ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN NILAI
EKONOMI LAHAN (
LAND RENT
) PADA LAHAN SAWAH
DI KECAMATAN CAMPAKA, KABUPATEN CIANJUR,
JAWA BARAT
AKHMAD FAISAL AMRI
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Analisis Perubahan Penggunaan Lahan dan Nilai Ekonomi Lahan (Land Rent) pada Lahan Sawah di Kecamatan Campaka, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Mei 2011
RINGKASAN
AKHMAD FAISAL AMRI. Analisis Perubahan Penggunaan Lahan dan Nilai Ekonomi Lahan (Land Rent) pada Lahan Sawah di Kecamatan Campaka, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Dibimbing Oleh NINDYANTORO
Kabupaten Cianjur merupakan salah satu kabupaten sentra produksi padi di Jawa Barat. Rata-rata produksi padi sawah per kecamatan di Kabupaten Cianjur dari tahun 2005 hingga 2009 mengalami peningkatan, termasuk di Kecamatan Campaka. Namun peningkatan produksi ini lebih dikarenakan peningkatan produktivitas, sedangkan luas lahan sawah di Kecamatan Campaka terus mengalami perubahan penggunaan lahan.
Penggunaan lahan di Kecamatan Campaka sebagian besar berupa lahan sawah irigasi dan sisanya lahan sawah tadah hujan. Namun penggunaan lahan sawah ini dari tahun ke tahun mengalami perubahan. Hal ini disebabkan konversi lahan baik penggunaan untuk kegiatan pertanian lainnya maupun penggunaan untuk sektor non pertanian Konversi lahan sawah untuk sektor non pertanian, terjadi karena kedua sektor ini dinilai memiliki manfaat ekonomi tinggi. Sedangkan lahan sawah dinilai memiliki manfaat ekonomiyangrendah.
Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk menganalisis perubahan penggunaan lahan sawah yang terjadi di Kecamatan Campaka. Selain itu mengestimasi nilai ekonomi lahan (land rent) pada dua tipologi penggunaan lahan sawah yang berbeda yakni lahan sawah irigasi dan lahan sawah tadah hujan. Kemudian menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi land rent pada kedua tipologi lahan sawah yang berbeda tersebut. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Februari hingga April 2011.
Data yang digunakan dalam menganalisis perubahan penggunaan lahan sawah berupa data sekunder dengan membandingkan luas penggunaan lahan pada tahun 2006 dengan 2010. Sedangkan dalam menganalisis land rent dan faktor-faktor yang mempengaruhinya digunakan data primer hasil wawancara kepada petani secara purposive sampling sebanyak 60 responden. Data primer diperoleh dengan mengambil kasus di Desa Sukajadi, Desa Girimukti dan Desa Susukan karena mewakili karakteristik penggunaan tipologi lahan sawah yang berbeda.
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa selama kurun waktu lima tahun terakhir yakni dari tahun 2006 hingga 2010 luas penggunaan lahan sawah di kecamatan Campaka mengalami penurunan sebesar 188,24 hektar. Selama kurun waktu tersebut persentase laju degradasi lahan sawah adalah sekitar 11,62 persen atau sekitar 2,32 persen per tahun. Laju konversi ini semakin meningkat seiring dengan bertambahnya penduduk.
ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN NILAI
EKONOMI LAHAN (
LAND RENT
) PADA LAHAN SAWAH
DI KECAMATAN CAMPAKA, KABUPATEN CIANJUR,
JAWA BARAT
AKHMAD FAISAL AMRI H44062114
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Judul Skripsi : Analisis Perubahan Penggunaan Lahan dan Nilai Ekonomi Lahan
...(Land Rent) pada Lahan Sawah di Kecamatan Campaka,
...Kabupaten Cianjur, Jawa Barat Nama : .Akhmad Faisal Amri
NIM : .H44062114
Disetujui
Ir. Nindyantoro, MSP Pembimbing
Diketahui
Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT Ketua Departemen
UCAPAN TERIMA KASIH
Segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, petunjuk dan hidayahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam tak lupa penulis curahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat serta pengikutnya yang setia hingga akhir zaman. Dan semoga kita termasuk pengikut beliau yang mendapatkan syafaatnya di
yaumul akhir.
Penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, sehingga dalam kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang tulus dan sebesar-besarnya kepada :
1. Kedua orangtua penulis yaitu Bachtiar dan Euis Suhaeni, serta kakak-kakak (Khairul Ikhsan, S.T., Fajar Fadillah, Husna Meisarah dan Ahmad Rafli Anhar) yang senantiasa selalu mengingatkan dan memberikan dukungan baik material maupun spiritual yang tulus dan ikhlas.
2. Ir. Nindyantoro, MSP, sebagai dosen pembimbing skripsi yang dengan sabar memberikan bimbingan dan nasehat serta meluangkan waktunya kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
3. Adi Hadianto, S.P., M.Si, sebagai dosen penguji utama dan Novindra, S.P., sebagai dosen penguji wakil departemen atas kritik dan saran yang membangun dalam proses penyelesaian skripsi ini.
4. Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, MS sebagai dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan dan nasehat selama penulis menjalani masa perkuliahan di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan. 5. Bapak Aris Haryanto, AP. Msi, (Camat Campaka), Bapak Wawan
Ridwanudin (Kepala Desa Sukajadi), Bapak Daman (Kepala Desa Girimukti), dan Bapak Taryana (Kepala Desa Susukan) yang telah memberikan izin kepada penulis dalam melakukan penelitian di wilayahnya. 6. Segenap perangkat Desa Sukajadi, Desa Girimukti, Desa Susukan, KCD
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala
rahmat, petunjuk dan hidayahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
yang berjudul “ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN
NILAI EKONOMI LAHAN (LAND RENT) PADA LAHAN SAWAH DI
KECAMATAN CAMPAKA, KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT”.
Skripsi ini merupakan suatu karya ilmiah sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan
Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Dalam penelitian ini penulis berupaya menganalisis perubahan
penggunaan lahan sawah yang terjadi di Kecamatan Campaka. Selain itu penulis
juga mengestimasi nilai ekonomi lahan (land rent) pada dua tipologi penggunaan lahan sawah yaitu sawah irigasi dan sawah tadah hujan dengan mengambil kasus
di Desa Sukajadi, Desa Girimukti dan Desa Susukan, Kecamatan Campaka.
Kemudian dilakukan analisis faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi nilai
ekonomi lahan (land rent) pada kedua tipologi lahan tersebut.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak
terdapat kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari berbagai pihak. Sehingga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca dan dapat dijadikan sebagai bahan referensi. Semoga Allah SWT selalu
memberikan petunjukNya kepada kita semua. Amin.
Bogor, Mei 2011
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
I. PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 8
1.3 Tujuan Penelitian ... 10
1.4 Manfaat Penelitian ... 11
1.5 Batasan Penelitian ... 11
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 12
2.1 Usahatani Padi ... 12
2.2 Lahan ... 13
2.3 Penggunaan Lahan (Land Use) ... 13
2.4 Alih Fungsi Lahan (Konversi Lahan) ... 14
2.5 Lahan Sawah ... 15
2.6 Nilai Ekonomi Lahan (Land Rent) ... 16
2.7 Penelitian Terdahulu ... 17
III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 20
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ... 20
.3.1.1 Teori Ricardo (Ricardian Rent) ... 20
3.1.2 Teori Von Thunen (Locational rent) ... 21
.3.1.3 Analisis Regresi Linear Berganda ... 22
3.2 Kerangka Pemikiran Operasional ... 24
IV. METODE PENELITIAN ... 28
4.1 Lokasi dan Waktu ... 28
4.2 Jenis dan Sumber Data ... 28
4.3 Penentuan Jumlah Responden/Sampel ... 29
4.4 Pengumpulan Data ... 30
4.5.1 Analisis Perubahan Penggunaan Lahan Sawah ... 31
4.5.2 Analisis Land Rent ... 32
4.5.3 Analisis Regresi Linear Berganda Terhadap Land Rent ... 34
6.5.6 Faktor Jarak Lahan ke Jalan Desa (X6)... 75
VII. SIMPULAN DAN SARAN... 76
7.1 Simpulan... 76
7.2 Saran... 77
DAFTAR PUSTAKA ... 79
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1 Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Padi Nasional (2000-2010)... 3 2 Jenis dan Sumber Data serta Metode Analisis yang Digunakan... 29 3 Variabel Bebas (X) dan Variabel Tak Bebas (Y) yang Digunakan
.Dalam Model...
24
34 4 Banyaknya Dusun, RW, RT, Luas Wilayah dan Ketinggian Dari
Permukaan Air Laut Tiap Desa di Kecamatan Campaka ...
