PENENTUAN KONSENTRASI LARUTAN KAPUR DAN
TAWAS PADA PENGOLAHAN AIR DI PDAM TIRTANADI
IPA SUNGGAL
TUGAS AKHIR
OLEH:
MELYANA TAMBA NIM 102410006
PROGRAM STUDI DIPLOMA III
ANALIS FARMASI DAN MAKANAN
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas anugerah-Nya yang melimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir yang berjudul “Penentuan Konsentrasi Larutan Kapur dan Tawas pada Pengolahan Air di PDAM Tirtanadi Sunggal”. Tugas Akhir ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ahli Madya pada Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada orang tua yang telah membesarkan dan mendidik penulis, memberikan dukungan moril, materil dan spiritual selama ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada berbagai pihak, terutama kepada:
1. Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., sebagai Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
2. Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt., selaku Ketua Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan.
3. Drs. Saiful Bahri, M.S., Apt., selaku Dosen Pembimbing yang telah membimbing dan memberikan berbagai masukan berharga hingga selesainya Tugas Akhir ini.
5. Ir. Mawardi selaku Kepala Instalasi Pengolahan Air (IPA) Sunggal.
6. Bapak Iwan Setiawan selaku Pembimbing Praktek Kerja Lapangan di PDAM Tirtanadi IPA Sunggal yang telah membimbing dan memberikan banyak ilmu dan arahan pada saat Praktek Kerja Lapangan.
7. Ibu Cempaka dan Bapak Adi selaku analis di Laboratorium Pengendalian Mutu IPA Sunggal yang membimbing penulis selama melakukan Praktek Kerja Lapangan.
8. Karyawan dan karyawati PDAM Tirtanadi IPA Sunggal.
9. Dosen-dosen Fakultas Farmasi beserta stafnya yang telah banyak membimbing dan membantu penulis selama perkuliahan di Diploma III Analis Farmasi dan Makanan.
10.Teman-teman mahasiswa khususnya angkatan 2010 Diploma III Analis Farmasi dan Makanan yang telah membantu dan memotivasi penulis dalam penyelesaian Tugas Akhir ini.
Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan Tugas Akhir ini. Akhir kata penulis penulis berharap semoga Tugas Akhir ini bermanfaat.
Medan, Juni 2013 Penulis,
Determining the concentration of a solution of lime and alum in water processing in PDAM Tirtanadi IPA Sunggal
Abstract
Water processing is a process to produce drinking water which is eligible such that safe for consumption. Lime and alum are water processing chemicals. Lime can used to neutralizing pH (acidity) and alum can used to reduce the turbidity of the water. The purpose of this test is to determine the concentration of a solution of lime and alum used in processing water in PDAM Tirtanadi IPA Sunggal.
Concentration of a solution of lime is determined in a titration by using HCl 0.1 N and phenolphthalein indicator, where as concentration of alum uses jar test method.
The result shows that the concentration of a solution of lime which is found in cistern 1 and 2 on February 5, 2013 are 0.54 g/l and 1.23 g/l and on February 19, 2013 are 1.49 g/l and 1.29 g/l. The concentration of alum on February 5, 2013 and February 19, 2013 consecutive are 42.5 mg/l and 30 mg/l. The results obtained in this have been effective to produce turbidity and pH drinking water which is eligible PERMENKES Number 492 in 2010.
Penentuan Konsentrasi Larutan Kapur dan Tawas Pada Pengolahan Air di PDAM Tirtanadi IPA Sunggal
Abstrak
Pengolahan air merupakan suatu proses untuk menghasilkan air minum yang memenuhi peryaratan, sehingga aman untuk dikonsumsi. Kapur dan tawas adalah bahan kimia yang digunakan pada pengolahan air. Kapur digunakan untuk menetralkan pH dan tawas untuk mengurangi kekeruhan air. Tujuan pengujian ini adalah untuk menentukan konsentrasi larutan kapur dan tawas yang digunakan pada pengolahan air di PDAM Tirtanadi IPA Sunggal.
Penentuan konsentrasi larutan kapur ditentukan secara titrasi dengan menggunakan pentiter HCl 0,1 N dan indikator phenolphethalein, sedangkan konsentrasi tawas menggunakan metode jar test.
Hasil uji menunjukkan bahwa konsentrasi larutan kapur yang terdapat pada bak saturator 1 dan bak saturator 2 pada tanggal 5 Februari 2013 adalah 0,54 mg/l dan 1,23 mg/l dan pada tanggal 19 Februari 2013 adalah 1,50 mg/l dan 1,29 mg/l. Konsentrasi tawas pada tanggal 5 Februari 2013 dan 19 Februari 2013 berturut-turut adalah 42,5 mg/l dan 30 mg/l. Hasil yang diperoleh ini sudah efektif untuk menghasilkan kekeruhan dan pH air minum yang memenuhi persyaratan PERMENKES No. 492 tahun 2010.
