• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keragaan Galur Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) di Tanah Masam Lampung Selatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Keragaan Galur Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) di Tanah Masam Lampung Selatan"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

KERAGAAN GALUR SORGUM (

Sorghum bicolor

(L.) Moench)

DI TANAH MASAM LAMPUNG SELATAN

PATRICIA A SITANGGANG

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Keragaan Galur Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) di Tanah Masam Lampung Selatan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang terbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis yang telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2013

Patricia A Sitanggang

(4)

ii

ABSTRAK

PATRICIA A SITANGGANG. Keragaan Galur Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) di Tanah Masam Lampung Selatan. Dibimbing oleh TRIKOESOEMANINGTYAS dan SOFYAN ZAMAN.

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi tentang keragaan karakter agronomi dan komponen hasil galur-galur F8 sorgum, menguji daya hasil 17 galur F8 sorgum hasil persilangan varietas Numbu x UPCA S1 di tanah masam dan mengidentifikasi galur yang memiliki potensi hasil lebih baik dari tetuanya. Penelitian ini dilaksanakan bulan Maret sampai Agustus 2013 di Kebun Percobaan BPTP Lampung, Kecamatan Natar, Lampung Selatan. Bahan tanaman yang digunakan adalah 17 galur sorgum F8 hasil persilangan varietas Numbu sebagai tetua betina dan UPCA S1 sebagai tetua jantan. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa galur yang dievaluasi tidak berbeda nyata untuk umur panen dan bobot malai namun berbeda nyata untuk karakter diameter batang, jumlah daun, umur berbunga, bobot biji malai-1 dan bobot 1000 biji, serta berbeda sangat nyata untuk karakter tinggi tanaman dan panjang malai. Korelasi positif dan sangat nyata ditunjukkan oleh panjang malai dengan bobot biji malai-1 dan bobot 1000 biji. Galur N/UP-4-8, N/UP-48-2, N/UP-118-7, N/UP139-1, N/UP-139-5, N/UP-159-9 dan N/UP-166-6 adalah galur yang memiliki bobot biji malai-1 lebih besar daripada rata-rata galur evaluasi.

Kata kunci: karakter agronomi, komponen hasil, sorgum, tanah masam.

ABSTRACT

PATRICIA A SITANGGANG. The Performance of Sorghum (Sorghum bicolor (L.) Moench) under Acid Soil Stress Conditions in South Lampung. Supervised by TRIKOESOEMANINGTYAS and SOFYAN ZAMAN.

This study aims to obtain information on the performance of agronomic characters and yield components of sorghum F8 lines, to conduct yield trials of 17 F8 lines derived from a cross between Numbu x UPCA S1 in acid soils and to identify lines that have better yield than the parental lines. This study was conducted from March to August 2013 at the Experimental Field of BPTP Lampung, District Natar, South Lampung. The plant material used is 17 strain of sorghum varieties from crosses F8 Numbu as female parents and UPCA S1 as the male parent. The results of analysis of variance showed that the strain are not significantly different in harvesting time and weight of panicles but were significantly different to the character of stem diameter, number of leaves, flowering, seed / panicle weight and weight of 1000 seeds, as well as highly significant and a positive for plant height and panicle length. Positive correlation and highly significant was shown by panicle length with seed / panicle weight and weight of 1000 seeds. The N/UP-4-8, N/UP-48-2, N/UP-118-7, N/UP139-1, N/UP-139-5, N/UP-159-9 dan N/UP-166-6 strain are strain that have seedpanicle-1 weight larger than average strain evaluation

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Agronomi dan Hortikultura

KERAGAAN GALUR SORGUM (

Sorghum bicolor

(L.) Moench)

DI TANAH MASAM LAMPUNG SELATAN

PATRICIA A SITANGGANG

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)
(8)

Judul Skripsi :Keragaan Galur Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) di Tanah Masam Lampung Selatan

Nama : Patricia A Sitanggang NIM : A24090010

Disetujui oleh

Dr Ir Trikoesoemaningtyas, MSc Pembimbing I

Ir Sofyan Zaman, MP Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Agus Purwito, MScAgr Ketua Departemen

(9)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas kekuatan dan rahmat Nya sehingga karya ilmiah ini selesai dengan baik. Penelitian dilaksanakan sejak bulan Maret sampai Agustus 2013 di kebun percobaan BPTP Lampung Kecamatan Natar Lampung Selatan dengan judul Keragaan Galur Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) di Tanah Masam Lampung Selatan.

Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada:

1. Kedua orangtua Ayah B. Sitanggang dan Ibu R. Banjarnahor serta kakak Sisilia, Elisa, Tantri dan abang Olsen atas doa, cinta, semangat dan dukungan yang selalu tercurah kepada penulis.

2. Dr Ir Trikoesoemaningtyas, MSc dan Ir Sofyan Zaman, MP selaku pembimbing yang telah memberi bimbingan dan arahan serta nasehat seputar penelitian, penulisan proposal dan skripsi.

3. Prof Dr Ir M H Bintoro, MAgr selaku dosen pembimbing akademik dan Dr Desta Wirnas, SP, Msi yang telah memberi saran dan nasehat kepada penulis. 4. Kepala BPTP Lampung, staf dan pegawai kebun BPTP Lampung Kecamatan

Natar Lampung Selatan atas bantuan dan kerjasamanya selama penelitian. 5. Ibu Danar dan Bapak Gohan atas bantuan dan semangat selama penulis

melakukan penelitian.

6. Staf laboratorium Pemuliaan IPB yakni Siti Mawiyah, SP, MSi dan Laela, SP 7. Teman–teman di Laboratorium Pemuliaan IPB yakni Catur, Ida, Mayang, Jojo,

Ragil, Milda, Akbar dan Siti Maesaroh, SP yang telah memberikan bantuan, semangat dan saran pada peneltian ini.

8. Teman-teman UNILA jurusan Agroteknologi yakni Galih, Sherly, Novri, Ryzkita, Wanda, Amey, Vias dan Azhari.

9. Teman-teman KeMaKI (Vincent, Mona, Basa, Wiwik dan Nita), Socrates 46, dan kost Wisma NOVIA 1C atas bantuan dan semangatnya dalam menyelesaikan penelitian ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Oktober 2013

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN viii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Tanaman Sorgum 2

Tanah Masam 3

Pemuliaan Tanaman 4

METODE 4

Bahan 4

Alat 5

Lokasi dan Waktu 5

Prosedur Percobaan 5

Prosedur Analisis Data 7

HASIL DAN PEMBAHASAN 7

Kondisi Umum 7

Keragaan Karakter Agronomi Galur Sorgum di Tanah Masam 8 Keragaan Karakter Morfologi Galur Sorgum di Tanah Masam 11 Keragaan Komponen Hasil Galur Sorgum di Tanah Masam 12 Korelasi Karakter Agronomi, Morfologi dan Komponen Hasil Galur Sorgum 14

SIMPULAN 16

SARAN 17

DAFTAR PUSTAKA 17

(11)

DAFTAR TABEL

1 Rekapitulasi sidik ragam galur sorgum di tanah masam 8 2 Keragaan karakter agronomi galur sorgum di tanah masam Lampung

Selatan 9

3 Keragaan karakter morfologi galur sorgum di tanah masam Lampung

Selatan 11

4 Karakter umur berbunga dan umur panensorgum di tanah masam

Lampung Selatan 12

5 Keragaan komponen hasil galur sorgum di tanah masam Lampung

Selatan 13

6 Korelasi karakter agronomi di tanah masam Lampung Selatan 15 7 Korelasi jumlah daun dengan kehijauan daun di tanah masam Lampung

