• Tidak ada hasil yang ditemukan

MERANCANG TUGAS UNTUK MENDORONG BERPIKIR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "MERANCANG TUGAS UNTUK MENDORONG BERPIKIR"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

MERANCANG TUGAS UNTUK MENDORONG BERPIKIR KREATIF SISWA DALAM BELAJAR MATEMATIKA

Tatag Yuli Eko Siswono

Jurusan Matematika FMIPA UNESA

Kemampuan berpikir kreatif perlu dikembangkan karena pada standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah mata pelajaran matematika dijelaskan perlunya kemampuan tersebut. Kenyataannya, fokus dan perhatian pada upaya meningkatkan kemampuan berpikir kreatif dalam matematika jarang atau tidak pernah dikembangkan. Kekurangan dalam memperhatikan kemampuan berpikir kreatif tidak sepenuhnya karena ketidakpedulian atau ketidakmauan guru, tetapi karena referensi strategi pembelajaran maupun tugas-tugas yang mendorong kemampuan itu belum diketahui. Untuk itu pada makalah ini akan dijelaskan bagaimana merancang tugas (masalah-masalah) yang mendorong kemampuan berpikir kreatif siswa dalam matematika. Tugas yang dirancang menekankan pada pemecahan dan pengajuan masalah.

Kata Kunci: berpikir kreatif, pemecahan masalah, pengajuan masalah, kefasihan, fleksibilitas, kebaruan

PENDAHULUAN

Kemampuan berpikir kreatif semakin diperlukan untuk masa mendatang, karena tuntutan perkembangan teknologi dan informasi, serta semakin terbatasnya sumber daya alam dan kompleksitas masalah sosial. Dengan terasahnya kemampuan tersebut akan mendorong suatu solusi-solusi dalam menghadapi kehidupan nyata. Hal itu merupakan tugas pendidikan termasuk pendidikan matematika. Kenyataannya, fokus dan perhatian pada upaya meningkatkan kemampuan berpikir kreatif dalam matematika jarang atau tidak pernah dikembangkan. Padahal kemampuan itu yang sangat diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif. Selain itu kemampuan berpikir kreatif sebenarnya melibatkan kemampuan berpikir lainnya.

Kekurangan dalam memperhatikan kemampuan berpikir kreatif tidak sepenuhnya karena ketidakpedulian atau ketidakmauan guru, tetapi karena referensi strategi pembelajaran maupun tugas-tugas yang mendorong kemampuan itu dalam matematika belum diketahui.

(2)

mengartikan berpikir sebagai suatu aktivitas mental untuk membantu memformulasikan atau memecahkan suatu masalah, membuat suatu keputusan, atau memenuhi hasrat keingintahuan (fulfill a desire to understand). Pendapat ini menunjukkan bahwa ketika seseorang merumuskan suatu masalah, memecahkan masalah, ataupun ingin memahami sesuatu, maka ia melakukan suatu aktivitas berpikir.

Berpikir sebagai suatu kemampuan mental seseorang dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, antara lain berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif. Berpikir logis dapat diartikan sebagai kemampuan berpikir siswa untuk menarik kesimpulan yang sah menurut aturan logika dan dapat membuktikan bahwa kesimpulan itu benar (valid) sesuai dengan pengetahuan-pengetahuan sebelumnya yang sudah diketahui. Berpikir analitis adalah kemampuan berpikir siswa untuk menguraikan, memerinci, dan menganalisis informasi-informasi yang digunakan untuk memahami suatu pengetahuan dengan menggunakan akal dan pikiran yang logis, bukan berdasar perasaan atau tebakan. Berpikir sistematis adalah kemampuan berpikir siswa untuk mengerjakan atau menyelesaikan suatu tugas sesuai dengan urutan, tahapan, langkah-langkah, atau perencanaan yang tepat, efektif, dan efesien. Ketiga jenis berpikir tersebut saling berkaitan. Seseorang untuk dapat dikatakan berpikir sistematis, maka ia perlu berpikir secara analitis untuk memahami informasi yang digunakan. Kemudian, untuk dapat berpikir analitis diperlukan kemampuan berpikir logis dalam mengambil kesimpulan terhadap suatu situasi. Selain ketiga jenis berpikir tersebut terdapat jenis berpikir lain, yaitu berpikir kritis dan berpikir kreatif.

