• Tidak ada hasil yang ditemukan

Selection and characterization of indigeneous freshwater micro algae as the carbohydrates producer for renewable energy

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Selection and characterization of indigeneous freshwater micro algae as the carbohydrates producer for renewable energy"

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

SELEKSI DAN KARAKTERISASI GANGGANG MIKRO INDIGEN

AIR TAWAR SEBAGAI PENGHASIL KARBOHIDRAT

UNTUK ENERGI TERBARUKAN

SRI MUMPUNI NGESTI RAHAJU

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI

DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi dengan judul “Seleksi dan Karakterisasi Ganggang Mikro Indigen Air Tawar sebagai Penghasil Karbohidrat untuk Energi Terbarukan” adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal dan dikutif dari karya tulis yang diterbitkan atau tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2013 Sri Mumpuni Ngesti Rahaju

(3)

ABSTRACT

SRI MUMPUNI NGESTI RAHAJU, Selection and Characterization of Indigeneous Freshwater Micro Algae as the Carbohydrates Producer for Renewable Energy. Supervised by: Dwi Andreas Santosa, Mohamad Yani and Surjono H. Sutjahjo

The objective of this research is to explore and isolate indigenous micro algae that have a high carbohydrate producer as potentially for bioethanol production. The exploration from indigenous fresh water fifteen micro algae carried out in a BG 11 media and resulted four different types of micro algae such as ICBB-CC (9111, 9112, 9114 and 6354 PLB). By morpholgical identification, they were identified as Crucigenia quadrata, Scenedesmus bijuga, Chlorella vulgaris, and Chlorella vulgaris respectively. They were cultivated in a 5 L reactor using three types media of BG 11, MBM and PHM. The fastest growing isolate was ICBB 9111 of C. quadrata in MBM medium. The production biomassa of four isolates were developed in the raceway of 90-100L using MBM modifications medium with TSP aims , because of media has a value of optical density (OD) which increased from 0.09 to 0,200 within 3 (three) days. Harvesting is done from the OD value ≥ 0.6 continuously and harvesting stopped at OD values ≤ 0.5. Harvesting by means of filtration and drying naturally at room temperature. Temperature micro algae in ponds ranging channel 30-35 oC and maintained volume in such a way as early cultivation (by adding water to take advantage of existing nutrients). Production of dried-biomass/L/d and the results of the proximate analysis of carbohydrates into four isolates : Crucigenia quadrata ICBB 9111, Scenedesmus bijuga ICBB 9112, Chlorella vulgaris ICBB 9114 and Chlorella vulgaris PLB 6354) is 0,038 (42.27% dry weight), 0,035 (21.30% dry weight), 0.019 (16.66% dry weight) and 0,018 (17.22% dry weight). Production of dry biomass / L / day and the results of the proximate analysis of carbohydrates into four isolates ICBB-CC (9111, 9112, 9114 and 6354 PLB) is 0,038 (42.27% dry weight), 0,035 (21.30% dry weight), 0.019 (16.66% dry weight) and 0,018 (17.22% dry weight). Result of the selection of four types of micro algae ICBB-CC (9111, 9112, 9114 and 6354 PLB,) with modifications MBM TSP aims to get local micro algae isolates that have high carbohydrate content potentially for the production of ethanol.Optimal conditions for hydrolysis process 48 hours using a commercial enzyme that includes two stages: liquefaction process using enzymes α-amylase 600U at 95 ° C with a pH of 6 while for the saccharification process using enzymes amiloglukosidase 145U at a temperature of 60 ° C, pH 4.5 and 120 rpm rotation .Ethanol content of 40-hour fermented using S. Cerevisiae each sample, namely: 9111 amounted to 50.47 ppm, 105.86 ppm for 9112, 9114 amounted to 53.38 ppm and 41.17 ppm of PLB 6354.

(4)

RINGKASAN

SRI MUMPUNI NGESTI RAHAJU, Seleksi dan Karakterisasi Ganggang Mikro Indigen Air Tawar Sebagai Penghasil Karbohidrat untuk Energi Terbarukan. Dibawah Bimbingan: Dwi Andreas Santosa, Surjono H. Sutjahjo, M.Yani.

Peningkatan pertumbuhan ekonomi serta populasi dengan segala aktivitasnya akan meningkatkan kebutuhan energi disemua sektor pengguna energi. Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral (2006) mencatat terjadinya pertumbuhan yang cukup substansial dalam permintaan energi final (termasuk biomassa) di Indonesia pada kurun waktu 1990-2005, yaitu dengan rata-rata pertumbuhan konsumsi sebesar 4,08% per tahun. Energi memainkan peran yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat, karena energi merupakan parameter penting bagi pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Hampir semua sektor kehidupan (industri, rumah tangga, transportasi, jasa, dan lain-lain) tidak bisa dipisahkan dari sektor energi. Peningkatan kebutuhan energi tersebut harus didukung adanya pasokan energi jangka panjang secara berkesinambungan, terintegrasi dan ramah lingkungan. Mengingat potensi sumberdaya minyak bumi semakin menurun dan kapasitas kilang di dalam negeri yang terbatas maka perlu bahan bakar alternatif untuk substitusi Bahan Bakar Minyak (BBM).

Biofuel yang sudah dikembangkan sebagai substitusi BBM saat ini adalah biodiesel dan bioetanol. Bioetanol adalah bahan bakar substitusi bensin (gasolin) yang berasal dari pengolahan (hidrolisis dan fermentasi) glukosa atau karbohidrat. Penggunaan Bahan Bakar Nabati (BBN) di Indonesia dan pemasarannya secara umum sudah mulai dilakukan sejak tahun 2006. Indonesia negara yang dikenal sebagai pusat keanekaragaman hayati dunia,

mempunyai potensi sumber bahan bakar alam (biofuel) berpeluang untuk mengembangkan energi alternatif terbarukan antara lain bioetanol.

Target penggunaan gasohol tahun 2011-1015 sebesar 3 % dari konsumsi bensin dan ditingkatkan menjadi 5 % pada periode tahun 2016-2025. Pencapaian target 5 % tersebut harus didukung dengan penelitian dan pengembangan bahan biomassa dengan kadar pati yang potensial diantaranya ganggang mikro sebagai bahan baku bioetanol dan bahan bakar (ESDM 2005). Potensi ganggang mikro yang berada dalam perairan baik tawar maupun asin masih banyak yang belum terkuak. Makhluk hidup yang digolongkan sebagai tumbuhan tingkat rendah berklorofil dan membentuk koloni ini diyakini mempunyai kandungan minyak yang sangat besar.

(5)

kandungan biomassa paling cepat yang dipilih untuk dikembangkan di kolam kanal. Media MBM kombinasi pupuk TSP dilakukan karena TSP merupakan sumber fosfat yang murah dan mudah didapatkan. Pemanenan biomassa ganggang mikro dilakukan secara gravitasi dimulai dengan nilai OD ≥ 0,5 secara terus-menerus sampai OD < 0,5 (konsentrasi nutrien pada media pertumbuhan menurun dan hasil panen semakin menurun). Identifikasi dilakukan untuk mengetahui jenis ganggang mikro yang terseleksi, yaitu : (1) Dengan pengamatan morfologi menggunakan mikroskop perbesaran 400 x dan buku identifikasi Toshiniko Mizuno “Halustrations of The Fresh water Plankton of Japan”,1970 di Limnologi LIPI – Cibinong. Hasil identifikasi. (2) Analisis DNA. ). Hasil identifikasi morfologi ke empat isolat terpilih ICBB-CC (9111, 9112, 9114 dan PLB 6354) masing-masing sebagai Crucigenia quadrata, Scenedesmus bijuga, Chlorella vulgaris, dan Chlorella vulgaris. Penanaman isolat ICBB 9111 di kolam kanal dengan volume 95 L dan dilakukan pemanenan pertama setelah 5 hari penanaman menghasilkan 8,7186 g biomassa kering dengan OD = 0,62. Pemanfaatan media yang digunakan kultivasi di kolam kanal selama 28 hari dengan total biomassa kering yang dihasilkan 80,3947 g. Penanaman isolat ICBB 9112, ICBB 9114 dan PLB 6354 di kolam kanal 100 L dan pemanenan setelah 5 hari penanaman menghasilkan biomassa kering dan OD masing-masing 12,0150 g (OD = 0,68), 12,8925 g (OD = 0,61) dan 6,2746 g (OD = 0,63). Pemanfaatan media yang digunakan kultivasi 3 isolat (ICBB 9112, ICBB 9114 dan PLB 6354) di kolam kanal volume 100 L dengan totalbiomassa kering yang dihasilkan masing-masing adalah 45 hari (158,7069 g), 54 hari (101,3850 g) dan 54 hari (95,4182 g). Karbohidrat tertinggi tertinggi Crucigenia quadrata ICBB 9111. Hal ini dikarenakan terjadinya proses akumulasi karbohidrat terutama pada dinding sel sebagai respon terhadap kondisi lingkungan serta indikasi tingginya proses fotosintesis Crucigenia quadrata, ICBB 9111 di kolam kanal. Karbohidrat yang terkandung dalam biomassa ganggang mikro dapat diproses menjadi bioetanol.

Pada ganggang mikro air tawar ini kandungan glukosa juga meningkat sebagai reaksi terhadap kenaikan tekanan osmotik medium. Produksi biomassa tertinggi Scenedesmus bijuga, ICBB 9112, hal ini dikarenakan kemampuan ganggang mikro dalam memanfaatkan hara pada kultur biakannya dan energi untuk menjalankan fotosintesis. Kulutr Crucigenia quadrata ICBB 9111 memberikan respons yang berbeda untuk menyerap unsur hara yang ada pada media, dimana TSP yang mengandung unsur phosphat dan sulfur yang tinggi memacu pembentukan protein yang lebih tinggi. Setelah diperoleh biomassa isolat ganggang mikro dalam kolam kanal, maka biomassa dikeringkan untuk dilakukan analisis proksimat. Analisis proksimat dilakukan sesuai dengan prosedur standar dalam AOAC (2005) meliputi kadar air dengan oven (gravimetri), abu dengan tanur (gravimetri), protein dituentukan dengan metoda Kjedahl (titrimetri), karbohidrat dengan metoda Phenol Sulfat (spektrofotometri) dan lemak dengan metoda Soxhlet. Kandungan karbohidrat empat ganggang mikro terpilih ICBB 9111 (42,27 % w/w), ICBB 9112 (21,30 % w/w), ICBB 9114 (16,66 % w/w) dan PLB 6354 (17,22 % w/w). Dengan media MBM kombinasi dan berdasarkan karakteristik laju pertumbuhan serta komponen utama yang dikandungnya gangang mikro indigen perairan tawar koleksi ICBB – CC yaitu : Crucigenia quadrata., ICBB 9111, Scenedesmus bijuga, ICBB 9112, Chlorella vulgaris, ICBB 9114 danChlorella vulgaris,PLB6354 dapat digunakan sebagai bahan baku bioetanol.

