• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Iktiofauna di Danau Lido Kabupaten Bogor, Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Iktiofauna di Danau Lido Kabupaten Bogor, Jawa Barat"

Copied!
166
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI IKTI

DEPARTEM FAKULT

KTIOFAUNA DI DANAU LIDO, KABU

BOGOR, JAWA BARAT

ENDAH HESTIMAYA

SKRIPSI

MEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PER LTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUT

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

i

BUPATEN

(2)

ii

RINGKASAN

Endah Hestimaya. C24052060. Studi Iktiofauna Di Danau Lido, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Dibawah bimbingan M. Mukhlis Kamal dan Yunizar Ernawati.

Danau Lido merupakan bentuk perairan tergenang terbuka, bentuknya tidak beraturan dan banyak dijumpai teluk-teluk sempit dengan tepi yang curam. Kegiatan yang dilakukan di Danau Lido yaitu budidaya ikan dengan keramba jaring apung, pariwisata air, dan perikanan tangkap. Pengembangan wilayah Danau Lido yang dijadikan sebagai tempat wisata membuat luas wilayah perairan tersebut menjadi semakin menyempit karena adanya pendangkalan dan perluasan wilayah wisata, sehingga akan berpengaruh pada spesies ikan yang ada. Selain itu jenis ikan budidaya dan ikan introduksi yang masuk ke dalam perairan dikhawatirkan akan mempengaruhi keberadaan ikan asli. Kekhawatiran adanya jenis-jenis ikan introduksi terhadap kehadiran ikan asli berdasarkan adanya mekanisme hibridisasi dengan jenis endemik, disrupsi habitat, persaingan makan dan tempat, predasi, dan introduksi parasit dan penyakit dari luar (Arthington & Lloyd 1989 in Rachmatika & Wahyudewantoro 2006). Keseimbangan rantai makanan yang ada di perairan dapat dipengaruhi lepasnya jenis ikan yang bersifat ikan predator dan omnivor (Rachmatika & Wahyudewantoro (2006). Penelitian ini bertujuan untuk menginvetarisasi jenis-jenis ikan yang terdapat di Danau Lido sehingga dapat diketahui jenis-jenis ikan yang terdapat di Danau Lido dan mengetahui kebiasaan makanan ikan-ikan di Danau Lido untuk mengkaji proses makan-memakan di perairan tersebut.

Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus 2009. Lokasi pengambilan ikan dibagi menjadi 4 stasiun yaitu di daerah inlet, daerah tengah danau, daerah Keramba Jaring Apung (KJA), dan daerah pinggiran danau. Ikan contoh diambil satu kali dalam seminggu selama tiga minggu. Ikan yang tertangkap selanjutnya dianalisis di laboratorium. Data yang digunakan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil sampling ikan, wawancara, dan analisis di laboratorium. Sedangkan data sekunder meliputi data jenis ikan yang terdapat di Danau Lido, jenis makanan spesies yang tertangkap, dan studi literatur. Analisis data meliputi indeks bagian terbesar (IP) dan luas relung makanan.

Dari hasil penelitian yang berlangsung selama tiga mingggu tertangkap 65 ekor ikan yang terdiri dari 8 jenis dan terbagi menjadi 4 famili. Adapun jenis-jenis ikan yang tertangkap yaitu nila (O. niloticus), mujair (O. mossambicus), hampal (H. macrolepidota), maskoki (C. auratus), sumatera (P. tetrazona), betutu (O. marmorata), bawal air tawar (C. macropomum), dan nila merah (Oreochromis

(3)
(4)

iv

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul:

Studi Iktiofauna di Danau Lido Kabupaten Bogor, Jawa Barat

adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan telah dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Januari 2010

(5)

v

STUDI IKTIOFAUNA DI DANAU LIDO, KABUPATEN

BOGOR, JAWA BARAT

ENDAH HESTIMAYA C24052060

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk melakukan penelitian pada Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

(6)

vi

PENGESAHAN SKRIPSI

Judul Penelitian : STUDI IKTIOFAUNA DI DANAU LIDO, KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT

Nama Mahasiswa : Endah Hestimaya

Nomor Pokok : C24052060

Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. M. Mukhlis Kamal, M. Sc Dr. Ir. Yunizar Ernawati, M. S

NIP.132 084 932 NIP. 19490617 197911 2 001

Mengetahui:

Ketua Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan

Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc NIP 19660728 199103 1 002

(7)

vii

PRAKATA

Syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini berjudul Studi Iktiofauna Di Danau Lido Kabupaten Bogor, Jawa Barat; merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. Ir. M. Mukhlis Kamal, M.Sc selaku dosen pembimbing pertama dan Dr. Ir. Yunizar Ernawati, MS selaku dosen pembimbing kedua yang telah banyak membantu dalam memberikan bimbingan, masukan, dan arahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna, dikarenakan keterbatasan pengetahuan penulis. Namun demikian penulis mengharapkan bahwa hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk berbagai pihak.

Bogor, Januari 2010

(8)

viii

UCAPAN TERIMA KASIH

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. Ir. M. Mukhlis Kamal, M.Sc selaku dosen pembimbing I yang telah senantiasa bersabar dalam membimbing, mengarahkan, dan memberikan saran yang berharga bagi penulis selama pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi.

2. Dr. Ir. Yunizar Ernawati, MS selaku dosen pembimbing II yang telah senantiasa bersabar dalam membimbing, mengarahkan, dan memberikan saran yang berharga bagi penulis selama pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi.

3. Dr. Ir. Etty Riani H., MS selaku dosen penguji tamu dan Dr. Ir. Achmad Fachrudin, MS selaku dosen penguji dari program studi yang telah memberikan masukan dan saran yang sangat berarti untuk penulis.

4. Keluarga tercinta; Bapak, Ibu’, dan kakak-kakak ku tersayang (Mbak Yulis, Mbak Yani, Mas Awang, Mas Edhi, Mbak Dhani, Mas Nang, Mas Agus, Mbak Een) atas doa, keikhlasan serta dukungan semangatnya.

5. Lido Crew (Mecin, Pipit, Wati, Herman, Dinda, Lihot) atas dukungan, semangat, dan kerja samanya selama ini.

6. MSP 42 (Pungky, Lenggo, Naila, PutNdut, Lavie, Ncik Len, QQ, Trio Kutai, Awan, Egg team, Ebith, Andra, Mair) dan semua teman-teman yang tidak dapat disebutkan satu persatu, atas bantuan dan dukungan, serta kebersamaan selama di MSP.

7. IKMP 42 (Ika, Ismi, Ratih, Dhindut, Dhina, Binda, Desty, Momon, Dedi, Topan, Dicky, Becky).

(9)

ix

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pati, pada tanggal 8 Juni 1987 dari Pasangan Bapak Gani Mardaninto dan Ibu Umiarsi. Penulis merupakan anak ke-6 dari enam bersaudara. Pendidikan formal ditempuh di SDN Kajen, Margoyoso (1999), SLTP N 1 Margoyoso (2002), dan SMAN 2 Pati (2005). Pada tahun 2005 penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif sebagai anggota Divisi Informasi dan Komunikasi Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan (HIMASPER) pada tahun 2006/2007 dan 2007/2008, anggota paduan suara Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Endeavor 2006/2007, 2007/2008, dan 2008/2009, serta anggota Bidang Hubungan Alumni Ikatan Pelajar Mahasiswa Pati (IKMP) 2005/2006, 2006/2007, 2007/2008.

(10)

x

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... vii

DAFTAR GAMBAR... viii

DAFTAR LAMPIRAN... ix

1. PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Perumusan Masalahan... 2

1.3 Tujuan... 3

2. TINJAUAN PUSTAKA... 4

2.1 Danau Lido... 4

2.2 Ikan Penghuni Danau Lido... 6

2.3 Kebiasaan Makanan... 7

2.4 Introduksi Ikan dan Pengaruhnya... 10

3. METODE PENELITIAN... 13

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian... 13

3.2 Pengumpulan Data... 13

3.3 Metode Kerja... 14

3.3.1 Pengambilan sampel ikan... .. 14

3.3.2 Identifikasi jenis-jenis ikan... 15

3.3.3 Identifikasi jenis-jenis makanan... 15

3.4 Analisis Data... 15

3.4.1 Indeks bagian terbesar... 15

3.4.2 Luas relung makanan... 16

4. HASIL DAN PEMBAHASAN... 18

4.1 Kondisi Umum Danau Lido... 18

4.2 Kondisi Habitat Ikan... 19

4.3 Komposisi Ikan yang Tertangkap... 21

4.4 Spesies Non-Ikan yang Tertangkap... 25

4.5 Deskripsi Ikan-Ikan yang Tertangkap... 28

4.6 Komposisi Spesies Ikan Selama 25 Tahun di Danau Lido... 42

4.7 Kebiasaan Makanan Ikan... .. 45

4.8 Alternatif Pengelolaan Danau Lido... .. 54

5. KESIMPULAN DAN SARAN... .. 57

5.1 Kesimpulan... .. 57

5.2 Saran... .. 57

(11)

xi

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Struktur anatomis saluran pencernaan ikan berdasarkan jenis

makanannya (Huet 1971)... 10

2. Nilai parameter kualitas air di Danau Lido... 20

3. Iktiofauna di Danau Lido... 22

4. Jumlah ikan yang tertangkap pada setiap stasiun... 24

5. Jenis-jenis ikan yang terdapat di Danau Lido... 45

6. Kebiasaan makanan ikan dan spesies non-ikan yang tertangkap di Danau Lido... 46

(12)

xii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Lokasi Danau Lido, Kabupaten Bogor, Jawa Barat... . 13

