• Tidak ada hasil yang ditemukan

Respons Pertumbuhan dan Produksi Beberapa Varietas Sorgum (sorghum bicolor (l.) moench) Terhadap Pemberian Paclobutrazol

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Respons Pertumbuhan dan Produksi Beberapa Varietas Sorgum (sorghum bicolor (l.) moench) Terhadap Pemberian Paclobutrazol"

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)

Respons Pertumbuhan dan Produksi Beberapa Varietas Sorgum (sorghum bicolor (l.) moench) Terhadap

Pemberian Paclobutrazol

SKRIPSI

OLEH : Amelia Aztrina

090301071/AGROEKOTEKNOLOGI

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

(2)

RESPONS PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BEBERAPA VARIETAS SORGUM (Sorghum bicolor (L.) Moench) TERHADAP

PEMBERIAN PACLOBUTRAZOL

SKRIPSI

OLEH : AMELIA AZTRINA

090301071/AGROEKOTEKNOLOGI

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

(3)

Judul : Respons pertumbuhan dan produksi beberapa varietas sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) terhadap pemberian paclobutrazol

Nama : Amelia Aztrina

NIM : 090301071

Minat : Pemuliaan Tanaman Program Studi : Agroekoteknologi

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Luthfi A. M. Siregar, SP. MSc, PhD. Ir. E. Harso Kardhinata, MSc.

Ketua Anggota

Mengetahui,

(4)

ABSTRAK

AMELIA AZTRINA: Respons Pertumbuhan dan Produksi Beberapa Varietas Sorgum terhadap Pemberian Paclobutrazol, dibimbing oleh LUTHFI A. M. SIREGAR dan E. HARSO KARDHINATA.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respons pertumbuhan dan produksi beberapa varietas sorgum terhadap pemberian paclobutrazol. Penelitian dilaksanakan di lahan pertanian penduduk di Jl. Pasar I Tanjung Sari, Medan pada Oktober 2013-Januari 2014, menggunakan rancangan acak kelompok dengan dua faktor perlakuan yaitu konsentrasi paclobutrazol (0, 500, 750, dan 1000 ppm) dan beberapa varietas (kawali dan numbu). Peubah amatan yang diamati adalah tinggi tanaman, jumlah daun, diameter batang, umur berbunga, jumlah klorofil, umur panen, produksi per sampel, produksi per plot berat biji malai per sampel, berat biji malai per plot, dan bobot 100 biji.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian paclobutrazol berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, diameter batang, dan umur berbunga. Perlakuan varietas berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, diameter batang, umur berbunga, jumlah klorofil, umur panen, dan bobot 100 biji. Interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap seluruh peubah amatan. Hasil terbaik dari penelitian ini diperoleh pada kombinasi paclobutrazol 500 ppm dan varietas numbu.

(5)

ABSTRACT

AMELIA AZTRINA: Growth Response and Production of Some Sorghum Varieties to the Addition of Paclobutrazol, supervised by LUTHFI A. M. SIREGAR and E. HARSO KARDHINATA.

The objective of this research was to know growth response and production of some sorghum varieties to the addition of paclobutrazol. This research was conducted in experimental field at Jl. Pasar I Tanjung Sari, Medan from October 2013-January 2014, used randomized block design with two factors paclobutrazol concentration (0, 500, 750, and 1000 ppm) and varieties (kawali and numbu). Parameters measured were plant height, the number of leaves, stem diameter, flowering time, the number of chlorophyl, harvesting time, yield per sampel, yield per plot, weight of panicle seed per sampel, weight of panicle seed per plot, and 100 grains weigh.

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 07 Oktober 1991 dari

ayah Abdul Aziz dan ibu Zulia Meifiana. Penulis merupakan putri ke empat dari

empat bersaudara.

Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Harapan I Medan dan pada tahun

yang sama masuk ke Fakultas Pertanian USU melalui jalur UMB. Penulis

memilih minat Pemuliaan Tanaman, Program Studi Agroekoteknologi.

Selama menjalani perkuliahan, penulis aktif dalam sebagai pengurus

organisasi Himpunan Mahasiswa Agroekoteknologi (Himagrotek) serta sebagai

asisten di Laboratorium Dasar Pemuliaan Tanaman dan Bioteknologi Pertanian

Sub-Pemuliaan Tanaman.

Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) periode Juli sampai

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena

atas berkat dan rahmat-Nya lah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada

waktunya. Adapun judul skripsi ini adalah “Respons Pertumbuhan dan Produksi

Beberapa Varietas Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) terhadap Pemberian Paclobutrazol.”

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada

Luthfi A. M. Siregar, SP. MSc, PhD. dan Ir. E. Harso Kardhinata, MSc. selaku

ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah membimbing dan memberi

masukan selama penulisan dalam penyelesaian skripsi ini. Penulis mengucapkan

terimakasih kepada kedua orang tua yang telah memberikan dukungan finansial

dan spiritual. Ucapan terimakasih juga ditujukan kepada seluruh staf pengajar,

pegawai serta kerabat di lingkungan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera

Utara yang telah berkontribusi dalam kelancaran studi dan penyelesaian

skripsi ini.

Semoga skripsi ini dapat menjadi bahan informasi bagi pihak yang

membutuhkan.

Medan, Januari 2014

(8)
(9)

Pengeringan ... 19

Pengamatan Parameter ... 19

Tinggi Tanaman (cm) ... 19

Jumlah Daun (helai) ... 19

Diameter Batang (mm) ... 20

Umur Berbunga (hari) ... 20

Jumlah Klorofil ... 20

Umur Panen (hari) ... 20

Produksi per Sampel (g) ... 21

Produksi per Plot (g) ... 21

Berat Biji Malai per Sampel (g) ... 21

Berat Biji Malai per Plot (g) ... 21

Bobot 100 Biji (g) ... 21

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 22

Pembahasan ... 33

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 38

Saran ... 38

DAFTAR PUSTAKA

(10)

DAFTAR TABEL

No. Hal.

1. Tinggi tanaman (cm) terhadap pemberian paclobutrazol dan varietas

pada umur 5-9 MST ... 23

2. Jumlah daun (helai) terhadap pemberian paclobutrazol dan varietas pada umur 5-9 MST ... 25

3. Diameter batang (mm) terhadap pemberian paclobutrazol dan varietas pada umur 5-9 MST ... 26

4. Umur berbunga (hari) terhadap pemberian paclobutrazol dan varietas ... 28

5. Jumlah klorofil terhadap pemberian paclobutrazol dan varietas... 29

6. Umur panen (hari) terhadap pemberian paclobutrazol dan varietas ... 29

7. Produksi per sampel (g) terhadap pemberian paclobutrazol dan varietas .... 30

8. Produksi per plot (g) terhadap pemberian paclobutrazol dan varietas ... 31

9. Berat biji malai per sampel (g) terhadap pemberian paclobutrazol dan varietas ... 31

10.Berat biji malai per plot (g) terhadap pemberian paclobutrazol dan varietas ... 32

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal.

1. Deskripsi tanaman sorgum varietas Kawali ... 42

2. Deskripsi tanaman sorgum varietas Numbu ... 43

3. Bagan penelitian ... 44

4. Bagan letak tanaman pada plot ... 45

5. Jadwal kegiatan penelitian ... 46

6. Perhitungan konsentrasi larutan ... 47

7. Analisis tanah lahan penelitian... 48

8. Data pengamatan tinggi tanaman 5 MST (cm) ... 49

9. Daftar sidik ragam tinggi tanaman 5 MST ... 49

10. Data pengamatan tinggi tanaman 6 MST (cm) ... 50

11. Daftar sidik ragam tinggi tanaman 6 MST ... 50

12. Data pengamatan tinggi tanaman 7 MST (cm) ... 51

13. Daftar sidik ragam tinggi tanaman 7 MST ... 51

14. Data pengamatan tinggi tanaman 8 MST (cm) ... 52

15. Daftar sidik ragam tinggi tanaman 8 MST ... 52

16. Data pengamatan tinggi tanaman 9 MST (cm) ... 53

17. Daftar sidik ragam tinggi tanaman 9 MST ... 53

18. Data pengamatan jumlah daun 5 MST (helai) ... 54

19. Daftar sidik ragam jumlah daun 5 MST ... 54

20. Data pengamatan jumlah daun 6 MST (helai) ... 55

21. Daftar sidik ragam jumlah daun 6 MST ... 55

22. Data pengamatan jumlah daun 7 MST (helai) ... 56

23. Daftar sidik ragam jumlah daun 7 MST ... 56

24. Data pengamatan jumlah daun 8 MST (helai) ... 57

25. Daftar sidik ragam jumlah daun 8 MST ... 57

26. Data pengamatan jumlah daun 9 MST (helai) ... 58

27. Daftar sidik ragam jumlah daun 9 MST ... 58

28. Data pengamatan diameter batang 5 MST (mm) ... 59

29. Daftar sidik ragam diameter batang 5 MST ... 59

30. Data pengamatan diameter batang 6 MST (mm) ... 60

31. Daftar sidik ragam diameter batang 6 MST ... 60

32. Data pengamatan diameter batang 7 MST (mm) ... 61

33. Daftar sidik ragam diameter batang 7 MST ... 61

34. Data pengamatan diameter batang 8 MST (mm) ... 62

35. Daftar sidik ragam diameter batang 8 MST ... 62

36. Data pengamatan diameter batang 9 MST (mm) ... 63

37. Daftar sidik ragam diameter batang 9 MST ... 63

38. Data pengamatan umur berbunga (hari)………64

(12)

