• Tidak ada hasil yang ditemukan

Produksi dan Pendapatan Usahatani Padi Semiorganik dan Anorganik serta Anggota dan Non Anggota Koperasi Kelompok Tani di Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Produksi dan Pendapatan Usahatani Padi Semiorganik dan Anorganik serta Anggota dan Non Anggota Koperasi Kelompok Tani di Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor"

Copied!
141
0
0

Teks penuh

(1)

PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI

PADI SEMIORGANIK DAN ANORGANIK SERTA

ANGGOTA DAN NON ANGGOTA KOPERASI KELOMPOK

TANI DI KECAMATAN CIGOMBONG KABUPATEN BOGOR

SAUSAN BASMAH

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi “Produksi dan Pendapatan Usahatani

Padi Semiorganik dan Anorganik serta Anggota dan Non Anggota Koperasi

Kelompok Tani di Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor” adalah karya saya

dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun

pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari

karya diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan

dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi.

Bogor, Juni 2013

(3)

RINGKASAN

SAUSAN BASMAH. Produksi dan Pendapatan Usahatani Padi Semiorganik dan Anorganik serta Anggota dan Non Anggota Koperasi Kelompok Tani di Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh BONAR M. SINAGA dan HASTUTI.

Padi merupakan komoditas strategis bagi ketahanan pangan nasional (Mardianto et al., 2005). Produksi dan produktivitas padi di Indonesia mengalami peningkatan masing-masing sebesar 2.33 Persen dan 0.59 Persen pada tahun 2008 sampai tahun 2011. Produksi padi belum dapat memenuhi kebutuhan beras domestik, hal ini ditandai dengan tingginya impor beras Indonesia pada tahun 2011 yang berjumlah 2 750 476.20 Ton (Badan Pusat Statistik, 2011d).

Program “Go Organik 2010” merupakan upaya yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan produksi pertanian Indonesia yang sustainable

dan selaras dengan alam (Sulaeman et al., 2006). Kecamatan Cigombong merupakan salah satu daerah yang menerapkan budidaya padi semiorganik di Kabupaten Bogor. Berkembangnya usahatani padi semiorganik di Kecamatan Cigombong tidak lepas dari peran Koperasi Kelompok Tani Lisung Kiwari (KKT-LK) yang merupakan lembaga pertanian formal di Desa Ciburuy Kecamatan Cigombong dalam menyediakan bantuan modal, input pertanian, adopsi teknologi, distribusi hasil pertanian, fasilitator penyuluhan, dan melatarbelakangi berkembangnya pertanian semiorganik di Desa Ciburuy, Desa Cisalada, Desa Ciadeg, dan desa lainnya di Kecamatan Cigombong. Hal ini merupakan alasan dipilihnya Desa Ciburuy, Desa Cisalada, dan Desa Ciadeg Kecamatan Cigombong sebagai lokasi penelitian.

Tujuan penelitian adalah untuk (1) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi usahatani padi semiorganik dan anorganik dan (2) membandingkan pendapatan usahatani padi semiorganik dan anorganik, keanggotaan dalam KKT-LK, dan status penguasaan lahan. Faktor produksi usahatani padi semiorganik dan anorganik dianalisis menggunakan fungsi produksi Cobb Douglas dan diestimasi dengan metode Ordinary Least Squares

(OLS).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa fungsi produksi usahatani padi semiorganik dan anorganik memenuhi kriteria ekonomi, statistik, dan ekonometrika, dengan nilai R-sq masing-masing sebesar 0.82 dan 0.86. Fungsi produksi usahatani padi semiorganik terdapat empat variabel yang berpengaruh nyata pada taraf α = 0.20 yaitu benih, pupuk kompos, pupuk kandang, dan pupuk NPK, sedangkan fungsi produksi usahatani padi anorganik terdapat lima variabel yang berpengaruh nyata pada taraf α = 0.20 yaitu luas lahan, benih, pupuk kompos, pupuk KCL, dan pupuk NPK.

(4)

pendapatan usahatani padi non anggota KKT-LK dengan pendapatan atas biaya total sebesar Rp 734 926.44 per Hektar per Musim Tanam. Pendapatan usahatani padi berdasarkan status penguasaan lahan menunjukkan bahwa pendapatan yang lebih besar merupakan pendapatan usahatani padi penggarap penyewa dengan pendapatan atas biaya total sebesar Rp 3 980 481.98 per Hektar per Musim Tanam. Pendapatan usahatani padi semiorganik dan anorganik serta berdasarkan keanggotaan dalam KKT-LK menunjukkan bahwa pendapatan yang lebih besar merupakan pendapatan usahatani padi semiorganik non anggota KKT-LK dengan pendapatan atas biaya total sebesar Rp 1 791 801.17 per Hektar per Musim Tanam. Pendapatan usahatani padi semiorganik dan anorganik berdasarkan status penguasaan lahan menunjukkan bahwa pendapatan yang lebih besar merupakan pendapatan usahatani padi semiorganik penggarap penyewa dengan pendapatan atas biaya total sebesar Rp 5 317 092.61 per Hektar per Musim Tanam. Pendapatan usahatani padi semiorganik dan anorganik berdasarkan keanggotaan dalam KKT-LK dan status penguasaan lahan menunjukkan bahwa pendapatan yang lebih besar merupakan pendapatan usahatani padi semiorganik non anggota KKT-LK penggarap penyewa dengan pendapatan atas biaya total sebesar Rp 5 773 405.56 per Hektar per Musim Tanam.

Simpulan penelitian adalah (1) produksi usahatani padi semiorganik dipengaruhi oleh jumlah benih, pupuk kompos, pupuk kandang, dan pupuk NPK yang digunakan petani, sedangkan produksi usahatani padi anorganik dipengaruhi oleh jumlah benih, pupuk kompos, pupuk KCL, dan pupuk NPK yang digunakan, serta luas lahan yang diusahakan petani dan (2) pendapatan usahatani padi atas biaya total menunjukkan bahwa (a) pendapatan usahatani padi semiorganik lebih besar dibandingkan usahatani padi anorganik; (b) pendapatan usahatani padi non anggota KKT-LK lebih besar dibandingkan dengan anggota KKT-LK; (c) pendapatan usahatani padi penggarap penyewa lebih menguntungkan dibandingkan penggarap pemilik dan bagi hasil; dan (d) pendapatan usahatani padi semiorganik non anggota KKT-LK lebih besar dibandingkan lainnya, pendapatan usahatani padi semiorganik penggarap penyewa lebih besar dibandingkan lainnya, sedangkan pendapatan usahatani padi semiorganik non anggota KKT-LK penggarap penyewa memiliki pendapatan yang lebih besar dibandingkan strata lainnya.

(5)

pendapatan usahatani padi organik, semiorganik, dan anorganik pada tingkat nasional.

(6)

PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI

PADI SEMIORGANIK DAN ANORGANIK SERTA

ANGGOTA DAN NON ANGGOTA KOPERASI KELOMPOK

TANI DI KECAMATAN CIGOMBONG KABUPATEN BOGOR

SAUSAN BASMAH H44080054

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(7)

Judul Penelitian : Produksi dan Pendapatan Usahatani Padi Semiorganik dan Anorganik serta Anggota dan Non Anggota Koperasi Kelompok Tani di Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor

Nama : Sausan Basmah

NIM : H44080054

Disetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA Hastuti, SP, MP, MSi NIP. 19481130 197412 1 002

Diketahui, Ketua Departemen

Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT NIP. 19660717 199203 1 003

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi yang berjudul “Produksi dan Pendapatan Usahatani Padi Semiorganik dan

Anorganik serta Anggota dan Non Anggota Koperasi Kelompok Tani di

Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor”. Hasil penelitian diharapkan dapat

memberikan informasi tentang produksi dan pendapatan usahatani padi

semiorganik dan anorganik yang tergabung dalam KKT-LK (Koperasi Kelompok

Tani Lisung Kiwari) maupun non anggota KKT-LK di Kecamatan Cigombong

Kabupaten Bogor.

Skripsi ini diharapkan bermanfaat untuk kalangan akademik sebagai

sumber referensi dan membantu pemerintah daerah setempat dalam

pengembangan dan meningkatkan kesejahteraan petani padi. Berbagai kekurangan

yang terdapat dalam skripsi disebabkan keterbatasan penulis. Penulis

mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak demi kesempurnaan skripsi ini.

Semoga skripsi ini dapat memberikan kontribusi positif bagi semua pihak.

Bogor, Juni 2013

(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak

yang telah memberi dukungan, bantuan, dan kerjasama dalam penyusunan skripsi

ini terutama kepada :

1. Ayahanda Bachrudin dan Ibunda Sugiarti atas segala perhatian, dukungan,

doa, dan kasih sayangnya. Serta saudara penulis Sumayyah Basyirah dan Firas

Akram terimakasih atas doa, dukungan, dan motivasi yang diberikan.

2. Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA dan Hastuti, SP, MP, MSi selaku dosen

pembimbing skripsi, atas bimbingan, motivasi, saran, dan ilmu yang diberikan

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

3. Novindra, SP, MSi selaku dosen penguji utama dan Adi Hadianto, SP, MSi

selaku dosen penguji departemen atas kritik dan saran sebagai penyempurna

skripsi ini.

4. Dr. Ir. Yusman Syaukat, MEc selaku dosen pembimbing akademik dan

segenap dosen Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan atas ilmu,

kesabaran, dan bimbingan yang telah diberikan.

5. Seluruh staf sekretariat sekolah Pascasarjana EPN dan staf Departemen ESL

(Mba Yani, Mba Lina, Pak Johan, Ibu Mery, Ibu Kokom, Pak Husen, dan Pak

Erwin) yang selalu memberikan dukungan dan semangat kepada penulis.

6. Teman sebimbingan Ayu Fitriana, Dea Tri, Welda Yunita, Indri Hapsari, dan

Agung Prasetyo yang banyak memberikan masukan dan bantuan kepada

(10)

7. Teman Harmoni Anggi Presti Adina, Precia Anita, Febri Yanti Fernita, Tira

Wati, Ai Tety Nurbaety, Yunita Tri Lestari, Ismi Istianah, dan Olivia Joanika

Putri atas semangat, doa, motivasi, dan dukungannya.

8. Teman-teman seperjuangan Nur Elok Faiqoh, Miftahurrohmah, Fatia Ajeng,

Imam Mukti Wibowo, Sandi Kurniawan, Yogi Candra, seluruh keluarga besar

ESL 45, dan teman-teman REESA periode 2010-2011 atas kebersamaannya

selama ini.

9. Keluarga besar Gapoktan Silih Asih dan KKT-LK atas waktu, kesempatan,

informasi, dan dukungan yang telah diberikan.

10.Semua pihak yang selama ini telah membantu penulis dalam proses

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 4

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.4. Manfaat Penelitian ... 6

1.5. Ruang Lingkup Penelitian ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA... 8

2.1. Peranan Koperasi... 8

2.2. Pertanian Semiorganik dan Anorganik ... 10

2.2.1. Pengertian Pertanian Semiorganik dan Anorganik ... 10

2.2.2. Perkembangan Pertanian Organik ... 12

2.3. Faktor Produksi ... 13

2.4. Analisis Pendapatan Usahatani ... 16

2.5. Penelitian Terdahulu ... 16

2.6. Kebaruan Penelitian ... 20

III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 21

3.1. Kerangka Teoritis ... 21

3.1.1. Fungsi Produksi ... 21

3.1.2. Analisis Pendapatan Usahatani ... 25

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional... 27

IV. METODOLOGI ... 29

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian... 29

4.2. Jenis dan Sumber Data ... 29

4.3. Metode Pengambilan Sampel ... 30

4.4. Metode Analisis Data ... 30

(12)

4.4.1.1. Evaluasi Model ... 33

4.4.1.2. Kriteria Uji Statistik... 34

4.4.1.3. Kriteria Uji Ekonometrika ... 36

4.4.2. Analisis Pendapatan Usahatani ... 37

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 41

5.1. Keadaan Umum ... 41

5.2. Keadaan Demografi... 43

5.3. Keadaan Ekonomi ... 44

VI. KARAKTERISTIK RESPONDEN PETANI PADI SEMIORGANIK DAN ANORGANIK SERTA KEANGGOTAAN DALAM KKT-LK ... 45

6.1. Deskripsi Peran KKT-LK... 45

6.1.1. Peran KKT-LK ... 45

6.1.2. Struktur Organisasi KKT-LK ... 47

6.2. Karakteristik Responden Petani Padi ... 48

6.2.1. Karakteristik Umum Petani Padi Semiorganik dan Anorganik ... 48

6.2.2. Karakteristik Usahatani Padi Semiorganik dan Anorganik ... 56

6.2.3. Karakteristik Petani Padi Semiorganik dan Anorganik Berdasarkan Keanggotaan dalam KKT-LK ... 57

VII. FAKTOR PRODUKSI USAHATANI PADI SEMIORGANIK DAN ANORGANIK ... 60

7.1. Faktor Produksi Usahatani Padi Semiorganik ... 60

7.2. Faktor Produksi Usahatani Padi Anorganik ... 67

VIII. PENDAPATAN USAHATANI PADI ... 75

8.1. Pendapatan Usahatani Padi Semiorganik dan Anorganik ... 75

8.2. Pendapatan Usahatani Padi Berdasarkan Keanggotaan dalam KKT-LK ... 76

8.3. Pendapatan Usahatani Padi Berdasarkan Status Penguasaan Lahan ... 78

(13)

IX. SIMPULAN DAN SARAN... 89

9.1. Simpulan... 89

9.2. Saran ... 90

DAFTAR PUSTAKA ... 91

LAMPIRAN ... 95

(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Padi Indonesia Tahun

2008-2010 ... 1

2. Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Padi Propinsi Jawa Barat Tahun 2008-2010 ... 2

3. Rekomendasi Penggunaan Pupuk Propinsi Jawa Barat Kecamatan Cijeruk Tahun 2007 ... 12

4. Proyeksi Produksi dan Pasar Padi Organik di Indonesia Tahun 2005-2009 ... 12

5. Penelitian Terdahulu tentang Padi Organik ... 17

6. Penelitian Terdahulu tentang Analisis Produksi dan Pendapatan ... 18

7. Responden Petani Padi ... 30

8. Tabel Keterkaitan Tujuan Penelitian, Sumber Data, dan Metode Analisis Data ... 31

9. Luas Wilayah Desa Ciburuy Berdasarkan Penggunaannya ... 42

10. Luas Wilayah Desa Cisalada Berdasarkan Penggunaannya ... 42

11. Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Kecamatan Cigombong Tahun 2009 ... 43

12. Distribusi Penduduk Kecamatan Cigombong Berdasarkan Mata Pencaharian ... 44

13. Sebaran Petani Padi Responden Berdasarkan Usia Petani ... 49

14. Sebaran Petani Padi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Formal ... 50

15. Sebaran Petani Padi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Non Formal ... 51

16. Sebaran Petani Padi Responden Berdasarkan Status Usahatani ... 52

17. Sebaran Petani Padi Responden Berdasarkan Status dalam Kelompok Tani... 52

18. Sebaran Petani Padi Responden Berdasarkan Pengalaman Bertani Padi ... 53

19. Jumlah Tanggungan Keluarga Petani Padi Responden ... 54

(15)

21. Sebaran Petani Padi Responden Berdasarkan Luas Lahan Garapan ... 56 22. Penggunaan Rata-rata Input Produksi Usahatani Padi Semiorganik

dan Anorganik ... 56 23. Rata-rata Output Padi Semiorganik dan Anorganik... 57 24. Sebaran Petani Padi Responden Berdasarkan Sumber Modal ... 58 25. Sebaran Petani Padi Responden Berdasarkan Sumber Input

Produksi ... 58 26. Sebaran Petani Padi Responden Berdasarkan Tujuan Penjualan

Hasil Panen ... 59 27. Sebaran Petani Padi Responden Berdasarkan Kendala dalam

Berusahatani ... 59 28. Hasil Estimasi Fungsi Produksi Usahatani Padi Semiorganik ... 60 29. Hasil Estimasi Fungsi Produksi Usahatani Padi Anorganik ... 67 30. Rata-rata Pendapatan Usahatani Padi Semiorganik dan Anorganik .... 75 31. Rata-rata Pendapatan Usahatani Padi Berdasarkan Keanggotaan

dalam KKT-LK ... 76 32. Rata-rata Pendapatan Usahatani Padi Berdasarkan Status Penguasaan

Lahan ... 78 33. Rata-rata Pendapatan Usahatani Padi Semiorganik dan Anorganik

Berdasarkan Keanggotaan dalam KKT-LK ... 80 34. Rata-rata Pendapatan Usahatani Padi Semiorganik dan Anorganik

Berdasarkan Status Penguasaan Lahan ... 83 35. Rata-rata Pendapatan Usahatani Padi Semiorganik Berdasarkan

Keanggotaan dalam KKT-LK dan Status Penguasaan Lahan ... 86 36. Rata-rata Pendapatan Usahatani Padi Anorganik Berdasarkan

(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 96

2. Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Padi Seluruh Propinsi Indonesia Tahun 2008-2010 ... 100

3. Karakteristik Petani Padi Semiorganik ... 102

4. Karakteristik Petani Padi Anorganik ... 105

5. Data Produksi per Hektar Petani Responden Usahatani Padi Semiorganik ... 107

6. Data Produksi per Hektar Petani Responden Usahatani Padi Anorganik ... 110

7. Hasil Regresi Produksi Padi Semiorganik ... 112

8. Uji Normalitas Produksi Padi Semiorganik ... 113

9. Uji Heteroskedastisitas Produksi Padi Semiorganik... 114

10. Hasil Regresi Produksi Padi Anorganik ... 115

11. Uji Normalitas Produksi Padi Anorganik ... 116

12. Uji Heteroskedastisitas Produksi Padi Anorganik ... 117

13. Pendapatan Usahatani Padi Semiorganik dan Anorganik serta Berdasarkan Status Keanggotaan dalam KKT-LK ... 118

14. Pendapatan Usahatani Padi Semiorganik dan Anorganik serta Berdasarkan Status Penguasaan Lahan ... 120

(18)

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Sektor pertanian memiliki peranan penting dalam perekonomian nasional.

