• Tidak ada hasil yang ditemukan

TOKOH DALAM KUMPULAN CERPEN BIDADARI YANG MENGEMBARA KARYA A. S. LAKSANA DAN KELAYAKANNYA SEBAGAI BAHAN AJAR DI SMA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "TOKOH DALAM KUMPULAN CERPEN BIDADARI YANG MENGEMBARA KARYA A. S. LAKSANA DAN KELAYAKANNYA SEBAGAI BAHAN AJAR DI SMA"

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

TOKOH DALAM KUMPULAN CERPEN BIDADARI YANG MENGEMBARA KARYA A. S. LAKSANADAN KELAYAKANNYA

SEBAGAI BAHAN AJAR DI SMA

Oleh

AYUNING TYAS PURWANINGRUM

Penelitian ini membahas tokoh dalam kumpulan cerpen Bidadari yang

Mengembara karya A. S. Laksana dan kelayakannya sebagai bahan ajar di SMA.

Tujuan penelitian ini mendeskripsikan tokoh dalam kumpulan cerpan Bidadari yang Mengembara dan kelayakannya sebagai bahan ajar di SMA.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Sumber data dalam penelitian ini adalah kumpulan cerpen Bidadari yang Mengembara yang diterbikan Januari 2014. Data yang dianalisis dalam penelitian ini berupa, kata, kalimat, atau kutipan teks yang berkaitan dengan tokoh dalam kumpulan cerpen Bidadari yang Mengembara karya A.S Laksana ditinjau dengan

pendekatan psikoanalisis (mekanisme mimpi) dan kelayakannya sebagai bahan ajar di Sekoah Menengah Atas (SMA).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tokoh dalam kumpulan cerpen Bidadari yang Mengembara dapat diklasifikasikan menjadi enam jenis tokoh, yaitu tokoh

(2)

Sangkuriang ditemukan tokoh ibu sebagai tokoh. Tokoh dalam cerpen Burung di

Langit dan Sekaleng Lem ditemukan tokoh aku sebagai tokoh utama. Tokoh

dalam cerpen Seekor Ular di Dalam Kepala ditemukan tokoh Lin sebagai tokoh utama. Tokoh dalam cerpen Telepon dari Ibu ditemukan tokoh Yun sebagai tokoh utama. Tokoh dalam cerpen Buldoser ditemukan tokoh Alit sebagai tokoh utama. Tokoh dalam cerpen Seto Menjadi Kupu-Kupu ditemukan tokoh Seto sebagai tokoh utama. Tokoh dalam cerpen Bangkai Anjing ditemukan tokoh aku sebagai tokoh utama. Tokoh dalam cerpen Rumah Unggas ditemukan tokoh Seto sebagai tokoh utama. Tokoh dalam cerpen Peristiwa Pagi Hari ditemukan tokoh Alit sebagai tokoh utama. Selain itu, analisis tokoh utama berdasarkan mekanisme mimpi ditemukan figurasi, kondensasai, pengalihan dan simbolisasai yang

mengiringi tokoh utama dalam kumpulan cerpen Bidadari yang Mengembara. Berdasarkan temuan penelitian, tokoh yang terdapat dalam kumpulan cerpen Bidadari yang Mengembara, yaitu antara lain tokoh utama yang terdiri

Berdasarkan temuan, mekanisme mimpi yang mengiringi tokoh-tokoh utama dalam kumpulan cerpen tersebut, yaitu figurasi, kondensasi, pengalihan dan simbolisasi. Mekanisme mimpi tersebut ditemukan melalui tokoh utama dalam

cerpen, yaitu tokoh Aku, tokoh Alit, tokoh Ibu, tokoh Aku, tokoh Lin, tokoh Yun, tokoh Alit (Aku), tokoh Seto, tokoh Aku, tokoh Seto, tokoh Alit, dan tokoh Alit.

(3)
(4)

TOKOH DALAM KUMPULAN CERPEN BIDADARI YANG MENGEMBARA KARYA A. S LAKSANADAN KELAYAKANNYA

SEBAGAI BAHAN AJAR DI SMA

(Skripsi)

Oleh

AYUNING TYAS PURWANINGRUM

PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(5)
(6)
(7)
(8)

DAFTAR ISI

2.7 Pentingnya Penokohan dalam suatu cerita……….. 25

2.8 Kriteria Pemilihan Bahan Ajar Sastra ... 25

2.8.1 Kriteria Berdasarkan Kesastraan ... 28

III. METODE PENELITIAN 3.1 Metode ... 30

3.2 Pendekatan Psikologi……….. 32

3.3 Sumber Data ... 32

(9)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil ... 35

4.2 Pembahasan………. 37

4.3 Analisis Tokoh dalam Kumpulan Cerpen Bidadari yang Mengembara… 37 1). Cerpen Menggambar Ayah………. 38

2). Cerpen Bidadari yang Mengembara……… 53

3). Cerpen Seorang Ibu yang Menunggu atau Sangkuriang………. 68

4). Cerpen Burung di Langit dan Sekaleng Lem……….. 79

12). Cerpen Cerita tentang Ibu yang Dikerat………... 164

4.4 Kelayakan Kumpulan Cerpen Bidadari yang Mengembara karya A. S. Laksana Sebagai Bahan Ajar di SMP………. 175

4.4.1 Kelayakan Tokoh dalam Kumpulan Cerpen Bidadari yang Mengembara Karya A.S. Laksana Berdasarkan Kurikulum 2013…… 175

4.4.2 Kelayakan Tokoh dalam Kumpulan Cerpen Bidadari yang Mengemabara Karya A.S. Laksana ditinjau dari Sudut Sastra……… 178

V. SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan………. 207

5.2 Saran……… 210

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Hasil Analisis Tokoh Aku dalam Cerpen Menggambar Ayah Berdasarkan Mekanisme Mimpi ………... 53

2. Hasil Analisis Tokoh Alit dalam Cerpen Bidadari yang Mengembara

Berdasarkan Mekanisme Mimpi………. 67

3. Hasil Analisis Tokoh Ibu dalam Cerpen Seorang Ibu yang Menunggu atau Sangkuriang Berdasarkan Mekanisme Mimpi……… 78 4. Hasil Analisis Tokoh Aku dalam cerpen Burung di Langit dan

Sekaleng Lem Berdasarkan Mekanisme Mimpi………. 87 5. Hasil Analisis Tokoh Lin dalam cerpen Seekor Ular di Dalam Kepala

Berdasarkan Mekanisme Mimpi………. 98 6. Hasil Analisis Tokoh Yun dalam cerpen Telepon dari Ibu Berdasarkan

Mekanisme Mimpi……….. 107

7. Hasil Analisis Tokoh Alit dalam cerpen Buldoser Berdasarkan Mekanisme

Mimpi……….. 119

8. Hasil Analisis Tokoh Seto dalam cerpen Seto Menjadi Kupu-Kupu

Berdasarkan MekanismeMimpi……….. 131

9. Hasil Analisis Tokoh Aku dalam Cerpen Bangkai Anjing Berdasarkan

Mekanisme Mimpi……… 142

10. Hasil Analisis Tokoh Seto dalam Cerpen Rumah Unggas Berdasarkan

Mekanisme Mimpi……… 150

11. Hasil Analisis Tokoh Alit dalam Cerpen Peristiwa Pagi Hari

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Carta Kisi Ancangan Instrumen Penelitian……….. 211 2. Instrumen Tokoh dalam Kumpulan Cerpen Bidadari yang Mengembara

karya A. S Laksana ………... 214 3. Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD) Mata Pelajaran Bahasa

(12)

MOTO

Sesunggguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.

(Q.S. Al-Insyirah : 6)

Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan

melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang

Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada

kamu apa yang telah kamu kerjakan.

(Q.S. At-Taubah : 105)

Sekarang Allah telah meringankan kamu karena Dia mengetahui bahwa ada

kelemahan padamu. Maka jika di antara kamu ada seratus orang yang sabar,

niscaya mereka dapat mengalahkan dua ratus (orang musuh); dan jika

di antara kamu ada seribu orang (yang sabar), niscaya mereka

dapat mengalahkan dua ribu orang dengan seizin Allah.

Allah beserta orang-orang yang sabar.

(13)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Gunung Madu, Kecamatan Terusan Nunyai, Kabupaten

Lampung Tengah, Provinsi Lampung pada tanggal 06 Agustus 1992, sebagai anak pertama dari tiga bersaudara, dari Joko Purwanto dan Wati Wahyuni Katini, S.Pd.

Pendidikan yang telah ditempuh penulis adalah TK Satya Dharma Sudjana,

Kecamatan Terusan Nunyai, Kabupaten Lampung Tengah diselesaikan pada tahun 1998. Pendidikan di SD Negeri 2 Gunung Madu, Kecamatan Terusan Nunyai,

Kabupaten Lampung Tengah diselesaikan pada tahun 2004. Pendidikan di SMP Satya Dharma Sudjana, Kecamatan Terusan Nunyai, Kabupaten Lampung Tengah diselesaikan pada tahun 2007. Pendidikan di SMA Negeri 1 Terusan Nunyai,

Kecamatan Terusan Nunyai, Kabupaten Lampung Tengah diselesaikan pada tahun 2010.

Selanjutnya pada tahun 2010, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung melalui jalur UM Mandiri. Pada tahun 2013, penulis melakukan PPL di SMA Negeri 1 Tulang

Bawang, Kecamatan Tulang Bawang Tengah, Kabupaten Tulang Bawang Barat dan KKN Kependidikan Terintegrasi Unila di Desa Panaragan Jaya, Kecamatan

(14)

PERSEMBAHAN

Dengan mengucapkan Alhamdulillah dan rasa bahagia atas nikmat yang diberi

Allah subhanahuwataala, kupersembahkan karya sederhana ini untuk orang-orang yang paling berharga dalam hidupku.

