ABSTRAK
EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 5E DALAM MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR
DAN PENGUASAAN KONSEP SISWA PADA MATERI POKOK ASAM-BASA
Oleh
LAURENCE MART SIHALOHO
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan efektivitas model pembelaja-ran Learning Cycle 5E (LC 5E) dalam meningkatkan motivasi belajar dan pengu-asaan konsep siswa pada materi pokok asam-basa di SMA Perintis 2 Bandar Lampung. Penelitian ini menggunakan metode kuasi eksperimen dengan Non Equivalent Control Group Design. Penentuan sampel penelitian menggunakan
teknik purposive sampling. Sampel dalam penelitian ini adalah kelas XI IPA2 sebagai kelas eksperimen dan kelas XI IPA3 sebagai kelas kontrol.
Efektivitas model pembelajaran LC 5E diukur berdasarkan adanya perbedaan n-Gain yang signifikan antara kelas kontrol dan kelas eksperimen, dengan menggu-nakan uji perbedaan dua rata-rata. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata nilai n-Gain motivasi belajar untuk kelas kontrol dan eksperimen masing-masing sebesar
0,65 dan 0,75; dan nilai rata-rata n-Gain penguasaaan konsep untuk kelas kontrol dan eksperimen masing-masing 0,35 dan 0,49. Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran LC 5E efektif dalam meningkatkan motivasi belajar dan penguasaan konsep siswa.
vi DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 6
C. Tujuan Penelitian ... 7
D. Manfaat Penelitian ... 7
E. Ruang Lingkup Penelitian ... 7
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran ... 9
B. Teori Belajar Kontruktivsme ... 9
C. Learning Cycle 5E (LC 5E) ... 11
D. Motivasi Belajar ... 18
E. Penguasaan Konsep ... 24
F. Kerangka Pemikiran ... 27
G. Anggapan Dasar ... 29
vii
B. Jenis dan Sumber Data ... 31
C. Metode dan Desain Penelitian... 32
D. Variabel Penelitian ... 32
E. Instrumen dan Validitas Penelitian ... 33
F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 34
G. Hipotesis Kerja ... 37
H. Hipotesis Statistik ... 37
I. Teknik Pengolahan Data ... 38
J. Teknik Analisis Data ... 41
K. Teknik Pengisian Hipotesis ... 41
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian dan Analisis Data ... 44
B. Pembahasan ... 53
V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 67
B. Saran ... 68 DAFTAR PUSTAKA
1. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pembelajaran merupakan proses membelajarkan siswa menggunakan azas dikan maupun teori belajar yang merupakan penentu utama keberhasilan pendi-dikan. Sering dikatakan mengajar adalah mengorganisasikan aktivitas siswa da-lam arti yang luas. Peranan guru bukan semata-mata memberikan informasi, me-lainkan juga mengarahkan, dan memberikan fasilitas belajar (directing and faci-litating the learning) agar proses belajar lebih memadai.
Kimia merupakan cabang dari ilmu pengetahuan alam (sains), yang berkenaan dengan kajian-kajian tentang struktur dan komposisi materi, perubahan yang dapat dialami materi, dan fenomena-fenomena lain yang menyertai perubahan materi. Dalam pedoman Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) ditegaskan bahwa pembelajaran ilmu kimia di Sekolah Menengah Atas memiliki tujuan dan fungsi tertentu, diantaranya adalah untuk memupuk sikap ilmiah yang mencakup sikap kritis terhadap pernyataan ilmiah, yaitu tidak mudah percaya tanpa adanya dukungan hasil observasi, memahami konsep-konsep kimia dan penerapan untuk menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari
Faktanya, pembelajaran kimia cenderung hanya menghadirkan konsep-konsep,
produk tanpa menyuguhkan bagaimana proses ditemukannya konsep, hukum, dan
teori tersebut, sehingga tidak tumbuh sikap ilmiah dalam diri siswa. Pembelajaran
kimia di sekolah cenderung hanya menghafal konsep dan kurang mampu
meng-gunakan konsep tersebut jika menemui masalah dalam kehidupan nyata yang
berhubungan dengan konsep yang dimiliki. Akibatnya, pembelajaran kimia
men-jadi kehilangan daya tariknya dan lepas relevansinya dengan dunia nyata yang
seharusnya menjadi obyek ilmu pengetahuan tersebut (Depdiknas, 2003). Dari hasil penelitian pendahuluan yang telah dilakukan di SMA Perintis 2 Bandar Lampung, proses pembelajaran yang dilakukan hanya melibatkan siswa sebagai pendengar dan pencatat karena pembelajaran di dominasi dengan ceramah oleh guru dan latihan soal. Model pembelajaran yang seperti ini membuat ketertarikan siswa dalam belajar menjadi berkurang. Siswa hanya menerima dan mendengar-kan materi dari guru dan tidak dilibatmendengar-kan dalam menemumendengar-kan konsep sehingga pembelajaran menjadi monoton, siswa kurang termotivasi untuk belajar, dan menyebabkan aktivitas seperti aktif dalam diskusi, bertanya pada guru, mem-berikan pendapat, dan menjawab pertanyaan dari guru jarang muncul dalam proses pembelajaran.
mengalami kesulitan menghubungkannya dengan apa yang terjadi di lingkungan sekitar, dan tidak merasakan manfaat dari pembelajaran pada materi asam-basa.
memiliki rata-rata hasil belajar sebesar 75,43. Dari hasil penelitian yang
dilakukan ke 3 peneliti tersebut menyatakan bahwa dengan menggunakan model pembelajaran LC 5E diharapkan siswa aktif dan akibatnya nilai lebih baik.
Model pembelajaran LC 5E merupakan model yang dapat digunakan oleh guru dan memberikan kesempatan untuk mengembangkan kreativitas belajar IPA pada setiap siswa. Dalam pembelajaran LC 5E terdapat 5 fase yaitu fase pendahuluan (engagement), fase eksplorasi (eksploration), fase penjelasan (explaination), fase penerapan konsep (elaboration),dan fase yang terakhir adalah fase evaluasi (evaluation).
Pada dasarnya motivasi dipandang sebagai suatu proses. Motivasi sangat diperlu-kan dalam proses belajar, sebab seseorang yang tidak mempunyai motivasi dalam belajar, tidak akan mungkin melakukan aktivitas belajar. Seseorang melakukan aktivitas belajar karena ada yang mendorongnya. Motivasilah sebagai dasar peng-gerak yang mendorong seseorang untuk belajar. Seseorang yang berminat untuk belajar belum sampai pada tataran motivasi yang menunjukkan aktivitas nyata (Djamarah, 2002). Motivasi belajar merupakan keseluruhan daya penggerak psi-kis di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, menjamin kelang-sungan kegiatan belajar, dan memberikan arah pada kegiatan belajar demi men-capai tujuan. Motivasi dapat menentukan baik tidaknya menmen-capai tujuan sehingga semakin besar motivasinya akan semakin besar kesuksesan yang diraih, artinya semakin besar motivasi belajar siswa, maka akan semakin meningkat penguasaan konsep terhadap materi pembelajaran kimia.