40. Data pengamatan jumlah klorofil ... 65

41. Daftar sidik ragam jumlah klorofil ... 65

42. Data pengamatan umur panen (hari) ... 66

43. Daftar sidik ragam umur panen ... 66

44. Data pengamatan produksi per sampel (g) ... 67

45. Daftar sidik ragam produksi per sampel ... 67

46. Data pengamatan produksi per plot (g) ... 68

47. Daftar sidik ragam produksi per plot ... 68

48. Data pengamatan berat biji malai per sampel (g)... 69

49. Daftar sidik ragam berat biji malai per sampel ... 69

50. Data pengamatan berat biji malai per plot (g) ... 70

51. Daftar sidik ragam berat biji malai per plot ... 70

52. Data pengamatan bobot 100 biji (g) ... 71

53. Daftar sidik ragam bobot 100 biji ... 71

54. Koefisien korelasi antar karakter yang diamati ... 72

(13)

ABSTRAK

AMELIA AZTRINA: Respons Pertumbuhan dan Produksi Beberapa Varietas Sorgum terhadap Pemberian Paclobutrazol, dibimbing oleh LUTHFI A. M. SIREGAR dan E. HARSO KARDHINATA.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respons pertumbuhan dan produksi beberapa varietas sorgum terhadap pemberian paclobutrazol. Penelitian dilaksanakan di lahan pertanian penduduk di Jl. Pasar I Tanjung Sari, Medan pada Oktober 2013-Januari 2014, menggunakan rancangan acak kelompok dengan dua faktor perlakuan yaitu konsentrasi paclobutrazol (0, 500, 750, dan 1000 ppm) dan beberapa varietas (kawali dan numbu). Peubah amatan yang diamati adalah tinggi tanaman, jumlah daun, diameter batang, umur berbunga, jumlah klorofil, umur panen, produksi per sampel, produksi per plot berat biji malai per sampel, berat biji malai per plot, dan bobot 100 biji.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian paclobutrazol berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, diameter batang, dan umur berbunga. Perlakuan varietas berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, diameter batang, umur berbunga, jumlah klorofil, umur panen, dan bobot 100 biji. Interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap seluruh peubah amatan. Hasil terbaik dari penelitian ini diperoleh pada kombinasi paclobutrazol 500 ppm dan varietas numbu.

(14)

ABSTRACT

AMELIA AZTRINA: Growth Response and Production of Some Sorghum Varieties to the Addition of Paclobutrazol, supervised by LUTHFI A. M. SIREGAR and E. HARSO KARDHINATA.

The objective of this research was to know growth response and production of some sorghum varieties to the addition of paclobutrazol. This research was conducted in experimental field at Jl. Pasar I Tanjung Sari, Medan from October 2013-January 2014, used randomized block design with two factors paclobutrazol concentration (0, 500, 750, and 1000 ppm) and varieties (kawali and numbu). Parameters measured were plant height, the number of leaves, stem diameter, flowering time, the number of chlorophyl, harvesting time, yield per sampel, yield per plot, weight of panicle seed per sampel, weight of panicle seed per plot, and 100 grains weigh.

(15)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Usaha peningkatan produksi bahan pangan terus dilakukan untuk

memenuhi kebutuhan pangan terutama makanan pokok terus meningkat sejalan

dengan laju pembangunan dan pertambahan penduduk. Usaha ini tidak

terbatas pada tanaman pangan utama (padi) melainkan penganekaraman

(diversifikasi) dengan mengembangkan tanaman pangan alternatif seperti sorgum

(Sorghum bicolor (L). Moench). Sorgum merupakan komoditas pangan alternatif yang memiliki potensi cukup besar untuk dikembangkan di Indonesia. Biji sorgum

dapat digunakan sebagai bahan makanan yang banyak mengandung

karbohidrat sebagai bahan dasar pembuatan minuman dan pakan ternak

(Mudjishono dan Damardjati, 1987).

Sebagai bahan pangan, kandungan gizi pada sorgum sangat bersaing

dengan beras dan jagung, bahkan kandungan protein dan kalsium lebih tinggi.

Kandungan protein dan kalsium pada sorgum mencapai 11,0 g dan 28,0 mg, pada

beras 6,8 g dan 6,0 mg, sedangkan pada jagung 8,7 g dan 9,0 mg per 100 gram

bagian dapat dimakan. Selain itu, sorgum juga mengandung zat besi, fosfor, dan

vitamin B1 yang lebih tinggi dibandingkan beras. Kandungan besi, fosfor, dan

vitamin B1 pada sorgum berturut-turut 4.4 mg, 287 mg, dan 0.38 mg sedangkan

pada beras kandungan ketiga zat tersebut hanya 0.8 mg, 140 mg, dan 0.12 mg

(Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI, 1992).

Selain krisis kebutuhan pangan, negara-negara maju dan berkembang

termasuk Indonesia juga mengalami krisis energi khususnya energi berbahan

(16)

1,12 juta barrel/hari sedangkan kebutuhannya mencapai 1,15 juta barrel/hari

(Iman dan Nurcahyo, 2005).

Indonesia memiliki lahan pertanian yang luas, sebagian besar dengan

kondisi iklim kering yang sesuai untuk produksi tanaman sorgum. Keistimewaan

sweet sorghum, bersifat multi guna, yaitu sebagai sumber bahan pangan, pakan ternak maupun bahan baku bermacam industri, misalkan produksi bioethanol. Di

antara spesies sorgum terdapat jenis sorgum manis yang batangnya mengandung

nira, dengan kadar gula tinggi. Sorgum manis banyak digunakan sebagai pakan

ternak, bahan pembuatan gula cair (sirup), jaggery (semacam gula merah) dan bioetanol. Prospek sorgum di Indonesia sangat baik dan dapat dijadikan

komoditas andalan, mengingat sorgum bisa dikembangkan searah dan sejalan

dengan upaya peningkatan produktivitas lahan kosong (lahan marginal, lahan

tidur, dan atau lahan non-produktif lainnya) yang jumlahnya sangat luas di negeri

ini (Yasman, 2010).

Menurut Beti, dkk (1990), luas areal sorgum dunia sekitar 50 juta hektar

setiap tahun dengan total produksi 68,40 juta ton dan rata-rata produktivitas

1,30 t/ha. Negara penghasil sorgum utama adalah India, Cina, Nigeria,

dan Amerika Serikat, sedangkan Indonesia termasuk negara yang masih

ketinggalan, baik dalam penelitian, produksi, pengembangan, penggunaan,

maupun ekspor sorgum.

Secara umum tanaman sorgum untuk pangan yang diinginkan adalah

tanaman sorgum yang memiliki karakter (1) produktivitas tinggi, (2) stabilitas

produksi pada kondisi lingkungan yang bervariasi, (3) berstruktur pendek

(17)

cekaman abiotik, seperti tahan kekeringan, toleran terhadap aluminium, tidak

sensitif terhadap fotoperiodik, (6) tahan terhadap hama dan penyakit, serta

(7) kualitas biji yang baik, seperti kandungan nutrisi pada endosperm dan

kandungan tanin yang rendah (Acquaah, 2007).

Salah satu tujuan pemuliaan tanaman sorgum diarahkan kepada perolehan

varietas sorgum yang sesuai untuk pangan berkaitan dengan program diversifikasi

pangan di Indonesia. Sorgum berpotensi untuk dapat memenuhi persyaratan gizi

sebagai salah satu alternatif bahan pangan sehingga dapat berperan dalam

perbaikan gizi masyarakat. Program pemuliaan berupaya melakukan perbaikan

baik dari produktivitas maupun kualitas terhadap plasma nutfah sorgum.

Penentuan ideotype tanaman dalam pemuliaan sangat diperlukan untuk

meningkatkan potensi genetik karakter yang diinginkan dengan memodifikasi

karakter tersebut secara spesifik (Roy, 2000).

Modifikasi pertumbuhan tanaman secara fisiologi adalah salah satu usaha

untuk mengatasi permasalahan di atas dengan mengontrol pertumbuhan vegetatif.

Penggunaan zat pengatur tumbuh retardan dapat dilakukan untuk mengatur pola

pertumbuhan tanaman dengan tujuan mempertahankan keseimbangan

pertumbuhan vegetatif dan generatif, sehingga kompetisi pemanfaatan source oleh pertumbuhan vegetatif dan generatif yang mengakibatkan rendahnya assimilat

yang didistribusikan ke dalam sink dapat ditekan (Cruz-Aguado,dkk, 1999).

Zat pelambat pertumbuhan tertentu yang diperdagangkan, yang

menghambat pemanjangan batang dan menyebabkan pengkerdilan, bekerja

(18)

phosphon D, amo-1618, CCC atau cycocel, ansimidol, dan paclobutrazol

(Salisbury dan Ross, 1995).

Menurut Wattimena (1988) paclobutrazol termasuk zat pengatur tumbuh

dari golongan retardan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan metabolisme

tanaman pada meristem sub apikal yang dapat menghalangi pemanjangan sel,

akibatnya perpanjangan buku terhambat.

Pada budidaya tanaman sorgum terdapat permasalahan antara lain

rendahnya produktivitas dari sorgum tersebut. Salah satu cara yang dapat

dilakukan untuk mengatasi hal tersebut yaitu dengan penggunaan zat penghambat

pertumbuhan yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman sorgum akan tetapi

dapat meningkatkan produktivitas sorgum. Hal ini secara khusus ditujukan untuk

meningkatkan produksi biji sorgum yang dapat digunakan sebagai bahan pangan

serta meningkatkan kadar gula pada batang tanaman sorgum.

Penggunaan paclobutrazol diharapkan dapat menekan pertumbuhan

vegetatif tanaman sorgum dan mengalihkan penggunaan asimilat dari kebutuhan

untuk perkembangan sink vegetatif ke perkembangan sink reproduktif (biji).

