• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KESULITAN GURU DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN PEMBELAJARAN BERANAH AFEKTIF DI SMP NEGERI 4 SEKAMPUNG LAMPUNG TIMUR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KESULITAN GURU DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN PEMBELAJARAN BERANAH AFEKTIF DI SMP NEGERI 4 SEKAMPUNG LAMPUNG TIMUR"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KESULITAN GURU DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN PEMBELAJARAN

BERANAH AFEKTIF DI SMP NEGERI 4 SEKAMPUNG LAMPUNG TIMUR

TAHUN PELAJARAN 2012 /2013

Oleh

Rini Pangestuti

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan Jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, adalah : Nama : Rini Pangestuti

NPM : 0913032066

Program Studi : Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Jurusan/Fakultas : Pendidikan IPS/KIP Unila

Alamat : Jl. Kebersihan, komplek PLN, Gg.Lisna, Tanjung Karang Bandar Lampung

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Bandar Lampung, 06 Mei 2013

(3)

S A N W A C A N A

Bismillahirrohmaanirrohim,

Segala puji senantiasa kita haturkan kepada Allah SWT, Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada sang teladan Rasulullah Muhammad SAW, yang telah mengabdikan hidupnya untuk merubah zaman yang gelap menjadi zaman yang terang. Alhamdulillah teriring rasa syukur penulis ungkapkan atas selesainya penulisan skripsi yang berjudul :

“Faktor-Faktor Penyebab Kesulitan Guru Dalam Mengimplementasikan pembelajaran Beranah Afektif di SMP Negeri 4 Sekampung Lampung Timur Tahun Pelajaran 2012/2013”

Skripsi ini dibuat untuk memenuhi persyaratan sebagai Sarjana Pendidikan pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

(4)

2. Bapak Dr. M. Thoha B.S. Jaya, M.S. Selaku Pembantu Dekan I Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

3. Bapak Drs. Arwin Achmad, M.Si. Selaku Pembantu Dekan II Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

4. Bapak Drs. Hi. Iskandarsyah, M.H. Selaku Pembantu Dekan III Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

5. Bapak Drs. Hi. Buchori Asyik, M.Si. Selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

6. Bapak Drs. Holilulloh, M.Si. Selaku Ketua Program Studi PKn Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung dan selaku pembimbing I yang telah banyak membantu dalam penulisan skripsi ini.

7. Bapak Muhammad Mona Adha, S.Pd.,M.Pd. Selaku Pembimbing II yang telah memberikan saran dan masukan kepada penulis.

8. Bapak Dr. Irawan Suntoro M.S. Selaku Pembahas I yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan kepada penulis

9. Bapak Hermi Yanzi S.Pd.,M.Pd. Selaku Pembahas II atas saran dan keritiknya dalam penulisan skripsi ini

10.Bapak dan Ibu dosen serta para staf pengajar di lingkungan Program Studi PKn, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

(5)

13. Bapak Sukido S.Pd. Selaku Waka Kesiswaan SMP Negeri 4 Sekampung yang telah membantu dalam penelitian skripsi ini

14. Dra.Mesiyem. Selaku Guru Bidang Study PKn SMP Negri 4 Sekampungyang telah turut serta membantu dalam penelitian skripsi ini

15.Teristimewa untuk kedua orang tuaku tercinta Bapak Mulyadi, dan Ibu Yati yang telah membesarkan, menyayangi dan membimbingku, dan tiada hentinya mendo’akan atas keberhasilanku.

16.Kakak dan adik-adikku, Dicki Saputra, Koko Hendra Kurniawan dan Koko Hendri Setiawan, yang senantiasa membuatku bahagia dan memberikan motivasi yang tak pernah henti-hentinya.

17.Sahabat-sahabat angkatan 2009, Deri ciciria, Heni Lestia Wati, Tony Susetyo, Nyi Ayu Chairunisa, Neni Purnama Sari, Anisa Ika Lestari, Yeni Suparina, Roni Setiawan, Angga Seoptiadi, Edwin Mahendra, Apriyan Aditya dan yang tak bisa aku sebutkan satu-persatu (semoga kita semua menjadi orang yang sukses dan berguna bagi bangsa dan negara).

18.Sahabat-sahabatku Putri Sujatmi, Leni Puspita, Febrinia Astuti, Agus Tristiana, Septia Agustina dan Dwi Ramadhani, terimakasih atas kebersamaan kita selama ini, canda tawa yang tak akan pernah terlupakan.

19.Teman-teman KKN dan PPL, Mas Wayan, Mas Ardian, Mamas Sofyan, Aa Danil, Kakak Mega, Kakak Eka, Chairunisa, dan Mbak Rika. terimakasih telah menjadi bagian dari keluargaku selama 3 bulan bersama.

(6)

22.Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak membantu sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan.

Penulis sangat menyadari keterbatasan pengetahuan, pengalaman dan informasi yang ada pada diri penulis sehingga dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna dan masih terdapat kekurangan. Segala kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan penulisan skripsi ini. Penulis berharap semoga karya sederhana ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Bandar Lampung, April 2013 Penulis,

(7)

ABSTRAK

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KESULITAN GURU DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN PEMBELAJARAN

BERANAH AFEKTIF DI SMP NEGERI 4 SEKAMPUNG LAMPUNG TIMUR

TAHUN PELAJARAN 2012 /2013

Oleh Rini Pangestuti

Tujuan penelitian skripsi ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor Penyebab kesulitan guru dalam mengimplementasikan pembelajaran beranah afektif di SMP Negeri 4 Sekampung Lampung Timur. Hal ini dilatar belakangi oleh ketertarikan penulis terhadap pentingnya pembelajaran beranah afektif dimana tujuan pebelajaran ini dapat mempengaruhi hasil dari pembelajaran beranah kognitif dan psikomotor. Menilik sisi penting pembelajaran afektif dan secara faktanya terdapat keengganan guru dalam menerapkan pembelajran afektif di sekolah, hal ini menimbulkan pertanyaan adanya penyebab yang perlu dicari jawabannya. Penelitian ini menggunakan teori pembelajaran afektif, tingkatan ranah afektif, pengukuran ranah afektif, dan teori penilaian afektif. Metode yang digunakan dalam penilitian ini adalah penelitian deskriptif dengan Sampel yang berjumlah 20 orang responden dengan menggunakan angket, dan tekhnik analisis dalam penelitian ini dengan menggunakan Rumus persentase.

Hasil dari penelitian ini adalah, faktor intern sangat cendrung berperan terhadap penyebab kesulitan guru dalam mengimplementasikan pembelajaran afektif sebanyak 50%, cukup berperan sebanyak 30%, dan sebanyak 20%, tidak berperan terhadap penyebab kesulitan guru dalam mengimplementasikan pembelajaran afektif di SMP Negeri 4 Sekampung.

(8)

berperan terhadap penyebab kesulitan guru dalam mengimplementasikan pembelelajaran beranah afektif di SMP N 4 Sekampung Lampung Timur.

(9)
(10)

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KESULITAN GURU DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN PEMBELAJARAN

BERANAH AFEKTIF DI SMP NEGERI 4 SEKAMPUNG LAMPUNG TIMUR

TAHUN PELAJARAN 2012 /2013

(Skripsi)

Oleh Rini Pangestuti

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(11)
(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ……….. iv

b. Pengertian Pembelajaran………... 14

c. Proses Belajar dan Pembelajara………... 14

(13)

c. Karakteristik Pembelajaran Afektif ….………... 27

d. Pengukuran Ranah Afektif ……… 35

e. Pengembangan Ranah Afektif……….……….. 36

f. Faktor-Faktor Kesulitan guru dalam implementasi pembelajaran afektif………... 39

C.Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ………... 54

1. Variabel Penelitian ……….. 54

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.Langkah-langkah Penelitian ……….. 62

1. Persiapan Pengajuan Judul ……….. 63

2. Penelitian Pendahuluan ………... 63

(14)

DAFTAR TABEL

Tabel

Halaman 1. Data mengenai Implementasi Ranah indicator pencapaian

kompetensi (IPK) Guru bidang study SMP.Negeri 4 Sekampung

Lampung Timur………...…... 5

2. Data fasilitas dan Gedung Sekolah SMP N 4 Sekampung……... 68

3. Data Siswa SMP N 4Sekampung TP 2011/2012………... 68

4. Data Guru SMP N 4 Sekampung TP 2011/2012... 69

5. Distribusi Hasil Uji Coba Angket Dari 10 responden diuar. Populasi Tahun 2012/2013 Untuk Item Ganjil (X)……….……..….. 72

6. Distribusi Hasil Uji Coba Angket Dari 10 Responden diluar Populasi Tahun Pelajaran 2012/2013 Untuk Item Genap (Y)... 72

7. Tabel kerja hasil antara item ganjil (X) dengan item genap (Y) ...………... 73

8. Distribusi frekwensi faktor kesiapan guru………..……….... 78

9. Distribusi frekwensi faktor sosialisasi KTSP... 80

10.Distribusi frekwensi faktor pembinaan Guru... 81

(15)

DAFTAR DIAGRAM

Tabel

Halaman

(16)

Judul Skripsi : FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KESULITAN GURU DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN PEMBELAJARAN BERANAH AFEKTIF DI SMP NEGERI 4 SEKAMPUNG LAMPUNG TIMUR TAHUN PELAJARAN 2012/2013

Nama : Rini Pangestuti

Nomor Pokok Mahasiswa : 0913032066

Jurusan : Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

Program Studi : Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. Holilulloh, M.Si. M.Mona Adha, S.Pd,M.Pd

NIP. 19610711 198703 1 003 NIP. 19791117200501 1 002

2. MENGETAHUI

Ketua Jurusan Pendidikan IPS Ketua Program Studi PPKn

Drs Hi Buchori Asyik, M.Si. Drs. Holilulloh, M.Si.

