• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Ketebalan Mulsa Jerami dan Frekuensi Irigasi terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Kacang Hijau (Vigna radiata L.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Ketebalan Mulsa Jerami dan Frekuensi Irigasi terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Kacang Hijau (Vigna radiata L.)"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KETEBALAN MULSA JERAMI DAN

FREKUENSI IRIGASI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN

PRODUKSI TANAMAN KACANG HIJAU (

Vigna radiata

L.)

LENA ISNAWATI

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Ketebalan Mulsa Jerami dan Frekuensi Irigasi terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Kacang Hijau (Vigna radiata L.) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

LENA ISNAWATI. Pengaruh Ketebalan Mulsa Jerami dan Frekuensi Irigasi terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Kacang Hijau (Vigna radiata L.)

.

Dibimbing oleh EKO SULISTYONO.

Ketersediaan air merupakan faktor pembatas dalam pertumbuhan tanaman. Pemulsaan dapat meningkatkan efisiensi kebutuhan air tanaman. Tujuan penelitian ini adalah menentukan ketebalan mulsa jerami dan frekuensi irigasi yang memberikan pertumbuhan dan produksi optimum pada tanaman kacang hijau. Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) faktorial yang terdiri dari dua faktor dan tiga ulangan. Faktor I yaitu ketebalan mulsa jerami, terdiri dari 5 taraf: M1 (tanpa mulsa), M2 (ketebalan 3 cm), M3 (ketebalan 6 cm), M4 (ketebalan 9 cm) dan M5 (ketebalan 12 cm). Faktor II yaitu frekuensi irigasi, terdiri dari: I1 (2 hari sekali), I2 (4 hari sekali), I3 (6 hari sekali), dan I4 (8 hari sekali). Hasil penelitian menunjukkan bahwa mulsa dan frekuensi irigasi berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah cabang dan polong, bobot basah dan kering biji, serta nilai evapotranspirasi dan efisiensi penggunaan air pada kacang hijau. Ketebalan mulsa 9 cm dan frekuensi irigasi 6 hari sekali memberikan hasil maksimal dibandingkan perlakuan lain.

Kata kunci: cekaman, kekeringan, manajemen air

ABSTRACT

LENA ISNAWATI. Effects of Straw Mulch Thickness and Irrigation Frequency on Growth and Yield of Green Beans (Vigna radiata L.). Supervised by EKO SULISTYONO.

Water availability is a limiting factor of the plant growth. Mulching may help to improve water use efficiency. The objective of the research was to determine the thickness of straw mulch and irrigation frequency that giving optimum growth and yield of green beans. The experiment was arranged in a randomized completed block design with factorial pattern, consisting of two factors with three replications. The first factor was straw mulch thickness, consisted of five levels: M1 (without mulch), M2 (mulch thickness 3 cm), M3 (mulch thickness 6 cm), M4 (mulch thickness 9 cm) and M5 (mulch thickness 12 cm). The second factor was irrigation frequency, consisted of four levels: I1 (2 days interval), I2 (4 days interval), I3 (6 days interval), and I4 (8 days interval). The results show that the thickness of straw mulches and frequency of irrigation showed the different effect on plant height, branches and pods, seed wet weight and dry weight, evapotranspiration value, and water use efficiency of green beans. Straw mulching with thickness 9 cm and frequency irrigation 6 days interval gave the best yield than the other treatments.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Agronomi dan Hortikultura

PENGARUH KETEBALAN MULSA JERAMI DAN

FREKUENSI IRIGASI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN

PRODUKSI TANAMAN KACANG HIJAU (

Vigna radiata

L.)

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2013

(6)
(7)

Judul Skripsi : Pengaruh Ketebalan Mulsa Jerami dan Frekuensi Irigasi terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Kacang Hijau (Vigna radiata L.)

Nama : Lena Isnawati

NIM : A24090071

Disetujui oleh

Dr Ir Eko Sulistyono, MSi Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Agus Purwito, MScAgr Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayahNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan November 2012 sampai Februari 2013 ini ialah cekaman kekeringan, dengan judul Pengaruh Ketebalan Mulsa Jerami dan Frekuensi Irigasi terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Kacang Hijau (Vigna radiata L.).

Penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada Dr Ir Eko Sulistyono, MSi selaku pembimbing yang telah banyak memberikan pengarahan dan saran selama ini. Disamping itu, ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dr Sandra Aziz selaku pembimbing akademik yang telah banyak memberi masukan kepada penulis. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Mei 2013

(9)

DAFTAR ISI

Lokasi dan Waktu Penelitian 3

Prosedur Penelitian 3

Analisis Data 4

HASIL DAN PEMBAHASAN 5

Keadaan Umum 5

Pengaruh Ketebalan Mulsa Jerami dan Frekuensi Irigasi terhadap Vegetatif

Tanaman Kacang Hijau 5

Pengaruh Ketebalan Mulsa Jerami dan Frekuensi Irigasi terhadap Komponen

Produksi Kacang Hijau 8

Pengaruh Ketebalan Mulsa Jerami dan Frekuensi Irigasi terhadap

Evapotranspirasi (Et) dan Efisiensi Penggunaan Air (EPA) Tanaman Kacang

Hijau 9 Interaksi antara Ketebalan Mulsa Jerami dan Frekuensi Irigasi terhadap

Vegetatif Tanaman Kacang Hijau 10

Interaksi antara Ketebalan Mulsa Jerami dan Frekuensi Irigasi terhadap

Komponen Produksi Kacang Hijau 12

Interaksi antara Ketebalan Mulsa Jerami dan Frekuensi Irigasi terhadap Evapotranspirasi (Et) dan Efisiensi Penggunaan Air (EPA) Tanaman

Kacang Hijau 16

KESIMPULAN DAN SARAN 21

DAFTAR PUSTAKA 22

LAMPIRAN 24

(10)

DAFTAR TABEL

1 Tinggi tanaman kacang hijau pada berbagai ketebalan mulsa jerami dan

frekuensi irigasi 6

2 Jumlah cabang tanaman kacang hijau pada berbagai ketebalan mulsa

jerami dan frekuensi irigasi 6

3 Jumlah daun trifoliat tanaman kacang hijau pada berbagai ketebalan

mulsa jerami dan frekuensi irigasi 7

4 Komponen produksi kacang hijau pada berbagai ketebalan mulsa jerami

dan frekuensi irigasi 8

5 Pengaruh ketebalan mulsa jerami dan frekuensi irigasi terhadap

evapotranspirasi (Et) dan efisiensi penggunaan air (EPA) tanaman kacang

hijau 10

DAFTAR GAMBAR

1 Pertumbuhan tanaman kacang hijau pada umur 2 MST (a) dan pertumbuhan

tanaman kacang hijau pada umur 7 MST (b) 5

2 Pengaruh interaksi antara ketebalan mulsa jerami dan frekuensi irigasi

terhadap tinggi tanaman kacang hijau 11

3 Pengaruh interaksi antara ketebalan mulsa jerami dan frekuensi irigasi

terhadap jumlah cabang tanaman kacang hijau 12 4 Pengaruh interaksi antara ketebalan mulsa jerami dan frekuensi irigasi

terhadap bobot kering panen biji kacang hijau 13 5 Pengaruh interaksi antara ketebalan mulsa jerami dan frekuensi irigasi

terhadap bobot kering oven biji kacang hijau 14 6 Pengaruh interaksi antara ketebalan mulsa jerami dan frekuensi irigasi

terhadap bobot kering panen 10 butir kacang hijau 15 7 Pengaruh interaksi antara ketebalan mulsa jerami dan frekuensi irigasi

terhadap bobot kering oven 10 butir kacang hijau 16 8 Pengaruh interaksi antara ketebalan mulsa jerami dan frekuensi irigasi

terhadap nilai evapotranspirasi (Et) tanaman kacang hijau umur 2-4 MST 17 9 Pengaruh interaksi antara ketebalan mulsa jerami dan frekuensi irigasi

terhadap nilai evapotranspirasi (Et) tanaman kacang hijau umur 4-6 MST 18 10 Pengaruh interaksi antara ketebalan mulsa jerami dan frekuensi irigasi

terhadap nilai evapotranspirasi (Et) tanaman kacang hijau umur 6-8 MST 19 11 Pengaruh interaksi antara ketebalan mulsa jerami dan frekuensi irigasi

terhadap nilai evapotranspirasi (Et) tanaman kacang hijau umur >8 MST 20 12 Pengaruh interaksi antara ketebalan mulsa jerami dan frekuensi irigasi

terhadap efisiensi penggunaan air (EPA) tanaman kacang hijau 21

DAFTAR LAMPIRAN

(11)

