• Tidak ada hasil yang ditemukan

Study of Knowledge, Attitude, and Practice of Primate Quarantine Installation Personnels of BBKP Soekarno Hatta Related with Animal Welfare and Biosecurity

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Study of Knowledge, Attitude, and Practice of Primate Quarantine Installation Personnels of BBKP Soekarno Hatta Related with Animal Welfare and Biosecurity"

Copied!
121
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI PENGETAHUAN, SIKAP DAN PRAKTIK

KESEJAHTERAAN HEWAN DAN BIOSEKURITI PADA

PETUGAS INSTALASI KARANTINA HEWAN PRIMATA

BALAI BESAR KARANTINA PERTANIAN

SOEKARNO HATTA

RENDRA GUSTIAR

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Studi Pengetahuan, Sikap dan Praktik Kesejahteraan Hewan dan Biosekuriti Pada Petugas Instalasi Karantina Hewan Primata Balai Besar Karantina Pertanian Soekarno Hatta. adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Nopember 2012

(4)
(5)

RENDRA GUSTIAR. Study of Knowledge, Attitude, and Practice of Primate Quarantine Installation Personnels of BBKP Soekarno Hatta Related with Animal Welfare and Biosecurity. Under direction of FADJAR SATRIJA and TRIOSO PURNAWARMAN.

This study was conducted to analyze knowledges, attitudes and practices of installation personnels related to animal welfare and biosecurity to correlate knowledge, attitudes and practices of installation personnels to measure the level of animal welfare and biosecurity in animal quarantine installations. Data were collected from animal quarantine premises for exported primate (Macaca fasicularis). The level of knowledge, attitudes and practices of respondences measure by interviews and observation using the questionnaires and checklist. Data analyzed to determine associations between these variables using chi square and Gamma test. This research revealed that veterinarian knowledge correlated to their attitude with the level of correlation 0.694, and the care taker knowledge correlated to their attitude with the level of correlation 0.575. This study also noticed that the characteristics of respondents showed no correlation between animal welfare and biosecurity implementation, while the knowledge and attitude of veterinarians showed a strong correlation between animal welfare and biosecurity implementation with medium correlation level (r = 0.694). On the other hand the knowledge and attitude of care takers showed a strong correlation between the animal welfare and biosecurity with medium correlation level (r = 0.575). In conclusion most of the knowledge, attitude and practice of the veterinarians were verygood and knowledge, attitude and practice of the managers and care takers were good.

(6)
(7)

RENDRA GUSTIAR. Studi Pengetahuan, Sikap dan Praktik Kesejahteraan Hewan dan Biosekuriti Pada Petugas Instalasi Karantina Hewan Primata Balai Besar Karantina Pertanian Soekarno Hatta. dibimbing oleh FADJAR SATRIJA dan TRIOSO PURNAWARMAN.

Karantina adalah tempat pengasingan dan/atau tindakan sebagai upaya pencegahan masuk dan tersebarnya hama dan penyakit atau organisme pengganggu dari luar negeri dan dari suatu area ke area lain di dalam negeri, atau keluarnya dalam wilayah Negara Republik Indonesia. Instalasi Karantina Hewan adalah suatu bangunan berikut peralatan dan lahan serta sarana pendukung yang diperlukan sebagai tempat untuk melakukan tindakan karantina. Bertolak dari latar belakang tersebut, maka penelitian ini akan mencoba mengungkapkan faktor sumberdaya manajer, medik dan paramedik/pekerja kandang IKH Primata yang merupakan salah satu bagian penting dalam upaya mencegah penyebaran penyakit zoonosis. KAP merupakan kajian yang mewakili populasi untuk mendapatkan informasi hubungan antara tingkat pengetahuan, sikap, dan praktik yang biasa dilakukan. Tujuan penelitian ini adalah mengkaji tingkat pengetahuan, sikap dan paktik kesejahteraan hewan dan biosekuriti petugas Instalasi Karantina Hewan primata wilayah kerja BBKP Soekarno Hatta. Dan menganalisis hubungan antara pengetahuan, sikap, dan praktik kesejahteraan hewan dan biosekuriti petugas IKH primata wilayah kerja BBKP Soekarno Hatta. Hipotesis Penelitian yaitu Pengetahuan, sikap dan praktik kesejahteraan hewan dan biosekuriti para petugas Instalasi Karantina Hewan Primata wilayah BBKP Soekarno Hatta sudah baik. Terdapat hubungan yang nyata antara pengetahuan dan sikap terhadap praktik kesejahteraan hewan dan biosekuriti para petugas instalasi IKH Primata.

Penelitian dilaksanakan di IKH primata Balai Besar Karantina Pertanian Soekarno Hatta pada bulan Maret sampai Agustus 2012. Penelitian ini merupakan kajian croos sectional study menggunakan kuesioner untuk mengukur tingkat pengetahuan, sikap, dan praktik dari responden. Peubah yang digunakan di dalam penelitian adalah karakteristik dari manajer, dokter hewan, dan pekerja kandang yang dihubungkan dengan pengetahuan, sikap, dan praktik kesejahteraan hewan dan biosekuriti. Observasi dilakukan terkait kondisi kesejahteraan hewan dan biosekuriti IKH primata. Wawancara dilakukan menggunakan kuesioner dan observasi dilakukan menggunakan checklist. Aspek yang diteliti mengenai lima aspek kesejahteraan hewan, isolasi, kontrol lalu lintas, dan sanitasi. Populasi penelitian adalah seluruh IKH primata BBKP Soekarno Hatta yang berlokasi di wilayah Provinsi Jawa Barat dan Banten yang berjumlah 5 IKH. Sampel seluruh personel di IKH primata yaitu manajer, dokter hewan, dan pekerja kandang.

Data karakteristik, tingkat pengetahuan, sikap, dan praktik dijabarkan secara deskriptif. Hubungan karakteristik terhadap praktik dan hubungan antara pengetahuan, sikap, dan praktik personel IKH primata dianalisis dengan uji Gamma. Analisis data menggunakan program SPSS 16 dan Microsoft Excel 2007.

(8)

45% berada dalam kategori baik. Penilaian praktik 82% memiliki tingkat praktik yang sangat baik dan 18% memiliki praktik yang baik. Pekerja kandang memiliki tingkat pengetahuan baik sebanyak 14%, pengetahuan sangat baik sebanyak 86%. Sebanyak 91% memiliki sikap baik. Sebanyak 9% mempunyai sikap cukup. Tingkat praktik pekerja, sebanyak 50% memiliki praktik sangat baik. Sebanyak 50% lainnya memiliki praktik yang baik. Peubah yang memiliki hubungan signifikan adalah pengetahuan dan sikap dokter hewan dengan nilai p = 0.018 (p<0.05) dengan koefisien korelasi sebesar 0.694, hal ini berarti semakin tinggi pengetahuan dokter hewan mengenai kesejahteraan hewan dan biosekuriti maka akan bersikap lebih baik (positif). Peubah yang memiliki hubungan signifikan adalah pengetahuan dan sikap pekerja kandang dengan nilai p = 0.005 (p<0.05) dengan koefisien korelasi sebesar 0.575, hal ini berarti semakin baik pengetahuan yang dimiliki oleh pekerja kandang maka semakin baik pula sikapnya. Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagian besar tingkat pengetahuan dan praktik dari responden IKH primata adalah sangat baik, sementara untuk sikap personel IKH yang terdiri dari manajer, dokter hewan, dan pekerja adalah baik. Pengetahuan kesejahteraan hewan dan biosekuriti pekerja kandang dan dokter hewan mempengaruhi sikap meskipun demikian tidak berpengaruh terhadap praktik, hal ini dikarenakan kurangnya fasilitas sarana dan prasarana yang ada di IKH.

