• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP ANAK YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA (Studi Perkara Nomor 892/Pid.SUS (A)/2011/ PN.TK)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP ANAK YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA (Studi Perkara Nomor 892/Pid.SUS (A)/2011/ PN.TK)"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP ANAK YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA

(Studi Perkara Nomor 892/Pid.SUS (A)/2011/ PN.TK)

Oleh

RETNO DWI ASTRINI

Tindak pidana penyalahgunaan Narkotika yang dilakukan oleh anak masih terjadi di wilayah hukum Pengadilan Negeri Tanjung Karang, hal itu dapat dilihat dari Perkara Pengadilan Negeri Tanjung Karang Nomor 892/Pid.SUS (A)/2011/ PN.TK. Dalam kasus tersebut, terdakwa Vio Del Rio Bin Robert yang masih berusia 13 tahun dinyatakan telah dengan sengaja tanpa hak menyalahgunakan Narkotika bagi diri sendiri sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 127 Ayat (1) huruf a Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dijatuhi vonis oleh majelis hakim selama 6 (enam) bulan pidana penjara. Hakim mempunyai kebebasan yang tidak boleh diintervensi, namun persoalan mengenai pemberian pidana tersebut telah tepat atau belum, sehingga telah memenuhi tujuan pemidanaan dan memenuhi rasa keadilan bagi pelaku dan masyarakat tentu saja menimbulkan gejolak di masyarakat. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah penjatuhan sanksi pidana terhadap anak yang melakukan tindak pidana penyalahgunaan Narkotika dan apakah yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam memberikan sanksi pidana terhadap anak yang melakukan tindak pidana penyalahgunaan Narkotika.

(2)

penjatuhan sanksi pidana terhadap anak yang melakukan tindak pidana penyalahgunaan Narkotika adalah berpedoman pada Undang-Undang dan unsur-unsur yang terpenuhi atas perbuatan yang dilakukan serta bertolak dari keadaan pribadi terdakwa dan berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dipersidangan dan alat bukti yang cukup, maka Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang yang memeriksa dan mengadili perkara ini berdasarkan keyakinan dengan alat bukti yang cukup, terdakwa telah memenuhi rumusan Pasal 127 Ayat (1) huruf a Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan diberikan sanksi pidana selama selama 6 (enam) bulan pidana penjara, lebih rendah dengan tuntutan Jaksa yang dalam tuntutannya menuntut terdakwa selama 8 (delapan) bulan pidana penjara. Bahwa sebagai kesimpulan, secara normatif penjatuhan pidana tersebut kurang tepat karena melihat keadaan pelaku yang masih anak-anak yakni berusia 13 tahun maka hal ini tentunya mensyaratkan mengenai bentuk rehabilitasi dan pembinaan khusus terhadap terdakwa untuk menghindari pengaruh negatif terhadap anak dalam lingkungan penjara, tetapi secara komperhensif penjatuhan hukuman pidana penjara dinilai Hakim sudah sesuai dengan tujuan pemidanaan. Dasar pertimbangan hakim dalam memberikan sanksi pidana terhadap anak yang melakukan tindak pidana penyalahgunaan Narkotika dalam Perkara Nomor 892/Pid.SUS (A)/2011/ PN.TK adalah dakwaan jaksa, tujuan pemidanaan, hal-hal yang meringankan dan memberatkan, majelis hakim cenderung tidak menjatuhkan pidana maksimum, harapan pelaku tidak mengulangi perbuatannya, motif tindak pidana, sikap pelaku setelah melakukan tindak pidana penyalahgunaan Narkotika, akibat yang ditimbulkan, serta aplikasi teori-teori yang berkaitan dengan dasar pertimbangan hakim dalam memutus perkara dalam sidang pengadilan yakni kepastian hukum, kemanfaatan dan keadilan hukum. Hakim juga sepenuhnya memperhatikan ketentuan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 dan Pasal 182 Ayat (6), Pasal 183, Pasal 184 KUHAP.

(3)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anak merupakan bagian dari generasi muda, penerus cita-cita perjuangan bangsa sekaligus modal sumber daya manusia bagi pembangunan nasional. Sebagai bagian dari generasi muda anak perlu mendapatkan perlindungan dan perhatian dari Negara. Oleh sebab itu, dalam Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 memberikan penegasan bahwa fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara. Negara Kesatuan Republik Indonesia menjamin kesejahteraan tiap-tiap warga Negaranya, termasuk perlindungan terhadap anak yang merupakan hak asasi manusia. Arti dari anak dalam Penjelasan atas Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002, tentang Perlindungan Anak yang menyebutkan, bahwa anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi.

(4)

memberikan jaminan terhadap pemenuhan hak-haknya serta perlakuan tanpa diskriminasi. Untuk mewujudkannya, diperlukan dukungan kelembagaan dan peraturan perundang-undangan yang dapat menjamin pelaksanaannya. Berbagai Undang-Undang hanya mengatur hal-hal tertentu mengenai anak secara khusus belum mengatur keseluruhan aspek yang berkaitan dengan perlindungan anak.

Hak asasi anak merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak-Hak Anak. Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, berkembang, berpartisipasi, perlindungan dari kekerasan dan diskriminas serta hak sipil dan kebebasan. Ketentuan dalam Pasal 16 Ayat (1) Konvensi Hak Anak menjelaskan bahwa tidak ada seorangpun anak akan dikenai campur tangan semena-mena atau tidak sah terhadap kehidupan pribadinya, keluarga, rumah atau surat menyuratnya, atau mendapat serangan tidak sah atas harga diri dan reputasinya. Selanjutnya pada Ayat (2) menjelaskan bahwa anak berhak untuk memperoleh perlindungan hukum dari campur tangan atau serangan semacam itu.

(5)

Sehubungan dengan hal tersebut, dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia telah mencantumkan hak anak, tetapi dalam pelaksanaannya, kewajiban dan tanggung jawab orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan Negara untuk memberikan perlindungan pada anak masih memerlukan suatu Undang-Undang mengenai perlindungan anak sebagai landasan yuridis bagi pelaksanaannya.

Berdasarkan hal tersebut, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dibentuk berdasarkan pertimbangan bahwa perlindungan anak merupakan bagian dari kegiatan pembangunan nasional, khususnya dalam memajukan kehidupan berbangsa dan bernegara. Orang tua, keluarga dan masyarakat bertanggungjawab untuk menjaga dan memelihara hak asasi tersebut sesuai dengan kewajiban yang dibebankan oleh hukum. Negara dan pemerintah bertanggungjawab menyediakan fasilitas dan aksesibilitas bagi anak, terutama dalam menjamin pertumbuhan dan perkembangannya secara optimal dan terarah.

(6)

Perlindungan terhadap anak perlu dilaksanakan sedini mungkin, yakni sejak dari janin dalam kandungan sampai anak berumur 18 (delapan belas) tahun. Bertitik tolak dari konsepsi perlindungan anak yang utuh, menyeluruh dan komprehensif, Undang-Undang ini meletakkan kewajiban perlindungan kepada anak beradasarkan asas-asas sebagai berikut:

1. Nondiskriminasi

2. Kepentingan yang terbaik bagi anak

3. Hak untuk hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan 4. Pengharagaan terhadap pendapat anak

(www.hukumonline.com, akses 20 Maret 2012, 13:20 WIB).