24
43 5 Jarak (Orbitasi) dari Tiap Desa ke Ibu Kota Kecamatan, Ibu Kota
Kabupaten, dan Ibu Kota Provinsi ... 44 6 Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin, Banyaknya Rumah Tangga
dan Kepadatannya Tiap Desa Tahun 2010... 45 7 Angka Kelahiran, Kematian dan Migrasi Penduduk Tiap Desa Tahun
2009 ... 46 8 Banyaknya Fasilitas Perekonomian Menurut Jenis Usaha di Tiap ..Desa
Tahun 2009 ... 48 9 Luas Wilayah Menurut Penggunaannya Tiap Desa Tahun 2009... 49 10 Data Kelembagaan Petani Tahun 2009 ... 50 11 Perubahan Luas Lahan Sawah di Kecamatan Campaka Pada .Tahun
2006-2010 ... 57 12 Perbandingan Land Rent pada Lahan Sawah Irigasi dan Lahan Sawah
Tadah Hujan ... 60 13 Hasil Perbandingan Analisis Regresi Linear Berganda Land Rent
Sawah Irigasi dan Land Rent Sawah Tadah Hujan ... 62 14 Nilai Koefesien Regresi, Koefesien Baku, dan Elastisitas Pada
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1 Laju Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Cianjur per Kecamatan dari Tahun 2000-2010 ...
6 2 Rata - rata Produksi Padi Sawah per Kecamatan di Kabupaten Cianjur
dalam GKG dari Tahun 2005-2009 ...
7 3 Perubahan Penggunaan Lahan SawahTiap Desa di Kecamatan Campaka
Tahun 2006-2010 ... 9
4 Perbedaan Land Rent Karena Perbedaan Tingkat Kesuburan Lahan ... 20
5 Pengaruh Jarak terhadap Biaya Transportasi dan Land Rent ... 22
6 Alur Kerangka Pemikiran ... 27
7 Sebaran Penduduk Angkatan Kerja Menurut Jenis Pekerjaan ... 47
8 (a) Karakteristik Tingkat Usia dan (b) Pengalaman Bertani ... 51
9 Karakteristik Tingkat Pendidikan Responden ... 52
10 Persentase Luas Lahan yang Diusahakan ... 53
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1 Kuesioner Penelitian Untuk Responden ... 83
2 Laporan Penggunaan Lahan ... 87
3 Peta Penggunaan Lahan Kabupaten Cianjur ... 88
4 Data Responden Petani Sawah Irigasi ... 89
5 Data Responden Petani Sawah Tadah Hujan ... 90
6 Hasil Uji Pearson Correlation pada Model Regresi Land Rent Sawah Irigasi... 91
7 Hasil Uji Pearson Correlation pada Model Regresi Land Rent Sawah Tadah Hujan ... 91
8 Hasil Estimasi Model Regresi Land Rent Sawah Irigasi Menggunakan SPSS 16.0 ... 92
9 Hasil Estimasi Model Regresi Land Rent Sawah Irigasi Menggunakan Minitab 14 ... 95
10 Hasil Regresi Nilai Absolut Residual [RESI1] Terhadap Variabel Bebas pada Model Land Rent Sawah Irigasi(Uji Glesjer) ... 96 13 Hasil Regresi Nilai Absolut Residual [RESI1] dengan Variabel Bebas pada Model Land Rent Sawah Tadah Hujan(Uji Glesjer) ... 101 14 Hasil Pengujian Hipotesis dan Selang Kepercayaan bagi Nilai Tengah Dua Populasi ……….. ……….. 102
15 Dokumentasi Lokasi Penelitian ... 103
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar BelakangIndonesia merupakan negara yang memiliki potensi besar pada sektor
pertanian, hal ini dapat dilihat dari kekayaan alam yang dimiliki seperti kondisi
geografis, iklim dan cuaca yang mendukung untuk berbagai macam tanaman serta
ketersediaan lahan yang luas dan subur. Indonesia juga dikenal sebagai negara
agraris, dimana sektor pertanian merupakan motor penggerak pertumbuhan
ekonomi, karena sebagian besar penduduk Indonesia tinggal di pedesaan dan
melakukan kegiatannya di sektor pertanian. Sehingga peran sektor pertanian
menjadi sangat penting dan perlu untuk terus dikembangkan.
Pengembangan sektor pertanian, pada umumnya lebih menekankan pada
peningkatan output (produksi) dan maksimalisasi produktivitas dari faktor-faktor
produksi utama, seperti tanah, tenaga kerja, modal dan manajemen atau
pengelolaan (skill). Menurut Daniel (2004), terutama untuk faktor produksi tanah, terdiri dari beberapa faktor alam lainnya seperti air, udara, temperatur, sinar
matahari dan lainnya. Semuanya secara bersama menentukan jenis tanaman yang
dapat diusahakan atau sebaliknya, dalam hal ini yang dibahas adalah jenis
tanaman padi. Dalam usahatani padi, selain mutlak memerlukan faktor produksi
juga memerlukan sarana produksi seperti lahan sawah, karena lahan sawah ini
merupakan bagian dari faktor produksi tanah sehingga lahan sawah juga memiliki
peran penting dalam proses produksi dimana peningkatan luas lahan atau luas
panen sangat mempengaruhi hasil panen yang diperoleh. Hal tersebut tentunya
harus didukung dengan penerapan teknologi yang efektif dan efisien untuk
Salah satu bentuk teknologi yang diterapkan oleh petani yaitu dengan
menggunakan sistem pengairan. Pada umumnya usahatani padi di Indonesia
menggunakan dua macam pengairan, yaitu lahan sawah irigasi (teknis, setengah
teknis, sederhana dan desa/non PU) dan lahan sawah non irigasi (tadah hujan,
pasang surut, lebak, polder dan sawah lainnya). Produksi usahatani padi tidak
hanya dapat dihasilkan dari lahan sawah tetapi juga dapat dihasilkan dari lahan
non sawah seperti (kebun, ladang, pekarangan, dan lainnya). Sehingga
peningkatan luas lahan sawah maupun lahan non sawah tentunya berpengaruh
terhadap peningkatan luas panen, produksi dan produktivitas padi.
Data BPS tentang luas panen, produksi dan produktivitas padi nasional
untuk periode 2000-2010 (Tabel 1), menunjukkan bahwa luas panen dalam hektar
secara umum mengalami peningkatan dari 11.793.475 hektar menjadi 13.244.184
hektar, walaupun sempat terjadi fluktuasi pada tahun 2001 sampai dengan 2006
namun setelah itu terus mengalami peningkatan. Tidak berbeda dengan jumlah
produksi padi (Gabah Kering Giling atau GKG) dalam ton yang secara umum
mengalami peningkatan dari 51.898.852 ton menjadi 64.398.890 ton, sedangkan
produktivitas dalam ton per hektar lahan panen rata-rata per tahun meningkat dari
4,40 hingga 4,99. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan jumlah produksi lebih
dipengaruhi oleh peningkatan produktivitas dari suatu usahatani, karena jumlah
produksi relatif terus meningkat walaupun terjadi penurunan luas panen, sebagai
contoh pada tahun 2005 sampai 2006 yang menunjukkan bahwa luas panen
mengalami penurunan, akan tetapi jumlah produksi pada tahun tersebut justru
Tabel 1. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Padi Nasional (2000-2010)
Tahun Luas Panen
(hektar) Produksi (ton)
Produktivitas (ton/hektar)
2000 11.793.475 51.898.852 4,40
2001 11.499.997 50.460.782 4,39
2002 11.521.166 51.489.694 4,47
2003 11.488.034 52.137.604 4,54
2004 11.922.974 54.088.468 4,54
2005 11.839.060 54.151.097 4,57
2006 11.786.430 54.454.937 4,62
2007 12.147.637 57.157.435 4,71
2008 12.327.425 60.325.925 4,89
2009 12.883.576 64.398.890 4,99
2010* 13.244.184 66.411.469 5,01
Ket. : * angka sementara
Sumber : BPS Tahun 2010 (diolah)
Pada kondisi dimana produktivitas usahatani padi semakin sulit
ditingkatkan, peningkatan luas panen merupakan upaya yang harus dilakukan
untuk meningkatkan produksi padi nasional (Irawan, 2005). Namun dalam upaya
peningkatan luas panen terbentur dengan masalah ketersediaan lahan yang
terbatas. Di lain pihak kebutuhan atau permintaan (demand) terhadap beras dan sumberdaya lahan yang terus meningkat seiring meningkatnya jumlah penduduk.
Walaupun terjadi peningkatan luas panen, namun hal ini terjadi di luar pulau Jawa
dengan pencetakan sawah baru, sedangkan di pulau Jawa yang justru memiliki
lahan yang subur mengalami penurunan luas panen akibat terjadinya alih fungsi
lahan atau konversi lahan.
Oleh karena itu, perencanaan penggunaan lahan menjadi sangat diperlukan
untuk mengoptimalkan penggunaan lahan (land use) tersebut. Menurut Dewi (2006), perencanaan penggunaan lahan pertanian merupakan bagian dari
perencanaan pembangunan nasional. Dalam perencanaan penggunaan lahan perlu
dipertimbangkan berbagai faktor seperti sifat fisik lingkungan dan sosial ekonomi.
lahan. Sedangkan sosial ekonomi dapat dilihat dari nilai ekonomi lahan (land rent) yang diperoleh dari kegiatan usahatani, dalam hal ini usahatani padi.