Hal ini dapat dilihat dari nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia untuk

sektor pertanian pada tahun 2009 sebesar Rp 2 178.90 Triliun dan meningkat

sebesar 6.22 Persen per Tahun menjadi Rp 2 618.10 Triliun pada tahun 2012

(Badan Pusat Statistik, 2013). Peran penting sektor pertanian juga ditunjukkan

pada krisis moneter tahun 1998, bahwa sektor pertanian memiliki peran strategis

serta andil yang besar sebagai mesin penggerak dan penyangga perekonomian

nasional (Ashari, 2009).

Tanaman pangan terutama padi merupakan komoditas strategis bagi

ketahanan pangan nasional (Mardianto et al., 2005). Peran padi sebagai komoditas

strategis ketahanan pangan nasional ditunjukkan oleh produksi dan produktivitas

padi Indonesia yang dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Padi Indonesia Tahun 2008-2011

No Uraian 2008 2009 2010 2011 Laju

(%/Tahun)

1. Luas panen (000 Ha) 12 327.42 12 883.57 13 253.45 13 203.64 2.33 2. Produksi (000 Ton) 60 325.92 64 398.89 66 469.39 65 756.9 2.96 3. Produktivitas

(Kw/Ha) 48.94 49.99 50.15 49.8 0.59

Sumber: Badan Pusat Statistik (2013)

Tabel 1 menunjukkan bahwa produksi dan produktivitas padi Indonesia

mengalami peningkatan setiap tahunnya. Persentase peningkatan produksi padi

tahun 2008 sampai tahun 2011 sebesar 2.33 Persen per Tahun dengan peningkatan

produktivitas sebesar 0.59 Persen per Tahun. Produksi padi di Indonesia belum

(19)

impor beras Indonesia tahun 2011 yang berjumlah 2 750 476.20 Ton (Badan Pusat

Statistik, 2013).

Jawa Barat merupakan salah satu sentral pertanian padi di Indonesia. Hal

ini dapat dilihat dari produksi padi Jawa Barat pada tahun 2009 sampai tahun

2011 merupakan penghasil padi terbesar di Indonesia (Lampiran 1). Produksi dan

produktivitas padi Propinsi Jawa Barat dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Padi Propinsi Jawa Barat Tahun 2008-2011

No Uraian 2008 2009 2010 2011 Laju

(%/Tahun)

1. Luas panen (000 Ha) 1 803.63 1 950.20 2 037.66 1 964.47 3.00 2. Produksi (000 Ton) 10 111.07 11 322.68 11 737.07 11 633.89 4.92

3. Produktivitas (Kw/Ha) 56.06 58.06 57.60 59.22 1.86

Sumber: Badan Pusat Statistik (2013)

Tabel 2 menunjukkan bahwa produksi dan produktivitas padi Jawa Barat

berfluktuatif, namun cenderung mengalami peningkatan pada tahun 2008 sampai

tahun 2011 dengan persentase masing-masing sebesar 4.92 Persen per Tahun dan

1.86 Persen per Tahun. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan pada produksi

dan produktivitas padi Jawa Barat yang merupakan penghasil padi terbesar di

Indonesia memiliki peranan penting dalam meningkatkan produksi padi nasional.

Kabupaten Bogor merupakan salah satu daerah produksi padi di Jawa

Barat. Data Badan Pusat Statistik (2012) menunjukkan bahwa pada tahun 2011

Kabupaten Bogor menyumbang produksi padi Jawa Barat sebesar 4.34 Persen

dengan produktivitas sebesar 5.84 Ton per Hektar. Produksi dan produktivitas

padi yang rendah menunjukkan perlu adanya suatu upaya untuk meningkatkan

dan mengembangkan sektor pertanian di Kabupaten Bogor.

Program “Go Organik 2010” merupakan salah satu upaya yang dilakukan

(20)

dan selaras dengan alam. Pengembangan pertanian organik merupakan salah satu

alternatif pertanian berkelanjutan untuk meningkatkan produksi jangka panjang.

Pengembangan pertanian organik dengan menambahkan pupuk organik pada

usahatani padi dapat meningkatkan produktivitas menjadi 7 Ton per Hektar

(Sulaeman et al., 2006).

Kecamatan Cigombong merupakan salah satu daerah produksi padi dan

daerah pengembangan usahatani padi semiorganik di Kabupaten Bogor.

Berdasarkan keterangan Gapoktan Silih Asih (2012), rata-rata produksi padi

semiorganik pada tahun 2008 hanya 46.30 Ton per Bulan dan mengalami

penurunan menjadi 43.20 Ton per Bulan pada tahun 20101. Hal ini menunjukkan

bahwa produksi padi semiorganik masih rendah, sehingga perlu upaya untuk

mengembangkan usahatani padi semiorganik di Kecamatan Cigombong.

Perbaikan kelembagaan pertanian juga merupakan upaya lain yang dapat

dilakukan untuk mengembangkan sektor pertanian. Kelembagaan pertanian

memiliki peranan sebagai penyedia kredit pertanian. Kredit pertanian merupakan

salah satu aspek penting bagi petani di sejumlah negara yang berbasiskan

pertanian. Menurut Tampubolon (2002) dalam Ashari dan Friyatno (2006), kredit

sebagai salah satu alat yang dianggap mampu memutuskan “lingkaran setan” dari

pendapatan rendah, secara berturut-turut menyebabkan kemampuan memupuk

modal rendah, kemampuan membeli sarana produksi rendah, produktivitas

usahatani rendah, dan pendapatan rendah.

Salah satu solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan

mengembangkan koperasi pertanian. Koperasi efektif jika dalam aplikasinya

1

(21)

menyesuaikan dengan bentuk dan karakteristik sektor pertanian, yaitu kemudahan

dalam proses peminjaman, jangka waktu pengembalian yang menyesuaikan waktu

panen, dan suku bunga yang rendah (Ashari dan Friyatno, 2006). Koperasi

Kelompok Tani Lisung Kiwari (KKT-LK) merupakan lembaga pertanian formal

di Desa Ciburuy Kecamatan Cigombong yang menyediakan bantuan kredit

kepada petani berupa bantuan modal dan input pertanian, penerapan teknologi,

distribusi hasil pertanian, fasilitator penyuluhan, dan melatarbelakangi

berkembangnya usahatani padi semiorganik di Desa Ciburuy, Desa Cisalada, Desa

Ciadeg, dan desa lainnya di Kecamatan Cigombong. Hal ini merupakan alasan

yang mendasari dipilihnya Desa Ciburuy, Desa Cisalada, dan Desa Ciadeg

Kecamatan Cigombong sebagai lokasi penelitian dan alasan pentingnya penelitian

dilakukan.

1.2. Perumusan Masalah

Program “Go Organik2010” merupakan salah satu upaya yang dilakukan

pemerintah untuk meningkatkan produksi padi yang sustainable dan selaras

dengan alam (Sulaeman et al., 2006). Program ini diimplementasikan dengan

pengembangan usahatani padi organik. Adanya program ini mengubah kebiasaan

petani dalam melakukan budidaya padi dan penggunaan input produksi. Usahatani

padi semiorganik yang biasa menggunakan pupuk kimia sebagai input produksi,

kemudian secara perlahan menggantinya dengan pupuk organik.

Kecamatan Cigombong merupakan daerah yang mendukung program pemerintah “Go Organik 2010” melalui pengembangan usahatani padi

semiorganik. Pengembangan usahatani padi semiorganik di Kecamatan

(22)

berkelanjutan. Berkembangnya usahatani padi semiorganik tidak terlepas dari

peran KKT-LK yang merupakan fasilitator petani dalam mendapatkan pelatihan

maupun penyuluhan tentang pertanian organik.

Berdasarkan keterangan Gapoktan Silih Asih (2012), permintaan beras

semiorganik tinggi, namun produksi padi semiorganik belum dapat memenuhi

permintaan pasar. Gapoktan Silih Asih menargetkan rata-rata produksi padi

semiorganik sekitar 60 Ton per Bulan, namun yang terpenuhi hanya sebesar 46.3

Ton per Bulan pada tahun 2008, sebesar 33.6 Ton per Bulan pada tahun 2009, dan

43.2 Ton per Bulan pada tahun 20102. Guna meningkatkan produksi padi

semiorganik di Kecamatan Cigombong perlu adanya analisis faktor produksi

untuk mengetahui pengaruh dari masing-masing faktor produksi terhadap

produksi padi semiorganik.