2.3.2 Parameter Kimia ... 9
2.3.3 Parameter Mikrobiologi ... 10
2.4 Proses Penyediaan Air ... 10
2.4.1 Unit-Unit Pengolahan Air ... 11
2.5 Koagulasi ... 16
2.5.1 Tawas ... 17
2.6 Netralisasi pH ... 18
2.6.1 Kapur ... 18
BAB III METODE PENGUJIAN ... 20
3.1 Tempat ... 20
3.2 Alat dan Bahan ... 20
3.2.1 Alat ... 20
3.2.2 Bahan ... 20
3.3 Prosedur ... 20
3.3.1 Penentuan Konsentrasi Tawas ... 20
3.3.2 Penentuan Konsentrasi Larutan Kapur ... 23
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 24
4.1 Hasil ... 24
4.2 Pembahasan ... 26
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 28
5.1 Kesimpulan ... 28
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
492/Menkes/Per/IV/ 2010 Tanggal 19 April 2011 ... 30 Lampiran 2. Skala yang Terukur pada Baume meter ... 33 Lampiran 3. Tabel Korelasi Konsentrasi Tawas ... 33 Lampiran 4. Tabel Pemakaian Tawas untuk Proses Pengolahan Air
Determining the concentration of a solution of lime and alum in water processing in PDAM Tirtanadi IPA Sunggal
Abstract
Water processing is a process to produce drinking water which is eligible such that safe for consumption. Lime and alum are water processing chemicals. Lime can used to neutralizing pH (acidity) and alum can used to reduce the turbidity of the water. The purpose of this test is to determine the concentration of a solution of lime and alum used in processing water in PDAM Tirtanadi IPA Sunggal.
Concentration of a solution of lime is determined in a titration by using HCl 0.1 N and phenolphthalein indicator, where as concentration of alum uses jar test method.
The result shows that the concentration of a solution of lime which is found in cistern 1 and 2 on February 5, 2013 are 0.54 g/l and 1.23 g/l and on February 19, 2013 are 1.49 g/l and 1.29 g/l. The concentration of alum on February 5, 2013 and February 19, 2013 consecutive are 42.5 mg/l and 30 mg/l. The results obtained in this have been effective to produce turbidity and pH drinking water which is eligible PERMENKES Number 492 in 2010.
Penentuan Konsentrasi Larutan Kapur dan Tawas Pada Pengolahan Air di PDAM Tirtanadi IPA Sunggal
Abstrak
Pengolahan air merupakan suatu proses untuk menghasilkan air minum yang memenuhi peryaratan, sehingga aman untuk dikonsumsi. Kapur dan tawas adalah bahan kimia yang digunakan pada pengolahan air. Kapur digunakan untuk menetralkan pH dan tawas untuk mengurangi kekeruhan air. Tujuan pengujian ini adalah untuk menentukan konsentrasi larutan kapur dan tawas yang digunakan pada pengolahan air di PDAM Tirtanadi IPA Sunggal.
Penentuan konsentrasi larutan kapur ditentukan secara titrasi dengan menggunakan pentiter HCl 0,1 N dan indikator phenolphethalein, sedangkan konsentrasi tawas menggunakan metode jar test.
Hasil uji menunjukkan bahwa konsentrasi larutan kapur yang terdapat pada bak saturator 1 dan bak saturator 2 pada tanggal 5 Februari 2013 adalah 0,54 mg/l dan 1,23 mg/l dan pada tanggal 19 Februari 2013 adalah 1,50 mg/l dan 1,29 mg/l. Konsentrasi tawas pada tanggal 5 Februari 2013 dan 19 Februari 2013 berturut-turut adalah 42,5 mg/l dan 30 mg/l. Hasil yang diperoleh ini sudah efektif untuk menghasilkan kekeruhan dan pH air minum yang memenuhi persyaratan PERMENKES No. 492 tahun 2010.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Air merupakan senyawa kimia yang sangat penting bagi kehidupan mahluk hidup di bumi ini. Fungsi air bagi kehidupan tidak dapat digantikan oleh senyawa lain. Penggunaan air yang utama dan sangat vital bagi kehidupan adalah sebagai air minum. Hal ini terutama untuk mencukupi kebutuhan air di dalam tubuh manusia itu sendiri. Sekitar 55-60% berat badan badan orang dewasa terdiri dari air, dan untuk anak-anak sekitar 65%, dan untuk bayi sekitar 80%. Di dalam tubuh manusia, air diperlukan untuk melarutkan berbagai zat yang diperlukan tubuh, mempertahankan suhu tubuh dengan cara penguapan keringat, dan transportasi zat-zat makanan dalam tubuh semuanya dalam bentuk larutan dengan pelarut air (Mulia, 2006).
Mengingat pentingnya peran air, sangat diperlukan adanya sumber air yang dapat menyediakan air yang baik dari segi kuantitas dan kualitasnya. Peningkatan kualitas air minum dengan cara mengadakan pengelolaan terhadap air yang akan diperlukan sebagai bahan baku air minum mutlak diperlukan terutama apabila air tersebut berasal dari air permukaan (Pandia 2006).
PDAM Tirtanadi Instalasi Pengolahan Air (IPA) Sunggal melakukan pengolahan air yang air bakunya berasal dari sungai Belawan. Air sungai dapat mengandung bahan partikel yang tidak terlarut seperti pasir, lumpur, tanah, dan bahan kimia inorganik dan organik yang menjadi bentuk bahan tersuspensi di dalam air dan menyebabkan tingginya kekeruhan air. Salah satu langkah penting dalam pengolahan air adalah menghilangkan kekeruhan dari air baku dan mempertahankan agar pH air sesuai dengan standar mutu air minum. Kekeruhan dapat dihilangkan dengan penambahan bahan kimia sebagai koagulan. Fungsinya adalah untuk membantu proses pengendapan partikel koloidal yang tidak dapat mengendap secara alami (gravitasi) dengan mengikat partikel atau kotoran yang terkandung dalam air menjadi gumpalan yang berukuran lebih besar sehingga lebih cepat mengendap.
1.2 Tujuan dan Manfaat 1.2.1 Tujuan
Untuk menentukan konsentrasi larutan kapur dan tawas yang digunakan pada pengolahan air di PDAM Tirtanadi IPA Sunggal.
