PENGARUH SUHU TERHADAP NILAI pH, DENSITAS DAN
KANDUNGAN SENYAWA ASAP CAIR HASIL PIROLISIS
LIMBAH KOPI
SKRIPSI
SURYA NUGROHO
060802043
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PENGARUH SUHU TERHADAP NILAI pH, DENSITAS DAN KANDUNGAN SENYAWA ASAP CAIR HASIL PIROLISIS
LIMBAH KOPI
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar
Sarjana Sains
SURYA NUGROHO 060802043
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2013
PERSETUJUAN
Judul : PENGARUH SUHU TERHADAP NILAI
pH, DENSITAS DAN KANDUNGAN SENYAWA ASAP CAIR HASIL PIROLISIS LIMBAH KOPI
Kategori : SKRIPSI
Nama : SURYA NUGROHO
Nomor Induk Mahasiswa : 060802043
Program Studi : SARJANA (S1) KIMIA
Departemen : KIMIA
Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU
PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
Disetujui di
Medan, Mei 2013
Komisi pembimbing :
Pembimbing II, Pembimbing I,
Drs. Amir Hamzah Siregar, M.Si Prof. Dr. Thamrin, M.Sc
NIP. 196106141991031002 NIP. 19600704198031003
Diketahui/ Disetujui Departemen Kimia Ketua,
Dr. Rumondang Bulan, M.S NIP. 195408301985032001
PERNYATAAN
PENGARUH SUHU TERHADAP NILAI pH, DENSITAS DAN KANDUNGAN SENYAWA ASAP CAIR HASIL PIROLISIS LIMBAH KOPI
SKRIPSI
Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
Medan, Mei 2013
Surya Nugroho 060802043
PENGHARGAAN
Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, penulis mengucapkan puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan karunia-Nya kepada saya sehingga skripsi ini dapat saya selesaikan dengan tepat waktu sebagai salah satu persyaratan untuk meraih gelar Sarjana Sains Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Shalawat dan salam atas junjungan kita Nabi Muhammad Saw, yang insya Allah kita akan mendapatkan syafa’atnya di kemudian hari. Amin.
Saya menyampaikan penghargaan dan cinta kasih yang tulus kepada ibunda dan ayahanda tercinta atas doa, nasehat, bimbingan, pengorbanan, semangat, cinta dan kasih sayangnya yang telah diberikan kepada penulis sehingga saya dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Tak lupa kepada adik-adik saya tercinta atas doa dan semangat kepada penulis.
Dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar- besarnya kepada Prof. Dr. Thamrin M,Sc selaku dosen pembimbing 1 dan Drs. Amir Hamzah Siregar, M.Si selaku pembimbing 2 yang telah banyak memberikan saya arahan, bimbingan, masukan, dan saran dalam penyelesaian skripsi ini. Dr. Rumondang Bulan, MS dan Drs. Albert Pasaribu, M.Sc selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Kimia FMIPA USU, serta seluruh staff pegawai Departemen Kimia. Bapak dan ibu dosen yang telah memberikan saya ilmu yang insya Allah dapat saya amalkan dikemudian hari. Terima kasih kepada teman-teman kimia stambuk 2006 yang telah memberikan semangat dan kerjasama yang baik selama ini. Teristimewa untuk teman dan sahabat-sahabat saya tercinta, Ismail, Fatma, Reni, Harry, Rivan, Sony, Benny, Veros, Bayu, Adrian, Ajir, Aam, Andang, Fredy, Dian, Reza, Putra, Hendi dan masih banyak lagi yang saya tidak bisa sebutkan namanya satu persatu, terima kasih atas doa, arahan, kerja sama, pengorbanan, dan semangat yang telah diberikan kepada saya selama ini. Semoga Allah Swt membalas semua kebaikan kita kelak.
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian tentang pengaruh suhu terhadap nilai pH, densitas dan kandungan senyawa asap cair hasil pirolisis limbah kopi dengan suhu pirolisis 500°C, 550°C dan 600°C. analisa yang dilakukan pada asap cair meliputi uji pH, penentuan densitas serta analisa menggunakan GC-MS untuk mengetahui kandungan senyawanya. Dari hasil analisa yang dilakukan menunjukkan bahwa suhu pirolisis berpengaruh pada nilai pH, densitas dan kandungan senyawa pada asap cair limbah kopi, dimana nilai densitas pada suhu pirolisis 500°C, 550°C dan 600°C mengalami peningkatan dan masing-masing nilai densitas bernilai 1,030; 1,038 dan 1,046. Sedangkan pH asap cair menunjukkan bahwa asap cair limbah kopi bersifat asam dimana nilai pH menurun seiring dengan peningkatan suhu pirolisis dan besarnya nilai pH untuk asap cair limbah kopi pada suhu pirolisis 500°C, 550°C dan 600°C masing-masing 4,780; 4,740 dan 4,710. Analisa dengan GC-MS menunjukkan bahwa terdapat kandungan berbagai macam senyawa pada asap cair limbah kopi dan diantara yang terbesar ialah senyawa fenol dan asam asetat dengan kandungan sekitar 50 % hingga 55 %.
THE EFFECT OF PIROLISIS TEMPERATURE ON pH VALUE, DENSITY AND COMPOUND CONTENT FROM
COFFE PEEL WASTE LIQUID SMOKE
ABSTRACT
DAFTAR ISI
Daftar lampiran xi
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang 1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tanaman Kopi 6
2.2. Proses Pengolahan Kopi 7
2.3. Kandungan Kimia Kopi 8
2.4. Pirolisis 11
2.5. Asap Cair 13
2.6. Manfaat Asap Cair 14
2.7. Keunggulan Asap Cair Sebagai Pengawet 15
2.8. Asap Cair Redestilasi 17
2.9. Kromatografi Gas-Spektrometri Massa 18
2.10. Instrumentasi Kromatografi Gas-Spektrometri Massa 19
2.10.1.Instrumentasi Kromatografi Gas 19
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Alat 22
3.2. Bahan 22
3.3. Prosedur Penelitian 22
3.3.1. Pembuatan Asap Cair Dari Limbah Kopi 22
3.3.2. Penentuan Densitas Asap Cair 23
3.3.3. Penentuan pH Asap Cair Menggunakan pH-meter 23
3.4. Skema Pengambilan Data 24
3.4.1. Pembuatan Asap Cair Limbah Kopi 23
3.4.2. Analisa Densitas Asap Cair 25
3.4.3. Analisa pH Asap Cair 25
3.4.4. Analisa Senyawa Menggunakan GC-MS 26
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil 27
4.2. Pembahasan 31
4.2.1. Analisa Densitas Asap Cair 31
4.2.2. Analisa pH Asap Cair 31
4.2.3. Analisa Kandungan Senyawa Asap Cair
Menggunakan GC-MS 32
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan 36
5.2. Saran 37
DAFTAR PUSTAKA 38
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Sistematik Tanaman Kopi 1
Tabel.2.2 Komposisi Kimia Biji Kopi Dan Bubuk Kopi 9
Tabel 2.3 Komposisi Kimia Kulit Tanduk Kopi Robusta Dan Arabika 10
Tabel 4.1 Volume Asap Cair Pada Berbagai Suhu Pirolisis Limbah Kopi 27
Tabel 4.2 Nilai Densitas Dan pH Asap Cair Pada Berbagai Suhu Pirolisis
Limbah Kopi 27
Tabel 4.3 Senyawa Hasil Analisa Asap Cair Suhu Pirolisis 500°C
Dengan GC-MS 33
Tabel 4.4 Senyawa Hasil Analisa Asap Cair Suhu Pirolisis 550°C
Dengan GC-MS 34
Tabel 4.5 Senyawa Hasil Analisa Asap Cair Suhu Pirolisis 600°C
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Bagian-Bagian Buah Kopi 7
Gambar 4.1 Kromatogram Hasil Analisa GC-MS Asap Cair
Limbah Kopi Pada Suhu Pirolisis 500°C 28
Gambar 4.2 Kromatogram Hasil Analisa GC-MS Asap Cair
Limbah Kopi Pada Suhu Pirolisis 550°C 29
Gambar 4.3 Kromatogram Hasil Analisa GC-MS Asap Cair
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
LAMPIRAN A. KONDISI OPERASI GC-MS PADA ANALISA
ASAP CAIR LIMBAH KOPI 41
LAMPIRAN B. SPEKTRUM MS DARI ASAP CAIR LIMBAH KOPI
PADA SUHU PIROLISIS 500°C 42
LAMPIRAN C. SPEKTRUM MS DARI ASAP CAIR LIMBAH KOPI
PADA SUHU PIROLISIS 550°C 49
LAMPIRAN D. SPEKTRUM MS DARI ASAP CAIR LIMBAH KOPI
PADA SUHU PIROLISIS 600°C
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian tentang pengaruh suhu terhadap nilai pH, densitas dan kandungan senyawa asap cair hasil pirolisis limbah kopi dengan suhu pirolisis 500°C, 550°C dan 600°C. analisa yang dilakukan pada asap cair meliputi uji pH, penentuan densitas serta analisa menggunakan GC-MS untuk mengetahui kandungan senyawanya. Dari hasil analisa yang dilakukan menunjukkan bahwa suhu pirolisis berpengaruh pada nilai pH, densitas dan kandungan senyawa pada asap cair limbah kopi, dimana nilai densitas pada suhu pirolisis 500°C, 550°C dan 600°C mengalami peningkatan dan masing-masing nilai densitas bernilai 1,030; 1,038 dan 1,046. Sedangkan pH asap cair menunjukkan bahwa asap cair limbah kopi bersifat asam dimana nilai pH menurun seiring dengan peningkatan suhu pirolisis dan besarnya nilai pH untuk asap cair limbah kopi pada suhu pirolisis 500°C, 550°C dan 600°C masing-masing 4,780; 4,740 dan 4,710. Analisa dengan GC-MS menunjukkan bahwa terdapat kandungan berbagai macam senyawa pada asap cair limbah kopi dan diantara yang terbesar ialah senyawa fenol dan asam asetat dengan kandungan sekitar 50 % hingga 55 %.