Dalam Undang-Undang No. 26/2007 tentang penataan ruang disebutkan
bahwa perencanaan penggunaan lahan merupakan bagian dari perencanaan tata
ruang, karena lahan merupakan bagian dari ruang yang berupa daratan.1
Penyelenggara penataan ruang pada tingkat provinsi wewenang berada pada
Gubernur dan untuk tingkat kabupaten/kota wewenang berada pada
Bupati/Walikota. Pada tingkat kabupaten/kota disebut dengan istilah Rencana
Umum Tata Ruang Wilayah (RTRW), untuk wilayah Kabupaten Cianjur sendiri
penataan ruang lebih difungsikan sebagai daerah pengembangan kegiatan
pertanian khususnya bidang tanaman pangan.
Kabupaten Cianjur sebagai daerah agraris yang pembangunannya
bertumpu pada sektor pertanian dan merupakan salah satu daerah swasembada
padi nasional, dengan memiliki areal seluas 350.148 hektar dari 32 kecamatan,
Selain itu sektor pertanian juga merupakan penyumbang terbesar terhadap PDRB
(Produk Domestik Regional Bruto) dengan kontribusi sebesar 42,80 persen.
Produksi padi per tahun sekitar 625.000 ton GKG dan dari jumlah sebesar itu
telah dikurangi dengan kebutuhan konsumsi lokal dan benih, masih memperoleh
surplus padi sekitar 40 persen.2
Realisasi produksi padi Kabupaten Cianjur hingga Juni 2010 sudah lebih
dari 75 persen. Dari target produksi tahun 2010 sebesar 761.187 ton, realisasi
produksi sudah mencapai angka 627.980 ton.3 Hal ini dapat dicapai karena
1
http://www.penataanruang.net/taru/upload/running_text/UU_No26_2007_Tentang_Penataan_Ruangpdf. diakses pada tanggal 15 September 2010.
2
berbagai upaya telah dilakukan pemerintah kabupaten Cianjur bersamaan dengan
gerakan tanam padi, di antaranya bantuan stimulan dengan memberikan benih
berlabel kualitas bagus kepada petani, sehingga mampu meningkatkan produksi
(Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Cianjur, 2010).
Namun peningkatan produksi padi tersebut terjadi karena peningkatan
produktivitas, sedangkan luas areal sawah secara keseluruhan mengalami
penurunan akibat terjadinya konversi lahan.
Konversi lahan ini dapat berupa perubahan penggunaan lahan sawah
menjadi bentuk penggunaan lahan untuk komoditas pertanian lainnya maupun
penggunaan lahan untuk non pertanian, seperti pemukiman dan industri yang
dipandang memiliki manfaat ekonomi tinggi. Khusus konversi lahan menjadi
pemukiman dapat dikatakan sulit dicegah dengan semakin meningkatnya jumlah
penduduk. Laju konversi lahan sawah di Kabupaten Cianjur sendiri mengalami
peningkatan dan berbanding lurus dengan laju pertumbuhan penduduk.
Berdasarkan hasil pencacahan sensus penduduk 2010, jumlah penduduk
kabupaten Cianjur sementara adalah 2.168.514 orang, yang terdiri 1.120.550
laki-laki dan 1.047.964 perempuan. Dengan luas wilayah sekitar 3.501,48 kilo meter
persegi, maka rata-rata tingkat kepadatan penduduk mencapai 127 orang per kilo
meter persegi. Laju pertumbuhan penduduk kabupaten Cianjur per tahun selama
10 tahun terakhir yakni sebesar 1,09 persen. Kecamatan Cilaku merupakan
kecamatan dengan laju pertumbuhan tertinggi sebesar 1,75 persen, sedangkan
Kecamatan Leles merupakan kecamatan dengan laju pertumbuhan terendah yakni
menurun 0,22 persen. Kecamatan Campaka sendiri memiliki laju pertumbuhan
-0.5
Sumber : BPS Kabupaten Cianjur 2010
Gambar 1. Laju Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Cianjur per Kecamatan dari Tahun 2000-2010
Dengan laju pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi tersebut dan
mengalami pertumbuhan ekonomi yang pesat dengan titik berat pada sektor
pertanian dan pariwisata. Terutama untuk daerah pengembangan Kabupaten
Cianjur Bagian Tengah atau Wilayah Pengembangan Tengah (WPT) dengan pusat
utama Kota Sukanagara, yang meliputi Kecamatan Campaka, Takokak,
Kadupandak, Sukanagara, Tanggeung dan Pagelaran. Berdasarkan pola dasar
pembangunan di Kabupaten Cianjur, secara keseluruhan daerah WPT termasuk
kecamatan Campaka merupakan jangkauan kota jenjang V yang berfungsi
sebagai pusat produksi dan kegiatan pemukiman dalam lingkup pelayanan lokal.4
Sehingga dalam perencanaan pengembangan wilayah lebih difokuskan dalam
peningkatan produksi pertanian khususnya tanaman padi, sedangkan kegiatan
pemukiman hanya untuk kepentingan lokal atau tidak dalam skala yang besar.
4
Peningkatan produksi padi di kabupaten Cianjur terjadi hampir di seluruh
wilayah, termasuk di kecamatan Campaka. Berdasarkan data Dinas Pertanian
Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Cianjur tahun 2010 (Gambar 2),
menunjukkan bahwa rata-rata produksi padi khususnya padi sawah per kecamatan
di Kabupaten Cianjur dari tahun 2005 hingga 2009 secara umum mengalami
peningkatan yakni dari angka 21.607 ton GKG meningkat menjadi 23.780 ton
GKG. Sedangkan peningkatan produksi padi sawah di Kecamatan Campaka
masih berada di bawah angka rata-rata produksi padi per kecamatan di Kabupaten
Cianjur, yakni hanya mengalami peningkatan dari sebesar 13.220 ton GKG
meningkat menjadi 16.517 ton GKG, hal ini dikarenakan wilayah kecamatan
Campaka yang merupakan daerah dataran tinggi dengan ketinggian topografi
rata-rata di atas 500 mdpl (meter dari permukaan laut) sehingga penggunaan lahan
secara keseluruhan lebih dominan kepada penggunaan non sawah.
23780
2005 2006 2007 2008 2009
Tahun
Produksi Rata-rata Kab. Cianjur Produksi Kec. Campaka
Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kab. Cianjur Tahun 2010 (diolah)
Berdasarkan hal tersebut, maka dalam penelitian ini penulis mencoba
melakukan analisis mengenai perubahan penggunaan lahan sawah. Selain itu juga
menghitung nilai ekonomi lahan (land rent) berdasarkan tipologi penggunaan lahan sawah yang berbeda yakni lahan sawah irigasi dan lahan sawah tadah hujan.
Kemudian menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi nilai ekonomi lahan
(land rent) pada kedua tipologi lahan sawah tersebut di Kecamatan Campaka, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.
1.2 Perumusan Masalah
Lahan adalah konsep yang dinamis, dimana penggunaan lahan (land use) terjadi sebagai akibat dari tekanan yang dialami lahan secara terus menerus.
Perubahan penggunaan lahan bukanlah semata-mata fenomena fisik berkurangnya
luas lahan tertentu dan meningkatnya penggunaan lahan yang lain, melainkan
mempunyai kaitan yang erat dengan perubahan orientasi ekonomi, sosial, budaya
dan politik masyarakat. Dari segi pendekatan ekonomi, akan menentukan sikap,
tingkah laku dan pengambilan keputusan seseorang dalam penggunaan sumber
daya lahan. Pada kondisi ini persaingan dan pergeseran penggunaan lahan akan
sesuai dengan kaidah nilai ekonomi lahan (land rent) yang dapat diberikan oleh tiap-tiap penggunaan lahan (Wafda, 2004).
Perencanaan penggunaan lahan itu sendiri merupakan bagian dari
perencanaan tata ruang. Dalam Rencana Umum Tata Ruang Wilayah (RTRW)
Kabupaten Cianjur sebagian besar wilayah difungsikan untuk sektor pertanian,
khususnya bidang tanaman pangan. Sejalan dengan fokus program pembangunan
pengembangan agribisnis, terutama usahatani padi.5 Pengembangan usahatani
padi tidak terkecuali meliputi wilayah Kecamatan Campaka yang merupakan
salah satu wilayah dengan luas lahan sawah yang cukup luas.
Luas lahan sawah di Kecamatan Campaka sebagian besar adalah lahan
sawah irigasi dan sisanya lahan sawah tadah hujan. Namun penggunaan lahan
sawah ini dari tahun ke tahun mengalami perubahan. Pada tahun 2006, luas lahan
sawah di kecamatan Campaka berjumlah 1.620,24 hektar dengan perbandingan
luas lahan sawah irigasi dan sawah tadah hujan adalah 1.016,51 hektar dan 603,73
hektar. Sedangkan pada tahun 2010 luas lahan sawah adalah sebesar 1432 hektar
dengan perbandingan luas lahan sawah irigasi dan sawah tadah hujan adalah 1.172
hektar dan 260 hektar.