(9)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(10)
(11)

KESEJAHTERAAN HEWAN DAN BIOSEKURITI PADA

PETUGAS INSTALASI KARANTINA HEWAN PRIMATA

BALAI BESAR KARANTINA PERTANIAN

SOEKARNO HATTA

RENDRA GUSTIAR

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)
(13)

Hatta.

Nama : Rendra Gustiar NIM : B251100081

Disetujui

Komisi Pembimbing

drh. Fadjar Satrija, MSc.,Ph.D. Dr. drh. Trioso Purnawarman, M.Si Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Kesehatan Masyarakat Veteriner

Dr.med.vet. drh. Denny Widaya Lukman, M.Si. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.

(14)
(15)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas segala berkah dan karuniaNya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Penghargaan setingi-tingginya penulis ucapkan kepada Kepala Badan Karantina Pertanian beserta jajarannya yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menempuh pendidikan ini. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Bapak drh. Fadjar Satrija, MSc. Ph.D dan Dr. drh. Trioso Purnawarman, MSi selaku komisi pembimbing atas segala dukungan, bimbingan dan arahan dalam pelaksanaan serta penulisan tesis. Penulis sampaikan terima kasih kepada bapak Dr. drh. Denny Widaya Lukman, M.Si. selaku ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner. Selain itupenulis juga mengucapkan terima kasih kepada bapak Dr. Ir. M. Musyaffak Fauzi, SH, M.Si (Kepala BBKP Soekarno-Hatta) atas kesempatan dan bantuan yang diberikan kepada penulis selama melakukan penelitian, rekan-rekan pegawai Karantina Hewan, Balai Besar Karantina Pertanian Soekarno Hatta yang telah sangat membantu penulis dalam pengambilan data dan seluruh personel Instalasi Karantina Hewan atas kerja samanya selama penulis melakukan penelitian.yang telah banyak memberikan fasilitas, kemudahan dan saran. Terimakasih juga kepada rekan-rekan seperjuangan atas kebersamaan dan kekompakan selama ini.

Akhirnya terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada Ayah dan Ibu atas iringan doanya. Istriku Lina Istiani, putraku Faza Lirenzia Fajr, Daffa Edgar Ghazi dan Luthfi Edsel Zayyan tercinta, atas semua dukungan, pengertian, kesabaran menanti, kasih sayang dan doanya.

Atas segala kebaikan yang telah penulis terima, semoga Allah SWT melimpahkan rahmat dan karuniaNya kepada kita semua. Harapan penulis semoga tulisan ini dapat bermanfaat untuk mendukung kebijakan peraturan di Indonesia.

Bogor, November 2012

(16)
(17)

Penulis dilahirkan di Banda Aceh pada tanggal 13 Agustus 1971 dari ayah Almarhum Johan Ibrahim dan ibu Cut Kasmi. Penulis merupakan putra pertama dari tiga bersaudara.

(18)
(19)

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

PENDAHULUAN Instalasi Karantina Hewan ... 4

Kera ekor panjang (Macaca fascicularis)……... Kesejahteraan hewan(Animal welfare) ……….... Biosekuriti ………. 5 6 10 Studi KAP ( Pengetahuan, Sikap, dan Praktik) ... 12

Hubungan antara Pengetahuan, Sikap, dan Praktik ... 12

MATERI DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian……… Konsep Penelitian ... 14 14 Rancangan Penelitian……… Kriteria dan Penilaian Kuisioner... 14 15 Disain penelitian……….……… Responden... 16 17 Analisis Data ... 17

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Responden ... 18

Penilaian Pengetahuan, Sikap, dan Praktik ... 20

Hubungan antara Karakteristik dengan KAP Personel IKH... 22

Hubungan antara Pengetahuan, Sikap, dan Praktik ... 25

Manajer ... 25 DAFTAR PUSTAKA ... 30

(20)
(21)

 

1 Total pengiriman Macaca fascicularis tahun 2008 - 2011……... 1

2 Indeks skor pengetahuan ………... ... 15

3 Indeks tingkat praktik ………... 16

4 Indeks tingkat sikap ……… ... 16

5 Karakteristik personel IKH Primata... 18

6 7 Hubungan Karakteristik dengan KAP manajer ………... Hubungan Karakteristik dengan KAP dokter hewan……….. 22 23 8 Hubungan Karakteristik dengan KAP Paramedik/pekerja kandang... 24

9 Hubungan KAP manajer mengenai Kesejahteraan hewan dan biosekuriti.. 26

10 Hubungan KAP dokter hewan ... 26

11 Hubungan KAP paramedik / pekerja kandang………... 27

12 Penilaian KAP personel IKH Primata ... 73

13 Pengetahuan spesifik manajer manajer... 73

14 Pengetahuan spesifik dokter hewan………... 74 15

16

Pengetahuan spesifik pekerja kandang………... Kesejahteraan Hewan………...

77 80

(22)
(23)

   

1 Kuesioner untuk manajer IKH Primata ... 33 2 Kuesioner untuk dokter hewan IKH Primata ... 47 3 Kuesioner untuk paramedik/pekerja kandang(care taker) IKH Primata .... 59 4

5

Checklist observasi ... Data karakteristik dan KAP personil IKH primata ...

72 73

(24)
(25)

 

1. Kerangka konsep penelitian ... 14 2. Penilaian Pengetahuan Personel IKH Primata……… 20 3. Penilaian Sikap Personel IKH Primata………. 20 4. Penilaian Praktik Personel IKH Primata……… 21

(26)
(27)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Peningkatan frekuensi maupun kuantitas perdagangan hewan, termasuk hewan laboratorium terus terjadi pada era perdagangan global. Satwa primata merupakan salah satu komoditas hewan laboratorium yang cukup banyak di perdagangkan antar negara. Frekwensi pengiriman primata ke luar negeri melalui Balai Besar Karantina Pertanian (BBKP) Soekarno Hatta cukup tinggi. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Total pengiriman Macaca fascicularis pada tahun 2008 - 2011

Tahun Jumlah total Frekuensi pengiriman

2008 2.854 16 kali

2009 1.873 14 kali

2010 1.347 18 kali

2011 1.161 11 kali

Sumber: Laporan Tahunan BBKP Soekarno Hatta (2011)

(28)

semua upaya yang dilakukan pengelola karantina agar hewan (1) bebas dari rasa lapar dan haus, (2) Bebas dari rasa tidak nyaman, (3) Bebas dari rasa sakit, luka dan penyakit, (4) Bebas mengekspresikan perilaku normal, (5) Bebas dari rasa stress dan tertekan.

Biosekuriti didefinisikan sebagai penerapan kontrol kesehatan dan usaha-usaha untuk mencegah masuk dan menyebarnya agen infeksius baru ke dalam suatu kelompok hewan (Pinto & Urcelay 2003). Penerapan biosekuriti penting untuk perlindungan ternak terhadap penyakit serta memenuhi perlindungan nasional terhadap masuknya penyakit eksotik (Boklund et al. 2004). Menurut Jeffreys (1997), biosekuriti memiliki 3 komponen mayor yaitu : isolasi, kontrol lalu lintas, dan sanitasi. Isolasi merujuk kepada penempatan hewan di dalam lingkungan yang terkontrol. Kontrol lalu lintas mencakup lalu lintas masuk ke dalam peternakan maupun di dalam peternakan. Sanitasi merujuk kepada desinfeksi material, manusia, dan peralatan yang masuk ke lingkungan peternakan dan kebersihan personel peternakan (Yee et al. 2009).