Selatan 15

8 Korelasi karakter agronomi dengan komponen hasil di tanah masam

Lampung Selatan 16

9 Korelasi komponen hasil di tanah masam Lampung Selatan 16

10 Analisis tanah percobaan 20

11 Kriteria penilaian sifat kimia tanah 20

12 Data iklim Kecamatan Natar Lampung Selatan 20

DAFTAR GAMBAR

1 Fase pertumbuhan tanaman sorgum 7

2 Kondisi tanaman sorgum 8

DAFTAR LAMPIRAN

1 Deskripsi varietas 21

2 Layout percobaan 22

3 Analisis korelasi 23

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sorgum merupakan tanaman pangan utama ke-5 di dunia setelah padi, gandum, jagung dan barley (Reddy et al. 2007). Pengembangan sorgum di Indonesia memiliki prospek yang baikkarena sorgum dapat dikembangkan menjadi pangan premium dengan kandungan gluten dan indeks glikemik yang rendah sehingga sangat sesuai untuk konsumen dengan kebutuhan gizi khusus (Schober et al. 2007; Sungkono et al. 2009) dan sebagai bahan baku bioetanol (Reddy et al. 2007). Sorgum juga tidak berkompetisi dengan tanaman pangan lain (Hoeman 2007) dan memiliki daya adaptasi luas terhadap lahan marjinal terutama pada lahan kering (Toure et al. 2004; Borrel et al. 2005).

Sorgum dapat dijadikan sumber pangan potensial bagi bangsa Indonesia karena memiliki berbagai keunggulan. Kandungan gizi dan manfaatnya yang tinggi merupakan salah satu keunggulan sorgum daripada tanaman pangan lainnya. Kandungan gizi pada sorgum sangat bersaing dengan beras dan jagung bahkan untuk protein, kalsium dan vitamin B1 lebih tinggi. Kandungan protein, kalsium dan vitamin B1 pada sorgum mencapai 11.0 g, 280 mg dan 0.38 mg, sedangkan pada beras 6.8 g, 6.0 mg dan 0.12 mg, dan pada jagung 8.7 g, 9.0 mg dan 0.27 mg per100 g (Direktorat Gizi Departemen Kesehatan 1992).

Lahan yang potensial untuk pengembangan tanaman pangan adalah lahan kering. Luas lahan kering di Indonesia mencapai 148 juta ha dan diperkirakan 102,8 juta ha diantaranya berupa lahan kering masam (ultisol). Menurut Van der Heide et al. (1992) lahan masam sebagian besar berada di Sumatera sekitar 22 juta ha dan Kalimantan sekitar 15.5 juta ha. Hidayat dan Mulyani (2002) menyatakan tanah masam yang luas tersebar di Kalimantan, Sumatera dan Papua mencapai 99.5 juta ha.

Kendala tanah masam adalah adanya toksisitas Al dan rendahnya pH sehingga menyebabkan tanaman mengalami defisiensi unsur hara terutama fosfor. Cekaman abiotik ini menyebabkan gangguan terhadap pertumbuhan akar. Sistem perakaran akan menjadi pendek dan tidak berkembang sehingga menyebabkan tanaman mengalami kesulitan dalam menyerap unsur hara dan air (Kochian dan Hoekenga 2004; Ma et al. 2005). Tanah masam juga menyebabkan unsur–unsur mikro mudah larut sehingga menjadi racun bagi tanaman. Unsur mikro yang tergolong racun adalah Fe, Mn, Zn, Cu dan Co (Hardjowigeno 2003).

Upaya yang dapat dilakukan dalam mengurangi toksisitas Al di tanah masam adalah melalui ameliorasi berupa pengapuran dan aplikasi pupuk P dengan dosis tinggi. Pendekatan ini memerlukan biaya yang besar, tidak berkelanjutan dan berlangsung untuk jangka waktu singkat (Marschner 1995). Pendekatan melalui program pemuliaan tanaman merupakan pilihan strategis untuk menghasilkan varietas unggul toleran tanah masam dan efisien (Sopandie 2006; Akhter et al. 2009) karena menggunakan pendekatan input rendah atau low input aproach dan jangka waktu yang lama.

(13)

defisiensi P. Program pemuliaan sorgum di Departemen Agronomi dan Hortikultura Institut Pertanian Bogor telah membentuk populasi sorgum melalui persilangan, studi genetik untuk toleransi dan daya hasil terhadap cekaman lahan masam, serta seleksi genotipe. IPB telah memperoleh sejumlah galur toleran tanah masam yang harus diuji di berbagai lokasi untuk mengetahui adaptasi dan potensi hasil di berbagai lingkungan. Data tersebut diperlukan untuk pelepasan varietas.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi keragaan karakter agronomi galur-galur F8 sorgum, menguji potensi hasil 17 galur F8 sorgum hasil persilangan varietas Numbu x UPCA S1 dan mengidentifikasi galur yang memiliki potensi hasil lebih baik dari tetuanya

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Sorgum

Sorgum mempunyai nama umum yang beragam, yaitu sorghum di Amerika Serikat dan Australia, durra di Afrika, jowar di India, bachanta di Ethiopia dan

cantel di Jawa (Hoeman 2007). Sorgum termasuk tanaman serealia semusim. Pada klasifikasi tanaman, sorgum termasuk dalam divisi Angiospermae yaitu jenis tumbuhan dengan biji tertutup kelas Monocotyledoneae yaitu jenis tumbuhan yang mempunyai biji berkeping satu, famili Poaceae yaitu tumbuhan jenis rumput-rumputan dengan karakteristik batang berbentuk silinder dengan buku-buku yang jelas, subfamili Panicoideae dan genus Andropogon (Tjitrosoepomo 2000; Rukmana dan Oesman 2001).

Sorgum merupakan makanan pokok bagi banyak orang di seluruh dunia, dibeberapa negara sorgum dimanfaatkan sebagai tepung untuk membuat biskuit atau roti (Dogget 1970). Betti et al. (1990) menyatakan bahwa sorgum mempunyai kualitas makanan ternak yang bermutu untuk berbagai hewan. Kandungan protein dan lemak sorgum lebih tinggi daripada jagung, sedangkan kalori lebih rendah.

Biji sorgum berbentuk bulat, dengan ukuran 4-8 mm. Biji sorgum termasuk jenis kariopsis (caryopsis), seluruh perikarp bergabung dengan endosperma. Perikarp terdiri dari tiga lapisan, yaitu epikarp, mesokarp, dan endokarp. Lapisan testa dan aleuron melapisi kulit (pericarp) dan endosperm. Warna biji sorgum sangat bervariasi mulai dari putih, kuning, merah, coklat dan ungu. Warna biji dipengaruhi oleh warna dan ketebalan kulit (pericarp), terdapatnya testa serta tekstur dan warna endosperm.

(14)

3 mempunyai daun berbentuk seperti pita sebagaimana jagung atau padi dengan struktur daun terdiri atas helai daun dan tangkai daun, (3) dapat dorman selama kekeringan dan tumbuh kembali ketika kondisi favorable, (4) tanaman bagian atas (tajuk) akan tumbuh hanya setelah sistem perakaran berkembang dengan baik, (5) mampu berkompetisi dengan bermacam-macam jenis gulma dan (6) mempunyai laju fotosintesis yang lebih tinggi dibandingkan tanaman serealia lainnya.

