• Tidak ada hasil yang ditemukan

Utilization of dung beetle (Coleoptera: Scarabaeidae) to reduce a pile of laying hens manure

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Utilization of dung beetle (Coleoptera: Scarabaeidae) to reduce a pile of laying hens manure"

Copied!
109
0
0

Teks penuh

(1)

PEMANFAATAN KUMBANG KOTORAN (

Coleoptera

:

Scarabaeidae

)

DALAM MENGURAI PENUMPUKAN KOTORAN

AYAM RAS PETELUR

SKRIPSI

ABDUL MUJIB ABDUL MUJIB

SKRIPSI

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(2)

RINGKASAN

Abdul Mujib. D14063233. 2012. Pemanfaatan Kumbang Kotoran (Coleoptera :

Scarabaeidae) dalam Mengurai Penumpukan Kotoran Ayam Ras Petelur.

Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Ir. Hotnida C.H. Siregar, M.Si. Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Salundik, M.Si.

Kumbang kotoran yang termasuk kumbang coprophagous dalam pemanfaatannya diketahui mampu mengurangi penumpukan kotoran ternak. Penelitian dan pemanfaatan kumbang kotoran dalam mengolah kotoran ternak lebih banyak menggunakan kotoran ternak ruminansia. Pemanfaatan kumbang kotoran dalam mengolah kotoran ayam ras petelur belum dilakukan. Di Indonesia pemeliharaan ayam ras petelur pada umumnya masih menggunakan sistem kandang baterai, sehingga sering terjadi penumpukan kotoran di bawah kandang. Penumpukan ini bila tidak dikelola dengan baik akan menyebabkan penurunan produktivitas ayam dan dapat mengganggu lingkungan sekitar peternakan. Pemanfaatan kumbang kotoran dimungkinkan dapat menjadi alternatif dalam mengurangi jumlah penumpukan kotoran ayam ras petelur yang sering terjadi di bawah kandang.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar kemampuan kumbang kotoran dalam mengurangi penumpukan kotoran ayam ras petelur. Pengurangan penumpukan kotoran ayam ras petelur ditinjau dari aktivitas dan tingkah laku harian kumbang, pengurangan berat kotoran serta perubahan sifat kimia tanah yang dijadikan media pemeliharaan kumbang.

Jumlah kumbang kotoran yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 30 ekor dengan perbandingan jantan dan betina yaitu 1:1. Pada pengamatan aktivitas dan tingkah laku harian kumbang digunakan 3 ekor betina dan 2 ekor jantan. Pada pengamatan jumlah pengurangan kotoran, kumbang yang digunakan sebanyak 19 ekor yang dikelompokkan bedasarkan jumlah kumbang dan komposisi jenis kelamin kumbang. Pengamatan tentang perubahan sifat kimia tanah yang dijadikan sebagai media kumbang digunakan keseluruhan kumbang. Perubahan sifat kimia tanah yang dijadikan media kumbang dianalisis pada hari ke-0, ke-7, dan ke-21.

(3)

iii

ABSTRACT

Utilization of Dung Beetle (Coleoptera : Scarabaeidae) to Reduce a Pile of Laying Hens Manure

Mujib, A., Hotnida C.H. Siregar, Salundik

Coprophagous beetles in ecologycal system proved to be useful for dung removal in a livestocks. This experiment airned to study laying hen’s dung removal by dung beetle that observed in daily behavior activity, dung removal ability, and soil chemical subtance. The behavior and dung removal activity was observed with ad libitum sampling and recording by one zero. Dung removal ability divided by male and female composition and dung quantity. The soil analysis was start at day 0st, 7st, and 21st. This study showed that beetles activity started at 02.00 am and would reduce at 06.00 pm with resting and feeding as a dominant activity. Dung removal by activities included dung burial, dung masticating and turning the dung into the nest. The quatity of manure removal dung beetles ranged between 1,81-9,50 g/beetle/day and that affected a the composition of male, female, and the number of beetles. The soil analysis showed increased pH, Cation Exchange Capacity (CEC), and makronutrients at day 21st, except Fe.

(4)

PEMANFAATAN KUMBANG KOTORAN (

Coleoptera

:

Scarabaeidae

)

DALAM MENGURAI PENUMPUKAN KOTORAN

AYAM RAS PETELUR

ABDUL MUJIB

D14063233

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(5)

v

Judul : Pemanfaatan Kumbang Kotoran (Coleoptera : Scarabaeidae) dalam Mengurai Penumpukan Kotoran Ayam Ras Petelur

Nama : Abdul Mujib

NIM : D14063233

Menyetujui,

Mengetahui: Ketua Departemen,

Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

(Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc.) NIP. 19591212 198603 1 004

Tanggal Ujian : 13 September 2012 Tanggal Lulus: Pembimbing Anggota,

(Dr. Ir. Salundik, M.Si.) NIP. 19640406 198903 1 003 Pembimbing Utama,

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 26 November 1987 di Madiun, Jawa Timur. Penulis adalah anak pertama dari empat bersaudara yang lahir dari pasangan Bapak Achmad Umar dan Ibu Sufiyati.

Penulis mengawali pendidikan di SD Negeri Pandean, Madiun yang ditempuh Penulis pada tahun 1995 dan selesai pada tahun 2000. Penulis melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri 2 Madiun pada tahun 2000 hingga tahun 2003. Pendidikan menengah atas ditempuh Penulis di SMA Darul Ulum 3, Jombang pada tahun 2003 dan diselesaikan pada tahun 2006. Pada tahun 2006 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui Undangan Seleksi Mahasiswa IPB (USMI) dan pada tahun kedua diterima di Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

(7)

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala kuasa-Nya Penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pemanfaatan Kumbang Kotoran (Coleoptera : Scarabaeidae) dalam Mengurai Penumpukan Kotoran Ayam Ras Petelur” yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan di Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pemilihan topik ini didasarkan pada permasalahan yang sering ditimbulkan akibat penumpukan kotoran ayam ras petelur, sehingga diperlukan alternatif dalam mengurangi jumlah penumpukan kotoran tersebut. Salah satu yang dimungkinkan dapat digunakan sebagai alternatif dalam pengurangan jumlah penumpukan kotoran ayam ras petelur adalah dengan menggunakan kumbang kotoran. Kotoran oleh kumbang kotoran akan digunakan sebagai bahan makanan dan tempat untuk menanam terlur kumbang.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Namun, Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat dan dapat menambah khazanah keilmuan bagi pembaca. Amin.

Bogor, September 2012

(8)

DAFTAR ISI

Permasalahan Kotoran Ayam Ras Petelur ... 3

Komposisi Kotoran Ayam Petelur ... 3

Pengolahan Kotoran Ayam Ras Petelur ... 4

Persiapan Hewan Percobaan ... 10

Aktivitas dan Tingkah Laku Harian Kumbang ... 12

Pengurangan Berat Kotoran oleh Kumbang ... 12

Perubahan Sifat Kimia Tanah yang Digunakan Sebagai Media Kumbang ... 13

Rancangan Percobaan dan Analisis Data ... 14

Peubah yang Diamati ... 14

(9)

ix

Pengurangan Berat Kotoran ... 14

Sifat Kimia Tanah yang Dijadikan Media Kumbang ... 15

Analisis Data ... 15

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 16

Kondisi Umum ... 16

Suhu dan Kelembapan Lokasi Penelitian ... 16

Kondisi Kotoran yang Diberikan ... 17

Aktivitas dan Tingkah Laku Harian Kumbang Kotoran ... 17

Beristirahat ... 19

Makan ... 20

Lokomosi ... 22

Memeriksa ... 23

Merawat Tubuh ... 25

Membuang Kotoran ... 26

Terbang ... 27

Agonistik ... 28

Aktivitas dan Tingkah Laku Kumbang Kotoran dalam Mengurangi Penumpukan Kotoran Ayam Ras Petelur ... 29

Pengurangan Berat Kotoran ... 32

Sifat Kimia Tanah yang Dijadikan Media Kumbang Kotoran ... 34

KESIMPULAN DAN SARAN ... 37

Kesimpulan ... 37

Saran ... 37

UCAPAN TERIMA KASIH ... 38

DAFTAR PUSTAKA ... 39

(10)

DAFTAR TABEL

1. Komposisi Unsur Hara Kotoran Ayam dengan Kotoran Ternak Lain ... 3

2. Kriteria Penilaian Analisis Tanah ... 8

3. Kriteria Penilaian pH Tanah ... 9

4. Kriteria Penilaian Unsur Mikro Tanah ... 9

5. Pengelompokan Kumbang ... 13

6. Komposisi Kotoran Ayam Ras Petelur PT. Jaya Abadi ... 17

7. Kandungan Pakan Ayam Ras Petelur PT. Jaya Abadi ... 17

8. Jumlah Pengurangan Berat Kotoran Ayam Ras Petelur oleh Kumbang Kotoran ... 32

(11)

xi

DAFTAR GAMBAR

1. Beberapa Spesies Kumbang Kotoran ... 4 2. Bentuk Kumbang (a) Jantan; (b) Betina ... 5 3. Bentuk Tungkai Depan(1) dan Belakang(2) serta Antena Onthophagus sp.(3) .. 6 4. Kumbang Kotoran Membuat Liang-liang di Bawah Tinja ... 7 5. Proses Penangkapan Kumbang (a) Perlengkapan Penangkapan Kumbang;

(b) Pengumpulan Sebagian Kumbang yang Tertangkap ... 11 6. Proses Pengukuran Tubuh Kumbang (a) Pengukuran Panjang; (b)

Pengukuran Lebar ... 11 7. Penimbangan Pengurangan Berat Kotoran ... 12 8. Sampel Tanah yang Dianalisis ... 15 9. Kondisi Suhu dan Kelembapan Lokasi Penelitian Selama Pengamatan

