• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penyusutan dan Mortalitas Ayam Broiler pada Jarak Tempuh yang Berbeda Selama Pengangkutan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penyusutan dan Mortalitas Ayam Broiler pada Jarak Tempuh yang Berbeda Selama Pengangkutan"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

PENYUSUTAN DAN MORTALITAS AYAM BROILER PADA

JARAK TEMPUH YANG BERBEDA SELAMA

PENGANGKUTAN

FALDIO SUTRISNO

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penyusutan dan

Mortalitas Ayam Broiler pada Jarak Tempuh yang Berbeda Selama Pengangkutan

adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum

diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber

informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak

diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam

Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2013

(4)

ABSTRAK

FALDIO SUTRISNO. Penyusutan dan Mortalitas Ayam Broiler pada Jarak Tempuh yang Berbeda Selama Pengangkutan. Dibimbing oleh NIKEN ULUPI dan RUDI AFNAN.

Proses pengangkutan ayam sebelum pemotongan merupakan kegiatan yang memicu banyak stres sehingga dapat menimbulkan penyusutan bobot potong dan meningkatkan angka kematian. Penelitian ini bertujuan mempelajari aspek transportasi ayam siap potong terhadap penyusutan dan mortalitas. Ayam yang diangkut dalam penelitian ini adalah ayam berumur 40 hari dengan bobot rata-rata 1.5 kg dan diangkut dari tiga lokasi peternakan dengan jarak yang berbeda yaitu Bogor (50 km), Lebak (83 km), dan Pandeglang (153 km) dan dilakukan tiga kali pengulangan. Nilai persentase penyusutan selama pengangkutan dari Bogor, Lebak, dan Pandeglang berturut-turut adalah 3.33 ± 0.06%, 3.73 ± 0.76%, dan 4.50 ± 1.13%. Nilai persentase mortalitas selama perjalanan dari Bogor 0.26 ± 0.17%, Lebak 0.74 ± 0.56%, dan Pandeglang 0.46 ± 0.35%. Nilai persentase penyusutan bobot ayam broiler setelah pengangkutan berbanding lurus dengan jarak tempuh tetapi tidak dengan nilai persentase mortalitas. Nilai persentase mortalitas yang tertinggi sampai terendah berdasarkan jarak tempuh yaitu Lebak (83 km), Pandeglang (153 km), dan Bogor (50 km).

Kata kunci: broiler, mortalitas, pengangkutan, penyusutan.

ABSTRACT

FALDIO SUTRISNO. Weightloss and Mortality of Broiler Chickens with Different Travelling Distance during Transportation. Supervised by NIKEN ULUPI and RUDI AFNAN.

Transportation aspects of broiler chickens to slaughterhouse are concerned to reduce bodyweight and to increase number of mortality. The experiment was conducted to study the bodyweight loss and mortality of broiler chickens caused by transportation with different travelling distances. Chickens were transported to slaughterhouse at age of 40 days with average bodyweight at 1.5 kg and delivered from 3 different farms location in Bogor (50 km), Lebak (83 km), and Pandeglang (153 km), and observation was 3 times replicated. The percentage of bodyweight loss during travelling from Bogor, Lebak, and Pandeglang was 3.33 ± 0.06%, 3.73 ± 0.76%, and 4.50 ± 1.13%, respectively. The percentage of mortality during travelling from Bogor was 0.26 ± 0.17%, Lebak 0.74 ± 0.56%, and Pandeglang 0.46 ± 0.35%. There is a linear correlation between the percentage of bodyweight loss and the travelling distances of transported broiler chickens. but there is no correlation between mortality and the travelling distances. The highest percentage of mortality were from Lebak (83 km), Pandeglang (153 km), and Bogor (50 km), respectively.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan

pada

Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

PENYUSUTAN DAN MORTALITAS AYAM BROILER PADA

JARAK TEMPUH YANG BERBEDA SELAMA

PENGANGKUTAN

FALDIO SUTRISNO

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Penyusutan dan Mortalitas Ayam Broiler pada Jarak Tempuh yang Berbeda Selama Pengangkutan

Nama : Faldio Sutrisno NIM : D14080316

Disetujui oleh

Ir Niken Ulupi, MS Pembimbing I

Dr Rudi Afnan, SPt MScAgr Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Muladno, MSA Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2012 ini ialah kesejahteraan ternak, dengan judul Penyusutan dan Mortalitas Ayam Broiler pada Jarak Tempuh yang Berbeda Selama Pengangkutan.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ir Niken Ulupi, MS selaku Pembimbing Utama dan Dr Rudi Afnan, SPt MScAgr selaku Pembimbing Anggota dan selaku Pembimbing Akademik yang dengan penuh kesabaran membimbing penulis dari sebelum hingga setelah penulisan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada dosen penguji Prof Dr Ir Iman Rahayu HS, MS dan Dr Ir Rita Mutia MAgr serta Ir Lucia Cyrilla ENSD, Msi selaku perwakilan dari Departemen IPTP yang telah memberikan saran yang membangun bagi skripsi ini. Penulis berharap agar penelitian ini dapat menjadi acuan dan sumber informasi bagi industri, peneliti, pemerintah maupun pengusaha ayam broiler dalam usaha pengembangan industri rumah potong ayam (RPA) khususnya di PT. Sierad Produce tbk.