Faktor lain yang cenderung mempengaruhi motivasi belajar siswa yaitu faktor lingkungan. Dilihat dari dimensi lingkungan yang dapat mempengaruhi proses pembelajaraan yaitu faktor organisasi kelas dan faktor iklim sosial-psikologis. Faktor organisasi kelas yang di dalamnya meliputi jumlah siswa dalam suatu kelas merupakan aspek penting yang dapat mempenagruhi proses pembelajaran.
Selain itu proses pembelajaran siswa harus memahami konsep-konsep belajar. Setiap konsep tidak berdiri sendiri melainkan berhubungan satu sama lain, oleh
karena itu siswa dituntut tidak hanya menghafal konsep saja, tetapi hendaknya
memperhatikan hubungan antara satu konsep dengan konsep lainnya. Penguasaan
konsep dasar yang baik akan membantu dalam pembentukan konsep-konsep yang
lebih kompleks untuk menemukan suatu prinsip. Memiliki penguasaan konsep,
seseorang akan mampu mengartikan dan menganalisis ilmu pengetahuan yang
dilambangkan dengan kata-kata menjadi suatu buah pemikiran dalam
memecah-kan suatu permasalahan tertentu.
Berdasarkan penjelasan di atas maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang : “Efektivitas model pembelajaran learning cycle 5E (LC5E) dalam meningkatkan
motivasi belajar dan penguasaan konsep siswa pada materi asam-basa”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah model pembelajaran LC 5E efektif dalam meningkatkan motivasi belajar siswa pada materi asam-basa?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk men-deskripsikan efektivitas pembelajaran LC 5E dalam meningkatkan motivasi bel-ajar dan pengusaan konsep siswa pada materi asam-basa.
D. Manfaat penelitian
Manfaat penelitian ini adalah:
a. Siswa yaitu sebagai bahan pengetahuan dan menumbuhkan motivasi belajar siswa sehingga hasil belajarnya akan membaik.
b. Guru Kimia yaitu menambah informasi dan wawasan dalam mengajarkan pelajaran kimia dengan menggunakan kreativitas dan menumbuhkan motivasi belajar siswa.
c. Sekolah yaitu sebagai bahan pemikiran bagi sekolah dalam memotivasi kreatifitas guru dalam mendidik siswa sehingga meningkatkan hasil belajar siswa.
E. Ruang Lingkup penelitian
Untuk lebih memberikan gambaran pada penelitan ini, maka perlu diberikan pen-jelasan terhadap istilah-istilah untuk membatasi rumusan masalah yang akan di-teliti. istilah-istilah yang dapat dijelaskan adalah sebagai berikut:
2. Model pembelajaran LC 5E adalah salah satu model pembelajaran yang berpusat pada siswa melalui 5 fase yaitu fase pendahuluan (engagement), fase eksplorasi (exploration), fase penjelasan (expalnation), fase penerapan konsep (elaboration/extention) dan fase evaluasi (evaluation).
3. Pembelajaran konvesional merupakan pembelajaran yang selama ini digunakan di SMA Perintis 2 Bandar Lampung. Pembelajaran konvesional yang diterapkan menggunakan metode ceramah, diskusi, tanya jawab dan latihan soal.
4. Motivasi belajar yaitu adanya keinginan kompetensi dasar atau kemampuan siswa dalam memenuhi suatu tahapan pengalaman belajar.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Efektivitas
Efektivitas menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah sesuatu yang memiliki pengaruh atau akibat yang ditimbulkan, membawa hasil dan merupakan keberhasilan dari suatu usaha atau tindakan, dalam hal ini efektivitas dapat dilihat dari tercapainya tujuan intruksional khusus yang telah dicanangkan (Satria, 2005).
Efektivitas pembelajaran dapat diukur dengan mengadaptasi pengukuran tivitas pelatihan yaitu melalui evaluasi. Dan pembelajaran dapat dikatakan efek-tif, jika dapat meningkatkan hasil belajar siswa secara statistik hasil belajar siswa menunjukan perbedaan yang signifikan antara pemahaman awal dengan pe-mahaman setelah pembelajaran.
B. Teori Belajar Konstruktivisme
Teori baru dalam psikologi pendidikan dikelompokkan dalam teori pembelajaran
konstruktivis (constructivist theorist of learning). Teori konstruktivis ini
menya-takan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi
kompleks, memeriksa informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya
apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai. Bagi siswa agar benar-benar
me-mahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan
kerja Piaget, Vygotsky, teori-teori pemrosesan informasi, dan teori psikologi
kognitif yang lain, seperti teori Bruner Slavin dalam (Riyanto, 2012).
Menurut Von Glasersfeld dalam (Sardiman 2007) konstruktivisme adalah salah
satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah
kons-truksi (bentukan) kita sendiri. Pengetahuan bukanlah suatu imitasi dari kenyataan
(realitas). Von Glasersfeld menegaskan bahwa pengetahuan bukanlah suatu tiruan
dari kenyataan. Pengetahuan bukanlah gambaran dari dunia kenyata-an yang ada.
Tetapi pengetahuan selalu merupakan akibat dari suatu konstruksi kognitif
ke-nyataan melalui kegiatan seseorang. Secara sederhana konstruktivisme me-
rupakan konstruksi dari kita yang mengetahui sesuatu. Pengetahuan itu bukanlah
suatu fakta yang tinggal ditemukan, melainkan suatu perumusan yang diciptakan
orang yang sedang mempelajarinya. Bettencourt menyimpulkan bahwa
kons-truktivisme tidak bertujuan mengerti hakikat realitas, tetapi lebih hendak melihat
bagaimana proses kita menjadi tahu tentang sesuatu (Suparno, 1997)
Ciri atau prinsip dalam belajar menurut (Suparno 1997) sebagai berikut :
1. Belajar berarti mencari makna. Makna diciptakan oleh siswa dari apa yang mereka lihat, dengar, rasakan dan alami.
2. Konstruksi makna adalah proses yang terus menerus.
3. Belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta, tetapi merupakan pengembangan pemikiran dengan membuat pengertian baru. Belajar bukanlah hasil perkembangan tetapi perkembangan itu sendiri.
4. Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman subjek belajar dengan dunia fisik dan lingkungannya.
C. Learning Cycle 5E (LC5E)
Learning Cycle (LC) merupakan salah satu model perencanaan yang telah diakui
dalam pendidikan, khususnya pendidikan IPA. Model ini merupakan model yang mudah untuk digunakan oleh guru dan dapat memberikan kesempatan untuk me-ngembangkan kreativitas belajar IPA pada setiap siswa. Menurut I Kadek Adi Hirawan (2009) menyatakan bahwa LC adalah suatu kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan proses pembelajaran yang berpusat pada pembelajar atau anak didik (student centre). LC merupakan rangkaian dari tahap-tahap kegiatan (fase) yang diorganisasi sedemikian rupa sehingga belajar dapat menguasai kompetensi-kompetensi yang harus dicapai dalam pem-belajaran dengan jalan berperanan aktif. Model LC termasuk ke pendekatan kon-truktivisme karena siswa sendiri yang mengkonstruksi pemahamannya.