1. Ayahanda dan Ibunda tercintaku, Bapak Jaka Purwanto dan Ibu Wati Wahyuni Katini, S.Pd., yang tak henti-hentinya mencurahkan kasih sayang, mendidik dengan penuh cinta, dan berdoa dengan keikhlasan hati untuk

keberhasilanku menggapai cita-cita serta selalu menanti keberhasilanku. 2. Adik-adik tersayangku Robbyana Purwiridzanto dan Iqbal Firman

Purwijayanto yang telah memberikan doa dan dukungan dalam menuntut ilmu serta menanti keberhasilanku.

3. Seseorang yang telah memberikan semangat, dukungan, doa, serta menanti

keberhasilanku.

4. Untuk keluarga besarku yang selalu menanti keberhasilanku.

(15)

viii

SANWACANA

Puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

yang berjudul “Tokoh dalam Kumpulan Cerpen Bidadari yang Mengembara

Karya A. S. Laksana dan Kelayakannya Sebagai Bahan Ajar di SMA” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Bahasa dan Sastra

Indonesia di Universitas Lampung.

Dalam proses penyusunan skripsi ini, penulis tentu telah banyak menerima masukan, arahan, bimbingan, motivasi, dan bantuan dari berbagai pihak.

Sehubungan dengan hal itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak berikut.

1. Dr. Bujang Rahman, M.Si. selaku Dekan FKIP Universitas Lampung.

2. Dr. Muhammad Fuad, M.Hum. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni serta sekaligus Pembimbing I atas kesediaan dan keikhlasannya

memberikan bimbingan, saran, arahan dan motivasi yang diberikan selama penyusunan skripsi ini.

3. Drs. Kahfie Nazaruddin, M.Hum. selaku Ketua Program Studi Pendidikan

Bahasa dan Sastra Indonesia serta sekaligus Pembimbing II atas kesediaan dan keikhlasannya memberikan bimbingan, saran, arahan, dan motivasi yang

(16)

ix

4. Dr. Edi Suyanto, M.Pd. selaku Pembahas yang telah memberikan bimbingan,

saran, arahan, dan bantuan kepada penulis.

5. Drs. A. Effendi Sanusi, M.Pd. selaku Pembimbing Akademik yang telah

memberikan bimbingan, masukan, nasihat, dan motivasi kepada penulis. 6. Bapak dan Ibu dosen serta staf Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra

Indonesia dan Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni.

7. Bapak dan Ibu Guru serta Staf SMA Negeri 1 Tulang Bawang , Kecamatan Tulang Bawang Tengah, Kabupaten Tulang Bawang Barat.

8. Sahabat kecilku Engla Octavia Aidi, S.Pd., yang telah menjadi teman seperjuanganku, terima kasih atas persahabatan, kebersamaan dan motivasi

yang telah diberikan selama ini.

9. Teman-teman kosanku Erika Oktania, Gledys Chintiya Mega Pratiwi, S.Pd., Laras Tri Subekti, terima kasih atas persahabatan dan kebersamaan yang

kalian berikan selama ini.

10.Sahabat-sahabat seperjuanganku Batrasia Angkatan 2010, Kak Yoga Irawan, S.Pd., yang telah membantu menyelesaikan skripsi ini, Riris Kristiani R.K.,

Tika Yuni Arsita, S.Pd., Weny Nisma, Anida Febriani, Yuni Setiawati, S.Pd., Sefty Anggraini dan lain-lain yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu,

terima kasih atas persahabatan dan kebersamaan yang kalian berikan selama ini.

11.Teman-teman KKN Kependidikan Terintegrasi Rohimin, S.Pd., Teguh Iman

Trijaya, Maskuroch Adesty, S.Pd., Agustin Riyanti, Distalia Arum di Desa Panaragan Jaya, Kecamatan Tulang Bawang Tengah, Kabupaten Tulang

(17)

x

12.Seluruh keluarga besarku yang telah menyelipkan senyum dan doa untuk

keberhasilanku.

13.Kepada semua pihak yang ikut berperan dan membantu penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini.

Semoga Allah subhanahuwataala membalas segala keikhlasan, amal, dan bantuan semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Harapan

penulis semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua, terutama bagi dunia pendidikan, khususnya Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Aamiin.

Bandarlampung, Desember 2014

(18)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Sastra merupakan hasil karya manusia yang di dalamnya memiliki nilai estetika yang diekspresikan melalui tulisan dengan menggunakan bahasa-bahasa yang

indah. Karya sastra yang dihasilkan oleh pengarang tidak mustahil berbeda dengan pengarang yang lain. Hal itu disebabkan setiap orang memiliki gagasan atau ide yang berbeda. Perbedaan ide tersebut karena adanya tema kesusastraan

dalam kehidupan nyata yang beraneka ragam. Misalnya, tema percintaan, perjuangan, rumah tangga, kasih sayang dan sebagainya. Beraneka ragamnya

tema dalam suatu karya sastra membuktikan bahwa, pengarang dalam mengungkapkan karyanya juga mempunyai pandangan yang berbeda antara pengarang yang satu dengan pengarang yang lain. Perbedaan itulah yang

membuat karya sastra menarik untuk dibaca.

Karya sastra pada dasarnya dibagi menjadi dua macam. Karya sastra yang bersifat fiksi dan karya sastra yang bersifat nonfiksi. Karya sastra yang bersifat fiksi

berupa novel, cerpen, essai, dan cerita rakyat. Karya sastra yang bersifat nonfiksi berupa puisi, drama dan lagu. Salah satu bentuk karya sastra nonfiksi adalah cerpen. Cerpen, sesuai dengan namanya, adalah cerita yang pendek. Akan tetapi,

(19)

2

Lahirnya cerpen merupakan hasil dari kreatif pengarang dalam mengolah cerita tentang kehidupan lengkap dengan berbagai konflik di dalamnya secara lebih

singkat. Cerpen biasanya berisi tentang kehidupan dalam berinteraksi dengan

lingkungan dan sekitarya. Dalam sebuah cerpen pengarang berusaha mengarahkan

pembaca terhadap gambaran masalah kehidupan dunia nyata yang terkandung dalam cerpen. Cerpen yang baik haruslah memenuhi kriteria kepaduan (unity), maksudnya adalah segala sesuatu yang diceritakan bersifat dan berfungsi

mendukung tema utama. Cerpen menjadi lebih padu, lebih memenuhi tuntutan ke-unity-an dari pada novel. Bentuknya yang pendek, cerpen menuntut penceritaan

yang serba ringkas, tidak sampai pada detil-detil khusus yang kurang penting yang

lebih bersifat memperpanjang cerita (Nurgiyantoro, 1998: 11).

Pengarang biasanya mengungkapkan pengalaman pribadinya ke dalam karya sastra karena pengalaman hidup tersebut dapat berguna bagi pembaca. Hal ini

menjadikan karya sastra khususnya cerpen dapat memberikan pengaruh terhadap pembacanya dan mendorong lahirnya perilaku-perilaku yang mendatangkan

manfaat bagi kehidupan. Pembaca akan memahami maksud penulis cerpen apabila pembaca membaca keseluruhan isi cerpen bukan hanya membaca sinopsisnya saja. Cerpan merupakan sebuah karya fiksi imajinatif yang berisi

tentang kehidupan yang dibangun melalui unsur intrinsiknya seperti plot, tema, tokoh dan penokohan, dan latar.

Dalam penelitian ini kajian terfokus pada unsur intrinsik yaitu tokoh. Tokoh

(20)

3

pengarang, ide-ide, serta nilai-nilai yang diungkapkan pengarang lewat tokoh-tokoh ceritanya. Tokoh dalam cerpen memiliki kepribadian yang berbeda-beda.

Tokoh pada cerpen satu dengan cerpen lain tentunya berbeda pula.

Psikologi berarti ilmu yang mempelajari tentang jiwa baik mengenai macam-macam gejalanya, prosesnya, maupun latar belakangnya (Ahmadi, 1998: 1). Pendekatan psikologi sangat penting untuk dikaji karena berbagai peristiwa yang

terurai dalam suatu cerita tidak pernah lepas dari masalah kehidupan nyata dan pengalaman hidup pengarang. Kepribadian tokoh pada cerpen akan tercipta

karena adanya luapan pengalaman hidup pengarang yang tergambar pada peran para tokoh dalam cerita. Dalam meneliti karya sastra, penulis menggunakan pendekatan psikoanalisis Freud.

Selain sebagai penghibur, karya sastra juga dapat berfungsi sebagai sarana komunikasi dalam pendidikan. Hal itu dikarenakan karya sastra memiliki hubungan yang erat dengan pembelajaran di SMA. Pembelajaran sastra

mempunyai empat manfaat yaitu membantu keterampilan berbahasa siswa, menciptakan cipta dan rasa siswa, dan menunjang pembentukan watak siswa

(Rahmanto, 1998: 16). Salah satu fungsi karya sastra khususnya cerpen dalam pembelajaran sastra di sekolah ialah sebagai alternatif bahan ajar dan materi ajar pembelajaran. Cerpen dapat dijadikan salah satu alternatif media pembelajaran di

sekolah. Seorang guru memiliki peranan penting untuk memilih sebuah cerpen yang layak digunakan sebagai alternatif bahan ajar di sekolah. Kompetensi Dasar

yang dapat memanfaatkan cerpen sebagai alternatif bahan ajar atau materi

(21)

4

Dalam kaitannya dengan kurikulum 2013, unsur tersebut tercermin pada

kompetensi inti 4 yaitu, mengolah, menalar, menyaji, dan mencipta dalam ranah

konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri serta bertindak secara efektif dan kreatif, dan mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan dan pada kompetensi dasar 4.1

yaitu, menginterpretasi makna teks cerita pendek, baik secara lisan maupun tulisan