3 Rekapitulasi analisis ragam nilai evapotranspirasi (Et) dan efisiensi

penggunaan air (EPA) 25

4 Pengaruh interaksi antara ketebalan mulsa jerami dan frekuensi irigasi

terhadap tinggi tanaman kacang hijau 25

5 Pengaruh interaksi antara ketebalan mulsa jerami dan frekuensi irigasi

terhadap jumlah cabang tanaman kacang hijau 25 6 Pengaruh interaksi antara ketebalan mulsa jerami dan frekuensi irigasi

terhadap bobot kering panen biji kacang hijau 26 7 Pengaruh interaksi antara ketebalan mulsa jerami dan frekuensi irigasi

terhadap bobot kering oven biji kacang hijau 26 8 Pengaruh interaksi antara ketebalan mulsa jerami dan frekuensi irigasi

terhadap bobot kering panen 10 butir kacang hijau 26 9 Pengaruh interaksi antara ketebalan mulsa jerami dan frekuensi irigasi

terhadap bobot kering oven 10 butir kacang hijau 27 10 Pengaruh interaksi antara ketebalan mulsa jerami dan frekuensi irigasi

terhadap evapotranspirasi (Et) tanaman kacang hijau 2-4 MST 27 11 Pengaruh interaksi antara ketebalan mulsa jerami dan frekuensi irigasi

terhadap evapotranspirasi (Et) tanaman kacang hijau 4-6 MST 27 12 Pengaruh interaksi antara ketebalan mulsa jerami dan frekuensi irigasi

terhadap evapotranspirasi (Et) tanaman kacang hijau 6-8 MST 28 13 Pengaruh interaksi antara ketebalan mulsa jerami dan frekuensi irigasi

terhadap evapotranspirasi (Et) tanaman kacang hijau >8 MST 28 14 Pengaruh interaksi antara ketebalan mulsa jerami dan frekuensi irigasi

(12)
(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Peningkatan kebutuhan kacang hijau di Indonesia tidak diimbangi dengan peningkatan produksi sehingga tidak ada cara lain untuk pemerintah selain mengimpor kacang hijau. Menurut Direktor Jenderal Tanaman Pangan (2012), kebutuhan kacang hijau terus meningkat rata-rata setiap tahun sekitar 330,000 ton, produksi rata setiap tahun 308,414 ton (93.46%) dengan volume impor rata-rata setiap tahun sekitar 29,443 ton. Berdasarkan catatan BPS (2012), terjadi penurunan produksi kacang hijau dari tahun 2011 hingga 2012 yaitu dari 341,342 ton menjadi 287,867 ton.

Ketersediaan air merupakan faktor pembatas dalam pengembangan sistem pertanian di lahan kering serta berpengaruh pada pertumbuhan tanaman kacang hijau. Oleh karena itu, diperlukan interval waktu irigasi tertentu agar kelembaban tetap terjaga. Menurut Van Loon (1981), kekurangan air pada tanaman kentang menyebabkan hasil kentang rendah, karena luas daun dan fotosintesis per unit area berkurang. Cekaman kekeringan pada tahapan reproduktif awal kacang kedelai dapat meningkatkan gugur bunga dan polong (Sionit dan Kramer 1977). Jika cekaman kekeringan terjadi pada tahapan reproduktif akhir maka polong dan biji yang terbentuk ukurannya akan lebih kecil dan sedikit jumlahnya bila dibandingkan dengan yang tumbuh dalam kondisi cukup air. Kebutuhan air tanaman kacang hijau relatif rendah jika dibandingkan dengan tanaman legum lainnya. Tanaman kacang hijau lebih toleran terhadap kekeringan dengan kebutuhan air sekitar 700-900 mm per tahun. Akan tetapi, frekuensi irigasi tetap menjadi hal yang sangat penting untuk pertumbuhan kacang hijau yang optimal.

Frekuensi irigasi erat kaitannya dengan konsumsi air, sehingga aplikasi mulsa diharapkan dapat menjadi alternatif dalam penghematan air. Arsyad (2006) menyatakan bahwa mulsa dapat mengurangi penguapan air tanah sehingga meningkatkan kandungan air tanah. Penggunaan mulsa jerami ternyata juga efektif menurunkan suhu tanah maksimum pada siang hari sebesar 6°C, sedangkan mulsa plastik hitam perak dapat menurunkan suhu 3°C dibandingkan perlakuan tanpa mulsa (Hamdani 2009).

Perumusan Masalah

1. Adakah pengaruh nyata pemberian mulsa jerami terhadap pertumbuhan dan produksi kacang hijau?

2. Adakah pengaruh nyata perlakuan frekuensi irigasi terhadap pertumbuhan dan produksi kacang hijau?

(14)

2

Tujuan Penelitian

Untuk menentukan ketebalan mulsa jerami dan frekuensi irigasi yang memberikan pertumbuhan dan produksi optimum pada tanaman kacang hijau.

Hipotesis Penelitian

1. Pemberian mulsa jerami dengan ketebalan yang berbeda berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan produksi kacang hijau.

2. Frekuensi irigasi yang berbeda berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan produksi kacang hijau.

3. Interaksi antara ketebalan mulsa jerami dan frekuensi irigasi berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan produksi kacang hijau.

4. Diperoleh ketebalan mulsa jerami tertentu dan frekuensi irigasi yang menghasilkan pertumbuhan dan produksi yang optimum untuk kacang hijau.

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah dapat menjadi suatu solusi untuk peningkatan produksi kacang hijau di Indonesia dan menciptakan inovasi untuk meningkatkan efisiensi dalam penggunaan air pada budidaya tanaman.

METODE

Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih kacang hijau, mulsa jerami, pupuk urea, SP-36, KCl, nematisida (Furadan 3G). Media yang digunakan berupa tanah top soil.

Alat

(15)

3

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di rumah kaca Kebun Percobaan Cikabayan, University Farm, Fakultas Pertanian IPB dan Laboratorium Pasca Panen IPB. Pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan November 2012 hingga Februari 2013.

Prosedur Penelitian

Penyiapan media tanam dilakukan dengan memasukkan top soil yang sudah dibersihkan dari sisa-sisa gulma ke dalam polybag. Jenis tanah yang digunakan adalah Latosol. Sebelum melakukan penanaman, tanah ditimbang per polybag kemudian diambil tiga contoh tanah, lalu ditimbang bobot basah (BB) tanah dan dimasukkan kedalam oven untuk mengetahui bobot kering (BK) tanah tersebut sehingga didapatkan data awal berat tanah per polybag adalah 11.37 kg dengan kadar air (KA) 55.34%, bobot kering (BK) 7.32 kg, kapasitas lapang (KL) sebesar 51.61 %BK, dan titik layu permanen (TLP) sebesar 17.12 %BK. Air tersedia (AT) sebesar 2.52 l.

