PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI
PADI SEMIORGANIK DAN ANORGANIK SERTA
ANGGOTA DAN NON ANGGOTA KOPERASI KELOMPOK
TANI DI KECAMATAN CIGOMBONG KABUPATEN BOGOR
SAUSAN BASMAH
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI
DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi “Produksi dan Pendapatan Usahatani
Padi Semiorganik dan Anorganik serta Anggota dan Non Anggota Koperasi
Kelompok Tani di Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor” adalah karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun
pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari
karya diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi.
Bogor, Juni 2013
RINGKASAN
SAUSAN BASMAH. Produksi dan Pendapatan Usahatani Padi Semiorganik dan Anorganik serta Anggota dan Non Anggota Koperasi Kelompok Tani di Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh BONAR M. SINAGA dan HASTUTI.
Padi merupakan komoditas strategis bagi ketahanan pangan nasional (Mardianto et al., 2005). Produksi dan produktivitas padi di Indonesia mengalami peningkatan masing-masing sebesar 2.33 Persen dan 0.59 Persen pada tahun 2008 sampai tahun 2011. Produksi padi belum dapat memenuhi kebutuhan beras domestik, hal ini ditandai dengan tingginya impor beras Indonesia pada tahun 2011 yang berjumlah 2 750 476.20 Ton (Badan Pusat Statistik, 2011d).
Program “Go Organik 2010” merupakan upaya yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan produksi pertanian Indonesia yang sustainable
dan selaras dengan alam (Sulaeman et al., 2006). Kecamatan Cigombong merupakan salah satu daerah yang menerapkan budidaya padi semiorganik di Kabupaten Bogor. Berkembangnya usahatani padi semiorganik di Kecamatan Cigombong tidak lepas dari peran Koperasi Kelompok Tani Lisung Kiwari (KKT-LK) yang merupakan lembaga pertanian formal di Desa Ciburuy Kecamatan Cigombong dalam menyediakan bantuan modal, input pertanian, adopsi teknologi, distribusi hasil pertanian, fasilitator penyuluhan, dan melatarbelakangi berkembangnya pertanian semiorganik di Desa Ciburuy, Desa Cisalada, Desa Ciadeg, dan desa lainnya di Kecamatan Cigombong. Hal ini merupakan alasan dipilihnya Desa Ciburuy, Desa Cisalada, dan Desa Ciadeg Kecamatan Cigombong sebagai lokasi penelitian.
Tujuan penelitian adalah untuk (1) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi usahatani padi semiorganik dan anorganik dan (2) membandingkan pendapatan usahatani padi semiorganik dan anorganik, keanggotaan dalam KKT-LK, dan status penguasaan lahan. Faktor produksi usahatani padi semiorganik dan anorganik dianalisis menggunakan fungsi produksi Cobb Douglas dan diestimasi dengan metode Ordinary Least Squares
(OLS).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa fungsi produksi usahatani padi semiorganik dan anorganik memenuhi kriteria ekonomi, statistik, dan ekonometrika, dengan nilai R-sq masing-masing sebesar 0.82 dan 0.86. Fungsi produksi usahatani padi semiorganik terdapat empat variabel yang berpengaruh nyata pada taraf α = 0.20 yaitu benih, pupuk kompos, pupuk kandang, dan pupuk NPK, sedangkan fungsi produksi usahatani padi anorganik terdapat lima variabel yang berpengaruh nyata pada taraf α = 0.20 yaitu luas lahan, benih, pupuk kompos, pupuk KCL, dan pupuk NPK.
pendapatan usahatani padi non anggota KKT-LK dengan pendapatan atas biaya total sebesar Rp 734 926.44 per Hektar per Musim Tanam. Pendapatan usahatani padi berdasarkan status penguasaan lahan menunjukkan bahwa pendapatan yang lebih besar merupakan pendapatan usahatani padi penggarap penyewa dengan pendapatan atas biaya total sebesar Rp 3 980 481.98 per Hektar per Musim Tanam. Pendapatan usahatani padi semiorganik dan anorganik serta berdasarkan keanggotaan dalam KKT-LK menunjukkan bahwa pendapatan yang lebih besar merupakan pendapatan usahatani padi semiorganik non anggota KKT-LK dengan pendapatan atas biaya total sebesar Rp 1 791 801.17 per Hektar per Musim Tanam. Pendapatan usahatani padi semiorganik dan anorganik berdasarkan status penguasaan lahan menunjukkan bahwa pendapatan yang lebih besar merupakan pendapatan usahatani padi semiorganik penggarap penyewa dengan pendapatan atas biaya total sebesar Rp 5 317 092.61 per Hektar per Musim Tanam. Pendapatan usahatani padi semiorganik dan anorganik berdasarkan keanggotaan dalam KKT-LK dan status penguasaan lahan menunjukkan bahwa pendapatan yang lebih besar merupakan pendapatan usahatani padi semiorganik non anggota KKT-LK penggarap penyewa dengan pendapatan atas biaya total sebesar Rp 5 773 405.56 per Hektar per Musim Tanam.
Simpulan penelitian adalah (1) produksi usahatani padi semiorganik dipengaruhi oleh jumlah benih, pupuk kompos, pupuk kandang, dan pupuk NPK yang digunakan petani, sedangkan produksi usahatani padi anorganik dipengaruhi oleh jumlah benih, pupuk kompos, pupuk KCL, dan pupuk NPK yang digunakan, serta luas lahan yang diusahakan petani dan (2) pendapatan usahatani padi atas biaya total menunjukkan bahwa (a) pendapatan usahatani padi semiorganik lebih besar dibandingkan usahatani padi anorganik; (b) pendapatan usahatani padi non anggota KKT-LK lebih besar dibandingkan dengan anggota KKT-LK; (c) pendapatan usahatani padi penggarap penyewa lebih menguntungkan dibandingkan penggarap pemilik dan bagi hasil; dan (d) pendapatan usahatani padi semiorganik non anggota KKT-LK lebih besar dibandingkan lainnya, pendapatan usahatani padi semiorganik penggarap penyewa lebih besar dibandingkan lainnya, sedangkan pendapatan usahatani padi semiorganik non anggota KKT-LK penggarap penyewa memiliki pendapatan yang lebih besar dibandingkan strata lainnya.
pendapatan usahatani padi organik, semiorganik, dan anorganik pada tingkat nasional.
PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI
PADI SEMIORGANIK DAN ANORGANIK SERTA
ANGGOTA DAN NON ANGGOTA KOPERASI KELOMPOK
TANI DI KECAMATAN CIGOMBONG KABUPATEN BOGOR
SAUSAN BASMAH H44080054
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Judul Penelitian : Produksi dan Pendapatan Usahatani Padi Semiorganik dan Anorganik serta Anggota dan Non Anggota Koperasi Kelompok Tani di Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor
Nama : Sausan Basmah
NIM : H44080054
Disetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA Hastuti, SP, MP, MSi NIP. 19481130 197412 1 002
Diketahui, Ketua Departemen
Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT NIP. 19660717 199203 1 003
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Produksi dan Pendapatan Usahatani Padi Semiorganik dan
Anorganik serta Anggota dan Non Anggota Koperasi Kelompok Tani di
Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor”. Hasil penelitian diharapkan dapat
memberikan informasi tentang produksi dan pendapatan usahatani padi
semiorganik dan anorganik yang tergabung dalam KKT-LK (Koperasi Kelompok
Tani Lisung Kiwari) maupun non anggota KKT-LK di Kecamatan Cigombong
Kabupaten Bogor.
Skripsi ini diharapkan bermanfaat untuk kalangan akademik sebagai
sumber referensi dan membantu pemerintah daerah setempat dalam
pengembangan dan meningkatkan kesejahteraan petani padi. Berbagai kekurangan
yang terdapat dalam skripsi disebabkan keterbatasan penulis. Penulis
mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak demi kesempurnaan skripsi ini.
Semoga skripsi ini dapat memberikan kontribusi positif bagi semua pihak.
Bogor, Juni 2013
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah memberi dukungan, bantuan, dan kerjasama dalam penyusunan skripsi
ini terutama kepada :
1. Ayahanda Bachrudin dan Ibunda Sugiarti atas segala perhatian, dukungan,
doa, dan kasih sayangnya. Serta saudara penulis Sumayyah Basyirah dan Firas
Akram terimakasih atas doa, dukungan, dan motivasi yang diberikan.
2. Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA dan Hastuti, SP, MP, MSi selaku dosen
pembimbing skripsi, atas bimbingan, motivasi, saran, dan ilmu yang diberikan
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
3. Novindra, SP, MSi selaku dosen penguji utama dan Adi Hadianto, SP, MSi
selaku dosen penguji departemen atas kritik dan saran sebagai penyempurna
skripsi ini.