2. Stasiun pengambilan sampel ikan di Danau Lido, Jawa Barat... . 14

3. Komposisi jenis ikan (jenis dan jumlah individu) yang terkoleksi dari perairan Danau Lido selama penelitian... 23

4. Lobster air tawar (Cherax quadricarinatus). (koleksi pribadi)... .. 26

5. Udang lagdao (Palaemon concinnus). (koleksi pribadi)... .. 27

6. Ikan Hampal (Hampala Macrolepidota). (koleksi pribadi)... .. 28

7. Ikan sumatera (Puntius tetrazona). (koleksi pribadi)... .. 30

8. Ikan betutu (Oxyeleotris marmorata). (koleksi pribadi)... .. 32

9. Ikan maskoki (Carassius auratus). (koleksi pribadi)... .. 34

10. Ikan nila (Oreochromis niloticus). (koleksi pribadi)... .. 36

11. Ikan mujair (Oreochromis mossambicus) (www.image.google.co.id)... .. 37

12. Ikan bawal air tawar (Colossoma macropomum). (koleksi pribadi).. .. 39

13. Nila merah (Oreochromis sp.). (koleksi pribadi)... .. 41

14. Komposisi makanan ikan yang tertangkap di Danau Lido... .. 48

(13)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Nilai kelimpahan dan persentase volume makanan ikan... ... 66

2. Nilai indeks bagian terbesar (IP) ikan hampal (H. macrolepidota).... …. 73

3. Nilai indeks bagian terbesar (IP) ikan betutu (O. marmorata)... …. 74

4. Nilai indeks bagian terbesar (IP) ikan nila (O. niloticus)... …. 75

5. Nila indeks bagian terbesar (IP) ikan mujair (O. mossambicus)... …. 76

6. Nilai indeks bagian terbesar (IP) ikan maskoki (C. auratus)... …. 77

7. Nilai indeks bagian terbesar (IP) ikan bawal air tawar (C. macropomum)... ….. 78

8. Nilai indeks bagian terbesar (IP) ikan nila merah (Oreochromis sp.). 79 9. Contoh perhitungan... ….. 80

10. Danau Lido... ….. 81

11. Alat yang digunakan... ….. 82

(14)

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ekosistem perairan tergenang terdiri atas danau, waduk, rawa, dan empang. Danau adalah genangan air di atas permukaan tanah yang terbentuk secara alami maupun buatan, dimana sumber airnya berasal dari mata air, air hujan, atau limpasan air permukaan. Berdasarkan cara terbentuknya danau dibedakan menjadi dua yaitu, danau alami dan danau buatan. Danau alami merupakan danau yang terbentuk secara alamiah, sedangkan danau buatan adalah danau yang sengaja dibentuk oleh manusia (Lakenet 2004 in Nancy 2007).

Danau Lido merupakan bentuk perairan tergenang terbuka, bentuknya tidak beraturan dan banyak dijumpai teluk-teluk sempit dengan tepi yang curam, memiliki ukuran yang relatif kecil dan termasuk katagori danau buatan yang dibuat pada abad ke-18 yaitu pada saat dibendungnya Sungai Ciletuk untuk membangun jalan raya Bogor – Sukabumi (Didin 1999 in LIPI 2003). Kegiatan yang dilakukan di Danau Lido yaitu budidaya ikan dengan keramba jaring apung, pariwisata air, dan perikanan tangkap. Aktivitas tersebut apabila tidak diperhatikan dengan baik dapat mengganggu biota perairan khususnya ikan. Kegiatan perikanan jaring apung di danau ini telah dimulai sejak tahun 1978 oleh Balai Penelitian dan Pengembangan Perikanan Air Tawar (BALITKANWAR) Ditjen Perikanan Bogor (Sukari 1997). Sehingga dapat diduga ikan-ikan budidaya yang bukan merupakan ikan asli masuk ke dalam perairan dan kejadian ini dikhawatirkan dapat mempengaruhi keberadaan ikan asli.

Kehadiran ikan introduksi di perairan umum dikhawatirkan akan mengancam keberadaan ikan asli yang ada. Kekhawatiran adanya jenis-jenis ikan introduksi terhadap kehadiran ikan asli berdasarkan adanya mekanisme hibridisasi dengan jenis endemik, disrupsi habitat, persaingan makan dan tempat, predasi, dan introduksi parasit dan penyakit dari luar (Arthington & Lloyd 1989 in

(15)

2 keanekaragaman hayati dan berakhir dengan terbentuknya komunitas ikan yang homogen, didominasi oleh ikan asing (Allan & Flecker 1993 in Wargasamita 2005).

Selama ini studi yang pernah di lakukan di Danau Lido yaitu mengenai kualitas air pada lapisan dasar perairan si sekitar lokasi KJA, keadaan perikanan secara umum, dan pola distribusi dan peran bahan organik terhadap kualitas air pada zona eufotik di sekitar KJA, sehingga studi mengenai iktiofauna di Danau Lido perlu dilakukan untuk mengetahui jenis-jenis ikan apa saja yang masih terdapat di Danau Lido. Oleh karena itu, untuk menerapkan dan mengembangkan pengelolaan perairan umum khususnya danau, maka diperlukan data dasar tentang ikan yang berada diperairan tersebut untuk mengetahui informasi mengenai hubungan antara ikan dengan lingkungan perairan. Informasi ini dapat digunakan sebagai dasar dalam melakukan pengelolaan lingkungan dan sumberdaya perairan di Danau Lido.

1.2 Perumusan Masalah

Danau Lido merupakan salah satu kawasan yang dijadikan sebagai objek wisata air karena cukup banyak potensi yang bisa dikembangkan dan dikelola. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Girardin (1983) in Haryani (1984), ikan di perairan Danau Lido terdapat 21 jenis ikan yang terdiri atas ikan asli dan ikan introduksi. Selain itu, budidaya perikanan dengan sistem keramba jaring apung telah berkembang pesat di Danau Lido. Jenis ikan yang dibudidayakan dalam keramba jaring apung antara lain, ikan nila (Oreochromus niloticus), ikan mas (Cyprinus carpio), dan ikan maskoki (Carassius auratus). Adanya aktivitas manusia berupa kegiatan pariwisata dan budidaya keramba jaring apung ini dapat mengganggu keberadaan biota perairan dan lingkungan perairan Danau Lido.

(16)

3 ikan budidaya yang lepas, sehingga mengganggu spesies ikan asli. Hal tersebut dapat mengganggu keseimbangan rantai makanan yang ada di perairan karena sifat ikan yang lepas ke perairan umumnya sebagai predator dan omnivor (Rachmatika & Wahyudewantoro 2006). Selain itu, pengaruh limbah budidaya berupa sisa pakan dan feses ikan akan mempengaruhi kualitas airnya yaitu kualitas air secara kimia, fisika maupun biologi. Kemudian pengembangan wilayah Danau Lido yang dijadikan sebagai tempat wisata membuat luas wilayah perairan tersebut menjadi semakin menyempit karena adanya pendangkalan dan perluasan wilayah wisata, sehingga akan berpengaruh pada spesies ikan yang ada.

Oleh karena itu, untuk mengetahui berbagai jenis ikan yang masih berada di Danau Lido, diperlukan penelitian mengenai iktiofauna yang ada di perairan tersebut. Hal ini dikarenakan pengetahuan dan informasi mengenai jenis ikan dan hubungannya dengan aspek lingkungan perairan di Danau Lido masih sangat terbatas.

1.3 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Menginventarisasi jenis-jenis ikan yang terdapat di Danau Lido, sehingga dapat diketahui jenis-jenis ikan yang masih terdapat di Danau Lido.

2. Mengetahui kebiasaan makanan ikan-ikan yang terdapat di Danau Lido untuk mengkaji proses makan-memakan dalam komunitas ikan yang terdapat di perairan tersebut.

(17)

4

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Danau Lido

Situ, danau, waduk dan rawa dapat dikatagorikan sebagai salah satu jenis lahan basah, yang mempunyai sistem perairan tergenang dan berair tawar. Situ dapat terbentuk secara buatan yaitu berasal dari dibendungnya suatu cekungan dan dapat pula terbentuk secara alami yaitu karena kondisi topografi yang memungkinkan terperangkapnya sejumlah air. Sumber air lahan tersebut dapat berasal dari mata air yang terdapat didalamnya, dari masukan air sungai dan atau limpasan air permukaan/hujan (surface run-off) (Suryadiputra 2003 in Puspita et al. 2005).

Sebagai suatu sistem, air danau dipengaruhi oleh kondisi-kondisi hidrologi, daerah pinggiran danau, bentuk dasar danau, air danau dan sedimen dasar. Komponen-komponen fisika dan kimia mendukung komunitas biota yang khas di danau sebaliknya keberadaan biota-biota tersebut memperkaya ekosistem danau. Biota-biota tersebut tidak hanya membentuk mata rantai antara yang satu dengan yang lainnya, tetapi juga mempengaruhi sifat fisika dan kimia danau (Olem & Flock 1990 in Buchar 1998).