1.2.2 Manfaat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Air
Air merupakan kebutuhan utama bagi proses kehidupan dibumi ini. Tidak akan ada kehidupan seandainya di bumi ini tidak ada air. Air yang relatif bersih sangat didambakan oleh manusia baik untuk keperluan hidup sehari-hari, untuk keperluan industri, untuk keberhasilan sanitasi kota, maupun untuk keperluan pertanian dan lain sebagainya (Wardhana, 2001).
Fungsi air bagi kehidupan tidak dapat digantikan oleh senyawa lain. Penggunaan air yang sangat vital bagi kehidupan adalah sebagai air minum. Hal ini terutama untuk mencukupi kebutuhan air di dalam tubuh manusia itu sendiri. Sekitar 55-60% berat badan orang dewasa terdiri dari air, untuk anak-anak sekitar 65%, dan untuk bayi sekitar 80% (Mulia, 2005).
Ditinjau dari segi ilmu kesehatan masyarakat, penyediaan sumber air bersih harus dapat memenuhi kebutuhan masyarakat karena persediaan air bersih yang terbatas memudahkan timbulnya penyakit di masyarakat. Volume rata–rata kebutuhan air setiap individu per hari berkisar antara 150-200 liter atau 35-40 galon. Kebutuhan air tersebut bervariasi dan bergantung pada keadaan iklim, standar kehidupan, dan kebiasaan masyarakat (Chandra, 2007).
Tentu saja dengan semakin sulitnya tempat dan sumber air, semakin tinggi nilai pencemarannya, dan semakin tinggi biaya untuk pengolahan dan pemurnian air tersebut. Oleh karena itu, nilai air yang memenuhi syarat untuk kepentingan kehidupan ditentukan berdasarkan syarat fisik, kimia dan biologis dari WHO, APPHA (American Public Health Association) Amerika Serikat, atau Departemen Kesehatan R.I. (Suriawiria, 2005).
2.2 Sumber Air
Menurut Peraturan Pemerintah RI No. 82 tahun 2001, sumber air adalah wadah air yang terdapat di atas dan di bawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini akuifer, mata air, sungai, rawa, danau, situ, waduk dan muara. Secara umum air yang terdapat di alam yang dapat dikonsumsi oleh manusia bersumber dari:
- Air hujan (air atmosfir/air materiologik) - Air permukaan (sungai dan rawa/danau)
Dari ketiga sumber di atas, yang dapat langsung dikonsumsi oleh manusia adalah air hujan dan air tanah dengan kriteria tertentu. Sedangkan untuk air permukaan, yaitu air hujan yang telah terendap dipermukaan bumi selama beberapa lama tidak dapat dikonsumsi langsung karena rentan terhadap penyakit yang dapat disebarkan melalui air (water borne desease) dan dapat menyebabkan gangguan kesehatan, seperti penyakit perut sehingga perlu diolah terlebih dahulu sebelum dikonsumsi manusia (Joko, 2010).
2.2.1 Air Laut
Mempunyai rasa asin, karena mengandung garam. Kadar garam NaCl dalam air laut 3%. Dengan keadaan ini, maka air laut tidak memenuhi syarat untuk air minum (Sutrisno, 2004).
2.2.2 Air Hujan
2.2.3 Air Permukaan
Air permukaan adalah air hujan yang mengalir di permukaan bumi. Pada umumnya air permukaan ini akan mendapat pengotoran selama pengalirannya, misalnya oleh lumpur, pelapukan batang-batang kayu, daun-daun, pengotoran oleh industri kota dan sebagainya. Jenis dan jumlah pengotoran ini untuk masing-masing air permukaan akan berbeda-beda, tergantung pada daerah pengaliran air permukaan ini. Jenis pengotorannya adalah merupakan pencemaran fisik, kimia dan mikrobiologi. Air permukaan ada 2 macam yaitu:
a. Air Sungai
Dalam penggunaannya sebagai air minum, haruslah mengalami suatu pengolahan yang sempurna, mengingat bahwa air sungai pada umumnya mempunyai derajat pencemaran yang tinggi sekali. Debit yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan akan air minum pada umumnya dapat mencukupi (Sutrisno, 2004).
b. Air Rawa/Danau
Kebanyakan air rawa atau danau ini berwarna yang disebabkan oleh adanya zat-zat organis yang membusuk misalnya batang-batang kayu, daun yang larut dalam air yang menyebabkan warna kuning coklat (Pandia, 2006).
2.2.4 Air Tanah
di dalam perjalanannya ke bawah tanah, membuat air tanah menjadi lebih baik dan lebih murni dibandingkan air permukaan (Chandra, 2007).
2.3 Standar Mutu Air Minum
Air minum adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum. Standar mutu air minum yang berlaku di Indonesia dapat dilihat pada Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 492 tahun 2010. Penggunaan sumber air minum bagi Perusahaan Air Minum (PAM) di kota-kota besar masih menggantungkan dari sungai-sungai yang telah dicemari sehingga treatment yang sempurna sangat diperlukan secara mutlak. Sebaiknya bila akan menggunakan badan-badan air sebagai sumber air minum hendaknya memenuhi syarat-syarat kualitas air minum (Ryadi, 1984).
Persyaratan air minum dapat ditinjau dari parameter fisika, parameter kimia dan parameter mikrobiologi yang terdapat dalam air minum tersebut.
2.3.1 Parameter Fisika
keruh mengandung partikel padat tersuspensi yang dapat berupa zat-zat yang berbahaya bagi kesehatan (Mulia, 2005).
Suhu air sebaiknya sejuk atau tidak panas terutama agar tidak terjadi pelarutan zat kimia yang ada pada saluran/pipa yang dapat membahayakan kesehatan, menghambat reaksi-reaksi biokimia di dalam saluran/pipa, mikroorganisme patogen tidak mudah berkembang biak, dan bila diminum dapat melepaskan dahaga (Slamet, 2009).
