• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kesantunan Imperatif dalam Novel 2 Karya Donny Dhirgantoro

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Kesantunan Imperatif dalam Novel 2 Karya Donny Dhirgantoro"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

KESANTUNAN IMPERATIF DALAM NOVEL

2

KARYA DONNY DHIRGANTORO

SKRIPSI OLEH:

TIO MARSELINA SIADARI 090701026

DEPARTEMEN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan pada suatu perguruan tinggi dan sepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacuh dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila pernyataan yang saya perbuat ini tidak benar maka saya bersedia menerima sanksi berupa pembatalan gelar kesarjanaan yang saya peroleh.

Medan, September 2013 Hormat saya,

(3)

KESANTUNAN IMPERATIF DALAM NOVEL

2

KARYA

DONNY DHIRGANTORO

OLEH

TIO MARSELINA SIADARI ABSTRAK

(4)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini. Skripsi ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana sastra pada Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara. Adapun judul skripsi ini adalah “Kesantunan Imperatif dalam Novel 2 Karya Donny Dhirgantoro”.

Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis banyak mendapat bantuan moril maupun materil dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang setulusnya kepada:

1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A. sebagai Dekan Fakultas Ilmu Budaya, USU. 2. Bapak Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M.Si. sebagai Ketua Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, USU.

3. Bapak Drs. Haris Sutan Lubis, M.Sp. sebagai Sekertaris Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, USU.

4. Bapak Drs. Asrul Siregar, M.Hum. sebagai pembimbing I, yang telah memberikan dorongan, perhatian dan bimbingan kepada penulis selama menyelesaikan skripsi ini

(5)

7. Seluruh staf pengajar dan pegawai Fakultas Ilmu Budaya, USU, khususnya staf pengajar Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, USU yang telah memberikan berbagai materi perkuliahan.

8. Teristimewa kepada kedua orang tua saya tercinta, bapak (Alm.) Martua Siadari dan ibu Arlina Situmeang yang dengan penuh kasih membesarkan, melindungi, mendukung dan senantiasa mendoakan penulis di dalam menjalani hidup, terutama di dalam menjalani perkuliahan.

9. Kepada kedua kakak saya, Siska Siadari dan Eva Siadari dan adik saya, Renaldi Siadari, serta seluruh keluarga saya yang sangat setia mendampingi dan memberikan dorongan dan motivasi dalam menyelesaikan skripsi ini.

10.Semua teman-teman seperjuangan stambuk 09: Kristiyanti, Siska, Rina, Iska, Ashima, Ribka, Nita, Merlyn, Diana, Mays, Jeny, Yanti, Tiur, Kristina, Norton, Andi, Supriyadi, Desy, Intan, dan Yonelda dalam menyelesaikan skripsinya masing-masing selalu memberikan semangat dan saling bertukar pikiran yang sangat membantu penulis, khususnya sahabat saya Kristiyanti Manik, terima kasih sudah menjadi sahabat yang baik buat penulis.

Akhirnya, penulis berharap skripsi ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan pembaca mengenai Kesantunan Imperatif dalam Novel 2 Karya Donny Dhirgantoro.

Medan, September 2013 Penulis,

(6)

DAFTAR ISI

HAL

PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

PRAKATA ... iii

DAFTAR ISI ... iv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Batasan Masalah ... 4

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 5

1.4.1 Tujuan Penelitian ... 5

1.4.2 Manfaat Penelitian ... 5

1.4.2.1 Manfaat Teoritis ... 5

1.4.2.2 Manfaat Praktis ... 5

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA . 6 2.1 Konsep ... 6

2.1.1 Kesantunan ... 6

2.1.2 Imperatif ... 6

2.1.3 Novel 2 ... 6

(7)

2.2.1 Pragmatik ... 7

2.2.2 Kalimat Imperatif ... 8

2.2.3 Kesantunan Berbahasa ... 11

2.2.4 Konteks Situasi ... 17

2.3 Tinjauan Pustaka ... 19

BAB III METODE PENELITIAN ... 21

3.1 Sumber Data ... 21

3.2 Populasi dan Sampel ... 21

3.2.1 Populasi ... 21

3.2.2 Sampel ... 21

3.3 Metode dan Teknik Penelitian ... 22

3.3.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ... 22

3.3.2 Metode dan Teknik Analisis Data ... 23

BAB IV KESANTUNAN IMPERATIF DALAM NOVEL 2 KARYA DONNY DHIRGANTORO ... 25

4.1 Kesantunan Imperatif dalam novel 2 karya Donny Dhirgantoro ... 25

4.2 Makna Pragmatik Imperatif dalam novel 2 karya Donny Dhirgantoro. 43

BAB V SIMPULAN DAN SARAN……… 59

5.1 Simpulan……….. 59

(8)

KESANTUNAN IMPERATIF DALAM NOVEL

2

KARYA

DONNY DHIRGANTORO

OLEH

TIO MARSELINA SIADARI ABSTRAK

(9)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Kajian mengenai bahasa menjadi suatu kajian yang tidak pernah habis untuk dibicarakan karena bahasa telah menjadi bagian dari kehidupan manusia. Bahasa adalah alat komunikasi bagi manusia dalam menyampaikan ide, gagasan, perasaan atau pesan kepada orang lain (Chaer dan Agustina, 1995: 14). Melalui bahasa dapat terungkap sesuatu yang ingin disampaikan pembicara kepada orang lain sehingga orang dapat mendengar, mengerti, serta merasakan apa yang dimaksud.

(10)

Novel 2 karya Donny Dhirgantoro berkisah tentang seorang anak bernama Gusni yang kelebihannya adalah kekurangannya. Pada usianya yang ke-18 tahun, Gusni harus menghadapi kenyataan pahit yang selama ini disimpan rapat keluarganya mengenai penyakit Gusni. Gusni memutuskan untuk bertahan hidup melalui bulutangkis. Walaupun tubuh tambunnya berbobot 125 kg ini sering diejek dan terlihat aneh di lapangan bulutangkis, namun ia tetap semangat dan pantang menyerah. Andi Hariyanto Maulana, pelatih legenda badminton tanah air, yang selalu menyemangati Gusni dengan sebait kata, “jangan pernah meremehkan kekuatan seorang manusia, karena Tuhan sedikitpun tidak pernah”. Kata-kata yang bukan saja menjadi pelecut semangat Gusni namun juga keluarganya. Akhirnya, berkat keyakinan dan kerja keras, bersama sang kakak, Gita, Gusni berhasil membawa nama baik Indonesia dalam pertandingan khatulistiwa terbuka. Sebuah keberhasilan di tengah kekurangan hidupnya.

Novel ini mengajak pembaca untuk tidak pernah berputus asa dengan segala ketidaksempurnaan yang ada disekitar kita. Ketidaksempurnaan yang harus disyukuri dan dicintai agar manusia terus berani berjuang meraih mimpi.

(11)

“Jangan pernah meremehkan kekuatan seorang manusia, karena Tuhan sedikitpun tidak pernah”

“Silakan.. teh buatan Gusni.. buat papa sama mama”

Tuturan imperatif pertama memiliki makna pragmatik larangan untuk tidak pernah putus asa dalam hal apapun. Tuturan imperatif larangan ini ditandai dengan adanya pemarkah jangan. Tuturan imperatif kedua memiliki makna pragmatik persilaan, yang ditandai dengan adanya pemarkah silakan. Ke dua tuturan ini dapat mewakili seluruh tuturan dalam novel yang menunjukkan bahwa novel tersebut memiliki makna pragmatik yang berbeda-beda. Hal ini lah yang membuat peneliti tertarik untuk meneliti kesantunan imperatif yang terdapat dalam novel 2 karya Donny Dhirgantoro tersebut.

Kesantunan (kesopansantunan) sama dengan tata krama atau etiket. Kesantunan atau etiket adalah tata cara, adat, atau kebiasaan yang berlaku dalam suatu masyarakat beradab untuk memelihara hubungan baik antara sesama manusia. Kesantunan merupakan aturan perilaku yang ditetapkan dan disepakati bersama oleh suatu masyarakat tertentu sehingga kesantunan sekaligus menjadi persyaratan yang disepakati dalam perilaku sosial (Sibarani, 2004:170).

(12)

Dengan kata lain, suatu ujaran dikatakan santun atau tidak berdasarkan batasan-batasan yang dilakukan oleh peserta tutur (komunikasi) mengenai apa yang boleh dikatakan dan bagaimana cara mengujarkannya. Oleh karena itu, konteks ujaran hubungan antara penutur dan petutur sangat

1.2 Rumusan Masalah

menentukan kesantunan sebuah bentuk bahasa.

Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dikemukakan di atas, permasalahan dalam penelitian ini dapat dikemukakan sebagai berikut. 1. Bagaimanakah wujud kesantunan imperatif yang terdapat dalam novel 2 karya Donny Dhirgantoro?

2. Bagaimanakah makna pragmatik imperatif yang terdapat dalam novel 2 karya Donny Dhirgantoro?

1.3 Batasan Masalah

(13)

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah

1. Memaparkan wujud kesantunan pragmatik imperatif novel 2 karya Donny Dhirgantoro.

2. Mengidentifikasikan makna pragmatik imperatif novel 2 karya Donny Dhirgantoro.

1.4.2 Manfaat Penelitian 1.4.2.1 Manfaat Teoritis

Secara teoritis, manfaat hasil penelitian ini adalah:

1. Menambah wawasan dan pengetahuan penulis serta masyarakat mengenai kesantunan berbahasa dalam tuturan-tuturan kalimat imperatif yang terdapat dalam novel.

