ABSTRAK
EVALUASI TERHADAP TATA CARA REKRUTMEN CPNS DI KOTA BANDAR LAMPUNG
Oleh
RIZKY ALAMSYAH
Proses pelaksanaan rekrutmen Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Indonesia seringkali menjadi sorotan di masyarakat, permasalahan pro-kontra yang terjadi di masyarakat disebabkan lemahnya mekanisme penyelenggaran rekrutmen sehingga menyebabkan munculnya ketidakpuasan di masyarakat. Permasalahan yang terjadi adalah belum terjaringnya pelamar CPNS yang memiliki kualitas sesuai dengan keinginan pemerintah daerah. Faktor penyebabnya adalah substansi seleksi/ujian CPNS tidak mampu mengukur kompetensi yang dimiliki oleh pelamar CPNS selain itu pula aspek daya nalar, daya analitis, kepribadian, kemampuan penggunaan bahasa Indonesia dan Asing serta penggunaan Teknologi Informasi belum mampu untuk diukur melalui tes yang sekarang dilaksanakan. Permasalahan dalam penelitian ini adalah: bagaimana pelaksanaan tata cara rekrutmen CPNS di Kota Bandar Lampung? dan bagaimana tata cara rekrutmen CPNS yang tepat di Kota Bandar Lampung?
Penelitian ini menggunakan pendekatan secara yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris. Pendekatan yuridis empiris merupakan metode untuk memperoleh kejelasan dan pemahaman berdasarkan realita yang ada yaitu tentang evaluasi tata cara rekrutmen Pegawai Negeri Sipil di Kota Bandar Lampung berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor : 54 Tahun 2003 Tentang Formasi Pegawai Negeri Sipil, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2002 tentang, Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 98 Tahun 2000 tentang Pengadaan Pegawai Negeri Sipil dan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2004 Tentang Pengadaan Pegawai Negeri Sipil Tahun Anggaran 2004
EVALUASI TERHADAP TATA CARA REKRUTMEN CALON PEGAWAI NEGERI SIPIL DI KOTA BANDAR LAMPUNG
Oleh :
RIZKY ALAMSYAH
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Magister Hukum
Pada
Bagian Hukum Kenegaraan Fakultas Hukum Universitas Lampung
PROGRAM PASCASARJANA PROGRAM STUDI MAGISTER HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 19 Juli 1985. Riwayat
pendidikan penulis adalah: SDN 2 Rawa Laut Pahoman Bandar Lampung lulus
tahun 1998, SMPN 01 Pahoman Bandar Lampung lulus tahun 2001, SMAN 12
Bandar Lampung lulus tahun 2003.
Pada tahun 2003 penulis diterima sebagai mahasisiwa Fakultas Hukum
Universitas Lampung dan lulus pada tahun 2007. Pada tahun 2009 penulis
melanjutkan pendidikan tinggi di Program Pasca Sarjana Universitas Lampung
PERSEMBAHAN
Dengan mengucap syukur kehadirat Allah swt
dengan segala kerendahan hati dan sejuta kasih
Kupersembahkan karya kecilku yang teramat
sederhana ini kepada:
Ayah dan Ibuku tercinta yang dalam sujud selalu
berdo’a disetiap waktu demi kesuksesanku,
terimakasih atas cinta, kasih sayang dan
kesabarannya dalam merawat, membesarkan,
mendidik dan memperjuangkanku dengan tulus
ikhlas.
Istri dan anakku tersayang
Halaman
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Perumusan Masalah... 7
1.3 Tujuan Penelitian ... 7
1.4 Manfaat Penelitian ... 7
1.4.1 Manfaat Teoritis ... 7
1.4.2 Manfaat Praktis ... 8
1.5 Kerangka Teori dan Konseptual ... 8
1.5.1 Kerangka Teori... 8
1.5.2 Kerangka Konseptual... 12
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sumber Daya Manusia ... 14
2.2 Good Governance... 16
2.3 Konsep Rekrutmen dan Seleksi ... 25
2.4 Pegawai Negeri Sipil (PNS) ... 37
III. METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan Masalah... 41
3.2 Sumber dan Jenis Data ... 42
3.3 Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 43
3.4 Analisis Data... 44
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Struktur Kelembagaan ... 45
4.2 Pelaksanaan tata cara rekrutmen Calon Pegawai Negeri Sipil yang ada Kota Bandar Lampung ... 47
5.2 Saran... 77
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Alhamdullillah, puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha
Esa atas rahmat dan Innayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini,
yang berjudul: EVALUASI TERHADAP TATA CARA REKRUTMEN
CALON PEGAWAI NEGERI SIPIL DI KOTA BANDAR LAMPUNG.
Penulis dalam melakukan penulisan tesis ini tidak sedikit mendapatkan hambatan,
ujian dan berbagai persoalan. Namun dengan adanya keterlibatan berbagai pihak
yang telah memberikan bantuan, dorongan, bimbingan, petunjuk, kritik dan saran
sehingga penulis dapat melaluinya dengan baik. Oleh karena dalam kesempatan
ini dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Heryandi, S.H., M.S., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas
Lampung.
2. Bapak Dr. Khaidir Anwar, S.H., M.Hum., selaku Ketua Program Pasca
Sarjana Fakultas Hukum Universitas Lampung, sekaligus selaku Pembahas I
yang telah memberikan saran kepada penulis.
3. Bapak Dr. Muhammad Akib, S.H., M.Hum., selaku Ketua Sub Program
Hukum Kenegaraan Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas Lampung.
4. Bapak Dr. Yuswanto, S.H., M.H., selaku Pembimbing I yang telah banyak
memberi semangat dan bimbingan yang membantu penulis hingga
terselesaikannya tesis ini
6. Bapak Dr. Muhammad Akib, S.H., M.Hum., selaku Pembahas II yang juga
memberikan saran kepada penulis.
7. Seluruh Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah memberikan
ilmu yang bermanfaat.
8. Seluruh karyawan Fakultas Hukum Universitas Lampung.
9. Almamaterku tercinta.
10. Seluruh pihak yang telah memberikan bantuan, semangat, dan dorongan
dalam penyusunan tesis ini, yang tidak bisa disebutkan satu-persatu.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan dan jauh dari
sempurna. Penulis dengan terbuka mengharapkan saran yang membangun guna
menyempurnakan tesis ini. Semoga tesis ini bermanfat bagi pembaca dan ilmu
pengetahuan.
Bandar Lampung, Januari 2014 Penulis
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Proses pelaksanaan rekrutmen Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Indonesia seringkali
menjadi sorotan di masyarakat, permasalahan pro-kontra yang terjadi di masyarakat
disebabkan lemahnya mekanisme penyelenggaran rekrutmen sehingga menyebabkan
munculnya ketidakpuasan di masyarakat. Sejumlah permasalahan yang muncul di
masyarakat
terkait
dengan
rekrutmen
adalah
ketidaktransparanya
proses
penyelenggaraan rekrutmen, masih adanya nuansa Korupsi, Kolusi dan Nepotisme
(KKN), proses rekrutmen tidak berdasarkan pada kebutuhan, serta adanya tekanan
dan intervensi dari pihak-pihak tertentu dalam proses rekrutmen. Sehingga
memunculkan adanya sinyalemen bahwa birokrasi di Indonesia masih bersifat
patrimonial bukan profesionalisme.
Kebijakan dalam proses rekrutmen PNS antara lain terdapat dalam Pasal 13 ayat (1)
Undang-Undang No 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 8
Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian yang memuat mengenai formasi dan
pengangkatan, sedangkan peraturan pelaksanaannya adalah Peraturan Pemerintah No.
mengenai pengadaan Pegawai Negeri Sipil terdapat dalam Peraturan Pemerintah No.
11 Tahun 2002 Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No. 98 Tahun 2000 tentang
Pengadaan Pegawai Negeri Sipil. Sedangkan implementasi peraturan pengadaan
dituangkan dalam Keputusan Presiden No. 71 Tahun 2004 tentang Pengadaan
Pegawai Negeri Sipil Tahun Anggaran 2004 sesuai dengan Pasal 5 ayat (1)
menyatakan bahwa Pengadaan PNS Pusat dan Daerah untuk Tahun 2004
pelaksanaannya dikoordinasikan oleh Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat,
sedangkan ayat (2) menyatakan bahwa Pedoman Penyelenggaraan pengadaan PNS
untuk Pusat dan Daerah pada Tahun 2004 ditetapkan oleh Kepala Badan
Kepegawaian Negara.