2.3.2 Parameter Kimiawi
Parameter kimiawi dikelompokkan menjadi kimia anorganik dan kimia organik. Dalam standar air minum di Indonesia, zat kimia anorganik dapat berupa logam, zat reaktif, zat-zat berbahaya dan beracun serta derajat keasaman (pH). Sedangkan zat kimia organik dapat berupa insektisida dan herbisida, zat-zat berbahaya dan beracun. Air minum tidak boleh mengandung racun, zat-zat mineral atau zat-zat kimia tertentu dalam jumlah melampaui batas yang telah ditentukan (Mulia, 2005).
2.3.3 Parameter Mikrobiologi
Parameter mikrobiologi menggunakan bakteri Coliform sebagai organisme petunjuk (Indicator organism). Dalam laboratorium, istilah total coliform (koliform tinja) menunjukkan bakteri coliform dari tinja, tanah atau sumber alamiah lainnya. Penentuan parameter mikrobiologi dimaksudkan untuk mencegah adanya mikroba patogen di dalam air minum (Mulia, 2005).
2.4 Proses Penyediaan Air Minum
Dalam hal penyediaan air minum, selain kuantitasnya, kualitasnya pun harus memenuhi standar yang berlaku. Untuk itu perusahaan air minum selalu memeriksa kualitas airnya sebelum didistribusikan kepada pelanggan. Karena air baku belum tentu memenuhi standar, maka seringkali dilakukan pengolahan air untuk memenuhi standar air minum (Slamet, 2009).
Menurut Kusnaedi (2002), pengolahan air minum merupakan upaya untuk mendapatkan air yang bersih dan sehat sesuai dengan standar mutu air. Pada dasarnya, pengolahan air minum dapat diawali dengan penjernihan air, pengurangan kadar bahan-bahan kimia terlarut dalam air sampai batas yang dianjurkan, penghilangan mikroba patogen, memperbaiki derajat keasaman (pH) serta memisahkan gas-gas telarut yang dapat mengganggu estetika dan kesehatan.
dilarutkan dalam air sebelum dimasukkan ke dalam tangki pengendapan. Pengilangan mikroba patogen dapat dilakukan dengan menggunakan desinfektan. Desinfektan yang umum dipakai adalah kaporit dan ozon. Penghilangan gas-gas terlarut yang mengganggu (misalnya H2S dan CO3) dilakukan dengan proses
aerasi (Mulia, 2005).
2.4.1 Unit-Unit Pengolahan Air
Proses pengolahan air di Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) IPA Sunggal memerlukan unit-unit pengolahan. Unit-unit serta proses pengolahan air yang terdapat di IPA Sunggal adalah sebagai berikut:
1. Bendungan
Sumber air baku adalah air permukaan dari sungai Belawan yang berhulu di Kecamatan Pancur Batu dan melintasi Kecamatan Sunggal. Untuk menampung air tersebut dibuatlah bendungan dengan panjang 25 m (sesuai dengan lebar sungai) dan tinggi ± 4 m. Pada sisi kanan bendungan, dibuat sekat (channel) berupa saluran penyadap yang lebarnya 2 m dilengkapi dengan pintu pengatur ketinggian air masuk ke intake. Bendungan dibuat dengan sistem melintang.
2. Intake (Pemasukan Air Baku)
3. Raw Water Tank (RWT)
Raw water tank atau bak air baku merupakan bangunan yang dibangun setelah intake yang terdiri dari dua unit (empat sel). Raw water tank berfungsi sebagai tempat pengendapan partikel-partikel kasar dan lumpur yang terbawa dari sungai dengan sistem sedimentasi (pengendapan alamiah). Di IPA Sunggal volume air baku pada dua RWT memiliki ± 14.000 m3. Waktu pengendapan (detention time) untuk air baku yang akan diolah di RWT IPA Sunggal kurang dari 15 menit agar menghasilkan air baku dengan turbidity (kekeruhan) rendah. Tiap sel dalam raw water tank dibersihkan sekali dalam empat bulan, dan dilakukan secara bergilir setiap bulannya. Hal ini dilakukan agar proses pengolahan air terus berjalan, karena pada saat melakukan pembersihan, sel Raw Water Tank ditutup, sehingga air baku dari intake tidak dapat masuk.
Di Raw Water Tank ini terjadi penginjeksian klorin yang disebut prechlorination. Prechlorination berfungsi mengoksidasi zat-zat organik, anorganik dan mengendalikan pertumbuhan lumut (alga) dan membunuh spora dari lumut, jamur dan juga menghilangkan polutan-polutan lainnya. Dosis klorin yang diberikan adalan 2-3 g/m3 air, tergantung pada turbidity air.
4. Raw Water Pump (RWP)
5. Clearator (Clarifier)
Bangunan clearator terdiri dari lima unit dengan kapasitas masing-masing 400 l/detik. Clearator berfungsi sebagai tempat pemisahan antara flok yang bersifat sedimen dengan air bersih sebagai effluent (hasil olahan). Hasil clearator dilengkapi dengan agitator sebagai pengaduk lambat dan selanjutnya dialirkan ke filter. Endapan flok-flok tersebut kemudian dibuang sesuai dengan tingkat ketebalannya secara otomatis.
