• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pola Pemberian Susu Formula dan Konsumsi Zat Gizi Anak Usia di Bawah Dua Tahun (Baduta) pada Keluarga Ibu Bekerja dan Ibu Tidak Bekerja

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pola Pemberian Susu Formula dan Konsumsi Zat Gizi Anak Usia di Bawah Dua Tahun (Baduta) pada Keluarga Ibu Bekerja dan Ibu Tidak Bekerja"

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)

Djuwita Andini

PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN

(2)

RINGKASAN

DJUWITA ANDINI. Pola Pemberian Susu Formula dan Konsumsi Zat Gizi Anak di bawah Dua Tahun (Baduta) pada Keluarga Ibu Bekerja dan Ibu Tidak Bekerja. Dibimbing oleh ALI KHOMSAN dan KATRIN ROOSITA.

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan pola pemberian susu formula dan konsumsi zat gizi anak usia di bawah dua tahun (baduta) pada keluarga ibu bekerja dan ibu tidak bekerja di Kota Bogor. Tujuan khususnya yaitu 1). Membandingkan karakteristik keluarga dan anak baduta pada kelompok ibu bekerja dan kelompok ibu tidak bekerja; 2). Membandingkan pengetahuan gizi ibu pada kedua kelompok; 3). Mempelajari pola pemberian ASI, susu formula, dan MPASI pada kedua kelompok; 4). Mengetahui kontribusi zat gizi dari konsumsi ASI, susu formula dan makanan terhadap tingkat konsumsi zat gizi pada anak baduta dari kedua kelompok; dan 5). Menganalisis hubungan karakteristik keluarga, karakteristik anak, dna pengetahuan gizi ibu dengan pola pemberian ASI dan susu formula.

Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study. Penelitian dilakukan di Kelurahan Bantarjati dan Kelurahan Tegal Gundil, Kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor. Pemilihan lokasi Kecamatan dan Kelurahan ditentukan secara purposive. Pemilihan RW pada kedua kelurahan tersebut dilakukan secara random. Waktu penelitian dari bulan Juni sampai Agustus 2005.

Responden penelitian adalah ibu yang memiliki anak berumur 13-23 bulan yang memberikan susu formula dan bersedia diwawancarai. Contoh penelitian adalah anak baduta yang dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan status pekerjaan ibu yaitu kelompok ibu bekerja dan ibu tidak bekerja. Pengambilan contoh dilakukan secara purposive. Jumlah contoh dari masing-masing kelurahan adalah 15 orang dari keluarga ibu bekerja dan 15 orang dari keluarga ibu tidak bekerja, sehingga jumlah contoh keseluruhan adalah 60 orang.

Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner dan observasi langsung. Data yang diperoleh dari hasil penelitian dikategorikan dan diolah menggunakan tabulasi silang dan dianalisis secara deskriptif dan inferensia dengan Microsoft Excel dan SPSS 10.0 for Windows. Uji statistik yang digunakan adalah uji beda t, uji beda Mann Whitney, dan uji korelasi Rank Spearman.

Data konsumsi pangan yang diperoleh dikonversikan dari ukuran rumah tangga ke satuan gram dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) (Hardinsyah & Briawan, 1994). Kemudian dihitung kandungan Energi dan zat gizinya dengan menggunakan Microsoft Excel dengan program Food Processor. Kontribusi konsumsi energi dan zat gizi ASI, susu formula dan makanan terhadap konsumsi zat gizi dan kecukupan zat gizi diperoleh berdasarkan perbandingan antara jumlah zat gizi yang dikonsumsi dari ASI, susu formula dan makanan dengan pangan total dan kecukupan gizi.

Berdasarkan hasil penelitian, pada kelompok ibu tidak bekerja sebesar 53,3% contoh merupakan anak pertama, 40% contoh merupakan anak ke-2 atau ke-3. Pada kelompok ibu bekerja sebesar 23,3% contoh merupakan anak pertama, 73,3% contoh merupakan anak ke-2 atau ke-3. Hasil uji beda menunjukkan bahwa terdapat perbedaan urutan anak antara kedua kelompok (p<0,05). Sebesar 90% contoh di kedua kelompok dilahirkan dengan bantuan dokter/bidan, tidak ada perbedaan penolong kelahiran contoh pada kedua kelompok.

(3)

ibu pada kedua kelompok (p<0,05). Keluarga contoh baik kelompok ibu tidak bekerja (96,7%) dan kelompok ibu bekerja (96,7%) sudah berada di atas batas kemiskinan penduduk perkotaan di Jawa Barat (Rp 135.598,00/kapita/bulan). Hasil uji beda menunjukkan tingkat pendapatan keluarga contoh tidak berbeda. Sebesar 76,7% keluarga ibu tidak bekerja dan 80% keluarga ibu bekerja merupakan keluarga kecil (≤4 orang), tidak terdapat perbedaan besar keluarga pada kedua kelompok contoh.

Proporsi terbesar contoh kelompok ibu tidak bekerja (90%) dan ibu bekerja (80%) mendapat kolostrum. Sebanyak 76,7% contoh kelompok ibu tidak bekerja dan 50% contoh kelompok ibu bekerja mendapat minuman pralaktal, terdapat perbedaan praktek pemberian minuman pralaktal antara kedua kelompok contoh (p<0,05). Lebih dari separuh contoh di kedua kelompok sudah tidak memperoleh ASI lagi. Pola pemberian ASI kelompok ibu tidak bekerja berada pada kategori sedang (63,3%), sedangkan kelompok ibu bekerja berada pada kategori baik (63,3%). Ada perbedaan pola pemberian ASI antara kedua kelompok contoh (p<0,05).

Proporsi terbesar contoh ibu tidak bekerja (36,7%) dan contoh ibu bekerja (40%) mendapat susu formula pada usia kurang dari satu bulan. Jika dibandingkan dengan aturan pada kemasan susu formula, pengenceran dan frekuensi pemberian susu formula kepada contoh di kelompok ibu tidak bekerja (66,7% dan 63,3%) dan kelompok ibu bekerja (63,3% dan 66,7%) adalah tidak tepat. Cara membersihkan botol yang dilakukan oleh responden ibu tidak bekerja (80%) dan responden ibu bekerja (83,3%) adalah dengan merebus botol susu. Pola pemberian susu formula pada kelompok ibu tidak bekerja (60%) dan kelompok ibu bekerja (56,7%) termasuk kategori sedang. Tidak ada perbedaan usia pemberian susu formula, ketepatan pengenceran, ketepatan frekuensi pemberian, cara membersihkan botol, dan kategori pola pemberian susu formula antara kedua kelompok.

Sebesar 80% contoh kelompok ibu tidak bekerja dan 83,3% contoh kelompok ibu bekerja mendapat MPASI pada umur kurang dari enam bulan. Jenis MPASI yang pertama diberikan responden ibu tidak bekerja (46,7%) dan responden ibu bekerja (40%) adalah bubur bayi instan. Pola pemberian MPASI kelompok ibu tidak bekerja (56,7%) dan kelompok ibu bekerja (66,7%) berada pada kategori sedang. Tidak terdapat perbedaan usia pemberian MPASI, jenis MPASI pertama, dan kategori pola pemberian MPASI antara kedua kelompok contoh.

(4)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Pola Pemberian Susu Formula dan Konsumsi Zat Gizi Anak Usia di bawah Dua Tahun (Baduta) pada Keluarga Ibu Bekerja dan Tidak Bekerja adalah karya saya sendiri di bawah arahan dosen pembimbing Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, MS dan Katrin Roosita, SP., M.Si belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Februari 2006

Djuwita Andini

(5)

anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Muhammad Junus dan Alma Riani. Pendidikan di Sekolah Dasar (SD) ditempuh dari tahun 1989 sampai 1995 di SD Al-Mukhlisin Jakarta. Kemudian penulis melanjutkan sekolah ke SLTP Negeri 21 Semarang dan tamat pada tahun 1998. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan ke SMU Negeri 4 Semarang dan lulus pada tahun 2001. Pada tahun 2001 penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Selama masa perkuliahan penulis pernah menjadi pengurus Himpunan Mahasiswa Peminat Ilmu Gizi Pertanian (HIMAGITA) dan Forum Keluarga Mushola

(6)

UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi berjudul “Pola Pemberian Susu Formula dan Konsumsi Zat Gizi Anak

Usia di bawah Dua Tahun (Baduta) pada Keluarga Ibu Bekerja dan Ibu Tidak Bekerja”. Dalam penulisan skripsi ini, penulis mendapat bantuan dari berbagai pihak baik moril maupun materiil. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada : 1. Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, MS dan Katrin Roosita, SP., MSi sebagai dosen

pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, masukan, dan arahan selama penulisan skripsi ini.

2. Dr. Ir. Faisal Anwar, MS sebagai dosen penguji dan Ir. Eddy S. Mudjajanto, MS sebagai dosen pemandu seminar yang telah memberikan saran dan masukan bagi

penulis.

3. Anfamedhiarifda dan Tria Anggita sebagai pembahas seminar, telah banyak memberikan masukan untuk skripsi penulis.

4. Papa dan Mama tercinta atas doa dan kasih sayangnya; abang, adik dan nenekku tersayang atas dukungannya selama ini.

5. Keluarga kecilku selama di Bogor yang telah mengisi hari-hariku dengan cahaya keimanan.

6. Kecamatan Bogor Utara, Kelurahan Bantarjati dan Tegal Gundil, Puskesmas Tegal Gundil, dan para kader posyandu atas izin dan bantuan yang diberikan selama pengumpulan data.

7. Ibu Megawati Simanjuntak, SP yang telah membantu pengolahan data.

8. Seluruh dosen dan pegawai di Departemen GMSK yang telah membantu, dan membimbing penulis selama menjadi mahasiswa di Departemen GMSK.

(7)

11.Teman-teman seperjuangan di jurusan, fakultas, PAI, TPI, dan 4saik atas persaudaraan, kerjasama, bantuan, semangat dan pengertian selama ini. Semoga Allah mempertemukan kita kembali di surga-Nya.

12.Teman-teman di Pondok Adinda Balio (Dwi, Mba Neno, Mba Desy, Mba Elmi, Mba Siwi, Hani, Vidya, Rosita, Sari, Santi, Nurul, dan Selly) atas persahabatan, bantuan, dan pengertian selama ini.