Piaget dan para kontruktivis pada umumnya dalam (Sudirman, 2007) berpendapat bahwa:
LC merupakan model pembelajaran yang dilandasi oleh filsafat konstruktivisme. Pembelajaran melalui model siklus belajar mengharuskan siswa membangun sen-diri pengetahuannya dengan memecahkan permasalahan yang dibimbing langsung oleh guru. Model pembelajaran ini memiliki lima langkah sederhana, yaitu
pertama, fase menarik perhatian, dalam fase ini guru memberikan permasalahan yang sesuai dengan topik pembelajaran untuk harus dipecahkan oleh siswa. Kedua, fase eksplorasi, dalam fase ini guru menggali pengetahuan awal siswa. Ketiga, fase eksplanasi. Keempat, fase penerapan konsep dimaksudkan mengajak siswa untuk menerapkan konsep pada contoh kejadian yang lain, baik yang sama tingkatannya ataupun yang lebih tinggi tingkatannya. Kelima, fase evaluasi dilakukan untuk mengetahui pemahaman konsep yang telah diketahui oleh siswa. Karplus dan Their dalam (Fajaroh dan Dasna, 2007) mengungkapkan bahwa:
Siklus Belajar (Learning Cycle) atau dalam penulisan ini disingkat LC adalah suatu model pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered). LC merupakan rangkaian tahap-tahap kegiatan (fase) yang diorganisasi sedemikian rupa sehingga pebelajar dapat menguasai kompetensi-kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan jalan berperanan aktif. LC 5E terdiri dari fase-fase, pendahuluan
(egagement), eksplorasi (exploration), penjelasan konsep (concept
Kelima fase tersebut dapat dijabarkan oleh Dasna dan Amelia (2009).
1. Fase Pendahuluan (Engagement)
Kegiatan pada fase ini bertujuan untuk mendapatkan perhatian siswa, mendorong kemampuan berpikirnya, dan membantu mereka mengakses kemampuan awal yang dimilikinya. Hal penting yang perlu dicapai oleh pengajar pada fase ini adalah timbulnya rasa ingin tahu siswa tentang tema/topik yang akan dipelajari. Keadaan tersebut dapat dicapai dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada siswa tentang fakta/fenomena yang berhubungan dengan materi yang akan dipelajari. Jawaban siswa digunakan untuk mengetahui hal-hal apa saja yang lebih diketahui oleh mereka. Pada fase ini pula siswa dapat diajak untuk membuat prediksi-prediksi tentang fenomena yang akan dipelajari dan dibuktikan dalam dalam fase eksplorasi. Fase ini dapat pula digunakan untuk mengidentifikasi miskonsepsi.
2. Fase Eksplorasi (Eksploration)
Pada fase eksplorasi siswa diberi kesempatan baik secara mandiri maupun secara berkelompok tanpa instruksi atau pengarahan secara langsung dari guru. Siswa bekerja memanipulasi suatu objek, melakukan percobaan (secara ilmiah), melakukan pengamatan, mengumpulkan data, sampai pada saat
seimbangan kognitif (disequilibrium). Siswa diharapkan bertanya kepada dirinya sendiri : “Mengapa demikian” atau “ bagaimana akibatnya bila” dan
seterusnya. Kegiatan eksplorasi memberikan kesempatan siswa untuk menguji dugaan dan hipotesis yang telah mereka tetapkan. Mereka dapat mencoba beberapa alternatif pemecahan, mendiskusikannya dengan teman se-kelompoknya, mencatat hasil pengamatan dan mengemukakan ide, dan mengambil keputusan memecahkannya.
Kegitan pada fase ini sampai pada tahap presentasi/komunikasi hasil yang diperoleh dari percobaan/menelaah bacaan. Dari komunikasi tersebut diharapkan diketahui seberapa tingkat pemahaman siswa terhadap masalah yang dipecahkan.
3. Fase Penjelasan (Explain)
4. Fase Penerapan Konsep (Elaboration)
Kegiatan belajar pada fase ini mengarahkan siswa menerapkan konsep-konsep yang telah dipahami dan keterampilan yang dimiliki pada situasi baru. Guru dapat mengarahkan siswa untuk memperoleh penjelasan alternatif dengan menggunakan data/fakta yang mereka eksplorasi dalam situasi yang baru. Guru dapat memulai dengan mengajukan masalah baru yang memerlukan pengujian lewat eksplorasi dengan melakukan percobaan, pengamatan, pengumpulan data, analisis data/sampai membuat kesimpulan.
5. Fase Evaluasi (Evaluate)
Kegiatan belajar pada fase evaluasi, guru ingin mengamati perubahan pada siswa sebagai akibat dari proses belajar. Pada fase ini guru dapat mengajukan pertanyaan terbuka yang dapat dijawab dengan menggunakan lembar
observasi, fakta/data dari penjelasan dari sebelumnya yang dapat diterima. Kegiatan pada fase evaluasi berhubungan dengan penilaian kelas yang dilakukan guru meliputi penilaian proses dan evaluasi penguasaan konsep yang diperoleh oleh siswa.
Efektivitas implementasi LC 5E biasanya diukur melalui observasi proses dan pemberian tes. Jika ternyata hasil dan kualitas pembelajaran tersebut belum me-muaskan, maka belum dapat dilakukan siklus berikutnya yang pelaksanaannya harus lebih baik dibanding siklus sebelumnya dengan cara mengantisipasi
(Hudojo, 2001) mengemukakan bahwa LC 5E melalui kegiatan dalam tiap fase mewadahi siswa untuk secara aktif membangun konsep-konsepnya sendiri dengan cara berinteraksi dengan lingkungan fisik maupun sosial. Selain itu Hudojo me-ngemukakan bahwa:
Implementasi LC 5E dalam pembelajaran sesuai dengan pandangan konstruktivis:
1. Siswa belajar secara aktif. Siswa mempelajari materi secara bermakna dengan bekerja dan berpikir. Pengetahuan dikonstruksi dari pengalaman siswa.
2. Informasi baru dikaitkan dengan skema yang telah dimiliki siswa. Informasi baru yang dimiliki siswa berasal dari interpretasi individu. 3. Orientasi pembelajaran adalah investigasi dan penemuan yang merupakan
pemecahan masalah.
Cohen dan Clough (dalam Fajaroh dan Dasna, 2007) menyatakan bahwa LC 5E merupakan strategi jitu bagi pembelajaran sains di sekolah menengah karena dapat dilakukan secara luwes dan memenuhi kebutuhan nyata guru dan siswa. Dilihat dari dimensi guru, penerapan strategi ini memperluas wawasan dan me-ningkatkan kreativitas guru dalam merancang kegiatan pembelajaran. Ditinjau dari dimensi pebelajar, penerapan strategi ini memberi keuntungan berikut:
a) meningkatkan motivasi belajar karena pebelajar dilibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran,
b) membantu mengembangkan sikap ilmiah pebelajar, c) pembelajaran menjadi lebih bermakna.