Tak lupa Penulis juga mengucapkan terimakasih banyak kepada rekan-rekan PT. Sierad Produce dan PT. Era Cepat Transportindo, Pak Sanda Rugalih, Pak Sofyan, Pak Yusuf, Mas Iyan, Mbak Imas atas bimbingan dan kerjasamanya selama Penulis melakukan penelitian. Terimakasih kepada para supir Pak Endang, Pak Surmaya, Pak Annur, dan Pak Edih yang telah berkenan menemani saya selama pengambilan data. Ucapan terimakasih yang tulus dan tak terhingga khusus dipersembahkan kepada kedua orang tua, yaitu Ibu Ani Suryani dan (alm) Bapak Sutrisno. Terima kasih kepada Isyana Khaerunnisa atas semangat, dukungan, serta doanya. Terima kasih juga saya ucapkan kepada teman-teman IPTP 45 atas semua kenangan yang luar biasa selama duduk di bangku kuliah dan teman-teman asisten TPTDU atas semua bantuan, dukungan dan kenangan yang tak terlupakan selama duduk di bangku kuliah. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Oktober 2013

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL x

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

Ruang Lingkup Penelitian 1

METODE 2

Waktu dan Lokasi Penelitian 2

Bahan Penelitian 2

Alat Penelitian 2

Prosedur 2

Peubah yang Diamati 3

Analisis Data 3

HASIL DAN PEMBAHASAN 3

Keadaan Umum 3

Suhu dan Kelembaban Pengangkutan 4

Penyusutan 5

Mortalitas 6

SIMPULAN DAN SARAN 8

DAFTAR PUSTAKA 8

LAMPIRAN 10

(10)

DAFTAR TABEL

1 Rute, jarak tempuh, dan waktu tempuh pengangkutan 4 2 Rentang suhu dan kelembaban selama pengangkutan 4 3 Nilai penyusutan bobot ayam setelah pengangkutan 5

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Transportasi merupakan salah satu aspek yang tidak dapat dipisahkan dengan industri rumah potong ayam. Jarak antara peternakan (farm) dengan rumah potong ayam (slaughterhouse) menjadikan aspek transportasi sangat penting bagi kelangsungan produksi di rumah potong ayam.

Ayam dihadapkan oleh berbagai pemicu stres selama perjalanan seperti kondisi cuaca (suhu dan kelembaban), kecepatan kendaraan, getaran, pergerakan, bertubrukan, tidak adanya makanan atau minuman, dan juga kebisingan (Mitchell dan Kettlewell 2009). Masing-masing dari faktor tersebut dan kombinasi diantaranya dapat menimbulkan stres pada ayam, tetapi ancaman yang paling utama bagi kesejahteraan dan produktivitas pada ayam broiler adalah stres panas yang disebabkan oleh suhu lingkungan (Mitchell dan Kettlewell 1998).

Kendala dalam industri rumah potong ayam (RPA) yaitu penyusutan bobot badan dan kematian akibat proses pengangkutan. Penyusutan berdampak pada penurunan bobot karkas yang dihasilkan dan tingkat kematian (mortalitas) setelah proses pengangkutan. Kematian pada ayam setelah proses pengangkutan dapat disebabkan oleh stres selama pengangkutan maupun kualitas penanganan yang buruk yang dilakukan manusia. Nilai penyusutan bobot dan tingkat kematian ayam selama pengangkutan maupun sesaat setelah sampai di RPA dapat dijadikan indikator buruknya kualitas penanganan selama pemuatan (loading), pengangkutan (travelling), dan penurunan (unloading) (Vecerek et al. 2006).

Saat ini perdagangan daging ayam masih ditentukan oleh bobot karkas. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah mempertahankan persentase penyusutan dan mortalitas agar tetap rendah saat pengangkutan ayam dari kandang ke RPA dengan melakukan prosedur pengangkutan yang baik dan benar sesuai dengan kenyamanan dan kesejahteraan ayam.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh jarak tempuh selama proses pengangkutan terhadap penyusutan bobot dan mortalitas ayam broiler umur panen.