Benih kacang hijau yang digunakan yaitu varietas Kutilang. Benih ditanam dengan 3 biji per polybag dengan kedalaman lubang tanam 3-5 cm. Furadan diberikan sebanyak 2 g per lubang tanam. Aplikasi pemupukan seluruh dosis diberikan pada saat tanam dengan jarak 5 cm dari lubang tanam. Dosis pupuk yang digunakan yaitu urea 45 kg ha-1, SP-36 75 kg ha-1, dan KCl 50 kg ha-1. Jarak tanam kacang hijau yaitu 20 cm x 40 cm, populasi sekitar 125,000 tanaman per hektar, sehingga dosis pupuk per polybag adalah urea 0.36 g, SP-36 0.6 g, dan KCl 0.4 g. Penjarangan dilakukan pada umur 10 hari setelah tanam (HST) dengan menyisakan 2 tanaman per polybag yang memiliki pertumbuhan sehat dan kuat. Penyiangan dilakukan bila terdapat gulma di sekitar areal polybag. Penyiraman dilakukan setiap hari saat awal tanam dan menjelang umur 2 minggu setelah tanam (MST). Perlakuan mulsa jerami diberikan saat tanaman berumur 2 MST. Mulsa dipotong-potong dan diberikan sesuai perlakuan ketebalan yang diuji. Perlakuan frekuensi irigasi dilakukan mulai 2 MST dengan irigasi curah, yaitu penyiraman dengan gelas ukur. Volume awal (sebelum irigasi) diukur dan dicatat kemudian irigasi dilakukan hingga perkolasi. Jumlah air yang tersisa dalam gelas ukur dicatat sehingga didapatkan jumlah air hilang karena evapotranspirasi. Panen dilakukan sebanyak tiga kali mulai umur 8 MST.

(16)

4

Evapotranspirasi diukur berdasarkan neraca air I=Et+∆m+Pk, dimana I, Et, ∆m, dan Pk masing-masing adalah irigasi, evapotranspirasi, perubahan kelembaban tanah, dan perkolasi. Kelembaban tanah dipertahankan hingga kapasitas lapang sehingga ∆m=0, sehingga Et=I-Pk. Semua komponen neraca air dinyatakan dalam satuan mm dengan cara membagi satuan volume dengan satuan luas permukaan polybag, dengan diameter polybag adalah 21.5 cm. Efisiensi penggunaan air dinyatakan sebagai nisbah antara bobot kering oven biji per polybag dengan total Et, sehingga satuannya g l-1.

Kapasitas lapang (KL) dan titik layu permanen (TLP) diukur dengan membuat hubungan antara potensial air tanah dengan kadar air tanah, yaitu dengan melakukan pengukuran potensial air tanah dengan tensiometer pada lima nilai kelembaban tanah yang berbeda. Kapasitas lapang diperoleh dengan memasukkan nilai potensial air sebesar 0.3 –kPa. Titik layu permanen diperoleh dengan memasukkan nilai potensial air sebesar 15 –kPa pada persamaan antara potensial air tanah sebagai y dan kadar air tanah sebagai x.

Analisis Data

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) faktorial yang terdiri dari 2 faktor. Faktor pertama adalah ketebalan mulsa jerami yang terdiri dari 5 taraf: tanpa mulsa (M1), ketebalan 3 cm (M2), ketebalan 6 cm (M3), ketebalan 9 cm (M4), dan ketebalan 12 cm (M5). Faktor kedua yaitu frekuensi irigasi, terdiri dari: 2 hari sekali (I1), 4 hari sekali (I2), 6 hari sekali (I3), dan 8 hari sekali (I4). Setiap perlakuan diulang sebanyak tiga kali, sehingga terdapat 60 satuan percobaan. Data hasil pengamatan dianalisis menggunakan analisis ragam (Uji F) dan jika hasil yang diperoleh berpengaruh nyata dilakukan uji Tukey pada taraf 5%.

Penelitian dianalisis menggunakan model linier: dimana:

Yijk : data yang dihasilkan dari pengaruh ulangan pada taraf ke i dan ketebalan mulsa ke j dan irigasi ke k

: Rataan / nilai tengah : Efek blok ke i

Mj : Efek ketebalan mulsa ke j Ik : Efek irigasi ke k

(MI)jk : Efek interaksi ketebalan mulsa ke j dan irigasi ke k

(17)

5

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum

Hasil pengamatan secara visual menunjukkan bahwa kondisi pertanaman pada semua perlakuan hingga tanaman berumur 7 MST cukup baik, dicirikan dengan intensitas serangan hama dan penyakit yang tergolong rendah (Gambar 1).

Gambar 1 Pertumbuhan tanaman kacang hijau pada umur 2 MST (a) dan pertumbuhan tanaman kacang hijau pada umur 7 MST (b)

Pengaruh Ketebalan Mulsa Jerami dan Frekuensi Irigasi terhadap Vegetatif Tanaman Kacang Hijau

Perlakuan mulsa berpengaruh nyata pada tinggi tanaman kacang hijau dibandingkan perlakuan tanpa mulsa. Pada umur tanaman 6 MST, tinggi tanaman pada perlakuan mulsa ketebalan 9 cm nyata lebih tinggi bila dibandingkan dengan perlakuan tanpa mulsa, ketebalan mulsa 3 cm dan 12 cm, namun tidak berbeda nyata dengan tinggi tanaman pada perlakuan mulsa ketebalan 6 cm. Pada umur tanaman 7 MST, tinggi tanaman pada mulsa ketebalan 9 cm juga nyata lebih tinggi dibandingkan dengan semua perlakuan yang lain (Tabel 1). Pemberian mulsa mempunyai kemampuan lebih tinggi dalam hal menyimpan air, mencegah penguapan serta menjaga kelembaban tanah. Sirajuddin dan Lasmini (2010) melaporkan bahwa mulsa jerami dengan ketebalan 7 cm memperlihatkan hasil tertinggi terhadap tinggi tanaman jagung yaitu 166.94 cm dan berat 10 tongkol jagung sebesar 2.49 kg dibandingkan ketebalan mulsa 3 cm dan 5 cm.

Frekuensi irigasi memberikan pengaruh yang nyata terhadap tinggi tanaman kacang hijau dari umur 2 MST hingga 7 MST. Perlakuan frekuensi irigasi 4 hari sekali menghasilkan tinggi tanaman paling tinggi pada umur 6 MST dan 7 MST. Frekuensi irigasi 2 hari sekali nyata lebih rendah mulai umur 4 MST (Tabel 1). Pemberian air yang berlebihan dapat mengakibatkan tanaman kacang hijau mati. Pada tanaman kentang, penyakit busuk daun disebabkan oleh kelembaban tanah di sekitar pertanaman kentang meningkat akibat kelebihan air berkisar antara

(18)

6

18.04 mm per periode pemberian air atau 2.50-3.01 mm per hari, serta mengalami kekeringan disebabkan oleh volume air yang diberikan pada periode pembentukan umbi hanya 393.75 ml dan interval 9 hari tidak cukup untuk memenuhi laju evapotranspirasi (Sutrisna dan Surdianto 2007).

Tabel 1 Tinggi tanaman kacang hijau pada berbagai ketebalan mulsa jerami dan frekuensi irigasi

a

Angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata berdasarkan uji Tukey (0.05).