390
Lahan Sawah Irigasi 2006 Lahan Sawah Irigasi 2010 Lahan Sawah Tadah Hujan 2006 Lahan Sawah Tadah Hujan 2010 Total Lahan Sawah 2006 Total Luas Lahan Sawah 2010
Sumber : Data Umum Kec. Campaka dan Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kab.
.Cianjur Tahun 2010 (diolah)
Gambar.3..Perubahan Penggunaan Lahan Sawah Tiap Desa di Kecamatan Campaka Tahun 2006-2010
5
Perubahan penggunaan lahan sawah dapat disebabkan karena konversi
lahan baik penggunaan untuk kegiatan pertanian lainnya maupun penggunaan
untuk sektor non pertanian. Konversi lahan sawah untuk non pertanian, seperti
pemukiman dan industri terjadi karena kedua sektor ini dinilai memiliki manfaat
ekonomi tinggi. Sedangkan lahan sawah dinilai memiliki manfaat atau nilai
ekonomi lahan (land rent) yang rendah. Berdasarkan latar belakang dan penjelasan sebelumnya, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan yang
dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana perubahan penggunaan lahan sawah yang terjadi di Kecamatan
Campaka?
2. Berapakah nilai ekonomi lahan (land rent) pada dua tipologi penggunaan lahan sawah yang berbeda di Kecamatan Campaka?
3. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi nilai ekonomi lahan (land rent) pada kedua tipologi lahan sawah tersebut di Kecamatan Campaka?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian yang
dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Menganalisis perubahan penggunaan lahan sawah yang terjadi di Kecamatan
Campaka.
2. Mengestimasi nilai ekonomi lahan (land rent) pada dua tipologi penggunaan lahan sawah yang berbeda di Kecamatan Campaka.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam berbagai hal,
antara lain bagi :
1. Akademisi dan peneliti, penelitian ini diharapkan menjadi pelengkap khasanah
keilmuan ekonomi sumberdaya dan lingkungan, terutama dalam konteks
ekonomi sumberdaya lahan.
2. Pemerintah daerah, sebagai bahan masukan dalam perencanaan penggunaan
lahan dan juga sebagai masukan dalam penerapan kebijakan pertanian
khususnya bidang tanaman pangan seperti padi.
3. Masyarakat setempat terutama bagi petani, penelitian ini diharapkan dapat
menjadi bahan masukan dalam mengelola usahatani padi agar lebih optimal.
1.5 Batasan Penelitian
Penelitian ini memiliki beberapa batasan dalam hal ruang lingkup yang
dibahas atau dianalisis, yaitu seperti hal-hal sebagai berikut :
1. Sumberdaya lahan yang menjadi objek penelitian adalah lahan sawah terutama
pada dua tipologi lahan sawah yaitu lahan sawah irigasi (dalam hal ini sawah
irigasi setengah teknis dan pedesaan) dan lahan sawah tadah hujan.
2. Perubahan penggunaan lahan dilhat dari besaran alih fungsi lahan atau
konversi lahan sawah yang terjadi dengan membandingkan luasan lahan
sawah saat ini dengan tahun-tahun sebelumnya dan besaran dampak yang
ditimbulkannya.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Usahatani Padi
Usahatani adalah kegiatan mengorganisasi atau mengelola aset dan cara
dalam pertanian. Kegiatan tersebut mengorganisasi sarana produksi pertanian dan
teknologi dalam suatu usaha yang menyangkut bidang pertanian. Usahatani lebih
diartikan untuk kegiatan usaha di bidang pertanian berskala kecil, seperti
usahatani padi (Daniel, 2004). Sehingga dapat dikatakan bahwa usahatani padi
merupakan suatu bentuk usaha dalam memproduksi padi, dimana dibutuhkan
suatu input (benih, pupuk, pestisida, dan lain-lain) untuk menghasilkan output
berupa padi atau biasanya digunakan istilah Gabah Kering Giling (GKG) atau
juga Gabah Kering Panen (GKP). Untuk memperoleh input atau faktor produksi
tersebut dibutuhkan suatu korbanan yang biasa disebut dengan biaya.
Menurut Soekartawi et al. (1986), menyebutkan bahwa biaya atau pengeluaran usahatani adalah semua nilai input yang habis dipakai atau
dikeluarkan dalam produksi, tetapi tidak termasuk tenaga kerja keluarga petani.
Terdapat dua macam biaya usahatani, yaitu biaya investasi dan biaya produksi.
Biaya investasi adalah biaya yang dikeluarkan untuk investasi usaha, seperti
pembelian peralatan produksi. Biaya produksi dibedakan atas biaya tetap dan
biaya variabel. Biaya tetap adalah pengeluaran yang tidak tergantung pada
besarnya produksi. Sedangkan biaya variabel adalah pengeluaran untuk produksi
2.2 Lahan
Menurut Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007), lahan adalah ruang
daratan meliputi permukaan bumi yang dalam penggunaannya termasuk tubuh
bumi dan air serta ruang yang ada di atasnya. Bersama dengan sumber daya fisik
wilayah yang lain seperti iklim, topografi, geologi dan lain-lain, sifat lahan sangat
menentukan potensinya untuk berbagai jenis penggunaan.
Suparmoko dalam Pambudi (2008), menjelaskan bahwa lahan juga
merupakan faktor produksi yang sangat menentukan bagi proses pembangunan
ekonomi suatu negara. Negara yang memiliki lahan yang subur sangatlah
mungkin memiliki tingkat produktivitas pertanian yang tinggi pada tahap awal
dari pertumbuhan ekonomi. Peningkatan produktivitas pertanian akan sangat
mempengaruhi perkembangan sektor-sektor lain seperti sektor industri dan jasa
pada tahap perkembangan ekonomi lebih lanjut.
2.3 Penggunaan Lahan (Land Use)
Penggunaan lahan (land use) adalah wujud kegiatan atau usaha memanfaatkan lahan untuk memenuhi kebutuhan tertentu. Penggunaan lahan
dapat dibedakan menjadi penggunaan lahan pedesaan (rural land use) yang menitikberatkan pada produksi pertanian dan penggunaan lahan perkotaan (urban land use) yang menitikberatkan pada tujuan untuk pemukiman. Sasaran penggunaan lahan untuk pedesaan menurut Badan Pertanahan Nasional dalam
Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007) adalah agar lahan dapat digunakan secara
lestari, optimal, serasi dan seimbang.
Untuk aktivitas pertanian, penggunaan lahan tergantung pada kelas
merupakan penghambat bagi penggunaannya. Hal tersebut seperti tekstur tanah,
lereng permukaan tanah, kemampuan menahan air dan tingkat erosi yang telah
terjadi (Suparmoko dalam Pambudi, 2008).
2.4 Alih Fungsi Lahan (Konversi Lahan)
Utomo, et al (1992), mendefinisikan alih fungsi lahan atau lazimnya disebut sebagai konversi lahan adalah perubahan fungsi sebagian atau seluruh
kawasan lahan dari fungsinya semula menjadi fungsi lain yang membawa dampak
negatif terhadap lingkungan dan potensi lahan tersebut. Konversi lahan
disebabkan oleh faktor-faktor yang secara garis besar meliputi keperluan untuk
memenuhi kebutuhan penduduk yang semakin bertambah jumlahnya dan
meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih baik. Konversi lahan
pada umumnya dipengaruhi oleh transformasi struktur ekonomi yang semula
bertumpu pada sektor pertanian beralih ke sektor ekonomi yang lebih bersifat
industrial.
Proses transformasi ekonomi tersebut selanjutnya mendorong terjadinya
migrasi penduduk ke daerah-daerah pusat kegiatan bisnis sehingga lahan pertanian
yang lokasinya mendekati pusat kegiatan bisnis dikonversi untuk pembangunan
perumahan. Secara umum, pergeseran atau transformasi struktur ekonomi
merupakan ciri dari suatu daerah atau negara yang sedang berkembang.
Berdasarkan hal tersebut maka konversi lahan pertanian dapat dikatakan sebagai
suatu fenomena pembangunan yang pasti terjadi selama proses pembangunan
masih berlangsung. Begitu pula selama jumlah penduduk terus mengalami
peningkatan dan tekanan penduduk terhadap lahan terus meningkat maka konversi
Pada tingkat mikro, proses konversi lahan pertanian terutama lahan sawah
dapat dilakukan oleh petani sendiri atau dilakukan oleh pihak lain. Secara umum
konversi lahan yang dilakukan oleh pihak lain memiliki dampak yang lebih besar
terhadap penurunan kapasitas produksi pangan karena proses konversi lahan
sawah tersebut biasanya mencakup hamparan lahan sawah yang cukup luas,
terutama ditujukan untuk pembangunan kawasan perumahan atau pemukiman
(Irawan dan Friyatno, 2002). Namun penurunan produksi pangan akibat konversi
yang ditujukan untuk kegiatan non pertanian ini bersifat permanen, karena sekali
lahan sawah berubah fungsi maka tidak dapat menjadi sawah kembali. Selain
berdampak terhadap penurunan kapasitas produksi pangan, konversi lahan sawah
juga berdampak terhadap penurunan pendapatan pertanian dan meningkatkan
kemiskinan serta pemubadziran investasi.
