• Tidak ada hasil yang ditemukan

Stabilitas bakteri asam laktat selama pembuatan dan penyimpanan keju lunak susu kambing

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Stabilitas bakteri asam laktat selama pembuatan dan penyimpanan keju lunak susu kambing"

Copied!
141
0
0

Teks penuh

(1)

STABILITAS BAKTERI ASAM LAKTAT

SELAMA PEMBUATAN DAN PENYIMPANAN

KEJU LUNAK SUSU KAMBING

SKRIPSI

WIDYA EKA PRAYITNO

F 24061476

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

STABILITY OF LACTIC ACID BACTERIA

DURING PROCESSING AND STORAGE OF GOAT MILK SOFT CHEESE

Widya Eka Prayitno, Feri Kusnandar, and Winiati P. Rahayu

Department of Food Science and Technology, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, Bogor 16680.

ABSTRACT

The use of goat milk is limited as a healthy drink in Indonesia. One of the factors that limits the consumption of goat milk is the goaty smell. The aim of this research was to apply LAB Lactobacillus acidophilus and Lactobacillus casei in production of goat milk soft cheese in order to estimate the stability of these LAB during processing and storage. The Lactobacillus acidophilus FNCC-0051and Lactobacillus casei FNCC-0090 were used in this study. This research was divided into four steps i.e. 1) preparation of microbial starter, 2) production of goat milk cheese and analysis of chemical and microbiological changes in each step of production, 3) stability analysis of LAB (chemical and microbiological analysis, and sensory analysis after storage for two months), 4) analysis for the selected goat milk cheese including nutrition and metal analyses. The goat milk cheeses had white color, soft, and crumbly. LAB in the cheese product reached 109cfu/gram and could be maintained for two months at 5 oC. The result of sensory analysis showed panelists liked goat milk cheeses, especially in term of its aroma. LAB could be applied in production of goat milk soft cheese and reached 109 cfu/gram after storage. The cheese had sour aroma that could cover the goaty smell.

(3)

WIDYA EKA PRAYITNO. F24061476. Stabilitas Bakteri Asam Laktat selama Pembuatan dan Penyimpanan Keju Lunak Susu Kambing. Di bawah bimbingan Feri Kusnandar dan Winiati P. Rahayu. 2011.

RINGKASAN

Susu kambing saat ini mulai banyak dimanfaatkan di Indonesia. Walaupun demikian, pemanfaatannya masih terbatas dan lebih diarahkan sebagai produk kesehatan dalam bentuk susu segar atau susu pasteurisasi. Padahal susu kambing dapat diolah menjadi berbagai produk olahan susu seperti susu fermentasi, yoghurt, keju, susu bubuk, dodol, dan ice cream. Salah satu produk olahan susu adalah keju yang memiliki masa simpan lebih lama daripada produk olahan susu lainnya.

Salah satu inovasi produk keju adalah keju probiotik yang harus memiliki viabilitas kultur dalam jumlah tinggi. Viabilitas dan stabilitas probiotik harus terjaga, baik selama proses pembuatan maupun penyimpanan agar ketika dikonsumsi dapat memberi manfaat kesehatan.

Penelitian ini bertujuan mengaplikasikan bakteri asam laktat Lactobacillus acidophilus dan

Lactobacillus casei pada pembuatan keju lunak susu kambing untuk diketahui viabilitasnya selama proses pembuatan dan stabilitasnya selama penyimpanan. BAL komersial yang digunakan pada penelitian ini adalah Lactobacillus acidophilus FNCC-0051 dan Lactobacillus casei FNCC-0090. Sudah cukup banyak galur dari kedua spesies tersebut yang terbukti memiliki aktivitas probiotik.

Kegiatan penelitian ini dilakukan dalam empat tahap. Tahap pertama adalah pemeliharaan BAL dan pembuatan kultur kerja. Tahap kedua adalah pembuatan keju susu kambing dengan pengamatan perubahan kimiawi dan mikrobiologi di setiap tahapan proses. Tahap ketiga adalah uji stabilitas BAL selama penyimpanan dengan pengamatan kimiawi dan mikrobiologi, dan pada masa penyimpanan 8 minggu diuji sifat sensorinya. Kemudian, tahap keempat adalah uji kandungan nutrisi dan uji cemaran logam bagi keju terpilih.

(4)

STABILITAS BAKTERI ASAM LAKTAT

SELAMA PEMBUATAN DAN PENYIMPANAN

KEJU LUNAK SUSU KAMBING

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan,

Fakultas Teknologi Pertanian,

Institut Pertanian Bogor

Oleh

WIDYA EKA PRAYITNO

F 24061476

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

Judul Skripsi : Stabilitas Bakteri Asam Laktat selama Pembuatan dan Penyimpanan

Keju Lunak Susu Kambing

Nama

: Widya Eka Prayitno

NIM

: F24061476

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

(Dr. Ir. Feri Kusnandar, M.Sc)

(Prof. Dr. Winiati P. Rahayu)

NIP 19680526 199303 1 004

NIP 19560813 198201 2 001

Mengetahui:

Ketua Departemen,

(Dr. Ir. Dahrul Syah)

NIP 19650814 199002 1 001

(6)

iii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Stabilitas Bakteri Asam Laktat selama Pembuatan dan Penyimpanan Keju Lunak Susu Kambing adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, 21 Januari 2011 Yang membuat pernyataan

(7)

iv

BIODATA PENULIS

Widya Eka Prayitno. Lahir di Jakarta, 10 Januari 1988 dari ayah Suprayitno dan ibu Supriyati Ningsih, sebagai putri pertama dari tiga bersaudara. Penulis menamatkan SMA pada tahun 2006 dari SMA Negeri 40, Jakarta dan pada tahun yang sama diterima di IPB melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru. Penulis memilih Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif mengikuti berbagai kegiatan

(8)

v

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadapan Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Penelitian dengan judul Stabilitas Bakteri Asam Laktat selama Pembuatan dan Penyimpanan Keju Lunak Susu Kambing dilaksanakan di Bogor sejak bulan April sampai Oktober 2010.

Dengan telah selesainya penelitian hingga tersusunnya skripsi ini, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak dan Mama atas segala doa, dukungan, dan dorongan sehingga penulis terpacu dalam menyelesaikan penelitian ini.

2. Dr. Ir. Feri Kusnandar, M.Sc sebagai dosen pembimbing pertama atas bimbingannya selama penulis menimba ilmu di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan.

3. Prof. Dr. Winiati P. Rahayu sebagai dosen pembimbing kedua yang telah memberi bimbingan dan saran selama penulis melakukan kegiatan penelitian hingga penyusunan skripsi.

4. Dr. Ir. Joko Hermanianto atas segala saran yang membangun sehingga skripsi ini dapat menjadi karya tulis yang lebih baik.

5. Triana Setyawardhani, SPt, MP sebagai rekan dalam proyek yang berjudul “Stabilisasi (γ0 Hari) BAL pada Pembuatan Keju Probiotik Susu Kambing” sekaligus yang membimbing penulis selama kegiatan penelitian.

6. Mbak Ari, Bu Sari, Pak Taufik, Mbak Wid, Bu Nur, dan Mbak Dhen atas bantuannya selama penulis meneliti di Lab PAU.

7. Pak Rozak, Pak Wahid, Pak Sobirin, Mas Aldi, dan Bu Sri atas bantuannya.

8. Sandra (atas dukungannya yang sangat besar), Oxyana, Widi, Awal (atas kesediaannya menemani lembur), Ami, Kandi, Dion, Neng, Ipit, Wina, dan Septi, serta keluarga besar ITP 43. 9. Teman-teman satu kos: Rina, Zaki, Rara, Fini, Inggit, Bina, dan Yane atas segala bantuan serta

tempat berbagi suka dan duka.

10. Para pegawai di Kantinku atas kesediaannya mengantar penulis membeli susu kambing.

11. Pemilik dan pegawai Fitri Fotokopi di Kantin Sapta FATETA atas kebaikan dan bantuannya kepada penulis.

12. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.

Semoga tulisan ini bermanfaat dan berkontribusi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, terutama di bidang pangan.

Bogor, 21 Januari 2011

(9)

vi

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR……… v

DAFTAR TABEL……….. vii

DAFTAR GAMBAR………. viii

DAFTAR LAMPIRAN……….. ix

PENDAHULUAN……….. 1

A. LATAR BELAKANG………... 1

B. TUJUAN PENELITIAN……… 2

C. MANFAAT PENELITIAN……… 2

TINJAUAN PUSTAKA………. 3

A. SUSU KAMBING………. 3

B. KEJU………... 4

C. PRINSIP PEMBUATAN KEJU……… 5

D. BAKTERI ASAM LAKTAT………. 6

E. CEMARAN LOGAM PADA KEJU………... 7

METODE PENELITIAN………... 9

A. BAHAN DAN ALAT……… 9

B. METODE PENELITIAN………... 9

HASIL DAN PEMBAHASAN……….. 22

A. MIKROBA PADA SUSU DAN KULTUR STARTER………... 22

B. PEMBUATAN KEJU... 22

C. STABILITAS BAL SELAMA PENYIMPANAN KEJU... 27

D. MUTU SENSORI KEJU... 29

E. KANDUNGAN NUTRISI KEJU... 30

F. CEMARAN LOGAM PADA KEJU………... 32

SIMPULAN DAN SARAN………... 35

A. SIMPULAN……….. 35

B. SARAN……….. 35

DAFTAR PUSTAKA……… 36

(10)

vii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Komposisi kimia susu kambing (jenis PE dan Jamnapari) dan susu sapi (jenis Friesian) serta perbandingannya dengan SNI susu segar... 3 Tabel 2. Analisis pada setiap tahapan penelitian………... 15