Danau atau Situ Lido merupakan salah satu ekosistem perairan tergenang yang terdapat di Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Danau Lido terletak pada 5o36’ LS dan 104o49’ BT, Desa Wates Jaya dengan luas sekitar 21 Ha pada ketinggian 500 m dari permukaan laut. Danau ini tergolong sebagai danau semi alami yang terbentuk pada abad ke-18, yaitu ketika dibendungnya sungai Ciletuk guna pembangunan jalan raya yang menghubungkan Bogor-Sukabumi (Abalos 1979 in

Sukari 1997). Batas- batas Danau Lido yaitu, sebelah utara dan timur merupakan pemukiman penduduk, sedangkan bagian selatan dan barat merupakan perkebunan karet dan areal persawahan (Didin 1999 in LIPI 2003). Danau Lido merupakan bentuk perairan tergenang terbuka, bentuknya tidak beraturan dan banyak dijumpai teluk-teluk sempit dengan tepi danau curam atau berkisar pada ketinggian 10 meter di atas permukaan air.

(18)

5 kemarau hanya sekitar 100-200 l/detik (Haryani 1984). Sumber air lainnya berasal dari air permukaan dan air dalam tanah (groundwater) dari lahan di sekitarnya (Didin 1999 in LIPI 2003). Jika dibandingkan kondisi air sungai dengan air danau pada waktu hujan, maka air danau relatif lebih jernih daripada air sungai. Hal ini disebabkan adanya daerah persawahan di dekat sungai yang mengalirkan lumpur ke aliran sungai.

Fungsi utama danau Lido adalah sebagai tempat rekreasi air. Penduduk setempat sudah sejak lama melakukan kegiatan perikanan tangkap di danau ini, yaitu dengan menggunakan jaring, jala, dan pancing. Di samping itu, penduduk juga memanfaatkan perairan tersebut sebagai sarana kebutuhan sehari-hari seperti mandi, cuci dan kakus, terutama di daerah bagian timur danau. Kegiatan perikanan jaring apung di danau ini telah dimulai pada tahun 1978 oleh Balai Penelitian dan Pengembangan Perikanan Air Tawar (BALITKANWAR) Ditjen Perikanan Bogor, dan pada tahun 1991 merupakan awal diperkenalkannya perikanan jaring apung di Indonesia. Setahun kemudian, yaitu pada tahun 1992 pengusaha mulai membuka usaha perikanan jaring apung di danau ini dan sejak saat itu penduduk setempat juga melakukan kegiatan tersebut meskipun dalam skala kecil. Kegiatan perikanan jaring apung ini berlangsug sampai sekarang dan berpusat di bagian timur (dekat outlet) danau (Basmi 1991).

(19)

6

2.2 Ikan Penghuni Danau Lido

Keberadaan suatu ikan dalam suatu perairan dipengaruhi oleh tipe, lokasi, dan kondisi ekologis perairan tersebut. Suksesi ekologi merupakan suatu proses perubahan komunitas yaitu deretan-deretan komunitas yang menggantikan satu dengan yang lainnya pada suatu area tertentu (Odum 1971 in Sulistiono et al.

1992). Royce (1984) in Sulistiono et al.(1992), mengemukakan bahwa masing-masing jenis biota mempunyai batas kondisi ideal tertentu dimana jenis tersebut dapat berkembang dengan baik dan masih dapat beradaptasi bila ada sedikit perubahan pada kondisi ideal tersebut. Dikatakan pula bahwa ukuran dan struktur populasi di suatu komunitas dipengaruhi oleh beberapa faktor fisika-kimia perairan, dimana yang menjadi faktor pembatas antara lain kedalaman, suhu perairan, tipe substrat, kecerahan dan oksigen terlarut, serta beberapa faktor lainnya seperti intra dan inter spesies, dan pemangsaan.

Kondisi ikan dalam perairan akan berada dalam keadaan seimbang apabila jumlah ikan buas terletak diantara 10 – 25% dari seluruh populasi ikan yang ada di dalam perairan tersebut (Suwignyo 1976 in Sulistiono et al. 1992). Dikatakan pula bahwa dengan adanya bibit-bibit ikan pemakan tanaman dan pemakan segala akan lebih baik atau lebih menguntungkan daripada adanya bibit-bibit ikan buas. Populasi merupakan kelompok organisme dan sifat dari suatu spesies yang mempunyai ciri dan sifat hidup yang sama, dan dengan populasi dari kelompok organisme lain akan membentuk suatu komunitas (Kreb, 1972).

Royce (1973) mengatakan, untuk mengetahui komposisi suatu organisme di antaranya ikan yang hidup di perairan dapat dilihat dari kelimpahan relatifnya, yang dinyatakan dalam jumlah atau berat relatif dari suatu kelompok organisme dalam suatu komunitas. Kelimpahan ikan dalam suatu perairan di pengaruhi oleh beberapa faktor pembatas antara lain fekunditas, ruang gerak, kompetisi, predasi, penyakit dan batas waktu untuk bertahan hidup (Rounsefell & Everhart 1962 in

(20)

7 Menurut Hanson (1973) in Sulistiono et al. (1992), faktor-faktor yang mempengaruhi distribusi lokal dalam komunitas perairan, diantaranya kompetisi dalam dan antar spesies, heterogenitas lingkungan fisik, reproduksi dan kebiasaan makanan, pasokan makanan, arus air, angin, dan faktor-faktor lain yang mendukung pola distribusi. Selain itu, Krebs (1972) meyebutkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi distribusi, antara lain tingkah laku dalam memilih habitat, hubungan antar organisme lain, temperatur, serta faktor-faktor fisika-kimia perairan lainnya. Komunitas biota yang masih alami dan cukup matang memiliki keragaman jenis yang tinggi, tidak ada dominasi jenis tertentu, dan pembagian jumlah individu perjenis hampir merata (Lund, 1981 in Sulistiono et al. 1992).

2.3 Kebiasaan Makanan

Setiap binatang atau hewan membutuhkan energi untuk hidup, tumbuh, berkembangbiak, dan bereproduksi, dimana semuanya diperoleh dari makanan (Royce 1973). Makanan alami ikan berasal dari beberapa jenis tumbuhan dan hewan yang mendiami suatu perairan. Beberapa elemen kimia, seperti kalsium, dan yang lainnya yang diserap dari perairan tempat tinggalnya. Bahan-bahan makanan yang digunakan selanjutnya dikelompokkan menjadi protein, karbohidrat, lemak, lipid, dan vitamin termasuk mineral yang berasal dari hewan dan tumbuhan. Makanan pertama ikan di alam yaitu bakteri, desmid, diatom dan beberapa jenis plankton, baik fitoplankton maupun zooplankton. Pada perairan terbuka, organisme pelagis memakan alga, protozoa, dan mikrokrustacea (Lagler, 1972).

(21)

8 menentukan dinamika populasi, pertumbuhan, reproduksi, serta kondisi ikan yang ada di suatu perairan. Beberapa faktor makanan yang berhubungan dengan populasi tersebut yaitu jumlah dan kualitas makanan yang tersedia, akses terhadap makanan, dan lama masa pengambilan makanan oleh ikan dalam populasi tersebut. Adanya makanan di perairan selain terpengaruh oleh kondisi biotik seperti di atas ditentukan pula oleh kondisi lingkungan seperti suhu, cahaya, ruang dan luas permukaan. Jenis-jenis makanan yang dimakan suatu spesies ikan biasanya tergantung pada kesukaan terhadap jenis makanan tertentu, ukuran dan umur ikan, musim serta habitat hidupnya. Kebiasaan makan ikan meliputi jenis, kuantitas dan kualitas makanan yang dimakan oleh ikan.

Tidak semua jenis makanan yang ada di lingkungan perairan disukai oleh ikan. Beberapa faktor yang menentukan dimakan atau tidaknya suatu jenis makanan oleh ikan adalah ukuran, warna, tekstur, dan selera ikan terhadap makanan. Ikan mengawali hidupnya dengan memanfaatkan makanan yang sesuai dengan ukuran mulutnya. Setelah ikan bertambah besar, makanannya akan berubah baik kuantitas maupun kualitasnya (Effendie, 1997). Terdapat empat hubungan antara ikan dengan makanannya, yaitu (1) makanan utama, yaitu makanan yang paling banyak ditemukan dalam saluran pencernaan; (2) makanan pelengkap, yaitu makanan yang sering ditemukan dalam saluran pencernaan dengan jumlah yang sedikit; (3) makanan tambahan, yaitu makanan yang jarang ditemukan dalam saluran pencernaan dan jumlahnya sangat sedikit; dan (4) makanan pengganti, yaitu makanan yang hanya dikonsumsi apabila makanan utama tidak tersedia (Nikolsky, 1963).

(22)

9 omnivora memiliki kondisi fisiologis yang merupakan gabungan antara ikan karnivora dan ikan herbivora.

Berdasarkan pola kebiasaan pakannya, jenis ikan dapat dikelompokkan dalam 3 kelompok (Yanes-Arancibia et al. 1980 in Tjahjo 1993), antara lain: 1. Konsumen Tingkap Pertama, termasuk golongan pemakan plankton

(fitoplanton dan atau zooplankton), pemakan detritus, dan pemakan vegetasi lainnya, serta omnivor (pemakan detritus, vegetasi dan organisme kecil). 2. Konsumen Tingkat Kedua, kelompok ini didominasi oleh ikan karnivora,

dimana kelompok ikan ini sedikit mengkonsumsi vegetasi dan detritus, sedangkan pakan utamanya adalah makro dan mikro bentos, dan ikan kecil. 3. Konsumen Tingkat Ketiga, merupakan kelompok ikan yang sangat karnivora

dengan pakan utamanya berupa makroobentos dan ikan.