Bertolak dari latar belakang tersebut, maka penelitian ini akan mencoba mengungkapkan faktor sumberdaya medik dan paramedik atau pekerja kandang Instalasi Karantina Hewan (IKH) Primata yang memegang peranan penting dalam pencegahan penyebaran penyakit terutama zoonosis ke dalam IKH dan lingkungan masyarakat sekitarnya. Kajian akan difokuskan kepada aspek karakteristik, tingkat pengetahuan, sikap dan praktik (Knowledge, Attitude, Practice/KAP), yang dihubungkan dengan tindakan nyata yang sudah dilakukan oleh para pekerja kandang/paramedik dan medik IKH terhadap praktek kesejahteraan hewan. dan biosekuriti dari primata selama masa karantina di IKH.

(29)

sesuatu hal tersebut. Supriyadi (1993) menyatakan pengetahuan merupakan sekumpulan informasi yang difahami, yang diperoleh melalui proses belajar selama hidup dan dapat digunakan sewaktu-waktu sebagai alat penyesuaian diri sendiri maupun lingkungan.

Tujuan penelitian

(1) Mengkaji tingkat pengetahuan, sikap dan praktik kesejahteraan hewan dan biosekuriti petugas Instalasi Karantina Hewan Primata wilayah kerja BBKP Soekarno Hatta.

(2) Menganalisis hubungan antara pengetahuan, sikap, dan praktik kesejahteraan hewan dan biosekuriti petugas Instalasi Karantina Hewan Primata wilayah kerja BBKP Soekarno Hatta.

Manfaat Penelitian

Diharapkan hasil penelitian ini akan dapat memberikan informasi dan masukan bagi pemerintah mengenai pengetahuan, sikap dan praktik kesejahteraan hewan dan biosekuriti petugas Instalasi Karantina Hewan Primata wilayah kerja BBKP Soekarno Hatta.

Hipotesis Penelitian

(1) Pengetahuan, sikap dan praktik kesejahteraan hewan dan biosekuriti para petugas Instalasi Karantina Hewan Primata wilayah BBKP Soekarno Hatta sudah baik.

(2) Terdapat hubungan yang nyata antara pengetahuan dan sikap terhadap praktik kesejahteraan hewan dan biosekuriti para petugas instalasi IKH Primata.

(30)
(31)

TINJAUAN PUSTAKA

Instalasi Karantina Hewan

Instalasi Karantina Hewan (IKH) adalah tempat untuk melakukan tindakan karantina (pemeriksaan, pengamatan, pengambilan sampel, dan penyimpanan sementara hewan dalam masa karantina) terhadap hewan sebelum dinyatakan dapat dibebaskan maupun ditolak untuk dimasukkan dan diedarkan. IKH secara fisik terdiri dari lahan, bangunan, peralatan, fasilitas, dan sarana pendukung yang dirancang sedemikian rupa sehingga layak digunakan sebgai tempat melakukan tindakan karantina. Berdasarkan Keputusan Kepala Badan Karantina Pertanian Nomor 501/Kpts/PD.670.210/L/12/2008 tentang Pedoman Persyaratan Teknis Instalasi Karantina Hewan Untuk Satwa Primata, Instalasi Karantina Hewan (IKH) memiliki persyaratan sebagai berikut:

a. Lokasi

Pemilihan lokasi IKH dilakukan oleh Dokter Hewan Karantina untuk menjamin aspek biosecurity, biosafety alat angkut dan rute perjalanan dari tempat pengeluaran menuju IKH sehingga proses ini berlangsung aman, tidak menularkan penyakit, dan sesuai kaidah kesejahteraan hewan. Selain itu harus diperhitungkan jarak IKH dengan lalu lintas umum, pemeliharaan hewan sejenis, dan pemukiman penduduk. Lokasi IKH harus dilengkapi dengan pagar keliling yang terbuat dari bahan kuat (tembok, besi galvanis, dan kawat) serta memiliki disain yang dapat mencegah masuk dan keluarnya hama dan penyakit hewan karantina serta orang yang tidak berkepentingan.

b. Sarana Utama

(32)

c. Sarana Penunjang

Sarana penunjang adalah sarana yang dapat menunjang kelancaran pelaksanaan kegiatan di Instalasi Karantina Hewan meliputi jalan khusus menuju instalasi, papan nama, area parkir kendaraan, pos satpam, kantor, sarana MCK dan mushola untuk umum, rumah jaga (mess), peralatan pemberian pakan, peralatan kebersihan kandang. Personil yang diperbolehkan masuk ke IKH harus dibatasi dimana hanya personil berkepentingan dengan seizin dan sepengetahuan Dokter Hewan Karantina yang diperbolehkan masuk dan telah bebas tuberkulosis berdasarkan uji penapisan (rontgen paru yang tidak melebihi 6 bulan).

Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis)

Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) dapat ditemui di berbagai daerah di

Indonesia di antaranya di Simeulue, Sumatra, Nias,, Bangka, Belitung, Jawa,

Karimunjawa, Bawean, Bali, Kalimantan, Kangean, Karimata, Lombok, Nusa Tenggara, , Sumba, Sumbawa, dan Timor. Populasi Monyet Ekor Panjang secara

umum masih dianggap aman sehingga IUCN Redlist mengkategorikannya dalam status Least Concern. Dan oleh CITES didaftar sebagai Apendiks II. Populasi

monyet ekor panjang yang sangat tinggi jumlahnya ini menjadikannya hama bagi

masyarakat disekitar habitatnya. Di sisi lain monyet ini sangat bermanfaat

sebagai komoditas ekpor untuk kepentingan laboratorium yang digunakan

sebagai hewan model biomedis. Secara Anatomi dan Fisiologi monyet ini dengan

manusia sehingga sangat sesuai di jadikan hewan percobaan. Pemanfaatan

Macaca fascicularis khususnya untuk pasar ekspor telah diatur dalam Keputusan

Menteri Kehutanan Nomor: 26/Kpts-II/94 tanggal 20 Januari 1994 tentang

Pemanfaatan Jenis Kera Ekor Panjang (Macaca Fascicularis), Beruk (Macaca

Nemestrina) dan Ikan Arwana (Scleropagus Formosus) untuk Keperluan Ekspor. Yang mana dalam peraturan ini pemanfaatanMacaca fascicularis untuk keperluan

ekspor harus berasal dari hasil penangkaran.

(33)

dapat disebabkan kontak langsung manusia dengan primata seperti B virus encephalomyelitis, perpindahan primata dari habitat aslinya ke lingkungan pemukiman yang padat manusia seperti Urban yellow fever, dan transmisi agen zoonosis dari primata ke manusia yang kemudian menyebar antar manusia (species jumping) seperti HIV (AIDS). Beberapa penyakit yang dapat menginfeksi primate dan bersifat zoonosis adalah: Cercopitheinae Herpes Virus (CHV-1), Simian Immunodeficiency Virus (SIV), Virus hepatitis B, Tuberculosis (TB) Herpes Simiae (Herpes virus B), HIV AIDS, B virus encephalomyelitis, dan Urban yellow fever (Chomel & Lerche 2004).

Kesejahteraan Hewan (Animal Welfare)

Kesejahteraan Hewan atau animal welfare adalah suatu keadaan fisik dan psikologi hewan sebagai usaha untuk mengatasi lingkungannya. Berdasarkan UU No.18 tahun 2009 animal welfare adalah segala urusan yang berhubungan dengan keadaan fisik dan mental hewan menurut ukuran perilaku alami hewan yang perlu diterapkan dan ditegakkan untuk melindungi hewan dari perlakuan setiap orang yang tidak layak terhadap hewan yang dimanfaatkan manusia. Animal welfare mencakup tiga aspek penting yaitu : Ilmu kesejahteraan hewan, etika dan hukum.