Pembinaan, pengembangan dan perlindungan anak memerlukan peran serta masyarakat, baik lembaga perlindungan anak, lembaga keagamaan, lembaga swadaya masyarakat, organisasi kemasyarakatan, organisasi sosial, dunia usaha, media massa atau lembaga pendidikan. Apabila anak melakukan kesalahan dan tindak pidana, maka anak sudah sepatutnya mendapatkan perlindungan dan perlakuan khusus dalam hal proses peradilannya sebagaimana yang diatur oleh Undang-Uundang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak.

(7)

Peradilan anak bertujuan memberikan yang paling baik bagi anak, tanpa mengorbankan kepentingan masyarakat dan tegaknya suatu keadilan. Tujuan Peradilan Anak tidak berbeda dengan peradilan lainnya, yaitu memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara anak. Dalam hal ini, pelaksanaan pembinaan dan perlindungan terhadap anak, diperlukan dukungan baik yang menyangkut kelembagaan maupun perangkat hukum yang lebih baik dan mewadahi (http://sismanto.multiply.com, akses 20 Maret 2012, 20:03 WIB).

Penyalahgunaan Narkotika (gequalificeerde diefstal drugs) yang dilakukan oleh anak adalah suatu bentuk kenakalan remaja. Seorang anak belum dapat mempertanggungjawabkan semua kesalahannya karena lingkungan sekitarnya juga memberi peluang untuk melakukan pelanggaran hukum. Sehingga proses peradilannya pun mempunyai perbedaan dengan peradilan pada umumnya. dikarenakan demi menghindari tekanan psikologis terhadap anak yang telah melanggar norma atau pun hukum yang berlaku. Sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

Tindak pidana penyalahgunaan Narkotika yang dilakukan oleh anak masih terjadi di Negara Republik Indonesia. Kasus-kasus yang terjadi demikian perlu mendapat perhatian dari pemerintah lebih khususnya Komisi Perlindungan Anak yang memiliki peran penting dalam menanggapi berbagai kasus yang terjadi.

(8)

terperinci memaparkan tindak pidana penyalahgunaan Narkotika tersebut pada Bab XV tentang Ketentuan Pidana.

Ketentuan Pasal 1 butir 1 menjelaskan bahwa :

“Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman,

baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang ini”.

Ketentuan dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika menjelaskan bahwa Pengaturan Narkotika dalam Undang-Undang ini meliputi segala bentuk kegiatan dan/atau perbuatan yang berhubungan dengan Narkotika dan Prekursor Narkotika. Selanjutnya dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika menjelaskan bahwa:

(1) Narkotika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 digolongkan ke dalam:

a. Narkotika Golongan I; b. Narkotika Golongan II; dan c. Narkotika Golongan III.

(2) Penggolongan Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk pertama kali ditetapkan sebagaimana tercantum dalam Lampiran I dan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Undang-Undang ini. (3) Ketentuan mengenai perubahan penggolongan Narkotika sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri

Ketentuan dalam Pasal 127 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika menjelaskan bahwa:

(1) Setiap Penyalah Guna:

a. Narkotika Golongan I bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun;

b. Narkotika Golongan II bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun; dan

(9)

(2) Dalam memutus perkara sebagaimana dimaksud pada Ayat (1), hakim wajib memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54, Pasal 55, dan Pasal 103.

(3) Dalam hal Penyalah Guna sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dapat dibuktikan atau terbukti sebagai korban penyalahgunaan Narkotika, Penyalah Guna tersebut wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.

Sehubungan dengan hal itu, berdasarkan data dariPra research(pra penelitian) di Pengadilan Negeri Tanjung Karang diperoleh data bahwa tindak pidana penyalahgunaan Narkotika yang dilakukan oleh anak juga terjadi di Provinsi Lampung, hal itu dapat dilihat dari Putusan Perkara Pengadilan Negeri Tanjung Karang Nomor 892/Pid.SUS (A)/2011/PN.TK tentang kasus penyalahgunaan Narkotika yang dilakukan oleh anak. Dalam kasus tersebut, terdakwa dinyatakan telah dengan sengaja melakukan penyalahgunaan Narkotika.

(10)

dengan pidana penjara selama 6 (enam) bulan yang lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum dengan tuntutan terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 8 (delapan) bulan.

Ketentuan Pasal 127 Ayat (1) huruf a Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika menjelaskan bahwa:

(1) Setiap Penyalah Guna:

a. Narkotika Golongan I bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun;

b. Narkotika Golongan II bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun; dan

c. Narkotika Golongan III bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun.

Penjatuhan sanksi pidana terhadap anak yang melakukan tindak pidana penyalahgunaan Narkotika berbeda dengan orang dewasa. Perhitungan pidana yang dijatuhkan kepada anak adalah ½ dari maksimum ancaman pidana bagi orang dewasa dan dalam hal melakukan secara bersekongkol atau bekerjasama dapat ditambah 1/3 dari pidana yang berlaku. Sesuai dengan Pasal 26 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak menjelaskan

bahwa: “Pidana penjara yang dapat dijatuhkan kepada Anak Nakal sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 huruf a, paling lama ½ (satu per dua) dari

(11)

Berdasarkan kasus yang terjadi di atas, menggambarkan bahwa tindak pidana penyalahgunaan Narkotika yang dilakukan oleh anak sudah seperti tindak pidana yang dilakukan orang dewasa. Anak tersebut sudah profesional dalam melakukan tindak kejahatan dan tidak sepatutnya dilakukan oleh anak, dalam kasus ini majelis hakim menjatuhkan putusan pidana penjara kepada anak tersebut namun penjatuhan vonis tersebut apakah sudah sesuai dengan tujuan keadilan hukum baik terhadap korban maupun pelakunya.

(12)

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka penulis hendak melakukan penelitian yang hasilnya akan dijadikan skripsi dengan judul “Analisis Penjatuhan Sanksi Pidana Terhadap Anak yang Melakukan Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika (Studi Putusan Nomor: 892/Pid.SUS (A)/2011/ PN.TK)”.

B. Perumusan Masalah dan Ruang Lingkup

1. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang telah penulis uraikan, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah:

a. Bagaimanakah penjatuhan sanksi pidana terhadap anak yang melakukan tindak pidana penyalahgunaan Narkotika?

b. Apakah yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam memberikan sanksi pidana terhadap anak yang melakukan tindak pidana penyalahgunaan Narkotika?

2. Ruang Lingkup

(13)

hanya dibatasi pada Pengadilan Negeri Kelas I A Tanjung Karang, Kejaksaan Negeri Bandar Lampung, dan Fakultas Hukum Universitas Lampung.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui penjatuhan sanksi pidana terhadap anak yang melakukan tindak pidana penyalahgunaan Narkotika.

b. Untuk mengetahui dasar pertimbangan hakim dalam memberikan sanksi pidana terhadap anak yang melakukan tindak pidana penyalahgunaan Narkotika.

2. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah mencakup kegunaan teoritis dan kegunaan praktis:

a. Kegunaan Teoritis

(14)

b. Kegunaan Praktis

Hasil penulisan skripsi ini diharapkan dapat berguna bagi masyarakat dan bagi aparatur penegak hukum dalam memperluas serta memperdalam ilmu hukum khususnya ilmu hukum pidana dan juga dapat bermanfaat bagi masyarakat pada umumnya dan bagi aparatur penegak hukum pada khususnya untuk menambah wawasan dalam berfikir dan dapat dijadikan sebagai masukan dalam rangka pembaharuan hukum pidana anak di Indonesia.

