• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Suhu Terhadap Nilai pH, Densitas Dan Kandungan Senyawa Asap Cair Hasil Pirolisis Limbah Kopi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Suhu Terhadap Nilai pH, Densitas Dan Kandungan Senyawa Asap Cair Hasil Pirolisis Limbah Kopi"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH SUHU TERHADAP NILAI pH, DENSITAS DAN

KANDUNGAN SENYAWA ASAP CAIR HASIL PIROLISIS

LIMBAH KOPI

SKRIPSI

SURYA NUGROHO

060802043

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PENGARUH SUHU TERHADAP NILAI pH, DENSITAS DAN KANDUNGAN SENYAWA ASAP CAIR HASIL PIROLISIS

LIMBAH KOPI

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar

Sarjana Sains

SURYA NUGROHO 060802043

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2013 

(3)

PERSETUJUAN

Judul : PENGARUH SUHU TERHADAP NILAI

pH, DENSITAS DAN KANDUNGAN SENYAWA ASAP CAIR HASIL PIROLISIS LIMBAH KOPI

Kategori : SKRIPSI

Nama : SURYA NUGROHO

Nomor Induk Mahasiswa : 060802043

Program Studi : SARJANA (S1) KIMIA

Departemen : KIMIA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU

PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATRA UTARA

Disetujui di

Medan, Mei 2013

Komisi pembimbing :

Pembimbing II, Pembimbing I,

Drs. Amir Hamzah Siregar, M.Si Prof. Dr. Thamrin, M.Sc

NIP. 196106141991031002 NIP. 19600704198031003

Diketahui/ Disetujui Departemen Kimia Ketua,

Dr. Rumondang Bulan, M.S NIP. 195408301985032001  

(4)

PERNYATAAN

PENGARUH SUHU TERHADAP NILAI pH, DENSITAS DAN KANDUNGAN SENYAWA ASAP CAIR HASIL PIROLISIS LIMBAH KOPI

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Mei 2013

Surya Nugroho 060802043

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

(5)

PENGHARGAAN

Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, penulis mengucapkan puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan karunia-Nya kepada saya sehingga skripsi ini dapat saya selesaikan dengan tepat waktu sebagai salah satu persyaratan untuk meraih gelar Sarjana Sains Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Shalawat dan salam atas junjungan kita Nabi Muhammad Saw, yang insya Allah kita akan mendapatkan syafa’atnya di kemudian hari. Amin.

Saya menyampaikan penghargaan dan cinta kasih yang tulus kepada ibunda dan ayahanda tercinta atas doa, nasehat, bimbingan, pengorbanan, semangat, cinta dan kasih sayangnya yang telah diberikan kepada penulis sehingga saya dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Tak lupa kepada adik-adik saya tercinta atas doa dan semangat kepada penulis.

Dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar- besarnya kepada Prof. Dr. Thamrin M,Sc selaku dosen pembimbing 1 dan Drs. Amir Hamzah Siregar, M.Si selaku pembimbing 2 yang telah banyak memberikan saya arahan, bimbingan, masukan, dan saran dalam penyelesaian skripsi ini. Dr. Rumondang Bulan, MS dan Drs. Albert Pasaribu, M.Sc selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Kimia FMIPA USU, serta seluruh staff pegawai Departemen Kimia. Bapak dan ibu dosen yang telah memberikan saya ilmu yang insya Allah dapat saya amalkan dikemudian hari. Terima kasih kepada teman-teman kimia stambuk 2006 yang telah memberikan semangat dan kerjasama yang baik selama ini. Teristimewa untuk teman dan sahabat-sahabat saya tercinta, Ismail, Fatma, Reni, Harry, Rivan, Sony, Benny, Veros, Bayu, Adrian, Ajir, Aam, Andang, Fredy, Dian, Reza, Putra, Hendi dan masih banyak lagi yang saya tidak bisa sebutkan namanya satu persatu, terima kasih atas doa, arahan, kerja sama, pengorbanan, dan semangat yang telah diberikan kepada saya selama ini. Semoga Allah Swt membalas semua kebaikan kita kelak.

(6)

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian tentang pengaruh suhu terhadap nilai pH, densitas dan kandungan senyawa asap cair hasil pirolisis limbah kopi dengan suhu pirolisis 500°C, 550°C dan 600°C. analisa yang dilakukan pada asap cair meliputi uji pH, penentuan densitas serta analisa menggunakan GC-MS untuk mengetahui kandungan senyawanya. Dari hasil analisa yang dilakukan menunjukkan bahwa suhu pirolisis berpengaruh pada nilai pH, densitas dan kandungan senyawa pada asap cair limbah kopi, dimana nilai densitas pada suhu pirolisis 500°C, 550°C dan 600°C mengalami peningkatan dan masing-masing nilai densitas bernilai 1,030; 1,038 dan 1,046. Sedangkan pH asap cair menunjukkan bahwa asap cair limbah kopi bersifat asam dimana nilai pH menurun seiring dengan peningkatan suhu pirolisis dan besarnya nilai pH untuk asap cair limbah kopi pada suhu pirolisis 500°C, 550°C dan 600°C masing-masing 4,780; 4,740 dan 4,710. Analisa dengan GC-MS menunjukkan bahwa terdapat kandungan berbagai macam senyawa pada asap cair limbah kopi dan diantara yang terbesar ialah senyawa fenol dan asam asetat dengan kandungan sekitar 50 % hingga 55 %.

 

 

 

 

 

(7)

THE EFFECT OF PIROLISIS TEMPERATURE ON pH VALUE, DENSITY AND COMPOUND CONTENT FROM

COFFE PEEL WASTE LIQUID SMOKE

ABSTRACT

(8)

DAFTAR ISI

Daftar lampiran xi

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang 1

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tanaman Kopi 6

2.2. Proses Pengolahan Kopi 7

2.3. Kandungan Kimia Kopi 8

2.4. Pirolisis 11

2.5. Asap Cair 13

2.6. Manfaat Asap Cair 14

2.7. Keunggulan Asap Cair Sebagai Pengawet 15

2.8. Asap Cair Redestilasi 17

2.9. Kromatografi Gas-Spektrometri Massa 18

2.10. Instrumentasi Kromatografi Gas-Spektrometri Massa 19

2.10.1.Instrumentasi Kromatografi Gas 19

(9)

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Alat 22

3.2. Bahan 22

3.3. Prosedur Penelitian 22

3.3.1. Pembuatan Asap Cair Dari Limbah Kopi 22

3.3.2. Penentuan Densitas Asap Cair 23

3.3.3. Penentuan pH Asap Cair Menggunakan pH-meter 23

3.4. Skema Pengambilan Data 24

3.4.1. Pembuatan Asap Cair Limbah Kopi 23

3.4.2. Analisa Densitas Asap Cair 25

3.4.3. Analisa pH Asap Cair 25

3.4.4. Analisa Senyawa Menggunakan GC-MS 26

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil 27

4.2. Pembahasan 31

4.2.1. Analisa Densitas Asap Cair 31

4.2.2. Analisa pH Asap Cair 31

4.2.3. Analisa Kandungan Senyawa Asap Cair

Menggunakan GC-MS 32

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan 36

5.2. Saran 37

DAFTAR PUSTAKA 38

(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Sistematik Tanaman Kopi 1

Tabel.2.2 Komposisi Kimia Biji Kopi Dan Bubuk Kopi 9

Tabel 2.3 Komposisi Kimia Kulit Tanduk Kopi Robusta Dan Arabika 10

Tabel 4.1 Volume Asap Cair Pada Berbagai Suhu Pirolisis Limbah Kopi 27

Tabel 4.2 Nilai Densitas Dan pH Asap Cair Pada Berbagai Suhu Pirolisis

Limbah Kopi 27

Tabel 4.3 Senyawa Hasil Analisa Asap Cair Suhu Pirolisis 500°C

Dengan GC-MS 33

Tabel 4.4 Senyawa Hasil Analisa Asap Cair Suhu Pirolisis 550°C

Dengan GC-MS 34

Tabel 4.5 Senyawa Hasil Analisa Asap Cair Suhu Pirolisis 600°C

(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Bagian-Bagian Buah Kopi 7

Gambar 4.1 Kromatogram Hasil Analisa GC-MS Asap Cair

Limbah Kopi Pada Suhu Pirolisis 500°C 28

Gambar 4.2 Kromatogram Hasil Analisa GC-MS Asap Cair

Limbah Kopi Pada Suhu Pirolisis 550°C 29

Gambar 4.3 Kromatogram Hasil Analisa GC-MS Asap Cair

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

LAMPIRAN A. KONDISI OPERASI GC-MS PADA ANALISA

ASAP CAIR LIMBAH KOPI 41

LAMPIRAN B. SPEKTRUM MS DARI ASAP CAIR LIMBAH KOPI

PADA SUHU PIROLISIS 500°C 42

LAMPIRAN C. SPEKTRUM MS DARI ASAP CAIR LIMBAH KOPI

PADA SUHU PIROLISIS 550°C 49

LAMPIRAN D. SPEKTRUM MS DARI ASAP CAIR LIMBAH KOPI

PADA SUHU PIROLISIS 600°C 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

(13)