THE EFFECT OF PIROLISIS TEMPERATURE ON pH VALUE, DENSITY AND COMPOUND CONTENT FROM
COFFE PEEL WASTE LIQUID SMOKE
ABSTRACT
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pemerintah dewasa ini sedang meningkatkan ekspor hasil bumi non-migas. Kopi
sebagai salah satu komoditi non-migas, belakangan ini memiliki pasaran yang
cukup baik dipasaran dunia. Hal ini terbukti bahwa ekspor kopi tahun 1986 sudah
mulai menggeser nilai ekspor karet yang selama ini mendominasi nilai subsektor
perkebunan. Oleh karena itu tepatlah apabila dewasa ini para petani dan
pengusaha perkebunan kopi mulai berlomba untuk meningkatkan produksi dan
mutu. Sejak tahun 1696 tanaman kopi ini sudah dibudidayakan di Indonesia, dan
sampai sekarang ini cukup berkembang, serta hasilnya sebagai salah satu bahan
minuman yang menyegarkan badan sangat disukai oleh masyarakat baik didalam
maupun diluar negeri (Najiati et al, 1997).
Dalam dunia perdagangan kopi hanya dapat diperdagangkan dalam bentuk
biji-biji kering yang sudah terlepas dari daging buah dan kulit arinya. Pengolahan
kopi bertujuan untuk memisahkan biji kopi dari kulitnya. Biji-biji kopi yang
diperdagangkan itu disebut kopi beras (AAK, 1988). Sementara itu kulit arinya
belum banyak dimanfaatkan dan biasanya di buang begitu saja sehingga menjadi
limbah pada proses pengolahan kopi. Seiring terjadinya peningkatan produksi
kopi, terjadi pula peningkatan limbah kulit kopi ini, dan bila tidak ditangani
dengan baik dapat menyebabkan masalah baru pada lingkungan.
Limbah padat dari proses pengupasan dan pencucian buah kopi merupakan
tanduk dan kulit ari merupakan limbah padat yang dapat diubah menjadi produk
samping bernilai ekonomis, sehingga dapat meningkatkan penghasilan petani.
Proses pengupasan kulit kopi menghasilkan limbah padat yang cukup besar
berupa kulit dan daging buah kopi. Berdasarkan analisis neraca massa, persentase
limbah padat yang dihasilkan dari proses pengupasan dapat mencapai kisaran
40-60%, pada pengolahan kopi akan menghasilkan 65% biji kopi dan 35% limbah
kulit kopi, Sedangkan produksi kopi Indonesia pada tahun 2009 mencapai total
689 ribu ton (Najiati et al, 1997). Nilai ini menunjukkan potensi pencemaran yang
besar dari limbah padat jika tidak dimanfaatkan. Meskipun telah dilakukan upaya
untuk mengurangi air proses pengolahan kopi, tetapi limbah cair dan limbah padat
masih dihasilkan. Upaya penanganan limbah cair dan limbah padat dibutuhkan
agar aktivitas agroindustri kopi rakyat tidak menimbulkan dampak negatif
terhadap lingkungan dan masyarakat.
Pirolisis yang dilakukan pada pengolahan limbah kopi menghasilkan asap
cair yang merupakan bahan kimia hasil destilasi asap dari proses pirolisis.
Pirolisis adalah proses konversi dari suatu bahan organik pada suhu tinggi dan
terurai menjadi ikatan molekul yang lebih kecil. Proses ini menghasilkan uap
organik, gas pirolisis, dan arang. Uap organik yang dihasilkan mengandung
karbon monoksida, metana, karbon dioksida, tar dan air. Uap organik kemudian
dikondensasikan menjadi cairan. Cairan hasil pirolisis dikenal sebagai asap cair
(Maga, 1987).
Bahan baku asap cair dapat dibuat dari kayu seperti kayu jati, kayu kelapa
sawit, kayu bakau dan jenis kayu lainnya atau limbah pertanian dan rumah tangga
seperti tempurung kelapa, limbah kemiri, kulit kopi, sekam padi dan tongkol
jagung. Untuk menghasilkan asap yang baik pada waktu pembakaran sebaiknya menggunakan jenis kayu keras seperti rasa mala, serbuk dan serutan kayu jati
serta tempurung kelapa, sehingga diperoleh asap yang baik (Tranggono et al,
Asap cair mampu menjadi desinfektan sehingga bahan makanan dapat
bertahan lama tanpa membahayakan konsumen. Senyawa-senyawa yang terdapat
dalam asap cair terutama fenol dan asam-asam organik diketahui mempunyai
efek bakterisida yang dalam kombinasinya bekerjasama secara efektif untuk
mengontrol pertumbuhan mikroba, dapat mengawetkan makanan sehingga
mampu bertahan lama karena memiliki fungsi utama yaitu sebagai penghambat
perkembangan bakteri.
Pemanfaatan asap cair sebagai pengawet makanan telah banyak diteliti dan
dilakukan oleh manusia, pemanfaatan asap cair ini sangat bergantung pada
kondisi asap cair itu sendiri karena selain terdapat kandungan fenol dan
asam-asam organik, juga terdapat beberapa komponen yang berbahaya pada asap cair
itu yaitu tar dan senyawa-senyawa polisiklik hidrokarbon aromatis yang sebagian
bersifat karsinogenik serta menyebabkan kerusakan asam amino esensial dari
protein dan vitamin. juga sifat keasaman asap cair yang sebagian besar dihasilkan
dari senyawa-senyawa asam organik yang terdekomposisi pada proses pirolisis,
kualitas asap cair itu sendiri dan kandungan senyawanya sebagian besar juga
dipengaruhi oleh suhu pirolisis mengingat senyawa kimia didalamnya dapat
terdekomposisi pada suhu yang berbeda-beda.