Dari uraian di atas, penulis tertarik melakukan penelitian ini untuk

mengetahui respons pertumbuhan dan produksi beberapa varietas sorgum

terhadap pemberian paclobutrazol.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian

paclobutrazol terhadap pertumbuhan dan produksi beberapa varietas tanaman

(19)

Hipotesis Penelitian

Ada pengaruh konsentrasi paclobutrazol, varietas sorgum serta interaksi

keduanya terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman sorgum.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini berguna untuk mendapatkan data penyusunan skripsi sebagai

salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana pertanian di Fakultas Pertanian,

Universitas Sumatera Utara, Medan dan sebagai informasi bagi pihak yang

(20)

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Karakteristik Tanaman Sorgum

Dalam sistem taksonomi tumbuhan, sorgum diklasifikasikan sebagai

berikut, Kingdom: Plantae, Divisio: Spermatophyta, Subdivisio: Angiospermae,

Class: Monocotyledonae, Ordo: Poales, Family: Poaceae, Genus: Sorghum,

Species: Sorghum bicolor (L.) Moench (USDA, 2008).

Bagian tanaman di atas tanah tumbuh lambat sebelum perakarannya

berkembang dengan baik. Sistem perakarannya terdiri atas akar-akar seminal

(akar-akar primer) pada dasar buku pertama pangkal batang, akar-akar koronal

(akar-akar pada pangkal batang yang tumbuh ke arah atas) dan akar udara

(akar-akar yang tumbuh dipermukaan tanah). Tanaman sorgum membentuk

perakaran sekunder 2 kali lipat dari jagung (Deptan, 2008).

Tanaman sorgum mempunyai batang berbentuk silinder, beruas-ruas

(internodes) dan berbuku-buku (nodes). Setiap ruas memiliki alur yang berselang-seling. Diameter dan tinggi batang bervariasi. Ukuran diameter pangkal batang

berkisar 0,5-5,0 cm dan tingginya berkisar 0,5-4,0 m tergantung varietasnya.

Tinggi batang sorgum manis yang dikembangkan di China dapat mencapai 5 m

sehingga sangat ideal dikembangkan untuk pakan ternak dan penghasil gula

(FAO, 2002).

Pada daun sorgum terdapat lapisan lilin yang ada pada lapisan

epidermisnya. Adanya lapisan lilin tersebut menyebabkan tanaman sorgum

mampu bertahan pada daerah dengan kelembaban sangat rendah, lapisan lilin

tersebut menyebabkan tanaman sorgum mampu hidup dalam cekaman kekeringan

(21)

Bunga sorgum tersusun dalam bentuk malai dengan banyak bunga pada

setiap malai sekitar 1500-4000 bunga. Bunga sorgum akan mekar teratur dari 7

cabang malai paling atas ke bawah. Malai sorgum memiliki tangkai yang tegak

atau melengkung, berukuran panjang atau pendek dan berbentuk kompak sampai

terbuka (Dicko, dkk., 2006).

Warna dari biji sorgum bervariasi tergantung kultivar dan jenisnya ada

yang berwarna putih hingga berwarna kekuningan dari merah hingga berwarna

coklat gelap. Warna pigmen dari biji berasal dari pericarp atau testa bukan dari

endosperm. Endosperm pada sorgum berwarna putih sama seperti yang terdapat

pada jagung putih. Ukuran biji bervariasi tergantung varietas dan jenis dengan

ukuran biji kira-kira 12.000-60.000 biji/pound (Metcalfe dan Elkins, 1980).

Sorgum adalah tanaman serealia yang potensial untuk dibudidayakan dan

dikembangkan, khususnya pada daerah-daerah marginal dan kering di Indonesia.

Keunggulan sorgum terletak pada daya adaptasi agroekologi yang luas, tahan

terhadap kekeringan, produksi tinggi, perlu input lebih sedikit serta lebih tahan

terhadap hama dan penyakit dibading tanaman pangan lain. Selain itu, tanaman

sorgum memiliki kandungan nutrisi yang tinggi, sehingga sangat baik digunakan

sebagai sumber bahan pangan maupun pakan ternak alternatif. Terkait dengan

energi, di beberapa negara seperti Amerika, India dan Cina, sorgum telah

digunakan sebagai bahan baku pembuatan bahan bakar etanol (bioetanol). Sorgum

merupakan merupakan salah satu komoditi unggulan untuk meningkatkan

produksi bahan pangan dan energi, karena keduanya dapat diintegrasikan proses

(22)

Sorgum bukan merupakan tanaman asli Indonesia maka keragaman

genetik sorgum yang ada masih sangat terbatas. Beberapa varietas sorgum biji

(grain sorghum) diintroduksi dari International Crop Research Institute for the Semi-Arid Tropics (ICRISAT) dan dari beberapa negara seperti India, Thailand dan China. Setelah melalui proses pengujian adaptasi dan daya hasil selama

beberapa generasi kemudian beberapa varietas introduksi tersebut oleh

Departemen Pertanian dilepas menjadi varietas unggul nasional. Sampai saat ini

Indonesia telah memiliki beberapa varietas sorgum unggul nasional seperti

UPCA, Keris, Mandau, Higari, Badik, Gadam, Sangkur, Numbu dan Kawali.

Varietas-varietas unggul nasional tersebut memiliki potensi yang besar untuk

dikembangkan pada lahan-lahan pertanian di Indonesia. Belum banyak informasi

diperoleh tentang genotipe sorgum manis yang telah dibudidayakan di Indonesia,

khususnya yang terkait dengan industri bioetanol (Hoeman, 2008).

Tepung biji sorgum mempunyai kandungan tak kalah dengan tepung

serealia lain seperti jagung, gandum, dan barley. Biji sorgum mengandung tiga

jenis karbohidrat yaitu pati, gula terlarut, dan serat. Kandungan gula terlarut pada

sorgum terdiri dari sukrosa, glukosa, fruktosa dan maltosa. Sorgum juga

mengandung serat tidak larut air atau serat kasar dan serat pangan, masing-masing

sebesar 6,5% - 7,9% dan 1,1% - 1,23%. Kandungan protein pun seimbang dengan

jagung sebesar 10,11% sedangkan jagung 11,02%. Begitu pula dengan

kandungan patinya sebesar 80,42% sedangkan kandungan pada jagung 79,95%

(Deptan, 2013).

Batang sorgum oleh tanaman digunakan sebagai penyimpan energi hasil

(23)

sorgum mengandung nira yang manis, menyerupai tebu. Maka nira sorgum dapat

digunakan untuk pembuatan etanol, maupun gula (Suparti, dkk, 2012).

Tanaman sorgum termasuk tanaman C4. Tanaman C4 umumnya memiliki

sel mesofil dan sel seludang berkas (bundle sheath cell) yang keduanya bekerja efektif dalam penambatan CO2. Kondisi ini menguntungkan dalam

efisiensi fotosintesis. Sel seludang berkas pada tanaman C4 memiliki lebih

banyak kloroplas, mitokondria, dan organel penting dalam proses fotosintesis

(Taiz dan Zeiger, 2002).

Beberapa karakter penting yang terdapat pada tanaman sorgum menurut

SFSA (2003) adalah: (1) menghasilkan akar yang lebih banyak dibandingkan

tanaman serealia lainnya, (2) daun mempunyai lapisan lilin dan kemampuan

menggulung sehingga meningkatkan efisiensi transpirasi, (3) dapat dorman

selama kekeringan dan tumbuh kembali ketika kondisi favorable, (4) tanaman bagian atas (tajuk) akan tumbuh hanya setelah sistem perakaran berkembang

dengan baik, (5) mampu berkompetisi dengan bermacam-macam jenis gulma, dan

(6) mempunyai laju fotosintesis yang lebih tinggi dibandingkan tanaman serealia

lainnya.

Menurut Beti, dkk (1990) tantangan pengembangan sorgum meliputi aspek

teknologi budidaya dan pascapanen serta jaminan pasar dan permintaan.

Walaupun teknologi budidaya sorgum spesifik lokasi belum tersedia, teknologi

budidaya sorgum hampir sama dengan jagung, sehingga tantangan yang paling

mendasar adalah penyediaan teknologi pasca panen baik primer maupun sekunder

(24)

Balai penelitian tanaman serealia Indonesia pada tahun 2001 telah melepas

dua varietas sorgum unggul baru yaitu Kawali dan Numbu yang berasal dari India.

Potensi hasil kedua varietas tersebut masing-masing 4,67 ton/ha dan 5,05 ton/ha

dengan rata-rata hasil 0,3 ton/ha dan berumur 90 hari. Varietas Kawali dan

Numbu memiliki tangkai yang kompak dan besar, tahan terhadap rebah, penyakit

karat serta penyakit bercak daun. Kedua varietas ini ditanam di beberapa daerah

antara lain di Demak dan Gunungkidul (Jawa Tengah) serta daerah Bantul,

Yogyakarta (Yanuwar, 2002).

Panen batang dilakukan pada saat kemasakan optimal, pada umumnya

terjadi pada umur 16–18 minggu (112–126 hari), sedangkan biji umumnya

matang pada umur 90–100 hari. Oleh karena itu biji dipanen terlebih dahulu

(Sumantri, 1993).

Syarat Tumbuh Iklim

Suhu optimum untuk pertumbuhan sorgum berkisar antara

23-30° C dengan kelembaban relatif 20-40 %. Pada daerah-daerah dengan

ketinggian 800 m dan permukaan laut dimana suhunya kurang dari 20° C,

pertumbuhan tanaman akan terhambat. Selama pertumbuhan tanaman,

curah hujan yang diperlukan adalah berkisar antara 375-425 mm

(Laimeheriwa, 1990).

Tanaman sorgum dapat berproduksi walaupun dibudidayakan di lahan

(25)

pada daerah yang berketinggian diatas 500 m dpl tanaman sorgum akan

terhambat pertumbuhannya dan memiliki umur yang panjang (Distan, 2011).