Proses rekrutmen PNS dimulai dari penetapan formasi yang dilakukan oleh
masing-masing pemerintah pusat dan daerah, penetapan formasi ini harus mengacu pada
formasi nasional yang telah ditetapkan oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara. Permasalahan yang muncul adalah tidak terpenuhinya seluruh formasi yang
diajukan oleh masing-masing pemerintah daerah, bagi pemerintah daerah yang sudah
lama berdiri maka akan terjadi fenomena pertambahan pegawai yang sifatnya
pertumbuhan dikurangi sedangkan pemerintah daerah yang baru dimekarkan
kekurangan pegawai.
Selanjutnya setelah penempatan formasi adalah pengumuman pengadaan Calon
Pegawai Negeri Sipil (CPNS) yang diumumkan di sejumlah media lokal di
pemerintah daerah masing-masing serta pelaksanaan pendaftaran pelamar CPNS.
CPNS dilakukan oleh masing-masing pemerintah daerah dan pusat, sedangkan Tim
Pelaksana Pusat Pengadaan CPNS dalam hal ini adalah Badan Kepegawaian Negara
memiliki kewenangan menetapkan tanggal pelaksanaan serta menyusun prosedur
tetap terhadap penyelenggaran pengumuman dan pendaftaran pelamar CPNS.
Pelaksanaan proses pengumuman pengadaan dan pendaftaran pelamar di sejumlah
pemerintah daerah tidak mengalami permasalahan yang berarti.
Proses berikutnya adalah pelaksanaan seleksi/ujian serta pengumuman kelulusan
seleksi/ujian CPNS. Pelaksanaan seleksi/ujian CPNS mengikutsertakan pihak ketiga
yaitu perguruan tinggi negeri setempat. Penyusunan soal serta koreksi lembar
jawaban seleksi/ujian CPNS dilakukan oleh perguruan tinggi negeri setempat
dibawah koordinasi masing-masing pemerintah daerah. Substansi seleksi/ujian CPNS
hanya mampu mengukur pengetahuan serta potensi yang dimiliki oleh pelamar. Dasa
hukum yang digunakan adalah Undang-Undang Republik Indonesia No. 43 Tahun
1999 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 8 Tahun 1974 tentang
Pokok-Pokok Kepegawaian, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 54 Tahun 2003
tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No. 97 Tahun 2000 tentang Formasi
Pegawai Negeri Sipil dan Peraturan Daerah No. 5 Tahun 2009 tentang Perubahan atas
Perda No. 03 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Kota
Bandar Lampung.
Permasalahan yang terjadi adalah belum terjaringnya pelamar CPNS yang memiliki
kualitas sesuai dengan keinginan pemerintah daerah. Faktor penyebabnya adalah
pelamar CPNS selain itu pula aspek daya nalar, daya analitis, kepribadian,
kemampuan penggunaan bahasa Indonesia dan Asing serta penggunaan Teknologi
Informasi belum mampu untuk diukur melalui tes yang sekarang dilaksanakan.
Faktor yang lainnya adalah : Penerapan penilaian berdasarkan
passing grade
belum
diimplementasikan, sehingga pelaksanaan penerimaan CPNS yang sekarang
dilakukan adalah penentuan penerimaan berdasarkan hasil rangking semata.
Pelaksanaan berdasarkan ranking tidak menjamin terjaringnya pelamar yang memiliki
kualitas yang bagus hal ini memang sangat dimungkinkan dikarenakan semua
pelamar tidak memiliki kualitas yang bagus.
Pengumuman hasil seleksi/ujian CPNS segera diumumkan melalui mas media local
serta sejumlah papan pengumuman di lingkungan pemerintah daerah setempat.
Pelaksanaan pengumuman dengan koreksi hasil ujian memelukan waktu yang tidak
terlalu lama sehingga waktu yang sekarang dialokasikan sangat terlalu lama.
Penetapan No. Induk Pegawai pada saat sekarang ini dilakukan oleh Badan
Kepegawaian Negara Pusat di Jakarta sehingga proses penetapan No. Induk Pegawai
memerlukan waktu yang sangat lama. Proses penetapan No. Induk Pegawai
diharapkan dapat dilakukan oleh masing-masing kantor regional Badan Kepegawaian
Negara setempat.
Berdasarkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi No. 197 Tahun 2012 tentang Kebijakan Pengadaan Calon Pegawai Negeri
CPNS, Model pengadaan CPNS yang diusulkan untuk Rekrutmen PNS adalah
sebagai berikut:
1. Pengadaan CPNS berbasiskan karakteristik daerah dan kompetensi yaitu
pelaksanaan CPNS harus selalu memperhatikan keinginan di lingkungan
pemerintah daerah masing-masing selain itu pula pelaksanaan pengadaan CPNS
harus mampu mengukur kompetensi yang dimiliki oleh masing-masing pelamar.
2. Pengadaan CPNS berbasiskan sentralistis dan kompetensi yaitu penyusunan
formasi dilakukan oleh masing-masing Kantor Registrasi BKN yang
direkapitulasi oleh BKN Jakarta untuk diusulkan ke Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi untuk ditetapkan sebagai penetapan
formasi secara nasional, pelaksanaan seleksi/ujian CPNS juga harus mampu
mengukur kompetensi yang dimiliki oleh masing-masing pelamar.
Persyaratan yang harus dimiliki oleh pengadaan CPNS berbasiskan karakteristik
daerah dan sentralistis adalah dibangunnya Sistem Manajemen Informasi PNS yang
saling terpadu antara masing-masing unit Pembina Kepegawaian Instansi Pusat, BKD
pemerintah daerah dengan Kantor Regional BKN serta terintegrasi dengan Badan
Kepegawaian Negara Jakarta.
Masalah pegawai saat ini adalah kompleks karena adanya perkembangan teknologi
yang semakin pesat dan adanya pertumbuhan persaingan. Tantangan utamanya adalah
bagaimana memilih, mengelola pegawai dengan efektif dan menghapuskan
praktek-praktek yang tidak selektif, yaitu dengan cara ketepatan melakukan kegiatan
melaksanakan tugas-tugas pokoknya untuk suatu periode tertentu. Dalam kondisi
lingkungan di atas seorang pimpinan dituntut untuk selalu mengembangkan cara-cara
baru untuk dapat menyeleksi dan mempertahankan pegawai yang berkualitas tinggi
yang diperlukan instansi agar tetap mampu bersaing.
Untuk membentuk pegawai yang berkualitas maka perlu menentukan kualifikasi
mengenai pegawai yang dibutuhkan dan menempatkannya pada jabatan yang tepat,
sehingga tujuan instansi akan tercapai. Untuk mencapai tujuan instansi maka
diperlukan suatu perencanaan pegawai yang baik untuk masing-masing divisi atau
departemen yang ada di dalam instansi. Dengan adanya perencanaan pegawai,
diharapkan pihak instansi akan memperoleh informasi yang berkaitan dengan
penentuan kualitas pegawai yang diperlukan instansi untuk mengisi jabatan-jabatan
yang ada secara efektif, tata cara rekrutmen yang ada saat ini berdasarkan
karakteristik daerah dan kompetensi.
Masalah yang muncul dalam tata cara rekrutmen Calon Pegawai Negeri Sipil di Kota
Bandar Lampung adalah masalah transparansi dalam rekrutmen Calon Pegawai
Negeri Sipil, transparansi yang dimaksud disini adalah tentang transparansi proses
rekruitmen CPNS, dimana kejujuran dan obyektifitas dalam merekrut CPNS, adalah
harapan masyarakat. Bukan zamannya lagi merekrut CPNS dengan pola KKN atau
atas dasar mengandalkan jaringan. Secara nasional, saat ini banyak masyarakat yang
sudah kurang percaya lagi pada pemerintah. Hal ini bisa kita mengerti, sebab selama
32 tahun rezim dan Orde Barunya memanipulasi hukum yang pada akhirnya
dimana kejujuran pemerintah itu sedang diuji. Transparansi penerimaan CPNS ini,
merupakan salah satu tugas yang harus dilaksanakan dalam rangka memulihkan
kepercayaan masyarakat, sehingga terus diliputi oleh kekecewaan. Jadi, transparansi
dalam pola rekruitmen CPNS bermanfaat untuk memberikan informasi yang akurat,
cepat, dan lengkap kepada masyarakat.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah:
1. Bagaimana pelaksanaan tata cara rekrutmen Calon Pegawai Negeri Sipil di Kota
Bandar Lampung?