Aktivitas dan Tingkah Laku Harian Kumbang ... 16 10. Persentase Aktivitas Harian Kumbang Kotoran Kumbang ... 18 11. Persentase Penggunaan Waktu Aktivitas Istirahat Kumbang Kotoran Selama

24 jam ... 19 12. Persentase Penggunaan Waktu Aktivitas Makan Kumbang Kotoran Selama

24 jam ... 21 13. Gambaran Tingkah laku Makan Kumbang Kotoran (a) Kumbang Jantan

Membongkar Kotoran; (b) Kumbang Betina Makan Berdekatan dengan Terowongan ... 22 14. Persentase Penggunaan Waktu Aktivitas Lokomosi Kumbang Kotoran

Selama 24 jam ... 23 15. Aktivitas Memeriksa Kumbang Kotoran ... 24 16. Persentase Penggunaan Waktu Aktivitas Memeriksa Kumbang Kotoran

Selama 24 jam ... 24 17. Gambaran Tingkah laku Merawat Tubuh Kumbang Kotoran (a) Kumbang

Membersihkan Mulut; (b) Kumbang Membersihkan Bagian Sayap ... 25 18. Persentase Penggunaan Waktu Aktivitas Merawat Tubuh Kumbang Kotoran

Selama 24 jam ... 26 19. Persentase Penggunaan Waktu Aktivitas Membuang Kotoran Kumbang

Kotoran Selama 24 jam ... 27 20. Gambaran Aktivitas Terbang Kumbang Kotoran ... 27 21. Persentase Penggunaan Waktu Aktivitas Terbang Kumbang Kotoran Selama

(12)

22. Persentase Penggunaan Waktu Aktivitas Agonistik Kumbang Kotoran Selama 24 jam ... 23. Persentase Aktivitas Kumbang yang Berhubungan dengan Pengurangan

Berat Kotoran ... 30 24. Gambaran Aktivitas Kumbang Kotoran dalam Mengurangi Penumpukan

(13)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

1. Persentase Tingkah Laku Harian Kumbang Kotoran ... 43

2. Persentase Tiap Tingkah Laku Kumbang Kotoran (Betina) ... 44

3. Persentase Tiap Tingkah Laku Kumbang Kotoran (Jantan) ... 45

4. Hasil Analisis Kotoran Ayam Ras Petelur PT. Jaya Abadi ... 46

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kumbang kotoran termasuk dalam kumbang coprophagous. Kumbang

coprophagous merupakan kumbang pemakan kotoran yang sebagian besar terdapat dalam famili Scarabaeidae. Kumbang kotoran biasa hidup pada kotoran atau tinja, namun tidak semua kumbang yang hidup di dalam kotoran termasuk kumbang kotoran. Kumbang kotoran sejati terdapat pada subfamili Scarabaeoidea famili

Scarabaeidae.

Pemanfaatan kumbang kotoran dalam mengolah kotoran ternak diketahui mampu mengurangi penumpukan kotoran ternak. Pada The Australian Project dimana diintroduksi spesies kumbang kotoran (Onthophagus gazella) dapat mengurangi penumpukan kotoran sapi (Lastro, 2006) dan sukses dalam mengurangi populasi lalat di Australia (Bortone et al., 2005). Penelitian dan pemanfaatan ini dilandasi oleh kemampuan kumbang dalam memindahkan kotoran ke dalam tanah, dimana kotoran oleh kumbang digunakan sebagai bahan makanan dan tempat untuk menanam telur.

Penelitian dan pemanfaatan kumbang kotoran dalam mengolah kotoran ternak lebih banyak menggunakan kotoran ternak ruminansia. Penelitian dan pemanfaatan kumbang kotoran dalam mengolah kotoran ternak unggas belum dilakukan, terutama pada kotoran ayam ras petelur. Di Indonesia pemeliharaan ayam ras petelur pada umumnya masih menggunakan sistem kandang baterai, sehingga sering terjadi penumpukan kotoran di bawah kandang. Penumpukan ini bila tidak dikelola dengan baik akan menyebabkan penurunan produktivitas ayam dan dapat mengganggu lingkungan sekitar peternakan. Pemanfaatan kumbang kotoran dimungkinkan dapat menjadi alternatif dalam mengurangi jumlah penumpukan kotoran ayam ras petelur yang sering terjadi di bawah kandang.

(15)

2

Tujuan

(16)

TINJAUAN PUSTAKA

Kotoran Ayam Ras Petelur

Permasalahan Kotoran Ayam Ras Petelur

Pemeliharaan ayam ras petelur biasanya dilakukan dengan sistem baterai, yaitu ayam dipelihara dalam kandang terpisah dan ditempatkan agak tinggi dari permukaan tanah dengan dasar kandang yang berlubang, sehingga kotoran akan jatuh dan bertumpuk di bawah kandang. Jumlah kotoran ayam yang dikeluarkan setiap harinya cukup banyak, rata-rata per ekor ayam 0,15 kg (Fauziah, 2009).

Fauziah (2009) mengatakan kotoran ayam sering dianggap sebagai penyebab pencemaran pada lingkungan sekitar usaha peternakan ayam. Adanya usaha peternakan ayam mulai dirasakan mengganggu warga sekitar. Hal ini dikarenakan dekatnya usaha peternakan ayam dengan pemukiman masyarakat serta rendahnya kesadaran peternak untuk mengolah limbah yang dihasilkan. Permasalahan yang sering dikeluhkan oleh masyarakat adalah timbulnya bau amoniak yang menyengat dan tingginya jumlah populasi lalat.

Komposisi Kotoran Ayam Petelur

Kotoran ayam terdiri dari sisa pakan dan serat selulosa yang tidak tercerna. Kotoran ayam mengandung protein, karbohidrat, lemak, dan senyawa organik lainnya. Protein pada kotoran ayam merupakan sumber nitrogen selain ada pula bentuk nitrogen anorganik lainnya. Komposisi kotoran ayam atau kotoran ternak pada umumnya sangat bervariasi bergantung pada jenis, keadaan individu, dan makanan yang dimakan ternak (Mackie et al., 1998). Komposisi N, P, K, Mg pada kotoran ayam dengan kotoran ternak lainya dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi Unsur Hara Kotoran Ayam dengan Kotoran Ternak Lain

Jenis Ternak N P K Mg

(17)

4

Pengolahan Kotoran Ayam Ras Petelur

Pengolahan kotoran ayam yang sudah dilakukan adalah dengan menambahkan senyawa pada pakan atau kotoran untuk mengurangi bau yang ditimbulkan. Penambahan senyawa yang biasa digunakan adalah zeolit. Harjanto (1983), menyatakan bahwa mineral zeolit dalam bidang peternakan dapat digunakan untuk mengurangi bau kotoran, mencegah pencemaran udara, menciptakan lingkungan sehat bagi ternak dan masyarakat sekitar, mengatur derajat kekentalan kotoran ternak, meningkatkan mutu pupuk kandang, dan memurnikan gas metan yang dihasilkan oleh pembusukan kotoran ternak yang dipelihara.

Pengolahan kotoran ayam yang sudah umum dilakukan adalah dengan menjadikannya pupuk. Kandungan pupuk kandang dari kotoran ayam baik padat maupun cair mengandung nitrogen, fosfor, dan kalium yang cukup tinggi dibandingkan dengan pupuk kandang lainya (Setyamidjaja, 1986).

Kumbang Kotoran

Kumbang kotoran termasuk pada kelompok jenis kumbang dalam famili

Scarabaeidae (Insekta : Coleoptera) hidupnya selalu membutuhkan tinja (Borror et al., 1992). Beberapa spesies kumbang kotoran dapat dilihat pada Gambar 1.

Indonesia memiliki keanekaragaman kumbang kotoran sebanyak 1.500 spesies (Hanski dan Krikken, 1991) dan hasil studi Kahono dan Setiadi (2007) menyatakan bahwa terdapat beberapa genus yang ditemukan pada hutan tropis basah

Gambar 1. Beberapa Spesies Kumbang Kotoran

(18)

pegunungan Taman Nasional Gede Pangrango yang termasuk kumbang kotoran yaitu pada genus Catarsius, Copris, Onthophagus, Paragymnopleurus, Phacosoma. Genus kumbang kotoran tersebut ditemukan pada karateristik ketinggian yang berbeda.

Kumbang kotoran dapat diklasifikasi dan dibedakan berdasarkan cara kumbang mengolah kotoran. Klasifikasi kumbang kototan ini antara lain tipe roller,

tunneller dan dweller (Hanski dan Krikken, 1991). Pada tipe roller memiliki ciri membuat potongan pada kotoran dan membuatnya bulatan-bulatan serta menggelindingkannya pada suatu tempat. Tipe tunneller memiliki ciri membuat terowongan di bawah kotoran, terowongan tersebut digunakan untuk menyimpan kotoran dalam bentuk bola-bola, sehingga bola-bola kotoran digunakan oleh kumbang kotoran untuk menyimpan telur kumbang. Tipe dweller adalah gabungan dari tipe roller dan tunneller (Hanski dan Krikken, 1991). Jumlah bola-bola yang dibuat antara 13-25 bola dengan bentuk terowongan vertikal (Moniaga, 1991).