(6)

yang konsisten menghasilkan sifat mekanis dan fisik terhadap perlakuan pemanasan. Proses sakarifikasi menghasilkan gula monomer yang kemudian difermentasi untuk menghasilkan etanol dan karbondioksida dengan bantuan mikrooanisme. Hasil Volume filtrat dari proses hidrolisis rata-rata berkurang 25% dan mempunyai pH 7-8, hal ini menunjukkan jumlah total padatan gula terlarut dalam filtrat semakin meningkat. Enzim yang bekerja pada proses tersebut menaikkan angka pH. Sakarifikasi dan fermentasi biomassa ganggang mikro dilakukan melalui separate hidrolisis and fermentation (SHF) dengan menggunakan yeast Saccharomyces cerevisiae. Filtrat yang dihasilkan dari proses sakarifikasi ditambah inokulum (S.cerevisiae) 10 % fraksi volume yang dihasilkan dari proses sakarifikasi. S.cerevisiae sudah teruji mampu mengkonversi glukosa menjadi etanol sampai tingkat aplikasi di industri. Proses fermentasi berlangsung pada suhu 30oC selama 40 jam dan 160 rpm. Pada akhir fermentasi sampel 9111 masih ada sisa gula, hal ini menandakan fermentasi belum berlangsung optimal. Glukosa yang tersisa terdeteksi dengan HPLC pada sampel 9111 sebesar 0,03 % . Total asam dihitung pada akhir proses fermentasi untuk mengetahui kadar asam yang terbentuk. Komponen asam organik merupakan hasil samping dari proses fermentasi yang terdeteksi adalah asam butirat pada sampel 9111 sebesar 13,44%. Pengujian kadar etanol menggunakan Gas Chromatography (GC) dari hasil fermentasi empat sampel terpilih ICBB-CC (9111, 9112, 9114 dan PLB 6354) masing-masing : 50,47 ppm, 105,86 ppm, 53,38 ppm dan 41,17 ppm.

(7)
(8)

© Hak Cipta Milik Institut Pertanian Bogor, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah b. pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

Judul Disertasi : Seleksi dan Karakterisasi Ganggang Mikro Indigen Air Tawar sebagai Penghasil Karbohidrat untuk Energi Terbarukan.

Nama : Sri Mumpuni Ngesti Rahaju

NRP : P062080201

Disetujui: Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Dwi Andreas Santosa, MS. Ketua

Prof. Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo, MS. Dr. Ir. Mohamad Yani, M.Eng.

Anggota Anggota

Diketahui:

Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr. NIP.1961102121985011001 NIP. 196508141990021001

(10)

I.

P

ENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Peningkatan pertumbuhan ekonomi serta populasi dengan segala aktivitasnya akan meningkatkan kebutuhan energi disemua sektor pengguna energi. Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral (2006) mencatat terjadinya pertumbuhan yang cukup substansial dalam permintaan energi final (termasuk biomassa) di Indonesia pada kurun waktu 1990-2005, yaitu dengan rata-rata pertumbuhan konsumsi sebesar 4,08% per tahun Energi memainkan peran yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat karena energi merupakan parameter penting bagi pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Hampir semua sektor kehidupan (industri, rumah tangga, transportasi, jasa, dan lain-lain) tidak bisa dipisahkan dari sektor energi.

Melihat tantangan yang besar bagi sektor pasokan energi Indonesia, maka simulasi neraca permintaan dan pasokan energi yang dikembangkan harus mempostulatkan pengembangan dan diversifikasi semua opsi energi termasuk energi baru dan terbarukan. Pertumbuhan yang substansial dalam permintaan energi nasional ini tentu akan menjadi tantangan besar bagi sektor pasokan energi Indonesia. Minyak menjadi jenis energi yang dominan dalam pasokan energi pada kurun waktu 1990-2005, disusul oleh biomassa dan gas. Pada akhir tahun 2005,

pasokan energi untuk industri akan mendominasi, jika biomassa tidak diperhitungkan karena pasokan minyak tercatat 524.045 ribu SBM (Setara Barel

Minyak), gas sebesar 212.790 ribu SBM dan biomassa sebesar 270.122 ribu SBM.

Peningkatan kebutuhan energi tersebut harus didukung adanya pasokan energi jangka panjang secara berkesinambungan, terintegrasi dan ramah lingkungan. Mengingat potensi sumberdaya minyak bumi semakin menurun dan kapasitas kilang di dalam negeri yang terbatas maka perlu bahan bakar alternatif untuk substitusi Bahan Bakar Minyak (BBM).

(11)

Sejalan dengan permasalahan tersebut, pemerintah melalui Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2006 tentang kebijakan energi nasional bertujuan untuk mewujudkan keamanan pasokan energi dalam negeri. Kebijakan energi nasional ini juga upaya untuk melakukan diversifikasi dalam pemanfaatan energi. Usaha diversifikasi ini ditindak lanjuti dengan dikeluarkannya Instruksi Presiden No.1 Tahun 2006 tentang penyediaan danpemanfaatan bahan bakar nabati (biofuel) sebagai bahan bakar lain. Dalam mendukung kebijakan ini pemerintah juga mengeluarkan cetak biru Pengelolaan Energi Nasional.

Biofuel yang sudah dikembangkan sebagai substitusi BBM saat ini adalah biodiesel dan bioetanol. Biodiesel adalah bahan bakar substitusi solar/diesel yang

berasal dari pengolahan (esterifikasi dan transesterifikasi) minyak nabati. Bioetanol adalah bahan bakar substitusi bensin (gasolin) yang berasal dari pengolahan (hidrolisis dan fermentasi) glukosa atau karbohidrat. Penggunaan Bahan Bakar Nabati (BBN) di Indonesia dan pemasarannya secara umum sudah mulai dilakukan sejak tahun 2006. BBN yang digunakan dan dipasarkan tersebut adalah campuran 5 % biodiesel dengan 95 % minyak solar, disebut B5 (Bio solar), serta campuran 5 % bioetanol dengan 95 % premium, disebut E5 (Bio -premium).

Indonesia negara yang dikenal sebagai pusat keanekaragaman hayati dunia, mempunyai potensi sumber bahan bakar alam (biofuel) berpeluang untuk

mengembangkan energi alternatif terbarukan antara lain bioetanol. Keuntungan penggunaan gasohol yaitu mengurangi penggunaan bahan bakar tidak terbarukan, mengurangi gas rumah kaca, memiliki keseimbangan energi yang positif, membentuk kemandirian energi, dan mengurangi kemiskinan (Kim dan Dale 2007, Nguyenet al. 2007, Zhanget al. 2003).

Target penggunaan gasohol tahun 2011-1015 sebesar 3 % dari konsumsi bensin dan ditingkatkan menjadi 5 % pada periode tahun 2016-2025. Pencapaian target 5 % tersebut harus didukung dengan penelitian dan pengembangan bahan biomassa dengan kadar pati yang potensial diantaranya ganggang mikro sebagai bahan baku bioetanol dan bahan bakar (ESDM 2005). Potensi ganggang mikro yang berada dalam perairan baik tawar maupun asin masih banyak yang belum terkuak. Makhluk hidup yang digolongkan sebagai tumbuhan tingkat rendah berklorofil

(12)

dan membentuk koloni ini diyakini memiliki potensial besar untuk menghasilkan bahan bakar nabati (BBN).

Kelebihan ganggang mikro dibandingkan dengan sumber bahan baku BBN yang lain (misalnya : bahan berpati, berselulosa atau bergula) antara lain :

(1) Dapat diproduksi tanpa tanah karena ditumbuhkan di dalam reaktor dan kolam, sehingga tidak menimbulkan kompetisi dengan lahan untuk kegiatan bercocok tanam.

(2) Proses budidaya cepat dengan produktivitas tinggi dan pengambilan hasil panen yang kontinyu (Soerawidjaja 2006)

(3) Tidak dipakai untuk memenuhi kebutuhan pangan. Hal ini tidak seperti tanaman lainnya yang minyak atau biomasanya mempunyai kegunaan tinggi untuk pangan dibandingkan untuk bahan bakar. (4) Bermanfaatbahan baku industri makanan, kosmetik, farmasi dan

lain-lain.

Ganggang mikro memiliki kelebihan karena dapat dibudidayakan dan dimanfaatkan sebagai penghasil BBN. Ganggang mikro memiliki laju

pertumbuhan yang tinggi dan tidak berkompetisi dengan bahan pangan. Baik proses fisik maupun kimia dapat digunakan untuk menghasilkan etanol dari galur ganggang yang memiliki kandungan karbohidrat tinggi, dengan demikian maka eksplorasi ganggang mikro sebagai sumber BBN dari berbagai wilayah di Indonesia menjadi pilihan yang penting dan strategis.

Ketersediaan bahan pati dari ganggang mikro yang melimpah belum diikuti dengan pertumbuhan industri etanol karena beberapa kendala terutama teknologi. Kajian dalam skala laboratorium telah banyak dilakukan untuk produksi biofuel dari bahan baku ganggang mikro, namun kendala sekaligus tantangan yang dihadapi dalam penerapan skala lapangan adalah mengenai teknologi pemanenan dan ekstraksi. Hal ini merupakan salah satu aspek bidang bioteknologi dari produksi biomassa mikroorganisme fotosintesis, proses memisahkan sel dari media kultur merupakan faktor penting dalam penentuan

biaya dan kualitas produk (Pushparaj et al. 1993). Proses alternatif pemanenan yang sudah dikembangkan adalah filtrasi (Rossignol et al. 1999), flokulasi

(13)

(Millamenaet al 2005, Poelmanet al. 1997) danelectro coagulation (Udumanet al. 2011).