Varietas unggulan sorgum yang telah dilepas oleh pemerintah melalui kementrian pertanian diantaranya: No. 6C, UPCA S2, KD4, Keris, UPCA S1, Badik, Hegari Genjah, Mandau, Sangkur dan Numbu (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2005). Masing-masing varietas tersebut memiliki karakteristik yang berbeda. Potensi hasil sorgum di Indonesia mencapai 1,14 ton/ha. Potensi hasil sorgum dapat melebihi 11 ton/ha dengan rata-rata hasil antara 7-9 ton/ha apabila faktor lingkungan bukan menjadi faktor pembatas (Hoeman 2008).

Rukmana dan Oesman (2001) menyebutkan tanaman sorgum memerlukan suhu optimal berkisar 23-30 oC dengan kelembapan udara 20 % dan suhu tanah 25 oC. Menurut Ismail dan Kodir (1977) curah hujan yang diperlukan berkisar 375-425 mm/musim tanam dan distribusinya yang teratur terutama dibutuhkan pada saat tanaman masih muda sampai berumur 4-5 minggu, selanjutnya Laimeheriwa (1990) menyatakan sorgum berproduksi baik pada lingkungan yang curah hujannya terbatas atau tidak teratur.

Sorgum mempunyai kelebihan dalam hal ketahanan hama dan penyakit serta kekeringan. Tanaman sorgum mampu tumbuh di daerah tropis maupun sub tropis dari dataran rendah hingga dataran tinggi mencapai ketinggian 1500 meter diatas permukaan laut. Roesmarkan et al. (1993) menyatakan bahwa tanaman sorgum toleran kekeringan dan genangan, memiliki adaptasi luas dan dapat tumbuh baik pada lahan yang kurang subur. Tanaman ini tahan terhadap panas dan kekeringan sehingga banyak dikembangkan di berbagai negara tropis, termasuk di negara dengan empat musim yang ditanam pada musim panas (Tribe 2007). Sorgum juga relatif tahan terhadap hama dan penyakit karena kandungan taninnya yang tinggi, namun sorgum tidak dapat bersaing dengan tumbuhan pengganggu terutama pada awal pertumbuhan karena pertumbuhan awalnya lebih lambat dibandingkan dengan tumbuhan pengganggu.

Tanah Masam

Sorgum juga dikenal sebagai tanaman yang mempunyai daya adaptasi luas terhadap lahan marjinal terutama pada lahan kering (Toure etal. 2004; Borrel et al. 2006). Salah satu bentuk lahan marjinal yang sebarannya paling luas di dunia dan juga di Indonesia adalah tanah masam. Ma (2005) mendeskripsikan luas tanah masam di dunia mencapai 1.6 milyar hektar dan tersebar di berbagai benua, meliputi 55% luas tanah tropis Amerika, 39% luas tanah tropis Afrika, dan 37% luas tanah tropis Asia, selanjutnya Hidayat dan Mulyani (2002) meyatakan bahwa luas tanah masam di Indonesia berupa lahan kering mencapai 99.5 juta hektar dan tersebar di Papua, Kalimantan, dan Sumatera.

(15)

Faktor pembatas utama untuk produksi pada lahan kering masam adalah kesuburan tanah yang rendah karena toksisitas aluminium (Al) dan defisiensi hara-hara penting seperti fosfor (P), kalsium (Ca) dan magnesium (Mg). Keracunan Al merupakan faktor pembatas utama, karena dapat menyebabkan terganggunya pertumbuhan akar, sehingga tanaman mengalami hambatan dalam penyerapan air dan hara (Kochian et al. 2004). Bentuk Al yang beracun bagi akar tanaman adalah Al-monomerik, yaitu Al3+, Al(OH)2+, Al(OH)+2, Al(OH)3, dan Al(SO4)+. Aktivitas Al-monomerik semakin meningkat pada pH tanah <5.5 dan keracunan Al akan meningkat dengan meningkatnya kandungan mineral liat silikat 2:1. Al uminium monomerik selain berpengaruh langsung pada tanaman juga menurunkan ketersediaan P karena adanya fiksasi oleh aluminium (Sudaryono 2003). Menurut Agustina et al. (2010) bahwa tanaman sorgum lebih peka terhadap defisiensi hara P dibandingkan cekaman Al.

Pemuliaan Tanaman

Usaha untuk mengatasi dampak negatif tanah masam adalah konvensional, bioteknologi dan pemuliaan tanaman. Peran konvensional melalui ameliorasi seperti pengapuran dan aplikasi pupuk P dengan dosis tinggi, namun hal ini memerlukan biaya yang besar, tidak sustainable dan berlangsung untuk jangka waktu singkat. Upaya bioteknologi juga sama halnya dengan konvensional yakni biaya yang mahal (high input aproach), namun lain halnya dengan pendekatan pemuliaan tanaman.

Pendekatan melalui program pemuliaan tanaman merupakan pilihan strategis untuk menghasilkan varietas unggul toleran tanah masam dan efisien (Sopandie 2006) karena menggunakan pendekatan input rendah atau low input aproach (Marschner 1995) dan jangka waktu yang singkat. Tiga langkah utama dalam kegiatan pemuliaan tanaman dalam merakit varietas unggul khususnya varietas yang toleran pada tanah masam adalah 1) mencari dan meningkatkan keragaman dalam populasi tanaman, 2) seleksi galur dengan karakter yang diinginkan dari populasi yang terbentuk dan 3) evaluasi terhadap galur yang terpilih. Upaya untuk mendapatkan tanaman yang toleran Al tidak mudah karena titik kritis konsentrasi Al yang dapat meracuni tanaman yang mempunyai rentang yang sangat lebar yaitu antara 1.8 μM sampai 150 μM tetapi tergantung jenis tanaman dan varietas.

METODE

Bahan

(16)

5 pembanding yang digunakan adalah Numbu (toleran tanah masam) dan UPCA S1 (peka tanah masam) (Lampiran 1).

Alat

Alat yang digunakan adalah alat-alat pertanian umum seperti kored, cangkul, tali, tugal, sungkup dan sprayer serta penggunaan alat-alat pengukuran yakni meteran, soil plant analysis development (SPAD), caliper digital dan alat timbang.Sarana produksi pertanian yang digunakan yaitu pupuk urea, SP-36 dan KCl, insektisida crowen dengan bahan aktif cypermetrin 113 gl-1.

Lokasi dan Waktu

Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret hingga Agustus 2013 di Kebun Percobaan BPTP Lampung Kecamatan Natar Lampung Selatan dan Laboratorium Pemuliaan Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Prosedur Percobaan

Persiapan Lahan dan Penanaman

Persiapan lahan dan analisis pH dilakukan satu minggu sebelum penanaman yang dilakukan. Persiapan lahan berupa pembersihan lahan, pengolahan tanah dan pembuatan petakan. Analisis pH dilakukan dengan cara mengambil sampel tanah secara diagonal.Penanaman dilakukan satu minggu setelah analisis pH tanah dan persiapan lahan. Masing-masing genotipe ditanam dalam satu baris dengan jarak tanam 70x10 cm. Penanaman dilakukan pada luasan 676 m2 dengan luas petakan 2x3.5 m. Penanaman masing-masing galur dilakukan secara acak (Lampiran 2).