Pemanfaatan limbah kulit kopi dari satu daerah penghasil kopi di Sumatera
Utara yaitu kota Sidikalang dikabupaten Dairi. Limbah kulit ari kopi yang ada
disetiap pabrik kopi di Sidikalang masih kurang digunakan sebagai abu gosok
setelah proses pembakaran secara manual. Limbah ini sangat berpotensi untuk
digunakan kembali karena adanya kandungan lignin pada kulit kopi ini. Disetiap
pabrik kopi Sidikalang hampir mencapai 1 Ton kulit kopi perminggu yang
dihasilkan. Di Sidikalang lebih kurang terdapat 30 pabrik pengolahan kopi yang
berarti ada sekitar 30 ton limbah kopi yang dapat dimanfaatkan setiap minggunya.
Hal ini membuat peneliti ingin memanfaatkan limbah kopi disidikalang
sebagai bahan pembuatan asap cair melalui proses pirolisis. Diharapkan dari
penelitian ini dapat bermanfaat dalam mengurangi dampak negatif dari limbah
peningkatan pendapatan masyarakat desa. Serta memberikan informasi yang
bermanfaat tentang senyawa-senyawa yang terkandung dalam asap cair tersebut
untuk mengetahui pemanfaatannya dan memperkaya wawasan ilmu pengetahuan
dan teknologi.
1.2 Permasalahan
Adapun permasalahan pada penelitian ini adalah:
1. Berapa pH asap cair hasil pirolisis limbah kopi.
2. Berapa densitas asap cair hasil pirolisis limbah kopi.
3. Senyawa apa saja yang terkandung dalam asap cair hasil pirolisis limbah
kopi.
1.3 Pembatasan Masalah
Dalam penelitian ini permasalahan dibatasi pada:
1. Limbah kopi yang digunakan pada pembuatan asap cair berasal dari pabrik
pengolahan kopi di Sidikalang.
limbah ini berasal dari biji buah kopi yang telah dikeringkan pada sinar
matahari. setelah kering, biji kopi ini masih mengandung kulit ari kopi
(parchment). Setelah pengolahan dipabrik kopi kulit ari ini lepas dari bijinya
dan merupakan limbah kopi.
2. Suhu pirolisis yang digunakan pada pembuatan asap cair adalah 500ºC,
550ºC, 600ºC.
1.4 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui kandungan senyawa yang terdapat pada asap cair hasil
pirolisis limbah kopi.
2. Untuk mengetahui pengaruh suhu pirolisis terhadap densitas asap cair limbah
kopi.
3. Untuk mengetahui pengaruh suhu pirolisis terhadap pH asap cair limbah
kopi.
1.5 Manfaat Penelitian
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat :
1. Mengurangi masalah limbah yang ditimbulkan pada proses pengolahan kopi.
2. Mengetahui kandungan senyawa yang terdapat pada asap cair hasil pirolisis
limbah kopi.
3. Memberikan solusi pemanfaatan asap cair limbah kopi berdasarkan senyawa
yang terkandung didalamnya.
1.6 Metodologi Penelitian
Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorium, dimana pada penelitian ini
dilakukan dalam beberapa tahapan yaitu :
1. Pembuatan asap cair dengan metode pirolisis
2. Pengujian kadar pH dan densitas asap cair limbah kopi yang dihasilkan.
3. Analisa kandungan senyawa asap cair menggunakan alat GC-MS.
Adapun variabel-variabel yang dilakukan pada penelitian ini ialah:
- Variabel bebas : suhu pirolisis yaitu 500°C, 550°C dan 600°C
- Variabel tetap : berat limbah kopi yang dipirolisis 10 kg
- Variabel terikat : uji pH, uji densitas dan analisa kandungan
1.7 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Polimer Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara dan di Bengkel program
studi Teknik Mesin, Politeknik Negeri Medan.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Kopi
Kopi (coffea spp) adalah spesies tanaman berbentuk pohon yang termasuk dalam
famili rubiaceae dan genus coffea. Tanaman ini tumbuhnya tegak, bercabang dan
bila dibiarkan tumbuh dapat mencapai tinggi 12 m. Daunnya bulat telur dengan
ujung agak meruncing. Daun tumbuh berhadapan pada batang, cabang, dan
ranting-rantingnya. Didunia perdagangan dikenal berbagai macam jenis kopi,
tetapi yang paling sering dibudidayakan hanya kopi arabika, robusta, dan liberika.
Penggolongan kopi tersebut umumnya didasarkan pada spesiesnya. Sistematik
tanaman kopi adalah sebagai berikut:
Tabel 2.1 Sistematik Tanaman Kopi
Kingdom Plantae
Subkingdom Tracheobionta
Super Divisi Spermatophyta
Divisi Magnoliophyta
Kelas Magnoliopsida
SubKelas Asteridae
Ordo Rubiales
Famili Rubiaceae
Genus Coffea
Bu
ji ini terdiri
Pada prinsipnya pengolahan kopi secara basah, karena dalam prosesnya
banyak menggunakan air. Mutu kopi yang dihasilkan cara ini pada umumnya baik
dan prosesnya cepat. Pengolahan basah dimulai dengan proses pemanenan yang
baik, dimana pada pengolahan ini dipastikan biji kopi yang digunakan adalah biji
kopi yang telah benar-benar matang, kemudian dibersihkan dan dibuang daging
buah serta kulitnya lalu difermentasi. Proses fermentasi dilakukan dengan cara
merendam biji kopi dengan menggunakan air selama lebih kurang 72 jam (Clarke
et al, 1985).
Pengolahan cara kering tujuannya untuk jenis Robusta, karena tanpa
fermentasi sudah dapat diperoleh mutu yang baik. Dan untuk kopi jenis Arabika
sebaiknya dilakukan cara basah. Diperkebunan besar pengolahan secara kering
hanya digunakan untuk mengolah kopi yang berwarna hijau, kopi rambang dan
kopi yang diserang bubuk . Salah satu masalah yang sering dihadapi pada
pengolahan kopi secara kering adalah kadar air dari kopi yang akan dihasilkan.
Lamanya proses pengeringan tergantung pada cuaca, ukuran buah kopi, tingkat
kematangan dan kadar air dalam buah kopi, biasnya proses pengeringan memakan
waktu sekitar 3-4 minggu. Setelah proses pengeringan kadar air akan menjadi
sekitar 12%.
Pulping bertujuan untuk memisahkan biji dari kulit buahnya sehingga
diperoleh biji kopi yang masih terbungkus oleh kulit tanduknya. Sedangkan
proses hulling bertujuan untuk memisahkan biji kopi yang sudah kering dari kulit
tanduk dan kulit arinya. Pemisahan ini dilakukan dengan mesin huller. Didalam
mesin huller kulit yang sudah terlepas dari biji akan dihembuas keluar sehingga
terpisah dari biji dan biji bisa keluar dari mesin dalam keadaan bersih. Kopi yang
keluar dari huller ini adalah kopi beras yang sudah siap disortasi untuk
2.3 Kandungan Kimia Kopi
Kopi seperti halnya tanaman lain mengandung ribuan komponen kimia dengan
karakteristik yang berbeda-beda. Walaupun kopi merupakan salah satu jenis
tanaman yang paling banyak diteliti, tetapi masih banyak komponen dari kopi
yang tidak diketahui dan hanya sedikit diketahui efek dari komponen yang
terdapat pada kopi bagi kepentingan manusia baik dalam bentuk biji maupun
bentuk minuman. Komposisi kimia dari biji kopi bergantung pada spesies dan
varietas dari kopi tersebut serta faktor-faktor lain yang berpengaruh antara lain
lingkungan tempat tumbuh, tingkat kematangan dan kondisi penyimpanan. Proses
pengolahan juga akan mempengaruhi komposisi kimia dari kopi. Misalnya
penyangraian akan mengubah komponen yang labil yang terdapat pada kopi
sehingga membentuk komponen yang kompleks. Adapun komposisi kimia dari
biji dan bubuk kopi dapat dilihat pada Tabel 2.2 berikut ini:
Tabel 2.2 Komposisi Kimia Biji Kopi Dan Bubuk Kopi
Komponen Biji kopi Kopi bubuk
Mineral 4,0 - 4,5 4,6-5,0
Kafein 1,6 - 2,4 2,0
Trigonelinne 0,6 - 0,75 0,3-0,6
Lipid 9,0 - 13,0 6,0-11,0
Total asam klorogenat 7,0–10 3,9-4,6
Asam alifatik 1,5-2,0 1,0-1,5
Oligosakarida 5,0-7,0 0-3,5
Total polisakarida 37,0-47,0 -
Asam amino 2,0 0
Protein 11,0-13,0 13,0-15,0
Asam hummin - 16,0-17,0
(Sumber: Clarke et al, 1985)
Kulit buah kopi sangat tipis dan mengandung klorofil serta zat – zat warna
keras serta bagian dalam yang sifatnya seperti gel atau lendir. Pada lapisan lendir
ini, terdapat sebesar 85% air dalam bentuk terikat, dan 15% bahan koloid yang
tidak mengandung air. Bagian ini bersifat koloid hidrofilik yang terdiri dari ±80%
pektin dan ±20% gula. Bagian buah yang terletak antara daging buah dengan biji
disebut kulit tanduk. Kulit tanduk berperan sebagai pelindung biji kopi dari
kerusakan mekanis yang mungkin terjadi pada waktu pengolahan. Berikut
komposisi kimia kulit tanduk pada biji kopi robusta dan biji kopi Arabica dapat
dilihat pada tabel 2.3.