Luas relung makanan menggambarkan sejumlah sumberdaya makanan yang ada dan dimanfaatkan oleh suatu jenis organisme (Pianka 1976 in Sutanti 2005). Jadi luas relung makanan ikan adalah sejumlah sumberdaya makanan yang berada di suatu perairan yang dimanfaatkan oleh ikan. Sumberdaya makanan dinilai dari jumlah jenis kelompok makanan dan nilai konsumsinya dari setiap jenis kelompok makanan. Ikan-ikan yang mempunyai luas relung makanan yang besar menunjukkan bahwa ikan tersebut bersifat general atau tidak selektif dalam memilih makanan. Umumnya kelompok ikan ini banyak ditemukan di peraiaran yang labil dan pola perubahannya tidak beraturan, sedangkan ikan yang memiliki luas relung makanan yang sempit menunjukkan bahwa ikan tersebut selektif dalam memilih makanan dan umumnya kelompok ini banyak ditemui di perairan yang relatif stabil dengan pola perubahan yang dapat diprediksi (Hyatt 1979 in

Tjahjo 1993). Jenis ikan yang mempunyai relung makana yang luas menunjukkan bahwa ikan tersebut mumpunyai potensi paling besar untuk berkembang di suau perairan daripada ikan yang mempunyai luas relung makanan sempit (Macpherson 1981 in Muliasih 2002).

(23)

10 sebagai rantai makanan (food cycle). Terdapat tingkatan yang berbeda antara produsen-produsen dalam rantai makanan ini, dengan memberikan batasan pada masing-masing konsumer sehingga disebut trofik level. Umumnya, terjadi pengurangan biomassa (biomassa hewan atau tanaman yang berasosiasi dengan setiap trofik level tertentu) sekitar 10 sampai 1 dari berbagai tingkatan level menuju level yang lebih tinggi.

Tabel 1. Struktur anatomis saluran pencernaan ikan berdasarkan jenis makanannya (Huet 1971).

Organ Herbivora Omnivora Karnivora

Tulang tapis

Rongga mulut Sering tidak bergigi Bergigi kecil Umumnya bergigi tajam dan kuat

Gumilar (2005) menyatakan, pada setiap tahap pemindahan energi, 80-90% energi potensial akan hilang sebagai panas, karena itu langkah-langkah dalam suatu rantai makanan akan terbatas 4-5 langkah saja. Dengan perkataan lain semakin pendek rantai makanan maka semakin besar pula energi yang tersedia. Ada dua tipe dasar rantai makanan yaitu :

1. Rantai makanan rerumputan (grazing food chain), misalnya: tumbuhan-herbivora-karnivora.

2. Rantai makanan sisa (detritus food chain), misalnya : bahan-bahan mati- detrivor (organisme pemakan sisa)-predator.

2.4 Introduksi Ikan dan Pengaruhnya

(24)

11 Bank 1998 in Wargasamita 2005). Keanekaragaman ikan air tawar sekarang menghadapi ancaman dari berbagai aktivitas manusia yang dapat menyebabkan menurunnya keanekaragaman ikan. Menurut Dudgeon (2000) in Wargasamita (2005), berbagai faktor penyabab menurunnya keanekaragaman ikan air tawar dapat diklasifikasikan menjadi enam katagori utama yaitu perubahan atau lenyapnya habitat, eksploitasi yang berlebihan, introduksi ikan asing, pencemaran, persaingan penggunaan air, dan pemanasan global.

Introduksi ikan asing yang disengaja merupakan suatu proses yang terjadi pada skala dunia dengan sedikit kesengajaan atau sesuai dengan peraturan yang ada untuk mengurangi introduksi spesies yang berbahaya. Meskipun demikian, introduksi spesies yang mayoritas dilakukan secara sengaja banyak memberikan dampak ekonomis pada daerah tersebut (Lodge et al. 2006 in Keller & David 2007). Introduksi ikan asing merupakan salah satu faktor penting yang menyebabkan penurunan keanekargaman ikan asli. Spesies asing dapat masuk ke dalam suatu wilayah baru secara langsung yaitu karena ada introduksi dari manusia atau secara tak langsung. Introduksi secara langsung sangat dipengaruhi oleh faktor bisnis yang menjanjikan keuntungan berlimpah (Gustiano 2004). Hasil analisis dari 31 studi kasus introduksi ikan ke perairan sungai mengakibatkan penurunan populasi ikan asli. Penurunan populasi merupakan proses awal menuju kepunahan spesies tertentu yang mengakibatkan penurunan keanekaragaman hayati dan berakhir dengan terbentuknya komunitas ikan yang homogen, didominasi oleh ikan asing (Allan & Flecker 1993 in Rachmatika & Wahyudewantoro 2006).

Introduksi ikan asing, baik disengaja maupun tidak, dapat menimbulkan dampak negatif terhadap spesies ikan asli (indigenous species) yaitu berupa penurunan populasi atau kepunahan spesies ikan asli. Introduksi ikan predator lebih berbahaya. Ikan predator secara langsung dapat menurunkan populasi ikan yang menjadi mangsanya, yang kemudian mengakibatkan terjadinya dampak lanjutan berupa peningkatan pertumbuhan gulma akuatik bila ikan yang dimangsanya adalah ikan herbivor (Bartley et al. 2004 in Wargasamita 2005).

(25)

12 habitat. Hal ini dapat mengakibatkan penurunan populasi ikan asli. Penurunan populasi dan punahnya beberapa spesies ikan asli memberikan peluang berkembangnya populasi ikan asing tersebut. Selanjutnya ikan asing menjadi dominan dan komunitas ikan menjadi homogen (Wargasamita 2005). Dampak yang ditimbulkan dapat berupa penurunan kualitas perairan, gangguan terhadap komunitas ikan asli, penurunan kualitas materi genetik melalui hibridisasi, introduksi penyakit dan parasit ikan, serta menimbulkan masalah sosial bagi masyarakat nelayan di sekitarnya (Welcome 1988 in Wargasasmita 2005).

Pemasukan (introduksi) jenis ikan baru ke dalam suatu perairan umum dapat merubah struktur populasi ikan yang ada dan dapat menimbulkan persaingan dalam hal pakan dan daerah pemijahan serta mungkin dapat pula menggoyahkan stabilitas, sehingga daya tangkal secara alami terhadap suatu perubahan akan terganggu dan populasi ikan di daerah tersebut mudah terserang penyakit. Ikan yang diintroduksi juga dapat berperan sebagai vektor atau pembawa penyakit. Oleh karena itu, usaha introduksi suatu jenis ikan baru ke dalam suatu perairan yang tadinya tidak terdapat ikan tersebut harus direncanakan dan dikaji secara mendalam agar penambahan unsur baru ke dalam stok ikan yang sudah kompleks dan sukses tidak menyebabkan keseimbangan yang ada terganggu (Gustiano 2004).

(26)

13

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kondisi Umum Danau Lido

Danau Lido terletak pada 1060 48’ 24”–1060 48’ 50,5” BT dan 60 44’ 28,4”– 60 44’ 52” LS, Desa Tugu Jaya, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor. Perairan Danau Lido memiliki berbagai macam potensi sumberdaya perairan, dimana airnya berasal dari aliran sungai Ciletuh dan rembesan dari areal perkebunan Pondok Gedeh, dan Cigombong. Danau Lido merupakan danau buatan yang memiliki bentuk tidak beraturan dengan luas permukaan sebesar 198.750 m2 dan panjang garis tepi sebesar 5.630 m. Soonthornsatit (1983) menyatakan bahwa luas permukaan Danau Lido adalah sebesar 210.000 m2. Dengan demikian luas permukaan Danau Lido mengalami pengurangan luas sebesar 11.250 m2. Berkurangnya luas permukaan danau diakibatkan oleh sedimentasi.

Sedimentasi dapat disebabkan oleh beberapa hal, salah satunya adalah adanya aktivitas pertanian di daerah yang berseberangan dengan Danau Lido yang membawa berbagai partikel ke dalam perairan. Daerah yang mengalami sedimentasi, saat ini digunakan oleh masyarakat sekitar sebagai daerah pertanian. Robertson (1997) in Bronte (2003) menyatakan, habitat perairan dangkal sebagian besar lebih siap menerima dampak dari sedimentasi dan masukan nutrien yang berasal dari perubahan fungsi lahan, peternakan, pertambangan, dan penebangan. Hal tersebut yang menyebabkan sedimentasi dan hilangnya habitat sebagai tempat ikan bertelur dan menyebabkan eutrofikasi, khususnya di daerah aliran permukaan pada Great Lake.

(27)

14 keramba jaring apung juga terdapat restoran terapung. Sedangkan daerah pinggiran danau dekat dengan daerah pertanian terdapat kegiatan perhotelan.

Sampai tahun 1982, perairan Danau Lido tergolong dalam perairan yang berstatus oligotrofik (Hanafi et al. 1982 in Haryani 1984). Selanjutnya, berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Amalia (2009), diketahui bahwa status kesuburan perairan Danau Lido telah berubah menjadi eutrofik. Menurut Cole (1983) in Amalia (2009), tingkat kesuburan sutau perairan sangat berkaitan dengan semakin tidak beraturannya bentuk danau, karena semakin banyak bagian yang berteluk dan berhubungan dengan daratan, semakin besar kemungkinan masuknya nutrien dari daratan ke dalam perairan tersebut. Hal tersebut dapat menambah masukan pada Danau Lido yang berasal dari aktivitas di catchment area sehingga meyebabkan potensi produktivitas yang tinggi. Aktivitas di sekitar ataupun di dalam danau yang dapat menyebabkan meningkatnya beban masukan ke perairan Danau Lido adalah pertanian, hotel, dan rumah makan. Kegiatan tersebut dapat menambah masukan berupa materi tersuspensi dan terlarut. Beban masukan berupa partikel tersuspensi dari kegiatan pertanian dapat memperkecil daya tampung air dari Danau Lido karena sedimentasi (Amalia 2009).