Sebelumnya sudah ada penelitian serupa yang dilakukan oleh beberapa

mahasiswa pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Salah satunya penelitian yang dilakukan oleh Dita Andriyani dengan judul skripsi Tokoh dalam Novel Cermin Cinta karya N. Riantiarno Dan Kelayakannya Sebagai Bahan Ajar Sastra

di Sekolah Menengah Atas (SMA). Dita Andriyani memfokuskan penelitian tentang mekanisme mimpi oleh Sigmund Freud pada novel Cermin Cinta karya

N. Riantiarno. Penelitian serupa juga pernah dilakukan oleh Erlin Mayesti dengan judul skripsi Ciri-Ciri Tokoh dalam Novel Edensor karya Andrea Hirata dan

Kelayakannya Sebagai Bahan Ajar Sastra Indonesia di SMA. Erlin Mayesti memfokuskan penelitian cirri-ciri tokoh dalam novel Edensor karya Andrea Hirata. Penokohan Tokoh Utama dalam Novel Negeri 5 Menara karya Ahmad

Fuadi dan Relevansi Sebagai Bahan Pembelajaran Sastra Indonesia di SMA oleh Veri Sulistianingsih. Veri Sulistianingsih memfokuskan penelitian tentang

penokohan tokoh utama dalam Novel Negeri 5 Menara karya Ahmad Fuadi. Dalam penelitian ini, peneliti memfokuskan penelitian tentang tokoh dalam kumpulan cerpan Bidadari yang Mengembara karya A. S. Laksana berdasarkan

(22)

5

Berdasarkan uraian di atas peneliti memilih kumpulan cerpen Bidadari yang Mengembara karya A.S. Laksana dengan alasan karena kumpulan cerpen tersebut

dipilih oleh Majalah Tempo sebagai buku sastra terbaik tahun 2004. Kumpulan cerpen ini berisi tentang konflik yang terjadi di dalam keluarga yang tidak diceritakan secara realis atau disamarkan. Kumpulan cerpen Bidadari yang

Mengembara banyak menggunakan diksi ibu, ayah, anak, dan rumah. Kumpulan

cerpen tersebut menyimpan pesan yang ingin disampaikan melalui cara bercerita

yang unik. Narator dalam beberapa cerpen diposisikan sebagai pihak yang mendengar kisah-kisah melalui pihak lain yang kemudian mengisahkannya kembali kepada pembaca. Kumpulan cerpen ini jelas menyajikan sebuah problem

psikologis yang kompleks dalam suatu keluarga, seperti penyimpangan yang dilakukan tokoh aku yang merasa ibunya membenci dirinya dan perasaannya

ingin mengenal sosok Ayahnya yang dilampiaskan dengan menggambar penis dalam cerpen Menggambar Ayah.

Dalam kumpulan cerpen ini terdapat dua belas judul cerpen yang berbeda. Salah satu judul cerpennya berjudul Menggambar Ayah. Tokoh aku dalam salah satu cerpen tersebut memiliki hasrat untuk mengetahui ayahnya, namun ia tak pernah

menemukan sosok seorang ayah sehingga ia menggambar sendiri ayahnya, disisi lain ibunya sangat membenci tokoh aku. Hal tersebut sangat menarik untuk

dianalisis berdasarkan pendekatan psikoanalisis Sigmund Freud.

Cerpen Menggambar Ayah ini ditulis oleh A. S. Laksana. A.S. Laksana lahir di Semarang, Jawa Tengah, 25 Desember 1968. Ia adalah seorang sastrawan,

(23)

6

cerita pendek di berbagai media cetak nasional di Indonesia. Ia belajar bahasa Indonesia di IKIP Semarang dan ilmu komunikasi di FISIP Universitas Gadjah

Mada, Yogyakarta. Ia juga menjadi salah satu pendiri majalah Gorong-Gorong Budaya. A.S. Laksana pernah menjadi wartawan Detik, Detak, dan Tabloid

Investigasi. Selanjutnya, ia mendirikan dan mengajar di sekolah penulisan kreatif

Jakarta School. Kini ia aktif di bidang penerbitan. Kumpulan cerita pendeknya yang berjudul Bidadari yang Mengembara terpilih sebagai buku sastra terbaik 2004 versi majalah Tempo.

Saat ini ia menulis kolom tetap Ruang Putih untuk edisi hari minggu di harian Jawa pos dan grup. Tiga cerpennya Seorang Ibu yang Menunggu (1996),

Menggambar Ayah (1998), dan Dua Perempuan di Satu Rumah (2010) terpilih

dalam kumpulan cerpen terbaik kompas. Dua cerpennya Sumur Keseribu Tiga

dimuat dalam buku kumpulan Cerita Terbaik Pena Kencana (2008), dan cerpen Tuhan, Pawang Hujan, dan Pertarungan yang Remis dimuat dalam buku yang

sama edisi 2009. Buku kumpulan cerpennya Bidadari yang Mengembara ini

dipilih oleh majalah Tempo sebagai buku sastra terbaik tahun 2004.

Tahun 2006 ia membacakan cerpen Burung di Langit dan Sekaleng Lem , yang

terdapat dalam kumpulan cerpen Bidadari yang Mengembara, di Festival Sastra Winternachten, Den Haag, Belanda. Bersama tiga temannya, tahun 2004 ia

mempelopori pendirian Sekolah Menulis Jakarta School. Ia juga menulis sekenario untuk sinetron serial Laksamana Cheng Ho (Episode di Tanah Jawa). Selain menulis, ia juga mendalami Ericksonian Hypnosis “Menulis dan hipnotis

(24)

7

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, rumusan masalah dalam penelitian

ini adalah “Bagaimanakah tokoh dalam kumpulan cerpen Bidadari yang

Mengembara karya A.S Laksana ditinjau dengan pendekatan psikoanalisis dan

kelayakannya sebagai bahan ajar di SMA?”. Pertanyaan penelitian yang dapat

dikembangkan adalah sebagai berikut.

1. Bagaimanakah tokoh dalam kumpulan cerpen Bidadari yang Mengembara

karya A. S. Laksana?

2. Bagaimanakah tokoh utama dalam kumpulan cerpen Bidadari yang

Mengembara karya A. S. Laksana berdasarkan mekanisme mimpi figurasi,

kondensasi, pengalihan, simbolisasi dan hasrat yang disamarkan?

3. Bagaimanakah kelayakan kumpulan cerpen Bidadari yang Mengembara

karya A. S. Laksana sebagai bahan ajar di SMA?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan Penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tokoh dalam kumpulan cerpen Bidadari yang Mengembara karya A.S. Laksana dan kelayakannya sebagai

bahan ajar di SMA dengan rincian sebagai berikut.

1. Mendeskripsikan tokoh dalam kumpulan cerpen Bidadari yang

Mengembara karya A. S. Laksana.

2. Mendeskripsikan tokoh utama dalam kumpulan cerpen Bidadari yang Mengembara karya A.S Laksana ditinjau dengan pendekatan

psikoanalisis (mekanisme mimpi), yang meliputi simbolisasi,

figurasi,kondensasi, pengalihan atau pemindahan dan hasrat tokoh utama

(25)

8

3. Menentukan kelayakannya kumpulan cerpen Bidadari yang Mengembara karya A.S Laksana jika dijadikan alternatif sebagai bahan ajar di SMA.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk hal-hal berikut.

1. Meningkatkan pemahaman dan apresiasi pembaca karya sastra mengenai tokoh-tokoh utama yang dianalisis dengan menggunakan pendekatan

psikoanalisis khususnya pada kumpulan cerpen Bidadari yang Mengembara karya A.S. Laksana.

2. Membantu guru Bahasa dan Sastra Indonesai dalam menentukan alternatif bahan ajar sastra, salah satunya dalam upaya mencapai tujuan

pembelajaran sastra di SMA melalui telaah unsur intrinsik dan ekstrinsik

karya sastra.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini sebagai berikut.

1. Subjek dalam penelitian ini adalah kumpulan cerpen Bidadari yang

Mengembara karya A. S. Laksana

2. Fokus dalam penelitian ini adalah tokoh dan kelayakan kumpulan cerpen sebagai bahan ajar di SMA. Penelitian ini meliputi rincian sebagai berikut.

a. Deskripsi tokoh-tokoh cerita dalam kumpulan cerpen Bidadari yang Mengembara karya A. S. Laksana.

(26)

9

(27)

II. LANDASAN TEORI

2.1 Pendekatan Karya Sastra

Pendekatan yang paling populer adalah pendekatan yang dikemukakan oleh Abrams dengan teori universenya. Pendekatan Abrams tidak lepas dari berbagai macam penilaian yang pernah dilakukan oleh beberapa ahli sebelumnya. Abrams

berpendapat bahwa adanya hubungan antara pengarang, semestaan, pembaca, dan karya sastra. Abrams membuat diagram yang terdiri atas empat pendekatan.

Pendekatan tersebut meliputi pendekatan objektif, ekspresif, mimetik, dan

pragmatik. Dengan demikian, model Abrams sangat bermanfaat untuk memahami secara lebih baik keanekaragaman teori sastra. Keempat pendekatan tersebut

saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan. Dalam sebuah karya sastra biasanya terdapat salah satu yang lebih dominan.

Pada zaman romantik misalnya, pendekatan terhadap karya sastra yang dominan

adalah pendekatan ekspresif. Pada masa lain karya sastra itu sendiri mendapat minat utama misalnya, dalam aliran strukturalisme bukan penulis ataupun pembaca yang penting, bukan pula kenyataan yang dibayangkan oleh karya seni

melainkan karya sastra sebagai sesuatu yang otonom. Kritik sastra aliran Marxis aspek mimetik menjadi cirri utama dalam penilaiannya. Aliran sosiais-realisme

(28)

11

mencerminkan kenyataan social ekonomi, sebagai alat untuk merombak keadaan masyarakat (Teeuw, 2003: 43).

a. Pendekatan objektif adalah pendekatan yang menitikberatkan karya itu sendiri.