Tabel 2.3 Komposisi Kimia Kulit Tanduk Kopi Robusta Dan Arabika
Komponen Arabika (%) Robusta (%)
Protein kasar
Light petroleum extract
1,46
(Sumber: Clarke et al, 1985)
Senyawa terpenting yang terdapat dalam kopi adalah kafein. Kafein dapat
bereaksi dengan asam, basa, dan logam berat dalam asam. Kafein disintesis dalam
perikarp, Kafein dapat larut dalam air, mempunyai aroma wangi tetapi rasanya
sangat pahit. Kafein bersifat basa monosidik yang lemah dan dapat memisah
dengan penguapan air. Dengan asam, kafein akan bereaksi dan membentuk garam
yang tidak stabil. Sedangkan reaksi dengan basa akan membentuk garam yang
stabil. Kafein mudah terurai dengan alkali panas membentuk kafeidin (Muchtadi,
2010).
Analisis komponen organik pada limbah padat kopi membantu
menentukan proses daur ulang sebagai bahan dasar pakan ternak, kompos, pupuk,
kandungan serat kasar pada kulit kopi maupun kulit tanduk cukup tinggi demikian
pula dengan kandungan senyawa organik memiliki potensi dimanfaatkan sebagai
kompos ataupun pupuk. Nilai kalori kulit tanduk kopi adalah sebesar 4600 kkal/kg
sedangkan pulpa kopi pada kandungan air 5% memiliki nilai kalori 3300 kkal/kg
berpotensi sebagai sumber bahan bakar. Meskipun agak sulit diterapkan pada
pulpa kopi yang diperoleh dari pengolahan basah karena masih mengandung
kadar air bahan yang tinggi (84%) (Clarke et al, 1985).
2.4 Pirolisis
Pirolisis adalah salah satu metode untuk menangani limbah padat sekaligus
memanfaatkan menjadi bahan-bahan yang berguna. Metode ini didefinisikan
sebagai suatu proses dekomposisi senyawa kimia dengan suhu tinggi dengan
pembakaran tidak sempurna atau suatu proses perubahan kimia melaui aksi panas
secara umum perubahan kimia dapat meliputi croslinking, isomerisasi
deoksigenasi, denitrogenisasi dan sebagainya. Bahan yang paling mudah
didekomposisi adalah selulosa. Hasil dari proses pirolisa dapat berupa gas, cairan
dan padatan (Murtadho. D, 1988).
Sedangkan menurut Girard (1992), Pirolisa merupakan proses pemecahan
lignoselulosa oleh panas dengan oksigen yang terbatas dan menghasilkan gas,
cairan dan arang yang jumlahnya tergantung pada jenis bahan, metode, dan
kondisi dari pirolisanya. Pada proses pirolisa selulosa mengalami 2 tahap.
Tahap pertama merupakan reaksi hidrolisis asam yang diikuti oleh dehirasi
yang menghasilkan glukosa. Tahap kedua pembentukan asam asetat dan
homolognya bersama air serta sejumlah kecil furan dan fenol (Girard, 1992).
Produksi asap merupakan reaksi pembakaran tidak sempurna yang
meliputi reaksi dekomposisi karena pengaruh panas (pirolisis) konstituen polimer
organik menjadi senyawa organik dengan berat molekul rendah, reaksi oksidasi,
kayu mengandung dua komponen, yaitu komponen yang mengandung Tar dan
komponen uap. Secara kimia, asap kayu mengandung ratusan senyawa termasuk
sejumlah senyawa fenolat dan asam yang menguap.
Selama pembakaran, komponen utama kayu yang berupa selulosa,
hemiselulosa dan lignin akan menglami pirolisis. Pengolahan asap cair dilakukan
dengan berbagai suhu untuk menghasilkan senyawa-senyawa organik yang
diharapkan, diantarnya fenol, karbonil, asam, furan, alkohol, ester, lakton dan
hidrokarbon aromatik polisiklik.
Adapun pada proses pirolisis tersebut yang terjadi adalah dekomposisi
senyawa-senyawa penyusunnya, yaitu :
1. Pirolisis selulosa.
Selulosa adalah makromolekul yang dihasilkan dari kondensasi linear struktur
heterosiklis molekul glukosa. Selulosa terdiri dari 100-1000 unit glukosa.
Selulosa terdekomposisi pada temperatur 280°C dan berakhir pada
300-350°C. Girard (1992), menyatakan bahwa pirolisis selulosa berlangsung dalam
dua tahap, yaitu :
a. Tahap pertama adalah reaksi hidrolisis menghasilkan glukosa.
b. Tahap kedua merupakan reaksi yang menghasilkan asam asetat dan
homolognya, bersama-sama air dan sejumlah kecil furan dan fenol.
2. Pirolisis hemiselulosa
Hemiselulosa merupakan polimer dari beberapa monosakarida seperti
pentosan (C5H8O4) dan heksosan (C6H10O5). Pirolisis pentosan menghasilkan
furfural, furan dan derivatnya beserta satu seri panjang asam-asam
karboksilat. Pirolisis heksosan terutama menghasilkan asam asetat dan
homolognya. Hemiselulosa akan terdekomposisi pada temperatur 200-250°C.
3. Pirolisis lignin
Lignin merupakan sebuah polimer kompleks yang mempunyai berat molekul
tinggi dan tersusun atas unit-unit fenil propana. Senyawa-senyawa yang
memberikan aroma asap produk asapan. Senyawa ini adalah fenol, eter
fenol seperti guaiakol, siringol dan homolog serta derivatnya (Girard,
1992). Lignin mulai mengalami dekomposisi pada temperatur 300-350°C
dan berakhir pada 400-450°C.
Menurut Freheim (1980), produksi asap cair terbesar dicapai pada suhu
4500°C. Senyawa fenol merupakan komponen yang paling besar (40%) yang
terdapat dalam asap cair. Fenol mempunyai aktivitas antioksidan yang cukup
besar dan merupakan senyawa utama dalam asapan. Berdasarkan analisis dengan
GC-MS diketahui ada 7 senyawa utama golongan fenolat dalam asap cair
(Tranggono et al, 1996) yaitu fenol (44,13%), 3-metil -1,2- siklopentadiol
(3,55%), 2-metoksifenol (11,5%), 2-metoksi-4-metil-fenol (4,10%),
4-etil-2-metoksifenol (2,21%), 2,6-di4-etil-2-metoksifenol (11,06%) dan 2,5-dimetoksi benzil
alkohol (3,02%).
Penggunaan berbagai jenis kayu sebagai bahan bakar pengasapan telah
banyak dilaporkan, tempurung kelapa, serbuk gergaji, kayu jati, ampas tebu dan
kayu bekas kotak kemasan dan menyimpulkan bervariasinya kandungan utama
dari komponen kayu akan mempengaruhi asap yang dihasilkan. Namun untuk
menghasilkan asap yang lebih baik pada waktu pirolisis sebaiknya menggunakan
jenis kayu keras, seperti kayu jati (Info Ristek, 2005).
