantren Al-Awwabin antara lain : 1. Pendidikan formal (mengikuti SKB 3 menteri) :

a. Madrasah Ibtidaiyah

b. Madrasah Tsanawiyah

c. Madrasah Aliyah

d. Olah raga

e. Kesenian

23

(40)

2. Pendidikan pesantren :

a. Mukim khusus

b. Kader da’i

c. Majlis ta’lim

3. Pendidikan ekstrakurikuler :

a. Pramuka

b. Muhadhoroh

3. Sistem Pendidikan

Sistem pendidikan yang diterapkan pondok pesantren Al-Awwabin adalah sistem perpaduan dari pendidikan pesantren salaf dan modern. Sistem pendidikan salaf adalah yang menyangkut masalah-masalah ibadah dan pengkajian kitab-kitab klasik (kitab kuning), sementara sistem pendidikan modern terutama dalam hal kemampuan berbahasa asing yaitu bahasa Arab dan bahasa Inggris.

(41)

Dengan sistem pendidikan yang diterapkan, maka diharapkan para santri nantinya menjadi pribadi yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) dan berbagai keterampilan juga kemampuan berbahasa Arab dan Inggris secara aktif dengan disertai imtaq yang mulia dan berkepribadian tangguh dan mandiri.

B. Tokoh Pendiri Pondok Pesantren Al-Awwabin

Tokoh pendiri pondok pesantren Al-awwabin adalah abuya KH.Abd.Rahman Nawi. Beliau dilahirkan pada hari Jum’at bulan Safar tahun 1354 H/ 1933 M di Tebet Melayu Besar Jakarta Selatan yang sekarang lebih di kenal Jalan Tebet Barat VI H/3 Jakarta Selatan. Beliau merupakan anak ke 9 dari 10 bersaudara dari pasangan bapak H. Nawi bin Su’id (alm) dan ibu Aini binti Rudin (almh). jumlah saudara kandung Abuya yaitu Siti ‘Umroh (almh), Hayati (almh), Muhammad Zain (alm), Maimunah (almh), Kahfi, Roqiyah, Nurhayah, Hajja Najwa, KH. Abd.Rahman Nawi, ‘Arfah.24

KH. Abd.Rahman Nawi sejak kecil bercita-cita menjadi ahli mengaji atau ulama, juru dakwah dan pidato. Hal ini terbukti dengan kegiatan kecilnya setelah pulang berdagang bersama orangtua dan kakaknya, beliau langsung pergi mengaji dengan mengendarai sepeda. Beliau merupakan orang yang tekun dalam menuntut ilmu agama, hal ini terbukti dengan banyaknya kitab atau buku pelajaran.

Hal ini membuktikan konsistensi beliau dalam menuntut ilmu. Tidak seperti pemuda pada zamannya yang waktu muda rajin mengaji tetapi setelah menikah berhenti mengaji. Beliau tidak seperti itu, masih muda rajin mengaji

24

(42)

begitupun setelah beliau menikah harus tetap rajin mengaji. Oleh sebab itu, Abuya kurang menyukai orang yang berhenti mengaji setelah menikah.

Abuya tidak mengenyam pendidikan formal, beliau hanya mengenyam pendidikan non-formal kepada alim ulama dan para habaib. Setiap alim ulama baik yang ada di Jakarta dan sekitarnya (Jabodetabek) beliau datangi. Dari catatan yang di dapat bahwa guru-guru ada sekitar 30 guru. Untuk pelajaran Al-Qur’anul Karim saja beliau mempunyai 4 guru, diantaranya: guru Siman di Tebet, H.Moeh.Nasir, Ust.H.Syarkowi, dan Ust.H.Abd.Hasan Sa’id.

Kemudian untuk pengajian kitab guru beliau diantaranya: KH.Syarbini bin Murtaha Tebet Jakarta Selatan, KH.Mhd.M.Nasir bin Too, KH. Moh.Yunus bin H.Muhammad Bukit Duri Jakarta Selatan, Kh. Moh.Zain bin H.Said Kebon Kelapa Tebet, KH. Basri Hamdani Bukit Duri Jakarta Selatan, KH.Musannif Menteng Atas Jakarta Selatan, KH. Hasbiyallah Klender Jakarta Timur, KH.Moh.Romli Bukit Duri Jakarta Selatan, KH. Ahmad Junaidi Ismail Pedurenan Jakarta Selatan, KH.Mualim Cipete, KH.Kholid Pulogadung, KH.Abdullah Husain Kebon Baru Tebet Jakarta Selatan, Ust.Abdullah Arifin Pekojan, dan KH. Abdullah Syafi’i. Tidak hanya kyai saja, beliau pun belajar dengan para habaib di antaranya: Habib Abdurrahman Assegaf Bukit Duri, Habib Husin Al Hadad Kampung Melayu, Habib Syekh Almusawa Surabaya, Habib Ali Jamalail, Habib Ali bin Abdurrahman Al Habsyi Kwitang, Habib Abdullah bin Salim Al Attas Kebon Nanas, Habib Muhammad bin Abdurrahman Al Habsyi , Habib Ali bin Husin Al Attas Bungur.25