Permasalahan yang dihadapi petani padi di Kecamatan Cigombong

ditinjau dalam dua aspek yang saling berhubungan yaitu aspek produksi dan

pendapatan. Produksi usahatani padi semiorganik dan anorganik dipengaruhi oleh

beberapa faktor produksi, diantaranya luas lahan, benih, pupuk, pestisida atau

biopestisida, dan tenaga kerja. Keterkaitan faktor produksi dengan produksi yang

dihasilkan menjadi suatu hal yang penting, karena berpengaruh terhadap produksi

dan pendapatan. Oleh karena itu, diperlukan analisis faktor produksi untuk

mengetahui pengaruh dari masing-masing faktor produksi terhadap produksi padi

yang dihasilkan. Aspek pendapatan dilakukan untuk membandingkan pendapatan

berdasarkan usahatani padi semiorganik dan anorganik, keanggotaan dalam

KKT-LK, dan status penguasaan lahan. Analisis pendapatan dilakukan untuk melihat

2

(23)

untung atau tidaknya usahatani yang dijalankan oleh petani (Soekartawi, 1995).

Berdasarkan uraian di atas, beberapa permasalahan yang dibahas dalam penelitian

adalah:

1. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi produksi usahatani padi

semiorganik dan anorganik?

2. Bagaimana pendapatan usahatani padi semiorganik dan anorganik,

keanggotaan dalam KKT-LK, dan status penguasaan lahan?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah, maka tujuan utama

penelitian adalah menganalisis produksi dan pendapatan usahatani padi

semiorganik dan anorganik berdasarkan keanggotaan KKT-LK di Kecamatan

Cigombong Kabupaten Bogor. Tujuan operasional penelitian adalah:

1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi usahatani padi

semiorganik dan anorganik.

2. Membandingkan pendapatan usahatani padi semiorganik dan anorganik,

keanggotaan dalam KKT-LK, dan status penguasaan lahan.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian tentang produksi dan pendapatan usahatani padi semiorganik

dan anorganik berdasarkan keanggotaan dalam KKT-LK diharapkan dapat

membantu petani untuk menganalisis produksi dan pendapatan usahatani padi

semiorganik dan anorganik di lokasi penelitian. Bagi Pemerintah Kabupaten

Bogor diharapkan penelitian yang dilakukan menjadi masukan dan bahan

pertimbangan dalam perencanaan maupun pengambilan keputusan terkait

(24)

peran koperasi kelompok tani dan pengembangan usahatani padi yang

berkelanjutan.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Pengambilan sampel dibatasi pada petani padi semiorganik dan anorganik

yang merupakan anggota KKT-LK dengan non anggota KKT-LK di Desa

Ciburuy, Desa Cisalada, dan Desa Ciadeg Kecamatan Cigombong. Pengambilan

data primer dilaksanakan dari bulan April sampai Mei 2012. Usahatani padi

semiorganik yang dimaksud dalam penelitian adalah usahatani yang bebas

pestisida, serta mengkombinasikan pupuk organik (pupuk kompos dan pupuk

kandang) dengan pupuk kimia. Usahatani padi anorganik adalah usahatani yang

menggunakan pupuk organik dan pupuk kimia, namun masih menggunakan

pestisida.

Analisis produksi dan pendapatan dilakukan dalam satu musim tanam

yaitu bulan Februari sampai April 2012. Faktor produksi usahatani padi

semiorganik dan anorganik dianalisis menggunakan fungsi produksi Cobb

Douglas dan diestimasi dengan metode Ordinary Least Squares (OLS). Analisis

pendapatan usahatani dilakukan dengan membandingkan berdasarkan usahatani

padi semiorganik dan anorganik, keanggotaan dalam KKT-LK, dan status

(25)

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peranan Koperasi

Lembaga adalah badan, organisasi, kaidah, dan atau norma-norma, baik

formal maupun informal sebagai pedoman untuk mengatur perilaku segenap

anggota masyarakat, baik dalam kegiatan sehari-hari maupun dalam usahanya

mencapai suatu tujuan tertentu (Hanafie, 2010). Posisi dan fungsi kelembagaan

petani merupakan bagian pranata sosial yang memfasilitasi interaksi sosial atau

social interplay dalam suatu komunitas petani (Suradisastra, 2008).

Pemberdayaan kelembagaan petani guna meningkatkan perhatian dan motivasi

berusahatani akan memberikan hasil bila memanfaatkan makna dan potensi tiga

kata kunci utama dalam konteks kelembagaan yaitu norma, perilaku, serta kondisi

dan hubungan sosial.

Kelembagaan dalam bidang pertanian terdiri dari kelompok tani, gabungan

kelompok tani (gapoktan), lembaga keuangan, lembaga pendidikan, lembaga

penelitian, lembaga pemerintahan, dan lembaga lainnya yang berhubungan

ataupun mendukung aktivitas pertanian. Salah satu lembaga yang berperan dalam

kegiatan pertanian adalah koperasi. Menurut UU No.25 tahun 1992, koperasi

adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum

koperasi, dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus

sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas azas kekeluargaan. Peran

koperasi berfungsi untuk memperkuat posisi tawar (bargaining position) petani

dalam pendistribusian dan memasarkan hasil output.

Koperasi Unit Desa (KUD) merupakan lembaga yang memiliki peranan

(26)

Prabowo (2007), beberapa upaya perlu dilakukan dalam pemberdayaan KUD

sebagai ujung tombak peningkatan kesejahteraan petani. Pertama, dukungan

modal maksudnya perlu adanya dukungan modal dari pemerintah melalui APBD

dan APBN. Kedua, profesionalisme pengurus dan manajer. Ketiga, kemitraan

yang berkelanjutan maksudnya adalah pentingnya menjalin hubungan kemitraan

dengan perbankan sebagai penyedia dana, pabrik pupuk untuk mendapatkan harga

pupuk yang lebih murah, menjalin hubungan dengan Dolog atau Bulog untuk

pembelian beras. Keempat, dukungan pemerintah dalam pemodalan KUD dan

kebijakan pemerintah yang dapat memudahkan petani dalam pengembangan

usahataninya. Kelima, dukungan anggota dalam program KUD untuk

mewujudkan kesejahteraan anggota. Keenam, mengutamakan pelayanan

kebutuhan anggota, misalnya dalam penyediaan pupuk dan pembelian gabah.

Berdasarkan pemikiran Syukur et al. (1998) dalam Ashari (2009), peran

kredit sebagai pelancar pembangunan pertanian yaitu (1) membantu petani kecil

dalam mengatasi keterbatasan modal dengan bunga relatif ringan, (2) mengurangi

ketergantungan petani pada pedagang perantara dan pelepas uang sehingga

berperan dalam memperbaiki struktur dan pola pemasaran hasil pertanian,

(3) mekanisme transfer pendapatan untuk mendorong pemerataan, dan (4) insentif

bagi petani untuk meningkatkan produksi. Hasil kajian Asian Development Bank

(2004) dalam Ashari dan Friyatno (2006) menyatakan bahwa kredit memberikan

kesempatan kepada petani dalam beberapa hal yaitu (1) pembelian input produksi

seperti benih, pupuk, dan pestisida, (2) pembelian alat dan mesin pertanian seperti

cangkul, bajak, garu, traktor, pompa air, dan power thresher, (3) melakukan

(27)

yang bernilai tinggi, (4) melaksanakan pengolahan pasca panen dalam rangka

meningkatkan nilai tambah produk pertanian, dan (5) melaksanakan diversifikasi

bisnis horizontal antar pertanian dan non pertanian.

2.2. Pertanian Semiorganik dan Anorganik

Pertanian semiorganik dan anorganik merupakan suatu proses budidaya

dalam kegiatan usahatani. Berikut ini dijelaskan pengertian pertanian semiorganik

dan anorganik, serta perkembangan pertanian organik di Indonesia.

2.2.1. Pengertian Pertanian Semiorganik dan Anorganik

Menurut Las et al. (2006), ada dua pemahaman umum tentang pertanian

organik. Pertama, Pertanian Organik ”Absolut” (POA) sebagai budidaya pertanian yang sama sekali tidak menggunakan input kimia, hanya menggunakan pupuk

organik. Sistem ini dikaitkan dengan konsep pertanian berkelanjutan rendah input

(Low Input Sustainable Agriculture, LISA). Sasaran utamanya adalah produk dan

lingkungan yang bersih dan sehat (ecolabeling attributes). Andoko (2010)

menyatakan bahwa pertanian organik merupakan kegiatan bercocok tanam yang

akrab dengan lingkungan dan berusaha meminimalkan dampak negatif bagi alam.

Pertanian organik merupakan usahatani yang memperhatikan keberlanjutan

produksi, ekosistem, dan lingkungan.

Kedua, Pertanian Organik ”Rasional” (POR) atau pertanian semiorganik

merupakan budidaya pertanian yang menggunakan bahan organik yang berfungsi

sebagai pembenah tanah dan menggunakan suplemen pupuk kimia anorganik.