4. Dr. Ir. Yusman Syaukat, MEc selaku dosen pembimbing akademik dan
segenap dosen Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan atas ilmu,
kesabaran, dan bimbingan yang telah diberikan.
5. Seluruh staf sekretariat sekolah Pascasarjana EPN dan staf Departemen ESL
(Mba Yani, Mba Lina, Pak Johan, Ibu Mery, Ibu Kokom, Pak Husen, dan Pak
Erwin) yang selalu memberikan dukungan dan semangat kepada penulis.
6. Teman sebimbingan Ayu Fitriana, Dea Tri, Welda Yunita, Indri Hapsari, dan
Agung Prasetyo yang banyak memberikan masukan dan bantuan kepada
7. Teman Harmoni Anggi Presti Adina, Precia Anita, Febri Yanti Fernita, Tira
Wati, Ai Tety Nurbaety, Yunita Tri Lestari, Ismi Istianah, dan Olivia Joanika
Putri atas semangat, doa, motivasi, dan dukungannya.
8. Teman-teman seperjuangan Nur Elok Faiqoh, Miftahurrohmah, Fatia Ajeng,
Imam Mukti Wibowo, Sandi Kurniawan, Yogi Candra, seluruh keluarga besar
ESL 45, dan teman-teman REESA periode 2010-2011 atas kebersamaannya
selama ini.
9. Keluarga besar Gapoktan Silih Asih dan KKT-LK atas waktu, kesempatan,
informasi, dan dukungan yang telah diberikan.
10.Semua pihak yang selama ini telah membantu penulis dalam proses
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ... xvii
I. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 4
1.3. Tujuan Penelitian ... 6
1.4. Manfaat Penelitian ... 6
1.5. Ruang Lingkup Penelitian ... 7
II. TINJAUAN PUSTAKA... 8
2.1. Peranan Koperasi... 8
2.2. Pertanian Semiorganik dan Anorganik ... 10
2.2.1. Pengertian Pertanian Semiorganik dan Anorganik ... 10
2.2.2. Perkembangan Pertanian Organik ... 12
2.3. Faktor Produksi ... 13
2.4. Analisis Pendapatan Usahatani ... 16
2.5. Penelitian Terdahulu ... 16
2.6. Kebaruan Penelitian ... 20
III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 21
3.1. Kerangka Teoritis ... 21
3.1.1. Fungsi Produksi ... 21
3.1.2. Analisis Pendapatan Usahatani ... 25
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional... 27
IV. METODOLOGI ... 29
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian... 29
4.2. Jenis dan Sumber Data ... 29
4.3. Metode Pengambilan Sampel ... 30
4.4. Metode Analisis Data ... 30
4.4.1.1. Evaluasi Model ... 33
4.4.1.2. Kriteria Uji Statistik... 34
4.4.1.3. Kriteria Uji Ekonometrika ... 36
4.4.2. Analisis Pendapatan Usahatani ... 37
V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 41
5.1. Keadaan Umum ... 41
5.2. Keadaan Demografi... 43
5.3. Keadaan Ekonomi ... 44
VI. KARAKTERISTIK RESPONDEN PETANI PADI SEMIORGANIK DAN ANORGANIK SERTA KEANGGOTAAN DALAM KKT-LK ... 45
6.1. Deskripsi Peran KKT-LK... 45
6.1.1. Peran KKT-LK ... 45
6.1.2. Struktur Organisasi KKT-LK ... 47
6.2. Karakteristik Responden Petani Padi ... 48
6.2.1. Karakteristik Umum Petani Padi Semiorganik dan Anorganik ... 48
6.2.2. Karakteristik Usahatani Padi Semiorganik dan Anorganik ... 56
6.2.3. Karakteristik Petani Padi Semiorganik dan Anorganik Berdasarkan Keanggotaan dalam KKT-LK ... 57
VII. FAKTOR PRODUKSI USAHATANI PADI SEMIORGANIK DAN ANORGANIK ... 60
7.1. Faktor Produksi Usahatani Padi Semiorganik ... 60
7.2. Faktor Produksi Usahatani Padi Anorganik ... 67
VIII. PENDAPATAN USAHATANI PADI ... 75
8.1. Pendapatan Usahatani Padi Semiorganik dan Anorganik ... 75
8.2. Pendapatan Usahatani Padi Berdasarkan Keanggotaan dalam KKT-LK ... 76
8.3. Pendapatan Usahatani Padi Berdasarkan Status Penguasaan Lahan ... 78
IX. SIMPULAN DAN SARAN... 89
9.1. Simpulan... 89
9.2. Saran ... 90
DAFTAR PUSTAKA ... 91
LAMPIRAN ... 95
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Padi Indonesia Tahun
2008-2010 ... 1
2. Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Padi Propinsi Jawa Barat Tahun 2008-2010 ... 2
3. Rekomendasi Penggunaan Pupuk Propinsi Jawa Barat Kecamatan Cijeruk Tahun 2007 ... 12
4. Proyeksi Produksi dan Pasar Padi Organik di Indonesia Tahun 2005-2009 ... 12
5. Penelitian Terdahulu tentang Padi Organik ... 17
6. Penelitian Terdahulu tentang Analisis Produksi dan Pendapatan ... 18
7. Responden Petani Padi ... 30
8. Tabel Keterkaitan Tujuan Penelitian, Sumber Data, dan Metode Analisis Data ... 31
9. Luas Wilayah Desa Ciburuy Berdasarkan Penggunaannya ... 42
10. Luas Wilayah Desa Cisalada Berdasarkan Penggunaannya ... 42
11. Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Kecamatan Cigombong Tahun 2009 ... 43
12. Distribusi Penduduk Kecamatan Cigombong Berdasarkan Mata Pencaharian ... 44
13. Sebaran Petani Padi Responden Berdasarkan Usia Petani ... 49
14. Sebaran Petani Padi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Formal ... 50
15. Sebaran Petani Padi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Non Formal ... 51
16. Sebaran Petani Padi Responden Berdasarkan Status Usahatani ... 52
17. Sebaran Petani Padi Responden Berdasarkan Status dalam Kelompok Tani... 52
18. Sebaran Petani Padi Responden Berdasarkan Pengalaman Bertani Padi ... 53
19. Jumlah Tanggungan Keluarga Petani Padi Responden ... 54
21. Sebaran Petani Padi Responden Berdasarkan Luas Lahan Garapan ... 56 22. Penggunaan Rata-rata Input Produksi Usahatani Padi Semiorganik
dan Anorganik ... 56 23. Rata-rata Output Padi Semiorganik dan Anorganik... 57 24. Sebaran Petani Padi Responden Berdasarkan Sumber Modal ... 58 25. Sebaran Petani Padi Responden Berdasarkan Sumber Input
Produksi ... 58 26. Sebaran Petani Padi Responden Berdasarkan Tujuan Penjualan
Hasil Panen ... 59 27. Sebaran Petani Padi Responden Berdasarkan Kendala dalam
Berusahatani ... 59 28. Hasil Estimasi Fungsi Produksi Usahatani Padi Semiorganik ... 60 29. Hasil Estimasi Fungsi Produksi Usahatani Padi Anorganik ... 67 30. Rata-rata Pendapatan Usahatani Padi Semiorganik dan Anorganik .... 75 31. Rata-rata Pendapatan Usahatani Padi Berdasarkan Keanggotaan
dalam KKT-LK ... 76 32. Rata-rata Pendapatan Usahatani Padi Berdasarkan Status Penguasaan
Lahan ... 78 33. Rata-rata Pendapatan Usahatani Padi Semiorganik dan Anorganik
Berdasarkan Keanggotaan dalam KKT-LK ... 80 34. Rata-rata Pendapatan Usahatani Padi Semiorganik dan Anorganik
Berdasarkan Status Penguasaan Lahan ... 83 35. Rata-rata Pendapatan Usahatani Padi Semiorganik Berdasarkan
Keanggotaan dalam KKT-LK dan Status Penguasaan Lahan ... 86 36. Rata-rata Pendapatan Usahatani Padi Anorganik Berdasarkan
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Kuesioner Penelitian ... 96
2. Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Padi Seluruh Propinsi Indonesia Tahun 2008-2010 ... 100
3. Karakteristik Petani Padi Semiorganik ... 102
4. Karakteristik Petani Padi Anorganik ... 105
5. Data Produksi per Hektar Petani Responden Usahatani Padi Semiorganik ... 107
6. Data Produksi per Hektar Petani Responden Usahatani Padi Anorganik ... 110
7. Hasil Regresi Produksi Padi Semiorganik ... 112
8. Uji Normalitas Produksi Padi Semiorganik ... 113
9. Uji Heteroskedastisitas Produksi Padi Semiorganik... 114
10. Hasil Regresi Produksi Padi Anorganik ... 115
11. Uji Normalitas Produksi Padi Anorganik ... 116
12. Uji Heteroskedastisitas Produksi Padi Anorganik ... 117
13. Pendapatan Usahatani Padi Semiorganik dan Anorganik serta Berdasarkan Status Keanggotaan dalam KKT-LK ... 118
14. Pendapatan Usahatani Padi Semiorganik dan Anorganik serta Berdasarkan Status Penguasaan Lahan ... 120
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
Sektor pertanian memiliki peranan penting dalam perekonomian nasional.