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian tentang pengaruh suhu terhadap nilai pH, densitas dan kandungan senyawa asap cair hasil pirolisis limbah kopi dengan suhu pirolisis 500°C, 550°C dan 600°C. analisa yang dilakukan pada asap cair meliputi uji pH, penentuan densitas serta analisa menggunakan GC-MS untuk mengetahui kandungan senyawanya. Dari hasil analisa yang dilakukan menunjukkan bahwa suhu pirolisis berpengaruh pada nilai pH, densitas dan kandungan senyawa pada asap cair limbah kopi, dimana nilai densitas pada suhu pirolisis 500°C, 550°C dan 600°C mengalami peningkatan dan masing-masing nilai densitas bernilai 1,030; 1,038 dan 1,046. Sedangkan pH asap cair menunjukkan bahwa asap cair limbah kopi bersifat asam dimana nilai pH menurun seiring dengan peningkatan suhu pirolisis dan besarnya nilai pH untuk asap cair limbah kopi pada suhu pirolisis 500°C, 550°C dan 600°C masing-masing 4,780; 4,740 dan 4,710. Analisa dengan GC-MS menunjukkan bahwa terdapat kandungan berbagai macam senyawa pada asap cair limbah kopi dan diantara yang terbesar ialah senyawa fenol dan asam asetat dengan kandungan sekitar 50 % hingga 55 %.

 

 

 

 

 

(14)

THE EFFECT OF PIROLISIS TEMPERATURE ON pH VALUE, DENSITY AND COMPOUND CONTENT FROM

COFFE PEEL WASTE LIQUID SMOKE

ABSTRACT

(15)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pemerintah dewasa ini sedang meningkatkan ekspor hasil bumi non-migas. Kopi

sebagai salah satu komoditi non-migas, belakangan ini memiliki pasaran yang

cukup baik dipasaran dunia. Hal ini terbukti bahwa ekspor kopi tahun 1986 sudah

mulai menggeser nilai ekspor karet yang selama ini mendominasi nilai subsektor

perkebunan. Oleh karena itu tepatlah apabila dewasa ini para petani dan

pengusaha perkebunan kopi mulai berlomba untuk meningkatkan produksi dan

mutu. Sejak tahun 1696 tanaman kopi ini sudah dibudidayakan di Indonesia, dan

sampai sekarang ini cukup berkembang, serta hasilnya sebagai salah satu bahan

minuman yang menyegarkan badan sangat disukai oleh masyarakat baik didalam

maupun diluar negeri (Najiati et al, 1997).

Dalam dunia perdagangan kopi hanya dapat diperdagangkan dalam bentuk

biji-biji kering yang sudah terlepas dari daging buah dan kulit arinya. Pengolahan

kopi bertujuan untuk memisahkan biji kopi dari kulitnya. Biji-biji kopi yang

diperdagangkan itu disebut kopi beras (AAK, 1988). Sementara itu kulit arinya

belum banyak dimanfaatkan dan biasanya di buang begitu saja sehingga menjadi

limbah pada proses pengolahan kopi. Seiring terjadinya peningkatan produksi

kopi, terjadi pula peningkatan limbah kulit kopi ini, dan bila tidak ditangani

dengan baik dapat menyebabkan masalah baru pada lingkungan.

Limbah padat dari proses pengupasan dan pencucian buah kopi merupakan

(16)

tanduk dan kulit ari merupakan limbah padat yang dapat diubah menjadi produk

samping bernilai ekonomis, sehingga dapat meningkatkan penghasilan petani.

Proses pengupasan kulit kopi menghasilkan limbah padat yang cukup besar

berupa kulit dan daging buah kopi. Berdasarkan analisis neraca massa, persentase

limbah padat yang dihasilkan dari proses pengupasan dapat mencapai kisaran

40-60%, pada pengolahan kopi akan menghasilkan 65% biji kopi dan 35% limbah

kulit kopi, Sedangkan produksi kopi Indonesia pada tahun 2009 mencapai total

689 ribu ton (Najiati et al, 1997). Nilai ini menunjukkan potensi pencemaran yang

besar dari limbah padat jika tidak dimanfaatkan. Meskipun telah dilakukan upaya

untuk mengurangi air proses pengolahan kopi, tetapi limbah cair dan limbah padat

masih dihasilkan. Upaya penanganan limbah cair dan limbah padat dibutuhkan

agar aktivitas agroindustri kopi rakyat tidak menimbulkan dampak negatif

terhadap lingkungan dan masyarakat.

Pirolisis yang dilakukan pada pengolahan limbah kopi menghasilkan asap

cair yang merupakan bahan kimia hasil destilasi asap dari proses pirolisis.

Pirolisis adalah proses konversi dari suatu bahan organik pada suhu tinggi dan

terurai menjadi ikatan molekul yang lebih kecil. Proses ini menghasilkan uap

organik, gas pirolisis, dan arang. Uap organik yang dihasilkan mengandung

karbon monoksida, metana, karbon dioksida, tar dan air. Uap organik kemudian

dikondensasikan menjadi cairan. Cairan hasil pirolisis dikenal sebagai asap cair

(Maga, 1987).

Bahan baku asap cair dapat dibuat dari kayu seperti kayu jati, kayu kelapa

sawit, kayu bakau dan jenis kayu lainnya atau limbah pertanian dan rumah tangga

seperti tempurung kelapa, limbah kemiri, kulit kopi, sekam padi dan tongkol

jagung. Untuk menghasilkan asap yang baik pada waktu pembakaran sebaiknya menggunakan jenis kayu keras seperti rasa mala, serbuk dan serutan kayu jati

serta tempurung kelapa, sehingga diperoleh asap yang baik (Tranggono et al,

(17)

Asap cair mampu menjadi desinfektan sehingga bahan makanan dapat

bertahan lama tanpa membahayakan konsumen. Senyawa-senyawa yang terdapat

dalam asap cair terutama fenol dan asam-asam organik diketahui mempunyai

efek bakterisida yang dalam kombinasinya bekerjasama secara efektif untuk

mengontrol pertumbuhan mikroba, dapat mengawetkan makanan sehingga

mampu bertahan lama karena memiliki fungsi utama yaitu sebagai penghambat

perkembangan bakteri.

Pemanfaatan asap cair sebagai pengawet makanan telah banyak diteliti dan

dilakukan oleh manusia, pemanfaatan asap cair ini sangat bergantung pada

kondisi asap cair itu sendiri karena selain terdapat kandungan fenol dan

asam-asam organik, juga terdapat beberapa komponen yang berbahaya pada asap cair

itu yaitu tar dan senyawa-senyawa polisiklik hidrokarbon aromatis yang sebagian

bersifat karsinogenik serta menyebabkan kerusakan asam amino esensial dari

protein dan vitamin. juga sifat keasaman asap cair yang sebagian besar dihasilkan

dari senyawa-senyawa asam organik yang terdekomposisi pada proses pirolisis,

kualitas asap cair itu sendiri dan kandungan senyawanya sebagian besar juga

dipengaruhi oleh suhu pirolisis mengingat senyawa kimia didalamnya dapat

terdekomposisi pada suhu yang berbeda-beda.

Pemanfaatan limbah kulit kopi dari satu daerah penghasil kopi di Sumatera

Utara yaitu kota Sidikalang dikabupaten Dairi. Limbah kulit ari kopi yang ada

disetiap pabrik kopi di Sidikalang masih kurang digunakan sebagai abu gosok

setelah proses pembakaran secara manual. Limbah ini sangat berpotensi untuk

digunakan kembali karena adanya kandungan lignin pada kulit kopi ini. Disetiap

pabrik kopi Sidikalang hampir mencapai 1 Ton kulit kopi perminggu yang

dihasilkan. Di Sidikalang lebih kurang terdapat 30 pabrik pengolahan kopi yang

berarti ada sekitar 30 ton limbah kopi yang dapat dimanfaatkan setiap minggunya.