(17)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Drs. Holilulloh, M.Si. ...

Sekretaris : M. Mona Adha, S.Pd.,M.Pd ...

Penguji

Bukan Pembimbing : Dr. Irawan Suntoro, M.S . ...

2. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Dr.Hi. Bujang Rahman, M.Si. NIP 19600315198503 1003

(18)

MOTTO

Percaya Semua Hal Akan Indah Pada Waktunya Biarlah wktu yang Berbicara

“Bawa ini takdirnya “

Akan Mencoba Semua Hal Untuk Mewujudkan Yang diInginkan Sebagai Kunci Keberhasilan. Karna Tanpa Mencoba

Kita Tidak akan Pernah Tau Hasilnya.

Jangan Menangis dan Bersedih Ketika Ujian Datang Kepadamu ALLAH, Papa dan Mama Akan Selalu Mendampingimu

(19)

PERSEMBAHAN

Puji syukur kepada allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, Kupersembahkan hasil karya sederhana ku ini sebagai tanda bakti

dan cinta kasihku kepada:

Ayahanda ku tercinta Bapak Mulyadi dan Ibunda ku tercinta Ibu Yati yang selalu memberikan Do’a dan harapan di setiap tetes keringatmu

demi tercapainya cita-cita dan harapanku

Kakak dan kedua adikku tercinta, Dicki Saputra, Koko Hendra Kurniawan, Koko Hendri Setiawan, yang dengan cinta

dan kasih sayangnya, selalu mendukung dan mendoakan keberhasilanku.

Seluruh keluarga besarku yang selalu memberikan semangat dan dukungan kepadaku.

Seseorang yang selalu menemaniku, memberikan motivasi, dukungan serta keceriaan disetiap hari-hariku.

(20)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tanjung Karang Bandar Lampung pada tanggal 18 Januari 1992. Penulis adalah putri kedua dari empat bersaudara yang terdiri dari satu orang kakak laki-laki dan dua orang adik laki-laki pasangan Bapak Muyadi dan Ibu Yati.

Pendidikan formal yang pernah ditempuh oleh penulis antara lain:

1. Sekolah Dasar (SD) di SD Negeri 6 Gedong Air, Kecamatan Tanjung Karang Barat Bandar Lampung yang diselesaikan pada tahun 2003.

2. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) di SLTP Negeri 7 Bandar Lampung yang diselesaikan pada tahun 2006.

3. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di SMK Trisakti Bandar Lampung yang diselesaikan pada tahun 2009.

(21)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

(22)

mulia, sehat, berilmu, cakap,kreatif, mandiri, dan menjadi warganegara yag demokratis serta bertanggung jawab.

Pendidikan formal pada era globalisasi ditandai dengan adanya suatu perubahan. Prubahan pada hakekatnya adalah sesuatu yang bersifat kodrati dan manusiawi. Namun perubahan itu seringkali membawa dampak negatif bagi manusia khususnya dalam kalangan pelajar, misalkan tata cara berbahasa, berpakaian serta pergaulan mengikuti tren masa kini yang disebabkan oleh globaliasi, pengaruh-pengaruh seperti itu lebih cepat berdampak pada sikap, minat, nilai dan moral pelajar sehingga konsentrasi pada pembelajaran cendrung menurun. Oleh karna itu penting sekali didalam suatu lembaga pendidikan lebih menekankan pada aspek afektif untuk meningkatkan konsep diri pada siswa khususnya pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan.

Guru harus mampu mengubah system pembelajaran dan tujuan pembelajaran yang tadinya mengedepankan aspek kognitif menjadi lebih menekannkan kepada ranah pembelajaran afektif, dimana siswa harus mengubah proses berfikir, sehingga siswa mampu mengolah pikirannya untuk dapat mengaplikasikan teori kedalam perbuatannya.

(23)

berbicara, membongkar dan memasang peralatan, dan sebagainya. Kemampuan afektif berhubungan dengan minat dan sikap yang dapat berbentuk tanggung jawab, kerjasama, disiplin, komitmen, percaya diri, jujur, menghargai pendapat orang lain, dan kemampuan mengendalikan diri. Semua kemampuan ini harus menjadi bagian dari tujuan pembelajaran di sekolah, yang akan dicapai melalui kegiatan pembelajaran yang tepat.

Kurikulum KTSP di Indonesia mengambil pendapat Bloom, yang menurut Bloom (1976 :54), hasil belajar mencakup: Prestasi belajar (kognitif), kecepatan belajar (Psikomotorik), dan hasil afektif. Oleh karena itu guru harus dapat menilai ketiga ranah ini dengan baik. Andersen (2005: 67) juga sependapat dengan Bloom bahwa karakteristik manusia meliputi cara yang tipikal dari: berpikir (kognitif), berbuat (psikomotorik), perasaan (afektif).

(24)

membangun semangat kebersamaan, semangat persatuan, semangat nasionalisme, rasa sosial, dan sebagainya. Untuk itu semua dalam merancang program pembelajaran, satuan pendidikan harus memperhatikan ranah afektif. Sebenarnya keberhasilan pembelajaran pada ranah kognitif dan psikomotor dipengaruhi oleh kondisi afektif peserta didik. Peserta didik yang memiliki minat belajar dan sikap positif terhadap pelajaran akan merasa senang mempelajari mata pelajaran tertentu, sehingga dapat mencapai hasil pembelajaran yang optimal. Walaupun para pendidik sadar akan hal ini, namun belum banyak tindakan yang dilakukan pendidik secara sistematik untuk meningkatkan minat peserta didik. Oleh karena itu untuk mencapai hasil belajar yang optimal, dalam merancang program pembelajaran dan kegiatan pembelajaran bagi peserta didik, pendidik harus memperhatikan karakteristik afektif peserta didik.

(25)

Faktor dari dalam diri guru yang dapat mempengaruhi tingkat kesulitan dalam menerapkan pembelajaran afektif adalah faktor kesiapan guru itu sendiri dimana faktor ini mencangkup kesiapan mental dan kehendak untuk bersedia menerapkan pembelajaran afektif. Kesiapan mental itu sendiri adalah dengan menyiapkan bahan ajar, seperti RPP, buku pelajaran, dan lain sebagainya yang telah terlebih dahulu dipelajari dan dipahami oleh guru itu sendiri sehingga guru telah siap menyampaikan pembelajaran dengan konsep yang telah dipersiapkan. Guru harus mampu mengubah system pembelajaran dan tujuan pembelajaran dengan konsep yang telah dipersiapkan yang tadinya mengedepankan aspek kognitif menjadi lebih menekankan kepada ranah pembelajaran afektif, dimana siswa harus mengubah proses berfkir, shingga siswa mampu mengolah pikirannya untuk dapat mengaplikasikan teori kedalam perbuatannya.

(26)

Bedasarkan hasil observasi (penelitian pendahuluan) yang penulis laksanakan di SMP Negeri 4 Sekampung Lampung Timur pada bulan Oktober 2012 menunjukkan bahwa rata-rata guru di SMP tersebut kurang mengarahkan pencapaian proses pembelajarannya pada ranah afektif, hal ini terlihat dari rancangan proses pembelajaran (RPP) yang dibuat hanya sampai pada target pencapaian indikator kompetensi beranah kognitif saja, seperti dalam tabel berikut :

Tabel 1 : Implementasi Ranah Indikator Pencapaian Kompetensi (IPK) Guru bidang studi

KOGNITIF AFEKTIF PSIKOMO

TORIK

Sumber : RPP guru SMP N 4 Sekampung Lampung Timur

(27)

Menilik sisi pentingnya pembelajaran afektif dan secara fakta terdapat keengganan guru dalam menerapkan pembelajaran afektif di sekolah seperti yang disinyalir melalui perancangan pembelajaran yang dibuat para guru, hal ini menimbulkan pertanyaan adanya menyebab yang perlu dicari jawabannya.