Hidrolisis dan fermentasi juga masih menghadapi kendala teknologi yang menyebabkan biaya produksi tinggi. Hidrolisis dapat dilakukan dengan katalis enzim atau kimiawi dan dapat dilakukan secara terpisah atau simultan dengan fermentasi. Komponen selulosa dan hemiselulosa pada ganggang mikro dapat dihindrolisis dengan enzim yang dihasilkan mikroorganisme sepertiTrichoderma reesei, T viridie(Harun dan Danquah 2011).Pada proses hidrolisis enzim terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi seperti jenis substrat, aktivitas enzim, suhu dan pH. Hidrolisis secara enzimatik akan berjalan spesifik dan efisien sehingga produk yang akan dihasilkan lebih tinggi. Kelemahan hidrolisis enzimatik antara harga enzim selulase masih sangat mahal, konsentrasi enzim yang dibutuhkan tinggi dan enzim sulit didaur ulang. Pada tahap fermentasi umumnya menggunakan mikroorganismeSaccharomyces cerevisiae, yang sering digunakan dalam fermentasi etanol karena sangat tahan dan toleran terhadap kadar etanol yang tinggi (12-18 % v/v), tahan pada kadar gula yang cukup tinggi dan tetap aktif melakukan fermentasi pada suhu 4-32oC. S.cerevisiae mempunyai aktivitas optimum pada suhu 30 – 35oC dan tidak aktif pada suhu lebih dari 40oC.

Pengembangan teknologi proses produksi etanol harus memenuhi beberapa kriteria yaitu tambahan energi total, keuntungan lingkungan, kompetitif secara ekonomi, dapat diproduksi dalam jumlah besar tanpa bersaing dengan

pangan (Hillet al.2006).

Besarnya potensi yang terdapat pada ganggang mikro sebagai bahan baku penghasil etanol maka penelitian ini akan mengintegrasikan aspek teknis, ekonomis, dan lingkungan. Output penelitian adalah kultivasi dan karakterisasi biokonversi karbohidrat dan biomassa menjadi etanol. Outcome yang diharapkan adalah akselerasi pertumbuhan industri dalam mendukung penyediaan energi terbarukan yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.

1.2. Rumusan Masalah

Keberlanjutan pengembangan bioetanol sebagai energi terbarukan memerlukan tiga pilar yaitu ketersediaan bahan baku, manfaat ekonomis bagi

stakeholders, dan dampak positif terhadap lingkungan. Indonesia memiliki

(14)

potensi bahan bahan pati dari ganggang mikro yang melimpah untuk etanol sehingga perlu didukung dengan teknologi yang kompetitif dari sisi ekonomi dan lingkungan.

Dalam rangka pengembangan produksi etanol berbasis bahan baku lokal Indonesia yaitu ganggang mikro yang telah di karakterisasi dan diketahui kemampuan produksi karbohidratnya sebagai salah satu organisme yang berpotensi sebagai penghasil bahan bakar alternatif, maka permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana ketersediaan bahan baku dan kultivasi ganggang mikro ? 2. Bagaimana memodifikasi media dan lingkungan untuk mempercepat

laju pertumbuhan mengingat keragaman jenis ganggang mikro ? 3. Bagaimana konversi konversi ganggang mikro yang telah di

karakterisasi menjadi karbohidrat dan biomasa untuk dapat meningkatkan nilai tambah etanol yang pemanfaatannya sebagai energi terbarukan ?

1.3. Tujuan penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan yang akan dicapai di dalam penelitian ini adalah :

1. Mendapatkan isolat ganggang mikro lokal yang memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi.

2. Mengembangkan media dan lingkungan yang sesuai untuk pertumbuhan ganggang mikro terseleksi potensial sebagai sumber karbohidrat.

3. Mengukur konversi karbohidrat dari ganggang mikro menjadi etanol sebagai energi terbarukan.

1.4. Kerangka Pemikiran

Bahan bakar minyak atau dikenal dengan BBM merupakan salah satu bahan pokok untuk kehidupan manusia. BBM termasuk sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui (non renewable). Masyarakat Indonesia selama ini

(15)

mempunyai ketergantungan terhadap minyak bumi, sehingga menjamin pasokan energi dalam negeri merupakan salah satu fokus pemikiran pemerintah Indonesia sekarang ini. Diperlukan banyak objek kajian mengenai sumber-sumber hayati yang dapat dimanfaatkan sebagai energi alternatif penghasil BBN, sebagaimana Indonesia dikenal sebagai pusat keanekaragaman hayati dunia yang sangat kaya akan energi biomasa sebagai energi terbarukan (renewable). BBN dapat dihasilkan secara langsung dari tanaman yang dikenal sebagai BBN generasi pertama atau secara tidak langsung dari limbah. BBN generasi pertama adalah bahan bakar yang terbuat dari gula, minyak sayur atau lemak hewan dengan menggunakan teknologi konvensional. BBN generasi kedua adalah sejumlah tanaman yang tidak digunakan untuk konsumsi manusia dan hewan, diantaranya adalah limbah industri, komersial, domestik, atau pertanian. BBN generasi kedua yang sedang dikembangkan adalah biohidrogen dan biometanol. Sumber energi alternatif lain yang sekarang intensif diteliti di Indonesia adalah BBN yang berasal dari organisme renik yaitu ganggang mikro yang dikenal dengan BBN generasi ketiga.

Ganggang mikro merupakan organisme yang hampir dapat ditemui di berbagai lokasi di Indonesia. Habitat hidup ganggang mikro adalah di dalam air, baik air tawar maupun air laut, atau setidak-tidaknya kehidupannya terikat pada tempat-tempat yang basah di darat. Secara teoritis ada banyak kelebihan ganggang mikro dibandingkan tanaman lain. Selain kelimpahannya, pemilihan

jenis tanaman penghasil BBN juga atas pertimbangan penggunaan sehari-hari hasil tanaman tersebut, antara lain pilihan antara untuk pangan atau pakan dan lainnya. Berdasarkan hal ini maka BBN dari ganggang mikro memiliki beberapa kelebihan. Kelebihan yang dimiliki ganggang mikro dibandingkan dengan tanaman lainnya karena tanaman ini hanya memiliki sedikit fungsi lain dan persaingan penggunaanya juga terbatas sehingga pemanfaatannya secara berkelanjutan dapat dilakukan secara optimal.

Penelitian ini dimaksudkan untuk mendapatkan etanol dari bahan pati isolat ganggang mikro koleksi ICBB-CC yang dapat meningkatkan nilai tambah dan ramah lingkungan. Peningkatan produksi etanol dilakukan dengan fermentasi baik gula dalam bentuk heksosa maupun pentosa. Proses fermentasi

(16)

dikembangkan untuk dapat mengkonversi gula menjadi etanol dengan menggunakan yeast Saccharomyces cereviceae. Gambar 1 di bawah ini merupakan kerangka pemikiran dari rencana penelitian kultivasi, karakterisasi serta konversi karbohidrat dan biomassa ganggang mikro untuk etanol

.

Gambar 1. Kerangka pemikiiran penelitian

Kultivasi Seleksi ganggang

mikro

Kebutuhan Sumber Energi Untuk Industri, Transportasi, Rumah Tangga dan lain-lain

Bahan Bakar

Tidak Terbatas Terbatas

Bahan Bakar Fosil

Identifikasi dan karakterisasi

Galur Terpilih

Karakterisasi komponen karbohidrat

Potensi gula sederhana untuk produksi etanol Produksi dan pemanenan

Karakterisasi etanol

(17)

Pengembangan produksi etanol ini diharapkan menghasilkan paket yang memiliki kelayakan ekonomi dan memberikan dampak negatif yang lebih kecil terhadap lingkungan. Oleh karena itu penelitian ini dibagi menjadi empat bagian.yaitu : (1) kultivasi, identifikasi, karakterisasi, pemanenan – pengeringan ganggang mikro, (2) hidrolisis (3) produksi etanol dan (4) karakterisasi etanol.

1.5. Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian ini adalah :

1. Terdapat isolat ganggang mikro indigenous yang memiliki potensi sebagai penghasil bahan bakar nabati serta memilki karakteristik yang berbeda-beda.

2. Terdapat perbedaan pertumbuhan isolat ganggang mikro pada media kultivasi yang berbeda

3. Ganggang mikro mengandung karbohidrat tinggi berpotensi yang dapat dikonversi menjadietanol.

1.6. Kebaruan (Novelty)

Penelitian ini akan memberikan kontribusi yang baru dalam hal :

1. Diperolehnya koleksi ganggang mikro indigenous dari berbagai ekositem perairan Indonesia yang menghasilkan karbohidrat optimum. 2. Ditemukan kultivasi dan pemanenan ganggang mikro yang efisien.

3. Ditemukan ganggang mikro yang menghasilkan karbohidrat dengan komposisi dan karakter tertentu.

4. Ditemukan konversi karbohidrat dan/atau biomassa ganggang mikro menjadi etanol.

(18)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ganggang mikro

Ganggang mikro merupakan mikroorganisme atau jasad renik dengan tingkat organisasi sel termasuk dalam tumbuhan tingkat rendah yang hidup di air, baik air tawar maupun air laut (dari permukaan laut sampai pada kedalaman dengan intensitas cahaya yang masih memungkinkan terjadinya proses fotosintesis (Tjitrosoepomo 2005). Tumbuhan ini dikelompokan dalam filum

Thallophyta karena tidak memiliki akar, batang dan daun sejati, namun memiliki zat pigmen klorofil yang meliputi bermacam-macam organism. Ganggang mikro memiliki klorofil sehingga mampu melakukan fotosintesis dengan bantuan air, CO2 dan sinar matahari, serta menggunakan bahan anorganik seperti NO3, NH4-,

dan PO4-, sehingga menghasilkan energi kimiawi dalam bentuk biomassa seperti

karbohidrat, lemak, protein, dan lain-lain. Kemudian energi tersebut digunakan untuk biosintesis sel, pertumbuhan dan pertambahan sel, bergerak dan berpindah

serta reproduksi (Kabinawa 2001). Gangang mikro merupakan dasar mata rantai pada siklus makanan di perairan baik laut maupun tawar karena merupakan pakan

alami bagi zooplankton dan ikan - ikan kecil.

n CO2 + n H2O Cn(H2O)n + n O2

Sumber karbon utama ganggang mikro ialah karbondioksida. Sumber karbon tersebut diperoleh dari udara bebas yang dapat berupa hasil respirasi mahluk hidup ataupun dari penggunaan bahan bakar fosil. Ganggang mikro mengandung minyak, karbohidrat dan senyawa bioaktif lainnya yang digunakan untuk produk-produk komersil. Hingga saat ini perhatian khusus ditujukan untuk mengembangkan ganggang mikro sebagai penghasil bahan bakar nabati. Minyak yang dihasilkan oleh ganggang mikro 10-100 kali dari hasil pertanian lainnya. Sebagai contoh ganggang mikro yang mengandung 50% lipid dan produksi biomassa kering 50 g/m2/hari menghasikan 10.000 galon minyak/are/tahun (Pienkos 2007), dibandingan kedelai yang hanya menghasilkan 48 galon minyakl/are/tahun (Tabel 1).

