PENGUASAAN KONSEP SISWA
Oleh FITRIA YULIZA
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN
Pada
Program Studi Pendidikan Kimia
Jurusan Pendidikan Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG
ii ABSTRAK
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING PADA MATERI KOLOID DALAM MENGANALISIS KETERAMPILAN
MENGELOMPOKKAN DAN PENGUASAAN KONSEP SISWA
Oleh FITRIA YULIZA
iii dan 57,14% siswa berkriteria cukup. Kelompok tinggi memiliki keterampilan me-ngelompokan dan penguasaan konsep lebih tinggi daripada kelompok sedang dan rendah.
xii
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xii
I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang... 1
B. Rumusan Masalah ... 5
C. Tujuan Penelitian ... 5
D. Manfaat Penelitian ... 6
E. Ruang Lingkup Penelitian ... 6
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 8
A. Model Pembelajaran... 8
B. Model Pembelajaran Problem Solving... 9
C. Keterampilan Proses Sains ………….……… 13
D. Penguasaan Konsep……… E. Kemampuan Kognitif……..……… F. Konsep………. ... 17 19 20 G. Kerangka Pemikiran... 24
H. Anggapan Dasar ……… 25
xiii
III. METODOLOGI PENELITIAN ... 26
A. Subyek Penelitian ... 26
B. Data Penelitian……….. 26
C. Metode dan Desain Penelitian ... 26
D. Instrumen Penelitian…………... 27
E. Validitas Instrumen Penelitian……….... 28
F. Prosedur Penelitian... 29
G. Teknik Pengelompokan Siswa……… 31
H. Teknik Analisis Data……….. ... 32
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 35
A. Hasil Penelitian ……… ... 35
B. Pembahasan ... 4
V. SIMPULAN DAN SARAN ... 57
A. Simpulan ... 57
B. Saran ... 57
DAFTAR PUSTAKA………. 59
LAMPIRAN 1. Pemetaan... 53
2. Silabus………... 64
3. RPP... 71
4. Lembar Kerja Siswa... 96
5. Pretest………... 122
6. Lembar Jawaban Pretest... 124
xiv
8. Soal Posttest... 9. Kunci Jawaban Posttest……….… 10. Rubrik Penskoran Posttest...
130
11. Angket ...………... 141
12. Nilai Keterampilan Mengelompokan dan Penguasaaan Konsep... 142
13. Perhitungan Pengelompokan Siswa... 143
14. Perhitungan... ... 146
15. Lembar Observasi Aktivitas Siswa... 157
16. Lembar Observasi Kinerja Guru... 167
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan suatu kumpulan pengetahuan Ilmu yang berkaitan dengan cara mencari tahu tentang gejala alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta- fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu pro-ses. Memahami IPA berarti memahami IPA sebagai proses dan produk. Proses tersebut berupa suatu keterampilan yang bersumber dari kemampuan-kemampuan mendasar yang pada prinsipnya telah ada dalam diri siswa.
Ilmu kimia merupakan cabang dari IPA yang mempelajari struktur, komposisi, sifat dan perubahan materi, serta energi yang menyertai perubahan materi. Selain itu, ilmu kimia juga merupakan ilmu yang berkembang berdasarkan pada feno-mena alam. Ada tiga hal yang berkaitan dengan kimia yaitu (1) kimia sebagai produk : berupa fakta, konsep, prinsip, hukum, dan teori; (2) kimia sebagai proses atau kerja ilmiah; dan (3) kimia sebagai sikap. Oleh sebab itu pembelajaran kimia harus memperhatikan karakteristik kimia sebagai proses, produk, dan sikap.
sis-wa mendengarkan materi yang disampaikan oleh guru, kemudian sissis-wa diminta untuk menyelesaikan tugas yang diberikan guru secara bersama-sama dengan te-man sekelas. Dalam berdis-kusi masih banyak siswa pasif, sebagian hanya me-ngandalkan teman yang berkemampuan kognitif tinggi di kelas dan sebagian sis-wa lebih banyak mengobrol selama pembelajaran berlangsung. khususnya pada materi pokok sistem koloid.
Sistem koloid merupakan salah satu standar kompetensi yang harus dimiliki oleh siswa kelas XI IPA SMA pada semester genap. Materi pokok sistem koloid, me-miliki 2 kompetensi dasar (KD) yaitu (1) membuat berbagai sistem koloid dengan bahan sehari-hari yang ada disekitarnya, (2) mengelompokkan sistem koloid dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari (BSNP.2006). Dari setiap KD tersebut diuraikan menjadi indikator-indikator yang menjadi tolak ukur pencapaian KD. Untuk pencapaian indikator-indikator tersebut, diperlukan suatu proses belajar mengajar yang dirancang sedemikian rupa sehingga melatih Keterampilan Proses Sains (KPS) siswa.
Salah satu KPS yang dapat dilatihkan agar indikator pembelajaran sistem koloid dapat tercapai adalah keterampilan mengelompokkan atau klasifikasi, seperti : mengelompokkan jenis koloid berdasarkan fase terdispersi dan medium
pendis-persinya; mengelompokkan koloid yang ada di lingkungan ke dalam beberapa
jenis koloid. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2002), mengelompokkan
merupa-kan KPS yang dapat dilatih untuk dapat memilah berbagai objek peristiwa yang didasarkan pada sifat-sifat khususnya, sehingga didapatkan kelompok sejenis dari objek peristiwa yang dimaksud.
Selama ini keterampilan mengelompokkan siswa pada materi sistem koloid belum dilatih dengan baik karena pembelajaran masih konvensional. Hal ini mengaki-batkan siswa tidak mencapai indikator pembelajaran. Tidak tercapainya inditor pembelajaran akan mengakibatkan penguasaan konsep siswa rendah. Oleh ka-rena itu, diperlukan suatu model pembelajaran yang dapat menumbuhkan sema-ngat belajar sehingga siswa menjadi lebih aktif dan mampu melatih keterampilan mengelompok-kan siswa sehingga indikator-indikator pembelajaran tercapai de-ngan baik dan penguasaan konsep siswa tinggi.
Hasil penelitian yang mengkaji penerapan model pembelajaran, Lidiawati (2011) yang telah melakukan penelitian pada siswa Kelas XI IPA SMAN 1 Abung Se-muli TP 2010-2011, menunjukkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Problem solving mampu meningkatkan keterampilan ber-komunikasi dan penguasaan konsep pada materi sistem koloid.
pembelajaran Problem solving efektif untuk meningkatkan keterampilan dalam menjawab pertanyaan pada materi hasil kali kelarutan.