Adapun kekurangan penerapan strategi ini yang harus selalu diantisipasi diper-kirakan sebagai berikut (Soebagio, 2000):
b) menuntut kesungguhan dan kreativitas guru dalam merancang dan melak-sanakan proses pembelajaran,
c) memerlukan pengelolaan kelas yang lebih terencana dan terorganisasi, d) memerlukan waktu dan tenaga yang lebih banyak dalam menyusun
rencana dan melaksanakan pembelajaran.
Lingkungan belajar yang perlu diupayakan agar LC 5E berlangsung secara konstruktivistik adalah:
a) tersedianya pengalaman belajar yang berkaitan dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa,
b) tersedianya berbagai alternatif pengalaman belajar jika memungkinkan, c) terjadinya transmisi sosial, yakni interaksi dan kerja sama individu dengan
lingkungannya,
d) tersedianya media pembelajaran,
e) kaitkan konsep yang dipelajari dengan fenomena sedemikian rupa sehingga siswa terlibat secara emosional dan sosial yang menjadikan pembelajaran berlangsung menarik dan menyenangkan.
Ditinjau dari dimensi peserta didik, penerapan strategi ini memberi keuntungan sebagai berikut :
1. Meningkatkan motivasi belajar karena peserta didik dilibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran.
Menurut (Soebagio 2000) adapun kekurangan penerapan strategi ini yang harus selalu diantisipasi diperkirakan sebagai berikut :
1. Efektifitas pembelajaran rendah jika guru kurang menguasai materi dan langkah-langkah pembelajaran.
2. Menurut kesungguhan dan kreativitas guru dalam merancang dan melaksanakan proses pembelajaran.
3. Memerlukan pengelolaan kelas yang lebih terencana dan terorganisasi. 4. Memerlukan waktu dan tenaga yang lebih banyak dalam menyusun
rencana dan melaksanakan pembelajaran.
D. Motivasi
1. Pengertian Motivasi
Motivasi belajar setiap siswa, satu dengan yang lainnya, bisa jadi tidak sama. Biasanya, hal itu tergantung dari apa yang diinginkan orang yang bersangkutan. Misalnya, seorang anak mau belajar dan mengejar rangking pertama karena diiming-imingi akan dibelikan sepeda oleh orang tuanya. Contoh lainnya, seorang mahasiswa mempunyai motivasi tinggi agar lulus dengan predikat cum laude. Setelah itu dia bertujuan untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik dengan tujuan membahagiakan orang tuanya.
Selanjutnya pendapat (Sardiman 2005) bahwa :
Sumadi Suryabrata dalam (Djali 2008) adalah keadaan yang terdapat dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk melakukan aktivitas tertentu guna
pencapaian suatu tujuan.
Ausutel dalam (Djali 2008) mengemukakan bahwa motivasi berprestasi terdiri dari tiga kmponen yaitu dorongan kognitif, dan ego-enhancing one, dan
komponen afiliasi. Dorongan kognitif adalah keinginan siswa untuk mempunyai kompetensi dalam subyek yang ditekuninya serta keinginan untuk menyelesaikan tugas yang dihadapinya dengan hasil yang sebaik-baiknya. An ego-enhancingone maksudnya keinginan siswa untuk meningkatkan status dan harga dirinya (self-esteem), misalnya dengan jalan berprestasi dalam segala bidang, sedangkan komponen afikasi adalah keinginan siswa untuk selalu berafiliasi dengan siswa lain.
Setiap mahasiswa memiliki kekuatan mental yang menjadi penggerak berupa keinginan, perhatian, kemauan dan cita-cita. Motivasi yang timbul dari dalam akan lebih tahan lama dalam memungkinkan untuk mencapai prestasi yang lebih baik. Hal ini, sepadan dengan pendapat (Oemar. H 2004) “Belajar yang efektif bila didasari oleh keinginan yang murni dan bersumber dari dalam dirinya sendiri. Peranan motivasi sangat besar terutama untuk mendorong kegiatan belajar, serta untuk mencapai tujuan belajar siswa”.
ter-motivasi untuk bergaul dengan orang lain dan mereka menyatakan ter-motivasi ini dalam berbagai cara yang berbeda.
2. Kebutuhan Motivasi
Ketika suatu tingkat kebutuhan terpenuhi dan mendominasi, seseorang tidak lagi mendapat motivasi dari kebutuhan tersebut. Selanjutnya, orang akan berusaha memenuhi kebutuhan tingkat berikutnya. Maslow membagi tingkat kebutuhan manusia menjadi sebagai berikut:
1. Kebutuhan fisiologis : kebutuhan yang dasariah, misalnya rasa, lapar, haus, tempat berteduh, seks, tidur, oksigen dan kebutuhan jasmani lainnya. 2. Kebutuhan akan rasa aman : mencakup antara lain keselamatan, dan
per-lindungan terhadap kerugian fisik dan emosional.
3. Kebutuhan sosial : mencakup kebutuhan akan rasa memiliki dan di-memiliki , kasih sayang, diterima baik dan persahabatan.
4. Kebutuhan akan penghargaan : mencakup faktor penghormatan internal seperti harga diri, otonomi, dan prestasi; serta faktor eksternal seperti status, pengakuan dan perhatian.
5. Kebutuhan akan aktualisasi diri mencakuphasrat diri : mencakup hasrat untuk makin menjadi diri sepenuhnya kemampuan sendiri, menjadi apa saja menurut kemampuannya.
3. Fungsi Motivasi
Fungsi motivasi menurut (Oemar H, 2004)
1) Mendorong timbulnya kelakuan atau suatu perbuatan. Tanpa motivasi maka tidak akan timbul sesuatu perbutan seperti belajar.
2) Motivasi berfungsi sebagai pengarah. Artinya mengarahkan perbuatan kepencapaian tujuan yang diinginkan.
3) Motivasi berfungsi sebagai penggerak. Ia berfungsi sebagai penggerak bagi mobil. Besar kecilnya motivasi akan menentukan cepat atau lambatnya suatu pekerjaan.
(Thursan Hakim 2000) mengatakan bahwa motivasi belajar seorang siswa dapat dibangkitkan dengan mengusahakan agar siswa memiliki motif intrinsik dan ekstrinsik dalam belajar. Adapun cara menimbulkan motif belajar intrinsik sebagai berikut:
1. Memahami manfaat-manfaat yang dapat diperoleh dari setiap pelajaran atau kuliah.
2. Memilih bidang studi yang paling disenangi dan paling sesuai dengan minat.
3. Memilih jurusan bidang studi yang sesuai dengan bakat dan pengetahuan. 4. Memilih bidang studi yang paling menunjang masa depan.