Berpikir kritis dan berpikir kreatif merupakan perwujudan dari berpikir tingkat tinggi (higher order thinking). Berpikir kritis dapat dipandang sebagai kemampuan berpikir siswa untuk membandingkan dua atau lebih informasi, misalkan informasi yang diterima dari luar dengan informasi yang dimiliki. Bila terdapat perbedaan atau persamaan, maka ia akan mengajukan pertanyaan atau komentar dengan tujuan untuk mendapatkan penjelasan. Berpikir kritis sering dikaitkan dengan berpikir kreatif.

(3)

kombinasi yang belum dikenal sebelumnya. Berpikir kreatif dapat diartikan sebagai suatu kegiatan mental yang digunakan seorang untuk membangun ide atau gagasan yang baru.

Berpikir kreatif dalam matematika mengacu pada pengertian berpikir kreatif secara umum. Bishop (dalam Pehkonen, 1997) menjelaskan bahwa seseorang memerlukan 2 model berpikir berbeda yang komplementer dalam matematika, yaitu berpikir kreatif yang bersifat intuitif dan berpikir analitik yang bersifat logis. Pandangan ini lebih melihat berpikir kreatif sebagai suatu pemikiran yang intuitif daripada yang logis. Pengertian ini menunjukkan bahwa berpikir kreatif tidak didasarkan pada pemikiran yang logis tetapi lebih sebagai pemikiran yang tiba-tiba muncul, tak terduga, dan di luar kebiasaan.

Pehkonen (1997) memandang berpikir kreatif sebagai suatu kombinasi dari berpikir logis dan berpikir divergen yang didasarkan pada intuisi tetapi masih dalam kesadaran. Ketika seseorang menerapkan berpikir kreatif dalam suatu praktik pemecahan masalah, maka pemikiran divergen yang intuitif menghasilkan banyak ide. Hal ini akan berguna dalam menemukan penyelesaiannya. Pengertian ini menjelaskan bahwa berpikir kreatif memperhatikan berpikir logis maupun intuitif untuk menghasilkan ide-ide.

Dalam tulisan ini berpikir kreatif dipandang sebagai satu kesatuan atau kombinasi dari berpikir logis dan berpikir divergen untuk menghasilkan sesuatu yang baru. Sesuatu yang baru tersebut merupakan salah satu indikasi dari berpikir kreatif dalam matematika. Indikasi yang lain dikaitkan dengan kemampuan berpikir logis dan berpikir divergen.

(4)

membersihkan lantai, menyapu halaman, membersihkan langit-langit, atau mengambil sampah, maka jawaban tersebut tidak menunjukkan variasi meskipun banyak, karena semua menyangkut sapu ijuk untuk membersihkan sesuatu.

Olson (1996) menjelaskan bahwa untuk tujuan riset mengenai berpikir kreatif, kreativitas (sebagai produk berpikir kreatif) sering dianggap terdiri dari dua unsur, yaitu kefasihan dan keluwesan (fleksibilitas). Kefasihan ditunjukkan dengan kemampuan menghasilkan sejumlah besar gagasan pemecahan masalah secara lancar dan cepat. Keluwesan mengacu pada kemampuan untuk menemukan gagasan yang berbeda-beda dan luar biasa untuk memecahkan suatu masalah. Indikasi kemampuan berpikir kreatif ini sama dengan Munandar (1999) tidak menunjukan secara tegas kriteria “baru” sebagai sesuatu yang tidak ada sebelumnya. “Baru” lebih ditunjukkan dari keberagaman (variasi) atau perbedaan gagasan yang dihasilkan.