Hal ini membuat peneliti ingin memanfaatkan limbah kopi disidikalang

sebagai bahan pembuatan asap cair melalui proses pirolisis. Diharapkan dari

penelitian ini dapat bermanfaat dalam mengurangi dampak negatif dari limbah

(18)

peningkatan pendapatan masyarakat desa. Serta memberikan informasi yang

bermanfaat tentang senyawa-senyawa yang terkandung dalam asap cair tersebut

untuk mengetahui pemanfaatannya dan memperkaya wawasan ilmu pengetahuan

dan teknologi.

1.2 Permasalahan

Adapun permasalahan pada penelitian ini adalah:

1. Berapa pH asap cair hasil pirolisis limbah kopi.

2. Berapa densitas asap cair hasil pirolisis limbah kopi.

3. Senyawa apa saja yang terkandung dalam asap cair hasil pirolisis limbah

kopi.

1.3 Pembatasan Masalah

Dalam penelitian ini permasalahan dibatasi pada:

1. Limbah kopi yang digunakan pada pembuatan asap cair berasal dari pabrik

pengolahan kopi di Sidikalang.

limbah ini berasal dari biji buah kopi yang telah dikeringkan pada sinar

matahari. setelah kering, biji kopi ini masih mengandung kulit ari kopi

(parchment). Setelah pengolahan dipabrik kopi kulit ari ini lepas dari bijinya

dan merupakan limbah kopi.

2. Suhu pirolisis yang digunakan pada pembuatan asap cair adalah 500ºC,

550ºC, 600ºC.

1.4 Tujuan Penelitian

(19)

1. Untuk mengetahui kandungan senyawa yang terdapat pada asap cair hasil

pirolisis limbah kopi.

2. Untuk mengetahui pengaruh suhu pirolisis terhadap densitas asap cair limbah

kopi.

3. Untuk mengetahui pengaruh suhu pirolisis terhadap pH asap cair limbah

kopi.

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat :

1. Mengurangi masalah limbah yang ditimbulkan pada proses pengolahan kopi.

2. Mengetahui kandungan senyawa yang terdapat pada asap cair hasil pirolisis

limbah kopi.

3. Memberikan solusi pemanfaatan asap cair limbah kopi berdasarkan senyawa

yang terkandung didalamnya.

1.6 Metodologi Penelitian

Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorium, dimana pada penelitian ini

dilakukan dalam beberapa tahapan yaitu :

1. Pembuatan asap cair dengan metode pirolisis

2. Pengujian kadar pH dan densitas asap cair limbah kopi yang dihasilkan.

3. Analisa kandungan senyawa asap cair menggunakan alat GC-MS.

Adapun variabel-variabel yang dilakukan pada penelitian ini ialah:

- Variabel bebas : suhu pirolisis yaitu 500°C, 550°C dan 600°C

- Variabel tetap : berat limbah kopi yang dipirolisis 10 kg

- Variabel terikat : uji pH, uji densitas dan analisa kandungan

(20)

1.7 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Polimer Fakultas Matematika dan

Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara dan di Bengkel program

studi Teknik Mesin, Politeknik Negeri Medan. 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

(21)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Kopi

Kopi (coffea spp) adalah spesies tanaman berbentuk pohon yang termasuk dalam

famili rubiaceae dan genus coffea. Tanaman ini tumbuhnya tegak, bercabang dan

bila dibiarkan tumbuh dapat mencapai tinggi 12 m. Daunnya bulat telur dengan

ujung agak meruncing. Daun tumbuh berhadapan pada batang, cabang, dan

ranting-rantingnya. Didunia perdagangan dikenal berbagai macam jenis kopi,

tetapi yang paling sering dibudidayakan hanya kopi arabika, robusta, dan liberika.

Penggolongan kopi tersebut umumnya didasarkan pada spesiesnya. Sistematik

tanaman kopi adalah sebagai berikut:

Tabel 2.1 Sistematik Tanaman Kopi

Kingdom Plantae

Subkingdom Tracheobionta

Super Divisi Spermatophyta

Divisi Magnoliophyta

Kelas Magnoliopsida

SubKelas Asteridae

Ordo Rubiales

Famili Rubiaceae

Genus Coffea

(22)

Bu

ji ini terdiri

(23)

Pada prinsipnya pengolahan kopi secara basah, karena dalam prosesnya

banyak menggunakan air. Mutu kopi yang dihasilkan cara ini pada umumnya baik

dan prosesnya cepat. Pengolahan basah dimulai dengan proses pemanenan yang

baik, dimana pada pengolahan ini dipastikan biji kopi yang digunakan adalah biji

kopi yang telah benar-benar matang, kemudian dibersihkan dan dibuang daging

buah serta kulitnya lalu difermentasi. Proses fermentasi dilakukan dengan cara

merendam biji kopi dengan menggunakan air selama lebih kurang 72 jam (Clarke

et al, 1985).

Pengolahan cara kering tujuannya untuk jenis Robusta, karena tanpa

fermentasi sudah dapat diperoleh mutu yang baik. Dan untuk kopi jenis Arabika

sebaiknya dilakukan cara basah. Diperkebunan besar pengolahan secara kering

hanya digunakan untuk mengolah kopi yang berwarna hijau, kopi rambang dan

kopi yang diserang bubuk . Salah satu masalah yang sering dihadapi pada

pengolahan kopi secara kering adalah kadar air dari kopi yang akan dihasilkan.

Lamanya proses pengeringan tergantung pada cuaca, ukuran buah kopi, tingkat

kematangan dan kadar air dalam buah kopi, biasnya proses pengeringan memakan

waktu sekitar 3-4 minggu. Setelah proses pengeringan kadar air akan menjadi

sekitar 12%.

Pulping bertujuan untuk memisahkan biji dari kulit buahnya sehingga

diperoleh biji kopi yang masih terbungkus oleh kulit tanduknya. Sedangkan

proses hulling bertujuan untuk memisahkan biji kopi yang sudah kering dari kulit

tanduk dan kulit arinya. Pemisahan ini dilakukan dengan mesin huller. Didalam

mesin huller kulit yang sudah terlepas dari biji akan dihembuas keluar sehingga

terpisah dari biji dan biji bisa keluar dari mesin dalam keadaan bersih. Kopi yang

keluar dari huller ini adalah kopi beras yang sudah siap disortasi untuk

(24)

2.3 Kandungan Kimia Kopi

Kopi seperti halnya tanaman lain mengandung ribuan komponen kimia dengan

karakteristik yang berbeda-beda. Walaupun kopi merupakan salah satu jenis

tanaman yang paling banyak diteliti, tetapi masih banyak komponen dari kopi

yang tidak diketahui dan hanya sedikit diketahui efek dari komponen yang

terdapat pada kopi bagi kepentingan manusia baik dalam bentuk biji maupun

bentuk minuman. Komposisi kimia dari biji kopi bergantung pada spesies dan

varietas dari kopi tersebut serta faktor-faktor lain yang berpengaruh antara lain

lingkungan tempat tumbuh, tingkat kematangan dan kondisi penyimpanan. Proses

pengolahan juga akan mempengaruhi komposisi kimia dari kopi. Misalnya

penyangraian akan mengubah komponen yang labil yang terdapat pada kopi

sehingga membentuk komponen yang kompleks. Adapun komposisi kimia dari

biji dan bubuk kopi dapat dilihat pada Tabel 2.2 berikut ini:

Tabel 2.2 Komposisi Kimia Biji Kopi Dan Bubuk Kopi

Komponen Biji kopi Kopi bubuk

Mineral 4,0 - 4,5 4,6-5,0

Kafein 1,6 - 2,4 2,0

Trigonelinne 0,6 - 0,75 0,3-0,6

Lipid 9,0 - 13,0 6,0-11,0

Total asam klorogenat 7,0–10 3,9-4,6

Asam alifatik 1,5-2,0 1,0-1,5

Oligosakarida 5,0-7,0 0-3,5

Total polisakarida 37,0-47,0 -

Asam amino 2,0 0

Protein 11,0-13,0 13,0-15,0

Asam hummin - 16,0-17,0

(Sumber: Clarke et al, 1985)

Kulit buah kopi sangat tipis dan mengandung klorofil serta zat – zat warna

(25)

keras serta bagian dalam yang sifatnya seperti gel atau lendir. Pada lapisan lendir

ini, terdapat sebesar 85% air dalam bentuk terikat, dan 15% bahan koloid yang

tidak mengandung air. Bagian ini bersifat koloid hidrofilik yang terdiri dari ±80%

pektin dan ±20% gula. Bagian buah yang terletak antara daging buah dengan biji

disebut kulit tanduk. Kulit tanduk berperan sebagai pelindung biji kopi dari

kerusakan mekanis yang mungkin terjadi pada waktu pengolahan. Berikut

komposisi kimia kulit tanduk pada biji kopi robusta dan biji kopi Arabica dapat

dilihat pada tabel 2.3.