Berdasarkan latar belakang, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul “ Faktor-faktor Penyebab Kesulitan Guru dalam Mengimplementasikan Pembelajaran Beranah Afektif di SMP Negeri 4 Sekampung Lampung Timur Tahun Pelajaran 2012/2013”.

1.2. Identiikasi Masalah

Berdasarkan Latar Belakang masalah, maka dalam penelitian dapat diidentifikasikan sebagai berikut:

1. Penguasaan metode beranah afektif 2. Penguasaan model beranah afektif 3. Penguasaan penilaian beranah afektif

4. Bahan ajar/ materi untuk tujuan pembelajaran afektif

5 Aspek sikap siswa yang bersifat abstrak (hidden) dan sulit diukur 6. Adanya beberapa faktor penyebab guru sulit mengimplementasikan

pembelajaran beranah afektif.

7. Kurangnya efektifitas pembinaan guru

(28)

1.3. Pembatasan Masalah

Berdasarkan pada identifikasi masalah, maka penulis membatasi masalah yang diteliti, yaitu faktor-faktor penyebab kesulitan Guru dalam mengimplementasikan pembelajaran beranah afektif.

1.4. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, identifikasi masalah, dan pembatasan masalah dalam penelitian ini, maka dirumuskan masalah sebagai berikut : “

Faktor-faktor apa sajakah yang menjadi penyebab kesulitan guru dalam mengimplementasikan pembelajaran beranah afektif di SMP Negeri 4 Sekampung.Lampung Timur Tahun Pelajaran 2012/2013”

1.5. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1.5.1. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan faktor-faktor penyebab kesulitan guru dalam mengimplementasikan pembelajarnahan ber afektif di SMP.Negeri 4 Sekampung Lampung Timur Tahun Pelajaran 2012/2013.

1.5.2. Kegunaan Penelitian 1.5.2.1.Kegunaan Teoritis

(29)

1.5.2.2.Kegunaan Praktis

Secara praktis penelitian ini berguna untuk :

a. Guru: Dapat memberi masukan tentang pentingnya pencapaian indicator kompetensi beranah afektif bagi siswa dalam proses pembelajaran.

b. Sekolah: Meningkatkan peran sekolah sebagai wadah pendidikan bagi anak khususnya dalam pencapaian tujuan pembelajaran beranah afektif.

c. Organisasi guru bidang studi: memberi petunjuk tentang tingkat pemahaman dan kesiapan guru dalam perancangan pembelajaran afektif, sekaligus untuk mengukur kualitas/mutu sesuai dengan jenjang pendidikan

1.6. Ruang Lingkup Penelitian 1.6.1 Ruang Lingkup ilmu

Penelitian ini termasuk dalam lingkup ilmu Pendidikan khususnya dalam wilayah kajian beraspek paedagogik dari Pendidikan Kewaranegaraan.

1.6.2 Ruang Lingkup Subjek Penelitian

(30)

1.6.3 Ruang Lingkup Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah faktor-faktor penyebab kesulitan guru dalam mengimplementasikan pembelajaran afektif.

1.6.4 Ruang Lingkup Wilayah Penelitian

(31)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Deskripsi Teoritis

2.1.1. Tinjauan tentang Konsep Belajar 2.1.1.1. Pengertian Belajar

Menurut Gagne (2007: 34) “belajar merupakan sejenis perubahan

yang diperlihatkan dalam perubahan tingkah laku, yang keadaaannya berbeda dari sebelum individu berada dalam situasi belajar dan sesudah melakukan tindakan yang serupa itu. Perubahan terjadi akibat adanya suatu pengalaman atau latihan.Berbeda dengan perubahan serta-merta akibat refleks atau perilaku yang bersifat naluriah”.

(infoini.com/2012/pengertian-pembelajaran.html)

(32)

Berdasarkan uraian di atas dapat dipahami bahwa belajar adalah usaha sadar yang dilakukan individu dan menyebabkan adanya perubahan tingkah laku sebagai responden terhadap lingkungan, baik langsung ataupun tidak langsung. Oleh sebab itu apabila setelah belajar peserta didik tidak ada perubahan tingkah laku yang positif dalam arti tidak memiliki kecakapan baru serta wawasan pengetahuannya tidak bertambah maka dapat dikatakan bahwa belajarnya belum sempurna.

2.1.1.2. Pengertian Pembelajaran

Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik. Proses pembelajaran dialami sepanjang hayat seorang manusia serta dapat berlaku di manapun dan kapanpun.

(33)

Gagne dan Briggs (1999: 3) mengemukakan bahwa “pembelajaran adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu proses belajar siswa, yang berisi serangkaian peristiwa yang dirancang, disusun sedemikian rupa untuk mempengaruhi dan mendukung terjadinya proses belajar siswa yang bersifat internal”.

Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Pendidikan Nasional, Bab I Ayat 20 “pembelajaran adalah proses interaksi

peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar”.

Berdasarkan pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran adalah usaha sadar dari guru untuk membuat siswa belajar, yaitu terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa yang belajar, dimana perubahan itu dengan didapatkannya kemampuan baru yang berlaku dalam waktu yang relatif lama dan karena adanya usaha.

Kegiatan pembelajaran merupakan kegiatan yang melibatkan beberapa komponen:

1.Siswa

(34)

2.Guru

Seseorang yang bertindak sebagai pengelola, katalisator, dan peran lainnya yang memungkinkan berlangsungnya kegiatan belajar mengajar yang efektif.

3.Tujuan

Pernyataan tentang perubahan perilaku (kognitif, psikomotorik, afektif) yang diinginkan terjadi pada siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran.

4.Isi Pelajaran

Segala informasi berupa fakta, prinsip, dan konsep yang diperlukan untuk mencapai tujuan.

5.Metode

Cara yang teratur untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk mendapat informasi yang dibutuhkan mereka untuk mencapai tujuan.

6.Media

Bahan pengajaran dengan atau tanpa peralatan yang digunakan untuk menyajikan informasi kepada siswa.

7.Evaluasi

(35)

2.1.1.3. Proses Belajar Dan Pembelajaran

Selanjutnya akan diuraikan pendapat para ahli tentang pengertian belajar.

1). Slamet (2003: 2), menyatakan bahwa belajar adalah proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah aku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

2). W.S. Winkel dalam Darsono (2000: 4), berpendapat bahwa belajar adalah suatu aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, ketrampilan clan nilai sikap.

(36)

Berdasarkan beberapa pengertian disiplin dan pengertian belajar di atas maka yang dimaksud disiplin belajar dalam penelitian ini adalah sikap atau siswa yang taat dan patuh untuk dapat menjalankantingkah laku kewajibannya untuk belajar, baik belajar di sekolah maupun belajar di rumah. Indikator disiplin belajar dalam penelitian ini adalah: ketaatan terhadap tata tertib sekolah, ketaatan terhadap kegiatan belajar di sekolah, ketaatan dalam mengerjakan tugas-tugas pelajaran, dan ketaatan terhadap kegiatan belajar di rumah.

Oemar Hamalik (2004: 57) berpendapat "pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran".

Gagne clan Briggs (2007: 3) mengemukakan bahwa "pembelajaran adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu proses belajar siswa, yang berisi serangkaian peristiwa yang dirancang, disusun sedemikian rupa untuk mempengaruhi dan mendukung terjadinya proses belajar siswa yang bersifat internal".

( http.infoini.com/2012)

(37)

dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar".

Dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran adalah usaha sadar dari guru untuk membuat siswa belajar, yaitu terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa yang belajar, dimana perubahan itu dengan didapatkannya kemampuan baru yang berlaku dalam waktu yang relatif lama clan karena adanya usaha.

2.1.1.3. Teori Taksonomi Bloom

Taksonomi berasal dari bahasa Yunani tessein berarti untuk mengklasifikasikan dan nomos yang berarti aturan. Taksonomi berarti klasifikasi berhirarkhi dari sesuatu atau prinsip yang mendasari klasifikasi.Semua hal yang bergerak, benda diam, tempat, dan kejadian-kejadian sampai pada kemampuan berfikir dan diklasifikasikan menurut beberapa taksonomi.

Konsep Taksonomi Bloom dikembangkan pada tahun 1956 oleh Benjamin Bloom, seorang psikolog bidang pendidikan. Konsep ini mengklasifikasikan tujuan pendidikan dalam tiga ranah, yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik.