Pendekatan ini memandang karya sastra sebagai dunia yang otonom, tetap tersendiri dan sinambung, sama sekali tidak membutuhkan hal-hal lain di luar dirinya dengan memusatkan pada segi-segi unsur intrinsik.

b. Pendekatan ekspresif adalah pendekatan yang menitikberatkan penulis. Pendekatan ekspresif, penulis mendapat sorotan yang khas sebagai pencipta

yang kreatif. Jiwa pencipta mendapat minat yang utama dalam penilaian dan pembahasan karya sastra.

c. Pendekatan mimetik adalah pendekatan yang menitikberatkan pada semesta d. Pendekatan pragmatik adalah pendekatan yang menitikberatkan pada pembaca.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan ekspresi

yang menitikberatkan penulis.

Karya sastra tidak dapat hadir jika tidak ada yang menciptakannya, oleh karena itu pencipta karya sastra sangat penting kedudukannya dalam kegiatan kajian dan

apresiasi sastra. Karya sastra adalah tuangan pikiran, perasaan, pengalaman penulis dari segala gagasan, emosi, ide, angan-angan yang memandang suatu karya sastra. Pikiran dan perasaan pengarang adalah sumber utama dan pokok

masalah dalam suatu cerpen misalnya, adalah sifat-sifat dan tindakan-tindakan yang berasal dari pemikiran pengarangnya, sehingga karya sastra merupakan

(29)

12

2.2 Pengertian Psikoanalisis Sastra

Psikoanalisis dalam sastra memiliki empat kemungkinan pengertian, yaitu (1)

psikoanalisis sastra adalah studi proses kreatif; (2) psikoanalisis sastra adalah studi psikologi pengarang sebagai tipe atau sebagai pribadi; (3) psikoanalisis sastra adalah studi tipe dan hukum-hukum psikologi yang diterapkan pada karya

sastra; dan (4) psikoanalisis sastra adalah studi yang mempelajari dampak sastra bagi pembaca (

http://rumpunnektar.com/2013/11/psikoanalisis-dalam-sastra.html).

Psikoanalisis muncul pada abad ke-19, yang timbul karena adanya ilmu

kedokteran yang berpendapat bahwa semua gangguan psikis berasal dari saalah

satu kerusakan organ otak. Dalam kalangan medis pada waktu itu muncul sebuah ajararan yang harus diterima bahwa gangguan psikis tidak harus bersifat organis.

Psikoanalisis Freud merupakan salah satu faktor yang paling menentukan dalam mengubah pendapat itu dan mengerti gangguan psikis berdasarkan pendekatan

psikologi. Tetapi tidak lama sebelum Freud mengembangkan penemuannya, sudah ada beberapa orang yang mulai berpikir kearah yang sama (Bertens, 1979:

13).

Teori psikologi yang erat hubungannya dengan dunia sastra adalah teori

psikoanalisis yang dikembangkan oleh Sigmund Freud. Psikoanalisis merupakan

disiplin ilmu yang dimulai sekitar tahun 1900-an oleh Sigmund Freud. Teori psikoanalisis berhubungan dengan fungsi dan perkembangan mental manusia. Ilmu ini merupakan bagian dari psikologi yang memberikan kontribusi besar dan

(30)

13

Sigmund Freud merupakan sebuah teori psikologi yang paling dominan dalam analisis karya sastra.

Perkembangan mental menurut psikoanalisis terdiri atas struktur pikiran yang terdiri atas alam kesadaran dan alam ketaksadaran (alam bawah sadar), struktur kepribadian terdiri atas id, ego, dan super ego yang mengalami dinamika

kepribadian dan perkembangan kepribadian (Suyanto, 2012: 15).

2.2.1 Alam Bawah Sadar

Freud menyatakan bahwa pikiran manusia lebih dipengaruhi oleh alam bawah

sadar (unconscious mind) ketimbang alam sadar (conscious mind). Ia melukiskan bahwa pikiran manusia seperti gunung es yang sebgaian besar berada di dalam,

maksudnya di alam bawah sadar. Perilaku seseorang kerap dipengaruhi oleh alam bawah sadar yang mencoba memunculkan diri, dan tingkah laku itu tampil tanpa disadari, misalnya seperti seorang gadis yang menyebut nama tunangannya

dengan nama pemuda lain. Kejadian tersebut disebabkan karena si gadis sesungguhnya tak dapat melupakan mantan kekasih yang tersimpan di alam

bawah sadar dan sesekali dapat muncul kembali (Minderoop, 2011: 13).

Dasar penelitian psikologi sastra dipengaruhi oleh beberapa hal. Pertama, adanya anggapan bahwa karya sastra merupakan produk dari suatu kejiwaan dan

pemikiran pengarang yang berada pada situasi setengah sadar (subconscious)

setelah sadar baru dituangkan ke dalam bentuk secara sadar (conscious). Kedua, kajian psikologi sastra disamping meneliti perwatakan tokoh secara psikologis

(31)

14

sadar selalu memiliki peranan penting dalam proses imajinasi pengarang. Hal tersebut akan membuat suatu karya sastra memiliki daya tarik apabila pengarang

mampu menghadirkan kondisi kejiwaan yang tidak sadar ke dalam sebuah karya sastra.

Pengaruh kedua dapat diartikan bahwa setiap karya sastra memiliki hubungan yang intim dengan pengarang. Dari pernyataan tersebut tidak jarang jika banyak

pembaca sering mengungkapkan bahwa sebuah karya sastra sering dihubungkan dengan kondisi pengarangnya apalagi pengarang wanita. Jadi dapat disimpulkan

bahwa penelitian psikologi tidak hanya mengkaji unsur-unsur psikologi yang terdapat pada tokoh cerita melainkan juga mampu mengkaji dan mengungkap sisi psikologis pengarang saat menuangkan pikiran, gagasan, dan ide-idenya ke dalam

sebuah karya sastra. Tetapi dalam hubungan ini perlu kiranya selalu diperhatikan bahwa studi kritik sastra merupakan studi yang bebas dan tidak tergantung pada

proses penciptaan maupun penciptanya sendiri (Endraswara dalam Minderoop, 2011: 96).

2.2.2 Teori Mimpi (Mekanisme Mimpi)

Freud menghubungkan karya sastra dengan mimpi. Sastra dan mimpi dianggap memberikan kepuasan secara tak langsung. Mimpi seperti tulisan merupakan sistem tanda yang menunjuk pada sesuatu yang berbeda yaitu melalui tanda-tanda

itu sendiri. Perbedaan antara karya sastra dan mimpi adalah karya sastra terdiri atas bahasa yang bersifat linier sedangkan mimpi terdiri atas tanda-tanda figuratif

(32)

15

Alasan yang dibangun oleh Freud bermanfaat dalam memahami karya-karya sastra, misalnya bila dikaitkan dengan karya seni sebagai manifestasi introver dan

neurosis, sebagai akibat mausia tidak bisa menerima kenyataan sehari-hari. Perbedaan suasana sehari-hari dan suasana psikis inilah yang menyebabkan Freud berkesimpulan ada mimpi dibalik sastra. Impian-impian khayal manusia tidak

terlepas dari kebutuhan hidup manusia. Kebutuhan hidup manusia yang paling dominan adalah tuntutan seksual. Seks dapat membelit hidup sehinnga

mencuatkan mimpi tertentu dalam sastra (Minderoop, 2011: 17).

Mimpi mempunyai dua sisi, yaitu isi manifes dan isi laten. Isi manifes adalah gambar-gambar yang kita ingat ketika kita terjaga, dan muncul ke dalam pikiran kita ketika kita mencoba mengingatnya. Isi laten yang oleh Freud disebut

“pikiran-pikiran mimpi” ialah sesuatu yang tersembunyi (pikiran tersembunyi)

bagaikan sebuah teks asli yang keadaanya primitif dan harus disusun kembali

melalui gambar yang sudah diputarbalikkan sebagaimana disajikan oleh mimpi manifest (Milner, 1992: 27).

Uraian tentang mimpi tercakup dalam suatu proses atau pekerjaan mimpi yang

disebut figurasi, kondensasi, pengalihan dan simbolisasi. Bermimpi merupakan suatu cara tertentu agar hasrat kita terwujud dalam bentuk nyata dan actual. Proses mimpi semacam ini disebut figurasi, yakni pikiran mimpi yang kerap kali

difigurasikan dalam bentuk gambar atau kata-kata (Minderoop, 2011: 19).

a) Figurasi

Figurasi adalah transformasi pikiran ke dalam gambar. Misalnya ketika di waktu

(33)

16

mimpi. Analogi figurasi dalam seni paling jelas tampak dalam seni lukis atau seni rupa yang lain. Tetapi dalam sastra pun banyak terkandung unsur figurasi.

Figurasi merupakan suatu proses di mana sebuah pikiran yang hadir dalam bentuk optatif digantikan oleh gambar yang aktual. Gambar merupakan salah satu jenis media komunikasi dalam bentuk visual, yang dilakukan oleh pengarang untuk

mengomunikasikan karyanya kepada penikmat sastra. Selain itu, sebuah pikiran sering pula difigurasikan ke dalam bentuk kata-kata. Kata-kata merupakan jenis

media komunikasi dalam bentuk tekstual, yang dilakukan pengarang untuk menyampaikan karyanya kepada pembaca. Salah satu contoh media komunikasi dari pengarang yang berupa kata-kata adalah cerpen, novel, dan sebagainya.