Tabel 2.3 Komposisi Kimia Kulit Tanduk Kopi Robusta Dan Arabika

Komponen Arabika (%) Robusta (%)

Protein kasar

Light petroleum extract

1,46

(Sumber: Clarke et al, 1985)

Senyawa terpenting yang terdapat dalam kopi adalah kafein. Kafein dapat

bereaksi dengan asam, basa, dan logam berat dalam asam. Kafein disintesis dalam

perikarp, Kafein dapat larut dalam air, mempunyai aroma wangi tetapi rasanya

sangat pahit. Kafein bersifat basa monosidik yang lemah dan dapat memisah

dengan penguapan air. Dengan asam, kafein akan bereaksi dan membentuk garam

yang tidak stabil. Sedangkan reaksi dengan basa akan membentuk garam yang

stabil. Kafein mudah terurai dengan alkali panas membentuk kafeidin (Muchtadi,

2010).

Analisis komponen organik pada limbah padat kopi membantu

menentukan proses daur ulang sebagai bahan dasar pakan ternak, kompos, pupuk,

(26)

kandungan serat kasar pada kulit kopi maupun kulit tanduk cukup tinggi demikian

pula dengan kandungan senyawa organik memiliki potensi dimanfaatkan sebagai

kompos ataupun pupuk. Nilai kalori kulit tanduk kopi adalah sebesar 4600 kkal/kg

sedangkan pulpa kopi pada kandungan air 5% memiliki nilai kalori 3300 kkal/kg

berpotensi sebagai sumber bahan bakar. Meskipun agak sulit diterapkan pada

pulpa kopi yang diperoleh dari pengolahan basah karena masih mengandung

kadar air bahan yang tinggi (84%) (Clarke et al, 1985).

2.4 Pirolisis

Pirolisis adalah salah satu metode untuk menangani limbah padat sekaligus

memanfaatkan menjadi bahan-bahan yang berguna. Metode ini didefinisikan

sebagai suatu proses dekomposisi senyawa kimia dengan suhu tinggi dengan

pembakaran tidak sempurna atau suatu proses perubahan kimia melaui aksi panas

secara umum perubahan kimia dapat meliputi croslinking, isomerisasi

deoksigenasi, denitrogenisasi dan sebagainya. Bahan yang paling mudah

didekomposisi adalah selulosa. Hasil dari proses pirolisa dapat berupa gas, cairan

dan padatan (Murtadho. D, 1988).

Sedangkan menurut Girard (1992), Pirolisa merupakan proses pemecahan

lignoselulosa oleh panas dengan oksigen yang terbatas dan menghasilkan gas,

cairan dan arang yang jumlahnya tergantung pada jenis bahan, metode, dan

kondisi dari pirolisanya. Pada proses pirolisa selulosa mengalami 2 tahap.

Tahap pertama merupakan reaksi hidrolisis asam yang diikuti oleh dehirasi

yang menghasilkan glukosa. Tahap kedua pembentukan asam asetat dan

homolognya bersama air serta sejumlah kecil furan dan fenol (Girard, 1992).

Produksi asap merupakan reaksi pembakaran tidak sempurna yang

meliputi reaksi dekomposisi karena pengaruh panas (pirolisis) konstituen polimer

organik menjadi senyawa organik dengan berat molekul rendah, reaksi oksidasi,

(27)

kayu mengandung dua komponen, yaitu komponen yang mengandung Tar dan

komponen uap. Secara kimia, asap kayu mengandung ratusan senyawa termasuk

sejumlah senyawa fenolat dan asam yang menguap.

Selama pembakaran, komponen utama kayu yang berupa selulosa,

hemiselulosa dan lignin akan menglami pirolisis. Pengolahan asap cair dilakukan

dengan berbagai suhu untuk menghasilkan senyawa-senyawa organik yang

diharapkan, diantarnya fenol, karbonil, asam, furan, alkohol, ester, lakton dan

hidrokarbon aromatik polisiklik.

Adapun pada proses pirolisis tersebut yang terjadi adalah dekomposisi

senyawa-senyawa penyusunnya, yaitu :

1. Pirolisis selulosa.

Selulosa adalah makromolekul yang dihasilkan dari kondensasi linear struktur

heterosiklis molekul glukosa. Selulosa terdiri dari 100-1000 unit glukosa.

Selulosa terdekomposisi pada temperatur 280°C dan berakhir pada

300-350°C. Girard (1992), menyatakan bahwa pirolisis selulosa berlangsung dalam

dua tahap, yaitu :

a. Tahap pertama adalah reaksi hidrolisis menghasilkan glukosa.

b. Tahap kedua merupakan reaksi yang menghasilkan asam asetat dan

homolognya, bersama-sama air dan sejumlah kecil furan dan fenol.

2. Pirolisis hemiselulosa

Hemiselulosa merupakan polimer dari beberapa monosakarida seperti

pentosan (C5H8O4) dan heksosan (C6H10O5). Pirolisis pentosan menghasilkan

furfural, furan dan derivatnya beserta satu seri panjang asam-asam

karboksilat. Pirolisis heksosan terutama menghasilkan asam asetat dan

homolognya. Hemiselulosa akan terdekomposisi pada temperatur 200-250°C.

3. Pirolisis lignin

Lignin merupakan sebuah polimer kompleks yang mempunyai berat molekul

tinggi dan tersusun atas unit-unit fenil propana. Senyawa-senyawa yang

(28)

memberikan aroma asap produk asapan. Senyawa ini adalah fenol, eter

fenol seperti guaiakol, siringol dan homolog serta derivatnya (Girard,

1992). Lignin mulai mengalami dekomposisi pada temperatur 300-350°C

dan berakhir pada 400-450°C.

Menurut Freheim (1980), produksi asap cair terbesar dicapai pada suhu

4500°C. Senyawa fenol merupakan komponen yang paling besar (40%) yang

terdapat dalam asap cair. Fenol mempunyai aktivitas antioksidan yang cukup

besar dan merupakan senyawa utama dalam asapan. Berdasarkan analisis dengan

GC-MS diketahui ada 7 senyawa utama golongan fenolat dalam asap cair

(Tranggono et al, 1996) yaitu fenol (44,13%), 3-metil -1,2- siklopentadiol

(3,55%), 2-metoksifenol (11,5%), 2-metoksi-4-metil-fenol (4,10%),

4-etil-2-metoksifenol (2,21%), 2,6-di4-etil-2-metoksifenol (11,06%) dan 2,5-dimetoksi benzil

alkohol (3,02%).

Penggunaan berbagai jenis kayu sebagai bahan bakar pengasapan telah

banyak dilaporkan, tempurung kelapa, serbuk gergaji, kayu jati, ampas tebu dan

kayu bekas kotak kemasan dan menyimpulkan bervariasinya kandungan utama

dari komponen kayu akan mempengaruhi asap yang dihasilkan. Namun untuk

menghasilkan asap yang lebih baik pada waktu pirolisis sebaiknya menggunakan

jenis kayu keras, seperti kayu jati (Info Ristek, 2005).

2.5 Asap Cair

Asap cair merupakan suatu hasil destilasi atau pengembunan dari uap hasil

pembakaran tidak langsung maupun langsung dari bahan bahan yang banyak

mengandung karbon serta senyawa-senyawa lain, bahan baku yang banyak

digunakan adalah kayu, bongkol kelapa sawit, ampas hasil penggergajian kayu

dan lain lain (Amritama, 2007). Pszczola (1995), menyatakan asap cair

didefinisikan sebagai kondensat berair alami dari kayu yang telah mengalami

(29)

Sedangkan menurut Darmadji (1996), asap cair merupakan hasil kondensasi

dari pirolisis kayu yang mengandung sejumlah besar senyawa yang terbentuk

akibat proses pirolisis konstituen kayu seperti selulosa, hemiselulosa dan lignin.