2. Menjadi sumber masukan bagi peneliti lain yang ingin meneliti skala kesantunan tuturan-tuturan kalimat imperatif yang terdapat dalam novel.

1.4.2.2 Manfaat Praktis

(14)

BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep

Konsep adalah gambaran mental dari objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal tersebut (Kridalaksana, 1984:106).

2.1.1 Kesantunan

Kesantunan merupakan aturan perilaku yang ditetapkan dan disepakati bersama oleh suatu masyarakat tertentu sehingga kesantunan sekaligus menjadi persyaratan yang disepakati oleh perilaku sosial. Oleh karena itu, kesantunan ini biasa disebut “tatakrama” (Sibarani, 2004:170). Kesantunan berbahasa tercermin dalam tatacara berkomunikasi lewat tanda verbal atau tatacara berbahasa.

2.1.2 Imperatif

Imperatif adalah bentuk kalimat atau verba untuk mengungkapkan perintah, keharusan atau larangan melaksanakan perbuatan (Kridalaksana, 2001:81). Perintah tidak hanya diartikan sebagai perintah untuk melakukan sesuatu, tetapi juga sebagai perintah untuk tidak melakukan sesuatu yang disebut larangan.

2.1.3 Novel 2

(15)

nama baik Indonesia dalam pertandingan khatulistiwa bulu tangkis terbuka. Sebuah keberhasilan di tengah kekurangan hidupnya. Novel ini mengajak pembaca untuk tidak pernah berputus asa dengan segala ketidaksempurnaan yang ada disekitar kita. Ketidaksempurnaan yang harus disyukuri dan dicintai agar manusia terus berani berjuang meraih mimpi.

2.2 Landasan Teori 2.2.1 Pragmatik

Di dalam Kamus Linguistik, Kridalaksana (1984:159) disebutkan: pragmatik adalah syarat-syarat yang mengakibatkan serasi tidaknya pemakaian bahasa dalam komunikasi; pragmatika adalah 1. cabang semiotika yang mempelajari asal-usul, pemakaian dan akibat lambang dan tanda; 2. ilmu yang menyelidiki pertuturan, konteksnya, dan maknanya.

Definisi di atas memberikan gambaran bahwa pragmatik sebagai bidang linguistik berusaha mengungkapkan kaidah-kaidah yang ada dalam pertuturan, hubungan antara tuturan dengan konteks, serta makna kata yang diambil sebagai akibat dari perhubungan antara tuturan dengan konteksnya.

Leech (1993: 8), mengemukakan pragmatik adalah bidang linguistik yang mengkaji makna dalam hubungannya dengan situasi-situasi tutur (speech situations

Yule (2006:3) berpendapat bahwa pragmatik adalah studi tentang makna yang disampaikan oleh penutur (penulis) ditafsirkan oleh pendengar (pembaca). Pragmatik berhubungan dengan analisis tentang apa yang dimaksudkan orang dengan tuturan-tuturannya daripada dengan makna terpisah dari kata atau frasa

(16)

yang digunakan dalam tuturan itu sendiri. Pragmatik adalah studi tentang maksud penutur yang perlu melibatkan penafsiran tentang apa yang dimaksudkan orang di dalam suatu konteks khusus dan bagaimana konteks itu berpengaruh terhadap apa yang dikatakan.

2.2.2 Kalimat Imperatif

Istilah ”imperatif ” lazim digunakan untuk menunjuk salah satu tipe kalimat bahasa Indonesia, yakni imperatif. Alisjahbana (dalam Rahardi, 2010) mengartikan sosok kalimat perintah sebagai ucapan yang isinya memerintah, memaksa, menyuruh, mengajak, meminta, agar orang yang diperintah itu melakukan apa yang dimaksudkan di dalam perintah itu. Berdasarkan maknanya, yang dimaksudkan dengan aktivitas memerintah itu adalah praktik memberitahukan kepada mitra tutur bahwa penutur menghendaki orang yang diajak bertutur itu melakukan apa yang sedang diberitahukannya.

Wujud imperatif adalah realitas maksud imperatif. Wujud imperatif dalam bahasa Indonesia mencakup dua macam, yakni (1) wujud imperatif formal atau struktural dan (2) wujud imperatif pragmatik atau nonstruktural. Wujud formal imperatif adalah realisasi maksud imperatif dalam bahasa Indonesia menurut ciri struktural atau ciri formalnya. Sedangkan, wujud pragmatik imperatif adalah realisasi maksud imperatif menurut makna pragmatiknya. Makna yang demikian itu sangat ditentukan oleh konteks situasi tutur yang melatarbelakangi munculnya tuturan imperatif itu.

Contoh:

(17)

Informasi indeksal:

Tuturan seorang kepala negara kepada masyarakat umum di dalam acara televisi pada saat isu akan diseminarkannya pidato Nawaksara semakin merebak.

Secara linguistik, tuturan di atas berkontruksi imperatif yang digunakan untuk menyatakan maksud persilaan. Namun, dari sisi pragmatiknya tuturan tersebut ditafsirkan sebagai sebuah perintah larangan untuk tidak mengadakan seminar tersebut.

Menurut Rahardi ada 17 macam makna pragmatik imperatif di dalam bahasa Indonesia, antara lain:

1. makna pragmatik imperatif perintah; secara struktural, makna imperatif perintah ditandai oleh pemarkah kesantunan sudi kiranya dan sudilah kiranya. 2. makna pragmatik imperatif suruhan; secara struktural, makna imperatif

suruhan ditandai oleh pemarkah kesantunan coba.

3. makna pragmatik imperatif permintaan; secara struktural ditandai oleh pemarkah kesantunan tolong dan mohon.

4. makna pragmatik imperatif permohonan; struktural ditandai oleh pemarkah kesantunan mohon, dimohon dan partikel -lah

5. makna pragmatik imperatif desakan; secara struktural ditandai oleh pemarkah kesantunan harus dan harap.

6. makna pragmatik imperatif bujukan; secara struktural ditandai oleh pemarkah kesantunan ayo dan tolong.

(18)

8. makna pragmatik imperatif persilaan; secara struktural ditandai oleh pemarkah kesantunan silakan dan dipersilakan.

9. makna pragmatik imperatif ajakan; secara struktural ditandai oleh pemarkah kesantunan mari dan ayo.

10.makna pragmatik imperatif permintaan izin; secara struktural ditandai oleh pemarkah kesantunan boleh dan biar.

11.makna pragmatik imperatif mengizinkan; secara struktural ditandai oleh pemarkah kesantunan silakan.

12.makna pragmatik imperatif larangan; secara struktural ditandai oleh pemarkah kesantunan jangan, dilarang, tidak diperkenankan, dan tidak diperbolehkan. 13.makna pragmatik imperatif harapan; secara struktural ditandai oleh pemarkah

kesantunan semoga dan harap.

14.makna pragmatik imperatif umpatan; secara struktural ditandai oleh pemarkah kesantunan mampus.

15.makna pragmatik imperatif pemberian ucapan selamat; secara struktural ditandai oleh pemarkah kesantunan selamat.

16.makna pragmatik imperatif anjuran; secara struktural ditandai oleh pemarkah kesantunan hendaknya, hendaklah dan sebaiknya.

(19)

2.2.3 Kesantunan Berbahasa

Terdapat tiga macam teori yang dapat dijadikan dasar atau pijakan di dalam penelitian kesantunan pragmatik tentang imperatif dan pemakaian tuturan imperatif di dalam bahasa Indonesia. Ketiga teori itu adalah (1) teori tindak tutur, (2) teori pranggapan, implikatur, dan entailment, dan (3) teori kesantunan bahasa.

John R. Searle (1983) dalam bukunya Speech Act: An Essay in The Philosophy of Language menyatakan bahwa dalam praktik penggunaan bahasa

terdapat tiga macam tindak tutur, antara lain tindak lokusioner, tindak ilokusioner, dan tindak perlokusi. Tindak lokusioner adalah tindak bertutur dengan kata, frasa, dan kalimat sesuai dengan makna yang dikandung oleh kata, frasa, dan kalimat itu. Tindak ilokusioner adalah tindak melakukan sesuatu dengan maksud dan fungsi tertentu pula. Tindak perlokusi adalah tindak menumbuhkan pengaruh kepada mitra tutur.

(20)

semakin tidak tembus psndang maksud tuturan tersebut akan semakin tidak langsunglah maksud tuturan itu. Apabila kejelasan pragmatik itu dikaitkan dengan kesantunan, semakin jelas maksud sebuah tuturan akan semakin tidak santunlah tuturan itu, demikian sebaliknya, semakin tidak tembus pandang maksud suatu tuturan akan menjadi semakin santunlah tuturan itu.

Makna pragmatik tuturan di dalam pertuturan tidaklah hanya didapatkan dari tuturan tersebut, tetapi juga didapatkan dari informasi indeksalnya. Dengan perkataan lain, makna yang tersurat pada sebuah tuturan tidaklah selalu sama dengan makna yang tersirat dalam pertuturan itu. Makna yang tersirat itu dapat diperoleh dengan mencermati konteks yang menyertai munculnya tuturan itu, yakni melalui praanggapan, implikatur, dan entailment.