Clearator ini terbuat dari beton berbentuk bulat dengan lantai kerucut yang dilengkapi sekat-sekat pemisah untuk setiap proses yang terjadi di clearator. Proses yang terdapat pada clearator adalah Primary Reaction Zone, Secondary Reaction Zone, Return Reaction Zone, Clarification Reaction Zone dan Concentrator
kembali dengan butiran flok lainnya (ikatan kohesi) dengan bantuan turbulensi dan bantuan gerakan blade agitator tersebut.
Pada return reaction zone, flok-flok yang terbentuk akan semakin besar (sludge) dan pengaruh gaya gravitasi akan mengendap pada dasar clarifier. Sludge yang mengendap akan dibuang ke lagoon secara automatic dan manual. Pada clarification reaction zone terjadi pemisahan sludge dengan air bersih. Air bersih akan terpisah ke atas menjadi kumpulan atau concentrator zone.
6. Filter
Filter merupakan tempat berlangsungnya proses filtrasi, yaitu proses penyaringan flok-flok sangat kecil dan sangat ringan yang tidak tertahan (lolos) dari clearator. Filter yang dipakai di IPA Sunggal adalah sistem penyaringan permukaan (surface filter). Filter tersebut berjumlah 32 unit yang prosesnya berlangsung secara paralel, menggunakan jenis saringan cepat (rapid sand filter) berupa pasir silika dengan menggunakan motor AC nominal daya 0,75 KW.
7. Reservoir
Reservoir merupakan bangunan beton dibawah tanah berdimensi 50 m x 40 m x 4 m yang berfungsi untuk menampung air minum (air olahan) setelah melewati media filter. IPA Sunggal mempunyai dua buah reservoir (R1 dan R2) dengan kapasitas total 12.000 m3. Reservoir berfungsi untuk menampung air bersih yang telah disaring melalui filter dan juga berfungsi sebagai tempat penyaluran air ke pelanggan. Air yang mengalir dari filter ke reservoir dibubuhi klor (post chlorination) dan penambahan larutan kapur jenuh. Kapur disalurkan dari saturator. Saturator adalah sebuah tabung besar yang merupakan terminal larutan kapur untuk diinjeksikan ke air hasil olahan. Di PDAM Tirtanadi terdapat dua saturator yang dialirkan ke masing-masing reservoir 1 dan reservoir 2.
8. Finish Water Pump (FWP)
Finish water pump (FWP) IPA Sunggal berjumlah 14 unit yang berfungsi untuk mendistribusikan air bersih dari reservoir instalasi ke reservoir-reservoir distribusi cabang melalui pipa-pipa transmisi dengan kapasitas 150 liter/detik. Air hasil olahan tersebut dapat didistribusikan bila air memenuhi syarat kualitas air. Untuk memastikan kualitas air, perlu dilakukan pengendalian mutu. Pengendalian mutu mutlak diperlukan agar kualitas air bersih dapat dijamin sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 492/MENKES/PER/IV/2010.
9. Lagoon
sel. Sel pertama adalah sebagai tempat lumpur. Jika sel telah penuh, lumpur akan disedot ke atas dan digunakan untuk menimbuh tanah sekitar lagoon. Air dari sel pertama ini akan dialirkan ke sel berikutnya yang difiltrasi dengan batu-batuan yang tersusun. Air dari sel kedua ini difiltrasi lagi ke sel ketiga. Dari sel ketiga, air lagoon tersebut akan dialirkan kembali ke intake. Air hasil buangan pengolahan maupun air setelah dilakukan pembersihan pada tiap-tiap unit produksi, dibuang ke lagoon untuk diproses lagi menjadi air bersih. Sehingga tidak ada air yang dibuang kembali ke badan air apabila sudah memasuki intake (Katalog PDAM Tirtanadi IPA Sunggal, 2011).
2.5 Koagulasi
Proses koagulasi yang diiringi dengan proses flokulasi merupakan salah satu proses pengolahan air yang sudah lama digunakan untuk mengatasi kekeruhan air. Definisi koagulasi dapat disimpulkan menjadi 3 yaitu:
1. Proses untuk menggabungkan partikel kecil menjadi agregat yang lebih besar.
2. Proses penambahan bahan kimia ke dalam air.
3. Proses untuk menggabungkan partikel koloid dan partikel kecil menjadi agregat yang lebih besar dan dapat mengadsorb material organik terlarut ke permukaan agregat sehingga dapat mengendap.
Flokulasi dilakukan beriringan setelah proses koagulasi dengan melakukan pengadukan cepat yang kemudian dilanjutkan dengan pengadukan lambat selama 20 hingga 30 menit. Hal ini menyebabkan bertumbukannya kumpulan-kumpulan partikel kecil yang akan membentuk partikel-partikel yang lebih besar. Berhubung dengan ukuran dan kerapatannya, partikel ini dapat mengendap dengan sendirinya oleh gaya gravitasi (Linsley, 1986).
Koagulan adalah bahan kimia yang ditambahkan untuk membantu proses koagulasi. Bahan koagulan yang dapat digunakan antara lain tawas, FeSO4,
Fe(SO4)3, FeCl2, FeCl3 (Pitojo, 2002).
2.5.1 Tawas atau Aluminium Sulfat
Tawas (alum) adalah sejenis koagulan dengan rumus kimia Al2(SO4)3.18H2O. Tawas merupakan koagulan yang banyak digunakan, karena
efektif untuk menurunkan kadar karbonat, bahan ini paling ekonomis, mudah diperoleh di pasaran serta mudah penyimpanannya. Bahan ini dapat berfungsi efektif pada pH 4-8. Jumlah pemakaian tawas tergantung kekeruhan (turbidity) air baku. Semakin tinggi kekeruhan air baku, semakin besar jumlah tawas yang dibutuhkan. Semakin banyak tawas yang ditambahkan maka pH akan semakin turun, karena dihasilkan asam sulfat sehingga air yang diolah menjadi asam. Oleh karena itu perlu dicari dosis tawas yang efektif. Reaksi alum dalam air adalah: Al2(SO4)3 + 6H2O →2Al(OH)3 + 3H2SO4 (Nainggolan, 2011).
percobaan dilakukan secara tepat, informasi yang berguna akan diperoleh untuk membantu operator instalasi dalam mengoptimalisasi proses-proses koagulasi, flokulasi dan penjernihan (Directorate of Water Supply, 1984).