Tabel 3. Jumlah ALT dan BAL di tiap tahapan proses pembuatan keju... 26

Tabel 4. Rata-rata penilaian kesukaan panelis terhadap keju lunak susu kambing………... 29 Tabel 5. Komposisi kimia susu kambing PE dan keju susu kambing (berat

basah)………. 31 Tabel 6. Kandungan cemaran logam pada susu kambing dan produk

(11)

viii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Tahapan penelitian dalam pengembangan produk keju lunak susu

kambing………. 10

Gambar 2. Diagram alir pembuatan kultur kerja dengan modifikasi metode Daulay (1991)………... 11

Gambar 3. Diagram alir pembuatan keju lunak susu kambing dengan modifikasi metode Daulay (1991)... 12

Gambar 4. Alat pemotong keju………... 13 Gambar 5. Curd………... 23

Gambar 6. Curdsetelah tahap pemanasan………... 24

Gambar 7. Keju lunak susu kambing………... 24

Gambar 8. Nilai pH di tiap tahapan proses pembuatan keju………... 25

Gambar 9. Nilai pH keju selama penyimpanan 8 minggu………... 27

Gambar 10. Jumlah BAL pada keju dari tiga perlakuan selama penyimpanan 8 minggu... 28

(12)

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Kuisioner seleksi panelis (Form 1)………... 41

Lampiran 2. Kuisioner seleksi panelis (Form 2)………... 42

Lampiran 3. Kuisioner uji rating hedonik atribut aroma... 43

Lampiran 4. Kuisioner uji rating hedonik atribut rasa…………... 44

Lampiran 5. Kuisioner uji rating hedonik atribut aftertaste……... 45

Lampiran 6. Proses penyaringan (a) dan whey yang tertampung (b)... 46

Lampiran 7. Nilai pH keju selama penyimpanan………... 47

Lampiran 8. Hasil uji statistik ANOVA terhadap penurunan pH keju selama penyimpanan... 48

Lampiran 9. Hasil uji statistik ANOVA untuk pengaruh jenis BAL terhadap penurunan nilai pH keju selama penyimpanan………... 49

Lampiran 10. Jumlah BAL (a) dan angka lempeng total (b) pada keju selama penyimpanan………... 50

Lampiran 11. Hasil uji statistik ANOVA terhadap jumlah BAL (a) dan angka lempeng total (b) keju selama penyimpanan... 51

Lampiran 12. Hasil uji statistik ANOVA untuk pengaruh jenis BAL terhadap jumlah BAL (a) dan angka lempeng total (b) keju selama penyimpanan... 52

Lampiran 13. Hasil penilaian kesukaan terhadap aroma (a), rasa (b), dan aftertaste (c) dari tiga keju lunak susu kambing (dengan bakteri berbeda) dan keju feta………... 53

Lampiran 14. Hasil pengolahan data atribut aroma keju lunak susu kambing menggunakan ANOVA……... 54

Lampiran 15. Hasil pengolahan data atribut rasa (a) dan aftertaste (b) keju lunak susu kambing menggunakan ANOVA……….. 55

Lampiran 16. Rekapitulasi data analisis kandungan nutrisi keju lunak susu kambing (basis basah)………... 56

Lampiran 17. Rekapitulasi data rendemen keju lunak susu kambing………... 57 Lampiran 18. Rekapitulasi data analisis kandungan As pada keju lunak susu kambing………... 58

Lampiran 19. Rekapitulasi data analisis kandungan Pb pada keju lunak susu kambing…... 59

Lampiran 20. Rekapitulasi data analisis kandungan Cu pada keju lunak susu kambing………... 60

Lampiran 21. Rekapitulasi data analisis kandungan Zn pada keju lunak susu kambing………... 61

Lampiran 22. Rekapitulasi data analisis kandungan Hg pada keju lunak susu kambing………... 62

(13)

PENDAHULUAN

A.

LATAR BELAKANG

Susu kambing saat ini mulai banyak dimanfaatkan di Indonesia. Walaupun demikian, pemanfaatannya masih terbatas dan lebih diarahkan sebagai produk kesehatan dalam bentuk susu segar atau susu pasteurisasi. Hal itu dikarenakan susu kambing banyak memiliki globula lemak yang berukuran lebih kecil daripada susu sapi (Silanikove et al. 2010), sehingga lebih mudah dicerna dan dapat dikonsumsi oleh orang yang sakit atau dalam masa penyembuhan.

Konsumsi susu kambing sebenarnya tidak hanya diperuntukkan bagi orang yang sedang sakit. Susu kambing dapat dikonsumsi oleh semua kalangan, termasuk oleh bayi sebagai pengganti ASI. Hanya saja, sampai saat ini, aroma khas dari susu kambing (prengus) tetap menjadi faktor yang membatasi konsumsinya. Aroma tersebut ditimbulkan oleh kandungan asam lemak rantai sedang (asam kaproat, asam kaprilat, dan asam kaprat) yang lebih tinggi pada susu kambing (Silanikove et al. 2010). Selain itu, timbulnya aroma prengus juga dapat disebabkan oleh pakan dan lingkungan kandang. Sudah banyak cara yang dilakukan untuk meminimalisir aroma prengus dari susu kambing, misalnya dengan selalu menjaga kebersihan kandang.

Susu kambing, seperti juga jenis susu lainnya, dapat diolah menjadi berbagai produk olahan susu seperti susu fermentasi, yoghurt, keju, susu bubuk, dodol, dan ice cream. Pengolahan susu kambing menjadi produk olahan susu diharapkan dapat menjadi salah satu alternatif untuk meningkatkan nilai konsumsi susu kambing tanpa mengurangi manfaat yang dikandungnya.

Salah satu produk olahan susu adalah keju. Keju dihasilkan dari penirisan (cairan) setelah terjadinya koagulasi susu segar, krim, susu skim, dadih atau campurannya (Scott 1986). Keju memiliki masa simpan lebih lama daripada produk olahan susu lainnya.

Keju bukan produk yang umum dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia, namun memiliki potensi untuk dikembangkan. Awalnya, produk keju di pasaran Indonesia merupakan produk impor untuk memenuhi kebutuhan kalangan tertentu. Namun, saat ini keju sudah menjadi jenis makanan yang umum di kalangan masyarakat Indonesia. Keju biasanya dikonsumsi sebagai pelengkap dan penambah cita rasa dari makanan, misalnya sebagai isi, taburan, atau olesan. Berkembangnya jenis pangan keju tampaknya memicu beberapa industri pangan berbasis susu di Indonesia untuk memproduksi keju, mulai dari keju segar hingga keju olahan.

Keju yang dibuat di Indonesia dalam skala industri masih menggunakan bahan baku susu sapi. Hal itu dikarenakan produksi susu dari jenis ruminansia lain masih terbatas. Produksi susu kambing sendiri baru ditingkatkan sekitar tahun 2000 di Indonesia (Sodiq dan Abidin 2008). Peningkatan produksi susu kambing perlu ditunjang dengan inovasi pengembangan produk olahannya. Hal tersebut perlu dilakukan agar semakin menggeliatkan produksi susu kambing di Indonesia.

(14)

2

Pembuatan keju pada penelitian ini menggunakan bakteri asam laktat (BAL)

Lactobacillus acidophilus dan Lactobacillus casei komersial. Sudah cukup banyak galur dari kedua spesies tersebut yang terbukti memiliki aktivitas probiotik. Stabilitas Lactobacillus acidophilus dan Lactobacillus casei selama proses pembuatan dan penyimpanan keju diuji dalam penelitian ini. Kemudian, jika nanti sudah ada uji yang menyatakan bahwa kedua BAL yang digunakan pada penelitian ini juga memiliki aktivitas probiotik, keju yang dihasilkan dapat menjadi salah satu rekomendasi pengembangan keju probiotik berbasis susu kambing di Indonesia.

B.

TUJUAN PENELITIAN

1. Mengaplikasikan BAL Lactobacillus acidophilus dan Lactobacillus casei pada pembuatan keju lunak susu kambing.

2. Mengetahui viabilitas BAL selama proses pembuatan keju lunak susu kambing serta stabilitas BAL selama penyimpanannya.

3.

Mengetahui nilai nutrisi serta mutu sensori keju lunak susu kambing.

C.

MANFAAT PENELITIAN

Manfaat dari penelitian ini adalah dapat memberikan informasi mengenai aplikasi BAL

(15)

TINJAUAN PUSTAKA

A.

SUSU KAMBING

Perkembangan populasi ternak kambing meningkat dalam beberapa tahun terakhir (2001-2006). Pada tahun 2001 jumlahnya 12.46 juta ekor dan meningkat menjadi 13.18 juta ekor pada tahun 2006. Peternakan kambing dengan tujuan utama sebagai penghasil susu mulai dikembangkan di Indonesia pada awal tahun 2000 (Sodiq dan Abidin 2008). Salah satu bangsa kambing yang dikembangkan sebagai penghasil susu di Indonesia adalah kambing Peranakan Etawah (PE). Kambing PE merupakan hasil persilangan antara kambing Kacang lokal dan kambing Jamnapari yang dibawa ke Indonesia dari India pada masa kolonial Belanda (Budisatria

et al. 2010). Produksi susu kambing PE adalah 0.45-2.2 liter/ekor/hari dengan panjang masa laktasi sangat beragam, yaitu 92-256 hari dengan rataan 156 hari. Dengan pengelolaan yang baik, induk kambing PE mampu berproduksi hingga 200 hari dalam satu tahun (Sodiq dan Abidin 2008).

Secara kimia, susu merupakan emulsi lemak dalam air yang mengandung gula, garam-garam mineral, dan protein dalam bentuk suspensi koloidal. Susu memiliki komponen utama berupa air, lemak, protein (kasein, albumin, dan globulin), laktosa (gula susu), dan abu. Komponen susu selain air merupakan total solid (TS) dan “total solid” tanpa komponen lemak merupakan solid non fat (SNF) (Rahman et al. 1992). Komposisi kimia susu kambing tidak jauh berbeda dengan susu sapi (Tabel 1). Susu kambing juga mengandung asam-asam lemak kaproat, kaprilat, dan kaprat dalam jumlah yang relatif banyak (Daulay 1991).