2.5 Lahan Sawah
Lahan sawah adalah lahan pertanian yang berpetak-petak dan dibatasi oleh
pematang (galengan), saluran untuk menahan atau menyalurkan air, yang biasanya
ditanami padi sawah tanpa memperhatikan dari mana diperolehnya atau status
lahan tersebut (BPS: Luas Lahan Menurut Penggunaannya, 2008). Lahan sawah
dibedakan menjadi dua jenis berdasarkan jenis pengairannya, yaitu lahan sawah
irigasi (teknis, setengah teknis, sederhana, dan desa/non PU) dan lahan sawah non
irigasi (tadah hujan, pasang surut, lebak, polder dan sawah lainnya).
Lahan sawah irigasi teknis adalah lahan sawah yang mempunyai jaringan
irigasi dimana saluran pemberi terpisah dari saluran pembuang agar penyediaan
dan pembagian air ke dalam lahan sawah tersebut dapat sepenuhnya diatur dan
yang memperoleh irigasi dari irigasi setengah teknis. Lahan sawah irigasi
sederhana adalah lahan sawah yang memperoleh pengairan dari irigasi sederhana
yang sebagian jaringannya dibangun oleh PU. Lahan sawah irigasi desa/non PU
adalah lahan sawah yang memperoleh pengairan dari sistem pengairan yang
dikelola sendiri oleh masyarakat (BPS: Luas Lahan Menurut Penggunaannya,
2008).
2.6 Nilai Ekonomi Lahan (Land Rent)
Menurut Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007), menjelaskan bahwa lahan
sekurang-kurangnya mepunyai tiga jenis rent yaitu ricardian rent (mencakup sifat kualitas dari tanah atau tingkat kesuburan), locational rent (mencakup lokasi relatif dari lahan) dan environmental rent (mencakup sifat lahan sebagai suatu komponen utama dari ekosistem). Umumnya land rent yang merupakan cermin dari mekanisme pasar hanya mencakup ricardian rent dan locational rent saja, sedangkan environmental rent tidak sepenuhnya terjangkau dalam mekanisme pasar.
Menurut Barlowe dalam Sadikin (2009), menjelaskan bahwa nilai
ekonomi lahan dibedakan menjadi dua, yaitu sewa lahan (contract rent) dan keuntungan usaha (economic rent atau land rent). Sewa lahan (contract rent) sebagai pembayaran aktual dari penyewa kepada pemilik dimana pemilik
melakukan kontrak sewa dalam jangka waktu tertentu. Sedangkan keuntungan
usaha (economic rent atau land rent) merupakan surplus pendapatan di atas biaya produksi atau harga input lahan yang memungkinkan faktor produksi lahan dapat
Konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah konsep keuntungan
usaha (land rent) yang dilakukan pada suatu lahan pertanian tertentu, khususnya lahan sawah. Land rent adalah residu surplus ekonomi atau porsi nilai produksi total dan total penerimaan setelah pembayaran terhadap biaya total dilakukan.
Menurut Mubyarto (1989), terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi nilai
ekonomi lahan (land rent), yaitu perbedaan kesuburan tanah, perbedaan jarak dari pasar, perbedaan biaya produksi, dan perbedaan lahan yang terbatas (scarcity of land) sehubungan dengan kondisi lingkungan lahan tersebut.
2.7 Penelitian Terdahulu
Dewi (2006) melakukan penelitian tentang analisis kesesuaian penggunaan
lahan serta land rent komoditi sayuran dan teh di Desa Ciguha, Kecamatan Sukanagara, Kabupaten Cianjur. Hasil analisis kesesuaian lahan menunjukkan
bahwa seluruh lahan existing untuk budidaya sayuran dan tanaman teh tergolong sesuai (S). Kelas kesesuaian lahan existing yang digunakan berkisar dari Cukup Sesuai (S2) sampai dengan Sesuai Marginal (S3). Hasil analisis land rent
menunjukkan urutan nilai land rent dari yang tertinggi sampai yang terendah pada lahan dengan kelas kesesuaian lahan S2 adalah : 1) cabai rawit Rp 6.660,-/m2; 2)
sawi Rp 2.715,-/m2; 3) teh Rp 2.334,-/m2; dan 4) tomat Rp 2.059,-/m2. Sedangkan
urutan nilai land rent pada lahan dengan kelas kesesuaian lahan S3 adalah : 1)
cabai rawit Rp 4.370,-/m2; 2) sawi Rp 1.364,-/m2; dan 3) tomat Rp 979,-/m2 .
Pambudi (2008) melakukan penelitian nilai ekonomi lahan (land rent) pada lahan pertanian dan pemukiman di Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor.
besar 79 kali dibandingkan dengan land rent pertanian. Faktor-faktor yang mempengaruhi land rent pertanian adalah status lahan, total penerimaan dan total biaya operasional sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi land rent
pemukiman adalah luas lahan, kondisi rumah, total penerimaan dan jarak lahan ke
jalan utama.
Rumiris (2008) melakukan penelitian tentang analisis perubahan
penggunaan lahan dan land rent antara pertanian dan non pertanian di Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor. Hasil penelitian menunjukkan penggunaan lahan di
Kecamatan Darmaga yang dominan pada tahun 2000 dan 2005 adalah kebun
campuran, ruang terbangun dan sawah. Land rent lahan pertanian dan non pertanian di Kecamatan Darmaga menunjukkan nilai land rent lahan pertanian yaitu sawah berkisar antara Rp44,12 hingga Rp 1.070,44/m2/tahun, kebun
campuran berkisar antara Rp 51,33 hingga Rp1.493,56/m2/tahun. Sementara itu
land rent non pertanian (pemukiman) berkisar antara Rp 208,33 hingga Rp 35.069,44/m2/tahun.
Sadikin (2009) melakukan penelitian tentang analisis dampak konversi
lahan pertanian terhadap produksi padi dan land rent (kasus perumahan Pakuan Regency, Bogor Barat, Kota Bogor). Hasil penelitian menunjukkan konversi lahan
pertanian menjadi perumahan Pakuan Regency menyebabkan hilangnya akses
irigasi bagi lahan pertanian di bagian hilir aliran irigasi, hilangnya poduksi padi,
hilangnya pemasukan dari usahatani padi dan menyebabkan terjadinya perubahan
nilai land rent. Total produksi padi yang hilang adalah sebanyak 414,4 ton Gabah Kering Giling. Hilangnya produksi padi pada lahan terkonversi dan adanya selisih
dampak konversi terhadap pemasukan petani. Total pemasukan usahatani yang
hilang sebesar Rp 1.141.760.000,-/tahun. Faktor-faktor yang mempengaruhi land rent pertanian di kawasan perumahan Pakuan Regency adalah luas lahan, penerimaan dan biaya operasional. Masing-masing variabel berpengaruh sebesar
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis
3.1.1 Teori Ricardo (Ricardian Rent)
Menurut Ricardo nilai ekonomi lahan (land rent) merupakan surplus ekonomi yang didapat atas dasar produksi dari suatu lahan setelah dikurangi
biaya. Adanya perbedaan surplus ekonomi dikarenakan perbedaan tingkat
kesuburan pada lahan tersebut. Hanya lahan paling subur yang digarap dan tidak
ada pembayaran rent dikenakan terhadapnya. Rent timbul karena ada peningkatan jumlah penduduk sehingga lahan kurang subur digarap. Konsep perbedaan
kesuburan itu dapat dijelaskan dengan konsep biaya dan penerimaan (Gambar 4).
(a) lahan sangat subur (b) lahan subur (c) lahan tidak subur
Gambar 4. Perbedaan Land Rent Karena Perbedaan Tingkat Kesuburan Lahan Keterangan gambar :
P : harga produksi (Rp)
C1.. C3: biaya produksi (Rp)
X1.. X3: tingkat produksi (ton)
AC : biaya rata-rata (Rp)
Menurut teori ini, karena terdapat perbedaan kesuburan lahan, maka pada
tingkat harga yang sama akan diperoleh surplus yang berbeda (Pambudi, 2008).
Dimana pada tanah atau lahan yang sangat subur memiliki land rent paling tinggi yaitu pada daerah P – C1, pada lahan subur hanya memiliki land rent sebesar daerah P – C2 atau masih di bawah land rent pada lahan yang sangat subur, sedangkan pada lahan tidak subur tidak memiliki land rent. Hal tersebut terjadi karena terdapat perbedaan pada tingkat biaya rata-rata.