Morfologi

Kumbang kotoran termasuk dalam famili Scarabaeidae yaitu memiliki ciri berbentuk bulat telur yang memanjang, tubuhnya bertekstur kuat serta elitranya keras dan memiliki antena 8-11 ruas yang berbentuk lamelat yang merupakan ciri khusus dari kumbang kotoran. Antena ini berfungsi untuk mendeteksi lokasi kotoran (Borror

(19)

6

Bagian torak pada serangga, pada umumnya menempel tiga pasang tungkai kaki dan dua pasang sayap. Bentuk tungkai kumbang kotoran adalah ambulatorial

yang dicirikan menurut fungsinya sebagai pejalan. Tungkai ambulatorial ini umum dimiliki oleh serangga (Borror et al., 1992). Tungkai depan pada kumbang kotoran pada spesies Onthopagus sp. berbentuk forosial dan bagian belakang terdapat duri metatibia, yang ujungnya terdapat kuku. Bentuk tungkai depan(1) dan belakang(2) serta antena Onthophagussp.(3) dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Bentuk Tungkai Depan(1) dan Belakang(2) serta Antena Onthophagussp(3) (a. Koksa, b. Tibia, c. Femur, d. Tibia, e. Tarsus, f. Duri, g. Kuku, p. Skapus, q. Pedisel, y.Tergum akhir).

Sumber : Moniaga (1991)

Saluran pencernaan serangga secara umum berbentuk tabung yang dibagi menjadi tiga ruas. Ruas pertama atau ruas bagian depan terdapat esofagus, dan tembolok. Pada bagian ini dilengkapi juga semacam duri-duri yang berfungsi sebagai alat bantu untuk menghancurkan makanan. Pada bagian tengah dan belakang setiap ruas dicirikan dengan adanya katup kardiak dan pilorik (Metcalf dan Flint, 1967). Kumbang kotoran mempunyai ciri mulut tipe mandibulata. Mandibulata ini dicirikan dengan adanya mandibel yaitu bentuk mulut yang menjajar secara horizontal, berbentuk segitiga yang berfungsi memotong dan menggigit makanan padat. Tipe ini merupakan tipe alat mulut serangga primitif yang kebanyakan dimiliki hampir pada serangga kumbang (Borror et al., 1992).

1 2

(20)

Tingkah Laku

Tingkah laku hewan pada dasarnya merupakan sikap dasar dari hewan untuk menyesuaikan terhadap lingkungan sekitar. Setiap hewan akan belajar untuk beradaptasi dengan lingkungan sekitar. Menurut Stanley dan Andrykovitch (1987), tingkah laku maupun kemampuan beradaptasi dipengaruhi oleh gen dan dapat diwariskan pada keturunannya berupa tingkah laku dasar.

Mukhtar (1986) menyebutkan, tingkah laku hewan dapat dikelompokan ke dalam sembilan perilaku dasar. Tingkah laku dasar pada setiap hewan itu adalah tingkah laku makan dan minum (ingestive behaviour), agonistik (agonistic behavior), seksual (sexual behavior), membuang kotoran (eliminative behavior), beristirahat (resi behavior), memeriksa (investigative behavior), merawat tubuh (epimeletic behavior), meniru (allelomimetic behavior), dan tingkah laku membuat teritori (shelter seeking behavior).

Kumbang kotoran dalam tingkah lakunya sangat tertarik pada kotoran. Di Afrika disebutkan kumbang kotoran akan segera menghampiri kotoran kerbau yang baru dan dalam beberapa hari tumpukan kotoran kerbau akan hilang dari permukaan tanah (Moniaga, 1991). Tingkah laku kumbang kotoran dalam mengurangi tumpukan kotoran diawali dengan membuat bola-bola pada kotoran dan terowongan di bawah kotoran. Terowongan-terowongan ini digunakan untuk menyimpan bola-bola dan bola-bola tersebut digunakan untuk menanamkan telur kumbang. Tingkah laku kumbang kotoran dalam mengurangi kotoran dapat dilihat pada Gambar 4.

(21)

8

Jumlah bola dan telur yang diletakan pada setiap liang dipengaruhi oleh perbedaan jenis, keadaan tanah, kanopi tumbuhan dimana kotoran dikeluarakan. Kumbang kotoran pada spesies tertentu akan menggelindingkan kotoran sampai ditemukan kondisi kanopi dan tanah yang ideal bagi kumbang (Waterhouse, 1974). Moniaga (1991), menyebutkan bahwa kondisi kadar air tanah mempengaruhi jumlah bola dan siklus hidup anak kumbang kotoran. Disebutkan kadar air tanah yang ideal untuk perkembangbiakan kumbang kotoran antara 40 sampai 60 persen.

Sifat Kimia Tanah

Sifat kimia tanah adalah sesuatu yang berhubungan dengan peristiwa yang bersifat kimia dan terjadi di dalam maupun di atas permukaan tanah sehingga akan menentukan sifat dan ciri tanah yang terbentuk. Sifat tanah yang sering dijadikan ciri kualitas tanah pada uji tanah adalah pH tanah, ketersediaan unsur hara makro dan mikro, serta kapasitas tukar kation (Abadi, 2009).

Komponen kimia tanah berperan dalam menentukan sifat, ciri, dan kesuburan tanah. Komponen kimia tanah ini akan menjelaskan reaksi kimia yang menyangkut masalah ketersediaan unsur hara bagi tanaman (Hakim et al., 1986).

Analisis tanah sangat konstektual dengan kondisi tanah. Penilaian hasil analisis tanah dapat merujuk pada hasil penelitian yang sudah ada (Balai Penelitian Tanah, 2005). Kriteria Penilaian analisis tanah dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kriteria Penilaian Analisis Tanah

Parameter Satuan

Nilai

Sangat Rendah

Rendah Sedang Tinggi Sangat

Tinggi

(22)

Sumber : Balai Penelitian Tanah (2005)

Reaksi tanah menunjukkan sifat kemasaman atau alkalinitas tanah dinyatakan dengan nilai pH. Nilai pH dalam tanah merupakan sifat kimia yang penting. Pentingnya nilai pH dikarenakan pH tanah menentukan mudah tidaknya unsur hara diserap tanaman dan sebagai indikator unsur beracun terutama pada pH tanah rendah, selain itu pH tanah juga mempengaruhi mikroorganisme berkembang (Hardjowigeno, 2003). Penilaian pH dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Kriteria Penilaian pH Tanah

Satuan

Hardjowigeno (2003), mengklasifikasi unsur hara esensial bedasarakan keperluan unsur terhadap tanaman. Pembagian unsur hara esensial yaitu unsur hara makro dan mikro. Penilaian unsur hara mikro dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Kriteria Penilaian Unsur Mikro Tanah

Parameter Satuan Nilai

Sumber: Balai Penelitian Tanah (2005)

Hardjowigeno (2003) menyatakan bahwa unsur hara mikro diperlukan oleh tanaman dalam jumlah kecil, jika dalam jumlah yang berlebihan akan menjadi racun bagi tanaman. Faktor utama yang menentukan unsur hara mikro adalah pH tanah, drainase tanah, jerapan liat dan ikatan kation terhadap bahan organik.

(23)

10

MATERI DAN METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ruminansia Kecil, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor (IPB) untuk pengamatan aktivitas dan tingkah laku harian kumbang serta kemampuan kumbang dalam mengurangi berat kotoran ayam ras petelur. Pengujian sifat kimia tanah yang digunakan sebagai media kumbang dianalisis di Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, IPB. Penelitian dilaksanakan selama 120 hari (Januari - April 2012).

Materi

Hewan Percobaan

Hewan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kumbang kotoran (Coleoptera : Scarabaeidae) dengan jumlah 30 ekor (15 ekor kumbang jantan dan 15 ekor kumbang betina). Kumbang diperoleh dari daerah perkebunan teh PT. Kapol, penangkapan, pengadaptasian, dan pengamatan aktivitas dan tingkah laku harian kumbang serta wadah pemeliharaan kumbang dalam pengamatan perubahan sifat kimia tanah. Toples plastik dengan ukuran diameter 14 cm dan tinggi 26 cm digunakan untuk pengamatan pengurangan berat kotoran. Peralatan tambahan yaitu timbangan digital, termohigrometer, sarung tangan, kamera digital, jangka sorong, dan alat tulis.

Prosedur

Persiapan Hewan Percobaan

(24)

sebanyak satu buah jebakan. Jebakan dilengkapi dengan alat penerang untuk memancing kumbang dan setiap 24 jam sekali jebakan diperiksa untuk dilihat ada tidaknya kumbang yang tertangkap. Proses penangkapan kumbang disajikan pada Gambar 5.

Kumbang yang telah ditangkap diadaptasikan di dalam wadah yang ukurannya sama dengan proses penangkapan. Kumbang dilepaskan di dalam wadah yang telah diisi tanah dan kotoran ayam ras petelur.

Setiap kumbang dilakukan pengukuran panjang dan lebar tubuh kumbang. Panjang tubuh diukur dari ujung kepala sampai ujung abdomen sedangkan lebar tubuh diukur dari lebar terluas dari tubuh kumbang (Dung Beetles for Landcare Farming, 2008). Proses pengukuran panjang dan lebar tubuh kumbang dapat dilihat pada Gambar 6.

(a) (b)

Gambar 6. Proses Pengukuran Tubuh Kumbang (a) Pengukuran Panjang; (b) Pengukuran Lebar

(a) (b)

(25)

12

Aktivitas dan Tingkah Laku Harian Kumbang

Pengamatan aktivitas dan tingkah laku harian kumbang diamati dengan metode ad libitum sampling dan pencatatan one-zero. Ad libitum sampling digunakan untuk mengetahui keseluruhan aktivitas dan tingkah laku harian kumbang dan pencatatan one-zero untuk aktivitas kumbang yang berhubungan dengan pengurangan kotoran. Pencatatan dilakukan selama 3 hari dengan selang 15 menit pengamatan dan 15 menit tidak dilakukan pengamatan. Jumlah kumbang yang diamati aktivitasnya sebanyak 5 ekor (2 ekor jantan dan 3 ekor betina) yang memiliki panjang tubuh 26 mm dan lebar 16 mm. Pengamatan digunakan wadah plastik berukuran 60x25x20 cm dengan pemberian tutup pada wadah. Pemberian warna pada tubuh kumbang diberikan untuk membedakan antar individu kumbang.