Menurut Kridalaksana (1984:159) praanggapan adalah syarat yang diperlukan bagi benar tidaknya suatu kalimat; misalnya ’ia bergadang’ adalah praanggapan bagi kebenaran kalimat ’barang dagangannya sangat laku.’ Praanggapan pragmatik adalah apabila dalam suatu ucapan mempunyai praanggapan yang menyatakan siapa pembicara atau pendengar, seperti keadaan dengan honorifik, misalnya pemakaian kata ’beliau’ di bahasa Indonesia mempunyai praanggapan pragmatik bahwa yang dibicarakan adalah seseorang yang terhormat.

(21)

kaitannya dengan konteks di mana ke dua kalimat itu diucapkan, misalnya ’rumahmu bagus sekali’ yang memiliki implikatur pujian. Inilah yang disebut implikatur percakapan.

Menurut Yule (2006: 43) Entailmen adalah sesuatu yang secara logis ada atau mengikuti apa yang ditegaskan di dalam tuturan. Yang memiliki entailmen adalah kalimat, bukan penutur.

Kesantunan bahasa menurut Leech (1993) menyangkut hubungan antara peserta komunikasi, yaitu penutur dan pendengar. Oleh sebab itu, penutur menggunakan strategi dalam melakukankan suatu tuturan dengan tujuan agar kalimat yang dituturkan santun tanpa menyinggung pendengar. Prinsip kesantunan adalah peraturan dalam percakapan yang mengatur penutur (penyapa) dan petutur (pesapa) untuk memperhatikan sopan santun dalam percakapan. Dengan kata lain, suatu ujaran dikatakan santun atau tidak berdasarkan batasan-batasan yang dilakukan oleh peserta tutur (komunikasi) mengenai apa yang boleh dikatakan dan bagaimana cara mengujarkannya. Oleh karena itu, konteks ujaran hubungan antara penutur dan petutur sangat menentukan kesantunan sebuah bentuk bahasa. Kesantunan merupakan sebuah fenomena dalam kajian pragma

Di dalam model kesantunan Leech (1993:194), setiap maksim interpersonal dapat dimanfaatkan untuk menentukan peringkat kesantunan sebuah tuturan. Skala kesantunan yang disampaikan Leech, antara lain:

tik.

1. Cost-benefit scale (skala kerugian dan keuntungan)

(22)

tersebut merugikan diri penutur, akan semakin dianggap santunlah tuturan itu. Demikian sebaliknya, semakin tuturan itu menguntungkan diri penutur akan semakin dianggap tidak santunlah tuturan itu. Apabila hal yang demikian itu dilihat dari kacamata si mitra tutur dapat dikatakan bahwa semakin menguntungkan diri mitra tutur, akan semakin dipandang tidak santunlah tuturan itu. Demikian sebaliknya, semakin tuturan itu merugikan diri si mitra tutur, akan dianggap semakin santunlah tuturan itu.

Contoh:

“Hidupkan kipas angin, jika AC-nya rusak!”

Tuturan di atas merupakan tuturan yang tidak santun karena maksud perintah yang disampaikan oleh penutur tersebut memberikan kerugian kepada mitra tutur untuk melakukan apa yang diinginkan oleh penutur dalam tuturannya. 2. Optionality scale (skala pilihan)

Skala ini menunjuk kepada banyak atau sedikitnya pilihan (options) yang disampaikan si penutur kepada mitra tutur di dalam kegiatan bertutur. Semakin pertuturan itu memungkinkan penutur atau mitra tutur menentukan pilihan yang banyak dan leluasa, akan dianggap semakin santunlah tuturan itu. Sebaliknya, apabila pertuturan itu sama sekali tidak memberikan kemungkinan memilih bagi si penutur dan si mitra tutur, tuturan tersebut akan dianggap tidak santun.

Contoh:

(23)

Tuturan di atas merupakan tuturan yang santun karena maksud persilaan yang disampaikan oleh seorang dosen kepada mahasiswanya memberikan banyak alternatif atau pilihan tindakan kepada mahasiswanya ketika belajar suatu mata kuliah, yakni membaca dan mendiskusikan tentang pragmatik.

3. Indirectness scale (skala ketidaklangsungan)

Skala ini menunjuk kepada peringkat langsung atau tidak langsungnya maksud sebuah tuturan. Semakin tuturan itu bersifat langsung akan dianggap semakin tidak santunlah tuturan itu. Demikian sebaliknya, semakin tidak langsung maksud sebuah tuturan, akan dianggap semakin santunlah tuturan itu.

Contoh:

“Dimohon sabar, semua akan dilayani”

Penanda kesantunan mohon pada tuturan tersebut sudah dapat menyatakan bahwa tuturan di atas merupakan tuturan yang santun, dimana maksud permohonan dari tuturan tersebut dinyatakan secara tidak langsung kepada orang yang sebenarnya tidak sabar untuk segera dilayani.

4. Authority scale (skala keotoritasan)

Skala ini menunjuk kepada hubungan status sosial antara penutur dan mitra tutur yang terlibat dalam pertuturan. Semakin jauh jarak peringkat sosial (rank rating) antara penutur dengan mitra tutur, tuturan yang digunakan akan

(24)

Contoh:

“Maaf Pak, kemarin saya tidak dapat mengikuti ujian. Mohon Bapak dapat memberikan ujian susulan kepada saya.”

Tuturan di atas merupakan tuturan permohonan yang santun. Mahasiswa sebagai penutur dalam tuturan di atas memiliki status yang lebih rendah daripada dosennya sebagai mitra tuturnya, sehingga mahasiswa secara otomatis akan menyampaikan maksud dari tuturannya secara santun.

5. Social distance scale (skala jarak sosial)

Skala ini menunjuk kepada peringkat hubungan sosial antara penutur dan mitra tutur yang terlibat dalam sebuah pertuturan. Ada kecenderungan bahwa semakin dekat jarak peringkat sosial di antara keduanya, akan menjadi semakin kurang santunlah tuturan itu. Demikian sebaliknya, semakin jauh jarak peringkat sosial antara penutur dengan mitra tutur, akan semakin santunlah tuturan yang digunakan itu. Dengan perkataan lain, tingkat keakraban hubungan antara penutur dengan mitra tutur sangat menentukan peringkat kesantunan tuturan yang digunakan dalam bertutur.

Contoh:

“tenang..tenanglah dulu, Pong!”

(25)

Berdasarkan ketiga teori di atas, maka teori yang dipakai dalam penelitian ini adalah teori kesantunan bahasa. Adapun alasan pemilihan teori tersebut karena teori inilah yang sampai saat ini dijadikan tolak ukur untuk menilai kesantunan suatu bahasa. Teori kesantunan berbahasa merupakan sebagian kiat berbahasa yang mendukung keberhasilan penyampaian pesan (berkomunikasi) yang juga berhubungan dengan kebudayaan masyarakat penuturnya terhadap citra diri seseorang di tengah masyarakatnya.

2.2.4 Konteks Situasi

Konteks situasi atau peristiwa tutur merupakan interaksi linguistik dalam suatu ujaran atau lebih melibatkan dua pihak, yakni penutur dan lawan tutur dengan satu pokok tuturan, di dalam waktu, tempat dan situasi tertentu (Chaer dan Agustina, 1995: 47). Suatu konteks harus memenuhi delapan komponen yang diakronimkan sebagai S-P-E-A-K-I-N-G oleh Hymes (dalam Chaer dan Agustina, 1995: 48). Komponen tersebut adalah :

(26)

2. P (participants), pihak-pihak yang terlibat dalam pertuturan, bisa pembicara dan pendengar, penyapa dan pesapa, atau pengirim dengan penerima pesan. Dua orang yang bercakap dapat berganti peran sebagai pendengar dan pembicara, tetapi dalam khotbah di mesjid, khotib sebagai pembicaradan jemaah sebagai pendengar tidak dapat bertukar peran. Status sosial partisipan sangat menentukan ragam bahasa yang digunakan. Misalnya, seorang anak akan menggunakan ragam atau gaya bahasa yang berbeda bila berbicara dengan orangtuanya atau gurunya, bila dibandingkan berbicara terhadap teman-temannya.

3. E (ends), merujuk pada maksud dan tujuan pertuturan. Peristiwa tutur yang terjadi di ruangan pengadilan bermaksud untuk menyelesaikan suatu kasus perkara. Namun, para partisipan dalam peristiwa tutur itu mempunyai tujuan yang berbeda. Jaksa ingin membuktikan kesalahan terdakwa, pembela membuktikan bahwa terdakwa tidak bersalah, sedangkan hakim berusaha memberikan keputusan yang adil.

4. A (act sequences), mengacu pada bentuk ujaran dan isi ujaran. Bentuk ujaran ini berkenaan dengan kata-kata yang digunakan, bagaimana penggunaannya, dan hubungan antara apa yang dikatakan dengan topik pembicaraan.

(27)

6. I (instrumentalies), mengacu pada jalur bahasa yang digunakan, seperti jalur lisan, tertulis, melalui telegraf atau telepon. Bentuk ini juga mengacu pada kode ujaran yang digunakan, seperti bahasa, ragam dialek, atau register.

7. N (norm of interaction an interpretation), mengacu pada norma atau aturan dalam berinteraksi. Misalnya, yang berhubungan dengan cara berinterupsi, bertanya, dan mengacu pada norma penafsiran terhadap ujaran dari lawan bicara.