Hasil pirolisis dari senyawa selulosa, hemiselulosa dan lignin diantaranya

akan menghasilkan asam organik, fenol, karbonil yang merupakan senyawa yang

berperan dalam pengawetan bahan makanan.

Senyawa-senyawa tersebut berbeda proporsinya diantaranya tergantung

pada jenis, kadar air kayu, dan suhu pirolisis yang digunakan. Senyawa-senyawa

yang terdeteksi didalam asap cair pernah dikemukakan oleh Girard yang meliputi

:

1. Fenol, tidak kurang dari 85 macam diiidentifikasi dalam kondensat dan 10

macam diidentifikasi dalam produk asapan.

2. Karbonil, keton dan aldehid, lebih kurang 45 macam yang diidentifikasi

dalam kondensat

3. Asam, 35 macam terdapat dalam kondensat.

4. Alkohol dan eter, 15 macam

5. Hidrokarbon alifatik, 1 macam dalam kondensat dan 20 macam dalam

produk asapan

6. Hidrokarbon aromatik polisiklis, 47 macam diidentifikasi dalam kondensat

dan 20 macam dalam produk asapan. (Girard, 1992)

2.6 Manfaat Asap Cair

Pengasapan merupakan salah satu proses paling tua yang digunakan untuk tujuan

pengawetan bahan makanan. Namun dalam pengembangannya tujuan pengawetan

itu berubah menjadi untuk memperoleh cita-rasa dan aroma asap serta

kenampakan tertentu pada bahan makanan. Pengaruh yang diinginkan dari

pengasapan bahan makanan adalah memberikan cita-rasa, pengawetan dan

(30)

dengan komponen toksik dan kerusakan asam-asam amino esensial dari protein

(Tranggono et al, 1997).

Asap cair telah banyak diaplikasikan pada pengolahan, diantaranya pada

daging dan hasil ternak, daging olahan, keju dan keju oles. Asap cair juga

digunakan untuk menambah cita rasa asap pada saus, sup, sayuran kaleng, bumbu

dan campuran rempah-rempah. Aplikasi baru asap cair adalah untuk menambah

cita rasa pada makanan rendah lemak. Pada aplikasi tersebut perlu diperhatikan

warna produk yang dihasilkan, karena ada beberapa produk yang menghendaki

warna coklat, sementara beberapa produk lain tidak menghendaki warna coklat

(Darmadji, 1998).

Dua senyawa utama dalam asap cair yang diketahui mempunyai efek

bakterisida adalah fenol dan asam-asam organik yang dalam kombinasinya

bekerjasama secara efektif untuk mengontrol pertumbuhan mikroba. Fenol

mempunyai aktifitas antioksidan yang cukup besar. Telah diteliti bahwa asap kayu

dapat difraksionasikan menjadi komponen asam, basa dan netral. Sebaliknya

memiliki sedikit sifat antioksidan pada komponen bersifat asam, sedangkan

komponen basa memacu oksidasi lipida (Psczola, 1995).

Pengasapan dilakukan dengan menggunakan kayu keras yang

mengandung bahan-bahan pengawet kimia yang berasal dari pembakaran

selulosa dan lignin, misalnya formaldehid, asetaldehid, asam karboksilat (asam

formiat, asetat dan butirat), fenol, kresol, alkohol-alkohol primer dan sekunder,

keton dll. Zat-zat yang terdapat dalam asap ini dapat menghambat aktivitas bakteri

(bakteriostatik). Asap mengandung senyawa fenol dan formaldehida,

masing-masing bersifat bakterisida (membunuh bakteri). Kombinasi kedua senyawa

tersebut juga bersifat fungisida (membunuh kapang). Kedua senyawa

membentuk lapisan mengkilat pada permukaan daging. Asap juga mengandung

uap air, asam formiat, asam asetat, keton alkohol dan 4 karbon dioksida. Rasa

(31)

(guaiacol, 4- mettyl-guaiacol, 2,6-dimetoksi 1 fenol) dan senyawa karbonil

(Widyani et al, 2008).

Prinsip utama dalam pembuatan asap cair sebagai bahan pengawet adalah

dengan mendestilasi asap yang dikeluarkan oleh bahan berkarbon dan

diendapkan dengan destilasi multi tahap untukmengendapkan komponen larut.

Untuk menghasilkan asap yang baik pada waktu pembakaran sebaiknya

menggunakan jenis kayu keras seperti kayu bakau, rasa mala, serbuk dan

serutan kayu jati serta tempurung kelapa, sehingga diperoleh ikan asap yang baik

(Tranggono et al, 1997). Hal tersebut dikarenakan asap yang dihasilkan dari

pembakaran kayu keras akan berbeda komposisinya dengan asap yang

dihasilkan dari pembakaran kayu lunak. Pada umumnya kayu keras akan

menghasilkan aroma yang lebih unggul, lebih kaya kandungan aromatik dan

lebih banyak mengandung senyawa asam dibandingkan kayu lunak (Girard,

1992).

2.7 Keunggulan Asap Cair Sebagai Bahan Pengawet

Keuntungan penggunaan asap cair sebagai pengawet menurut Maga (1987)

antara lain lebih intensif dalam pemberian cita rasa, kontrol hilangnya cita rasa

lebih mudah, dapat diaplikasikan pada berbagai jenis bahan pangan, lebih

hemat dalam pemakaian kayu sebagai bahan asap, polusi lingkungan dapat

diperkecil dan dapat diaplikasikan ke dalam bahan dengan berbagai cara seperti

penyemprotan, pencelupan, atau dicampur langsung ke dalam makanan. Selain itu

keuntungan lain yang diperoleh dari asap cair, adalah sebagai berikut :

1. Keamanan Produk Asapan

Penggunaan asap cair yang diproses dengan baik dapat mengeliminasi

komponen asap berbahaya yang berupa hidrokarbon polisiklis aromatis.

Komponen ini tidak diharapkan karena beberapa di antaranya terbukti bersifat

(32)

pengolahan yang semakin baik, tar dan fraksi minyak berat dapat dipisahkan

sehingga produk asapan yang dihasilkan mendekati bebas PAH (Pszczola, 1995).

2. Aktivitas Antioksidan

Adanya senyawa fenol dalam asap cair memberikan sifat antioksidan terhadap

fraksi minyak dalam produk asapan. Dimana senyawa fenolat ini dapat

berperan sebagai donor hidrogen dan efektif dalam jumlah sangat kecil untuk

menghambat autooksidasi lemak (Prananta, 2005).

3. Aktivitas Antibakterial

Peran bakteriostatik dari asap cair semula hanya disebabkan karena adanya

formaldehid saja tetapi aktivitas dari senyawa ini saja tidak cukup sebagai

penyebab semua efek yang diamati. Kombinasi antara komponen fungsional

fenol dan kandungan asam organik yang cukup tinggi bekerja secara sinergis

mencegah dan mengontrol pertumbuhan mikrobia. Kandungan kadar asam yang

tinggi dapat menghambat pertumbuhan mikrobia karena mikrobia hanya bisa

tumbuh pada kadar asam yang rendah (Pszczola, 1995). Adanya fenol dengan titik

didih tinggi dalam asap juga merupakan zat antibakteri yang tinggi (Prananta,

2005).

4. Potensi pembentukan warna coklat

Karbonil mempunyai efek terbesar pada terjadinya pembentukan warna coklat

pada produk asapan. Jenis komponen karbonil yang paling berperan adalah

aldehid glioksal dan metal glioksal sedangkan formaldehid dan hidroksiasetol

memberikan peranan yang rendah. Fenol juga memberikan kontribusi pada

pembentukan warna coklat pada produk yang diasap meskipun intensitasnya

tidak sebesar karbonil (Darmajdi, 1998).

5. Kemudahan dan variasi penggunaan

Asap cair bisa digunakan dalam bentuk cairan, dalam fasa pelarut minyak dan

bentuk serbuk sehingga memungkinkan penggunaan asap cair yang lebih luas

(33)

2.8 Asap Cair Redestilasi

Asap cair juga mengandung senyawa yang merugikan yaitu Tar dan senyawa

Benzopiren yang bersifat toksik dan karsinogenik serta menyebabkan kerusakan

asam amino esensial dari protein dan vitamin. Pengaruh ini disebabkan adanya

sejumlah senyawa kimia di dalam asap cair yang dapat bereaksi dengan

komponen bahan makanan. Upaya untuk memisahkan komponen berbahaya di

dalam asap cair dapat dilakukan dengan cara redistilasi, yaitu proses pemisahan

kembali suatu larutan berdasarkan titik didihnya. Redestilasi dilakukan untuk

menghilangkan senyawa-senyawa yang tidak diinginkan dan berbahaya sehingga

diperoleh asap cair yang jernih, bebas Tar, poliaromatik hidrokarbon (PAH) dan

benzopiren pendispersi. Asap cair hasil redestilasi memiliki warna yang lebih

coklat bening, kandungan tar 16,6% jauh lebih rendah, kandungan fenol 9,55%,

karbonil 1,67%, dan aroma asapnya sudah berkurang.