Hal ini dapat dilihat dari nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia untuk
sektor pertanian pada tahun 2009 sebesar Rp 2 178.90 Triliun dan meningkat
sebesar 6.22 Persen per Tahun menjadi Rp 2 618.10 Triliun pada tahun 2012
(Badan Pusat Statistik, 2013). Peran penting sektor pertanian juga ditunjukkan
pada krisis moneter tahun 1998, bahwa sektor pertanian memiliki peran strategis
serta andil yang besar sebagai mesin penggerak dan penyangga perekonomian
nasional (Ashari, 2009).
Tanaman pangan terutama padi merupakan komoditas strategis bagi
ketahanan pangan nasional (Mardianto et al., 2005). Peran padi sebagai komoditas
strategis ketahanan pangan nasional ditunjukkan oleh produksi dan produktivitas
padi Indonesia yang dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Padi Indonesia Tahun 2008-2011
No Uraian 2008 2009 2010 2011 Laju
(%/Tahun)
1. Luas panen (000 Ha) 12 327.42 12 883.57 13 253.45 13 203.64 2.33 2. Produksi (000 Ton) 60 325.92 64 398.89 66 469.39 65 756.9 2.96 3. Produktivitas
(Kw/Ha) 48.94 49.99 50.15 49.8 0.59
Sumber: Badan Pusat Statistik (2013)
Tabel 1 menunjukkan bahwa produksi dan produktivitas padi Indonesia
mengalami peningkatan setiap tahunnya. Persentase peningkatan produksi padi
tahun 2008 sampai tahun 2011 sebesar 2.33 Persen per Tahun dengan peningkatan
produktivitas sebesar 0.59 Persen per Tahun. Produksi padi di Indonesia belum
impor beras Indonesia tahun 2011 yang berjumlah 2 750 476.20 Ton (Badan Pusat
Statistik, 2013).
Jawa Barat merupakan salah satu sentral pertanian padi di Indonesia. Hal
ini dapat dilihat dari produksi padi Jawa Barat pada tahun 2009 sampai tahun
2011 merupakan penghasil padi terbesar di Indonesia (Lampiran 1). Produksi dan
produktivitas padi Propinsi Jawa Barat dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Padi Propinsi Jawa Barat Tahun 2008-2011
No Uraian 2008 2009 2010 2011 Laju
(%/Tahun)
1. Luas panen (000 Ha) 1 803.63 1 950.20 2 037.66 1 964.47 3.00 2. Produksi (000 Ton) 10 111.07 11 322.68 11 737.07 11 633.89 4.92
3. Produktivitas (Kw/Ha) 56.06 58.06 57.60 59.22 1.86
Sumber: Badan Pusat Statistik (2013)
Tabel 2 menunjukkan bahwa produksi dan produktivitas padi Jawa Barat
berfluktuatif, namun cenderung mengalami peningkatan pada tahun 2008 sampai
tahun 2011 dengan persentase masing-masing sebesar 4.92 Persen per Tahun dan
1.86 Persen per Tahun. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan pada produksi
dan produktivitas padi Jawa Barat yang merupakan penghasil padi terbesar di
Indonesia memiliki peranan penting dalam meningkatkan produksi padi nasional.
Kabupaten Bogor merupakan salah satu daerah produksi padi di Jawa
Barat. Data Badan Pusat Statistik (2012) menunjukkan bahwa pada tahun 2011
Kabupaten Bogor menyumbang produksi padi Jawa Barat sebesar 4.34 Persen
dengan produktivitas sebesar 5.84 Ton per Hektar. Produksi dan produktivitas
padi yang rendah menunjukkan perlu adanya suatu upaya untuk meningkatkan
dan mengembangkan sektor pertanian di Kabupaten Bogor.
Program “Go Organik 2010” merupakan salah satu upaya yang dilakukan
dan selaras dengan alam. Pengembangan pertanian organik merupakan salah satu
alternatif pertanian berkelanjutan untuk meningkatkan produksi jangka panjang.
Pengembangan pertanian organik dengan menambahkan pupuk organik pada
usahatani padi dapat meningkatkan produktivitas menjadi 7 Ton per Hektar
(Sulaeman et al., 2006).
Kecamatan Cigombong merupakan salah satu daerah produksi padi dan
daerah pengembangan usahatani padi semiorganik di Kabupaten Bogor.
Berdasarkan keterangan Gapoktan Silih Asih (2012), rata-rata produksi padi
semiorganik pada tahun 2008 hanya 46.30 Ton per Bulan dan mengalami
penurunan menjadi 43.20 Ton per Bulan pada tahun 20101. Hal ini menunjukkan
bahwa produksi padi semiorganik masih rendah, sehingga perlu upaya untuk
mengembangkan usahatani padi semiorganik di Kecamatan Cigombong.
Perbaikan kelembagaan pertanian juga merupakan upaya lain yang dapat
dilakukan untuk mengembangkan sektor pertanian. Kelembagaan pertanian
memiliki peranan sebagai penyedia kredit pertanian. Kredit pertanian merupakan
salah satu aspek penting bagi petani di sejumlah negara yang berbasiskan
pertanian. Menurut Tampubolon (2002) dalam Ashari dan Friyatno (2006), kredit
sebagai salah satu alat yang dianggap mampu memutuskan “lingkaran setan” dari
pendapatan rendah, secara berturut-turut menyebabkan kemampuan memupuk
modal rendah, kemampuan membeli sarana produksi rendah, produktivitas
usahatani rendah, dan pendapatan rendah.
Salah satu solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan
mengembangkan koperasi pertanian. Koperasi efektif jika dalam aplikasinya
1
menyesuaikan dengan bentuk dan karakteristik sektor pertanian, yaitu kemudahan
dalam proses peminjaman, jangka waktu pengembalian yang menyesuaikan waktu
panen, dan suku bunga yang rendah (Ashari dan Friyatno, 2006). Koperasi
Kelompok Tani Lisung Kiwari (KKT-LK) merupakan lembaga pertanian formal
di Desa Ciburuy Kecamatan Cigombong yang menyediakan bantuan kredit
kepada petani berupa bantuan modal dan input pertanian, penerapan teknologi,
distribusi hasil pertanian, fasilitator penyuluhan, dan melatarbelakangi
berkembangnya usahatani padi semiorganik di Desa Ciburuy, Desa Cisalada, Desa
Ciadeg, dan desa lainnya di Kecamatan Cigombong. Hal ini merupakan alasan
yang mendasari dipilihnya Desa Ciburuy, Desa Cisalada, dan Desa Ciadeg
Kecamatan Cigombong sebagai lokasi penelitian dan alasan pentingnya penelitian
dilakukan.
1.2. Perumusan Masalah
Program “Go Organik2010” merupakan salah satu upaya yang dilakukan
pemerintah untuk meningkatkan produksi padi yang sustainable dan selaras
dengan alam (Sulaeman et al., 2006). Program ini diimplementasikan dengan
pengembangan usahatani padi organik. Adanya program ini mengubah kebiasaan
petani dalam melakukan budidaya padi dan penggunaan input produksi. Usahatani
padi semiorganik yang biasa menggunakan pupuk kimia sebagai input produksi,
kemudian secara perlahan menggantinya dengan pupuk organik.
Kecamatan Cigombong merupakan daerah yang mendukung program pemerintah “Go Organik 2010” melalui pengembangan usahatani padi
semiorganik. Pengembangan usahatani padi semiorganik di Kecamatan
berkelanjutan. Berkembangnya usahatani padi semiorganik tidak terlepas dari
peran KKT-LK yang merupakan fasilitator petani dalam mendapatkan pelatihan
maupun penyuluhan tentang pertanian organik.
Berdasarkan keterangan Gapoktan Silih Asih (2012), permintaan beras
semiorganik tinggi, namun produksi padi semiorganik belum dapat memenuhi
permintaan pasar. Gapoktan Silih Asih menargetkan rata-rata produksi padi
semiorganik sekitar 60 Ton per Bulan, namun yang terpenuhi hanya sebesar 46.3
Ton per Bulan pada tahun 2008, sebesar 33.6 Ton per Bulan pada tahun 2009, dan
43.2 Ton per Bulan pada tahun 20102. Guna meningkatkan produksi padi
semiorganik di Kecamatan Cigombong perlu adanya analisis faktor produksi
untuk mengetahui pengaruh dari masing-masing faktor produksi terhadap
produksi padi semiorganik.