Selanjutnya, Andriyani (2012) yang telah melakukan penelitian pada siswa kelas XI IPA 2 SMA YP-Unila Bandar Lampung TP 2011-2012 menunjukkan bahwa Model pembelajaran learning Problem solving efektif dalam meningkatkan kete-rampilan mengelompokkan dan penguasaan konsep siswa pada materi sistem koloid.
Berdasarkan fakta tersebut, guru perlu menerapkan model pembelajaran yang mampu meningkatkan keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran, melatihkan KPS kepada siswa dan membantu siswa dalam menemukan konsep sehingga pe-nguasaan konsep siswa tinggi. Salah satu model pembelajaran yang dapat mem-fasilitasi hal tersebut dan mampu menciptakan KPS siswa saat proses an adalah model pembelajaran konstruktivisme, salah satunya model pembelajar-an problem solving.
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, perlu dilakukan penelitian yang
berju-dul “Penerapan Model Pembelajaran Problem Solving dalam Menganalisis Kete-rampilan Mengelompokkan dan Penguasaan Konsep Siswa kelas XI IPA SMA Al-Azhar 3 Bandar Lampung”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan di atas, rumusan masalah penelitian ini adalah :
1. Bagaimana keterampilan siswa mengelompokkan pada materi koloid melalui penerapan model pembelajaran Problem solving untuk siswa yang berkemam-puan kognitif tinggi, sedang, dan rendah ?
2. Bagaimana penguasaan konsep siswa pada materi koloid melalui penerapan model pembelajaran Problem solving untuk siswa yang berkemampuan kogni-tif tinggi, sedang, dan rendah ?
C.Tujuan Penelitian
D.Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak, yaitu: 1. Siswa
Dengan model pembelajaran Problem solving dapat melatih keterampilan me-ngelompokkan, dan meningkatkan penguasaan terutama pada materi pokok sistem koloid.
2. Guru mitra
Memberikan alternative bahan pertimbangan dalam pemilihan model pembela-jaran Problem solving, terutama pada materi pokok sistem koloid.
3. Sekolah
Menjadi informasi dan membangun pemikiran dalam upaya meningkatkan mu-tu pembelajaran kimia di sekolah.
E.Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada :
1. Model Pembelajaran problem solving terdiri dari 5 tahap, yaitu mengorientasi-kan siswa pada masalah (tahap 1), mencari data atau keterangan yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah tersebut (tahap 2), menetapkan jawaban sementara dari masalah (tahap 3), menguji keaktifan jawaban sementara (tahap 4), dan menarik kesimpulan (tahap 5) (Depdiknas, 2008).
3. Menganalisis adalah kegiatan melakukan penyelidikan dan penguraian terha-dap suatu masalah yang sebenarnya. (Tim Penyusun Kamus, 2003)
4. Keterampilan mengelompokkan yang dilatihkan meliputi mampu menentukan perbedaan, membandingkan dan menentukan dasar pengelompokkan terhadap suatu obyek.
5. Penguasaan konsep berupa nilai siswa pada materi sistem koloid mencakup aspek kognitif yang diperoleh melalui posttest.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Model Pembelajaran
Proses belajar dapat terjadi melalui banyak cara baik. Sekolah sebagai lembaga pendidikan memfasilitasi siswa untuk melaksanakan proses pembelajaran sesuai dengan tujuan pembelajarannya. Sagala (2003) mengemukakan bahwa proses pembelajaran tidak akan terjadi pada diri siswa apabila hal baru dalam materi pe-lajaran disajikan secara tidak jelas. Materi pepe-lajaran harus disajikan secara sis-tematis yang dapat mengajak para siswanya mengerti suatu masalah melalui se-mua tahapan proses pembelajaran, dengan demikian siswa akan memahami apa yang diajarkan.
Prosedur atau tahapan dalam pembelajaran yang sistematis, dapat tercermin dari model pembelajaran yang digunakan guru dalam proses pembelajarannya. Soekamto (2012) mengemukakan maksud dari model pembelajaran adalah
Kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar.
Istilah model pembelajaran mengarah pada suatu pendekatan pembelajaran terten-tu termasuk terten-tujuannya, sintaksnya, lingkungannya, dan sistem pengelolaannya. Model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas daripada strategi, metode atau prosedur. Model pembelajaran mempunyai empat cirri khusus. Ciri-ciri tersebut adalah :
1. Rasional teoritis logis yang disusun oleh para pengembangnya.
2. Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar (tujuan pembe-lajaran yang akan dicapai)
3. Tingkah laku mengajar (sintaks) yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan dengan berhasil.
4. Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat tercapai.
Salah satu contoh model pembelajaran yang memiliki banyak kelebihan dalam proses belajar mengajar dalam pembelajaran kimia yang dapat menuntut peserta didiknya untuk dapat mengambangkan keterampilan bernalar dalam berpikir ada-lah model pembelajaran problem solving.
B. Model Pembelajaran Problem Solving
Model pembelajaran problem solving merupakan salah satu model pembelajaran yang berlandaskan teori kontruktivisme. Kontruktivisme menurut Von Glaser-sfeld dalam Pannen, Mustafa, dan Sekarwinahyu (2001), “kontruktivisme juga
masalah) merupakan suatu model pembelajaran yang didasarkan pada banyaknya permasalahan yang dibutuhkan untuk penyelidikan yang membutuhkan penyele-saian yang nyata dari permasalahan yang nyata
Hamalik (1994) mengemukakan bahwa problem solving adalah proses mental dan intelektual dalam menemukan masalah dan kesimpulan yang tepat dan cermat. Problem solving yaitu suatu pendekatan dengan cara problem identification untuk ketahap sintesis kemudian dianalisis yaitu pemilahan seluruh masalah sehingga mencapai tahap aplikasi selanjutnya comprehension untuk mendapatkan solution dalam penyelesaian masalah tersebut. Tentunya, dalam memberikan pembelajar-an problem solving mempunyai proses serta tahappembelajar-an-tahappembelajar-an tertentu. Adapun tahap-tahap model problem solving (Depdiknas, 2008) yaitu meliputi :
1. Ada masalah yang jelas untuk dipecahkan. Masalah ini harus tumbuh dari siswa sesuai dengan taraf kemampuannya.
2. Mencari data atau keterangan yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah tersebut. Misalnya, dengan jalan membaca buku-buku, meneliti, bertanya dan lain-lain.
3. Menetapkan jawaban sementara dari masalah tersebut. Dugaan jawaban ini tentu saja didasarkan kepada data yang telah diperoleh, pada tahap kedua di atas.