2. Bagaimana tata cara rekrutmen Calon Pegawai Negeri Sipil yang tepat di Kota
Bandar Lampung?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian adalah:
1. Untuk mengidentifikasi dan menganalisis pelaksanaan tata cara rekrutmen Calon
Pegawai Negeri Sipil di yang ada Kota Bandar Lampung.
2. Untuk mengidentifikasi dan menganalisis tata cara rekrutmen Calon Pegawai
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teori
Kegunaan penelitian ini secara Teori dapat memperkaya konsep-konsep ilmu
pendidikan, khususnya tentang evaluasi tata cara rekrutmen Pegawai Negeri Sipil
di Kota Bandar Lampung.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan berguna untuk:
a. Memberikan masukan kepada pihak-pihak pemerintah khususnya mengenai
evaluasi tata cara rekrutmen Pegawai Negeri Sipil
b. Mendorong dinas yang terkait untuk turut serta membantu secara konseptual
tentang evaluasi tata cara rekrutmen Pegawai Negeri Sipil.
E. Kerangka Teori dan Konseptual
1. Kerangka Teori
Menurut Philipus M. Hadjon
,
wewenang (
bevoegdheid
) dideskripsikan sebagai
kekuasaan hukum (
rechtsmacht
). Jadi dalam konsep hukum publik, wewenang
berkaitan dengan kekuasaan.
1
1
F.P.C.L. Tonner dalam Ridwan HR berpendapat “
Overheidsbevoegdheid wordt in dit
verband opgevad als het vermogen om positief recht vast te srellen en Aldus
rechtsbetrekkingen tussen burgers onderling en tussen overhead en te scheppen
”
(kewenangan pemerintah dalam kaitan ini dianggap sebagai kemampuan untuk
melaksanakan hukum positif, dan dengan begitu dapat diciptakan hubungan hukum
antara pemerintahan dengan warga negara).
2Setiap tindakan pemerintahan dan/atau pejabat umum harus bertumpu pada
kewenangan yang sah. Kewenangan itu diperoleh melalui 3 sumber: Atribusi:
wewenang yang diberikan atau ditetapkan untuk jabatan tertentu. Dengan demikian
wewenang atribusi merupakan wewenang yang melekat pada suatu jabatan, delegasi:
wewenang yang bersumber dari pelimpahan suatu organ pemerintahan kepada organ
lain dengan dasar peraturan perundang-undangan dan mandat: wewenang yang
bersumber dari proses atau prosedur pelimpahan dari pejabat atau badan yang lebih
tinggi kepada pejabat yang lebih rendah (atasan bawahan).
3Rawls mengemukakan suatu ide dalam bukunya
A Theory of Justice
bahwa teori
keadilan merupakan suatu metode untuk mempelajari dan menghasilkan keadilan.
Ada prosedur-prosedur berfikir untuk menghasilkan keadilan. Teori Rawls didasarkan
atas dua prinsip yaitu Ia melihat tentang
Equal Right
dan juga
Economic Equality
.
Dalam
Equal Right
dikatakannya harus diatur dalam tataran leksikal, yaitu
different
2
Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Rajawali Pers, Jakarta, 2006,hlm. 100 3Ibid
principles
bekerja jika prinsip pertama bekerja atau dengan kata lain prinsip
perbedaan akan bekerja jika
basic right
tidak ada yang dicabut (tidak ada pelanggaran
HAM) dan meningkatkan ekspektasi mereka yang kurang beruntung. Dalam prinsip
Rawls ini ditekankan harus ada pemenuhan hak dasar sehingga prinsip
ketidaksetaraan dapat dijalankan dengan kata lain ketidaksetaraan secara ekonomi
akan valid jik tidak merampas hak dasar manusia. Untuk itu Rawls mengemukakan
teori bagaimana mencapai
public conception
, yaitu harus ada
well ordered
society
(
roles by public conception of justice
) dan
person moral
yang kedunya
dijembatani oleh
the original position
. Bagi Rawls setiap orang itu moral subjek,
bebas menggagas prinsip kebaikan, tetapi bisa bertolak belakang kalau dibiarkan
masyarakat tidak tertata dengan baik. Agar masyarakat tertata dengan baik maka
harus melihat
the original position
. Bagi Rawls
public conception of justice
bisa
diperoleh dengan
original position
. Namun bagi Habermas prosedur yang diciptakan
bukan untuk melahirkan prinsip publik tentang keadilan tetapi tentang etika
komunikasi,
sehingga
muncul
prinsip
publik
tentang
keadilan
dengan
cara
consensus
melalui percakapan diruang public atau diskursus.
4Arti
good
dalam
good governance
mengandung pengertian nilai yang menjunjung
tinggi keinginan rakyat, kemandirian, berdayaguna dan berhasilguna dalam
pelaksanaan tugasnya untuk mencapai suatu tujuan, serta aspek fungsional dan
pemerintahan yang efektif dan efisien.
4Ibid
Menurut Daniri secara harfiah,
governance
kerap diterjemahkan sebagai
“pengaturan”. Adapun dalam konteks
good governance, governance
sering juga
disebut “tata pamong”, atau penadbiran – yang terakhir ini, bagi orang awam masih
terdengar janggal di telinga. Karena istilah itu berasal dari kata Melayu.
Governance
dalam arti sempit pada dasarnya berbicara tentang dua aspek yakni,
governance
structure
atau
board structure
dan
governance process
atau
governance mechanism
pada suatu perusahaan.
Governance structure
adalah struktur hubungan
pertanggungjawaban dan pembagian peran diantara berbagai organ utama perusahaan
yakni Pemilik/Pemegang Saham, Pengawas/Komisaris, dan Pengelola/Direksi
/Manajemen. Sedangkan
governance process
membicarakan tentang mekanisme
kerja dan interaksi aktual di antara organorgan tersebut. Meskipun pada dasarnya
governance process
dipengaruhi oleh
governance structure,
mekanisme kerja dan
interaksi aktual diantara organ-organ korporasi dapat berjalan menyimpang dari
struktur yang ada.
5Salah satu bentuk
good governance
adalah dengan adanya tata cara rekrutmen
Pegawai Negeri Sipil. Berdasarkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi No. 197 Tahun 2012 tentang Kebijakan Pengadaan
Calon Pegawai Negeri Sipil Bagi Jabatan yang Dikecualikan Dalam Penundaan
Sementara Penerimaan CPNS, Model pengadaan CPNS yang diusulkan untuk
Rekrutmen Pegawai Negeri Sipil adalah pengadaan CPNS berbasiskan karakteristik
5
daerah dan kompetensi yaitu dalam pelaksanaan CPNS harus memperhatikan
keinginan di lingkungan pemerintah daerah masing-masing selain itu pula
pelaksanaan pengadaan CPNS harus mampu mengukur kompetensi yang dimiliki
oleh masing-masing pelamar. Pengadaan CPNS berbasiskan sentralistis dan
kompetensi yaitu penyusunan formasi dilakukan oleh masing-masing Kantor
Registrasi BKN yang direkapitulasi oleh BKN Jakarta untuk diusulkan ke Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi untuk ditetapkan sebagai
penetapan formasi secara nasional, pelaksanaan seleksi/ujian CPNS juga harus
mampu mengukur kompetensi yang dimiliki oleh masing-masing pelamar.
2. Kerangka Konseptual
a. Evaluasi merupakan kegiatan yang membandingkan antara hasil implementasi
dengan kriteria dan standar yang telah ditetapkan untuk melihat keberhasilannya.
Dari evaluasi kemudian akan tersedia informasi mengenai sejauh mana suatu
kegiatan tertentu telah dicapai sehingga bisa diketahui bila terdapat selisih antara
standar yang telah ditetapkan dengan hasil yang bisa dicapai.
6b. Sistem Rekriutmen, rekrutmen merupakan proses komunikasi dua arah.
Pelamar-pelamar menghendaki informasi yang akurat mengenai seperti apakah rasanya
bekerja di dalam organisasi bersangkutan. Organisasi-organisasi sangat
6
menginginkan informasi yang akurat tentang seperti apakah pelamar-pelamar
tersebut jika kelak mereka diangkat sebagai pegawai.
7c. Pegawai Negeri Sipil adalah setiap warga negara RI yang telah memenuhi syarat
yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam
jabatan negeri, atau diserahi tugas negara lainnya, dan digaji berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku (Peraturan Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi No. 197 Tahun 2012 Tentang
Kebijakan Pengadaan Calon Pegawai Negeri Sipil bagi jabatan yang dikecualikan
dalam Penundaan Sementara Penerimaan CPNS).