2.6 Netralisasi pH
Kontrol pH merupakan aspek penting dalam proses pengolahan air. Air dengan pH rendah atau alkalinitas rendah memerlukan penambahan soda api atau kapur untuk menaikkan harga pH dan menurunkan sifat keasaman (Joko, 2 010). Menurut PERMENKES No. 492 tahun 2010, pH untuk air minum berada pada kisaran 6,5-8,5. Kontak antara badan dan perairan pada pH 6,5-8,5 dianggap aman. Pengaruh yang menyangkut aspek kesehatan dari penyimpangan standar kualitas air minum dalam hal ini pH yakni bahwa pH yang lebih kecil dari 6,5 dan lebih besar dari 9,2 akan dapat mengakibatkan pipa air yang terbuat dari logam mengalami korosi sehingga pada akhirnya air tersebut menjadi racun bagi tubuh manusia (Sutrisno, 2004).
2.6.1 Kapur
Kapur merupakan bahan yang paling banyak digunakan dalam penetralan pH air. Kebanyakan tersedia di pasaran dalam bentuk Ca(OH)2, biasanya tersedia
BAB III
METODE PENGUJIAN
3.1 Tempat
Penentuan konsentrasi larutan kapur dan tawas dilakukan di laboratorium pengendalian mutu PDAM Tirtanadi Instalasi Pengolahan Air (IPA) Sunggal.
3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat-Alat
Alat-alat yang digunakan adalah baume meter, beaker glass 1000 ml, buret, erlenmeyer, jar test, kerucut imhoff 1000 ml, komparatorpH, kuvet, labu ukur 100 ml, pipet volume 10 ml, turbidimeter.
3.2.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan adalah sampel (air baku PDAM Tirtanadi Sunggal, larutan kapur), akuades, indikator bromtimol biru, phenolphthalein, larutan HCl 0,1 N, dan larutan tawas.
3.3 Prosedur Kerja
3.3.1 Penentuan Konsentrasi Tawas
a) Pemeriksaan Konsentrasi Larutan Tawas Pada Bak Tawas
- Hasil yang terbaca pada baume meter disesuaikan dengan tabel korelasi larutan tawas (lampiran 3).
- Dicatat hasil yang diperoleh untuk digunakan pada proses penentuan konsentrasi optimum tawas (jar test).
b) Pemeriksaan Kekeruhan Air Baku
- Dihidupkan alat turbidimeter dengan menekan switch on di belakang alat, layar akan menunjukan angka 2100, lalu angka 0,0045
- Diisi kuvet dengan air baku sampai tanda batas. - Dibersihkan kuvet dengan tissue sampai kering.
- Diletakkan kuvet ke dalam tempat dudukan kuvet, kemudian ditutup. - Dicatat hasil analisa pada saat angka menunjukkan nilai konstan. c) Pemeriksaan pH Air Baku
- Diisi kuvet dengan sampel air baku sampai tanda batas (± 10 ml). - Ditambahkan 3-5 tetes indikator bromtimol biru, dikocok sampai
homogen.
- Dimasukkan kuvet sampel di sebelah kanan tempat kuvet komparator - Dibandingkan warna sampel dengan standard pada komparator
dengan memutar slide disk pH dan dicatat nilai pH yang sesuai. d) Jar Test (Penentuan Konsentrasi Optimum Tawas)
1. Dipipet larutan tawas sesuai dengan perhitungan: V 1 x N 1 = V 2 x N 2
V1 = Volume larutan sebelum diencerkan
N1 = Konsentrasi larutan sebelum diencerkan
V2 = Volume larutan setelah diencerkan
N2 = Konsentrasi larutan setelah diencerkan
(Perhitungan dapat dilihat pada lampiran 5).
2. Dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml dan ditambahkan akuades sampai tanda batas, dikocok sampai homogen.
- Diisi masing-masing beaker glass dengan 1000 ml sampel air baku. - Diturunkan agitator jar test, diaktifkan alat dan diatur putaran pada 140
rpm untuk putaran cepat selama 5 menit.
- Diinjeksikan masing-masing beaker glass dengan variasi konsentrasi tawas yang berbeda berdasarkan tingkat kekeruhan air baku (lampiran 4). Berdasarkan perhitungan:
ml tawas =mg/L larutan tawas yang diinginkan x volume sampel 10.000 mg/L
(Contoh perhitungan dapat dilihat pada lampiran 5).
- Diatur putaran pada posisi 30 rpm untuk putaran lambat selama 10 menit. - Dimatikan alat, diangkat agitator, diamkan selama 20 menit untuk proses
pengendapan.
3.3.2 Penentuan Konsentrasi Larutan Kapur
- Dimasukkan 20 ml larutan kapur dalam erlenmeyer - Ditambahkan 3 tetes phenolphethalein ke dalam sampel
- Dititrasi dengan larutan HCL 0,1 N hingga larutan berubah warna dari merah muda menjadi tidak berwarna.