(19)

Tumbuhan ini umumnya terdiri dari satu sel atau berbentuk seperti benang yang merupakan hasil pembuahan sel betina oleh sel jantan hanya akan tumbuh sesudah keluar dari alat kelamin betina (Mubarak 1981). Dari luar ganggang mikro sering telah menampakkan suatu perbedaan, sehingga terlihat menyerupai kormus tumbuhan tinggi, akan tetapi dari segi anatomi sel-selnya belum menunjukkan perbedaan yang mendalam. Ganggang berukuran sangat beragam dari yang berukuran sangat kecil dalam skala µm sampai beberapa meter panjangnya. Dominasi kelompok ganggang mikro tertentu dapat meyebabkan perairan tampak berwarna indah sesuai dengan zat warna atau pigmen yang dikandungnya. Warna hijau muda disebabkan oleh Dunaliella sp dan Chlorella

sp. Ada juga warna kuning kecoklatan yang disebabkan oleh Chaetoceros sp,

Skletonemas.,Nitzschiasp, serta berbagai jenis lainnya.

Tabel 1. Perbandingan produksi minyak ganggang mikro dengan produk pertanian lain

Sumber Nabati Produksi minyak (Galon /are)

Jagung 18

Kapas 35

Kedelai 48

Bunga Matahari 102

Kanola 127

Jarak 202

Kelapa sawit 635

Ganggang mikro

10 g/m²/hari, 15 % minyak 1.200 50 g/m²/hari, 50 % minyak 10.000

Sumber : Pienkos (2007)

Ganggang mikro mengandung bahan-bahan organik seperti polisakarida, hormon, vitamin, mineral dan juga senyawa bioaktif. Potensi ganggang mikro sangat besar sebagai sumber berbagai produk, diantaranya (1) sebagai sumber protein yang dapat diperoleh dari Chlorelladan Dunaliella,(2) produksi pigmen, sebagai bahan pewarna dari Spirulina dan Haematococcus (Borowitzka dan Borowitzka 1988), (3) sebagai pakan larva ikan dan non ikan, diperoleh dari

(20)

Tetraselmis dan Chaetoceros (Isnansetyo dan Kurniastuty 1995), serta (4) produksi antimikroba, dihasilkanChlorella vulgaris,Chaetoceros gracilis. Secara umum ada beberapa divisi ganggang utama yang dikenal di dunia dari warna (pigmen) yang terkandung di dalamnya dan sifat morfologi selnya yaitu :

2.1.1. Divisi Chlorophyta

Chlorophyta berukuran antara 3 – 30 µm, memiliki alat gerak (flagella) dan motil kecuali selama fase reproduksi. Setiap sel mempunyai satu nukleus dan satu kloroplas besar yang berbentuk mangkuk. Spesies Chlorophyta yang bersel tunggal ada yang dapat berpindah tempat, tetapi ada pula yang menetap. Chlorophyta merupakan golongan terbesar dari ganggang dan merupakan kelompok ganggang yang paling beragam, karena ada yang bersel tunggal, berkoloni, dan bersel banyak. Ganggang ini banyak terdapat di danau, kolam, laut, dan kebanyakan hidup di air tawar (Bold dan Wynne 1985).

Chlorophyta atau yang lebih umum disebut ganggang hijau pada sel-selnya mempunyai kloroplas yang berwarna hijau dan mengandung selulosa, mengandung klorofil a dan b serta karotenoid. Chlorophyta pada kloroplasnya terdapat butiran padat yang disebut pirenoid yang berfungsi untuk pembentukan tepung dan minyak. Perkembangbiakannya secara seksual dan aseksual. Secara seksual dengan isogami (peleburan dua gamet yang bentuk dan ukurannya sama), anisogami (peleburan dua gamet, yaitu yang ukurannya tidak sama) dan oogami (peleburan dua gamet, yaitu sperma dan sel telur). Sedangkan secara aseksual dengan zoospore dengan 3 – 4 flagela dan mempunyai dua vakuola kontraktil yang berguna untuk memaksa kelebihan air keluar dari selnya. Suatu bintik mata merah (stigma) yang merupakan situs persepsi cahaya dan mengendalikan respon fototaktik (gerak menuju cahaya) ganggang ini (Tjitrosoepomo 2005).

Klasifikasi Chlorophyta berdasarkan bentuk dan dapat tidaknya bergerak, digolongkan menjadi beberapa genus, yaitu :

a. Ganggang hijau bersel satu tidak bergerak, contoh : Chlorococcum (bulat dan mempunyai pirenoid), Chlorella (bulat, kloroplas berbentuk mangkuk, mempunyai pirenoid sebagai sumber protein sel tunggal).

(21)

b. Ganggang hijau bersel satu dapat bergerak, contoh : Chlamydomonas (bulat telur, berflagella dua ujung depan, kloroplas berbentuk antara mangkuk dan pita serta terdapat stigma (bintik mata).

c. Ganggang hijau berkoloni tidak bergerak, contoh : Hydrodiction ( koloni berbentuk jala inti dan mempunyai pirenoid banyak).

d. Ganggang hijau berkoloni bergerak, contoh : Volvox (koloni bulat, berisi beribu ribu sel).

e. Ganggang hijau berbentuk benang (filamen), contoh : (1) Spyrogira (benang tidak bercabang, inti tunggal, kloroplas berbentuk pita tersusun spiral dan mempunyai pirenoid banyak), (2) Oedogonium (benang tidak bercabang, inti tunggal, kloroplas berbentuk jala, pirenoid banyak dan inti satu besar).

f. Ganggang hijau berbentuk benang (filamen), contoh : (1) Spyrogira (benang tidak bercabang, inti tunggal, kloroplas berbentuk pita tersusun

spiral dan mempunyai pirenoid banyak), (2) Oedogonium (benang tidak bercabang, inti tunggal, kloroplas berbentuk jala, pirenoid banyak dan

inti satu besar)

g. Ganggang hijau berbentuk thalus, contoh : Ulva lactua (berbentuk lembaran seperti daun).

2.1.2. Divisi Chrysophyta

Sebagian besar Chrysophyta bersel tunggal, membentuk koloni atau benang dan dinding sel mengandung silika, tetapi beberapa diantaranya ameboid oleh adanya perluasan pseudopodial protoplasmanya. Bentuk ameboid yang bugil ini dapat mengambil makanan berbentuk partikel dengan bantuan pseudopodia. Ganggang ini memiliki warna khas krisofit yang disebabkan karena klorofilnya tertutup pigmen-pigmen berwarna coklat. Reproduksi Chrysophyta pada umumnya dengan cara pembelahan biner tetapi dapat juga secara seksual dengan isogami (Pelczar dan Chan 1986).

(22)

Salah satu genus dari Chrysophyta adalah Diatomeae. Sel Diatomeae

mempunyai inti dan kromatofora berwarna kuning-coklat yang mengandung klorofil a, karotin, santofil dan karotinoid lainnya yang sangat menyerupai fikosantin. Ada beberapa jenis Diatomeae tidak mempunyai zat warna bersifat heterotrof dan hidupnya sebagai saprofit.Diatomeaememproduksi vitamin A dan D. Kerangka Diatomeae tersusun atas molekul SiO2 dan organisme Diatomeae

semasa hidupnya aktif melakukan metabolisme silikon. Unsur Si bersifat esensial bagi pertumbuhan dan perkembangan mahluk hidup. Pada mahluk hidup, kandungan silikon di kulit, tulang dan jaringan pengikat mencapai 0,01 – 0,04% (Angka dan Suhartono 2000).

Dalam sel-sel Diatomeae terdapat pirenoid dan hasil asmilasi ditimbun diluar kromatofora berupa tetes minyak dalam plasma. Diatomeae

berkembangbiak dengan tiga cara yaitu dengan vegetatif melalui pembelahan sel, vegetatif melalui auksospora (zigot) dan secara generatif melalui oogami. Diatom mendominasi fitoplankton dalam lautan serta perairan air tawar (Tjitrosoepomo 2005).

2.1.3. Divisi Rhodophyta

Rhodophyta berwarna merah sampai ungu, kadang-kadang juga lembayung atau kemerah-merahan. Kromatofora berbentuk cakram atau suatu lembaran, mengandung klorofil-a dan karo tenoid, tetapi warna ini tertutup oleh zat warna merah yang berfluoresen, yaitu fikoetrin dan pada jenis-jenis tertentu terdapat fikosianin. Ganggang ini bersifat uniseluler, berfilamen dan ada yang membentuk struktur daun.

Material utama pada ganggang merah adalah suatu polisakarida yang dinamakan tepung florida yang merupakan hasil polimerisasi dari glukosa,

berbentuk bulat, tidak larut dalam air dan seringkali berlapis-lapis. Tepung ini tidak terdapat pada kromatofora tetapi pada permukaannya. Selain tepung florida

terdapat juga floridosid yaitu persenyawaan gliserin dan galaktosa serta minyak. Dinding sel dari ganggang merah in juga terdiri atas dua lapis, di dalam terdiri atas selulosa dan dinding luar terdiri atas pectin yang berlendir. Habitat hidup ganggang merah adalah laut atau ekosistem payau (Atlas dan Bartha 1981).

(23)

Reproduksi dapat secara aseksual, yaitu dengan pembentukan spora, dapat pula secara seksual (oogami).

2.1.4. Divisi Cyanophyta

Cyanophyta berwarna hijau-kebiruan, karena memiliki pigmen tambahan selain klorofil dan karotenoid. Beberapa dari kelas ini berwarna kuning, merah,

ungu, atau warna lain. Pigmen-pigmen yang beragam menghasilkan kisaran sangat luas terhadap warna tumbuhan ini.

Kelompok spesies Cyanophyta hingga saat ini diperkirakan terdapat 1500 spesies yang dapat ditemukan di berbagai habitat mengandung air, maupun di dalam tanah serta bebatuan. Secara umum Cyanophyta lebih mendominasi pada habitat dengan kemasaman netral atau sedikit alkali. Ganggang ini hidup sebagai plakton dan bentos (Bold dan Wyne 1985).

Cyanophyta bersel tunggal atau berbentuk benang dengan struktur tubuh yang masih sederhana, bersifat autotrof dimana kromatofora dan inti tidak ditemukan. Dinding sel mengandung pektin, hemiselulosa dan selulosa yang kadang-kadang berupa lendir, di tengah-tengah sel terdapat bagian yang tidak berwarna yang mengandung asam deoksi– ribonukleat. Ganggang ini tidak memiliki flagela sebagai alat geraknya dan umumnya gerakan ganggang ini karena adanya kontraksi tubuh dan dibantu dengan perantara lendir dengan demikian terbentuk kelompok-kelompok atau koloni. Beberapa ganggang hijau-biru dapat menangkap nitrogen dariudara, sifat yang tidak dimiliki ganggang lain . Sebagai zat makanan ditemukan glikogen dan butir-butir sianofisin (lipo-protein) (Tjitrosoepomo 2005).