Ruang Lingkup Penelitian

(12)

2

METODE

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai Juli 2012. Lokasi penelitian yaitu di Commercial Farm (Bogor), Satibi Bin Bakri Farm (Lebak), Aat Junaeti Farm (Pandeglang), PT. Sierad Produce dan PT. Era Cepat Transportindo, Desa Jabon Mekar, Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ayam broiler. Ayam yang digunakan berumur 40 hari dengan bobot rataan 1.5 kg/ekor.

Alat

Peralatan yang digunakan dalam pengamatan ini berupa truk pengangkut, timbangan manual, timbangan lantai otomatis, keranjang ayam, alat tulis, kamera,

stop watch, dan termohigrometer digital.

Prosedur

Pemuatan (Loading)

Pengukuran bobot awal ayam sebelum pengangkutan dilakukan setelah ayam dinyatakan sehat oleh petugas panen, kemudian ditimbang dengan menggunakan timbangan gantung sebanyak 20 ekor sekali penimbangan. Ayam yang telah ditimbang dan dicatat bobot awalnya dimasukkan ke dalam keranjang sebanyak 15 ekor per keranjang dengan ukuran 0.94 m x 0.58 m x 0.27 m. Keranjang yang telah diisi ayam disusun di dek truk pengangkut dengan posisi 9 keranjang memanjang, 2 keranjang melebar dan 8 tingkat ke atas. Termohigrometer digital sebanyak 3 buah ditempatkan di sisi bak pengangkut truk.

Pengangkutan (Travelling)

Kendaraan yang sudah diperiksa kelengkapannya berangkat pada malam hari menuju RPA. Waktu keberangkatan dicatat untuk mengetahui waktu tempuh selama perjalanan. Pengamatan suhu ambien dan kelembaban dilakukan selama di perjalanan dan dicatat setiap satu jam sekali. Selain itu, pengamatan kondisi jalan dicatat dan dilaporkan sebagai berita acara perjalanan. Sebelum tiba di RPA, ayam diistirahatkan sekitar 30 menit dan dilakukan penyiraman.

Penurunan (Unloading)

(13)

3 kedatangan dicatat. Ayam kemudian diistirahatkan sampai bulu kering. Ayam yang mati selama perjalanan dipisahkan dari keranjang. Ayam ditimbang menggunakan timbangan lantai yang terekam otomatis di ruang operator dengan menyusun keranjang ayam sebanyak 10 unit di atas handlift.

Peubah yang Diamati

Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah penyusutan, mortalitas, waktu tempuh, suhu, dan kelembaban. Nilai persentase penyusutan diperoleh dari bobot awal dikurangi bobot akhir setelah pengangkutan dibagi dengan bobot awal dikali seratus persen. Nilai persentase mortalitas diperoleh dari jumlah ayam awal dikurangi jumlah ayam yang mati setelah pengangkutan dibagi dengan jumlah ayam awal dikali seratus persen. Waktu tempuh (menit) diperoleh dari pengurangan jam kedatangan di RPA dengan jam saat keberangkatan dari kandang masing-masing daerah. Suhu ambien (oC) dan kelembaban relatif (%) diperoleh dari pencatatan yang dilakukan setiap satu jam selama pengangkutan. Analisis Data

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap. Faktor perlakuan adalah jarak tempuh yang dilakukan sebanyak tiga kali pengulangan. Data yang diperoleh diolah dengan sidik ragam ANOVA dan hasilnya dianalisis secara deskriptif. Model matematis menurut Mattjik dan Sumertajaya (2002) adalah sebagai berikut :

Yij= μ + pi+ Ʃij

Keterangan :

Yij = Nilai bobot akhir ayam broiler pada jarak tempuh ke-i (50 km, 83 km, dan 153 km) dan pengulangan ke-j (1,2, dan 3).

µ = Nilai rataan bobot akhir ayam broiler.

pi = Pengaruh jarak tempuh pada jarak ke-i (i= 50 km, 83 km, dan 153 km).

Ʃij = Pengaruh galat percobaan pada jarak tempuh ke-i dan ulangan ke-j.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum

Rute pengangkutan ayam pada penelitian ini dibagi menjadi tiga daerah yaitu Bogor (Komersil Farm), Lebak (Satibi Farm), dan Pandeglang (Aat Junaeti Farm). Jarak tempuh dari masing-masing daerah menuju RPA yaitu 50, 83, dan 153 km. Gambar 1 merupakan rute pengangkutan ayam dari peternakan ke RPA.