Tabel 1. Komposisi kimia susu kambing (jenis PE dan Jamnapari) dan susu sapi (jenis Friesian) serta perbandingannya dengan SNI susu segar

Parameter

(%)

Susu kambing

PEa

Susu kambing

Jamnaparib

Susu sapi

Friesianc

Susu segard

lemak 6.10±0.64 4.31 3.40 minimal 3.0

protein 2.97±0.37 3.74 3.15 minimal 2.7

laktosa - 4.72 4.60 -

abu 0.72±0.13 0.82 0.73 -

Sumber: aHidayat (2009); bJenness (1980); cScott (1986); dBSN (1998a)

Susu, baik susu kambing maupun susu sapi, dipertimbangkan sebagai bahan pangan yang penting. Susu kaya akan kandungan nutrisi esensial, seperti mineral, vitamin, dan protein yang mudah dicerna dengan komposisi asam amino yang seimbang, dimana semua komponen tersebut penting dalam mendukung sifat fungsional di dalam tubuh (Silanikove et al. 2010).

(16)

4

usus (Shingfield et al. 2008). Susu kambing dapat dikonsumsi oleh bayi karena tidak

menimbulkan alergi. Kandungan αs1-kasein yang sedikit pada susu kambing dipertimbangkan

sebagai penyebab lebih rendahnya alergenisitas terhadap susu kambing dibandingkan susu sapi, namun hal tersebut masih perlu diteliti lebih lanjut (Silanikove et al. 2010).

Komposisi kandungan nutrisi susu kambing juga berpengaruh pada teknologi pengolahan susu kambing. Silanikove et al. (2010) menyatakan bahwa persentase total lemak dalam susu kambing tidak jauh berbeda dengan susu sapi. Dua hal yang membedakannya, dan menjadi karakteristik yang berpengaruh penting bagi pengolahan susu kambing adalah ukuran globula lemak dan komposisi asam lemak. Pada kedua jenis susu, ukuran globula lemak berkisar antara 1-10 μm, namun jumlah globula lemak yang berukuran lebih kecil dari 5 μm lebih banyak terdapat pada susu kambing (sekitar 80%) dibandingkan pada susu sapi (sekitar 60%). Susu kambing mengandung asam lemak rantai sedang, yaitu asam kaproat (C6:0), asam kaprilat (C8:0), dan asam kaprat (C10:0), dalam jumlah yang lebih banyak, dimana sebagian dari asam lemak tersebut bertanggung jawab terhadap munculnya karakteristik aroma prengus atau goaty.

Persentase kasein dalam total protein susu kambing adalah 71-78%, lebih rendah dari susu sapi yang berkisar antara 75-85% (Loewenstein 1982 diacu dalam Zeng 1996). Selain kandungan kasein yang lebih rendah dari susu sapi, yang menjadi faktor utama dalam keterbatasan pemanfaatan susu kambing secara teknologi adalah komposisi dari kaseinnya.

Kasein susu kambing memiliki proporsi αs1-kasein yang lebih rendah dan proporsi -kasein yang

lebih tinggi daripada susu sapi (Thomann 2008). Rendahnya kandungan αs1-kasein pada susu

kambing menyebabkan keju yang terbuat dari susu kambing memiliki tekstur yang lebih lunak daripada keju susu sapi (Jenness 1980).

B.

KEJU

Food and Agricultural Organization(FAO) melalui „Code of Principle‟ mendefinisikan

keju sebagai produk segar ataupun hasil pemeraman yang dihasilkan dari penirisan (cairan) setelah terjadinya koagulasi susu segar, krim, susu skim, dadih atau campurannya (Scott 1986). Komponen dalam susu yang penting dalam proses pembuatan keju adalah kasein. Dibandingkan dengan albumin dan globulin yang dapat terdenaturasi oleh panas, kasein lebih stabil terhadap panas namun peka terhadap pH, enzim, dan kandungan kalsium (Rahman et al. 1992).

Keju mengandung nutrisi susu yang tidak larut air, diantaranya protein kasein terkoagulasi, mineral-mineral koloid, lemak, dan vitamin larut lemak. Nutrisi yang terkandung di dalam keju dipengaruhi oleh jenis susu yang digunakan (jenis hewan penghasil susunya, masa laktasi, berlemak tinggi, berlemak rendah, skim), cara pembuatannya, dan derajat pematangan (untuk jenis keju yang dimatangkan atau diperam) (O‟Brien dan O‟Connor β004).

Keju memiliki masa simpan yang lebih lama daripada susu dan produk olahan susu lainnya. Masa simpan keju bervariasi mulai dari beberapa hari hingga beberapa tahun. Kombinasi faktor yang bertanggung jawab dalam memelihara kualitas keju diantaranya adalah ketiadaan gula (laktosa), pH, asam laktat, garam, kondisi anaerobik, dan perlindungan dari

“kulit” keju (Walstra et al. 1999)

(17)

5

dikarenakan kadar air dapat menentukan konsistensi atau kekompakan keju, sehingga memudahkan dalam mengelompokkan keju yang memiliki karakteristik serupa (Farkye 2004).

Perbedaan keju keras dan keju lunak terletak pada persentase kadar air keju. Istilah keju lunak digunakan untuk mendeskripsikan keju yang terasa lunak ketika disentuh dan dapat dengan mudah ditekan oleh jari, sedangkan istilah keju keras digunakan untuk mendeskripsikan keju yang kaku dan membutuhkan tekanan tertentu untuk dapat membaginya menjadi beberapa bagian (Farkye 2004). Keju keras umumnya melalui proses penekanan untuk membentuk partikel-partikel curd yang longgar menjadi massa yang lebih kompak dan mendorong whey

keluar lebih banyak, sedangkan keju lunak umumnya melalui proses penekanan hingga kondisi tertentu (Daulay 1991). Penekanan pada keju lunak lebih diarahkan untuk memberi bentuk dan struktur keju yang kompak.

Pembuatan keju merupakan proses yang rumit, meliputi banyak tahapan proses dan beberapa perubahan biokimia. Semua variable tersebut mempengaruhi rendemen, komposisi, dan mutu dari keju serta produk sampingannya (terutama whey). Selain itu, cara pembuatan juga dapat berpengaruh pada biaya produksi (tenaga kerja, peralatan, product loss, dan lain-lain). Oleh karena itu, optimasi dalam pembuatan keju merupakan hal yang tidak mudah (Walstra et al. 1999). Akan tetapi, saat ini teknologi pembuatan keju sudah semakin berkembang, dimana faktor ekonomi merupakan salah satu faktor utama yang mendorong perkembangan teknologi pembuatan keju (Farkye 2004).

C.

PRINSIP PEMBUATAN KEJU

Prinsip pembuatan keju adalah koagulasi protein susu, terutama kasein. Kasein merupakan jenis protein terpenting dalam susu dan terdapat dalam bentuk kalsium kaseinat (Rahman et al. 1992). Koagulasi atau penggumpalan susu adalah perubahan bentuk dari susu cair menjadi padatan (curd). Proses koagulasi atau penggumpalan kasein di dalam susu dapat disebabkan oleh asam, enzim proteolitik, perlakuan panas, atau kombinasi dari ketiganya (Walstra et al. 1999)

Bahan penggumpal enzimatik yang umumnya digunakan dalam proses pembuatan keju adalah rennet. Rennet merupakan enzim yang diperoleh dari abomasum anak sapi yang masih menyusu pada induknya (Rahman et al. 1992). Enzim terpenting dalam rennet adalah khimosin. Khimosin tidak dapat menghidrolisis imunoglobulin dari kolostrum. Itulah sebabnya anak sapi yang baru lahir memproduksi khimosin dalam lambungnya, bukan pepsin yang umumnya terdapat di dalam lambung (Walstra et al. 1999). Selain rennet anak sapi (rennet hewan), terdapat pula rennet mikroba dan rennet tanaman.

Rennet ditambahkan untuk menggumpalkan protein susu, terutama kasein, sehingga terbentuk suatu matriks yang disebut curd. Pembentukan curd pada pembuatan keju umumnya menggunakan koagulan enzim. Enzim yang bersifat proteolitik dapat memecah protein-protein dalam susu sehingga menjadi tidak larut dan membentuk suatu gumpalan massa yang di dalamnya terperangkap komponen-komponen susu lainnya (Daulay 1991).

(18)

6

κ-kasein adalah satu-satunya kasein yang dihidrolisis selama koagulasi oleh rennet yang terjadi dalam dua tahap. Tahap pertama merupakan hidrolisis κ-kasein pada ikatan Phe105-Met106

menghasilkan para- κ-kasein dan makropeptida. Makropeptida yang mengandung sekitar 30%

κ-kasein berdifusi ke dalam fase cair. Hilangnya makropeptida menyebabkan tegangan permukaan dan stabilitas koloid misel menurun sehingga dapat terkoagulasi oleh Ca2+. Peristiwa tersebut merupakan tahap kedua dari kerja rennet (McSweeney 2007).

Susu yang ditambahkan rennet dan dibiarkan beberapa lama akan membentuk curd. Curd

terbentuk karena misel-misel yang tergabung satu sama lain, sehingga terjadi ikatan yang kuat diantara dua misel yang berdekatan karena penggabungan tersebut. Curd tersebut memiliki pori-pori, yang berukuran beberapa mikrometer persegi, dan jaringannya sangat tidak teratur (Walstra

et al. 1999).