Pemupukan

Pupuk yang digunakan adalah urea, SP-36 dan KCl dengan dosis masing-masing sebesar 150 kg ha-1, 100 kg ha-1 dan 100 kg ha-1. Pupuk urea dberikan 2 kali, 1/3 bagian diberikan pada awal sebagai pupuk dasar bersama dengan pupuk SP-36 dan KCl, sedangkan 2/3 bagian akan diberikan pada saat tanaman berumur 4 minggu setelah tanam (MST).

Pemeliharaan

(17)

Penyiangan dan pembumbunan dilakukan saat tanaman berumur 25 dan 71 HST. Pengendalian Hama dan penyakit dilakukan sebanyak empat kali dengan menggunakan pestisida insektisida crowen saat tanaman berumur 39, 55, 67 dan 91 HST dan malai tanaman contoh disungkup saat tanaman berumur 73 HST.

Panen dan Pasca Panen

Pemanenan yang dilakukan tidak sesuai dengan umur panen masing-masing galur dikarenakan kondisi lapang yang tidak memungkinkan untuk panen. Umur panen dilakukan jika 80% tanaman dari satu galur sudah masak sempurna. Penentuan panen dilakukan bila biji sudah masak optimal yaitu dengan mengambil beberapa biji sorgum, lalu diamati lembaga sorgum berwarna coklat atau hitam dan digigit terasa keras, maka sorgum dianggap sudah tua.

Pasca panen yakni menimbang biomassa total, pemisahan biomassa dengan malai, pengeringan malai selama 2–3 hari, perontokkan malai sehingga diperoleh besaran biji dari masing-masing galur, pemilahan 1000 bijigalur-1, menimbang bobot malai kering, bobot bijimalai-1 dan bobot 1000 biji.

Pengamatan

Pengamatan dilakukan terhadap setiap galur yang tediri dari 10 tanaman contoh. Peubah yang diamati adalah :

1. Karakter morfologi

 Kehijauan daun diukur ketika vegetatif maksimum

 Kehijauan daun diukur ketika menjelang panen. 2. Karakter agronomi

 Jumlah daun dimulai pada buku kedua pada saat panen.

 Tinggi tanaman diukur dari pangkal batang sampai ujung malai pada saat panen.

 Diameter batang diukur pada ruas ketiga batang pada fase vegetatif maksimum.

 Bobot biomasa yaitu bobot total tanaman segar yang terdiri dari batang, daun dan malai yang masih terdapat biji.

3. Karakter komponen hasil

 Umur berbunga,yaitu pada saat 50% dari tanaman mulai berbunga dalam satuan percobaan.

 Umur panen yaitu saat 80% tanaman dalam satuan percobaan sudah masak.

 Panjang malai diukur dari leher malai sampai ujung malai pada saat panen.

 Diameter malai diukur dari lebar malai terbesar.

 Bobot kering malai ditimbang setelah malai dikeringkan di bawah panas matahari selama 3 hari.

 Bobot biji malai-1 dilakukan penimbangan biji per malai setelah dikeringkan di bawah panas matahari selama 3 hari.

(18)

7

Prosedur Analisis Data

Penelitian ini disusun berdasarkan rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT) satu faktor dengan tiga ulangan. Model linear yang digunakan adalah :

Yij= µ + τi + βj+εij ; (i = 1, j = 1) Keterangan:

Yij = pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = rataan umum

τi = pengaruh perlakuan ke-i

βj = pengaruh ulangan ke-j

εij = pengaruh galat perlakuan terhadap perlakuan ke-i, ulangan ke-j Data pengamatan yang diperoleh akan dilakukan pengujian dengan Uji F dengan perangkat lunak SAS 9.1.3, bila terdapat perbedaan nyata akibat perlakuan, maka data akan diuji dengan menggunakan uji Dunnett pada taraf α = 5%.

Analisis korelasi juga dilakukan pada data ini berupa korelasi fenotipe dan korelasi genotipe.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum

Tanah lokasi percobaan mempunyai pH berkisar 4.75–5.58 dengan Al-dd 20-50% (Tabel 10). Curah hujan lokasi percobaan selama 4 bulan berkisar 88–199 mm dengan 9–20 hari hujan (HH) dan lama penyinaran berkisar 1086–2043%. Suhu udara lokasi Kecamatan Natar adalah 26–27 ◦C (Tabel 12).

Tahap pertumbuhan dan perkembangan tanaman sorgum dimulai dengan fase vegetatif, fase vegetatif maksimum kemudian masuk fase generatif hingga generatif maksimum (Gambar 1). Pengamatan pertumbuhan awal dilakukan pada 12 HST. Rata-rata daya tumbuh galur evaluasi berkisar 29–86% (Gambar 2A). Galur yang memiliki daya tumbuh dibawah 50% adalah galur 4-3, N/UP-39-10, N/UP-159-9. Pada pengamatan ini curah hujan sekitar 126 mm dan lama penyinaran 1598% (Tabel 12), sehingga pada fase ini dilakukan penyiraman.

Gambar 1 Fase pertumbuhan tanaman sorgum (A) fase vegetatif (B) fase vegetatif maksimum (C) fase generatif (D) fase generatif maksimum

A

B

B

C

D

(19)

Salah satu penyakit yang banyak menyerang tanaman sorgum adalah penyakit antraknosa disebabkan oleh cendawan Colletotrichum sp (Gambar 2B). Gejala awal penyakit ini adalah terjadinya bintik-bintik kecil, kemudian membesar dan menyatu sehingga daun menjadi layu. Pengembangan infeksi pertama terjadi di bawah daun lalu menyebar ke bagian atas daun dan batang. Gejalanya berbentuk bulat panjang berwarna ungu sampai berwarna kemerah-merahan atau kekuningan. Hal ini dikarenakan kondisi lingkungan yang lembab. Hama yang terdapat pada penelitian ini adalah ulat bulu dan burung, namun serangan hama yang dominan pada penelitian ini adalah ulat (Gambar 2C). Serangan hama ini terjadi pada fase generatif khususnya pada malai.

Gambar 2 Kondisi tanaman sorgum (A) tanaman berumur 13 HST (B) tanaman terserang penyakit antraknosa (C) serangan ulat pada malai umur 99 HST

Keragaan Karakter Agronomi Galur Sorgum di Tanah Masam

Hasil analisis ragam (Tabel 1) menunjukkan bahwa galur yang dievaluasi tidak berbeda nyata untuk umur panen dan bobot malai namun berbeda nyata untuk karakter diameter batang, jumlah daun, umur berbunga, kehijauan stadia generatif bobot biji malai-1 dan bobot 1000 biji. Galur-galur yang diuji berbeda sangat nyata untuk karakter tinggi tanaman, kehijauan stadia vegetatif dan panjang malai.

Tabel 1 Rekapitulasi sidik ragam galur sorgum di tanah masam

Peubah KT Fhitung KK

Galur Ulangan Galur Ulangan

(20)

9

angka yang diikuti huruf a dan b menunjukkan berbeda nyata dengan pembanding Numbu (a) dan UPCA S1 (b), (-) lebih kecil, (+) lebih besar pada uji Dunnet

Tinggi tanaman

Tinggi tanaman sorgum dipengaruhi oleh jumlah buku, panjang ruas batang, panjang tangkai malai, dan panjang malai. Pada tanaman sorgum, karakter tinggi tanaman merupakan peubah penting yang berkaitan dengan produktivitas biji dan bioetanol. Tanaman yang rendah sampai sedang mempermudah pemanenan dan lebih tahan terhadap rebah. Berdasarkan penimbangan fase vegetatif dan reproduktif, hal ini menunjukkan fase reproduktif dominan atas fase vegetatifnya. Keuntungan tanaman yang tinggi adalah menghasilkan bobot batang yang tinggi sehingga menghasilkan nira dalam jumlah banyak untuk pembuatan bioetanol. Hal ini menggambarkan bahwa fase vegetatif lebih dominan daripada fase reproduktif.