Bloom dan Kahtwohl telah memberikan banyak insfirasi kepada banyak orang yang melahirkan taksonomi lain. Prinsip-prinsip yang digunakan oleh dua orang ini ada empat buah, yaitu:

(38)

a. Prinsip psikologis; Taksopomi hendaknya konsisten dengan fenomena kejiwaan yang ada sekarang

c. Prinsip logis; taksonomi hendaknya dikembangkan secara logis dan konsisten

d. Prinsip tujuan; Tingkatan-tingkatan tujuan tidak selaras dengan tingkatan-tingkatan nilai-nilai. Tiap-tiap jenis tujuan pendidikan hendaknya mengambarkan corak yang netral

Atas dasar prinsip ini maka taksonomi disusun menjadi suatu tingkatan yang menunjukkan tingkat kesulitan. Sebagai contoh, mengingat fakta lebih mudah dari pada menarik kesimpulan. Atau menghafal, lebih mudah dari pada memberikan pertimbangan.

Sudah banyak diketahui bahwa mula-mula taksonomi Bloom terdiri dari dua bagian yaitu kognitif domain clan afektif domain.Pencipta dari kedua taksonomi ini merasa tidak tertarik pada psikomotor domain karena melihat hanya ada sedikit kegunaannya di Sekolah menengah atau universitas.

(39)

kemampuan yang harus siswa kuasai sehingga dapat menunjukan kemampuan mengolah pikirannya sehingga mampu mengaplikasikan teori ke dalam perbuatan. Mengubah teori ke dalam keterampilan terbaiknya sehinggi dapat menghasilkan sesuatu yang baru sebagai produk inovasi pikirannya.

Setiap kategori dalam Revisi Taksonomi Bloom terdiri dari subkategori yang memiliki kata kunci berupa kata yang berasosiasi dengan kategori tersebut. Kata-kata kunci itu seperti terurai di bawah ini

1. Mengingat; Mengurutkan, menjelaskan, mengidentifikasi, menamai, menempatkan, mengulangi, menemukan kembali dsb.

2. Memahami; Menafsirkan, meringkas, mengklasifikasikan, membandingkan, menjelaskan, mebeberkan dan sebagainya.

3. Menerapkan; melaksanakan, menggunakan, menjalankan, melakukan, mempraktekan, memilih, menyusun, memulai, menyelesaikan, mendeteksi dan sebagainya.

4. Menganalisis; menguraikan, membandingkan, mengorganisir, menyusun ulang, mengubah struktur, mengkerangkakan, menyusun outline, mengintegrasikan, membedakan, menyamakan, membandingkan, mengintegrasikan dan sebagainya.

(40)

6. Berkreasi; merancang, membangun, merencanakan, memproduksi, menemukan, membaharui, menyempurnakan, memperkuat, memperindah, menggubah dan sebagainya.

Dalam berbagai aspek dan setelah melalui revisi, taksonomi Bloom tetap menggambarkan suatu proses pembelajaran, cara kita memproses suatu informasi sehingga dapat dimanfaat dalam kehidupan sehari-hari. Beberapa prinsip didalamnya adalah :

a. Sebelum kita memahami sebuah konsep maka kita harus mengingatnya terlebih dahulu

b. Sebelum kita menerapkan maka kita harus memahaminya terlebih dahulu

c. Sebelum kita mengevaluasi dampaknya maka kita harus mengukur atau menilai

d. Sebelum kita berkreasi sesuatu maka kita harus mengingat, memahami, mengaplikasikan, menganalisis dan mengevaluasi, serta memperbaharui

Ada 3 ranah atau domain besar, yang terletak pada tingkatan ke-2 yang selanjutnya disebut taksonomi yaitu:

a. Ranah Kognitif

(41)

2. Pemahaman ( comprehension )

Dengan pemahaman, siswa diminta untuk membuktikan bahwa ia memahami hubungan yang sederhana di antara fakta-fakta atau konsep

3. Penerapan atau aplikasi

Untuk penerapan atau aplikasi ini siswa memiliki kemampuan untuk menyeleksi atau memilih suatu abstraksi secara tepat untuk diterapkan dalam suatu situasi baru dan menerapkannya secara benar.

4. Analisis;

dalam tugas analisis ini siswa diminta untuk menganalisis suatu hubungan atau situasi baru dan menerapkannya secara benar

5. Sintesis;

Apabila penyusunan soal tes bermaksud meminta siswa melakukan sitesis maka pertanyaan-pertanyaan disusun sedemikian rupa sehingga meminta siswa untuk menggabungkan atau menyusun kembali hal-hal yang spesifik agar dapat mengembangkan suatu strukrur baru. Dengan singkat dapat dikatakan bahwa dengan soal sintesis ini siswa diminta untuk melakukan generalisasi 1. Evaluasi;

(42)

aspek afektif. Mengevaluasi dalam aspek kognitif ini menyangkut masalah benar/salah yang didasarkan atas dalil, hukum, prinsip pengetahuan.sedangkan mengevaluasi dalam aspek afektifmenyangkut masalah baik/ buruk berdasarkan norma yang diakui oleh subjek yang bersangkutan.

a. Ranah Afektif

Pandangan atau pendapat Apabila guru mau mengukur aspek yang afektif yang berhubungan dengan pandangan siswa maka pertanyaan yang disusun menghendaki respon yang melinatkan ekspresi, perasaan atau pendapat pribadi siswa terhadap hal-hal yang relatif sederhana tetapi bukan fakta.

b. Ranah Psikomotor

(43)

sedangkan dalam domain psikomotor menurut Simpson, 1972, menyangkut keterampilan gerakan dan kordinasi secara fisik dalam menggunakan keterampilan fisik.Ukuran pengembangan keterampilan fisik adalah kecepatan, ketepatan, jarak, prosedur, atau teknik pelaksanaan. Tingkat penguasaan keterampilan terbagi dalam tujuh kategori, yaitu Mempersepsikan, yaitu keterampilan menggunakan berbagai isyarat sensor untuk mela.kukan aktivitas motorik seperti keterampilan menerjemahkan isyarat indra.

Kata kunci yang digunakan dalam keterampilan ini ialah memilih, menggambarkan, mendetiksi, membedakan, mengidentifikasi, mengisolasi, dan menghubungkan.

2.1.2. Tinjauan tentang Pembelajaran Afektif 2.1.2.1. Hakekat Pembelajaran Afektif

(44)

merupakan karakteristik manusia sebagai hasil belajar dalam bidang pendidikan.

Menurut Popham (1995: 22), ranah afektif menentukan keberhasilan belajar seseorang. Orang yang tidak memiliki minat pada pelajaran tertentu sulit untuk mencapai keberhasilan belajar secara optimal. Seseorang yang berminat dalam suatu mata pelajaran diharapkan akan mencapai hasil pembelajaran yang optimal. Oleh karena itu semua pendidik harus mampu membangkitkan minat semua peserta didik untuk mencapai kompetensi yang telah ditentukan. Selain itu ikatan emosional sering diperlukan untuk membangun semangat kebersamaan, semangat persatuan, semangat nasionalisme, rasa sosial, dan sebagainya. Untuk itu semua dalam merancang program pembelajaran, satuan pendidikan harus memperhatikan ranah afektif.

(45)

pembelajaran bagi peserta didik, pendidik harus memperhatikan karakteristik afektif peserta didik.

2.1.2.2.Tingkatan Ranah Afektif

Menurut Krathwohl dalam Udin S (2007: 46) bila ditelusuri hampir semua tujuan kognitif mempunyai komponen afektif. Dalam pembelajaran sains, misalnya, di dalamnya ada komponen sikap ilmiah. Sikap ilmiah adalah komponen afektif. Tingkatan ranah afektif menurut taksonomi Krathwohl ada lima, yaitu: receiving (attending), responding, valuing, organization, dan characterization.

1.Tingkat receiving

Pada tingkat receiving atau attending, peserta didik memiliki keinginan memperhatikan suatu fenomena khusus atau stimulus, misalnya kelas, kegiatan, musik, buku, dan sebagainya. Tugas pendidik mengarahkan perhatian peserta didik pada fenomena yang menjadi objek pembelajaran afektif. Misalnya pendidik mengarahkan peserta didik agar senang membaca buku, senang bekerjasama, dan sebagainya. Kesenangan ini akan menjadi kebiasaan, dan hal ini yang diharapkan, yaitu kebiasaan yang positif.