Curd cenderung mengalami sineresis, yaitu suatu kontraksi untuk mengeluarkan cairan yang disebut whey. Sineresis sangat penting dalam proses pembuatan keju dan merupakan penentu utama kandungan air pada produk keju. Pori-pori di antara partikel curd cukup luas untuk keluarnya whey. Sineresis disebabkan oleh partikel curd yang pada prinsipnya dapat membentuk ikatan dengan partikel curd lainnya, yang akan memicu terbentunya kumpulan partikel yang lebih kompak. Hal ini dikarenakan partikel curd memiliki sisi aktif di seluruh permukaannya, namun tidak dapat menjangkau satu sama lain karena tertahan dalam jaringan

curd. Pemutusan ikatan serta pembentukan ikatan baru antar partikel curd dapat menyulut terjadinya sineresis. Pemotongan curd serta pengepresan juga dapat mempengaruhi sineresis (Walstra et al. 1999).

Curd yang telah mengalami sineresis dan terpisah dari whey selanjutnya disebut keju segar. Keju segar yang terbentuk mengandung lemak, bakteri, koloid kalsium-fosfat, dan partikel-partikel lainnya. Selain itu, keju segar tersebut juga mengandung air dan bahan-bahan yang terlarut di dalam air (Daulay 1991).

Keju segar dapat langsung dikonsumsi setelah pembuatan dan umumnya memiliki masa simpan yang terbatas, sekitar 2 minggu pada penyimpanan di dalam refrigerator (5°C). Selain itu, keju segar dapat ditambahkan garam untuk memperpanjang masa simpan, memberi flavor, serta membentuk konsistensi. Keju segar juga dapat diolah lebih lanjut dengan proses penekanan, sehingga mendorong whey keluar lebih banyak dan membentuk struktur keju yang lebih padat karena butiran curd yang menjadi lekat satu sama lain. Selanjutnya, keju dapat diperam sehingga terjadi perubahan komposisi mikrobiologi, biokimia, kimia dan fisik yang dapat berpengaruh pada komponen flavor dan tekstur keju (Walstra et al. 1999).

D.

BAKTERI ASAM LAKTAT

Deskripsi umum dari bakteri asam laktat (BAL) adalah sekelompok bakteri Gram-positif, tidak membentuk spora, dan bakteri berbentuk kokus atau batang yang tidak menggunakan O2

dalam proses respirasinya, serta yang memproduksi asam laktat sebagai produk utama selama fermentasi karbohidrat (Axelsson 1998). BAL merupakan mikroba yang paling banyak digunakan sebagai starter pada produk susu fermentasi, salah satunya sebagai starter keju. Starter merupakan kultur aktif dari mikroba non-patogen yang ditumbuhkan dalam susu atau

whey yang berperan dalam pembentukan karakteristik-karakteristik dan mutu-mutu tertentu pada berbagai jenis produk susu (Daulay 1991).

(19)

7

penggumpalan oleh rennet, dan membentuk karakteristik tekstur spesifik selama pembuatan keju. Hal ini disebabkan oleh asam yang dapat menciutkan curd sehingga memaksa whey keluar lebih banyak. Galur BAL yang umum digunakan sebagai starter keju berasal dari genus

Streptococcus, Leuconostoc, dan Lactobacillus. BAL yang digunakan sebagai starter diharapkan dapat mengasamkan susu dengan cepat dan membentuk senyawa-senyawa cita rasa yang diinginkan (Daulay 1991).

Lactobacillus merupakan bakteri Gram-positif berbentuk batang. Secara morfologi, bentuk mereka beragam, ada yang berbentuk batang lurus yang tipis dan panjang, batang bengkok, dan batang pendek serta hampir berbentuk batang kokus (Vedamuthu 2006). Spesies

Lactobacillus yang sudah banyak dimanfaatkan dalam produk berbasis susu diantaranya

Lactobacillus acidophilus dan Lactobacillus casei.

Lactobacillus acidophilus merupakan bakteri berbentuk batang, Gram positif, non-motil, dan tidak membentuk spora. Bakteri tersebut dapat memproduksi asam laktat sebesar 0.3-1.9%, memiliki suhu pertumbuhan optimal 35-45 oC, tetapi pada suhu kurang lebih 15 oC tidak terjadi pertumbuhan. Lactobacillus acidophilus bersifat homofermentatif, yaitu hanya memproduksi asam laktat sebagai satu-satunya produk hasil fermentasi glukosa melalui jalur Embden-Meyerhof. Dalam teorinya, fermentasi homolaktat menghasilkan 2 mol asam laktat dan 2 ATP bersih per mol glukosa (Axelsson 1998).

Lactobacillus acidophilus ditemukan di dalam usus manusia dan hewan. Bakteri ini memiliki karakteristik yang diperlukan untuk bertahan pada kondisi lingkungan usus, yaitu toleransi terhadap pH rendah dan toksisitas garam empedu. Lactobacillus acidophilus tumbuh lambat di dalam susu, namun memproduksi asam laktat dalam jumlah tinggi. Bakteri ini digunakan dalam pembuatan susu acidophilus, yang merupakan produk olahan susu dengan keasaman tinggi (Vedamuthu 2006).

Lactobacillus casei

merupakan bakteri berbentuk batang, Gram positif, bersifat anaerob fakultatif, non-motil, dan tidak dapat membentuk spora. Seperti BAL lainnya, Lactobacillus casei toleran terhadap asam dengan asam laktat sebagai produk metabolisme utama.

Lactobacillus casei bersifat heterofermentatif dan dapat tumbuh pada suhu 15 oC (Axelsson 1998). Sebagai bakteri heterofermentatif, Lactobacillus casei juga menghasilkan etanol, asam asetat dan CO2 selain asam laktat dari proses fermentasi glukosa melalui jalur 6-phosphogluconate/phosphoketolase. Produk-produk tambahan tersebut dihasilkan jika tidak ada penerima elektron yang tersedia. Dalam teorinya, fermentasi heterolaktat menghasilkan 1 mol untuk masing asam laktat, etanol, dan CO2 serta 1 ATP bersih per mol glukosa (Axelsson 1998).

E.

CEMARAN LOGAM PADA KEJU

(20)

8

Kandungan logam As pada produk susu dan olahannya merupakan kontaminasi dari lingkungan. Logam As merupakan logam berat yang pada bidang pertanian umumnya digunakan sebagai insektisida. As biasanya mencemari lingkungan dalam bentuk debu yang beterbangan di udara (pencemaran udara) (Darmono 1995).

Logam Pb banyak dimanfaatkan oleh pabrik-pabrik yang memproduksi aki/baterai, produksi logam, dan pabrik kimia (Darmono 1995). Kontaminasi Pb ke tumbuhan atau tanaman paling banyak berasal dari debu atau aerosol di udara daripada asupan yang dibawa oleh akar (Chamberlain 1983 diacu dalam McLaughlin et al. 1999).

Logam Cu dan Zn merupakan mikromineral esensial bagi makhluk hidup karena memiliki bermacam-macam fungsi secara biokimia. Walaupun demikian, keduanya dapat menjadi racun jika diasup dalam jumlah berlebih (Mendil 2006). Logam Cu dan Zn dalam dosis tertentu dibutuhkan sebagai unsur nutrisi tambahan pada hewan. Keduanya juga dimanfaatkan dalam bidang pertanian sebagai pembasmi hama (Darmono 1995).

Keberadaan logam Hg, baik pada susu kambing maupun keju merupakan kontaminasi dari lingkungan. Pengguna logam Hg terbanyak adalah pabrik alat-alat listrik. Pada bidang pertanian, Hg dimanfaatkan sebagai fungisida. Selain itu, Hg juga digunakan sebagai campuran cat yang digunakan untuk mengecat di daerah yang memiliki kelembaban tinggi sehingga dapat mencegah timbulnya jamur. Logam Hg, dan juga logam As serta logam Pb, merupakan kelompok logam yang mudah menguap dan larut dalam air (bentuk ion) (Darmono 1995).

(21)

METODE PENELITIAN

A.

BAHAN DAN ALAT

Bahan baku utama dalam penelitian ini adalah susu kambing jenis Peranakan Etawah (PE). Susu kambing PE diperoleh dari Koperasi Daya Mitra Primata, desa Cikarawang, Bogor. Susu kambing yang digunakan pada penelitian ini merupakan susu segar yang diperoleh dari pemerahan di pagi hari. Susu dikemas dalam plastik HDPE selama pengangkutan dari tempat pemerahan ke tempat produksi keju.

Bahan-bahan lain yang digunakan dalam proses pembuatan keju pada penelitian ini diantaranya rennet komersial dalam bentuk cair, kultur BAL komersial Lactobacillus acidophilus

FNCC-0051 dan Lactobacillus casei FNCC-0090. Bahan-bahan yang diperlukan untuk analisis adalah de Mann Rogosa Sharp Agar (MRSA), de Mann Rogossa Sharp Broth (MRSB), Plate Count Agar (PCA), akuades, Na2SO3, alkohol 70%, bufer pH 4 dan pH 7, K2SO4, HgO, H2SO4,

NaOH-Na2SO3, H3BO3, HCl 0,02 N, indikator merah metil, indikator metil biru, dan heksana.

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya wadah untuk membuat keju dan alat-alat untuk analisis, yaitu pH meter, mikropipet, bunsen, jarum ose, inkubator 37 oC, perangkat kjeldhal, desikator, perangkat soxlet, tanur, dan alat-alat gelas.

B.

METODE PENELITIAN

Kegiatan penelitian ini dilakukan dalam empat tahap (Gambar 1). Tahap pertama adalah pemeliharaan BAL dan pembuatan kultur kerja. Sebelum dilakukan pembuatan kultur kerja, terlebih dahulu dilakukan penentuan waktu inkubasi kultur kerja. Tahap kedua adalah pembuatan keju lunak susu kambing dengan pengamatan perubahan kimiawi dan mikrobiologi di setiap tahapan proses. Sebelum dilakukan pembuatan keju, terlebih dahulu dilakukan penentuan waktu inkubasi susu dengan kultur kerja dan waktu inkubasi susu terfermentasi dengan rennet. Tahap ketiga adalah uji stabilitas BAL selama penyimpanan dengan pengamatan kimiawi dan mikrobiologi, dan pada masa penyimpanan 8 minggu diuji sifat sensorinya. Kemudian, tahap keempat adalah uji kandungan nutrisi dan uji cemaran logam bagi keju terpilih.