Pestisida dan herbisida digunakan secara selektif dan terbatas, atau menggunakan

biopestisida. Landasan utamanya adalah sistem pertanian modern yang

(28)

sumberdaya alam dan lingkungan. Perubahan dari pertanian organik rasional ke

pertanian organik absolut akan berdampak terhadap penurunan produktivitas,

karena diperlukan masa transisi. Masa transisi adalah masa yang diperlukan dalam

proses perbaikan sifat fisik, kimia, dan biologi tanah secara bertahap sampai

keadaan stabil dimana unsur hara yang digunakan secara efektif oleh tanaman

dalam jumlah mencukupi. Masa transisi merupakan proses adaptasi sifat fisik,

kimia, dan biologis tanah terhadap perubahan perlakuan tanah dari anorganik ke

semiorganik untuk menuju pertanian organik (Prayoga, 2010).

Perbedaan pertanian semiorganik dan anorganik adalah dalam hal

penggunaan input pertanian (Salikin, 2003). Input pertanian yang digunakan

dalam pertanian semiorganik bersifat alami, misalnya pupuk organik dan pestisida

yang ramah lingkungan, namun masih menggunakan pupuk kimia dalam dosis

yang rendah atau sesuai dengan kondisi tanaman. Pertanian anorganik

menggunakan input produksi berbahan kimia, serta menggunakan pestisida untuk

mengatasi hama dan penyakit. Pertanian semiorganik berorientasi pada

sustainabilitas ekologi dan tujuan jangka panjang, sedangkan pertanian anorganik

berorientasi pada peningkatan produksi dan bersifat jangka pendek.

Perbedaan usahatani padi semiorganik dan anorganik dapat dilihat pada

standar penggunaan pupuk urea, TSP, dan KCL yang direkomendasikan oleh

dinas pertanian Jawa Barat untuk Kecamatan Cijeruk (Tabel 3). Rekomendasi

pupuk yang digunakan mengacu pada rekomendasi Kecamatan Cijeruk,

dikarenakan tidak tersedianya rekomendasi pupuk untuk Kecamatan Cigombong

dan Kecamatan Cijeruk merupakan kecamatan terdekat dengan Kecamatan

(29)

usahatani padi anorganik (tanpa bahan organik) masing-masing sebesar urea 300

Kilogram per Hektar, TSP 50 Kilogram per Hektar, dan KCL 50 Kilogram per

Hektar. Standar penggunaan pupuk usahatani padi semiorganik adalah urea 280

Kilogram per Hektar dan TSP 50 Kilogram per Hektar.

Tabel 3. Rekomendasi Penggunaan Pupuk Propinsi Jawa Barat Kecamatan Cijeruk Tahun 2007

(Kg/Ha)

Uraian Tanpa Bahan Organik 5 Ton jerami/Ha

Urea 300 280

SP-36 50 50

KCL 50 0

Sumber: Dinas Pertanian Jawa Barat (2007)

2.2.2. Perkembangan Pertanian Organik

Perkembangan pertanian organik di Indonesia terus mengalami

peningkatan, termasuk permintaan ekspor. Hal ini dilihat dari meningkatnya

jumlah toko organik di Indonesia yang menjual beragam produk organik, seperti

sayuran, daging, beras, dan produk perkebunan (Sulaeman, 2007). Perkembangan

produksi dan permintaan padi organik di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Proyeksi Produksi dan Pasar Padi Organik di Indonesia Tahun 2005-2009

(Kuintal)

Tahun Produksi Kebutuhan Pasar

2005 550 300 550 300

Berdasarkan Tabel 4, produksi padi organik di Indonesia terus mengalami

peningkatan, meskipun tidak secara signifikan. Hal ini terlihat bahwa produksi

padi organik pada tahun 2005 sebesar 550 300 Kuintal dan pada tahun 2009

(30)

produksi padi organik Indonesia belum dapat memenuhi kebutuhan pasar. Hal ini

dikarenakan permintaan padi organik yang mengalami peningkatan setiap

tahunnya belum diimbangi dengan peningkatan pada produksi padi organik.

Menurut Sulaeman (2007), ada tiga permasalahan dalam pemasaran

produk organik yaitu dari segi supply, pemasaran, dan faktor eksternal.

Permasalahan dari segi supply adalah terbatasnya jumlah supplier produk organik

di Indonesia, kurangnya pemahaman filosofi organik di kalangan petani, secara

umum masih dikelola secara tradisional dan skala kecil, keaslian produk organik

(dibutuhkan sertifikasi), supply tidak konsisten baik (kualitas, kuantitas, dan

kontinuitas), penanganan pasca panen yang kurang baik, kurangnya kerjasama

antara supplier, serta kurangnya pengetahuan tentang produk organik.

Permasalahan dari segi pemasaran yaitu kurangnya pengetahuan dan pemahaman

konsumen tentang produk organik, penampilan produk dan packaging yang

kurang menarik, harga lebih mahal, dan kurangnya promosi. Faktor eksternal yang

menjadi permasalahan adalah masuknya produk organik impor yang menjadi

pesaing petani organik lokal.

2.3. Faktor Produksi

Produksi adalah proses transformasi input menjadi output. Faktor produksi

memiliki peran penting dalam proses produksi. Menurut Rahim dan Hastuti

(2008), faktor-faktor produksi yang mempengaruhi produksi usahatani yaitu:

1. Lahan Pertanian

Lahan pertanian merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap

produksi pertanian. Secara umum semakin luas lahan yang digarap, maka semakin

(31)

beberapa hal yaitu kesuburan tanah, aksesibilitas terhadap pasar dan pusat

pelayanan, topografi, status kepemilikan lahan, dan faktor lingkungan.

2. Tenaga Kerja

Tenaga kerja merupakan salah satu faktor penting dan perlu

diperhitungkan dalam proses produksi. Terbatasnya jumlah tenaga kerja berakibat

mundurnya waktu penanaman, sehingga mempengaruhi pertumbuhan tanaman,

produktivitas, dan kualitas output. Upah tenaga kerja tergantung pada jenis

kelamin, kualitas tenaga kerja, umur tenaga kerja, dan lama waktu bekerja.

3. Modal

Modal merupakan syarat mutlak berlangsungnya kegiatan usahatani.

Modal berdasarkan fungsinya dibedakan menjadi dua macam yaitu modal tetap

dan modal tidak tetap. Modal tetap merupakan modal yang dapat digunakan

dalam berkali-kali proses produksi, contohnya tanah, bangunan, dan mesin

produksi. Modal tidak tetap adalah modal yang hanya dapat digunakan dalam satu

kali proses produksi, misalnya pupuk dan bibit.

4. Pupuk

Pupuk merupakan nutrisi bagi tanaman. Pupuk sangat dibutuhkan tanaman

untuk mencapai proses pertumbuhan dan perkembangan yang optimal. Pemberian

pupuk dengan dosis yang tepat dapat meningkatkan produksi dan kualitas output.

Pupuk terbagi menjadi dua jenis yaitu pupuk organik dan pupuk anorganik. Pupuk

organik merupakan pupuk yang berasal dari penguraian sisa-sisa tanaman dan

binatang, misal pupuk kandang, pupuk hijau, dan pupuk kompos. Pupuk

anorganik adalah pupuk yang mengandung bahan kimia, misal pupuk urea, TSP,

(32)

5. Pestisida

Pestisida dibutuhkan tanaman untuk mencegah serta membasmi hama dan

penyakit. Pestisida ada yang bersifat organik dan anorganik. Pestisida organik

terbuat dari bahan alami seperti tumbuhan sehingga tidak merusak unsur dan

kandungan hara dalam tanah. Pestisida anorganik terbuat dari bahan kimia, jika

digunakan dengan dosis yang tinggi akan mengakibatkan resisten terhadap hama.

Penggunaan pestisida dengan dosis yang melebihi standar juga dapat

menimbulkan pencemaran (tanah, air, dan udara), berdampak buruk terhadap

kesehatan, dan merusak ekosistem lingkungan.

6. Benih

Benih yang digunakan dalam proses penanaman menentukan kualitas dan

keunggulan dari suatu komoditas. Benih yang unggul menghasilkan produk

dengan kualitas yang baik. Semakin unggul benih, semakin tinggi produksi yang

dihasilkan.

7. Teknologi

Penggunaan teknologi dapat menciptakan rekayasa perlakuan tanaman dan

mencapai tingkat efisiensi yang tinggi. Penggunaan teknologi dalam pertanian

misalnya adalah tanaman padi yang hanya dapat dipanen dua kali dalam

setahun, tetapi dengan adanya teknologi dapat dipanen menjadi tiga kali dalam

setahun.

8. Manajemen

Peran manajemen penting dalam pertanian. Peran manajemen dalam

pertanian yaitu dalam hal perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing),

(33)

2.4. Analisis Pendapatan Usahatani

Usahatani adalah cara memanfaatkan dan memadukan sumberdaya yang

terbatas untuk mencapai manfaat yang maksimal (Suratiyah, 2009). Penerimaan

usahatani didefinisikan sebagai nilai uang yang diterima petani dari penjualan

produk usahatani. Penerimaan merupakan perkalian antara produksi yang

dihasilkan dengan harga jual output tersebut.