Pengurangan Berat Kotoran oleh Kumbang

Pengamatan pengurangan berat kotoran oleh kumbang kotoran dilakukan di dalam wadah toples yang telah diberi kode. Besarnya pengurangan berat kotoran diketahui melalui penimbangan toples yang berisi tanah dan kotoran sebanyak 100 g, dimana toples ditimbang pada awal pengamatan sampai hari ke-4. Proses penimbangan media kumbang dapat dilihat pada Gambar 7.

Jumlah kumbang yang digunakan sebanyak 19 ekor. Kumbang dikelompokkan bedasarkan ukuran dan komposisi jantan dan betina pada setiap toples. Jumlah toples yang digunakan sebanyak 6 buah. Pengelompokan kumbang disajikan pada Tabel 5.

(26)

Tabel 5. Pengelompokan Kumbang

Kode Toples Komposisi Kumbang Panjang (mm) Lebar (mm)

P1 1 jantan 28 18

Perubahan Sifat Kimia Tanah yang Digunakan Sebagai Media Kumbang

Pengamatan perubahan sifat kimia tanah yang digunakan sebagai media kumbang, digunakan 30 ekor kumbang yang terdiri dari 15 ekor jantan dan 15 ekor betina. Kumbang merupakan gabungan dari kumbang yang sudah digunakan dalam pengamatan aktivitas dan tingkah laku harian serta pengurangan berat kotoran.

(27)

14

Rancangan Percobaan dan Analisis Data

Peubah yang Diamati

Aktivitas dan Tingkah Laku Harian Kumbang Kotoran. Aktivitas dan tingkah laku harian kumbang kotoran adalah persentase seluruh aktivitas kumbang kotoran dalam 24 jam. Persentase aktivitas dan tingkah laku harian kumbang dihitung menggunakan rumus :

Persentase aktivitas dan tingkah laku (%) = Keterangan :

 = tingkah laku yang diamati

 = keseluruh tingkah laku yang diamati

Data yang diperoleh direkapitulasi per-jam dan dihitung persentase aktivitas dan tingkah laku harian kumbang antara jantan dan betina. Persentase aktivitas dan tingkah laku harian kumbang juga dikelompokan dari tertinggi sampai terendah dan ada tidaknya aktivitas yang berhubungan dengan pengurangan penumpukan kotoran.

Pengurangan Berat Kotoran. Pengurangan berat kotoran oleh kumbang adalah jumlah berat kotoran yang berkurang akibat adanya aktivitas kumbang kotoran dalam satu hari. Pengurangan berat kotoran merupakan selisih antara berat kotoran pada satu hari sebelumnya dikurangi berat kotoran saat diukur, seperti yang tercantum pada rumus berikut:

Pengurangan berat kotoran (g/hari)  -  keterangan :

 : berat kotoran satu hari sebelumnya (g)  : berat kotoran saat diukur (g)

Jumlah pengurangan kotoran dibedakan bedasarkan pengelompokan komposisi kumbang (Tabel 5), yaitu:

1. P1 : kumbang 1 ekor jantan dengan jumlah kotoran 100 g 2. P2 : kumbang 1 ekor betina dengan jumlah kotoran 100 g

3. P3 : kumbang 1 ekor betina dan 1 ekor jantan dengan jumlah kotoran 100 g 4. P4 : kumbang 1 ekor jantan dan 2 ekor betina dengan jumlah kotoran 100 g 5. P5 : kumbang 4 ekor betina dengan jumlah kotoran 100 g

6. P6 : kumbang 3 ekor jantan dan 5 ekor betina dengan jumlah kotoran 100 g

100 %

 

(28)

Sifat Kimia Tanah yang Dijadikan Media Kumbang Kotoran. Sifat kimia tanah yang dijadikan media kumbang kotoran adalah gambaran perubahan sifat kimia tanah sebelum dan sesudah dijadikan media pemeliharaan kumbang. Sifat kimia yang diuji meliputi, pH, C-organik, N-total, P, Ca, Mg, K, Na, KTK, Fe, Cu, Zn, dan Mn. Sifat kimia tanah diukur melalui analisis laboratorium dan dibandingkan dengan kriteria penilaian analisis tanah Balai Penelitian Tanah tahun 2005. Sampel tanah yang dianalisis dapat dilihat pada Gambar 8.

Analisis Data

Pengumpulan data dilakukan dengan pengamatan langsung dan data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif. Penyajian data yang diperoleh ditampilkan dalam bentuk diagram dan grafik untuk persentase aktivitas dan tingkah laku harian kumbang. Pengurangan berat kotoran dan hasil sifat kimia tanah yang digunakan sebagai media kumbang disajikan dalam bentuk tabel.

(29)

16

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum

Suhu dan Kelembapan Lokasi Penelitian

Kondisi suhu dan kelembapan pada lokasi penelitian dicatat pada saat dilakukannya pengamatan aktivitas dan tingkah laku harian kumbang. Kondisi suhu dan kelembapan lokasi penelitian selama pengamatan aktivitas dan tingkah laku harian kumbang disajikan pada Gambar 9.

Kondisi suhu dan kelembapan selama pengamatan aktivitas dan tingkah laku harian kumbang yaitu pada kisaran 21-29oC dan 75%-84%. Kondisi suhu pada lokasi penelitian merupakan kondisi ideal kumbang kotoran dalam mengurangi penumpukan kotoran. Bertone et al. (2005) menyatakan, pada kisaran suhu 19-27oC aktivitas kumbang kotoran dalam mengurangi kotoran sapi di pastura akan lebih meningkat dan mulai menurun pada kondisi lingkungan di atas 300C dan di bawah 10oC.

Kelembapan pada lokasi penelitian merupakan kondisi yang masih bisa ditolerir oleh kumbang. Jameson (1989) menyatakan bahwa kelembapan di bawah 51% akan menyebabkan penurunan aktivitas kumbang.

(30)

Kondisi Kotoran yang Diberikan

Kondisi kotoran yang digunakan selama penelitian merupakan kotoran segar ayam ras petelur. Komposisi kotoran yang digunakan selama penelitian disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Komposisi Kotoran Ayam Ras Petelur PT. Jaya Abadi

Sumber Parameter

C N P K Ca Mg Fe Cu Zn Mn

... (%) ... ... (ppm) ... Kotoran 39,92 2,83 1,04 3,44 9,94 0,64 1.294,99 133,04 536,20 455,70

Sumber : Hasil analisis Lab. Dep. Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian IPB (2012)

Jumlah dan komposisi kotoran ternak dipengaruhi oleh umur, jenis ternak, bahan makanan yang diberikan (Esminger, 1971). Bahan makanan yang digunakan di PT. Jaya Abadi merupakan pakan pabrikan yang meliputi jagung kuning, bungkil kedelai, canola meal, dedak padi, pollard, tepung ikan, tepung daging, asam amino, vitamin, mineral, antioksidan, anti-jamur, dan antibiotik. Kandungan pakan ayam ras petelur PT. Jaya Abadi disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Kandungan Pakan Ayam Ras Petelur PT. Jaya Abadi

Parameter Jumlah Kandungan dalam Pakan (%)

Kadar Air Maksimal 13, 00

Protein kasar 16,00 - 18,00

Lemak kasar Maksimal 7,00

Serat kasar Maksimal 7,00

Abu Maksimal 14,00

Kalsium 3,25 - 4,25

Fosfor 0,60 - 1,00

Sumber : Blangko Pakan PT. Jaya Abadi (2012)

Aktivitas dan Tingkah Laku Harian Kumbang Kotoran

(31)

18

Menurut Scholtz (1989) kumbang kotoran aktif pada pukul 9.00-18.00 dengan aktivitas terbanyak terjadi pada pukul 10.00-12.00 dan 15.00-17.00. Hanski dan Cambefort (1991), membagi tipe aktivitas kumbang kotoran bedasarkan tipe kumbang dalam mengolah kotoran, tipe roller akan banyak menggunakan waktunya pada siang hari sedangkan tipe tunneler ada yang aktif pada malam hari dan siang hari.

Hasil pengamatan terhadap aktivitas dan tingkah laku harian kumbang kotoran diketahui terdapat delapan aktivitas harian kumbang yang meliputi aktivitas makan, agonistik, membuang kotoran, istirahat, memeriksa, merawat tubuh, lokomosi, dan terbang. Perbandingan persentase aktivitas harian kumbang kotoran antara jantan dan betina dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10 menunjukkan aktivitas yang dominan dilakukan oleh kumbang adalah istirahat, makan, lokomosi, memeriksa, merawat tubuh, terbang, dan terendah adalah agonistik. Persentase aktivitas harian jantan dan betina berbeda, dimana jantan lebih dominan melakukan aktivitas istirahat, lokomosi dan merawat tubuh sedangkan betina makan, memeriksa, dan terbang.

Gambar 10. Persentase Aktivitas Harian Kumbang Kotoran Kumbang

(32)

Beristirahat

Kumbang kotoran dianggap melakukan aktivitas istirahat apabila tidak ditemukan pergerakan kumbang di dalam terowongan. Tidak adanya gerakan di dalam terowongan diindikasikan dengan tidak adanya gerakan tanah pada permukaan media.

Persentase aktivitas istirahat kumbang jantan lebih besar daripada betina yaitu 60,24% (14,46 jam/24 jam) dibandingkan 44,11% (10,59 jam/24 jam). Persentase penggunaan waktu untuk aktivitas istirahat oleh kumbang kotoran selama 24 jam dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11 menunjukkan aktivitas kumbang jantan dalam istirahat dilakukan pada pukul 19.00-02.00 WIB dan antara pukul 07.00-17.00 WIB sedangkan kumbang betina pada pukul 07.00 WIB. Aktivitas istirahat pada pukul 19.00-02.00 WIB kumbang jantan dilakukan terus-menerus di dalam terowongan, sedangkan pada pukul 07.00-17.00 WIB aktivitas istirahat diselingi dengan aktivitas lain yaitu pergerakan keluar masuk terowongan. Aktivitas kumbang betina berlangsung pada pukul 19.00-06.00 WIB dan dilakukan di dalam media. Setelah pukul 07.00 WIB kumbang betina keluar dari terowongan dan tidak melakukan aktivitas istirahat.