Galur yang dievaluasi memilki nilai tengah yang berbeda terhadap kedua pembanding. Galur berpengaruh nyata dan memilki nilai tengah lebih rendah dari pembanding Numbu adalah N/UP-4-3, N/UP-48-2, N/UP-82-3, N/UP-118-3, N/UP-124-7, N/UP-139-1, N/UP-139-5, N/UP151-3, N/UP166-6 (Tabel 2). Galur yang berpengaruh nyata terhadap pembanding UPCA S1 yakni galur N/UP-4-8, N/UP-17-10, N/UP-32-8, N/UP-39-10, N/UP156-8. Galur N/UP-159-9 tidak berbeda nyata terhadap kedua pembanding.

(21)

pH tanah dan toksisitas Al pada penelitian ini dan penelitian sebelumnya. Tanah lokasi penanaman sebelumnya memiliki pH 4.4–5.2 dan kejenuhan Al 1.21 me/100g, sedangkan lokasi penelitian ini memilki pH 4.75–5.58 dengan kejunahan Al 0.20–0.50 me/100g. Kisaran tinggi tanaman pada penelitian ini adalah 190.27–240.87 cm (Tabel 2), sedangkan penelitian sebelumnya karakter tinggi tanaman berkisar 146.28–224.74 cm (Mutiah 2012).

Diameter batang

Tanaman sorgum mempunyai batang yang berbentuk silinder yang terdiri dari ruas dan buku. Karakter diameter batang dapat memberikan informasi tentang kemampuan tanaman dalam mengalokasikan fotosintat. Tanaman yang tinggi menyebabkan alokasi fotosintat lebih banyak ke batang dibandingkan ke biji. Hal ini akan bermanfaat pada produktivitas bioetanol, namun tidak pada proses pemanenan tanaman penghasil biji.

Kisaran diameter batang dapat menunjukkan perbedaan pertumbuhan genotipe tanaman. Diameter batang berkisar 1.35–1.88 cm, sedangkan pembanding Numbu 1.53 cm dan UPCA S1 1.63 cm. Galur N/UP-139-5 berbeda nyata dan memilki nilai tengah lebih besar daripada pembanding Numbu. Perbedaan nilai diameter batang tanaman sorgum disebabkan oleh sifat toleransi masing-masing galur pada tanah masam.

Bobot biomassa

Energi yang tertangkap pada fotosintesis secara memuaskan diperlihatkan sebagian oleh seluruh biomassa (Setyati 1996). Bobot biomassa mencerminkan akumulasi pertumbuhan pada tanaman. Tanaman yang mampu mengkonversi energi sinar matahari dan mengakumulasikan produk fotosintesis dengan cepat akan ditandai dengan biomassa yang tinggi pula.

Bobot biomassa terendah ditunjukkan oleh galur N/UP-89-3 sebesar 3.83 kg dan terbesar oleh galur N/UP-139-5 dengan nilai 6,53 kg. Bobot biomassa pembanding Numbu dan UPCA S1 adalah 5.56 kg dan 5.46 kg (Tabel 2). Hal ini diduga bahwa galur N/UP-139-5 toleran pada tanah masam karena memilki bobot biomassa yang tinggi. Hasil penelitian Wang et al. (2006) dan Agustinaet al. (2010) menunjukkan bahwa bobot biomassa tanaman adalah karakter yang sangat menentukan toleransi tanaman terhadap tanah masam.

Jumlah daun

(22)

11

Keragaan Karakter Morfologi Galur Sorgum di Tanah Masam

Tanaman sorgum diketahui memiliki mekanisme stay green sejak fase pengisian biji. Karakter stay green adalah kemampuan tanaman dalam mempertahankan kehijauan daun meskipun pasokan air terbatas. Menurut Borrel

et al. (2006) karakter ini berpengaruh terhadap potensi hasil biji secara kualitas dan kuantitas karena kemampuan sorgum mengelola batang dan daunnya tetap hijau. Hal ini juga didukung dengan adanya lapisan lilin pada daun yang dapat mengurangi kehilangan air pada periode kekeringan air.

Tabel 3 Keragaan karakter morfologi galur sorgum di tanah masam Lampung

angka yang diikuti huruf a dan b menunjukkan berbeda nyata dengan pembanding Numbu (a) dan UPCA S1 (b), (-) lebih kecil, (+) lebih besar pada uji Dunnet

Kehijauan daun stadia vegetatif dan generatif

Pengukuran kehijauan daun dilakukan pada daun bendera. Daun bendera merupakan daun yang muncul terakhir pada tanaman sorgum dan terbentuknya daun ini menandakan berakhirnya masa vegetatif. Kehijauan daun dibagi atas dua yakni kehijauan vegetatif yang dilakukan pada saat vegetatif maksimum dan kehijauan generatif saat menjelang panen.

(23)

berbeda nyata dengan pembanding Numbu dan UPCA S1 serta memilki nilai tengah kehijauan stadia vegetatif yang paling rendah daripada galur evaluasi lainnya.

Keragaan Komponen Hasil Galur Sorgum di Tanah Masam

Komponen hasil merupakan faktor penyebab perbedaan keragaan untuk kategori kuantitatif. Keragaan komponen hasil dapat dilihat dari karakter umur berbunga, umur panen pada tabel 4, panjang malai, bobot malai, bobot biji/malai dan bobot 1000 biji pada tabel 5.

Tabel 4 Karakter umur berbunga dan umur panen sorgum di tanah masam

angka yang diikuti huruf a dan b menunjukkan berbeda nyata dengan pembanding Numbu (a) dan UPCA S1 (b), (-) lebih kecil, (+) lebih besar pada uji Dunnet

Umur berbunga

(24)

13

Umur panen

Galur-galur yang dievaluasi memiliki umur panen berkisar 109.33–116 HST sedangkan Numbu 115 HST dan UPCA S1 114 HST. Menurut Laporan Akhir Tahunan Pelestarian Plasma Nutfah Tanaman Pangan 1999/2000 dalam Yusro (2001) klasifikasi umur panen yakni sedang (91–100 HST), dalam (101–110 HST) dan sangat dalam (>110 HST). Galur yang dievaluasi tergolong dalam klasifikasi umur panen dalam sampai sangat dalam. Pada percobaan ini tidak terdapat galur yang memilki umur panen sedang.

Tabel 5 Keragaan komponen hasil galur sorgum di tanah masam Lampung

angka yang diikuti huruf a dan b menunjukkan berbeda nyata dengan pembanding Numbu (a) dan UPCA S1 (b), (-) lebih kecil, (+) lebih besar pada uji Dunnet

Bobot malai

(25)

Bobot biji malai-1

Sungkono (2010) menyatakan bahwa bobot biji malai-1 merupakan salah satu karakter seleksi untuk evaluasi sorgum di tanah masam. Galur yang dievaluasi memiliki nilai bobot bobot biji malai-1 setara dengan varietas pembanding yakni UPCA S1 dan Numbu. Pada tabel 5 terdapat tujuh galur yang memilki bobot biji malai-1 diatas rata-rata seluruh galur evaluasi yakni galur N/UP-4-8, N/UP-48-2, N/UP-118-7, N/UP139-1, N/UP-139-5, N/UP-159-9 dan N/UP-166-6.Toleransi tanaman terhadap cekaman di lapang ditunjukkan oleh kemampuan tanaman dalam mempertahankan daya hasil (Wang et al. 2006).