2. Tingkat responding

(46)

didik tidak saja memperhatikan fenomena khusus tetapi ia juga bereaksi. Hasil pembelajaran pada ranah ini menekankan pada pemerolehan respons, berkeinginan memberi respons, atau kepuasan dalam memberi respons. Tingkat yang tinggi pada kategori ini adalah minat, yaitu hal-hal yang menekankan pada pencarian hasil dan kesenangan pada aktivitas khusus. Misalnya senang membaca buku, senang bertanya, senang membantu teman, senang dengan kebersihan dan kerapian, dan sebagainya. 3. Tingkat valuing

Valuing melibatkan penentuan nilai, keyakinan atau sikap yang menunjukkan derajat internalisasi dan komitmen. Derajat rentangannya mulai dari menerima suatu nilai, misalnya keinginan untuk meningkatkan keterampilan, sampai pada tingkat komitmen. Valuing atau penilaian berbasis pada internalisasi dari seperangkat nilai yang spesifik. Hasil belajar pada tingkat ini berhubungan dengan perilaku yang konsisten dan stabil agar nilai dikenal secara jelas. Dalam tujuan pembelajaran, penilaian ini diklasifikasikan sebagai sikap dan apresiasi.

4. Tingkat organization

(47)

pembelajaran pada tingkat ini berupa konseptualisasi nilai atau organisasi sistem nilai. Misalnya pengembangan filsafat hidup.

5. Tingkat characterization

Tingkat ranah afektif tertinggi adalah characterization nilai. Pada tingkat ini peserta didik memiliki sistem nilai yang mengendalikan perilaku sampai pada waktu tertentu hingga terbentuk gaya hidup. Hasil pembelajaran pada tingkat ini berkaitan dengan pribadi, emosi, dan sosial.

2.1.2.3.Karakteristik Ranah Afektif

Pemikiran atau perilaku harus memiliki dua kriteria untuk diklasifikasikan sebagai ranah afektif (Andersen, 2005:4). Pertama, perilaku melibatkan perasaan dan emosi seseorang. Kedua, perilaku harus tipikal perilaku seseorang. Kriteria lain yang termasuk ranah afektif adalah intensitas, arah, dan target. Intensitas menyatakan derajat atau kekuatan dari perasaan. Beberapa perasaan lebih kuat dari yang lain, misalnya cinta lebih kuat dari senang atau suka.

(48)

intensitas dan arah perasaan ditinjau bersama-sama, maka karakteristik afektif berada dalam suatu skala yang kontinum.

Target mengacu pada objek, aktivitas, atau ide sebagai arah dari perasaan. Bila kecemasan merupakan karakteristik afektif yang ditinjau, ada beberapa kemungkinan target. Peserta didik mungkin bereaksi terhadap sekolah, matematika, situasi sosial, atau pembelajaran. Tiap unsur ini bisa merupakan target dari kecemasan. Kadang-kadang target ini diketahui oleh seseorang namun kadang-kadang tidak diketahui. Seringkali peserta didik merasa cemas bila menghadapi tes di kelas. Peserta didik tersebut cenderung sadar bahwa target kecemasannya adalah tes.

Ada 5 (lima) tipe karakteristik afektif yang penting, yaitu sikap, minat, konsep diri, nilai, dan moral.

a. Sikap

(49)

sikap peserta didik terhadap mata pelajaran, kondisi pembelajaran, pendidik, dan sebagainya.

Menurut Fishbein dan Ajzen (1975) dalam Diknas (2010 : 16) sikap adalah suatu predisposisi yang dipelajari untuk merespon secara positif atau negatif terhadap suatu objek, situasi, konsep, atau orang. Sikap peserta didik terhadap objek misalnya sikap terhadap sekolah atau terhadap mata pelajaran. Sikap peserta didik ini penting untuk ditingkatkan (Popham, 1995: 25). Sikap peserta didik terhadap mata pelajaran, misalnya bahasa Inggris, harus lebih positif setelah peserta didik mengikuti pembelajaran bahasa Inggris dibanding sebelum mengikuti pembelajaran. Perubahan ini merupakan salah satu indikator keberhasilan pendidik dalam melaksanakan proses pembelajaran. Untuk itu pendidik harus membuat rencana pembelajaran termasuk pengalaman belajar peserta didik yang membuat sikap peserta didik terhadap mata pelajaran menjadi lebih positif.

a. Minat

(50)

besar bahasa Indonesia (1990: 583),minat atau keinginan adalah kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu. Hal penting pada minat adalah intensitasnya. Secara umum minat termasuk karakteristik afektif yang memiliki intensitas tinggi.

Penilaian minat dapat digunakan untuk:

a. mengetahui minat peserta didik sehingga mudah untuk pengarahan dalam pembelajaran,

b. mengetahui bakat dan minat peserta didik yang sebenarnya,

c. pertimbangan penjurusan danpelayanan individual peserta didik,

d. menggambarkan keadaan langsung di lapangan/kelas, e. mengelompokkan peserta didik yang memiliki minat

sama,

f. acuan dalam menilai kemampuan peserta didik secara keseluruhan dan memilih metode yang tepat dalam penyampaian materi,

g. mengetahui tingkat minat peserta didik terhadap pelajaran yang diberikan pendidik,

(51)

b. Konsep Diri

Menurut Smith, konsep diri adalah evaluasi yang dilakukan individu terhadap kemampuan dan kelemahan yang dimiliki. Target, arah, dan intensitas konsep diri pada dasarnya seperti ranah afektif yang lain. Target konsep diri biasanya orang tetapi bisa juga institusi seperti sekolah. Arah konsep diri bisa positif atau negatif, dan intensitasnya bisa dinyatakan dalam suatu daerah kontinum, yaitu mulai dari rendah sampai tinggi.

Konsep diri ini penting untuk menentukan jenjang karir peserta didik, yaitu dengan mengetahui kekuatan dan kelemahan diri sendiri, dapat dipilih alternatif karir yang tepat bagi peserta didik. Selain itu informasi konsep diri penting bagi sekolah untuk memberikan motivasi belajar peserta didik dengan tepat.

Penilaian konsep diri dapat dilakukan dengan penilaian diri. Kelebihan dari penilaian diri adalah sebagai berikut.

a) Pendidik mampu mengenal kelebihan dan kekurangan peserta didik.

b) Peserta didik mampu merefleksikan kompetensi yang sudah dicapai.

(52)

d) Memberikan motivasi diri dalam hal penilaian kegiatan peserta didik.

e) Peserta didik lebih aktif dan berpartisipasi dalam proses pembelajaran.

f) Dapat digunakan untuk acuan menyusun bahan ajar dan mengetahui standar input peserta didik. g) Peserta didik dapat mengukur kemampuan untuk

mengikuti pembelajaran.

h) Peserta didik dapat mengetahui ketuntasan belajarnya.

i) Melatih kejujuran dan kemandirian peserta didik. j) Peserta didik mengetahui bagian yang harus

diperbaiki.

k) Peserta didik memahami kemampuan dirinya. l) Pendidik memperoleh masukan objektif tentang

daya serap peserta didik.

m) Mempermudah pendidik untuk melaksanakan remedial, hasilnya dapat untuk instropeksi pembelajaran yang dilakukan.

n) Peserta didik belajar terbuka dengan orang lain. o) Peserta didik mampu menilai dirinya.

p) Peserta didik dapat mencari materi sendiri.

(53)

c. Nilai

Nilai menurut Rokeach (1968) dalam Udin S. (2009 : 17) merupakan suatu keyakinan tentang perbuatan, tindakan, atau perilaku yang dianggap baik dan yang dianggap buruk. Selanjutnya dijelaskan bahwa sikap mengacu pada suatu organisasi sejumlah keyakinan sekitar objek spesifik atau situasi, sedangkan nilai mengacu pada keyakinan.

Target nilai cenderung menjadi ide, target nilai dapat juga berupa sesuatu seperti sikap dan perilaku. Arah nilai dapat positif dan dapat negatif. Selanjutnya intensitas nilai dapat dikatakan tinggi atau rendah tergantung pada situasi dan nilai yang diacu.

Definisi lain tentang nilai disampaikan oleh Tyler (1973) dalam Udin S (2009 : 19), yaitu nilai adalah suatu objek, aktivitas, atau ide yang dinyatakan oleh individu dalam mengarahkan minat, sikap, dan kepuasan. Selanjutnya dijelaskan bahwa manusia belajar menilai suatu objek, aktivitas, dan ide sehingga objek ini menjadi pengatur penting minat, sikap, dan kepuasan.

(54)

memperoleh kebahagiaan personal dan memberi konstribusi positif terhadap masyarakat.

e.Moral

Piaget dan Kohlberg banyak membahas tentang perkembangan moral anak. Namun Kohlberg mengabaikan masalah hubungan antara judgement moral dan tindakan moral. Ia hanya mempelajari prinsip moral seseorang melalui penafsiran respon verbal terhadap dilema hipotetikal atau dugaan, bukan pada bagaimana sesungguhnya seseorang bertindak.