25

(43)

Tidak cuma kepada guru beliau yang ada di dalam negeri saja beliau belajar bahkan kepada guru dari luar pun beliau belajar. Abuya pernah belajar dengan KH. Husin Pattany Siam, Sayyid Muh.Almaliki Mekkah, Habib Salim As-Syatiri Mekah, As-Syekh Ismail Alyamani Mekkah.

Abuya KH.Abd.Rahman Nawi pernah mendapat ijazah dari Habib Muhammad bin Ali Maliki Mekkah, Habib Salim Assyatiri Mekkah Mukaromah, Habib Ali bin Achmad bin Tholib Pekalongan, Asyiich Isma’il Al-Yamani Mekkah, Asyiich Yasin bin Isa Al-Badani, KH.Abdullah Syafi’i.

Dari bekal Abuya belajar dengan para guru-gurunya, kini beliau kembali memberikan ilmunya kepada masyarakat luas yaitu menjadi pengajar tetap di lebih dari 20 majlis ta’lim di lima wilayah Jakarta dan Depok. Abuya termasuk sosok ulama sepuh, baik segi usia maupun keilmuan. Sekalipun usianya sudah mencapai kepala tujuh, beliau masih tetap aktif dalam memperjuangkan dakwah Islam. Peran Abuya dalam pengembangan dakwah di kota Depok perlu di perhitungkan dengan kehadiran beliau di kota Depok memberikan nuansa yang berbeda pada masyarakat khususnya masyarakat muslim di wilayah Depok. 1. Karya Abuya KH.Abd.Rahman Nawi

Pengalaman khusus Abuya sebagai penulis kitab/buku-buku (karya-karya):26 1. Tauhid dan Tasawuf dengan judul Sulaamul ‘Ibad

2. Fiqih, antara lain :

a. Tiga Kaifiat (sholat sunnah khusufi dll)

b. Tujuh Kaifiat (sholat sunnah awwabin, sunnah tasbih dll)

26

(44)

c. Manasik Haji

d. Pedoman Penyembelihan Qurban dan Aqiqah 3. Pramasastra Arab :

a. Ilmu Nahwu Melayu

b. Amtsilaittutashrifiyah (shorof) c. Pedoman Ziarah Kubur

2. Pengalaman Abuya KH.Abd.Rahaman Nawi dalam Bidang Dakwah Pengalaman Abuya dalam bidang dakwah dan khotib sebagai berikut :

1.1962-sekarang : mengasuh pesantren Al-Awwabin dan pendirinya yang sekarang pula mempunyai cabang di kotip Depok Jawa Barat.

2.1962-sekarang : guru di masjid-masjid dan musholla.

3. 1971-1978 : ketua koordinator majlis ta’lim pusat umat Islam di Atthohiriyah.

4. 1971 : utusan ke mu’tamar NU di Wonokromo Surabaya Jawa Timur.

5. 1976 : utusan Jakarta ke mu’tamar NU di Semarang.

6. 1980 : ketua panitia Maulid yang ke 25 di kediaman KH.DR. Idham Khalid di Jalan Diponogoro Jakarta Pusat.

7. 1982-sekarang : guru tetap ta’lim Angkasa Radio Asyafi’iyah Jakarta.

8. 1982 : dosen TKI Indonesia ke Saudi ‘Arabia pada PT. Dafco.

(45)

10. 1984-1988 : ketua umum IMTI ( Ikatan Majlis Ta’lim Kaum Bapak se- Kotip Depok Kab.Bogor Jawa Barat.

11. 1984-sekarang : khotib di masjid Baiturrohim Istana Negara Jakarta. 12.1989-sekarang : guru pengajian bulanan di PB NU Jakarta.