Welfare science mengukur efek reaksi pada hewan dalam situasi dan lingkungan berbeda, dari sudut pandang hewan. Welfare ethics mengenai bagaimana manusia sebaiknya memperlakukan hewan. Welfare law mengenai bagaimana manusia harus memperlakukan hewan.

Animal welfare tentang kepedulian dan perlakuan manusia pada masing-masing satwa, dalam meningkatkan kualitas hidup satwa secara individual. Sasaran animal welfare adalah semua hewan yang berinteraksi dengan manusia dimana intervensi manusia sangat mempengaruhi kelangsungan hidup hewan, bukan yang hidup di alam. Dalam hal ini adalah hewan liar dalam kurungan (lembaga konservasi, entertainment, laboratorium), hewan ternak dan hewan potong (ternak besar/kecil), hewan kerja dan hewan kesayangan.

(34)

lima kebebasan saling berkait dan akan berpengaruh pada semua faktor apabila salah satu tidak terpenuhi atau terganggu. Lima indikator kebebasan tersebut adalah:

1. Bebas dari rasa lapar dan haus 2. Bebas dari rasa tidak nyaman

3. Bebas dari rasa sakit, luka dan penyakit 4. Bebas mengekspresikan perilaku normal 5. Bebas dari rasa stres dan tertekan. .

1. Bebas dari rasa lapar dan haus

Bebas dari rasa lapar dan haus dimaksudkan sebagai kemudahan akses akan air minum dan makanan yang dapat mempertahankan kesehatan dan tenaga. Makanan dan minuman merupakan kebutuhan pertama dalam hidup sehingga ditempatkan pada urutan pertama karena ini sangat mendasar dan tidak dapat ditolelir. Lapar dan haus merupakan kondisi saat hewan terstimulir untuk makan dan minum. Dalam hal ini hewan diwajibkan mendapatkan pakan yang sesuai dengan spesies dan keseimbangan gizinya. Apabila keadaan ini gagal dipenuhi maka akan memicu timbulnya penyakit dan penderitaan.

2. Bebas dari rasa tidak nyaman

Bebas dari rasa tidak nyaman dipenuhi dengan penyediaan lingkungan yang layak dan nyaman. Apabila keadaan ini gagal dipenuhi maka akan menimbulkan penderitaan dan rasa sakit secara mental yang akan berdampak pada kondisi fisik dan psikologi hewan (stres), kondisi stres akan mempengaruhi kondisi kesehatan hewan. Faktor penyebab stres (stressor) akan mengubah kekebalan secara langsung sehingga lebih rentan terhadap infeksi agen penyakit serta mempengaruhi metabolisme hewan sehingga memperburuk penampilan hewan sehingga terlihat kurus (Blecha 2000).

3. Bebas dari rasa sakit, luka dan penyakit

(35)

upaya pencegahan penyakit atau diagnosa dan penanganan yang cepat. Kondisi ini dipenuhi melalui penerapan pemeriksaan medis yang reguler. Apabila kondisi ini terabaikan maka akan memicu timbulnya penyakit dan ancaman transmisi penyakit baik pada hewan lain maupun manusia.

4. Bebas mengekspresikan perilaku normal

Hewan memiliki kebiasaan atau perilaku yang khas. Dalam asa karantina yang diawasi oleh petugas, hewan Macaca fascicularis memiliki kesempatan yang terbatas untuk mengekspresikan perilaku normalnya. Kebebasan dalam mengekspresikan perilaku normal diwujudkan dengan penyediaan ruang yang cukup, fasilitas yang tepat. Apabila keadaan ini tidak terpenuhi maka akan muncul perilaku abnormal dan berakhir dengan gangguan fisik lainnya.

5. Bebas dari rasa stres dan tertekan.

Faktor terakhir adalah bebas dari rasa takut dan tertekan yaitu memberikan kondisi dan perlakuan yang mencegah penderitaan mental. Stres merupakan respon adaptasi dan penyesuaian hewan terhadap tantangan lingkungan. Stres selalu hadir (Philips 2002, Cock et al. 2002, Woffle 2000). Stres umumnya diartikan sebagai antitesis daripada sejahtera. Distress merupakan kondisi lanjutan dari stress yang mengakibatkan perubahan patologis. Lebih lanjut kondisi ini terlihat pada respon perilaku seperti menghindar dari stressor (contoh: menghindar dari temperatur dingin ke tempat yang lebih hangat dan sebaliknya), menunjukkan perilaku displacement (contoh; menunjukkan perilaku display yang tidak relevan terhadap situasi konflik dimana tidak ada fungsi nyata), dan bila tidak ditangani akan muncul perilaku stereotipik yang merupakan gerakan pengulangan dan secara relatif kelangsungan gerakan tidak bervariasi dan tidak punya tujuan jelas. Pengaruh stres terhadap kesejahteraan hewan bergantung pada besar-kecilnya kerugian biologis akibat stres.

(36)

mungkin untuk menyimpan kesan yang buruk terhadap petugas instalasi. Cheeke (2004) menitikberatkan pada teknik manajemen hewan yang mengurangi atau menghilangkan stress sebagai komponen penting dari kesejahteraan hewan.

Kelima poin di atas merupakan daftar kontrol status kesejahteraan hewan secara umum saja. Penjabaran kesejahteraan hewan ke dalam lima aspek kebebasan tidaklah mutlak terpisah dan berdiri sendiri-sendiri. Aspek yang satu mungkin berpengaruh pada aspek lainnya sehingga sulit untuk dibedakan. Bahkan satu problem dapat merupakan cakupan beberapa poin di atas. Susunan yang berurutan pun tidak mutlak mencerminkan prioritas.

Aplikasi konsep dan implementasi kesrawan dipengaruhi oleh berbagai hal. Dalam penelitian yang berkaitan dengan kesejahteraan hewan, ilmuwan menggunakan parameter sesuai kepentingannya yang didasarkan pada pandangan mereka tentang bagaimana hewan seharusnya dipelihara dan kesejahteraannya diperhatikan. Sangat mungkin berbeda antara peneliti yang satu dengan yang lain. Pandangan-pandangan ini menurut Fraser (2003) dapat dibagi menjadi tiga. Pandangan pertama menyatakan bahwa hewan sebaiknya dipelihara pada kondisi yang memungkinkan berjalannya fungsi biologis (tetap sehat, pertumbuhan, dan reproduksi). Pandangan kedua menekankan pemeliharaan hewan seharusnya dengan cara-cara yang mengurangi penderitaan hewan dan mengutamakan kesenangan hewan. Pada puncaknya pandangan ketiga mengusulkan pemeliharaan dengan cara membiarkan hewan hidup secara alami.

Berdasarkan uraian diatas maka gangguan pada kesejahteraan hewan dapat diamati berdasarkan tiga indikator yaitu: Indikator fisiologi dan psikologi, indikator immun dan produksi serta indikator perilaku. Perubahan yang terjadi pada hewan dapat diamati berdasarkan perubahan pada fisik, mental maupun perilaku. Kondisi kesejahteraan hewan yang buruk yang berkelanjutan akan memicu timbulnya penyakit sebagai bentuk nyata dari gangguan kesejahteraan hewan. Yang mana efek penyakit pada kesejahteraan satwa adalah penderitaan panjang pada hewan.