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual

1. Kerangka Teoritis

Kerangka teoritis adalah konsep-konsep yang merupakan abstraksi dari hasil pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya bertujuan untuk mengadakan identifikasi terhadap dimensi-dimensi sosial yang dianggap relevan oleh peneliti (Soerjono Soekanto,1986: 125).

(15)

Perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa melanggar larangan tersebut (Roeslan Saleh, 1999: 87).

Tujuan pemidanaan menurut Sudarto adalah:

a. Mempengaruhi peri kelakuan si pembuat agar tidak melakukan tindak pidana lagi yang biasanya disebut prevensi sosial.

b. Mempengaruhi peri kelakuan anggota masyarakat pada umumnya agar tidak melakukan tindak pidana seperti yang dilakukan oleh si terhukum.

c. Mendatangkan suasana damai atau penyelesaian konflik.

d. Pembalasan atau pengimbalan dan pembinaan dari kesalahan si pembuat.

(Sudarto, 1997: 196).

Berkaitan dengan hal tersebut, dalam sistem pemidanaan menurut Barda Nawawi Arief (2010:43) terdapat beberapa teori tujuan pemidanaan yang mencakup beberapa teori antara lain :

a. Relative Theory(teori relatif)

Menurut teori relatif suatu kejahatan tidak mutlak harus diikuti dengan suatu pidana.

b. Combinative Theory(teori gabungan)

(16)

Sehubungan dengan hal tersebut, dalam teori tujuan dan pedoman pemidanaan sebagaimana dikemukakan oleh Djisman Samosir yang dikutip oleh Barda Nawawi Arief (2010: 47), maka dalam usaha pembaharuan hukum pidana di Indonesia, pidana merupakan salah satu masalah urgen untuk diperbaharui. Oleh sebab itu, dalam konsep KUHP 2011, jenis pidana dan aturan pemidanaan mengalami perombakan total yang signifikan serta mengedepankan aspek-aspek sosial kemanusiaan dan hak asasi manusia. Beberapa perkembangan mengenai pidana dan pemidanaan dalam konsep KUHP 2011 itu di antaranya sebagai berikut :

a. Teori Tujuan Pemidanaan

Konsep KUHP Tahun 2011 menjelaskan bahwa tujuan pemidanaan dalam Pasal 54 yaitu untuk mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan norma hukum demi pengayoman masyarakat, menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana, memulihkan keseimbangan, mendatangkan rasa damai dalam masyarakat, memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan sehingga menjadi orang baik dan berguna, dan membebaskan rasa bersalah pada terpidana.

b. Teori Pedoman Pemidanaan

(17)

tindak pidana, sikap batin pelaku tindak pidana, riwayat hidup dan keadaan sosial ekonomi pelaku tindak pidana, sikap dan tindakan pelaku sesudah melakukan tindak pidana, pengaruh pidana terhadap masa depan pelaku tindak pidana, pandangan masyarakat terhadap tindak pidana yang dilakukan, pengaruh tindak pidana terhadap korban atau keluarga korban, apakah tindak pidana dilakukan dengan berencana.

Sehubungan dengan hal di atas, dalam menerapkan sanksi pidana kepada seseorang, maka hukum pidana hanya dapat dijatuhkan bila perbuatan tersebut telah diatur dalam ketentuan perundang-undangan. Secara teoritis pengakuan terhadap hukum yang hidup sudah lama ada dalam peraturan perundang-undangan namun dalam faktanya aparat penegak hukum (polisi, jaksa, hakim) tidak langsung memproses seseorang yang menurut hukum patut dipidana. Aparat penegak hukum hanya berpegang pada peraturan perundang-undangan positif.

Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Pokok Kekuasaan Kehakiman menyebutkan bahwa hakim wajib memutuskan tiap-tiap perkara, menafsirkan atau menjelaskan Undang-undang jika tidak jelas dan melengkapinya jika tidak lengkap. Tetapi penfsiran hakim mengenai undang-undang dan ketentuan yang dibuatnya itu, tidak mempunyai kekuatan mengikat umum, tapi hanya berlaku dalam peristiwa-peristiwa tertentu. Karena itu secara prinsip, hakim tidak terikat oleh putusan-putusan hakim lainnya.

(18)

penyalahgunaan Narkotika menurut kebenaran dan keyakinannya. Dalam usaha mewujudkan pembaharuan hukum pidana anak yang berkeadilan di Indonesia maka hakim juga mengedepankan aspek-aspek sosial kemanusiaan dan hak asasi manusia dengan menerapkan beberapa teori-teori dasar pertimbangan hakim. Salah satu bentuk pembaharuan hukum pidana anak adalah dengan dirumuskannya model restorative justice dalam Rancangan Undang-Undang Pengadilan Anak 2010. Ketentuan dalam Pasal 1 butir 4 Rancangan Undang-Undang Pengadilan Anak 2010 menjelaskan bahwa restorative justice adalah suatu proses restorasi penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana (non litigasi).

Model restorative justice diperjelas lagi dalam Pasal 8 Ayat (1) RUUPA yaitu suatu proses penyelesaian perkara melalui musyawarah yang melibatkan anak dan orang tua/walinya, pembimbing masyarakat, pekerja sosial yang profesional, dan relawan sosial berdasarkan prinsip keadilan restorasi. Model pengadilan anak restorative bertolak dari asumsi bahwa tanggapan atau reaksi terhadap perilaku delinkuensi anak, tidak akan efektif tanpa adanya kerja sama dan keterlibatan dari korban, pelaku dan masyarakat. Latar belakang yang menjadi dasar pada model restorative ini adalah mewujudkan keadilan yang terpadu, apabila setiap pihak menerima perhatian secara adil dan seimbang, aktif dilibatkan dalam proses peradilan dan memperoleh keuntungan secara memadai dari interaksi mereka dengan sistem pengadilan anak.

(19)

peradilan pidana terhadap anak yang melakukan tindak pidana penyalahgunaan Narkotika antara lain:

a. Teori kepastian hukum(Rechtssicherheit)

Teori kepastian hukum memberikan penjelasan bahwa segala macam bentuk kejahatan dan pelanggaran harus di berikan sanksi tegas berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang mengaturnya. Dalam teori ini sangat berhubungan erat dengan asas legalitas dalam hukum pidana, bahwa setiap tindak pidana yang diatur dalam perundang-undangan harus diproses dalam sistem peradilan pidana guna menjamin kepastian hukum.

b. Teori kemanfaatan(Zweckmassigkeit)

Teori kemanfaatan memberikan penjelasan bahwa apabila dalam suatu persidangan hakim memandang perbuatan terdakwa bukan karena murni melawan hukum akan tetapi dari segi kemanfaatan bertujuan untuk menjalankan norma dalam masyarakat dan dipandang apabila dijatuhi hukuman berupa pidana penjara maka dari elemen masyarakat merasa keberatan. Jadi sebagai pertimbangan hakim dengan melihat segi kemanfaatan maka terdakwa tidak diberikan sanksi atau pun tidak dijatuhi sanksi maksimum kepada terdakwa agar tidak mengulangi perbuatannya sehingga masih dapat memperbaiki diri.

c. Teori keadilan(Gerechtigkeit)

(20)

kongkret dalam persidangan. Karena melihat rasa keadilan tidak tepat apabila terdakwanya semata-mata bukan atas dasar niat jahat dan sudah berusia lanjut, di bawah umur atau karena suatu keadaan tertentu yang sepatutnya tidak diganjar dengan hukuman pidana penjara maka Hakim harus dapat memberikan pertimbangan sesuai dengan rasa keadilan. Nilai hukum dan rasa keadilan Hakim jauh lebih diutamakan dalam mewujudkan hukum yang berkeadilan.