Destilasi merupakan proses pemisahan komponen dalam campuran

berdasarkan perbedaan titik didihnya, atau pemisahan campuran berbentuk cairan

atas komponennya dengan proses penguapan dan pengembunan sehingga

diperoleh destilat dengan komponen-komponen yang hampir murni. Destilasi

adalah suatu proses pemisahan suatu komponen dari suatu campuran dengan

menggunakan dasar bahwa beberapa komponen dapat menguap lebih cepat

daripada komponen yang lainnya. Ketika uap diproduksi dari campuran, uap

tersebut lebih banyak berisi komponen-komponen yang bersifat lebih volatil,

sehingga proses pemisahan komponen-komponen dari campuran dapat terjadi

(Prananta, 2005).

Destilasi sederhana dilakukan secara bertahap, sejumlah campuran

dimasukkan ke dalam sebuah bejana, dipanaskan bertahap dan dipertahankan

selalu berada dalam tahap pendidihan kemudian uap yang terbentuk

dikondensasikan dan ditampung dalam labu erlenmeyer. Produk destilat yang

pertama kali tertampung mempunyai kadar komponen yang lebih ringan

(34)

mendukung sifat-sifat fungsional dari asap cair adalah senyawa fenolat,

karbonil dan asam. Titik didih dari komponen-komponen pendukung sifat

fungsional asap cair. Asap cair redestilasi ini mempunyai kegunaan yang sangat

besar sebagai pemberi rasa dan aroma yang spesifik juga sebagai pengawet

karena sifat antimikrobial dan antioksidannya. Dengan tersedianya asap cair maka

proses pengasapan tradisional dengan menggunakan asap secara langsung yang

mengandung banyak kelemahan seperti pencemaran lingkungan, proses tidak

dapat dikendalikan, kualitas yang tidak konsisten serta timbulnya bahaya

kebakaran, yang semuanya tersebut dapat dihindari (Wulandari, 1999).

2.9 Kromatografi Gas - Spektrometri Massa

GC-MS merupakan instrumentasi yang digunakan pada pemisahan senyawa

organik yang menggunakan dua metode analisis senyawa yaitu kromatografi gas

untuk memisahkan komponen penyusun suatu senyawa secara kuantitatif dan

spektrometri massa untuk menganalisis dan mengidentifikasi senyawa-senyawa

individual yang terpisah tersebut serta mencoba menentukan struktur molekul

senyawa itu.

Kromatografi Gas merupakan salah satu teknik spektrometri yang

menggunakan prinsip pemisahan campuran berdasarkan perbedaan kecepatan

migrasi komponen-komponen penyusunnya. Kromatografi Gas biasa digunakan

untuk mengidentifikasi suatu senyawa yang terdapat pada campuran gas dan juga

menentukan konsentrasi suatu senyawa dalam fase gas.

Spektrometri massa adalah suatu metode untuk mendapatkan berat

molekul dengan cara mencari perbandingan massa terhadap muatan dari ion yang

muatannya diketahui dengan mengukur jari-jari orbit melingkarnya dalam medan

magnetik seragam (Gary, 1997).

Kombinasi dari alat pemisahan kromatografi gas untuk pemisahan dan

(35)

merupakan alat yang telah digunakan secara luas baik untuk keperluan research

dilaboratorium maupun kebutuhan komersial seperti kebutuhn dibidang industri

dan fabrikasi. Sistem GC-MS memiliki berbagai jenis dan ukuran bergantung

pada kebutuhan dan design yang diinginkan (McMaster, 2008).

Prinsip dari GC-MS adalah pemisahan komponen-komponen dalam

campurannya dengan kromatografi gas dan tiap komponen dapat dibuat spektrum

massa dengan ketelitian yang lebih tinggi. Hasil pemisahan dengan kromatografi

gas dihasilkan kromatogram sedangkan hasil pemeriksaan spektrometri massa

masing-masing senyawa disebut spektrum (Rohman, 2009).

GC-MS memiliki beberapa kekurangan antara lain, hanya

senyawa-senyawa dengan tekanan uap yang melebihi sekitar 1010 torr yang mampu

dianalisa menggunakan instrumen ini. GC-MS hanya dapat digunakan untuk

mendeteksi senyawa-senyawa yang mudah menguap. Glukosa, sukrosa, sakarosa

bersifat tidak menguap, sehingga tidak dapat dideteksi dengan alat GC-MS.

(Gritter, 1991).

2.10 Instrumentasi Kromatografi Gas – Spektrometri Massa (GC-MS)

2.10.1 Instrumentasi Kromatografi Gas

a. Gas Pembawa

Gas pembawa (carrier gas) pada kromatografi gas berfungsi sebagai fase gerak

yang dapat digunakan pada dasarnya haruslah inert, kering, dan bebas oksigen.

b. Injeksi Sampel

Sejumlah kecil sampel yang akan dianalisis diinjeksikan pada mesin

menggunakan semprit kecil.

c. Kolom

Ada dua tipe utama kolom dalam kromatografi gas-cair. Tipe pertama, tube

panjang dan tipis berisi material padatan; Tipe kedua, lebih tipis dan memiliki

(36)

2.10.2 Instrumentasi Spektrometri Massa

a. Sumber Ion

Sumber ion adalah bagian MS yang berfungsi untuk mengionkan material

analit. Ion kemudian di transfer oleh medan listrik dan medan magnet ke

massa analizer . Karena ion sangat reaktif dan massa hidupnya singkat,

pembentukan harus di lakukan di ruang vakum, tekanan atmosfer sekitar 760

torr. Pada umumnya, ionisasi di pengaruhi oleh energi sinar yang tinggi dari

elektron, dan pemisahan elektron dicapai dengan meningkatkan dan

memfokuskan sinar ion, yang kemudian di bengkokkan oleh medan magnet

eksternal.

b. Mass Analizer

Mass Analizer memisahkan ion berdasarkan perbandingan massa dengan

muatan. Jika partikel mempunyai muatan sama, energi kinetik sama dan

kecepatan akan bergantung pada massanya. Ion ringan akan mencapai

defaktor terlebih dahulu.

c. Detektor

Detektor merupakan perangkat yang diletakkan pada ujung kolom tempat

keluar fase gerak (gas pembawa) yang membawa komponen hasil pemisahan.

Detektor pada kromatografi adalah suatu sensor elektronik yang berfungsi

mengubah sinyal gas pembawa dan komponen-komponen di dalamnya

menjadi sinyal elektronik. Sinyal elektronik detektor akan sangat berguna

untuk analisis kualitatif maupun kuantitatif terhadap komponen-komponen

yang terpisah di antara fase diam dan fase gerak (Rohman, 2009).

 

 

 

 

 

(37)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Alat

- Gelas beaker 500 mL pyrex

- Piknometer 5 mL pyrex

- Neraca analitik Sartorius

- Reaktor pirolisis

- Seperangkat alat destilasi

- Plastik

- Termometer

- Karet

- pH-meter

3.2 Bahan

- limbah kulit kopi

- Aquadest

3.3 Prosedur Penelitian

3.3.1 Pembuatan Asap Cair Dari Limbah Kopi

1. 10 kg limbah kopi dalam wadah kaleng dimasukkan kedalam tungku

(38)

2. dihidupkan tungku pengarangan dan asap yang dihasilkan dialirkan ke

kolom pendingin melalui pipa penghubung.

3. Ditampung destilat dalam gelas beaker ketika suhu pemanasan 500°C dan

setiap interval suhu 50°C

4. Dihentikan pemanasan pada saat asap cair tidak menetes lagi

5. Asap cair yang dihasilkan masih bercampur dengan Tar didestilasi

sehingga dihasilkan asap cair yang sudah terpisah dengan Tar.