Hal serupa juga terjadi di Great Lake, dimana kegiatan budidaya memiliki peran utama sebagai pemasok utama fosfor, sehingga menyebabkan perubahan kualitas air, plankton, dan komunitas ikan di perairan tersebut (Becton 1965 in

Bronte et al. 2003). Kemudian , dalam Kolar & David (2002) dikatakan bahwa meningkatnya perdagangan dan pariwisata berhubungan erat dengan globalisasi yang pada akhirnya menyebabkan perubahan global yang disebabkan oleh manusia dengan jalan membentuk homogenisasi biota dunia dan mengintroduksi spesies asing.

4.2 Kondisi Habitat Ikan

(28)

15

Tabel 2. Nilai parameter kualitas air di Danau Lido

No. Parameter Satuan

Karbon dioksida bebas (CO2)

Kesadahan

(29)

16 tumbuhan air dan kondisi perairan yang relatif tenang sehingga partikel-partikel tersuspensi mudah mengendap.

Kemudian, nilai total fosfat yang tinggi pada stasiun non-KJA dapat disebabkan oleh banyaknya limbah yang berasal dari kegiatan perhotelan dan pertanian yang dapat meningkatkan kadar fosfat di perairan. Parameter nitrit yang mengalami kenaikan disebabkan oleh limbah pertanian yang berasal dari pupuk serta limbah perhotelan yang dibuang ke perairan Danau Lido. Akan tetapi, kualitas perairan Danau Lido masih tergolong bagus untuk kegiatan perikanan. Hal ini sesuai dengan kriteria kualitas air golongan C yaitu air yang digunakan untuk keperluan perikanan dan peternakan (Effendi 2003). Di perairan Danau Lido terdapat banyak tumbuhan air tenggelam berupa Cabomba sp. dan Hydrilla

sp.. Selain tumbuhan air tenggelam juga terdapat tumbuhan air lainnya yaitu

Euchhornia crassipes, Salvinia natans, dan Azolla pinata. Kemudian berdasarkan perhitungan Amalia (2009), Danau Lido memiliki nilai produksi ikan sebesar 48,54 kg/ha/tahun.

4.3 Komposisi Ikan yang Tertangkap

Komposisi jenis ikan dapat berperan dalam menentukan perkembangan populasi ikan di perairan. Komposisi tersebut dapat dilihat berdasarkan jumlah dan jenis ikan yang tertangkap di perairan tersebut. Dari hasil penelitian yang berlangsung selama tiga mingggu tertangkap 65 ekor ikan yang terdiri dari 8 jenis dan terbagi menjadi 4 famili. Adapun jenis-jenis ikan yang tertangkap yaitu nila (O. niloticus), mujair (O. mossambicus), hampal (H. macrolepidota), maskoki (C. auratus), sumatera (P. tetrazona), betutu (O. marmorata), bawal air tawar (C. macropomum), dan nila merah (Oreochromis sp.). Dari 8 jenis ikan yang tertangkap, ikan yang mendominasi perairan Danau Lido adalah ikan hampal, betutu, dan ikan sumatera. Jenis-jenis ikan yang tertangkap di Danau Lido dapat dilihat pada Tabel 3.

(30)

17 jaring. Ikan betutu banyak tertangkap oleh bubu, karena ikan ini bersifat nokturnal yang suka bersembunyi pada saat siang hari dan bersifat malas serta senang berada didasar perairan. Hal tersebut menyebabkan ikan betutu mudah tertangkap oleh bubu yang diletakkan di dasar perairan. Selanjutnya, ikan sumatera juga menjadi salah satu ikan yang banyak tertangkap dalam penelitian karena ikan ini menyukai tempat yang dangkal, jernih, atau keruh, serta suka bergerombol sehingga mudah sekali tertangkap oleh bubu yang diletakkan di pinggiran danau. Daerah pinggiran danau tempat meletakkan bubu tersebut merupakan daerah yang dangkal dan agak jernih sehingga ikan ini banyak tertangkap.

Tabel 3. Iktiofauna di Danau Lido

NO Famili Nama Ilmiah Nama Lokal

1. Cyprinidae Hampala macrolepidota Hampal

Carassius auratus Maskoki

Puntius tetrazona Sumatera

2. Chicilidae Oreochromis niloticus Nila

Oreochromis sp. Nila merah

Oreochromis mossambicus Mujair

3. Eleotridae Oxyeleotris marmorata Betutu

4. Characidae Colossoma macropomum Bawal air tawar

Adanya dominasi ikan di suatu perairan menunjukkan rendahnya

biodiversity ikan di perairan tersebut sedangkan keberadaan beberapa jenis ikan yang tahan terhadap lingkungan buruk menunjukkan bahwa kualitas perairan Danau Lido telah mengalami penurunan, sehingga ikan-ikan yang kurang bisa beradaptasi terhadap perubahan lingkungan tersebut tidak dapat bertahan hidup atau kalah bersaing dengan ikan-ikan asing seperti nila, bawal air tawar, mujair, maskoki, hampal, dan betutu. Jumlah dan komposisi ikan yang tertangkap di perairan Danau Lido dapat dilihat pada Gambar 3.

(31)

18 diduga memijah pada permulaan musim penghujan yaitu sekitar bulan Agustus sampai Oktober, dimana ikan betina memijah satu kali dalam satu tahun dengan periode pemijahan yang relatif singkat. Sehingga ikan hampal banyak tertangkap saat penelitian, karena pada saat memijah ikan akan berkumpul pada suatu tempat.

Jumlah individu

Gambar 3. Komposisi jenis ikan (jenis dan jumlah individu) yang terkoleksi dari perairan Danau Lido selama penelitian

Dalam Haryani (1984) dikatakan bahwa ikan hampal merupakan ikan yang paling dominan di Danau Lido. Akan tetapi, untuk saat ini jumlahnya mulai berkurang. Hal ini disebabkan pemanfaatan ikan hampal sebagai ikan konsumsi dan sering dilakukan penangkapan sehingga jumlahnya yang sudah sedikit semakin berkurang. Selain disebabkan oleh pemanfaatan ikan hampal sebagai ikan konsumsi, hal lain yang menyebabkan berkurangnya jumlah ikan ini yaitu terjadinya musibah kematian masal ikan yang terjadi akibat perubahan lingkungan perairan pada tahun 1982. Dimana pada saat itu tingkat kesuburan danau menjadi naik sehingga ikan yang tidak bisa mentolerir perubahan lingkungan akan mati dan berkurang jumlahnya. Selajutnya, berkurangnya jumlah ikan hampal selain disebabkan oleh hal-hal diatas juga dapat disebabkan ketatnya persaingan dengan ikan introduksi dalam memperebutkan makanan.

30 18

2 2 1

9 2

1

0 5 10 15 20 25 30 35

(32)

19 Perbedaan jenis dan jumlah ikan tangkapan dipengaruhi oleh kemampuan yang terbatas dari alat yang digunakan. Sebagian besar ikan yang berhasil tertangkap selama penelitian, merupakan ikan yang ditangkap dengan menggunakan jaring dan jala. Sedangkan alat tangkap pancing dirasa kurang efektif, karena selama penelitian hanya 3 ekor ikan yang tertangkap di Danau Lido, ketiga ekor ikan tersebut semuanya adalah ikan hampal. Kemudian ikan betutu, lobster air tawar, dan ikan sumatera ditangkap dengan menggunakan bubu. Jumlah dan jenis ikan yang tertangkap setiap stasiun beserta alat tangkap yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Jumlah ikan yang tertangkap pada setiap stasiun

No. Jenis ikan Jumlah Alat tangkap

(33)

20 Apabila ditinjau dari segi potensi ikan hasil koleksi tersebut, 7 jenis diantaranya berpotensi sebagai ikan konsumsi, 1 jenis ikan berpotensi sebagai ikan hias, sedangkan 2 jenis ikan dapat berpotensi sebagai ikan hias dan ikan konsumsi. Adapun jenis ikan yang berpotensi sebagai ikan hias adalah ikan sumatera (P. anchisphorus), dan ikan yang berpotensi sebagai ikan hias sekaligus ikan konsumsi adalah ikan betutu (O. marmorata) dan ikan maskoki (C. auratus). Kemudian, ikan yang berpotensi sebagai ikan konsumsi yaitu ikan hampal (H. macrolepidota), ikan nila (O. niloticus), ikan mujair (O. mossambicus), bawal air tawar (C. macropomum), ikan maskoki (C. auratus), dan ikan nila merah (Oreochromis sp).