Tanah

Sorgum dapat bertoleransi pada kisaran kondisi tanah yang luas. Tanaman

ini dapat tumbuh baik pada tanah-tanah berat yang sering kali tergenang. Sorgum

juga dapat tumbuh pada tanah-tanah berpasir. Sorgum dapat tumbuh pada pH

tanah berkisar 5,0-5,5 dan lebih bertoleransi terhadap salin (garam) tanah dari

pada jagung. Tanaman sorgum dapat berproduksi pada tanah yang terlalu kritis

bagi tanaman lainnya (Laimeheriwa, 1990).

Salah satu yang mendukung pada pengolahan lahan sorgum adalah tanah

liat berlempung yang kaya akan humus. Sorgum tidak akan tumbuh dengan baik

pada tanah yang tergenang atau pada tanah rawa. Walaupun sorgum lebih mampu

bertahan pada kondisi air yang tergenang dibandingkan dengan tanaman jagung

namun drainase yang baik lebih cocok untuk pertumbuhannya (Thakur, 1980).

Zat Pengatur Tumbuh

Dikenal 2 macam hormon tumbuh, yaitu fitohormon, dan zat pengatur

tumbuh eksogen yang dibuat oleh manusia (sintesis). Hormon tanaman atau sering

disebut oleh para ahli fisiologi tumbuhan sebagai zat pengatur tumbuh tanaman

merupakan senyawa organik bukan nutrisi yang aktif dalam jumlah yang relatif

kecil (10-6 -10-5 mM) yang disintesis pada bagian tertentu dari tanaman. Pada

umumnya zat pengatur tumbuh ini diangkut ke bagian lain tanaman dimana zat

tersebut menimbulkan tanggapan secara biokimia, fisiologis dan morfologis

(26)

Zat penghambat tumbuh (retardan) merupakan salah satu zat pengatur

tumbuh eksogen. Retardan adalah sekelompok senyawa pengatur tumbuh yang

dapat menghambat proses fisiologis dan biokimia dalam tubuh tumbuhan

(Weaver, 1972).

Pemberian zat penghambat tumbuh pada beberapa tanaman, dapat

mempengaruhi sifat fisiologis tanaman antara lain menghambat pemanjangan sel

pada meristem sub apikal, memperpendek ruas tanaman, mempertebal batang,

mencegah kerebahan, menghambat etiolasi, mempertinggi perakaran stek,

menghambat senescence, memperpanjang masa simpan, meningkatkan pembuahan, membantu perkecambahan dan pertunasan (Wattimena, 1988).

Paclobutrazol

Paclobutrazol merupakan salah satu zat penghambat tumbuh dengan

rumus kimia (2 RS, 3 RS)-1-(4-klorofenil)-4, 4-dimetil-2-(1H-1, 2,4-Triazole-

1-il)-pentan-3-ol rumus empirik C15H20ClN3O, atau dikenal dengan nama

dagang Cultar, Clipper, Darley atau Goldstar, telah terbukti mempunyai

kemampuan mengatur partisi fotosintat dari daun ke akar, yang

pengaruhnya dapat menyebabkan induksi pembungaan dan meningkatkan jumlah

kuncup, menghambat pecah tunas, juga meningkatkan pembungaan awal

(Voon, dkk,1992).

Mekanisme kerja paclobutrazol yaitu menghambat produksi giberelin

dengan cara menghambat oksidasi kaurene menjadi asam kaurenat, yang

selanjutnya dapat menyebabkan pengurangan kecepatan dalam pembelahan sel,

(27)

asimilat ke pertumbuhan reproduktif untuk pembentukan bunga dan

perkembangan buah (Weaver, 1972).

Pengaruh retardan pada tanaman sangat bervariasi. Hal ini disebabkan (1)

kemampuan yang berbeda dari daun, batang dan akar pada spesies yang berbeda

untuk mengabsorpsi dan translokasi senyawa kimia; (2) adanya mekanisme

penonaktifan dalam beberapa spesies; (3) perbedaan pola interaksi retardan dalam

tanaman (Menhennet, 1979).

Peran fisiologis dari paclobutrazol adalah menekan perpanjangan batang,

mempertebal batang, mendorong pembungaan, mendorong pembentukan pigmen

(klorofil, xantofil, antocyanin), mencegah etiolasi, mempertinggi perakaran stek,

menghambat senescence, memperpanjang umur panen bahan segar (bunga, buah,

sayur), tahan terhadap stress, dan mengurangi kerusakan yang disebabkan oleh

polutan udara seperti O3 (ozon) dan SO2 (Cathey, 1975).

Penghambatan pertumbuhan yang diakibatkan oleh aplikasi paclobutrazol

muncul karena komponen kimia yang terkandung dalam paclobutrazol

menghalangi tiga tahapan untuk produksi giberelin pada jalur terpenoid dengan cara menghambat enzim yang mengkatalisasi proses reaksi metabolis. Salah satu

fungsi utama dari giberelin adalah untuk menstimulasi perpanjangan sel. Ketika

produksi giberelin dihambat, pembelahan sel tetap terjadi namun sel-sel baru tidak

mengalami pemanjangan. Hasilnya adalah terbentuknya cabang dengan panjang

buku lebih pendek. Perlakuan paclobutrazol juga meningkatkan produksi asam

(28)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di lahan pertanian penduduk yang terletak di

Jl. Pasar I Tanjung Sari, Medan, Sumatera Utara, dengan ketinggian tempat

± 25 meter di atas permukaan laut, dimulai dari bulan Oktober 2013-Januari 2014.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah benih sorgum varietas

Kawali dan Numbu, zat penghambat tumbuh (paclobutrazol), pupuk N, P, dan K,

insektisida, fungisida, air, dan label.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul, meteran, tugal,

gembor, pisau, tali plastik, gunting, ember, handsprayer, gelas ukur, plastik

bening, timbangan analitik, jangka sorong, klorofilmeter, plangkat nama, pacak

sampel, kamera, alat tulis, dan kalkulator.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan

dua faktor perlakuan yaitu :

Faktor I : Pemberian Paclobutrazol

P0 = 0 g/l (kontrol)

P1 = 0,5 g/l

P2 = 0,75 g/l

P3 = 1,0 g/l

Faktor II : Varietas terdiri dari 2

V1 = Kawali

(29)

Diperoleh 8 kombinasi perlakuan yaitu :

P0V1 P1V1 P2V1 P3V1

P0V2 P1V2 P2V2 P3V2

Jumlah ulangan (blok) : 3 ulangan

Jumlah plot/blok : 8 plot

Jumlah plot seluruhnya : 24 plot

Ukuran plot : 240 cm x 100 cm

Jarak tanam : 60 cm x 25 cm

Jarak antar plot : 30 cm

Jarak antar blok : 50 cm

Jumlah tanaman/plot : 16 tanaman

Jumlah tanaman seluruhnya : 384 tanaman

Jumlah sampel/plot : 4 tanaman

Jumlah sampel seluruhnya : 96 tanaman

Model linier yang digunakan untuk Rancangan Acak Kelompok (RAK)

sebagai berikut :

Yijk = µ + ρi + αj + βk + (αβ)jk + εijk

i = 1,2,3 j = 1,2,3,4 k = 1,2

Dimana:

Yijk : Hasil pengamatan pada blok ke-i akibat pemberian paclobutrazol pada

taraf ke-i dan faktor varietas ke-j dan pada ulangan ke-k

µ : Nilai tengah

ρi : Efek dari blok ke-i

(30)

βk : Efek varietas ke-k

(αβ)jk : Interaksi antara paclobutrazol taraf ke-j dan varietas ke-k

εijk : Galat dari blok ke-i, paclobutrazol ke-j dan varietas ke-k

Apabila sidik ragam nyata, maka dilanjutkan analisis lanjutan dengan

menggunakan Uji Beda Rata – Rata Berjarak Ganda Duncan dengan taraf 5 %

(31)

PELAKSANAAN PENELITIAN Persiapan Lahan

Sebelum penanaman, terlebih dahulu dilakukan pengolahan lahan. Lahan

penelitian dibuat dengan jarak antar plot 30 cm dan jarak antar blok 50 cm dan

ukuran plot 240 cm x 100 cm dan jarak antar plot dengan parit luar 50 cm yang

memanjang dari arah utara-selatan.

Penanaman

Penanaman dilakukan dengan tugal, yakni dengan cara menugal lahan

yang telah digemburkan kira-kira sedalam 5 cm dari permukaan tanah kemudian

dimasukkan benih sorgum sebanyak 2 benih/lubang tanam yang sebelumnya telah

direndam air 10-15 menit. Jarak tanam yang digunakan adalah 60x25 cm.

Pemupukan

Pemupukan dilakukan sebanyak dua kali yaitu pada saat tanam dan pada

2 MST berdasarkan dosis yang dianjurkan untuk tanaman sorgum yaitu urea

sebanyak 3 g, TSP sebanyak 1,5 g, dan KCl sebanyak 0,75 g per tanaman.

Pemupukan dasar dilakukan saat tanam dengan cara ditugal sejauh 7 cm dari

lubang tanam, sedangkan KCl dalam lubang di sisi yang lain. Pemupukan kedua

juga ditugal sejauh ± 15 cm dari barisan, kemudian ditutup dengan tanah. Lubang

tugal baik untuk pupuk dasar maupun susulan sedalam ± 10 cm.

Aplikasi Paclobutrazol

Paclobutrazol dengan merek dagang Golstar 250 g/l diaplikasikan melalui

permukaan daun sesuai dengan konsentrasi masing-masing perlakuan yang

ditetapkan yaitu 0 g/l : 0,5 g/l : 0,75 g/l : 1 g/l dengan menggunakan handsprayer.

(32)

semprot 100 ml satu kali penyemprotan. Perhitungan konsentrasi larutan

perlakuan dapat dilihat pada Lampiran 6.