(33)

20

Tingkah laku istirahat kumbang kotoran antara jantan dan betina dilakukan di dalam media. Kumbang kotoran sebelum melakukan aktivitas istirahat akan melakukan gerakan menggali tanah pada media dengan gerakan membuka menggunakan tungkai depan dan menyundul tanah dengan gerakan memutar tubuh kumbang.

Aktivitas istirahat kumbang kotoran di dalam media ini memberikan informasi mengenai pemanfaatan kumbang kotoran dalam mengolah kotoran ayam ras petelur diperlukan media tanah dengan tingkat kegemburan yang mudah dibuat terowongan oleh kumbang. Informasi ini juga dapat digunakan dalam membudidayakan kumbang kotoran diperlukan media yang cukup gembur sehingga kumbang kotoran dapat membuat terowongan untuk istirahat.

Makan

Kumbang kotoran dianggap melakukan aktivitas makan apabila kumbang melakukan tingkah laku memotong dan menggigit kotoran. Kumbang kotoran akan lebih banyak memotong dan menggigit kotoran yang masih basah, yaitu bagian dalam tumpukan kotoran dibandingkan sisi kotoran yang sudah agak mengering. Aktivitas makan pada jantan akan lebih banyak dilakukan di atas permukaan media sedangkan betina akan makan berdekatan dengan terowongan.

Aktivitas makan jantan dimulai pada pukul 02.00 WIB dan betina pada pukul 04.00 WIB. Aktivitas makan pada betina terus meningkat dan mulai menurun pada pukul 17.00 WIB. Aktivitas makan kumbang betina berfluktuasi antara pukul 09.00-16.00 WIB, hal ini dikarenkan kumbang betina akan bergerak menghampiri tumpukan kotoran dan terlihat juga kumbang betina akan mendekati kotoran yang sudah dibawa oleh kumbang jantan, selain itu betina terlihat seperti berwaspada pada aktivitas makannya. Kumbang betina akan masuk ke dalam terowongan ketika kumbang jantan membongkar tumpukan kotoran dan adanya getaran atau goncangan dari luar. Kumbang betina akan kembali makan ketika jantan mulai pergi dan kondisi sekitar mulai tenang.

(34)

makan pada kotoran yang ditarik kumbang. Berbeda dengan betina, dimana betina lebih banyak makan pada tumpukan kotoran yang diberikan walau terkadang terlihat kumbang betina makan pada serpihan yang dibawa oleh jantan. Persentase penggunaan waktu untuk aktivitas makan kumbang kotoran selama 24 jam dapat dilihat pada Gambar 12.

Persentase aktivitas makan kumbang betina lebih besar daripada jantan yaitu 38,12% (9,15 jam/24 jam) dibandingkan 24,14% (6,27 jam/24 jam). Halffter et al. (2011) menjelaskan tingkah laku kumbang kotoran dibagi menjadi tiga periode yaitu periode maturasi, proses bersarang dan perkawinan. Pada periode makan-maturasi kumbang betina akan banyak melakukan aktivitas makan terutama pada kotoran yang dibawa oleh jantan.

Aktivitas makan kumbang kotoran dalam memilih kotoran yang masih basah memberikan informasi mengenai pemanfaatan kumbang kotoran dalam mengolah kotoran ayam ras petelur diperlukan kotoran segar yang masih basah. Perbedaan posisi kotoran yang dipilih jantan dan betina ketika aktivitas makan juga memberikan informasi dalam pemberian kotoran diperlukan penyebaran di dalam media sehingga kumbang betina makan tanpa mendapat gangguan dari jantan. Gambaran tingkah laku membongkar kotoran oleh jantan dan tingkah laku makan betina yang berdekatan dengan terowongan dapat dilihat pada Gambar 13.

(35)

22

Lokomosi

Kumbang kotoran dianggap melakukan aktivitas lokomosi ketika kumbang melakukan pergerakan perpindahan tempat. Perpindahan tempat yang dilakukan kumbang kotoran selama pengamatan yaitu tingkah laku mengitari wadah, mendorong dan menggali tanah, serta tingkah laku menarik dan membongkar kotoran. Tingkah laku mengitari wadah oleh kumbang dilakukan ketika terjadi peningkatan suhu, sedangkan tingkah laku mendorong dan menggali tanah lebih banyak dilakukan oleh jantan yaitu ketika jantan akan beristirahat. Tingkah laku menarik dan membongkar kotoran dilakukan ketika kumbang akan melakukan aktivitas makan saat jantan membongkar dan menarik kotoran menjauhi tumpukan kotoran sedangkan betina menarik kotoran agak masuk ke dalam terowongan.

Persentase aktivitas lokomosi kumbang jantan lebih besar daripada betina yaitu sebesar 8,33% (1,99 jam/24 jam) dibandingkan 6,12% (1,47 jam/24 jam). Persentase penggunaan waktu untuk aktivitas lokomosi kumbang kotoran selama 24 jam dapat dilihat pada Gambar 14.

Aktivitas lokomosi pada jantan terjadi pada pukul 20.00 WIB saat kumbang akan beristirahat. Kumbang jantan ketika akan beristirahat melakukan pergerakan mendorong dan menggali tanah dan sesekali kumbang keluar dan kembali menggali pada tempat yang berbeda. Aktivitas lokomosi jantan antara pukul 03.00-06.00 WIB dan 07.00-11.00 WIB diketahui pergerakan membongkar, menarik, dan membawa

Sumber : Koleksi Pribadi

Gambar 13. Gambaran Tingkah laku Makan Kumbang Kotoran (a) Kumbang Jantan Membongkar Kotoran; (b) Kumbang Betina Makan Berdekatan dengan Terowongan

(36)

serpihan kotoran pada lokasi tertentu dan lebih banyak dibawa mendekati kumbang betina. Tingkah laku lokomosi pada betina berfluktuasi hal ini dikarenakan aktivitas lokomosi pada betina berhubungan erat dengan tingkah laku kumbang betina ketika melakukan aktivitas makan. Kumbang betina akan berpindah mendekati tumpukan kotoran atau tumpukan kotoran yang dibawa oleh jantan.

Pemanfaatan kumbang kotoran dalam mengurangi tumpukan kotoran ayam ras petelur dengan melihat aktivitas lokomosi kumbang, perlu dipertimbangkan luasan wadah dan kedalaman media yang digunakan yang disesuaikan dengan jenis dan ukuran tubuh kumbang. Bertone et al. (2006) dalam penelitiannya untuk mengetahui besaran aktivitas pengurangan berat kotoran sapi oleh kumbang kotoran digunakan ukuran wadah berdiameter 23 cm dengan ke dalaman 23,5 cm serta tinggi media tanah yang diberikan 19 cm, yaitu dengan mempertimbangkan panjang tubuh kumbang 11 mm (Onthophagus gazella) dan 8 mm (Onthophagus taurus).

Memeriksa

Kumbang kotoran dianggap melakukan aktivitas memeriksa ketika bagian tergum akhir atau ruas antena terakhir kumbang terbuka dan bergerak ke-kanan dan ke-kiri. Tingkah laku memeriksa kumbang jantan lebih banyak dilakukan ketika kumbang keluar dari terowongan setelah kumbang beristirahat serta ketika kumbang akan terbang yaitu pada pukul 03.00-04.00 WIB. Tingkah laku kumbang betina

(37)

24

dalam memeriksa dilakukan setiap akan keluar dari terowongan. Gambaran aktivitas memeriksa kumbang kotoran dapat dilihat pada Gambar 15.

Persentase aktivitas memeriksa kumbang betina lebih dominan daripada jantan, yaitu sebesar 9,06% (2,17 jam/24 jam) dibandingkan 2,28% (0,55 jam/24 jam) hal ini dimungkinkan kumbang betina lebih memiliki sifat nerveous.Persentase penggunaan waktu untuk aktivitas memeriksa kumbang kotoran selama 24 jam dapat dilihat pada Gambar 16.

Gambar 16 menunjukkan aktivitas memeriksa betina dilakukan antara pukul 02.00-05.00 WIB, 07.00-09.00 WIB, dan tertinggi pada pukul 13.00 WIB. Tingkah

Gambar 16. Persentase Penggunaan Waktu Aktivitas Memeriksa Kumbang Kotoran Selama 24 jam

Sumber : Koleksi Pribadi

Gambar 15. Aktivitas Memeriksa Kumbang Kotoran

(38)

laku memeriksa betina lebih besar dikarenakan kumbang betina lebih banyak melakukan aktivitas yang berdekatan dengan terowongan. Kumbang betina sering melakukan keluar masuk terowongan ketika jantan mendekati terowongan betina.

Aktivitas kumbang betina yang lebih memeiliki sifat nerveous memberikan informasi dalam pemanfaatan kumbang kotoran untuk mengurangi penumpukan kotoran ayam ras petelur dan membudidayakan kumbang kotoran perlu dipertimbangkan mengenai kepadatan kandang yang mencukupi antara jantan dan betina untuk tidak bersinggungan. Informasi kepadatan kandang perlu dilakukan penelitian lebih lanjut.

Merawat Tubuh

Tingkah laku merawat tubuh antara jantan dan betina dilakukan dengan cara membersihkan bagian tubuh kumbang menggunakan tungkai, yaitu dengan cara mengusap bagian tubuh untuk dibersihkan. Gambaran mengenai aktivitas kumbang dalam merawat tubuh dapat dilihat pada Gambar 17.