3.3.2 Penentuan Densitas Asap Cair

1. Ditimbang piknometer kosong

2. Diisi piknometer dengan asap cair hingga penuh tanpa gelembung udara

3. Ditimbang

4. Dilakukan percobaan yang sama sebanyak 3 kali

5. Dicatat hasilnya

3.3.3 Penentuan pH Asap Cair Menggunakan pH-Meter

1. Dilakukan kalibrasi alat pH-meter dengan larutan buffer

2. Dikeringkan elektroda dengan kertas tisu dan dibilas dengan aquadest

3. Dicelupkan elektroda kedalam larutan asap cair sampai pH-meter

menunjukkan pembacaan yang tetap

(39)

3.4 Skema Pengambilan Data

3.4.1 Pembuatan Asap Cair Limbah Kopi

Dimasukkan kedalam wadah

pengarangan yang dilengkapi

termometer

Dihidupkan tungku

pengarangan

Dialirkan ke pipa pendingin

melalui tabung

Dicatat suhu pada saat asap

cair pertama kali menetes

Ditampung pada gelas beaker

setiap interval suhu 50C

Dihentikan pembakaran jika

tidak ada lagi cairan yang

menetes

Didestilasi

Analisa pH

Analisa densitas Analisa dengan GC-MS

10 kg limbah kopi

Asap

Campuran asap cair dan Tar

(40)

3.4.2 Analisa Densitas Asap Cair

Ditimbang menggunakan

neraca analitik

Diisi dengan asap cair hingga

penuh tanpa gelembung udara

Ditimbang

Dilakukan percobaan yang

sama sebanyak 3 kali

3.4.3 Analisa pH Asap Cair

Dikalibrasi dengan larutan

buffer

Dikeringkan dengan kertas

tisu dan dibilas dengan

aquadest

Dicelupkan kedalam larutan

asap cair sampai

menunjukkan pembacaan

yang tetap

Dicatat hasil pembacaan pada

tampilan Piknometer

Hasil

pH-meter

(41)

3.4.4 Analisa Senyawa Menggunakan GC-MS

Disuntikkan kedalam alat

Kromatografi

Gas-Spektrometri Massa

Diamati kromatogram yang

dihasilkan oleh recorder dan

mass recorder serta mass

spectra masing-masing

senyawa

 

 

 

 

 

 

1μl larutan

(42)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh asap cair limbah kopi pada

pemanasan 500C, 550°C dan 600C, dimana asap cair yang dihasilkan

ditampung dengan interval suhu 50C, hal ini dapat dilihat pada tabel 4.1 lalu dilakukan penentuan densitas dan penentuan pH untuk masing-masing perbedaan

suhu tersebut dimana data yang dihasilkan masing-masing terdapat pada tabel 4.2

Sedangkan analisa kandungan senyawa pada masing-masing variasi suhu asap

cair menggunakan alat GC-MS dapat dilihat pada gambar 4.1; 4.2 dan 4.3 dengan

spesifikasi dan kondisi alat GC-MS terlampir.

Tabel 4.1 Volume Asap Cair Pada Berbagai Suhu Pirolisis Limbah Kopi

No Suhu (C) Volume Asap Cair (ml)

1 500 1200

2 550 350

3 600 30

Tabel 4.2 Nilai Densitas Dan pH Asap Cair Pada Berbagai Suhu Pirolisis Limbah Kopi

No Suhu (°C) Densitas pH

1 500 1,030 4,78

2 550 1,038 4,74

(43)

Gambar 44.1 Kromat Pada Su

togram Ha uhu Pirolis

asil Analisa sis 500C

(44)

Gambar 44.2 Kromat Pada Su

togram Ha uhu Pirolis

asil Analisa sis 550C

(45)

Gambar 44.3 Kromat

Pada S

togram Ha Suhu Pirolis

asil Analisa sis 600C

(46)

4.2 Pembahasan

4.2.1 Analisa Densitas Asap Cair

Bobot jenis merupakan rasio antara berat suatu sampel dengan volumenya. Dalam

sifat fisik asap cair, bobot jenis tidak berhubungan langsung dengan tinggi

rendahnya kualitas asap cair. Namun bobot jenis dapat menunjukkan banyaknya

komponen di dalam asap cair. Dari penelitian yang dilakukan didapatkan bobot

jenis yang semakin meningkat seiring peningkatan suhu pemanasan. Penentuan

bobot jenis asap cair ini dilakukan dengan menggunakan alat piknometer.

Dari uji penentuan densitas yang dilakukan pada percobaan didapatkan

hasil kenaikan nilai densitas yang tidak jauh berbeda pada masing-masing variasi

suhu asap cair. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan suhu pirolisis berpengaruh

pada nilai densitas dari asap cair limbah kopi. Hasil pengamatan bobot jenis asap

cair pada penelitian ini berkisar antara 1,030 sampai 1,046. Hasil yang didapat

tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Nurhayati (2000) yang menggunakan

bahan pengasap kayu mengium dan tusam dengan bobot jenis asap cair antara

1,019 sampai 1,028. dan hasil penelitian Candra Luditama (2006) yang

menggunakan bahan asap cair dari tempurung kelapa dengan bobot jenis asap cair

antara 1,113 sampai 1,119.

4.2.2 Analisa pH Asap Cair

Nilai pH merupakan salah satu parameter kualitas asap cair yang dihasilkan.

Pengukuran nilai pH ini dilakukan dengan menggunakan alat pH meter.

Pengukuran nilai pH dalam asap cair yang dihasilkan bertujuan untuk mengetahui

tingkat proses penguraian bahan baku untuk menghasilkan asam organik berupa

asap secara pirolisis. Hasil pengukuran pH rata-rata dalam asap cair hasil pirolisis

limbah kopi pada penelitian ini seperti tertera pada tabel 4.2 diatas menunjukkan

(47)

dipengaruhi oleh komponen-komponen yang terdekomposisi oleh proses pirolisis

yang berlangsung.

Hemiselulosa dan selulosa adalah komponen kayu yang apabila

terdekomposisi akan menghasilkan senyawa-senyawa asam organik seperti asam

asetat. Nilai pH yang rendah secara keseluruhan berpengaruh terhadap nilai awet

dan daya simpan produk asap ataupun sifat organoleptiknya. Karena pada pH

yang rendah mikroba atau bakteri sebagai pengganggu dalam proses pengawetan

cenderung tidak dapat hidup dan berkembang biak dengan baik. Dari hasil

penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa suhu pirolisis berpengaruh

pada pH asap cair yang dihasilkan. Perbedaan pada nilai pH beberapa asap cair

umunya juga disebabkan oleh perbedaan bahan baku yang digunakan pada

pirolisis.

4.2.3 Analisa Kandungan Senyawa Asap Cair Menggunakan GC-MS

Kandungan senyawa pada asap cair telah dianalisa dengan menggunakan alat

GC-MS dengan spesifikasi dan kondisi sebagaimana terlampir. Terlihat pada gambar

4.1; 4.2 dan 4.3 kromatogram menghasilkan 7 peak yang menunjukkan

masing-masing senyawa yang terkandung pada asap cair suhu 500°C, 7 peak pada asap

cair limbah kopi suhu 550C dan 11 peak yang menunjukkan masing-masing

senyawa yang terkandung pada asap cair suhu 600°C.

Gambar kromatogram diatas masing-masing menunjukkan bahwa

kandungan terbesar yang terdapat pada asap cair limbah kopi adalah senyawa

fenol sekitar 35%, 50% dan 55% dan asam asetat sekitar 41%, 21% dan 28%. Ini

ditandai dengan adanya peak yang tajam dengan waktu retensi 37,579 pada

kromatogram 1 dan peak yang tajam dengan waktu retensi 37,573 pada

(48)

Hasil analisa ini juga menunjukkan bahwa perbedaan pada suhu pirolisis

berpengaruh pada kandungan senyawa yang didapatkan pada asap cair. Dari

percobaan dilakukan untuk suhu pirolisis 600°C didapatkan jumlah senyawa

terdeteksi 4 jenis lebih banyak dari pada untuk suhu pirolisis dengan suhu

dibawah itu. Hal ini sebagian besar dikarenakan sebagian senyawa-senyawa

organik pada limbah kopi terdekomposisi pada suhu yang lebih tinggi.