Transformasi pikiran ke dalam bentuk gambar atau kata-kata tersebut merupakan cara tertentu untuk melihat hasrat kita terwujud dalam bentuk nyata dan aktual.

b) Kondensasi

Gejala kondensasi mempunyai analogi, mula-mula dengan penciptaan tokoh oleh penulis sandiwara atau penulis roman. Sering kali seorang penulis menciptakan

tokoh dengan mengkondensasi raut muka beberapa manusia yang ditemuinya dalam realitas atau bahkan dari sosok yang diciptakannya dalam khayalan. Ditemukan pula analogi-analogi antara kondensasi dan konsentrasi (dalam ujaran

penyair) di seputar sebuah gambar yang paling istimewa dari seluruh rangkaian kenangan, pengalaman, atau perasaan si penyair sehingga gambar tersebut

(34)

17

c) Pengalihan atau Pemindahan

Hubungan dua modulitas pekerjaan mimpi yang lain yaitu pengalihan dan

simbolisasi, dengan prosedur sastra lebih jelas lagi. Pengalihan yaitu memberikan suatu makna pada sebuah unsur mimpi yang tak berarti akan terlalu mencolok bila dibebankan pada unsur lain yang berdekatan. Hal yang sama terjadi dengan apa

yang dalam retorika disebut metonimi, yaitu proses substitusi salah satu penanda ujaran dengan penanda yang lain yang dalam satu arti berdampingan, misalnya

layar untuk kapal, perunggu untuk meriam (Milner, 1992: 44).

Pengalihan adalah memindahkan tekanan mimpi dari titik yang paling penting dan nyata ke titik yang paling tidak ada artinya, atau bahkan paling berlawanan.

Pengalihan dapat juga merupakan pilihan penanda yang paling jelas yang dilenyapkan dan diganti dengan sesuatu yang lain yang berdekatan, yang dibebankan dengan makna dari yang pertama (Minderoop, 2011: 19).

d) Simbolisasi

Simbolisasi, yaitu figurasi analogis dapat disamakan dengan metafora, yaitu mengganti sebuah ujaran dengan penanda lain, bukan dengan penanda terdekat

seperti dalam metonimi, tetapi dengan penanda yang mempunyai hubungan kemiripan dengan penanda yang pertama. Bahasa mimpi dan bahasa sastra ada perbedaan mengenai sensor, dalam mimpi berupa mekanisme tak sadar, dalam

sastra berupa tindakan sadar (Milner, 1992: 46). Menurut Freud, setiap objek yang panjang (tongkat, batang pohon, payung, senjata, pisau) mewakili alat kelamin

(35)

18

Simbolisasi dapat disamakan dengan metafora dalam puisi, yaitu mengganti sebuah ujaran dengan penanda lain yang memunyai kemiripan analogi. Misalnya

menyebut bunga untuk melambangkan cinta, putih sebagai lambang kesucian, atau penggunaan gaya bahasa lain. Bahasa puisi itu sendiri adalah bahasa yang penuh dengan metafora.

Keseluruhan proses figurasi, kondensasi, pengalihan dan simbolisasi membentuk

apa yang dinamakan Freud pekerjaan mimpi dan membantu menyamarkan hasrat yang tidak dapat terwujud pada saat sadar, sebab hasrat tersebut merupakan

sasaran sensor (Milner, 1992:29). Dengan demikian proses kreativitas penulis dalam menciptakan karyanya sangat dipengaruhi oleh sistem sensor intern yang mendorongnya untuk menyembunyikan atau memutarbalikkan hal-hal penting

yang ingin dikatakan dan mendorongnya untuk mengatakan dalam bentuk tak langsung atau telah diubah (Endraswara, 2013: 102).

2.3 Proses Kreatif Sastra

Proses kreatif meliputi seluruh tahapan, mulai dari dorongan bawah sadar yang melahirkan karya sastra sampai pada perbaikan terakhir yang dilakukan

pengarang. Bagi sejumlah pengarang, justru bagian akhir merupakan tahapan yang paling kreatif (Wellek R. dan Warren A., 1977: 97). Psikoanalisis menyimpulkan proses kreatif (proses terciptanya) karya sastra ke dalam dua cara.

1. Sublimasi

Konsep sublimasi terkait dengan konsep ketidaksadaran. Sebagaimana telah diuraikan di atas, dalam lapisan taksadar manusia terdapat id yang selalu

(36)

19

bertentangan dengan superego maupun norma-norma yang berlaku dalam masyarakat, dan karenanya keinginan itu tidak mungkin direalisasikan, kecuali

orang tersebut mau dianggap tidak sopan, jahat, cabul, dsb. Tetapi dorongan-dorongan tersebut tetap harus dipuaskan. Tetapi agar dapat diterima oleh norma masyarakat, dorongan-dorongan itu lalu dialihkan ke dalam bentuk lain

yang berbeda sama sekali, misalnya dalam bentuk karya seni, ilmu, atau

aktivitas olah raga. Proses pengalihan dorongan id ke dalam bentuk yang dapat diterima masyarakat itu disebut sublimasi. Menurut Freud, sublimasi inilah

yang menjadi akar dari kebudayaan manusia. Dalam sublimasi, terkandung kreativitas atau kemampuan menghasilkan sesuatu yang baru. Puisi, novel,

lukisan, teori keilmuan, aktivitas olah raga, pembuatan peralatan teknik, bahkan agama, sebenarnya merupakan bentuk lain dari dorongan-dorongan id

yang telah dimodifikasi.

2. Asosiasi

Di samping tafsir mimpi, teknik terapi yang dikembangkan Freud dalam psikoanalisisnya adalah asosiasi bebas (free association). Asosiasi bebas

adalah pengungkapan atau pelaporan mengenai hal apapun yang masuk dalam ingatan seseorang yang tengah dianalisis, tanpa menghiraukan betapa hal

tersebut akan menyakitkan hati atau memalukan. Dalam situasi terapi, biasanya pasien berada dalam posisi berbaring santai di atas ranjang, dan terapis duduk

di sampingnya. Terapis memerintahkan pasien untuk mengucapkan hal apapun yang terlintas dalam pikirannya. Jika pasien agak sulit mengatakan sesuatu, terapis bisa membantu merangsang asosiasi pada pikiran pasien dengan

(37)

20

sebenarnya merupakan suatu teknik yang sudah lama dipraktikkan oleh para seniman dan pengarang untuk memeroleh ilham. Ketika proses penulisan

dimulai, pengarang yang menggunakan teknik asosiasi akan menuliskan apa saja yang masuk ke dalam pikirannya. Setelah ilhamnya habis, barulah ia memeriksa tulisannya dan mengedit, menambah atau mengurangi, dan

menentukan sentuhan akhir. Seringkali dalam melakukan asosiasi ini, pengarang mengingat-ingat segala kejadian yang pernah dialaminya,

khususnya kejadian di masa anak-anak, atau memunculkan kembali pikiran-pikiran dan imajinasinya yang paling liar. Itulah dorongan id yang sedang dipanggil kembali.

Pada sebagian pengarang, asosiasi itu dibantu pemunculannya dengan

melakukan “ritual” tertentu, atau memilih waktu-waktu dan tempat tertentu,

yang khas bagi pengarang itu sehingga ide atau ilhamnya mudah mengalir.

Wellek dan Warren memberikan contoh-contoh menarik dari kebiasaan aneh para pengarang. Schiller suka menaruh apel busuk di atas meja kerjanya.

Balzac menulis sambil memakai baju biarawan. Marcel Proust dan Mark Twain menulis sambil berbaring di ranjang. Ada pengarang yang lebih terinspirasi kalau menulis di malam hari, ada juga yang lebih suka menulis di

pagi hari atau senja hari. Ada yang hanya bisa menulis di tempat sepi, ada juga yang menulis di tempat ramai seperti di kafe. Itu semua bergantung pada

(38)

21

2.4 Sastra dan Psikoanalisis

Ada dua jenis hubungan antara sastra dan psikoanalisis, yang pertama adalah

kelanjutan penemuan mengenai kesamaan antara Oedipe-Roi (Oedipus sang Raja) karya Sophokles atau Helmet karya Shakespeare dengan apa yang terjadi dalam wilayah tak sadar setiap manusia. Setelah mengamati sejumlah besar penderita,

Freud berpikir bahwa ada kesamaan di antara hasrat-hasrat tersembunyi setiap manusia. Kesamaan tersebut menyebabkan kehadiran karya sastra yang

menyentuh perasaan kita, karena karya-karya tersebut memberikan jalan keluar pada hasrat-hasrat rahasia tersebut. Jadi Freud melihat suatu analogi antara karya sastra dan mimpi yang juga memberikan kepuasaan tak langsung pada

hasrat-hasrat kita (Milner, 1992: 32). Kedua adalah kesejajaran antara mimpi dan sastra masuk dalam arah kedua. Kita tidak lagi harus menghubungkan isi mimpi “khas”

dengan isi karya sastra, tetapi menghubungkan proses elaborasi karya sastra dengan proses elaborasi mimpi, yang disebut Freud pekerjaan mimpi (Milner, 1992: 39).

2.5 Cerpen

Cerpen adalah sebuah cerita yang selesai dibaca dalam sekali duduk, kira-kira berkisar antara setengah sampai dua jam, suatu hal yang kiranya tak mungkin

dilakukan untuk sebuah novel (Edgar Allan Poe dalam Nurgiyantoro, 1998: 10). Rosidi dalam (Purba, 2010: 50), juga memberi pengertian dan keterangan tentang

(39)

22

pada suatu kesatuan jiwa: pendek, padat, dan lengkap. Tak ada bagian-bagian yang boleh lebih atau bisa dibuang.

Berdasarkan pendapat para ahli dapat diambil sebuah simpulan bahwa cerpen merupakan salah satu jenis karya sastra dengan cerita yang singkat dan padat dan cenderung dapat diselesaikan dalam sekali baca. Seperti yang dikatakan L.A.G.

Strong yakni singkat dan lengkap atau brevity with completeness adalah sifat-sifat pokok cerita pendek (Tarigan, 2011: 181).

Setiap karya sastra pada dasarnya memiliki unsur-unsur yang membangun karya sastra tersebut. Begitu juga dengan salah satu karya sastra prosa yaitu cerpen. Cerpen dibangun oleh dua unsur, yakni unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik.