2.1.5. Divisi Euglenophyta

Euglenophyta merupakan organisme uniseluler yang aktif (motil) karena berflagel dan bereproduksi melalui pembelahan sel. Sel euglena tidak kaku dan tidak memiliki dinding sel yang berisikan selulosa. Euglena merupakan bagian dari Chlorophyta karena adanya klorofil-a dan b dalam kloroplas, Membran luar

lentur dan dapat digerakkan. Beberapa spesies tertentu memiliki bentik mata merah yang jelas. Vakuola kontraktil dan fibril juga dijumpai dalam sel.

(24)

Fotosintetis dilakukan di dalam kloroplas dan bersifat autotrofik fakultatif. Euglena tersebar luas di tanah maupun dalam air (Pelczar dan Chan 1986).

2.1.6. Divisi Phaeophyta

Phaeophyceae adalah ganggang yang berwarna dalam kromatoforanya

terkandung klorofil a, karotin dan santofil yang tertutup oleh fikosantin, sehingga menyebabkan ganggang kelihatan berwarna pirang. Sebagai hasil asimilasi dan sebagai zat makanan cadangannya tidak pernah ditemukan zat tepung, tetapi sampai 50% dari berat keringnya terdiri atas minyak dan laminarin yaitu sejenis karbohidrat yang lebih dekat dengan selulosa dari pada tepung. Dinding selnya terdiri atas selulosa di bagian dalam dan pektin di bagian luar. Di bawah pektin terdapat algin, suatu zat yang menyerupai gelatin dari asam alginat (Atlas dan Bartha 1981).

Sebagian besar Phaeophyceae hidup di air laut dan beberapa macam hidup di air tawar (Tjitrosoepomo 2005). Ukuran dan bentuk talusnya sangat besar di lautan dengan iklim sedang atau dingin. Phaeophyceae tergolong ke dalam ganggang bentik yang melekat pada batu-batu atau kayu dan sel-selnya hanya memiliki satu inti.

2.2. Pertumbuhan ganggang mikro

Pertumbuhan dalam siklus ganggang mikro terdiri lima fase (Fogg 1975), yaitu :

1. Fase lag

Merupakan fase awal dalam pertumbuhan ganggang mikro. Pada fase ini biasanya terjadi stress fisiologi karena terjadi perubahan kondisi

lingkungan media hidup dari satu media ke media yang baru. Populasi yang baru ditransfer mengalami penurunan tingkat metabolisme, hal ini

juga dipengaruhi oleh kelarutan dari nutrien dan mineral yang lebih banyak pada media sebelumnya, sehingga mempengaruhi sintetis metabolik dari konsentrasi rendah ke konsentrasi tinggi. Dari perubahan perubahan ini sel mikroalga akan beradaptasi.

(25)

2. Fase eksponensial (logarimik)

Pada fase ini percepatan pertumbuhan dan perbandingan konsentrasi komponen biokimia menjadi konstan.

3. Fase deklinasi

Pada fase ini mengalami pengurangan kecepatan pertumbuhan sampai mencapai fase awal pertumbuhan yang stagnan. Hal ini terjadi karena nutrien yang ada pada media pertumbuhan ganggang mikro semakin berkurang.

4. Fase stasioner

Fase dimana tingkat pertumbuhan kelimpahan sel mengalami pertumbuhan konstan akibat dari keseimbangan katabolisme dan metabolise sel. Pada fase ini merupakan akhir dari produksi biomassa dan ditandai dengan rendahnya tingkat nutrien dalam sel. Pada fase ini laju reproduksi sama dengan laju kematian

5. Fase kematian

Fase kematian pada sel terjadi karena perubahan kualitas air yang semakin memburuk, penurunan nutrien pada media kultur dan kemampuan sel yang sudah tua untuk melakukan metabolism. Hal ini ditandai dengan penurunan produksi biomassa.

2.3. Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Pertumbuhan Ganggang

Mikro

Pertumbuhan suatu jenis fitoplankton sangat erat kaitannya dengan faktor ketersediaan unsur hara makro dan mikro serta dipengaruhi oleh kondisi lingkungan yaitu:

1. Hara Makro dan Mikro

Pada kultur fitoplankton sangat dibutuhkan berbagai senyawa anorganik baik hara makro yaitu nitrogen (N), fosfor (P), sulfur (S), kalium (Cl), natrium (Na), kalsium (Ca) dan karbon (C) maupun unsur hara mikro yaitu besi (Fe), mangan (Mn), seng (Zn) iodium (I), boron (Br), silikon (Si), tembaga (Cu), molybdenum (Mo), dan kobalt (Co).

(26)

Setiap unsur hara memiliki fungsi fungsi khusus yang tercermin pada pertumbuhan dan kepadatan yang dicapai, tanpa mengesampingkan pengaruh kondisi lingkungan. Unsur nitrogen (N), fosfor (P), dan sulfur (S) penting untuk pembentukan protein, sedangkan kalium (Cl) berfungsi sebagai metabolism karbohidrat. Besi (Fe) dan natrium (Na) berperan untuk pembentukan klorofil, kemudian silikon (Si) dan kalsium (Ca) merupakan bahan untuk pembentukan dinding sel. Vitamin B12 banyak digunakan untuk memacu pertumbuhan melalui rangsangan fotosintetik (Isnansetyo dan Kurniastuty 1995).

2. Suhu

Suhu dapat berpengaruh secara langsung terhadap metabolisme sel. Suhu minimum yang diperlukan Chlorella sp untuk tumbuh adalah 5 oC, sedangkan suhu optimumnya adalah 20 – 35 oC. Jika suhu di bawah 5 oC maka pertumbuhan akan terhambat dan menurunkan kelarutan karbondioksida (CO2) dan oksigen (O2) serta akan

menggeser keseimbangan reaksi respirasi dan fotosintesis. Sedangkan jika suhu kultur di atas 35oC akan menyebabkan kematian sel. Enzim-enzim yang bekerja dalam proses fotosintesis hanya dapat bekerja pada suhu optimalnya. Umumnya laju fotosintensis meningkat seiring dengan meningkatnya suhu hingga batas toleransi enzim.

3. Cahaya

Cahaya merupakan sumber energi yang dibutuhkan oleh tumbuhan termasuk ganggang mikro untuk melakukan fotosíntesis yang berguna untuk pembentukan senyawa karbon organik. Mc Kinney (2004) menyatakan bahwa ganggang mikro menggunakan cahaya sebagai sumber energi untuk sintesis sel protoplasma. Sumber energi ganggang mikro di laboratorium biasanya memakai lampu fluoresen yang memiliki keunggulan antara lain hemat energi karena seluruh energi listrik diubah menjadi energi cahaya, tidak menghasilkan panas yang tinggi sehingga dapat mempengaruhi kultur ganggang mikro. Intensitas cahaya dalam lampu flouresen sebesar 40 Watt = 4000 lux.

(27)

Intensitas cahaya yang tinggi dapat menyebabkan pertumbuhan sel yang pesat pada awal pertumbuhan, tetapi kemudian sel mati (Paramita 2008). Kebutuhan akan cahaya bervariasi tergantung kedalaman kultur dan kepadatannya. Intensitas cahaya yang terlalu tinggi dapat menyebabkan fotoinbihisi dan pemanasan. Intensitas cahaya 1000 lux cocok untuk kultur dalam erlenmeyer, sedangkan intensitas 5000-10000 lux untuk volume yang lebih besar Proses fotosintesis pada Chlorella membutuhkan intensitas cahaya yang relatif rendah, berkisar 4.000-30.000 luks, sesuai dengan strain. (Oh-Hama dan Miyachi 1988).

4. Derajat Keasamaan (pH)

Salah satu faktor penting yang mempengaruhi pertumbuhan ganggang adalah pH medium biakan (Becker 1994). Rentang pH yang baik untuk pertumbuhan fitoplankton adalah 6-9. Ganggang umumnya hidup dengan baik pada pH netral (Syahri 2009). Perubahan pH medium dapat menyebabkan perubahan kelarutan ion misalnya garam-garam besi (Fe), seng (Zn), mangan (Mn), dan kalsium (Ca) menjadi sukar larut sehingga menyebabkan terhambatnya proses fotosintesis. pH juga berkaitan erat dengan karbondioksida dan alkalinitas. Semakin tinggi pH maka semakin tingi pula nilai alkalinitas dan semakin rendah kadar karbondioksida (CO2) bebas

padahal kebutuhan organisme produsen akan karbondioksida (CO2)

cukup tinggi untuk melakukan proses fotosintetis.

2.4. Komposisi Kimia Sel Ganggang Mikro

Komposisi kimia sel semua jenis ganggang umumnya terdiri dari protein, karbohidrat, dan lemak (fatty acids) atau lipid. Perbedaan komposisi lipid pada ganggang seringkali memperlihatkan sebagai hasil dari variasi pada lingkungan atau kondisi media biakan. Komposisi kimia ganggang dalam persen bobot kering disajikan pada Tabel 2.

(28)

Tabel 2. Komposisi kimia ganggang dalam persen bobot kering

Ganggang

Komposisi kimia (% bobot kering) Protein Karbohidrat Lemak

Jenis gula yang menyusun karbohidrat Spirulina termasuk ramnosa (19 %), glukan (1,5 %), silitol berfosfat (2,5 %), hlukosamin dan asam muramat (2 %), glikogen (0,5 %), serta asam sialat (0,5 %). Bold dan Wynne (1985), menambahkan bahwa 1.7 % dari berat dinding selPleurotaeniumadalah lipid, 0.32 % adalah nitrogen dan selebihnya adalah glukosa, galaktosa, xylosa dan arabinosa. Ganggang adalah tumbuhan yang dapat berfotosintesis. Gula merupakan karbohidrat paling sederhana yang dihasilkan dari fotosintesis.

2.5. Identifikasi Ganggang Mikro

Pendekatan identifikasi ganggang mikro dilakukan dengan mengacu pada Bold dan Wynne (1985) dalam “Introduction to The Ganggange Structure and

Reproduction” dan indentifikasi Toshiniko Mizuno (1970) “Halustrations of The Fresh water Plankton of Japan”. Identifikasi ganggang mikro yang utama

didasarkan pada karakteristik morfologi serta sifat-sifat selular seperti: sifat

(29)

pigmen fotosintetik, struktur sel dan flagela yang dibentuk oleh sel-sel yang bergerak .