(14)

4

Waktu yang ditempuh dari lokasi kandang di Bogor menuju RPA adalah 81-90 menit. Rentang waktu tempuh perjalanan dari kandang yang berlokasi di Lebak menuju RPA yaitu 215-225 menit dan waktu tempuh perjalanan dari lokasi kandang di Pandeglang menuju RPA yaitu 240-250 menit. Tabel 1 menyajikan hubungan antara rute, jarak tempuh, dan waktu tempuh selama pengangkutan.

Waktu tempuh seperti pada Tabel 1 menunjukkan perbandingan yang lurus dengan jarak tempuh, semakin jauh jarak tempuh maka waktu tempuh yang diperlukan untuk sampai RPA semakin lama. Pengangkutan dari Pandeglang menuju RPA merupakan yang paling jauh diantara Lebak dan Bogor, namun waktu tempuh pengangkutan antara Lebak dan Pandeglang tidak berbeda jauh sedangkan jarak tempuh antara keduanya cukup jauh. Hal ini disebabkan pada saat pengangkutan dari Lebak menggunakan jalur utama melewati daerah Leuwiliang menuju ke Bogor, sedangkan saat pengangkutan dari Pandeglang menggunakan jalur bebas hambatan yang menghubungkan Tangerang dan Bogor sehingga perjalanan relatif lebih cepat.

Suhu lingkungan di Indonesia pada umumnya tinggi, yaitu berkisar antara 24 sampai 34 oC dan kelembaban 60% sampai 90% (Yani dan Purwanto 2006). Penelitian ini dilakukan pada musim kemarau yakni pada bulan Juni dimana suhu rata-rata lingkungan di daerah Provinsi Banten termasuk daerah Lebak dan Pandeglang berkisar antara 23.3 sampai 28.5 oC pada bulan Mei hingga Juni 2012, sedangkan kelembaban udara berkisar antara 61% sampai 94%. Suhu udara di Bogor dan sekitarnya berkisar antara 23.0 sampai 30.7 oC dan kelembaban udara berkisar antara 63% sampai 90% (BMKG 2013).

Pengangkutan dalam penelitian ini dilakukan pada malam hari saat suhu lingkungan mencapai level terendah. Hal ini merupakan upaya menjaga ayam tetap sejahtera dan menurunkan kemungkinan terjadinya stres pada ayam. Semakin rendah tingkat penyusutan dan mortalitas selama pengangkutan merupakan indikasi semakin rendah tingkat stres yang dialami oleh ayam.

Suhu dan Kelembaban Pengangkutan

Suhu dan kelembaban dicatat selama satu jam sekali saat pengangkutan berlangsung. Hasil kisaran suhu dan kelembaban relatif yang diperoleh selama pengangkutan disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Rentang suhu dan kelembaban selama pengangkutan

Jarak Tempuh (km) Suhu (

oC) Kelembaban (%) Terendah Tertinggi Terendah Tertinggi

Bogor - RPA (50) 24.2 25.2 80 90

Lebak - RPA (83) 23.9 29.7 70 89

Pandeglang - RPA (153) 25.2 29.5 75 89

Tabel 1 Hubungan rute, jarak tempuh, dan waktu tempuh pengangkutan Rute Pengangkutan Jarak Tempuh (km) Waktu Tempuh (menit)

Bogor – RPA 50 81-90

Lebak – RPA 83 215-225

(15)

5 Rentang suhu pengangkutan dari Bogor yang diperoleh yaitu 24.2-25.2 oC. Kisaran suhu dari Bogor tidak terlalu besar jika dibandingkan dengan kisaran suhu yang diperoleh dari Lebak yaitu 23.9-29.7 oC dan rentang suhu dari Pandeglang yaitu 25.2-29.5 oC. Hal ini disebabkan saat pengangkutan waktu yang ditempuh berbeda dari setiap lokasi kandang. Waktu yang ditempuh dari Bogor menuju RPA yaitu sekitar 81-90 menit sehingga pencatatan suhu hanya dilakukan sebanyak tiga kali. Berbeda dengan Lebak dan Pandeglang waktu tempuh yang dibutuhkan masing-masing 215-225 menit dan 240-250 menit sehingga pengamatan suhu dilakukan sebanyak empat dan lima kali selama pengangkutan. Besar kisaran suhu yang diperoleh juga disebabkan oleh waktu keberangkatan yang berbeda, keberangkatan dari Bogor dilakukan pada pukul 05.00 WIB dan tiba di RPA sekitar pukul 06.30 WIB sehingga kisaran suhu tidak terlalu besar. Pengangkutan dari Lebak dan Pandeglang dilakukan pada pukul 01.00 WIB dan tiba di RPA sekitar pukul 07.00-07.30 WIB dimana suhu sudah mulai panas.