Ketebalan mulsa tidak memberikan pengaruh terhadap jumlah cabang tanaman kacang hijau dari umur 2 hingga 5 MST. Pada umur 6 dan 7 MST, jumlah cabang pada perlakuan ketebalan mulsa 9 cm nyata lebih banyak dibandingkan dengan tanpa mulsa tetapi tidak berbeda nyata dengan jumlah cabang pada perlakuan mulsa 3 cm, 6 cm dan 12 cm. Pada umur tanaman 6 dan 7 MST, jumlah cabang pada perlakuan frekuensi irigasi 4 hari sekali nyata lebih banyak dibandingkan dengan frekuensi irigasi 2 hari sekali namun tidak berbeda nyata dengan frekuensi irigasi 6 dan 8 hari sekali (Tabel 2). Frekuensi irigasi paling rendah adalah frekuensi irigasi paling baik karena dapat menghemat air.

(19)

7

a

Angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata berdasarkan uji Tukey (0.05).

Pemberian mulsa organik secara nyata juga mempengaruhi peningkatan jumlah daun, luas daun, bobot segar dan bobot kering tajuk, bobot segar dan bobot kering akar. Peningkatan komponen pertumbuhan akan diikuti oleh peningkatan indeks luas daun dan laju pertumbuhan tanaman (Sunghening 2012). Perlakuan ketebalan mulsa jerami tidak mempengaruhi jumlah daun trifoliat. Pada awal periode tumbuh hingga umur 3 MST, semua perlakuan frekuensi irigasi tidak berbeda nyata karena kebutuhan air tanaman masih rendah pada awal pertumbuhan. Jumlah daun trifoliat kacang hijau pada frekuensi irigasi 2 hari sekali nyata lebih rendah dibandingkan perlakuan irigasi yang lainnya pada umur 5 MST, tetapi saat umur 6 dan 7 MST tidak berbeda nyata dengan irigasi 6 hari sekali (Tabel 3).

Tabel 3 Jumlah daun trifoliat tanaman kacang hijau pada berbagai ketebalan mulsa jerami dan frekuensi irigasi

a

Angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata berdasarkan uji Tukey (0.05).

(20)

8

Irigasi berlebihan pada tanaman kacang hijau akan menyebabkan kelayuan. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian mulsa tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah daun pada tanaman lidah buaya (Santosa 2003). Pada kondisi tingkat ketersediaan air dan suhu tanah yang memadai, maka tanaman dapat menyerap air dan unsur hara yang cukup serta mampu melangsungkan proses-proses fisiologisnya dengan baik. Dengan berlangsungnya berbagai proses fisiologis dengan baik maka akan menunjang terjadinya peningkatan pertumbuhan tanaman (Yakup 2008).

Pengaruh Ketebalan Mulsa Jerami dan Frekuensi Irigasi terhadap Komponen Produksi Kacang Hijau

Jumlah polong dan bobot kering panen biji pada perlakuan ketebalan mulsa 9 cm nyata lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan ketebalan mulsa 0 cm, 3 cm dan 6 cm, namun tidak berbeda nyata dengan jumlah polong dan bobot kering panen biji pada perlakuan ketebalan mulsa 12 cm. Bobot kering oven biji pada perlakuan ketebalan mulsa 9 cm nyata lebih tinggi bila dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Bobot kering panen 10 butir kacang hijau pada perlakuan 12 cm nyata lebih tinggi bila dibandingkan dengan perlakuan mulsa ketebalan 0 cm, 3 cm dan 9 cm, namun tidak berbeda nyata dengan bobot kering panen 10 butir pada perlakuan mulsa 6 cm. Pada bobot kering oven 10 butir, perlakuan mulsa ketebalan 9 cm nyata lebih rendah dibandingkan perlakuan lainnya. Pada perlakuan frekuensi irigasi, jumlah polong dan bobot kering panen biji pada frekuensi irigasi 4 hari sekali nyata lebih banyak dibandingkan dengan jumlah polong pada frekuensi irigasi 8 hari sekali, namun tidak berbeda nyata dengan frekuensi irigasi 2 hari dan 6 hari sekali. Bobot kering oven biji pada frekuensi irigasi 4 hari sekali nyata lebih tinggi bila dibandingkan dengan frekuensi irigasi 2 dan 8 hari, namun tidak berbeda nyata dengan irigasi 6 hari sekali. Semua perlakuan frekuensi irigasi tidak berpengaruh terhadap bobot kering panen 10 butir, sedangkan pada bobot kering oven 10 butir perlakuan frekuensi irigasi 2 hari sekali nyata lebih rendah dibandingkan perlakuan lainnya (Tabel 4).

(21)

9

a

Angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata berdasarkan uji Tukey 5%.

Sinukaban (2007) mengemukakan bahwa dalam jangka waktu satu musim tanam, mulsa belum nyata meningkatkan produksi. Pada musim tanam pertama, pemberian mulsa jerami padi atau jerami jagung sebanyak 6 ton ha-1 belum nyata meningkatkan produksi polong atau biji kering kacang tanah, tetapi dapat dilihat bahwa pertumbuhan tanaman pada perlakuan mulsa lebih baik daripada tanpa mulsa.

Interval waktu penyiraman dan waktu tanam kacang hijau berpengaruh nyata terhadap umur berbunga, jumlah cabang produktif, jumlah polong per rumpun, persentase polong hampa, bobot 1000 butir dan hasil tanaman kacang hijau. Pada sistem tumpang sari jagung-kacang hijau, interval penyiraman setiap 4 hari sekali nyata meningkatkan hasil jagung dan kacang hijau serta komponen hasil kedua tanaman dibandingkan dengan frekuensi pemberian air setiap 6 hari sekali, namun tidak berbeda dengan penyiraman setiap 2 hari sekali (Sabaruddin et al. 2011).

Pengaruh Ketebalan Mulsa Jerami dan Frekuensi Irigasi terhadap Evapotranspirasi (Et) dan Efisiensi Penggunaan Air (EPA) Tanaman Kacang

Hijau

Pemberian mulsa berpengaruh nyata terhadap nilai evapotranspirasi pada tanaman kacang hijau. Nilai evapotranspirasi saat tanaman berumur 2 hingga 6 MST pada perlakuan tanpa mulsa nyata lebih rendah bila dibandingkan dengan ketebalan mulsa 9 cm dan 12 cm, namun tidak berbeda nyata dengan mulsa ketebalan 3 dan 6 cm. Nilai evapotranspirasi saat tanaman berumur 6 hingga 8 MST pada perlakuan mulsa ketebalan 3 cm nyata lebih rendah dibandingkan mulsa ketebalan 12 cm, namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Pada saat tanaman berumur lebih dari 8 MST, nilai evapotranspirasi pada mulsa 3 cm nyata lebih rendah bila dibandingkan dengan tanpa mulsa, mulsa ketebalan 9 cm dan 12 cm, namun tidak berbeda nyata dengan mulsa ketebalan 6 cm. Nilai evapotranspirasi pada perlakuan frekuensi irigasi 8 hari sekali umumnya nyata lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan lainnya, namun tidak berbeda nyata pada frekuensi irigasi 6 hari sekali saat tanaman berumur 4 hingga 6 MST. Nilai

(22)

10

efisiensi penggunaan air pada mulsa ketebalan 9 cm nyata lebih tinggi dibandingkan perlakuan tanpa mulsa dan mulsa ketebalan 6 cm, namun tidak berbeda nyata dengan mulsa ketebalan 3 cm dan 12 cm. Nilai efisiensi penggunaan air pada perlakuan frekuensi irigasi 8 hari sekali nyata lebih tinggi dibandingkan dengan semua perlakuan yang diuji (Tabel 5). Pada penelitian ini dapat dilihat bahwa pengaruh mulsa dapat menurunkan laju evaporasi, namun belum tentu menurunkan laju transpirasi tanaman, sehingga perlakuan mulsa lebih tebal belum tentu dapat menurunkan laju evapotranspirasi. Laju evapotranspirasi juga dipengaruhi oleh fase pertumbuhan dan umur tanaman.