Pemeliharaan Tanaman Penyiraman

Penyiraman dilakukan setiap hari pada sore hari, setelah suhu tanah tidak

terlalu tinggi. Pelaksanaan penyiraman dikurangi tergantung keadaan cuaca. Bila

areal hujan, tidak perlu dilakukan penyiraman.

Penjarangan

Penjarangan dilakukan dua minggu setelah tanam, dengan cara memotong

tanaman menggunakan pisau atau gunting dan meninggalkan tanaman yang paling

baik dan sehat sehingga pada tiap lubang tersisa tanaman yang terbaik untuk

dipelihara hingga panen.

Penyiangan

Pada awal pertumbuhan sorgum kurang dapat bersaing dengan gulma,

karena itu harus diusahakan agar areal tanaman pada saat tanaman masih muda

harus bersih dari gulma.Penyiangan dilakukan dengan menggunakan cangkul pada

saat gulma mulai tumbuh di bedengan.

Pembumbunan

Pembumbunan dilakukan dengan cara menggemburkan tanah disekitar

tanaman sorgum, kemudian menimbunkan tanah tersebut pada pangkal batang

tanaman sorgum. Pembumbunan dilakukan bersamaan dengan pemupukan

ke 2 (3 – 4 minggu setelah tanam), dengan tujuan untuk memperkokoh kedudukan

(33)

Pengendalian Hama dan Penyakit

Pengendalian hama dan penyakit dilakukan tergantung pada kondisi

lapangan. Bila terjadi serangan hama dan penyakit, maka dilakukan penyemprotan

dengan insektisida dan fungisida.

Panen

Kriteria malai sorghum yang siap panen adalah bijinya keras dan jika

digigit terasa tepungnya atau bersuara gemerisik apabila digerakkan. Panen

dilakukan pada umur 105 HST atau setelah tanaman menunjukkan matang

fisiologis seperti kadar tepung biji yang maksimal dan daun sudah menguning.

Panen dilakukan dengan cara memangkas tangkai mulai 7,5-15 cm di bawah

bagian biji dengan menggunakan pisau dan sabit.

Pengeringan

Pengeringan dilakukan dengan cara penjemuran selama lebih kurang

60 jam di bawah sinar matahari hingga kadar air mencapai 12-14%. Setelah

dikeringkan, biji dirontokkan dari malainya.

Peubah Amatan Tinggi Tanaman (cm)

Tinggi tanaman diukur mulai dari pangkal batang hingga ujung daun

tertinggi dengan menggunakan meteran. Pengukuran pertama dilakukan satu

minggu setelah aplikasi paklobutrazol dengan interval 1 minggu sekali sampai

populasi tanaman sorgum telah berbunga sebanyak 75%.

Jumlah Daun (helai)

Jumlah daun yang dihitung yaitu daun yang telah terbuka sempurna dan

(34)

aplikasi paklobutrazol dengan interval 1 minggu sekali sampai populasi tanaman

sorgum telah berbunga sebanyak 75%.

Diameter Batang (mm)

Pengukuran diameter batang dilakukan satu minggu setelah aplikasi

paclobutrazol dengan interval 1 minggu sekali sampai populasi tanaman sorgum

telah berbunga sebanyak 75%. Pengukuran diameter batang menggunakan jangka

sorong. Setiap tanaman contoh diukur diameter batang bagian tengahnya.

Umur Berbunga (hari)

Umur berbunga ditentukan pada saat bunga setiap tanaman sampel

muncul. Dicatat umur berbunga setiap hari dimulai sejak bunga pertama keluar

sampai dengan tanaman sorgum telah berbunga sebanyak 75%.

Jumlah Klorofil

Jumlah klorofil diukur dengan menggunakan klorofilmeter satu minggu

sebelum panen pada daun yang masih berwarna hijau.

Umur Panen (hari)

Umur panen dihitung setelah tanaman telah memenuhi kriteria panen.

Kriteria malai sorgum yang siap panen adalah bijinya keras dan jika digigit terasa

tepungnya atau bersuara gemerisik bila digerakkan.

Produksi per Sampel (g)

Produksi per sampel diambil dengan cara menimbang biji tiap sampel

perlakuan setelah biji dipisahkan atau dirontokkan dari malai dan dibersihkan dari

(35)

Produksi per Plot (g)

Produksi per plot diambil dengan menimbang biji per plot setelah biji

dipisahkan atau dirontokkan dari malai dan dibersihkan dari kotoran-kotoran.

Produksi per plot dilakukan setelah tanaman panen.

Berat Biji Malai per Sampel (g)

Berat biji malai per sampel diambil dengan cara menimbang biji beserta

malai tiap sampel perlakuan. Berat biji malai per sampel ditimbang setelah

tanaman dipanen.

Berat Biji Malai per Plot (g)

Berat biji malai per plot diambil dengan cara menimbang biji beserta malai

tiap plot perlakuan. Berat biji malai per plot ditimbang setelah tanaman dipanen.

Bobot 100 Biji (g)

Ditimbang sebanyak 100 biji yang telah dijemur selama beberapa hari.

(36)

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

Berdasarkan hasil sidik ragam pada (Lampiran 8-53) diketahui bahwa

pemberian paclobutrazol berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada

6-9 MST, jumlah daun pada 5 MST, diameter batang pada 5-9 MST, dan umur

berbunga. Varietas berbeda nyata terhadap tinggi tanaman pada 5-9 MST, jumlah

daun pada 9 MST, diameter batang pada 8-9 MST, umur berbunga, jumlah

klorofil, umur panen, dan bobot 100 biji. Interaksi antara pemberian paclobutrazol

dan varietas tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap seluruh peubah

amatan.

Tinggi Tanaman (cm)

Hasil pengamatan tinggi tanaman beserta analisis hasil sidik

ragamnya dapat dilihat pada Lampiran 8-17. Berdasarkan hasil sidik ragam

diketahui bahwa pemberian paclobutrazol berpengaruh nyata terhadap tinggi

tanaman pada 6-9 MST, sedangkan varietas menunjukkan perbedaan yang nyata

pada tinggi tanaman 5-9 MST. Namun, interaksi keduanya tidak menunjukkan

pengaruh yang nyata. Rataan tinggi tanaman terhadap pemberian paclobutrazol

dan varietas pada umur 6-9 MST dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 menunjukkan bahwa pada pengamatan 5 MST, tinggi tanaman

tertinggi pada varietas terdapat pada V2 (84,17 cm) yang berbeda nyata dengan

V1 (67,27 cm) yang merupakan tinggi tanaman terendah. Sedangkan untuk

permberian paclobutrazol, tidak berpengaruh nyata.

Pada pengamatan 6 MST, tinggi tanaman tertinggi pada pemberian

(37)

P1, P2, dan P3 dan terendah perlakuan P2 (86,60 cm) yang berbeda nyata dengan

P0, namun berbeda tidak nyata dengan P1 dan P3. Tinggi tanaman tertinggi pada

varietas terdapat pada perlakuan V2 (109,94 cm) yang berbeda nyata dengan hasil

terendah yaitu pada perlakuan V1 (82,06 cm).

Tabel 1. Tinggi tanaman (cm) terhadap pemberian paclobutrazol dan varietas pada umur 5-9 MST

Umur Perlakuan Pacloburazol

Rataan

Keterangan: Angka yang diikuti notasi yang sama pada baris atau kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%

Pada pengamatan 7 MST, tinggi tanaman tertinggi pada pemberian

paclobutrazol terdapat pada perlakuan P0 (159,73 cm) yang berbeda nyata dengan

P1, P2, dan P3 dan terendah perlakuan P3 (99,13 cm) yang berbeda nyata dengan

P0, namun berbeda tidak nyata dengan P1 dan P2. Tinggi tanaman tertinggi pada

varietas terdapat pada perlakuan V2 (133,04 cm) yang berbeda nyata dengan hasil

terendah yaitu pada perlakuan V1 (99,58 cm).

(38)

P1, P2, dan P3 dan terendah perlakuan P3 (117,61 cm) yang berbeda nyata

dengan P0, namun berbeda tidak nyata dengan P1 dan P2. Tinggi tanaman

tertinggi pada varietas terdapat pada perlakuan V2 (166,04 cm) yang berbeda

nyata dengan hasil terendah yaitu pada perlakuan V1 (116,72 cm).

Pada pengamatan 9 MST, tinggi tanaman tertinggi pada pemberian

paclobutrazol terdapat pada perlakuan P0 (200,51 cm) yang berbeda nyata

dengan P1, P2, dan P3 dan terendah perlakuan P3 (128,88 cm) yang berbeda

nyata dengan P0, namun berbeda tidak nyata dengan P1 dan P2. Tinggi tanaman

tertinggi pada varietas terdapat pada perlakuan V2 (181,39 cm) yang berbeda

nyata dengan hasil terendah yaitu pada perlakuan V1 (130,83 cm).

Jumlah Daun (helai)

Hasil pengamatan jumlah daun beserta analisis hasil sidik ragamnya

dapat dilihat pada Lampiran 18-27. Berdasarkan hasil sidik ragam diketahui

bahwa pemberian paclobutrazol berpengaruh nyata terhadap peubah

amatan jumlah daun pada 5 MST, sedangkan varietas menunjukkan perbedaan

yang nyata pada peubah amatan jumlah daun pada 9 MST. Interaksi keduanya

tidak menunjukkan pengaruh yang nyata. Rataan jumlah daun terhadap

pemberian paclobutrazol dan varietas pada umur 5-9 MST dapat dilihat

pada Tabel 2.