Sedangkan untuk membangkitkan motif ekstrinsik dapat dilakukan dengan memiliki berbagai keinginan untuk membangkitkan motivasi belajar, yaitu:
1. Keinginan untuk mendapat ujian yang baik 2. Keinginan untuk menjadi juara kelas atau umum 3. Keinginan untuk naik kelas atau lulus ujian
4. Keinginan untuk menjaga harga diri atau gengsi, misalnya untuk dianggap sebagai orang pandai
5. Keinginan untuk menang bersaing dengan orang lain 6. Keinginan menjadi siswa atau mahasiswa teladan
7. Keinginan untuk dapat memenuhi persyaratan dalam memasuki pendidikan lanjutan
8. Keinginan untuk menjadi sarjana
9. Keinginan untuk dikagumi sebagi orang yang berprestasi.
11.Keinginan untuk melaksanakan anjuran atau dorongan dari orang lain seperti orangtua, kakak, teman akrab, guru dan orang lain yang disegani serta mempunyai hubungan erat.
Pendapat diatas serupa dengan pendapat (Sardiman 2001) yang mengemukakan bahwa motivasi dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
a. Motivasi intrinsik yaitu motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsinya sebagai rangsangan dari luar, karena dalam diri setiap individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu.
b. Motivasi ekstrinsik yaitu motif-motif yang aktif dan berfungsinya karena adanya rangsangan dari luar.
Berdasarkan uraian diatas, maka motif intrinsik dan ekstrinsik sangat dibutuhkan dalam proses pembelajaran. Sebab peranan motivasi bagi siswa atau mahasiswa adalah mengarahkan serta menjaga ketekunan dalam melakukan kegiatan belajar sehingga prestasi belajarnya akan baik.
4) Cara Menggerakkan Motivasi
Guru menggunakan berbagai cara untuk menggerakkan atau membangkitkan motivasi belajar siswanya, ialah sebagai berikut:
1. Memberi angka. Umumnya setiap siswa ingin mengetahui hasil
pekerjaannya, yakni berupa angka yang diberikan oleh guru. Murid yang mendapat angkanya baik, akan mendorong belajarnya lebih besar,
sebaliknya murid yang angka kurang, mungkin menimbulkan frustasi atau dapat juga menjadi pendorong agar belajar lebih baik.
2. Pujian. Pemberian pujian kepada murid atas hal-hal yang telah dilakukan dengan berhasil besar manfaatnya sebagai pendorong belajar. Pujian menimbulkan rasa puas dan senang.
4. Kerja kelompok. Dalam kerja kelompok di mana melakukan kerja sama dalam belajar, setiap anggota kelompok turutnya, kadang-kadang perasaan untuk mempertahankan nama baik kelompok menjadi pendorong yang kuat dalam perbuatan belajar.
5. Persaingan. Baik kerja kelompok maupun persaingan memberikan motif-motif soial kepada murid. Hanya saja persaingan individual akan
menimbulkan pengaruh yang tidak baik, seperti rusaknya hubungan persahabatan, perkelahian, pertentangan, persaingan antar kelompok belajar.
6. Tujuan dan level of aspiration. Dari keluarga akan mendorong kegiatan siswa.
7. Sarkasme. Ialah dengan jalan mengajak para siswa yang mendapat hasil belajar yang kurang. Dalam batas-batas tertentu sarkasme dapat
mendorong kegiatan belajar deminama baiknya, tetapi di pihak lain dapat menimbulkan sebaliknya, karena siswa merasa dirinya dihina, sehingga memungkinkan timbulnya konflik antara murid dan guru.
8. Penilaian. Penilaian secara kontinu akan mendorong murid-murid belajar, oleh karena setiap anak memiliki kecenderungan untuk memperoleh hasil yang baik. Di samping itu, para siswa selalu mendapat tantangan dan masalah yang harus dihadapi dan dipecahkan, sehingga mendorongnya belajar lebih teliti dan saksama.
9. Karyawisata dan ekskursi. Cara ini dapat membangkitkan motivasi belajar oleh karena dalam kegiatan ini akan mendapat pengalaman langsung dan bermakna baginya. Selain dari itu, karena objek yang akan dikunjungi adalah objek yang menarik minatnya. Suasana bebas, lepas dari keterikatan ruangan kelas besar manfaatnya untuk menghilangkan
ketegangan-ketegangan yang ada, sehingga kegitan belajar dapat dilakukan lebih menyenangkan.
10.Film pendidikan. Setiap siswa merasa senang menonton film. Gambaran dan isi cerita film lebih menarik perhatian dan minat belajar siswa dalam belajar. Para siswa mendapat pengalaman baru yang merupakan suatu unit cerita yang bermakna.
11.Belajar melalui radio. Mendengarkan radio lebih menghasilkan daripada mendengarkan ceramah guru. Radio adalah alat yang penting untuk
E. Penguasaan Konsep
Menurut (Dahar 1998) konsep adalah suatu abstraksi yang memiliki suatu kelas
objek-objek, kejadian-kejadian, kegiatan-kegiatan, hubungan-hubungan yang
mempunyai atribut yang sama. Setiap konsep tidak berdiri sendiri melainkan
berhubungan satu sama lain, oleh karena itu siswa dituntut tidak hanya menghafal
konsep saja, tetapi hendaknya memperhatikan hubungan antara satu konsep
dengan konsep lainnya. Penguasaan konsep dasar yang baik akan membantu
dalam pembentukan konsep-konsep yang lebih kompleks untuk menemukan suatu
prinsip. Dengan memiliki penguasaan konsep, seseorang akan mampu
mengartikan dan menganalisis ilmu pengetahuan yang dilambangkan dengan
kata-kata menjadi suatu buah pemikiran dalam memecahkan suatu permasalahan
tertentu.
Konsep merupakan prinsip dasar yang sangat penting dalam proses belajar. Guna memecahkan masalah, seorang siswa harus mengikuti aturan – aturan yang rele-van. Aturan ini harus sesuai dengan konsep dasar yang diperolehnya, sehingga dapat dikatakan konsep adalah belajar mengenal dan membedakan sifat-sifat dari objek kemudian membuat pengelompokan terhadap objek tersebut. Hal tersebut sesuai dengan pendapat yang menyatakan bahwa:
Pentingnya penguasaan konsep bagi siswa adalah untuk mempermudah pe-nguasaan konsep selanjutnya. Dalam belajar siswa harus melalui beberapa tahap dalam proses belajarnya, yaitu pengenalan konsep, hafalan, meningkat kekonsep pemahaman dan berakhir pada penggunaan atau aplikasi konsep. (Nasution 2003) mengungkapkan bahwa manfaat belajar konsep adalah membebaskan individu dari pengaruh stimulus yang spesifik dan dapat menggunakan dalam situasi dan stimulus yang mengandung konsep itu. Jadi jelas bahwa dalam belajar konsep sangat penting bagi manusia karena digunakan dalam komunikasi dengan orang lain, dalam berfikir, dan dalam belajar. Menurut (Sagala, 2003) definisi konsep adalah buah pemikiran seseorang atau kelompok orang yang dinyatakan dalam difinisi sehingga melahirkan produk pengetahuan meliputi prinsip, hukum dan teori. Konsep diperoleh dari fakta, peristiwa, pengalaman melalui generalisasi dan berfikir abstrak, kegunaan konsep untuk menjelaskan dan meramalkan. Konsep dapat menolong kita untuk mengklasifikasikan fenomena yang ada disekitar kita melalui pembendaharaan konsep. Siswa diharapkan tidak sekedar memilikinya tetapi diharapkan dapat menggunakan untuk mengorganisasikan dalam mengklasifikasikan pengalamannya dan memecahkan masalah yang dihadapi mereka.