Tabel 5 Pengaruh ketebalan mulsa jerami dan frekuensi irigasi terhadap evapotranspirasi (Et) dan efisiensi penggunaan air (EPA) tanaman kacang hijau

Perlakuan Nilai Et tanaman (mm/hari) a

Angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata berdasarkan uji Tukey 5%.

Jumlah air yang hilang melalui evapotranspirasi sebesar 4 mm per hari yang berarti total kebutuhan air tanaman jagung dan kacang hijau yang ditanam secara tumpangsari adalah 680 mm. Oleh karena itu, maka penyiraman setiap 4 hari setara 2.5 mm per hari atau 250 mm selama periode pertumbuhan tanaman sudah dapat mengisi kandungan air tanah yang hilang melalui evapotranspirasi (Sabaruddin et al, 2008).

Interaksi antara Ketebalan Mulsa Jerami dan Frekuensi Irigasi terhadap Vegetatif Tanaman Kacang Hijau

Tinggi Tanaman

(23)

11 nyata dengan perlakuan mulsa ketebalan 3 cm, 6 cm dan 9 cm yang masing-masing diirigasi setiap 4 hari sekali (Tabel lampiran 4).

Pada frekuensi irigasi 2 hari sekali, kurva responnya adalah y = -0.059x2 + 0.607x + 75.42 (R2=0.012), sehingga ketebalan mulsa optimum yaitu mulsa ketebalan 5.14 cm. Pada frekuensi irigasi 4 hari sekali, kurva responnya adalah y = -0.584x2 + 7.483x + 80.85 (R2=0.977), sehingga ketebalan mulsa optimum adalah mulsa ketebalan 6.41 cm. Pada frekuensi irigasi 6 hari sekali, kurva responnya adalah y = 0.195x2 - 1.827x + 88.73 (R2=0.896), sehingga penambahan mulsa di atas 12 cm masih dapat meningkatkan tinggi tanaman. Pada frekuensi irigasi 8 hari sekali, kurva responnya adalah y = -0.09x2 + 2.886x + 79.40 (R2=0.885), sehingga ketebalan mulsa optimumnya adalah mulsa dengan ketebalan 16.03 cm (Gambar 2). Hasil ini menunjukkan bahwa pada lahan tadah hujan, mulsa yang lebih tebal diperlukan jika hari hujan semakin berkurang.

Gambar 2 Pengaruh interaksi antara ketebalan mulsa jerami dan frekuensi irigasi terhadap tinggi tanaman kacang hijau

Jumlah Cabang

Pertumbuhan kacang hijau tidak akan normal bila tidak cukup air selama perkecambahan berlangsung. Pada umumnya biji akan menjerap air sekitar 50% dari beratnya. Air yang dijerap tersebut harus tersedia di dalam tanah (Irwan 2005).

Perlakuan mulsa ketebalan 12 cm dengan frekuensi irigasi 8 hari sekali menghasilkan jumlah cabang tertinggi pada umur 7 MST, namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan mulsa ketebalan 6 cm dengan frekuensi irigasi setiap 4 dan 6 hari sekali, mulsa ketebalan 9 cm dengan frekuensi irigasi setiap 4, 6, dan 8 hari sekali, serta mulsa setebal 12 cm yang diirigasi setiap 4 hari sekali (Tabel lampiran 5).

(24)

12

ketebalan 0.67 cm. Pada frekuensi irigasi 4 hari sekali, kurva responnya adalah y = -0.021x2 + 0.393x + 3.854 (R2=0.977), sehingga ketebalan mulsa optimum adalah mulsa ketebalan 9.36 cm. Pada frekuensi irigasi 6 hari sekali, kurva responnya adalah y = -0.024x2 + 0.311x + 4.077 (R2=0.838), sehingga ketebalan mulsa optimum adalah 6.48 cm. Pada frekuensi irigasi 8 hari sekali, kurva responnya adalah y = 0.019x2 - 0.094x + 4.397 (R2=0.862), sehingga penambahan mulsa di atas 12 cm masih dapat meningkatkan jumlah cabang tanaman kacang hijau (Gambar 3).

Gambar 3 Pengaruh interaksi antara ketebalan mulsa jerami dan

frekuensi irigasi terhadap jumlah cabang tanaman kacang hijau

Interaksi antara Ketebalan Mulsa Jerami dan Frekuensi Irigasi terhadap Komponen Produksi Kacang Hijau

Bobot Kering Panen Biji

Perlakuan mulsa ketebalan 9 cm dengan frekuensi irigasi 4 hari sekali menghasilkan bobot kering panen biji kacang hijau tertinggi, namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan mulsa ketebalan 3 cm dengan semua perlakuan frekuensi irigasi, mulsa ketebalan 6 cm yang diirigasi setiap 2 dan 4 hari sekali, mulsa ketebalan 9 cm yang diirigasi setiap 2, 4 dan 6 hari sekali, serta mulsa dengan ketebalan 12 cm dengan semua perlakuan irigasi (Tabel lampiran 6).

(25)

13 kering panen biji kacang hijau. Pada frekuensi irigasi 8 hari sekali, kurva responnya adalah y = -0.045x2 + 0.895x + 4.347 (R2=0.876), sehingga ketebalan mulsa optimumnya adalah mulsa dengan ketebalan 9.94 cm (Gambar 4).

Gambar 4 Pengaruh interaksi antara ketebalan mulsa jerami dan frekuensi irigasi terhadap bobot kering panen biji kacang hijau

Bobot Kering Oven Biji

Perlakuan mulsa ketebalan 9 cm dengan frekuensi irigasi 4 hari sekali menghasilkan bobot kering oven biji kacang hijau tertinggi, namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan mulsa ketebalan 9 cm yang diirigasi 2 hari sekali dan 6 hari sekali, serta mulsa ketebalan 12 cm yang diirigasi 4 hari sekali dan 6 hari sekali (Tabel lampiran 7). Jadi, ketebalan mulsa 9 cm dengan frekuensi irigasi 6 hari sekali dapat dipilih sebagai perlakuan yang menghasilkan produksi tertinggi yaitu sebesar 8.913 g (bobot kering oven biji), atau 10.250 g (bobot kering simpan dengan kadar air 15%).

(26)

14

Gambar 5 Pengaruh interaksi antara ketebalan mulsa jerami dan frekuensi irigasi terhadap bobot kering oven biji kacang hijau

Bobot Kering Panen 10 Butir

Suganda et al. (1997) mengemukakan bahwa apabila terjadi kelebihan atau kekurangan air, maka keadaan lingkungan fisik akar tanaman tidak dapat mendukung pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Menurut Kartasapoetra (2004), manfaat pemulsaan diantaranya mempertahankan kelembaban tanah dan suhu tanah sehingga mendorong pemberian unsur hara oleh akar tanaman.

Perlakuan mulsa ketebalan 6 cm dengan frekuensi irigasi 6 hari sekali menghasilkan bobot kering panen 10 butir tertinggi, namun tidak berbeda nyata bila dibandingkan dengan kombinasi perlakuan mulsa dengan ketebalan 3 cm yang diirigasi 8 hari sekali (Tabel lampiran 8).