Permasalahan yang dihadapi petani padi di Kecamatan Cigombong
ditinjau dalam dua aspek yang saling berhubungan yaitu aspek produksi dan
pendapatan. Produksi usahatani padi semiorganik dan anorganik dipengaruhi oleh
beberapa faktor produksi, diantaranya luas lahan, benih, pupuk, pestisida atau
biopestisida, dan tenaga kerja. Keterkaitan faktor produksi dengan produksi yang
dihasilkan menjadi suatu hal yang penting, karena berpengaruh terhadap produksi
dan pendapatan. Oleh karena itu, diperlukan analisis faktor produksi untuk
mengetahui pengaruh dari masing-masing faktor produksi terhadap produksi padi
yang dihasilkan. Aspek pendapatan dilakukan untuk membandingkan pendapatan
berdasarkan usahatani padi semiorganik dan anorganik, keanggotaan dalam
KKT-LK, dan status penguasaan lahan. Analisis pendapatan dilakukan untuk melihat
2
untung atau tidaknya usahatani yang dijalankan oleh petani (Soekartawi, 1995).
Berdasarkan uraian di atas, beberapa permasalahan yang dibahas dalam penelitian
adalah:
1. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi produksi usahatani padi
semiorganik dan anorganik?
2. Bagaimana pendapatan usahatani padi semiorganik dan anorganik,
keanggotaan dalam KKT-LK, dan status penguasaan lahan?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah, maka tujuan utama
penelitian adalah menganalisis produksi dan pendapatan usahatani padi
semiorganik dan anorganik berdasarkan keanggotaan KKT-LK di Kecamatan
Cigombong Kabupaten Bogor. Tujuan operasional penelitian adalah:
1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi usahatani padi
semiorganik dan anorganik.
2. Membandingkan pendapatan usahatani padi semiorganik dan anorganik,
keanggotaan dalam KKT-LK, dan status penguasaan lahan.
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian tentang produksi dan pendapatan usahatani padi semiorganik
dan anorganik berdasarkan keanggotaan dalam KKT-LK diharapkan dapat
membantu petani untuk menganalisis produksi dan pendapatan usahatani padi
semiorganik dan anorganik di lokasi penelitian. Bagi Pemerintah Kabupaten
Bogor diharapkan penelitian yang dilakukan menjadi masukan dan bahan
pertimbangan dalam perencanaan maupun pengambilan keputusan terkait
peran koperasi kelompok tani dan pengembangan usahatani padi yang
berkelanjutan.
1.5. Ruang Lingkup Penelitian
Pengambilan sampel dibatasi pada petani padi semiorganik dan anorganik
yang merupakan anggota KKT-LK dengan non anggota KKT-LK di Desa
Ciburuy, Desa Cisalada, dan Desa Ciadeg Kecamatan Cigombong. Pengambilan
data primer dilaksanakan dari bulan April sampai Mei 2012. Usahatani padi
semiorganik yang dimaksud dalam penelitian adalah usahatani yang bebas
pestisida, serta mengkombinasikan pupuk organik (pupuk kompos dan pupuk
kandang) dengan pupuk kimia. Usahatani padi anorganik adalah usahatani yang
menggunakan pupuk organik dan pupuk kimia, namun masih menggunakan
pestisida.
Analisis produksi dan pendapatan dilakukan dalam satu musim tanam
yaitu bulan Februari sampai April 2012. Faktor produksi usahatani padi
semiorganik dan anorganik dianalisis menggunakan fungsi produksi Cobb
Douglas dan diestimasi dengan metode Ordinary Least Squares (OLS). Analisis
pendapatan usahatani dilakukan dengan membandingkan berdasarkan usahatani
padi semiorganik dan anorganik, keanggotaan dalam KKT-LK, dan status
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peranan Koperasi
Lembaga adalah badan, organisasi, kaidah, dan atau norma-norma, baik
formal maupun informal sebagai pedoman untuk mengatur perilaku segenap
anggota masyarakat, baik dalam kegiatan sehari-hari maupun dalam usahanya
mencapai suatu tujuan tertentu (Hanafie, 2010). Posisi dan fungsi kelembagaan
petani merupakan bagian pranata sosial yang memfasilitasi interaksi sosial atau
social interplay dalam suatu komunitas petani (Suradisastra, 2008).
Pemberdayaan kelembagaan petani guna meningkatkan perhatian dan motivasi
berusahatani akan memberikan hasil bila memanfaatkan makna dan potensi tiga
kata kunci utama dalam konteks kelembagaan yaitu norma, perilaku, serta kondisi
dan hubungan sosial.
Kelembagaan dalam bidang pertanian terdiri dari kelompok tani, gabungan
kelompok tani (gapoktan), lembaga keuangan, lembaga pendidikan, lembaga
penelitian, lembaga pemerintahan, dan lembaga lainnya yang berhubungan
ataupun mendukung aktivitas pertanian. Salah satu lembaga yang berperan dalam
kegiatan pertanian adalah koperasi. Menurut UU No.25 tahun 1992, koperasi
adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum
koperasi, dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus
sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas azas kekeluargaan. Peran
koperasi berfungsi untuk memperkuat posisi tawar (bargaining position) petani
dalam pendistribusian dan memasarkan hasil output.
Koperasi Unit Desa (KUD) merupakan lembaga yang memiliki peranan
Prabowo (2007), beberapa upaya perlu dilakukan dalam pemberdayaan KUD
sebagai ujung tombak peningkatan kesejahteraan petani. Pertama, dukungan
modal maksudnya perlu adanya dukungan modal dari pemerintah melalui APBD
dan APBN. Kedua, profesionalisme pengurus dan manajer. Ketiga, kemitraan
yang berkelanjutan maksudnya adalah pentingnya menjalin hubungan kemitraan
dengan perbankan sebagai penyedia dana, pabrik pupuk untuk mendapatkan harga
pupuk yang lebih murah, menjalin hubungan dengan Dolog atau Bulog untuk
pembelian beras. Keempat, dukungan pemerintah dalam pemodalan KUD dan
kebijakan pemerintah yang dapat memudahkan petani dalam pengembangan
usahataninya. Kelima, dukungan anggota dalam program KUD untuk
mewujudkan kesejahteraan anggota. Keenam, mengutamakan pelayanan
kebutuhan anggota, misalnya dalam penyediaan pupuk dan pembelian gabah.
Berdasarkan pemikiran Syukur et al. (1998) dalam Ashari (2009), peran
kredit sebagai pelancar pembangunan pertanian yaitu (1) membantu petani kecil
dalam mengatasi keterbatasan modal dengan bunga relatif ringan, (2) mengurangi
ketergantungan petani pada pedagang perantara dan pelepas uang sehingga
berperan dalam memperbaiki struktur dan pola pemasaran hasil pertanian,
(3) mekanisme transfer pendapatan untuk mendorong pemerataan, dan (4) insentif
bagi petani untuk meningkatkan produksi. Hasil kajian Asian Development Bank
(2004) dalam Ashari dan Friyatno (2006) menyatakan bahwa kredit memberikan
kesempatan kepada petani dalam beberapa hal yaitu (1) pembelian input produksi
seperti benih, pupuk, dan pestisida, (2) pembelian alat dan mesin pertanian seperti
cangkul, bajak, garu, traktor, pompa air, dan power thresher, (3) melakukan
yang bernilai tinggi, (4) melaksanakan pengolahan pasca panen dalam rangka
meningkatkan nilai tambah produk pertanian, dan (5) melaksanakan diversifikasi
bisnis horizontal antar pertanian dan non pertanian.
2.2. Pertanian Semiorganik dan Anorganik
Pertanian semiorganik dan anorganik merupakan suatu proses budidaya
dalam kegiatan usahatani. Berikut ini dijelaskan pengertian pertanian semiorganik
dan anorganik, serta perkembangan pertanian organik di Indonesia.
2.2.1. Pengertian Pertanian Semiorganik dan Anorganik
Menurut Las et al. (2006), ada dua pemahaman umum tentang pertanian
organik. Pertama, Pertanian Organik ”Absolut” (POA) sebagai budidaya pertanian yang sama sekali tidak menggunakan input kimia, hanya menggunakan pupuk
organik. Sistem ini dikaitkan dengan konsep pertanian berkelanjutan rendah input
(Low Input Sustainable Agriculture, LISA). Sasaran utamanya adalah produk dan
lingkungan yang bersih dan sehat (ecolabeling attributes). Andoko (2010)
menyatakan bahwa pertanian organik merupakan kegiatan bercocok tanam yang
akrab dengan lingkungan dan berusaha meminimalkan dampak negatif bagi alam.