13.1989-sekarang : memberikan ceramah-ceramah di kantor-kantor kecamatan Jakarta Selatan.

14.1989-1990 : menjadi anggota majlis pembahasan masalah ithihadul mubaligh.

15.1990-sekarang : memberikan ceramah-ceramah di berbagai daerah se- Jabotabek.

Kewiraswastaan dan keterampilan Abuya, antara lain : 1. Berdagang di kaki lima sejak kecil.

2. Berdagang buah-buahan.

3. Berdagang bahan pokok.

4. Usaha jahit dan konveksi.

5. Usaha percetakan buku-buku kitab.

6. Jual beli bahan bangunan dan material.

7. Membangun dan menjual beli rumah dan bangunan.

8. Guru tetap 24 majlis ta’lim se-Jabotabek.

(46)

10.Pelindung dan penasehat penggarapan dana untuk pembangunan masjid di Jakarta dan masjid-masjid di kotip Depok (termasuk masjid Al Hasanah Kp.Sengon Pancoran Mas).

3. Figur Abuya KH.Abd.Rahman Nawi

Abuya merupakan sosok ulama kelahiran Betawi yang banyak dikenal warga masyarakat ibu kota dan sekitarnya. Abuya termasuk ulama sepuh baik segi usia maupun keilmuan. Abuya di kalangan masyarakat Depok adalah seorang yang ahli dalam membaca kitab klasik (kitab kuning), disamping itu beliau santun, gesit, berkharisma, dan selalu memperhatikan hal dalam berbusana. Selain itu, beliau merupakan ulama yang tidak menerima pamrih atas jerih payahnya dalam berdakwah.

Bagi masyarakat Depok yang tinggal di sekitar pondok pesantren, bahwa dengan hadirnya Abuya dan pondok pesantren Al-Awwabin yang dipimpinnya telah memberikan kontribusi yang besar terhadap kota Depok. Sebab pondok pesantren Al-Awwabin merupakan pondok pesantren pertama di wilayah Pancoran Mas, tentu saja dengan keberadaannya Abuya di Depok memberikan nuansa yang berbeda seperti dapat mengeluarkan atau meluluskan santri andalannya yang kebanyakan di kota Depok yang akhirnya para alumni berdakwah atau mengembangkan ilmu yang didapat dari Abuya maupun yang telah didapat dari pendidikan di pondok pesantren Al-Awwabin.

4. Metode Dakwah Abuya

(47)

1. Dakwah bil lisan

Dakwah bil lisan adalah penyampaian informasi atau pesan dakwah melalui lisan (ceramah atau komunikasi langsung antara subjek dan objek dakwah). Dakwah bil lisan yang dikembangkan Abuya antaralain:

a. Melalui kegiatan majlis ta’lim.

b. Melalui kegiatan tabligh-tabligh pada kegiatan hari besar Islam.

c. Melalui media audio.

2. Dakwah bil qolam

Dakwah bil qolam adalah dakwah dengan menggunakan media tulisan. Dakwah bil qolam merupakan bentuk dakwah yang telah dan pernah di praktekkan Rasulullah saw. Untuk dakwah bil qolam banyak juga dikembangkan Abuya di antara banyak karangan-karangan beliau seperti kitab, buku, dan tulisan-tulisan yang beliau karang di antaranya: kemudian mengarang buku Mutiara Ramadhan pada tahun 1972, kitab tauhid Sulamul Ibad pada tahun 1976, kitab fiqih mengenai tiga kaifiat (kaifiat sholat gerhana, sujud syukur, dan sujud tilawah) pada tahun 1983.

3. Dakwah bil hal

Dakwah bil hal pada hakikatnya adalah metode dakwah yang mengacu pada dakwah dalam bentuk tindakan nyata, keteladanan, bersifat pemecahan masalah tertentu dalam dimensi ruang dan waktu yang tertentu pula.27

27

(48)

Dakwah bil hal dikembangkan Abuya yaitu beliau mendirikan pondok pesantren dan madrasah. Adanya madrasah dan pesantren yang didirikannya telah memberikan kontribusi terhadap masyarakat Islam khususnya masyarakat di wilayah Depok. Tidak hanya itu, Abuya juga melakukan dakwah bil hal dengan cara memberikan santunan yatim piatu dan kaum dhuafa, juga para janda yang kurang mampu pada setiap tanggal 10 Muharam yang biasa disebut lebaran anak yatim.