Aktivitas merawat tubuh kumbang jantan dan betina dilakukan pada pukul 04.00-05.00 WIB yaitu setelah kumbang keluar dari terowongan. Aktivitas merawat tubuh kumbang setelah keluar dari terowongan lebih banyak dilakukan dengan cara membersihkan bagian bawah sayap menggunakan salah satu tungkai tengah.

Sumber : Koleksi Pribadi

Gambar 17. Gambaran Tingkah laku Merawat Tubuh Kumbang Kotoran (a) Kumbang Membersihkan Mulut; (b) Kumbang Membersihkan Bagian Sayap

(39)

26

Aktivitas merawat tubuh kumbang jantan pada pukul 09.30-12.00 WIB dan betina pada pukul 13.00 WIB persentase dalam merawat tubuh lebih tinggi, hal ini dikarenakan kumbang akan membersihkan tubuhnya disela makan dan membongkar kotoran. Aktivitas dan tingkah laku merawat tubuh pada jantan sebesar 1,38% (0,33 jam/24 jam) dan betina 0,67% (0,16 jam/24 jam). Persentase penggunaan waktu untuk aktivitas merawat tubuh kumbang kotoran selama 24 jam dapat dilihat pada Gambar 18.

Membuang Kotoran

Kumbang kotoran dianggap melakukan aktivitas membuang kotoran ketika kumbang mengelurkan kotoran dari bagian anus. Aktivitas membuang kotoran antara jantan dan betina lebih banyak dilakukan disela kumbang melakukan aktivitas makan yaitu antara pukul 10.00-15.00 WIB. Tingkah laku kumbang dalam membuang kotoran terlihat ketika tungkai belakang digerakkan untuk menarik kotoran dari anus dan gerakan salah satu tungkai belakang mengusap bagian anus kumbang.

Persentase aktivitas membuang kotoran pada jantan yaitu sebesar 0,97% (0,23 jam/24 jam) sedangkan betina 0,66% (0,16 jam/24 jam). Persentase penggunaan waktu untuk aktivitas membuang kotoran kumbang kotoran selama 24 jam dapat dilihat pada Gambar 19.

(40)

Terbang

Tingkah laku terbang dilakukan dengan cara membuka penutup sayap dan membentangkan sayap bagian dalam. Hasil pengamatan menunjukkan aktivitas terbang dilakukan oleh kumbang pada saat awal akan melakukan aktivitas yaitu pada pukul 02.00-07.00 WIB setelah kumbang istirahat. Gambaran aktivitas terbang kumbang kotoran dapat dilihat pada Gambar 20.

Persentase aktivitas terbang pada jantan sebesar 0,98% (0,23 jam/24 jam) sedangkan betina 0,28% (0,07 jam/24 jam). Persentase penggunaan waktu untuk aktivitas terbang kumbang kotoran selama 24 jam dapat dilihat pada Gambar 21.

Gambar 19. Persentase Penggunaan Waktu Aktivitas Membuang Kotoran Kumbang Kotoran Selama 24 jam

Gambar 20. Gambaran Aktivitas Terbang Kumbang Kotoran

(41)

28

Gambar 21 menunjukkan kumbang jantan tidak melakukan aktivitas terbang setelah pukul 03.00 WIB dan betina pada pukul 07.00 WIB, hal ini dikarenakan sudah adanya kotoran di dalam media. Price dan May (2009) menyatakan tingkah laku terbang merupakan tingkah laku yang alami dilakukan oleh kumbang di alam untuk mencari lokasi kotoran, kumbang kotoran akan terbang secara zig-zag untuk mencari lokasi kotoran dan akan berjalan ketika mendekati kotoran yang dituju. Pemanfaatan kumbang kotoran dalam mengurangi tumpukan kotoran ayam ras petelur dengan melihat aktivitas terbang, perlu dipertimbangkan mengenai pemberian tutup pada wadah dan jumlah kotoran yang diberikan.

Agonistik

Tingkah laku agonistik antara jantan dan betina jarang terjadi. Hasil pengamatan menunjukkan kumbang lebih banyak melakukan tingkah laku agonistik antara sejenis terutama ketika kumbang lain memasuki terowongan kumbang. Tingkah laku agonistik dilakukan dengan cara menyundul kumbang lain untuk keluar dari terowongan. Persentase tingkah laku agonistik kumbang kotoran selama 24 jam dapat dilihat pada Gambar 22.

(42)

Aktivitas agonistik kumbang kotoran sangat jarang dilakukan oleh kumbang. Berbeda dengan pernyataan Halffter et al. (2011) dimana kumbang kotoran akan sangat sering melakukan perkelahian terutama ketika kumbang berada di tumpukan kotoran. Aktivitas agonistik sangat jarang dilakukan kumbang kotoran yang diamati dikarenakan ketersediaan kotoran yang diberikan tidak menyebabkan kumbang untuk berebut.

Pemanfaatan kumbang kotoran dalam mengurangi tumpukan kotoran ayam ras petelur perlu dipertimbangkan mengenai jumlah kotoran yang akan diberikan. Pemberian kotoran yang cukup diharapkan akan mengurangi antar kumbang untuk melakukan agonistik.

Aktivitas dan Tingkah Laku Kumbang Kotoran dalam Mengurangi Penumpukan Kotoran Ayam Ras Petelur

Aktivitas dan tingkah laku kumbang kotoran dalam mengurangi penumpukan kotoran ayam ras petelur adalah tingkah laku makan dan lokomosi. Pada tingkah laku makan aktivitas mengurangi penumpukan kotoran dilakukan dengan cara memotong dan menggigit kotoran, hal ini dikarenakan bentuk mulut kumbang yang berbentuk

mandibulata yaitu bentuk mulut yang menjajar secara horizontal berbentuk segitiga. Gambar 22. Persentase Penggunaan Waktu Aktivitas Agonistik

(43)

30

Forge (1993) juga mengatakan kumbang kotoran dalam makan akan memotong dan menggigit kotoran yang dimakannya.

Tingkah laku lokomosi tidak semuanya berhubungan dengan pengurangan kotoran. Pada tingkah laku lokomosi yang sangat erat hubungannya dalam mengurangi penumpukan kotoran yaitu dengan cara membongkar dan memasukkan kotoran ke dalam tanah (media). Hal ini berbeda dengan pernyataan Halffter et al., (1974) dimana kumbang kotoran pada spesies Phanaeus sp. dalam merelokasi kotoran akan mendekati kotoran dan mengepak kotoran menjadi bola, dimana bola akan digelindingkan menggunakan tungkai belakang menuju terowongan. Persentase aktivitas kumbang yang berhubungan dengan pengurangan berat kotoran disajikan pada Gambar 23.

Persentase aktivitas memotong dan menggigit kotoran pada kumbang jantan lebih rendah daripada betina sedangkan aktivitas membongkar dan memasukkan kotoran ke dalam media, persentase jantan lebih besar. Hunt dan Simmons (2002), menyatakan jantan pada kumbang kotoran akan banyak melakukan aktivitas membongkar kotoran dan memasukkan kotoran ke dalam terowongan sedangkan betina akan mengepak kotoran menjadi bulatan yang banyak dilakukan di

(44)

terowongan sarang. Hasil pengamatan menunjukkan aktivitas kumbang dalam mengurangi penumpukan kotoran ayam ras petelur akan diawali dengan keluar dari terowongan dan mendekati kotoran yang sebelumnya kumbang akan menggerakkan antena untuk memeriksa. Kumbang jantan akan mendekati kotoran dan mulai membongkar kotoran serta menarik kotoran agak menjauhi dari bongkahan kotoran sedangkan pada betina setelah keluar dari terowongan akan mendekati kotoran dan membuat terowongan baru di dekat kotoran.

Pengurangan kotoran oleh kumbang terlihat seperti terjalin bentuk kerjasama antara jantan dan betina. Kotoran yang sudah dibongkar oleh jantan, biasanya betina akan menghampiri kotoran dan akan membuat terowongan yang berdekatan dengan kotoran. Kumbang betina juga akan menghampiri bongkahan yang dibuat jantan yang mana terkadang jantan akan membawakan bongkahan kecil itu berdekatan dengan terowongan betina. Gambaran tentang aktivitas kumbang kotoran dalam mengurangi jumlah penumpukan kotoran dapat dilihat pada Gambar 24.

Halffter et al. (2011) menjelaskan tingkah laku kumbang kotoran dibagi menjadi tiga periode yaitu periode makan-maturasi, proses bersarang dan perkawinan. Pada periode makan-maturasi jantan akan membawakan kotoran kepada Gambar 24. Gambaran Aktivitas Kumbang Kotoran dalam Mengurangi

(45)

32

betina biasa dikenal sebagai “penawaran pranikah”. Pada periode ini juga betina akan lebih banyak makan terutama kotoran yang dibawa oleh jantan.

Kondisi kotoran di dalam tanah yang dibawa oleh kumbang berbentuk serpihan atau bongkahan. Kondisi ini terlihat ketika dilakukan pembongkaran pada media kumbang. Kotoran di dalam media akan bencampur dengan tanah dan sebagian akan banyak menempel pada pinggiran terowongan. Bentuk bongkahan ini hampir menyerupai dengan bulatan bola yang tidak teratur. Moniaga (1991) menyatakan, kotoran yang dibawa kumbang ke dalam liang akan dibentuk bola-bola dan sedikit bercampur dengan tanah. Bornemissza (1970) menambahkan jumlah bola yang dibentuk mencapai 40 bola dan kondisi bulatan kotoran berbeda pada setiap spesies kumbang kotoran.