2.5.1. Karakteristik Morfologi

Banyak spesies ganggang terdapat sebagai sel tunggal yang dapat berbentuk bola, batang, gada atau kumparan. Ganggang memiliki ukuran sangat beragam. Ganggang ada yang memiliki flagela ada yang tidak. Bersifat uniseluler tetapi spesies tertentu membentuk koloni-koloni multiseluler. Beberapa koloni merupakan agregasi (kumpulan) sel-sel tunggal identik yang saling melekat setelah pembelahan. Ganggang sebagaimana protista eukariotik yang lain, mengandung nukleus yang membatasi membran yang mengandung pati, tetesan minyak dan vakuola. Setiap sel mengandung satu atau lebih kloroplas, yang dapat berbentuk pita, di dalam matriks kloroplas terdapat gelembung-gelembung pipih bermembran yang dinamakan tilakoid. Membran tilakoid berisikan klorofil dan pigmen-pigmen pelengkap yang merupakan situs reaksi cahaya fotosintesis.

2.5.2. Sistem pigmen

Pigmen terdapat dalam kloroplas. Kloroplas di dalam sel letaknya mengikuti bentuk dinding sel (parietal). Kloroplas kerap berisi masa protein cadangan, yang disebutpirenoid.

Tubuh ganggang terdapat zat warna (pigmen), yaitu:

- Fikosianin : warna biru

- Klorofil : warna hijau

- Fikosantin : warna coklat

- Fikoeritrin : warna merah

- Karoten : warna keemasan

- Xantofil : warna kuning

2.5.3. Sifat bahan cadangan

Cadangan makanan ganggang umumnya merupakan amilum yang tersusun sebagai rantai glukosa tidak bercabang yaitu amilosa dan rantai yang bercabang

(30)

amilopektin. Amilum tersebut seringkali terbentuk dalam granula bersama dengan badan protein dalam plastida disebut pirenoid. Pirenoid umumnya diliputi oleh butiran-butiran pati, pirenoid ini berasal dari hasil asimilasi berupa tepung dan lemak (lipid) tetapi beberapa jenis tidak mempunyai pirenoid.

2.5.4. Struktur Sel dan Flagela.

Struktur tubuh ganggang sangat bervariasi. Beberapa spesies yang bersel tunggal dapat bergerak atas kekuatan sendiri (motil), sedangkan sebagian lagi non motil. Koloni ganggang dapat berupa benang-benang (filamen). Koloni yang tidak membentuk filamen biasanya merupakan kumpulan sel berbentuk bundar atau pipih tanpa alat lekat (holdfast). Dua tipe pergerakan fototaksis pada ganggang yaitu:

1. Pergerakan dengan flagela

Pada umumnya sel ganggang dijumpai adanya flagela. Flagela dihubungkan dengan struktur yang sangat luas disebut aparatus neuromotor, merupakan granula pada pangkal dari tiap flagela disebut

blepharoplas. Flagela tersebut dikelilingi oleh selubung plasma. 2. Pergerakan dengan sekresi lendir

Beberapa divisi ganggang juga terdiri dari anggota bersel satu yang tidak mempunyai flagela atau tidak mempunyai alat gerak yang lain.

Mekanisme daya penggerak disebabkan adanya stimulus cahaya yang diduga oleh adanya sekresi lendir melalui porus dinding sel pada bagian

apikal dari sel. Daya penggerak lain oleh modifikasi khusus gerak ameboid. Gerakan ditimbulkan oleh arus sitoplasmik yang terarah di dalam kanal rafe, yang mendorong sel diatas substrat (Stanier et al. 1982).

Berdasarkan uraian diatas maka divisi taksonomi ganggang utama berdasarkan sifat-sifat seluler disajikan pada Tabel 3.

(31)

Tabel 3. Divisi taksonomi ganggang utama berdasarkan sifat-sifat seluler

Pati, minyak Kebanyakan non motil (kecuali satu ordo), tetapi

Flagela: 1 atau 2 sama atau tidak sama; pada beberapa

Flagela: 1, 2, atau 3 yang sama, agak apikal ; ada kerongkongan ; tidak ada

Sumber : Pelczar dan Chan (1986)

2.6. Etanol

Etanol atau etil alkohol (C2H5OH) atau sering juga disebut dengan grain alcohol yang dihasilkan dari proses fermentasi biomasa yang mengandung komponen pati atau selulosa dengan mennggunakan yeast Saccharomyces

cereviceae atau bakteri Zymomonas mobillis. Produksi biomassa yang rendah Etanol berbentuk cair, bening tidak berwarna, bersifat mudah terbakar, larut dalam air dan eter, mempunyai panas pembakaran 328 Kkal dan mempunyai bau khas

(32)

serta mempunyai sifat fisika – kimia seperti pada Tabel 5. Reaksi pembuatan bioetanol dari sukrosa adalah :

Produksi etanol biasanya dilakukan dalam tiga langkah : (1) memperoleh larutan gula yang dapat difermentasi, (2) fermentasi gula menjadi etanol dan (3) pemisahan etanol dilanjutkan pemurnian, biasanya dengan distilasi (Demirbas 2005). Etanol terbagi dalam tiga grade, yaitugradeindustri dengan kadar alkohol 90 - 94 %, netral dengan kadar alkohol 96 - 99,5 % umumnya digunakan untuk minuman keras atau bahan baku farmasi dan grade bahan bakar dengan kadar alkohol diatas 99,5 % .

Tabel 4. Sifat fisika – kimia etanol

Parameter Kuantifikasi

Densitas 0,789 g/cm3

Fase Likuid

Kelarutan dalam air Tinggi

Titik leleh -114,3oC (158,8 K)

Titik didih 78,4oC (351,6 K)

Viskositas 1.200 cP pada 20oC

Sumber : Rutz and Janssen (2007)

Satu dekade ini pengembangan etanol terus dilakukan hal ini didorong oleh (Musattoet al. 2010) :

(1) ketersediaan cadangan minyak yang terus berkurang dan harganya yang melonjak,

(2) Emisi yang disebabkan bahan bakar fosil (3) Persyaratan Protokol Kyoto danBali Road Map

(4) Alternatif baru bagi produsen pertanian.

Etanol dapat diproduksi dari berbagai biomassa hasil pertanian, namun secara tradisional bahan hasil pertanian yang digunakan adalah yang mengandung

C12H22O11+ H2O

bioenzim

2C2H5OH + 2 CO2

(33)

gula dan pati. Gula sederhana dapat langsung digunakan oleh khamir, sedangkan pati dapat dengan mudah dikonversi dahulu menjadi glukosa oleh enzim atau asam, kemudian difermentasi oleh khamir menjadi etanol. Varga et al. (2004) memproduksi etanol dari jagung, limbah jagung dan tongkol jagung dan melibatkan kemampuan Saccharomyces cerevisiae dalam menggunakan fraksi hemiselulosa sebagai sumber karbon untuk fermentasi etanol.

Setelah etanol diperoleh dari proses fermentasi selanjutnya etanol di distilasi untuk mendapatkan etanol sebesar 95%. Agar dapat digunakan sebagai bahan bakar terlebih dahulu dimurnikan kembali dengan proses dehidrasi atau purifikasi agar konsentrasi etanol menjadi 99%. Adapun spesifikasi standar etanol tersaji pada Tabel 5.

Tabel 5. Spesifikasi standar bioetanol (SNI 7390:2008)

NO Sifat Unit, min/max Spesifikasi

1 Kadar etanol %-v, min 99,5 (sebelum

denaturasi)2)

94,0 (setelah denaturasi)

2 Kadar methanol mg/L, max 300

3 Kadar air %-v, max 1

4 Kadar denaturan %-v, min

%-v, max

2 5

5 Kadar tembaga (Cu) mg/kg, max 0,1

6 Keasaman sebagai CH3COOH mg/L, max 30

7 Tampakan Jernih dan terang, tidak

ada

endapan dan kotor 8 Kadar ion klorida (Cl-) mg/L, max 40

9 Kandungan belerang (S) mg/L, max 50 10 Kadar getah (gum), dicuci mg/100 ml, max 5,0

11 pH 6,5 - 9,0

Sumber : Standar Nasional Indonesia. 2008. SNI 7390:2008

2.7. Potensi Ganggang Mikro sebagai Etanol

Ganggang mikro merupakan kelompok organisme yang mampu tumbuh dengan cepat, terdiri pada kelompok eukariotik dan prokariotik. Contoh organisme prokariotik adalah Cyanobacter (cyanophyceae) dan eukariotik meliputi ganggang mikro gree ganggange (Chlorophyta) dan diatom

(Bacillariophyceae) (Li et al. 2008). Ganggang mikro mampu mengkonversi cahaya matahari menjadi komponen kimia terutama lipid, karbohidrat dan protein. Memanfaatkan ganggang mikro sebagai bahan bakar nabati (etanol) bukan

(34)

merupakan ide baru, namun kini merupakan salah satu solusi seiring dengan meningkatnya harga dan berkurangnya cadanganfosil fuel.

Ganggang mikro adalah mikroorganisme fotosintetik, potensi ganggang mikro sebagai bahan kebutuhan pangan atau industri saat ini masih terus diteliti, ganggang mikro dapat bersaing dengan tumbuhan pertanian dikarenakan produksi biomassanya. Keuntungan lain dari ganggang mikro adalah dapat dipanen sepanjang musim, pemanfaatan air tidak sebesar tanaman teresterial, budidaya ganggang mikro tidak memerlukan herbisida atau aplikasi pestisida (Brennan dan Owende 2010).

Beberapa jenis ganggang mikro memiliki kemampuan menghasilkan karbohidrat tingkat tinggi sebagai polimer cadangan. Spesies tersebut yang menjadi kandidat ideal untuk produksi bio-etanol. Karbohidrat dari ganggang mikro dapat diekstraksi untuk menghasilkan gula yang dapat difermentasi. Kandungan karbohidrat ganggang mikro tergantung pada spesies dan kondisi lingkungan hidupnya (Basmal 2008). Karbohidrat pada ganggang mikro di dinding sel dan sitoplasma. Sekitar 4 – 7 % dalam bentuk selulosa dan sekitar 51 – 60 % dalam bentuk gula netral non selulosa.