Kelembaban udara terendah yang tercatat selama pengangkutan dari Bogor yaitu 80% dan tertinggi 90%. Kelembaban selama pengangkutan di Bogor lebih tinggi dibandingkan kelembaban di daerah Lebak dan Pandeglang yaitu masing-masing 70-89% dan 75-89%. Hal ini disebabkan kandang terletak di daerah perbukitan sehingga pada saat proses pengangkutan kondisi udara berkabut cukup tebal. Udara yang berkabut ini menyebabkan kelembaban di daerah Bogor lebih tinggi dibandingkan daerah Lebak dan Pandeglang. Webster et al. (1992) menyatakan ayam broiler yang diangkut dengan kendaraan yang terbuka akan merasa nyaman ketika suhu selama di perjalanan berkisar antara 18 sampai 26 oC. Sumber lain menyebutkan dari aspek umur panen ayam suhu optimum pada saat transportasi yang baik yaitu 22-24 oC dan kelembaban kurang dari 70% (Gregory 1998).

Kisaran suhu dan kelembaban pengangkutan yang diperoleh dalam penelitian ini masih tergolong cukup tinggi, dalam hal ini ayam yang diangkut berada di luar zona suhu nyaman walaupun diangkut pada malam hari. Hal ini disebabkan oleh kegiatan penelitian dilakukan pada saat musim kemarau tiba yaitu pada bulan Juni 2012. BMKG (2013) menyatakan bahwa suhu rata-rata tertinggi pada musim kemarau tahun 2012 adalah pada bulan Juni yaitu mencapai 29.5 oC.

Penyusutan

Penyusutan bobot terjadi karena tetap berlangsungnya sistem metabolisme pada ayam tanpa adanya asupan pakan dan minum selama pengangkutan. Hal tersebut menyebabkan perubahan sistem metabolisme yang dapat mempercepat ayam kehilangan cairan dari dalam tubuhnya. Tabel 3 berikut menyajikan nilai penyusutan bobot ayam setelah dilakukan pengangkutan.

Tabel 3 Nilai penyusutan bobot ayam setelah dilakukan pengangkutan

Jarak Tempuh (km) Penyusutan

(kg/truk) (%)

Bogor - RPA (50) 110.50 ± 2.72 3.33 ± 0.06

Lebak - RPA (83) 113.30 ± 28.16 3.73 ± 0.76

(16)

6

Rataan penyusutan bobot hidup ayam setelah pengangkutan pada masing-masing jarak yang ditempuh adalah 110.50 ± 2.72 kg (3.33 ± 0.06%) pada jarak 50 km (Bogor), 113.30 ± 28.16 kg (3.73 ± 0.76%) pada jarak 83 km (Lebak), dan 118.03 ± 24.01 kg (4.50 ± 1.13%) pada jarak 153 km (Pandeglang). Nilai penyusutan bobot hidup setelah dilakukan pengangkutan pada jarak tempuh yang berbeda menunjukkan peningkatan karena semakin jauh jarak dan waktu yang ditempuh maka persentase penyusutan akan meningkat. Besarnya kisaran suhu saat pengangkutan juga dapat mempengaruhi tingkat penyusutan, jika dilihat suhu pengangkutan dari Pandeglang dan Lebak memiliki kisaran suhu tertinggi sampai 29.5 dan 29.7 oC karena tiba di RPA saat suhu sudah mulai panas sedangkan pengangkutan dari Bogor relatif lebih rendah yaitu 25.2 oC. Chen et al. (1983) menyebutkan tingkat penyusutan akan lebih tinggi pada suhu lingkungan yang tinggi.

Faktor lainnya yang dapat menyebabkan penyusutan dalam pengangkutan ini juga adalah waktu tempuh, kondisi jalan, dan pemuasaan sebelum pengangkutan. Semakin lama waktu tempuh pengangkutan maka penyusutan semakin meningkat karena ayam berada di dalam keranjang dengan gerak yang sangat terbatas sehingga membuat ayam stres. Jalan yang tidak layak (bebatuan dan curam) untuk dilalui kendaraan mengakibatkan guncangan yang kuat, getaran dari ban dan mesin kendaraan membuat ayam berada dalam kondisi yang sangat lelah karena otot-otot pada kaki mencoba untuk menahan guncangan yang cukup lama sehingga mudah mengalami dehidrasi.

Pemuasaan yang dilakukan sebelum ayam dipanen bertujuan untuk mengosongkan pakan di dalam tembolok ayam karena berpengaruh pada bobot badan setelah pengangkutan. Warriss et al. (1993) menyatakan kebanyakan ayam yang sampai di RPA dalam keadaan kelelahan, hal ini disebabkan ayam mengalami dehidrasi dan kehabisan energi di dalam tubuh sehingga menyebabkan rasa lelah pada ayam sebelum dan setelah pengangkutan.