Perbedaan aktivitas jantan dan betina dalam mengurangi penumpukan kotoran memberikan informasi perlunya komposisi jantan dan betina dalam wadah. Komposisi jantan dan betina ini diharapkan dapat mengurangi penumpukan kotoran ayam ras petelur terbentuk kerjasama yang saling melengkapi.

Pengurangan Berat Kotoran

Pengurangan berat kotoran dengan menggunakan kumbang kotoran memberikan informasi mengenai seberapa besar kemampuan kumbang dalam mengurangi penumpukan kotoran ayam ras petelur. Jumlah pengurangan berat kotoran ayam ras petelur oleh kumbang kotoran dapat dilihat pada Tabel 8.

(46)

Rataan kumbang kotoran dalam mengurangi berat kotoran, kumbang betina lebih besar daripada jantan yaitu 9,50 g/ekor/hari dibandingkan 9,25 g/ekor/hari. Nilai ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Shahabuddin (2007) yaitu 10,41 g/ekor/hari, pada spesies Copris soundersi yang dipelihara secara individu dalam wadah dengan tinggi 30 cm dan diameter 20 cm.

Perbedaan komposisi jantan dan betina yang digunakan menunjukkan perbedaan kemampuan kumbang dalam mengurangi berat kotoran. Kemampuan kumbang akan semakin meningkat ketika digunakan perbedaan komposisi jantan dan betina dalam wadah dibandingkan dengan kemampuan pengurangan berat kotoran kumbang yang hanya menggunakan kumbang betina semua, meskipun jumlah kumbang yang digunakan lebih banyak. Pada kondisi pemeliharaan hanya kumbang betina, tidak ditemukan kerja sama antara jantan dan betina dalam mengurangi kotoran. Pengamatan selama penelitian menunjukkan bahwa kumbang jantan berperan dalam membongkar kotoran dan membawakanya pada betina. Halffter et al. (2011) menyatakan bahwa kumbang jantan akan membongkar dan memberikan kotoran kepada betina.

Rataan kemampuan kumbang kotoran dalam mengurangi berat kotoran bila dihubungkan dengan ukuran tubuh (Tabel 5) menunjukkan kemampuan kumbang yang semakin meningkat, sejalan dengan ukuran tubuh. Kumbang kotoran dengan panjang tubuh 28 mm dan lebar 18 mm memiliki kemampuan mengurangi berat kotoran yang lebih besar dibandingkan dengan kumbang berukuran panjang tubuh 26 mm dan lebar 16 mm, yaitu 9,25 g/ekor/hari dibandingkan 1,81 g/ekor/hari. Hal ini sesuai dengan pernyataan Shahabuddin (2007) bahwa ukuran tubuh dan spesies kumbang kotoran yang digunakan berpengaruh secara signifikan pada jumlah pengurangan penumpukan kotoran Anoa. Kumbang kotoran dari spesies Copris soundersi yang berukuran tubuh 18,48 mm mengurangi berat kotoran lebih banyak dari pada spesies Onthophagus limbatus yang berukuran 6,78 mm, yaitu 93,65 g/ekor dibandingkan 24,38 g/ekor.

Pemanfaatan kumbang kotoran dalam mengurangi penumpukan kotoran ayam ras petelur perlu mempertimbangkan ukuran tubuh kumbang dan komposisi jantan dan betina yang digunakan. Usaha budidaya kumbang kotoran juga memerlukan

kotoran.

(47)

34

Sifat Kimia Tanah yang Dijadikan Media Kumbang Kotoran

Hasil sifat kimia tanah yang dijadikan media kumbang kotoran terjadi perubahan pada setiap sampel. Perubahan yang sangat mencolok terjadi pada antara sampel yang diambil pada hari ke-0 dengan sampel hari ke-21. Hasil analisis kimia tanah yang digunakan sebagai media kumbang disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9. Hasil Analisis Tanah Sebelum dan Sesudah Dijadikan Media Kumbang

Parameter Satuan

 : Nilai bedasarkan hasil analisis Lab. Dep. Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

: Kriteria bedasarkan Balai Penelitian Tanah (2005)

Tabel 9 menunjukkan kondisi pH tanah awal sebelum diberi kumbang menunjukkan kondisi masam. Kondisi pH berubah setelah pemberian kumbang yaitu meningkat menjadi agak masam pada P7 serta netral pada P21.

(48)

ketika terjadi perombakan akan menyebabkan peningkatan pH. Nitrogen di dalam manur juga ada dalam bentuk NO3- dan NO2-. Adanya ion hidrogen di dalam manur akan mereduksi NO3- dan NO2- menjadi NH3, bila mikrob mengambil sumber nitrogen dari proses ini, maka pH akan meningkat.

Hardjowigeno (2003), menyatakan Kondisi pH akan menentukan mudah tidaknya unsur-unsur hara diserap tanaman dimana pada umumnya unsur hara mudah diserap oleh akar tanaman pada pH kisaran netral. Kondisi pH juga akan mempengaruhi perkembangan mikroorganisme dimana bakteri pengikat nitrogen dari udara dan bakteri nitrifikasi hanya dapat berkembang dengan baik pada pH lebih dari 5,5.

Peningkatan pH tanah juga diikuti dengan peningkatan Kapasitas Tukar Kation (KTK). Peningkatan KTK pada P7 (20,86 me/100 g) dan P21 (23,30 me/100 g) dibandingkan dengan P0 (11,26 me/100 g), menunjukkan dengan pemberian kumbang kotoran memberikan sumbangan terhadap peningkatan KTK pada tanah. Kumbang kotoran dalam aktivitas pengurangan kotoran ayam ras petelur akan membawa kotoran masuk ke dalam tanah. Proses relokasi ini akan menyebabkan terjadinya proses adsorpsi mineral kation NH4+ ke dalam tanah sehingga proses pertukaran kation terjadi.

Menurut Krichman dan Witter (1989), pada kotoran ayam yang terdekomposisi, karbohidrat yang ada pada kotoran akan mengalami proses perombakan oleh mikroba menghasilkan H2O dan CO2. Kedua molekul ini akan bereaksi membentuk H2CO3 dan di dalam air akan terionisasi menjadi HCO3- dan CO32-. Protein yang ada di dalam kotoran ayam akan mengalami deaminasi. Gugus amina (NH2) yang dilepaskan dalam peristiwa ini akan mengambil H+ dari lingkungan dan membentuk NH3- dan dalam kondisi basah NH3 akan terperangkap membentuk ion amonium dan adanya HCO3- dari karbohidrat akan membentuk NH4+ untuk memberikan ion hidrogen (proton) kepada HCO3- dan pada akhirnya gas NH3 akan dilepas ke udara Praja (2006).

(49)

36

juga menyatakan aktivitas kumbang kotoran pada spesies Onthophagus gazella dan

O. taurus juga meningkatkan pH dan KTK, dimana peningkatan KTK akan mempengaruhi kemampuan tanah dalam menahan kation dasar, meliputi Ca, K, dan Mg.

Pemberian kumbang kotoran juga dapat meningkatkan kandungan C-organik, N-total, dan Phospor (P). Shahabuddin (2007) juga menyatakan terjadi peningkatan pada N-total, P, dan N akibat adanya aktivitas kumbang kotoran. Peningkatan ini menurut Yokohama et al. (1991) dikarenakan terjadi karena aktivitas kumbang kotoran yang membongkar kotoran dalam bentuk serpihan akan dan menamnya pada tanah membantu mikroorganisme dalam merombak kotoran serta akumulasi NH4-N akibat proses dekomposisi oleh mikroorganisme mengakibatkan meningkatnya N-total. Peningkatan pH, KTK, C-organik dan unsur makro tanah pada hari ke-21 setelah pemberian kumbang kotoran menunjukkan kumbang kotoran dapat membantu dalam memperbaiki kwalitas tanah pada hari ke-21.

Jumlah peningkatan kandungan P pada perlakuan sesudah diberi kumbang kotoran menunjukkan jumlah yang sangat tinggi. Jumlah kandungan P yang sangat tinggi ini dikarenakan dalam proses perombakan kotoran ayam ras petelur dengan menggunakan kumbang kotoran di dalam aktivitas pengurangan kotoran oleh kumbang masih banyak meninggalkan serpihan kotoran pada tanah. Bertone et al. (2006) menyatakan tingginya kandungan N, P, dan K hal ini berkaitan dengan kondisi tanah yang masih banyak mengandung serpihan kotoran akibat aktivitas kumbang kotoran (O. Gazella dan O. taurus).

(50)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Kemampuan kumbang kotoran dalam mengolah kotoran ayam ras petelur diketahui aktivitas dan tingkah laku yang dominan dilakukan kumbang kotoran adalah beristirahat dan makan dengan tingkah laku yang berhubungan dengan pengurangan kotoran memotong dan menggigit kotoran, membongkar serta memasukkan kotoran ke dalam media. Kemampuan per-ekor kumbang kotoran dalam mengurangi berat kotoran yaitu berkisar antara 1,81-9,50 g/ekor/hari yang dipengaruhi oleh komposisi jantan dan betina yang digunakan serta ukuran tubuh kumbang. Pemberian kumbang kotoran diketahui dapat meningkatkan pH, KTK, C-organik, N-total, Phosfor, dan unsur hara makro tanah serta menyeimbangkan unsur hara mikro tanah kecuali unsur Fe yaitu pada hari ke-21.

Saran

(51)

38 pembimbing anggota atas bimbingan dan arahan yang diberikan selama Penulis melakukan penelitian dan penyusunan skripsi. Kepada M. Sriduresta S., S.Pt. M.Sc. selaku dosen pembahas dan moderator dalam seminar proposal Penulis. Kepada Ir. Lucia Crilla ENSD., M.Si dan Ahmad Yani, S.TP. M.Si serta Ir. Widya Hermana M.Si selaku panitia dan dosen penguji ujian sidang atas kritik dan saran yang diberikan sehingga skripsi ini menjadi lebih baik. Tak lupa Penulis ucapkan terima kasih kepada Penulis kepada Ir. Andi Murfi, M.Si. dan selaku dosen pembimbing akademik atas nasihat dan motivasi yang diberikan selama Penulis menempuh studi S1 di Fakultas Peternakan. Kepada Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc. yang telah bersedia membimbing Penulis selama menumpuh studi S1 di Fakultas Peternakan.