2.5 Asap Cair
Asap cair merupakan suatu hasil destilasi atau pengembunan dari uap hasil
pembakaran tidak langsung maupun langsung dari bahan bahan yang banyak
mengandung karbon serta senyawa-senyawa lain, bahan baku yang banyak
digunakan adalah kayu, bongkol kelapa sawit, ampas hasil penggergajian kayu
dan lain lain (Amritama, 2007). Pszczola (1995), menyatakan asap cair
didefinisikan sebagai kondensat berair alami dari kayu yang telah mengalami
Sedangkan menurut Darmadji (1996), asap cair merupakan hasil kondensasi
dari pirolisis kayu yang mengandung sejumlah besar senyawa yang terbentuk
akibat proses pirolisis konstituen kayu seperti selulosa, hemiselulosa dan lignin.
Hasil pirolisis dari senyawa selulosa, hemiselulosa dan lignin diantaranya
akan menghasilkan asam organik, fenol, karbonil yang merupakan senyawa yang
berperan dalam pengawetan bahan makanan.
Senyawa-senyawa tersebut berbeda proporsinya diantaranya tergantung
pada jenis, kadar air kayu, dan suhu pirolisis yang digunakan. Senyawa-senyawa
yang terdeteksi didalam asap cair pernah dikemukakan oleh Girard yang meliputi
:
1. Fenol, tidak kurang dari 85 macam diiidentifikasi dalam kondensat dan 10
macam diidentifikasi dalam produk asapan.
2. Karbonil, keton dan aldehid, lebih kurang 45 macam yang diidentifikasi
dalam kondensat
3. Asam, 35 macam terdapat dalam kondensat.
4. Alkohol dan eter, 15 macam
5. Hidrokarbon alifatik, 1 macam dalam kondensat dan 20 macam dalam
produk asapan
6. Hidrokarbon aromatik polisiklis, 47 macam diidentifikasi dalam kondensat
dan 20 macam dalam produk asapan. (Girard, 1992)
2.6 Manfaat Asap Cair
Pengasapan merupakan salah satu proses paling tua yang digunakan untuk tujuan
pengawetan bahan makanan. Namun dalam pengembangannya tujuan pengawetan
itu berubah menjadi untuk memperoleh cita-rasa dan aroma asap serta
kenampakan tertentu pada bahan makanan. Pengaruh yang diinginkan dari
pengasapan bahan makanan adalah memberikan cita-rasa, pengawetan dan
dengan komponen toksik dan kerusakan asam-asam amino esensial dari protein
(Tranggono et al, 1997).
Asap cair telah banyak diaplikasikan pada pengolahan, diantaranya pada
daging dan hasil ternak, daging olahan, keju dan keju oles. Asap cair juga
digunakan untuk menambah cita rasa asap pada saus, sup, sayuran kaleng, bumbu
dan campuran rempah-rempah. Aplikasi baru asap cair adalah untuk menambah
cita rasa pada makanan rendah lemak. Pada aplikasi tersebut perlu diperhatikan
warna produk yang dihasilkan, karena ada beberapa produk yang menghendaki
warna coklat, sementara beberapa produk lain tidak menghendaki warna coklat
(Darmadji, 1998).
Dua senyawa utama dalam asap cair yang diketahui mempunyai efek
bakterisida adalah fenol dan asam-asam organik yang dalam kombinasinya
bekerjasama secara efektif untuk mengontrol pertumbuhan mikroba. Fenol
mempunyai aktifitas antioksidan yang cukup besar. Telah diteliti bahwa asap kayu
dapat difraksionasikan menjadi komponen asam, basa dan netral. Sebaliknya
memiliki sedikit sifat antioksidan pada komponen bersifat asam, sedangkan
komponen basa memacu oksidasi lipida (Psczola, 1995).
Pengasapan dilakukan dengan menggunakan kayu keras yang
mengandung bahan-bahan pengawet kimia yang berasal dari pembakaran
selulosa dan lignin, misalnya formaldehid, asetaldehid, asam karboksilat (asam
formiat, asetat dan butirat), fenol, kresol, alkohol-alkohol primer dan sekunder,
keton dll. Zat-zat yang terdapat dalam asap ini dapat menghambat aktivitas bakteri
(bakteriostatik). Asap mengandung senyawa fenol dan formaldehida,
masing-masing bersifat bakterisida (membunuh bakteri). Kombinasi kedua senyawa
tersebut juga bersifat fungisida (membunuh kapang). Kedua senyawa
membentuk lapisan mengkilat pada permukaan daging. Asap juga mengandung
uap air, asam formiat, asam asetat, keton alkohol dan 4 karbon dioksida. Rasa
(guaiacol, 4- mettyl-guaiacol, 2,6-dimetoksi 1 fenol) dan senyawa karbonil
(Widyani et al, 2008).
Prinsip utama dalam pembuatan asap cair sebagai bahan pengawet adalah
dengan mendestilasi asap yang dikeluarkan oleh bahan berkarbon dan
diendapkan dengan destilasi multi tahap untukmengendapkan komponen larut.
Untuk menghasilkan asap yang baik pada waktu pembakaran sebaiknya
menggunakan jenis kayu keras seperti kayu bakau, rasa mala, serbuk dan
serutan kayu jati serta tempurung kelapa, sehingga diperoleh ikan asap yang baik
(Tranggono et al, 1997). Hal tersebut dikarenakan asap yang dihasilkan dari
pembakaran kayu keras akan berbeda komposisinya dengan asap yang
dihasilkan dari pembakaran kayu lunak. Pada umumnya kayu keras akan
menghasilkan aroma yang lebih unggul, lebih kaya kandungan aromatik dan
lebih banyak mengandung senyawa asam dibandingkan kayu lunak (Girard,
1992).
2.7 Keunggulan Asap Cair Sebagai Bahan Pengawet
Keuntungan penggunaan asap cair sebagai pengawet menurut Maga (1987)
antara lain lebih intensif dalam pemberian cita rasa, kontrol hilangnya cita rasa
lebih mudah, dapat diaplikasikan pada berbagai jenis bahan pangan, lebih
hemat dalam pemakaian kayu sebagai bahan asap, polusi lingkungan dapat
diperkecil dan dapat diaplikasikan ke dalam bahan dengan berbagai cara seperti
penyemprotan, pencelupan, atau dicampur langsung ke dalam makanan. Selain itu
keuntungan lain yang diperoleh dari asap cair, adalah sebagai berikut :
1. Keamanan Produk Asapan
Penggunaan asap cair yang diproses dengan baik dapat mengeliminasi
komponen asap berbahaya yang berupa hidrokarbon polisiklis aromatis.
Komponen ini tidak diharapkan karena beberapa di antaranya terbukti bersifat
pengolahan yang semakin baik, tar dan fraksi minyak berat dapat dipisahkan
sehingga produk asapan yang dihasilkan mendekati bebas PAH (Pszczola, 1995).
2. Aktivitas Antioksidan
Adanya senyawa fenol dalam asap cair memberikan sifat antioksidan terhadap
fraksi minyak dalam produk asapan. Dimana senyawa fenolat ini dapat
berperan sebagai donor hidrogen dan efektif dalam jumlah sangat kecil untuk
menghambat autooksidasi lemak (Prananta, 2005).
3. Aktivitas Antibakterial
Peran bakteriostatik dari asap cair semula hanya disebabkan karena adanya
formaldehid saja tetapi aktivitas dari senyawa ini saja tidak cukup sebagai
penyebab semua efek yang diamati. Kombinasi antara komponen fungsional
fenol dan kandungan asam organik yang cukup tinggi bekerja secara sinergis
mencegah dan mengontrol pertumbuhan mikrobia. Kandungan kadar asam yang
tinggi dapat menghambat pertumbuhan mikrobia karena mikrobia hanya bisa
tumbuh pada kadar asam yang rendah (Pszczola, 1995). Adanya fenol dengan titik
didih tinggi dalam asap juga merupakan zat antibakteri yang tinggi (Prananta,
2005).