(37)

akan berdampak pada Sistem SAM (Simpatic Adrenal Medulary) dan Sistem PNS (Parasimpatic Nervous System). Respon Sistem SAM mengakibatkan peningkatan cardiac output (tachycardia, cardiac muscle contraction), peningkatan aliran darah ke otot (vasokontriksi perifer, kontraksi limfa), peningkatan air intake (respiratory rate, relaksasi bronkhiol). Sementara respon dari Sistem PNS (Parasimpatic Nervous System) adalah penurunan Cardiac output (branchicardia).

Secara umum akibat dari perubahan kesejahteraan hewan adalah munculnya stress dengan gejala seperti Peningkatan aktifitas adrenocortical, penurunan aktifitas hormonal reproduksi, penurunan performance, peningkatan tekanan darah kronis, meningkatnya kerentanan penyakit, gastric ulcer, penyembuhan luka yang lama dan juga kematian.

Pengabaian kelima faktor kebebasan pada hewan dalam kurungan akan berdampak buruk pada kesejahteraan hewan dan memicu stres. Stres akan mengakibatkan hewan akan rentan terhadap penyakit, terutama zoonosis. Zoonosis sangat berbahaya bagi kesehatan manusia. Parahnya pada hewan liar gejala penyakit akan muncul pada saat kondisi sudah parah sehingga treatment lebih susah dilakukan. Contoh : Balantidiosis, TBC, Hepatitis, Avian Influenza, Salmonellosis. Dampak lebih lanjut dari pengabaian animal welfare mengakibatkan stress yang persisten.

Stress akan mengakibatkan:

1. Rentan terhadap penyakit dan penderitaan panjang pada hewan 2. Menurunkan penampilan hewan

3. Menurunkan kodisi fisiologis hewan 4. Menekan sistem kekebalan tubuh

5. Pengaruh buruk pada kesehatan manusia.

Biosekuriti

(38)

menambahkan biosekuriti merupakan garis pertahanan pertama terhadap penyakit. Biosekuriti didefinisikan pula sebagai penerapan kontrol kesehatan dan usaha-usaha untuk mencegah masuk dan menyebarnya agen infeksius baru ke dalam suatu kawanan hewan (Pinto & Urcelay 2003). Penerapan biosekuriti penting untuk perlindungan hewan terhadap penyakit serta memenuhi perlindungan nasional terhadap masuknya penyakit eksotik (Boklund et al. 2004). Sumber utama agen infeksius adalah manusia (tangan, rambut, pakaian, sepatu, dan lain-lain), perlengkapan yang sudah terkontaminasi, hewan-hewan domestik maupun liar disekitar lokasi, pakan yang tidak dikemas secara baik, pakan yang terkontaminasi, dan burung-burung yang bermigrasi (Sharma 2010).

Menurut Jeffreys (1997), biosekuriti memiliki 3 komponen mayor yaitu : isolasi, kontrol lalu lintas, dan sanitasi. Isolasi merujuk kepada penempatan hewan di dalam lingkungan yang terkontrol. Kontrol lalu lintas mencakup lalu lintas masuk ke dalam peternakan maupun di dalam peternakan. Sanitasi merujuk kepada desinfeksi material, manusia, dan peralatan yang masuk ke lingkungan peternakan dan kebersihan personel peternakan (Yee et al. 2009).

(39)

kesehatan terkini hewan-hewan yang berada didalam IKH Primata. Hal-hal penting lain yang harus dilakukan adalah membatasi akses pihak-pihak yang tidak berkepentingan terhadap hewan-hewan yang berada di dalam instalasi, menjaga limbah-limbah hewan seperti urine dan feses agar tidak dapat diakses oleh hewan-hewan, serta melakukan pengendalian agen infeksius secara rutin (Sharma 2010).

Keberhasilan pelaksanaan biosekuriti di IKH selain dipengaruhi kelengkapan fasilitas dan sistem juga tidak terlepas dari tingkat pengetahuan dan kesadaran dari petugas yang ada di IKH tersebut. Fasilitas biosekuriti yang lengkap tanpa diikuti dengan tingkat pengetahuan dan kesadaran petugas mengenai kesejahteraan hewan dan biosekuriti mengakibatkan program yang sudah dicanangkan tidak berlangsung optimum sehingga menjadi ancaman terhadap masuknya organisme yang dapat merugikan petugas, hewan dan lingkungan disekitarnya.

Studi KAP (Knowledge, Attitude, and Practice)

Menurut Lakhan dan Sharma (2010), pengetahuan adalah kemampuan untuk memperoleh, mempertahankan, dan menggunakan informasi, gabungan pemahaman, ketajaman dan keterampilan. Sikap mengacu kepada kecenderungan untuk bereaksi dengan cara tertentu untuk situasi tertentu, untuk melihat dan menjelaskan kembali peristiwa-peristiwa sesuai dengan kecenderungan tertentu atau untuk menyusun argumentasi pribadi ke dalam suatu bentuk yang masuk akal dan saling terkait. Praktik berarti aplikasi peraturan dan pengetahuan yang mengarah ke perbuatan yang nyata berupa tindakan.

Hubungan antara Pengetahuan, Sikap dan Praktik

(40)

terhadap sesuatu tersebut apabila pengetahuan itu disertai dengan kesiapan untuk bertindak sesuai dengan pengetahuan terhadap sesuatu hal tersebut. Supriyadi (1993) menyatakan pengetahuan merupakan sekumpulan informasi yang difahami, yang diperoleh melalui proses belajar selama hidup dan dapat digunakan sewaktu-waktu sebagai alat penyesuaian diri sendiri maupun lingkungan.

Seseorang yang mempunyai sikap positif terhadap suatu obyek, kemungkinan besar mempunyai niat untuk bertindak positif juga terhadap obyek tersebut, dan timbulnya sikap positif tersebut didasari oleh adanya pemikiran dan pengetahuan dari obyek tersebut (Azwar 2003). Tindakan sangat dipengaruhi oleh sikap maupun pengetahuannya (knowledge). Seseorang bersikap suka atau tidak suka, baik atau tidak baik, senang atau tidak senang terhadap suatu obyek akan sangat dipengaruhi oleh pengetahuan serta pengalamannya.

(41)

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Instalasi Karantina Hewan (IKH) Primata wilayah Balai Besar Karantina Pertanian Soekarno Hatta, dan pengolahan data di Bagian Kesmavet Fakultas Kedokteran Hewan IPB Bogor dari bulan Maret sampai Agustus 2012.

Konsep Penelitian

Peubah yang akan digunakan di dalam penelitian ini yaitu karakteristik IKH Primata, pengetahuan dokter hewan IKH Primata dan paramedik/petugas kandang, serta sikap dan tindakan dokter hewan dan paramedik/petugas kandang terhadap biosekuriti. Ketiga peubah ini akan dihubungkan dengan praktik dokter hewan IKH dan paramedik/petugas kandang untuk melihat kondisi kesejahteraan dan biosekuriti.

Gambar 1. Kerangka konsep penelitian

 

Rancangan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan kerangka konsep yang diilustrasikan pada Gambar 1. Pengamatan dilakukan di seluruh IKH Primata BBKP Soekarno Hatta berlokasi di wilayah Jawa Barat dan Banten yang berjumlah lima instalasi.

Praktik Petugas IKH Primata

Keswan dan Biosekuriti Karakteristik Petugas IKH

Primata • Umur • Pendidikan • Lama bekerja • Jenis kelamin • Pelatihan

Pengetahuan Petugas IKH Primata

(42)

Sehubungan dengan sedikitnya jumlah IKH yang ada, maka seluruh petugas yang ada di IKH Primata tersebut dilibatkan sebagai responden dalam penelitian ini.