- Dihitung konsentrasi berdasarkan perhitungan: Perhitungan:
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Hasil Pemeriksaan Konsentrasi Tawas a. Tanggal Pemeriksaan : 05 Februari 2013
Pukul : 08.00 WIB
Konsentrasi larutan tawas yang digunakan untuk sampel air baku yang mempunyai pH 6,9 dan kekeruhan 255 NTU dapat dilihat pada Tabel 1 berikut: Tabel 1. Data Jar Test Tanggal 5 Februari 2013
Sampel Item Intake I
Sampel Kuantitas (ml) 1000 1000 1000 1000 1000 1000
Tawas (mg/L) 37,5 40,0 42,5 45,0 47,5 50,0 Konsentrasi Tawas 7,30% Bak Tawas No. 2
pH 6,3 6,3 6,0 6,0 6,0 6,0
Turbidity (NTU) 4,46 3,95 3,64 3,78 4,52 6,44 Konsentrasi Optimum Tawas 42,5 mg/L
b. Tanggal Pemeriksaan : 19 Februari 2013
Pukul : 08.00 WIB
Tabel 2. Data Jar Test Tanggal 19 Februari 2013
Sampel Item Intake I
Sampel Kuantitas (ml) 1000 1000 1000 1000 1000 1000
Tawas (mg/L) 25,0 27,5 30,0 32,5 35,0 37,5
Konsentrasi Tawas 10,30% Bak Tawas No. 3
pH 6,8 6,7 6,7 6,6 6,6 6,6
Turbidity (NTU) 3,48 1,38 1,21 1,24 1,41 1,53 Konsentrasi Optimum Tawas 30,0 mg/L
4.1.2 Hasil Pemeriksaan Konsentrasi Larutan Kapur
Konsentrasi larutan kapur pada pemeriksaan tanggal 5 Februari 2013 dan 19 Februari 2013 pukul 08.00 wib dapat dilihat pada Tabel 3 berikut:
Tabel 3. Data Hasil Analisis Konsentrasi Larutan Kapur Pada Bak Saturator
Tanggal Larutan kapur
Saturator 1 Saturator II
Konsentrasi (g/l) Konsentrasi (g/l)
05-02-2013 0,54 1,23
4.2 Pembahasan
4.2.1 Pembahasan Pemeriksaan Konsentrasi Tawas
Dari hasil percobaan yang dilakukan dapat dinyatakan bahwa tawas atau aluminium sulfat efektif untuk menurunkan kekeruhan (turbidity) air. Hal ini dapat dilihat bahwa setelah penambahan larutan tawas, kekeruhan air baku menjadi < 5 NTU (memenuhi persyaratan PERMENKES RI No.492 tahun 2010). Tingkat kekeruhan air baku berpengaruh terhadap jumlah konsentrasi tawas yang digunakan pada pengolahan air. Jika turbidity air baku tinggi, maka konsentrasi tawas yang dibutuhkan dalam pengolahan air semakin besar. Seperti tanggal 5 Februari 2013, konsentrasi tawas yang digunakan 42,5 mg/L lebih besar dibandingkan dengan konsentrasi tawas pada tanggal 19 Februari 2013 adalah 30,0 mg/L. Hal ini disebabkan karena turbidity air baku pada tanggal 5 Februari 2013 yaitu 255 NTU jauh lebih tinggi dibandingkan turbidity air baku tanggal 19 Februari 2013 yaitu 42,3 NTU. Dengan bertambahnya konsentrasi tawas yang digunakan pada pengolahan air, maka kekeruhan akan semakin rendah sampai pada titik optimum. Setelah titik optimum tercapai maka turbidity akan meningkat lagi karena terjadi kerusakan pada flok. Flok yang terbentuk kembali pecah akibat makin jenuhnya air sehingga menaikkan tingkat turbidity air.
4.2.2 Pembahasan Pemeriksaan Konsentrasi Larutan Kapur
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
- Konsentrasi tawas yang digunakan pada pengolahan air berdasarkan percobaan adalah:
a) Pada tanggal 05 Februari 2013, air baku dengan turbidity 255 NTU dibutuhkan tawas 42,5 mg/L.
b) Pada tanggal 19 Februari 2013, air baku dengan turbidity 42,3 NTU dibutuhkan tawas 30 mg/L.
- Konsentrasi larutan kapur yang terdapat pada bak saturator 1 dan bak saturator 2 pada tanggal 5 Februari 2013 adalah 0,54 g/l dan 1,23 g/l, dan pada tanggal 19 Februari 2013 adalah 1,49 g/l dan 1,29 g/l.
5.2 Saran
- Sebaiknya pada saat pembacaan skala baume meter dilakukan secara cermat dan teliti.
DAFTAR PUSTAKA
Azwar, A. (1996). Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Mutiara Sumber Widya. Hal. 35.
Chandra, B. (2007). Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal. 39, 42.
Directorate of Water Supply. (1984). HROP Untuk MASI Produksi. Hal. 2, 12. Joko, T. (2010). Unit Produksi Dalam Sistem Penyediaan Air Minum.
Yogyakarta: Graha Ilmu. Hal 17-19, 51. Katalog PDAM Tirtanadi IPA Sunggal (2011).
Linsley, K.R. (1986). Teknik Sumber Daya Air. Surabaya: Erlangga. Hal. 99, 120. Mulia, R. (2005). Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta: Graha Ilmu. Hal 58-63. Nainggolan, H., dan Susilawati. (2011). Pengolahan Limbah Cair Industri
Perkebunan dan Air Gambut Menjadi Air Bersih. Medan: USU Press. Hal. 31, 39, 50.
Pandia, S. (2006). Teknologi Air dan Buangan Industri. Medan: USU Press. Hal. 6, 7.