Di antara dakwah bil hal beliau yang lain yaitu beliau juga memberi keringanan biaya pendidikan dan beasiswa bagi para santri dengan tujuan untuk membantu masyarakat yang kurang mampu agar tetap dapat melanjutkan pendidikan.

C. Tujuan Didirikannya Pondok Pesantren Al-Awwabin

Di daerah ini (Depok) masih kurang sekali lembaga pendidikan Islam apalagi pondok pesantren, sedangkan lembaga pendidikan Islam khususnya pondok pesantren sangat dibutuhkan sekali oleh kaum muslimin untuk memberantas kebodohan dan mempersiapkan generasi Islam yang memahami serta menggali hukum-hukum Islam dari kitab-kitab kuning. Hal ini sesuai isi makalah KH. Ali Yafie yang disampaikan pada seminar sehari pada tanggal 12 Juli 1992 di Jakarta yang diselenggarakan oleh pondok pesantren Al-Awwabin, yaitu:

(49)

memerlukan wawasan ilmu fiqih yang memungkinkan mereka menangkap makna kontekstual dari rumus-rumus tekstual yang sudah baku dari ilmu fiqih.

Oleh sebab itu, berdasarkan pandangan di atas maka tujuan dari didirikannya pondok pesantren Al-Awwabin antara lain: 28

1. Untuk mendidik murid agar memperoleh tambahan ilmu agama dan pengetahuan umum sebagai bekal memainkan perannya di dalam masyarakat.

2. Untuk mempersiapkan generasi Islam yang memahami serta menggali hukum-hukum Islam dari kitab-kitab kuning.

3. Mempersiapkan calon-calon fuqoha angkatan penerus dari para ulama.

Selain itu juga tujuan dari didirikannya pondok pesantren adalah untuk memperjuangkan atau mempertahankan syiar Islam yang dilakukan oleh KH. Abd.Rahman Nawi. Beliau bercita-cita ingin mengembangkan pondok pesantren dengan cara membuka atau mendirikan pondok pesantren di berbagai tempat yang pada akhirnya merupakan cabang dari pondok pesantren Al-Awwabin itu sendiri. Dimana falsafah pendidikan dari pondok pesantren Al-Awwabin adalah “Tanam padi rumput ikut, tanam rumput padi luput-tuntut akhirat dunia ikut, tuntut dunia akhirat luput”.

28

(50)

D. Visi dan Misi Pondok Pesantren

1. Visi Pondok Pesantren Al-Awwabin

Visi dari pondok pesantren Al-Awwabin adalah menjadi pondok pesantren progresif dan berkualitas dambaan umat pilihan masyarakat. Hal ini dikarenakan karena pondok pesantren Al-Awwabin merupakan pondok pesantren progresif dalam arti pondok pesantren yang berkelanjutan untuk memberikan pola pendidikan agama maupun umum yang berlandaskan imtaq (iman dan takwa). 2. Misi Pondok Pesantren Al-Awwabin

Suatu keharusan di dalam dunia pendidikan adalah melakukan perubahan-perubahan dan penyesuaian seirama dengan arus modern, sebab pendidikan itu sendiri tidak ubahnya sebagai “Social thing” (ikhtiar sosial).

Prolog di atas terkupas secara panjang lebar dalam teori-teori pendidikan modern, diantara tokoh yang tajam mendiagnosis masalah pendidikan adalah Emile Durkheim (1858-1917), ia menyatakan bahwa “Masyarakat secara keseluruhan beserta masing-masing lingkungan didalamnya merupakan penentu cita-cita dilaksanakan lembaga pendidikan”.

Dengan terujinya teori diatas bahwa pendidikan adalah sebagai suatu social thing atau the individual self and social self, maka dengan bijak para tokoh-tokoh pendidikan di lingkungan yayasan pondok pesantren Al-Awwabin, membuat langkah baru yang diharapkan cukup mengena dalam membuat metode pendidikan yang baik.

(51)

bernama Mts/MA Al-Awwabin. Pertimbangan-pertimbangan yang melatar belakangi antara lain: 29

a. Kewajiban moril bagi segenap lapisan masyarakat untuk ikut memikul tanggung jawab masa depan bangsa, negara, dan agama.

b. Menyelaraskan antara sumber daya manusia, sistem pendidikan, dan perkembangn IPTEK.