8. G (genres), mengacu pada jenis bentuk penyampaian seperti narasi, puisi, pepatah, doa, dan sebagainya.

2.3 Tinjauan Pustaka

Berdasarkan tinjauan pustaka yang dilakukan, maka ada beberapa sumber yang didapat untuk dikaji dalam penelitian ini, antara lain:

(28)

Irma Sofiana sinaga (2011) meneliti struktur dan pemarkah kalimat imperatif dalam lirik lagu Ebiet G Ade tahun 1980-an. Dia menyimpulkan lirik lagu Ebiet G Ade tahun 1980 memiliki struktur kalimat imperatif yang memiliki 36 konstruksi kalimat dan pemarkah kalimat imperatif dapat diklasifikasikan sebagai perintah, perintah negatif, kehendak, permohonan, perizinan, ajakan, pembiaran dan permintaan.

(29)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Sumber Data

Sumber adalah asal (KBBI, 2007:1102), sedangkan data adalah keterangan yang benar dan nyata; keterangan atau bahan nyata yang dapat dijadikan dasar kajian (KBBI, 2007:239). Jadi, sumber data adalah asal dari keterangan yang benar dan nyata untuk dijadikan dasar kajian penelitian. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah novel 2 karya Donny Dhirgantoro, yang diterbitkan GRASINDO, Jl. Palmerah Barat No. 33-37, Jakarta 10270, 2011. 3.2 Populasi dan Sampel

3.2.1 Populasi

Populasi adalah sekelompok orang, benda atau hal yang menjadi sumber pengambilan sampel, suatu kumpulan yang memenuhi syarat tertentu yang berkaitan dengan masalah penelitian (KBBI, 2007:889). Populasi dalam penelitian ini adalah tuturan-tuturan kalimat imperatif yang terdapat dalam novel 2 karya Donny Dhirgantoro, yang berjumlah 210 tuturan kalimat imperatif.

3.2.2 Sampel

(30)

kalimat imperatif. Adapun sampel yang diambil sebanyak 60 tuturan kalimat imperatif tersebut ditentukan berdasarkan penarikan sampel secara acak atau secara random.

3.3 Metode dan Teknik Penelitian

3.3.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Metode adalah cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yang dikehendaki; cara kerja bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan (KBBI, 2007:740). Untuk mencapai tujuan yang dimaksud, perlu digunakan metode dalam sebuah penelitian. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data penelitian ini adalah metode simak. Metode Simak adalah metode yang digunakan dengan menyimak penggunaan bahasa (Sudaryanto, 1993:133).

(31)

3.3.2 Metode dan Teknik Analisis Data

Metode yang digunakan dalam menganalisis data penelitian ini adalah metode padan pragmatis. Metode Padan adalah metode yang alat penentunya di luar, terlepas, dan tidak menjadi bagian dari bahasa yang bersangkutan (Sudaryanto, 1993:13). Karena konsep metode analisis padan itu bersifat abstrak diperlukan langkah-langkah konkrit yang lebih bersifat operasional di dalam penulisan, yang disebut dengan teknik. Adapun teknik yang digunakan dalam menganalisi data penelitian ini adalah teknik baca markah. Teknik baca markah adalah teknik yang digunakan untuk menunjukkan suatu kejatian satuan lingual atau identitas konstituen tertentu; dan kemampuan pembaca membaca pemarkah itu (marker) berarti kemampuan melakukan kejatian yang dimaksud (Sudaryanto, 1993:95). Dengan menggunakan teknik baca markah, peneliti menganalisis makna pragmatik dan kesantunan imperatif dari 70 sampel tuturan kalimat imperatif yang terdapat dalam novel 2 karya Donny Dhirgantoro.

Contoh:

1. “coba kamu perhatikan baik-baik fotonya, Gus…” (hal 205)

(32)

Tuturan di atas memiliki makna pragmatik imperatif suruhan. Hal ini dapat dilihat dengan adanya kata coba dalam tuturan. Imperatif coba berfungsi sebagai pemarkah suruhan. Kata coba pada tuturan akan menjadikan tuturan tersebut bermakna lebih halus dan lebih santun. Kata coba akan merendahkan kadar tuntutan imperatifnya.

2. “Jangan pernah meremehkan kekuatan seorang manusia karena Tuhan sedikit pun tidak pernah” (hal 124)

Tuturan di atas disampaikan oleh pak pelatih kepada papa. Tuturan di atas bermaksud bahwa pak pelatih melarang papa untuk tidak pesimis pada penyakit Gusni. Berdasarkan teori kesantunan bahasa Leech, yakni indirectness scale (skala ketidaklangsungan) bahwa sebuah tuturan dikatakan santun apabila maksud sebuah tuturan dinyatakan secara tidak langsung, maka tuturan di atas santun karena maksud larangan yang dituturkan oleh pak pelatih tersebut dinyatakan secara tidak langsung kepada papa.

(33)

BAB IV

KESANTUNAN IMPERATIF DALAM NOVEL 2 KARYA DONNY DHIRGANTORO

4.1 Kesantunan Imperatif dalam Novel 2 karya Donny Dhirgantoro

Wujud Kesantunan imperatif dalam novel 2 adalah realisasi maksud imperatif menurut makna pragmatiknya. Makna tersebut sangat ditentukan oleh konteks situasi tutur yang melatarbelakangi munculnya tuturan imperatif itu. Oleh karena itu, wujud imperatif pragmatik dalam novel 2 dapat berupa tuturan yang bermacam-macam, baik berupa tuturan imperatif maupun berupa tuturan nonimperatif. Tuturan nonimperatif tersebut berupa tuturan deklaratif dan tuturan interogatif.

Dalam konstruksi yang bermacam-macam itu ditemukan wujud kesantunan imperatif yang berbeda. Selanjutnya, masing-masing wujud kesantunan imperatif tersebut diuraikan berdasarkan skala kesantunan Leech, sebagai berikut:

No. Tuturan Konteks Tuturan Skala Kesantunan 1. Wah selamat,

Pak, Gita juara lagi.

Tuturan ini diucapkan di kursi penonton GOR oleh teman-teman dari pak pelatih bulutangkis Gita, ketika Gita baru saja menjuarai perlombaan bulutangkis.

Tuturan ini memenuhi tiga skala dari lima skala kesantunan, yaitu: (1) skala keuntungan dan kerugian, dimana maksud dari tuturan ini menguntungkan papa sebagai mitra tutur karena

(34)

maksud dari tuturan ini dinyatakan secara tidak langsung bahwa mereka ikut merasa bahagia atas kemenangan Gita; dan (3) skala jarak sosial, dimana hubungan keakraban antara mereka dengan papa tidaklah dekat. Oleh karena itu, tuturan ini merupakan tuturan yang santun.

2. Gus..Bangun! kamu mau ke GOR? Ayo, papa anterin, Gus!

Tuturan ini diucapkan oleh papa kepada Gusni, di pagi hari ketika membangunkan Gusni agar tidak telat pergi latihan bulutangkis.

Tuturan ini memenuhi tiga dari lima skala kesantunan, yaitu (1) skala kerugian dan keuntungan, dimana maksud dari tuturan ini merugikan papa sebagai diri penutur; (2) skala keotoritasan, dimana papa memiliki keotoritasan sebagai ayah Gusni; dan (3) skala ketidaklangsungan, dimana maksud dari tuturan tersebut secara tidak langsung disampaikan oleh papa agar Gusni segera bersiap-siap. Oleh karena itu, tuturan ini merupakan tuturan yang santun.

3. Maaf, pak,

bulan ini yang

Tuturan ini diucapkan di rumah papa oleh Soleh

(35)

bisa saya setor cuma segini

sebagai pegawai papa, ketika membawa hasil

penjualan kok bulutangkis yang tidak

begitu laku.

yakni: (1) skala keotoritasan, bahwa papa memiliki keotoritasan sebagai pemimpin dari Soleh; (2) skala ketidaklangsungan, bahwa secara tidak langsung menyatakan kok bulutangis yang dijual tidak begitu laku; dan (3) skala jarak sosial, bahwa hubungan antara papa dan Soleh tidak begitu dekat karena Soleh selalu melapor satu bulan sekali. Oleh karena itu, tuturan ini santun. 4. Dok, satu lagi

mana?

Tuturan ini diucapkan di ruang operasi oleh papa kepada seorang dokter yang membantu mama persalinan, ketika masih satu bayi yang telah lahir.

(36)

5. Mohon izin, saya pamit ya, Pak, udah malam,

ditunggu istri di rumah.

Tuturan ini diucapkan di rumah oleh Soleh kepada papa ketika Soleh ingin pulang ke rumahnya karena hari sudah malam.

Tuturan ini memnuhi tiga skala dari lima skala kesantunan, yakni: (1) skala keotoritasan, bahwa papa memiliki keotoritasan sebagai pemimpin dari Soleh; (2) skala kerugian dan keuntungan, dimana maksud dari tuturan ini merugikan diri penutur karena harus memohon ijin kepada papa; dan (3) skala jarak sosial, bahwa hubungan antara papa dan Soleh tidak dekat. Oleh karena itu, tuturan ini santun. 6. Beli lagi pa,

susu

formulanya!