13.Teman-teman GMSK 34-41, MUB 37-41, teman-teman yang telah hadir pada seminar penulis, dan semua teman-teman mahasiswa IPB yang telah membantu penulis selama ini.

Penulis sadari skripsi ini masih terdapat kekurangan, namun penulis sangat berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya. Amin.

Bogor, Februari 2006

(8)

POLA PEMBERIAN SUSU FORMULA DAN KONSUMSI ZAT GIZI ANAK USIA DI BAWAH DUA TAHUN (BADUTA)

PADA KELUARGA IBU BEKERJA DAN TIDAK BEKERJA

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Djuwita Andini A54101039

PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN

(9)

Nama : Djuwita Andini NRP : A54101039

Menyetujui,

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, MS Katrin Roosita, SP., M.Si NIP. 131 404 218 NIP. 132 232 457

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, M.Agr NIP. 130 422 698

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... x

DAFTAR GAMBAR... xii

DAFTAR LAMPIRAN... xiii

PENDAHULUAN... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Kegunaan Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA... 4

Anak Baduta... 4

Makanan Anak Baduta... 4

Air Susu Ibu (ASI) ... 5

Minuman Pralaktal ... 6

Susu Formula ... 7

Makanan Pendamping ASI (MPASI)... 11

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemberian Susu Formula... 12

Karakteristik Ibu ... 12

Karakteristik Keluarga ... 14

Karakteristik Anak ... 15

Akses Informasi Ibu ... 15

Pengetahuan Gizi Ibu ... 16

KERANGKA PEMIKIRAN... 17

METODE PENELITIAN... 19

Desain, Tempat dan Waktu ... 19

Cara Pemilihan Contoh ... 19

Jenis dan Cara Pengumpulan Data... 19

Pengolahan dan Analisis Data... 20

Definisi Operasional ... 25

HASIL DAN PEMBAHASAN... 27

KESIMPULAN DAN SARAN... 74

DAFTAR PUSTAKA... 77

(11)

Djuwita Andini

PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN

(12)

RINGKASAN

DJUWITA ANDINI. Pola Pemberian Susu Formula dan Konsumsi Zat Gizi Anak di bawah Dua Tahun (Baduta) pada Keluarga Ibu Bekerja dan Ibu Tidak Bekerja. Dibimbing oleh ALI KHOMSAN dan KATRIN ROOSITA.

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan pola pemberian susu formula dan konsumsi zat gizi anak usia di bawah dua tahun (baduta) pada keluarga ibu bekerja dan ibu tidak bekerja di Kota Bogor. Tujuan khususnya yaitu 1). Membandingkan karakteristik keluarga dan anak baduta pada kelompok ibu bekerja dan kelompok ibu tidak bekerja; 2). Membandingkan pengetahuan gizi ibu pada kedua kelompok; 3). Mempelajari pola pemberian ASI, susu formula, dan MPASI pada kedua kelompok; 4). Mengetahui kontribusi zat gizi dari konsumsi ASI, susu formula dan makanan terhadap tingkat konsumsi zat gizi pada anak baduta dari kedua kelompok; dan 5). Menganalisis hubungan karakteristik keluarga, karakteristik anak, dna pengetahuan gizi ibu dengan pola pemberian ASI dan susu formula.

Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study. Penelitian dilakukan di Kelurahan Bantarjati dan Kelurahan Tegal Gundil, Kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor. Pemilihan lokasi Kecamatan dan Kelurahan ditentukan secara purposive. Pemilihan RW pada kedua kelurahan tersebut dilakukan secara random. Waktu penelitian dari bulan Juni sampai Agustus 2005.

Responden penelitian adalah ibu yang memiliki anak berumur 13-23 bulan yang memberikan susu formula dan bersedia diwawancarai. Contoh penelitian adalah anak baduta yang dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan status pekerjaan ibu yaitu kelompok ibu bekerja dan ibu tidak bekerja. Pengambilan contoh dilakukan secara purposive. Jumlah contoh dari masing-masing kelurahan adalah 15 orang dari keluarga ibu bekerja dan 15 orang dari keluarga ibu tidak bekerja, sehingga jumlah contoh keseluruhan adalah 60 orang.

Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner dan observasi langsung. Data yang diperoleh dari hasil penelitian dikategorikan dan diolah menggunakan tabulasi silang dan dianalisis secara deskriptif dan inferensia dengan Microsoft Excel dan SPSS 10.0 for Windows. Uji statistik yang digunakan adalah uji beda t, uji beda Mann Whitney, dan uji korelasi Rank Spearman.

Data konsumsi pangan yang diperoleh dikonversikan dari ukuran rumah tangga ke satuan gram dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) (Hardinsyah & Briawan, 1994). Kemudian dihitung kandungan Energi dan zat gizinya dengan menggunakan Microsoft Excel dengan program Food Processor. Kontribusi konsumsi energi dan zat gizi ASI, susu formula dan makanan terhadap konsumsi zat gizi dan kecukupan zat gizi diperoleh berdasarkan perbandingan antara jumlah zat gizi yang dikonsumsi dari ASI, susu formula dan makanan dengan pangan total dan kecukupan gizi.

Berdasarkan hasil penelitian, pada kelompok ibu tidak bekerja sebesar 53,3% contoh merupakan anak pertama, 40% contoh merupakan anak ke-2 atau ke-3. Pada kelompok ibu bekerja sebesar 23,3% contoh merupakan anak pertama, 73,3% contoh merupakan anak ke-2 atau ke-3. Hasil uji beda menunjukkan bahwa terdapat perbedaan urutan anak antara kedua kelompok (p<0,05). Sebesar 90% contoh di kedua kelompok dilahirkan dengan bantuan dokter/bidan, tidak ada perbedaan penolong kelahiran contoh pada kedua kelompok.

(13)

ibu pada kedua kelompok (p<0,05). Keluarga contoh baik kelompok ibu tidak bekerja (96,7%) dan kelompok ibu bekerja (96,7%) sudah berada di atas batas kemiskinan penduduk perkotaan di Jawa Barat (Rp 135.598,00/kapita/bulan). Hasil uji beda menunjukkan tingkat pendapatan keluarga contoh tidak berbeda. Sebesar 76,7% keluarga ibu tidak bekerja dan 80% keluarga ibu bekerja merupakan keluarga kecil (≤4 orang), tidak terdapat perbedaan besar keluarga pada kedua kelompok contoh.

Proporsi terbesar contoh kelompok ibu tidak bekerja (90%) dan ibu bekerja (80%) mendapat kolostrum. Sebanyak 76,7% contoh kelompok ibu tidak bekerja dan 50% contoh kelompok ibu bekerja mendapat minuman pralaktal, terdapat perbedaan praktek pemberian minuman pralaktal antara kedua kelompok contoh (p<0,05). Lebih dari separuh contoh di kedua kelompok sudah tidak memperoleh ASI lagi. Pola pemberian ASI kelompok ibu tidak bekerja berada pada kategori sedang (63,3%), sedangkan kelompok ibu bekerja berada pada kategori baik (63,3%). Ada perbedaan pola pemberian ASI antara kedua kelompok contoh (p<0,05).

Proporsi terbesar contoh ibu tidak bekerja (36,7%) dan contoh ibu bekerja (40%) mendapat susu formula pada usia kurang dari satu bulan. Jika dibandingkan dengan aturan pada kemasan susu formula, pengenceran dan frekuensi pemberian susu formula kepada contoh di kelompok ibu tidak bekerja (66,7% dan 63,3%) dan kelompok ibu bekerja (63,3% dan 66,7%) adalah tidak tepat. Cara membersihkan botol yang dilakukan oleh responden ibu tidak bekerja (80%) dan responden ibu bekerja (83,3%) adalah dengan merebus botol susu. Pola pemberian susu formula pada kelompok ibu tidak bekerja (60%) dan kelompok ibu bekerja (56,7%) termasuk kategori sedang. Tidak ada perbedaan usia pemberian susu formula, ketepatan pengenceran, ketepatan frekuensi pemberian, cara membersihkan botol, dan kategori pola pemberian susu formula antara kedua kelompok.

Sebesar 80% contoh kelompok ibu tidak bekerja dan 83,3% contoh kelompok ibu bekerja mendapat MPASI pada umur kurang dari enam bulan. Jenis MPASI yang pertama diberikan responden ibu tidak bekerja (46,7%) dan responden ibu bekerja (40%) adalah bubur bayi instan. Pola pemberian MPASI kelompok ibu tidak bekerja (56,7%) dan kelompok ibu bekerja (66,7%) berada pada kategori sedang. Tidak terdapat perbedaan usia pemberian MPASI, jenis MPASI pertama, dan kategori pola pemberian MPASI antara kedua kelompok contoh.

(14)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Pola Pemberian Susu Formula dan Konsumsi Zat Gizi Anak Usia di bawah Dua Tahun (Baduta) pada Keluarga Ibu Bekerja dan Tidak Bekerja adalah karya saya sendiri di bawah arahan dosen pembimbing Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, MS dan Katrin Roosita, SP., M.Si belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Februari 2006

Djuwita Andini

(15)

anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Muhammad Junus dan Alma Riani. Pendidikan di Sekolah Dasar (SD) ditempuh dari tahun 1989 sampai 1995 di SD Al-Mukhlisin Jakarta. Kemudian penulis melanjutkan sekolah ke SLTP Negeri 21 Semarang dan tamat pada tahun 1998. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan ke SMU Negeri 4 Semarang dan lulus pada tahun 2001. Pada tahun 2001 penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Selama masa perkuliahan penulis pernah menjadi pengurus Himpunan Mahasiswa Peminat Ilmu Gizi Pertanian (HIMAGITA) dan Forum Keluarga Mushola

(16)

UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi berjudul “Pola Pemberian Susu Formula dan Konsumsi Zat Gizi Anak

Usia di bawah Dua Tahun (Baduta) pada Keluarga Ibu Bekerja dan Ibu Tidak Bekerja”. Dalam penulisan skripsi ini, penulis mendapat bantuan dari berbagai pihak baik moril maupun materiil. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada : 1. Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, MS dan Katrin Roosita, SP., MSi sebagai dosen

pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, masukan, dan arahan selama penulisan skripsi ini.

2. Dr. Ir. Faisal Anwar, MS sebagai dosen penguji dan Ir. Eddy S. Mudjajanto, MS sebagai dosen pemandu seminar yang telah memberikan saran dan masukan bagi

penulis.