Haylock (1997) mengatakan bahwa berpikir kreatif hampir dianggap selalu melibatkan fleksibilitas. Bahkan Krutetskii (1976) mengidentifikasi bahwa fleksibilitas dari proses mental sebagai suatu komponen kunci kemampuan kreatif matematis pada siswa-siswa. Haylock (1997) menunjukkan kriteria sesuai tipe Tes Torrance dalam kreativitas (produk berpikir kreatif), yaitu kefasihan artinya banyaknya respons (tanggapan) yang dapat diterima atau sesuai, fleksibilitas artinya banyaknya jenis respons yang berbeda, dan keaslian artinya kejarangan tanggapan (respons) dalam kaitan dengan sebuah kelompok pasangannya. Haylock (1997) mengatakan bahwa dalam konteks matematika, kriteria kefasihan tampak kurang berguna dibanding dengan fleksibilitas. Contoh, jika siswa diminta untuk membuat soal yang nilainya 5, siswa mungkin memulai dengan 6-1, 7-2, 8-3, dan seterusnya. Nilai siswa tersebut tinggi, tetapi tidak menunjukkan kreativitas. Fleksibilitas menekankan juga pada banyaknya ide-ide berbeda yang digunakan. Jadi dalam matematika untuk menilai produk divergensi dapat menggunakan kriteria fleksibilitas dan keaslian. Kriteria lain adalah kelayakan (appropriateness). Respons matematis mungkin menunjukkan keaslian yang tinggi, tetapi tidak berguna jika tidak sesuai dalam kriteria matematis umumnya. Contoh, untuk

menjawab

8

, seorang siswa menjawab 4. Meskipun menunjukkan keaslian yang tinggi

(5)

pengertiannya menjadi fleksibilitas, kefasihan, dan keaslian. Kelayakan atau kegunaan tercakup dalam ketiga aspek tersebut.

Silver (1997) menjelaskan bahwa untuk menilai kemampuan berpikir kreatif anak-anak dan orang dewasa sering digunakan “The Torrance Tests of Creative Thinking (TTCT)”. Tiga komponen kunci yang dinilai dalam kreativitas menggunakan TTCT

adalah kefasihan (fluency), fleksibilitas dan kebaruan (novelty). Kefasihan mengacu pada banyaknya ide-ide yang dibuat dalam merespons sebuah perintah. Fleksibilitas tampak pada perubahan-perubahan pendekatan ketika merespons perintah. Kebaruan merupakan keaslian ide yang dibuat dalam merespons perintah. Dalam masing-masing komponen, apabila respons perintah disyaratkan harus sesuai, tepat atau berguna dengan perintah yang diinginkan, maka indikator kelayakan, kegunaan atau bernilai berpikir kreatif sudah dipenuhi. Indikator keaslian dapat ditunjukkan atau merupakan bagian dari kebaruan. Jadi indikator atau komponen berpikir itu dapat meliputi kefasihan, fleksibilitas dan kebaruan.

PENGAJUAN MASALAH DAN PEMECAHAN MASALAH

Dalam usaha mendorong berpikir kreatif dalam matematika digunakan konsep

masalah dalam suatu situasi tugas. Guru meminta siswa menghubungkan informasi-informasi yang diketahui dan informasi-informasi tugas yang harus dikerjakan, sehingga tugas itu merupakan hal baru bagi siswa (Pehkonen, 1997). Jika ia segera mengenal tindakan atau cara-cara menyelesaikan tugas tersebut, maka tugas tersebut merupakan tugas rutin. Jika tidak, maka merupakan masalah baginya. Jadi konsep masalah tergantung pada waktu dan individu.

Pemecahan masalah diajarkan dan secara eksplisit menjadi tujuan pembelajaran matematika dan tertuang dalam kurikulum matematika. Hal tersebut menurut Pehkonen (1997), karena pemecahan masalah memiliki manfaat, yaitu: (1) mengembangkan keterampilan kognitif secara umum, (2) mendorong kreativitas, (3) pemecahan masalah merupakan bagian dari proses aplikasi matematika, dan (4) memotivasi siswa untuk belajar matematika. Berdasar penjelasan tersebut, maka pemecahan masalah merupakan salah satu cara untuk mendorong kreativitas sebagai produk berpikir kreatif siswa.