(27)

15

Gambar 6 Pengaruh interaksi antara ketebalan mulsa jerami dan frekuensi irigasi terhadap bobot kering panen 10 butir kacang hijau

Bobot Kering Oven 10 Butir

Perlakuan mulsa dengan ketebalan 3 cm yang diirigasi setiap 8 hari sekali serta mulsa dengan ketebalan 6 cm yang diirigasi setiap 6 hari sekali menghasilkan bobot kering oven 10 butir tertinggi, namun tidak berbeda nyata pada perlakuan tanpa mulsa yang diirigasi setiap 2 dan 4 hari sekali, perlakuan mulsa dengan ketebalan 3 cm, 6 cm, dan 12 cm dengan frekuensi irigasi 4, 6, dan 8 hari sekali, serta mulsa dengan ketebalan 9 cm dengan frekuensi irigasi 6 hari sekali (Tabel lampiran 9).

(28)

16

Gambar 7 Pengaruh interaksi antara ketebalan mulsa jerami dan frekuensi irigasi terhadap bobot kering oven 10 butir kacang hijau

Interaksi antara Ketebalan Mulsa Jerami dan Frekuensi Irigasi terhadap Evapotranspirasi (Et) dan Efisiensi Penggunaan Air (EPA) Tanaman Kacang

Hijau

Nilai Evapotranspirasi (Et) 2-4 MST

Perlakuan mulsa dengan ketebalan 9 cm yang diirigasi setiap 8 hari sekali memiliki nilai evapotranspirasi terendah saat tanaman berumur 2-4 MST. Interaksi perlakuan tersebut berbeda nyata dengan perlakuan mulsa 3 cm, 6 cm, 9 cm dan 12 cm dengan frekuensi irigasi 2 hari sekali, serta mulsa 12 cm yang diirigasi setiap 4 hari sekali (Tabel lampiran 10).

(29)

17

Gambar 8 Pengaruh interaksi antara ketebalan mulsa jerami dan frekuensi irigasi terhadap nilai evapotranspirasi (Et) tanaman kacang hijau umur 2-4 MST

Nilai Evapotranspirasi (Et) 4-6 MST

Ketersediaan air di dalam tanah merupakan salah satu faktor lingkungan abiotik yang paling berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman. Pada tanaman nilam, setelah 120 hari ditanam pada tanah jenuh air tanpa penyiraman di dalam rumah kaca fiber, semua varietas atau nomor yang diuji terlihat mengalami hambatan dalam pertumbuhan dan gugurnya sebagian daun tua dimana besarnya tingkat hambatan terlihat beragam antar varietas atau nomor nilam yang diuji (Djazuli 2010).

Perlakuan tanpa mulsa yang diirigasi 8 hari sekali memiliki nilai evapotranspirasi terendah pada umur tanaman 4 hingga 6 MST. Interaksi tersebut berbeda nyata dengan perlakuan tanpa mulsa, mulsa ketebalan 3 cm hingga 12 cm yang masing-masing diirigasi 2 hari sekali serta perlakuan mulsa 9 cm dan 12 cm yang masing-masing diirigasi setiap 4 hari sekali (Tabel lampiran 10).

(30)

18

Gambar 9 Pengaruh interaksi antara ketebalan mulsa jerami dan frekuensi irigasi terhadap nilai evapotranspirasi (Et) tanaman kacang hijau

umur 4-6 MST

Nilai Evapotranspirasi (Et) 6-8 MST

Perlakuan mulsa ketebalan 6 cm dengan frekuensi irigasi 8 hari sekali memiliki nilai evapotranspirasi terendah saat tanaman berumur 6-8 MST, namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan mulsa 3 cm dengan frekuensi irigasi 4 hari sekali, kombinasi perlakuan tanpa mulsa, mulsa 3 cm hingga ketebalan 9 cm yang masing-masing diirigasi setiap 6 hari sekali, serta perlakuan tanpa mulsa, mulsa 3 cm, 9 cm dan 12 cm yang masing-masing dikombinasikan dengan frekuensi irigasi setiap 8 hari sekali (Tabel lampiran 10). Pemakaian mulsa sangat menekan evapotranspirasi karena mulsa dapat menurunkan tahanan permukaan tanah.

Pola evapotranspirasi harian sangat bermanfaat sebagai peringatan dini akan turunnya produksi akibat kekurangan konsumsi air. Dengan mengetahui tanda seawal mungkin akan kekurangan konsumsi air, maka dapat segera dilakukan perbaikan suplai air atau faktor-faktor lain yang menghambat evapotranspirasi (Sulistyono et al. 2005). Evapotranspirasi yang tidak berbeda menyebabkan produksi yang tidak berbeda karena besarnya produksi adalah hasil kali antara efisiensi pemakaian air dengan evapotranspirasi (Sulistyono et al. 2006).

(31)

19

Gambar 10 Pengaruh interaksi antara ketebalan mulsa jerami dan frekuensi irigasi terhadap nilai evapotranspirasi (Et) tanaman kacang hijau

umur 6-8 MST

Nilai Evapotranspirasi (Et) >8 MST

Mulsa ketebalan 3 cm dengan frekuensi irigasi 8 hari sekali memiliki nilai evapotranspirasi paling rendah saat tanaman berumur lebih dari 8 MST, namun interaksi tersebut tidak berbeda nyata dengan perlakuan tanpa mulsa dan semua perlakuan mulsa yang sama-sama diirigasi 6 hari sekali, serta perlakuan tanpa mulsa, mulsa 6 cm, 9 cm, dan 12 cm yang sama-sama diirigasi 8 hari sekali (Tabel lampiran 10).

(32)

20

Gambar 11 Pengaruh interaksi antara ketebalan mulsa jerami dan frekuensi irigasi terhadap nilai evapotranspirasi (Et) tanaman kacang hijau umur >8 MST

Nilai Efisiensi Penggunaan Air (EPA)

Perlakuan mulsa ketebalan 9 cm dengan frekuensi irigasi 8 hari sekali memiliki nilai EPA tertinggi, namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan mulsa ketebalan 6 cm, 9 cm, dan 12 cm yang diirigasi 8 hari sekali, serta mulsa 9 cm dan 12 cm yang diirigasi 6 hari sekali (Tabel lampiran 11). Perubahan efisiensi pemakaian air untuk jagung 1.52 menjadi 1.94 kg m–3 akibat penggunaan mulsa dan irigasi dibandingkan kontrol (Fan et al. 2005). Efisiensi irigasi meningkat karena mulsa dapat menurunkan aliran permukaan, meningkatkan pergerakan air ke samping dan meningkatkan kelembaban tanah (Shock et al. 1999).

(33)

21

Gambar 12 Pengaruh interaksi antara ketebalan mulsa jerami dan frekuensi irigasi terhadap efisensi penggunaan air (EPA) tanaman

kacang hijau

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Perlakuan ketebalan mulsa dan frekuensi irigasi pada tanaman kacang hijau masing-masing memberikan pengaruh yang berbeda terhadap komponen vegetatif, komponen produksi, nilai evapotranspirasi setiap umur tanaman dan nilai efisiensi penggunaan air pada tanaman kacang hijau. Interaksi yang nyata terdapat pada komponen vegetatif dan komponen produksi tanaman kacang hijau, kecuali jumlah daun trifoliat dan jumlah polong. Ketebalan mulsa tidak mempengaruhi jumlah daun trifoliat tanaman kacang hijau. Perlakuan tanpa mulsa berbeda nyata lebih rendah terhadap jumlah polong. Produksi maksimal diperoleh dengan perlakuan frekuensi irigasi 6 hari sekali atau keadaan air tanah sebelum irigasi sebesar 72.63 %AT saat umur tanaman 2-4 MST, 68.95 %AT saat umur tanaman 4-6 MST, 62.14 %AT saat umur tanaman 6-8 MST, 66.99 %AT saat tanaman umur >8 MST, dengan ketebalan mulsa 9 cm.