3. Anfamedhiarifda dan Tria Anggita sebagai pembahas seminar, telah banyak memberikan masukan untuk skripsi penulis.

4. Papa dan Mama tercinta atas doa dan kasih sayangnya; abang, adik dan nenekku tersayang atas dukungannya selama ini.

5. Keluarga kecilku selama di Bogor yang telah mengisi hari-hariku dengan cahaya keimanan.

6. Kecamatan Bogor Utara, Kelurahan Bantarjati dan Tegal Gundil, Puskesmas Tegal Gundil, dan para kader posyandu atas izin dan bantuan yang diberikan selama pengumpulan data.

7. Ibu Megawati Simanjuntak, SP yang telah membantu pengolahan data.

8. Seluruh dosen dan pegawai di Departemen GMSK yang telah membantu, dan membimbing penulis selama menjadi mahasiswa di Departemen GMSK.

(17)

11.Teman-teman seperjuangan di jurusan, fakultas, PAI, TPI, dan 4saik atas persaudaraan, kerjasama, bantuan, semangat dan pengertian selama ini. Semoga Allah mempertemukan kita kembali di surga-Nya.

12.Teman-teman di Pondok Adinda Balio (Dwi, Mba Neno, Mba Desy, Mba Elmi, Mba Siwi, Hani, Vidya, Rosita, Sari, Santi, Nurul, dan Selly) atas persahabatan, bantuan, dan pengertian selama ini.

13.Teman-teman GMSK 34-41, MUB 37-41, teman-teman yang telah hadir pada seminar penulis, dan semua teman-teman mahasiswa IPB yang telah membantu penulis selama ini.

Penulis sadari skripsi ini masih terdapat kekurangan, namun penulis sangat berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya. Amin.

Bogor, Februari 2006

(18)

POLA PEMBERIAN SUSU FORMULA DAN KONSUMSI ZAT GIZI ANAK USIA DI BAWAH DUA TAHUN (BADUTA)

PADA KELUARGA IBU BEKERJA DAN TIDAK BEKERJA

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Djuwita Andini A54101039

PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN

(19)

Nama : Djuwita Andini NRP : A54101039

Menyetujui,

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, MS Katrin Roosita, SP., M.Si NIP. 131 404 218 NIP. 132 232 457

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, M.Agr NIP. 130 422 698

(20)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... x

DAFTAR GAMBAR... xii

DAFTAR LAMPIRAN... xiii

PENDAHULUAN... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Kegunaan Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA... 4

Anak Baduta... 4

Makanan Anak Baduta... 4

Air Susu Ibu (ASI) ... 5

Minuman Pralaktal ... 6

Susu Formula ... 7

Makanan Pendamping ASI (MPASI)... 11

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemberian Susu Formula... 12

Karakteristik Ibu ... 12

Karakteristik Keluarga ... 14

Karakteristik Anak ... 15

Akses Informasi Ibu ... 15

Pengetahuan Gizi Ibu ... 16

KERANGKA PEMIKIRAN... 17

METODE PENELITIAN... 19

Desain, Tempat dan Waktu ... 19

Cara Pemilihan Contoh ... 19

Jenis dan Cara Pengumpulan Data... 19

Pengolahan dan Analisis Data... 20

Definisi Operasional ... 25

HASIL DAN PEMBAHASAN... 27

KESIMPULAN DAN SARAN... 74

DAFTAR PUSTAKA... 77

(21)

DAFTAR TABEL

No. Uraian Halaman

1. Komposisi Kolostrum, ASI, dan Susu Formula... 6

2. Penggolongan Susu Bayi (infant formula) ... 9

3. Standar Komposisi Susu Bayi ... 9

4. Pola Makanan Balita menurut Umur (bulan) ... 12

5. Kategori dari Variabel Karakteristik Keluarga ... 21

6. Kategori dari Variabel Karakteristik Anak Baduta... 21

7. Sebaran Orang Tua Contoh menurut Umur ... 28

8. Sebaran Orang Tua Contoh menurut Tingkat Pendidikan ... 29

9. Sebaran Contoh menurut Pekerjaan Utama Ayah... 30

10. Sebaran Contoh menurut Pekerjaan Ibu... 31

11. Sebaran Contoh menurut Tingkat Pendapatan Keluarga ... 31

12. Sebaran Pendapatan Keluarga Contoh menurut Batas Kemiskinan ... 32

13. Sebaran Contoh menurut Besar Keluarga ... 32

14. Sebaran Contoh menurut Umur dan Jenis Kelamin... 33

15. Sebaran Contoh menurut Jarak Kelahiran dan Urutan Anak ... 34

16. Sebaran Contoh menurut Riwayat Kelahiran... 35

17. Sebaran Contoh menurut Akses Informasi Ibu ... 36

18. Sebaran Contoh menurut Sumber Informasi Gizi Dan Kesehatan Anak... 37

19. Sebaran Contoh menurut Tingkat Pengetahuan Gizi Ibu... 38

20. Sebaran Contoh menurut Pemberian Minuman Pralaktal... 39

21. Sebaran Contoh menurut Pemberian Kolostrum... 40

22. Sebaran Contoh menurut Berdasarkan Waktu Pemberian ASI... 41

23. Sebaran Contoh menurut Cara Pemberian ASI... 41

24. Sebaran Contoh menurut Pemberian ASI Saat Ini... 42

25. Sebaran Contoh menurut Lama dan Frekuensi Menyusui ... 43

26. Sebaran Contoh menurut Penggunaan Pompa Payudara ... 43

(22)

xi

No. Uraian Halaman

28. Sebaran Contoh menurut Kategori Pola Pemberian ASI ... 44 29. Sebaran Contoh menurut Waktu Pemberian Susu Formula... 45 30. Sebaran Contoh menurut Sumber Informasi Susu Formula ... 46 31. Sebaran Contoh menurut Ketepatan Frekuensi Pemberian Susu Formula .... 47 32. Sebaran Contoh menurut Penggunaan Sendok Takar... 47 33. Sebaran Contoh menurut Ketepatan Pengenceran ... 48 34. Sebaran Contoh menurut Cara Membersihkan Botol Susu... 48 35. Sebaran Contoh menurut Pemberian Sisa Air Susu Formula ... 50 36. Sebaran Contoh menurut Kategori Pola Pemberian Susu Formula ... 50 37. Sebaran Contoh menurut Umur Pemberian MPASI ... 51 38. Sebaran Contoh menurut Jenis MPASI Pertama ... 52 39. Sebaran Contoh menurut Kategori Jenis MPASI Pertama ... 53 40. Sebaran Contoh menurut Kategori Pola Pemberian MPASI ... 53 41. Sebaran Contoh menurut Praktek Pemberian Makanan

Saat Anak sulit Makan ... 54 42. Sebaran Contoh menurut Kategori Tingkat Kecukupan ... 58 43. Sebaran Contoh menurut Tingkat Kecukupan Zat Gizi dan Kontribusi

terhadap Kecukupan... 59 44. Sebaran Contoh menurut Konsumsi Pangan dan Kontribusi Zat Gizi

(23)

DAFTAR GAMBAR

No. Uraian Halaman

1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pola Pemberian ASI, Susu

(24)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

No. Uraian Halaman

1. Hasil Mann Whitney Test karakteristik keluarga, karakteristik contoh, tingkat pengetahuan gizi ibu, kategori akses informasi, dan kategori

pola pemberian ASI, susu formula, dan MPASI... 82 2. Hasil Independent Sample t Test pola pemberian ASI, susu formula,

dan Makanan Pendamping ASI (MPASI)... 83 3. Hasil Independent Sample t Test konsumsi pangan anak baduta... 84 4. Hasil Independent Sample t Test kecukupan zat gizi anak baduta... 85 5. Hasil korelasi Rank Spearman antara karakteristik keluarga, karakteristik

(25)

Keluarga merupakan institusi pertama yang sangat berperan dalam mewujudkan sumberdaya manusia yang berkualitas. Undang-undang (UU) No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menyebutkan bahwa orang tua mempunyai tanggung jawab dan kewajiban untuk memberikan hak tumbuh kembang bagi anak-anaknya. Anak-anak merupakan aset bagi masa depan bangsa, karena mereka merupakan bibit generasi yang akan melanjutkan pembangunan. Oleh karena itu pada masa pertumbuhannya anak harus dipersiapkan dengan baik agar dihasilkan sumberdaya manusia yang berpotensi dan berkualitas.

Masa janin (pre-natal) sampai dengan usia remaja merupakan periode yang sangat menentukan kualitas SDM. Anak usia di bawah lima tahun (balita) merupakan periode yang paling kritis bagi pertumbuhan dan perkembangan ditinjau dari aspek gizi, kesehatan, dan psikologi. Kekurangan gizi pada periode kritis tersebut terutama pada masa bayi sampai umur dua tahun dapat mengakibatkan terganggunya perkembangan mental dan kemampuan motorik anak. Kekurangan energi dan protein dalam periode kritis ini dapat mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan fisik dan kecerdasan anak (Syarief, 1997).

(26)

2

Kesadaran masyarakat untuk memberikan ASI ekslusif pada bayi masih rendah. Menurut Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2002-2003, bayi yang diberi ASI sampai empat bulan sebanyak 55,1 persen dan bayi yang diberi ASI sampai enam bulan sebanyak 39,5 persen. Pemberian ASI eksklusif sampai empat bulan sebanyak 52 persen (Anonymous, 2004).

Susu formula merupakan salah satu Pengganti Air Susu Ibu (PASI) disebut demikian karena pada prosesnya susu formula diolah dan zat gizinya didekatkan dengan kandungan zat gizi ASI (Muchtadi, 2002). Dewasa ini puluhan macam susu formula beredar di pasaran. Menurut Berg (1986) faktor lain yang mempengaruhi merosotnya kegiatan menyusui adalah tingkat pendidikan, ekonomi, pengetahuan, struktur keluarga dan peranan ibu yang berubah serta sikap komersialisme pengusaha susu formula.

Anak-anak balita di perkotaan rata-rata memperoleh ASI selama hampir 21,2 bulan. Namun jika dibarengi dengan pemberian makanan tambahan, lama pemberian ASI menurun menjadi 16,6 bulan (BPS, 1999). Menurunnya lama menyusui anak pada ibu-ibu di perkotaan menyebabkan waktu penyapihan yang lebih dini. Penyapihan yang lebih dini itu dapat berakibat negatif terhadap status gizi anak apabila makanan anak yang disapih itu tidak diperhatikan. Hal ini berkaitan dengan makin menurunnya jumlah air susu ibu dan tidak diimbangi dengan makin bertambahnya makanan pendamping air susu ibu. Menurut Suhardjo (1989) penyapihan dini terjadi antara lain karena ibu harus meninggalkan rumah untuk bekerja mencari nafkah atau karena aspek sosial budaya tertentu.