Pidana pada hakikatnya hanya merupakan alat untuk mencapai tujuan, maka konsep pertama-tama merumuskan tentang tujuan pemidanaan. Dalam mengidentifikasikan tujuan pemidanaan, konsep bertolak dari keseimbangan 2 sasaran pokok, yaitu perlindungan masyarakat dan perlindungan/pembinaan individu pelaku tindak pidana (Barda Nawawi Arief, 2002: 88).

Hakim apabila dalam menjatuhkan pidana terhadap anak yang melakukan tindak pidana, maka hakim harus dapat menyelami sifat dan kejiwaan dari anak tersebut. Disisi lain sebelum memutuskan suatu perkara maka sebaiknya hakim menjelaskan beberapa teori kebijakan dan pertimbangan hakim antara lain:

1. Teori keseimbangan adalah keseimbangan antara syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang dan kepentingan pihak-pihak yang tersangkut atau berkaitan dengan perkara.

2. Teori pendekatan seni dan intuisi adalah dalam penjatuhan putusan, hakim mempergunakan pendekatan seni, lebih ditentukan oleh instinkatau intuisi daripada pengetahuan dari hakim.

3. Teori pendekatan keilmuan, titik tolak dari teori ini adalah pemikiran bahwa proses penjatuhan pidana harus dilakukan secara sistematik dan penuh kehati-hatian khususnya dalam kaitannya dengan putusan-putusan terdahulu dalam rangka menjamin konsistensi dari putusan hakim.

(21)

seorang hakim dapat mengetahui bagaimana dampak putusan yang dijatuhkan dalam suatu perkara pidana.

5. Teori Ratio decidendi, teori ini didasarkan pada landasan filsafat yang mendasar yang mempertimbangkan segala aspek yang berkaitan dengan pokok perkara yang disengketakan dan perundang-undangan yang relevan serta pertimbangan hakim harus didasarkan pada motivasi yang jelas untuk menegakkan hukum dan memberikan keadilan bagi para pihak yang berperkara.

6. Teori kebijaksanaan, teori ini berkenaan dengan keputusan hakim dalam perkara di pengadilan anak dan aspeknya menekankan bahwa pemerintah, masyarakat, keluarga dan orang tua ikut bertanggungjawab dalam membina, mendidik dan melindungi anak, agar kelak dapat menjadi manusia yang berguna bagi keluarga, masyarakat dan bangsanya.

(Ahmad Rifai, 2011 : 105)

2. Konseptual

Konseptual adalah kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus, yang merupakan kumpulan dalam arti-arti yang berkaitan dengan istilah yang ingin tahu akan diteliti (Soerjono Soekanto,1986 : 132).

Adapun Konseptual yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

a. Analisis

(22)

b. Penjatuhan Sanksi Pidana

Penjatuhan sanksi pidana adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang, pemberian pemidanaan sebagai akibat suatu reaksi atas delik, dan berwujud suatu nestapa (pidana) yang dengan sengaja ditimpakan Negara pada pembuat delik (Roeslan Saleh, 1999: 89).

Sehubungan dengan di atas, Bambang Gatot Subroto (Barda Nawawi Arif, 2010: 36) memberikan pendapat mengenai penjatuhan sanksi pidana dalam hukum pidana materiel (material criminal law) sebagai berikut:

“Penjatuhan pidana mempunyai dua arti, yakni pertama, dalam arti umum ialah yang menyangkut pembentuk undang-undang yang menetapkan stelsel sanksi hukum pidana (pemberian pidanain abstracto), kedua dalam arti konkrit, ialah yang menyangkut berbagai badan yang kesemuanya mendukung dan melaksanakan stelsel sanksi hukum pidana itu. KUHP telah menetapkan dan mengumumkan reaksi apa yang akan diterima oleh orang yang melakukan perbuatan yang dilarang itu. Dalam hukum pidana modern reaksi ini tidak hanya berupa pidana akan tetapi juga apa yang disebut tindakan, yang bertujuan untuk melindungi masyarakat dari perbuatan-perbuatan yang merugikannya”.

c. Anak

Anak adalah anak yang dalam perkara Anak Nakal telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum kawin ( Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997).

d. Tindak Pidana/Perbuatan Pidana

(23)

hukum, larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa melanggar larangan tersebut.

e. Penyalahgunaan

Penyalahgunaan adalah tindakan seseorang maupun badan hukum yang menggunakan/memproduksi/mengedarkan/menyimpan tanpa hak atau melawan hukum (Penjelasan Pasal 1 butir 15 Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika).

f. Narkotika

Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang ini (Penjelasan Pasal 1 butir 1 Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika).

E. Sistematika Penulisan

(24)

I. PENDAHULUAN

Bab ini merupakan pendahuluan yang memuat latar belakang penulisan. Dari uraian latar belakang ditarik suatu pokok permasalahan dan ruang lingkupnya, tujuan dan kegunaan dari penulisan, kerangka teoritis dan konseptual serta menguraikan tentang sistematika penulisan. Dalam uraian bab ini dijelaskan tentang latar belakang tindak pidana penyalahgunaan Narkotika oleh anak.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini menjelaskan tentang pengantar pemahaman pada pengertian-pengertian umum serta pokok bahasan. Dalam uraian bab ini lebih bersifat teoritis yang nantinya digunakan sebagai bahan studi perbandingan antara teori yang berlaku dengan kenyataannya dan yang berlaku dalam praktek. Adapun garis besar dalam bab ini adalah menjelaskan tentang tinjauan mengenai pengertian anak dan anak nakal, pengertian Narkotika, pengertian tindak pidana anak, jenis-jenis sanksi pidana dan tindakan bagi anak nakal, teori tentang dasar pertimbangan Hakim dalam menjatuhi pidana.

III. METODE PENELITIAN

Bab ini memuat pendekatan masalah, sumber dan jenis data, prosedur pengumpulan dan pengolahan data serta tahap terakhir yaitu analisis data.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

(25)

mengetahui penjatuhan sanksi pidana terhadap anak yang melakukan tindak pidana penyalahgunaan Narkotika, dan untuk mengetahui dasar pertimbangan hakim dalam memberikan sanksi pidana terhadap anak yang melakukan tindak pidana penyalahgunaan Narkotika (Studi Perkara Nomor 892/Pid.SUS (A)/2011/ PN.TK).

V. PENUTUP

(26)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Anak dan Anak Nakal

Anak dalam pengertian yang umum tidak saja mendapat perhatian dalam bidang ilmu pengetahuan, tetapi dapat juga ditelaah dari sisi pandang sentralis kehidupan. Seperti agama, hukum dan sosiologisnya yang menjadikan pengertian anak semakin rasional dan aktual dalam lingkungan sosial. Dalam masyarakat, kedudukan anak memiliki makna dari subsistem hukum yang ada dalam lingkungan perundang-undangan dan subsistem sosial kemasyarakatan yang universal.

Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpatisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak mempertegas tentang pengertian anak di mana di dalam Pasal 1 angka (1) disebutkan bahwa :

(27)

dikategorikan anak nakal sehingga dari sisi hukum ia belum dapat dimintai pertanggungjawaban, sebaliknya apabila sudah mencapi umur 8 (delapan) tahun sampai 18 (delapan belas) tahun dapat dimintai pertanggungjawaban atas perbuatan yang dilakukannya, kemudian apabila anak tersebut sebelum umur 18 (delapan belas) tahun sudah kawin maka bukan dikategorikan anak dan proses peradilan melalui peradilan umum bukan peradilan anak”.