7
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Sumber Daya Manusia
Keberhasilan perubahan organisasi yang akan dilakukan oleh akan tercapai
apabila pengelolaan sumber daya manusia (SDM) telah direncanakan dan diatur
dengan terarah dan jelas. Pengelolaan SDM adalah kunci keberhasilan perubahan
organisasi.
Perhitungan beban kerja didasarkan pada kebutuhan, komposisi, kompetensi, baik
staf akademik maupun staf administrasi.
Perhitungan jumlah staf akademik dan administrasi didasarkan pada kondisi
existing, sehingga pengurangan SDM (firing) yang akan dilakukan adalah:
1) Pengurangan jumlah tenaga administrasi mengikuti seleksi alamiah yaitu
didasarkan pada jumlah tenaga (staf) yang pensiun dan tidak dilakukan
penambahan jumlah tenaga penggantinya.
2) Pengurangan jumlah tenaga administrasi berdasarkan pada seleksi kompetensi
yaitu pengurangan tenaga administrasi didasarkan pada keahlian atau
3) Pengurangan jumlah tenaga administrasi mengikuti kebutuhan, pensiun,
keahlian dan kompetensi yaitu pengurangan tenaga administrasi didasarkan
pada kebutuhan dari masing-masing fakultas dan unit penunjang.
Terhadap kondisi pengurangan dan penambahan tersebut, akan dilakukan
pengalihan status PNS menjadi pegawai perguruan tinggi dengan berpedoman
pada Peraturan perundangan yang berlaku. Penyusunan sistem seleksi/rekrutmen
SDM didasarkan pada jumlah dan kemampuan yang disesuaikan dengan
kebutuhan SDM dari fakultas dan unit-unit kerja lainnya, dan seluruh sistem
seleksi dilakukan pada tingkat universitas. Adapun model sistem seleksinya dapat
[image:27.612.158.491.343.650.2]dilihat pada gambar di bawah.
Gambar 3.1. Proses Rekrutmen dan Seleksi
! "
! # $
% &' ( ) * & (
$ "
Fase transisi untuk mengkonversi SDM pegawai negeri menjadi pegawai
merupakan hal yang sangat peka, dan diperkirakan memerlukan waktu 10
tahun. Oleh karena itu, mekanisme menapis personalia lama untuk menjadi
pegawai tetap universitas, atau pegawai tidak tetap universitas harus objektiv
dan rasional. Kriteria yang dipakai sebagai mekanisme konversi tersebut,
ialah:
1) Kebutuhan berdasar pola organisasi yang dibentuk.
2) Susunan pangkat dan jabatan pada waktu itu.
3) Persyaratan untuk menduduki pangkat dan jabatan tertentu.
4) Penilaian prestasi kerja.
5) Pengamatan dan penilaian perilaku pegawai
B. Good Governance
1. Pengertian Good Governance
Menurut UNESCAP dalam http://www.unescap.org Good Governance memiliki 8 karakteristik utama. yaitu partisipatif, berorientasi konsensus, akuntabel,
transparan,responsif, efektif dan efisien, adil dan inklusif dan mengikuti aturan
hukum. guna menjamin bahwa korupsi dapat diminimalkan, pandangan kaum
minoritas diperhitungkan dan suara-suara yang paling rentan dalam masyarakat
didengar dalam pengambilan keputusan. Hal ini juga berkesesuaian dengan
kebutuhan sekarang dan masa depan masyarakat.8
Menurut BAPPENAS dalam http://bappenas.go.id pemerintah dalam arti yang
paling dasar diterjemahkan sebagai sekumpulan orang yang memiliki mandat
yang absah dari rakyat untuk menjalankan wewenangnya dalam urusan
pemerintahan. Pemerintah menujuk kepada kesatuan aparatur atau badan
(lembaga), atau dalam istilah lain disebut sebagai pengelola atau pengurus.
Sedangkan “pemerintah” menunjuk kepada perbuatan atau cara atau urusan
memerintah, misalnya pemerintah yang adil, pemerintah yang demokratis, dan
sebagainya. Namun, secara umum istilah government lebih mudah dipahami sebagai pemerintah yaitu lembaga beserta aparaturnya yang mempunyai tanggung
jawab untuk mengurus negara dan menjalankan kehendak rakyat. Sedangkan
governance memiliki arti yang lebih kompleks dibanding government karena menyangkut pilar-pilar Good Governance itu sendiri.9
Pengertian tersebut sesuai dengan Mardiasmo yang menyatakan bahwa
governance dapat diartikan sebagai cara mengelola urusan-urusan publik.10 World bank dalam http://governance-indonesia.com memberikan defenisi governance
sebagai “the way state power is used in managing Economic and social resources
for developmet of society”. Sementara itu, United Nation Development Program
(UNDP) dalam Osborne dan Gaebler mendefenisikan governance sebagai “the
exercise of Political, Economic, and Administrative authority to manage a nation’s affair at all levels”.11
9 http, hlm.//bappenas.go.id/pemerintahan_yang_baik/htm, diakses tanggal 11 Maret 2013, pu$kul 16.45 WIB
10 Mardiasmo,
Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah. Andi, Yogyakarta, 2007, hlm. 17
11 Osborne dan Gaebler,
World Bank lebih menekankan pada cara pemerintah mengelola sumber daya
sosial dan ekonomi untuk kepentingan pembangunan masyrakat, sedangkan
UNDP lebih menekankan pada aspek politik, ekonomi dan Administrative dalam pengelolaan negara. Political governance mengacu pada proses pembuatan kebijakan (policy strategy formulation). Economic governance mengacu pada proses pembuatan keputusan di bidang ekonomi yang berimplikasi pada masalah
pemerataan, penurunan kemiskinan dan peningkatan kualitas hidup.
Administrativegovernance mengacu pada sistem implementasi kebijakan.
Jika mengacu pada program World Bank dan UNDP, orientasi pembangunan
sektor publik adalah untuk menciptakan Good Governance. Pengertian Good Governance sering diartikan sebagai pemerintahan yang baik. Sementara itu, World Bank mendefinisikan Good Governance sebagai suatu penyelenggaraan manajemen yang solid dan bertanggung jawab yang sejalan dengan prinsip
demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi dana investasi dan
pencegahan korupsi baik secara politik maupun administratif, menjalankan
disiplin anggaran serta penciptaan legal and Politicalframework bagi tumbuhnya aktivitas usaha.
2. Pilar-pilar Good Governance
Menurut www.governance-indonesia.com, ada tiga pilar yang terlihat dalam good governance yaitu negara/pemerintah (lembaga legislatif, eksekutif dan yudikatif), dunia usaha swasta (corporate governance) dan masyarakat madani (civil society) yang masing-masing memiliki tugas dan tanggung jawab yakni : 12
a. Negara
1) Menciptakan kondisi politik, ekonomi dan sosial yang stabil
2) Membuat peraturan yang efektif dan berkeadilan
3) Menyediakan public services yang efektif dan accountable 4) Menegakkan hak asasi anusia (HAM)
5) Melindungi lingkungan hidup
6) Mengurus standar kesehatan dan standar keselamatan publik
b. Swasta
1) Mejalankan industri
2) Menciptakan lapangan pekerjaan
3) Menyediakan insentif bagi karyawan
4) Meningkatkan standar hidup masyarakat
5) Memelihara lingkungan hidup
6) Mentaati peraturan
7) Transfer ilmu pengetahuan dan teknologi kepada masyarakat
8) Menyediakan kredit bagi pengembangan UKM (Usaha Kegiatan Mikro)
c. Masyarakat Madani
1) Menjaga agar hak-hak masyarakat terlindungi 2) Mempengaruhi kebijakan publik
3) Mengembangkan Sumber Daya Manusia (SDM)
4) Sarana berkomunikasi antar anggota masyarakat
Upaya mewujudkan Good Governance hanya dapat dilakukan apabila terjadi keseimbangan peran ketiga pilar tesebut. Disamping itu jika ada pembaharuan
lain. Hubungan ketiganya harus dalam posisi yang seimbang dan saling kontrol
(checks and balances) untuk menghindari penguasaan atau eksploitasi oleh salah satu komponen lainnya. Good Governance dalam ketiga pilar tersebut maka akan terjadi proses yang sinergis dan konstruktif antar ketiganya sehingga secara umum
sumber daya yang tersedia dapat dimanfaatkan secara optimal untuk dapat
mencapai tujuan penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan.