4. Potensi pembentukan warna coklat
Karbonil mempunyai efek terbesar pada terjadinya pembentukan warna coklat
pada produk asapan. Jenis komponen karbonil yang paling berperan adalah
aldehid glioksal dan metal glioksal sedangkan formaldehid dan hidroksiasetol
memberikan peranan yang rendah. Fenol juga memberikan kontribusi pada
pembentukan warna coklat pada produk yang diasap meskipun intensitasnya
tidak sebesar karbonil (Darmajdi, 1998).
5. Kemudahan dan variasi penggunaan
Asap cair bisa digunakan dalam bentuk cairan, dalam fasa pelarut minyak dan
bentuk serbuk sehingga memungkinkan penggunaan asap cair yang lebih luas
2.8 Asap Cair Redestilasi
Asap cair juga mengandung senyawa yang merugikan yaitu Tar dan senyawa
Benzopiren yang bersifat toksik dan karsinogenik serta menyebabkan kerusakan
asam amino esensial dari protein dan vitamin. Pengaruh ini disebabkan adanya
sejumlah senyawa kimia di dalam asap cair yang dapat bereaksi dengan
komponen bahan makanan. Upaya untuk memisahkan komponen berbahaya di
dalam asap cair dapat dilakukan dengan cara redistilasi, yaitu proses pemisahan
kembali suatu larutan berdasarkan titik didihnya. Redestilasi dilakukan untuk
menghilangkan senyawa-senyawa yang tidak diinginkan dan berbahaya sehingga
diperoleh asap cair yang jernih, bebas Tar, poliaromatik hidrokarbon (PAH) dan
benzopiren pendispersi. Asap cair hasil redestilasi memiliki warna yang lebih
coklat bening, kandungan tar 16,6% jauh lebih rendah, kandungan fenol 9,55%,
karbonil 1,67%, dan aroma asapnya sudah berkurang.
Destilasi merupakan proses pemisahan komponen dalam campuran
berdasarkan perbedaan titik didihnya, atau pemisahan campuran berbentuk cairan
atas komponennya dengan proses penguapan dan pengembunan sehingga
diperoleh destilat dengan komponen-komponen yang hampir murni. Destilasi
adalah suatu proses pemisahan suatu komponen dari suatu campuran dengan
menggunakan dasar bahwa beberapa komponen dapat menguap lebih cepat
daripada komponen yang lainnya. Ketika uap diproduksi dari campuran, uap
tersebut lebih banyak berisi komponen-komponen yang bersifat lebih volatil,
sehingga proses pemisahan komponen-komponen dari campuran dapat terjadi
(Prananta, 2005).
Destilasi sederhana dilakukan secara bertahap, sejumlah campuran
dimasukkan ke dalam sebuah bejana, dipanaskan bertahap dan dipertahankan
selalu berada dalam tahap pendidihan kemudian uap yang terbentuk
dikondensasikan dan ditampung dalam labu erlenmeyer. Produk destilat yang
pertama kali tertampung mempunyai kadar komponen yang lebih ringan
mendukung sifat-sifat fungsional dari asap cair adalah senyawa fenolat,
karbonil dan asam. Titik didih dari komponen-komponen pendukung sifat
fungsional asap cair. Asap cair redestilasi ini mempunyai kegunaan yang sangat
besar sebagai pemberi rasa dan aroma yang spesifik juga sebagai pengawet
karena sifat antimikrobial dan antioksidannya. Dengan tersedianya asap cair maka
proses pengasapan tradisional dengan menggunakan asap secara langsung yang
mengandung banyak kelemahan seperti pencemaran lingkungan, proses tidak
dapat dikendalikan, kualitas yang tidak konsisten serta timbulnya bahaya
kebakaran, yang semuanya tersebut dapat dihindari (Wulandari, 1999).
2.9 Kromatografi Gas - Spektrometri Massa
GC-MS merupakan instrumentasi yang digunakan pada pemisahan senyawa
organik yang menggunakan dua metode analisis senyawa yaitu kromatografi gas
untuk memisahkan komponen penyusun suatu senyawa secara kuantitatif dan
spektrometri massa untuk menganalisis dan mengidentifikasi senyawa-senyawa
individual yang terpisah tersebut serta mencoba menentukan struktur molekul
senyawa itu.
Kromatografi Gas merupakan salah satu teknik spektrometri yang
menggunakan prinsip pemisahan campuran berdasarkan perbedaan kecepatan
migrasi komponen-komponen penyusunnya. Kromatografi Gas biasa digunakan
untuk mengidentifikasi suatu senyawa yang terdapat pada campuran gas dan juga
menentukan konsentrasi suatu senyawa dalam fase gas.
Spektrometri massa adalah suatu metode untuk mendapatkan berat
molekul dengan cara mencari perbandingan massa terhadap muatan dari ion yang
muatannya diketahui dengan mengukur jari-jari orbit melingkarnya dalam medan
magnetik seragam (Gary, 1997).
Kombinasi dari alat pemisahan kromatografi gas untuk pemisahan dan
merupakan alat yang telah digunakan secara luas baik untuk keperluan research
dilaboratorium maupun kebutuhan komersial seperti kebutuhn dibidang industri
dan fabrikasi. Sistem GC-MS memiliki berbagai jenis dan ukuran bergantung
pada kebutuhan dan design yang diinginkan (McMaster, 2008).
Prinsip dari GC-MS adalah pemisahan komponen-komponen dalam
campurannya dengan kromatografi gas dan tiap komponen dapat dibuat spektrum
massa dengan ketelitian yang lebih tinggi. Hasil pemisahan dengan kromatografi
gas dihasilkan kromatogram sedangkan hasil pemeriksaan spektrometri massa
masing-masing senyawa disebut spektrum (Rohman, 2009).
GC-MS memiliki beberapa kekurangan antara lain, hanya
senyawa-senyawa dengan tekanan uap yang melebihi sekitar 1010 torr yang mampu
dianalisa menggunakan instrumen ini. GC-MS hanya dapat digunakan untuk
mendeteksi senyawa-senyawa yang mudah menguap. Glukosa, sukrosa, sakarosa
bersifat tidak menguap, sehingga tidak dapat dideteksi dengan alat GC-MS.
(Gritter, 1991).
2.10 Instrumentasi Kromatografi Gas – Spektrometri Massa (GC-MS)
2.10.1 Instrumentasi Kromatografi Gas
a. Gas Pembawa
Gas pembawa (carrier gas) pada kromatografi gas berfungsi sebagai fase gerak
yang dapat digunakan pada dasarnya haruslah inert, kering, dan bebas oksigen.
b. Injeksi Sampel
Sejumlah kecil sampel yang akan dianalisis diinjeksikan pada mesin
menggunakan semprit kecil.
c. Kolom
Ada dua tipe utama kolom dalam kromatografi gas-cair. Tipe pertama, tube
panjang dan tipis berisi material padatan; Tipe kedua, lebih tipis dan memiliki
2.10.2 Instrumentasi Spektrometri Massa
a. Sumber Ion
Sumber ion adalah bagian MS yang berfungsi untuk mengionkan material
analit. Ion kemudian di transfer oleh medan listrik dan medan magnet ke
massa analizer . Karena ion sangat reaktif dan massa hidupnya singkat,
pembentukan harus di lakukan di ruang vakum, tekanan atmosfer sekitar 760
torr. Pada umumnya, ionisasi di pengaruhi oleh energi sinar yang tinggi dari
elektron, dan pemisahan elektron dicapai dengan meningkatkan dan
memfokuskan sinar ion, yang kemudian di bengkokkan oleh medan magnet
eksternal.
b. Mass Analizer
Mass Analizer memisahkan ion berdasarkan perbandingan massa dengan
muatan. Jika partikel mempunyai muatan sama, energi kinetik sama dan
kecepatan akan bergantung pada massanya. Ion ringan akan mencapai
defaktor terlebih dahulu.
c. Detektor
Detektor merupakan perangkat yang diletakkan pada ujung kolom tempat
keluar fase gerak (gas pembawa) yang membawa komponen hasil pemisahan.
Detektor pada kromatografi adalah suatu sensor elektronik yang berfungsi
mengubah sinyal gas pembawa dan komponen-komponen di dalamnya
menjadi sinyal elektronik. Sinyal elektronik detektor akan sangat berguna
untuk analisis kualitatif maupun kuantitatif terhadap komponen-komponen
yang terpisah di antara fase diam dan fase gerak (Rohman, 2009).