4. Menguji kebenaran jawaban sementara tersebut. Dalam tahap ini siswa harus berusaha memecahkan masalah sehingga betul-betul yakin bahwa jawaban tersebut itu betul-betul cocok. Apakah sesuai dengan jawaban sementara atau sama sekali tidak sesuai. Untuk menguji kebenaran jawaban ini tentu saja diperlukan modelmodel lainnya seperti demons-trasi, tugas, diskusi, dan lain-lain.
5. Menarik kesimpulan. Artinya siswa harus sampai kepada kesimpulan terakhir tentang jawaban dari masalah tadi.
Menurut Nasution (1992) mempelajari aturan perlu, terutama untuk memecahkan masalah. Problem solving merupakan perluasan yang wajar dari belajar aturan. problem solving prosesnya terletak dalam diri siswa. Variabel dari luar hanya be-rupa instruksi verbal yang membantu atau membimbing siswa untuk memecahkan masalah itu. Memecahkan masalah tidak sekedar menerapkan aturan-aturan yang diketahui, akan tetapi juga mengha-silkan pelajaran baru.
Pembelajaran problem solving ini akan lebih produktif bila dalam pelaksanaannya disatukan metode diskusi dan kerja kelompok, sebagaimana yang dikemukakakan oleh Djsastra (1985) yaitu :
“Dalam praktek mengajar di kelas modelproblem solving ini sebaiknya diper-gunakan bersama-sama dengan metode diskusi dan metode proyek, tetapi yang jelas model problem solving ini akan lebih produktif (lebih stabil) bila disatu-kan dengan metode diskusi”.
Pelaksanaan model pembelajaran problem solving disarankan untuk digabungkan dengan metode diskusi juga bertujuan agar siswa dapat bersama-sama dengan te-man sekelompoknya berdiskusi dalam memecahkan permasalahan yang diberikan, siswa juga menjadi lebih aktif berkomunikasi. Terdapat 3 ciri utama dari pembe-lajaran problem solving yaitu sebagai berikut:
1. Pembelajaranproblem solving merupakan rangkaian aktivitas pembelajaran. Artinya dalam implementasi problem solving ada sejumlah kegiatan yang harus dilakukan siswa.
3. Pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan berpikir secara ilmiah.
Kelebihan dan kekurangan pembelajran problem solving menurut Djamarah dan Zain (2002) adalah sebagai berikut.
1. Kelebihan pembelajaran problem solving
a. Membuat pendidikan di sekolah menjadi lebih relevan dengan kehidupan.
b. Membiasakan siswa menghadapi dan memecahkan masalah secara terampil.
c. Model pembelajaran ini merangsang pengembangan kemampuan berfikir siswa secara kreatif dan menyeluruh, karena dalam proses belajarnya siswa banyak menyoroti permasalahan dari berbagai segi dalam rangka mencari pemecahannya.
2. Kekurangan pembelajaran problem solving
a. Memerlukan keterampilan dan kemampuan guru. Hal ini sangat penting karena tanpa keterampilan dan kemampuan guru dalam mengelola kelas pada saat strategi ini digunakan maka tujuan pengajaran tidak akan tercapai karena siswa menjadi tidak teratur dan melakukan hal-hal yang tidak diinginkan dalam pembelajaran
b. Memerlukan banyak waktu. Penggunaan model pembelajaran problem solving untuk suatu topik permasalahan tidak akan maksimal jika wak-tunya sedikit, karena bagaimanapun juga akan banyak langkah-langkah yang harus diterapkan terlebih dahulu dimana masing-masing langkah membutuhkan kecekatan siswa dalam berpikir untuk menyelesaikan topik permasalahan yang diberikan dan semua itu berhubungan dengan kemampuan kognitif dan daya nalar masing-masing siswa
c. Mengubah kebiasaan siswa belajar dari mendengarkan dan menerima informasi yang disampaikan guru menjadi belajar dengan banyak ber-pikir memecahkan masalah sendiri dan kelompok memerlukan banyak sumber belajar sehingga menjadi kesulitan tersendiri bagi siswa. Sum-bersumber belajar ini bisa di dapat dari berbagai media dan buku-buku lain. Jika sumber-sumber ini tidak ada dan siswa hanya mempunyai satu buku / bahan saja maka topik permasalahan yang diberikan tidak akan bisa diselesaikan dengan baik.
pe-laksanaan setiap tahap pembelajaran problem solving. Selain itu, peneliti harus menguasai tahapan model pembelajaran dan mengupayakan agar kelas selalu kon-dusif agar waktu yang tersedia efektif, serta menyediakan fasilitas ataupun refren-si tentang materiyang akan dipelajari pada setiap pertemuan.
C.Keterampilan Proses Sains
Keterampilan proses yaitu merupakan bagian dari studi sains yang harus dipelajari oleh siswa. Jika mengajarkan bidang studi sains berupa produk dan fakta, konsep dan teori saja belum lengkap, karena itu baru mengajarkan salah satu komponen-nya saja. Proses dapat didefinisikan sebagai perangkat keterampilan kompleks yang digunakan ilmuwan dalam melakukan penyelidikan ilmiah, dapat juga dipe-rinci menjadi sejumlah komponen yang harus dikuasaai seseorang apabila hendak melakukan penelitian dibidangnya. Jadi, proses belajar mengajar dengan keteram-pilan proses adalah proses belajar yang dirancang sedemikian rupa sehingga siswa dapat menemukan fakta-fakta, konsep-konsep, dan teori-teori dengan keterampil-an proses dketerampil-an sikap ilmiah siswa itu sendiri (Soetardjo, 1998).
Hartono (2007) mengemukakan bahwa:
Untuk dapat memahami hakikat IPA secara utuh, yakni IPA sebagai proses, produk dan aplikasi, siswa harus memiliki kemampuan KPS. Dalam pembe-lajaran IPA, aspek proses perlu ditekankan bukan hanya pada hasil akhir dan berpikir benar lebih penting dari pada memperoleh jawaban yang benar. KPS adalah semua keterampilan yang terlibat pada saat berlang-sungnya proses sains. KPS terdiri dari beberapa keterampilan yang satu sama lain berkaitan dan sebagai prasyarat. Namun pada setiap jenis keterampilan proses ada penekanan khusus pada masing-masing jenjang pendidikan.