1.

Pemeliharaan Kultur Bakteri Asam Laktat (Hidayat 2009)

Tahap pemeliharaan kultur BAL dilakukan untuk mempertahankan aktivitas kultur BAL. Kultur BAL Lactobacillus acidophilus dan Lactobacillus casei diaktifkan melalui penyegaran dengan cara ditumbuhkan di dalam media de Mann Rogossa Sharp Broth

(MRSB) dan diinkubasi pada suhu 37 oC selama 24 jam. Kultur BAL perlu disegarkan hingga berumur 24 jam sebelum diinokulasikan ke susu kambing sebagai starter. Setelah itu, dengan menggunakan jarum ose, dilakukan pengambilan kultur BAL dari media MRSB. Jarum ose tersebut kemudian ditusukkan ke MRSA chalk semi solid dan diinkubasi pada suhu 37 oC selama 24 jam. Dari tahapan ini diperoleh kultur stok. Kultur stok dapat disimpan pada suhu refrigerator (5 oC) dan dapat digunakan selama 8 minggu. Penyegaran kultur stok dapat dilakukan dengan menumbuhkannya pada media MRSA

(22)

10

Gambar 1. Tahapan penelitian dalam pengembangan produk keju lunak susu kambing

2.

Penentuan Waktu Inkubasi Kultur Kerja

Susu untuk pembuatan kultur kerja ditambahkan MRSB (berisi kultur BAL) sebanyak 5%. Penentuan lama waktu inkubasi kultur kerja didasarkan pada jumlah BAL di dalam kultur kerja. Pertambahan jumlah BAL mengindikasikan BAL telah beradaptasi dengan lingkungan media susu sehingga dapat beraktivitas dan tumbuh di dalam media susu. Pengujian jumlah BAL dilakukan setiap selang 2 jam selama inkubasi.

3.

Pembuatan Kultur Kerja (Daulay 1991)

Ada tiga jenis kultur kerja yang dibuat, yaitu masing-masing menggunakan BAL

Lactobacillus acidophilus, Lactobacillus casei, dan kombinasi keduanya. Kultur BAL diambil dari kultur stok MRSA chalk semi solid dengan menggunakan jarum ose. Kemudian, jarum ose dicelup-celupkan ke dalam media MRSB. Kultur BAL di dalam MRSB diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 oC. Lalu, kultur BAL dalam MRSB

Tahap I

Tahap III Tahap II

Tahap IV

Penentuan waktu inkubasi susu dengan kultur kerja dan waktu inkubasi susu terfermentasi dengan rennet

Penyiapan kultur

Pembuatan keju

Penyimpanan keju

Analisis kandungan nutrisi dan cemaran logam

Analisis pH, analisis BAL, dan analisis angka lempeng total selama penyimpanan serta uji sensori setelah masa simpan 8 minggu

Analisis pH, analisis BAL, dan analisis angka lempeng total di setiap tahapan proses Analisis pH dan

analisis BAL

Keju terpilih Kultur kerja Pemeliharaan

kultur Kultur stok

(23)

11

sebanyak 5% (v/v) ditambahkan ke dalam susu kambing untuk membuat kultur kerja. Prosedur pembuatan kultur kerja mengikuti prosedur Daulay (1991) dengan modifikasi pada tahapan pemanasan susu. Pemanasan dilakukan pada suhu 100 oC selama 30 menit. Tahapan pembuatan kultur kerja dapat dilihat pada Gambar 2.

Keterangan: *Berdasarkan uji waktu inkubasi

Gambar 2. Diagram alir pembuatan kultur kerja dengan modifikasi metode Daulay (1991)

Susu yang dibuat sebagai kultur kerja dipanaskan terlebih dahulu pada suhu 100 oC selama 30 menit untuk membunuh mikroba patogen. Tujuan pembuatan kultur kerja adalah agar starter dapat beradaptasi pada lingkungan yang baru, yaitu susu kambing, sehingga dapat langsung beraktivitas ketika ditambahkan ke susu kambing untuk pembuatan keju. Jumlah starter yang ditambahkan untuk membuat kultur kerja umumnya berkisar antara 0.05% (v/v) hingga 4% (v/v), atau bahkan hingga 5% (v/v). Semakin banyak starter yang diinokulasikan, periode inkubasi semakin singkat. Pada penelitian ini, jumlah starter yang ditambahkan untuk membuat kultur kerja adalah sebanyak 5% (v/v).

4.

Penentuan Waktu Inkubasi Susu dengan Kultur Kerja

Susu untuk pembuatan keju ditambahkan kultur kerja 5% (v/v). BAL dalam kultur kerja dapat mengubah laktosa dalam susu menjadi asam laktat, sehingga pH turun dan dapat mengaktifkan enzim khimosin dalam rennet yang digunakan untuk menggumpalkan susu. Penurunan nilai pH yang diinginkan adalah hingga pH 6.3 karena umumnya enzim khimosin mengkoagulasi susu pada pH 6.0-6.4 di dua tahap reaksi (Rahman et al. 1992). Pengujian penurunan nilai pH dilakukan setiap selang 1 jam selama inkubasi.

5.

Penentuan Waktu Inkubasi Susu Terfermentasi dengan Rennet

Penentuan lama waktu inkubasi dengan rennet didasarkan pada kesiapan curd yang terbentuk untuk dipotong. Curd yang siap dipotong dapat diketahui dengan cara penekanan

curd oleh jari, sendok, atau alat lain yang serupa. Jika pada saat curd ditekan terjadi belahan yang tajam dan rata dengan whey yang berwarna hijau kekuningan pada dasar belahan, maka curd siap dipotong. Namun, jika belahan curd tidak teratur dan whey yang Dipanaskan pada suhu 100oC selama 30 menit Susu kambing segar

Didinginkan sampai suhu 37oC

Diinkubasi 37 oC/4 jam *

Kultur kerja Inokulum BAL:

1. 5% (v/v) L. acidophilus

2. 5% (v/v) L. casei

3. 2.5% (v/v) L. acidophilus

(24)

12

terdapat pada dasar belahan berwarna putih, maka curd masih terlalu lunak dan belum dapat dipotong (Daulay 1991). Pengujian dilakukan setiap selang 30 menit selama inkubasi.

6.

Pembuatan Keju

Proses pembuatan keju mengikuti prosedur Daulay (1991) dengan modifikasi pada tahapan pemanasan susu. Pemanasan dilakukan pada suhu 85 oC selama 30 menit. Ada tiga jenis keju lunak susu kambing yang dibuat, masing-masing menggunakan kultur kerja yang berbeda. Tiap jenis keju dibuat dalam dua ulangan. Proses pembuatan keju dapat dilihat pada Gambar 3.

Keterangan: *Berdasarkan uji waktu inkubasi

Gambar 3. Diagram alir pembuatan keju lunak susu kambing dengan modifikasi metode Daulay (1991)

Dipanaskan pada suhu 85 oC/30 menit

Didinginkan sampai suhu 37 oC

Diinkubasi 37 oC/6 jam*

Dipotong-potong Dipanaskan pada suhu 40 oC/30 menit Diinkubasi 37 oC/2 jam*

Susu kambing segar

Rennet komersial 0.06 ml/L

Curd

Kultur kerja 5% (v/v)

Disaring

Fresh cheese Whey

Garam dapur 2% (b/b)

Diaduk

Dikemas dalam wadah

(25)

13

a.

Persiapan Susu

Susu kambing yang tiba dari peternakan dituang ke dalam panci bertutup dan dipanaskan pada suhu 85 oC selama 30 menit untuk membunuh mikroba patogen.

b.

Penambahan Starter

Susu yang telah dipanasi kemudian didinginkan hingga suhu 37 oC, lalu ditambahkan kultur kerja 5% (v/v). Setelah itu, susu diinkubasi pada suhu 37 oC selama 6 jam hingga pH susu turun menjadi 6.3, yang merupakan pH target untuk penambahan rennet.

c.

Penambahan Rennet

Susu yang telah diinkubasi dengan starter kemudian ditambah rennet. Rennet ditambahkan untuk menggumpalkan protein susu sehingga curd terbentuk. Rennet yang digunakan pada penelitian ini merupakan rennet hewan komersial dan telah memiliki takaran dalam penggunaanya. Sebanyak satu sendok teh atau sekitar 0.35 ml rennet hewan komersial dapat digunakan untuk menggumpalkan enam liter susu. Pada penelitian ini, rennet yang ditambahkan sebanyak 0.06 ml/L dan diinkubasi pada suhu 37 oC selama 2 jam.

d.

Pemotongan

Curd

Curd kemudian dipotong-potong menjadi bentuk kubus dan didiamkan selama 15 menit agar terjadi sineresis whey. Alat pemotong keju disebut cheeseharp. Pada penelitian ini digunakan alat pemotong keju yang dibuat sendiri dengan meniru bentuk

cheeseharp pada umumnya (Gambar 4).

(26)

14

e.

Pemanasan

Pemanasan dilakukan pada suhu 40 oC selama 30 menit. Pemanasan bertujuan mendorong whey keluar lebih banyak, sedangkan curd mengerut. Pemanasan pada suhu tersebut untuk mencegah hilangnya BAL karena BAL umumnya mati pada suhu tinggi.

f.

Penyaringan

Penyaringan dilakukan hingga whey terpisah dan menyisakan suatu matriks yang disebut keju segar. Selama penyaringan, curd ditekan-tekan untuk mendorong

whey keluar lebih banyak.

g.