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Alat
- Gelas beaker 500 mL pyrex
- Piknometer 5 mL pyrex
- Neraca analitik Sartorius
- Reaktor pirolisis
- Seperangkat alat destilasi
- Plastik
- Termometer
- Karet
- pH-meter
3.2 Bahan
- limbah kulit kopi
- Aquadest
3.3 Prosedur Penelitian
3.3.1 Pembuatan Asap Cair Dari Limbah Kopi
1. 10 kg limbah kopi dalam wadah kaleng dimasukkan kedalam tungku
2. dihidupkan tungku pengarangan dan asap yang dihasilkan dialirkan ke
kolom pendingin melalui pipa penghubung.
3. Ditampung destilat dalam gelas beaker ketika suhu pemanasan 500°C dan
setiap interval suhu 50°C
4. Dihentikan pemanasan pada saat asap cair tidak menetes lagi
5. Asap cair yang dihasilkan masih bercampur dengan Tar didestilasi
sehingga dihasilkan asap cair yang sudah terpisah dengan Tar.
3.3.2 Penentuan Densitas Asap Cair
1. Ditimbang piknometer kosong
2. Diisi piknometer dengan asap cair hingga penuh tanpa gelembung udara
3. Ditimbang
4. Dilakukan percobaan yang sama sebanyak 3 kali
5. Dicatat hasilnya
3.3.3 Penentuan pH Asap Cair Menggunakan pH-Meter
1. Dilakukan kalibrasi alat pH-meter dengan larutan buffer
2. Dikeringkan elektroda dengan kertas tisu dan dibilas dengan aquadest
3. Dicelupkan elektroda kedalam larutan asap cair sampai pH-meter
menunjukkan pembacaan yang tetap
3.4 Skema Pengambilan Data
3.4.1 Pembuatan Asap Cair Limbah Kopi
Dimasukkan kedalam wadah
pengarangan yang dilengkapi
termometer
Dihidupkan tungku
pengarangan
Dialirkan ke pipa pendingin
melalui tabung
Dicatat suhu pada saat asap
cair pertama kali menetes
Ditampung pada gelas beaker
setiap interval suhu 50C
Dihentikan pembakaran jika
tidak ada lagi cairan yang
menetes
Didestilasi
Analisa pH
Analisa densitas Analisa dengan GC-MS
10 kg limbah kopi
Asap
Campuran asap cair dan Tar
3.4.2 Analisa Densitas Asap Cair
Ditimbang menggunakan
neraca analitik
Diisi dengan asap cair hingga
penuh tanpa gelembung udara
Ditimbang
Dilakukan percobaan yang
sama sebanyak 3 kali
3.4.3 Analisa pH Asap Cair
Dikalibrasi dengan larutan
buffer
Dikeringkan dengan kertas
tisu dan dibilas dengan
aquadest
Dicelupkan kedalam larutan
asap cair sampai
menunjukkan pembacaan
yang tetap
Dicatat hasil pembacaan pada
tampilan Piknometer
Hasil
pH-meter
3.4.4 Analisa Senyawa Menggunakan GC-MS
Disuntikkan kedalam alat
Kromatografi
Gas-Spektrometri Massa
Diamati kromatogram yang
dihasilkan oleh recorder dan
mass recorder serta mass
spectra masing-masing
senyawa
1μl larutan
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh asap cair limbah kopi pada
pemanasan 500C, 550°C dan 600C, dimana asap cair yang dihasilkan
ditampung dengan interval suhu 50C, hal ini dapat dilihat pada tabel 4.1 lalu dilakukan penentuan densitas dan penentuan pH untuk masing-masing perbedaan
suhu tersebut dimana data yang dihasilkan masing-masing terdapat pada tabel 4.2
Sedangkan analisa kandungan senyawa pada masing-masing variasi suhu asap
cair menggunakan alat GC-MS dapat dilihat pada gambar 4.1; 4.2 dan 4.3 dengan
spesifikasi dan kondisi alat GC-MS terlampir.
Tabel 4.1 Volume Asap Cair Pada Berbagai Suhu Pirolisis Limbah Kopi
No Suhu (C) Volume Asap Cair (ml)
1 500 1200
2 550 350
3 600 30
Tabel 4.2 Nilai Densitas Dan pH Asap Cair Pada Berbagai Suhu Pirolisis Limbah Kopi
No Suhu (°C) Densitas pH
1 500 1,030 4,78
2 550 1,038 4,74
Gambar 44.1 Kromat Pada Su
togram Ha uhu Pirolis
asil Analisa sis 500C
Gambar 44.2 Kromat Pada Su
togram Ha uhu Pirolis
asil Analisa sis 550C
Gambar 44.3 Kromat
Pada S
togram Ha Suhu Pirolis
asil Analisa sis 600C
4.2 Pembahasan
4.2.1 Analisa Densitas Asap Cair
Bobot jenis merupakan rasio antara berat suatu sampel dengan volumenya. Dalam
sifat fisik asap cair, bobot jenis tidak berhubungan langsung dengan tinggi
rendahnya kualitas asap cair. Namun bobot jenis dapat menunjukkan banyaknya
komponen di dalam asap cair. Dari penelitian yang dilakukan didapatkan bobot
jenis yang semakin meningkat seiring peningkatan suhu pemanasan. Penentuan
bobot jenis asap cair ini dilakukan dengan menggunakan alat piknometer.
Dari uji penentuan densitas yang dilakukan pada percobaan didapatkan
hasil kenaikan nilai densitas yang tidak jauh berbeda pada masing-masing variasi
suhu asap cair. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan suhu pirolisis berpengaruh
pada nilai densitas dari asap cair limbah kopi. Hasil pengamatan bobot jenis asap
cair pada penelitian ini berkisar antara 1,030 sampai 1,046. Hasil yang didapat
tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Nurhayati (2000) yang menggunakan
bahan pengasap kayu mengium dan tusam dengan bobot jenis asap cair antara
1,019 sampai 1,028. dan hasil penelitian Candra Luditama (2006) yang
menggunakan bahan asap cair dari tempurung kelapa dengan bobot jenis asap cair
antara 1,113 sampai 1,119.
4.2.2 Analisa pH Asap Cair
Nilai pH merupakan salah satu parameter kualitas asap cair yang dihasilkan.
Pengukuran nilai pH ini dilakukan dengan menggunakan alat pH meter.
Pengukuran nilai pH dalam asap cair yang dihasilkan bertujuan untuk mengetahui
tingkat proses penguraian bahan baku untuk menghasilkan asam organik berupa
asap secara pirolisis. Hasil pengukuran pH rata-rata dalam asap cair hasil pirolisis
limbah kopi pada penelitian ini seperti tertera pada tabel 4.2 diatas menunjukkan
dipengaruhi oleh komponen-komponen yang terdekomposisi oleh proses pirolisis
yang berlangsung.
Hemiselulosa dan selulosa adalah komponen kayu yang apabila
terdekomposisi akan menghasilkan senyawa-senyawa asam organik seperti asam
asetat. Nilai pH yang rendah secara keseluruhan berpengaruh terhadap nilai awet
dan daya simpan produk asap ataupun sifat organoleptiknya. Karena pada pH
yang rendah mikroba atau bakteri sebagai pengganggu dalam proses pengawetan
cenderung tidak dapat hidup dan berkembang biak dengan baik. Dari hasil
penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa suhu pirolisis berpengaruh
pada pH asap cair yang dihasilkan. Perbedaan pada nilai pH beberapa asap cair
umunya juga disebabkan oleh perbedaan bahan baku yang digunakan pada
pirolisis.
4.2.3 Analisa Kandungan Senyawa Asap Cair Menggunakan GC-MS
Kandungan senyawa pada asap cair telah dianalisa dengan menggunakan alat
GC-MS dengan spesifikasi dan kondisi sebagaimana terlampir. Terlihat pada gambar
4.1; 4.2 dan 4.3 kromatogram menghasilkan 7 peak yang menunjukkan
masing-masing senyawa yang terkandung pada asap cair suhu 500°C, 7 peak pada asap
cair limbah kopi suhu 550C dan 11 peak yang menunjukkan masing-masing
senyawa yang terkandung pada asap cair suhu 600°C.