Pengertian Anak Nakal berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka (2) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak disebutkan bahwa anak nakal adalah :

a. Anak yang melakukan tindak pidana; atau

b. Anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak, baik menurut peraturan perundang-undangan maupun menurut peraturan hukum lain yang hidup dan berlaku dalam masyarakat bersangkutan.

B. Pengertian Narkotika

Secara etimologis narkotika berasal dari bahasa Inggris narcose atau narcosis yang berarti menidurkan atau pembiusan. Narkotika berasal dari bahasa Yunani yaitu narke atau narkum yang berarti terbius sehingga tidak merasakan apa-apa. Narkotika berasal dari kata narcotic yang artinya sesuatu yang dapat menghilangkan rasa nyeri dan efek stupor (bengong), bahan-bahan pembius dan obat bius. Secara terminologi, narkoba atau narkotika adalah obat yang dapat menenangkan syaraf, menghilangkan rasa sakit, menimbulkan rasa mengantuk dan sebagainya (Kamus Istilah Narkotika, BNN-2006: 19).

(28)

lama dalam keadaan masih sadar serta menimbulkan indikasi kecanduan (Kamus Istilah Narkotika, BNN-2006: 19).

Berdasarkan ketentuan Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 menjelaskan bahwa Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintesis maupun semisintesis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan keasadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan kedalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang ini. Sesuai dengan Pasal 6 Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, narkotika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 digolongkan ke dalam Narkotika Golongan I, Narkotika Golongan II, Narkotika Golongan III.

C. Pengertian Tindak Pidana Anak

Secara etimologis pengertian tindak pidana anak (crime juvenile delinquency) dapat dijabarkan bahwa tindak pidana anak adalah perbuatan jahat yang dilakukan oleh anak-anak sebagaimana perbuatan tersebut bertentangan dengan ketentuan norma maupun peraturan perundang-undangan.

Sehubungan dengan hal itu, B. Simanjuntak (Tolib Setiady, 2010: 176) memberikan tinjauan secara sosiokultural tentang pengertian tindak pidana anak yaitu:

(29)

pidana dan pelanggaran-pelanggaran terhadap kesusilaan yang dilakukan oleh anak-anak.

Berkaitan dengan teori di atas, Romli Atmasasmita (Tolib Setiady, 2010: 176) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan tindak pidana anak adalah setiap perbuatan atau tingkah laku seorang anak dibawah umur 18 tahun dan belum kawin yang merupakan suatu delik terhadap norma-norma yang berlaku serta dapat membahayakan perkembangan pribadi anak tersebut.

Sehubungan dengan hal di atas, Kartini Kartono (Tolib Setiady, 2010: 177) berpendapat bahwa tindak pidana anak adalah perilaku jahat (dursila), atau kejahatan anak-anak yang merupakan gejala sakit (patologi) secara sosial pada anak-anak dan remaja yang disebabkan oleh suatu bentuk pengabaian sosial sehingga mereka itu mengembangkan bentuk pengabaian tingkah laku yang menyimpang.

Berdasarkan beberapa pengertian tindak pidana anak di atas secara umum pengertian tindak pidana adalah suatu tindakan atau perbuatan yang dilakukan oleh seorang anak yang dianggap bertentangan dengan ketentuan norma dan hukum yang berlaku di suatu Negara dan yang oleh masyarakat itu sendiri dirasakan serta ditafsirkan sebagai perbutan tercela (menyimpang).

D. Jenis-Jenis Sanksi Pidana dan Tindakan Bagi Anak Nakal

(30)

khususnya yang berkaitan dengan tindak pidana yang dilakukan oleh anak, dengan adanya UU Pengadilan Anak, menjadi acuan pula dalam perumusan Konsep KUHP Tahun 2011 berhubungan dengan pidana dan tindak pidana bagi anak. Dengan demikian, tidak akan ada tumpang tindih atau saling bertentangan.

UU Pengadilan Anak menyatakan bahwa anak adalah orang yang dalam perkara anak nakal telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin (Pasal 1 angka 1 UU Pengadilan Anak), yang dimaksud anak nakal adalah :

a. Anak yang melakukan tindak pidana, atau

b. Anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak baik menurut peraturan perundang-undangan maupun menurut peraturan hukum lain yang hidup dan berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.

Sehubungan dengan hal tersebut, jika dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan maka status anak nakal tersebut berdasarkan putusan pengadilan dapat sebagai anak pidana atau anak negara. Disebut anak pidana yaitu anak yang berdasarkan putusan pengadilan menjalani pidana di Lembaga Pemasyarakatan (LP) paling lama sampai berumur 18 (delapan belas) tahun. Kemudian sebagai anak negara yaitu anak yang berdasarkan putusan pengadilan diserahkan pada Negara untuk dididik dan ditempatkan di LP anak paling lama sampai berumur 18 (delapan belas) tahun.

(31)

Ketentuan dalam Pasal 23 Ayat (2) dan Ayat (3) UU Pengadilan Anak mengatur tentang pidana pokok dan pidana tambahan bagi anak nakal.

1. Pidana Pokok

Pidana pokok yang dijatuhkan kepada Anak Nakal ialah : a. Pidana penjara,

b. Pidana kurungan, c. Pidana denda, atau d. Pidana pengawasan.

2. Pidana Tambahan

Selain pidana pokok sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) terhadap Anak Nakal dapat juga dijatuhkan pidana tambahan, berupa :

a. Perampasan barang-barang tertentu, dan atau b. Pembayaran ganti kerugian.

Berdasarkan ketentuan Pasal 24 Ayat (1) UU Pengadilan Anak tindakan yang dapat dijatuhkan kepada Anak Nakal ialah:

a. Mengembalikan kepada orang tua, wali atau orang tua asuh,

b. Menyerahkan kepada negara untuk mengikuti pendidikan, pembinaan, dan latihan kerja, atau

c. Menyerahkan kepada Departemen Sosial, atau organisasi Sosial Kemasyarakatan yang bergerak di bidang pendidikan, pembinaan dan latihan kerja.

(32)

terhadap anak yang dijatuhi tindakan maupun secara tidak langsung melalui orang tua, wali atau orang tua asuhnya agar anak tersebut tidak mengulangi perbuatannya. Syarat tambahan itu misalnya kewajiban untuk melapor secara periodik kepada pembimbing kemasyarakatan didasarkan pada penjelasan Pasal 24 Ayat (2) UU Pengadilan Anak.

Penjatuhan tindakan yang dilakukan oleh hakim dilakukan kepada anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak menurut peraturan perundang-undangan. Namun, terhadap anak yang melakukan tindak pidana, hakim menjatuhkan pidana pokok dan atau pidana tambahan atau tindakan. Pada segi usia, pengenaan tindakan terutama bagi anak yang masih berusia 8 (delapan) tahun sampai 12 (dua belas) tahun. Terhadap anak yang telah melampaui umur diatas 12 (dua belas) tahun sampai 18 (delapan belas) tahun dijatuhkan pidana. Hal ini dilakukan mengingat pertumbuhan dan perkembanagn fisik, mental dan sosial anak.