Penggaraman

Keju segar yang sudah terpisah dari whey ditambahkan garam sebanyak 2% (b/b), kemudian diaduk hingga merata.

h.

Pengemasan Keju

Proses pengepresan tidak dilakukan pada penelitian ini karena keju yang dibuat adalah keju lunak. Setelah penggaraman, keju langsung dikemas dalam wadah kotak plastik bertutup dengan ukuran 5 x 18 cm. Selama proses pengemasan, keju ditekan-tekan untuk lebih mengompakkan teksturnya sehingga menjadi lebih padat. kemudian, keju disimpan di dalam wadah dan disimpan pada suhu 5 oC di dalam refrigerator. Penyimpanan pada suhu 5 oC umum dilakukan pada produk yang mengandung BAL untuk menurunkan aktivitas metabolisme mikroba di dalam produk.

7.

Penyimpanan Keju

Setelah proses pembuatan keju selesai, keju disimpan dalam refrigerator pada suhu 5

o

C selama 8 minggu untuk mengetahui stabilitas BAL di dalam keju. Pengamatan dilakukan setiap minggu pada bulan pertama dan setiap 2 minggu di bulan kedua.

8.

Analisis

(27)

15

Tabel 2. Analisis pada setiap tahapan penelitian

Tahap Tahapan/fase Analisis

I  kultur kerja pH dan BAL

II  susu segar pH dan angka lempeng total  susu setelah pemanasan pH dan angka lempeng total  susu terfermentasi pH, BAL, dan, angka lempeng total  curd pH, BAL, dan, angka lempeng total

whey pH, BAL, dan, angka lempeng total

 keju segar pH, BAL, dan, angka lempeng total

III  keju yang disimpan* pH, BAL, dan, angka lempeng total  keju setelah disimpan 8 minggu sensori (hedonik)

IV  keju terpilih kandungan nutrisi dan cemaran logam

Keterangan:

Tahap I-IV untuk keju dengan BAL Lactobacillus acidophilus, Lactobacillus casei, dan campuran. Tahap II dan IV untuk keju dengan BAL Lactobacillus acidophilus.

*analisis tiap minggu di bulan pertama dan tiap 2 minggu di bulan kedua.

a.

Analisis pH (AOAC 1995)

Susu diambil sebanyak 10 ml dan dapat langsung diukur dengan pH meter. Untuk sampel curd dan keju, diambil sebanyak 10 gram dan ditambahkan aquades 10 ml, dihomogenisasi, kemudian pH diukur dengan menggunakan pH meter.

b.

Analisis Bakteri Asam Laktat (Burns

et al

. 2008)

Analisis BAL mengikuti metode yang digunakan oleh Burns et al. (2008) dengan modifikasi pada cara homogenisasi. Sampel curd atau keju sebanyak 20 g dimasukkan ke dalam 180 ml larutan natrium sitrat steril 2% (b/v), lalu dihomogenkan. Pada penelitian ini, curd atau keju dalam larutan natrium sitrat dihomogenkan dengan cara diremas-remas. Homogenat diambil sebanyak 1 ml dan dilakukan pengenceran desimal hingga 1:108. Sampel dari tiga pengenceran tertinggi dipipet sebanyak 1 ml secara aseptis dan dimasukkan ke dalam cawan petri steril lalu dituang agar MRSA, setelah itu diinkubasi pada suhu 37 oC selama 48 jam. Penghitungan total BAL berdasarkan metode BAM (2001).

c.

Analisis Angka Lempeng Total (BAM 2001)

Sampel yang telah dihomogenkan dalam larutan natrium sitrat steril diencerkan secara desimal hingga 1:108. Sampel dari tiga pengenceran tertinggi dipipet sebanyak 1 ml secara aseptis dan dimasukkan ke dalam cawan petri steril lalu dituang agar

(28)

16

d.

Uji Tingkat Kesukaan Skala Hedonik (Setyaningsih

et al

. 2010)

Pengujian sampel keju dilakukan oleh panelis yang telah diseleksi kesukaannya terhadap produk berbahan susu, terutama keju, dan memiliki intensitas konsumsi keju sebanyak satu kali atau lebih dalam 1 minggu. Seleksi panelis dilakukan dengan pengisian kuisioner. Contoh kuisioner seleksi panelis dapat dilihat pada Lampiran 1 dan Lampiran 2.

Kuisioner terdiri dari dua formulir untuk dua tahap seleksi. Formulir pertama untuk seleksi kesukaan terhadap produk olahan susu dan diberikan kepada 30 calon panelis. Calon panelis berasal dari kalangan mahasiswa berusia antara 20-23 tahun. Kemudian, dari seleksi pertama, terpilih 21 calon panelis dan mereka diberi formulir kedua untuk seleksi kesukaan terhadap keju. Selanjutnya, terpilih 9 orang sebagai panelis uji sensori keju lunak susu kambing.

Analisis sensori dilakukan dengan uji tingkat kesukaan skala hedonik menggunakan skala garis. Skala garis dibuat sepanjang 15 cm, dimana ujung paling kiri (titik nol) menunjukkan “sangat tidak suka” sedangkan ujung paling kanan

menunjukkan “sangat suka”. Panelis diminta menandai skala garis yang mewakili intensitas atribut sampel. Atribut yang dinilai oleh panelis dari produk keju adalah kesukaan terhadap aroma, rasa, dan aftertaste. Contoh kuisioner uji rating dapat dilihat pada Lampiran 3, Lampiran 4, dan Lampiran 5.

Uji hedonik dengan skala garis menghasilkan data interval, yaitu dengan cara mengkonversi tanda pada skala garis ke dalam bentuk angka menggunakan penggaris (satuan cm). Dengan demikian, data yang diperoleh dapat diolah secara statistik, yaitu dengan ANOVA, karena data interval dipertimbangkan sebagai data kuantitatif sejati.

Sampel terdiri atas tiga keju lunak susu kambing yang dihasilkan pada penelitian ini dan satu keju susu kambing komersial jenis keju feta. Menurut Abd El-Salam et al. (1993), keju feta merupakan salah satu jenis keju dari susu kambing atau susu domba yang proses pengawetannya dengan direndam dalam larutan garam 6-8% (b/v) selama 10-15 hari.

Sampel disajikan di atas piring kecil dan disajikan bersama carier selada. Tiap sampel diberi kode tiga digit angka acak dan kode yang diberikan berbeda untuk tiap sampel. Bubuk kopi disediakan sebagai penetral setelah melakukan evaluasi sensori untuk atribut aroma, serta segelas air minum sebagai penetral setelah melakukan evaluasi sensori untuk atribut rasa dan aftertaste. Panelis diminta untuk menentukan tingkat kesukaan mereka pada tiap sampel keju dengan tidak membandingkan antar sampel.

e.

Analisis Kandungan Nutrisi

(29)

17

Analisis Kadar Air (BSN 1992)

Analisis kadar air dilakukan dengan metode oven. Keju ditimbang sebanyak 2 g dan ditempatkan dalam cawan alumunium yang telah dikeringkan dalam oven 110 oC selama 30 menit dan diketahui beratnya. Sampel keju dikeringkan dalam oven pada suhu 110 oC semalaman. Setelah itu, sampel dalam cawan didinginkan di dalam desikator. Lalu, cawan berisi sampel ditimbang. Kadar air bahan dapat dihitung dengan persamaan (1.1).

(1.1)

Keterangan:

a= bobot bahan awal (g) b= bobot setelah dikeringkan (g)

Analisis Kadar Abu (BSN 1992

)

Pengukuran kadar abu dilakukan dengan metode pengabuan kering menggunakan tanur. Sejumlah 4 g keju dimasukkan ke dalam cawan porselen yang telah dikeringkan dan telah diketahui beratnya. Mula-mula sampel diarangkan pada

hot plate untuk menguapkan sebanyak mungkin zat organik yang ada (sampai sampel tidak berasap lagi). Selanjutnya, cawan dipindahkan ke dalam tanur dan diabukan pada suhu 550 oC selama 8 jam. Setelah itu, cawan berisi abu dikeluarkan dari dalam tanur, didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang. Kadar abu bahan dapat dihitung dengan persamaan (1.2).

(1.2)

Analisis Kadar Protein (AOAC 1995)

Metode yang digunakan adalah metode mikro Kjeldahl. Sampel keju ditimbang sebanyak 0.1 g dan ditambahkan 1 g K2SO4, 40 mg HgO, dan 20 ml

H2SO4, kemudian sampel didihkan sampai larutan menjadi jernih (sekitar 1 jam).

Larutan jernih ini dipindahkan ke dalam alat destilasi. Labu Kjeldahl dicuci dengan air (1-2 ml), kemudian air pencucinya dimasukkan ke dalam alat destilasi dan ditambahkan 8-10 ml larutan NaOH-Na2S2O3. Di bawah kondensor, diletakkan

erlenmeyer yang berisi 5 ml larutan H3BO3 dan 2-4 tetes indikator (campuran metil

merah 2% dalam alkohol dan metil biru 2% dalam alkohol dengan perbandingan 1:2). Ujung tabung kondensor harus terendam dalam larutan H3BO3. Isi erlenmeyer

diencerkan sampai 50 ml, lalu dititrasi dengan HCl 0,02 N sampai terjadi perubahan warna menjadi abu-abu. Blanko dipersiapkan dengan cara yang sama menggunakan aquades. Kadar protein bahan dapat dihitung dengan persamaan (1.3).