(6)

mengatakan bahwa formulasi masalah (problem formulation) dan pemecahan masalah menjadi tema-tema penting dalam penelitian kreativitas. Langkah pertama dalam aktivitas kreatif adalah menemukan (discovering) dan memformulasikan masalah sendiri. Kutipan itu menunjukan bahwa secara umum kemampuan berpikir kreatif dapat dikenali dengan memberikan tugas membuat suatu masalah atau tugas pengajuan masalah.

Dunlap (2001) menjelaskan bahwa pengajuan masalah sedikit berbeda dengan pemecahan masalah, tetapi masih merupakan suatu alat valid untuk mengajarkan berpikir matematis. Moses (dalam Dunlap, 2001) membicarakan berbagai cara yang dapat mendorong berpikir kreatif siswa menggunakan pengajuan masalah. Pertama, memodifikasi masalah-masalah dari buku teks. Kedua, menggunakan pertanyaan-pertanyaan yang mempunyai jawaban ganda. Masalah yang hanya mempunyai jawaban tunggal tidak mendorong berpikir matematika dengan kreatif, siswa hanya menerapkan algoritma yang sudah diketahui.

Penelitian tindakan kelas yang dilakukan Siswono (2005) tentang upaya meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa melalui pengajuan masalah dalam menyelesaikan masalah tentang materi Garis dan Sudut di kelas VII SMPN 6 Sidoarjo menunjukkan bahwa pengajuan masalah dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif, terutama pada aspek kefasihan dan kebaruan, seperti ditunjukkan pada diagram berikut.

Aspek fleksibilitas tidak menunjukkan peningkatan pada dua siklus penelitian itu, karena tugas pengajuan masalah masih relatif baru bagi siswa dan fleksibilitas memerlukan waktu yang lama untuk memunculkannya. Kemungkinan hasilnya akan berbeda jika pada tiap materi diberikan tugas pengajuan masalah dan dibiasakan mengerjakan soal-soal atau masalah yang divergen.

(7)

Penelitian Siswono & Novitasari (2007) tentang kemampuan berpikir kreatif melalui pemecahan masalah tipe ”What’s Another Way” menunjukkan kemampuan berpikir kreatif siswa meningkat. Kemampuan tersebut ditunjukkan melalaui tes berpikir kreatif (TBK) yang dilaksanakan sebanyak 2 kali yaitu TBK I dan TBK II. Data hasil

Berdasar data hasil TBK I dan II dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan untuk siswa yang memenuhi 3 komponen dan 1 komponen berpikir kreatif. Siswa yang memenuhi 1 komponen berpikir kreatif dengan rincian sebagai berikut : pada TBK I yang memenuhi kefasihan yaitu 7 siswa dan tidak ada siswa yang memenuhi fleksibilitas dan kebaruan; pada TBK II yang memenuhi kefasihan yaitu 11 siswa dan fleksibilitas sebanyak 1 siswa dan tidak ada siswa yang memenuhi kebaruan.

Data hasil TBK I dan II menunjukkan terjadi penurunan untuk siswa yang memenuhi 2 komponen berpikir kreatif yaitu dari 9 siswa menjadi 8 siswa. Pada TBK I siswa yang memenuhi kefasihan-fleksibilitas sebanyak 4 siswa, kefasihan-kebaruan sebanyak 5 siswa dan tidak ada siswa yang memenuhi fleksibilitas-kebaruan. Pada TBK II, siswa yang memenuhi kefasihan-fleksibilitas sebanyak 4 siswa, kefasihan-kebaruan sebanyak 4 siswa, dan tidak ada siswa yang memenuhi fleksibilitas-kebaruan.

(8)

Berdasar kajian sebelumnya, maka suatu tugas untuk mendorong berpikir kreatif minimal harus memenuhi ciri seperti diungkapkan Siswono (2006) sebagai berikut.

1. Berbentuk pemecahan masalah atau pengajuan masalah.

2. Bersifat divergen dalam jawaban maupun cara penyelesaian, sehingga memunculkan kriteria fleksibilitas, kebaruan dan kefasihan.