(27)

Tujuan Penelitian Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan pola pemberian susu formula dan konsumsi zat gizi anak baduta pada keluarga ibu bekerja dan ibu tidak bekerja di Kota Bogor.

Tujuan Khusus

1. Membandingkan karakteristik keluarga dan anak baduta pada kelompok ibu bekerja dan kelompok ibu tidak bekerja.

2. Membandingkan akses sumber informasi dan pengetahuan gizi ibu pada kedua kelompok.

3. Mempelajari pola pemberian ASI pada kedua kelompok.

4. Mempelajari pola pemberian susu formula pada kedua kelompok.

5. Mempelajari pola pemberian makanan pendamping ASI pada kedua kelompok. 6. Mengetahui kontribusi zat gizi dari konsumsi ASI, susu formula dan makanan

terhadap tingkat konsumsi zat gizi anak baduta pada kedua kelompok.

7. Menganalisis hubungan karakteristik keluarga, karakteristik anak, dan pengetahuan gizi ibu dengan pola pemberian ASI dan susu formula.

Kegunaan Penelitian

(28)

TINJAUAN PUSTAKA Anak Baduta

Anak di bawah dua tahun (baduta) merupakan tahap pertumbuhan dan perkembangan yang paling pesat dari semua siklus kehidupan manusia. Pada masa ini anak mengalami peningkatan berat badan dan tinggi badan yang cepat dari keadaan semasa lahir. Selain itu usia baduta merupakan saat yang menentukan kecerdasan anak di masa mendatang. Pertumbuhan otak dimulai sejak masa janin dan pada usia dua tahun mencapai sekitar 90-95 persen tumbuh kembang otak (Hardinsyah & Martianto, 1992).

Usia baduta merupakan tahap pertumbuhan dan perkembangan yang paling rawan terhadap berbagai kekurangan zat gizi dan gangguan penyakit. Oleh karena itu dibanding tahap perkembangan lainnya, kecukupan gizi anak baduta per kilogram berat badan lebih tinggi. Kekurangan konsumsi pangan dan gizi pada masa ini dapat mengakibatkan berbagai kemungkinan penyakit akibat gizi kurang. Kekurangan energi dan protein dalam waktu yang lama mengakibatkan pertumbuhan anak terhambat seperti berat badan dan tinggi badan yang rendah (Hardinsyah & Martianto, 1992).

Makanan Anak Baduta

(29)

Air Susu Ibu (ASI)

ASI merupakan makanan terbaik untuk bayi. ASI mengandung semua zat gizi dalam susunan dan jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi bayi selama enam bulan (Roesli, 2004). Menurut As’ad (2002) jika dibandingkan dengan susu lainnya, ASI memiliki beberapa keunggulan seperti : (1) Tidak memberatkan fungsi saluran pencernaan dan ginjal; (2) Mengandung beberapa zat antibodi, sehingga mencegah terjadinya infeksi; (3) Mengandung laktoferin untuk mengikat zat besi; (4) Tidak mengandung beta laktoglobulin yang dapat menyebabkan alergi; (5) Ekonomis dan praktis, tersedia setiap waktu pada suhu yang ideal, dalam keadaan segar dan bebas dari kuman; (6) Berfungsi menjarangkan kehamilan.

Pemberian ASI dapat menumbuhkan kasih sayang dan ikatan emosional antara ibu dan bayinya, yang akan sangat mempengaruhi tumbuh kembang dan kecerdasan anak di kemudian hari (Sulistijani & Herlianty, 2003). Selain itu dengan menyusui dapat mengurangi resiko terkena kanker payudara, memperpanjang masa tidak subur setelah melahirkan (Muchtadi, 2002).

Keuntungan yang lainnya adalah pemberian ASI dapat meningkatkan pertambahan tinggi badan anak-anak. Penambahan tinggi badan secara nyata lebih besar pada anak-anak yang mendapat ASI lebih lama dibandingkan anak-anak yang disapih lebih dini (Simondon et al., 2001). Eckhardt et al. (2001) juga menyatakan bahwa pemberian ASI secara penuh selama minimal empat bulan pertama dapat meningkatkan pertumbuhan fisik bayi.

(30)

6

[image:30.612.112.535.289.479.2]

Kolostrum. Kolostrum adalah ASI yang agak kental berwarna kekuning-kuningan yang keluar pada minggu pertama setelah melahirkan. Kolostrum mengandung lebih banyak protein (terdapat sekitar 10% protein dalam kolostrum dan hanya sekitar 1% dalam air susu putih), lebih banyak mengandung imunoglobulin A (Ig A), laktoferin dan sel-sel darah putih yang sangat penting untuk pertahanan tubuh bayi terhadap serangan penyakit (infeksi). Kolostrum lebih sedikit mengandung lemak dan laktosa; lebih banyak mengandung karoten dan vitamin A serta mineral natrium (Na) dan seng (Zn) (Muchtadi, 2002). Perbandingan antara komposisi ASI, kolostrum dan susu formula dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi Kolostrum, ASI dan Susu Sapi

Susu

Zat Gizi Kolostrum (1-5 hari)

100 g ASI (100 g) Susu Sapi (100 g)

Energi (kkal) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Kalsium (g) Fosfor (g) Besi (g) Vitamin A (SI) Thiamin (mg) Riboflavin (mg) Niacin (mg)

Asam askorbat (mg)

58 2.7 2.9 5.3 31 14 0.09 296 0.015 0.029 0.075 4.4 77 1.1 4.0 9.5 33 14 0.1 240 0.01 0.04 0.2 5 65 3.5 3.5 4.9 118 93 - 140 0.03 0.17 0.1 1 Sumber : Winarno (1995)

Minuman Pralaktal

Minuman pralaktal adalah jenis minuman yang diberikan kepada bayi baru lahir sebelum ASI keluar, seperti air kelapa, air tajin, air teh, dan madu. Hal ini sering mengganggu keberhasilan menyusui secara eksklusif (Depkes, 2000). Selain itu sebagian besar rumah sakit memberikan makanan pralaktal berupa susu formula, susu sapi, atau air gula.

(31)

dikeluarkan dengan baik, maka ASI akan keluar lebih lama dan akan memungkinkan ibu menderita mastitis; (2) Bayi dapat mengalami diare, karena cairan tersebut mungkin tercemar; (3) Bayi kemungkinan menderita alergi karena pernah diberi susu formula atau susu sapi; (4) Bayi mengalami kebingungan puting bila makanan pralaktal diberikan dengan botol susu; (5) Ibu akan lebih sering mengalami kesukaran menyusui dan cenderung lebih cepat berhenti menyusui.

Pemberian Minuman Pralaktal. Umumnya ibu memberian minuman pralaktal kepada bayinya sebagai pengganti ASI karena ASI belum keluar, payudara bengkak sehingga tidak bisa menyusui, puting luka, dan ASI kurang. Roesli (2001) menyatakan bahwa pemberian makanan pralaktal dengan anjuran bidan adalah hal yang sering dikemukakan dan menjadi kebiasaan di sebagian besar rumah sakit. Petugas kesehatan biasanya takut bayi akan lapar atau kekurangan air dalam beberapa hari karena ASI dianggap masih sedikit. Padahal pemberian makanan pralaktal akan membuat bayi tidak mau menghisap dari payudara ibunya karena bayi sudah kenyang. Hruschka et al. (2003) menambahkan bahwa pemberian makanan pralaktal ini dapat menyebabkan penundaan permulaan menyusui, dan meningkatkan resiko penghentian ASI secara total.

Susu Formula

(32)

8

Muchtadi (2002) menyatakan susu formula adalah susu bayi yang berasal dari susu sapi yang telah diformulasikan sedemikian rupa sehingga komposisinya mendekati ASI. Susu formula dapat dibagi menjadi tiga golongan, yaitu susu formula adaptasi, susu formula awal, dan susu formula lanjutan.

Susu formula adaptasi (adapted formula), adapted berarti disesuaikan dengan keadaan fisiologis bayi. Komposisinya sangat mendekati ASI sehingga cocok untuk digunakan untuk bayi baru lahir sampai berumur 4 bulan. Contohnya adalah Vitalac, Nutrilon, Nan, Bebelac, Dumex sb, dan Enfamil. Susu formula awal (Complete starting formula), memiliki susunan zat gizi yang lengkap dan dapat diberikan sebagai formula permulaan. Kadar protein dan mineral susu formula ini lebih tinggi dari susu formula adaptasi. Rasio antar fraksi-fraksi proteinnya tidak disesuaikan dengan rasio yang terdapat dalam ASI. Cara pembuatan complete starting formula

lebih mudah daripada adapted formula, maka harganya lebih murah. Biasanya bayi diberi adapted formula sampai berumur tiga bulan, kemudian dilanjutkan dengan susu formula ini. Contohnya adalah SGM 1, Lactogen 1, dan New Camelpo. Susu formula lanjutan (follow-up formula), diberikan bagi bayi berumur 6 bulan ke atas. Kandungan protein dan mineralnya lebih tinggi daripada susu formula sebelumnya. Rasio fraksi proteinnya tidak mengikuti rasio yang terdapat dalam ASI. Contohnya adalah Lactogen 2, SGM 2, Chilmil, Promil dan Nutrima.

(33)
[image:33.612.114.534.98.314.2]

Tabel 2. Penggolongan Susu Bayi (infant formula)

Pengggolongan Contoh

1. Berdasarkan kondisi bayi :

a. Keadaan normal

b. Keadaan khusus

1). Diare 2). Prematur

3). Alergi protein susu

2. Berdasarkan waktu pemberian :

a. Susu formula awal

b. Susu formula lanjutan

3. Berdasarkan keadaan protein :

a. Casein predominant

b. Whey adapted

4. Berdasarkan “rasa” :

a. Mendekati rasa ASI

b. Manis

Nan, Lactogen, SGM, Nutrilon, S-26

LLM, Almiron, Bebelac FL Enfalac, Nenatal

Nutri-soya, Prosobec

Lactogen 1, SGM 1, Morinaga, S-26, Nutrilon Lactogen 2, SGM 2, Chilmil, Promil, Nutrima

Lactogen, SGM, Lactona, Camelpo Vitalac, Nan, Nutrilon, Enfamil, S-26

Lactogen 1, Nan, Vitalac, S-26, Nutrilon Lactogen 2, SGM

Sumber : Muchtadi (2002)

Menurut Muchtadi (2002), untuk menjamin mutu gizi susu bayi, ditetapkan standar mutu untuk masing-masing jenis susu bayi. Pada Tabel 3 disajikan standar komposisi susu bayi (bubuk) yang berisi persyaratan minimum atau maksimum untuk masing-masing komponen zat gizi, yang terkandung dalam susu bayi menurut Codex Alimentarius dan ESPGAN.