Pertanian organik merupakan usahatani yang memperhatikan keberlanjutan
produksi, ekosistem, dan lingkungan.
Kedua, Pertanian Organik ”Rasional” (POR) atau pertanian semiorganik
merupakan budidaya pertanian yang menggunakan bahan organik yang berfungsi
sebagai pembenah tanah dan menggunakan suplemen pupuk kimia anorganik.
Pestisida dan herbisida digunakan secara selektif dan terbatas, atau menggunakan
biopestisida. Landasan utamanya adalah sistem pertanian modern yang
sumberdaya alam dan lingkungan. Perubahan dari pertanian organik rasional ke
pertanian organik absolut akan berdampak terhadap penurunan produktivitas,
karena diperlukan masa transisi. Masa transisi adalah masa yang diperlukan dalam
proses perbaikan sifat fisik, kimia, dan biologi tanah secara bertahap sampai
keadaan stabil dimana unsur hara yang digunakan secara efektif oleh tanaman
dalam jumlah mencukupi. Masa transisi merupakan proses adaptasi sifat fisik,
kimia, dan biologis tanah terhadap perubahan perlakuan tanah dari anorganik ke
semiorganik untuk menuju pertanian organik (Prayoga, 2010).
Perbedaan pertanian semiorganik dan anorganik adalah dalam hal
penggunaan input pertanian (Salikin, 2003). Input pertanian yang digunakan
dalam pertanian semiorganik bersifat alami, misalnya pupuk organik dan pestisida
yang ramah lingkungan, namun masih menggunakan pupuk kimia dalam dosis
yang rendah atau sesuai dengan kondisi tanaman. Pertanian anorganik
menggunakan input produksi berbahan kimia, serta menggunakan pestisida untuk
mengatasi hama dan penyakit. Pertanian semiorganik berorientasi pada
sustainabilitas ekologi dan tujuan jangka panjang, sedangkan pertanian anorganik
berorientasi pada peningkatan produksi dan bersifat jangka pendek.
Perbedaan usahatani padi semiorganik dan anorganik dapat dilihat pada
standar penggunaan pupuk urea, TSP, dan KCL yang direkomendasikan oleh
dinas pertanian Jawa Barat untuk Kecamatan Cijeruk (Tabel 3). Rekomendasi
pupuk yang digunakan mengacu pada rekomendasi Kecamatan Cijeruk,
dikarenakan tidak tersedianya rekomendasi pupuk untuk Kecamatan Cigombong
dan Kecamatan Cijeruk merupakan kecamatan terdekat dengan Kecamatan
usahatani padi anorganik (tanpa bahan organik) masing-masing sebesar urea 300
Kilogram per Hektar, TSP 50 Kilogram per Hektar, dan KCL 50 Kilogram per
Hektar. Standar penggunaan pupuk usahatani padi semiorganik adalah urea 280
Kilogram per Hektar dan TSP 50 Kilogram per Hektar.
Tabel 3. Rekomendasi Penggunaan Pupuk Propinsi Jawa Barat Kecamatan Cijeruk Tahun 2007
(Kg/Ha)
Uraian Tanpa Bahan Organik 5 Ton jerami/Ha
Urea 300 280
SP-36 50 50
KCL 50 0
Sumber: Dinas Pertanian Jawa Barat (2007)
2.2.2. Perkembangan Pertanian Organik
Perkembangan pertanian organik di Indonesia terus mengalami
peningkatan, termasuk permintaan ekspor. Hal ini dilihat dari meningkatnya
jumlah toko organik di Indonesia yang menjual beragam produk organik, seperti
sayuran, daging, beras, dan produk perkebunan (Sulaeman, 2007). Perkembangan
produksi dan permintaan padi organik di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Proyeksi Produksi dan Pasar Padi Organik di Indonesia Tahun 2005-2009
(Kuintal)
Tahun Produksi Kebutuhan Pasar
2005 550 300 550 300
Berdasarkan Tabel 4, produksi padi organik di Indonesia terus mengalami
peningkatan, meskipun tidak secara signifikan. Hal ini terlihat bahwa produksi
padi organik pada tahun 2005 sebesar 550 300 Kuintal dan pada tahun 2009
produksi padi organik Indonesia belum dapat memenuhi kebutuhan pasar. Hal ini
dikarenakan permintaan padi organik yang mengalami peningkatan setiap
tahunnya belum diimbangi dengan peningkatan pada produksi padi organik.
Menurut Sulaeman (2007), ada tiga permasalahan dalam pemasaran
produk organik yaitu dari segi supply, pemasaran, dan faktor eksternal.
Permasalahan dari segi supply adalah terbatasnya jumlah supplier produk organik
di Indonesia, kurangnya pemahaman filosofi organik di kalangan petani, secara
umum masih dikelola secara tradisional dan skala kecil, keaslian produk organik
(dibutuhkan sertifikasi), supply tidak konsisten baik (kualitas, kuantitas, dan
kontinuitas), penanganan pasca panen yang kurang baik, kurangnya kerjasama
antara supplier, serta kurangnya pengetahuan tentang produk organik.
Permasalahan dari segi pemasaran yaitu kurangnya pengetahuan dan pemahaman
konsumen tentang produk organik, penampilan produk dan packaging yang
kurang menarik, harga lebih mahal, dan kurangnya promosi. Faktor eksternal yang
menjadi permasalahan adalah masuknya produk organik impor yang menjadi
pesaing petani organik lokal.
2.3. Faktor Produksi
Produksi adalah proses transformasi input menjadi output. Faktor produksi
memiliki peran penting dalam proses produksi. Menurut Rahim dan Hastuti
(2008), faktor-faktor produksi yang mempengaruhi produksi usahatani yaitu:
1. Lahan Pertanian
Lahan pertanian merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap
produksi pertanian. Secara umum semakin luas lahan yang digarap, maka semakin
beberapa hal yaitu kesuburan tanah, aksesibilitas terhadap pasar dan pusat
pelayanan, topografi, status kepemilikan lahan, dan faktor lingkungan.
2. Tenaga Kerja
Tenaga kerja merupakan salah satu faktor penting dan perlu
diperhitungkan dalam proses produksi. Terbatasnya jumlah tenaga kerja berakibat
mundurnya waktu penanaman, sehingga mempengaruhi pertumbuhan tanaman,
produktivitas, dan kualitas output. Upah tenaga kerja tergantung pada jenis
kelamin, kualitas tenaga kerja, umur tenaga kerja, dan lama waktu bekerja.
3. Modal
Modal merupakan syarat mutlak berlangsungnya kegiatan usahatani.
Modal berdasarkan fungsinya dibedakan menjadi dua macam yaitu modal tetap
dan modal tidak tetap. Modal tetap merupakan modal yang dapat digunakan
dalam berkali-kali proses produksi, contohnya tanah, bangunan, dan mesin
produksi. Modal tidak tetap adalah modal yang hanya dapat digunakan dalam satu
kali proses produksi, misalnya pupuk dan bibit.
4. Pupuk
Pupuk merupakan nutrisi bagi tanaman. Pupuk sangat dibutuhkan tanaman
untuk mencapai proses pertumbuhan dan perkembangan yang optimal. Pemberian
pupuk dengan dosis yang tepat dapat meningkatkan produksi dan kualitas output.
Pupuk terbagi menjadi dua jenis yaitu pupuk organik dan pupuk anorganik. Pupuk
organik merupakan pupuk yang berasal dari penguraian sisa-sisa tanaman dan
binatang, misal pupuk kandang, pupuk hijau, dan pupuk kompos. Pupuk
anorganik adalah pupuk yang mengandung bahan kimia, misal pupuk urea, TSP,
5. Pestisida
Pestisida dibutuhkan tanaman untuk mencegah serta membasmi hama dan
penyakit. Pestisida ada yang bersifat organik dan anorganik. Pestisida organik
terbuat dari bahan alami seperti tumbuhan sehingga tidak merusak unsur dan
kandungan hara dalam tanah. Pestisida anorganik terbuat dari bahan kimia, jika
digunakan dengan dosis yang tinggi akan mengakibatkan resisten terhadap hama.
Penggunaan pestisida dengan dosis yang melebihi standar juga dapat
menimbulkan pencemaran (tanah, air, dan udara), berdampak buruk terhadap
kesehatan, dan merusak ekosistem lingkungan.
6. Benih
Benih yang digunakan dalam proses penanaman menentukan kualitas dan
keunggulan dari suatu komoditas. Benih yang unggul menghasilkan produk
dengan kualitas yang baik. Semakin unggul benih, semakin tinggi produksi yang
dihasilkan.
7. Teknologi
Penggunaan teknologi dapat menciptakan rekayasa perlakuan tanaman dan
mencapai tingkat efisiensi yang tinggi. Penggunaan teknologi dalam pertanian
misalnya adalah tanaman padi yang hanya dapat dipanen dua kali dalam
setahun, tetapi dengan adanya teknologi dapat dipanen menjadi tiga kali dalam
setahun.