Biaya usahatani didefinisikan sebagai sejumlah uang yang dibayarkan

untuk pembelian input usahatani. Debertin (1986), membedakan biaya menjadi

dua yaitu biaya tetap (fixed cost) dan biaya variabel (variable cost). Biaya tetap

adalah biaya yang harus dikeluarkan oleh petani walaupun belum berproduksi.

Biaya tetap contohnya adalah biaya sewa lahan dan depresiasi mesin pertanian,

bangunan, dan peralatan pertanian. Biaya variabel adalah biaya produksi yang

berubah sesuai dengan tahapan produksi yang dilakukan. Biaya variabel

contohnya adalah biaya benih, herbisida, insektisida, pupuk, dan lain-lain. Selisih

antara penerimaan yang didapatkan dengan biaya usahatani disebut pendapatan

usahatani.

2.5. Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu terkait pertanian padi organik yang dapat dijadikan

referensi adalah penelitian Poetryani (2011), Prayoga (2010), dan Gultom (2011)

yang dapat dilihat pada Tabel 5. Penelitian terdahulu terkait analisis produksi dan

pendapatan adalah penelitian Amri (2011), Finanda (2011), dan Haryani (2009)

(34)

Tabel 5. Penelitian Terdahulu tentang Padi Organik

No. Peneliti/Judul Tujuan Metode Hasil

1. Antari Poetryani (2011)/

Analisis Perbandingan Efisiensi Usahatani Padi Organik dengan

Anorganik (Kasus: Desa

2.Pendapatan rata-rata usahatani padi organik lebih besar dibandingkan usahatani padi anorganik yaitu masing-masing sebesar Rp 7.90 Juta dan Rp 6.81 Juta.

3.Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap biaya usahatani padi organik adalah jumlah benih dan tenaga kerja, sedangkan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pendapatan usahatani organik adalah biaya tenaga kerja, produksi gabah organik, dan harga gabah organik. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap biaya usahatani padi anorganik adalah jumlah benih, jumlah pupuk TSP, dan harga benih, sedangkan faktor yang berpengaruh terhadap pendapatan adalah biaya tenaga kerja dan produksi gabah.

2. Adi Prayoga (2010)/

Produktivitas dan Efisiensi Teknis Usahatani Padi Organik Lahan Sawah

Menganalisa produktivitas, efisiensi teknis dan sumber in-efisiensi teknis padi organik, dan membandingkan dengan

Usahatani padi organik tahun ke-8 dan tahun ke-5 lebih produktif dibandingkan usahatani padi konvensional. Tingkat efisiensi teknis yang dicapai bervariasi antara 0.47–0.96 dengan rata-rata 0.70. Efisiensi teknis usahatani padi organik tahun ke-8 dan tahun ke-5 lebih tinggi dibandingkan usahatani padi konvensional. Hasil penelitian juga menemukan bahwa jumlah anggota keluarga usia produktif dan frekuensi mengikuti penyuluhan berpengaruh menurunkan in-efisiensi teknis.

(35)

Tabel 5. Lanjutan

No. Peneliti/Judul Tujuan Metode Hasil

3. Lamretta Gultom (2011)/

Analisis Pendapatan dan

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

Produksi Usahatani Padi Sehat (Studi Kasus: Gapoktan Silih

Asih di Desa Ciburuy

Kecamatan Cigombong

Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat)

menguntungkan dengan pendapatan rata-rata sebesar Rp 2 405 039.56 dan nilai R/C biaya total sebesar 1.22.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi padi sehat yaitu pupuk kompos, pupuk urea, pupuk phonska, dan pestisida nabati.

Tabel 6. Penelitian Terdahulu tentang Analisis Produksi dan Pendapatan

No. Peneliti/Judul Tujuan Metode Hasil

1. Alfian Nur Amri (2011)/

Analisis Efisiensi Produksi dan Pendapatan Usahatani Ubi Kayu ubi kayu (POB). Ketidaksesuaian tersebut terletak pada struktur dan tekstur tanah, pola penanaman, dan proses pemupukan.

2. Pendapatan atas biaya tunai dari usahatani ubi kayu sebesar Rp 10 799 012.60, sedangkan pendapatan atas biaya total sebesar Rp 6 279 598.36.

3. Analisis Efisiensi usahatani ubi kayu menunjukkan bahwa penggunaan faktor-faktor produksi belum efisien secara ekonomi. Hal ini dikarenakan rasio antara NPM dan BKM pada masing-masing faktor produksi tidak sama dengan satu.

(36)

Tabel 6. Lanjutan

No. Peneliti/Judul Tujuan Metode Hasil

2. Ira Tria Finanda (2011)/

Analisis Efisiensi Produksi dan Pendapatan Usaha Pembesaran

1. Faktor-faktor yang mempengaruhi usaha

pembesaran lele dumbo adalah padat

penebaran, pakan pelet, pakan tambahan, pupuk, probiotik, dan kapur.

2. Analisis efisiensi menunjukkan bahwa faktor-faktor produksi belum efisien secara ekonomi, agar efisien padat penebaran harus dikurangi sedangkan pakan pelet dan pakan tambahan perlu ditambahkan. Pupuk, probiotik, dan kapur agar mencapai kondisi efisiensi secara

ekonomi, maka penggunaannya harus

berdasarkan dosis yang dianjurkan.

3. Total pendapatan usaha pembesaran lele dumbo sebasar Rp 213 397 108 per periode pembesaran, dengan R/C sebesar 1.12.

3. Dewi Haryani (2009)/ Analisis Efisiensi Usahatani Padi Sawah

Pada Program Pengelolaan

Tanaman dan Sumberdaya

Terpadu di Kabupaten Serang Propinsi Banten.

1. Petani program PTT memiliki efisiensi teknis yang lebih tinggi dibandingkan petani bukan program PTT, namun secara alokatif dan ekonomis belum efisien.

2. Hasil estimasi usahatani padi diketahui bahwa variabel benih, pupuk anorganik, dan tenaga kerja berpengaruh nyata terhadap produksi baik pada petani program PTT, maupun petani bukan program PTT. Faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi teknis pada petani program PTT adalah umur, pendidikan, dan

dummy, sedangkan pada petani bukan program PTT adalah pendidikan, dependency ratio,

(37)

2.6. Kebaruan Penelitian

Penelitian ini memiliki kebaruan dibandingkan dengan penelitian

terdahulu. Perbedaan dengan penelitian Poetryani (2011), Prayoga (2010), dan

Gultom (2011) adalah penelitian ini fokus membahas tentang faktor-faktor

produksi dan analisis pendapatan usahatani padi semiorganik dan anorganik.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Amri (2011) dan Finanda (2011)

adalah dalam hal spesifikasi komoditas yang diteliti, sumber data, lokasi

penelitian, analisis efisiensi ekonomi, dan peran kelembagaan dalam penelitian.

Perbedaan dengan penelitian Haryani (2009) adalah penggunaan metode

Maximum Likelihood Estimation (MLE) dengan alat analisis stochastic frontier

dalam menentukan faktor produksi. Analisis efisiensi yang dilakukan pada

(38)

III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis

Kerangka pemikiran teoritis menjelaskan teori yang digunakan

terkait produksi dan pendapatan usahatani. Kerangka pemikiran teoritis yang

mendukung penelitian yaitu teori tentang fungsi produksi dan analisis pendapatan

usahatani.

3.1.1. Fungsi Produksi

Fungsi produksi menggambarkan hubungan teknis antara input dan output

dalam suatu proses produksi. Fungsi produksi adalah suatu fungsi atau persamaan

yang menunjukkan hubungan antara output dan pengunaan input (Tasman, 2006).

Menurut Debertin (1986), fungsi produksi didefinisikan sebagai hubungan

perubahan input menjadi output. Fungsi produksi menjelaskan hubungan antara

variabel yang dijelaskan (Y) dan variabel yang menjelaskan (X). Variabel yang

dijelaskan berupa output dan variabel yang menjelaskan berupa input. Fungsi

produksi secara matematis adalah sebagai berikut:

Y = f (X) ... (3.1)

Keterangan :

Y = Output

X = Input produksi

Fungsi produksi Cobb-Douglas (Cobb-Douglas production function)

aslinya terdiri dari dua variabel yaitu tenaga kerja dan modal dengan asumsi

constant return to scale. Bentuk matematis fungsi produksi Cobb-Douglas adalah

sebagai berikut (Debertin, 1986):

(39)

Jika diubah ke dalam bentuk linear:

Ln Y = Ln A + α Ln X1 + (1-α) Ln X2…...……...……... (3.3)

Berdasarkan persamaan 3.3 dapat diketahui bahwa output (Y), tenaga

kerja (X1), dan modal (X2). Konstanta α (alpha) merupakan elastisitas dalam

kaitannya dengan penggunaan tenaga kerja, sedangkan (1-α) adalah elastisitas

yang berkaitan dengan penggunaan modal. Menurut Doll dan Orazem (1984),

karakteristik fungsi produksi Cobb-Douglas yaitu:

1. Hasil penjumlahan koefisien elastisitas faktor produksi menunjukkan

homogeneus degree one atau fungsi produksi constant return to scale.