Tabel 3. Standar Komposisi Susu Bayi (untuk setiap 100 Kkal)

Komponen Infant Formula (a) Adapted Infant Formula (b) Follow-up Infant Formula (c) Energi Protein, min Lemak Asam linoleat Karbohidrat Vitamin Vit A Vit D Vit E, min. Vit K1, min. Vit C, min. Vit B1, min. Vit B2, min. Nikotinamid, min. Vit B6, min. Asam folat, min.

1.8 g

3.3-6.0 g 300 mg

250 IU-500 IU 40 IU-80 IU

0.7 IU 4 ug 8 mg 40 ug 60 ug 250 ug 35 ug 4 ug

64-72 Kcal/100 ml

1.8-2.8 g

4.0-6.0 g

8-12 g

Komposisi vitamin sama dengan Infant

Formula

60-85 Kcal/100 ml

3.05-5.5 g 3.0-6.0 g 300 mg 8-12 g 75-150 ug 1-2 ug 0.5 mg

[image:33.612.109.537.462.697.2]
(34)

10

Tabel 3. (Lanjutan)

Komponen Infant Formula (a) Adapted Infant Formula (b) Follow-up Infant Formula (c) Vitamin

As. Pantotenat, min. Vit B12, min. Biotin, min. Choline, min. Mineral Natrium (Na) Kalium (K) Chlorida (Cl) Kalsium (Ca), min. Fosfor (P), min. Magnesium (Mg), min. Besi (Fe), min. Iod (I), min. Tembaga (Cu), min. Seng (Zn), min. Mangan (Mn), min.

300 ug 0.15 ug 1.5 ug

7 mg

20 mg-60 mg 80 mg-200 mg 55 mg-150 mg

50 mg 25 mg 6 mg 0.15 mg 5 ug 60 ug 0.5 ug 5 ug 1.76 mEq/L (Total Na, K dan Cl,

max. 50 mEq/L) 60 mg 30 mg 6 mg 0.1-0.2 mg 5 ug 30 ug 0.3 ug 5 ug 1.0-3.7 mEq/L 2.0-5.2 mEq/L 1.7-4.3 mEq/L 90 mg 60 mg 6 mg 1.0-2.0 mg 5 ug 0.5 ug

Sumber : (a) Codex Stan. 72-1981 (FAO/WHO) dalam Muchtadi (2002) (b) ESPGAN Committee on Nutrition (1977) dalam Muchtadi (2002) (c) ESPGAN Committee on Nutrition (1981) dalam Muchtadi (2002)

Pemberian Susu Formula. Pemberian PASI kepada bayi hanya diperbolehkan apabila ibu tidak bisa memberikan ASI karena keadaan tertentu yaitu ibu meninggal, ibu sakit keras atau indikasi medis (Depkes, 1985). Menurut Sulistijani dan Herlianty (2003), pemberian PASI dapat dimengerti jika disebabkan oleh masalah pada pihak ibu seperti : ibu menderita infeksi, luka puting (mastitis); ibu mengalami gangguan jiwa atau epilepsi; ibu sedang menjalani terapi obat yang tidak aman bagi bayi.

Biasanya susu formula diberikan sebagai makanan tambahan dan sebagai pengganti ASI (PASI). Susu formula sebagai makanan tambahan karena anak menangis terus atau karena ibu merasa ASInya kurang, sedangkan susu formula sebagai pengganti ASI (PASI) karena ASI tidak keluar atau anaknya tidak mau ASI, karena sudah disapih, karena ditinggal bekerja, karena anjuran dari para paramedis atau karena diberi susu formula oleh bidan (Fitrisia, 2002).

[image:34.612.108.537.99.343.2]
(35)

bayi akan mengalami kekurangan gizi, namun bila pemberian berlebihan maka akan menyebabkan obesitas serta beban bagi kerja ginjal dan pencernaan (Depkes, 1994).

Botol susu bayi dan dot botol dapat mudah terkontaminasi. Botol sebaiknya terbuat dari gelas (bukan plastik) dan bertanda mililiter yang jelas. Dot botol harus tahan terhadap proses pendidihan. Semua peralatan makan/minum bayi setelah dicuci, disterilisasi dengan cara pendidihan selama 5-10 menit. Kemudian ditiriskan, dikeringkan dan disimpan dalam keadaan tertutup. Jika cara pendidihan tidak mungkin dilakukan, maka peralatan dapat dicuci dengan air panas lalu dibilas dengan air minum (air matang yang telah dingin) atau larutan garam (Muchtadi, 2002). Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)

Makanan pendamping ASI adalah makanan yang diberikan pada bayi yang telah berusia 6 bulan atau lebih karena ASI tidak lagi memenuhi kebutuhan gizi bayi. Pemberian makanan pendamping dilakukan secara berangsur untuk mengembangkan kemampuan bayi mengunyah dan menelan serta menerima bermacam-macam makanan dengan berbagai tekstur dan rasa (Sulistijani & Herlianty, 2003). Perbedaan waktu pemberian MP-ASI tidak mempengaruhi pertumbuhan bayi baik berat badan maupun tinggi badan (WHO, 2002). Namun menurut Baker et al. (2004), pemberian MP-ASI secara dini (kurang dari 4 bulan) dapat meningkatkan berat badan bayi. Pemberian MP-ASI. Pemberian MP-ASI yang terlalu dini (<6 bulan) akan berdampak pada terganggunya sistem metabolisme atau pencernaan karena bayi belum siap mencerna makanan selain ASI dan asupan gizi yang diberikan tidak sesuai dengan kebutuhannya. Sebaliknya, penundaan pemberian makanan dapat menghambat pertumbuhan jika energi dan gizi yang dihasilkan oleh ASI tidak mencukupi lagi kebutuhannya (Pudjiadi, 2000).

(36)
[image:36.612.112.533.105.209.2]

12

Tabel 4. Pola Makanan Balita Menurut Umur (bulan) Umur

(bulan) ASI

Makanan Lumat Halus

Makanan Lumat

Makanan Lunak

Makanan Padat 0-4

4-6 6-9 9-12 12-24 Keterangan :

™ Makanan lumat halus adalah makanan yang dihancurkan terbuat dari tepung dan tampak homogen. Misalnya adalah bubur susu, bubur sumsum, biskuit ditambah air panas, pepaya saring, pisang saring, dll.

™ Makanan lumat adalah makanan yang dihancurkan atau disaring tampak kurang merata. Misalnya adalah pepaya dihaluskan dengan sendok, pisang dikerik dengan sendok, nasi tim saring, bubur kacang ijo saring, kentang pure.

™ Makanan lunak adalah makanan yang dimasak dengan banyak air dan tampak berair. Misalnya adalah bubur nasi, bubur ayam, bubur kacang ijo, bubur manado.

™ Makanan padat adalah makanan lunak yang tidak nampak berair, seperti lontong, nasi tim, kentang rebus, biskuit.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemberian Susu Formula Karakteristik Ibu

Pendidikan dan pengetahuan ibu. Tingkat pendidikan ibu sangat berpengaruh terhadap perubahan sikap dan perilaku hidup sehat. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan memudahkan seseorang atau masyarakat untuk menyerap informasi dan mengimplementasikannya dalam perilaku dan gaya hidup sehari-hari, khususnya dalam hal kesehatan dan gizi. Tingkat pendidikan khususnya tingkat pendidikan ibu mempengaruhi derajat kesehatan (Atmarita & Fallah, 2004).

(37)

ASI terutama pada bayi di bawah satu tahun menurun dari 46,5% tahun 1995 menjadi 31,1% pada tahun 2003. Berdasarkan lamanya pemberian ASI saja sampai usia 6 bulan relatif masih rendah dan tidak ada peningkatan dari tahun 1995 ke tahun 2003 yaitu sekitar 15-17% (Atmarita & Fallah, 2004).

Pendidikan ibu di samping modal utama dalam perekonomian rumah tangga juga berperan dalam penyusunan pola makan untuk keluarga. Pendidikan ibu juga berpengaruh terhadap pemberian ASI. Menurut Syarief dan Husaini (2000) dalam Fitrisia (2002), proporsi pemberian ASI pada ibu yang berpendidikan tinggi lebih rendah dibandingkan yang berpendidikan rendah.

Tingkat pendidikan seseorang dapat dilihat dari jenis pendidikan yang dialami atau lamanya mengikuti pendidikan formal atau non formal. Pada umumnya tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi sikap dan perilakunya. Pendidikan akan menentukan besar kecilnya penggunaan pendapatan keluarga untuk pengadaan pangan sehari-hari (Sayogyo et al., 1994). Bhandari et al. (2000) menambahkan bahwa pendidikan ibu yang rendah merupakan penghalang utama praktek pengasuhan anak yang baik. Pengasuhan yang dimaksud adalah pemberian makanan pada anak, perilaku perawatan kesehatan anak, dan perilaku higienitas.

Status pekerjaan ibu. Peningkatan partisipasi wanita dalam memasuki lapangan kerja di luar rumah dari waktu ke waktu semakin meningkat. Berdasarkan data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), laju peningkatan partisipasi pekerja wanita lebih tinggi daripada laki-laki. Tenaga kerja wanita meningkat dari 1,8 persen per tahun sebelum krisis ekonomi menjadi 4,2 persen pada tahun 1997-1998 (Martianto & Ariani, 2004).

(38)

14

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh RSCM, ibu yang bekerja dapat berpengaruh terhadap produksi ASI. Meskipun pada ibu telah diajarkan cara mempertahankan produksi ASI dengan cara memompa ASI pada saat di tempat kerja serta dengan menyusui bayi lebih sering pada malam hari, ternyata jumlah ibu yang ASInya masih cukup sampai bayi berumur 6 bulan lebih sedikit jika dibandingkan ibu yang tidak bekerja. Kondisi ini diduga akibat beban fisik ibu karena pekerjaan sehingga tidak dapat mempertahankan produksi ASI (Suradi, 1986).