3. Berkaitan dengan lebih dari satu pengetahuan/konsep matematika siswa sebelumnya dan sesuai dengan tingkat kemampuannya, untuk memunculkan pemikiran divergen sebagai karakteristik berpikir kreatif.

4. Informasi harus mudah dimengerti dan jelas tertangkap makna atau artinya, tidak menimbulkan penafsiran ganda dan susunan kalimatnya menggunakan kaidah Bahasa Indonesia yang baik dan benar.

MERANCANG TUGAS UNTUK MENDORONG BERPIKIR KREATIF

Dalam merancang tugas ini perlu diperhatikan bahwa tugas yang ditekankan adalah berbasis masalah divergen. Bentuk tugasnya dapat berupa pemecahan atau pengajuan masalah yang memungkinkan siswa menunjukkan indikator kefasihan, fleksibilitas dan kebaruan. Untuk tugas awal dapat berupa pengajuan masalah yang meminta siswa membuat masalah dari informasi yang disediakan. Pada kegiatan ini indikator yang muncul umumnya kefasihan saja. Kegiatan berikutnya dapat ditingkatkan dengan meminta siswa membuat soal/masalah, setelah menyelesaikan suatu masalah non rutin atau soal aplikasi. Konsep matematika yang digunakan sudah dipelajari sebelumnya atau prasyarat untuk mengerjakan soal itu sudah diketahui siswa dan konteksnya di ketahui juga.

Berikut contoh tugas yang merupakan gabungan pemecahan masalah dan pengajuan masalah untuk siswa kelas VII SMP.

Masalah Luas Persegipanjang Diketahui persegipanjang berikut.

a. Buatlah bangun datar yang luasnya sama dengan luas persegipanjang itu! b. Gambarlah paling sedikit dua bangun datar lain yang luasnya sama dengan luas

persegipanjang itu!

c. Perhatikan satu bangun datar yang telah kamu buat pada bagian b. Tunjukkan cara yang berbeda untuk menemukan atau membuat bangun datar itu!

d. Buatlah paling sedikit dua soal berbeda yang berhubungan dengan persegipanjang dan berikan penyelesaian soal yang kamu buat!

e. Dari soal yang telah kamu buat, adakah yang penyelesaiannya lebih dari satu 12 cm

(9)

Alternatif Penyelesaian Masalah:

a. Cara I: Luas : 12 x 8 = 96 cm2. Segitiga yang luasnya 96 cm2. Luas segitiga = ½  a  t;

Misal t = 10 cm, maka ½  a  t = 96; a = 19,2 cm

Jadi segitiganya adalah:

Keterangan:

Dengan menggunakan analog cara di atas dapat dibuat bangun seperti jajargenjang, belah ketupat atau layang-layang.

Cara II: Dengan melipat atau membuat potongan dari gambar di atas (siswa benar-benar melipat/menggunting gambar).

Cara III: Dengan memberikan tanda potongan/lipatan.

Keterangan:

Dengan menggunakan analog cara di atas dapat dibuat bangun seperti jajargenjang, belah ketupat atau layang-layang.

b. Jawaban ada. Mungkin siswa dengan cara yang sama menghasilkan segitiga yang berbagai jenis. Siswa ini hanya memenuhi kefasihan, tetapi tidak baru. Jika siswa dengan cara yang “sama” atau berbeda menghasilkan

bangun datar yang merupakan

gabungan dari beberapa macam bangun datar

seperti gambar berikut:

19,2 cm

10 cm

10 cm

19,2 cm

19,2 cm

10 cm

I

II

I

II

I

II

III

I

II

(10)

Maka ia dikatakan memenuhi kebaruan.

c. Misalkan bangun datar yang diperhatikan adalah jajargenjang seperti cara II

(Jawaban a). Siswa mencari dengan menggunakan rumus luas jajargenjang. L = a.t = 96 ; a = 8 cm dan t = 12 cm. Jadi luasnya sama.

d.

Soal 1: Berapakah luas persegipanjang itu?