Penulis ucapkan terima kasih kepada Bapak Suratiman beserta keluarga yang telah membantu dan memberikan izin dalam proses pengambilan hewan percobaan. Kepada Benik Ashar Bagus, S.Pt. dan Furqon, S.Pt dalam membantu dan memberi arahan dalam pengolahan data hasil pengamatan. Penulis ucapkan terima kasih kepada Riza Khedar S.Pt, I Made Joni Abdi Wiranata, Khairul Ikhwan, Luthfi Dwiyanto S.Pt, Artadi Nugraha, Wisnu Adhytio Santoso yang telah bersedia membantu dan menemani selama proses pengambilan data.

(52)

DAFTAR PUSTAKA

Abadi, K. M. 2009. Kondisi fisik, kimia, dan biologi tanah pasca reklamasi lahan agroforestry di area pertambangan bahan galian C Kecamatan Astanajapura Kabubaten Cirebon Provinsi Jawa Barat. Skripsi. Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Balai Penelitian Tanah. 2005. Petunjuk Teknis Analisis Kimia Tanah, Tanaman, Air, dan Pupuk. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Bogor.

Bertone, M. A., J. T. Green, S. P. Washburn, M. H. Poore, & D. W. Watson. 2006. The contribution of tunneling dung beetles to pasture soil nutrition. Online. Forage and Grazinglands doi : 10.1094/FG-2006-0711-02-RS.

Bertone, M. A., J. T. Green, S. P. Washburn, M. H. Poore, C. Sorenson, & D. W. Watson. 2005. Seasonal activity and species composition of dung beetles (Coleoptera: Scarabaeidae and Geotrupidae) inhabiting cattle pastures in North Carolina. Ann. Entomol. Soc. Am. 98 (3) : 309-321.

Bornemissza, G. F. 1970. Insectary studies on the control of dung breeding flies by the activity of the dung beetle, Onthophagus gazella F. (Coleoptera: Scarabaeidae). Ent. Soc. 9 : 31-41

Borror, D. J., C. A. Triplehorn, & N. F. Johnso. 1992. Introduce to Entomology. Edisi ke-6. Terjemahan: S. Partosoedjono. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Dung Beetles for Landcare Farming. 2008, Dung Beetle Dictionary, Landcare Australia.

Esminger, M. A. 1971. Dary Cattle Science (Animal Agriculture Series). The Interstate Printers and Publisher. Inc Danville, Ilinosis.

Fauziah. 2009. Upaya pengelolaan lingkungan usaha ayam.

http://www.mustang89.com/litertur/74-literatur-ayam/355-upayapengelolaan-lingkungan--usaha-peternakan-ayam-pdf. [14 Januari 2012]

Forge, K. 1993. Pasture Watch Classrom Activities. Dep. of Primary Industries, Queensland, Brisbane.

Hakim, N., N. Yusuf, A. Lubis, G. N. Sutopo, M. D. Amin, B. H. Go, & H. H. Bailley. 1986. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung, Lampung. Halffter, G., V. Halffter, & I. Lopez. 1974. Phaneus behavior: Food transportation

and bisexual coperatif. Enulromental Entomolog. 3 : 341-345.

Halffter, G., V. Halffter, & M. E. Favila. 2011. Food relocation and nesting behavior in Scarabaeus and Kheper (Coleoptera : Scarabaeidae). Acta Zoologica Mexicana (n.s). 27 (2) : 305-324.

Hanski, I. & Y. Cambefort (Eds.). 1991. Dung Beetle Ecology. Princeton University Press, Princeton.

(53)

40

Hardjowigeno, H. S. 2003. Ilmu Tanah. CV Akademika Pressindo, Jakarta.

Harjanto, S. 1983. Bahan Galian Zeolit, Penggunaan dan Penyebaran di Indonesia. Direktorat Sumberdaya Mineral, Direktorat Jendaral Pertambangan Umum. Dep. Pertambangan dan Energi, Bandung.

Hunt, J. & L. W. Simmons. 2002. Behavior dynamics of biparental care in the dung beetle Onthophagus taurus. Animal Behavior. 6 : 65-75.

Jameson, M. L. 1989. Diversity of copropgagous Scarabaeidae (Coleoptera) in grazed versus ungrazed sandlills prairie in watern Nebraska. Paper in Entomology. 61 : 29-35.

Kahono, S. & L. K. Setiadi. 2007.Keragaman dan distribusi vertikal kumbang tinja Scarabaeidae (Coleoptera: Scarabaeidae) di Hutan Tropis Basah Pegunungan Taman Nasional Gede Pangrango, Jawa Barat, Indonesia. Biodeversitas. 8 (4) : 118-121.

Kirchman, H. & Witter, E. 1989. Ammonia volatization during aerobic and anaerobic manur decomposition. Departemen of Soil Science. Devision of Plant Nutrition. Swedish University of Agricultural Science. Plant and Soil. Hlm : 1534-1535.

Lastro, E. 2006. Dung beetles (Coleoptera: Scarabaeidae and Geotrupidae) in North Carolina pasture ecosystem. Tesis: North Carolina State University, Carolina. Mackie, R. I., P. G. Stroot, & V. H. Varel. 1998. Biochemical identification and

biological origin of key odor components in livestock waste. J. Anim. Sci. 76 : 1331-1342.

Metcalf, C. L. & W. P. Flint. 1967. Destructive and Usufel Insects. dlm: Penuntun Pratikum Entomologi Umum. Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Moniaga, W. M. 1991. Inventarisasi kumbang koprofagus pada tinja sapi serta biologi dan perilaku Onthopagus sp1. Tesis: Fakultas Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Mukhtar, A. S. 1986. Dasar-dasar Ilmu Tingkah Laku Satwa (Ethologi). Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam. Departemen Kehutanan, Bogor.

Praja, A. E. 2006. Pengaruh kapur terhadap pelepasan gas H2S dan unsur hara pada manur ayam ras petelur. Skipsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Alam, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Price, L. D., & L. M. May. 2009. Behavior ecology of Phaneus dung beetles (Coleoptera : Scarabaeidae). Actazool. Mex. 25 (1) : 211-238.

Scholtz, C. H. 1989. Unique forazing behavior in pachysoma striatum castelnav (Coleoptera : Scrabaeidae) : an adaptation to arid conditions. Journal of Arid Environments. 16 : 305-313.

Setyamidjaja, D. 1986. Pupuk dan Pemupukan. CV. Simplex, Jakarta.

(54)

margin of Lore Lindu National Park, Central Sulawesi. Desertasi. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Stanley, M. & G. Andrykovich. 1987. Living: In Introduction to Biology. Addison Wesley Publishing Company, Inc. All Rights reserved, Canada.

Waterhouse, D. F. 1974. The biologi control of dung. Sci.Am. 37 : 83-93.

Yokohama, K., H. Kai, T. Koga, & S. Kawaguchi. 1991. Effect of dung beetle,

Onthophagus lenzii H. On Nitrogen transformation in cow dung and dung balls. Soil. Sci. Plant Nutr. 37 (2) : 341-345.

(55)

42

(56)

Lampiran 1. Persentase Tingkah Laku Harian Kumbang Kotoran

(57)

44

Lampiran 2. Persentase Tiap Tingkah Laku Kumbang Kotoran (Betina)

Jam Makan Agonistik Membuang

(58)

Lampiran 3. Persentase Tiap Tingkah Laku Kumbang Kotoran (Jantan)

Jam Makan Agonistik Membuang

(59)

46 Lampiran 4. Hasil Analisis Kotoran Ayam Ras Petelur PT. Jaya Abadi

(60)

Gambar

Tabel 1.  Komposisi Unsur Hara Kotoran Ayam dengan Kotoran Ternak Lain
Gambar 3.   Bentuk Tungkai Depan(1) dan Belakang(2) serta Antena Onthophagus sp(3)
Tabel 2.  Kriteria Penilaian Analisis Tanah
Tabel 3.  Kriteria Penilaian pH Tanah
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukan bahwa, 1 Program pengembangan budaya religius di MTs Hidayatul Mubtadi’in Malang diantaranya: Sholat dhuha dan dzuhur berjama’ah, program tartil setiap

Penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikan: 1) Langkah-langkah bimbingan belajar bagi peserta didik yang mengalami kesulitan matematika di SDN Badran Surakarta, 2)

Menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Analisis Kualitas Air Akibat Keramba Jaring Apung Di Danau Toba Dusun Sualan Desa Sibaganding Kabupaten Simalungun Sumatera Utara”

perbedaan paling signifikan disini ialah panjang dari kedua hal tersebut (piping dan pipelines) sehingga dalam prosedur nya pun nanti nya akan diperlakukan dengan

Buku berjudul Ilmu Falak (Perjumpaan Khazanah Islam dan Sains Modern) karya Susiknan Azhari tahun 2007 yang memaparkan contoh perhitungan arah kiblat dengan rumus

*ada tipe ini tidak saja terjadi in$lamasi seperti pada appendisitis non obstrukti$ tetapi juga terdapat penyumbatan lumen misalnya cacing gelang, $ekalit atau

Simpulan penelitian ini adalah (1) kemampuan menghitung yang diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran konvensional mendapatkan hasil 16 siswa memiliki

Ini secara langsung menunjukkan bahawa kanak- kanak yang meluangkan banyak masa juga mempunyai tahap kerentanan yang tinggi terhadap pengantunan seksual dalam