Sedangkan misi dari pondok pesantren Al-Awwabin itu sendiri antara lain: a. Pola pendidikan yang Islami.

b. Ikut memproses meningkatnya jumlah ragam spesialisasi ilmuan dan institut-institut social dan fungsional antara lain dalam penguasaan bahasa Arab, penguasaan metode dakwah, penguasaan ilmu-ilmu agama, penguasaan ilmu-ilmu sosial.

c. Menyiapkan generasi Islam yang berwawasan IPTEK berlandaskan IMTAQ dan membentuk generasi Islam yang aktif, kreatif, dan inovatif.

d. Menumbuh kembangkan semangat berprestasi baik dalam bidang akademis maupun non-akademis.

e. Menanamkan penghayatan keimanan dan ketaqwaan bagi para santri (peserta didik) sebagai sumber kearifan dalam bertindak.

29

(52)

BAB IV

PERKEMBANGAN PONDOK PESANTREN AL-AWWABIN

Membicarakan pesantren atau pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam sangat penting dan menarik. Pondok pesantren memerankan hal yang sangat berarti di masyarakat. Dalam hal ini peranan seorang kyai memang sangat berarti dan sangat dibutuhkan karena maju dan mundurnya atau berkembangnya suatu pondok pesantren itu tergantung dari sosok kyai, karena biasanya visi dan misi pesantren diserahkan pada proses improvisasi yang dipilih sendiri oleh seorang kyai bersama para pembantunya.30

Keberadaan pondok pesantren di tengah-tengah masyarakat tidak hanya sebagai lembaga penyiaran Islam tetapi juga sebagai lembaga pendidikan. Pembinaan yang dilakukan pesantren biasanya tidak hanya fokus pada santri di lingkungan pesantren, tetapi juga masyarakat sekitar melalui dakwah atau pengajian yang dilakukan oleh para kyai.

Pesantren merupakan suatu lembaga pendidikan yang tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat sekaligus memperpadukan tiga unsur pendidikan yang amat penting, yaitu ibadah untuk menanamkan iman, tabligh untuk menyebarkan ilmu, dan amal untuk mewujudkan kegiatan kemasyarakatan dalam kehidupan sehari-hari.31

(53)

demi sedikit melalui kurun waktu yang lama. Berkembangnya suatu pondok pesantren tidak selamanya berjalan dengan lancar dan maju dengan pesat melainkan mengalami pasang surut. Dalam hal ini sosok kyai sangat berperan atas pasang surutnya perkembangan dan kemajuan yang ada pada pondok pesantren. A. Bidang Pendidikan

Pendidikan merupakan pembangunan watak (character building) manusia. Untuk menghasilkan watak manusia yang baik, mental yang kuat dan jiwa yang kokoh, diperlukan dasar dan pondasi yang kuat dalam pembangunan watak tersebut. Al-Qur’an sebagai sumber utama ajaran Islam dan falsafah hidup umat Islam, didalamnya memuat totalitas prinsip yang berkaitan dengan kehidupan manusia termasuk masalah pendidikan.

Lembaga pendidikan pesantren di Indonesia memiliki sejarah yang panjang sama halnya dengan pendidikan nasional. Keduanya memiliki ciri khas sistem pendidikan dan metode pengajaran sendiri-sendiri. Pendidikan pesantren memulainya dengan metode sorogan, namun dalam perkembangan selanjutnya tampaklah pendidikan pesantren mulai mengikuti perkembangan zaman, yaitu dengan melakukan perubahan dalam sistem dan metode pendidikan di pesantren, sehingga berdirilah lembaga pendidikan madrasah di lingkungan pondok pesantren, yang menyatukan ilmu-ilmu agama dengan ilmu-ilmu umum.

(54)

dalam bidang pendidikan dan lambat laun telah berkembang menjadi pesantren yang terorganisasi dengan didirikannya sekolah (madrasah) di lingkungan pesantren, beserta majlis ta’lim. Namun, yang namanya perjuangan tidak lepas dari tantangan dan cobaan, karena majlis ta’lim yang beliau bina tersebut mengalami pasang surut. Ada pepatah mengatakan “kalau tidak lemah bukan manusia, kalau tidak retak bukan gading”.

Di pondok pesantren Al-Awwabin ada dua jenis pendidikan berupa pendidikan pesantren dan pendidika formal. Pendidikan pesantren meliputi kegiatan pesantren (pengajian kitab kuning, kader da’i / muhadhoroh, dan majlis ta’lim), sedangkan pendidikan formal mengikuti SKB 3 menteri yang meliputi Madrasah Ibtidaiyah, Madarasah Tsanawiyah, dan Madrasah Aliyah.