Tabel 4.3 Senyawa Hasil Analisa Asap Cair Suhu Pirolisis 500°C Dengan GC-MS

Puncak Fragmen Nama Senyawa

(49)

Tabel 4.4 Senyawa Hasil Analisa Asap Cair Suhu Pirolisis 550C Dengan GC-MS

No Rumus Molekul

Area (%)

Waktu Retensi (Menit)

Puncak Fragmen Nama Senyawa

Yang Diduga

1 C3H6O 13.42 5.629 58, 43, 39 2-propanon

2 C5H8O2 0.62 5.925 397, 377, 357, 344,

332, 321, 302, 286,

869, 258, 244, 222,

208, 193, 171, 151,

121, 108, 96, 74, 58,

43, 39

1-propen-2-ol

asetat

3 C2H6O 2.30 6.391 45 Etil alkohol

4 C2H4O2 28.97 20.890 60, 43, 41 Asam asetat

5 C3H6O2 3.69 23.793 96, 74, 57, 45 Asam propanoat

6 C4H8O2 0.92 26.600 251, 203, 193, 129,

120, 88, 73, 60, 41

Asam butirat

(50)

Tabel 4.5 Senyawa Hasil Analisa Asap Cair Suhu Pirolisis 600C Dengan

PuncakFragmen Nama Senyawa

(51)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai pengaruh suhu pirolisis asap

cair limbah kopi terhadap nilai pH, densitas serta kandungan senyawanya, dapat

diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Suhu pirolisis berpengaruh pada densitas asap cair yang dihasilkan dimana

nilai densitas asap cair meningkat seiring dengan peningkatan suhu pirolisis.

pada penelitian yang dilakukan didapatkan nilai densitas asap cair terendah

dihasilkan pada suhu pirolisis 500°C sebesar 1,030 dan nilai densitas asap

cair tertinggi dihasilkan pada suhu pirolisis 600°C sebesar 1,046.

2. Suhu pirolisis berpengaruh pada pH asap cair yang dihasilkan dimana nilai

pH mengalami penurunan seiring dengan peningkatan suhu pirolisis,

sehingga asap cair yang dihasilkan semakin bersifat asam. Nilai pH asap cair

limbah kopi terendah dihasilkan pada suhu pirolisis pada suhu 600°C sebesar

4,71 dan nilai pH asap cair tertinggi dihasilkan pada suhu pirolisis 500°C

sebesar 4,78.

3. Suhu pirolisis juga berpengaruh terhadap kandungan senyawa asap cair

limbah kopi dimana hasil analisa GC-MS untuk asap cair menunjukkan

jumlah dan jenis senyawa terdeteksi yang berbeda-beda untuk setiap suhu

pirolisis. hasil analisa GC-MS menunjukkan terdapat 7 senyawa terkandung

(52)

ialah senyawa fenol (35,71%) dan asam asetat (41,23%), 7 senyawa pada

suhu pirolisis 550°C dengan kandungan terbesar senyawa fenol (50,08%) dan

asam asetat (28,97%), 11 senyawa pada asap cair suhu pirolisis 600°C dengan

kandungan terbesar senyawa fenol (55,81%) dan asam asetat (21,66%).

5.2 Saran

Pada penelitian ini hanya dilakukan penentuan densitas, kadar pH dan analisa

kandungan senyawa menggunakan GC-MS. Oleh karena itu disarankan pada

penelitian berikutnya perlu diteliti tentang aplikasi asap cair limbah kopi pada

pengawetan bahan pangan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

(53)

DAFTAR PUSTAKA

AAK. 1988. Budidaya Tanaman Kopi. Yogyakarta : Penerbit Kanisius.

Bambang, S., Darmadji P., Supryanto, dan Sudarmanto. 1996. Identifikasi Asap Cair Dari Berbagai Jenis Kayu Dan Tempurung Kelapa. Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan I.

Clarke, R. J. dan Macrae, R. 1987. Coffe Technology (Volume 2). London : Elsevier Applied Science.

Darmadji, P. 1995. Produksi Asap Cair dan Sifat-Sifat Fungsionalnya. Yogyakarta : Fakultas Teknologi Pangan Universitas Gajah Mada.

Darmadji, P. 1996. Aktivitas Anti bakteri Asap Cair yang Diproduksi dari Bermacam-macam Limbah Pertanian. Yogyakarta : Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gajah Mada.

Darmadji, P. 1998. Potensi Pencoklatan Fraksi-fraksi Asap Cair Tempurung Kelapa. Yogyakarta : Prosiding Seminar Nasional Pangan Antar Universitas. Universitas Gajah Mada.

Gary, D.C. 1997. Analytical Chemistry. Fifth Edition. New York : John Wiley & Sons, INC.

Girard, J. P. 1992. Smoking in Technology of Meat and Meat Products. New York : Ellis Horwood.

Gritter, R.J. 1991. Pengantar Kromatografi.. Bandung : Penerbit ITB.

Info Ristek. 2005. Tempurung kelapa sawit. Jakarta : Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Vol. 3, No. 1.

Maga, Y.A. 1987. Smoke in Food Processing. Florida : CSRC Press.

McMaster M, C. 2008. GC/MC, A Practical User’s Guide. Second Edition. New York : John Willey and Sons, INC.

Muchtadi, Tien R., Sugiyono, dan Ayustaningwarno, F. 2010. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Bogor : Alfabeta CV.

(54)

Najiati, S., dan Danarti. 1997. Kopi, Budidaya Dan Penanganan Lepas Panen. Jakarta : Penebar Swadaya.

Prananta, J. 2005. Pemanfaatan Sabut dan Tempurung Kelapa serta Cangkang Sawit Untuk Pembuatan Asap Cair Sebagai Pengawet Makanan Alami. Lhokseumawe : Universitas Malikussaleh.

Psczola. 1995. Tour Highlights Production and Uses of Smoke Based Flavor. Food Technology.

Rohman, A. 2009. Kromatografi Untuk Analisis Obat. Edisi Pertama. Yogyakarta : Graha Ilmu.

Tjitrosoepomo, G. 2001. Morfologi Tumbuhan. Yogyakarta : Gajah Mada University Press.

Tranggono, Suhardi, Setiadji, B.A.H. 1997. Produksi Asap Cair dan Penggunaanya pada Pengolahan Beberapa Bahan Makanan Khas Indonesia. Yogyakarta : Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (PUSPITEK).

Widyani, R., Tety, S. 2008. Prinsip Pengawetan Pangan. Cirebon : Swagati Press.

Wulandari, R., Darmadji, P., dan Umar Santosa. 1999. Sifat Antioksidan Asap Cair Hasil Redestilasi Selama Penyimpanan. Yogyakarta : Prosiding Seminar Nasional Pangan.

(55)
(56)

LAMPIRRAN A. KO LIM

ONDISI OPE MBAH KO

ERASI GC OPI

(57)

LAMPIR 500°C

(58)
(59)
(60)
(61)
(62)
(63)
(64)

LAMPIRRAN C. SPE SUH

EKTRUM M HU 550°C

(65)
(66)
(67)
(68)
(69)
(70)
(71)

LAMPIRRAN D. SP 60

PEKTRUM 00°C

(72)
(73)
(74)
(75)
(76)
(77)
(78)
(79)
(80)
(81)

Gambar

Tabel 2.1 Sistematik Tanaman Kopi
Gambar 2.1G1 Bagian-BBagian Buah Kopi
Tabel 2.2 Komposisi Kimia Biji Kopi Dan Bubuk Kopi
Tabel 2.3 Komposisi Kimia Kulit Tanduk Kopi Robusta Dan Arabika
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penghitungan Kruskal-Wallis Test terhadap tingkat kecepatan moulting kepiting bakau dengan kepadatan yang berbeda menunjukkan nilai p-value (0,426) lebih dari α sebesar

Secara garis besar konsep pendidikan menurut Tjokroaminoto, Ki Hadjar, Paulo Freire dengan Sisdiknas merupakan upaya mengembangkan potensi peserta didik dan sebagai alat

Desain sistem yang dihasilkan dari penelitian ini digunakan untuk mengidentifikasi masyarakat miskin dan penentuan program penanggulangan kemiskinan untuk wilayah

1) Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa karakteristik anak berdasarkan berjenis kelamin sebagian besar anak berjenis kelamin perempuan sebanyak 26 anak. Pada

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui variasi pola pita RAPD padi hitam generasi keempat hasil iradiasi sinar gamma.. Padi hitam yang

1) Penelitian ini memberikan kontribusi pada pengembangan teori auditing dan aspek akuntansi keperilakuan serta tambahan bukti empiris pada literatur akuntansi

Sebelumnya, Kecamatan Moro terdiri dari Desa/Kelurahan Durai, Sanglar, Moro, Pauh, Sugie, Keban, Selat Mie, dan Tanjung Pelanduk.. Merujuk kepada Undang-Undang Nomor