Karakteristik Keluarga

Besar keluarga. Besar keluarga mempengaruhi ketersediaan pangan dalam keluarga. Semakin besar jumlah keluarga yang tidak ditunjang oleh tingkat pendapatan yang baik maka pangan bagi setiap anak akan berkurang. Anak yang tumbuh dalam keluarga yang kurang mampu sangat rawan terhadap masalah gizi kurang. Anak paling kecil biasanya paling terpengaruh oleh kekurangan pangan (Suhardjo, 1989). Hal yang sama juga dikemukakan oleh Latief, Atmarita, Minarto, Jahari dan Tilden (2002) bahwa semakin besar jumlah anggota keluarga, maka semakin berkurang kontribusi energi, protein dan lemak terhadap total konsumsi pangan.

Faktor besar keluarga juga diduga erat kaitannya dengan perhatian ibu dalam pengasuhan anak. Jumlah anak yang lebih sedikit akan memungkinkan ibu memberikan perhatian dan kasih sayang yang cukup dalam mengasuh anaknya. Menurut Sukarni (1989), jika jarak anak pertama dengan yang kedua kurang dari dua tahun, perhatian dan waktu ibu terhadap pengasuhan kepada anak yang pertama akan berkurang setelah kedatangan anak berikutnya, padahal anak tersebut masih memerlukan perawatan khusus.

(39)

menyusui beralih dari ASI ke susu buatan (Haryono, 1977 ; Bantje & Yambi, 1983 dalam Fitrisia, 2002). Semakin meningkatnya pendapatan dan kekayaan terdapat kecenderungan pangan yang dikonsumsi lebih beragam dan lebih banyak (Arimond & Ruel, 2004).

Semakin bertambahnya pendapatan keluarga, pembelian susu formula semakin menunjukkan peningkatan yang cukup besar dan menyusui anak mengalami penurunan yang sangat cepat. Contoh ini dapat dilihat dari 60% ibu di Gujarat yang memiliki penghasilan rendah menyusui anaknya hingga berumur 6 bulan. Persentase ini menurun dengan tajam ketika pendapatan meningkat dan hanya 8% saja dari ibu yang pendapatannya tinggi menyusui anaknya (Berg, 1986).

Karakteristik Anak

Urutan anak. Menurut Hurlock (2000), anak yang lahir pertama cenderung lebih diperhatikan oleh orang tua dibandingkan anak yang lahir kemudian. Hal ini diduga dapat mempengaruhi pola pemberian makan yang dilakukan oleh ibu kepada anak.

Akses Informasi Ibu

Menurut Madanijah (2003), pengetahuan ibu selain dipengaruhi oleh pendidikan ibu, pendidikan ayah dan keadaan sosial ekonomi keluarga (pendapatan keluarga), juga dipengaruhi oleh akses terhadap informasi. Engle, Manon, dan Hadad (1997), menyatakan bahwa perolehan informasi bisa didapat dari membaca surat kabar, mendengarkan radio, menonton televisi, dan kemudian memahami informasi tersebut. Tucker dan Sanjur (1988) dalam Engle, Manon, dan Hadad (1997), menyatakan bahwa pengetahuan ibu tentang zat gizi tertentu, frekuensi membaca, juga berhubungan positif dengan asupan makanan dan status antropomentri.

(40)

16

nafkah ataupun karena terlalu banyak anak) tidak ada waktu untuk menggunakan kesempatan yang tersedia ini untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mengasuh anak.

Pengetahuan Gizi dan Kesehatan

Menurut Harper, Deaton dan Driskel (1986), terdapat kecenderungan pengaruh pengetahuan gizi ibu terhadap tingkat konsumsi pangan anak dan keluarga. Semakin tinggi tingkat pengetahuan gizi ibu, maka tingkat konsumsi pangan anak dan keluarga akan semakin baik. Tingkat pengetahuan gizi ibu yang baik akan mempermudah pelaksanaan tanggung jawab seorang ibu yaitu berupa pemilihan jenis pangan yang mengandung zat gizi yang baik untuk keluarganya.

(41)

karena merupakan masa pertumbuhan yang cepat dan menentukan kualitas manusia pada usia remaja dan dewasa. Asupan gizi melalui makanan sangat mempengaruhi pertumbuhan sel otak yang berlangsung sejak masa janin sampai mencapai klimaksnya pada usia di bawah dua tahun.

Konsumsi pangan anak baduta dipengaruhi oleh karakteristik keluarga dan karakteristik anak. Selain itu juga dipengaruhi oleh sumber informasi gizi dan kesehatan, dan pengetahuan gizi ibu. Karakteristik keluarga meliputi umur, tingkat pendidikan, dan pekerjaan orangtua; besar keluarga, dan pendapatan keluarga. Pendapatan keluarga menentukan kualitas dan kuantitas makanan anak. Tingkat pengetahuan orangtua khususnya ibu dapat mempengaruhi pengetahuan dan sikap dalam menentukan makanan yang dikonsumsi oleh anak. Besar keluarga juga akan mempengaruhi distribusi makanan dalam keluarga. Sedangkan yang termasuk faktor anak adalah umur, jenis kelamin, urutan anak dan riwayat kelahiran.

(42)

18

Keterangan :

[image:42.612.100.549.96.487.2]

: Hubungan yang diteliti : Variabel yang diteliti

Gambar 1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pola Pemberian ASI, Susu Formula dan MPASI serta Kontribusi terhadap Tingkat Konsumsi Zat Gizi Anak Baduta

Karakteristik Keluarga

ƒ Umur orangtua

ƒ Pendidikan orangtua

ƒ Pekerjaan orangtua

ƒ Besar keluarga

ƒ Pendapatan keluarga

Karakteristik Anak

ƒ Umur

ƒ Jenis Kelamin

ƒ Urutan Anak

ƒ Riwayat kelahiran Pengetahuan gizi ibu

Akses sumber informasi gizi dan kesehatan

Konsumsi zat gizi anak baduta

Pola pemberian susu formula Pola

pemberian ASI

(43)

Desain penelitian ini adalah cross sectional study dengan membandingkan dua kelompok anak baduta dengan status pekerjaan ibu yang berbeda. Penelitian dilakukan di dua tempat yaitu Kelurahan Bantarjati dan Kelurahan Tegal Gundil, Kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan kecamatan ditentukan secara purposive berdasarkan data dari Dinas Keluarga Berencana Kota Bogor tahun 2004 bahwa Kecamatan Bogor Utara memiliki jumlah ibu bekerja paling banyak. Pemilihan kelurahan dilakukan secara purposive berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Bogor bahwa Kelurahan Bantarjati dan Tegal Gundil memiliki estimasi jumlah balita terbanyak pada tahun 2005. Untuk memenuhi kebutuhan jumlah responden didapatkan sebanyak 5 RW dari 17 RW yang terpilih secara

random pada Kelurahan Tegal Gundil dan sebanyak 8 RW dari 16 RW di Kelurahan Bantarjati. Pengumpulan data dilakukan pada bulan Juni sampai Agustus 2005.

Cara Pemilihan Contoh

Responden penelitian adalah ibu yang memiliki anak berumur 13-23 bulan yang memberikan susu formula dan bersedia diwawancarai. Sedangkan contoh penelitian ini adalah anak baduta tersebut. Contoh kemudian dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan status pekerjaan ibu yaitu kelompok ibu bekerja dan ibu tidak bekerja. Pengambilan contoh dilakukan secara purposive dengan kriteria berumur 13-23 bulan, rutin mengkonsumsi susu formula dan sehat. Data contoh diperoleh dari data balita sasaran MOPPING UP Polio 2005. Jumlah contoh dari masing-masing Kelurahan adalah 15 orang dari keluarga ibu bekerja dan 15 orang dari keluarga ibu tidak bekerja, sehingga jumlah contoh keseluruhan adalah 60 orang.

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

(44)

20

penimbangan berat badan balita, serta data keadaan keadaan umum lokasi penelitian dan data demografi penduduk dari Kantor Kelurahan setempat. Data primer yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah :

1. Karakteristik keluarga meliputi umur, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, dan besar keluarga.

2. Karakteristik anak baduta meliputi umur, jenis kelamin, urutan anak, jarak kelahiran dan riwayat kelahiran.

3. Akses sumber informasi gizi dan kesehatan.

4. Pengetahuan gizi ibu meliputi pengetahuan tentang ASI, susu formula dan MP-ASI yang diperoleh dengan cara memberikan 10 pertanyaan.

5. Pola pemberian ASI yaitu waktu pemberian ASI pertama, pemberian kolostrum, frekuensi dan lama pemberian ASI, cara pemberian ASI, penggunaan pompa payudara, dan pemberian minuman pralaktal.

6. Pola pemberian susu formula yaitu waktu pemberian susu formula pertama, cara pembuatan susu formula, ketepatan pengenceran, ketepatan frekuensi pemberian dan sterilisasi botol susu.

7. Pola pemberian MP-ASI yaitu waktu pemberian MPASI pertama dan jenis MPASI pertama.

8. Data konsumsi pangan anak baduta yang didapatkan dengan metode recall 1x24 jam.

Pengolahan dan Analisis Data

(45)
[image:45.612.107.535.103.377.2]

Tabel 5. Kategori dari Variabel Karakteristik Keluarga

No Variabel Kategori

1 Umur orangtua 1. <20 tahun 2. 20-29 tahun 3. 30-39 tahun

4. ≥ 40 tahun

2 Tingkat pendidikan orangtua 1. tidak tamat SD : <6 tahun 2. tamat SD : 6 tahun 3. tamat SLTP : 9 tahun 4. tamat SMU : 12 tahun 5. perguruan tinggi : >12 tahun 3 Pekerjaan orangtua 1. buruh

2. pedagang 3. PNS/ABRI 4. pegawai swasta 5. pekerjaan lainnya/dll 4 Pendapatan keluarga 1. < Rp 150.000

2. Rp 150.000-Rp 449.999 3. Rp 450.000-Rp 749.999 4. Rp 750.000-Rp 999.999 5. > Rp 1.000.000

5 Besar keluarga 1. kecil : ≤ 4 orang 2. sedang : 5-6 orang

3. besar : ≥ 7 orang (BKKBN, 1998).