Unsur intrinsik adalah unsur dalam sastra yang ikut serta membangun karya sastra itu sendiri (Suroto, 1989: 88). Cerita pendek dibangun oleh unsur-unsur yang

saling terpadu. Unsur-unsur tersebut adalah tokoh (dan penokohan), alur, latar, gaya bahasa, dan sudut pandang (Suyanto, 2012: 46).

2.6Tokoh dan Penokohan

Tokoh biasa terdapat dalam karya prosa dan drama, mereka muncul untuk

membangun suatu objek dan secara psikologis merupakan wakil sastrawan. Pesan sastrawan tampil melalui para tokoh. Tokoh yang menjadi tumpuan penelitian biasanya tokoh utama, sedangkan tokoh bawahan, walaupun tidak terlalu dominan

tetapi mereka memiliki peran penting dalam mendukung dan memperjelas watak tokoh utama (Endraswara dalam Minderoop, 2011: 62). Tokoh tidak kalah

(40)

23

mempelajari tokoh pembaca akan mampu menelusuri jejak psikologinya (Endraswara dalam Minderop, 2011:81).

Tokoh adalah pelaku cerita. Tokoh tidak selalu berwujud manusia, tapi tergantung pada siapa atau apa yang diceritakannya itu dalam cerita. Watak atau karakter adalah sifat dan sikap para tokoh tersebut. Tokoh cerita adalah orang-orang yang

ditampilkan dalam suatu karya naratif atau drama yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan

dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan (Abrams dalam

Nurgiyantoro, 1998: 165). Penokohan dan perwatakan adalah cara pengarang menampilkan tokoh-tokoh dan watak-wataknya itu dalam suatu cerita. Ada

beberapa cara atau metode yang digunakan pengarang dalam menampilkan tokoh beserta wataknya dalam cerita.

Penokohan sekaligus menyarankan pada teknik pengembangan dalam sebuah cerita. Dalam istilah penokohan terkandung dua aspek yaitu isi dan bentuk. Tokoh, watak, dan segala emosi merupakan isi sedangkan teknik pewujudannya

dalam karya fiksi adalah bentuk. Penokohan sebagai salah satu unsur pembangun fiksi dapat dikaji dan dianalisis keterjalinannya dengan unsur-unsur pembangun

lainnya. Jika fiksi yang bersangkutan merupakan sebuah karya yang berhasil, penokohan pasti terjalin secara haarmonis dan saling melengkapi dengan berbagai unsur yang lain, misalnya dengan unsur plot dan tema, atau unsur latar, sudut

(41)

24

1. Tokoh utama dan Tokoh tambahan

Tokoh utama dan tokoh tambahan merupakan tokoh yang dilihat dari segi pentingnya peran tokoh. Tokoh utama adalah tokoh yang tergolong penting dan ditampilkan terus menerus sehingga tersa mendominasi. Tokoh tambahan

adalah tokoh yang hanya dimunculkan sekali-kali dalam cerita dalam porsi penceritaan yang relatif pendek.

Tokoh utama paling banyak diceritkan dan selalu berhubungan dengan tokoh-tokoh lain, ia sangat menentuka perkembangan plot secara keseluruhan. Ia selalu hadir sebagai pelaku, atau yang dikenai kejadian dan konflik, penting

yang mempengaruhi perkembangan plot. Sedangkan pemunculan tokoh tambahan dalam keseluruhan cerita hanya sedikit, tidak dipentingkan, dan

kehadirannya hanya jika ada keterkaitannya dengan tokoh utama secara langsung ataupun tak langsung (Nurgiyantoro, 1998: 177).

2. Tokoh Protagonis dan Antagonis

Tokoh protagonis dan tokoh antagonis merupakan tokoh yang dilihat dari segi penampilan tokoh dalam cerita. Tokoh protagonis adalah tokoh yang mendapat

empati pembaca. Sedangkan tokoh antagonis adalah tokoh yang menyebabkan terjadinya konflik.

Tokoh protagonis menampilkan sesuatu yang sesuai dengan pandangan kita, harapan-harapan kita, pembaca. Maka, kita sering mengenalinya sebagai memiliki kesamaan dengan kita, permasalahan kita, demikian pula halnya

(42)

25

empati yang diberikan oleh pembaca. Sebuah fiksi harus mengandung konflik, ketegangan; khususnya konflik ketegangan yang dialami oleh tokoh

protagonist. Tokoh penyebab terjadinya konflik disebut tokoh antagonis (Nurgiyantoro,1998: 179).

3. Tokoh Statis dan Tokoh Dinamis

Tokoh statis dan tokoh dinamis merupakan tokoh yang dilihat dari segi berkembang atau tidaknya perwatakan. Tokoh statis adalah tokoh yang

memiliki sifat dan watak yang tetap, tak berkembang sejak awal hingga akhir cerita. Tokoh dinamis adalah tokoh yang mengalami perkembangan watak

sejalan dengan plot yang diceritakan.

2.7 Pentingnya Penokohan dalam Suatu Cerita

Masalah penokohan merupakan salah satu hal yang kehadirannya dalam suatu cerita amat penting dan bahkan menentukan, karena tidak mungkin ada suatu cerita yang diceritakan tanpa adanya tokoh yang bergerak yang akhirnya

membentuk alur cerita. Tokoh atau pelaku cerita itulah yang membentuk adanya suatu tokoh cerita dan melalui pelaku tersebut pembaca mengikuti jalannya suatu

cerita. Sang pengarang harus dapat membuat pelukisan tokoh atau charcter de lineation dengan sebaik-baiknya (Tarigan, 2011: 133).

Begitu pentingnya peranan penokohan dalam suatu cerita. Maka pengarang harus

mampu untuk menampilkan penokohan sedemikian rupa dalam ceritanya sehingga menarik bagi pembaca. Cara pengarang menarik pembaca melalui gambaran atau penggambaran watak tokoh-tokohnya yang tergantung pada daya

(43)

26

2.8 Kriteria Pemilihan Bahan Ajar di SMA

Pendidikan di Indonesia selalu mengalami perkembangan, salah satunya adalah dengan selalu bergantinya penggunaan kurikulum yang semakin berkembang. Susilo dalam (Suliani, 2004: 53) menyatakan bahwa kurikulum sekolah

merupakan instrumen strategis untuk mengembangkan kualitas sumber daya manusia baik jangka pendek maupun jangka panjang. Kurikulum sekolah juga

memiliki koherensi yang amat dekat dengan upaya pencapaian tujuan sekolah dan tujuan pendidikan. Oleh karena itu, perubahan dan pembaharuan kurikulum harus mengikuti perkembangan dan menyesuaikan dengan kebutuhan masyarakat dalam

menghadapi tantangan yang akan dating serta menghadapi kemajuan pengetahuan dan teknologi.

Dalam Kurikulum 2013, pembelajaran Bahasa Indonesia menggunakan

pendekatan berbasis teks. Teks yang dimaksud yaitu teks sastra dan teks nonsastra. Teks sastra terdiri atas teks naratif dan teks nonnaratif. Contoh teks

naratif yakni cerita pendek dan prosa, sedangkan contoh teks nonnaratif seperti puisi. Pembelajaran Bahasa Indonesia dalam Kurikulum 2013 mengisyaratkan suatu pembelajaran dengan pendekatan saintifik. Pendekatan saintifik adalah suatu

pendekatan pembelajaran yang menekankan pada keterlibatan peserta didik dalam pembelajaran secara lebih intens, kreatif, dan mandiri. Peserta didik dilibatkan

(44)

27

mengomunikasikan. Langkah-langkah tersebut merupakan satu kesatuan dan saling berkaitan.

Pembelajaran sastra merupakan bagian dari pelajaran Bahasa Indonesia. Oleh karena itu sastra tidak dapat dilepaskan dengan pembelajaran Bahasa Indonesia. Dengan adanya pembelajaran sastra di sekolah dapat meningkatkan kreatifitas

siswa dan kegemaran siswa dalam bidang sastra serta menumbuhkan rasa cinta terhadap budaya dan lingkungannya. Pembelajaran sastra bertujuan untuk

meningkatkan kemampuan mengapresiai hasil-hasil sastra dengan sebaik mungkin sehingga sastra Indonesia dan sastra daerah dapat dikenal oleh siswa. Cara yang dapat dipergunakan untuk mencapai tujuan tersebut ialah dengan mengusahakan

agar siswa mengenal dengan baik sastra nasional dan sastra daerah. Materi atau bahan ajar merupakan faktor yang penting untuk menentukan keberhasilan

pengajaran sastra. Materi atau bahan ajar merupakan alat untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai, oleh karena itu, pemilihan bahan ajar sastra harus

diperhatikan, dipertimbangkan, benar-benar sehingga dapat dicapai hasil pengajaran seoptimal mungkin.

Terkait dengan hal itu, cerpen merupakan salah satu alternatif bahan pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di sekolah menengah atas (SMA). Pembelajaran

cerpen di SMA sangat penting karena di dalam cerpen terdapat pelajaran moral yang dapat diambil masyarakat. Dengan demikian untuk mengembangkan

(45)

28

baca siswa. Agar siswa gemar membaca karya-karya sastra dan dapat menilai mana bacaan yang baik dan mana bacaan yang kurang baik, maka sebagai seorang

pengajar, guru dapat menyediakan buku karya sastra yang beraneka ragam isinya. Dengan demikian siswa akan mempunyai apresiatif yang baik terhadap karya sastra, sehingga pembelajaran sastra di sekolah akan berhasil dengan baik.

Selain itu, sebagai seorang pengajar hendaknya dalam pembelajaran sastra tidak

melulu memberikan teori-teori tentang sastra saja, tetapi juga memberikan hal-hal yang mengarah pada pembinaan apresiasi sastra yang mencakup adanya

pemberian kesempatan untuk mencoba sendiri menciptakan sastra. Hal itu perlu diperhatikan guru karena mempelajari sastra dengan tepat dapat memberi manfaat bagi siswa, seperti (1) membantu keterampilan berbahasa (2) meningkatkan

pengetahuan sosial dan budaya (3) mengembangkan cipta dan karsa (4) menunjang pembentukan watak (Rahmanto, 1988: 15).