Keunggulan ganggang mikro sebagai bahan baku etanol dari bahan baku lain yaitu keberlanjutan bahan baku ganggang mikro lebih terjamin dikarenakan kecepatan produksi biomassa yang tinggi, dapat dibudidayakan tanpa lahan. Ada sekitar 38 jenis ganggang mikro beberapa jenis ganggang mikro telah diteliti dan

diprediksi memilki kandungan karbohidrat yang cukup potensial sebagai sumber bahan baku etanol (Jhonet al. 2011). Parmar et al. (2011), menambahkan bahwa ganggang mikro divisi Cyanophyta dapat digunakan sebagai bahan baku produksi, biodiesel, etanol, biomethane disamping pemanfaatannya sebagai produk farmasi dan pangan. Kegiatan pembiakan tumbuhan produsen primer ini sangat menghemat ruang (save space), dapat memanfaatkan ruang terbuka luas atau ruang terbatas, memiliki efisiensi dan efektivitas tinggi. Ganggang mikro dapat menghasilkan produk minimal 30 kali lebih banyak dibandingkan tumbuhan darat persatuan luas lahan dan waktu yang sama (Tabel 6).

Pengembangan etanol dari kelompok cyanobacter telah banyak dikembangkan. Cyanobacter mampu mensekresikan glukosa dan sukrosa yang

(35)

mampu dimanfaatkan sebagai substrat dalam fermentasi etanol, hal tersebut diharapkan dapat memberikan alternatif dalam kebutuhan energi yang terus meningkat (Parmaret al. 2011). Hasil penelitian Rodjaroenet al(2007), 14 jenis ganggang mikro kelompok green ganggang dan 11 ganggang mikro kelompok

cyanobacter yang memiliki potensi sebagai biomassa penghasil karbohidrat.

Tabel 6. Perbandingan produksi minyak, penggunaan lahan dan produksi biodiesel ganggang mikro dengan sumber produk pertanian lain

Sumber Tanaman Kandungan

Jagung 44 172 66 152

Rami 33 363 31 321

Kedelai 18 636 18 562

Jarak 28 741 15 656

Canola/Rapeseed 41 974 12 809

Bunga matahari 40 1070 11 946

Kelapa sawit 36 5366 2 4747

Ganggang mikro (low

Penelitian yang dilakukan oleh Harun et al. 2009 menunjukkan bahwa

ganggang mikro jenis Chlorococum sp. dapat digunakan sebagai substrat untuk

produksi etanol dengan Saccharomyces bayanus. Konsentrasi etanolyang

dihasilkan sebesar 3,83 g/Lyang didapatkan dari 10 g/L ganggang mikro yang

sudah diekstrak minyaknya.

2.8. Metode Produksi Biomassa Ganggang Mikro pada Skala Lapang

Untuk produksi biomassa maksimum pada skala lapang dapat dilakukan dengan sistem terbuka (kolam kanal) dan sistem tertutup (fotobioreaktor) (Chisti 2007). Pengembangan konsep kolam kanal pertama kali dikenalkan oleh Jerman setelah perang dunia ke-2 awal tahun 1970, kemudian diikuti israel dan jepang. Awal pengembangannya, ganggang mikro selama beberapa periode, lebih

(36)

dikembangkan sebagai makanan sehat dan ditumbuhkan di kolam terbuka (Ugwu

et al.2008).

Kolam kanal dibuat dari saluran resirkulasi rangkaian tertutup, yang biasanya mempunyai kedalaman 0,3 m. Pencampuran dan sirkulasi diperoleh dari suatu roda penggerak (seperti turbin). Aliran diarahkan di sekitar cekungan, yang ditempatkan di saluran aliran. Roda penggerak beroperasi sepanjang waktu untuk mencegah sedimentasi (pengendapan). Desain tampak depan sebuah kolam kolam kanal disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Desain kolamracewaysdi skala lapang (Sumber: Jonathan 2010)

Pada kolam kolam kanal pendinginan diperoleh melalui penguapan. Suhu berfluktuasi seiring dengan siklus harian dan musiman. Sistem kolam kanal dapat memanfaatkan karbon dioksida lebih efisien daripada fotobioreaktor. Kelemahan dari metode ini adalah produktivitas ganggang mikro bisa dipengaruhi oleh kontaminasi dan mikroorganisme pemakan ganggang. Konsentrasi biomassa masih rendah karena campuran nutrisi pada sistem kolam kanal sedikit dan tidak dapat bertahan pada zona optik yang gelap. Namun, kelebihan dari metode kultivasi kolam dianggap lebih ekonomis serta membutuhkan sedikit biaya untuk membangun dan mengoperasikannya.

Kultivasi ganggang mikro dapat berlangsung pada sistem fotobioreaktor, untuk jangka waktu yang lama bisa dikembangkan skala laboratorium maupun

industri, tergantung tujuan yang dinginkan. Kultivasi ganggang mikro dengan metode ini mempunyai beberapa kelebihan antara lain: lebih mudah dikontrol, biomassa yang dihasilkan tinggi serta kemungkinan terjadinya kontaminasi oleh

(37)

mikroorganisme lain lebih kecil. Beberapa kelemahannya yaitu biaya produksi untuk pembuatan instalasi serta perawatan mekanisasinya cukup mahal bila akan dikembangkan dalam skala besar (Ugwuet al.2008).

Fotobioreaktor tubular tubular merupakan suatu sistem kultivasi yang bisa diterapkan pada skala lapang, terdiri atas sebuah larikan lurus berupa tabung transparan yang terbuat dari plastik atau kaca. Larikan tubular, atau kolektor surya, adalah ruang dimana sinar matahari ditangkap. Tabung kolektor surya umumnya berdiameter 0,1 m atau kurang. Diameter tabung terbatas karena cahaya tidak bisa menembus terlalu dalam ke biakan yang padat. Media ganggang mikro dialirkan dari reservoir (yaitu kolom degassing) ke kolektor surya dan kembali ke reservoir. Sebuah desain fotobioreaktor disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3. Fotobioreaktor di Pusat Produksi Ganggang Algomed, Klötze, Jerman (Sumber: Santosa 2010, tidak dipublikasikan).

Fotobioreaktor memerlukan pendinginan sepanjang hari. Pengendalian suhu sangat dibutuhkan pada malam hari, sehingga kehilangan biomassa dapat

diperkecil. Tabung luar fotobioreaktor didinginkan dengan menggunakan pengatur suhu. Kumparan pengatur suhu ditempatkan pada kolomdegassing.

2.9. Metode Pemanenan Ganggang mikro

2.9.1. Sentrifus

Sentrifus adalah proses pemisahan dengan menggunakan kekuatan sentrifugal untuk memadatkan padatan dan memisahkan dengan cairan. Pemisahan ini berdasarkan pada ukuran partikel dan perbedaan kerapatan

(38)

komponen medium. Sifat dari partikel kecil dalam sistem ini memilki efek terbesar dalam proses pemisahan.

Sentrifugasi dengan kecepatan tinggi merupakan metode terbaik dalam pemanenan ganggang mikro. Hasil penelitian Heasmen et al. 2000, melakukan pengujian dengan tiga sentrifus dengan kecepatan yang berbeda yaitu 1300 g, 6000 g dan 13000 g. Hasil yang diperoleh adalah efisiensi lebih 95% ketika kecepatan sentrifugasi maksimum (13000 g), yang kemudian menurun menjadi 60% pada 6000 g dan 40% pada 1300 g. Meskipun sentrifugasi merupakan metode yang efektif untuk pemisahan ganggang mikro, kelemahan membutuhkan energi yang cukup besar. Uduman (2010) mengatakan bahwa energi yang diperlukan sebesar 8kWh/m3kultur ganggang mikro.

2.9.2. Filtrasi

Filtrasi merupakan metode pemisahan memanfaatkan media permeabel. Media permeabel mempertahankan padatan dan melewatkan cairan. Penyaringan melibatkan suspensi yang melewati sebuah pemisah dengan ukuran pori-pori tertentu. Partikel-partikel padat yang lebih besar dari ukuran pori-pori pemisah dipertahankan, sementara fase cair melewati membran. Ukuran membran (kain saring) tergantung pada ukuran ganggang mikro. Lebih besar ukuran ganggang mikro maka bukaan membran akan semakin besar dan proses penyaringan akan lebih cepat dan biaya yang digunakan akan lebih murah.

Dalam proses filtrasi memerlukan tekanan yang akan diterapkan di seluruh sistem untuk memaksa cairan melalui membran. Besarnya tekanan tergantung dengan jenis pendorongnya seperti vakum, gravitasi dan sentrifugal. Kelemahan dalam metode filtrasi adalah media ganggang mikro cenderung akan ikut bercampur sehingga perlu pembilasan atau pencucian kembali.

Kajian mengenai pemanenan biomassa ganggang mikro telah banyak dilakukan, Grima et al. 2003, melakukan metode pemanenan yang dioperasikan dibawah tekanan sesuai pada ganggang mikro yang berukuran besar dan tidak sesuai bila diaplikasikan pada ukurun ganggang mikro yang ukurannya mendekati dimensi bakteri.

(39)

Metode filtrasi yang menjanjikan dalam proses pemanenan dalam skala besar adalah metode tangensial flow filtrasion (filtrasi aliran tangensial), dalam metode TFF medium mengalir melintasi membran, kemudian di resirkulasi ke membran untuk menjaga sel-sel dan meminimalkan fouling atau penumpukan pada layar filtrasi. Partikel dengan ukuran lebih kecil dari pori-pori membran dapat melewati. Sementara yang lebih besar tetap bertahan. Hasil penelitian Petruevski et al. 1994, menggunakan ultrafiltrasi dengan ukuran pori-pori

membran 0.45μm meghasilkan biomassa ganggang mikro berkisar 70-89 %.

Metode pemanenan dengan cara filtrasi disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4. Metodetangensial flow filtrasion(Udumanet al, 2010)

2.9.3. Flokulasi

Flokulasi adalah proses penghilangan stabilitas partikel koloid sehingga perkembangan partikel dapat terjadi sebagai akibat dari benturan partikel. Sedangkan flokulasi adalah proses dimana ukuran partikel meningkat dikarenakan oleh benturan partikel. Proses koagulasi biasanya diikuti oleh proses flokulasi. Biasanya proses koagulasi flokulasi dilakukan dengan menambahkan bahan kimia pembantu yang biasanya dikenal sebagai koagulan dan flokulan. Koagulan dan flokulan yang biasanya digunakan adalah polimer, garam logam seperti alum atau ferric sulfat (Metcalf dan Eddy 2004).