Jenis tindakan yang dapat dijatuhkan kepada Anak Nakal berdasarkan UU Pengadilan Anak Pasal 24 Ayat (1) ternyata lebih sempit (sedikit) dibandingkan dengan rumusan Konsep KUHP Tahun 2011. Rumusan pengenaan tindakan terhadap anak (Pasal 132 Konsep KUHP Tahun 2011) adalah:

a. Pengembalian kepada orang tua, wali atau pengasuhnya, b. Pengembalian kepada pemerintah atau seseorang,

c. Keharusan mengikuti suatu latihan yang diadakan oleh pemerintah atau badan swasta,

(33)

E. Teori tentang Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhi Pidana

Berkaitan dengan hal tersebut, selain mencakup teori tujuan pemidanaan dan teori pedoman pemidanaan, dalam usaha pembaharuan hukum pidana di Indonesia juga mengedepankan aspek-aspek sosial kemanusiaan dan hak asasi manusia dengan menerapkan beberapa teori-teori dasar pertimbangan hakim. Adapun teori-teori yang berkaitan dengan dasar pertimbangan hakim dalam memutus perkara dalam sidang pengadilan antara lain:

a. Teori Kepastian Hukum

Teori kepastian hukum memberikan penjelasan bahwa segala macam bentuk kejahatan dan pelanggaran harus di berikan sanksi tegas berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang mengaturnya. Dalam teori ini sangat berhubungan erat dengan asas legalitas dalam hukum pidana, bahwa setiap tindak pidana yang diatur dalam perundang-undangan harus diproses dalam sistem peradilan pidana guna menjamin kepastian hukum.

b. Teori Kemanfaatan

(34)

c. Teori Keadilan

Teori keadilan menjelaskan bahwa dalam menegakkan hukum seorang Hakim juga harus memperhatikan teori keadilan hukum dan juga harus melihat fakta kongkret dalam persidangan. Karena melihat rasa keadilan tidak tepat apabila terdakwanya semata-mata bukan atas dasar niat jahat dan sudah berusia lanjut, di bawah umur atau karena suatu keadaan tertentu yang sepatutnya tidak diganjar dengan hukuman pidana penjara maka Hakim harus dapat memberikan pertimbangan sesuai dengan rasa keadilan. Nilai hukum dan rasa keadilan Hakim jauh lebih diutamakan dalam mewujudkan hukum yang berkeadilan.

Pasal 1 Ayat (1) KUHP menyatakan bahwa tiada suatu perbuatan dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan perundang-undangan pidana yang telah ada sebelumnya. Jelas bahwa dalam menjatuhkan pidana kepada seseorang, maka hukum pidana hanya dijatuhkan bila perbuatan tersebut telah diatur dalam ketentuan perundang-undangan.

Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang pokok kekuasaan kehakiman, menyebutkan:

Ketentuan Pasal 4 menjelaskan bahwa:

1. Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang 2. Pengadilan membantu pencari keadilan dan berusaha mengatasi segala

(35)

Ketentuan Pasal 6 menjelaskan bahwa:

1. Tidak seorang pun dapat dihadapkan di depan pengadilan selain daripada yang ditentukan oleh undang-undang.

2. Tidak seorang pun dapat dijatuhi pidana, pembuktian yang sah menurut undang-undang seseorang yang dianggap dapat bertanggungjawab atas perbuatan yang didakwakan atas dirinya.

Ketentuan Pasal 7 menjelaskan bahwa :

“Tidak seorang pun dapat dikenakan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan, selain atas perintah tertulis oleh kekuasaan yang sah dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang”.

Ketetuan Pasal 8 menjelaskan bahwa :

“Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, dan/atau dihadapkan di depan pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan telah

memperoleh kekuatan hukum tetap”.

(36)

nyata kebenarannya. Bahkan tidak sedikit yang berlandaskan pertimbangan-pertimbangan kemanusiaan, agama, adat dan filsafat hukum.

Persoalannya sekarang, apakah putusan-putusan hakim itu merupakan sumber hukum dalam arti formal. Menurut pendapat L.J Van Apeldoorn (Barda Nawawi, 2002:11) dalam bukunya “Philosophy of Law”menjelaskan bahwa:

“...yurisprudensi tidak dapat dijadikan sumber hukum, karena keputusan hakim yang diikuti terus-menerus oleh hakim lainnya mengenai suatu perkara yang sama tidak dapat menjadi sumber hukum formal. Putusan itu hanya berfungsi membantu terbentuknya hukum material”.

Berkaitan dengan hal itu, menurut Bellefroid (Barda Nawawi, 2002: 14) dalam

bukunya “Philosophy of Law”menjelaskan bahwa:

“Putusan hakim sebagai sumber hukum formal. Sifat kewibawaan hakim berlainan dan lebih rendah derajatnya dari pembentuk undang-undang. Namun demikian, hakim mempunyai kewibawaan yang merupakan kenyataan yang harus diakui”.

Menurut Supomo (Dedi Soemardi, 2002: 50) dalam bukunya berjudul Hukum Acara perdata Pengadilan Negeri, menjelaskan bahwa :

(37)
(38)

III. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Masalah

Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan cara menganalisanya (Soerjono Soekanto, 1986: 43).

Pendekatan yang digunakan dalam pembahasan penulisan penelitian ini adalah pendekatan secara yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris. Pendekatan secara yuridis normatif yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara melihat dan menelaah penjatuhan sanksi pidana terhadap anak yang melakukan tindak pidana penyalahgunaan Narkotika (Studi Putusan Nomor: 892/Pid.SUS (A)/2011/ PN.TK). Selain itu juga pendekatan ini dilakukan melalui penelitian kepustakaan dengan cara mempelajari terhadap hal-hal yang bersifat teoritis yang menyangkut asas hukum, konsepsi, pandangan, peraturan-peraturan hukum serta hukum yang berkaitan dengan permasalahan dalam skripsi ini.

(39)

terhadap anak yang melakukan tindak pidana penyalahgunaan Narkotika (Studi Putusan Nomor: 892/Pid.SUS (A)/2011/ PN.TK).

B. Sumber dan Jenis Data

Jenis data dapat di lihat dari sumbernya, dapat dibedakan antara data yang diperoleh langsung dari masyarakat dan data yang diperoleh dari bahan pustaka (Soerjono Soekanto, 1986: 11).

Data yang dipergunakan dalam penelitian ini bersumber pada dua jenis, yaitu: 1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari observasi di lapangan. Dalam rangka penelitian lapangan terutama yang menyangkut pokok bahasan skripsi ini. Dalam hal ini data diperoleh dengan melakukan wawancara terhadap aparat penegak hukum yang terkait dengan penjatuhan sanksi pidana terhadap anak yang melakukan tindak pidana penyalahgunaan Narkotika (Studi Putusan Nomor: 892/Pid.SUS (A)/2011/ PN.TK).

2. Data Sekunder

Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari studi kepustakaan dengan cara membaca, mengutip dan menelaah peraturan perundang-undangan, buku-buku, dokumen, kamus, artikel dan literatur hukum lainnya yang berkenaan dengan permasalahan yang akan dibahas, yang terdiri dari :

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Dalam hal ini bahan hukum primer terdiri dari :

(40)

2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP.

3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. 4. Undang-Undang Nomor 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak. 5. Undang-Undang Nomor 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak.

6. Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009 tentang Pokok Kekuasaan Kehakiman

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu dalam menganalisa serta memahami bahan hukum primer, seperti literatur dan norma-norma hukum yang berhubungan dengan masalah yang di bahas dalam skripsi ini. Bahan hukum sekunder penelitian ini meliputi Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang Nomor: 892/Pid.SUS (A)/2011/ PN.TK, Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

(41)

C. Penentuan Populasi dan Sampel

Kajian lebih lanjut penentuan populasi dan sampel sangat penting dalam penelitian. Menurut Soerjono Soekanto (1986: 172) yang dimaksud dengan populasi adalah sejumlah manusia atau unit yang mempunyai ciri-ciri dan karakteristik yang sama. Dalam penelitian ini yang dijadikan populasi adalah pihak-pihak yang berkaitan dengan penegakan hukum pidana terhadap permasalahan yang terkait dengan penjatuhan sanksi pidana terhadap anak yang melakukan tindak pidana penyalahgunaan Narkotika (Studi Putusan Nomor: 892/Pid.SUS (A)/2011/ PN.TK). Penentuan populasi dalam penelitian ini adalah: Hakim, Jaksa, serta Akademisi.

(42)

Adapun Responden dalam penelitian ini sebanyak 6 (enam) orang, yaitu: 1. Jaksa Fungsional Kejaksaan Negeri Bandar Lampung = 2 orang 2. Hakim Pengadilan Negeri Kelas I A Tanjung Karang = 2 orang 3. Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung = 2 orang +

Jumlah = 6 orang

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

1. Prosedur Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penulisan skipsi ini, dilakukan dengan menggunakan dua cara sebagai berikut, yaitu:

a. Studi Kepustakaan (Library Research)

Studi kepustakaan merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan penulis dengan maksud untuk memperoleh data sekunder dengan cara membaca, mencatat dan mengutip dari berbagai literatur, perundang-undangan, buku-buku, media massa dan bahasa tertulis lainnya yang ada hubungannya dengan penelitian yang dilakukan.

b. Studi Lapangan (Field Research)

(43)

2. Pengolahan Data

Setelah data terkumpul, baik studi kepustakaan maupun studi lapangan, maka data diproses melalui pengolahan data dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Editing, yaitu memeriksa kembali kelengkapan, kejelasan, dan relevansi dengan penelitian.

b. Klasifikasi data yaitu mengklasifikasi/mengelompokkan data yang diperoleh menurut jenisnya untuk memudahkan dalam menganalisis data. c. Sistematisasi data, yaitu malakukan penyusunan dan penempatan data

pada setiap pokok secara sistematis sehingga mempermudah interpretasi data dan tercipta keteraturan dalam menjawab permasalahan.

E. Analisis Data

(44)

V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan maka dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut:

1. Penjatuhan sanksi pidana terhadap anak yang melakukan tindak pidana penyalahgunaan Narkotika adalah berpedoman pada Undang-Undang dan unsur-unsur yang terpenuhi atas perbuatan yang dilakukan serta bertolak dari keadaan pribadi terdakwa sehingga berdasarkan hal tersebut sebagaimana azas

(45)

anak-anak yakni berusia 13 tahun maka hal ini tentunya mensyaratkan mengenai bentuk rehabilitasi dan pembinaan khusus terhadap terdakwa untuk menghindari pengaruh negatif terhadap anak dalam lingkungan penjara, tetapi secara komprehensif penjatuhan hukuman pidana penjara dinilai Hakim sudah sesuai dengan tujuan pemidanaan.

2. Dasar pertimbangan hakim dalam memberikan sanksi pidana terhadap anak yang melakukan tindak pidana penyalahgunaan Narkotika dalam Perkara Nomor 892/Pid.SUS (A)/2011/ PN.TK adalah dakwaan jaksa, tujuan pemidanaan, hal-hal yang meringankan dan memberatkan, majelis hakim cenderung tidak menjatuhkan pidana maksimum, harapan pelaku tidak mengulangi perbuatannya, motif tindak pidana, sikap pelaku setelah melakukan tindak pidana penyalahgunaan Narkotika, akibat yang ditimbulkan, serta aplikasi teori-teori yang berkaitan dengan dasar pertimbangan hakim dalam memutus perkara dalam sidang pengadilan yakni kepastian hukum, kemanfaatan dan keadilan hukum. Hakim juga sepenuhnya memperhatikan ketentuan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 dan Pasal 182 Ayat (6) , Pasal 183, Pasal 184 KUHAP.

B. Saran

(46)

1. Hakim dalam memberikan pertimbangan, harus lebih mempertimbangkan keadaan pelaku yang masih anak-anak maka hal ini tentunya mensyaratkan mengenai bentuk rehabilitasi dan pembinaan khusus terhadap pelaku untuk dapat mengembangkan kontrol diri dan untuk menghindari pengaruh negatif terhadap anak yakni stigma mental dan perilaku yang tertekan dalam lingkungan penjara.

(47)

Oleh

Retno Dwi Astrini

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA HUKUM

Pada

Bagian Hukum Pidana

Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(48)

(Skripsi)

RETNO DWI ASTRINI

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(49)

Halaman I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah dan Ruang Lingkup ... 10

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian... 11

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual... 12

E. Sistematika Penulisan ... 21

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Anak dan Anak Nakal ... 24

B. Pengertian Narkotika ... 25

C. Pengertian Tindak Pidana Anak ... 26

D. Jenis-Jenis Sanksi Pidana dan Tindakan Bagi Anak Nakal ... 27

E. Teori tentang Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhi Pidana.. ... 31

III.METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah ... 36

B. Sumber dan Jenis Data ... 37

C. Penentuan Populasi dan Sampel... 39

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 40

(50)

B. Penjatuhan Sanksi Pidana terhadap Anak yang Melakukan Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika ... 44 C. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Memberikan Sanksi Pidana terhadap

Anak yang Melakukan Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika... 62

V. PENUTUP

A. Kesimpulan ... 77 B. Saran ... 78

(51)

Hamzah, Andi. 1999.Hukum Acara Pidana Indonesia. Sinar Grafika. Jakarta. Kartosapoetra, Rein. 1988. Pengantar Ilmu Hukum Lengkap. Bina Aksara.

Jakarta.

Kamus Istilah Narkotika. 2007. Badan Narkotika Nasional. Jakarta.

Muhammad, Abdulkadir. 2004. Hukum dan Penelitian Hukum. Citra Aditya Bakti. Bandung.

Nawawi Arif, Barda. 2002. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana. Citra Aditya Bakti. Bandung.

_________________. 2010. Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana Dalam Penanggulangan Kejahatan. Kencana. Jakarta.

Purnomo, Bambang. 1996. Teori Pertanggungjawaban Pidana. Sinar Grafika. Jakarta.

Rifai, Ahmad. 2011.Penemuan Hukum oleh Hakim. Sinar grafika. Jakarta.

Saleh, Roeslan. 1999. Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana. Aksara Baru. Jakarta.

Setiady, Tolib. 2010. Pokok-Pokok Hukum Penitensier Anak Indonesia. Alfabeta. Bandung.

Soemardi, Dedi. 2002. Hukum Acara Perdata Pengadilan Negeri. Sinar Grafika. Jakarta

Singarimbun, Masri dan Effendi, Sofian. 1989.Metode Penelitian Survey. Jakarta Soemitro, Ronny Hanitijo. 1990. Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri.

Ghalia Indonesia. Jakarta.

Soekanto, Soerjono. 1986.Pengantar Penelitian Hukum. UI Press. Jakarta.

(52)

Universitas Lampung. 2009. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Universitas Lampung Press. Bandar Lampung.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Undang-Undang Nomor 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak Undang-Undang Nomor 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak

Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009 tentang Pokok Kekuasaan Kehakiman Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan

(53)

Assalammu’alaikum Wr. Wb.