3.1.2 Teori Von Thunen (Locational Rent)
Berdasarkan teori Von Thunen (Suparmoko dalam Pambudi, 2008)
menjelaskan bahwa surplus ekonomi suatu lahan banyak ditentukan oleh lokasi
ekonomi. Biaya transportasi dari lokasi suatu lahan ke kota atau pasar merupakan
input produksi yang penting, semakin dekat lokasi suatu lahan ke pasar maka akan
semakin tinggi aksesibilitasnya atau biaya transportasi semakin rendah. Oleh
karena itu, biaya sewa lahan akan semakin mahal dan berbanding terbalik dengan
jarak. Semakin jauh jarak ke pasar maka biaya transportasi semakin mahal
sehingga land rent semakin turun sejalan dengan meningkatnya biaya transportasi. Hal ini dapat diilustrasikan seperti pada gambar 5, misalkan pada jarak 0
km (tepat di lokasi pasar) biaya transportasi tidak ada, maka biaya total produksi
sebesar OC (land rent tinggi). Kemudian pada jarak OM biaya transportasi meningkat menjadi BA sehingga biaya total produksi menjadi MA, sehingga land rent menjadi lebih rendah. Pada jarak OK biaya transportasi sebesar UT, sehingga biaya total produksi sebesar KT, pada kondisi demikian tidak mendapatkan
Gambar 5. Pengaruh Jarak Terhadap Biaya Transportasi dan Land Rent
Keterangan gambar :
O : pusat pasar (km)
P : harga produk (Rp)
C : biaya produksi (Rp)
M,K,L : jarak (km)
3.1.3 Analisis Regresi Linear Berganda
Menurut Juanda (2009), pada model regresi berganda (multiple regression model) dengan asumsi bahwa variabel tak bebas (dependent variable) Y merupakan fungsi linier dari beberapa variabel bebas (independent variable) X1,
X2, ... , Xk dan komponen sisaan ε (error). Model ini sebenarnya merupakan
pengembangan model regresi sederhana dengan satu variabel bebas sehingga
asumsi mengenai sisaan ε, variabel bebas X dan variabel tak bebas Y juga sama.
Persamaan model regresi linear berganda secara umum (model populasi) adalah
sebagai berikut :
Yi = β0 X0i + β1 X1i + β2 X2i + ... + βk Xki + εi ...(3.1)
Subskrip i menunjukkan nomor pengamatan dari 1 sampai N untuk data
populasi atau sampai n untuk data contoh (sample). Xki merupakan pengamatan
ke-i untuk peubah bebas Xk. Koefesien β0 merupakan intersep model regresi linear
Yi = β0 + β1 X1i + β2 X2i + ... + βk Xki + εi ...(3.2)
Untuk mendapatkan koefesien regresi parsial digunakan metode kuadrat
terkecil atau Ordinary Least Square (OLS). Metode OLS dilakukan dengan pemilihan parameter yang tidak diketahui sehingga jumlah kuadrat kesalahan
pengganggu atau Residual Sum of Square (RSS) yaitu ∑ei2 = minimum (terkecil).
Pemilihan metode OLS didasarkan dengan pertimbangan metode ini mempunyai
sifat-sifat karakteristik yang optimal, sederhana dalam perhitungan dan umum
digunakan. Menurut Firdaus (2004), asumsi utama yang mendasari model regresi
linear berganda dengan metode OLS adalah sebagai berikut :
1. Nilai yang diharapkan bersyarat (Conditional Expected Value) dari εi
tergantung pada Xi tertentu adalah nol.
2. Tidak ada korelasi berurutan atau tidak ada korelasi (non autokorelasi)
artinya dengan Xi tertentu simpangan setiap Y yang manapun dari nilai
rata-ratanya tidak menunjukkan adanya korelasi, baik korelasi positif
maupun negatif.
3. Varians bersyarat dari € adalah konstan, asumsi ini dikenal dengan asumsi
homoskedastisitas atau ragam sisaan homogen.
4. Variabel bebas adalah non stokastik yaitu tetap dalam penyampelan
berulang jika stokastik maka didistribusikan secara independen dari
gangguan €.
5. Tidak ada multikolinearitas antara variabel bebas satu dengan yang
lainnya.
6. € didistribusikan secara normal dengan rata-rata dan varians yang
Apabila semua asumsi yang mendasari model tersebut terpenuhi maka
suatu fungsi regresi yang diperoleh dari hasil perhitungan pendugaan dengan
metode OLS dari koefesien regresi adalah penduga tak bias linier terbaik (best linier unbiased estimator atau BLUE). Sebaliknya jika ada asumsi dalam model regresi yang tidak terpenuhi oleh fungsi regresi yang diperoleh maka kebenaran
pendugaan model tersebut atau pengujian hipotesis untuk pengambilan keputusan
dapat diragukan. Penyimpangan asumsi 2, 3, dan 5 memiliki pengaruh yang serius
sedangkan penyimpangan asumsi 1, 4, dan 6 tidak terlalu serius.
3.2 Kerangka Pemikiran Operasional
Sumberdaya lahan sebagai salah satu sumberdaya yang bersifat tidak dapat
diperbaharui (non renewable) dengan jumlah yang relatif terbatas sehingga dalam pemanfaatan atau penggunaanya harus dilakukan seoptimal mungkin. Mengingat
pentingnya sumberdaya lahan dalam kehidupan manusia, karena lahan merupakan
input yang diperlukan untuk setiap bentuk aktivitas manusia seperti pertanian, industri, pemukiman, transportasi, rekreasi dan lain-lain. Khususnya untuk
pertanian, lahan merupakan faktor produksi yang sangat penting dimana lahan
yang subur sangat menentukan tingkat produksi dan produktivitas dari suatu
usahatani. Lahan termasuk didalamnya lahan sawah, dalam kegiatan produksi
merupakan salah satu faktor produksi tetap.
Penggunaan lahan (land use) untuk lahan sawah difokuskan di wilayah pedesaan (rural) atau daerah penyangga kota (sub urban) terutama yang berada di pulau Jawa karena memiliki lahan yang subur. Hal ini merupakan bagian dari
tujuan pembangunan nasional dalam menciptakan ketahanan pangan, baik untuk
lainnya termasuk wilayah perkotaan (urban). Pada kenyataannya pembangunan yang dilakukan tidak hanya fokus pada sektor pertanian tetapi juga sektor lainnya
seperti kegiatan industri. Sebagai konsekuensi pembangunan di segala bidang
yang cenderung terpusat di pulau Jawa ini, sehingga terjadi peningkatan jumlah
penduduk dan juga perubahan struktur ekonomi yang mendorong perubahan
penggunaan lahan sawah menjadi bentuk lain yang memberikan manfaat ekonomi
tinggi, hal ini tidak hanya terjadi pada daerah perkotaan (urban) tetapi juga banyak terjadi di daerah pedesaan (rural).
Pertumbuhan ekonomi wilayah merupakan resultante dari berbagai faktor.
Pada dasarnya pertumbuhan ekonomi suatu wilayah akan mendorong perubahan
yang meningkat pada permintaan lahan untuk berbagai kebutuhan, seperti
pertanian, industri, jasa dan kegiatan lainnya. Perubahan penggunaan lahan sawah
tidak terlepas dari situasi ekonomi secara keseluruhan. Pertumbuhan ekonomi
yang tinggi menyebabkan beberapa sektor ekonomi tumbuh dengan cepat.
Pertumbuhan sektor tersebut akan membutuhkan lahan yang lebih luas. Apabila
lahan sawah letaknya lebih dekat dengan sumber ekonomi maka akan menggeser
penggunaannya ke bentuk lain seperti pemukiman, industri manufaktur maupun
untuk pembangunan infrastruktur.
Perubahan struktur penggunaan lahan sawah tersebut, selain mengurangi
luasan lahan sawah yang berdampak pada penurunan jumlah produksi padi juga
berpengaruh terhadap penurunan kualitas lahan sawah itu sendiri karena lahan
sawah yang berubah fungsi tidak mungkin dapat digunakan kembali seperti
semula. Dalam konteks penelitian yang dilakukan di Kecamatan Campaka,
luasan lahan sawah tersebut dengan membandingkan luasan lahan sawah pada
tahun 2006 dengan 2010. Kemudian menganalisis perubahan penggunaan lahan
sawah yang terjadi, seberapa besar luasan lahan sawah yang beralih fungsi selama
kurun waktu lima tahun terakhir.
Terjadinya perubahan penggunaan lahan sawah ini secara garis besar dapat
dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor alam (lingkungan) dan faktor manusia.
Faktor alam dapat berupa kondisi geografis yang kurang sesuai maupun akibat
bencana alam yang terjadi. Kecamatan Campaka merupakan salah satu daerah
yang berada di dataran tinggi bahkan sempat terjadi bencana tanah longsor dan
banjir. Sedangkan faktor manusia dapat bersifat per individu yaitu berupa
perubahan struktur ekonomi masyarakat pedesaan maupun manusia sebagai
kelompok dalam hal pembuat kebijakan (pemerintah) sangat mempengaruhi
perubahan penggunaan lahan atau konversi lahan sawah.