Kadar air (g/100 g)

a - b

a

x 100

Kadar abu (g/100 g) =

bobot abu (g)

bobot sampel (g)

(30)

18

(1.3)

Kadar protein (%) = %N x Faktor konversi

Keterangan: N HCl = 0.0281 N

Faktor konversi = 6.38 (untuk produk susu)

Analisis Kadar Lemak (BSN 1992)

Pengukuran kadar lemak menggunakan metode ekstraksi Soxhlet dengan melalui tahapan hidrolisis sampel. Sebanyak 5 g sampel keju ditimbang dalam gelas piala, lalu ditambah 30 ml HCl 25% dan 20 ml air. Gelas piala ditutup dengan kaca arloji dan sampel keju di dalamnya dididihkan selama 15 menit di ruang asam. Sampel disaring dengan kertas saring dalam keadaan panas dan dicuci dengan air panas sampai tidak asam lagi. Kertas saring berikut isinya dikeringkan pada suhu 110°C semalaman.

Labu lemak dikeringkan di dalam oven, lalu didinginkan di dalam desikator dan ditimbang. Kertas saring kering berisi sampel dimasukkan ke dalam selongsong kertas saring yang dialasi dengan kapas. Kemudian, selongsong ditutup dengan kapas dan diletakkan dalam alat ekstraksi Soxhlet. Kondensor dipasang di atasnya dan labu lemak di bawahnya. Pelarut heksana dituangkan ke dalam labu lemak tersebut dan dilakukan refluks selama 6 jam. Setelah itu pelarut yang ada di labu lemak didestilasi dan ditampung. Labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven bersuhu 110 oC lalu dikeringkan sampai berat tetap dan didinginkan dalam desikator, kemudian labu beserta lemak ditimbang. Kadar lemak bahan dapat dihitung dengan persamaan (1.4).

(1.4)

Karbohidrat

By Difference

Nilai kandungan karbohidrat biasanya diberikan sebagai karbohidrat total by difference. Nilai tersebut diperoleh dari hasil pengurangan angka 100 dengan persentase komponen lain (air, abu, lemak, dan protein).

f.

Analisis Cemaran Logam

Cemaran logam yang harus dibatasi pada keju berdasarkan SNI 01-2980-1992 untuk keju cedar olahan meliputi arsen (As), timbal (Pb), tembaga (Cu), seng (Zn), raksa (Hg), dan timah (Sn).

Kadar lemak (g/100 g) =

lemak hasil ekstraksi (g)

bobot sampel (g)

x 100% (ml HCl sampel– ml HCl blanko) x N HCl x 14,007 x 100 %N =

(31)

19

Analisis Kadar Arsen (As) dengan Metode AAS (BSN 1998b)

Analisis arsen (As) dilakukan menggunakan spektrofotometer serapan atom (Atomic Absorption Spectrofotometer/AAS). Prinsip analisis kadar arsen dengan metode AAS adalah destruksi sampel dengan asam menjadi larutan arsen. Larutan As5+ direduksi dengan KI menjadi As3+ dan direaksikan dengan NaBH4 atau SnCl2

sehingga terbentuk AsH3 yang kemudian dibaca dengan AAS pada panjang

gelombang 193.7 nm.

Tahap persiapan sampel dilakukan dengan metode pengabuan menggunakan

microwave digestion”. Sampel ditimbang sebanyak 0.5 g dan dimasukkan ke dalam tabung destruksi, ditambah 8 ml HNO3 dan 2 ml H2O2. Tabung ditutup dan dimasukkan ke dalam ”microwave digestion”. Sampel didestruksi selama 45 menit.

Setelah selesai dan didinginkan, larutan destruksi dimasukkan ke dalam labu ukur 50 ml dan ditambah air suling hingga tanda tera.

Selanjutnya, dilakukan analisis sampel hasil pengabuan basah menggunakan AAS dengan terlebih dahulu dilakukan pengaturan alat berdasarkan instruksi kerja dan penyiapan bahan-bahan yang diperlukan. Sebanyak 25 ml larutan dari persiapan sampel di atas dipipet, ditambahkan 2 ml HCl 8 M dan 0.1 ml KI 20%, kemudian dibiarkan minimal 2 menit. Setelah itu, larutan dituang ke dalam tabung (auto sampler). Deret standar arsen 10, 20, 30, 40, dan 50 ppb serta blanko dituangkan ke dalam 6 tabung (auto sampler). Buchner serta tombol pengatur aliran pereaksi dan sampel dinyalakan. Nilai absorbansi tertinggi dari standar dan sampel dengan blanko dibaca sebagai koreksi. Kemudian, kurva standar dengan sumbu Y sebagai absorbansi dan sumbu X dibuat sebagai konsentrasi (ppb). Kadar arsen dalam sampel dapat dihitung dengan persamaan (1.5).

(1.5)

Keterangan: v = volume larutan abu FP = Faktor pengenceran

Analisis Cemaran Logam Timbal (Pb), Tembaga (Cu), Seng (Zn),

dan Timah (Sn) dengan Metode AAS (BSN 1998c)

Analisis timbal (Pb), tembaga (Cu), seng (Zn), dan timah (Sn) dilakukan dengan metode pengabuan basah, kemudian dilanjutkan dengan analisis sampel hasil pengabuan basah menggunakan spektrofotometer serapan atom (Atomic Absorption Spectrofotometer).

Sebanyak 5 gram sampel keju ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu destruksi. Kemudian ditambahkan 25 ml H2SO4 18N, 20 ml HNO3 7N, 1 ml larutan

natrium molibdat 2%, dan 5-6 butir batu didih. Labu destruksi dihubungkan dengan pendingin dan dipanaskan selama 1 jam. Pemanasan dihentikan dan dibiarkan selama 15 menit. Sebanyak 20 ml HNO3-HClO4 (1:1) ditambahkan melalui pendingin.

Aliran air pada pendingin dihentikan dan dipanaskan dengan panas tinggi hingga timbul uap putih. Pemanasan dilanjutkan selama 10 menit, kemudian didinginkan. Kadar As (ppb) =

Kadar As dari kurva kalibrasi (ppb) x v (ml) x FP

(32)

20

Dengan hati-hati ditambahkan 10 ml air melalui pendingin sambil labu digoyang-goyangkan. Dididihkan lagi selama 10 menit. Pemanas dimatikan dan cuci pendingin dengan 15 ml air suling sebanyak 3 kali, didinginkan sampai suhu kamar. Secara kuantitatif, larutan destruksi sampel dipindahkan ke dalam labu ukur 100 ml, diencerkan dengan air suling sampai tanda garis. Blanko dikerjakan dengan pemakaian pereaksi seperti yang digunakan pada sampel.

Deret standar disiapkan. Absorbansi larutan standar, blanko, dan sampel dibaca dengan mengggunakan spektrofotometer serapan atom pada panjang gelombang 213.9 nm untuk seng, 235.4 nm untuk timah, 283.3 nm untuk timbal, dan 324.7 nm untuk tembaga. Kurva kalibrasi dibuat dengan sumbu Y sebagai absorbansi dan sumbu X sebagai konsentrasi (dalam ppm). Kandungan logam pada keju dihitung dengan persamaan (1.6).

(1.6)

Keterangan: v = volume larutan abu FP = Faktor pengenceran

Analisis Cemaran Logam Raksa (Hg) dengan Metode AAS (BSN

1998c)

Analisis raksa (Hg) dilakukan dengan metode pengabuan basah, kemudian dilanjutkan dengan analisis sampel hasil pengabuan basah menggunakan spektrofotometer serapan atom (Atomic Absorption Spectrofotometer). Prinsip analisis cemaran logam raksa (Hg) adalah mereaksikan senyawa raksa dengan NaBH4

atau SnCl2 dalam keadaan asam guna membentuk gas atomik Hg dan diikuti dengan

pembacaan absorbansi menggunakan spektrofotometer serapan atom tanpa nyala dengan panjang gelombang 253.7 nm.

Sebanyak 5 gram sampel keju ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu destruksi. Kemudian ditambahkan 25 ml H2SO4 18N, 20 ml HNO3 7N, 1 ml larutan

natrium molibdat 2%, dan 5-6 butir batu didih. Labu destruksi dihubungkan dengan pendingin dan dipanaskan selama 1 jam. Pemanasan dihentikan dan dibiarkan selama 15 menit. Sebanyak 20 ml HNO3-HClO4 (1:1) ditambahkan melalui pendingin.

Aliran air pada pendingin dihentikan dan dipanaskan dengan panas tinggi hingga timbul uap putih. Pemanasan dilanjutkan selama 10 menit, kemudian didinginkan. Dengan hati-hati ditambahkan 10 ml air melalui pendingin sambil labu digoyang-goyangkan. Dididihkan lagi selama 10 menit. Pemanas dimatikan dan cuci pendingin dengan 15 ml air suling sebanyak 3 kali, didinginkan sampai suhu kamar. Secara kuantitatif, larutan destruksi sampel dipindahkan ke dalam labu ukur 100 ml, diencerkan dengan air suling ampai tanda garis. Blanko dikerjakan dengan pemakaian pereaksi seperti yang digunakan pada sampel.

Deret standar disiapkan. Sebanyak 20 ml larutan pereduksi (larutan NaBH4

atau SnCl2)ditambahkanke dalam larutan deret standar, larutan destruksi, dan larutan

blanko. Absorbansi larutan standar, blanko, dan sampel dibaca dengan mengggunakan spektrofotometer serapan atom tanpa nyala pada panjang gelombang Kadar logam (ppm) =

Kadar logam dari kurva kalibrasi (ppm) x v (ml) x FP

(33)

21

253.7 nm. Kurva kalibrasi dibuat dengan sumbu Y sebagai absorbansi dan sumbu X sebagai konsentrasi (dalam ppm). Kandungan raksa (Hg) pada keju dihitung dengan persamaan (1.7).

(1.7)

Keterangan: v = volume larutan abu FP = Faktor pengenceran Kadar Hg (ppm) =

Kadar Hg dari kurva kalibrasi (ppm) x v (ml) x FP

(34)

HASIL DAN PEMBAHASAN

A.