Dengan mengucap Alhamdulillahirrobbil‘alamin, segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul“Analisis Penjatuhan Sanksi Pidana Terhadap Anak Yang Melakukan Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika (Studi Perkara Nomor 892/Pid.SUS (A)/2011/PN.TK)”. Sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada Program Strata Satu (S1) Fakultas Hukum Universitas Lampung.

Dalam penyelesaian Skripsi ini penulis banyak mendapatkan bantuan dan saran dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih yang setulus-tulusnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Sugeng P. Harianto, M.S., selaku Rektor Universitas Lampung.

2. Bapak Dr. Heryandi, S.H, M.S., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung.

3. Ibu Diah Gustiniati M, S.H, M.H., selaku Ketua Bagian Hukum Pidana pada Fakultas Hukum Universitas Lampung.

(54)

5. Ibu Firganefi, S.H, M.H., dan Ibu Rini Fathonah, S.H, M.H., selaku Pembahas I dan Pembahas II yang telah memberikan kritik, saran dan masukan terhadap Skripsi penulis.

6. Bapak Abdul Muthalib Tahar, S.H, M.H., selaku Pembimbing Akademik penulis selama penulis menjadi mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung.

7. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah mencurahkan ilmu pengetahuannya kepada penulis selama penulis tercatat sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung.

8. Seluruh staf dan karyawan Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah memberikan andil bagi lancarnya semua urusan administrasi penulis.

9. Seluruh staf Pengadilan Negeri Tanjung Karang yang telah memberikan bantuan selama penulis melakukan penelitian dalam penyelesaian skripsi. 10. Seluruh staf Kejaksaan Negeri Bandar Lampung yang telah memberikan

bantuan selama penulis melakukan penelitian dalam penyelesaian skripsi. 11. Kedua orang tuaku Ayahanda Hadi Amwali dan Ibunda Dwi Haryanti yang

telah mendo’akanku dan memberikan motivasi untuk penulisan skripsi ini

hingga selesai dan mencapai keberhasilanku.

(55)

Skripsi.

14. Bapak Henry Tobing selaku pimpinan PT Golden Sari (Chemical Industry), Bapak Heri Hartanto, Bapak Sudirman, dan rekan kerjaku Mba Evi, Mba Yani, Mba Yana, Ci Ida, Sendi, Mba Atid, Resti, Eka, serta seluruh rekan kerjaku yang tidak dapat aku sebutkan satu persatu yang telah banyak memberikan motivasi hingga terselesaikan skripsi ini.

15. Teman-temanku Desi, Rocie, Dwi, Fitra, Rahmat, Yudi, Iyan, Erwin, Firdan, Eka, Sinta, Aning, Ririn, serta seluruh teman-temanku yang tidak dapat aku sebutkan satu persatu yang selama ini telah memberikan motivasi hingga terselesaikan skripsi ini.

16. Dan ALMAMATER-KU tercinta.

Penulis menyadari bahwa penulisan Skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan, oleh karena itu segala saran dan kritik yang membangun, penulis terima dengan senang hati semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan semua pembaca pada umumnya.

Wassalammualaikum Wr.Wb.

Bandar Lampung, Mei 2012 Penulis

(56)

MOTTO

Kebanggaan kita yang terbesar adalah bukan tidak pernah

gagal, tetapi bangkit kembali setiap kali kita jatuh.

(Confusius)

(57)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua :Diah Gustiniati M, S.H., M.H. ...

Sekretaris/Anggota :Gunawan Jatmiko, S.H., M.H. ...

Penguji Utama :Firganefi, S.H., M.H. ...

2. Dekan Fakultas Hukum

Dr. Heryandi, S.H., M.S. NIP. 19621109 198703 1 003

(58)

PERSEMBAHAN

Bismillahirrohmannirrohim

Kupersembahkan skripsi ini untuk orang-orang yang berarti dalam hidupku dimana dukungan moril dan materiilnya tidak dapat dinilai dengan suatu harga apapun :

1. Agama Islam sebagai pedoman dalam hidupku.

2. Kepada kedua orang tuaku tercinta, Ayahanda Hadi Amwali dan Ibunda Dwi Haryanti yang selalu mendo’akan dan menanti keberhasilanku.

3. Kepada saudara-saudaraku yang selalu aku banggakan, Kakakku tercinta Mba Ina dan Mas Eko, Adikku tercinta Puput serta Om Agung, Tante Lisa dan dede Onel.

4. Keponakanku tersayang Nanda Nabila Fauziah.

5. Khusus untuk seseorang yang ku sayangi dan telah memberikan dukungan serta semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi.

6. Buat semua teman-temanku yang membuat hidupku terasa indah dan bermakna.

(59)

(Studi Perkara Nomor 892/Pid.SUS (A)/2011/PN.TK) Nama Mahasiswa : Retno Dwi Astrini

No.Pokok Mahasiswa : 0642011317 Bagian : Hukum Pidana Fakultas : Hukum

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

Diah Gustiniati M, S.H., M.H. Gunawan Jatmiko, S.H., M.H. NIP. 19620817 198703 2 003 NIP. 19600406 198903 1 003

2. Ketua Bagian Hukum Pidana

(60)

Riwayat Hidup

Retno Dwi Astrini dilahirkan di Magelang, Jawa Tengah pada tanggal 01 Januari 1985, anak kedua dari tiga bersaudara merupakan putri dari pasangan ayahanda Hadi Amwali dan ibunda Dwi Haryanti.

Penulis menyelesaikan pendidikan formal pada Sekolah Dasar Negeri (SDN) Abadi Jaya I Depok pada tahun 1997, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) Pembina 2 Kotabumi pada tahun 2000, Sekolah Menengah Umum Negeri (SMUN) 2 Kotabumi pada tahun 2003 serta menyelesaikan pendidikan non formal pada LPP Master Komputer Bandar Lampung pada tahun 2004.

Referensi

Dokumen terkait

Dan nilai-nilai yang yang terkandung dari diadakannya pengajian kliwonan ini yaitu nilai sosial budaya yang dapat mempererat tali silaturrahmi antar masyarakat

Softcopy proposal lengkap dalam format PDF ( 1 proposal lengkap dengan maksimum besar file 5 MB ) diunggah oleh pengusul secara mandiri. Dalam proposal lengkap tersebut juga telah

Tujuan dari penelitian ini adalah (1) Untuk mengetahui tingkat keterampilan proses sains peserta didik yang diajar dan yang tidak diajar dengan model pembelajaran project

Oleh karena itulah, penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menge- tahui perbedaan hasil kualitas hidup antara berbagai metode manajemen nyeri pada pasien nyeri

Hal tersebut menunjukan bahwa hipotesis yang diajukan peneliti, yaitu hubungan positif antara servant leadership dengan komitmen organisasi pada perawat RSUD RAA

Berdasarkan pada hasil analisis dan pembahasan, maka kesimpulan pada penelitian ini adalah : (1) Untuk dimensi percaya diri berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa

• Ketika dianalisis secara lebih rinci pada empat kriteria utama yang harus dimiliki oleh capres-cawapres, pemilih menyebut menyebut SBY-Boediono yang paling punya integritas

1. Media big book adalah buku bacaan yang berkarakteristik khusus, yaitu berisi tulisan dan gambar yang dibesarkan sehingga memudahkan peserta didik untuk membacanya dan