Bobot 1000 biji

Bobot 1000 biji merupakan ukuran yang menggambarkan ukuran biji yang dihasilkan tanaman serealia (Dermawan 2011). Galur N/UP-4-8 berbeda nyata lebih kecil dari pembanding Numbu sedangkan galur lainnya tidak berbeda nyata dengan kedua pembanding. Galur ini juga memiliki bobot 1000 biji lebih rendah dari kedua pembanding. Hal ini diduga karena galur ini tidak toleran terhadap pH yang rendah dan kejenuhan Al. Galur lainnya tidak berbeda nyata dengan kedua pembanding dikarenakan bobot 1000 biji yang dihasilkan lebih rendah dari kedua pembanding khususnya UPCA S1 sehingga galur ini diduga lebih peka terhadap tanah masam.

Panjang malai

Panjang malai sorgum merupakan karakter penting dalam komponen hasil karena malai tempat terbentuknya biji sorgum. Panjang malai merupakan sink

yang harus diisi fotosintat sehingga menghasilkan bobot biji/malai atau bobot malai yang tinggi. Panjang malai akan berkorelasi postif terhadap peningkatan bobot biji/malai. Galur N/UP-4-8, N/UP-32-8, N/UP-89-3, N/UP-124-7 memilki panjang malai lebih rendah dari kedua pembanding. Hal ini diduga karena pH masam dan cekaman Al sehingga ketidakmampuan galur ini menghasilkan fotosintat untuk membentuk sink yang besar.

Korelasi Karakter Agronomi, Morfologi dan Komponen Hasil Galur Sorgum

Analisis korelasi digunakan untuk mengetahui karakter yang berkaitan dengan karakter utama, yaitu untuk memperbaiki respon ikutan dalam penerapan seleksi tak langsung. Keeratan hubungan menjadi faktor penting pada program pemuliaan tanaman oleh sebab itu perlu dilakukan uji korelasi antar karakter agronomi, karakter agronomi dengan komponen hasil dan antar komponen hasil. Tabel 6 Korelasi karakter agronomi di tanah masam Lampung Selatan

(26)

15 Analisis korelasi antara karakter agronomi ditunjukkan pada Tabel 6. Tinggi tanaman tidak berkorelasi nyata dengan diameter batang. Diameter batang dan lebar batang yang tinggi akan sangat dibutuhkan untuk menopang tinggi tanaman agar tidak rebah. Penelitian Sungkono (2010) menunjukkan bahwa petani menempatkan tingkat kerebahan sebagai seleksi pertama yang berarti petani tidak akan menanam sorgum yang mudah rebah. Pada galur-galur ini seleksi untuk tinggi batang tidak akan mempengaruhi diameter batang. Tinggi tanaman tidak berkorelasi dengan jumlah daun, namun bernilai positif. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tanaman maka jumlah daun tidak akan semakin banyak.

Umur berbunga tidak berkorelasi dengan umur panen. Hal ini menunjukkan bahwa galur galur yang dievaluasi memiliki umur berbunga yang pendek atau sedang namun umur panennya dalam atau lama dan sebaliknya. Umur berbunga memiliki nilai postif dengan jumlah daun. Hal ini sesuai dengan penelitian Sungkono (2010) yang menyatakan bahwa galur yang memiliki jumlah daun yang lebih banyak akan berkorelasi positif dengan periode vegetatif. Umur panen berkorelasi positif dan sangat nyata dengan jumlah daun. Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah daun maka umur panen dalam.

Tabel 7 Korelasi jumlah daun dengan kehijauan daun di tanah masam Lampung Selatan

Peubah JD KV

KV -0.22

KG -0.07 0.10

*)= berkorelasi nyata pada taraf 5%, **)= berkorelasi sangat nyata pada taraf 1%, JD (Jumlah Daun), KV (Kehijauan Vegetatif), KG (Kehijauan Generatif)

Daun merupakan produsen fotosintat sehingga dapat dijadikan sebagai indikator pertumbuhan tanaman. Tabel 7 menunjukkan bahwa jumlah daun tidak tidak berkorelasi dengan kehijauan daun pada stadia vegatatif maupun pada stadia generatif. Kehijauan daun stadia vegetatif tidak berkorelasi secara nyata dengan kehijauan daun pada stadia generatif. Hal ini menujukkan bahwa tidak ada hubungan yang nyata antara kehijauan stadia vegetatif dengan stadia generatif. Tabel 8 Korelasi karakter agronomi dengan komponen hasil di tanah masam Tanaman), DB (Diameter Batang), UB (Umur Berbunga), UP (Umur Panen), PM (Panjang Malai),

BM (Bobot Malai), BBM (bobot biji malai-1) dan BSB (Bobot 1000 Butir).

(27)

positif dan sangat nyata dengan bobot biji/malai dan bobot 1000 biji. Percobaan ini sesuai dengan percobaan Reddy et al. (2012) yang menunjukkan bahwa umur berbunga berkorelasi positif dan nyata terhadap hasil biji. Karakter tinggi tanaman berkorelasi negatif dengan bobot biji/malai, panjang malai dan bobot 1000 biji. Hal ini menunjukkan bahwa semakin pendek tanaman tersebut maka daya hasil yang diperoleh akan tinggi. Pada pemuliaan tanaman, hal inilah yang diharapkan sebagai varietas.

Tabel 9 Korelasi komponen hasil di tanah masam Lampung Selatan

Peubah PM BM BBM

Malai), BM (Bobot Malai), BBM (bobot biji malai-1) dan BSB (Bobot 1000 Butir)

Korelasi terlihat antar komponen hasil meliputi panjang malai, bobot malai, bobot biji malai-1 dan bobot 1000 biji. Panjang malai merupakan ruang tempat biji tumbuh dan berkembang. Panjang malai berkorelasi postif dan sangat nyata dengan bobot biji malai-1 dan bobot 1000 biji. Hubungan ini menunjukkan semakin panjang malai sorgum maka bobot biji malai-1 juga meningkat dan sama halnya dengan bobot 1000 biji, namun tidak sama halnya dengan bobot malai. Panjang malai berkorelasi negatif dan tidak nyata dengan bobot malai. Korelasi positif dan sangat nyata juga ditunjukkan oleh bobot biji malai-1 dengan bobot 1000 biji. Bobot 1000 biji menggambarkan ukuran biji yang dihasilkan tanaman tersebut.

SIMPULAN

(28)

17

SARAN

Syarat untuk pelepasan varietas adalah uji daya adaptasi, oleh sebab itu galur N/UP-4-8, N/UP-48-2, N/UP-118-7, N/UP139-1, N/UP-139-5, N/UP-159-9 dan N/UP-166-6 perlu uji adaptasi di beberapa lingkungan produksi sorgum.

DAFTAR PUSTAKA

Agustina K, Sopandie D, Trikoesoemaningtyas, Wirnas D. 2010. Tanggap fisiologi akar sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) terhadap cekaman aluminium dan defisiensi fosfor di dalam rhizotron. J Agron Indonesia

38(2):88-94.