3. Prinsip-prinsip Good Governance
Menurut Bappenas dalam http://bappenas.go.id, ada empat belas nilai yang
menjadi prinsip Good Governance yaitu :13 a. Wawasan ke depan (Visionary)
Semua kegiatan pemertintah berupa pelayanan publik dan pembangunan
diberbagai bidang harus didasarkan visi dan misi yang jelas disertai strategi
pelaksanaan yang tepat sasaran. Lembaga-lembaga pemerintah pusat dan
daerah perlu melakukan rencana strategis sesuai dengan bidang dan tugas
masing-masing sebagai pegangan dan arah pemerintah di masa mendatang.
Rencana Pembangunan Nasional, Rencana Pembangunan Daerah, Rencana
Kerja Pemerintah, Rencana Strategis Kementrian/Lembaga/Satuan Kerja
Perangkat Daerah merupakan wujud prinsip wawasan ke depan. Tidak adanya
visi akan menyebabkan pelaksanaan pemerintah berjalan tanpa arah yang
jelas.
b. Transparansi (Transparancy)
Transparansi dibangun atas dasar informasi yang bebas. Seluruh proses
pemerintahan, lembaga-lembaga dan informasi perlu dapat diakses oleh
pihak-pihak yang berkepentingan dan informasi yang tersedia harus memadai agar
dapat dimengerti dan dipantau oleh semua pihak. Upaya pembentukan
masyarakat transparansi, forum komunikasi langsung dengan eksekutif dan
legislatif, wadah komunikasi dan informasi lintas pelaku baik melalui media
cetak maupun elektronik merupakan contoh wujud nyata prinsip transparansi.
c. Partisipasi Masyarakat (Participation)
Semua warga masyarakat mempunyai suara dalam pengambilan keputusan
yang berhubungan dengan penyelenggaraan pemerintah baik secara langsung
maupun melalui lembaga-lembaga perwakilan yang sah. Dengan demikian
kepentingan masyarakat dapat tersalurkan didalam penyusunan kebijakan
sehingga dapat mengakomodasi sebanyak mungkin aspirasi dan kepentingan
masyarakat serta mendapat dukungan masyarakat luas. Partisipasi secara
menyeluruh tersebut dibangun berdasarkan kebebasan berkumpul dan
mengungkapkan pendapat serta kapasitas untuk berpartisipasi secara aktif.
d. Akuntabilitas (Accountability)
Akuntabilitas publik merupakan suatu ukuran atau standar yang menunjukkan
seberapa besar tingkat kesesuaian penyelenggaraan penyusunan kebijkan
publik dengan peraturan hukum perundang-undangan yang berlaku untuk
organisasi publik yang bersangkutan. Para pengambil keputusan di pemerintah
sektor swasta dan organisasi-organisasi masyarkat yang bertanggung jawab
dimana bentuk pertanggungjawabannya akan berbeda satu dengan yang
lainnya tergantung dari jenis organisasi yang bersangkutan.
e. Supremasi Hukum (Rule of Law) Kerangka hukum harus adil dan diberlakukan tanpa pandang bulu sehingga siapapun yang melanggar harus
diproses dan ditindak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Wujud nyata prinsip ini mencakup upaya pemberdayaan
lembaga-lembaga penegak hukum, penuntasan kasus KKN dan pelanggaran
HAM, peningkatan kesadaran HAM, peningkatan kesadaran hukum serta
pengembangan budaya hukum.
f. Demokrasi (Democracy)
Perumusan kebijakan publik dan pembangunan di pusat dan di daerah
dilakukan melalui mekanisme demokrasi dimana rakyat dapat secara aktif
menyurakan aspirasinya. Keputusan-keputusan yang diambil, baik oleh
lembaga eksekutif maupun legislatif harus didasarkan pada konsensus
sehingga kebijakan publik yang diambil benar-benar merupakan hasil
keputusan bersama.
g. Profesionalisme dan kompetensi (Profesionalism and Competency)
Dalam pengelolaan pelayanan publik dan pembangunan dibutuhkan aparatur
pemerintahan yang memiliki kualifikasi dan kemampuan tertentu sehingga
dibutuhkan upaya untuk menempatkan aparat secara tepat dengan
memperhatikan kecocokan antara tuntutan pekerjaan dan kualifikasi. Tingkat
evaluasi. Dari hasil evaluasi tersebut akan dilakukan peningkatan kualitas
sumber daya manusia melalui pendidikan, pelatihan, lokarya, dll.
h. Daya Tanggap (Responsiveness)
Setiap masyarakat akan menghadap berbagai masalah dan krisis sebagai akibat
dari perubahan situasi dan kondisi dan aparatur pemerintahan harus cepat
tanggap dalam mengambil prakarsa untuk menyelesaikan masalah-masalah
yang ada. Aparat juga harus mengakomodasi aspirasi masyarakat sekaligus
menindaklanjutinya dalam bentuk peraturan atau kebijakan, kegiatan, proyek
atau program, seperti dengan menyediakan pusat pelayanan pengaduan/
keluhan masyarakat, kotak saran, surat pembaca dan tanggapannya, website
dan bentuk lainnya.
i. Efisien dan Efektif (Effieciency and Effectiveness)
Pemerintah harus selalu berupaya mencapai hasil yang optimal dengan
memanfaatkan dana dan sumber daya lainnya yang tersedia secara efisien
dalam rangka meningkatkan kinerja dan menghasilkan output yang sesuai
dengan kebutuhan masyarakat.
j. Desentralisasi (Decentralization)
Wujud desentralisasi dengan melakukan pendelegasian urusan pemerintah
disertai sumber daya pendukung kepada lembaga dan aparat yang ada di
bawahnya untuk mengambil keputusan dan menyelesaikan masalah yang
dihadapi. Penerapan prinsip desentralisasi akan dapat mengurangi beban dan
penggunaan sumber daya pada lembaga dan aparat di tingkat yang lebih atas
yang lebih bawah sekaligus dapat mempercepat proses pengambilan
keputusan sehingga sumber daya yang ada dapat digunakan secara
proposional.
k. Kemitraan dengan Dunia Usaha Swasta dan Masyarakat (Private and Civil
Society Partnership)
Lembaga-lembaga dan seluruh proses pemerintahan harus berusaha melayani
semua pihak yang berkepentingan dengan pembentukan kemitraan dan
perbaikan sistem pelayanan kepada masyarakat dan sektor swasta. Kemitraan
harus didasarkan pada kebutuhan yang rill (demand driven) seperti dengan
pembentukan pelayanan satu atap dan pelayanan terpadu.
l. Komitmen pada Pengurangan Kesenjangan (Comitment to Reduce Inequality) Semua warga masyarakat mempunyai kesempatan memperbaiki dan
mempertahankan kesejahteraan sehingga pemerintah memiliki tanggung
jawab untuk mengatasi kesenjangan ekonomi. Kesenjangan ekonomi tersebut
akan menunjukkan adanya kesenjangan tingkat kesejahteraan masyarakat serta
kesenjangan antara pusat dan daerah yang dapat memicu konflik dalam
masyarakat yang pada akhirnya dapat menyebabkan disintegrasi bangsa.
Lingkungan hidup memiliki daya dukung yang besar terhadap berlangsungnya
pemerintahan, namun dewasa ini kelestarian lingkungan hidup semakin
menurun akibat pemanfaatan yang tidak terkendali. Pemerintah harus
mengambil langkah dengan melakukan penyusunan analisis mengenai dampak
lingkungan secara konsekuen, pengaktifan lembaga-lembaga pengendali
dampak lingkungan hidup serta pengelolaan sumber daya alam secara lestari.
n. Komitmen pada Pasar yang Fair (Commitment to Fair Market)
Campur tangan pemerintah dalam kegiatan ekonomi harus dilakukan secara
proposional sehingga tidak membebani anggaran belanja dan tidak merusak
pasar serta dapat meningkatkan daya saing perekonomian yang kompetitif.
C. Konsep Rekrutmen dan Seleksi
1. Pengertian
Rekrutmen berasal dari bahasa inggeris ‘recruitment’ yang berarti perekrutan
atau pengarahan. Perekrutan atau merekrut berasal dari akar kata ‘rekrut’.