4.4 Spesies Non-Ikan yang Tertangkap

Selain ikan, pada saat penelitian juga tertangkap spesies non-ikan yaitu lobster air tawar (Cherax quadricarinatus) dan udang lagdao (Palaemon concinnus). Kedua jenis spesies non-ikan ini, tertangkap dengan alat tangkap berupa jala dan bubu. Udang lagdao (Palaemon concinnus) tertangkap pada stasiun 2 dengan menggunakan jala. Ukuran udang lagdao yang tertangkap yaitu 3,8-4,3 cm dan ditangkap pada stasiun 1 yaitu dekat dengan inlet. Sedangkan lobster air tawar ditangkap pada daerah pinggiran danau dengan alat tangkap bubu. Ukuran lobster air tawar yang tertangkap yaitu berkisar antara 14,8-23 cm.

Berikut adalah deskripsi lobster air tawar dan udang galah:

1. Klasifikasi lobster air tawar (Cherx quadricarinatus) menurut Wickins and Lee (2002) sebagai berikut:

Filum : Arthropoda Kelas : Malacostraca

Ordo : Decapoda

Infra Ordo : Astacidae Super famili : Parastacoidea Famili : Parastacidae Genus : Cherax

(34)

21 Tubuh lobster air tawar terbungkus oleh cangkang yang berfungsi menjaga organ-organ yang ada di dalamnya dari hewan pemangsa atau kelompoknya sendiri. Hampir seluruh tubuh lobster air tawar memiliki ruas tubuh yang tampak jelas. Pada setiap ruas terdapat sepasang apendiks yang bimarus. Tubuh lobster ait tawar terbagi menjadi dua yaitu, chepalothorax yang terdiri dari kepala yang berfusi dan thorax (Lukito & Prayugo 2007). Umumnya lobster dapat meningkatkan ukuran tubuhnya secara periodik dengan jalan melepaskan cangkangnya selama proses molting. Selama molting cangkang menjadi lunak kalau zat kapur yang melindungi ikut terlepas saat molting, dan sebagai konsekuensinya lobster tersebut akan sangat terancam. Hal tersebut dapat terjadi karena pada saat lobster molting akan mengeluarkan cairan hemolimph yang mengundang predator dan lobster lainnya menjadi kanibal (Holdich & Lowery 1988).

Gambar 4. Lobster air tawar (Cherax quadricarinatus). (koleksi pribadi)

(35)

22 2. Klasifikasi udang lagdao (Palaemon concinnus) berdasarkan Holthuis (1950)

in ftp.fao.org:

Filum : Arthropoda Kelas : Crustacea Sub Kelas : Malacostraca

Ordo : Decapoda

Sub Ordo : Natantia Famili : Palaemonidae Genus : Palaemon

Spesies : Palaemon concinnus

Gambar 5. Udang lagdao (Palaemon concinnus). (koleksi pribadi)

Udang ini memiliki beberapa sinonim diantaranya; Palaemon exilimanus,

Leander longicarpus, Palaemon (Leander) concinnus, Palaemon (Leander)

longicarpus, Leander exilimanus, dan Palaemon lagdaoensis (ftp.fao.org). Ciri-ciri udang lagdao antara lain; pada rostrum terdapat gigi subterminal, gigi rostral terendah berjumlah 4 sampai 6 buah, pleura pada abdominal kelima terdapat gigi pada ujungnya (www.ias.ac.in). Distribusi alami udang ini yaitu Indo-West Pacific yang meliputi Afrika sampai Hong Kong, Filipina dan Polynesia. Ukuran maksimum udang lagdoa mencapai 66 mm. Spesies ini merupakan salah satu komoditas perikanan yang penting di Filipina (ftp.fao.org).

(36)

23 lain yang membedakan dengan jenis lainnya yaitu rostrumnya. Jenis P. concinnus

ini memiliki beberapa bentuk dan ukuran rostrum. Semua udang jenis ini memiliki satu gigi post-orbital, dengan gigi kedua kira-kira terletak pada bagian dorsal. Meskipun P. concinnus memiliki berbagai bentuk rostrum, tetapi bentuk-bentuk tersebut memiliki kemiripan dari beberapa lokasi geografis yang berbeda (Grave 1999).

4.5 Deskripsi Ikan-ikan yang Tertangkap

Berdasarkan jenis ikan yang terkoleksi selama penelitian, dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu ikan asli dan ikan introduksi. Dalam penelitian diperoleh ikan asli Danau Lido sebanyak 3 jenis dan ikan introduksi sebanyak 5 jenis. Ikan asli yang berhasil tertangkap yaitu ikan hampal (H. macrolepidota), ikan sumatera (P. tetrazona), dan ikan betutu (O. marmorata). Adapun sistematika jenis-jenis ikan asli yang tertangkap di Danau Lido sebagai berikut : 1. Klasifikasi ikan hampal (Hampala macrolepidota) menurut Weber dan

Beaufort (1953) in Kottelat et al. (1993) adalah:

Filum : Chordata

Kelas : Pisces

Sub Kelas : Teleostei Ordo : Ostariophysii Sub Ordo : Cyprinoidea Famili : Cyprinidae Sub Famili : Cyprininae

Genus : Hampala

Spesies : Hampala macrolepidota

(37)

24 orang-orang Malaysia menyebutnya dengan nama ikan sebarau ( www.o-fish.com).

Gambar 6. Ikan Hampal (Hampala Macrolepidota). (koleksi pribadi)

Dilihat dari bentuk badannya, menandakan bahwa ikan hampal menyenangi habitat perairan yang berarus kuat, namun dari beberapa pengamatan ternyata ikan hampal juga mampu hidup di perairan tenang, seperti di Danau Lido, dan berdasarkan penelitian Sukimin (1990) in Jubaedah (2004), bahwa ikan hampal merupakan jenis ikan yang paling dominan di perairan Waduk Cirata. Hampal termasuk jenis ikan yang mempunyai penyebaran yang luas. Jenis ikan ini mempunyai daerah penyebaran atau distribusi di perairan tawar Indo-Australian Archipelago yaitu Sumatera, Jawa, Kalimantan, Malaysia, Thailand, dan Indochina (Kottelat et al. 1993).

Berdasarkan hasil penelitian Inger & Chin (1962) in Tjahjo (1993) menyatakan bahwa ikan hampal akan berlimpah jumlahnya di perairan yang jernih dengan tipe dasar berpasir, kerikil, atau berbatu. Hal ini disebabkan jenis ikan ini mencari makan dengan menggunakan indera penglihatannya. Disamping itu, ikan hampal yang masih kecil hidup di daerah dangkal dan ikan dewasanya di daerah perairan dalam. Ikan hampal termasuk jenis ikan yang whitefishes karena selalu aktif bermigrasi dan sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan (Jubaedah 2004).

(38)

25 mengatakan bahwa pada musim hujan induk ikan hampal akan beruaya ke hilir yaitu ke muara waduk atau daerah yang permukaan airnya lebih luas untuk memijah. Setelah memijah anak ikan hampal akan beruaya ke hulu, demikian pula dengan sebagian besar induknya.

2. Klasifikasi ikan sumatra (Puntius tetrazona) menurut Kottelat et al (1993):

Filum : Chordata

Kelas : Pisces

Sub Kelas : Teleostei Ordo : Ostariophysii Sub Ordo : Cyprinoidea Famili : Cyprinidae Sub Famili : Cyprininae Genus : Puntius

Spesies : Puntius tetrazona

Gambar 7. Ikan sumatera (Puntius tetrazona). (koleksi pribadi)

Ikan ini memiliki ciri-ciri badan berwarna kekuning-kuningan dengan 4 pita warna tegak termasuk satu yang melalui mata dan satu pada pangkal sirip ekor . Ikan hias ini berasal dari Kalimantan dan dapat ditemukan di Malaysia. (Kottelat

(39)

26 gerakannya. Akan tetapi, apabila gerombolannya cukup banyak mereka tidak akan peduli terhadap ikan lain (LIPI 1981).

Bentuk badan ikan ini memanjang dan pipih ke samping. Bagian sekitar mulut, sirip ekor dan hidung berwarna kemerahan (Lingga & Susanto 1999 in

Kurniawati 2005). Ikan betina dapat dibedakan dengan bentuk tubuh yang lebih penuh, warna merah yang lebih sedikit pada sirip ventral, juga di bagian hidung (Innes’s 1994). Kemudian pada ikan jantan, sirip dan hidung berwarna lebih merah dibandingkan ikan betina. Keadaan ini akan terlihat jelas pada saat ikan sumatera akan memijah (Mc Inerny & Gerard 1996).

Ikan sumatera, mudah dikembangbiakkan, telur dikeluarkan berserakan dan bersifat lengket, gerakannya lincah dan aktif berenang (Daelami 2001). Dalam Innes’s (1994) dikatakan bahwa ikan ini akan lebih baik bila dipelihara bersama ikan yang sejenis. Kelebihan lain ikan sumatera yaitu: indah, pendamai, mudah dipelihara, mudah berkembangbiak, dan sangat subur. Pemijahan ikan ini khas, dengan pengecualian bahwa mereka adalah pemakan telur yang giat. Ikan jantan memiliki kemungkinan yang besar untuk mengigit sirip anal betina sebelum memijah, bahkan sampai pada tingkat membunuh ikan betina. Ikan ini sering dijumpai pada sungai-sungai dangkal berarus sedang, yang jernih atau keruh. Ikan sumatera menyukai perairan dengan pH antara 6-8 dan kisaran temperatur air antara 20-26oC. Selain itu, ikan ini juga dapat dijumpai di daerah rawa, yang mengindikasikan bahwa ikan ini memiliki toleransi yang cukup tingggi terhadap perubahan kualitas air (www.wikipedia.com).