Ganggang mikro yang berukuran 5-50 μm (Tenney et al. 1969), dapat membentuk suspensi stabil dengan reaksi kimia reaktif pada permukaan seluler yang memiliki muatan permukaan akibat ionisasi gugus fungsi. Stabilitas suspensi

(40)

ganggang mikro tergantung pada kekuatan yang berinteraksi antara partikel ganggang mikro dan partikel-partikel dengan air. (Tenneyet al. 1969)

Pemanenan dengan metode flokulasi merupakan salah satu metode pemanenan yang dapat diandalkan karena dapat diaplikasikan pada berbagai spesies ganggang mikro. Hasil penelitian, Pushparaj et al. 1992 pada ganggang mikro Tetraselmis suecica, Spirulina platensis dan Rhodopseudomonas palustris

dengan menggunakan flokulan mampu memisahkan biomassa pada media hidupnya sebesar 80% pada ganggang mikro Tetraselmis suecica dan 70% pada ganggang mikro Spirulina platensis dan Rhodopseudomonas palustris. Terdapat dua jenis flokulan yaitu flokulan anorganik dan flokulan organik. Flokulan yang telah diaplikasikan pada ganggang mikro dan jenis flokulan tersaji pada Tabel 7

Tabel 7. Jenis, dosis dan pH optimal flokulan

Tipe Flokulan Jenis Flokulan Dosis optimal (mg/L)

pH Optimal

Anorganik

Alumunium sulfat/ Tawas 80-250 5.3-5.6

Ferric Sulfat 50-90 3.0-9.0

Sumber : Shelefet al1984.

Jenis flokulan alumunium sulfat merupakan salah satu flokulan terbaik yang digunakan sebagai metode pemanenan ganggang mikro. Lee et al. 1998 menambahkan bahwa penggunaan flokulan jenis alumunium sulfat pada ganggang mikro Botryococcus braunii dengan pH 11 pada minggu kedua memilki kandungan lipid terbaik. Menurut Oswald (1988) koagulan dan flokulan yang paling efektif untuk memisahkan ganggang adalah aluminium sulfat dan ferri sulfat. Keberhasilan dalam pemanenan dengan menggunakan flokulan dipengaruhi oleh beberapa hal seperti, luas permukaan ganggang mikro akan menentukan dosis flokulan yang digunakan, Komposisi kimia ganggang mikro dan kondisi pH optimum (Oswald 1988)

2.9.4. Teknik Elektroflotasi

(41)

Setiap metode pemanenan memiliki kelebihan dan kekurangan dalam aplikasinya. Penggunaan bahan kimia dalam metode pemanenan akan meningkatkan konsentrasi zat terlarut didalam medium dan memungkinkan meningkatkan resiko kontaminan pada ganggang mikro. Metode pemanenan dengan teknik elektrolitik diharapkan dapat menjadi solusi akan resiko yang dihadapi metode pemanenan menggunakan bahan kimia. Teknik elektrolitik dapat digunakan karena ganggang mikro dapat menjadi partikel koloid dan dipisahkan dari media air dengan aliran medan listrik. Kelebihan menggunakan teknik elektrolitik yaitu ramah lingkungan, efisien, lemih aman, ekonomis dan selektif (Mollah et al 2004). Terdapat tiga jenis teknik elektrolitik yaitu koagulasi elektrolitik, flotasi elektrolitik, dan flokulasi elektrolitik.

Teknik koagulasi elektrolitik melibatkan bahan kimia dan mekanisme fisik untuk memisahkan ganggang mikro dari air. Elektroda reaktif seperti besi atau alumunium yang biasa digunakan. Elektroda tersebut menghasilkan ion logam yang menyebabkan koagulasi biomassa ganggang mikro. Jumlah logam yang terlarut untuk membentuk ion tergantung pada listrik yang melewati larutan elektrolit. Teknik koagulasi elektrolitik tersajii pada Gambar 5.

Gambar 5. Teknik Koagulasi elektrolitik (Udumanet al. 2011).

Hasil penelitian Uduman et al (2011), dengan menggunakan teknik koagulasi elektrolitik pada ganggang mikro Tetraselmissp dan Chlorococcumsp,

(42)

mampu memisahkan ganggang mikro dengan efisiensi 98-99% dengan daya optimal listrik 9.16 kWh/kg untuk Tetraselmis sp dan 4,44 kWh / kg untuk

Chlorococcum sp selama 15 menit. Mekanisme teknik elektrolitik yaitu; 1) pembentukan koagulan oleh oksidasi elektrolitik yang berasal dari elektroda, 2) Destabilisation dari kontaminan, suspensi partikulat, dan melanggar emulsi. Langkah ini termasuk kompresi lapisan ganda menyebar di sekitar spesies dibebankan oleh interaksi ion yang dihasilkan oleh oksidasi dari anoda korban, netralisasi muatan (menghasilkan muatan total nol) dari spesies ion hadir di media oleh ion kontra dihasilkan oleh elektrokimia pembubaran anoda korban dan pembentukan flok sebagai akibat dari partikel bridging, 3) Agregasi dari fase stabil untuk membentuk gumpalan (Udumanet al. 2011).

2.10. Hidrolisis Asam

Hidrolisis asam umumnya sering diartikan sebagai pre-treatment, yang merupakan tahapan pemecahan dinding sel ganggang mikro, untuk mengeluarkan karbohidrat yang terperangkap. Proses pre-treatment merupakan tahapan yang penting karena akan menghasilkan gula yang nantinya difermentasi menjadi etanol. Prosedur pre-treatment efisien, harus hemat energi, hemat biaya,mudah diaplikasikan dan tidak menurunkan kadar gula farmentasi (Rebelo et al. 2009). Biomassa dapat dipre-treatment dengan tiga cara; fisik, biologi dan kimia.

Metode pre-treatment kimia menggunakan hidrolisis asam (H2SO4) dan

hidrolisis basa (NaOH), tentunya metode ini memiliki keuntungan yaitu tinggi dalam mengkonversi hemiselulosa, selulosa dan membutuhkan waktu yang singkat, namun proses konversi dapat berjalan dengan lambat apabila dalam suhu dan tekanan yang rendah (Conde-Meija et al. 2011). Hasil penelitian Harunet al. (2011) pada ganggang mikro Chlorococcum infusionum, dengan hidrolisis basa menggunakan NaOH 0.75% b/v menghasilkan gula pereduksi 350 mg/g dengan suhu 120oC selama 30 menit.

Proses hirdrolisis asam umumnya menggunakan asam sulfat (H2SO4) dan

asam klorida (HCl) merupakan asam yang sering digunakan sebagai katalis kimia. Hidrolisis asam dikelompokkan menjadi dua yaitu hidrolisis asam dengan konsentrasi tinggi dan dengan konsentrasi rendah (Taherzadeh dan Karimi 2007).

(43)

Penggunaan H2SO4dan HCl sebagai katalis dalam hidrolisis asam menghasilkan

gula sederhana yang berbeda, dimana konsentrasi dan waktu hidrolisis yang sama, H2SO4 memberikan hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan HCl. Menurut

Choi dan Mathews (1996) hidrolisis pati dengan H2SO4 selama 40 menit pada

suhu 132oC menghasilkan 92% gula pereduksi, sedangkan penggunaan HCl 2% dengan waktu dan suhu yang sama menghasilkan 82% gula pereduksi. Penggunaan asam pekat pada hidrolisis mempunyai banyak persoalan teknik dan ekonomi misalnya penggunaan peralatan yang harus tahan terhadap asam,

recoveryasam dan menghasilkan produk samping yang dapat menghambat proses fermentasi (Safitriet al. 2009).

2.11. Hidrolisis Enzim

Selain menggunakan asam, hidrolisis dapat dilakukan dengan menggunakan katalis enzim. Enzim adalah sekelompok protein yang berfungsi sebagai katalisator untuk berbagai reaksi kimia dalam sistem biologik. Penggunaan katalis enzim tentunya memiliki perbedaan dalam mengkonversi gula pereduksi karena kinerja enzim lebih spesifik. Hidrolisis menggunakan enzim memiliki laju hidrolisis yang rendah namun lebih disukai karena lebih ramah lingkungan. Selain itu hidrolisis enzim dapat dilakukan pada suhu ruang dan tekanan rendah, yang artinya tidak memerlukan penggunaan energi, juga produk yang dihasilkan lebih spesifik (Irawati. 2006).

Hidrolisis enzim umumnya menggunakan mikroorganisme seperti fungi/

Actinomycetes untuk mendegradasi komponen selulosa pada ganggang mikro.

Mikroorganisme yang dapat menghasilkan enzim selulase yang dapat mendegradasi selulosa seperti Tricoderma viride atau Tricoderma reesei.

Mikroorganisme selulolitik mampu menghasilkan selulase kompleks, yaitu suatu campuran beberapa jenis selulase yang berbeda. Selulase kompleks mampu menghidrolisis kristal selulosa menjadi gula-gula terlarut secara efisien. Beberapa spesies bakteri yang dapat memproduksi enzim selulase dan hemiselulase adalah

Clostridium, Cellumonas, Thermomonospora, Bacillus, Bacteriodes,

Ruminococcus, Erwinia, Acetovibrio, Microbispora dan Streptomyces, dan jamur seperti Tricoderma, Penicillium, Fusarium, Phanerochaete, Humicola dan

Gambar

Gambar 1. Kerangka pemikiiran penelitian
Tabel 1. Perbandingan produksi minyak ganggang mikro
Tabel 2. Komposisi kimia ganggang dalam persen bobot kering
Tabel 3. Divisi taksonomi ganggang utama berdasarkan sifat-sifat seluler
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk pengaplikasian warna di setiap media Corporate Identity 21 Express digunakan warna yang sesuai dengan konsep “Vigorous” yang didapat dari keyword. Psikologi warna

However, the way that the National People’s Congress and its standing committee holding conferences has decided that they cannot meet the requirement of the continuity and

Bidang dan Kegiatan Usaha Bergerak dalam bidang usaha Perbankan dan Jasa Keuangan Jumlah Saham yang ditawarkan 2.051.366.765 Saham Biasa Kelas B baru dengan nilai nominal..

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kombinasi portofolio yang optimal pada sub sektor perkebunan dan sub sektor perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia,

Faktor dominan terhadap kejadian ahtritis gout akut yaitu pola makan dengan nilai p value (0.014) disamping faktor lain yang berpengaruh terhadap kejadian ahtritis

Pengalaman selama hampir 20 tahun bekerja di rumah sakit jiwa membuat Siti paham akan tantangan dan solusi yang harus diupayakan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat

Penjelmaan ayat tersebut tercermin dalam prilaku masyarakat adat Aceh dimana dalam penyelesaian permasalahan cek-cok (perselisihan ringan) dalam rumah tangga

1.! Otoritas Jasa Keuangan menghentikan uji kemampuan dan kepatutan calon PSP, calon anggota Dewan Komisaris, dan calon anggota Direksi apabila pada saat penilaian