8. Manajemen
Peran manajemen penting dalam pertanian. Peran manajemen dalam
pertanian yaitu dalam hal perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing),
2.4. Analisis Pendapatan Usahatani
Usahatani adalah cara memanfaatkan dan memadukan sumberdaya yang
terbatas untuk mencapai manfaat yang maksimal (Suratiyah, 2009). Penerimaan
usahatani didefinisikan sebagai nilai uang yang diterima petani dari penjualan
produk usahatani. Penerimaan merupakan perkalian antara produksi yang
dihasilkan dengan harga jual output tersebut.
Biaya usahatani didefinisikan sebagai sejumlah uang yang dibayarkan
untuk pembelian input usahatani. Debertin (1986), membedakan biaya menjadi
dua yaitu biaya tetap (fixed cost) dan biaya variabel (variable cost). Biaya tetap
adalah biaya yang harus dikeluarkan oleh petani walaupun belum berproduksi.
Biaya tetap contohnya adalah biaya sewa lahan dan depresiasi mesin pertanian,
bangunan, dan peralatan pertanian. Biaya variabel adalah biaya produksi yang
berubah sesuai dengan tahapan produksi yang dilakukan. Biaya variabel
contohnya adalah biaya benih, herbisida, insektisida, pupuk, dan lain-lain. Selisih
antara penerimaan yang didapatkan dengan biaya usahatani disebut pendapatan
usahatani.
2.5. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu terkait pertanian padi organik yang dapat dijadikan
referensi adalah penelitian Poetryani (2011), Prayoga (2010), dan Gultom (2011)
yang dapat dilihat pada Tabel 5. Penelitian terdahulu terkait analisis produksi dan
pendapatan adalah penelitian Amri (2011), Finanda (2011), dan Haryani (2009)
Tabel 5. Penelitian Terdahulu tentang Padi Organik
No. Peneliti/Judul Tujuan Metode Hasil
1. Antari Poetryani (2011)/
Analisis Perbandingan Efisiensi Usahatani Padi Organik dengan
Anorganik (Kasus: Desa
2.Pendapatan rata-rata usahatani padi organik lebih besar dibandingkan usahatani padi anorganik yaitu masing-masing sebesar Rp 7.90 Juta dan Rp 6.81 Juta.
3.Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap biaya usahatani padi organik adalah jumlah benih dan tenaga kerja, sedangkan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pendapatan usahatani organik adalah biaya tenaga kerja, produksi gabah organik, dan harga gabah organik. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap biaya usahatani padi anorganik adalah jumlah benih, jumlah pupuk TSP, dan harga benih, sedangkan faktor yang berpengaruh terhadap pendapatan adalah biaya tenaga kerja dan produksi gabah.
2. Adi Prayoga (2010)/
Produktivitas dan Efisiensi Teknis Usahatani Padi Organik Lahan Sawah
Menganalisa produktivitas, efisiensi teknis dan sumber in-efisiensi teknis padi organik, dan membandingkan dengan
Usahatani padi organik tahun ke-8 dan tahun ke-5 lebih produktif dibandingkan usahatani padi konvensional. Tingkat efisiensi teknis yang dicapai bervariasi antara 0.47–0.96 dengan rata-rata 0.70. Efisiensi teknis usahatani padi organik tahun ke-8 dan tahun ke-5 lebih tinggi dibandingkan usahatani padi konvensional. Hasil penelitian juga menemukan bahwa jumlah anggota keluarga usia produktif dan frekuensi mengikuti penyuluhan berpengaruh menurunkan in-efisiensi teknis.
Tabel 5. Lanjutan
No. Peneliti/Judul Tujuan Metode Hasil
3. Lamretta Gultom (2011)/
Analisis Pendapatan dan
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Produksi Usahatani Padi Sehat (Studi Kasus: Gapoktan Silih
Asih di Desa Ciburuy
Kecamatan Cigombong
Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat)
menguntungkan dengan pendapatan rata-rata sebesar Rp 2 405 039.56 dan nilai R/C biaya total sebesar 1.22.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi padi sehat yaitu pupuk kompos, pupuk urea, pupuk phonska, dan pestisida nabati.
Tabel 6. Penelitian Terdahulu tentang Analisis Produksi dan Pendapatan
No. Peneliti/Judul Tujuan Metode Hasil
1. Alfian Nur Amri (2011)/
Analisis Efisiensi Produksi dan Pendapatan Usahatani Ubi Kayu ubi kayu (POB). Ketidaksesuaian tersebut terletak pada struktur dan tekstur tanah, pola penanaman, dan proses pemupukan.
2. Pendapatan atas biaya tunai dari usahatani ubi kayu sebesar Rp 10 799 012.60, sedangkan pendapatan atas biaya total sebesar Rp 6 279 598.36.
3. Analisis Efisiensi usahatani ubi kayu menunjukkan bahwa penggunaan faktor-faktor produksi belum efisien secara ekonomi. Hal ini dikarenakan rasio antara NPM dan BKM pada masing-masing faktor produksi tidak sama dengan satu.
Tabel 6. Lanjutan
No. Peneliti/Judul Tujuan Metode Hasil
2. Ira Tria Finanda (2011)/
Analisis Efisiensi Produksi dan Pendapatan Usaha Pembesaran
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi usaha
pembesaran lele dumbo adalah padat
penebaran, pakan pelet, pakan tambahan, pupuk, probiotik, dan kapur.
2. Analisis efisiensi menunjukkan bahwa faktor-faktor produksi belum efisien secara ekonomi, agar efisien padat penebaran harus dikurangi sedangkan pakan pelet dan pakan tambahan perlu ditambahkan. Pupuk, probiotik, dan kapur agar mencapai kondisi efisiensi secara
ekonomi, maka penggunaannya harus
berdasarkan dosis yang dianjurkan.
3. Total pendapatan usaha pembesaran lele dumbo sebasar Rp 213 397 108 per periode pembesaran, dengan R/C sebesar 1.12.
3. Dewi Haryani (2009)/ Analisis Efisiensi Usahatani Padi Sawah
Pada Program Pengelolaan
Tanaman dan Sumberdaya
Terpadu di Kabupaten Serang Propinsi Banten.
1. Petani program PTT memiliki efisiensi teknis yang lebih tinggi dibandingkan petani bukan program PTT, namun secara alokatif dan ekonomis belum efisien.
2. Hasil estimasi usahatani padi diketahui bahwa variabel benih, pupuk anorganik, dan tenaga kerja berpengaruh nyata terhadap produksi baik pada petani program PTT, maupun petani bukan program PTT. Faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi teknis pada petani program PTT adalah umur, pendidikan, dan
dummy, sedangkan pada petani bukan program PTT adalah pendidikan, dependency ratio,
2.6. Kebaruan Penelitian
Penelitian ini memiliki kebaruan dibandingkan dengan penelitian
terdahulu. Perbedaan dengan penelitian Poetryani (2011), Prayoga (2010), dan
Gultom (2011) adalah penelitian ini fokus membahas tentang faktor-faktor
produksi dan analisis pendapatan usahatani padi semiorganik dan anorganik.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Amri (2011) dan Finanda (2011)
adalah dalam hal spesifikasi komoditas yang diteliti, sumber data, lokasi
penelitian, analisis efisiensi ekonomi, dan peran kelembagaan dalam penelitian.
Perbedaan dengan penelitian Haryani (2009) adalah penggunaan metode
Maximum Likelihood Estimation (MLE) dengan alat analisis stochastic frontier
dalam menentukan faktor produksi. Analisis efisiensi yang dilakukan pada
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis
Kerangka pemikiran teoritis menjelaskan teori yang digunakan
terkait produksi dan pendapatan usahatani. Kerangka pemikiran teoritis yang
mendukung penelitian yaitu teori tentang fungsi produksi dan analisis pendapatan
usahatani.
3.1.1. Fungsi Produksi
Fungsi produksi menggambarkan hubungan teknis antara input dan output
dalam suatu proses produksi. Fungsi produksi adalah suatu fungsi atau persamaan
yang menunjukkan hubungan antara output dan pengunaan input (Tasman, 2006).