2. Fungsi produksi menunjukkan diminishing marginal return.

3. Fungsi dapat ditransformasikan dalam bentuk linear dengan melogaritmakan

atau dengan logaritma natural.

Tolak ukur dalam menggambarkan hubungan antara input dan output

dalam fungsi produksi yaitu:

1. Marginal Physical Product (MPP) atau produk marginal yaitu perubahan

output yang dihubungkan dengan peningkatan penggunaan satu satuan input

(Debertin, 1986). Hubungan output dan input terjadi dalam tiga kemungkinan

yaitu constant rate, increasing rate, dan decreasing rate. Constant rate dapat

diartikan bahwa setiap penambahan satu-satuan unit input X dapat

menyebabkan tambahan satu-satuan unit output Y secara proporsional. Bila

penambahan satu-satuan unit input X menyebabkan satu-satuan unit output Y

yang semakin meningkat secara tidak proposional disebut dengan increasing

rate. Bila penambahan satu-satuan unit input X menyebabkan satu-satuan unit

(40)

MPP= ... (3.4)

2. Average Physical Product (APP) didefinisikan sebagai rasio antara output

dengan input. Total Physical Product (TPP) atau produksi total adalah

jumlah seluruh output yang dihasilkan dalam proses produksi (Debertin,

1986).

APP = ... (3.5)

Hubungan antara MPP, APP, dan TPP dapat digunakan untuk menentukan

elastisitas produksi. Elastisitas produksi (Ep) adalah persentase perubahan output

yang dibagi dengan persentase perubahan input produksi yang digunakan

(Debertin, 1986).

Elastisitas produksi (Ep) = = MPP/APP ... (3.6)

Menurut Debertin (1986), fungsi produksi dibagi menjadi tiga daerah

produksi yaitu daerah I, daerah II, dan daerah III (Gambar 1). Batas daerah I yaitu

dari penggunaan input sama dengan nol sampai dengan MPP=APP. Daerah I

memiliki nilai elastisitas produksi lebih besar dari satu (Increasing Return to

Scale). Elastisitas produksi lebih besar dari satu yang berarti bahwa setiap

kenaikan input produksi sebesar satu persen akan meningkatkan produksi lebih

besar dari satu persen. Kondisi ini dicapai saat kurva MPP berada di atas kurva

APP. Daerah I disebut daerah irrasional, karena keuntungan maksimum belum

tercapai dan produksi dapat ditingkatkan dengan penambahan input produksi.

Daerah II disebut daerah rasional karena pada daerah ini keuntungan

maksimum dan output maksimum dapat tercapai. Daerah II mulai dari MPP=APP

sampai dengan MPP bernilai nol. Nilai elastisitas produksi pada daerah II yaitu

(41)

produksi rata-rata maksimum atau ketika MPP=APP. Pada daerah ini dengan

penggunaan input produksi tertentu akan menghasilkan output yang optimal dan

keuntungan maksimum dapat tercapai. Elastisitas produksi sama dengan nol

dicapai saat produksi total (TPP) mencapai maksimum atau saat produksi marjinal

sama dengan nol.

Sumber: Debertin (1986)

Gambar 1. Fungsi Produksi dan Tiga Daerah Produksi X (input)

STAGE I STAGE

II

STAGE III

X1

TPP

MPP

APP Y (output)

X2 X3

Y (output)

X (input)

(42)

Daerah III dimana fungsi produksi menurun dan MPP bernilai negatif.

Daerah III mempunyai nilai elastisitas produksi lebih kecil dari nol karena MPP

bernilai negatif. Daerah ini disebut daerah irrasional, karena setiap penambahan

satu persen input produksi menyebabkan penurunan produksi yang dihasilkan.

3.1.2. Analisis Pendapatan Usahatani

Pendapatan merupakan selisih antara total penerimaan dengan total biaya

yang dikeluarkan (Debertin, 1986). Oleh karena itu, untuk menghitung

pendapatan usahatani diperlukan informasi mengenai penerimaan dan

pengeluaran selama kegiatan usahatani berlangsung. Penerimaan usahatani adalah

perkalian antara jumlah produksi dengan harga jual output.

TR = Y . PY ... (3.7) Keterangan:

TR = Total Revenue (Rp)

Y = Output yang dihasilkan (Kg)

PY = Harga output (Rp/Kg)

Biaya usahatani adalah biaya yang dikeluarkan dalam penggunaan

faktor-faktor produksi. Biaya digolongkan menjadi dua jenis yaitu fixed cost dan

variable cost (Debertin, 1986). Fixed cost atau biaya tetap didefinisikan sebagai

biaya yang harus dikeluarkan petani walaupun belum berproduksi. Contoh biaya

tetap adalah sewa tanah dan depresiasi alat-alat pertanian. Variable cost atau biaya

variabel adalah biaya produksi yang berubah sesuai dengan output yang

dihasilkan, contohnya pembayaran untuk benih, pupuk, herbisida, insektisida, dan

sebagainya. Rumus total biaya variabel (VC) dijabarkan pada persamaan (3.9),

(43)

TC = FC + VC ... (3.8)

VC = Px. X ... (3.9) Keterangan:

TC = Total Cost (Rp)

FC = Total Fixed Cost (Rp)

VC = Total Variabel Cost (Rp)

Px = Harga input (Rp/Kg)

X = Jumlah input yang digunakan (Kg)

Jadi pendapatan yang diterima petani merupakan pengurangan antara

penerimaan dengan biaya total atau dirumuskan pada persamaan (3.10).

π

= TR – TC ... (3.10)

Keterangan:

π

= Pendapatan (Rp)

TR = Penerimaan Total (Rp)

TC = Biaya Total(Rp)

Biaya produksi dibagi menjadi dua yaitu cash cost atau biaya tunai dan

noncash cost atau biaya diperhitungkan (Doll dan Orazem, 1984). Biaya tunai

adalah biaya yang dikeluarkan untuk pembelian sumberdaya yang digunakan

dalam proses produksi, misalnya biaya bahan bakar, upah tenaga kerja, benih,

pupuk, dan lain-lain. Biaya diperhitungkan terdiri dari biaya depresiasi,

pembayaran sumberdaya yang dimiliki oleh petani, dan tenaga kerja dalam

keluarga.

Perbandingan penerimaan dan biaya (R/C ratio) digunakan untuk

(44)

merupakan perbandingan antara penerimaan dengan biaya yang dikeluarkan

selama proses produksi. Analisis ini menunjukkan penerimaan yang diperoleh dari

setiap biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan usahatani.

Semakin besar nilai R/C ratio, maka semakin besar penerimaan

dibandingkan biaya yang dikeluarkan. Jika R/C ratio > 1, artinya setiap biaya

yang dikeluarkan akan menghasilkan penerimaan yang lebih besar atau usahatani

menguntungkan. Apabila R/C ratio < 1, berarti biaya yang dikeluarkan akan

menghasilkan penerimaan yang lebih kecil atau usahatani tidak menguntungkan.

Jika R/C ratio = 1, perbandingan antara penerimaan dan biaya seimbang atau

berada pada keuntungan normal.

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan penelitian diketahui bahwa

produksi padi Kabupaten Bogor rendah yaitu hanya menyumbang 4.59 Persen

dari produksi padi Jawa Barat pada tahun 2008. Hal ini menunjukkan perlu

adanya upaya untuk mengembangkan sektor pertanian di Kabupaten Bogor.

Berbagai kendala dan hambatan dalam mengembangkan sektor pertanian

seperti sulitnya akses terhadap modal dan budidaya yang tidak memperhatikan

keberlangsungan ekosistem, sehingga menginspirasi dibentuknya LK.

KKT-LK tidak hanya memberikan bantuan modal, sarana produksi, pemasaran output,

dan penyuluhan pertanian, namun juga melatarbelakangi pertanian semiorganik di

Kecamatan Cigombong.

Penelitian ini menganalisis faktor produksi dan perbandingan pendapatan

usahatani padi semiorganik dan anorganik serta berdasarkan keanggotaan dalam

(45)

untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi usahatani padi

semiorganik dan anorganik. Pendapatan usahatani dilakukan dengan

membandingkan berdasarkan usahatani padi semiorganik dan anorganik,

keanggotaan dalam KKT-LK, dan status penguasaan lahan. Gambaran penelitian

dapat dilihat pada kerangka pemikiran operasional (Gambar 2).

Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional

Usahatani padi di Kecamatan Cigombong

Usahatani padi semiorganik Usahatani padi anorganik

Faktor produksi usahatani padi semiorganik dan anorganik (kriteria ekonomi, statistik, dan ekonometrika)

Pendapatan usahatani padi semiorganik dan anorganik anggota dan non anggota

KKT-LK (pendapatan berdasarkan usahatani padi semiorganik dan anorganik, keanggotaan dalam

KKT-LK, dan status penguasaan lahan)

Rekomendasi peningkatan produksi dan pendapatan usahatani padi

Anggota KKT-LK Non anggota KKT-LK

Pertanian berkelanjutan Kelembagaan pertanian

(46)

IV. METODOLOGI 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Desa Ciburuy, Desa Cisalada, dan Desa Ciadeg

Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor. Lokasi penelitian ditentukan secara

sengaja (purposive) dengan mempertimbangkan bahwa ketiga desa tersebut

merupakan daerah pertanian di Kecamatan Cigombong yang sebagian besar

petaninya menerapkan usahatani padi semiorganik dan letak ketiga desa yang

saling berdekatan sehingga memiliki karakteristik geografis yang sama. Hal lain

yang menjadi pertimbangan adalah karena di Desa Ciburuy terdapat KKT-LK

yang merupakan lembaga formal sebagai penyalur dan penyedia kredit pertanian.