Moral berkaitan dengan perasaan salah atau benar terhadap kebahagiaan orang lain atau perasaan terhadap tindakan yang dilakukan diri sendiri. Misalnya menipu orang lain, membohongi orang lain, atau melukai orang lain baik fisik maupun psikis. Moral juga sering dikaitkan dengan keyakinan agama seseorang, yaitu keyakinan akan perbuatan yang berdosa dan berpahala. Jadi moral berkaitan dengan prinsip, nilai, dan keyakinan seseorang.

Ranah afektif lain yang penting adalah:

a) Kejujuran: peserta didik harus belajar menghargai kejujuran dalam berinteraksi dengan orang lain.

(55)

c) Adil: peserta didik harus berpendapat bahwa semua orang mendapat perlakuan yang sama dalam memperoleh pendidikan.

d) Kebebasan: peserta didik harus yakin bahwa negara yang demokratis memberi kebebasan yang bertanggung jawab secara maksimal kepada semua orang.

2.1.2.4. Pengukuran Ranah Afektif

Dalam memilih karakterisitik afektif untuk pengukuran, para pengelola pendidikan harus mempertimbangkan rasional teoritis dan program sekolah. Masalah yang timbul adalah bagaimana ranah afektif akan diukur. Isi dan validitas konstruk ranah afektif tergantung pada definisi operasional yang secara langsung mengikuti definisi konseptual.

Menurut Andersen (2005: 5) ada dua metode yang dapat digunakan untuk mengukur ranah afektif, yaitu metode observasi dan metode laporan diri. Penggunaan metode observasi berdasarkan pada asumsi bahwa karateristik afektif dapat dilihat dari perilaku atau perbuatan yang ditampilkan dan/atau reaksi psikologi. Metode laporan diri berasumsi bahwa yang mengetahui keadaan afektif seseorang adalah dirinya sendiri. Namun hal ini menuntut kejujuran dalam mengungkap karakteristik afektif diri sendiri.

(56)

dan karakteristik lingkungan saat perilaku atau perbuatan ditampilkan. Jadi tindakan atau perbuatan seseorang ditentukan oleh watak dirinya dan kondisi lingkungan.

2.1.2.5.Pengembangan Penilaian Afektif

Instrumen penilaian afektif meliputi lembar pengamatan sikap, minat, konsep diri, nilai, dan moral. Ada 11 (sebelas) langkah dalam mengembangkan instrumen penilaian afektif, yaitu

1. menentukan spesifikasi instrumen 11. menafsirkan hasil pengukuran

Ditinjau dari tujuannya ada lima macam instrumen pengukuran ranah afektif, yaitu instrumen (1) sikap, (2) minat, (3) konsep diri, (4) nilai, dan (5) moral.

a. Instrumen sikap

(57)

pengukuran sikap berguna untuk menentukan strategi pembelajaran yang tepat.

b. Instrumen minat

Instrumen minat bertujuan untuk memperoleh informasi tentang minat peserta didik terhadap mata pelajaran, yang selanjutnya digunakan untuk meningkatkan minat peserta didik terhadap mata pelajaran.

c. Instrumen konsep diri

Instrumen konsep diri bertujuan untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan diri sendiri. Peserta didik melakukan evaluasi secara objektif terhadap potensi yang ada dalam dirinya. Karakteristik potensi peserta didik sangat penting untuk menentukan jenjang karirnya. Informasi kekuatan dan kelemahan peserta didik digunakan untuk menentukan program yang sebaiknya ditempuh.

d. Instrumen nilai

(58)

e. Instrumen moral

Instrumen moral bertujuan untuk mengungkap moral. Informasi moral seseorang diperoleh melalui pengamatan terhadap perbuatan yang ditampilkan dan laporan diri melalui pengisian kuesioner. Hasil pengamatan dan hasil kuesioner menjadi informasi tentang moral seseorang.

Dalam menyusun spesifikasi instrumen perlu memperhatikan empat hal yaitu

1) tujuan pengukuran (2) kisi-kisi instrumen

(3) bentuk dan format instrumen, dan (4) panjang instrumen.

(59)

2.1.3. Faktor-Faktor Penyebab Kesulitan Guru Dalam Mengimplementasikan Pembelajaran Afektif

2.2.3.1. Faktor Intern (Kesiapan Guru)

Guru adalah seseorang yang bertindak sebagai pengelola katalisator, dan peran lainnya yang memungkinkan berlangsungnya kegiatan belajar mengajar yang efektif

Tugas guru menurut Undang-Undang No.14 Tahun 2005 tentang guru dan keprofesionalan guru dan dosen Pasal 20, dalam melaksanakan keprofesionalan guru berkewajiban:

a. Merencanakan pembelajaran, melaksanakan poses pembelajaran yang bermutu, serta menilai, mengefaluasi hasil belajar.

b. Meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan c. Bertindak Objektif dan tidak diskriminatif atas

pertimbangan jenis kelamin, agama, ras, dan kondisi fisik tertentu, atau latar belakang keluarga, dan setatus sosial peserta didik dalam pembelajaran.

(60)

Guru Sebagai fasilitator harus memahami dan menyiapkan beberapa hal yang berhubungan dengan suber media dan pembelajaran. hal itu diantaranya:

a. Guru perlu memahami beberapa jenis media dan sumber belajar beserta fungsi masing-masing meda tersebut.

b. Guru harus mempunyai Keterampilan dalam merancang suatu media.

c. Sebagai fasilitator, guru diuntut agar mempunyai kemampuan berinteraksi dan berkomunikasi dengan siswa.

d. Sebagai fasilitator, guru dituntut agar mempunyai kemampuan berinteraksi dan berkomunikasi dengan siswa.

2.1.3.2. Faktor Ekstern

A. Faktor Pembinaan Guru

Pembinaan menurut Wojo Wasito (1980: 50) diartikan sebagai

”membangun, menggambarkan, dan memperbaiki”. Istilah

membangun menurut Crabb (1945: 132-133) diartikan sebagai ”proses menerima (receives), memelihara dan memperbaiki

(61)

untuk mencapai tujuan organisasi. Wiles mengartikan supervisi sebagai bantuan dalam pengembangan situasi belajar mengajar dan Mc Neil (1978: 66) mengertikan tugas supervisi itu meliputi tugas perencanaan, tugas administrasi dan tugas partisipasi.

Dalam usaha meningkatkan kualitas sumber daya pendidikan, guru

merupakan komponen sumber daya manusia yang harus dibina dan

dikembangkan terus-menerus. Pembentukan profesi guru

dilaksanakan melalui program pendidikan pra-jabatan maupun

program dalam jabatan. Tidak semua guru yang dididik di lembaga

pendidikan terlatih dengan baik dan kualified. Potensi sumber daya

guru itu perlu terus bertumbuh dan berkembang agar dapat

melakukan fungsinya secara potensial. Selain itu pengaruh

perubahan yang serba cepat mendorong guru-guru untuk

terus-menerus belajar menyesuaikan diri dengan perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi serta mobilitas masyarakat.

Peningkatan mutu dan profesionalisme guru dalam kinerjanya

sangat berkaitan erat dengan efektifitas pelayanan supervisi. Maka

diharapkan (menjadi keharusan) kegiatan supervisi hendaknya

mampu mendorong guru untuk meningkatkan kualitasnya dalam

berbagai kompetensi baik kompetensi pedagogik, kepribadian,

professional maupun sosialnya sebagaimana disebutkan di atas.

Dalam UU No. 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen dijelaskan

(62)

keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati dan

dikuasai oleh guru dalam melaksanakan tugas profesinya

(www.bloggermajalengka.com).

Lebih lanjut Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 mengemukakan

kompetensi yang harus dikuasai seorang guru profesional meliputi:

kompetensi pedagogik, kompetensi profesional, kompetesi sosial

dan kompetensi kepribadian. Kompetensi pedagogik pada dasarnya

adalah kemampuan yang harus dimiliki guru dalam mengajarkan

materi tertentu kepada siswanya, meliputi: memahami karakteristik

peserta didik dari berbagai aspek, sosial, moral, kultural, emosional

dan intelektual, memahami gaya belajar dan kesulitan belajar

peserta didik, memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik,

menguasai teori dan prinsip belajar serta pembelajaran yang

mendidik, mengembangkan kurikulum yang mendorong

keterlibatan peserta didik dalam pembelajaran, merancang

pembelajaran yang mendidik, melaksanakan pembelajaran yang

mendidik, memahami latar belakang keluarga dan masyarakat

peserta didik dan kebutuhan belajar dalam konteks kebhinekaan

budaya serta mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran.

Kompetensi profesional menyangkut kemampuan penguasaan

materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang

memungkinkannya membimbing peserta didik memenuhi standar

kompetensi. Diharapkan guru menguasai substansi bidang studi dan

(63)

bidang studi, mengorganisasikan materi kurikulum bidang studi,

menguasai dan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi

dalam pembelajaran, meningkatkan kualitas pembelajaran melalui

evaluasi dan penelitian.