Kriteria dan Penilaian Koesioner

Penilaian tingkat pengetahuan manajer, dibuat sebanyak 23 pertanyaan, dokter hewan IKH sebanyak 19 pertanyaan, dan pekerja kandang/ paramedik sebanyak 25 pertanyaan. Pertanyaan-pertanyaan tersebut terdiri dari pertanyaan positif yaitu jawaban benar adalah jika responden memilih jawaban ‘benar’ dan pertanyaan negatif dimana jawaban benar adalah jika responden memilih jawaban ‘salah’. Pertanyaan positif dan negatif tersebut berguna untuk menghilangkan bias dari jawaban responden. Setiap jawaban yang benar dari pertanyaan mengenai pengetahuan biosekuriti di IKH Primata diberikan nilai 2 (dua), jawaban yang salah diberikan nilai 0, sedangkan jawaban tidak tahu diberikan nilai 1 (Palaian et al. 2006). Dengan demikian untuk tingkat pengetahuan, nilai maksimumnya adalah 46 (manajer), 38 (dokter hewan), dan 50 (pekerja kandang/paramedik), serta nilai minimum yang mampu dihasilkan adalah 0. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Indeks skor pengetahuan

Kategori Manajer Dokter Hewan Pekerja Kandang

(43)

Tabel 3 Indeks skor praktik

Kategori Manajer / Dokter Hewan / Paramedik Sangat Baik

Penilaian tingkat sikap petugas IKH Primata di buat sebanyak 19 pernyataan mengenai sikap manajer, 22 pertanyan untuk dokter hewan dan untuk petugas kandang IKH Primata. Dengan menggunakan skala Likert yaitu “setuju’, ‘tidak setuju’, dan ‘ragu-ragu’. Setiap jawaban yang benar dari pernyataan mengenai sikap kesejahteraan hewan dan biosekuriti pada IKH primata akan diberikan nilai 2, jawaban netral (ragu-ragu) diberikan nilai 1, dan jawaban salah diberikan nilai 0. Dengan demikian untuk tingkat sikap, nilai maksimumnya adalah 38 (manager), 44 (dokter hewan dan pekerja kandang) serta nilai minimumnya adalah 0 untuk semua jenis responden. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Indeks skor sikap

Kategori Manajer Dokter Hewan / Paramedik

(44)

Responden

Terdapat lima IKH primata BBKP Soekarno Hatta yang terdapat di Jawa Barat dan Serang yaitu :

1. CV. Labsindo

2. PT. Wanara Satwaloka 3. CV. Inquatex

4. CV. Universal Fauna

5. PT. Prestasi Fauna Nusantara

Kemudian diambil responden dari seluruh personel yang merupakan petugas di IKH Primata tersebut yaitu manajer, dokter hewan dan paramedik /pekerja kandang. Metode pemilihan responden adalah dengan menggunakan sensus yaitu dengan cara mengambil semua responden (Young et al. 2010).

Analisis Data

(45)

Karakteristik Responden

Karakteristik responden yang diamati dalam kegiatan penelitian ini meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, nomor telepon, pendidikan formal terakhir, pengalaman bekerja, pelatihan yang pernah didapat, serta kuantitas mengunjungi IKH Primata dalam satu bulan untuk responden yang terdiri dari manajer, dokter hewan, dan pekerja kandang/paramedik (care taker). Data mengenai karakteristik responden disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Karakteristik personel IKH Primata

Manajer Dokter Hewan Pekerja Kandang

n % n % N %

Kuantitas mengunjungi IKH Primata dalam satu bulan

Setiap hari 3 75 8 72.73 18 81.82

1 – 2 kali 1 25 0 0 0 0

3 – 4 kali 0 0 0 0 1 4.55

(46)

Pengamatan variabel-variabel tersebut bertujuan untuk mengetahui karakteristik responden untuk mengetahui sejauh mana aspek ini memiliki hubungan dengan nilai pengetahuan, nilai sikap, dan nilai praktik mereka terhadap kesejahteraan hewan dan biosekuriti.

Penelitian ini membagi umur responden dibagi menjadi umur kurang dari dan sama dengan 30 tahun serta umur lebih dari 30 tahun. Jenjang pendidikan responden dikategorikan masing-masing menurut responden yang diambil. Pengalaman bekerja responden dikategorikan menjadi empat bagian yaitu pengalaman bekerja kurang dari satu tahun, satu hingga dua tahun, tiga hingga lima tahun, serta pengalaman yang bekerja lebih dari lima tahun. Pelatihan yang didapatkan oleh responden adalah berupa pelatihan mengenai manajemen pemeliharaan serta mengenai kesejahteraan hewan dan biosekuriti.

Secara umum personel IKH Primata berumur di atas 30 tahun dengan distribusi kategori umur di atas 30 tahun untuk manajer sebanyak 100%, dokter hewan sebanyak 72.73%, dan pekerja kandang (paramedik) sebanyak 72.73%. Sebagian besar responden adalah perempuan, hanya dua responden berjenis kelamin laki-laki yang terdapat pada responden dokter hewan, hal ini dikarenakan personel harus selalu tinggal dan menetap di IKH Primata. Pekerja kandang (paramedik) sebagian besar (27.27%) mempunyai pendidikan terakhir SMP. Responden pekerja kandang, terdapat 1 responden (4.55%) yang berpendidikan terakhir S1. Responden manajer (75%), dokter hewan (63.64%), serta pekerja kandang (68.18%) mempunyai pengalaman bekerja di atas lima tahun.

(47)

kesejahteraan hewan dan kesejahteraan hewan dan biosekuriti. Menurut OIE (2011) personel pada instalasi karantina hewan primate selayaknya pernah mendapatkan pelatihan mengenai kesejahteraan hewan dan biosekuriti yang berkaitan dengan primata dan mengerti penerapan kesehatan hewan, kesehatan manusia, dan keamanan pangan. Selain itu penerapan pelatihan kesejahteraan hewan dan biosekuriti oleh setiap personel sangat penting (Racicot et al. 2012).

Penilaian Pengetahuan, Sikap, dan Praktik

Penilaian pengetahuan, sikap, dan praktik (KAP) responden IKH Primata dibagi atas penilaian KAP manajer, dokter hewan, dan paramedik/pekerja kandang (care taker). Data mengenai penilaian pengetahuan, sikap dan praktik personel IKH Primata secara berurutan disajikan pada gambar 2, 3 dan 4.

Gambar 2 Penilaian Pengetahuan Personel IKH Primata

(48)

Gambar 4 Penilaian Praktek Personel IKH Primata

Penilaian KAP manajer dibagi atas tingkat pengetahuan, sikap, dan praktik mengenai kesejahteraan hewan dan biosekuriti. Tingkat pengetahuan semua manajer yaitu memiliki tingkat pengetahuan yang baik. Tingkat sikap manajer sebanyak 4 dari 4 responden (100%) memiliki sikap yang baik. Tingkat praktik manajer, sebanyak 100% memiliki praktik yang baik.