Pembelajaran keterampilan proses sains harus diwujudkan dalam pembelajaran
Setiawan (Hariwibowo, 2008) mengemukakan empat alasan pendekatan
keteram-pilan proses harus diwujudkan dalam proses belajar dan pembelajaran, yaitu:
1. Dengan kemajuan yang sangat pesat dalam ilmu pengetahuan dan tekno-logi, guru tidak mungkin lagi mengajarkan semua fakta dan konsep dari sekian mata pelajaran, karena waktunya tidak akan cukup.
2. Siswa-siswa, khususnya dalam usia perkembangan anak, secara psiko-logis lebih mudah memahami konsep,apalagi yang sulit, bila disertai dengan contoh-contoh konkrit, dialami sendiri, sesuai dengan lingkungan yang dihadapi. J. Piaget mengatakan bahwa intisari pengetahuan adalah kegiatan atau aktivitas, baik fisik maupun mental.
3. Ilmu pengetahuan dapat dikatakan bersifat relatif, artinya suatu kebenar-an teori pada suatu saat berikutnya bukkebenar-an kebenarkebenar-an lagi, tidak sesuai la-gi dengan situasi. Suatu teori bisa gugur bila ditemukan teori-teori yang lebih baru dan lebih jitu. Jadi, suatu teori masih dapat dipertanyakan dan diperbaiki. Oleh karena itu, perlu orang-orang yang kritis, mempunyai sikap ilmiah. Wajar kiranya ka-lau siswa sejak dini sudah ditanamkan da-lam dirinya sikap ilmiah dan sikap kritis ini. Untuk saat ini, dengan me-nggunakan keterampilan proses maka tujuan tersebut dapat tercapai. 4. Proses belajar dan pembelajaran bertujuan membentuk manusia yang
utuh artinya cerdas, terampil dan memiliki sikap dan nilai yang diha-rapkan. Jadi, pengembangan pengetahuan dan sikap harus menyatu. De-ngan keterampilan memproses ilmu, diharapkan berlanjut kepemilikan sikap dan mental.
Dengan demikian, pada pembelajaran kimia perlu dilatihkan keterampilan proses
sains siswa agar siswa agar tujuan-tujuan pembelajaran dapat tercapai. Menurut
Esler & Esler (andriyani, 2012) keterampilan proses sains dikelompokkan seperti
pada Tabel 1 berikut:
Tabel 1. Keterampilan Proses Sains
Keterampilan Proses Dasar Keterampilan Proses Terpadu
Mengamati (observasi) Inferensi Mengelompokkan (klasifikasi) Menafsirkan (interpretasi) Meramalkan (prediksi) Berkomunikasi Mengajukan pertanyaan Berhipotesis Penyelidikan Menggunakan alat/bahan Menerapkan Konsep Melaksanakan percobaan
dasar terdiri dari enam keterampilan, yakni : mengamati (meng-observasi), me-ngelompokkan (klasifikasi), mengukur, memprediksi, menyimpulkan,dan meng-komunikasikan.
1. Mengamati
Melalui kegiatan mengamati, kita belajar tentang dunia sekitar kita yang fan-tastis. Manusia mengamati objek-objek dan fenomena alam dengan panca-indra: penglihatan, pendengaran, perabaan, penciuman, dan perasa/pengecap. Informasi yang kita peroleh, dapat menuntut keingintahuan, mempertanyakan, memikirkan, melakukan interpretasi tentang lingkungan kita, dan meneliti lebih lanjut. Mengamati memiliki dua sifat yang utama, yakni sifat kualitatif dan sifat kuan-titatif. Mengamati bersifat kualitatif apabila dalam pelaksanaannya hanya menggunakan pancaindra untuk memperoleh informasi. Mengamati bersifat kuantitatif apabila dalam pelaksanaannya menggunakan peralatan lain yang memberikan informasi khusus dan tepat.
2. Mengelompokkan (klasifikasi)
Mengelompokkan (klasifikasi) merupakan keterampilan proses untuk memilah berbagai objek peristiwa berdasarkan sifat-sifat khususnya, sehingga didapat-kan golongan/kelompok sejenis dari objek peristiwa yang dimaksud. Contoh pada materi koloid yaitu mengklasifikasikan sistem koloid berdasarkan fase terdisfersi dan medium pendisfersinya.
3. Mengukur
panjang garis, meng-ukur berat badan, mengukur temperatur, dan kegiatan sejenis yang lain.
4. Memprediksi
Memprediksi dapat diartikan sebagai mengantisipasi atau membuat ramalan tentang segala hal yang akan terjadi pada waktu mendatang, berdasarkan per-kiraan pada pola atau kecenderungan tertentu, atau hubungan antara fakta, konsep, dan prinsip dalam ilmu pengetahuan.
5. Mengkomunikasikan
Mengkomunikasikan dapat diartikan sebagai menyampaikan dan memperoleh fakta, konsep, dan prinsip ilmu pengetahuan dalam bentuk tulisan, gambar, gerak, tindakan, atau penampilan misalnya dengan berdiskusi, mendeklamasi-kan, mendramamendeklamasi-kan, mengungkapmendeklamasi-kan, melaporkan (dalam bentuk lisan, tulisan, gerak, atau penampilan).
6. Menyimpulkan
Menyimpulkan dapat diartikan sebagai suatu keterampilan untuk memutuskan keadaan suatu objek atau peristiwa berdasarkan fakta, konsep dan prinsip yang diketahui.
Keterampilan mengelompokkan dapat dikuasai apabila siswa dapat melakukan dua keterampilan berikut ini:
1. Mengidentifikasi dan memberi nama sifat-sifat yang dapat diamati dari seke-lompok obyek yang dapat digunakan sebagai dasar untuk mengeseke-lompokkan. 2. Menyusun mengelompokkan dalam tingkat-tingkat tertentu sesuai dengan
sifat-sifat obyek.
Mengelompokkan berguna melatih siswa menunjukkan persamaan, perbedaan, dan hubungan timbal baliknya (Cartono, 2007).
D.Penguasaan konsep
yang ada di lingkungan, serta menjelaskan cara pembuatan koloid dengan cara kondensasi dan dispersi.