[image:45.612.110.527.414.701.2]

Tabel 6. Kategori dari Variabel Karakteristik Anak Baduta

No Variabel Kategori

1. Umur 1. 13-18 bulan

2. 19-23 bulan 2. Jenis kelamin 1. Laki-laki

2. Perempuan

3. Urutan anak 1. Anak pertama

2. Anak kedua dan ketiga 3. Anak kempat dan seterusnya 4. Jarak kelahiran 1. <2 tahun

2. ≥2 tahun

3. hamil pertama 5. Riwayat kelahiran anak

• Umur kelahiran • cukup bulan (9 bulan) tidak cukup bulan (< 9 bln) • Tempat persalinan • Rumah sendiri

• Klinik bersalin / bidan / puskesmas • Rumah sakit

• Penolong persalinan • Anggota keluarga sendiri/orang biasa lainya • Dukun bayi/paraji

• Bidan/dokter • Jenis persalinan anak • Lahir normal/biasa

(46)

22

Akses Informasi Gizi dan Kesehatan

Akses informasi ibu merupakan jumlah sumber informasi tentang gizi dan kesehatan anak yang diperoleh ibu. Sumber informasi yang dimaksud meliputi media massa (TV, radio, majalah/tabloid, surat kabar), tenaga kesehatan (dokter atau bidan), keluarga (orangtua, mertua, saudara), teman (tetangga, rekan kerja), dan kader posyandu. Nilai skor 1 diberikan jika ibu mendapat informasi dan skor 0 jika tidak mendapat informasi dari masing-masing sumber informasi tersebut. Akses informasi ibu dibagi dalam tiga kategori, yaitu kurang (0-2 info), sedang (3-4 info), dan baik (5-6 info). Pembagian kategori berdasarkan interval kelas (Slamet, 1993).

Keterangan :

IK : Interval Kelas Smaks : Skor Maksimum Smin : Skor Minimum JK : Jumlah Kategori

Pengetahuan Gizi Ibu

Data pengetahuan gizi ibu tentang ASI, susu formula dan MP-ASI dilakukan dengan cara memberikan skor pada 10 pertanyaan, skor 1 jika jawaban benar dan skor 0 jika jawaban salah. Jumlah skor dihitung lalu dibagi total skor kemudian dikali 100%, hasilnya dikelompokkan menjadi tiga yaitu : baik (>80% jawaban benar), sedang (60-80% jawaban benar), kurang (<60% jawaban benar) (Khomsan, 2000).

Pola Pemberian ASI

Pola pemberian ASI meliputi pemberian kolostrum, waktu pertama kali menyusui, cara menyusui, praktek menyusui saat ini dan pemberian makanan pralaktal. Pengukuran pola pemberian ASI berdasarkan penilaian terhadap tujuh

pertanyaan dengan total skor 7-28. Pola pemberian ASI dibagi dalam tiga kategori, yaitu kurang (7-14), sedang (15-21), dan baik (22-28). Pembagian kategori berdasarkan interval kelas (Slamet, 1993).

(47)

Pola Pemberian Susu Formula

Pola pemberian susu formula meliputi waktu pertama pemberian susu formula, ketepatan frekuensi pemberian, penggunaan sendok takar, ketepatan pengenceran, cara membersihkan botol susu, dan pemberian susu yang bersisa. Pengukuran pola pemberian susu formula berdasarkan penilaian terhadap enam pertanyaan dengan total skor 6-24. Pola pemberian susu formula dibagi dalam tiga kategori, yaitu kurang (6-12), sedang (13-18), dan baik (19-24). Pembagian kategori berdasarkan interval kelas (Slamet, 1993).

Pola Pemberian MP-ASI

Pola pemberian MPASI meliputi waktu pertama pemberian MPASI dan jenis MPASI. Pengukuran pola pemberian MPASI berdasarkan penilaian terhadap dua pertanyaan dengan total skor 2-8. Pola pemberian MPASI dibagi dalam tiga kategori, yaitu kurang (2-4), sedang (5-6), dan baik (7-8). Pembagian kategori berdasarkan interval kelas (Slamet, 1993).

Data Konsumsi Pangan Anak Baduta

Data konsumsi pangan anak usia 13-23 bulan diperoleh dengan recall 1x24 jam, data yang terkumpul diolah dengan menggunakan Food Processor kemudian diterjemahkan ke dalam bentuk tingkat konsumsi zat gizi (energi, protein, vitamin A, vitamin C, dan kalsium). Tingkat konsumsi zat gizi dihitung dengan membandingkan

konsumsi aktual dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG) rata-rata yang dianjurkan menurut Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi (WKNPG) VIII. Tingkat konsumsi zat gizi digolongkan dalam dua kategori (Latief et al., 2000), yaitu kurang (<70% AKG) dan cukup (≥70% AKG).

Jumlah ASI yang dikonsumsi anak baduta didekati dari nilai rata-rata konsumsi ASI anak baduta per hari yang dipublikasikan oleh WHO (2000). Rata-rata konsumsi ASI bagi anak baduta (12-23 bulan) adalah 549 g/hari. Konsumsi energi, protein, vitamin A, vitamin C, dan kalsium dari ASI juga menggunakan estimasi dari

(48)

24

WHO (2000). Konsumsi susu formula dihitung dengan cara menanyakan takaran bubuk susu dan volume pengenceran yang dilakukan oleh responden. Jumlah takaran bubuk susu dikonversi ke dalam gram, kemudian dihitung kandungan zat gizinya berdasarkan informasi nilai gizi pada kemasan susu formula.

Kontribusi zat gizi dari konsumsi ASI, susu formula dan makanan (selain ASI dan susu formula) terhadap konsumsi pangan diperoleh berdasarkan perbandingan antara jumlah zat gizi yang dikonsumsi dari ASI, susu formula dan makanan dengan konsumsi pangan total. Sedangkan kontribusi zat gizi dari konsumsi ASI, susu formula dan makanan (selain ASI dan susu formula) terhadap kecukupan zat gizi diperoleh berdasarkan perbandingan antara jumlah zat gizi yang dikonsumsi dari ASI, susu formula dan makanan dengan kecukupan gizi.

Analisis statistik inferensia yang dilakukan adalah uji beda t dan Mann Whitney untuk mengetahui perbedaan variabel penelitian antara keluarga ibu bekerja dan tidak bekerja. Variabel karakteristik keluarga, karakteristik baduta contoh, kategori akses informasi gizi dan kesehatan ibu, tingkat pengetahuan gizi ibu, kategori pola pemberian ASI, susu formula, dan MPASI serta tingkat konsumsi zat gizi digunakan uji beda Mann Whitney. Sedangkan untuk mengetahui perbedaan variabel pola pemberian ASI, susu formula, dan MPASI; kontribusi zat gizi dari konsumsi ASI, susu formula dan makanan terhadap konsumsi pangan total dan tingkat konsumsi zat gizi anak baduta digunakan uji beda t. Uji korelasi Rank Spearman digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel karakteristik keluarga, karakteristik anak, dan pengetahuan gizi ibu terhadap pola pemberian ASI dan susu formula.

(49)

Definisi Operasional

Akses sumber informasi gizi dan kesehatan adalah jumlah sumber informasi tentang gizi dan kesehatan anak yang diperoleh ibu, meliputi media massa (TV, radio, majalah/tabloid, surat kabar), tenaga kesehatan (dokter atau bidan), keluarga (orangtua, mertua, saudara), teman (tetangga, rekan kerja), dan kader posyandu.

Besar keluarga adalah jumlah anggota keluarga yang terdiri dari keluarga inti (ayah, ibu, dan anak) dan anggota keluarga lainnya yang tinggal bersama dan menjadi tanggungan kepala keluarga.

Contoh adalah anak usia di bawah dua tahun (baduta) yang berusia 13-23 bulan yang mengkonsumsi susu formula secara rutin dan sehat.

Konsumsi pangan baduta adalah jumlah dan jenis makanan yang dikonsumsi anak baduta yang diukur dengan metode recall selama 1x24 jam.

Konsumsi zat gizi adalah konsumsi pangan yang kemudian dikonversi ke dalam kandungan zat gizi dengan menggunakan DKBM yang meliputi energi, protein, vitamin A, vitamin C, kalsium dan zat besi.

Pendapatan keluarga adalah jumlah pendapatan anggota keluarga dalam satu bulan terakhir dan dibagi dengan seluruh tanggungan keluarga. Pendapatan diukur dalam pendapatan per kapita (Rp/kap/bln).

Pendidikan orang tua adalah pendidikan formal terakhir yang ditempuh oleh ayah dan ibu contoh

Pengetahuan gizi ibu adalah tingkat pengetahuan ibu tentang pola pemberian dan konsumsi ASI, susu formula, dan MPASI yang diketahui dari kemampuan menjawab 10 pertanyaan yang berkaitan dengan ASI, susu formula, dan MPASI.

Pola pemberian ASI adalah praktek-praktek pemberian ASI yang diterapkan oleh ibu kepada anak, meliputi pemberian minuman pralaktal, pemberian kolostrum, waktu pemberian ASI pertama, cara menyusui serta praktek menyusui saat ini.

(50)

26

Pola pemberian MPASI adalah praktek pemberian MPASI yang diterapkan responden kepada contoh, meliputi waktu pemberian MPASI dan jenis MPASI pertama.

Susu formula adalah susu formula lanjutan (follow up) yang diberikan kepada anak berumur di atas enam bulan sampai 3 tahun.

Riwayat kelahiran adalah riwayat proses kelahiran contoh meliputi umur kelahiran, tempat persalinan, penolong persalinan, dan jenis persalinan.

Responden adalah ibu bekerja dan tidak bekerja yang memiliki anak baduta (12-3 bulan) yang memberikan susu formula.

(51)

Kelurahan Tegal Gundil

Letak Geografis. Kelurahan Tegal Gundil terletak di ketinggian 251-300 m di atas permukaan laut. Luas wilayahnya 198 ha, terbentang dari utara ke selatan menyusuri tepian Sungai Ciparigi di barat dan Sungai Cibuluh di timur. Batas wilayah Kelurahan Tegal Gundil sebelah utara berbatasan dengan Kelurahan Cibuluh, sebelah selatan berbatasan dengan Kelurahan Tegal Lega, sebelah barat berbatasan dengan Kelurahan Bantarjati, dan sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Tanah Baru. Seluruh wilayah terbagi ke dalam 17 RW dan 86 RT. Pemanfaatan seluruh wilayah terbagi atas : perumahan dan pekarangan (169 ha), ladang tegalan (18,6 ha), perkantoran (2,5 ha), tanah pemakaman (3,46 ha), dan lain-lain (3,94 ha).