Saran

(34)

22

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad. 2006. Konservasi Tanah dan Air. Bogor (ID): IPB Pr.

Badan Pusat Statistik. 2012. Produksi tanaman pangan di Indonesia [Internet]. [diunduh 2013 Jan 8]. Tersedia pada: http://www.bps.go.id.

Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. 2012. Road map peningkatan produksi kacang tanah dan kacang hijau tahun 2010-2014 [Internet]. [diunduh 2013 Jan 8]. Tersedia pada: tanamanpangan.deptan.go.id.

Djazuli M. 2010. Pengaruh cekaman kekeringan terhadap pertumbuhan dan beberapa karakter morfo-fisiologis tanaman nilam. Bul. Littro. 21(1):8-17. Fan T, Stewart BA, Payne WA, Wang Y, Song S, Luo J, Robinson CA. 2005.

Supplemental irrigation and water-yield relationships for plasticulture crops in the Loess Plateau of China. Agron. J. 97: 177-188.

Hamdani JS. 2009. Pengaruh jenis mulsa terhadap pertumbuhan dan hasil tiga kultivar kentang (Solanum tuberosum L.) yang ditanam di dataran medium. J. Agron. Indonesia. 37(1):14-20.

Irwan AW. 2005. Kebutuhan air, iklim, dan waktu tanam kedelai, kacang tanah dan kacang hijau. Jatinangor (ID): Universitas Padjadjaran.

Kartasapoetra AG. 2004. Klimatologi, Pengaruh Iklim terhadap Tanah dan Tanaman. Jakarta (ID): Bumi Aksara.

Sabaruddin L, Hasid R, Muhidin, Anas AA. 2011. Pertumbuhan, produksi dan efisiensi pemanfaatan lahan dalam sistem tumpangsari jagung dan kacang hijau dengan interval penyiraman berbeda. J Agron Indonesia. 39(3):153-159.

Sabaruddin L, Kilowasid LMH, Syaf H. 2008. Integrasi fauna tanah dalam pengelolaan lahan kering berbasis sumberdaya iklim. Laporan Penelitian Hibah Bersaing. Kendari (ID): Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.

Santosa E. 2003. Pengaruh jenis pupuk organik dan mulsa terhadap pertumbuhan tanaman lidah buaya (Aloe vera Mill.). Bul. Agron. 31(3):120-125.

Shock CC, Jensen LB, Hobson JH, Seddigh M, Shock BH, Saunders LD, and Stieber TD. 1999. Improving onion yield and marked grade by mechanical straw application to irrigation furrow. Hort.Tech. 9(2):251-253.

Sinukaban N. 2007. Pengaruh pengolahan tanah konservasi dan pemberian mulsa jerami terhadap produksi tanaman pangan dan erosi hara. Konservasi tanah dan air kunci pembangunan berkelanjutan. Bogor (ID): Direktorat Jenderal RLPS.

Sionit N, Kramer PJ. 1977. Effects of water stress during different stages of growth of soybean. Agron J. 69:274-278.

Sirajuddin M, Lasmini SA. 2010. Respon pertumbuhan dan hasil jagung manis (Zea mays saccharata) pada berbagai waktu pemberian pupuk nitrogen dan ketebalan mulsa jerami. J. Agroland. 17(3):184-191.

Suganda H, Sodik M, Santoso D, Sukmana S. 1997. Pengaruh cara pengendalian erosi terhadap aliran permukaan, tanah tererosi, dan produksi sayuran pada andisols. J. Tanah dan Iklim. 15:38-50.

(35)

23 Sulistyono E, Sudrajat, Bintoro MH, Handoko, Irianto G. 2006. Pengaruh sistem

irigasi terhadap produksi dan organoleptik tembakau. Bul. Agron. 34(3):165-172.

Sulistyono E, Suwarto, Ramdiani Y. 2005. Defisit evapotranspirasi sebagai indikator kekurangan air pada padi gogo (Oryza sativa L.). Bul. Agron. 33(1):6-11.

Sutrisna, Surdianto Y. 2007. Pengaruh bahan organik dan interval serta volume pemberian air terhadap pertumbuhan dan hasil kentang di rumah kaca. J. Hort. 17(3):224-236.

Van Loon CD. 1981. The effect of water stress on potato growth, development, and yield. Am. Potato J. 58:51-69.

(36)

24

Lampiran 1 Rekapitulasi analisis ragam parameter vegetatif tanaman

Vegetatif Pr>F KK √MSE

Kelompok Mulsa FI Mulsa*FI

Tinggi tanaman

2 MST 0.3859 <.0001 <.0001 <.0001 5.506594 1.532843

3 MST 0.9988 <.0001 <.0001 <.0001 3.544795 1.312956

4 MST 0.3437 0.0004 <.0001 <.0001 3.101574 1.519544

5 MST 0.5572 <.0001 <.0001 <.0001 3.682897 2.282764

6 MST 0.1377 <.0001 <.0001 <.0001 2.721558 2.129351

7 MST 0.1809 <.0001 <.0001 <.0001 2.23775 1.95924

6 MST 0.2748 0.0058 <.0001 0.0011 13.96296 0.603898

7 MST 0.1554 0.0006 <.0001 0.0002 10.4858 0.488463

Jumlah daun

2 MST 0.0069 0.8526 0.2805 0.3847 15.22947 0.140624

3 MST 0.0013 0.2606 0.1157 0.0829 9.12881 0.133564

4 MST 0.0218 0.6219 0.0059 0.1102 13.73440 0.452091

5 MST 0.0023 0.9117 <.0001 0.0771 12.61761 0.569895

6 MST 0.1956 0.0809 <.0001 0.0942 13.29813 0.761318

7 MST 0.1587 0.1025 0.004 0.682 11.34744 0.702595

a

FI: frekuensi irigasi, KK: koefisien keragaman, √MSE: root of mean square error

Lampiran 2 Rekapitulasi analisis ragam parameter komponen produksi

Peubah Pr>F

Kelompok Mulsa FIa Mulsa*FI KK √MSE

Jumlah polong 0.8312 <.0001 0.0007 0.5529 15.8431 2.09657

Bobot kering panen biji 0.2557 <.0001 0.0009 0.0499 12.1057 0.99101

Bobot kering oven biji 0.6314 <.0001 <.0001 0.0004 8.66122 0.56555

Bobot kering panen 10 butir 0.2636 0.0012 0.094 <.0001 10.5358 0.09795

Bobot kering oven 10 butir 0.0313 <.0001 <.0001 <.0001 7.29468 0.05616

a

(37)

25 Lampiran 3 Rekapitulasi analisis ragam nilai evapotranspirasi (Et) dan efisiensi

penggunaan air (EPA)

EPA 0.3361 <.0001 <.0001 0.0174 23.2464 0.12806

a

FI: frekuensi irigasi, KK: koefisien keragaman, √MSE: root of mean square error

Lampiran 4 Pengaruh interaksi antara ketebalan mulsa jerami dan frekuensi irigasi terhadap tinggi tanaman kacang hijau

Frekuensi irigasi Tinggi tanaman pada ketebalan mulsa (cm)

0 3 6 9 12

Dua data yang selisihnya <6.08, tidak berbeda nyata berdasarkan uji Tukey 5%.