Gambar kromatogram diatas masing-masing menunjukkan bahwa
kandungan terbesar yang terdapat pada asap cair limbah kopi adalah senyawa
fenol sekitar 35%, 50% dan 55% dan asam asetat sekitar 41%, 21% dan 28%. Ini
ditandai dengan adanya peak yang tajam dengan waktu retensi 37,579 pada
kromatogram 1 dan peak yang tajam dengan waktu retensi 37,573 pada
Hasil analisa ini juga menunjukkan bahwa perbedaan pada suhu pirolisis
berpengaruh pada kandungan senyawa yang didapatkan pada asap cair. Dari
percobaan dilakukan untuk suhu pirolisis 600°C didapatkan jumlah senyawa
terdeteksi 4 jenis lebih banyak dari pada untuk suhu pirolisis dengan suhu
dibawah itu. Hal ini sebagian besar dikarenakan sebagian senyawa-senyawa
organik pada limbah kopi terdekomposisi pada suhu yang lebih tinggi.
Tabel 4.3 Senyawa Hasil Analisa Asap Cair Suhu Pirolisis 500°C Dengan GC-MS
Puncak Fragmen Nama Senyawa
Tabel 4.4 Senyawa Hasil Analisa Asap Cair Suhu Pirolisis 550C Dengan GC-MS
No Rumus Molekul
Area (%)
Waktu Retensi (Menit)
Puncak Fragmen Nama Senyawa
Yang Diduga
1 C3H6O 13.42 5.629 58, 43, 39 2-propanon
2 C5H8O2 0.62 5.925 397, 377, 357, 344,
332, 321, 302, 286,
869, 258, 244, 222,
208, 193, 171, 151,
121, 108, 96, 74, 58,
43, 39
1-propen-2-ol
asetat
3 C2H6O 2.30 6.391 45 Etil alkohol
4 C2H4O2 28.97 20.890 60, 43, 41 Asam asetat
5 C3H6O2 3.69 23.793 96, 74, 57, 45 Asam propanoat
6 C4H8O2 0.92 26.600 251, 203, 193, 129,
120, 88, 73, 60, 41
Asam butirat
Tabel 4.5 Senyawa Hasil Analisa Asap Cair Suhu Pirolisis 600C Dengan
PuncakFragmen Nama Senyawa
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai pengaruh suhu pirolisis asap
cair limbah kopi terhadap nilai pH, densitas serta kandungan senyawanya, dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Suhu pirolisis berpengaruh pada densitas asap cair yang dihasilkan dimana
nilai densitas asap cair meningkat seiring dengan peningkatan suhu pirolisis.
pada penelitian yang dilakukan didapatkan nilai densitas asap cair terendah
dihasilkan pada suhu pirolisis 500°C sebesar 1,030 dan nilai densitas asap
cair tertinggi dihasilkan pada suhu pirolisis 600°C sebesar 1,046.
2. Suhu pirolisis berpengaruh pada pH asap cair yang dihasilkan dimana nilai
pH mengalami penurunan seiring dengan peningkatan suhu pirolisis,
sehingga asap cair yang dihasilkan semakin bersifat asam. Nilai pH asap cair
limbah kopi terendah dihasilkan pada suhu pirolisis pada suhu 600°C sebesar
4,71 dan nilai pH asap cair tertinggi dihasilkan pada suhu pirolisis 500°C
sebesar 4,78.
3. Suhu pirolisis juga berpengaruh terhadap kandungan senyawa asap cair
limbah kopi dimana hasil analisa GC-MS untuk asap cair menunjukkan
jumlah dan jenis senyawa terdeteksi yang berbeda-beda untuk setiap suhu
pirolisis. hasil analisa GC-MS menunjukkan terdapat 7 senyawa terkandung
ialah senyawa fenol (35,71%) dan asam asetat (41,23%), 7 senyawa pada
suhu pirolisis 550°C dengan kandungan terbesar senyawa fenol (50,08%) dan
asam asetat (28,97%), 11 senyawa pada asap cair suhu pirolisis 600°C dengan
kandungan terbesar senyawa fenol (55,81%) dan asam asetat (21,66%).
5.2 Saran
Pada penelitian ini hanya dilakukan penentuan densitas, kadar pH dan analisa
kandungan senyawa menggunakan GC-MS. Oleh karena itu disarankan pada
penelitian berikutnya perlu diteliti tentang aplikasi asap cair limbah kopi pada
pengawetan bahan pangan.
DAFTAR PUSTAKA
AAK. 1988. Budidaya Tanaman Kopi. Yogyakarta : Penerbit Kanisius.
Bambang, S., Darmadji P., Supryanto, dan Sudarmanto. 1996. Identifikasi Asap Cair Dari Berbagai Jenis Kayu Dan Tempurung Kelapa. Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan I.
Clarke, R. J. dan Macrae, R. 1987. Coffe Technology (Volume 2). London : Elsevier Applied Science.
Darmadji, P. 1995. Produksi Asap Cair dan Sifat-Sifat Fungsionalnya. Yogyakarta : Fakultas Teknologi Pangan Universitas Gajah Mada.
Darmadji, P. 1996. Aktivitas Anti bakteri Asap Cair yang Diproduksi dari Bermacam-macam Limbah Pertanian. Yogyakarta : Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gajah Mada.
Darmadji, P. 1998. Potensi Pencoklatan Fraksi-fraksi Asap Cair Tempurung Kelapa. Yogyakarta : Prosiding Seminar Nasional Pangan Antar Universitas. Universitas Gajah Mada.
Gary, D.C. 1997. Analytical Chemistry. Fifth Edition. New York : John Wiley & Sons, INC.
Girard, J. P. 1992. Smoking in Technology of Meat and Meat Products. New York : Ellis Horwood.
Gritter, R.J. 1991. Pengantar Kromatografi.. Bandung : Penerbit ITB.
Info Ristek. 2005. Tempurung kelapa sawit. Jakarta : Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Vol. 3, No. 1.
Maga, Y.A. 1987. Smoke in Food Processing. Florida : CSRC Press.
McMaster M, C. 2008. GC/MC, A Practical User’s Guide. Second Edition. New York : John Willey and Sons, INC.
Muchtadi, Tien R., Sugiyono, dan Ayustaningwarno, F. 2010. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Bogor : Alfabeta CV.
Najiati, S., dan Danarti. 1997. Kopi, Budidaya Dan Penanganan Lepas Panen. Jakarta : Penebar Swadaya.
Prananta, J. 2005. Pemanfaatan Sabut dan Tempurung Kelapa serta Cangkang Sawit Untuk Pembuatan Asap Cair Sebagai Pengawet Makanan Alami. Lhokseumawe : Universitas Malikussaleh.
Psczola. 1995. Tour Highlights Production and Uses of Smoke Based Flavor. Food Technology.
Rohman, A. 2009. Kromatografi Untuk Analisis Obat. Edisi Pertama. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Tjitrosoepomo, G. 2001. Morfologi Tumbuhan. Yogyakarta : Gajah Mada University Press.
Tranggono, Suhardi, Setiadji, B.A.H. 1997. Produksi Asap Cair dan Penggunaanya pada Pengolahan Beberapa Bahan Makanan Khas Indonesia. Yogyakarta : Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (PUSPITEK).
Widyani, R., Tety, S. 2008. Prinsip Pengawetan Pangan. Cirebon : Swagati Press.
Wulandari, R., Darmadji, P., dan Umar Santosa. 1999. Sifat Antioksidan Asap Cair Hasil Redestilasi Selama Penyimpanan. Yogyakarta : Prosiding Seminar Nasional Pangan.
LAMPIRRAN A. KO LIM
ONDISI OPE MBAH KO
ERASI GC OPI
LAMPIR 500°C
LAMPIRRAN C. SPE SUH
EKTRUM M HU 550°C
LAMPIRRAN D. SP 60
PEKTRUM 00°C