Penduduk dan Mata Pencaharian. Seluruh penduduk di Kelurahan Tegal Gudil berjumlah 24.156 jiwa, terdiri atas pria 12.09 jiwa dan wanita 12.147 jiwa. Jumlah balita usia 0-4 tahun sebanyak 1.856 jiwa. Ditinjau dari mata pencaharian, penduduk Tegal Gundil lebih banyak yang bekerja di sektor swasta dengan rincian sebagai berikut : 1) buruh/swasta : 1572 orang, 2) PNS : 770 orang, 3) pedagang : 293 orang, 4) dokter : 30 orang, 5) tukang ojek : 200 orang, 6) becak : 5 orang, 7) TNI/POLRI : 212 orang, 8) pengusaha : 121 orang, 9) BUMN/BUMD : 109 orang. Ditinjau dari latar belakang pendidikan penduduk relatif tinggi, hal ini terlihat dari gambaran latar belakang pendidikan adalah sebagai berikut : 1) tidak tamat SD : 299 KK, 2) tamat SD-SLTP : 1.138 KK, 3) tamat SLTA ke atas : 4.989 KK.

Kelurahan Bantarjati

Letak Geografis. Kelurahan Bantarjati yang mempunyai luas 170 ha

merupakan dataran rendah dengan ketinggian dari permukaan laut ± 300 m.

(52)

28

Penduduk dan Mata Pencaharian. Kelurahan Bantarjati terdiri dari 16 RW dan 73 RT dengan jumlah kepala keluarga sebesar 4.494 KK dan jumlah penduduk sebanyak 19.137 jiwa. Jumlah balita umur 0-12 bulan sebesar 312 jiwa, yang berumur 13 bulan-4 tahun sebesar 537 jiwa. Mata pencaharian penduduk Kelurahan Bantarjati sebagaian besar di sektor jasa 98%, industri 1,4%, dan pertanian 0,6%.

Karakteristik Keluarga

Umur Orangtua

[image:52.612.108.547.355.483.2]

Menurut Pudjiadi (2000), umur bagi seorang ibu merupakan faktor yang turut menentukan dalam produksi ASI. Ibu yang berumur antara 19-23 tahun umumnya menghasilkan ASI yang lebih banyak dibandingkan ibu yang berumur tiga puluhan. Sebaran contoh menurut umur orangtua disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Sebaran Orang Tua Contoh menurut Umur

Ayah Ibu

Ibu Tidak Bekerja (n=30) Ibu Bekerja (n=30) Ibu Tidak Bekerja (n=30) Ibu Bekerja (n=30) Umur (tahun)

n % n % n % n % p

< 20 th 20-29 th 30-39 th ≥ 40 th

- 11 15 4 - 36,7 50,0 13,3 - 4 21 5 - 13,3 70,0 16,7 - 18 12 - - 60,0 40,0 - - 8 21 1 - 26,7 70,0 3,3 0,089a) 0,004b)**

a)ayah; b) ibu

**

Nyata pada taraf kepercayaan 99%

(53)

Pendidikan Ayah dan Ibu

Tingkat pendidikan seseorang dapat dilihat berdasarkan lamanya atau jenis pendidikan yang dialami baik formal maupun informal. Menurut Suhardjo (1996), tingkat pendidikan seseorang umumnya dapat mempengaruhi sikap dan perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Tingkat pendidikan terutama pendidikan ibu berpengaruh terhadap kualitas tumbuh kembang anak. Di samping itu menurut Khomsan (2002) ibu yang memiliki pendidikan tinggi akan lebih respon dalam mencari informasi untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam pengasuhan anak.

[image:53.612.109.557.486.639.2]

Berdasarkan Tabel 8, dapat dilihat bahwa ayah dan ibu pada kedua kelompok contoh mempunyai tingkat pendidikan yang tinggi. Lebih dari separuh ayah (60%) dan ibu (66,7%) pada kelompok ibu bekerja merupakan lulusan perguruan tinggi. Sementara pada kelompok ibu tidak bekerja, pendidikan ayah (43,3%) dan ibu (46,7%) adalah lulusan SMU. Rata-rata lama pendidikan ayah dan ibu pada kelompok ibu tidak bekerja adalah 13 tahun, sedangkan pada kelompok ibu bekerja rata-rata lama pendidikan ayah dan ibu adalah 14 tahun. Hasil analisis statistik uji beda Mann Whitney menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan tingkat pendidikan ayah dan ibu pada kedua kelompok.

Tabel 8. Sebaran Orang Tua Contoh menurut Tingkat Pendidikan

Ayah Ibu

Ibu Tidak Bekerja (n=30) Ibu Bekerja (n=30) Ibu Tidak Bekerja (n=30) Ibu Bekerja (n=30) Tingkat Pendidikan

n % n % n % n % p

- Tidak tamat SD - Tamat SD - Tamat SLTP - Tamat SMU - Perguruan Tinggi

- 2 3 13 12 - 6,7 10,0 43,3 40,0 - - 4 8 18 - - 13,3 26,7 60,0 - 2 1 14 13 - 6,7 3,3 46,7 43,3 1 1 1 7 20 3,3 3,3 3,3 23,3 66,7 0,153a) 0,120b)

(54)

30

Pekerjaan Ayah dan Ibu

Jenis pekerjaan ayah dan ibu menentukan jumlah pendapatan yang diterima keluarga. Pendapatan merupakan faktor yang paling menentukan kualitas dan kuantitas makanan. Kurangnya pendapatan akan berakibat buruk pada jumlah dan jenis pangan yang dibeli untuk konsumsi pangan keluarga yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap konsumsi pangan dan status gizi (Berg, 1986).

Berdasarkan Tabel 9 dapat dilihat bahwa sebagian besar ayah bekerja sebagai pegawai swasta, PNS/TNI/POLRI, pedagang, dan buruh. Jenis pekerjaan ayah yang paling banyak adalah sebagai pegawai swasta, yaitu sebesar 56,7% pada kelompok ibu tidak bekerja dan 46,7% pada kelompok ibu bekerja. Selain itu terdapat 13,3% ayah kelompok ibu tidak bekerja dan 20% ayah kelompok ibu bekerja yang bekerja pada sektor jasa informal sebagai wiraswasta, pemain orgen/piano, sopir angkot, dan tukang becak. Hasil uji beda Mann Whitney menunjukkan tidak terdapat perbedaan antara jenis pekerjaan ayah baduta contoh pada kedua kelompok.

Tabel 9. Sebaran Contoh menurut Pekerjaan Utama Ayah

Ibu Tidak Bekerja (n=30) Ibu Bekerja (n=30) Jenis Pekerjaan Ayah

n % n %

Buruh Pedagang PNS/TNI/POLRI Pegawai swasta Jasa

2 2 5 17

4

6,6 6,6 16,7 56,7 13,3

2 1 7 14

6

6,6 3,3 23,3 46,7 20,0

p=0,511

(55)

Tabel 10. Sebaran Contoh menurut Pekerjaan Ibu (n=30)

Jenis Pekerjaan Ibu n %

Buruh PNS/TNI/POLRI Pegawai swasta Jasa 4 8 14 4 6,7 13,3 23,3 6,7

Tingkat Pendapatan Keluarga

Besarnya pendapatan per kapita per bulan keluarga mempengaruhi daya beli

keluarga terhadap pangan yang berkualitas. Berdasarkan Tabel 11 dapat diketahui bahwa pendapatan keluarga per kapita per bulan kelompok ibu tidak bekerja berkisar antara Rp 50.000,00-Rp 1.333.333,00 dengan rata-rata Rp 416.771,00. Pendapatan per kapita per bulan keluarga kelompok ibu bekerja berkisar antara Rp 187.500,00-Rp 1.666.667,00 dengan rata-rata Rp 768.472,00. Pendapatan perkapita per bulan keluarga ibu bekerja lebih besar daripada keluarga ibu tidak bekerja. Hasil uji beda t

menunjukkan bahwa pendapatan keluarga per kapita per bulan antara kedua kelompok ini berbeda nyata (p<0,01).

Tabel 11. Sebaran Contoh menurut Tingkat Pendapatan Keluarga

Ibu Tidak Bekerja (n=30) Ibu Bekerja (n=30) p Tingkat Pendapatan

Keluarga (Rp/kap/bln) n % n %

< Rp 150.000

Rp 150.000-Rp 449.999 Rp 450.000-Rp 749.999 Rp 750.000-Rp 999.999

≥ Rp 1.000.000

1 18 9 - 2 3,3 60,0 30,0 -

Gambar

Tabel 1. Komposisi Kolostrum, ASI dan Susu Sapi
Tabel 3. Standar Komposisi Susu Bayi (untuk setiap 100 Kkal)
Tabel 3. (Lanjutan)
Tabel 4. Pola Makanan Balita Menurut Umur (bulan)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Maksudnya yaitu hukum asal makanan itu sendiri adalah halal akan tetapi berubah menjadi haram karena adanya sebab yang tidak berkaitan dengan makanan tersebut. Misalnya: makanan

Cara-cara yang banyak dilakukan untuk pengamanan data sering dilakukan setiap orang untuk pengamanan, seperti memberikan sebuah kunci (password) pada data yang akan diamankan,

Dalam upaya penanganan masalah sosial tersebut, pemerintah provinsi Sumatera Utara maupun Dinas Sosial Tingkat I Provinsi Sumatera Utara melaksanakan usaha-usaha pelayanan

Peneliti pada Mahkamah Konstitusi, Abdul Ghoffar, yang menerima para peserta kunjungan studi tersebut memberikan penjelasan kepada para mahasiswa bahwa MK memiliki kewenangan

Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) mengidentifikasi pengaruh tingkat kepemimpinan (tingkat kemampuan, tingkat kepribadian, dan gaya kepemimpinan) terhadap tingkat

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik simak catat yang merupakan penelitian sebagai intrumen vital dalam melakukan penyimakan secara

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan pemahaman mengenai makna atau pesan budaya yang dibentuk melalui foto, apa makna kebudayaan dalam foto dan

Hal yang sama berlaku jika seseorang memiliki se·lf-esteem yang tinggi, individu tersebut akan merasa bahwa dia adalah seorang yang dapat rnencapai kesuksesan yang ia