Pemahaman konsep – konsep menurut Flavel dalam (Sagala 2003) dapat dibedakan menjadi tujuh dimensi yaitu:
1. Atribut, setiap konsep mempunyai atribut yang berbeda.
2. Struktur, menyangkut cara terkainya atau tergabungnya atribut –atribut itu. 3. Keabstrakan, yaitu konsep – konsep dapat dilihat dan konsep – konsep itu
terhadap konsep- konsep yang lain.
5. Ketepatan, yaitu konsep menyangkut apakah ada sekumpulan aturan-aturan untuk membedakan contoh-contoh atau bukan contoh suatu konsep. 6. Generalisasi atau keumuman, yaitu bila diklasifikasikan konsep-konsep
dapat berbeda.
7. Kekuatan, yaitu ketuntasan suatu konsep oleh sejauh mana orang setuju bahwa konsep itu penting.
Menurut pendapat diatas, konsep merupakan buah yang dimiliki seseorang yang tumbuh sebagai hasil dari pengalaman manusia yang lebih dari suatu benda, peris-tiwa atau fakta yang mengalami perubahan, akibat pengetahuan baru dan konsep merupakan abstraksi dari ciri-ciri sosial yang mempermudah komunikasi antar manusia untuk berfikir. Penguasaan konsep oleh siswa dapat mempermudah masalah dan memudahkan siswa untuk mempelajri konsep yang lain.
Dengan mengusai konsep-konsep kemungkinan untuk memperoleh pengetahuan tidak terbatas. (Nurhadi (2003) menyatakan bahwa:
Yang termasuk kategori kemampuan kognitif yaitu kemampuan untuk mengetahui, memahami, menerapkan, menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi. Dan kemampuan tersebut sifatnya hierarkis, artinya kemampuan pertama harus kita kuasai terlebih dahulu sebelum kemampuan kedua. Kemampuan yang kedua harus dikuasai terlebih dahulu, sebelum menguasi kemampuan yang ketiga.
1. Menurut tujuan psikologis, konsep itu mengandung hal-hal bersamaan tersusun dan tergabung didalam suatu objek.
2. Konsep muncul hubungan komponen-komponen dalam suatu proses kejadian.
Berdasarkan kedua unsur diatas, konsep dapat diartikan sebagai suatu jaringan hubungan dalam suatu objek, kejadian, dan seterusnya yang mempunyai ciri-ciri tetap dan dapat diobservasi.
Konsep harus dipilih untuk membantu siswa mengembangkan pengusaan konsep. Siswa akan mengembangkan pengusaannya dengan baik jika mereka dapat secara mudah mengaitkan antara sesuatu yang telah mereka kenal dengan pengetahuan dan pengusaan yang baru atau yang belum dikenal (Nurhadi, 2003).
F. Kerangka Pikir
Berdasarkan tinjauan pustaka yang dikemukakan sebelumnya bahwa pada tahap pertama model pembelajaran LC 5E, fase menarik perhatian, dalam fase ini guru memberikan permasalahan yang sesuai dengan topik pembelajaran untuk harus dipecahkan oleh siswa, guru mendapatkan perhatian siswa, mendorong
mengumpulkan data, sampai pada saat membuat kesimpulan dari percobaan yang dilakukan. Pada fase ini diharapkan diketahui seberapa tingkat pemahaman siswa terhadap masalah yang dipecahkan.
G. Anggapan Dasar
Anggapan dasar dalam penelitian ini adalah:
1. Semua siswa kelas XI semester genap SMA Perintis 2 Bandar Lampung tahun pelajaran 2012/2013 yang menjadi objek penelitian mempunyai kemampuan dasar yang sama dalam motivasi belajar dan penguasaan konsep kimia.
2. Siswa memperoleh materi yang sama oleh guru yang sama.
3. Faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi peningkatan motivasi belajar dan penguasaan konsep pada materi asam-basa siswa kelas XI IPA SMA Perintis 2 Bandar Lampung tahun pelajaran 2012/2013 diabaikan.
H. Hipotesis Penelitian
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI IPA SMA PERINTIS 2 Bandar Lampung tahun pelajaran 2012-2013 yang berjumlah 200 siswa dan tersebar dalam lima kelas yaitu XI IPA1, XI IPA2, XI IPA3, XI IPA4 dan XI IPA5
2. Sampel
Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling.
Purposive sampling dikenal juga sebagai sampling pertimbangan perorangan.
diterapkan model pembelajaran LC 5E , dan kelas kontrol yang akan
diterapkan pembelajaran konvensional karena kemampuan penguasaan konsep dari kedua kelas dianggap sama, maka ditentukan kelas kelas XI IPA2 sebagai kelas eksperimen yang mengalami pembelajaran LC 5E, sedangkan kelas XI IPA3 sebagai kelas kontrol yang mengalami pembelajaran konvensional.
B. Jenis dan Sumber Data
1) Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang bersifat kuantitatif. Data kuantitatif diperoleh dari tes hasil belajar.
Sumber data dibagi menjadi dua yaitu : a. Data primer yang meliputi :
1) Data hasil pretest dan posttest kelas kontrol. 2) Data hasil pretest dan posttest kelas eksperimen.
3) Data hasil angket minat awal dan akhir dalam pembelajaran kimia pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.
b. Data sekunder yang meliputi :
Lembar kinerja guru dan lembar aktivitas siswa.
C. Metode dan Desain Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuasi eksperimen dengan menggunakan Nonequivalent Control Group Design (Sugiyono, 2010). Desain penelitiannya dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Desain Penelitian
Kelas Pretest Perlakuan Posttest
Kontrol O1 - O2
Eksperimen O1 X O2
(Sugiyono, 2010) Keterangan:
X : Pembelajaran kimia dengan menggunakan model pembelajaran LC 5E - : Pembelajaran kimia dengan menggunakan model pembelajaran
kovensional
O1 : Kelas eksperimen dan kelas kontrol diberi pretest O2 : Kelas eksperimen dan kelas kontrol diberi posttest
D. Variabel Penelitian
Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau variabel penyebab
berubahnya variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model pembelajaranyang digunakan yaitu model pembelajaran LC 5E dan konven-sional.
E. Instrumen dan Validitas Penelitian
Arikunto (2005) menyatakan bahwa instrumen penelitian merupakan fasilitas yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam suatu penelitian atau pekerjaan agar lebih mudah dan mendapatkan hasil yang lebih baik, dalam arti cermat, leng-kap, sistematis sehingga lebih mudah dianalisis dan diolah.