Pada pengamatan 5 MST, pemberian paclobutrazol berpengaruh nyata

terhadap jumlah daun dengan data tertinggi pada perlakuan P0 (7,17 helai) yang

berbeda nyata dengan P1, namun berbeda tidak nyata dengan P2 dan P3. Jumlah

(39)

bahwa varietas berbeda nyata pada jumlah daun. Data tertinggi yang diperoleh

yaitu pada perlakuan V1 (13,13 helai) dan yang terendah pada V2 (11,38 helai).

Tabel 2. Jumlah daun (helai) terhadap pemberian paclobutrazol dan varietas pada umur 5-9 MST

Umur Perlakuan Paclobutrazol

Rataan

Keterangan: Angka yang diikuti notasi yang sama pada baris atau kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%

Diameter Batang (mm)

Hasil pengamatan diameter batang beserta analisis hasil

sidik ragamnya dapat dilihat pada Lampiran 28-37. Berdasarkan hasil

sidik ragam diketahui bahwa pemberian paclobutrazol berpengaruh nyata

terhadap diameter batang pada 5-9 MST, sedangkan varietas menunjukkan

perbedaan yang nyata pada diameter batang 8-9 MST. Namun, interaksi

keduanya tidak menunjukkan pengaruh yang nyata. Rataan diameter batang

terhadap pemberian paclobutrazol dan varietas pada umur 5-9 MST dapat

(40)

Tabel 3 menunjukkan bahwa pada 5 MST, hanya pemberian paclobutrazol

yang berpengaruh nyata terhadap diameter batang, sedangkan perlakuan varietas

tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Diameter batang tertinggi terdapat

pada perlakuan P3 (13,70 mm) yang berbeda nyata dengan P0 dan P1, namun

berbeda tidak nyata dengan P2. Diameter batang terendah yaitu pada perlakuan

P0 (10,43 mm).

Tabel 3. Diameter batang (mm) terhadap pemberian paclobutrazol pada umur 5-9 MST

Umur Perlakuan Paclobutrazol

Rataan

Keterangan: Angka yang diikuti notasi yang sama pada baris atau kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%

Pada pengamatan 6 MST, hanya pemberian paclobutrazol yang

berpengaruh nyata terhadap diameter batang, sedangkan perlakuan varietas tidak

menunjukkan perbedaan yang nyata. Diemeter batang tertinggi pada pemberian

(41)

P0 dan P1, namun berbeda tidak nyata dengan P2. Diameter batang terendah yaitu

pada perlakuan P0 (12,66 mm).

Pada pengamatan 7 MST, hanya pemberian paclobutrazol yang

berpengaruh nyata terhadap diameter batang, sedangkan perlakuan varietas

tidak berbeda nyata. Diameter batang tertinggi terdapat pada perlakuan

P3 (18,81 mm) yang berbeda nyata dengan P0 dan P1, namun berbeda tidak nyata

dengan P2. Diameter batang yang terendah yaitu pada perlakuan P0 (14,56 mm).

Pada pengamatan 8 MST, pemberian paclobutrazol berpengaruh

nyata terhadap diameter batang, sedangkan varietas berbeda nyata pada diameter

batang. Diameter batang tertinggi yang diperoleh yaitu pada perlakuan

P3 (21,06 mm) yang berbeda nyata dengan P0 dan P1, namun berbeda tidak nyata

dengan P2. Diameter batang yang terendah yaitu pada perlakuan P1 (16,91 mm).

Sedangkan pada varietas, diameter batang tertinggi yaitu pada V1 (19,60 mm)

yang berbeda nyata dengan V2 (17,60 mm) yang merupakan diameter batang

terendah.

Pada pengamatan 9 MST, pemberian paclobutrazol berpengaruh

nyata terhadap diameter batang, sedangkan varietas berbeda nyata pada diameter

batang. Diameter batang tertinggi yang diperoleh yaitu pada perlakuan

P3 (22,85 mm) yang berbeda nyata dengan P0 dan P1, namun berbeda tidak nyata

dengan P2. Diameter batang terendah yaitu pada perlakuan P1 (18,13 mm).

Sedangkan pada varietas, diameter batang tertinggi yaitu pada V1 (21,43 mm)

yang berbeda nyata dengan diameter batang terendah yaitu perlakuan

V2 (18,95 mm).

(42)

Umur Berbunga (hari)

Hasil pengamatan umur berbunga beserta analisis hasil

sidik ragamnya dapat dilihat pada Lampiran 38-39. Berdasarkan hasil

sidik ragam diketahui bahwa perlakuan pemberian paclobutrazol berpengaruh

nyata terhadap umur berbunga, sedangkan varietas berbeda nyata pada umur

berbunga. Namun, interaksi keduanya tidak menunjukkan pengaruh yang nyata.

Rataan umur berbunga terhadap pemberian paclobutrazol dan varietas dapat

dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Umur berbunga (hari) terhadap pemberian paclobutrazol dan varietas

Perlakuan Paclobutrazol

Keterangan: Angka yang diikuti notasi yang sama pada baris atau kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%

Umur berbunga tercepat pada pemberian paclobutrazol terdapat pada

perlakuan P0 (66.00 hari) yang berbeda nyata dengan P1, P2, dan P3 dan yang

terlama yaitu pada perlakuan P3 (70,17 hari) yang tidak berbeda nyata dengan P2,

namun berbeda tidak nyata dengan P1 dan berbeda nyata dengan P0. Umur

berbunga tercepat pada varietas terdapat pada perlakuan V2 (66,92 hari) yang

tidak berbeda nyata dengan perlakuan V1 (70,29 hari).

Jumlah Klorofil

Hasil pengamatan umur panen beserta analisis hasil sidik ragamnya dapat

dilihat pada Lampiran 40-41. Berdasarkan hasil sidik ragam diketahui

bahwa pemberian paclobutrazol tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah

(43)

keduanya tidak menunjukkan pengaruh yang nyata. Rataan jumlah klorofil

terhadap pemberian paclobutrazol dan varietas dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Jumlah klorofil terhadap pemberian paclobutrazol dan varietas

Perlakuan Paclobutrazol

Keterangan: Angka yang diikuti notasi yang sama pada baris atau kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%

Tabel 5 menunjukkan bahwa pemberian paclobutrazol tidak berpengaruh

nyata terhadap jumlah klorofil, sedangkan varietas berbeda nyata pada jumlah

klorofil. Jumlah klorofil tertinggi pada varietas terdapat pada perlakuan

V1 (66,84) yang tidak berbeda nyata dengan hasil perlakuan yang terendah yaitu

V2 (54,50).

Umur Panen (hari)

Hasil pengamatan umur panen beserta analisis hasil sidik ragamnya dapat

dilihat pada Lampiran 42-43. Berdasarkan hasil sidik ragam diketahui bahwa

pemberian paclobutrazol tidak berpengaruh nyata terhadap umur panen,

sedangkan varietas berbeda nyata pada umur panen. Namun, interaksi keduanya

tidak menunjukkan pengaruh yang nyata. Rataan umur panen terhadap

pemberian paclobutrazol dan varietas dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Umur panen (hari) terhadap pemberian paclobutrazol dan varietas

Perlakuan Paclobutrazol

(44)

Tabel 6 menunjukkan bahwa pemberian paclobutrazol tidak berpengaruh

nyata terhadap umur panen, sedangkan varietas menunjukkan perbedaan yang

nyata pada umur panen. Perlakuan varietas yang menunjukkan hasil umur panen

tercepat yaitu terdapat pada perlakuan V2 (100,00 hari) yang berbeda nyata

dengan V1 (106,42 hari) yang merupakan umur panen terlama.

Produksi per Sampel (g)

Hasil pengamatan produksi per sampel beserta analisis hasil sidik

ragamnya dapat dilihat pada Lampiran 44-45. Berdasarkan hasil sidik ragam

diketahui bahwa perlakuan pemberian paclobutrazol dan varietas, serta

interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap produksi per sampel.

Rataan produksi per sampel terhadap pemberian paclobutrazol dan varietas dapat

dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Produksi per sampel (g) terhadap pemberian paclobutrazol dan varietas

Perlakuan Paclobutrazol

Rataan Varietas P0 ( 0 g/l) P1 (0,50 g/l) P2 (0,75 g/l) P3 (1 g/l)

V1 (Kawali) 88,43 70,47 72,98 59,96 72,96

V2 (Numbu) 75,88 81,47 84,38 72,06 78,45

Rataan 82,16 75,97 78,68 66,01

Produksi per Plot (g)

Hasil pengamatan produksi per plot beserta analisis hasil sidik

ragamnya dapat dilihat pada Lampiran 46-47. Berdasarkan hasil sidik ragam

diketahui bahwa perlakuan pemberian paclobutrazol tidak berpengaruh

nyata terhadap produksi per plot, begitu pula dengan varietas yang tidak

menunjukkan perbedaan yang nyata pada peubah amatan tersebut, serta

(45)

Rataan produksi per plot terhadap pemberian paclobutrazol dan varietas dapat

dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Produksi per plot (g) terhadap pemberian paclobutrazol dan varietas

Perlakuan Paclobutrazol

Berat Biji Malai per Sampel (g)

Hasil pengamatan umur panen beserta analisis hasil sidik ragamnya

dapat dilihat pada Lampiran 48-49. Berdasarkan hasil sidik ragam

diketahui bahwa pemberian paclobutrazol tidak berpengaruh nyata terhadap berat

biji malai per sampel dan varietas juga tidak menunjukkan perbedaan yang nyata

pada peubah amatan tersebut, serta interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata

terhadap berat biji malai per sampel. Rataan berat biji malai per sampel terhadap

pemberian paclobutrazol dan varietas dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Berat biji malai per sampel (g) terhadap pemberian paclobutrazol dan varietas

Berat Biji Malai per Plot (g)

Hasil pengamatan berat biji malai per plot beserta analisis hasil sidik

ragamnya dapat dilihat pada Lampiran 50-51. Berdasarkan hasil sidik ragam

diketahui bahwa perlakuan pemberian paclobutrazol tidak berpengaruh

(46)

keduanya pun tidak berpengaruh nyata terhadap berat biji malai per plot. Rataan

berat biji malai per plot terhadap pemberian paclobutrazol dan varietas dapat

dilihat pada Tabel 10.