Perubahan struktur ekonomi tersebut membuat masyarakat menilai lahan
sawah memiliki nilai ekonomi lahan (land rent) yang rendah atau di bawah nilai sebenarnya (undervalue). Dalam penelitian ini hanya mencakup faktor-faktor seperti biaya variabel (biaya benih, pupuk, pestisida, dan tenaga kerja), biaya tetap
(biaya sewa traktor, sewa lahan, dan IPAIR), luas lahan, produktivitas, jarak lahan
ke pasar, dan jarak lahan ke jalan. Kemudian faktor tersebut dianalisis dengan
menggunakan model regresi linear berganda. Hasil yang diperoleh kemudian
dilakukan uji kesesuaian model yang mencakup kriteria ekonomi, kriteria statistik
maupun kriteria ekonometrika. Nilai parameter dari masing-masing variabel
Ket. : ruang lingkup penelitian
Gambar 6. Alur Kerangka Pemikiran
Peningkatan Kebutuhan Perumahan
Konversi Lahan Sawah
Perubahan Penggunaan Lahan Sawah
Berkurangnnya Areal Lahan Sawah Analisis Regresi Linear
IV. METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi dan WaktuPenelitian ini dilaksanakan dengan mengambil kasus di tiga desa yakni
Desa Sukajadi, Desa Girimukti dan Desa Susukan, Kecamatan Campaka,
Kabupaten Cianjur. Pemilihan lokasi tersebut dilakukan secara sengaja
(purposive) berdasarkan kondisi penggunaan lahan sawah. Beberapa dasar pertimbangannya adalah, (1) Kecamatan Campaka merupakan salah satu
kecamatan yang memiliki lahan sawah dataran rendah maupun dataran tinggi
yang cukup berimbang, selain itu sebagai daerah rural kecamatan Campaka juga mengalami perubahan penggunaan lahan sawah. (2) Desa Susukan
merepresentasikan sebagai daerah dataran rendah dengan lahan sawah irigasi,
Desa Girimukti merupakan daerah dengan luasan dataran rendah dan dataran
tinggi yang berimbang, sedangkan Desa Sukajadi merepresentasikan daerah
dataran tinggi dengan mayoritas adalah lahan sawah tadah hujan. Penelitian ini
dilaksanakan selama tiga bulan, yaitu pada bulan Februari hingga April 2011.
4.2 Jenis dan Sumber Data
Data yang diperlukan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data
sekunder. Data primer digunakan untuk melakukan analisis land rent pada lahan sawah yang diperoleh dari hasil wawancara langsung pada responden baik petani
pemilik maupun petani penyewa atau penggarap pada kedua tipologi lahan sawah
yang berbeda dengan menggunakan kuesioner. Sedangkan data sekunder
digunakan dalam menganalisis perubahan penggunaan lahan sawah yang terjadi
serta untuk melengkapi data yang tidak dapat dijelaskan oleh data primer. Data ini
Kabupaten Cianjur, Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten
Cianjur, Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Kabupaten Cianjur, Kantor
Kecamatan Campaka, KCD Pertanian Kecamatan Campaka dan instansi-instansi
terkait lainnya serta beberapa studi literatur.
Tabel 2. Jenis dan Sumber Data serta Metode Analisis yang Digunakan
Tujuan Data Metode Analisis
Jenis Data Sumber Data
Menganalisis
perubahan penggunaan lahan sawah di Kecamatan Campaka
Data Sekunder 1. Kantor Kecamatan Campaka
2. KCD Pertanian Kec. Campaka
3. Dinas Pertanian Tanaman Pangan ekonomi lahan (land rent) pada dua tipologi penggunaan lahan
2. KCD Pertanian Kec. Campaka
ekonomi lahan (land
rent) pada kedua Sumber : Dikumpulkan Oleh Penulis (2011)
4.3 Penentuan Jumlah Responden/Sampel
Pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling, menurut Mardalis (2004) penggunaan teknik sampel ini mempunyai suatu tujuan atau
dilakukan dengan sengaja. Cara penggunaan sampel ini berada di antara populasi
sebelumnya. Penelitian ini juga dilakukan berdasarkan pada lokasi dimana
terdapat lahan sawah dengan dua tipologi yang berbeda yaitu lahan sawah irigasi
(setengah teknis dan pedesaan) maupun lahan sawah tadah hujan serta terjadi
perubahan penggunaan lahan sawah. Pada masing-masing desa yaitu Desa
Sukajadi, Desa Girimukti dan Desa Susukan juga memiliki karakteristik
penggunaan tipologi lahan sawah yang berbeda.
4.4 Pengumpulan Data
Pengumpulan data primer dilakukan dengan teknik wawancara
menggunakan kuesioner kepada petani pemilik lahan dan petani penyewa atau
penggarap. Menurut Juanda (2007), teknik wawancara adalah pengumpulan data
dengan bertanya jawab langsung antara peneliti dengan responden. Hal ini
dilakukan untuk mendapatkan informasi dalam mengestimasi nilai ekonomi lahan
(land rent) dengan karakteristik yang dimilikinya di Kecamatan Campaka.
Responden adalah para petani padi, baik pemilik lahan sawah maupun
penyewa atau penggarap lahan sawah yang mengusahakan pada lahan sawah
irigasi dan lahan sawah tadah hujan dengan mengambil sampel berjumlah 60
orang responden. Agar proporsional, maka diambil sampel untuk responden yang
mengusahakan pada lahan sawah irigasi dan sawah tadah hujan masing-masing
adalah 30 responden. Hal ini sesuai dengan batas minimum pengambilan jumlah
sampel untuk data penelitian sosial ekonomi. Selain itu dengan pertimbangan
bahwa responden pada masing-masing tipologi penggunaan lahan sawah tersebut
4.5 Metode Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan data dilakukan secara bertahap mulai dari analisis perubahan
penggunaan lahan sawah, analisis nilai ekonomi lahan (land rent), dan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi land rent tersebut. Dalam analisis perubahan penggunaan lahan dilakukan dengan membandingkan perubahan yang terjadi
selama lima tahun terakhir yakni dari tahun 2006-2010. Sedangkan dalam analisis
land rent menggunakan rumus fungsi penerimaan dan dalam analisis faktor-faktor yang mempengaruhi land rent dilakukan dengan menggunakan analisis regresi linear berganda. Data yang diperoleh dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif
serta diolah baik secara manual maupun dengan menggunakan program komputer
seperti Microsoft Office Excel 2007, SPSS 16.0 dan Minitab 14.0.
4.5.1 Analisis Perubahan Penggunaan Lahan Sawah
Analisis perubahan penggunaan lahan digunakan untuk melihat seberapa
besar perubahan yang terjadi, apakah mengalami pertambahan atau pengurangan
penggunaan luas lahan sawah di Kecamatan Campaka pada tahun 2006-2010.
Lahan sawah yang mengalami pertambahan berarti luas lahan sawah tersebut
bertambah, sedangkan apabila mengalami pengurangan berarti luas lahan sawah
tersebut berkurang. Menurut Pambudi (2008), persamaan yang digunakan untuk
menghitung laju perubahan penggunaan lahan sawah adalah sebagai berikut :
4.5.2 Analisis Land Rent
Land rent adalah nilai ekonomi yang diperoleh pada suatu bidang lahan, apabila lahan tersebut digunakan untuk kegiatan proses produksi. Land rent yang diperoleh merupakan manfaat bersih (net benefit) atau selisih dari penerimaan total (total benefit) dengan biaya total (total cost). Penerimaan total adalah seluruh penerimaan yang diterima oleh responden atas pemanfaatan lahan sawah dalam
melakukan usahatani padi selama satu tahun, sedangkan biaya total adalah seluruh
pengeluaran dalam usahatani padi tersebut selama satu tahun. Data yang
digunakan merupakan hasil wawancara terhadap 60 responden.
Untuk mendapatkan nilai land rent dapat digunakan persamaan atau fungsi penerimaan yang dirumuskan sebagai berikut :
πi = TR - TC
= PQ - ∑ Ci
= [P(S*H)] - ∑ Ci ...(4.2)
Sedangkan untuk menghitung nilai land rent dari keseluruhan lahan dapat digunakan metode nilai rata-rata dari land rent yang diperoleh dari masing-masing responden. Land rent rata-rata merupakan penjumlahan dari nilai land rent yang diperoleh dari seluruh responden petani dibagi dengan jumlah responden. Rumus
yang digunakan untuk menghitung land rent rata-rata adalah sebagai berikut :
n
f π i
π = Σ ...(4.3)
Keterangan :
πf = land rent rata-rata (Rp /m2/tahun)
πi = land rent dari responden ke-i (Rp /m2/tahun)
Q = produksi padi selama satu tahun (kg)
S = luas tanam atau luas panen (m2)
H = produktivitas lahan (kg /m2)
Ci = seluruh biaya yang dikeluarkan selama satu tahun (Rp /m2/tahun)
n = jumlah responden (jiwa)
Karena terdapat dua nilai rata-rata land rent yang berbeda, maka dilakukan suatu pengujian hipotesis dan pendugaan parameter melalui selang kepercayaan
bagi nilai tengah untuk dua populasi. Hal ini diperlukan untuk melihat apakah
terdapat perbedaan yang signifikan antara kedua nilai rata-rata land rent tersebut. Pada umumnya ragam populasi tidak pernah diketahui, sehingga dilakukan
pengujian terhadap dua sampel. Sebelumnya jika tidak ada informasi mengenai
kehomogenan ragam antar populasi, dapat juga melakukan pengujian apakah
ragam populasi land rent irigasi sama dengan ragam populasi land rent tadah hujan. Atau hipotesis nol (H0) dalam pengujian adalah σ2i = σ2t, subskrip i untuk
land rent irigasi dan subskrip t untuk land rent tadah hujan.