Kompetensi sosial menyangkut kemampuan guru dalam

komunikasi secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik,

tenaga kependidikan, orang tua/wali dan masyarakat. Diharapkan

guru dapat berkomunikasi secara simpatik dan empatik dengan

peserta didik, orang tua peserta didik, sesama pendidik dan tenaga

kependidikan dan masyarakat, serta memiliki kontribusi terhadap

perkembangan siswa, sekolah dan masyarakat, dan dapat

memanfaatkan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) untuk

berkomunikasi dan pengembangan diri.

Sedangkan kompetensi kepribadian mengarah kepada kepribadian

seorang guru harus mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa,

menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat, serta berakhlak

mulia sehingga menjadi teladan bagi siswa dan masyarakat serta

mampu mengevaluasi kinerja sendiri (tindakan reflektif) dan

mampu mengembangkan diri secara berkelanjutan. Namun jika

dipadukan dan disederhanakan, kompetensi yang seharusnya

dimiliki oleh guru dapat dikelompokkan menjadi:

1. Penguasaan terhadap proses belajar mengajar.

2. Penguasaan terhadap evaluasi belajar.

(64)

4. Penguasaan tentang wawasan pendidikan.

5. Penguasaan bahan ajar.

B. Supervisi Pendidikan sebagai Sarana Pembinaan Profesi

Istilah supervisi pendidikan dapat dijelaskan baik menurut asal usul

(etimologi), bentuk perkataannya (morfologi), maupun isi yang

terkandung dalam perkataan itu sendiri (semantik). Secara

etimologi istilah supervisi diambil dari perkataan bahasa Inggris

“supervision” yang artinya pengawasan di bidang pendidikan.

Orang yang melakukan supervisi disebut supervisor.Secara

morfologi supervisi terdiri dari dua kata super berarti atas atau

lebih dan visi berarti lihat, tilik atau awasi. Seorang supervisor

memang memiliki posisi di atas atau mempunyai kedudukan yang

lebih tinggi dari pada orang yang disupervisi.

Sedangkan secara semantik kata supervisi pada hakekatnya

merupakan isi yang terkandung dalam definisi yang rumusannya

tergantung dari orang yang mendefinisikannya. Depdiknas (1994)

merumuskan supervisi sebagai pembinaan yang diberikan kepada

seluruh staf sekolah agar mereka dapat meningkatkan kemampuan

untuk mengembangkan situasi belajar mengajar yang lebih

baik.Supervisi juga diartikan sebagai segenap bantuan yang

diberikan oleh seseorang dalam mengembangkan situasi belajar

mengajar di sekolah ke arah yang lebih baik Burhanudin, (2007:1).

Rumusan ini mengisyaratkan bahwa layanan supervisi pendidikan

(65)

pengajaran. Karena aspek utama dalam supervisi adalah guru maka

layanan dan aktifitas supervisi harus lebih diarahkan kepada upaya

memperbaiki dan meningkatkan kemampuan guru dalam

mengelola kegiatan belajar mengajar.

Dari uraian diatas dapat diambil garis lurus tentang pengertian

supervisi yaitu serangkaian usaha pemberian bantuan kepada guru

dalam bentuk layanan profesional yang diberikan oleh supervisor

(pengawas sekolah, kepala sekolah dan pembina lainnya) guna

meningkatkan mutu proses dan hasil belajar mengajar. Karena

supervisi atau pembinaan guru tersebut lebih menekankan pada

pembinaan guru itu sendiri maka pembinaan itu lebih diarahkan

pada pembinaan profesional guru yakni pembinaan dalam upaya

memperbaiki dan meningkatkan kemampuan profesional guru.

Supervisi merupakan istilah baru yang muncul kurang lebih dua

dasawarsa terakhir ini. Dahulu istilah yang sering digunakan di

sekolah adalah “pengawasan”atau “pemeriksaan” Suharsimi

Arikunto, (2004: 2). Makanya seringkali hubungan antara guru

dengan supervisor dianggap sebagai hubungan yang

membahayakan dan saling mengancam. Hal ini benar apabila

pertanyaan-pertanyaan yang digunakan bersifat mengorek

kesalahan-kesalahan saja dan bersifat inspektif. Cara-cara ini

digunakan oleh supervisor konvensional yang mewarisi cara lama

(66)

perlu pendekatan manusiawi dalam melaksanakan program

supervisi pendidikan Kunandar,( 2007: 104).

Konsep supervisi tidak bisa disamakan dengan inspeksi yanglebih

menekankan pada kekuasaan dan bersifat otoriter.Sedangkan

supervisi lebih menekankan kepada persahabatan yang dilandasi

oleh pemberian pelayanan dan kerjasama yang lebih baik diantara

guru-guru, karena bersifat demokratis. Tujuan supervisi modern

adalah mendalami kebutuhan guru secara individual, membantu

mereka secara individual pula, meneliti sistem yang digunakan

serta meneliti sarana dan prasarana sekolah. Hasil dari pendalaman

dan penelitian tersebut dijadikan sebagai bahan masukan bagi

supervisor dalam rangka memberikan atau mengadakan perbaikan

di kemudian hari. Dengan demikian supervisor benar-benar

membantu menanggapi peningkatan usaha sekolah secara

menyeluruh.

Guru merupakan penentu keberhasilan pendidikan melalui

kinerjanya pada tataran institusional dan eksperiensial, sehingga

upaya meningkatkan mutu pendidikan harus dimulai dari aspek

guru menyangkut kualitas keprofesionalannya maupun

kesejahteraan dalam satu manajemen pendidikan yang professional.

Peningkatan sumber daya guru bisa dilaksanakan dengan bantuan

supervisor yaitu orang ataupun instansi yang melaksanakan

kegiatan supervisi terhadap guru. Pada kenyataannya memang

(67)

diungkapkan bahwa dalam praktek pendidikan sehari-hari masih

banyak guru yang melakukan kesalahan-kesalahan dalam

menunaikan tugas dan fungsinya. Kesalahan-kesalahan seringkali

tidak disadari oleh para guru, bahkan masih banyak diantaranya

yang menganggap hal biasa dan wajar E. Mulyasa, (2005:10).

Kegiatan supervisi pengajaran merupakan kegiatan yang wajib

dilaksanakan dalam penyelenggaraan pendidikan. Pelaksanaan

kegiatan supervisi dilaksanakan oleh kepala sekolah dan pengawas

sekolah dalam memberikan pembinaan kepada guru. Hal tersebut

perlu dilakukan karena proses belajar-mengajar yang dilaksakan

guru merupakan inti dari proses pendidikan secara keseluruhan

dengan guru sebagai pemegang peranan utama. Proses belajar

mengajar merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian

perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang

berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu.

Oleh karena itu kegiatan supervisi dipandang perlu untuk

memperbaiki kinerja guru dalam proses pembelajaran.

Dalam kegiatan supervisi pendidikan, ada dua supervisi

pengajaran, yakni:

1. Supervisi yang dilakukan oleh Kepala Sekolah kepada

guru-guru. Secara rutin dan terjadwal Kepala Sekolah

melaksanakan kegiatan supervisi kepada guru-guru dengan

(68)

pembelajaran yang dilaksanakan. Dalam prosesnya, kepala

sekolah memantau secara langsung ketika guru sedang

mengajar. Guru mendesain kegiatan pembelajaran dalam

bentuk rencana pembelajaran kemudian kepala sekolah

mengamati proses pembelajaran yang dilakukan guru.

2. Supervisi yang dilakukan oleh Pengawas Sekolah kepada

Kepala Sekolah dan guru-guru untuk meningkatkan kinerja.

Kegiatan supervisi ini dilakukan oleh Pengawas Sekolah

yang bertugas di suatu Gugus Sekolah. Gugus Sekolah

adalah gabungan dari beberapa sekolah terdekat, biasanya

terdiri atas 5-8 Sekolah Dasar. Hal-hal yang diamati

pengawas sekolah ketika melakukan kegiatan supervisi

untuk memantau kinerja guruadalah penyusunan program

semester, penyusunan rencana pembelajaran, penyusunan

rencana harian, program dan pelaksanaan evaluasi,

kumpulan soal, buku pekerjaan siswa, buku daftar nilai,

buku analisis hasil evaluasi, buku program perbaikan dan

pengayaan, buku program Bimbingan dan Konseling serta

buku pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler.

C. Faktor Sosialisasi KTSP

(69)

KTSP secara yuridis diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Penyusunan KTSP oleh sekolah dimulai tahun ajaran 2007/2008 dengan mengacu pada Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) untuk pendidikan dasar dan menengah sebagaimana yang diterbitkan melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional masing-masing Nomor 22 Tahun 2006 dan Nomor 23 Tahun 2006, serta Panduan Pengembangan KTSP yang dikeluarkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).