Akhter A, Khan SH, Hiroaki E, Tawaraya K, Rao M, Wenzl P, Ishikawa S, Wagatsuma T. 2009. Greater contribution of low-nutrient tolerance to sorghum and maize growth under combined strees conditionwith high aluminum and low nutrient in solution culture simulating the nutrient status of tropical acid soils. J Soil Sci. Plant Nutr. 55: 394-406.

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG). 2013. Data Iklim. Lampung (ID): BMKG Stasiun Masgar Lampung.

Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pertanian. 2005. Rencana Aksi Pemantapan Ketahanan Pangan 2005-2010. Lima Komoditas: Beras, Jagung, Kedelai, Gula, dan Daging Sapi. Jakarta (ID): Balitbangtan Deptan.

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Lampung. 2013. Analisis Tanah. Lampung (ID): BPTP Lampung.

Beti YA, Ispandi A, Sudaryono. 1990. Sorgum. Monograf Balittan Malang No. 5. Malang (ID): Balai Penelitian Tanaman Pangan. 25 hal.

Borrell A, Oosterom EV, Hammer G, Jordan D, Douglas A. 2006. The Physiology

of “stay-green” in Sorghum. University of Queensland. Brisbande.

Carter PR, Hicks, Oplinger DR, Dolles, Bundy JD, Schuler LG, Holmes BJ. 1989. Sorghum-Grain (Milo) [Internet]. [diunduh 2013 Agustus 5]. Tersedia pada: http//corn.agronomy.wisc.edu/AlternativeCrops/sorghumGrainhtm.

Dermawan R. 2011. Respon Galur Sorgum terhadap Pemupukan P pada Berbagai Taraf Kejenuhan Aluminium di Tanah Masam [Tesis]. Bogor (ID): Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. 86 hal.

Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI. 1992. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Jakarta (ID): Bhratara. 57 hal.

Doggett H. 1970. Sorghum. Longmans Green and CO. Ltd. London. 403p.

DalamTeknologi Pengelolaan Lahan Kering. In A. Adimihardja, Mappaona dan A. Saleh (Eds). Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Bogor (ID): Badan Litbang Deptan Bogor. hal 1-34.

Hairiah K, Widianto, Utami SR, Suprayogo D, Sunaryo, Sitompul SM, Lusiana B, Mulia R, Noordwijk MV, Cadisch G. 2000. Pengelolaan Tanah Masam secara Biologi; Refleksi Pengalaman dari Lampung Utara. Jakarta (ID): SMT Grafika Desa Putera. 187 hal.

(29)

Hidayat A, Mulyani A. 2002. Lahan Kering untuk Pertanian. Dalam Teknologi Pengelolaan Lahan Kering. Penyunting: A. Adimihardja, Mappaona dan Arsil Saleh. Bogor (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Badan Litbang Deptan, Bogor. Hal 1-34.

Hoeman S. 2007. Peluang dan Potensi Pengembangan Sorgum Manis. Makalah

pada workshop “Peluang dan Tantangan Sorgum Manis sebagaiBahan

Baku Bioetanol”. Jakarta (ID): Dirjen Perkebunan, Departemen Pertanian. 10 hal.

Ismail GI, Kodir A. 1977. Cara bercocok tanam sorgum. Buletin teknik lembaga pusat penelitian pertanian Bogor (2):1-9.

Kochian LV. dan Hoekenga OA. 2004. How do crop plants tolerance acid soil? Mechanism of aluminum tolerance and phosphorous efficiency. Annu.Rev. Plant Biol. 55: 459-493.

Laimeheriwa J. 1990. Teknologi Budidaya Sorgum. Irian Jaya (ID): Departemen Pertanian, Balai Informasi Pertanian.

Mutiah Z. 2012. Uji Daya Hasil Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) di Tanah Masam, Jasinga [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. 54 hal. Poehlman JM, Sleper DA. 1996. Breeding Field Crops 4th Ed. Lowa: Lowa State

Univ. Pr.

Reddy BVS, Dar WD. 2007. Sweet sorghum for bioethanol. Makalah pada workshop “Peluang dan Tantangan Sorghum Manis sebagai Bahan Baku Bioethanol”. Jakarta (ID): Dirjen Perkebunan Departemen Pertanian.

Reddy PS, Patil JV, Nirmal SV, Gadakh SR. 2012. Improving post-rainy season sorghum productivity in medium soils: does ideotype breeding hold a clue?.Current science 102(6).

Roesmarkam S, Subandi, Muchlis E. 1985. Hasil penelitian pemuliaan sorgum. Risalah Rapat Teknis Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. Hal 155-160.

Rukmana H, Oesman Y. 2001. Usaha Tani Sorgum. Jakarta (ID): Kanisius. 40 hal. Schober TJ, Bean, Boyle. 2007. Gluten-free sorghum bread improved by

sourdough fermentation: biochemical, rheologichal and microstructural background. J Agricultural Food 55:5137-5146.

Sopandie D. 2006. Perspektif Fisiologi dalam Pengembangan Tanaman Pangan di Lahan Marjinal. Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Fisiologi Tanaman.Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Sudaryono. 2003. Strategi pengembangan dan peningkatan produktivitas kacang tanah pada lahan kering masam di Kalimantan Selatan. J Palawija 5 & 6:13-25.

Sungkono, Trikosoemaningtyas, Wirnas D, Sopandie D, Human S, Yudianto MA. 2009. Penduga paremeter genetik dan seleksi galur mutan sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) di tanah masam. B Agronomi Indonesia 37(3):220-225. Sungkono. 2010. Seleksi Galur Mutan Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench)

(30)

19 Pendekatan Participatory Plant Breeding [Disertasi].Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Syngenta Foundation for Sustainable Agriculture (SFSA). 2003. Sorghum:increasing opportunities and choice for poornrural communities in semi-arid areas through sustainable innovation in agriculture [Internet]. [22 Agustus 2013]. Tersedia pada http://www.syngenta foundation.com/sorghum.htm.

Tjitrosoepomo G. 2000. Taksonomi Tumbuhan (Spermatophyta). Yogyakarta (ID): Gadjah Mada Univ Pr. 477 hal.

Toure A, Rattunde FW, Weltzien E. 2004. Guinea sorghum hybrids: Bringing the benefits of hybrid technology to a staple crop of sub-Saharan Africa. IER-ICRISAT.

Tribe D. 2007. Aluminium resistance gene found in sorghum genome-allows growth in acid soil [Internet].[19 Agustus 2013].Tersedia pada http//cornellsun.com/node/23945.

Van der Heide J, Setijono S, Syekhfani MS, Flach EN, Hairiah K, Sitompul SM, van Moordwijk M. 1992. Can low external input cropping system on acid upland soils in the humid tropics be sustainable?.J Agrivita 15:1-10.

Wang Jun-ping, Raman Harsh, Zhang Guo-ping, Mendham Neville, Zhou Mei-xue. 2006. Aluminium tolerance in barley (Hordeum vulgare L.): physiological mechanisms, genetics and screening ,methodes. J Zhejiang Univ Science B 7(10): 769-787.

Yudiarto MA. 2006. Pemanfaatan Sorgum sebagai Bahan Baku Bioetanol. Balai Besar Teknologi Pati (B2TP), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Lampung.