Rataan 1236,70 1263,27 1356,82 1117,86

Bobot 100 Biji (g)

Hasil pengamatan bobot 100 biji beserta analisis hasil sidik

ragamnya dapat dilihat pada Lampiran 52-53. Berdasarkan hasil sidik ragam

diketahui bahwa perlakuan pemberian paclobutrazol tidak berpengaruh nyata

terhadap bobot 100 biji , sedangkan varietas menunjukkan perbedaan yang nyata

pada bobot 100 biji. Namun, interaksi keduanya tidak menunjukkan pengaruh

yang nyata. Rataan bobot 100 biji terhadap pemberian paclobutrazol dan varietas

dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Bobot 100 biji (g) terhadap pemberian paclobutrazol dan varietas

Perlakuan Paclobutrazol

Keterangan: Angka yang diikuti notasi yang sama pada baris atau kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%

Tabel 11 menunjukkan bahwa bobot 100 biji tertinggi pada varietas

(47)

Pembahasan

Respons pertumbuhan dan produksi terhadap pemberian paclobutrazol pada tanaman sorgum

Hasil analisis data secara statistik menunjukkan bahwa perlakuan

pemberian paclobutrazol berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada

6-9 MST. Pada 9 MST, perlakuan 0g/l berbeda nyata dengan perlakuan 0,50 g/l,

0,75 g/l, dan 1 g/l. Data tinggi tanaman tertinggi terdapat pada perlakuan

0 g/l (200,51 cm) dan tinggi tanaman terendah terdapat pada perlakuan

1 g/l (128,88 cm) (Tabel 1). Hal ini disebabkan karena paclobutrazol merupakan

salah satu jenis zat pengatur tumbuh yang dapat menghambat biosintesis dari

giberelin sehingga fungsi utama dari giberelin tersebut yaitu berperan dalam

perpanjangan sel dapat dihambat. Oleh karena itu, tanaman yang diaplikasikan

paclobutrazol akan menjadi lebih pendek. Hal ini sesuai dengan literatur dari

Chaney (2004) yang menyatakan bahwa penghambatan pertumbuhan yang

diakibatkan oleh aplikasi paclobutrazol muncul karena komponen kimia yang

terkandung dalam paclobutrazol menghalangi tiga tahapan untuk produksi

giberelin pada jalur terpenoid dengan cara menghambat enzim yang mengkatalisasi proses reaksi metabolis. Salah satu fungsi utama dari giberelin

adalah untuk menstimulasi perpanjangan sel.

Jumlah daun pada tanaman sorgum dengan perlakuan pemberian

paclobutrazol hanya menunjukkan hasil yang berbeda nyata pada 5 MST

(Tabel 2). Pada pengamatan selanjutnya pemberian paclobutrazol tidak

menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap jumlah daun. Hal ini sesuai dengan

literatur dari Wattimena (1998) yang menyatakan bahwa pemberian zat

(48)

tanaman antara lain menghambat pemanjangan sel pada meristem sub apikal

sehingga pertumbuhan batang dapat dihambat, akan tetapi zat penghambat

tumbuh tersebut tidak mempengaruhi pembentukan daun.

Pada peubah amatan diameter batang, menunjukkan hasil bahwa

pemberian paclobutrazol memberikan hasil yang berbeda nyata (Tabel 3).

Diameter batang terbesar yaitu pada perlakuan 1 g/l (22.85 mm) yang berbeda

nyata dengan 0g/l (18.45 mm) dan 0,50 g/l (18.13 mm), namun berbeda tidak

nyata dengan 0,75 g/l (21.34 mm). Walaupun paclobutrazol dapat menekan

pertumbuhan tinggi batang sorgum, tetapi dengan diaplikasikannya paclobutrazol

ternyata dapat meningkatkan besar diameter batang sorgum tersebut. Batang

sorgum tersebut menjadi lebih tebal diakibatkan pemberian retardan berupa

paclobutrazol yang dapat menyebabkan terjadinya peningkatan volume sel

parenkim di daerah korteks serta meningkatnya produksi sel di daerah kambium.

Hal ini sesuai dengan literatur dari Cathey (1975) yang menyatakan bahwa peran

fisiologis dari paclobutrazol diantaranya adalah menekan perpanjangan batang

serta mempertebal batang.

Selama penelitian berlangsung, pada perlakuan kontrol (tanpa pemberian

paclobutrazol), beberapa tanaman mengalami kerebahan sejak 4-13 MST.

Tanaman sorgum yang diberi paclobutrazol menjadi lebih tahan terhadap rebah

dibandingkan yang tidak diberi paclobutrazol sehingga apabila ada angin kencang

tanaman tersebut tidak akan rebah. Hal ini terjadi karena paclobutazol

mengakibatkan semakin rendah dan semakin besarnya batang tanaman serta

(49)

Pada Lampiran 54 (data koefisien korelasi antar karakter yang diamati),

juga dapat dilihat hubungan antara peubah amatan tinggi tanaman dan diameter

batang. Peubah amatan tinggi tanaman dan diameter batang memiliki nilai

korelasi -0.68. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar diameter batang maka

tinggi tanaman akan semakin rendah.

Pemberian paclobutrazol menunjukkan pengaruh yang nyata pada peubah

amatan umur berbunga (Tabel 4). Perlakuan 0 g/l untuk peubah amatan umur

berbunga berbeda nyata dengan semua perlakuan. Data umur berbunga tercepat

terdapat pada perlakuan 0 g/l (66,00 hari) dan umur berbunga terlama terdapat

pada perlakuan 1 g/l (70,17) (Tabel 4). Pada dasarnya paclobutrazol dapat

mengalihkan masa vegetatif ke masa generatif sehingga dapat mempercepat masa

pembungaan. Akan tetapi, terjadi hal yang sebaliknya pada penelitian ini. Hal ini

terjadi karena pengaruh dari pemberian paclobutrazol berbeda-beda pada setiap

tanaman. Hal ini sesuai dengan literatur dari Menhennet (1979) yang menyatakan

bahwa pengaruh retardan pada tanaman sangat bervariasi yang dapat disebabkan

karena adanya kemampuan yang berbeda untuk mengabsorpsi dan translokasi

senyawa kimia, adanya mekanisme penonaktifan dalam beberapa spesies, serta

perbedaan pola interaksi retardan dalam tanaman.

Meskipun umur berbunga tanaman sorgum yang diberi paclobutrazol

menjadi lebih lama dibandingkan dengan yang tidak diberi paclobutrazol, akan

tetapi umur panen tidak demikian. Pemberian paclobutrazol tidak berpengaruh

nyata terhadap umur panen. Hal ini sesuai dengan literatur dari Weaver (1972)

yang menyatakan bahwa paclobutrazol dapat menghambat pertumbuhan vegetatif

(50)

Hasil pada peubah amatan produksi per sampel, produksi per plot, berat

biji malai per sampel, berat biji malai per plot, dan bobot 100 biji tidak

menunjukkan pengaruh yang nyata pada perlakuan pemberian paclobutrazol. Hal

ini menunjukkan bahwa paclobutrazol hanya menghambat aktivitas fisiologis

pada tanaman namun tidak menghambat produksi serta translokasi asimilat ke

organ-organ lain pada tanaman.

Respons pertumbuhan dan produksi pada beberapa varietas tanaman sorgum

Perlakuan varietas berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada

5-9 MST, jumlah daun pada 9 MST, diameter batang pada 8-9 MST. Tinggi

tanaman tertinggi yaitu pada varietas Numbu (181,39 cm) yang berbeda nyata

dengan varietas Kawali (130,83 cm), jumlah daun terbanyak yaitu pada varietas

Kawali (13,13 helai) yang berbeda nyata dengan Numbu (11,38 helai), serta

diameter batang terbesar yaitu pada varietas Kawali (21,43 mm) yang berbeda

nyata dengan Numbu (18,95 mm). Tinggi tanaman, jumlah daun, serta diameter

batang berbeda pada setiap varietas yang ditanam. Varietas Numbu memiliki

tinggi tanaman yang lebih tinggi dibandingkan dengan varietas Kawali. Hal ini

disebabkan karena adanya perbedaan faktor genetik dari kedua varietas tersebut.

Umur berbunga dan umur panen pada varietas memiliki pengaruh yang

nyata namun tidak berbeda secara nyata. Perbedaan ini sesuai dengan

masing-masing deskripsi pada varietas yaitu umur berbunga ±70 hari dan umur panen

100-110 hari untuk varietas Kawali dan umur berbunga ±69 hari dan umur panen

100-105 hari untuk varietas Numbu. Hal ini tidak jauh berbeda dengan hasil yang

diperoleh yaitu umur berbunga tercepat terdapat pada varietas Numbu (66,92 hari)

(51)

tercepat yaitu pada varietas Numbu (100,00 hari) dan terlama yaitu varietas

Kawali (106,42 hari).

Varietas berbeda nyata pada peubah amatan jumlah klorofil dan

bobot 100 biji. Hasil jumlah klorofil tertinggi diperoleh pada varietas Kawali

(66,84) yang tidak berbeda nyata dengan hasil jumlah klorofil terendah yaitu

varietas Numbu (54,50). Sedangkan untuk bobot 100 biji tertinggi yaitu pada

varietas Numbu (3,36 g) berbeda nyata dengan bobot 100 biji terendah yaitu

varietas Kawali (2,26 g). Hal ini sesuai dengan deskripsi varietas Numbu yang

memiliki bobot 100 biji yang lebih tinggi dibandingkan varietas Kawali.