Pada prinsipnya, KTSP merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari SI, namun pengembangannya diserahkan kepada sekolah agar sesuai dengan kebutuhan sekolah itu sendiri. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus. Pelaksanaan KTSP mengacu pada Permendiknas Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan SI dan SKL.

(70)

pedoman untuk pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan yang memuat:

a) kerangka dasar dan struktur kurikulum, b) beban belajar,

c) kurikulum tingkat satuan pendidikan yang dikembangkan di tingkat satuan pendidikan, dan

d) kalender pendidikan.

Pemberlakuan KTSP, sebagaimana yang ditetapkan dalam peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan SI dan SKL, ditetapkan oleh kepala sekolah setelah memperhatikan pertimbangan dari komite sekolah. Dengan kata lain, pemberlakuan KTSP sepenuhnya diserahkan kepada sekolah, dalam arti tidak ada intervensi dari Dinas Pendidikan atau Departemen Pendidikan Nasional. Penyusunan KTSP selain melibatkan guru dan karyawan juga melibatkan komite sekolah serta bila perlu para ahli dari perguruan tinggi setempat. Dengan keterlibatan komite sekolah dalam penyusunan KTSP maka KTSP yang disusun akan sesuai dengan aspirasi masyarakat, situasi dan kondisi lingkungan dan kebutuhan masyarakat.

2.2. Kerangka Pikir

(71)

penyebab kesulitan guru dalam mengimplementasikan pembelajaran afektif. Penelitian ini menjadi penting karena akan menemukan factor-faktor yang menjadi penyebab para guru kurang menerapkan pembelajaran afektif tersebut dalam rancangan pembelajarannya. Alur pikir penulis dapat dikerangkakan sebagai berikut :

2.3.Hipotesis

Menurut Suharsimin Arikuntoro (2006: 67). “Hipotesis adalah jawaban

yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian sampai ada bukti melalui penyebab dan atau pertanyaan atau jawaban sementara terhadap rumusan penelitian yang dilakukan.

(72)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Metode Penelitian

Berdasarkan permasalahan penelitian di atas, maka metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif, karena dalam penelitian ini membahas tentang faktor-faktot penyebab kesulitan guru dalam mengimplementasikan pembelajaran afektif di SMP Negeri 4 Sekampung Lampung Timur.

Menurut Traves dalam Suprayogo (2001: 137), metode deskriptif “menggambarkan sifat suatu keadaan yang sementara berjalan pada saat

penelitian dan memeriksa sebab-sebab dari suatu gejala tertentu”. Penelitian deskritif adalah jenis penelitian yang memberikan gambaran atau uraian suatu keadaan sejernih mungkin tanpa ada perlakuan terhadap objek yang di teliti.

(73)

3.2.Populasi dan Sampel 3.2.1.Populasi

Populasi merupakan salah satu komponen terpenting dalam penelitian, mengingat populasi akan menentukkan validitas data dalam penelitian. Menurut Hadari Nawawi (1991: 141) “Populasi merupakan

keseluruhan objek penelitian yang terdiri dari manusia, hewan, benda-benda, tumbuhan, fenomena, nilai tes, atau peristiwa-peristiwa sebagai sumber data yang memiliki karakateristik tertentu dalam suatu penelitian”. Populasi dalam penelitian ini adalah guru SMP Negeri 4

Sekampung Lampung Timur tahun 2012 yang berjumlah 20 orang guru bidang studi.

3.2.2.Sampel

Sampel adalah bagian dan populasi. Dalam pengambalian sampel ini Suharsimi Arikunto (2008: 107) mengatakan:

“Untuk sekedar ancer-ancer maka apabila subyeknya kurang dari 100, lebih baik diambil semua, sehingga penelitian populasi”. Selanjutnya jika jumlah subyeknya besar dapat diambil antara 10-15% atau lebih tergantung setidak-tidaknya dari:

a. Kemampuan peneliti dilihat dari segi waktu, tenaga dan dana. b. Sempit luasnya wilayah pengamatan dari setiap subjek karena hal

itu menyangkut banyak sedikitnya dana.

(74)

Berdasarkan teori tersebut, maka penelitian ini adalah penelitian populasi karena jumlah sampel sama dengan populasi, yaitu berjumlah 20 orang guru.

3.3.Variabel Penelitian 3.3.1. Variabel Bebas (X)

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah faktor-faktor yang menyebabkan kesulitan guru dalam mengimplementasikan pembelajaran afektif, meliputi faktor intern (kesiapan) dan faktor ekstern (pembinaan guru, sosialisasi pelaksanaan KTSP )

3.3.2. Variabel Terikat (Y)

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah implementasi pembelajaran afektif.

3.4. Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional variabel adalah definisi yang meberikan gambaran mengukur secara variabel dengan memberikan arti atau mengkhususkan suatu kegiatan. Penelitian ini akan membahas faktor internal dan faktor eksternal yang menjadi penyebab kesulitan guru dalam mengimplementasikan pembelajaran afektif. Dengan indikator sebagai berikut:

1.Faktor Kesiapan guru

(75)

2.Faktor Pembinaan Guru

Faktor ini mencakup supervisi (pengawasan) dan pembinaan atasan terhadap bawahan terhadap beban tugas mengajar dan kelengkapan rancangan pembelajaran.

3. Faktor Sosialisasi pelaksanaan KTSP

Faktor ini menyangkut masalah akses dan penyebaran informasi dan petunjuk pelaksanaan kurikulum tingkat satuan pelajaran (KTSP) yang dalam konsepnya juga memberi tuntunan bagi guru dalam perancangan pembelajaran.

3.5.Rencana Pengukuran Variabel

Pengukuran dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan indikator. Indikator pengukuran variabel (X) faktor-faktor penyebab kesulitan guru mengimplementasikan pembelajaran afektif, meliputi faktor kesiapan, pembinaan guru, dan sosialisasi KTSP, yang diukur dengan sekala tidak berperan, cukup berperan, dan berperan. Dan Varibel (Y) mengenai implementasi pembelajaran afektif diukur melalui skor bersekala 3 (sulit, cukup sulit, tidak sulit)

3.6.Teknik Pengumpulan Data

(76)

1. Teknik Pokok a. Angket

Penelitian ini menggunakan angket yang bersifat tertutup sehingga responden tinggal menjawab pertanyaan dari alternatif jawaban yang sudah ada.

Angket dalam penelitian ini menggunakan 3 alternatif jawaban yaitu:

1. Untuk Jawaban (a) diberikan skor nilai 3

2. Untuk Jawaban (b) diberikan skor nilai 2

3. Untuk Jawaban (c) diberikan skor nilai 1

Dimana :

1. Untuk jawaban yang sesuai dengan harapan diberi nilai 3

2. Untuk jawaban yang kurang sesuai dengan harapan diberi nilai 2

3. Untuk jawaban yang tidak sesuai dengan harapan diberi nilai 1

Berdasarkan hal di atas maka akan diketahui nilai tertinggi adalah tiga (3) dan nilai terendah adalah satu (1).

2. Tekhnik Penunjang a. Wawancara

Gambar

Tabel 1 : Implementasi Ranah Indikator Pencapaian Kompetensi (IPK) Guru bidang studi

Referensi

Dokumen terkait

Kami harapkan kehadiran Saudara/i pada waktu yang telah ditentukan dan apabila tidak hadir maka Perusahaan Saudara/i dianggap tidak bisa

Data tersebut di atas di peroleh berdasarkan hasil observasi pada tanggal 20 Maret 2015 selama satu minggu, menunjukkan bahwa semua sarana dan fasilitas

Sehubungan dengan telah selesainya evaluasi kualifikasi pada pemilihan langsung pekerjaan Rehab Sei.Baru Ds2. Hasan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui (1) Cara menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Divisions (STAD) agar dapat meningkatkan

Hasil pengujian validasi ini membuktikan bahwa metode titrasi fotometri memiliki akurasi rendah (galat 26,64%) dan presisi tinggi, namun masih dapat digunakan dan

Contohnya : gambarkan secara detil tipe pencapaian individu ( performance achievement ) yang paling sesuai dan dengan jenis perusahaan/organisasi seperti apa.

Unit analisis mengindikasi konsistensi meningkatkan risiko tsunami dari variabel gempa, yaitu sebanyak 5 kali (iterasi) unit analisis dengan maksud yang sama, sehingga

Dari hasil wawancara yang saya lakukan dengan guru BK dapat disimpulkan bahwa yang menjadi hambatan dalam upaya mengatasi kesulitan belajar seperti yang telah