Tuturan ini diucapkan pada pagi hari, di dalam kamar oleh mama kepada papa ketika Gusni yang saat itu masih bayi sedang menangis keras.

(37)

7. Mungkin

memang sudah saatnya kita coba cara lain, kita tidak akan pernah tahu kalau kita tidak coba.

Tuturan ini disampaikan oleh dokter Fuad sebagai dokter pribadi gusni, di rumah sakit, ketika papa menyampaikan keinginan Gusni untuk latihan bulu tangkis.

Tuturan ini memenuhi tiga dari lima skala kesantunan, yakni: (1) skala ketidaklangsungan, dimana secara tidak langsung dokter memberikan ijin Gusni untuk latihan bulu tangkis; (2) skala keotoritasan, bahwa dokter memiliki keotoritasan sebagai dokter pribadi Gusni; (3) skala kerugian dan keuntungan, dimana maksud tuturan ini menguntungkan papa sebagai mitra tutur karena mendapatkan ijin dari dokter. Oleh karena itu, tuturan ini santun.

8. Kalau kamu

mau nangis, nangis aja, tapi menangislah untuk sesuatu yang baik, bukan sesuatu yang sia-sia.

Tuturan ini disampaikan di rumah oleh mama kepada Gusni agar Gusni tetap kuat jika ada yang mengejeknya lagi.

(38)

keuntungan karena diberi nasihat oleh mama.

9. Pak, begini Pak, saya minta izin, Pak.. Gusni mau latihan bulutangkis.

Tuturan ini disampaikan di GOR oleh papa kepada pak pelatih agar pelatih memberikan izin pada Gusni untuk latihan bulutangkis di sana.

Tuturan ini santun karena memenuhi tiga dari lima skala kesantunan, yakni: (1) skala keotoritasan, bahwa pak pelatih memiliki keotoritasan sebagai pelatih bulu tangkis; (2) skala kerugian dan keuntungan, dimana maksud tuturan ini merugikan Gusni sebagai penutur; dan (3) skala jarak sosial, dimana hubungan antara pak pelatih dan Gusni tidak dekat.

10. Wah elo harus dandan habis, Gus! Pake makeup biar si Hanny kalah cantik.

Tuturan ini diucapkan oleh Nuni kepada Gusni di parkiran sebuah mal pada malam hari.

Tuturan ini tidak santun karena tidak memenuhi tiga skala kesantunan, yakni: (1) skala ketidaklangsungan, dimana maksud dari tuturan tersebut dinyatakan secara langsung oleh Nuni kepada Gusni; (2) skala jarak sosial, bahwa Nuni dan Gusni

memiliki hubungan persahabatan; dan (3) skala

(39)

Gusni sebagai mitra tutur.

11. Ayo dek,

semangat! Kapan lagi..jarang-jarang lo lari pagi sama atlet nasional?

Tuturan ini diucapkan oleh Gita kepada Gusni, ketika mereka lari pagi di gelanggang.

Tuturan ini santun karena memenuhi tiga dari lima skala kesantunan, yakni: (1) skala ketidaklangsungan karena maksud tuturan ini dinyatakan secara tidak langsung oleh Gita agar Gusni dapat mengalahkan lari Gita; (2) skala keotoritasan, bahwa kakak memiliki keotoritasan sebagai kakak Gusni; (3) skala kerugian dan keuntungan, dimana Gusni sebagai mitra tutur diuntungkan karena diberikan semangat untuk

bisa mengalahkan Gita. 12. Terima kasih,

Dok, saya akan terus ingat kalimat itu setiap hari.

Tuturan ini disampaikan oleh Gusni kepada dokter Fuad sebagai dokter pribadi Gusni, di rumah sakit, ketika Gusni dan papa akan berpamitan pulang pada dokter Fuad

(40)

terima kasih; (3) skala jarak sosial, bahwa hubungan mereka tidak begitu dekat, hanya sebagai dokter dan pasien.

13. Duduk dulu ya.. sebentar Gusni ambil piring. Eh, Harry mau minum apa?

Tuturan ini disampaikan oleh Gusni kepada Harry, pada sore hari, di tumah Gusni. Tuturan ini bermaksud menawarkan Harry minuman dan mengambil piring tempat onde-onde yang dibawa oleh Harry.

Tuturan ini santun karena memenuhi tiga skala dari lima skala kesantunan, yakni: (1) skala kerugian dan keuntungan karena maksud tuturan ini merugikan Gusni sebagai penutur; (2) skala pilihan, dimana maksud tuturan ini memberikan alternatif tindakan (duduk, menunggu, tawaran minum) kepada Harry sebagai mitra tutur; (3) skala ketidaklangsungan, dimana Gusni secara tidak langsung meminta Harry menunggu. 14. Terima kasih

dok, ya udah Gusni mau coba lawan penyakit Gusni, mulai hari ini.

Tuturan ini diucapkan oleh Gusni kepada dokter Fuad, di rumah sakit, ketika dokter Fuad menerangkan semua tentang penyakitnya, memberikan nasihat dan menyemangati Gusni.

(41)

Fuad sebagai mitra tutur

diuntungkan karena mendapat ucapan terima

kasih; (3) skala jarak sosial bahwa hubungan mereka tidak begitu dekat, hanya sebagai dokter dan pasien. 15. Silakan..teh

buatan Gusni.. buat Papa sama Mama.

Tuturan ini disampaikan oleh Gusni kepada papa dan mama, di ruang keluarga, pada pagi hari.

Tuturan ini santun karena tuturan ini memenuhi tiga dari lima skala kesantunan, yakni (1) skala ketidaklangsungan, karena secara tidak langsung Gusni mempersilakan papa dan mama untuk meminum teh buatannya; (2) keotoritasan, bahwa papa dan mama memiliki keotoritasan sebagai orangtua Gusni; (3) skala kerugian dan keuntungan, dimana papa dan mama sebagai mitra

tutur memperoleh keuntungan dibuatkan teh

oleh Gusni. 16. Jangan pernah

meremehkan kekuatan seorang

manusia karena

Tuturan ini disampaikan oleh pak pelatih kepada papa, di gelanggang, pada sore hari, ketika papa mulai pesimis

(42)

Tuhan sedikit pun tidak pernah!

dengan penyakit Gusni. keotoritasan sebagai pelatih Gusni; (2) skala ketidaklangsungan karena secara tidak langsung pak pelatih melarang papa agar tidak pesimis pada penyakit Gusni; (3) skala jarak sosial bahwa hubungan mereka tidak begitu dekat.

17. Coba Bapak

lihat raket kamu.

Tuturan ini disampaikan oleh pak pelatih kepada Gusni, di gelanggang, pada sore hari, ketika pak pelatih sedang menguji Gusni.

Tuturan ini santun karena tuturan ini memenuhi tiga dari lima skala kesantunan, yakni: (1) skala keotoritsan, bahwa pak pelatih memiliki keotoritasan sebagai pelatih Gusni; (2) skala ketidaklangsungan karena secara tidak langsung pak pelatih meminta Gusni untuk memberikan raketnya pada pak pelatih, (3) skala jarak sosial, bahwa hubungan mereka tidak dekat karena Gusni baru hari itu masuk. 18. Awas lo! Nggak

gue jemput lo besok!

Tuturan ini diucapkan oleh Nuni kepada Ani di dalam mobil Nuni ketika mereka akan berangkat ke sekolah.

(43)

skala kerugian dan keuntungan, dimana maksud tuturan ini merugikan Ani sebagai mitra tutur; (3) skala pilihan, dimana maksud tuturan tidak memberikan alternatif tindakan pada Ani sebagai mitra tutur; (4) skala ketidaklangsungan, dimana Nuni secara langsung meluapkan kemarahannya; (5) skala keotoritasan, tuturan ini tidak memiliki sifat keotoritasan.

19. Coba lihat

tangan kamu, Gus!

Tuturan ini disampaikan oleh pak pelatih kepada Gusni, pada sore hari, di gelanggang, ketika pak pelatih sedang menguji Gusni.

(44)

silahkan. oleh penjaga gelanggang kepada Gusni, di depan gerbang gelanggang, pada pagi hari, ketika Gusni ingin masuk ke gelanggang untuk latihan dan baru dibuka oleh penjaga GOR tersebut, yang juga baru dating.

tuturan ini memenuhi empat dari lima skala kesantunan, yakni: (1) skala ketidaklangsungan karena secara tidak langsung penjaga gelanggang tersebut mempersilakan Gusni masuk ke dalam gelanggang; (2) skala keotoritasan bahwa Gusni memiliki keotoritasan sebagai atlet bulu tangkis di sana; (3) skala kerugian dan keuntungan, dimana Gusni sebagai mitra tutur mendapatkan keuntungan karena dipersilakan masuk; (4) skala jarak sosial, bahwa hubungan antara penjaga dan Gusni tidak dekat.

21. Ok Gusni!

Sekarang kamu belajar terima bola ya!

Tuturan ini disampaikan oleh pak pelatih kepada Gusni, pada pagi hari, di gelanggang, ketika Gusni

sedang pemanasan dengan berlari keliling lapangan.

(45)

skala kerugian dan keuntungan, dimana Gusni sebagai mitra tutur dirugikan karena harus latihan menerima bola.

22. Ok Gus..

silakan.. satu per satu ya.