Pemahaman dan penguasaan konsep akan memberikan suatu aplikasi dari konsep tersebut, yaitu membebaskan suatu stimulus yang spesifik sehingga dapat diguna-kan dalam segala situasi dan stimulus yang mengandung konsep tersebut. Jika belajar tanpa konsep, proses belajar mengajar tidak akan berhasil. Hanya dengan bantuan konsep, proses belajar mengajar dapat ditingkatkan lebih maksimal. Penguasaan konsep akan mempengaruhi ketercapaian hasil belajar siswa. Suatu proses dikatakan berhasil apabila hasil belajar yang didapatkan meningkat atau mengalami perubahan setelah siswa melakukan aktivitas belajar, pendapat ini di-dukung oleh Djamarah dan Zain (2002) yang mengatakan bahwa belajar pada ha-kikatnya adalah perubahan yang terjadi di dalam diri seseorang setelah berakhir-nya melakukan aktivitas belajar. Proses belajar seseorang sangat dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya adalah pembelajaran yang digunakan guru dalam ke-las, dalam belajar juga dituntut adanya suatu aktivitas yang harus dilakukan siswa sebagai usaha untuk meningkatkan penguasaan materi.
E. Kemampuan Kognitif
Kemampuan kognitif merupakan kemampuan yang melibatkan pengetahuan dan pengembangan keterampilan intelektual siswa. Kemampuan kognitif adalah gam-baran tingkat pengetahuan atau kemampuan siswa terhadap suatu materi pembe-lajaran yang telah dipelajari dan dapat digunakan sebagai bekal atau modal untuk memperoleh pengetahuan yang lebih luas dan kompleks lagi (Winarni, 2006).
Nasution (2000) menyatakan bahwa kemampuan kogitif merupakan salah satu faktor yang berpengaruh pada prestasi belajar siswa. Kemampuan kognitif siswa dikelompokkan menjadi tiga yaitu, kemampuan kognitif tinggi, sedang, dan ren-dah. Siswa berkemampuan kognitif tinggi cenderung memiliki prestasi belajar lebih tinggi dibandingkan dengan siswa berkemampuan kognitif sedang dan ren-dah. Pemberian pengalaman belajar yang sama pada siswa akan menghasilkan prestasi belajar yang berbeda. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan ke-mampuan kognitif.
Siswa berkemampuan kognitif tinggi memiliki keadaan awal lebih baik daripada siswa berkemampuan awal rendah. Hal ini menyebabkan siswa berkemampuan kognitif tinggi memiliki rasa percaya diri yang lebih dibandingkan dengan siswa berkemampuan kognitif rendah. Corebima (2006) menyatakan bahwa
F. Konsep
Markle dan Tieman (Fadiawati, 2011) mendefinisikan konsep sebagai sesuatu yang sungguh-sungguh ada. Mungkin tidak ada satupun definisi yang dapat me-ngungkapkan arti dari konsep. Oleh karena itu diperlukan suatu analisis konsep yang memungkinkan kita dapat mendefinisikan konsep, sekaligus menghubung-kan dengan konsep-konsep lain yang berhubungan.
21
Tabel 1. Analisis konsep materi koloid.
No Label Konsep Definisi Konsep Jenis
Konsep
Atribut Konsep Konsep
Contoh Non
Contoh
Kritis Variabel Superordinat Koordinat Subordinat
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)
1. Campuran Campuran merupakan
zat yang terdiri dari dua atau lebih unsur dengan perbandingan tidak tentu dapat dipisahkan dengan cara fisika.
Konsep konkret
Dua unsur atau lebih dapat dipisahkan secara fisika
Zat terlarut Zat pelarut Ukuran
partikel
Suspensi
Larutan
koloid
senyawa - Udara Gas O2 ,
gas nitrogen
2. Suspensi Suspensi merupakan
campuran heterogen yang terdiri dari dua fasa dan dapat dibedakan antara zat terlarut dengan zat pelarut.
Konsep konkret
Suspensi
Campuran
heterogen
Zat terlarut dan zat pelarut dapat dibedakan
Partikel
zat sistem dispersi
larutan
koloid - Campuran air denganpasir
campuran minyak dengan air
Santan, susu
3. Larutan campuran homogen
yang terdiri dari satu fasa dan tidak dapat dibedakan antara zat terlarut dengan zat pelarut.
Konsep konkret
larutan
campuran homogen
zat terlarut dan pelarut tidak dapat dibedakan
partikel
zat sistem dispersi
suspensi
koloid Larutan elektrolit dan non elektrolit Larutan asam basa Larutan gula, larutan garam campuran air dan pasir,camp uran minyak dengan air
4. Koloid Koloid adalah suatu
bentuk campuran yang keadaanya terletak antara larutan dan suspensi(campuran kasar) Konsep abstrak contoh konkret
Koloid
Campuran
yang terletak antara suspensi dan larutan
Partikel
zat sistem dispersi
larutan
suspensi sol emulsi
buih
aerosol
gel
22
No Label Konsep Definisi Konsep Jenis
Konsep
Atribut Konsep Konsep
Contoh Non
Contoh
Kritis Variabel Superordinat Koordinat Subordinat
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)
5. Aerosol Aerosol merupakan
jenis koloid dari partikel padat atau cair yang terdispersi dalam gas
Konsep abstrak contoh konkret
aerosol
koloid dari partikel padat/cair yang terdispersi dalam gas
partikel
zat jenis-jenis koloid
sol
emulsi
buih
gel
Aerosol padat
Aerosol cair
Asap, debu dalam udara Kabut dan awan Air sungai, cat
6. sol Sol merupakan jenis
koloid dari partikel padat yang terdispersi dalam zat cair
Konsep abstrak contoh konkret
sol
jenis koloid dari partikel padat terdispersi dalam zat cair partikel
zat
jenis-jenis koloid
aerosol
emulsi
buih
gel
Sol cair
Sol padat
Sol sabun, sol detergen, sol kanji
Santan, susu, mayonaise
7. Emulsi Emulsi merupakan
jenis koloid dari zat cair yang terdispersi dari zat cair lagi
Konsep abstrak contoh konkret
emulsi
terdiri dari fase terdispersi cair dan medium pendispersi cair
partikel
zat
jenis-jenis koloid
aerosol
sol
buih
gel
Emulsi
padat
Emulsi cair
Susu,santan, mutiara, jeli
Kabut, awan
8. Buih Buih merupakan jenis
koloid yang terdiri dari gas yang terdispersi dalam zat cair
Konsep abstrak contoh konkret
buih
Terdiri dari fase terdispersi gas dan medium pendispersi padat/cair Partikel zat
jenis-jenis koloid
aerosol
sol
emulsi
gel
Buih cair
Buih padat
Buih sabun, karet busa batu apung
susu, santan, jeli
23
No Label Konsep Definisi Konsep Jenis
Konsep
Atribut Konsep Konsep
Contoh Non
Contoh
Kritis Variabel Superordinat Koordinat Subordinat
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)
koloid yang setengah kaku ( antara padat dan cair)
abstrak contoh konkret
koloid yang setengah padat dan cair
zat koloid sol
emulsi
buih
- Gel silika,
gelatin, agar-agar
G. Kerangka Pemikiran
Tingkat kemampuan siswa pada keterampilan mengelompokkan dan penguasaan konsep ada kaitannya dengan tingkat kemampuan kognitif yang dimiliki siswa. Tingkat kemampuan kognitif siswa tersebut dapat dipengaruhi oleh model pembe-lajaran yang diterapkan serta perencanakan yang matang sebelum kegiatan pem-belajaran berlangsung.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan keterampilan mengelompokkan dan penguasaan konsep siswa pada materi koloid melalui penerapan model pem-belajaran problem solving untuk siswa yang berkemampuan kognitif tinggi, se-dang, dan rendah. Data diambil dari satu kelas sebagai subyek penelitian. Selan-jutnya diterapkan model pembelajaran problem solving. Pada akhir pembelajaran, subyek penelitian diberikan posttest. Soal posttest yang diberikan dalam bentuk pilihan jamak untuk mengukur penguasaan konsep dan essay untuk mengukur ke-terampilan mengelompokkan siswa.