Pada penelitian ini, insrumen yang digunakan adalah :
1. Soal-soal pretes dan postes yang terdiri dari 10 soal pilihan jamak dan 5 soal essay yang dibuat berdasarkan kisi-kisi
2. Angket motivasi yang terdiri dari 25 pernyataan dan dibuat berdasarkan kisi-kisi
3. Perangkat pembelajaran berupa silabus, RPP, dan LKS
Agar data yang diperoleh dapat dipercaya, maka instrumen yang digunakan harus valid. Suatu instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan dan dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat. Dalam konteks pengujian kevalidan instrumen dapat dilakukan dengan dua macam cara, yaitu cara judgment.
judgment diperlukan ketelitian dan keahlian penilai, maka perlu meminta ahli
untuk melakukannya. Dalam hal ini dilakukan oleh Ibu Dr. Ratu Beta Rudibyani, M. Si. sebagai dosen pembimbing untuk melakukannya.
F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian
Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Observasi pendahuluan
a. Meminta izin melakukan penelitian ke kepala SMA Perintis 2 Bandar Lampung.
b. Mengadakan observasi ke sekolah tempat penelitian untuk mendapatkan informasi tentang data siswa, karakteristik siswa, jadwal dan sarana-prasarana yang ada di sekolah yang dapat digunakan sebagai sarana pendukung pelaksanaan penelitian.
c. Menentukan dua kelas sebagai kelas sampel.
2. Pelaksanaan penelitian
Prosedur pelaksanaan penelitian ini terdiri dari beberapa tahap, yaitu : a. Tahap persiapan, penyusunan perangkat pembelajaran yang akan
digunakan selama proses pembelajaran, antara lain Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dan Lembar Kerja Siswa (LKS), serta penyusunan kisi-kisi butir soal tes dan kisi-kisi angket.
b. Tahap pelaksanaan penelitian.
Urutan prosedur pelaksanaannya sebagai berikut :
3) Implementasi pembelajaran LC5E pada kelas eksperimen dan pembelajaran konvensional pada kelas kontrol;
4) Memberikan postest di kedua kelas;
5) Pembagian angket motivasi belajar pada seluruh siswa kelas eksperi-men dan kelas kontrol setelah pembelajaran.
c. Tahap akhir. Tahap akhir dalam peneitian ini adalah mengumpulkan data, menganalisis data, dan menarik kesimpulan
Alur pada penelitian ini sebagai berikut:
Gambar 1 : Alur Penelitian Observasi Pendahuluan
kelas eksperimen validasi instrumen
G. Hipotesis Kerja
1. Hipotesis Pertama (Motivasi belajar siswa)
Nilai rata-rata n-Gain motivasi belajar siswa pada materi Asam-Basa yang diterapkan pembelajaran LC5E lebih tinggi daripada nilai rata-rata n-Gain motivasi belajar siswa dengan pembelajaran konvensional.
2. Hipotesis Kedua (Penguasaan konsep)
Nilai rata-rata n-Gain penguasaan konsep Asam-Basa yang diterapkan
pembelajaran LC5E lebih tinggi daripada nilai rata-rata n-Gain penguasaan kon-sep Asam-Basa dengan pembelajaran konvensional.
H. Hipotesis Statistik
Pengujian hipotesis menggunakan analisis statistik, hipotesis dirumuskan dalam bentuk pasangan hipotesis nol (H0) dan hipotesis alternatif(H1) sebagai berikut: 1. Hipotesis Pertama (Motivasi belajar siswa)
H0 : Nilai rata-rata n-Gain motivasi belajar siswa pada materi Asam-Basa yang diterapkan pembelajaran LC5E lebih rendah atau sama dengan rata-rata n-Gain motivasi belajar siswa dengan pembelajaran konvensional.
H0 : µ1x≤ µ2x
H1 : Nilai rata-rata n-Gain motivasi belajar siswa pada materi Asam-Basa yang diterapkan pembelajaran LC5E lebih tinggi daripada nilai rata-rata n-Gain motivasi belajar siswa dengan pembelajaran konvensional.
2. Hipotesis Kedua (Penguasaan konsep)
H0 : Nilai rata-rata n-Gain penguasaan konsep Asam-Basa yang diterapkan pembelajaran LC5E lebih rendah atau sama dengan nilai rata-rata n-Gain penguasaan konsep dengan pembelajaran konvensional.
H0 : µ1y≤ µ2y
H1 : Nilai rata-rata n-Gain penguasaan konsep Asam-Basa yang diterapkan pembelajaran LC5E lebih tinggi daripada nilai rata-rata n-Gain penguasaan konsep dengan pembelajaran konvensional.
H1 : µ1y> µ2y
I. Teknik Pengolahan Data
Data yang diperoleh dari hasil penelitian adalah data nilai pretes dan postes penguasaan konsep siswa dan data skor motivasi belajar sebelum dan sesudah siswa kelas penelitian.
Berikut adalah teknik pengolahan data :
1. Data dari tes tertulis (pretes dan postes) dianalisis untuk menentukan makna dari peningkatan yang terjadi. Peningkatan nilai tersebut menggunakan perhitungan n-Gain nilai rata-rata, nilai maksimum, dan nilai minimum. 2. Motivasi belajar siswa diukur dengan menggunakan angket motivasi belajar
Tabel 2. Skoring angket motivasi belajar model ARCS
Kriteria Skor
Penyataan positif Pernyataan negatif
Sangat setuju (SS) 5 1 Untuk mengetahui indeks kategori motivasi tiap siswa perlu dicari terlebih dahulu skor rata-rata tiap siswa dengan rumus sebagai berikut
penyataan
Setelah diperoleh skor motivasi belajar masing-masing siswa kemudian untuk mengetahui kategori motivasi belajar dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Kategori motivasi belajar siswa
Skor Kategori Motivasi Belajar
x ≥ 76 Tinggi
56 ≤ x ≤ 75 Sedang
x ≤ 55 Rendah
(Arikunto, 2007) Untuk mengetahui persentase siswa dengan kategori motivasi belajar tinggi, sedang, atau rendah dilakukan perhitungan berikut:
Skor merupakan data ordinal yang apabila hendak digunakan untuk penghitungan statistika perlu diubah ke dalam bentuk data interval terlebih dahulu (Sarwono, 2007). Maka, setelah diperoleh skor tiap nomor pernyataan dari masing-masing siswa selanjutnya dilakukan pengubahan data ordinal menjadi data interval dengan menggunakan MSI (Method Successive Interval) dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Menghitung frekuensi 2. Menghitung proporsi
3. Menghitung proporsi kumulatif
4. Menghitung nilai z
5. Menghitung nilai densitas fungsi z
2
Setelah proses penelitian dan pengumpulan data selesai maka tahap selanjutnya adalah analisis data. Proses analisis data dilaksanakan dengan tujuan untuk menyederhanakan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan
tasikan sehingga dapat digunakan untuk menarik suatu kesimpulan yang berkaitan dengan masalah, tujuan, dan hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya.
J. Teknik Analisis Data
Tujuan analisis data yang dikumpulkan adalah untuk memberikan makna atau arti yang digunakan untuk menarik suatu kesimpulan yang berkaitan dengan masalah, tujuan, dan hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya.