Rekrutmen adalah merupakan proses penemuan dan menarik para pelamar
pekerjaan (aplikan) untuk suatu pekerjaan. Proses dimulai ketika
pengarahan/merekrut calon pekerja baru mencari dan berakhir ketika
aplikannya ditetapkan. Hasil-hasilnya adalah penampungan pelamar pekerjaan
Menurut Malayu S.P Hasibuan menyatakan bahwa rekrutmen adalah usaha
mencari dan mempengaruhi tenega kerja, agar maw melamar lowongan
pekerjaan yang ada dalam sauatu pekerjaan.14
Menurut Henry Simamora menyatakan bahwa “Rekrutmen adalah serangkaian
aktivitas mencari dan memikat pelamar kerja dengan motivasi, kemampuan,
keahlian, dan pengetahuan yang diperlukan untuk menutupi kekurangan yang
diidentifikasi dalam perencanaan kepegawaian. Aktivitas Rekrutmen di mulai
pada saat calon mulai di cari, dan berakhir pada saat lamaran mereka
serahkan.”15
Menurut Veithzal Rivai menyatakan bahwa “Rekrutmen adalah serangkaian
kegiatan yang dimulai ketika sebuah perusahaan atau organisasi memerlukan
tenaga kerja dan membuka lowongan sampai mendapatkan calon karyawan
yang diinginkan atau kualified sesuai denganjabatan atau lowowngan yang
ada.16
Lanjut dijelaskan Darma bahwa ‘seleksi’ merupakn proses pemilihan calon
yang memiliki kualifikasi yang relevan dengan kebutuhan organisasi instansi.
Proses seleksi adalah merupakan serangkaian langka melalui penulusan calon
pelamar/aplikan. Walaupun rangkaian langkah-langkah tersebut bervariasi,
dengan beberapa langkah yang terjadi seacara simultan, namun idealnya
proses tersebut menentukan kandidat yang mungkin berhasil mengemalisasi
14 Malayu S.P Hasibuan, Manajemen Sumber Daya Manusia, PT Bumi Aksara, Bandung 2000, hlm.4.
15 Henry Simamora,
Manajemen Sumber Daya Manusia. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta, 2004. hlm.170.
16 Veithzal Rivai,
semua yang gagal. Dalam setiap langkah, berbagai pendekatan dapat
membantu membedakan antara isu yang berkaitan dengan kinerja yang tidak
berkaitan yang akan muncul.17
Robert L.Mathis & Jochn H. Jacson menyatakan bahwa alasan para pelamar
dipilih atau ditolak melalui criteria : 1) Keahlian dan motivasi, 2) Keahlian
membaca dan menulis, 3) pengalaman kerja, 4) keahlian verbal, 5) keahlian
matematika. Kegiatan seleksi ini mengacuh pada formasi dala arti jumlah
pegawai yang dibutuhkan dan susunan pangkat pegawai yang dibutuhkan.
Dalam menetukan formasi, masing-masing satuan organisasi pemerintah/
Negara disusun berdasarkan analisis kebutuhan dan penyedian pegawai sesuai
dengan jabatan yang tersedia, dengan memperhatikan norma, standar dan
prosedur yang ditetapkan oleh pemerintah. Dalam menentukan formasi
mempertimbangkan jenis pekerjaan, sifat pekerjaan, dan perkiraan beban
kerja dan perkiraan kapasitas seseorang.18
Rekrutmen CPNS melalui seleksi dinyatakan memenuhi syarat apabila
memiliki pengetahuan yang dibutuhkan, keahlian dan kemampuan, kerana hal
itu merupakan pendukung utama keberhasilan seseorang dalam melakukan
pekerjaan dengan baik, serta mempertimbangkan formasi yang ada. Dengan
demikian criteria seleksi yang berkonotasi karakteristik yang harus dimiliki
seseorang agar dapat melakukan pekerjaannya dengan berhasil, benar-benar
tidak dilakukan secara diskriminatif untuk menghindari kesan yang kurang
17 Darma,
Manajemen Pemerintahan Indonesia. Penerbit Djambatan, Jakarta, 2004, hlm. 174
18 Robert L.Mathis & Jochn H. Jacson,
baik bagi pemerintah daerah, Bagaimanapun juga seleksi ini merupakan suatu
yang menarik bagi instansi karena memiliki potensi untuk merubah perilaku
pegawai kearah yang lebih baik atau sebaliknya, seperta kata Jhon Boudreau
bahwa menyeleksi tenaga kerja yang kompoten seperti menaruh uang di
bank.19
Jhon Hancock dalam Basu Swasta, menjelaskan bahwa tangguang jawab
untuk merekrut biasanya ada ditangan depertemen personalia. Tanggung
jawab ini penting sebab kualitas SDM organisasi bergantung pada kualitas
Rekrutmen. Sejumlah organisasi berskala besar merekrut pekerja baru hamper
secara terus menerus, sehingga depertemen personalianya menggunakan
spesialis didalam proses Rekrutmen yang di sebut recruiter atau perekrut.
Para recruiter pekerja untuk menemukan dan menarik aplikan yang memiliki
kemampuan atau kapabel. Metode ini biasanya bergantung pada situasi dan
saat ini belum ada teknik merekrut yang paling baik.20
Lanjut dikatakan John Hancock bahwa pada kebanyakan depertemen SDM,
Rekrutmen dan seleksi terkombinasikan secara entitan dan disebut fungsi
pekerjaan. Pada depertemen berskala besar, fungsi pekerjaan tersebut merupakan tanggung jawab manajer bidang penangan pekerjaan, Sedangkan
pada depertemen berskala kecil, manajer personalia menangani semua
tugas-tugas ini. Faktor pekerjaan seringkali menjadi alasan utama eksistensi
depertemen tersebut, sehingga proses seleksi menjadi pusat atau inti dari
19 Basu Swasta,
Manajemen Pemasaran Modern, edisi kedua cetakan ke sebelas. Liberty Offset, Yogyakarta, 2003, hlm. 45
20 Jhon Hancock dalam Basu Swasta,
fungsi SDM. Seleksi yang kurang tepat dapat menyebabkan depertemen gagal
mencapai tujuan dan tantangan yang dihadapi.21
2. Mekanisme Rekrutmen dan Seleksi
Istilah mekanisme memuat pengertian, yaitu system dan prosedur. Moenir
mendefinisikan ‘sistem’ sebagai suatu susunan atau rakitan komponen atau
bagian-bagian yang membentuk satu kesatuan (entitas) yang utuh, dengan
sifat-sifat saling tergantung, saling mempengaruhi dan saling berhubungan
satu dengan lainnya.22
Koonzt mendefinisikan system sebagai suatu susunan atau rakitan atas sesuatu
yang penting dan saling berhubungan dan saling bergantung sehingga
membentuk satu kesatuan yang rumit namun utuh.23 Luthan dalam Moenir
mengemukakan “ A system is component of elements that are related and
depended upon one another but that, when interaction from a unity whole”
bahwa system adalah salah satu elemen-elemen dari komponen yang
berhubungan satu sama lain dan membentuk satu kesatuan secara
menyluruh.24
Sistem dan prosedur merupakan dwitunggal yang tak terpisahkan satu sama
lain karena saling melengkapi. Moenir menjelaskan, sistem merupakan
kerangka mekanisme organisasi, sedangkan prosedur adalah rincian
dinamikanya mekanisme sistem. Ini berarti bahwa tanpa sistem maka
21Ibid, hlm. 54. 22 Moenir,
Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia, Bumi Aksara, Jakarta, 1998 hlm.100.
23 Koonzt, 1993, Principlesof Management: An Analysis of Managerial Functions, Gramedia, Jakarta.1993. hlm. 101.
24 Moenir,
prosedur tidak memiliki darar pijakan atau atau landasan berpijak untuk
berkiprah, dan sebaliknya tanpa prosedur maka suatu mekanisme system tidak
akan berjalan. Demikian halnya bahwa lemahnya yang satu akan
mengakibatkan lemahnya yang lain. Lanjut dijelaskan, prosedur sifatnya
mengatur perbuatan orang baik kedalam (intern) maupun keluar (ekstern)
sehingga harus dipahamia oleh orang-orang yang berkepentingan. Penetapan
prosedur yang memenuhi tujuan dan maksud perlu dibukukan menjadi
prosedur tetap, atau dalam istilah manajemen disebut standar prosedur atau
Standard Operating Procedure (SOP).25
Rekrutmen berusaha menciptakan suatu wadah bagi para aplikan atau calon
pelamar pekerjaan. Sekali penampungan aplikan dikumpulkan maka disitulah
proses seleksi dimulai. Proses ini melibatkan serangkaian langkah-langkah
dengan berbagai tujuan evaluasi yang m,ana membutuhkan tambahan waktu
dan kompleklitas terhadap proses penyewaan pekerja. Keterlibatan waktu dan
kompleksitas dapat mengakibatkan frustasi diantara para aplikan yang
membutuhkan pekerjaan dan oprasi manajer yang membutuhkan pengisian
lowongan kerja.26
Rekrutmen sebagai suatu proses perekrutan calon pelamar pekerjaan baik pada
level pemerintahan maupun level organisasi perusahaan, memuat sejumlah
langkah-langkah sebagai tahapan pelaksanaan dan melibatkan sejumlah
perekrut (recruiter) dalam seluruh proses pelaksanaannya. Dalam kaita itu
25Ibid, hlm. 105. 26 Darma,
John Hancock mengemukakan bahwa dalam merekrut, pihak perekrut
mengikuti langkah-langkah sebagai berikut :
1. Mengidentifikasi pembukaan jobn melalui perencanaan SDM.
2. Perencanaan SDM terutama dapat membantu perekrut sebab ia mampu
menunjukkan baik pembukaan pekerjaan saat ini maupun yang diharapkan
dimasa yang akan datang.