Persentase penyusutan yang diperoleh dalam penelitian ini masih terbilang tinggi jika dibandingkan dengan pernyataan Warris (2000) yang menyebutkan ayam yang diangkut tanpa diberi makan dan minum akan mengalami penyusutan bobot sebesar 0.2%-0.3% per jam, sedangkan nilai persentase penyusutan yang diperoleh dari Pandeglang bisa mencapai 4.50% selama pengangkutan 4 jam. Nilai tersebut menunjukkan tingkat penyusutan bisa mencapai 1.1% per jam. Hal ini dapat dijadikan indikator bahwa tingkat kesejahteraan ayam dalam pengangkutan ini masih tergolong rendah.

Mortalitas

Mortalitas disebabkan oleh buruknya penanganan selama pengangkutan sehingga mempengaruhi kualitas kesejahteraan ayam. Nilai persentase mortalitas setelah pengangkutan tersaji dalam Tabel 4.

Tabel 4 Mortalitas ayam setelah dilakukan pengangkutan

Jarak Tempuh (km) Mortalitas

(ekor/truk) (%)

Bogor – RPA (50) 5.67 ± 3.79 0.26 ± 0.17

(17)

7 Petracci et al. (2010) menyebutkan pengangkutan pada ayam broiler mengalami tingkat kematian rata-rata 0.3%-0.4% dan mortalitas meningkat seiring dengan lamanya perjalanan. Angka mortalitas setelah pengangkutan dari ketiga jarak tempuh yaitu 5.67 ± 3.79 ekor (0.26 ± 0.17%) pada jarak 50 km (Bogor), 14.67 ± 11.50 ekor (0.74 ± 0.56%) pada jarak 83 km (Lebak), dan 8.67 ± 4.00 ekor (0.46 ± 0.35%) pada jarak 153 km (Pandeglang). Vecerek et al. (2006) menyatakan nilai persentase mortalitas selama pengangkutan pada jarak 50 km yaitu sebesar 0.15%, pengangkutan pada jarak 51-100 km sebesar 0.30%, dan pada jarak 101-200 km sebesar 0.40%, sedangkan pengangkutan pada jarak lebih dari 300 km dapat mencapai angka kematian 0.80%.

Nilai mortalitas terendah terjadi pada pengangkutan dari Bogor, namun nilai yang diperoleh sedikit lebih tinggi dari literatur, sedangkan nilai persentase mortalitas dari Pandeglang sesuai dengan nilai mortalitas pada literatur. Persentase mortalitas pengangkutan dari Lebak masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan pengangkutan dari Pandeglang, sedangkan Pandeglang memiliki jarak dan waktu tempuh yang lebih jauh. Angka mortalitas tersebut diluar dugaan karena berbanding terbalik dengan prediksi awal, semakin jauh jarak dan waktu tempuh pengangkutan maka akan semakin tinggi angka mortalitas. Hal ini disebabkan oleh rata-rata bobot hidup ayam yang diangkut dari Lebak yaitu 1.63 kg/ekor. Bobot tersebut paling tinggi diantara dua kandang lainnya dari Bogor dan Pandeglang masing-masing yaitu 1.56 dan 1.33 kg/ekor. Hal ini menyebabkan perbedaan kepadatan karena ayam diangkut dan dimasukkan ke dalam keranjang dalam jumlah yang sama. Nidjam et al. (2005) menyebutkan bahwa terlalu banyak ayam yang dimasukan ke dalam keranjang merupakan salah satu faktor terbesar penyebab kematian saat transportasi.

Penelitian ini menggunakan keranjang ayam dengan ukuran luas 0.55 m2, setiap keranjang diisi oleh ayam sebanyak 15 ekor dengan berat rata-rata 1.5 kg sehingga berat total 22.5 kg per keranjang. Webster (1995) menyebutkan kapasitas kepadatan yang direkomendasikan untuk ayam broiler dan sesuai standar kenyamanan adalah 34 kg per m2 atau 17 kg per setengah m2. Hal ini menunjukkan kepadatan selama penelitian masih berada di bawah standar kapasitas yang direkomendasikan untuk kenyamanan ayam. Kepadatan yang tinggi tersebut menyebabkan ketersediaan oksigen sedikit di dalam keranjang sehingga dapat mempengaruhi pernafasan dan ayam akan sulit untuk melepaskan panas dari dalam tubuhnya. Kondisi tersebut juga dapat menyebabkan ayam mengalami hipertermia dan berujung pada meningkatknya angka mortalitas (Nidjam et al. 2004).

(18)

8

kepadatan keranjang harus disesuaikan dengan bobot total dan juga umur ayam yang akan diangkut serta cuaca lingkungan saat pengangkutan (Elrom 2000).