hipotesis, siswa diberi kesempatan untuk memberikan ide atau pendapat sebagai hipotesis awal terhadap jawaban atas permasalahan. Pada tahap menguji kebenar-an dari jawabkebenar-an sementara, siswa melakukkebenar-an percobakebenar-an untuk menguji jawabkebenar-an sementara yang bertujuan memberi kesempatan kepada siswa untuk mengamati fenomena-fenomena yang terjadi dengan memanfaatkan panca indera semaksimal mungkin misalkan dengan melakukan praktikum atau menyaksikan video yang ditampilkan. Kemudian mendiskusikan hasil percobaan yang ada dalam LKS. Pada tahap menarik kesimpulan, siswa harus sampai kepada kesimpulan terakhir tentang jawaban dari masalah setelah melalui keempat tahap sebelumnya.
Dengan demikian, penerapan model pembelajaran problem solving pada materi koloid ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk melatihkan salah satu ke-terampilan yang dimiliki yaitu keke-terampilan mengelompokkan. Selain itu, mela-lui penerapan model pembelajaran ini, keterampilan mengelompokkan siswa akan sebanding dengan semakin tingginya tingkat kemampuan kognitif siswa.
H. Anggapan Dasar
Anggapan dasar dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA3 semester genap SMA Al-Azhar 3 Bandar Lampung tahun pelajaran 2012/2013 yang menjadi sub-yek penelitian memiliki kemampuan kognitif yang yang heterogen.
I. Hipotesis Umum
III. METODOLOGI PENELITIAN
A.Subyek Penelitian
Kelas XI IPA tahun ajaran 2012/2013 di SMA Al-Azhar 3 Bandar Lampung ter-dapat 4 kelas. Penentuan subyek penelitian dilakukan berdasarkan pertimbangan kelas yang memiliki karakteristik kemampuan kognitif yang heterogen. Dalam penentuan subyek ini, peneliti meminta bantuan pihak sekolah yaitu guru bidang studi kimia yang memahami karakteristik siswa di sekolah tersebut. Berdasarkan hal tersebut, maka subyek penelitian ini adalah kelas XI IPA3 dengan jumlah sis-wa 45 sissis-wa yang terdiri dari 20 sissis-wa dan 25 siswi.
B. Data Penelitian
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif. Data kuantitatif berupa data nilai pretest materi KSp, data nilai posttest keterampilan mengelom-pokkan dan penguasaan konsep siswa sistem koloid, data keterlaksanaan penera-pan model pembelajaran problem solving (kuesioner), dan data observasi (lembar kinerja guru, dan lembar aktivitas siswa).
C. Metode dan Desain Penelitian
di-beri suatu perlakuan yaitu model pembelajaran Problem solving kemudian dibe-rikan posttest. Menurut Creswell (1997), penelitian dengan desain ini digambar-kan sebagai berikut ini:
Keterangan: X = Perlakuan yang diberikan O = Nilai Posttest
D. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan untuk memperoleh data dalam penelitian ini adalah: 1. Silabus dan RPP
Pada materi pokok sistem koloid kompotensi dasar 1 dan 2. 2. Lembar Kerja Siswa (LKS)
Pada penelitian ini menggunakan 5 macam lembar kerja siswa (LKS), yaitu LKS 1, yaitu mendefinisikan pengertian koloid. LKS 2, yaitu memberikan contoh-contoh yang ada dalam kehidupan sehari-hari dan mengelompokkan jenis koloid berdasarkan fase terdispersi dan medium pendispersi. LKS 3 dan 4, yaitu mengelompokkan sifat-sifat koloid dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari, LKS 5 yaitu pembuatan sistem koloid dengan cara kondensasi dan dispersi.
3. Tes Tertulis
Tes tertulis pada penelitian ini berupa pretest materi KSp dengan 10 soal pili-han jamak, posttest materi sistem koloid yang terdiri dari 17 soal dalam ben-tuk pilihan jamak dan 4 soal uraian yang digunakan unben-tuk mengetahui
rampilan siswa dalam mengelompokkan dan penguasaan konsep siswa pada materi sistem koloid melalui penerapan model pembelajaran problem solving. 4. Lembar observasi
Lembar observasi terdiri dari lembar aktivitas siswa dan lembar kinerja guru pada proses pembelajaran. Pengisian lembar observasi dilakukan dengan cara memberikan check list pada kolom yang telah disediakan.
5. Kuesioner (Angket)
Kuesioner yang digunakan berupa kuesioner tertutup. Pada penelitian ini, kue-sioner diberikan kepada siswa secara langsung yang berjumlah 9 pertanyaan untuk memperoleh informasi mengenai keterlaksanaan proses pembelajaran yang menerapkan model pembelajaran problem solving. Dalam kuesioner ini, jawaban pertanyaan yang disediakan untuk semua pertanyaan adalah “ Ya atau
Tidak”.