Tuturan ini diucapkan oleh pak pelatih kepada Gusni, di lapangan, pada pagi hari. Tuturan ini bermaksud agar Gusni membersihkan tribun yang berantakan oleh kok yang bertebaran di sekeliling tribun

Tuturan ini santun karena tuturan ini memenuhi tiga dari lima skala kesantunan, yakni: (1) skala keotoritasan, bahwa pak pelatih memiliki keotoritasan sebagai pelatih Gusni; (2) skala ketidaklangsungan karena secara tidak langsung pak pelatih menyuruh Gusni membersihkan tribun dari sampah untuk melatih kecepatan dan kekuatan kaki Gusni; (3) skala jarak sosial, bahwa hubungan antara Gusni dan pak pelatih tidak begitu dekat.

23. Ayo Gusni! Tuturan ini diucapkan oleh para penonton kepada Gusni, yang sedang bertanding bulutangkis. Tuturan ini terjadi pada pagi hari di lapangan gelanggang.

(46)

Gusni; (2) skala kerugian dan keuntungan, dimana Gusni sebagai penutur diuntungkan oleh dukungan semangat untuknya; (3) skala jarak sosial, hubungan antara para penonton dan Gusni tidak dekat.

24. Pa.. Ma..

tolong, tolong Gusni, percaya sama Gusni, Gusni mau terus hidup, izinin Gusni lari lagi, latihan

bulutangkis lagi.

Tuturan ini disampaikan oleh Gusni kepada kedua orangtuanya, pada pagi hari, di depan kamar orang tuanya.

Tuturan ini santun karena tuturan ini memenuhi tiga dari lima skala kesantunan, yaitu: (1) skala keotoritasan, bahwa papa dan mama memiliki keotoritasan sebagai orang tua Gusni; (2)

skala pilihan karena maksud tuturan ini memberikan beberapa alternatif tindakan kepada kedua orangtua Gusni sebagai mitra tutur; (3) kerugian dan keuntungan, dimana maksud tuturan ini merugikan Gusni sebagai penutur karena harus mendapatkan restu dari orang tuanya .

25. Mulai hari ini kamu latihan bulutangkis

sama saya!

Tuturan ini diucapkan oleh pak pelatih kepada Gusni di gelanggang ketika Gusni meminta

(47)

izin untuk berlatih bulutangkis lagi di sana.

ketidaklangsungan, dimana maksud tuturan ini dinyatakan secara langsung oleh pak pelatih kepada Gusni; (2) skala pilihan, dimana maksud tuturan ini tidak memberikan alternatif tindakan kepada Gusni sebagai mitra tutur; (3) skala kerugian dan keuntungan, dimana maksud tuturan merugikan Gusni sebagai mitra tutur.

26. Pak, saya mau minta maaf tentang

kemarin, semua ini membuat saya jadi emosional.

Tuturan ini diucapkan oleh papa kepada pak pelatih. Tuturan ini terjadi pada pagi hari, saat mereka berdua sedang duduk di tribun bawah gelanggang.

Tuturan ini santun karena tuturan ini memnuhi tiga dari lima skala kesantunan, yaitu: (1) skala keotoritasan, bahwa pak pelatih memiliki keotoritasan sebagai pelatih bulu tangkis; (2) skala kerugian dan keuntungan, dimana maksud tuturan ini merugikan papa sebagai penutur; (3) skala ketidaklangsungan, dimana maksud tuturan ini secara tidak langsung dinyatakan oleh papa kepada pak pelatih 27. Selamat datang

di pusat

Tuturan ini diucapkan oleh pak pelatih kepada

(48)

pelatihan bulutangkis terbesar di Asia Tenggara

para atletnya. Tuturan ini terjadi pada sore hari, di gedung pelatnas, yang

merupakan pusat pelatihan bulutangkis nasional, ketika mereka baru saja sampai di tempat tersebut.

dari lima skala kesantunan, yaitu: (1) skala ketidaklangsungan, dimana maksud tuturan ini dinyatakan secara tidak langsung oleh pak pelatih, bahwa pak pelatih memperkenalkan kepada para atletnya gelanggang yang mereka datangi saat itu; (2) skala keotoritasan, bahwa pak pelatih memiliki keotoritasan sebagai pelatih mereka; (3) kerugian dan keuntungan karena maksud tuturan ini merugikan pak pelatih sebagai penutur.

28. Sekarang saya minta kamu melakukan lagi penciptaan itu, berimajinasi lagi, mencipta lagi, percaya lagi dengan impian kamu, impian kamu untuk

bulutangkis.

Tuturan ini diucapkan oleh pak pelatih kepada Gusni. Tuturan ini terjadi pada sore hari, di lapangan gedung pelatnas, ketika mereka

sedang menyusuri kompleks gedung pelatnas.

(49)

sebagai mitra tutur. 29. Selamat datang

di Tim Nasional Indonesia, Gus.. Jadi mulai sekarang kamu berjuang untuk

tiga hal sekaligus, buat

diri kamu, keluarga kamu, dan buat Tanah Air kamu.

Tuturan ini diucapkan oleh pak pelatih kepada Gusni. Tuturan ini terjadi di gelanggang pelatnas, ketika mereka sedang latihan untuk terakhir

kalinya, berlari mengelilingi gelanggang.

Tuturan ini santun karena tuturan ini memenuhi tiga dari lima skala kesantunan, yaitu: (1) skala ketidaklangsungan karena secara tidak langsung pak pelatih memberitahu pada Gusni kini resmi menjadi atlet nasional; (2) skala keotoritasan, bahwa pak pelatih memiliki keotoritasan sebagai pelatih mereka;. (3) skala pilihan, dimana maksud tuturan ini memberikan alternatif tindakan kepada Gusni sebagai mitra tutur.

30. Berdiri sana! Tuturan ini diucapkan oleh Gusni kepada Ani di pesta reuni sekolah dasar mereka pada malam hari. Tuturan ini bermaksud agar Ani tidak ikutan bersembunyi bersama Gusni.

(50)

langsung dinyatakan oleh Gusni pada Ani agar dia keluar dari tempat persebunyian yang sama dengan Gusni; (3) skala jarak sosial, bahwa Ani dan Gusni

memiliki hubungan persahabatan..

31. Untuk

perjuangan kita, untuk sebuah kemenangan,

dan untuk Indonesia..

berdoa dipersilakan.

Tuturan ini diucapkan oleh Gita kepada teman-teman atletnya dan pak pelatih. Tuturan ini terjadi pada malam hari, di ruang ganti Istora, ketika pertandingan akan segera dimulai.

Tuturan ini tidak santun karena tidak memenuhi tiga skala kesantunan, yaitu: (1) skala ketidaklangsungan, dimana Gita secara langsung meminta semuanya berdoa agar mereka dapat memenangkan pertandingan bulutangkis tersebut; (2) skala jarak sosial, bahwa hubungan mereka semua sangat dekat sebagai sesame atlet; (3) skala pilihan, dimana maksud tuturan ini tidak memberikan alternatif tindakan kepada atlet lain sebagai mitra tutur.

32. Terima kasih, Pak, untuk kesempatan itu. Saya janji, saya tidak akan

Tuturan ini diucapkan oleh Gusni kepada pak pelatih. Tuturan ini terjadi pada malam hari, di Istora, ketika sedang

(51)

menyia-nyiakannya..

istirahat. Gusni secara tidak langsung berterima kasih kepada pak pelatih karena dipilih untuk bertanding saat itu, menemani kakaknya, Gita di putaran ganda; (2) skala keotoritasan, dimana pak pelatih memiliki keotoritasan sebagai pelatih Gusni; (3) skala kerugian dan keuntungan, dimana maksud tuturan ini menguntungkan pak pelatih sebagai mitra tutur karena mendapatkan ucapan terima kasih..

33. Tenang aja

Pa..yang pasti sih motornya gak bisa ngebut

Tuturan ini diucapkan pada malam hari di teras rumah oleh mama kepada papa ketika mengantar kepergian Gusni dan Harry untuk makan malam

(52)

rumah tangga. 34. Hah? Jadi lo

bilang gue berisik? Turun lo Ni!

Tuturan ini diucapkan oleh Nuni kepada Ani ketika mereka akan berangkat sekolah dengan mobil Nuni

Tuturan ini tidak santun karena tuturan ini tidak memenuhi lima skala kesantunan, yaitu: (1) skala kerugian dan keuntungan, dimana maksud tuturan ini merugikan Ani sebagai mitra tutur; (2) skala pilihan, dimana maksud tuturan tidak

memberikan alternatif tindakan pada Ani sebagai mitra tutur; (3) skala ketidaklangsungan, dimana Nuni secara langsung meluapkan kemarahannya; (4) skala jarak sosial karena Nuni dan Ani memiliki hubungan persahabatan; (5) skala keotoritasan, tuturan ini tidak memiliki sifat keotoritasan.

35. Lihat diri kamu Gus! Lihat sekitar kamu, kita perlu untuk percaya bahwa sesuatu yang luar biasa bisa terjadi!

Tuturan ini diucapkan pada malam hari di lapangan oleh pak pelatih kepada Gusni ketika Gusni sedang istirahat menunggu pertandingan babak kedua dimulai

(53)

skala keotoritasan, bahwa pak pelatih memiliki keotoritasan sebagai pelatih Gusni; (3) skala kerugian dan keuntungan, dimana maksud tuturan ini memberikan keuntungan kepada Gusni sebagai mitra tutur.