Kondisi suhu juga berperan besar terhadap mortalitas ayam selama pengangkutan walaupun ayam diangkut pada malam hari. Hal ini disebabkan pengangkutan dilakukan selama musim kemarau yaitu pada bulan Juni. Vieira et al. (2011) menyebutkan persentase kematian ayam yang diangkut selama musim panas lebih tinggi (0.42%) dibandingkan dengan musim semi (0.39%), musim dingin (0.28%), dan musim gugur (0.23%) pada iklim subtropis, sedangkan pada iklim tropis tingkat kematian saat pengangkutan belum diketahui secara pasti. Selama pengangkutan menunjukkan suhu masih cukup tinggi yaitu 24-29 oC. Wariss et al. (2005) menyatakan kenaikan angka mortalitas ayam saat pengangkutan sangat tinggi di atas 23 oC dan dalam rentang suhu 23-27 oC tingkat kematian ayam mencapai 0.66%. Mitchell dan Kettlewell (2009) menyarankan suhu di dalam keranjang ayam saat perjalanan diatur di bawah 23-24 oC dan suhu lingkungan sekitar antara 20-21 oC.

Pengiriman ayam umur siap panen yang dilakukan dalam penelitian ini sudah baik, karena adanya upaya untuk menjaga ayam tetap nyaman selama pengangkutan berlangsung dengan melakukan pengiriman pada malam hari. Namun penetapan jumlah ayam di dalam keranjang seharusnya didasarkan pada total bobot per keranjang agar kepadatan tetap memenuhi standar kenyamanan ayam sehingga ketersediaan oksigen tercukupi.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Nilai persentase penyusutan bobot ayam broiler setelah pengangkutan berbanding lurus dengan jarak tempuh tetapi tidak dengan nilai persentase mortalitas. Nilai persentase mortalitas yang tertinggi sampai terendah berdasarkan jarak tempuh yaitu Lebak (83 km), Pandeglang (153 km), dan Bogor (50 km).

Saran

Perlu dilakukan beberapa analisis lanjutan untuk mengetahui pengaruh jarak tempuh terhadap kualitas kesejahteraan ayam selama pengangkutan. Analisis tersebut diantaranya analisis kualitas karkas, respon fisiologis dan metabolisme selama pengangkutan serta analisis desain truk yang ideal untuk pengangkutan ayam broiler umur panen.

DAFTAR PUSTAKA

(19)

9 Chen TC, Schultz CD, Reece RN, Lott BD, McNaughton JL. 1983. The effect of extended holding time, temperature and dietary energy on yields of broilers. J.

Poult Sci. 62:1566-1571.

Delezie E, Swennen Q, Buyse J, Decuypere E. 2007. The effect of feed withdrawal and crating density in transit on metabolism and meat quality of broilers at slaughterhouse. J. Poult. Sci. 86:1414-1423.

Elrom K. 2000. Handling and transportation of broilers-welfare, stress, fear, dan meat quality. Part IV: Handling of Broilers. Israel J. Vet. Med. 55:121-125. Gregory NG. 1998. Animal Welfare and Meat Science. Wallingford (UK): CABI

Publishing.

Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2002. Perancangan dan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. Cetakan ke-2. Bogor (ID): IPB Press.

Mitchell MA, Kettlewell PJ. 1998. Physiological stress and welfare of broiler chickens in transit: solutions not problems. Poult. Sci. 77(12):1803-1814. Mitchell MA, Kettlewell PJ. 2009. Welfare of poultry during transport-a review.

Proceeding of Poultry Welfare Symposium. 2009 May 18-22; Cervia, Italy. Cervia (IT): p 90-100.

Nidjam E, Arens P, Lambooij E, Decuypere E, Stegeman JA. 2004. Factors influencing bruises and mortality of broiler during catching, transport and lairage. Poult. Sci. 74: 937-941.

Nidjam E, Arens P, Lambooij E, Decuypere E, Stegeman JA. 2005. Comparison of bruises and mortality stress parameters, and meat quality in manually and mechanically caught broilers. British. Poult. Sci. 83: 1610-1615.

Petracci M, Bianchi M, Cavani CC. 2010. Preslaughter handling and slaughtering factors influencing poultry product quality. World Poult Sci J. 66:17-26.

Vecerek V, Grbalova S, Voslarova E, Janackova B, Malena M. 2006. Effects of travel distance and the season of the year on death rates of broilers transported to poultry processing plants. Poult. Sci. 85:1881-1884.

Vieira FMC, Silva IJO, Barbosa Filho JAD, Vieira AMC, Broom DM. 2011. Preslaughter mortality of broilers in relation to lairage and season in subtropical climate. Poult. Sci. 90:2127-2133.