E. Validitas Instrumen Penelitian
Mekanisme kerja judgment memerlukan ketelitian dan keahlian penilai. Untuk itu peneliti meminta ahli untuk melakukannya. Dalam hal ini peneliti meminta ban-tuan Ibu Dr. Ratu Beta Rudibyani, M.Si dan Bapak Drs Tasviri Efkar, M.S, seba-gai dosen pembimbing penelitian untuk mengujinya
F. Prosedur Penelitian
Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: 1. Observasi pendahuluan
a. Mengadakan observasi sekolah tempat penelitian untuk mendapatkan infor-masi mengenai data siswa, karakteristik siswa, jadwal, metode yang diguna-kan guru kimia dalam mengajar, dan sarana-prasarana yang ada di sekolah yang dapat digunakan sebagai sarana pendukung pelaksanaan penelitian. b. Menentukan kelas yang digunakan sebagai subyek penelitian berdasarkan
karakteriktik siswa dan pertimbangan dari guru mata pelajaran kimia. c. Mengumpulkan data sekunder berupa daftar nama siswa dan daftar nilai. 2. Pelaksanaan penelitian
Pelaksanaan penelitian ini terdiri dari beberapa tahap yaitu: a. Tahap persiapan
1)Menyusun perangkat pembelajaran yang akan digunakan selama proses pembelajaran di kelas, antara lain Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Lembar Kerja Siswa (LKS), dan instrumen tes.
2)Melakukan pretest pada materi KSp, untuk mengelompokkan siswa ke dalam kelompok tinggi, sedang dan rendah.
1)Pelaksanaan proses pembelajaran pada subyek penelitian dengan meng-gunakan model pembelajaran problem solving.
2)Memberikan posttest. c.Tahap Analisis data
1) Menganalisis hasil kuesioner siswa dan jawaban tes tertulis siswa. 2) Melakukan pembahasan terhadap hasil penelitian.
3) Penarikan kesimpulan
[image:39.595.152.444.320.714.2]Prosedur pelaksanaan penelitian tersebut dapat digambarkan dalam bentuk bagan dibawah ini :
Gambar 1. Bagan prosedur pelaksanaan penelitian Pembahasan
Observasi Pendahuluan
Menentukan subyek penelitian
Membuat instrumen penelitian
Validasi instrumen penelitian
Pembelajaran Problem solving
Posttest Kuesioner
Analisis Data
Kesimpulan
G. Tehnik Pengelompokan
1. Membuat daftar distribudi frekuensi a. Menentukan rentang kelas (R)
b. Menentukan banyak kelas (k)
Dimana n = banyaknya siswa c. Menghitung panjang kelas (p)
P = ( )
( )
d. Menentukan ujung bawah kelas interval pertama
2. Menghitung nilai rata-rata siswa dengan menggunakan persamaan:
= ��� �
Keterangan : = Nilai rata-rata siswa
∑ fi.xi = Jumlah frekuensi dikalikan dengan nilai siswa ∑ � = Jumlah frekuensi
3. Menghitung standar deviasi
� = ���
2
−( ���)2
Keterangan : SD = Standar Deviasi
Fxi2 = Jumlah semua frekuensi dikalikan dengan kuadrat nilai n = Jumlah subyek
4. Mengelompokkan siswa berdasarkan kriteria pengelompokan menurut Sudijono (2008).
R = Data nilai terbesar – Data
Tabel 2. Kriteria pengelompokan siswa Kriteria pengelompokan Kriteria
Nilai ≥ mean + SD Tinggi
Mean –SD ≤ nilai < mean + SD Sedang Nilai < mean – SD Rendah
5. Berdasarkan perhitungan dari poin 1 sampai 4, diperoleh hasil perhitungan seperti pada Tabel 3. (perhitungan terlampir pada Lampiran 14, Hal. 149) Tabel 3. Data pengelompokan siswa
Kriteria pengelompokan Kriteria Jumlah Siswa
Nilai ≥ 84,50 Tinggi 8
61,88 ≤ nilai < 84,50 Sedang 23 Nilai < 61,88 Rendah 14
H. Teknik Analisis Data
Langkah-langkah yang dilakukan dalam mengolah data hasil penelitian adalah sebagai berikut:
1. Tes tertulis
a. Memberi skor pada setiap jawaban siswa pada tes tertulis berbentuk pilihan jamak dan uraian berdasarkan pedoman jawaban yang telah dibuat.
b. Mengelompokkan skor yang didapat setiap siswa sesuai dengan indikator keterampilan mengelompokkan dan penguasaan konsep.
c. Menjumlahkan skor yang didapat setiap siswa sesuai dengan indikator kete-rampilan mengelompokkan dan penguasaan konsep.
d. Mengubah skor menjadi nilai, dengan menggunakan persamaan:
� � = �
[image:41.595.130.363.257.329.2]e. Menghitung rata-rata nilai siswa pada setiap kelompok tinggi, sedang, dan ren-dah untuk keterampilan mengelompokkan dan penguasaan konsep dengan menggunakan persamaan:
− � � � = � � � � � �
� � � �
f. Menentukan kriteria kemampuan siswa pada keterampilan
[image:42.595.142.308.277.382.2]mengelompokkan dan penguasaan konsep siswa berdasarkan Tabel 4. Tabel 4. Kriteria tingkat kemampuan siswa
Nilai Kriteria 81-100
61-80 41-60 21-40 0-20
Sangat baik Baik Cukup Kurang Kurang sekali (Arikunto, 2010)
g. Menentukan kriteria nilai rata-rata siswa pada keterampilan
mengelompokkan dan penguasaan konsep untuk kelompok tinggi, sedang, dan rendah berdasarkan Tabel 3.
h. Menentukan jumlah siswa pada kelompok tinggi, sedang dan rendah untuk setiap tingkat kemampuan.
i. Menentukan persentase siswa pada kelompok tinggi, sedang dan rendah untuk setiap tingkat kemampuan untuk menggunakan rumus di bawah ini:
% �= 100%
Keterangan : % = Persentase siswa
A = Siswa setiap tingkat kemampuan masing-masing kelompok
2. Pengolahan skor jawaban siswa yang diperoleh dari kuesioner (angket). Analisis data primer berupa kuesioner dilakukan dengan cara berikut: a. Memberikan skor untuk setiap nomor sesuai kriteria berikut ini:
1) Pilihan jawaban “Ya” diberi skor 1 2) Pilihan jawaban “Tidak” diberi skor 0
b. Menjumlahkan skor yang diperoleh dari jawaban seluruh siswa pada setiap pertanyaan
c. Menentukan persentase jawaban dari skor yang didapat pada setiap pertanyaan dengan menggunakan persamaan menurut Sudjana (2010)
%�� = 100%
Keterangan: %Xin = Persentase jawaban angket-i ∑S = Jumlah skor jawaban
Smaks = Skor maksimum yang diharapkan
[image:43.595.124.377.539.658.2]d. Menafsirkan persentase yang diperoleh dengan menggunakan kriteria yang di-kemukakan oleh Koentjaraningrat (1990).