Menurut Debertin (1986), fungsi produksi didefinisikan sebagai hubungan
perubahan input menjadi output. Fungsi produksi menjelaskan hubungan antara
variabel yang dijelaskan (Y) dan variabel yang menjelaskan (X). Variabel yang
dijelaskan berupa output dan variabel yang menjelaskan berupa input. Fungsi
produksi secara matematis adalah sebagai berikut:
Y = f (X) ... (3.1)
Keterangan :
Y = Output
X = Input produksi
Fungsi produksi Cobb-Douglas (Cobb-Douglas production function)
aslinya terdiri dari dua variabel yaitu tenaga kerja dan modal dengan asumsi
constant return to scale. Bentuk matematis fungsi produksi Cobb-Douglas adalah
sebagai berikut (Debertin, 1986):
Jika diubah ke dalam bentuk linear:
Ln Y = Ln A + α Ln X1 + (1-α) Ln X2…...……...……... (3.3)
Berdasarkan persamaan 3.3 dapat diketahui bahwa output (Y), tenaga
kerja (X1), dan modal (X2). Konstanta α (alpha) merupakan elastisitas dalam
kaitannya dengan penggunaan tenaga kerja, sedangkan (1-α) adalah elastisitas
yang berkaitan dengan penggunaan modal. Menurut Doll dan Orazem (1984),
karakteristik fungsi produksi Cobb-Douglas yaitu:
1. Hasil penjumlahan koefisien elastisitas faktor produksi menunjukkan
homogeneus degree one atau fungsi produksi constant return to scale.
2. Fungsi produksi menunjukkan diminishing marginal return.
3. Fungsi dapat ditransformasikan dalam bentuk linear dengan melogaritmakan
atau dengan logaritma natural.
Tolak ukur dalam menggambarkan hubungan antara input dan output
dalam fungsi produksi yaitu:
1. Marginal Physical Product (MPP) atau produk marginal yaitu perubahan
output yang dihubungkan dengan peningkatan penggunaan satu satuan input
(Debertin, 1986). Hubungan output dan input terjadi dalam tiga kemungkinan
yaitu constant rate, increasing rate, dan decreasing rate. Constant rate dapat
diartikan bahwa setiap penambahan satu-satuan unit input X dapat
menyebabkan tambahan satu-satuan unit output Y secara proporsional. Bila
penambahan satu-satuan unit input X menyebabkan satu-satuan unit output Y
yang semakin meningkat secara tidak proposional disebut dengan increasing
rate. Bila penambahan satu-satuan unit input X menyebabkan satu-satuan unit
MPP= ... (3.4)
2. Average Physical Product (APP) didefinisikan sebagai rasio antara output
dengan input. Total Physical Product (TPP) atau produksi total adalah
jumlah seluruh output yang dihasilkan dalam proses produksi (Debertin,
1986).
APP = ... (3.5)
Hubungan antara MPP, APP, dan TPP dapat digunakan untuk menentukan
elastisitas produksi. Elastisitas produksi (Ep) adalah persentase perubahan output
yang dibagi dengan persentase perubahan input produksi yang digunakan
(Debertin, 1986).
Elastisitas produksi (Ep) = = MPP/APP ... (3.6)
Menurut Debertin (1986), fungsi produksi dibagi menjadi tiga daerah
produksi yaitu daerah I, daerah II, dan daerah III (Gambar 1). Batas daerah I yaitu
dari penggunaan input sama dengan nol sampai dengan MPP=APP. Daerah I
memiliki nilai elastisitas produksi lebih besar dari satu (Increasing Return to
Scale). Elastisitas produksi lebih besar dari satu yang berarti bahwa setiap
kenaikan input produksi sebesar satu persen akan meningkatkan produksi lebih
besar dari satu persen. Kondisi ini dicapai saat kurva MPP berada di atas kurva
APP. Daerah I disebut daerah irrasional, karena keuntungan maksimum belum
tercapai dan produksi dapat ditingkatkan dengan penambahan input produksi.
Daerah II disebut daerah rasional karena pada daerah ini keuntungan
maksimum dan output maksimum dapat tercapai. Daerah II mulai dari MPP=APP
sampai dengan MPP bernilai nol. Nilai elastisitas produksi pada daerah II yaitu
produksi rata-rata maksimum atau ketika MPP=APP. Pada daerah ini dengan
penggunaan input produksi tertentu akan menghasilkan output yang optimal dan
keuntungan maksimum dapat tercapai. Elastisitas produksi sama dengan nol
dicapai saat produksi total (TPP) mencapai maksimum atau saat produksi marjinal
sama dengan nol.
Sumber: Debertin (1986)
Gambar 1. Fungsi Produksi dan Tiga Daerah Produksi X (input)
STAGE I STAGE
II
STAGE III
X1
TPP
MPP
APP Y (output)
X2 X3
Y (output)
X (input)
Daerah III dimana fungsi produksi menurun dan MPP bernilai negatif.
Daerah III mempunyai nilai elastisitas produksi lebih kecil dari nol karena MPP
bernilai negatif. Daerah ini disebut daerah irrasional, karena setiap penambahan
satu persen input produksi menyebabkan penurunan produksi yang dihasilkan.
3.1.2. Analisis Pendapatan Usahatani
Pendapatan merupakan selisih antara total penerimaan dengan total biaya
yang dikeluarkan (Debertin, 1986). Oleh karena itu, untuk menghitung
pendapatan usahatani diperlukan informasi mengenai penerimaan dan
pengeluaran selama kegiatan usahatani berlangsung. Penerimaan usahatani adalah
perkalian antara jumlah produksi dengan harga jual output.
TR = Y . PY ... (3.7) Keterangan:
TR = Total Revenue (Rp)
Y = Output yang dihasilkan (Kg)
PY = Harga output (Rp/Kg)
Biaya usahatani adalah biaya yang dikeluarkan dalam penggunaan
faktor-faktor produksi. Biaya digolongkan menjadi dua jenis yaitu fixed cost dan
variable cost (Debertin, 1986). Fixed cost atau biaya tetap didefinisikan sebagai
biaya yang harus dikeluarkan petani walaupun belum berproduksi. Contoh biaya
tetap adalah sewa tanah dan depresiasi alat-alat pertanian. Variable cost atau biaya
variabel adalah biaya produksi yang berubah sesuai dengan output yang
dihasilkan, contohnya pembayaran untuk benih, pupuk, herbisida, insektisida, dan
sebagainya. Rumus total biaya variabel (VC) dijabarkan pada persamaan (3.9),
TC = FC + VC ... (3.8)
VC = Px. X ... (3.9) Keterangan:
TC = Total Cost (Rp)
FC = Total Fixed Cost (Rp)
VC = Total Variabel Cost (Rp)
Px = Harga input (Rp/Kg)
X = Jumlah input yang digunakan (Kg)
Jadi pendapatan yang diterima petani merupakan pengurangan antara
penerimaan dengan biaya total atau dirumuskan pada persamaan (3.10).
π
= TR – TC ... (3.10)Keterangan:
π
= Pendapatan (Rp)TR = Penerimaan Total (Rp)
TC = Biaya Total(Rp)
Biaya produksi dibagi menjadi dua yaitu cash cost atau biaya tunai dan
noncash cost atau biaya diperhitungkan (Doll dan Orazem, 1984). Biaya tunai
adalah biaya yang dikeluarkan untuk pembelian sumberdaya yang digunakan
dalam proses produksi, misalnya biaya bahan bakar, upah tenaga kerja, benih,
pupuk, dan lain-lain. Biaya diperhitungkan terdiri dari biaya depresiasi,
pembayaran sumberdaya yang dimiliki oleh petani, dan tenaga kerja dalam
keluarga.
Perbandingan penerimaan dan biaya (R/C ratio) digunakan untuk
merupakan perbandingan antara penerimaan dengan biaya yang dikeluarkan
selama proses produksi. Analisis ini menunjukkan penerimaan yang diperoleh dari
setiap biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan usahatani.
Semakin besar nilai R/C ratio, maka semakin besar penerimaan
dibandingkan biaya yang dikeluarkan. Jika R/C ratio > 1, artinya setiap biaya
yang dikeluarkan akan menghasilkan penerimaan yang lebih besar atau usahatani
menguntungkan. Apabila R/C ratio < 1, berarti biaya yang dikeluarkan akan
menghasilkan penerimaan yang lebih kecil atau usahatani tidak menguntungkan.
Jika R/C ratio = 1, perbandingan antara penerimaan dan biaya seimbang atau
berada pada keuntungan normal.
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional
Berdasarkan latar belakang dan permasalahan penelitian diketahui bahwa
produksi padi Kabupaten Bogor rendah yaitu hanya menyumbang 4.59 Persen
dari produksi padi Jawa Barat pada tahun 2008. Hal ini menunjukkan perlu
adanya upaya untuk mengembangkan sektor pertanian di Kabupaten Bogor.
Berbagai kendala dan hambatan dalam mengembangkan sektor pertanian
seperti sulitnya akses terhadap modal dan budidaya yang tidak memperhatikan
keberlangsungan ekosistem, sehingga menginspirasi dibentuknya LK.
KKT-LK tidak hanya memberikan bantuan modal, sarana produksi, pemasaran output,
dan penyuluhan pertanian, namun juga melatarbelakangi pertanian semiorganik di
Kecamatan Cigombong.