(31)

Tabel 10 Analisis tanah percobaan

aBalai Pengkajian Teknologi Pertanian Lampung (2013)

Tabel 11 Kriteria penilaian sifat kimia tanah

Sifat Tanah Sangat

Rendah

Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi

N (%) <0.10 0.10-1.20 2.01-3.00 3.01-5.00 >5.00

Tabel 12 Data iklim Kecamatan Natar Lampung Selatan

Bulan Curah hujan Kelembaban udara

(%)

(32)

21 Umur panen 90-100 hari 100-105 hari Tipe tanaman Tidak beranak, tidak

bercabang,berbatang kokoh Jumlah daun/batang 13-15 helai 14 helai Tinggi Tanaman 140-160 cm 187 cm Tipe Malai Setengah kompak, tegak dan

berbentuk elip

Berbentuk elip, tegak kompak, warna krem Sifat Sekam Warna hitam, menutup

sepertiga bagian biji dan

Hasil rata-rata 4 ton/ha 3.11 ton/ha

Potensi Hasil - 4.0-5.0 t/ha

Keterangan Cocok untuk lahan dataran rendah, pH netral dan banyak nerkembang di Jateng

(33)

Lampiran 2 Layout percobaan

1 4 5 8 2 16 10 13 15 3 12 U 6 14 17 9 11 7 N

Ulangan 1

10 6 U 17 13 4 14 N 16 7 15 9 8 3 2 11 12 5 1

Ulangan 2

12 5 9 7 15 17 2 10 3 U 1 13 4 6 N 14 8 16 11

Ulangan 3

Galur-galur sorgum F8 Pembanding

1 = N/UP-4-3 UPCA S1

2 = N/UP-4-8 Numbu

3 = N/UP-17-10 4 = N/UP-32-8 5 = N/UP-39-10 6 = N/UP-48-2 7 = N/UP-82-3 8 = N/UP-89-3 9 = N/UP-118-3 10 = N/UP-118-7 11 = N/UP-124-7 12 = N/UP-139-1 13 = N/UP-139-5 14 = N/UP-151-3 15 = N/UP-156-8 16 = N/UP-159-9 17 = N/UP-166-6

3.5 m

(34)

Lampiran 3 Analisis korelasi

T T DB UB UP KV KG JD PM BM BBM BSB

TT 1.00000

DB 0.08361 1.00000 0.5363

UB -0.42967 -0.14252 1.00000 0.0009 0.2903

UP -0.12567 0.07375 0.00861 1.00000 0.3516 0.5856 0.9493

KV 0.09482 -0.06779 -0.14570 0.56017 1.00000 0.4829 0.6164 0.2795 <.0001

KG -0.49974 0.08598 0.39315 0.14667 -0.07914 1.00000 <.0001 0.5248 0.0025 0.2763 0.5584

JD -0.13007 0.08197 0.08356 -0.34085 -0.17660 0.56287 1.00000 0.3349 0.5444 0.5366 0.0095 0.1888 <.0001

PM -0.17515 0.26332 0.32798 -0.17004 -0.22031 0.10010 0.09045 1.00000 0.1925 0.0478 0.0128 0.2060 0.0996 0.4588 0.5034

BM -0.36357 -0.04841 0.46214 0.12568 0.01108 0.19137 -0.03551 -0.00577 1.00000 0.0054 0.7206 0.0003 0.3516 0.9348 0.1539 0.7932 0.9660

BBM -0.35006 -0.09627 0.68136 -0.06959 -0.31631 0.44489 0.16258 0.31203 0.41111 1.00000 0.0076 0.4762 <.0001 0.6070 0.0165 0.0005 0.2269 0.0181 0.0015

BSB -0.41143 -0.04196 0.70087 -0.04927 -0.29526 0.42875 0.04532 0.16340 0.58603 0.81731 1.00000 0.0015 0.7566 <.0001 0.7159 0.0258 0.0009 0.7378 0.2246 <.0001 <.0001

(35)

Lampiran 4 Warna biji dan bentuk malai

(36)

Lampiran 4 warna biji dan bentuk malai

(37)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sibolga pada tanggal 19 Januari 1992 dari ayah Bilihar Sitanggang dan ibu Rajinna Banjarnahor. Penulis adalah anak ke kelima dari lima bersaudara. Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Swasta Katolik Sibolga dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur undangan seleksi masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian.

Penulis mengikuti salah satu organisasi UKM di IPB yakni keluarga mahasiswa katolik IPB (KeMaKI) dan memegang tanggung jawab ini selama dua periode sebagai anggota dan ketua periode tahun 2010/2011 dan 2011/2012. Penilis juga aktif mengikuti kegiatan departemen dan IPB seperti panitia MPD pada tahun 2011, panitia seminar nasional Fakultas Pertanian pada tahun 2012, panitia festival tanaman nasional (FESTA) pada tahun 2011–2013, panitia seminar sagu dan kelapa sawit pada tahun 2012 dan sebagainya. Tahun ajaran 2011/2012 bulan Juni-Agustus penulis melaksanakan kuliah kerja praktek (KKP) di Kalimantan Selatan yang bekerja sama antara IPB dan Perusahaan Arutmint dengan melakukan berbagai program pertanian, sosial, kesehatan, pengajaran ilmu pengetahuan dan sebagainya.

Penulis juga pernah mengikuti program kreativitas mahasiswa (PKM) pada tahun 2012. Prestasi yang pernah diraih penulis selam perkuliahan antara lain juara 2 Paduan Suara se-Kota Bogor umat katolik tahun 2010, juara 3 olahraga bola voli PORSENI Kota Bogor tahun 2010, juara 1 pasangan ganda bulutangkis Agrosportment berturur-turut dari tahun 2010-2011, juara 1

Gambar

Gambar 1  Fase pertumbuhan tanaman sorgum (A) fase vegetatif (B) fase vegetatif maksimum (C) fase generatif (D) fase generatif maksimum
Gambar 2   Kondisi tanaman sorgum (A) tanaman berumur 13 HST (B) tanaman
Tabel 2 Keragaan karakter agronomi galur sorgum di tanah masam Lampung Selatan
Tabel 3  Keragaan karakter morfologi galur sorgum di tanah masam Lampung Selatan
+4

Referensi

Dokumen terkait

Peubah amatan yang diamati adalah tinggi tanaman, jumlah daun, diameter batang, umur berbunga, jumlah klorofil, umur panen, produksi per sampel, produksi per plot berat biji

Berdasarkan uji- t terhadap galur - galur yang diuji (Tabel 1) menunjukkan bahwa tidak terdapat satupun galur yang memiliki jumlah daun lebih banyak dibandingkan galur

Berdasarkan nilai standar error pada tinggi tanaman, jumlah daun, umur berbunga, panjang malai, jumlah biji per malai, bobot biji per malai dan berat 1000 biji

Data yang dikumpulkan adalah tinggi tanaman, jumlah ruas per tanaman, diameter batang, persentase tumbuh ratun pertama dan kedua, umur berbunga, umur panen, bobot biomas segar

Galur-galur yang diuji berbeda sangat nyata pada karakter tinggi tanaman dan berbeda nyata pada karakter bobot 100 biji, namun, tidak berbeda nyata pada karakter jumlah polong

Hasil analisis koefisien keragaman genotipe dan koefisien keragaman fenotipe pada Tabel 5 menunjukkan karakter tinggi tanaman, diameter batang, jumlah daun, dan

Berdasarkan sidik ragam dapat diketahui bahwa perlakuan mulsa berpengaruh tidak nyata terhadap parameter tinggi tanaman, jumlah daun, diameter batang, bobot basah

Perlakuan tunggal dosis pupuk kandang ayam menunjukkan hasil berbeda nyata terhadap variabel tinggi tanaman, diameter batang, panjang malai, panjang tangkai malai, diameter tangkai