3. Klasifikasi ikan betutu (Oxyeleotris marmorata) berdasarkan Saanin (1984) dan Kottelat et al. (1993):

Filum : Chordata

Kelas : Pisces

Sub Kelas : Teleostei

Ordo : Gobioida

(40)

27 Spesies : Oxyeleotris marmorata

Menurut Saanin (1984), pada badan ikan betutu terdapat bercak-bercak dan tidak ada ocellus pada batang ekor. Ocellus merupakan pewarnaan dalam bentuk lingkaran atau gelang. Secara morfologi, ikan betutu mempunyai lima buah sirip yaitu, sirip punggung, sirip dada, sirip perut, sirip anal, dan sirip ekor dengan jumlah jari-jari pada siripnya yaitu, jari-jari keras pada sirip punggung berjumlah 7 buah dan jari-jari lemah berjumlah 9 buah, sedangkan jari-jari keras pada sirip anal berjumlah 1 buah dan jari-jari lemah berjumlah 8 buah (Kottelat et al. 1993).

Gambar 8. Ikan betutu (Oxyeleotris marmorata). (koleksi pribadi)

Betutu memiliki nama lokal yang sangat beragam, yaitu bloso, ikan malas, ikan bodoh (Jawa); bakut, betutuk, belutu, ikan hantu (Kalimantan); bakut, beluru, bekutut (Sumatera). Ikan ini memiliki sisik kecil-kecil dan teratur rapi. Sebagian besar tubuhnya diselimuti sisik ktenoid, sedangkan bagian kepala, tengkuk, dan dada ditutupi oleh sisik cycloid. Sisik kepala terdapat diatas moncong, pipi, dan tutup insang. Ukuran sisik pada tutup insang sedikit lebih besar dibandingkan sisik pada bagian lainnya (Komarudin 2000).

Tubuh ikan betutu berwarna kecoklatan sampai gelap dengan bercak-bercak hitam menyebar. Bagian atas tubuh labih gelap, sementara bagian bawahnya terang. Pada bagian bawah kepala terdapat tanda berwarna merah muda. Tubuh bagian belakang ditandai oleh tiga garis melintang tak beraturan berwarna merah. Pola warna ini sering digunakan untuk membedakan jenis kelamin. Tubuh ikan betina umumnya lebih gelap daripada jantan (Komarudin 2000).

(41)

28 betutu merupakan ikan demersal dan menyukai daerah bersubstrat lumpur, bersifat potadromus dan dapat hidup di perairan tawar seperti sungai, danau, waduk, maupun perairan payau seperti daerah rawa (Kottelat et al. 1993). Ikan betutu mampu beradaptasi terhadap kedalaman perairan yang cukup tinggi.

Sifat yang sangat menonjol dari ikan ini adalah pemalas. Tabiatnya memang malas bergerak, karena malasnya betutu bisa berjam-jam hanya berdiam diri di tempatnya tanpa bergeser sedikit pun. Jika ada yang menyentuh tubuhnya atau ada mangsa di dekatnya, barulah betutu akan bergerak cepat kemudian berhenti dengan tiba-tiba. Dengan tabiat seperti itu, untuk mencari makan pun betutu merasa enggan. Ia hanya menunggu dan manakala perutnya terasa lapar, barulah betutu akan memakan ikan-ikan kecil yang melintas di depannya. Betutu tampak lebih agresif dimalam hari. Ikan ini akan terlihat mengintip mangsanya bila malam menjelang. Demikian dalam hal berkembang biak, ikan ini seperti juga ikan-ikan lainnya lebih memilih waktu malam hari untuk mengadakan perkawinan (Komarudin 2000).

Jenis ikan introduksi yang berhasil tertangkap di Danau Lido dibedakan menjadi 2 jenis yaitu ikan hias dan ikan budidaya. Ikan hias introduksi yang tertangkap yaitu ikan maskoki (C. auratus). Kemudian ikan budidaya yang lepas ke perairan dan tertangkap yaitu ikan bawal air tawar (C. macropomum), ikan nila (O. niloticus), ikan mujair (O. mossambicus), dan ikan nila merah (Oreochromis

sp.).

Adapun deskripsi ikan introduksi yang tertangkap baik ikan hias maupun ikan budidaya sebagai berikut:

3. Klasifikasi ikan maskoki (Carassius auratus) menurut Kottelat et al. (1993) adalah:

Filum : Chordata

Kelas : Pisces

(42)

29 Genus : Carassius

Spesies : Carassius auratus

Maskoki (C. auratus) yang nama dagangnya goldfish berasal dari Cina. Ikan ini sudah digunakan sebagai ikan hias sejak abad ke-7 (Lesmana & Dermawan 2001). Pada umumnya, ikan maskoki memiliki 2 pasang sirip yaitu sirip dada dan sirip perut, dan memiliki sirip-sirip tunggal yaitu sirip anal, punggung dan sirip ekor. Ikan maskoki memiliki mata yang lebar dan penciuman yang tajam. Berat tubuh ikan maskoki dapat mencapai 3 kg dan panjangnya dapat mencapai 45 cm (Street 2002).

Gambar 9. Ikan maskoki (Carassius auratus). (koleksi pribadi)

Maskoki memiliki ratusan varietas sehingga keanekaragaman warna dan karakteristik fisiknya juga beragam. Habitat dari maskoki adalah pada kolom air di perairan tawar, dengan kondisi air yang tenang. Ikan ini hidup pada perairan dengan kisaran suhu yang luas hingga 30oC. Di alam, maskoki bersifat omnivor dan memakan tanaman air, serangga air seperti larva nyamuk, crustacea kecil, zooplankton, dan detritus (Street 2002).

(43)

30 Biasanya setelah bertelur, induk ikan maskoki tidak mau mengasuh anak-anaknya. Bahkan, jika sedang lapar, induk ikan maskoki akan memangsa anak-anaknya sendiri. Ikan ini hanya menyantap makanan yang ada di dasar perairan. Oleh karena itu, dasar kolam atau akuarium sebaiknya tidak berpasir, jika dasar kolam berpasir maskoki akan mengaduk-aduknya sehingga akan berantakan dan airnya menjadi keruh (Bachtiar 2002).

Maskoki hidup di perairan kecil yang banyak ditumbuhi tanaman, danau, dan di sepanjang dataran rendah Asia serta sungai-sungai di Eropa Timur. Ciri-ciri reproduksi ikan ini sangat khas yaitu, di Cina dan Siberia Timur banyak ditemukan ikan jantan dan betina, tetapi di beberapa negara di Eropa ikan jantan tidak ditemukan dan seluruh populasi terdiri dari ikan betina. Ikan maskoki, tumbuh lebih cepat bila dibandingkan dengan ikan Carassius carassius, dan maskoki mencapai dewasa pada umur 3-4 tahun dimana ukurannya mencapai 15-20 cm. Ketika muda, maskoki berwarna abu-abu atau hijau kecoklatan dan hanya beberapa bulan atau beberapa saat setelah dewasa pigmen oranye akan muncul. Banyak varietas dari ikan maskoki dipelihara sebagai ikan hias atau ikan budidaya. Distribusi asli ikan ini sangat sulit diperkirakan karena ikan ini banyak diintroduksi ke beberapa negara akhir-akhir ini (Muus & Preben 1999).

4. Kasifikasi ikan nila (Oreochromis nilotucus) menurut Trewavas (1983) dan Kottelat et al. (1993):

Filum : Chordata

Kelas : Osteichthyes Sub Kelas : Acanthoptherigii

Ordo : Percomorphi

Sub Ordo : Percoidea Famili : Cichilidae Sub Famili : Cichilinae Genus : Oreochromis

Spesies : Oreochromis niloticus

(44)

31 ini di introduksi ke Indonesia pada tahun 1969 dan merupakan ikan konsumsi (Kottelat et al. 1993). Dilihat dari jenis makanannya, ikan nila termasuk jenis ikan omnivora dimana pada habitat aslinya ikan ini memakan semua jenis makanan seperti fitoplankton, zooplankton, perifiton, tumbuhan air lunak, dan cacing (Haswandi 2003).

Gambar 10. Ikan nila (Oreochromis niloticus). (koleksi pribadi).

Nila memiliki lima buah sirip, yaitu sirip punggung, sirip dada, sirip perut, sirip anal dan sirip ekor. Sirip punggung memanjang mulai dari belakang tutup insang hingga pangkal ekor. Sirip dada sepasang, kecil, dan memanjang. Sirip perut juga sepasang, tetapi kecil dan pendek. Kemudian sirip anal agak panjang dan sirip ekor membulat (usniarie.blogspot.com).

Ikan nila dikenal sebagai ikan yang relatif tahan terhadap perubahan lingkungan hidup. Walaupun hidup di perairan tawar, kelompok ikan ini dapat bertahan hidup, tumbuh, juga bereproduksi pada rentang salinitas yang luas (euryhaline) dengan kadar salinitas 40 mg/ml (Lovell 1989 in Tyas 2009). Saat ini ikan nila hampir dapat ditemukan di setiap badan perairan, termasuk parit dan perairan tergenang, dimana ikan-ikan lainnya hanya sedikit yang bisa hidup di perairan tersebut (Bardach et al. 1972 in Tyas 2009).

(45)

32 sehingga ikan mujair banyak dibudidayakan di negara-negara lain sebagai ikan konsumsi (www.wikipedia.com).