Penelitian ini menganalisis faktor produksi dan perbandingan pendapatan
usahatani padi semiorganik dan anorganik serta berdasarkan keanggotaan dalam
untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi usahatani padi
semiorganik dan anorganik. Pendapatan usahatani dilakukan dengan
membandingkan berdasarkan usahatani padi semiorganik dan anorganik,
keanggotaan dalam KKT-LK, dan status penguasaan lahan. Gambaran penelitian
dapat dilihat pada kerangka pemikiran operasional (Gambar 2).
Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional
Usahatani padi di Kecamatan Cigombong
Usahatani padi semiorganik Usahatani padi anorganik
Faktor produksi usahatani padi semiorganik dan anorganik (kriteria ekonomi, statistik, dan ekonometrika)
Pendapatan usahatani padi semiorganik dan anorganik anggota dan non anggota
KKT-LK (pendapatan berdasarkan usahatani padi semiorganik dan anorganik, keanggotaan dalam
KKT-LK, dan status penguasaan lahan)
Rekomendasi peningkatan produksi dan pendapatan usahatani padi
Anggota KKT-LK Non anggota KKT-LK
Pertanian berkelanjutan Kelembagaan pertanian
IV. METODOLOGI 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Desa Ciburuy, Desa Cisalada, dan Desa Ciadeg
Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor. Lokasi penelitian ditentukan secara
sengaja (purposive) dengan mempertimbangkan bahwa ketiga desa tersebut
merupakan daerah pertanian di Kecamatan Cigombong yang sebagian besar
petaninya menerapkan usahatani padi semiorganik dan letak ketiga desa yang
saling berdekatan sehingga memiliki karakteristik geografis yang sama. Hal lain
yang menjadi pertimbangan adalah karena di Desa Ciburuy terdapat KKT-LK
yang merupakan lembaga formal sebagai penyalur dan penyedia kredit pertanian.
Pertimbangan dalam menentukan lokasi penelitian di Desa Cisalada dan Desa
Ciadeg adalah karena sebagian besar petani padi di Desa Ciburuy merupakan
anggota KKT-LK, sehingga perlunya responden dari Desa Cisalada dan Desa
Ciadeg yang merupakan non angota KKT-LK. Pengumpulan data primer
dilaksanakan dari bulan April sampai Mei 2012, sedangkan penelitian
dilaksanakan dari bulan Februari 2012 sampai dengan Juni 2013.
4.2. Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan terdiri dari data primer dan sekunder. Data primer
diperoleh melalui wawancara dengan petani sampel, ketua Gapoktan Silih Asih,
dan pengurus KKT-LK. Teknik wawancara menggunakan kuesioner. Data
sekunder yang mendukung penelitian diperoleh dari literatur yang relevan dengan
topik yang diteliti, penelitian terdahulu, jurnal, artikel, Badan Pusat Statistik,
Kementerian Pertanian, dan Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian
4.3. Metode Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel meliputi informan dan responden. Informan meliputi
pengurus KKT-LK, ketua Gapoktan Silih Asih, dan ketua kelompok tani yang
merupakan pihak yang berpotensi untuk memberikan informasi mengenai
KKT-LK dan usahatani padi. Metode pengambilan sampel adalah purposive sampling.
Purposive sampling merupakan teknik nonprobability sampling dengan
menentukan sampel penelitian berdasarkan ciri-ciri khusus yang memiliki
keterkaitan dan mewakili segala lapisan populasi (Muhamad, 2008). Ciri-ciri
khusus tersebut yaitu berdasarkan status usahatani dan keanggotaan dalam
KKT-LK. Metode purposive sampling dilakukan karena tidak tersediaanya kerangka
sampel.
Sampel dalam penelitian meliputi empat strata, yaitu usahatani padi
semiorganik anggota LK, usahatani padi semiorganik non anggota
KKT-LK, usahatani padi anorganik anggota KKT-KKT-LK, dan usahatani padi anorganik
non anggota KKT-LK. Sampel usahatani padi pada Tabel 7.
Tabel 7. Sampel Usahatani Padi
(Orang) Usahatani
Desa Ciburuy Desa Cisalada Desa Ciadeg
Jumlah
Data penelitian dianalisis secara kuantitatif. Pengolahan dan analisis data
dilakukan menggunakan komputer dengan aplikasi program Microsoft Excel 2010
dan EViews 7. Tabel keterkaitan antara tujuan penelitian, sumber data, dan metode
Tabel 8. Tabel Keterkaitan Tujuan Penelitian, Sumber Data, dan Metode Analisis Data
No Tujuan Penelitian Sumber Data Metode Analisis Data
1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi usahatani
usahatani padi semiorganik dan
anorganik, keanggotaan dalam
KKT-LK, dan status penguasaan lahan.
Data primer Analisi pendapatan
4.4.1. Analisis Faktor Produksi
Analisis faktor produksi menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas
dengan metode OLS. Fungsi produksi usahatani padi semiorganik dan anorganik
dijabarkan pada persamaan (4.1) dan persamaan (4.2).
a. Fungsi produksi usahatani padi semiorganik
Ln YSi = Ln α0+ α1 Ln LLi+ α2 Ln BNi+ α3 Ln KPSi+ α4 Ln KDGi+ α5 Ln
UREAi+ α6 Ln NPKi+ α7 Ln TKSLi+ α8 D1i+e1i ... (4.1)
Keterangan:
i = Petani padi semiorganik ke-i (1,2,3,...,60)
YSi = Produksi padi semiorganik (Kg/Ha)
LLi = Luas lahan (Ha)
TKSLi = Jumlah tenaga kerja setara laki-laki (HOK/Ha)
D1i = Keanggotaan dalam KKT-LK (1 = anggota, 0 = non
α0 = Intersep
α1,α2,α3,..,α8 = Parameter variabel independen
e1 = Residual
Nilai estimasi parameter yang diharapkan adalah: α1,α2,α3,..,α8 > 0
b. Fungsi produksi usahatani padi anorganik
Ln YAi = Ln β0+β1 Ln LLi+β2 Ln BNi+β3 Ln KPSi+β4 Ln UREAi+β5 Ln
KCLi+ β6 Ln NPKi+β7 Ln Pi+ β8 Ln TKSLi+β9 D1i+e2i ... (4.2)
Keterangan:
i = Petani padi anorganik ke-i (1,2,3,...,29)
YAi = Produksi padi anorganik (Kg/Ha)
LLi = Luas lahan (Ha)
BNi = Jumlah benih (Kg/Ha)
KPSi = Jumlah pupuk kompos (Kg/Ha)
UREAi = Jumlah pupuk urea (Kg/Ha)
KCLi = Jumlah pupuk KCL (Kg/Ha)
NPKi = Jumlah pupuk NPK (Kg/Ha)
Pi = Jumlah pestisida (Lt/Ha)
TKSLi = Jumlah tenaga kerja setara laki-laki (HOK/Ha)
D1i = Keanggotaan dalam KKT-LK (1 = anggota, 0 = non
anggota)
β0 = Intersep
β1,β2,β3,...,β9 = Parameter variabel independen
Nilai estimasi parameter yang diharapkan adalah: β1,β2,β3,...,β9 > 0
Fungsi produksi usahatani padi semiorganik dan anorganik diestimasi
menggunakan metode OLS. Metode OLS menurut Teorema Gauss Markov akan
menghasilkan model regresi linear yang baik, linear, tak bias, estimator
atau dikenal dengan penaksiran BLUE (Gujarati, 1978). Menurut Sitepu dan
Sinaga (2006), dalam sebuah model regresi linear berganda yang diestimasi
dengan menggunakan metode OLS terdapat beberapa asumsi yang mendasarinya
yaitu:
1. Ui adalah error dari variabel rill dan memiliki distribusi normal.
2. Nilai rata-rata dari Ui setiap periode tertentu sama dengan nol, dapat dituliskan
dengan E(Ui) = 0.
3. Error term Ui dari variabel yang menjelaskan X tidak berkorelasi, dapat
dituliskan dengan cov (Ui, Xi) = 0.
4. Varian dari Ui adalah konstan setiap periode (homoscedasticity), dapat
dituliskan dengan var (Ui2) = σ2 (σ2 = konstan).
5. Error term, U dari pengamatan yang berbeda-beda (Ui, Uj) tidak saling
tergantung (independent), atau dapat dituliskan dengan cov (Ui, Uj) = 0. Hal ini
dikenal dengan asumsi tidak ada autokorelasi.
6. Tidak ada korelasi sempurna antara variabel bebas atau tidak ada masalah
multicollinearity.
4.4.1.1. Evaluasi Model
Kriteria yang digunakan untuk mengevaluasi model ekonometrika adalah