Pertimbangan dalam menentukan lokasi penelitian di Desa Cisalada dan Desa

Ciadeg adalah karena sebagian besar petani padi di Desa Ciburuy merupakan

anggota KKT-LK, sehingga perlunya responden dari Desa Cisalada dan Desa

Ciadeg yang merupakan non angota KKT-LK. Pengumpulan data primer

dilaksanakan dari bulan April sampai Mei 2012, sedangkan penelitian

dilaksanakan dari bulan Februari 2012 sampai dengan Juni 2013.

4.2. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan terdiri dari data primer dan sekunder. Data primer

diperoleh melalui wawancara dengan petani sampel, ketua Gapoktan Silih Asih,

dan pengurus KKT-LK. Teknik wawancara menggunakan kuesioner. Data

sekunder yang mendukung penelitian diperoleh dari literatur yang relevan dengan

topik yang diteliti, penelitian terdahulu, jurnal, artikel, Badan Pusat Statistik,

Kementerian Pertanian, dan Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

(47)

4.3. Metode Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel meliputi informan dan responden. Informan meliputi

pengurus KKT-LK, ketua Gapoktan Silih Asih, dan ketua kelompok tani yang

merupakan pihak yang berpotensi untuk memberikan informasi mengenai

KKT-LK dan usahatani padi. Metode pengambilan sampel adalah purposive sampling.

Purposive sampling merupakan teknik nonprobability sampling dengan

menentukan sampel penelitian berdasarkan ciri-ciri khusus yang memiliki

keterkaitan dan mewakili segala lapisan populasi (Muhamad, 2008). Ciri-ciri

khusus tersebut yaitu berdasarkan status usahatani dan keanggotaan dalam

KKT-LK. Metode purposive sampling dilakukan karena tidak tersediaanya kerangka

sampel.

Sampel dalam penelitian meliputi empat strata, yaitu usahatani padi

semiorganik anggota LK, usahatani padi semiorganik non anggota

KKT-LK, usahatani padi anorganik anggota KKT-KKT-LK, dan usahatani padi anorganik

non anggota KKT-LK. Sampel usahatani padi pada Tabel 7.

Tabel 7. Sampel Usahatani Padi

(Orang) Usahatani

Desa Ciburuy Desa Cisalada Desa Ciadeg

Jumlah

Data penelitian dianalisis secara kuantitatif. Pengolahan dan analisis data

dilakukan menggunakan komputer dengan aplikasi program Microsoft Excel 2010

dan EViews 7. Tabel keterkaitan antara tujuan penelitian, sumber data, dan metode

(48)

Tabel 8. Tabel Keterkaitan Tujuan Penelitian, Sumber Data, dan Metode Analisis Data

No Tujuan Penelitian Sumber Data Metode Analisis Data

1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi usahatani

usahatani padi semiorganik dan

anorganik, keanggotaan dalam

KKT-LK, dan status penguasaan lahan.

Data primer Analisi pendapatan

4.4.1. Analisis Faktor Produksi

Analisis faktor produksi menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas

dengan metode OLS. Fungsi produksi usahatani padi semiorganik dan anorganik

dijabarkan pada persamaan (4.1) dan persamaan (4.2).

a. Fungsi produksi usahatani padi semiorganik

Ln YSi = Ln α0+ α1 Ln LLi+ α2 Ln BNi+ α3 Ln KPSi+ α4 Ln KDGi+ α5 Ln

UREAi+ α6 Ln NPKi+ α7 Ln TKSLi+ α8 D1i+e1i ... (4.1)

Keterangan:

i = Petani padi semiorganik ke-i (1,2,3,...,60)

YSi = Produksi padi semiorganik (Kg/Ha)

LLi = Luas lahan (Ha)

TKSLi = Jumlah tenaga kerja setara laki-laki (HOK/Ha)

D1i = Keanggotaan dalam KKT-LK (1 = anggota, 0 = non

(49)

α0 = Intersep

α1,α2,α3,..,α8 = Parameter variabel independen

e1 = Residual

Nilai estimasi parameter yang diharapkan adalah: α1,α2,α3,..,α8 > 0

b. Fungsi produksi usahatani padi anorganik

Ln YAi = Ln β0+β1 Ln LLi+β2 Ln BNi+β3 Ln KPSi+β4 Ln UREAi+β5 Ln

KCLi+ β6 Ln NPKi+β7 Ln Pi+ β8 Ln TKSLi+β9 D1i+e2i ... (4.2)

Keterangan:

i = Petani padi anorganik ke-i (1,2,3,...,29)

YAi = Produksi padi anorganik (Kg/Ha)

LLi = Luas lahan (Ha)

BNi = Jumlah benih (Kg/Ha)

KPSi = Jumlah pupuk kompos (Kg/Ha)

UREAi = Jumlah pupuk urea (Kg/Ha)

KCLi = Jumlah pupuk KCL (Kg/Ha)

NPKi = Jumlah pupuk NPK (Kg/Ha)

Pi = Jumlah pestisida (Lt/Ha)

TKSLi = Jumlah tenaga kerja setara laki-laki (HOK/Ha)

D1i = Keanggotaan dalam KKT-LK (1 = anggota, 0 = non

anggota)

β0 = Intersep

β1,β2,β3,...,β9 = Parameter variabel independen

(50)

Nilai estimasi parameter yang diharapkan adalah: β1,β2,β3,...,β9 > 0

Fungsi produksi usahatani padi semiorganik dan anorganik diestimasi

menggunakan metode OLS. Metode OLS menurut Teorema Gauss Markov akan

menghasilkan model regresi linear yang baik, linear, tak bias, estimator

atau dikenal dengan penaksiran BLUE (Gujarati, 1978). Menurut Sitepu dan

Sinaga (2006), dalam sebuah model regresi linear berganda yang diestimasi

dengan menggunakan metode OLS terdapat beberapa asumsi yang mendasarinya

yaitu:

1. Ui adalah error dari variabel rill dan memiliki distribusi normal.

2. Nilai rata-rata dari Ui setiap periode tertentu sama dengan nol, dapat dituliskan

dengan E(Ui) = 0.

3. Error term Ui dari variabel yang menjelaskan X tidak berkorelasi, dapat

dituliskan dengan cov (Ui, Xi) = 0.

4. Varian dari Ui adalah konstan setiap periode (homoscedasticity), dapat

dituliskan dengan var (Ui2) = σ2 (σ2 = konstan).

5. Error term, U dari pengamatan yang berbeda-beda (Ui, Uj) tidak saling

tergantung (independent), atau dapat dituliskan dengan cov (Ui, Uj) = 0. Hal ini

dikenal dengan asumsi tidak ada autokorelasi.

6. Tidak ada korelasi sempurna antara variabel bebas atau tidak ada masalah

multicollinearity.

4.4.1.1. Evaluasi Model

Kriteria yang digunakan untuk mengevaluasi model ekonometrika adalah

Gambar

Tabel 5. Penelitian Terdahulu tentang Padi Organik
Tabel 5. Lanjutan
Tabel 6. Lanjutan
Gambar 1. Fungsi Produksi dan Tiga Daerah Produksi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa usahatani padi yang dikembangkan oleh petani di Tujuh Desa, pada Kecamatan Salem ini memberikan keuntungan karena

Judul Skripsi : ANALISIS PERBANDINGAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI PADA PENANGKAR BENIH DAN BUKAN PENANGKAR BENIH DI KECAMATAN

Apabila dibedakan berdasarkan usahataninya, maka biaya total per hektar dan per kg output per musim tanam usahatani padi organik yang dikeluarkan petani penggarap lebih

dengan judul EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI USAHATANI PADI ORGANIK (Kasus Desa Kebonagung dan Desa Selopamioro, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul). Skripsi

Sehubungan dengan itu untuk meningkatkan produksi pada usahatani organik padi putih dilakukan dengan (1) meningkatkan luas lahan, tenaga kerja dan pupuk kandang

Dari hasil penelitian tentang Peranan Penyuluhan Terhadap Pendapatan Usahatani Petani Ubi jalar di Kelompok tani Hurip, Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten

Begitu pula dengan R-C rasio atas biaya total, untuk petani padi organik metode SRI R-C rasio yang diperoleh hanya sebesar Rp 1,54, sedangkan petani padi konvensional lebih besar

Kaban 2012 dengan judul “Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor Produksi pada Usahatani Padi Sawah di Desa Sei Belutu Kecamatan Sei Bamban Kabupaten Serdang Bedagai” dengan menggunakan