Jawab: L uasnya = (12 x 8) cm

2

= 96 cm

2

Soal 2: Berapakah keliling persegipanjang itu?

Jawab: K = 2 (p + l) = 2 (12 + 8) = 40 cm

Soal 3: Sebuah stiker berbentuk persegipanjang dengan ukuran (12 x 8)

cm

2

digunakan untuk menutup ubin dengan tidak ada yang saling

menumpuk yang luasnya 96 m

2

. Berapa banyak stiker yang

digunakan?

Jawab:

Luas stiker = 12 x 8 = 96 cm2.

Luas ubin = 96 m2 = 96 x 10.000 = 960.000 cm2 Banyak stiker adalah 960.000  96 = 10.000 buah.

Soal 4: Bila persegipanjang itu merupakan ukuran sebuah foto, berapa ukuran pigura berbentuk persegipanjang yang digunakan untuk menempatkan foto itu?

Jawab:

Cara I: (Dibuat sketsa dengan selisih panjang dan lebar sama) Bila selisih dengan luar 1 cm, maka akan didapat gambar berikut.

panjang pigura = 1 + 12 + 1 = 14 cm lebar pigura = 1 + 8 + 1 = 10 cm.

Jadi ukuran pigura adalah 10 cm x 14 cm.

Cara II: (Analisis perhitungan) Ukuran foto: 12 cm x 8 cm

Ukuran pigura harus lebih besar dari ukuran foto, misalkan 2 kali dari besar foto, sehingga ukurannya 2 x 12 x 8 = 192 cm2.

Misalkan panjang dibuat 14 cm, maka lebarnya adalah 19214 = 1375

5

12 cm

(11)

Cara III: (Sketsa dengan selisih yang tidak sama, sehingga bentuknya persegi)

panjang pigura = 2 + 12 + 2 = 18 cm lebar pigura = 5 + 8 + 5 = 18 cm. Jadi ukuran pigura adalah 18 cm x 18 cm.

Keterangan:

Bila siswa membuat soal setipe dengan soal 1 dan 2, maka ia memenuhi kefasihan. Bila soal yang dibuat seperti 1 dan 3, 2 dan 4, atau 3 dan 4, maka siswa memenuhi kebaruan.

e. Alternatif jawaban seperti soal 4 di atas.

PENUTUP

Tugas memiliki peran penting dalam pembelajaran matematika. Tugas yang berupa masalah dapat menjadi pedoman dalam mengarahkan tujuan pembelajaran matematika yang diharapkan, seperti mendorong berpikir kreatif, bekerjasama atau mencapai kemampuan akademik. Peran lain adalah untuk memotivasi dan menarik minat siswa, serta evaluasi pembelajaran.

Tugas perlu disesuaikan dengan tujuan utama pembelajaran, strategi atau rancangan pembelajaran yang diharapkan, tingkat kemampuan siswa, dan sarana prasarana yang tersedia. Tugas yang berupa pemecahan atau pengajuan masalah dapat digunakan untuk mendorong berpikir kreatif. Karena kemampuan berpikir kreatif mempunyai tingkat/level tertentu, maka pada perancangan pembelajaran perlu dipilih model tugas pemecahan atau pengajuan masalah yang sesuai. Contoh bila siswa belum biasa dengan pengajuan masalah atau pemecahan masalah, maka diberikan model tugas yang lebih mendorong pada kefasihan siswa menjawab masalah yang divergen. Selanjutnya diberikan tugas yang menekankan pada kebaruan atau fleksibilitas. Tugas perlu dipertimbangkan untuk menggunakan sarana prasarana yang mudah, murah, terjangkau, dan efektif. Misalkan menggunakan benda-benda kontekstual yang ada di lingkungannya.

(12)

DAFTAR PUSTAKA

Dunlap, James (2001). Mathematical Thinking. http://www.mste.uiuc.edu/courses/ ci431sp02/students/jdunlap/ WhitePaperII Download November 21, 2003 Evans, James R. (1991). Creative Thinking in the Decision and Management Sciences.