Pitojo, E.P. (2002). Deteksi Pencemar Air Minum. Semarang: CV Aneka Ilmu. Hal. 36.
Ryadi, S. (1984). Pencemaran Air. Surabaya: Karya Anda. Hal. 65.
Slamet, J. (2009). Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Gadjah Mada University Press. Hal. 12, 85, 110-112.
Suriawiria, U. (2005). Air dalam Kehidupan dan Lingkungan yang Sehat, Bandung: Penerbit P.T. ALUMNI. Hal. 3–5.
Sutrisno, T. (2004). Teknologi Penyediaan Air Bersih. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta. Hal. 15, 33.
Lampiran 1. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 492/Menkes/Per/IV/2010 Tanggal 19 April 2010
Persyaratan Kualitas Air Minum I. Parameter Wajib
No Jenis Parameter Satuan Kadar maksimum yang diperbolehkan 1 Parameter yang berhubungan
langsung dengan kesehatan
II. Parameter Tambahan
No Jenis Parameter Satuan Kadar
maksimum
Carbon tetrachloride mg/l 0,004
Dichloromethane mg/l 0,02
Nitrilotriacetic acid (NTA) mg/l 0,2 c. Pestisida
Alachlor mg/l 0,02
Aldicarb mg/l 0,01
Aldrin dieldrin mg/l 0,00003
Atrazine mg/l 0,002
Carbofuran mg/l 0,007
Chlordane mg/l 0,0002
Chlorotoluron mg/l 0,03
DDT mg/l 0,001
1,2 – Dibromo-3-chloropropane (DBCP) mg/l 0,001 2,4 Dichlorophenoxyacetic acid (2,4 – D) mg/l 0,03
1,2 – Dichloropropane mg/l 0,04
Isoproturon mg/l 0,009
Lindane mg/l 0,002
MCPA mg/l 0,002
Methoxychlor mg/l 0,02
Metolachlor mg/l 0,01
Molinate mg/l 0,006
Pendimethalin mg/l 0,02
Pentachlorophenol (PCP) mg/l 0,009
Permethrin mg/l 0,3
Simazine mg/l 0,002
Trifluralin mg/l 0,02
Chlorophenoxy herbicides selain 2,4-D dan MCPA
2,4 – DB mg/l 0,09
Dichlorprop mg/l 0,10
Fenoprop mg/l 0,009
Mecoprop mg/l 0,001
2,4,5 – Trichlorophenoxyacetic acid mg/l 0,009 d. Desinfektan dan Hasil sampingannya
Lampiran 2. Skala yang Terukur pada Baume meter Tanggal Degree Baume meter (o Be) 05 Februari 2013 5,0 (o Be)
19 Februari 2013 7,0 (o Be)
Lampiran 3. Tabel Korelasi Konsentrasi Tawas NO Degree Baume Meter
Lampiran 4. Tabel Pemakaian Tawas untuk Proses Pengolahan Air di PDAM Tirtanadi Instalasi Pengolahan Air Sunggal
TURBIDITY AIR BAKU (NTU) DOSIS ALUM (mg/l)
- Penyiapan larutan 1% b/v
Volume larutan tawas yang dipipet ke dalam labu ukur 100 ml adalah: Pemeriksaan Tanggal 05 Februari 2013
V 1 x N 1 = V 2 x N 2
V 1 x 7,30% = 100 ml x 1% = 13,69 ml (13,69 ml larutan tawas 1% dimasukkan
ke dalam labu ukur, lalu di add kan sampai garis tanda). Pemeriksaan Tanggal 19 Februari 2013
V 1 x N 1 = V 2 x N 2
V 1 x 10,30% = 100 ml x 1%
V 1 = 9,70 ml
- Contoh volum larutan tawas 1% yang diinjeksikan ke dalam beaker glass
ml tawas = mg/l larutan tawas yang diinginkan x volume sampel 10.000 mg/l
Pemeriksaan Tanggal 05 Februari 2013
Kekeruhan
40,0 mg/l (40,0 mg/l x 1000ml)/10000 mg/l = 4,0 ml
42,5 mg/l (42,5 mg/l x 1000ml)/10000 mg/l = 4,25 ml
45,0 mg/l (45,0 mg/l x 1000ml)/10000 mg/l = 4,5 ml
47,5 mg/l (47,5 mg/l x 1000ml)/10000 mg/l = 4,75 ml
50,0 mg/l (50,0 mg/l x 1000ml)/10000 mg/l = 5,0 ml
Pemeriksaan Tanggal 19 Februari 2013
2,5 ml
27,5 mg/l (27,5 mg/l x 1000ml)/10000 mg/l = 2,75 ml
30,0 mg/l (30,0 mg/l x 1000ml)/10000 mg/l = 3,0 ml
32,5 mg/l (32,5 mg/l x 1000ml)/10000 mg/l = 3,25 ml
35,0 mg/l (35,0 mg/l x 1000ml)/10000 mg/l = 3,5 ml
37,5 mg/l (37,5 mg/l x 1000ml)/10000 mg/l = 3,75 ml
- Volume HCl 0,1 N yang terpakai pada saat titrasi larutan kapur
Tanggal Pemeriksaan Volume HCl Pada
Saturator 1
Volume HCl Pada
Saturator 2
5 Februari 2013 2,75 ml 6,2 ml
19 Februari 2013 7,5 ml 6,5 ml
Konsentrasi Ca(OH)2=ml HCl x Normalitas HCL Volume sampel
Konsentrasi Ca(OH)2=2,75 ml x 0,1081 N
20 ml = 0,54 N = 0,54 g/l
Lampiran 6. Gambar Alat
3. Alat jar test 4. Baume meter
5. Turbidimeter