Penilaian KAP dokter hewan dibagi atas penilaian pengetahuan, sikap, dan praktik mengenai kesejahteraan hewan dan biosekuriti. Untuk tingkat pengetahuan dokter hewan, sebanyak 3 dari 11 responden (27%) memiliki tingkat pengetahuan yang baik, sedangkan 7 dari 11 responden (73%) memiliki tingkat pengetahuan yang sangat baik terhadap kesejahteraan hewan dan biosekuriti di IKH Primata. Pada penilaian tingkat sikap, sebanyak 5 dari 11 responden (45%) memiliki sikap yang baik terhadap penerapan kesejahteraan hewan dan biosekuriti di IKH Primata, sedangkan 6 dari 11 responden (55%) memiliki sikap yang sangat baik. Penilaian praktik kesejahteraan hewan dan biosekuriti, sebanyak 2 dari 11 responden dokter hewan (18%) memiliki tingkat praktik yang baik dan 9 dari 11 responden (82%) memiliki praktik yang sangat baik mengenai kesejahteraan hewan dan biosekuriti.

(49)

sehingga responden menganggap bahwa praktik kesejahteraan hewan dan biosekuriti boleh dilakukan dan boleh juga tidak dilakukan di IKH Primata. Sebanyak 20 responden (91%) mempunyai sikap baik (positif) terhadap kesejahteraan hewan dan biosekuriti. Penilaian tingkat praktik pekerja, sebanyak 11 dari 22 responden (50%) memiliki nilai tingkat praktik baik, sedangkan sebanyak 11 dari 22 responden (50%) memiliki nilai tingkat praktik yang sangat baik.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar personel IKH Primata mempunyai tingkat pengetahuan yang sangat baik dan baik. Penilaian sikap juga menunjukkan bahwa sebagian besar personel IKH Primata mempunyai sikap yang positif (baik dan sangat baik) mengenai kesejahteraan hewan dan biosekuriti. Data menunjukkan bahwa dari segi tingkat praktik kesejahteraan hewan dan biosekuriti sebagian besar personel IKH Primata mempunyai praktik yang baik mengenai kesejahteraan hewan dan biosekuriti.

Hubungan antara Karakteristik dengan KAP Personel IKH Primata

Bagian ini membahas hubungan antara peubah-peubah pada karakteristik personel IKH dengan nilai KAP personel IKH Primata. Peubah yang berbeda nyata akan dilihat keeratan hubungannya terhadap praktik kesejahteraan hewan dan biosekuriti dan dilihat arah hubungannya.

Tabel 6 Hubungan karakteristik dengan KAP manajer

Pengetahuan Sikap Praktik r Nilai p r Nilai p R Nilai p Umur 0.125 0.875 -0.115 0.885 0.51 0.49 Pengalaman 0.333 0.667 0.081 0.919 0.522 0.478

Pelatihan NA NA NA

*berhubungan nyata pada α=0.05 (uji 2 arah)

NA : nilai data korelasi tidak dapat dihitung karena nilai peubah Pelatihan konstan (not available)

dimana kondisi pengukuran dan nilainya tidak dapat untuk dilakukan perhitungan korelasi

(50)

pengetahuan, sikap, dan praktik manajer terhadap biosekuriti IKH Primata. Tidak adanya korelasi yang signifikan antara karateristik responden disebabkan jumlah responden pada penelitian ini sangat kecil yaitu empat amatan. Berdasarkan studi-studi lainnya mengindikasikan terdapat korelasi positif antara pengetahuan dan umur manajer, hal ini berarti semakin tua manajer maka pengetahuan mengenai biosekuriti semakin tinggi (semakin baik). Seiring dengan waktu, manajer akan menggali pengetahuan yang didapatkan dari hasil pengolahan panca inderanya. Pengetahuan tersebut diperoleh melalui kenyataan (fakta), penglihatan, pendengaran, serta keterlibatan langsung dalam suatu aktivitas. Pengetahuan juga didapatkan dari hasil komunikasi dengan orang lain seperti teman dekat dan relasi kerja. Pengetahuan yang tersimpan dalam ingatan ini digali saat dibutuhkan melalui bentuk ingatan mengingat (recall) atau mengenal kembali (recognition) (Soekanto 2003), sehingga dengan bertambahnya usia maka pengetahuan seseorang akan bertambah pula.

Tabel 7 Hubungan Karakteristik dengan KAP Dokter Hewan

Pengetahuan Sikap Praktik

r Nilai p r Nilai

p r Nilai p

Umur -0.186 0.584 -0.008 0.981 0.01 0.999

Pengalaman 0.047 0.89 0.043 0.9 0.017 0.96 Pelatihan -0.271 0.419 -0.33 0.924 0.247 0.464

*berhubungan nyata pada α=0.05 (uji 2 arah)

(51)

kesejahteraan hewan dan biosekuriti semakin buruk. Semakin muda umur dokter hewan maka semakin baik sikap mereka mengenai kesejahteraan hewan dan biosekuriti. Sikap positif mengenai sesuatu hal didasari oleh adanya pemikiran dan pengetahuan terhadap obyek tersebut (Sujarwo 2004). Menurut Tuokko et al. (2007) persepsi risiko, sikap, dan keyakinan serta keterbukaan terhadap perubahan merupakan faktor psikososial yang bertindak sebagai mediator antara pengetahuan dan perilaku. Seseorang yang lebih muda cenderung lebih terbuka terhadap informasi-informasi dan ide-ide baru serta terhadap pengetahuan yang lebih luas. Selain itu, pada studi lainnya menyebutkan pengetahuan dan praktik dokter hewan berkorelasi positif, hal ini berarti semakin baik pengetahuan yang dimiliki oleh dokter hewan maka semakin baik pula praktiknya mengenai kesejahteraan hewan dan biosekuriti.

Gerungan (1996) menyatakan bahwa pengetahuan mengenai suatu obyek akan menjadi attitude terhadap obyek tersebut apabila pengetahuan itu disertai dengan kesiapan untuk bertindak sesuai dengan pengetahuan terhadap obyek tersebut. Pendidikan ditandai sebagai proses pembelajaran dimana orang memperoleh pengetahuan dan informasi, pengembangan kapasitas kognitif, dan transfer norma, nilai dan cara perilaku yang meningkatkan kemampuan mengatur, pengolahan informasi, dan meningkatkan kemampuan kognitif yang diperlukan untuk keberhasilan menganalisis masalah. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi mendorong cara berpikir yang strategis, mengembangkan sudut pandang pekerja sehingga memungkinkan pekerja untuk menganalisa secara sistematik, menyimpan, dan menggunakan informasi yang relevan untuk pekerjaan mereka dengan tepat (Gyekye & Salminen 2009).

Tabel 8 Hubungan karakteristik dengan KAP paramedik/pekerja

Pengetahuan Sikap Praktik r Nilai p r Nilai p r Nilai p Umur -0.164 0.465 -0.245 0.273 0.097 0.667 Pendidikan -0.050 0.826 0.045 0.844 -0.095 0.676 Pengalaman 0.152 0.498 -0.202 0.368 0.322 0.144 Pelatihan -0.092 0.685 -0.267 0.230 -0.334 0.128

(52)

Hasil analisa kuisioner dari pekerja kandang pada Tabel 8 memperlihatkan bahwa tidak terdapat faktor-faktor yang berhubungan nyata antara karakteristik responden pekerja kandang (paramedik) dengan pengetahuan, sikap, dan praktik pekerja kandang terhadap kesejahteraan hewan dan biosekuriti IKH Primata. Hal ini ditunjukkan dengan nilai p >0.05 pada setiap koefisien korelasi pada responden pekerja kandang. Tidak adanya korelasi yang signifikan antara karateristik responden disebabkan pengetahuan, sikap, dan praktik pekerja hampir semuanya terkategorikan status baik, sehingga nilai signifikan koefisien korelasi cenderung besar (tidak berhubungan nyata) artinya semakin tua umur pekerja maka praktik mengenai kesejahteraan hewan dan biosekuriti lebih buruk. Pekerja yang muda mempunyai praktik kesejahteraan hewan dan biosekuriti yang lebih baik. Pekerja yang masih muda cenderung lebih mudah menerima masukan dan informasi mengenai kesejahteraan hewan dan biosekuriti. Individu yang berusia muda juga mempunyai peluang untuk mendapatkan pelatihan dan pendidikan yang lebih besar daripada individu yang berusia tua.