Tabel 5. Hubungan antara nilai presentase dengan tafsiran
Presentase Tafsiran
0% Tidak ada
1%-25% Sebagian kecil
26%-49% Hampir separuhnya
50% Separuhnya
51%-75% Sebagian besar
76%-99% Hampir seluruhnya
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Keterampilan mengelompokan pada : kelompok tinggi 87,50% siswa
berkrite-ria sangat baik dan 12.15% siswa berkriteberkrite-ria baik; kelompok sedang 34,78% siswa berkriteria sangat baik dan 64,22% siswa berkriteria baik; kelompok ren-dah. 7,14% siswa berkriteria sangat baik, 28,57% siswa berkriteria baik, dan 64,29% siswa berkriteria cukup.
2. Penguasaan konsep pada : kelompok tinggi 75,00% siswa berkriteria sangat baik dan 25,00% berkriteria baik; kelompok sedang 26,68% berkriteria sangat baik, 69,59% berkriteria baik, dan 4,35% berkriteria cukup; kelompok rendah 7,14% berkriteria sangat baik, 35,72% berkriteria baik dan 57,14% berkriteria cukup.
B. Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka disarankan bahwa : 1. Bagi calon peneliti lain yang tertarik menerapkan pembelajaran problem
DAFTAR PUSTAKA
Andriyani, Yuri. 2012. Efektivitas model pembelajaran problem solving dalam meningkatkan keterampilan mengelompokkan dan penguasaan konsep siswa pada materi koloid Pada Siswa Kelas XII IPA 2 SMA YP-Unila Bandar Lampung TP 2011-2012. (Skripsi). FKIP Unila. Bandar
Lampung.
Arikunto, S. 2004. Penilaian Program Pendidikan. Bina Aksara. Jakarta.
_________. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. PT. Rineka Cipta. Jakarta.
Badan Standar Nasional Pendidikan. 2006. Panduan penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah . BSNP. Jakarta.
Cartono. 2007. Profil Keterampilan Proses Sains Mahasiswa Program Pendidikan Jarak Jauh SI PGSD Universitas Sriwijaya. Seminar
Proseeding of The International Seminar of Science Education, 27 Oktober 2007.
Bandung.
Corebima, A.D. 2006. Keterampilan Proses: Pemberdayaan dan Asesmen.
Makalah disajikan dalam Workshop bagi Mahasiswa dan Guru Pelaksana PTK A2 di Batu, Malang, 24 Juni 2006. Di akses tanggal 12 Junil 2013 dari http://phisiceducation09.blogspot.com/2013/01/pengaruh-strategi-think-pair-share-tps.
Creswell, J. W. 1997. Research Design Qualitative and Quantitative Approaches. Sage Publications. London.
Depdiknas. 2008. Rambu-Rambu Pengakuan Kerja dan Hasil Belajar (PPKHB). Depdiknas. Jakarta.
Keterampilan Dan Kelarutan Kelarutan Produk Konsep dengan Model Pembelajaran Problem Solving. Jurnal Pendidikan Kimia UNILA. Vol 2012 Nomor 1. Diakses 25 Mei 2013 Dari: http://fkip.unila.ac.id/ojs/data/ journals/18/vol2012No1Des2012/RiaMarthanDila0643023029.docx. Dimyati dan Mudjiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta. Jakarta.
Djamarah, S.B dan A. Zain. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Rineka Cipta. Jakarta.
Djsastra, Y.D. 1985. Metode-Metode Mengajar 2. Bina Aksara. Bandung
Fadiawati, N. 2011. Perkembangan Konsepsi Pembelajaran Tentang Struktur Atom Dari SMA Hingga Perguruan Tinggi. Disertasi. SPs-UPI Bandung. Bandung.
Hamalik, Oe. 2004. Proses Belajar Mengajar. Bumi Aksara. Jakarta.
--- 2008. Kurikulum dan Pembelajaran. Bumi Aksara. Jakarta.
Hariwibowo, K., R. Febrianto, A. Rengganis, dan Hera. Makalah Pembelajaran-Proses: Pendekatan Keterampilan Proses. [online]
http://lubisgrafura.word-press.com/2009/05/26/ makalah-pembelajaran-proses-pendekatan-keterampilan-proses/. Diakses pukul 09.22am tanggal 15 November 2011.
Hartono. 2007. Profil Keterampilan Proses Sains Mahasiswa Program
Pendidikan Jarak Jauh S1 PGSD Universitas Sriwijaya. FKIP Universitas Sriwijaya. Palembang. Proceeding of The First International Seminar on Science Education.ISBN: 979-25-0599-7.
Koentjaraningrat. 1990. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Gramedia. Jakarta.
Lidiawati. 2011. Efektivitas Penerapan Metode Problem Solving dalam Meningkatkan Keterampilan Mengkomunikasikan dan Penguasaan Konsep Koloid pada Kelas XI IPA SMAN 1 Abung Semuli TP 2010-2011. (Skripsi). FKIP Unila. Bandar Lampung
Pannen, P., D. Mustafa dan M. Sekarwinahyu. 2001. Konstruktivisme Dalam Pembelajaran. Proyek Pengembangan Universitas Terbuka Dirjen Pendidikan Tinggi. Depdiknas.
Priyanto dan Harnoko.1997. Perangkat Pembelajaran. Depdikbud. Jakarta.
Purba, M. 2006. Kimia SMA Kelas XI. Erlangga. Jakarta.
Roth, K.J. (1992). “Science Education: It’s Not Enough to Do or Relate”.
Relevant Research Vol II. The National Science Teachers Association.
Sagala, S. 2010. Konsep dan makna pembelajaran. Alfabeta. Bandung.
Sukamto, Tutik dkk. 1992. Prinsip Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: Pusat Antar Universitas Untuk Peningkatan dan Pengembangan Aktivitas
Pembelajaran Dijen Dikti Departemen Pendidikan dan Kebudayan RI. - See more at:
http://suratanmakna.blogspot.com/2012/02/model-pembelajaran-tematik.html
Soetardjo. 1998. Proses Belajar Mengajar Dengan Metode Pendekatan Keterampilan Proses. SIC. Surabaya.
Sudjana. 2002. Metoda Statistika. Tarsito. Bandung.
Tim Penyusun. (2006). Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Badan Standar Nasional Pendidikan. Jakarta.
Tim Penyusun. 2010. Format Penulisan Karya Ilmiah Universitas Lampung. Penerbit Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Winarni, EW. 2006. Inovasi dalam Pembelajaran IPA. FKIP Press. Bengkulu Diakses tanggal 2 Maret.2013 dari
http://biolgigeducationresearc.blogspot.com/2009/12/kemampuanakademik