36. Besok, Papa sama Mama nggak usah bangun pagi-pagi, Gusni aja yang bikin sendiri roti sama tehnya, nggak apa-apa kok.

Tuturan ini diucapkan pada pagi hari, di rumah, oleh Gusni kepada kedua orang tuanya, ketika akan

berangkat untuk berolahraga.

Tuturan ini santun karena memenuhi tiga dari lima skala kesantunan, yaitu (1) skala keotoritasan, bahwa mama dan papa memiliki

keotoritasan sebagai orangtua Gusni; (2) skala

ketidaklangsungan, dimana Gusni secara tidak langsung memberitahukan bahwa dia bisa mandiri; (3) skala kerugian dan keuntungan, dimana mama dan papa sebagai mitra tutur mendapatkan keuntungan tidak perlu mengkhawatirkan keperluan Gusni lagi.

37. Buat diri kamu pantas, Gus!

Tuturan ini diucapkan pada malam hari di lapangan oleh pak pelatih kepada Gusni ketika Gusni sedang bertanding.

(54)

sebagai pelatih Gusni; (2) skala kerugian dan keuntungan, dimana maksud tuturan ini memberikan keuntungan kepada Gusni sebagai mitra tutur; (3) skala ketidaklangsungan, dimana pak pelatih secara tidak langsung memberikan semangat kepada Gusni.

38. Jangan ngebut kalau hujan!

Tuturan ini diucapkan pada malam hari, di rumah, oleh papa kepada Harry, ketika Gusni dan Harry akan pergi makan malam.

Tuturan ini santun karena tuturan ini memenuhi skala kesantunan, yakni (1) skala keotoritasan, bahwa papa memiliki keotoritasan sebagai ayah Gusni; (2) skala

ketidaklangsungan, dimana papa secara tidak langsung menyuruh Harry agar berhati-hati mengenderai motor jika hujan; (3) skala jarak sosial, bahwa hubungan antara papa dan Harry tidak dekat karena status papa sebagai ayah Gusni.

39. Saya di sini juga mau bilang terima kasih, Pak, buat Gita dan Gusni.

Tuturan ini diucapkan pada pagi hari di lapangan Glora Bung Karno, oleh papa kepada pak pelatih, ketika

(55)

sedang memperhatikan para atlet berlatih.

sebagai pelatih bulu tangkis; (2) skala kerugian dan keuntungan, dimana maksud tuturan ini memberikan keuntungan kepada pak pelatih karena mendapatkan ucapan terima kasih; (3) skala ketidaklangsungan karena papa secara tidak langsung mengucapkan terima kasih karena sudah melatih Gita dan Gita hingga mencapai kesuksesan sekarang

40. Menang atau kalah, juara atau tidak juara, lakukan dengan kerja keras, lakukan dengan perjuangan! Jangan menyerah.

Bawa impian kamu ke dunia nyata!

Tuturan ini disampaikan oleh pak pelatih kepada Gusni. Tuturan ini terjadi pada malam hari, di lapangan Istora, ketika pertandingan akan segera dimulai.

Tuturan ini santun karena tuturan ini memenuhi skala kesantunan, yakni (1) skala keotoritasan, bahwa pak pelatih memiliki keotoritasan sebagai pelatih; (2) skala pilihan maksud tuturan ini memberikan alternatif tindakan kepada Gusni sebagai mitra tutur; (3) skala kerugian dan keuntungan, dimana maksud tuturan ini menguntungkan para atlet sebagai mitra tutur karena

(56)

4.2 Makna Pragmatik Imperatif dalam novel 2 karya Donny Dhirgantoro

Dari penelitian yang dilakukan, ditemukan Sebelas macam makna pragmatik imperatif yang terdapat dalam novel 2. Sebelas macam makna pragmatik imperatif yang ditemukan itu berupa tuturan imperatif dan tuturan nonimperatif. Tuturan nonimperatif tersebut berupa tuturan deklaratif dan tuturan interogatif. Adapun wujud pragmatik imperatif tersebut adalah sebagai berikut. (1) Tuturan yang memiliki makna pragmatik imperatif perintah, (2) permintaan, (3) desakan, (4) persilaan, (5) larangan, (6) suruhan, (7) permohonan, (8) ajakan, (9) pemberian ucapan selamat, (10) permintaan izin, dan (11) umpatan. Sebelas macam pragmatik imperatif tersebut ditemukan berdasarkan konteks yang melatarbelakangi tuturan. Selanjutnya masing-masing wujud makna pragmatik imperatif tersebut diuraikan sebagai berikut:

No. Tuturan Konteks Tuturan Makna Pragmatik

Imperatif 1. Susunya Gusni

minggu ini udah mau habis lagi lho, Pa.

Tuturan ini diucapkan oleh mama kepada papa, di teras rumah, pada malam hari. Tuturan ini bermaksud mengingatkan papa agar segera membeli persediaan susu Gusni.

Suruhan.

2. Bhi..bhi..biar saya yang bereskan barang-barang

yang jatuh

Tuturan ini diucapkan oleh Ktut kepada Gusni, ketika mereka berdua bertabrakan di selasar sekolah.

Permintaan

(57)

petik mangga halaman rumah oleh Gita kepada papa untuk meminta papa menggendong Gita agar Gita bisa memetik mangga.

dalam tuturan ini berfungsi sebagai pemarkah imperatif. Imperatif mau memiliki

makna imperatif permintaan.

4. Sebentar ya, Kak Tuturan ini diucapkan oleh papa kepada Gita di halaman rumah, ketika Gita sedang memetik mangga agar Gita menunggu di sana karna papa tiba-tiba dipanggil oleh mama ke dalam rumah.

Permintaan izin. Kata sebentar dalam tuturan

ini berfungsi sebagai pemarkah imperatif. Imperatif sebentar memiliki makna imperatif permintaan izin.

5. Sini mama cium dulu dong.

Tuturan ini diucapkan oleh mama kepada Gita di dalam kamar pada pagi hari ketika Gita akan pergi bersama papa ke supermarket.

Perintah. Kata sini pada

tuturan tersebut berfungsi sebagai pemarkah perintah, yang menandakan bahwa tuturan tersebut bermakna pragmatik imperatif perintah.

6. Selamat

menikmati masa pensiun, Dok.

Tuturan ini diucapkan di rumah sakit oleh seorang suster kepada dokter yang membantu ibu persalinan.

(58)

7. Ayo, buka matanya!

Tuturan ini diucapkan oleh Harry kepada Gusni, yang ditutup matanya oleh Harry. Tuturan ini terjadi saat pulang sekolah, ketika Harry menunjukkan cita-citanya di depan bangunan baru berlantai tiga. Tuturan ini telah diucapkan tiga kali oleh Harry karena Gusni tidak segera membuka matanya.

Desakan. Kata ayo dalam tuturan ini berfungsi sebagai pemarkah makna imperatif desakan pada tuturan ini.

8. Tarik nafas.. tarik nafas.. rileks.. sekali keluar dapat dua nih, Bu

Tuturan ini diucapkan di ruang operasi oleh seorang dokter kepada ibu, ketika membantu si ibu melahirkan dan memberitahukan bahwa si ibu akan melahirkan anak kembar.

Suruhan

9. Sudah jam

istirahat, anak-anak kalian boleh istirahat sekarang

Tuturan ini diucapkan di kelas oleh seorang ibu guru yang mengajar Gusni, ketika bel waktu istirahat berbunyi.

Suruhan

10. Mati lo, Gus! Harry udah mau kawin!

Tuturan ini diucapkan oleh Ani kepada Gusni ketika mereka sedang nongkrong di parkiran sebuah mal pada malam hari.

(59)

11. Selamat tinggal raket

nyamuk..sekarang Gusni pakai raket betulan.

Tuturan ini disampaikan oleh Gusni, di rumahnya, ketika Gusni akan berangkat untuk latihan bulutangkis.

Pemberian ucapan selamat. Kata selamat dalam tuturan ini berfungsi sebagai pemarkah imperatif. Imperatif selamat memiliki makna imperatif pemberian ucapan selamat.

12. Hai, aku Gusni, kalian mau lihat raket nyamuk aku kan?

Tuturan ini disampaikan di GOR oleh Gusni kepada beberapa orang yang juga ikut latihan bulutangkis di sana.

Ajakan

13. Kalau gak mau, buat kita aja, Gus..amal ngasih makan orang laper.

Tuturan ini diucapkan oleh Nuni kepada Gusni, di Food court, pada sore hari.

Tuturan ini bermaksud agar Gusni memberikan es krimnya pada mereka karena Gusni tidak memakannya.

Permintaan

14. Bu, onde-ondenya dua pul…lho?

Tuturan ini diucapkan oleh Gusni kepada seorang penjual makanan di pinggir jalan, pada sore hari, dimana Gusni bermaksud ingin membeli onde-onde si ibu tersebut.

Permintaan

15. Wah elo harus dandan habis,

Tuturan ini diucapkan oleh Nuni kepada Gusni di

(60)

Gus! Pake makeup biar si Hanny kalah cantik.

parkiran sebuah mal pada malam hari.

berfungsi sebagai pemarkah imperatif desakan.

16. Ya udah, Bu.. terima kasih ya.

Tuturan ini disampaikan oleh Gusni kepada seorang ibu penjual makanan di pinggir jalan, pada sore hari, ketika Gusni tidak berhasil membeli onde-onde tersebut karena sudah habis.