Cincinnati: South-Western Publishing Co.

Haylock, Derek. (1997). Recognising Mathematical Creativity in Schoolchildren. http://www.fiz.karlsruhe.de/fiz/publications/zdm ZDM Volum 29 (June 1997) Number 3. Electronic Edition ISSN 1615-679X. Download 6 Agustus 2002 Krutetskii, V.A. (1976). The Psychology of Mathematical Abilities in Schoolchildren.

Chicago: The University of Chicago Press

Munandar, S.C. Utami. (1999). Mengembangkan Bakat dan KreativitasAnak Sekolah. Petunjuk Bagi Para Guru dan Orang Tua. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia

Olson, Robert W. (1996). Seni Berpikir Kreatif. Sebuah Pedoman Praktis. (Terjemahan Alfonsus Samosir). Jakarta: Penerbit Erlangga

Pehkonen, Erkki (1997). The State-of-Art in Mathematical Creativity. http://www.fiz.karlsruhe.de/fiz/publications/zdm ZDM Volum 29 (June 1997) Number 3. Electronic Edition ISSN 1615-679X. Download 6 Agustus 2002 Ruggiero, Vincent R. (1998). The Art of Thinking. A Guide to Critical and Creative

Thought. New York: Longman, An Imprint of Addison Wesley Longman, Inc. Silver, Edward A. (1997). Fostering Creativity through Instruction Rich in Mathematical Problem Solving and Thinking in Problem Posing. http://www.fiz.karlsruhe.de/fiz/publications/zdm ZDM Volum 29 (June 1997) Number 3. Electronic Edition ISSN 1615-679X. Download 6 Agustus 2002s Siswono, Tatag Yuli Eko (2005). Upaya Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif

Siswa Melalui Pengajuan Masalah. Jurnal terakreditasi “Jurnal Pendidikan

Matematika dan Sains”, FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta. Tahun X, No. 1, Juni 2005. ISSN 1410-1866, hal 1-9.

Siswono, Tatag Y.E., Novitasari, Whidia. (2007). Meningkatkan Kemampuan Berpikir

Kreatif Melalui Pemecahan Masalah tipe ”What’s Another Way”. Jurnal Pendidikan Matematika “Transformasi”. ISSN 1978-7847, Volume 1 Nomer 1 Oktober 2007, hal. 45-61

Siswono, Tatag Yuli Eko (2006). Desain Tugas untuk Mengidentifikasi Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa dalam Matematika. Jurnal terakreditasi “Pancaran

Referensi

Dokumen terkait

( gastric lipase ) yang juga aktif terhadap asam lemak rantai pendek dan sedang,. kemudian dapat memasuki sirkulasi via vena porta juga

SIDa adalah keseluruhan proses dalam satu sistem untuk menumbuhkembangkan inovasi yang dilakukan antarinstitusi pemerintah, pemda, lembaga kelitbangan, lembaga pendidikan,.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kompetisi tanaman padi dengan gulma menurunkan tinggi tanaman, jumlah anakan produktif, jumlah gabah isi per malai, bobot kering tajuk dan

Memperhatikan ketentuan dalam Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010 Sebagaimana di ubah terakhir dengan peraturan presiden nomor 4 tahun 2015 tentang pengadaan barang

Gagasan ini mewarnai karya Cohan yang menyatakan bahwa potret maskulinitas dalam krisis identitas bukan hanya merupakan kecemasan kelas baru yang hanya symptomatic tetapi

Tentu saja, penting juga bagi Anda untuk tahu bisnis waralaba apa saja yang sukses di Indonesia jika Anda berniat untuk menjadi salah satu pelaku bisnis waralaba.. Berikut

Bagaimana interaksi persaingan yang dilakukan oleh Amerika Serikat dan Cina di kawasan Asia Pasifik dalam perebutan pengaruh ekonomi melalui TPP dan RCEP. 1.3

Dengan ini kami beritahukan bahwa berdasarkan hasil evaluasi administrasi dan teknis dokumen prakualifikasi perusahaan Saudara telah masuk dalam calon Daftar Pendek untuk