Lampiran 5 Pengaruh interaksi antara ketebalan mulsa jerami dan frekuensi irigasi terhadap jumlah cabang tanaman kacang hijau

Frekuensi irigasi Jumlah cabang pada ketebalan mulsa (cm)

0 3 6 9 12

(38)

26

Lampiran 6 Pengaruh interaksi antara ketebalan mulsa jerami dan frekuensi irigasi terhadap bobot kering panen biji kacang hijau

Frekuensi irigasi Bobot kering panen biji pada berbagai ketebalan mulsa (cm)

0 3 6 9 12

Bobot kering panen biji (g per polybag)a

2 hari 6.267 8.330 7.910 10.310 7.993

4 hari 7.280 8.090 7.597 10.580 10.560

6 hari 6.310 7.933 7.470 10.540 10.200

8 hari 3.880 7.700 7.647 8.247 8.883

a

Dua data yang selisihnya <3.074, tidak berbeda nyata berdasarkan uji Tukey 5%.

Lampiran 7 Pengaruh interaksi antara ketebalan mulsa jerami dan frekuensi irigasi terhadap bobot kering oven biji kacang hijau

Frekuensi irigasi Bobot kering oven biji pada berbagai ketebalan mulsa (cm)

0 3 6 9 12

Bobot kering oven biji (g per polybag)a

2 hari 4.910 6.337 5.643 8.707 6.890

4 hari 5.537 6.413 5.907 9.310 8.313

6 hari 5.250 6.090 5.140 8.913 8.123

8 hari 3.047 6.250 5.713 6.707 7.393

a

Dua data yang selisihnya <1.754, tidak berbeda nyata berdasarkan uji Tukey 5%.

Lampiran 8 Pengaruh interaksi antara ketebalan mulsa jerami dan frekuensi irigasi terhadap bobot kering panen 10 butir kacang hijau

Frekuensi irigasi Bobot kering panen 10 butir pada berbagai ketebalan mulsa (cm)

0 3 6 9 12

Bobot kering panen 10 butir (g per polybag)a

2 hari 1.000 0.737 0.760 0.877 1.350

4 hari 0.943 0.850 1.020 0.750 0.973

6 hari 0.740 0.930 1.033 0.890 0.860

8 hari 0.887 1.133 0.990 0.920 0.950

a

(39)

27 Lampiran 9 Pengaruh interaksi antara ketebalan mulsa jerami dan frekuensi irigasi

terhadap bobot kering oven 10 butir kacang hijau

Frekuensi irigasi

Bobot kering oven 10 butir pada berbagai ketebalan mulsa (cm)

0 3 6 9 12

Bobot kering oven 10 butir (g per polybag)a

2 hari 0.820 0.647 0.650 0.677 0.713

4 hari 0.827 0.777 0.857 0.637 0.857

6 hari 0.723 0.877 0.910 0.750 0.760

8 hari 0.690 0.910 0.833 0.720 0.763

a

Dua data yang selisihnya <0.174, tidak berbeda nyata berdasarkan uji Tukey 5%.

Lampiran 10 Pengaruh interaksi antara ketebalan mulsa jerami dan frekuensi irigasi terhadap evapotranspirasi (Et) tanaman kacang hijau 2-4 MST Frekuensi Irigasi Nilai Et pada berbagai ketebalan mulsa (cm)

0 3 6 9 12

Dua data yang selisihnya <3.42, tidak berbeda nyata berdasarkan uji Tukey 5%.

Lampiran 11 Pengaruh interaksi antara ketebalan mulsa jerami dan frekuensi irigasi terhadap evapotranspirasi (Et) tanaman kacang hijau 4-6 MST Frekuensi

irigasi

Nilai Et pada berbagai ketebalan mulsa (cm)

0 3 6 9 12

(40)

28

Lampiran 12 Pengaruh interaksi antara ketebalan mulsa jerami dan frekuensi irigasi terhadap evapotranspirasi (Et) tanaman kacang hijau 6-8 MST

Frekuensi Irigasi

Nilai Et pada berbagai ketebalan mulsa (cm)

0 3 6 9 12

Dua data yang selisihnya <2.97, tidak berbeda nyata berdasarkan uji Tukey 5%.

Lampiran 13 Pengaruh interaksi antara ketebalan mulsa jerami dan frekuensi irigasi terhadap evapotranspirasi (Et) tanaman kacang hijau >8 MST

Frekuensi Irigasi

Nilai Et pada berbagai ketebalan mulsa (cm)

0 3 6 9 12

Dua data yang selisihnya <2.47, tidak berbeda nyata berdasarkan uji Tukey 5%.

Lampiran 14 Pengaruh interaksi antara ketebalan mulsa jerami dan frekuensi irigasi terhadap efisiensi penggunaan air (EPA) tanaman kacang hijau

Frekuensi irigasi Nilai EPA pada berbagai ketebalan mulsa (cm)

0 3 6 9 12

(41)

29

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 16 Juli 1991 dari ayah Rudi Wijaya dan ibu Enok Kuraesin. Penulis adalah putri kedua dari dua bersaudara. Tahun 2007 penulis masuk SMA Negeri 1 Cileungsi dan pernah meraih prestasi yaitu Juara 2 Writing Contest di SMA Negeri 1 Cileungsi. Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Cileungsi dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian.

Gambar

Gambar 1 Pertumbuhan tanaman kacang hijau pada umur 2 MST (a) dan pertumbuhan tanaman kacang hijau pada umur 7 MST (b)
Tabel 2 Jumlah cabang tanaman kacang hijau pada berbagai ketebalan mulsa
Tabel 3  Jumlah daun trifoliat tanaman kacang hijau pada berbagai ketebalan mulsa jerami dan frekuensi irigasi
Tabel 4 Komponen produksi kacang hijau pada berbagai ketebalan mulsa jerami  dan frekuensi irigasi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pendidkan Masa Depan di Indonesia , (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2016), hlm.. Rendahnya tingkat pendidikan di suatu daerah merupakan faktor pemicu terjadinya sebuah

ini dapat diterapkan dalam bentuk 2 dimensi maupun 3 dimensi, dapat diberikan contoh seperti Batik dan relief- realif candi yang ada di Indonesia. Dalam pembuatan dekorasi

Perekayasaan mixer settler atau tangki pengaduk pengenap salah satunya adalah tangki berpengaduk (mixer tank), digunakan untuk proses ekstraksi uranium dari larutan asam fosfat

Abstrak : Tujuan dari penelitian ini adalah untuk : 1) mengetahui manajemen Kelas Khusus Olahraga (KKO) dalam mewujudkan mutu pendidikan; 2) mengetahui daya

tersebut melebihi kadar normal kromium dalam urin Pada umumya toksikologi logam berat dapat memberikan efek pada fungsi ginjal, sehingga peneliti tertarik untuk meneliti hubungan

Kesimpulan dari penelitian ini senagai berikut. 1) Mata kuliah pendidikan matematika dirancang untuk mengembangkan kompetensi dasar mahasiswa sebagai calon guru. Kompetensi dasar

Selain itu, pupuk guano juga memiliki kandungan C/N ratio yang terendah, apabila C/N ratio rendah maka unsur makro dan mikro dalam pupuk dapat diserap tanaman untuk

Akomodasi dapat diartikan sebagai suatu keadaan, di mana terjadi keseimbangan dalam interaksi antara individu-individu atau kelompok-kelompok manusia berkaitan dengan