Permintaan. Kata terima kasih dalam tuturan ini berfungsi sebagai pemarkah imperatif. Imperatif terima kasih memiliki

makna imperatif permintaan terima kasih.

17. Coba kamu

perhatikan baik-baik fotonya, Gus.

Tuturan ini disampaikan oleh papa kepada Gusni, pada malam hari, di ruang keluarga. Tuturan ini bermaksud agar Gusni lebih teliti memperhatikan foto yang diberikan oleh papa padanya.

Suruhan. Kata coba dalam tuturan ini berfungsi sebagai pemarkah imperatif. Imperatif coba memiliki makna imperatif suruhan.

18. Perempuan kok gak bisa dandan, ayo sini!

Tuturan ini disampaikan oleh mama kepada Gusni, pada malam hari, di kamar Gusni, ketika mama mendapati wajah Gusni dengan dandanan yang tidak bagus.

Ajakan. Kata ayo dalam tuturan ini berfungsi sebagai pemarkah imperatif. Imperatif ayo memiliki

makna imperatif ajakan.

19. Lo berdua gak ada yang bisa

Tuturan ini diucapkan oleh Gusni kepada Ani dan Nuni,

(61)

bantuin gue makeup?

pada malam hari, di kamar Gusni, ketika mereka sedang berias.

20. Pa.. Ma.. gimana kalau mulai hari ini kita jangan bicara yang sedih-sedih lagi.. gimana?

Tuturan ini disampaikan oleh Gusni kepada papa dan mama, di ruang keluarga, pada pagi hari, ketika kedua orang tuanya ingin tahu bagaimana perasaan Gusni setelah mengetahui tentang penyakitnya.

Larangan. Kata jangan dalam tuturan ini berfungsi sebagai pemarkah imperatif. Imperatif jangan memiliki makna imperatif larangan.

21. Titip Gusni Pak, mudah-mudahan dia kuat jalanin semuanya.

Tuturan ini diucapkan oleh papa kepada pak pelatih, pada sore hari, di gelanggang.

Permintaan

22. Ok Gusni!

Sekarang kamu belajar terima bola ya!

Tuturan ini disampaikan oleh pak pelatih kepada Gusni, pada pagi hari, di gelanggang, ketika Gusni sedang pemanasan dengan berlari keliling lapangan.

Perintah

23. Awas lo, nak, nanti tertukar bayinya!

Tuturan ini diucapkan oleh kakek kepada papa di depan ruang bayi pada pagi hari, ketika mereka ingin melihat cucu mereka, Gusni, yang baru lahir saat itu.

Larangan. Kata awas dalam tuturan ini berfungsi sebagai pemarkah imperatif. Imperatif awas

memiliki makna imperatif larangan.

24. Tolong jangan buta Ry. Masih

Tututan ini diucapkan oleh Gusni kepada Harry. Tuturan

(62)

banyak wanita lain di luar sana yang lebih pantas menerima semua yang kamu akan kasih, semuanya.

ini terjadi pada malam hari, di teras rumah Gusni, saat itu Harry dating bertamu ke rumah Gusni.

berfungsi sebagai pemarkah imperatif. Imperatif jangan memiliki makna imperatif larangan.

25. Gedein lagi Mas, volumenya.

Tuturan ini diucapkan oleh seorang pelanggan kepada ayah Harry, yang sedang berjualan bak mie. Tuturan ini terjadi pada minggu sore, di restauran bak mie miliki keluarga Harry, ketika Harry baru saja menghidupkan tv dengan siaran pertandingan bulutangkis.

Permintaan

26. Selamat tinggal Malaysia!

Tuturan ini diucapkan para penonton kepada atlet ganda dari Malaysia yang baru saja menyelesaikan

pertandingannya, dimana mereka kalah dari ganda Indonesia, yakni Gita dan Gusni. Tuturan ini terjadi pada malam hari, di Istora.

Pemberian ucapan selamat. Kata selamat dalam tuturan ini berfungsi sebagai pemarkah imperatif. Imperatif selamat memiliki makna imperatif pemberian ucapan selamat.

27. Gusni gendut jangan telat melulu dong, Nuni marah tuh!

Tuturan ini diucapkan oleh Ani kepada Gusni di dalam mobil Nuni, ketika mereka akan berangkat ke sekolah.

(63)

larangan. 28. Hadirin yang

terhormat dipersilakan berdiri.

Tuturan ini diucapkan oleh seseorang yang memimpin upacara penyerahan hadiah kepada para pemenang. Tuturan ini terjadi pada malam hari, di Istora, ketika akan menyanyikan lagu Indonesia Raya, sebagai juara pertama dalam kejuaraan tersebut.

Persilaan. Kata dipersilakan dalam

tuturan ini berfungsi sebagai pemarkah imperatif. Imperatif dipersilakan memiliki

makna imperatif persilaan.

29. Duduk sini, Gus! Tuturan ini diucapkan pada malam hari, di ruang keluarga, oleh mama kepada Gusni, ketika akan membicarakan tentang penyakit Gusni.

Perintah. Kata sini pada tuturan ini berfungsi sebagai pemarkah perintah, yang menandakan bahwa tuturan ini bermakna pragmatik imperatif perintah.

30. Gusni, ikut saya! Tuturan ini diucapkan oleh pak pelatih kepada Gusni, ketika Gusni baru masuk jadi anak didik pak pelatih.

(64)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Pada bagian ini akan disimpulkan beberapa hal yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini. Sesuai dengan permasalahan yang dirumuskan dalam penelitian ini, yakni terdapat dua pokok yang perlu disampaikan. Kedua hal tersebut pada dasarnya merupakan rangkuman jawaban atas permasalahan yang dikemukakan di depan.

1. Wujud kesantunan imperatif adalah realisasi maksud imperatif menurut makna pragmatiknya. Makna tersebut dekat hubungannya dengan konteks situasi tutur yang melatarbelakangi munculnya tuturan imperatif itu. Wujud kesantunan imperatif dalam novel 2 meliputi lima macam skala kesantunan yaitu (1) skala keuntungan dan kerugian, (2) skala pilihan, (3) skala keotoritasan, (4) skala ketidaklangsungan, dan (5) skala jarak sosial. Berdasarkan kelima skala kesantunan tersebut, terdapat 32 data yang termasuk tuturan santun dan delapan data yang tidak santun. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa novel 2 memiliki nilai kesantunan imperatif yang tinggi.

(65)

ajakan, pragmatik imperatif permintaan izin, pragmatik imperatif larangan, pragmatik imperatif pemberian ucapan selamat, dan pragmatik imperatif umpatan. Berdasarkan dua belas macam makna pragmatik imperatif tersebut, disimpulkan bahwa beberapa kalimat imperatif dalam novel 2 ditandai dengan pemarkah, yaitu: ayo, selamat, jangan, silakan, mau, tolong, mohon, izin, minta, maaf, coba, terima kasih, mati, awas, dan sebentar.

5.2 Saran

(66)

DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 1995. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Bandung: Rineka Cipta

Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka

Kridalaksana, Harimurti. 1984. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia

Leech, Geoffrey.1993. Prinsip-Prinsip Pragmatik. Jakarta: Universitas Indonesia Rahardi, R. Kunjana.2010. Pragmatik Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia.

Jakarta: Erlangga

Rahardi, R. Kunjana, 2009. Sosiopragmatik. Jakarta: Erlangga

Ritonga, Parlaungan, dkk. 2009. Bahasa Indonesia Praktis. Medan: Bartong Jaya Sibarani, Robert.2004. Antropolinguistik. Medan: Poda

Sinaga, Irma Sofiana. 2011. Struktur Dan Pemarkah Kalimat Imperatif Dalam Lirik Lagu Ebiet G Ade Tahun 1980-an. Medan: Fakultas Sastra Universitas

Sumatera Utara

Sitohang, Nelly S. 2010. Kesantunan Imperatif Dalam Bahasa Batak Toba. Medan: Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara

Sudaryanto.1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta Wacana University Press

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan yang mana perancangan sistem robot yang dipadukan dengan metode deep learning khususnya pada bagian sistem visi dan

Peran Dinas Sosial Kota Malang Dalam Penanganan Pengemis Di Kota Malang Pengemis muncul karena beberapa faktor, faktor yang mempengaruhi munculnya pengemis antara lain; malas

(2) Pendidikan anak usia dini sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar meliputi Kelompok Bermain (KOBER), Satuan PAUD Sejenis

Pada papila veteri ini bermuara saluran empedu ( duktus koledukus ) dan saluran pankreas ( duktus pankreatikus ). Lekukan yeyenum dan ileum melekat pada dinding abdomen

sehingga kegiatan belajar terasa lebih menyenangkan namun tetap dapat mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. Dalam penelitian ini penerapan metode index card

Dengan kata lain menulis juga membutuhkan perhatian untuk aspek-aspek formal, tulisan tangan yang rapi, pengucapan tanda baca yang benar, sama baiknya dengan tata

Sumber energi biomassa mempunyai beberapa kelebihan antara lain merupakan sumber energi yang dapat diperbaharui ( renewable ) sehingga dapat menyediakan sumber

fisik. Indikator dari dimensi ini adalah: a) jasa yang ditawarkan berkualitas tinggi; b) jasa yang ditawarkan memiliki fitur yang lebih baik dibandingkan pesaing- nya; dan