Pondok pesantren Al-Awwabin dalam pembangunan infrastruktur mengalami peningkatan sangat pesat. Hal ini bisa dilihat dari meningkatnya bangunan dari tahun ke tahun. Artinya peran pondok pesantren memberikan pengaruh yang cukup besar bila ditinjau dari jumlah infrastruktur lembaga pendidikan di kota Depok. Dan bila ditinjau dari output (alumni) pondok pesantren Al-Awwabin tiap tahunnya meningkat dengan pesat baik secara kuantitas yaitu dengan banyaknya alumni yang keluar tiap tahunnya, maupun secara kualitas yaitu banyak berdiri lembaga pendidikan baik formal maupun nonformal yang didirikan oleh para alumni pondok pesantren Al-Awwabin. Disamping itu banyak alumni yang berkiprahdi masyarakat dengan cara terlibat dalam organisasi keagamaan maupun instansi pemerintahan.

(55)

mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu yang di dapat dari pesantren, terbukti para alumninya menjadi orang-orang yang berguna di masyarakat. Sistem pendidikan di pondok pesantren Al-Awwabin menganut sistem pendidikan salaf, dimana yang menjadi kajian utama adalah nahwu dan shorof. Dijadikannya materi nahwu dan shorof sebagai kajian yang dimaksudkan untuk memberi pengetahuan kepada para santri tentang metode mengkaji kitab.

Kegiatan pendidikan di pesantren Al-Awwabin dapat diklasifikasikan menjadi tiga :

1. Pendidikan pesantren

Pada awalnya pendidikan kepesantrenan memakai sistem pendidikan salaf dengan menggunakan metode pengajaran yang dilaksanakan dengan sistem sorogan dan bandongan.32

Pondok pesantren Al-Awwabin dalam menggunakan kitab pelajarannya sama dengan pesantren yang lainnya yaitu menggunakan kitab-kitab klasik, dimana kebanyakan kitab klasik itu hasil karya dari ulama-ulama terdahulu dari berbagai disiplin ilmu, seperti: fiqih, ushul fiqih, tauhid, akhlak, nahwu, shorof, tafsir dan lain-lain. Pendidikan kepesantrenan dilaksanakan mulai setelah sholat shubuh berjamaah sampai malam hari dan diselingi waktu istirahat.

Adapun sistem pengajaran maupun penyampaian materi pelajaran adalah sebagai berikut: 1) mengulang dan mengulas kembali pelajaran yang lalu terlebih dahulu di setiap memulai pengajian atau pelajaran, 2) memberi arti pada setiap kata dibawah kalimat sehingga melalui cara ini diharapkan santri mengetahui tata bahasa Arab secara benar, 3) memberikan terjemahan bebas terhadap kalimat

32

Gambar

GAMBARAN UMUM WILAYAH KOTA DEPOK

Referensi

Dokumen terkait

Skripsi ini mengkaji tentang sejarah pondok pesantren yang berjudul Sejarah Dan Perkembangan Berdirinya Pondok Pesantren Metal Moeslim Al-Hidayah Di Desa Rejoso Lor

Hasil penelitian kualitas hafalan santri pondok pesantren Tah{fi>z{ Al Qur’an Shohihuddin adalah dilihat dari data wawancara, menge-tes santri dan alumni

Penelitian ini bertujuan untuk : (1) mendiskripsikan sejarah berdirinya Madrasah Aliyah Pondok Pesantren Wahid Hasyim, (2) mendiskripsikan perkembangan Madrasah Aliyah

Ibu Yuliana sebagai masyarakat sekitar yang biasa melihat kegiatan-kegiatan para santri di dalam pondok pesantren berpendapat tentang keberadaan pondok pesantren Al-Fatich

Dalam perkembangannya Pondok Pesantren Al-Mizan Muhammadiyah Lamongan dapat terlihat dari beberapa unit lembaga yang terdapat dalam yayasan, bertambahnya jumlah

Dari uji-t menggunakan analisis independent sample t-test dengan SPSS 24 for windows diketahui bahwa ada perbedaan antara mahasiswa alumni pondok pesantren dengan mahasiswa

karena memang letaknya yang dekat dengan pondok pesantren, yaitu.. dibelakang

Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren Hidayatullah Kota Bengkulu Pondok Pesantren Hidayatullah kota Bengkulu ini pada umumnya sama dengan lembaga pendidikan sebagaimana biasanya, hanya