MIKROBA PADA SUSU DAN KULTUR STARTER

Rata-rata angka lempeng total pada susu kambing segar adalah 4.5x105 cfu/ml. Nilai tersebut memenuhi persyaratan SNI untuk TPC susu segar, yaitu maksimal 106 cfu/ml (BSN 1998a). Susu yang diperah secara aseptis melalui ambing yang sehat tidaklah steril, namun

mengandung sejumlah kecil mikroba, yang disebut „komensal ambing‟, yang umumnya

didominasi oleh mikrokoki dan streptokoki (Varnam dan Sutherland 1994). Menurut Daulay (1991), kelompok mikroba yang terdapat dalam pasokan susu mentah diantaranya koliform, bakteri batang pembentuk spora (Bacillus), Gram negatif bentuk batang, Gram positif bentuk batang, dan kamir serta kapang. Lalu, mikroba-mikroba patogen yang terdapat dalam susu diantaranya Mycobacterium tuberculosis, Brucella melitensis, Staphylococcus aureus,

Clostridium botulinum, Bacillus anthracis, Salmonella spp., Shigella spp., dan Escherichia spp.

Brucella melitensis merupakan bakteri yang lebih sering ditemukan pada susu kambing.

Menurut Daulay (1991), kultur starter merupakan kultur aktif dari mikroba bukan patogen yang ditumbuhkan di dalam susu atau whey, yang berperan dalam pembentukan karakteristik dan mutu tertentu pada berbagai jenis produk susu. Jumlah awal mikroba starter pada kultur kerja setelah diinkubasi selama 4 jam perlu diketahui sebelum kultur kerja ditambahkan ke dalam susu kambing. Dari hasil uji penentuan waktu inkubasi diketahui bahwa rata-rata jumlah awal BAL pada kultur kerja berkisar antara 108 dan 109 cfu/ml. Hanya kultur kerja dengan starter

Lactobacillus casei yang tidak dapat mencapai jumlah 109 cfu/ml setelah diinkubasi selama 4 jam.

B.

PEMBUATAN KEJU

Susu kambing yang telah dipanasi diberi kultur kerja dan diinkubasi pada suhu 37 oC. Selama inkubasi, laktosa di dalam susu kambing difementasi oleh BAL menjadi asam laktat. Menurut Scott (1986), kandungan laktosa pada susu kambing sekitar 4.6%. Terbentuknya asam laktat ditandai dengan terjadinya penurunan pH. Nilai pH susu kambing yang terukur pada penelitian ini berkisar antara 6.5–6.8, dengan rata-rata pengukuran 6.6. Menurut Daulay (1991), keasaman susu normal (keasaman susu natural) yang disebabkan oleh komponen kimia berkisar antara pH 6.4-6.8. Penurunan pH ditargetkan hingga mencapai pH 6.3, yaitu nilai pH untuk penambahan rennet.

Umumnya, kuantitas rennet yang ditambahkan sebanyak 10-45 ml untuk 100 liter susu (Daulay 1991). Untuk rennet komersial, jumlah rennet yang digunakan tergantung pada jenis dan merek rennet yang digunakan. Rennet yang digunakan pada penelitian ini merupakan rennet komersial dan jumlah yang ditambahkan untuk pembuatan keju adalah 0.06 ml/L. Jika jumlah rennet yang ditambahkan lebih dari 0.06 ml/L, proses koagulasi berlangsung lebih cepat namun keju yang dihasilkan berasa pahit. Hal tersebut dikarenakan aktivitas proteolitik yang berlebih dapat menyebabkan lebih banyak protein yang dipecah sehingga dapat terbentuk peptida yang menyebabkan rasa pahit pada keju.

(35)

23

umumnya. Pada penelitian ini, rennet ditambahkan ketika pH susu mencapai 6.3. Walaupun begitu, koagulasi kasein tidak hanya dipengaruhi oleh pH, tetapi juga oleh keberadaan ion Ca2+.

Susu yang telah ditambah rennet kemudian diinkubasi kembali pada suhu 37 oC selama 2 jam. Selama inkubasi dengan rennet, susu harus dijaga agar tidak terguncang sehingga curd

yang terbentuk tidak terpecah-pecah atau hancur. Konsistensi curd dapat dijadikan tolok ukur untuk memperkirakan konsistensi keju yang akan terbentuk. Curd yang lemah dan terpecah-pecah akan menghasilkan tekstur keju yang lemah pula. Curd yang terbentuk pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 5. Curd yang terbentuk kompak dan tidak terpecah-pecah serta tidak hancur ketika diciduk dengan sendok. Whey yang bewarna hijau kekuningan terlihat di dasar bekas cidukan curd.

[image:35.595.236.450.237.397.2]

Gambar 5. Curd

Curd yang terbentuk kemudian dipotong-potong agar luas permukaannya meningkat, sehingga proses pengeluaran whey lebih efektif serta terjadi pindah panas yang seragam dan merata pada proses pemasakan di tahap selanjutnya. Pemotongan harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak banyak lemak yang terlepas dari curd dan lolos bersama whey. Setelah dipotong, potongan curd didiamkan selama 10-15 menit agar sebagian whey keluar.

Potongan curd dipanaskan pada suhu 40 oC selama 30 menit. Pemanasan pada suhu tersebut untuk mencegah hilangnya BAL karena BAL umumnya mati pada suhu tinggi. Selama pemanasan, terjadi pengerutan matriks protein sehingga whey terdorong keluar lebih banyak (Daulay 1991). Potongan curd yang mengerut lama-lama tenggelam dalam whey dan terkumpul di dasar wadah. Ketika diciduk, tampak potongan curd dengan permukaan yang agak keras sehingga tidak mudah hancur (Gambar 6).

Proses penyaringan dilakukan dengan peralatan modifikasi yang terdiri dari kain blacu, corong, dan erlenmeyer (Lampiran 6). Whey yang berwarna hijau kekuningan tertampung di dalam erlenmeyer (Lampiran 6), sementara keju segar tertinggal di kain blacu. Keju segar yang tersaring berwarna putih dengan aroma asam yang segar. Proses penyaringan dilakukan semalaman di dalam refrigerator pada suhu 5 °C untuk menghambat aktivitas fermentasi BAL.

(36)

24

[image:36.595.237.448.126.286.2]

tidak berlangsung sempurna, ada bagian-bagian keju segar yang menempel di wadah atau alat pengaduk.

Gambar 6. Curd setelah tahap pemanasan

Keju yang dihasilkan pada penelitian ini berwarna putih (yang merupakan tipikal keju dari susu kambing), memiliki konsistensi agak lunak, dan mudah rapuh (Gambar 7). Keju lunak susu kambing memiliki warna lebih putih daripada keju susu sapi. Hal itu dikarenakan susu kambing kekurangan -karoten yang seluruhnya telah diubah menjadi retinol (Raynal-Ljutovac

et al. 2008). Pada keju juga terbentuk aroma masam, karena pemakaian bakteri Lactobacillus acidophilus dan Lactobacillus casei yang umum digunakan dalam pembuatan susu masam. Aroma masam yang terbentuk dapat menutupi aroma khas pada susu kambing.

Gambar 7. Keju lunak susu kambing

Tekstur keju yang lunak disebabkan oleh tidak dilakukannya proses pengepresan keju. Pengepresan tidak hanya dilakukan untuk mendorong keluarnya cairan (whey), tetapi juga diperlukan untuk mendapatkan tektur keju yang kompak dan rapat (Walstra et al. 1999). Oleh sebab itu, keju yang dihasilkan pada penelitian ini mudah rapuh.

[image:36.595.239.449.449.608.2]
(37)

25

pada susu kambing juga dapat menjadi salah satu penyebab tekstur keju menjadi lunak. Untuk keju cedar, misalnya, standardisasi susu untuk rasio kasein dan lemak adalah 0.67:0.72 (Kelly 2009).

Selama proses pembuatan keju, dilakukan analisis stabilitas BAL dengan parameter nilai pH, jumlah BAL, dan angka lempeng total. Data stabilitas BAL selama proses pembuatan diperoleh dari produksi keju dengan bakteri <

Gambar

Tabel 1. Komposisi kimia susu kambing (jenis PE dan Jamnapari) dan susu sapi (jenis Friesian) serta perbandingannya dengan SNI  susu segar
Gambar 2. Diagram alir pembuatan kultur kerja dengan modifikasi metode Daulay (1991)
Gambar 3. Diagram alir pembuatan keju lunak susu kambing dengan modifikasi      metode Daulay (1991)
Tabel 2. Analisis pada setiap tahapan penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada penelitian ini penulis melakukan evaluasi penghitungan pada bendaharawan pemerintah Dinas Koperasi dan UMKM Provinsi Jawa Tengah saat melakukan pemotongan atau

Namun demikian, lembaga pengelola zakat ini memiliki beberapa kelemahan, di antaranya adalah: 1) Rendahnya kemampuan lembaga ini untuk mencapai sasaran sosial utama dari perintah

Maksim penerimaan merupakan maksim yang mewajibkan setiap peserta tindak tutur untuk memaksimalkan kerugian bagi diri sendiri dan meminimalkan keuntungan diri

Telah disebutkan di atas bahwa pola protein tertentu dari satu spesies hewan berbeda, secara elektroforesis akan memperlihatkan pola protein yang berbeda pula pada hewan

Oleh karena itu, kualitas air permukaan yang sebagian besar dipengaruhi oleh aliran sungai Tallo baik secara lansung maupun tidak langsung akan

4.4.1.4 Perbandingan Kuat Tarik Belah Rerata Beton Normal dan Beton Polimer Termodifikasi Alami Amylum Serta Bahan Tambah Madu Pada Umur 28 Hari

Tingkat pendapatan orang tua mempunyai pengaruh yang tinggi terhadap prestasi belajar siswa di sekolah, sebab segala kebutuhan anak yang berkenaan dengan

Hubungan antara juragang dan personilnya dalam aktivitas pelayaran sangant nampak dimana juragang tidak akan bekerja sendiri tanpa adanya personil (ABK) yang bekerja