Warriss PD, Kestin SC, Brown SN, Knowles TG, Wilkens LJ, Edwards JE, Austin SD, Nicol CJ. 1993. Depletion of glycogen stores and indices of dehydration in transported broilers. British. Vet. J. 149:391-398.

Warris PD. 2000. Meat Science: An Introductory Text. Wallingford (UK): CAB-International.

Warriss PD, Pagazaurtundua A, Brown SN. 2005. Relationship between maximum daily temperature and mortality of broiler chickens during transport and lairage. British. Poult. Sci. 46: 647-651.

Webster AJF, Tuddenham A, Saville CA, Scott GA. 1992. Thermal stress on chickens in transit. British. Poult. Sci. 34, 267-277.

Webster J. 1995. Animal Welfare: A Cool Eye Towards Eden. Cornwall (US): Hartnolls Ltd, Bodmin.

(20)

10

Lampiran 1 Hasil Analysis of Variance (ANOVA) menggunakan Software SAS 9.1.3 Portable 2003.

Dependent Variables: Penyusutan

Source DF Sum of

Squares

Mean

Square F Value Pr > F Model 2 0.00028156 0.00014078 2.23 0.1891 Error 6 0.00037933 0.00006322

Corrected Total 8 0.00066089 Dependent Variables: Mortalitas

Source DF Sum of

Squares

Mean

Square F Value Pr > F Model 2 0.00003494 0.00001747 1.13 0.3846 Error 6 0.00009315 0.00001553

(21)

11

RIWAYAT HIDUP

Faldio Sutrisno dilahirkan di Bogor, Jawa Barat pada tanggal 12 Juni 1990, dari pasangan Sutrisno, SPd MMPd dan Ani Suryani, SPd. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara.

Penulis mengenyam pendidikan taman kanak-kanak di TK Tirtasari, Bogor pada tahun 1995-1996. Pendidikan dasar ditempuh oleh penulis di SD Negeri Papandayan I, Bogor pada tahun 1996-2002. Penulis kemudian mengenyam pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 12 Bogor pada tahun 2002-2005. Pendidikan mengengah atas ditempuh di SMA Negeri 6 Bogor pada tahun 2005-2008. Penulis melanjutkan studi di Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2008.

Selama mengenyam pendidikan tinggi, Penulis aktif sebagai anggota

organisasi teater mahasiswa Fakultas Peternakan “Teater Kandang” dan anggota

Ikatan Senat Mahasiswa Peternakan Indonesia (ISMAPETI). Penulis aktif dalam kepengurusan kelas dan menjadi Ketua kegiatan malam keakraban “Cowboy Lestarikan Lingkungan Part III”. Penulis memperoleh beasiswa Bantuan Belajar

Mahasiswa (BBM) selama satu tahun. Program Magang yang diikuti oleh Penulis yaitu di D-Farm Agriprima pada tahun 2009, BBPTU Batur raden Purwokerto pada tahun 2010, dan penulis juga pernah mengikuti program magang di luar negeri pada tahun 2013 di Cattle Station, Northern Territory, Australia. Penulis ditugaskan menjadi asisten praktikum mata kuliah Teknologi Pengolahan Telur dan Daging Unggas tahun 2012.

Gambar

Tabel 3  Nilai penyusutan bobot ayam setelah dilakukan pengangkutan

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian terdahulu oleh Cholifah dkk (2013) dengan judul: Analisis Faktor-Faktor Penyebab Kesulitan Siswa Dalam Mengungkapkan Pertanyaan Pada Proses Pembelajaran

Dari hasil analisa GC-MS dapat diketahui bahwa senyawa yang terbentuk dari proses perengakahan katalitik PFAD dengan mengggunakan katalis abu TKS ini sebagian besar

Seperti terlihat pada tabel 4 di atas, pegawai dengan pendidikan terakhir SMK/ SMA lebih mengutamakan hubungan positif dengan orang lain (46,20 persen) sebagai faktor yang

menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Rancang Bangun Aplikasi Chatbot Penjualan Mobil Berbasis Artificial Intelligence Markup Language Menggunakan Algoritma Porter Stemmer

Untuk menjaga keaslian cara baca Al-Qur‟an Allah mengutus malaikat Jibril untuk mengajarkan secara talaqqi musyafahah (bertatap muka langsung) cara membaca Al-Qur‟an yang

Doolklan aaka pcnotapan lnl dianbil dldalan ddang pomu- eyatsaratan pada harl Rabu, tanggal 3 Aguotus 1977 oloh kanl, J0NA8TI SH» Ilakln, dongan dlhadllrl oleh Hy, M# Soomarto, Panl

[r]

Mata Pelajaran Nilai Rata-rata Rapor1. Nilai