Data yang telah diperoleh sampai pada tahap ini ada dua, yaitu 1. Data nilai pretes dan postes siswa kelas penelitian
2. Data nilai motivasi belajar siswa sebelum dan sesudah pembelajaran kelas penelitian.
Kedua data ini kemudian masing-masing dicari normalize gain –nya (N-gain), kemudian diuji normalitas menggunakan uji chi-kuadrat.
1. n-Gain
Setelah sampel diberi perlakuan yang berbeda, data yang diperoleh dari hasil pretes dan postes dianalisis untuk mengetahui besarnya peningkatan kemampuan belajar siswa kelas penelitian. Menurut Meltzer, besarnya peningkatan dihitung dengan rumus n-Gain yaitu :
n-Gain
Tabel 4. Kategori n-Gain
Besarnya n-Gain Interpretasi
n-Gain ≥ 0.7 Tinggi
0,3 < n-Gain < 0,7 Sedang
n-Gain ≤ 0,3 Rendah
Data n-Gain yang diperoleh selanjutnya diuji normalitas untuk kemudian diguna-kan sebagai dasar dalam mendeskripsidiguna-kan hipotesis penelitian.
2. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah data n-Gain dari kelompok kelas penelitian benar terdistribusi normal atau tidak. Pasangan hipotesis yang akan diuji adalah :
H0 : data berdistribusi normal H1 : data tidak berdistribusi normal
Data akan berdistribusi normal jika χ2 hitung ≤ χ2
tabel dengan taraf signifikan 5% dan derajat kebebasan dk = k – 3 (Sudjana, 2002).
K. Teknik Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis dilakukan dengan uji deskriptif, yaitu uji yang dilakukan dengan menjelaskan berdasarkan data akhir penelitian.
Data akhir penelitian yang diperoleh adalah:
1. Rata- rata n-Gain motivasi belajar siswa dalam proses pembelajaran kimia. 2. Rata-rata n-Gain penguasaan konsep asam-basa siswa.
Jika dari data akhir penelitian diperoleh hasil bahwa rata-rata n-Gain motivasi belajar dan penguasaan konsep siswa kelas penelitian sebelum dan sesudah diterapkan model pembelajaran LC5E mengalami peningkatan, maka hipotesis deskriptif yang diajukan terbukti/berlaku. Namun, jika data akhir penelitian yang diperoleh adalah sebaliknya, maka hipotesis kerja yang diajukan tidak
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil analisis data, pengujian hipotesis, dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Terdapat peningkatan rata-rata nilai motivasi belajar siswa kelas penelitian antara sebelum dan sesudah pembelajaran dengan model pembelajaran LC5E pada materi pokok materi asam-basa di SMA Perintis 2 Bandar Lampung. 2. Terdapat peningkatan rata-rata nilai penguasaan konsep siswa kelas penelitian
antara sebelum dan sesudah pembelajaran dengan model pembelajaran LC5E pada materi pokok materi asam-basa di SMA Perintis 2 Bandar Lampung. 3. Pembelajaran LC5E efektif dalam meningkatkan motivasi belajar dan
penguasaan konsep materi asam-basa siswa kelas ekperimen pada SMA SMA Perintis 2 Bandar Lampung.
B. Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, disarankan bahwa:
2. Pemberian angket motivasi sebelum dan sesudah hendaknya diberikan jarak waktu yang tidak terlalu singkat, karena siswa cenderung bukan menjawab ber-dasarkan perlakuan, tetapi hanya mengingat jawaban angket yang diberikan sebelum pembelajaran
3. Hendaknya soal pretes dan postes yang akan digunakan divalidasi ulang untuk mengantisipasi rendahnya nilai pretes dan postes, karena tidak ada soal yang berlaku untuk semua keadaan dan sepanjang waktu.
4. Pada saat memulai proses pembelajaran dalam suatu penelitian diusahakan tidak terlalu berdekatan dengan jadwal dimulainya pembelajaran materi yang akan diteliti. Hal ini untuk mengantisipasi kurangnya waktu pembelajaran saat penelitian nanti berlangsung. Dan juga hendaknya diadakan pertemuan diluar jam pelajaran untuk mengantisipasi waktu penelitian yang sangat terbatas. 5. Agar penerapan pembelajaran LC 5E berjalan maksimal dan efektif,
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. 2005. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Bumi Aksara. Jakarta. Dahar, R.W. 1989. Teori-teori belajar. Erlangga Jakarta.
Dimyati dan Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta. Jakarta.. Djadi, H. 2008. Psikologi Pendidikan. Bumi Aksara Jakarta
Djamarah, S.B. 2002. Psikologi Belajar. Rineka Cipta. Jakarta.
Djamarah, S.B. dan A. Zain. 2006. Strategi Belajar Mengajar. Rineka Cipta. Jakarta .
Fajaroh, F dan Dasna, I W. 2007. Pembelajaran dengan Model Siklus Belajar (Learning Cycle). Malang. Universitas Negeri Malang.
Fajaroh, F. Dasna, I. W. 2003. Penggunaan Model Pembelajaran Learning Cycle. Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar dan Hasil Belajar Kimia Zat Aditif Dalam Bahan Makanan Pada Siswa Kelas II SMU Negeri I Tumpang-Malan. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Vol 11 (2) Oktober 2004, hal 112-122 .
Hamalik, O. 2011. Psikologi Belajar dan Mengajar. Sinar Baru Algesindo. Bandung :
Hudojo, H. 2001. Pembelajaran Menurut Pandangan Konstruktivisme. Makalah Semlok Konstruktivisme sebagai Rangkaian Kegiatan Piloting JICA.FMIPA UM.
Keller, J.M. 1987. Development And Use Of The ARCS Model Of Motivational Design. [Online]. Tersedia : http://downloads.ziddu.com/downloadfiles/ 9437020/AngketPengukurMinatdanMotivasiBelajarModelACRS.pdf . Tanggal Akses : 17 Oktober 2012.
November 2012.
Nurhadi, dkk. 2003. Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK. UM Press. Malang
Purba, M. 2006. Kimia Untuk SMA Kelas XI. Erlangga Jakarta :.
Roestiyah, N. K. 1998. Strategi Belajar Mengajar. Rineka Cipta Jakarta. Sagala, S. 2010 . Konsep dan Makna Pembelajaran. Alfabeta. Bandung.
Sardiman, A.M. 2003. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Raja Grafindo Persada.Jakarta :
Satria, A. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Halim Jaya. Jakarta.
Sanjaya, W. 2007. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta : Kencana Perdana Media Group.
Sudjana, N. 2005. Metode Statistika. PT. Tarsito. Bandung :
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Alfabeta. Bandung :
Suparno, P. 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Kanisius. Jakarta.
Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Prenada Media Group Jakarta.
Trust, T. et al. 2008. ARCS Model of Motivational Design. [Online]. Tersedia di: http://www.learning- theories.com/kellers-arcs-model-of-motivational-design.html. Tanggal Akses : 20 November 2012.
Tim Penyusun. (2006). Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Badan Standar Nasional Pendidikan. Jakarta