3. Bersifat proaktif mempelajari tiap-tiap job apa yang dibutuhkan melalui informasi analisis job terutama job description dan job Specification. 4. Informasi bersifat menceritakan kepeda perekrut tentang karakteristik baik
job maupun orang-orang yang akan mengisi job tersebut. 5. Memperbaharui Informasi analisis job.
6. Mempelajari persyaratan rekruimen sesuai permintaan manajer.27
Dikatakan Darma bahwa penempatan CPNS dilakukan setelah dinyatakan
lulus dari seleksi dan menyerahkan persyaratan administrsi serta diberi nomor
identitas calon pegawai negeri sipil dan ditempatkan sesuai formasi yang
diperuntukkan pada dengan memperhatikan pendidikan dan pengalaman yang
dimilikinya. Dengan dcemikian penempatan kepada setiap calon pegawai
negeri sipil disesuaikan dengan kebutuhan organisasi dengan seharusnya
didasarkan pada prinsip “The right man in the right place”28
Menurut Basu Swasta ada beberapa hal yang seringt terjadi pada pegawai baru
dalam pekerjaan itu : segan membahas masalah-maslah dengan atasannya,
27 Basu Swasta,
Manajemen Pemasaran Modern, edisi kedua cetakan ke sebelas. Liberty Offset, Yogyakarta, 2003, hlm. 471.
28 Darma,
gelisah dan cemas pada hari-hari pertama, dan menjadi perhatia dari pegawai
lain, baik perilaku maupun hasil kerjanya yang dapat menambah kegelisahan.
Untuk menghindari hal-hal tersebut diatas maka dalam penempatan perlu
mengadakan kegiatan orientasi dalam tugas pekerjaan CPNS.29
Proses seleksi memuat tiaga input utama yaitu :
a. Informasi analisis job memberikan gambaran mengenai job. b. Spesifikasi Sumber daya manusia dan
c. Standar performansi untuk masing-masing persyaratan job yang
dibutuhkan. Rencana SDM mengindentifikasi kemungkinan pembukaan
kesempatan kerja baru dam memungkinkan seleksi dilakukan dengan cara
yang logis dan efektif. Pada saat yang sama, tantangan yang dihadapi
dalam proses seleksi membatasi tindakan spesialis SDM dan manajer ini.
Demikian pula halnya kebijakan yang melarang diberlakukannya
tindakannya diskriminasi.30
Grindle menyatakan bahwa implementasi kebijaksanaan publik sesungguhnya
bukanlah sekedar bersangkut paut dengan mekanisme penjabaran
keputusan-keputusan politik kedalam prosedur-prosedur rutin lewat saluran-saluran
birokrasi, melainkan lebih dari itu, ia menyangkut masalah konflik, keputusan
dan siapa yang memperoleh apa dari suatu kebijaksanaan. Udoji menyatakan
bahwa “The execution of policies is as important if not more imfortant than
policy-making. Policies Will remain dreams or blue print file jackets unless they are implemented” artinya Implementasi kebijaksanaan adalah sesuatu
29 Basu Swasta
,Op cit, hlm. 478. 30 Soenarto,
yang penting, bahkan mungkin jauh lebih penting daripada pembuatan
kebijaksanaan itu sendiri. Kebijaksanaan-kebijaksanaan akan sekedar impian
atau rencana bagus yang tersimpan rapi dalam arsip kalau tidak
diimplementasikan.31
Dunn menyatakan bahwa implementasi kebijaksaan berarti pelaksanaan dan
pengendalian arah tindakan kebijaksanaan dalam jangka waktu tertentu
sampai dcapainya hasil kebijaksanaan. Implementasi kebijaksanaan pada
dasarnya merupakan aktifitas praktis yang dibebankan dari formulasi
kebijaksanaan yang bersifat teoritis. Disini Dunn menempatkan implementasi
sebagai konsep yang harus dibedakan namun dianggap sama pentingnya
denghan kegiatan formulasi kebijaksanaan, Jika formulasi kebijaksanaan
adalah kegiatan dalam konteks teoritis maka implementasi kebijaksanaan
adalah kegiatan dalam konteks praktis.32
Sejalan dengan Dunn Van Meter dan Van Horn dan Budiarjo menjelaskan
bahwa “ Those actions by publik or private individuals (or groups) tha are directed at the achievement of objectives set forth in prior policy decisions..” artinya tindakan-tindakan yang baik dilakukan oleh pejabat-pejabat (atau
kelompok-kelompok) pemerintahatau swasta yang diarahkan pada tercapainya
tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan dan kebijaksanaan.33
Pada konteks Rekrutmen CPNS, pemerintah telah menetapkan berbagai
kebijaklsanaan bagi pemerintah daerah dalam melaksanakan Rekrutmen calon
31 Wahab,
Pengantar Analisis Kebijaksanaan Negara, Rineka Cipta, Jakarta, 2000, hlm. 79 32 Dunn, Analisa Kebijakan Publik. Hanindita Offset, Yogyakarta, 2005, hlm. 141
33 Dunn Van Meter dan Van Horn dan Budiarjo,
pegawai negeri sipil (CPNS) salah satu peraturan perundang-undangan yang
tergolong relative baru adalah peraturan Pemerintah (PP) No.48 Tahun 2005
tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil.
PP ini merupakan tindak lanjut dari Undang-undang No.32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah, PP No.97 tahun 2000 tentang Formasi Pegawai
Negeri Sipil, PP. No.98 Tahun 2000 tentang Pengadaan Pegawai Negeri Sipil,
dan PP No.9 Tahun 2003 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan Dan
Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil.
PP No.43 Tahun 2007 memuat sejumlah ketentuan tujuan dan sasaran prioritas
rekrutmen, persyaratan CPNS dan mekanisme pelaksanaan Rekrutmen CPNS,
sebagaimana diuraikan dalam beberapa Pasal Berikut :
1. Ketentuan umum
Pasal 1
Dalam peraturan pemerintah ini yang dimaksud dengan :
1. Tenaga honorer adalah seseorang yang diangkat oleh pejabat Pembina
kepegawaian atau pejabat lain dalam pemerintahan untuk
melaksanakan tugas tertentu pada instansi pemerintah atau yang
penghasilnya menjadi beban APBN atau APBD.
2. Pejabat Pembina kepegawaian adalah pejabat yang berwenang
mengangkat, memindahkan, dan atau memberhentikan PNS
dilingkungannya sesuai peraturan perundang-undangan.
3. Isntansi adalah Instansi pemerintah pusat dan instansi pemerintah
daerah dan pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota.
Pasal 2
Pengangkatan Tenaga honorer menjadi calon pegawai negeri sipil
dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan tenaga tertentu pada instansi
pemerintah.
3. Sasaran Prioritas
Pasal 3
(1) Pengangkata Tenaga honorer menjadi CPNS diperioritaskan bagi yang
melaksanakan tugas sebagai berikut :
a. Guru
b. Tenaga Kesehatan pada sarana pelayanan kesehatan
c. Tenaga Penyuluh di bidang pertanian, perikanan, peternakan dan
d. Tenaga Teknis lainnya yang sangat dibutuhkan pemerintah.
(2) Pengangkatan tenaga honorer sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
didasarkan pada :
a. Usia Paling tinggi 46 tahun dan paling rendah 19 tahun dan
b. Masa Kerja sebagai tenaga honorer paling sedikit 1(satu) secara
terus menerus
4. Mekanisme Pelaksanaan
Pasal 4
(1) Pengangkatan tenaga honorer dilakukan melalui seleksi administrasi,
disiplin, integritas, kesehatan dan kompetensi
(2) Pengangkatan tenaga honorenr selain melalui seleksi, wajib
pemerintahan/keperintahan yang baik, dan pelaksanaanya terpisah
dengan pelamar umum.