Statistik uji yang digunakan adalah uji-F (uji bartllet), karena data berasal
dari sebaran yang menyebar normal. Kriteria penolakan H0 adalah jika nilai-p
untuk statistik ujinya < α (taraf nyata) yang telah ditetapkan. Setelah memperoleh
kesimpulan bahwa kedua ragam populasi bernilai sama atau tidak, maka langkah
selanjutnya adalah menggunakan perintah dua sampel.
Hipotesis Æ H0 : μi−μt =0
H1 : μi−μt ≠0
Keterangan :
σ2
= ragam atau varianspopulasi
4.5.3 Analisis Regresi Linear Berganda Terhadap Land Rent
Pada regresi linear berganda (multiple regression model) dengan asumsi bahwa variabel tak bebas (dependent variable) Y merupakan fungsi linear dari beberapa peubah bebas (independent variable) X1, X2, ... , Xk dan komponen
sisaan ε (error). Pendugaan parameter regresi dalam model dilakukan dengan menggunakan metode kuadrat terkecil atau yang lebih dikenal dengan metode
OLS (ordinary least square). Variabel-variabel yang digunakan untuk menduga model regresi linear berganda tersebut dapat dilihat pada tabel 3 berikut.
Tabel 3. Variabel Bebas (X) dan Variabel Tak Bebas (Y) yang Digunakan .Dalam Model
Variabel Satuan Keterangan
YI
Land Rent Sawah Irigasi per Tahun
Land Rent Sawah Tadah Hujan per Tahun Biaya Variabel per Tahun
Biaya Tetap per Tahun Luas Lahan
Produktivitas
Jarak Lahan ke Pasar Jarak Lahan ke Jalan Desa
Dalam penelitian ini dilakukan dua jenis analisis regresi, yaitu analisis
regresi linear berganda land rent sawah irigasi dan analisis regresi linear berganda
land rent sawah tadah hujan. Sehingga model persamaan regresinya dibedakan menjadi dua jenis. Untuk model regresi linear berganda land rent sawah irigasi adalah sebagai berikut :
YI= β0 + β1 X1i + β2 X2i + β3 X3i + β4 X4i + β5 X5i + β6 X6i + εi...(4.4)
Sedangkan untuk model regresi linear berganda land rent sawah tadah hujan adalah sebagai berikut :
Keterangan :
YI = variabel tak bebas land rent sawah irigasi
YT = variabel tak bebas land rent sawah tadah hujan
β0 = intersep model regresi
β1...β7 = parameter peubah atau koefesien model regresi
X1...X7= variabel bebas
ε = unsur galat
Dalam pendugaan model persamaan regresi land rent sawah irigasi dan model persamaan regresi land rent sawah tadah hujan menggunakan analisis regresi linear berganda dengan metode kuadrat terkecil atau Ordinary Least Square (OLS). Namun sebelum melakukan analisis regresi linear berganda tersebut, terlebih dahulu dilakukan analisis koefesien korelasi sederhana (pearson correlation coefficient) antara variabel bebas atau independent variable yang dimasukkan dalam model. Hal ini dilakukan untuk melihat seberapa besar
hubungan di antara variabel bebas dalam model.
4.5.4 Uji Kesesuaian Model
Untuk menentukan bahwa model regresi tersebut adalah baik dan dapat
digunakan atau valid, maka harus dilakukan suatu uji kesesuaian model. Dalam uji
kesesuaian model terdapat tiga kriteria yang harus dipenuhi, yaitu kriteria
ekonomi (theoritically meaningful), kriteriastatistik dan kriteria ekonometrika. Model regresi dapat dikatakan baik jika telah memenuhi kriteria ekonomi,
sedangkan suatu model regresi dapat digunakan atau valid jika memenuhi kriteria
statistika maupun ekonometrika5.
5
4.5.4.1 Kriteria Ekonomi
Model yang diuji berdasarkan kriteria ekonomi dapat dilakukan dengan
melihat tanda dan besaran tiap koefesien regresi yang diperoleh. Kriteria ekonomi
mensyaratkan tanda dan besaran dalam tiap koefesien regresi dugaan harus sesuai
dengan teori ekonomi yang ada. Apabila model tersebut memenuhi kriteria
ekonomi, maka dapat dikatakan bahwa dugaan model persamaan regresi linear
berganda dalam penelitian yang dilakukan adalah baik secara ekonomi.
4.5.4.2 Kriteria Statistik
Pengujian terhadap kriteria statistik dapat dilihat dari suatu derajat
ketepatan (goodness of fit) yang dikenal dengan uji koefisien determinasi R-Sq maupun uji koefesien determinasi yang disesuaikan R-Sq (adj). Uji koefisien
determinasi ini digunakan untuk melihat sejauh mana variabel bebas X
menerangkan keragaman variabel tak bebas Y. Nilai R-Sq tersebut mengukur
tingkat keberhasilan model regresi yang digunakan dalam memprediksi nilai
variabelnya. Menurut Gujarati (1978) terdapat dua sifat R-Sq, yaitu :
1. Merupakan besaran non negatif
2. Batasnya adalah antara 0 dan 1. Jika R-Sq bernilai 1 berarti suatu kecocokan
sempurna, sedangkan jika R-Sq bernilai 0 berarti tidak ada hubungan antara
variabel tak bebas Y dengan variabel bebas X.
2
ESS = jumlah kuadrat yang dijelaskan (Explained Sum Squared) TSS = jumlah kuadrat total (Total Sum Squared)
σ2
= ragam atau varians residual
Salah satu masalah jika menggunakan ukuran R-Sq untuk menilai baik
buruknya suatu model adalah mendapatkan nilai yang terus naik seiring dengan
penambahan variabel bebas ke dalam model sehingga digunakan ukuran alternatif
yaitu adjusted R-squared atau R-Sq (adj). R-Sq (adj) secara umum memberikan hukuman terhadap penambahan variabel bebas yang tidak mampu menambah
daya prediksi suatu model. Nilai Sq (adj) tidak akan pernah melebihi nilai
Sq, bahkan bisa turun jika ditambahkan variabel bebas yang tidak perlu. Nilai
R-Sq (adj) dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
)
K = banyaknya parameter dalam model termasuk parameter intersep
Selain melakukan uji kriteria statistik dengan koefesien determinasi R-Sq
maupun R-Sq (adj) tersebut, digunakan juga penghitungan statistik uji. Statistik
uji berikutnya adalah uji-F (keseluruhan) dan statistik uji-t (parsial). Uji-F ini
dilakukan untuk melihat apakah variabel-variabel bebas X secara bersama-sama
berpengaruh nyata pada variabel tak bebas Y. Apabila uji-F diterima atau lebih
kecil dari taraf nyata α, hal ini menandakan bahwa ada minimal satu variabel
bebas yang berpengaruh secara signifikan atau berpengaruh nyata pada keragaman
variabel tak bebasnya pada taraf nyata α.
Mekanisme untuk menguji hipotesis dari parameter dugaan secara
1. Apabila nilai Fhit > Ftabel, maka tolak H0. Maksudnya adalah terdapat minimal
satu parameter tidak nol dan berpengaruh nyata terhadap keragaman variabel
tak bebas.
2. Apabila nilai Fhit < Ftabel, maka terima H0. Hal ini berarti bahwa secara
bersamaan variabel yang digunakan tidak bisa menjelaskan secara nyata
keragaman dari variabel tak bebas.
Sedangkan statistik uji-t dilakukan untuk melihat apakah masing-masing
variabel bebas X secara parsial berpengaruh pada variabel tak bebas Y. Selain itu,
uji-t dilakukan untuk melihat keabsahan dari hipotesis dan membuktikan bahwa
koefisien regresi dalam model secara statistik signifikan atau tidak. Kemudian cari
nilai t hit dengan rumus sebagai berikut:
b hit
S b
t = −β , ...(4.8)
Keterangan :
b = koefisien regresi parsial sampel
β = koefisien regresi parsial populasi
Sb= simpangan baku koefisien dugaan
Hipotesis Æ H0 : βi = 0
H1 : βi ≠0
Kemudian hasil thit dibandingkan dengan ttabel (ttabel = tα/2(n-k)).
Terdapat dua kriteria uji yang digunakan dalam melakukan uji-t. Pertama,
apabila nilai t hit > ttabel maka tolak H0 yang berarti bahwa variabel-variabel yang
digunakan berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebasnya. Kedua, apabila nilai