Bagi orang awam akan sulit untuk membedakan antara ikan nila dengan ikan mujair mengingat kemiripannya. Ikan nila mempunyai garis nyata berwarna pada badan dan ekor serta sirip punggung dan sirip dubur. Ikan Nila jantan bisa dibedakan dari jenis betina berdasarkan sifat kelamin sekunder, yang mulai terbentuk setelah ikan berumur 28 hari. Ikan nila jantan mempunyai sisik berwarna merah gelap di bawah dagu dan perut, sedangkan jenis betina berwarna merah pucat di bagian sisik yang sama. Hidung dan rahang nila jantan melebar kebalikan dari nila betina yang lebih meruncing (suharjawanasuria.tripod.com). 5. Klasifikasi ikan mujair (Oreochromis mossambicus) menurut Kottelat et al.

(1993)

Filum : Chordata

Kelas : Pisces

Sub Kelas : Teleostei

Ordo : Perciformes

Famili : Cichlidae Sub Famili : Cichilinae Genus : Oreochromis

Spesies : Oreochromis mossambicus

Gambar11. Ikan mujair (Oreochromis mossambicus). (www.image.google.co.id)

(46)

33 beberapa bercak lebih dekat ke bagian punggung (Kottelat et al. 1993). Merupakan ikan konsumsi umum dengan harga daging yang murah dan berasal dari Afrika. Ikan ini di introduksi ke Indonesia dan hampir tersebar di seluruh perairan Sumatera, Jawa, Kalimantan, serta Sulawesi.

Menurut Webb et al. (2007) in Ersa (2008), ikan mujair mempunyai toleransi yang besar terhadap kadar salinitas, temperatur air yang tinggi, oksigen terlarut yang rendah, dan konsentrasi amonia yang tinggi dibandingkan dengan ikan air tawar lain yang umum untuk budidaya. Jenis ikan ini memiliki kecepatan pertumbuhan yang relatif lebih cepat, tetapi setelah dewasa percepatan pertumbuhannya akan menurun. Berat ikan dapat mencapai 120 sampai 200 gram dalam waktu empat bulan dengan sedikitnya 80% yang dapat bertahan hidup (EVIFRDC 1997).

Ikan mujair bersifat herbivora, tetapi ikan ini juga mengkonsumsi detritus, crustacea, bentos, dan berbagai bentuk makanan suplemen yang tersedia di air. Ikan ini tahan terhadap kerumunan dan resisten terhadap hama serta penyakit (EVIFRDC 1997). Menurut Sugiarti (1988) in Ersa (2008), ikan mujair dapat berkembang pesat di kolam, sawah, dan sungai air deras. Kolam dengan sistem pengairan yang mengalir sangat baik bagi pertumbuhan dan perkembangan fisik ikan mujair. Keasaman air (pH) yang baik untuk pertumbuhan ikan mujair berkisar antara 7-8, dengan suhu antara 20-25oC. Ikan mujair dapat tumbuh normal, jika lokasi pemeliharan berada di ketinggian antara 150-1000 m dpl.

(47)

34 jenis pakan di lingkungan sekitarnya, seperti plankton, sisa-sisa dedaunan, organisme bentos, serangga kecil di perairan, larva ikan lain dan sebagainya. Anak ikan mujair cenderung mengkonsumsi zooplankton. Namun pada fase remaja, ikan ini cenderung omnivor yang mengkonsumsi berbagai bahan organik di dasar perairan seperti sisa-sisa bahan organik yang terurai di dasar perairan dan dedaunan.

6. Klasifikasi ikan bawal air tawar (Colossoma macropomum) menurut Saanin (1984):

Filum : Chordata

Kelas : Pisces

Sub Kelas : Neopterigii Ordo : Cypriniformes Sub Ordo : Cyprnoidea Famili : Characidae Genus : Colossoma

Spesies : Colossoma macropomum

Gambar 12. Ikan bawal air tawar (Colossoma macropomum). (koleksi pribadi).

(48)

35 Ikan ini termasuk dalam golongan Brazilian spesies yang memiliki nama lain Tambaqui. Ikan bawal air tawar memiliki gigi yang tajam dan termasuk golongan ikan omnivor. Selain itu, ikan ini memiliki tapis insang yang panjang (long gill rackers) sehingga mampu secara efisien mengkonsumsi pakan alami yang tersedia di perairan (Webster & Lim 2002). Tubuh ikan bawal air tawar dari samping tampak membulat dengan perbandingan antara panjang dan tinggi 2:1. Bila dipotong secara vertikal, bawal memiliki bentuk tubuh pipih (compressed) dengan perbandingan antara tinggi dan lebar tubuh 4:1. Sisik ikan bawal air tawar berbentuk ctenoid, dimana setengah bagian sisik belakang menutupi sisik bagian depan. Warna tubuh bagian atas abu-abu gelap, sedangkan bagian bawah berwarna putih. Tubuh bagian ventral dan sekitar sirip dada ikan bawal air tawar berwarna merah. Warna merah ini akan memudar seiring dengan pertambahan umur dan perkembangan fisik. Warna ini merupakan ciri khusus bawal air tawar sehingga oleh orang Inggris dan Amerika disebut red bally pacu (Arie 2000).

Bawal air tawar memiliki 2 buah sirip punggung yang letaknya agak bergeser ke belakang. Sirip perut dan sirip anal terpisah, sedangkan sirip ekor berbentuk homocercal. Ikan bawal air tawar memiliki bibir bawah menonjol dan memiliki gigi-gigi besar serta tajam untuk memecah biji-bijian atau buah-buahan yang akan ditelan. Panjang usus berkisar 2 - 2,5 kali panjang badan. Selain itu, ikan bawal air tawar memiliki insang yang permukaan pernafasannya lebih luas daripada jenis ikan lain. Permukaan pernafasan yang luas ini memungkinkan ikan bawal air tawar mampu bertahan hidup pada perairan yang memiliki kandungan oksigen rendah (Arie 2000). Menurut Djarijah (2001), ikan bawal memiliki beberapa keistimewaan antara lain pertumbuhannya yang cukup cepat, nafsu makannya yang tinggi, dan memiliki ketahanan tubuh yang baik dalam lingkungan yang kurang baik. Kemudian, pada kondisi perairan dengan kandungan oksigen terlarut kurang dari 0,5 mgO2/liter ikan ini mampu bertahan

hingga beberapa jam.

7. Klasifikasi ikan nila merah menurut Linaeus (1758) inwww.fishbase.com:

Filum : Chordata

(49)

36

Ordo : Percomorphi

Sub Ordo : Percoidea Famili : Cichilidae Sub Famili : Cichilinae Genus : Oreochromis

Spesies : Oreochromis sp.

Ikan Nila merah diyakini merupakan hasil persilangan antara spesies berwarna merah Oreochromis mosambicus honorum berasal dari Singapura dengan spesies berwarna normal Oreochromis niloticus dari Jepang. Variasi warna ikan nila adalah kemerahan, kekuningan dan keputih-putihan (albino) (ternakikanmas.blogspot.com). Ditinjau dari indikator meristik dan morfometrik, ikan nila merah merupakan hibrida alam (hobiikan.blogspot.com).

Gambar 13. Nila merah (Oreochromis sp.). (koleksi pribadi).

Ikan ini pertama kali didatangkan ke Indonesia pada tahun 1981 oleh Balai Penelitian Perikanan Air Tawar (BPPAT) di Bogor. Ikan nila merah mencapai mencapai dewasa kelamin pada umur 5-6 bulan dengan berat badan mencapai 400-600 gram (suharjawanasuria.tripod.com). Nila merah termasuk ikan bersisik. Sisik ikan ini berjenis cycloid yang menutupi seluruh permukaan badan. Warna nila merah bermacam-macam, ada yang berwarna pink, albino, albino bercak merah, dan ada juga yang pink bercak hitam, tetapi semua warna itu berdasar merah (usniarie.blogspot.com).

Gambar

Gambar 3. Komposisi jenis ikan (jenis dan jumlah individu) yang terkoleksi dari
Gambar 7. Ikan sumatera ( Puntius tetrazona).  (koleksi pribadi)
Gambar 8. Ikan betutu (Oxyeleotris marmorata).  (koleksi pribadi)
Gambar 10. Ikan nila (Oreochromis niloticus).  (koleksi pribadi).
+7

Referensi

Dokumen terkait

Implikasi kebijakan yang dapat dihubungkan dengan temuan-temuan yang dihasilkan dalam penelitian ini adalah kinerja karyawan pada suatu organisasi merupakan

Biosurfaktan dapat dihasilkan dari asbuton melalui proses biologis dengan menggunakan mikroba indigen yang secara alami hidup pada asbuton itu sendiri. Ada tujuh

Analisis jalur ini memungkinkan dilakukannya analisis terhadap serangkaian hubungan secara simultan sehingga memberikan efisiensi secara statistik (Hair, et al; 1992:17).

Dan gambar 6 di atas menunjukkan bahwa dengan bertambahnya dosis asam phosphat maka semakin turun pula kandungan phosphat yang terikut dalam nira jernih, hal

Kombinasi yang baik untuk mempertahankan kualitas otak-otak selama masa simpan yaitu edible coating pati garut dengan penambahan bawang putih sebesar 15 %.. Edible coating

Kelebihan dari kriopreservasi secara umum adalah (1) bahan atau materi dapat disimpan dalam waktu tidak terbatas; (2) dapat dikoleksi setiap saat; (3) dapat

Bilamana dalam kegiatan upacara piodalan di pura Pamangku mendapat halangan kematian salah seorang anggota keluarganya, maka agar Pamangku tersebut tidak