2.8.1 Kriteria Berdasarkan Kesastraan

Peneliti menentukan kelayakan kumpulan cerpen Bidadari yang Mengembara karya A.S. Laksana dan mengacu pada pendapat Rahmanto dalam bukunya

Metode Pengajaran Sastra. Pada pemilihan bahan pengajaran terdapat tiga aspek

yang harus diperhatikan. Yaitu aspek bahasa, psikologi dan latar belakang budaya siswa (Rahmanto, 1988: 27). Ketiga aspek tersebut dapat diuraikan sebagai

berikut.

1. Bahasa

Aspek kebahasaan dalam sastra tidak hanya ditentukan oleh masalah-masalah

(46)

29

pengarang, bahasa yang digunakan pengarang yang menggunakan bahasa baku, komunikatif, memperhitungkan kosakata baru, isi wacana, cara menuangkan ide

yang disesuaikan dengan kelompok pembaca yang ingin dijangkau sehingga mudah dipahami semua kalangan, serta ciri-ciri karya sastra yang disesuaikan pada waktu penulisan karya itu.

2. Psikologi

Tahap-tahap perkembangan siswa hendaknya diperhatikan dalam memilih bahan

pengajaran sastra. Tahap ini sangat besar pengaruhnya terhadap daya ingat, kemauan, kesiapan bekerjasama, dan dalam pemecahan problem yang dihadapi. Berikut tahap-tahap untuk membantu guru memahami tingkatan perkembangan

psikologi anak sekolah dasar dan menengah. a. Tahap penghayatan (8-9 tahun)

Pada tahap ini imajinasi anak belum banyak diisi hal-hal yang nyata, tetapi masih penuh dengan fantasi anak.

b. Tahap romantik (10-12 tahun)

Pada tahap ini anak mulai meninggalkan fantasi dan mengarah pada qarealitas. Tahap ini anak menyenangi cerita-cerita kepahlawanan,

petualangan, bahkan kejahatan. c. Tahapan realistik (13-16 tahun)

Sampai tahap ini anak sudah terlepas fantasi dan mulai berminat pada

realitas atau benar-benar terjadi. Mereka berusaha mengikuti fakta-fakta dalam menghadapi masalah dalam kehidupan.

(47)

30

Pada tahap generalisasi, anak sudah tidak lagi berminat pada hal-hal praktis saja tetapi juga berminat menemukan konsep abstrak dengan

menganalisis suatu fenomena. Mereka berusaha menemukan dan merumuskan penyebab utama fenomena itu.

3. Latar Belakang Budaya

Latar belakang budaya meliputi hampir semua faktor kehidupan manusia dan lingkungan geografis, sejarah, iklim, legenda, pekerjaan, cara berpikir, nilai-nilai

masyarakat, seni, hiburan, moral, dan etika. Biasanya, siswa akan lebih tertarik pada karya sastra dengan latar belakang budaya mereka, terutama apabila karya itu menghadirkan tokoh yang berasal dari lingkungan mereka yang mempunyai

kesamaan dengan mereka atau orang-orang di sekitar mereka. Namun, latar belakang budaya di luar budaya lokal perlu diperkenalkan agar siswa mengenal

budaya lain.

Pelajaran sastra ditekankan agar siswa dapat menikmati dan mengambil hikmah dalam karya sastra tersebut. Melalui karya sastra, siswa dapat mengenali dan

mengamalkan nilai-nilai yang dianggap baik. Untuk itu, pengetahuan tentang sastra lebih banyak diarahkan kepada pengajaran yang mengutamakan pada aprsesiasi, yaitu siswa langsung diperkenalkan dengan karya sastra agar siswa

(48)

31

III. METODE PENELITAN

3.1 Metode

Metode adalah langkah kerja untuk memperhatikan suatu pendekatan yang

dioperasinalkan setelah menentukan kriteria-kriteria yang menunjang pendekatan.

Penelitian diartikan sebagai kegiatan dan pengkajian yang dilakukan secara sistematis dan objek untuk memecahkan suatu permasalahan atau pengujian hipotesis untuk mengembangkan prinsip-prinsip umum (Semi, 1993:63). Metode

yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian kualitatif dilakukan dengan tidak mengutamakan pada angka-angka,

tetapi mengutamakan kedalam penghayatan terhadap antarkonsep yang sedang dikaji secara empiris (Semi, 1990:23).

Bogdan, R. K. dan S. K. Biklen (1982) dalam Semi (1990:24) mengemukakan

penelitian kualitatif bersifat deskriptif. Penelitian yang deskriptif artinya data terurai dalam bentuk kata-kata atau gambar-gambar, bukan dalam bentuk angka-angka serta pada umumnya data berupa pencatatan. Penelitian kualitatif yang

bersifat deskriptif berpandangan bahwa semua hal yang berupa sistem tanda tidak ada yang patut diremehkan, semuanya penting, dan semuanya memunyai

(49)

32

sistem tanda, mungkin akan memberikan suatu pemahaman yang lebih komprehensif mengenai apa yang sedang dikaji.

Penelitian ini mendeskripsikan tokoh berdasarkan pendekatan psikoanalisis

(mekanisme mimpi) simbolisasi, kondensasi, figurasi, dan pengalihan dalam kumpulan cerpen karya A.S Laksana Bidadari yang Mengembara. Penulis menggunakan metode deskriptif kualitatif untuk menggambarkan keadaan yang

sebenarnya. Melalui penggambaran tersebut siswa mengetahui tokoh dalam cerpen tersebut.

3.2 Pendekatan Psikologi

Penelitian ini menggunakan pendekatan psikologis, pendekatan psikologis

digunakan untuk memahami tokoh berdasarkan teori mekanisme mimpi menurut Freud . Pendekatan psikologis adalah pendekatan yang bertolak dari asumsi

bahwa karya sastra selalu saja membahas tentang peristiwa kehidupan manusia. (Semi, 1993: 76).

3.3 Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini adalah cerpen-cerpen dalam kumpulan cerpen

Bidadari yang Mengembara karya A.S Laksana yang diterbitakan pada tahun

2014. Data yang dianalisis dalam penelitian ini berupa, kata, kalimat, atau kutipan teks yang berkaitan dengan tokoh dalam kumpulan cerpen Bidadari yang

Mengembara karya A.S Laksana ditinjau dengan pendekatan psikoanalisis

(mekanisme mimpi) dan kelayakannya sebagai bahan ajar di Sekoah Menengah

(50)

33

3.4 Teknik Pengumpulan dan Analisis Data

Langkah-langkah yang digunakan untuk menganalisis isi data adalah sebagai

berikut.

1. Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data sebagai bahan penelitian teknik yang digunakan adalah

teknik dokumentasi. Teknik dokumentasi yaitu pengumpulan data dan dokumen yang diperlukan sebagai bahan penelitian. Dalam hal ini peneliti menggunakan

novel Bidadari yang Mengembara karya A.S Laksana. Langkah-langkah yang dilakukan dalam mengumpulkan data adalah sebagai berikut.

a. Membaca kumpulan cerpen Bidadari yang Mengembara karya A.S

Laksana.

b. Merumuskan masalah yang akan diteliti

c. Menandai kutipan teks dalam kumpulan cerpen Bidadari yang

Mengembara karya A.S Laksana yang berkaitan dengan jenis-jenis tokoh

dalam kumpulan cerpen tersebut.

d. Menandai kutipan teks dalam kumpulan cerpen Bidadari yang

Mengembara karya A.S Laksana yang berkaitan dengan tokoh berdasarkan

pendekatan psikoanalisis (mekanisme mimpi) simbolisasi, kondensasi, figurasi dan pengalihan atau pemindahan.

e. Menentukan layak atau tidaknya novel tersebut untuk dijadikan alternatif bahan pembelajaran sastra di SMA

(51)

34

2. Analisis Data

Untuk menganalisis data, peneliti melakukan analisis data, pemberian interpretasi,

dan melakukan deskripsi bagian demi bagian yang ditemukan dalam penelitian. Dalam menganalisis data peneliti menggunakan teknik analisis teks. Berdasarkan

hal tersebut, peneliti menganalisis data dengan langkah-langkah sebagai berikut.

a. Membaca kumpulan cerpen Bidadari yang Mengembara karya A. S. Laksana secara keseluruhan dengan saksama.

b. Membuat tabel ancangan instrumen penelitian sebagai acuan dalam menganalisis data terpilih

c. Mengumpulkan data terpilih mengenai tokoh dalam kumpulan cerpen

Bidadari yang Mengembara

d. Menginterpretasikan dan mendeskripsikan data yang menggambarkan

tokoh ditinjau dengan pendekatan psikoanalisis mekanisme mimpi Freud.. e. Menginterpretasikan dan mendeskripsikan data yang mengggambarkan

aspek kelayakan bahan ajar.

f. Menyimpulkan hasil tokoh dalam kumpulan cerpen Bidadari yang

Mengembara karya A.S Laksana ditinjau dengan pendekatan psikoanalisis

(mekanisme mimpi) yang meliputi simbolisasi, kondensasi, figurasi dan pengalihan dan kelayakannya sebagai bahan ajar di Sekolah Menengah

(52)

V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1Simpulan

Berdasarkan hasil analisis terhadap kumpulan cerpen Bidadari yang Mengambara karya A. S. Laksana, peneliti menyimpulkan sebagai berikut.

1. Dalam kumpulan cerpen Bidadari yang Mengembara karya A. S. Laksana ditemukan tokoh utama, tokoh tambahan, tokoh protagonis, tokoh antagonis, tokoh statis dan tokoh dinamis. Tokoh utama dalam cerpen Menggambar Ayah

adalah tokoh aku. Tokoh aku merupakan seorang anak yang merasa ibunya selalu membenci dirinya. Ibunya tidak pernah mengharapkan kelahirannya.