(3) Pengangkatan ttenaga honorer pada dasarnya memperioritaskan tenaga
honorer yang berusia paling tinggi dan atau mempunyai masa kerja
paling lama.
5. Interval Waktu Pelaksanaan
Pasal 6
(1) Pengangkatan Tenaga honorer menjadi CPNS di lakukan secara
bertahap, dengan perioritas tenaga honorer yang penghasilannya di
biayai oleh APBN dan APBD.
(2) Dalam hal tenaga honorer seluruhnya telah diangkat menjadi CPNS
sebelum 2009, maka tenagan honorer yang bekerja pada instansi
pemerintah dan penghasilannya tidak dibiayai oleh APBN dan APBD
telah diangkat semuanya menjadi CPNS.
Pasal 7
Pengangkatan tenaga honorer dilakukan secara obyektif dan transparan.
Pasal 8
Sejak di tetapkannya PP ini, semua pejabat Pembina kepagawaian dan
pejabat lain yang ada dinstansi, dilarang mengangkat tenaga honorer atau
Sehubungan dengan pelaksanaan Rekrutmen CPNS dengan mengacu pada PP.
No. 43 Tahun 2007 dan PP. No. 98 Tahun 2000 tersebut, maka pemerintah
Kabupaten Enrekang berkewajiban untuk melakukan evaluasi secara
menyeluruh terhadap berbagai hal untuk menentukan keberhasilan dan
kegagalan pelaksanaannya. Evaluasi adalah penilaian tingkat keberhasilan
atau kegagalan yang dicapai dalam suatu organisasi untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan. Maksud dan tujuan evaluasi adalah untuk melakukan
perhitungan-perhitungan agar pilihan kita tepat dalam rangka melakukan suatu
interprestasi.
Pengangkatan CPNS tersebut ditetapkan dengan keputusan pejabat Pembina
kepegawaian, dengan masa percobaan sekurang-kurangnya satu tahun dan
paling lama dua tahun apabila dimulai prestasi kerjanya baik, serta memenuhi
syarat kesehatan jasmani dan rohani untuk diangkat menjadi Pegawai Negeri
Sipil dan telah lulus pendidikan dan pelatihan pra jabatan maka yang
bersangkutan dapat diangkat sebagai PNS.
D. Pegawai Negeri Sipil (PNS)
Di dalam masyarakat yang selalu berkembang, manusia senantiasa mempunyai
kedudukan yang makin penting, meskipun negara Indonesia menuju kepada
masyarakat yang berorientasi kerja, yang memandang kerja adalah sesuatu yang
mulia, tidaklah berarti mengabaikan manusia yang melaksanakan kerja tersebut.
Demikian juga halnya dalam suatu organisasi, unsur manusia sangat menentukan
ditentukan tergantung kepada kemampuan manusia untuk menggerakkan
organisasi tersebut ke arah yang telah ditetapkan.
Manusia yang terlibat dalam organisasi ini disebut juga pegawai. Untuk lebih
jelasnya akan dikemukakan pendapat beberapa ahli mengenai defenisi pegawai.
A.W. Widjaja berpendapat bahwa, “Pegawai adalah merupakan tenaga kerja
manusia jasmaniah maupun rohaniah (mental dan pikiran) yang senantiasa
dibutuhkan dan oleh karena itu menjadi salah satu modal pokok dalam usaha kerja
sama untuk mencapai tujuan tertentu (organisasi).”34
Selanjutnya A.W. Widjaja mengatakan bahwa, “Pegawai adalah orangorang yang
dikerjakan dalam suatu badan tertentu, baik di lembaga-lembaga pemerintah
maupun dalam badan-badan usaha.” 35
Berdasarkan definisi di atas dapat diketahui bahwa pegawai merupakan modal
pokok dalam suatu organisasi, baik itu organisasi pemerintah maupun organisasi
swasta. Dikatakan bahwa pegawai merupakan modal pokok dalam suatu
organisasi karena berhasil tidaknya suatu organisasi dalam mencapai tujuannya
tergantung pada pegawai yang memimpin dalam melaksanakan tugas-tugas yang
ada dalam organisasi tersebut.
Pegawai yang telah memberikan tenaga maupun pikirannya dalam melaksanakan
tugas ataupun pekerjaan, baik itu organisasi pemerintah maupun organisasi swasta
akan mendapat imbalan sebagai balas jasa atas pekerjaan yang telah dikerjakan.
Hal ini sesuai dengan pendapat Musanef yang mengatakan bahwa, “Pegawai
34 A.W. Widjaja,
Administrasi Kepegawaian.Rajawali, Jakarta 2006, hlm.113. 35
adalah orang-orang yang melakukan pekerjaan dengan mendapat imbalan jasa
berupa gaji dan tunjangan dari pemerintah atau badan swasta.”36
Selanjutnya Musanef memberikan definisi pegawai sebagai pekerja atau worker
adalah, “Mereka yang secara langsung digerakkan oleh seorang manajer untuk
bertindak sebagai pelaksana yang akan menyelenggarakan pekerjaan sehingga
menghasilkan karya-karya yang diharapkan dalam usaha pencapaian tujuan
organisasi yang telah ditetapkan.”37
Berdasarkan definisi di atas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa pegawai
sebagai tenaga kerja atau yang menyelenggarakan pekerjaan perlu digerakkan
sehingga mereka mempunyai keterampilan dan kemampuan dalam bekerja yang
pada akhirnya akan dapat menghasilkan karya-karya yang bermanfaat untuk
tercapainya tujuan organisasi. Karena tanpa kemampuan dan keterampilan
pegawai sebagai pelaksana pekerjaan maka alat-alat dalam organisasi tersebut
akan merupakan benda mati dan waktu yang dipergunakan akan terbuang dengan
percuma sehingga pekerjaan tidak efektif.
Berdasarkan beberapa defenisi pegawai yang telah dikemukakan para ahli tersebut
di atas, dapat disimpulkan bahwa istilah pegawai mengandung pengertian sebagai
berikut:
a. Menjadi anggota suatu usaha kerja sama (organisasi) dengan maksud
memperoleh balas jasa atau imbalan kompensasi atas jasa yang telah
diberikan.
36 Musanef, Manajemen Kepegawaian Di Indonesia. CV Haji Masagung , Jakarta, 2001, hlm. 75
37
b. Pegawai di dalam sistem kerja sama yang sifatnya pamrih.
c. Berkedudukan sebagai penerima kerja dan berhadapan dengan pemberi kerja
(majikan).
d. Kedudukan sebagai penerima kerja itu diperoleh setelah melakukan proses
penerimaan.
e. Akan mendapat saat pemberhentian (pemutusan hubungan kerja antara
pemberi kerja dengan penerima kerja).
Ada dua pengertian pegawai negeri menurut Undang-Undang Pokok
Kepegawaian No.43 Tahun 1999 Tentang Perubahan UU No.8 Tahun1974
tentang Pokok-Pokok Kepegawaian yaitu:
a. Pegawai negeri adalah unsur aparatur negara, abdi negara, dan abdi
masyarakat yang dengan kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945, negara dan pemerintah, menyelenggarakan tugas
pemerintahan dan pembangunan.
b. Pegawai negeri adalah mereka yang telah memenuhi syarat-syarat yang
ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, diangkat oleh
pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam sesuatu jabatan negeri atau
diserahi tugas negara lainnya yang ditetapkan berdasarkan sesuatu peraturan
perundang-undangan dan digaji menurut peraturan perundang-undangan yang
III. METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Masalah
Metode adalah jalan yang menyatukan secara logis segala upaya untuk sampai pada
penemuan, pengetahuan, dan pemahamannya tentang sesuatu yang dituju atau diarah
secara tepat. Penelitian merupakan sebuah upaya pencarian dalam menemukan atau
menjawab suatu masalah. Sedangkan pengertian penelitian hukum adalah suatu
proses untuk menemukan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin
hukum hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi.20
Pendekatan masalah merupakan proses pemacahan atau penyelesaian masalah melalui
tahap-tahap yang telah ditentukan, sehingga mencapai tujuan penelitian.21
Penelitian ini menggunakan pendekatan secara yuridis normatif dan pendekatan
yuridis empiris. Pendekatan yuridis normatif digunakan untuk mempelajari asas-asas,
konsep-konsep, pandangan-pandangan, norma hukum yang berkaitan dengan
penelitian ini, sedangkan pendekatan yuridis empiris merupakan memperoleh