Meskipun demikian, kedua varietas tersebut termasuk dalam varietas sorgum yang

unggul. Hal ini sesuai dengan literatur dari Yanuwar (2002) yang menyatakan

bahwa balai penelitian tanaman serealia Indonesia pada tahun 2001 telah melepas

dua varietas sorgum unggul baru yaitu Kawali dan Numbu yang berasal dari India.

Interaksi pemberian paclobutrazol pada beberapa varietas terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman sorgum

Dari hasil analisis sidik ragam tidak menunjukkan adanya interaksi antara

perlakuan pemberian paclobutrazol dengan perlakuan varietas pada seluruh

peubah amatan. Bila interaksinya tidak nyata, maka disimpulkan bahwa

faktor-faktornya bertindak bebas satu sama lain, pengaruh sederhana suatu faktor sama

pada semua taraf faktor lainya dalam batas-batas keragaman acak. Hal ini

menunjukkan bahwa kedua faktor perlakuan memberikan respon masing-masing

sebagai faktor tunggal tanpa adanya interaksi. Menurut Steel and Torrie (1993),

bila pengaruh-pengaruh sederhana suatu faktor berbeda lebih besar daripada yang

dapat ditimbulkan oleh faktor kebetulan, beda respon ini disebut interaksi antara

(52)

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1. Pemberian paclobutrazol dapat menekan pertumbuhan tinggi tanaman

sehingga dapat mengurangi kerebahan pada tanaman sorgum akibat angin

kencang.

2. Diameter batang sorgum dapat diperbesar seiring dengan meningkatnya

konsentrasi paclobutrazol yang diberikan.

3. Pemberian paclobutrazol pada 4 dan 6 MST tidak mempengaruhi produksi

biji sorgum.

4. Varietas Numbu memiliki produksi yang lebih tinggi dibandingkan dengan

Kawali.

5. Tidak ada interaksi antara pemberian paclobutrazol dan varietas pada seluruh

peubah amatan.

Saran

Sebaiknya perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui apakah

ada perbedaan hasil jika biji yang diperoleh dari penelitian ini ditanam kembali,

(53)

DAFTAR PUSTAKA

Acquaah, G. 2007. Principles of Plant Genetics and Breeding. Blackwell Publishing. United Kingdom.

Beti, Y.A., A. Ispandi, dan Sudaryono. 1990. Sorghum. Monografi No. 5. Balai Penelitian Tanaman Pangan. Malang.

Cathey, H. M. 1975. Comparative Plant Growth Retarding Activities at Ancymidol with ACPC, Phosphon, Chlormequat, and SADH on Ornamental Plant Species. J HortSci. 10:240-216.

Chandraparnik, S. H. Hiranpradit, U. Punnachit, dan S. Salakpetch. 1992. Paclobutrazol Influences Flower Innduction in Durian, Durio zibethinus

Murr. Acta Hort. 321:282-290.

Chaney, E. R. 2004. Paclobutrazol: More Than Just a Growth Retardant. Pro-Hort Conference, Peoria, Illinois, February 4th. Department of Forestry and Natural Resources. Purdue University.

Cruz-Aguado J.A,, F. Reyes, R. Rodes , I. Perez, dan M. Dorado. 1999. Effect of Source-to-Sink Ratio on Partitioning of Dry Matter and 14C-photoassimilates in Wheat during Grain Filling. Annals of Botany.

83: 655 – 665. Berkel. 2006. Sorghum Grain as Human Food in Africa, Relevance of Content of Starch and Amylase Activities.

Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI. 1992. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Bhratara. Jakarta.

Distan, 2011. Teknologi Budidaya Sorgum

[7 Februari 2013]

FAO, Agricultural Department. 2002. Sweet Sorghum in China. World Food

Summit, 10-13 June

Hoeman, S. 2008. Prospek dan Potensi Sorgum Sebagai Bahan Baku Bioetanol.

(54)

Iman, P. dan Nurcahyo. 2005. Krisis Minyak Dunia dan Indonesia. Priyadi’s Place. Previous Post.

Kusuma, J., F.N. Azis, A. Hanif, Erifah I., M. Iqbal, A. Reza dan Sarno. 2008. Tugas Terstruktur Mata Kuliah Pemulihan Tanaman Terapan; Sorgum. Departemen Pendidikan Nasional, Universitas Jenderal Soedirman, Fakultas Pertanian. Purwokerto.

Laimeheriwa, J. , 1990. Teknologi Budidaya Sorgum. Departemen Pertanian, Balai Informasi Pertanian, Provinsi Irian Jaya.

[7 Februari 2013]

Menhennet, R. 1979. Use of Glass House Crops. pp. 27-28. In: D. R. Clifford and J. R. Lenton 1979. Recent Development in The Use of Plant Growth Retardants. Brit. Plant Growth Regulator Group. London.

Metcalfe, D. S. dan D. M. Elkins. 1980. Crop Production: Principles and Practises. Macmillan Publishing co. Inc. New York.

Mudjisihono, R., dan D. S. Damarjati. 1987. Prospek Kegunaan Sorghum Sebagai Sumber Pangan dan Pakan Ternak. J. Litbang Pertanian. 6(1): 1-4.

Rosita, S. M. D., I. Darwati dan S. Yuliani. 1993. Pengaruh Paclobutrazol terhadap Produksi dan Kualitas Rimpang Kunyit. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Bul. Littro. 8(2):108-110.

Roy, D. 2000. Plant Breeding: Analysis and Exploitation of Variation. Calcutta. Narosa Publishing House.

Salisbury, F.B. and C.W. Ross. 1985. Plant Physiology. Third Edition. Wadsworth Publishing Company, Belmont. California.

[SFSA] Syngenta Foundation for Sustainable Agriculture. 2003. Sorghum: Increasing Opportunities and Choice for Poor Rural Communities in Semi-Arid Areas Through Sustainable Innovation in Agriculture.

Steel, R.G.D dan J.H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistik. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Sumantri, A. 1993. Pedoman Teknis Budidaya Sorgum Manis Sebagai Bahan Baku Industri Gula. Makalah, disampaikan dalam pelatihan dalam rangka Proyek Rintisan Pengembangan Sorgum Manis NTT dan NTB. P3GI. Pasuruan.

(55)

Suparti, A. Asngad, Dan Chalimah. 2012. Uji Kualitas Dan Kuantitas Produksi Bioethanol Batang Tanaman Sweet Sorghum Varietas Cty33 Dan Numbu Skala Laboratorium. Universitas Muhammadiyah. Surakarta.

Taiz, L. dan E. Zeiger. 2002. Plant Physiology. Third Edition. Sinauer Associates, Inc., Publishers. Sunderland. Massachusetts.

Thakur, C. 1980. Scientific Crop Production. Metropolitan Book Co.Pvt. Ltd. Book Sellers and Publishers. L Netaji Subashi Marg. New Delhi.

USDA. 2008. Classification for Kingdom Plantae Down to Species

Sorghum bicolor (L.) Moench (online).

[7 Februari 2013]

Voon, C.H., N. Hongsbhanich, C. Pitakpaivan dan A.J. Rowley. 1992. Cultar Development in Fruit-an Overview. Acta Hort. 321: 270-281.

Wattimena, G. A. 1988. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. Laboratorium Jaringan Tanaman. PAU Bioteknologi IPB. Bogor.

Weaver R.J. 1972. Plant Growth Substances in Agriculture. WH. Freeman Co. San Fransisco.

Yanuwar, W. 2002. Aktivitas Antioksidan dan Imunomodulator Serealia Non-Beras. Institut Pertanian Bogor.

Gambar

Tabel 1. Tinggi tanaman (cm) terhadap pemberian paclobutrazol dan varietas pada umur 5-9 MST
Tabel 2. Jumlah daun (helai) terhadap pemberian paclobutrazol  dan varietas pada                      umur 5-9 MST
Tabel 3. Diameter  batang (mm)  terhadap  pemberian  paclobutrazol  pada umur                         5-9 MST
Tabel 4. Umur berbunga (hari) terhadap pemberian paclobutrazol dan varietas
+5

Referensi

Dokumen terkait

Jika sebuah isu indikator adalah isu lingkungan yang seharusnya sangat lazim dan diketahui siswa, dan sebagai konsekuensinya tingkat pengetahuan siswa bukan hanya

Pada tahap ini peneliti mengumpulkan dan membaca data secara umum tentang Prophetic Intelligence (kecerdasan kenabian) dalam buku Hamdani Bakran Adz-Dzakiey yang

Dari Tabel 1 tampak bahwa faktor inokulasi FMA menunjukkan pengaruh yang lebih dominan dibandingkan dengan pengaruh faktor varietas tanaman kacang hijau yang ditanam bersama

Manfaat dari penelitian ini adalah mampu merumuskan masalah dan mengindentifikasikan kebutuhan sistem informasi Front Office perhotelan untuk memberikan dan meningkatkan layanan

• Mengomentari pada gambar perbedaan an- tara lingkungan alam yang terawat dan tidak terawat serta alasan- nya.. • Menulis ciri-ciri ling- kungan alam yang ter- awat dan

Dalam teori belajarnya Skinner mendefinisikan bahwa belajar adalah sebuah proses perubahan prilaku yang telah dicapai dari hasil belajar melalui beberapa penguatan-penguatan

talam tergantung kepada jenis lagu yang dibawakan atau diJajikan. pada lagu imbauan dulang atau talam belum dimainkan berarti belum ada pengiring dari lagu imbauan

Hasil pengujian menunjukkan bahwa kekuatan tarik, regangan, kerja patah dan kekuatan impak tertinggi dicapai pada komposit dengan serat ijuk tanpa rendamanx. Faktor-faktor