Tokoh aku memiliki sifat dan watak yang tidak berubah dari awal hingga akhir cerita. Tokoh utama dalam cerpen Bidadari yang Mengembara adalah tokoh Alit. Tokoh Alit merupakan seorang yang putus asa setelah kekasihnya

meninggalkannya. Tokoh utama dalam cerpen Seorang Ibu yang Menunggu atau Sangkuriang adalah tokoh ibu. Tokoh ibu merupakan seorang ibu yang

sedang hamil dan ditinggalkan suami dan anaknya. Ia merasa khawatir kepada anaknya yang telah beberapa hari meninggalkan rumah. Tokoh utama dalam cerpen Burung di Langit dan Sekaleng Lem adalah tokoh aku. Tokoh aku

merupakan seorang anak tuna wisma, ia harus hidup dijalanan. Tokoh utama dalam cerpen Seekor Ular di Dalam Kepala adalah tokoh Lin. Lin adalah

(53)

208

memiliki pikiran untuk berselingkuh. Tokoh utama dalam cerpen Telepon dari

Ibu adalah tokoh Yun. Yun adalah seorang anak yang merasa rindu dengan

ibunya dan seorang istri yang merasa khawatir kepada anak yang akan

dilahirkannya. Tokoh utama dalam cerpen Buldoser adalah tokoh Alit. Alit adalah seorang anak dari keluarga yang rumahnya selalu digusur walau telah beberapa kali pindah rumah, ia tetap melanjutkan sekolahnya untuk

mewujudkan cita-citanya. Tokoh utama dalam cerpen Seto Menjadi Kupu-Kupu adalah tokoh Seto. Tokoh dalam cerpen Bangkai Anjing adalah tokoh

aku. Tokoh aku adalah seorang anak yang merasa malu dengan keadaan ayahnya dan seorang adik yang merasa kecewa kepada kakaknya yang bekerja menjadi seorang banci. Tokoh utama dalam cerpen Rumah Unggas adalah

tokoh Seto. Seto adalah seorang anak yang merasa kecewa kepada ayahnya yang selalu bersikap berlebihan dan bersikap pilih kasih kepadanya dan adiknya. Tokoh utama dalam cerpen Peristiwa Pagi Hari adalah tokoh Alit.

Alit adalah seorang anak remaja yang merasa ayahnya kurang perhatian

kepadanya. Tokoh utama dalam cerpen Cerita tentang Ibu yang Dikerat adalah

tokoh Alit. Alit adalah seorang anak yang trauma atas kematian ibunya. 2. Dalam kumpulan cerpen Bidadari yang Mengembara karya A. S. Laksana

ditemukan mekanisme mimpi yang mengiringi tokoh-tokoh utama dalam kumpulan cerpen tersebut, yaitu figurasi, kondensasi, pengalihan dan

simbolisasi. Mekanisme mimpi tersebut ditemukan melalui tokoh-tokoh utama

dalam kumpulan cerpen Bidadari yang Mengembara. Pada tiap cerpen terdapat hasrat yang disamarkan melalui mekanisme mimpi. Hasrat-hasrat yang

(54)

209

tokoh utama kepada seseorang yang disayangi seperti Ayah, anak, Ibu dan

kekasihnya. Dalam cerpen Menggambar Ayah hasrat yang disamarkan adalah perasaan rindu oleh tokoh aku yang sangat ingin mengenal sosok ayahnya.

Dalam cerpen Bidadari yang Mengembara hasrat yang disamarkan adalah perasaan rindu tokoh Alit kepada Nita kekasihnya. Dalam cerpen Seorang Ibu yang Menunggu atau Sangkuriang hasrat yang disamarkan adalah perasaan

rindu seorang ibu yang menunggu anaknya pulang setelah beberapa hari meninggalkan rumah. Dalam cerpen Buldoser hasrat yang disamarkan adalah

perasaan rindu tokoh Alit kepada ayahnya yang sudah meinggal. Dalam cerpen Peristiwa Pagi Hari hasrat yang disamarkan adalah perasaan rindu seorang

anak yang mengharapkan perhatian dari seorang ayah. Dalam cerpen Cerita

tentang Ibu yang Dikerat hasrat yang disamarkan adalah perasaan rindu

seorang anak kepada ibunya yang sudah meninggal. Selain itu, hasrat perasaan

kecewa, tertekan, cemas, bosan, dan hasrat ingin merebut hak-hak yang

dimiliki juga terdapat dalam cerpen Burung di Langit dan sekaleng lem, Seekor Ular di Dalam Kepala, Telepon dari Ibu, Seto Menjadi Kupu-Kupu, Bangkai

Anjing, dan Rumah Unggas.

3. Dalam kumpulan cerpen Bidadari yang Mengembara terdapat 10 cerpen yang

layak dijadikan sebagai bahan ajar karena sudah memenuhi kriteria dalam pemilihan bahan ajar ditinjau dari aspek kebahasaan. Cerpen-cerpen tersebut layak dijadikan sebagai bahan ajar kerena penggunaan bahasa cerpen tersebut

sesuai tingkat penguasaan bahasa siswa, terdapat kosakata baru yang

menambah kosakata siswa, dan penggunaan istilah kata yang digunakan mudah

(55)

210

Mengembara terdapat 2 cerpen yang tidak layak dijadikan sebagai bahan ajar

karena tidak memenuhi kriteria dalam pemilihan bahan ajar ditinjau dari aspek kebahasaan . Cerpen-cerpen tersebut tidak layak dijadikan sebagai bahan ajar

kerena penggunaan istilah kata yang digunakan tidak mudah dipahami oleh siswa dan terdapat istilah yang tidak sesuai untuk diberikan kepada siswa SMA.

5.2Saran

Berdasarkan hasil analisis terhadap kumpulan cerpen Bidadari yang Mengembara karya A. S. Laksana, peneliti menyarankan sebagai berikut.

1. Dalam pembelajaran Bahasa Indonesia mengenai tokoh , siswa dapat menggunakan kumpulan cerpen Bidadari yang Mengembara karya A. S. Laksana karena dalam kumpulan cerpen tersebut terdapat enam jenis tokoh,

yaitu tokoh utama, tokoh tambahan, tokoh protagonis, tokoh antagonis, tokoh statis, dan tokoh dinamis

2. Guru bidang studi mata pelajaran Bahasa Indonesia dapat menggunakan kutipan penggalan kumpulan cerpen Bidadari yang Mengembara contoh

dalam pembelajaran sastra mengenai tokoh-tokoh dalam cerpen. Hal ini disebabkan kumpulan cerpen Bidadari yang Mengembara layak dijadikan

(56)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu.1998. Psikologi Umum. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Bertens, K. 1979. Memperkenalkan Psikoanalisa. Jakarta: PT Gramedia.

Endraswara, Suwardi. 2013. Metodologi Penelitian Sastra (Epistemologi, Model, Teori, dan Aplikasi). Yogyakarta: CAPS

Laksana, A. S. 2014. Bidadari yang Mengembara.. Jakarta: Gagas Media

Milner, Max. 1992.Freud dan Interpretasi Sastra.. Jakarta: Intermasa. Minderop, Albertine.2011. Psikologi Sastra. Jakarta:Yayasan Pustaka Obor

Indonesia.

Mulyasa. 2013. Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Nurgiyantoro, Burhan.1998. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta:Gajah Mada Universty Press.

Purba, Antilan. 2010. Sastra Indonesia Kontemporer. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Rahmanto, B. 1988. Metode Pengajaran Sastra. Yogyakarta: Kanisius.Press. Semi, M. Atar.1993.Metode Penelitian Sastra.Bandung:Angkasa.

Suliani, Ni Nyoman Wetty. 2004. Pengembangan Silabus Berbasis Kompetensi dan Media Pembelajaran bahasa Indonesia (Bahan Ajar). Lampung: Universitas Lampung

Suroto. 1989. Teori dan Bimbingan: Apresiasi Sastra Indonesia. Jakarta: Erlangga

Suyanto, Edi. 2012. Perilaku Tokoh dalam Cerpen Indonesia (kajian Sosio-Psikosastra terhadap Cerpen Agus Noor dan Joni Ariadinata). Bandarlampung: Universitas Lampung

(57)

Teeuw, A. 2003. Sastra dan Ilmu Sastera. Jakarta: Dunia Pustaka Jaya.

Universitas Lampung. 2010. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandarlampung: unila.

Wellek, R. Dan Warren, A. 1977. Teori Kesusastraan. Terjemahan oleh Melani Budianta. 2014. Jakarta: Gramedia

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kepribadian tokoh utama berdasarkan peristiwa-peristiwa yang dialami tokoh-tokoh utama yang terdapat dalam kumpulan cerpen

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana watak dan perilaku tokoh berdasarkan peristiwa-peristiwa yang dialami tokoh-tokoh utama yang terdapat dalam kumpulan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana watak dan perilaku tokoh berdasarkan peristiwa-peristiwa yang dialami tokoh-tokoh utama yang terdapat dalam kumpulan cerpen

Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah analisis teks.Hasil penelitian menunjukkan bahwa gaya bahasa kiasan yang terdapat dalam kumpulan cerpen BH adalah

Menurut peneliti kumpulan cerpen ini pantas untuk diteliti karena tokoh-tokoh maupun jalan cerita yang ada dalam kumpulan cerpen tersebut sangat menarik dan unik

Berdasarkan hasil analisis karakterisasi tokoh pada cerpen-cerpen dalam kumpulan cerpen Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi maka dapat disimpulkan bahwa metode telling dan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan mengenai nilai pendidikan karakter dalam kumpulan cerpen Surga Juga di Telapak Kaki Ayah karya Safira Atalla, maka

Pemilihan pendekatan psikologi Humanistik ini didasarkan pada pertimbangan bahwa dinamika kepribadian yang dialami tokoh Nadira dalam kumpulan cerpen 9 dari Nadira ini sama