Hubungan antara Pengetahuan, Sikap, dan Praktik Kesejahteraan Hewan dan Biosekuriti

Bagian ini membahas hubungan antara pengetahuan, sikap, dan praktik personel IKH Primata yang terdiri dari manajer, dokter hewan, dan pekerja kandang dengan kesejahteraan hewan dan biosekuriti.

Hubungan antara Pengetahuan, Sikap, dan Praktik pada Manajer

Bagian ini membahas hubungan antara pengetahuan, sikap, dan praktik manajer mengenai kesejahteraan hewan dan biosekuriti dengan tingkat kesejahteraan hewan dan biosekuriti di IKH Primata. Data mengenai hubungan ini dapat dilihat pada Tabel 9.

(53)

semuanya terkategorikan status baik, sehingga tidak dapat diambil simpulan mengenai hubungan pengetahuan, sikap, dan praktik terhadap kesejahteraan hewan dan biosekuriti IKH Primata.

Tabel 9 Hubungan antara pengetahuan, sikap, dan praktik manajer mengenai kesejahteraan hewan dan biosekuriti

Sikap Praktik

r Nilai p r Nilai p

Pengetahuan 0.889 0.111 0.174 0.826

Sikap - - -0.296 0.704

*berhubungan nyata pada α=0.05 (uji 2 arah)

Hubungan antara Pengetahuan, Sikap, dan Praktik pada Dokter Hewan Bagian ini membahas hubungan antara pengetahuan, sikap, dan praktik dokter hewan mengenai kesejahteraan hewan dan biosekuriti dengan tingkat kesejahteraan hewan dan biosekuriti di IKH Primata. Data mengenai hubungan ini disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10 Hubungan antara pengetahuan, sikap, dan praktik dokter hewan

*berhubungan nyata pada α=0.05 (uji 2 arah)

Peubah yang memiliki hubungan signifikan adalah sikap dan pengetahuan dengan nilai p = 0.018 (p<0.05) dengan koefisien korelasi sebesar 0.694. Hasil ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan dan sikap dokter hewan dengan kekuatan korelasi sedang. Berarti semakin baik pengetahuan yang dimiliki oleh dokter hewan maka semakin baik pula sikapnya mengenai kesejahteraan hewan dan biosekuriti. Hasil ini dapat juga berarti sikap dokter hewan dipengaruhi oleh pengetahuan yang dimilikinya. Sikap sangat menentukan tindakan (behaviour) seseorang. Seseorang yang mempunyai sikap positif terhadap suatu objek, besar kemungkinan untuk bertindak positif juga terhadap

Sikap Praktik

r Nilai p r Nilai p

Pengetahuan 0.694 0.018 * -0.318 0.340

(54)

obyek tersebut. Timbulnya sikap positif tersebut didasari oleh adanya pemikiran dan pengetahuan terhadap obyek tersebut (Sujarwo 2004). Tindakan individu sangat dipengaruhi oleh sikap maupun pengetahuannya. Seseorang bersikap suka atau tidak suka, baik atau tidak baik, senang atau tidak senang terhadap suatu obyek sangat dipengaruhi oleh pengalamannya atau pengetahuannya (Harihanto 2001).

Hubungan antara Pengetahuan, Sikap, dan Praktik Paramedik/Pekerja Kandang (care taker)

Pada bagian ini dibahas hubungan antara pengetahuan, sikap, dan praktik pekerja mengenai kesejahteraan hewan dan biosekuriti dengan tingkat kesejahteraan hewan dan biosekuriti di IKH Primata. Data mengenai hubungan ini disajikan pada Tabel 11.

Tabel 11 Hubungan antara pengetahuan, sikap, dan praktik pekerja mengenai kesejahteraan hewan dan biosekuriti

Sikap Praktik

r Nilai p r Nilai p

Pengetahuan 0.575 0.005 * 0.272 0.220

Sikap - - 0.132 0.560

*berhubungan nyata pada α=0.05 (uji 2 arah)

Peubah yang memiliki hubungan signifikan adalah sikap dan pengetahuan pekerja dengan nilai p = 0.005 (p<0.05) dengan koefisien korelasi sebesar 0.575. Hasil ini menunjukkan terdapat hubungan antara sikap dan pengetahuan pekerja dengan kekuatan korelasi sedang. Berarti semakin baik sikap yang dimiliki oleh pekerja mengenai kesejahteraan hewan dan biosekuriti maka semakin baik pula praktik kesejahteraan hewan dan biosekuriti pekerja. Hasil ini juga dapat berarti pengetahuan pekerja dipengaruhi oleh sikap yang dimilikinya.

(55)
(56)
(57)

 

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Sebagian besar tingkat pengetahuan, sikap dan praktik dokter hewan IKH Primata adalah sangat baik, sementara untuk manajer dan pekerja IKH Primata memiliki tingkat pengetahuan, sikap dan praktik yang baik. Pengetahuan kesejahteraan hewan dan biosekuriti pekerja kandang dan dokter hewan mempengaruhi sikap meskipun demikian tidak berpengaruh terhadap praktik, hal ini dikarenakan kurangnya fasilitas sarana dan prasarana yang ada di IKH.

Saran

1. Bagi pengusaha perlu melakukan peningkatan SDM dalam sosialisasi kesejahteraan hewan dan biosekuriti kepada seluruh personel IKH Primata agar penerapan kesejahteraan hewan dan biosekuriti di IKH Primata dapat maksimal dengan pemberian pelatihan kepada personel IKH Primata 2. Bagi pemerintah perlu melakukan monitoring dan surveilans berkelanjutan

(58)
(59)

DAFTAR PUSTAKA

Agresti Afinlay B. 2009. Statistical Methods for The Social Science. New Jersey: Pearson Education Inc.

Azwar S. 2003. Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

[BARANTAN] Badan Karantina Pertanian. 2008. Keputusan Kepala Badan Karantina Pertanian Nomor : 501/Kpts/PD.670.210/L/12/2008 Tentang Pedoman Persyaratan Teknis Instalasi Karantina Hewan Untuk Satwa Primata. Jakarta.

[BBKP] Balai Besar Karantina Pertanian Soekarno Hatta. 2011. Laporan Tahunan BBKP Soekarno Hatta. Jakarta.

Blecha F. 2000. Immune System to Stress. Di dalam Moberg GP dan Mench JA. editor. The Biology of Animal Stress. Wallungford, Oxon: CAB International

Boklund A, Alban L, Mortensen S, Houe SH. 2004. Biosecurity in 116 Danish fattening swine herds: descriptive result and factor analysis. Preventive Veterinary Medicine 66: 49-62.

Cheeke. 2004. Contemporary Issue in Animal Agriculture. New Jersey: Pearson Educartion Inc.

Cardona CJ. 2005. Avian Influenza. http://www.vetmed.ucdavis.edu/vetex/INF-POAvianInfluenzaFS.html [24 Mei 2011]

Chomel B, Lerche NW. 2004. Zoonoses in Non Human Primate. California: UC Davis School of Veterinary Medicine.

Cock CJ, Mellor DJ, Harris PJ, Ingram JR, Mathews LR. 2002. Hands on and Hands off Measurement of stress. Di dalam: Moberg GP dan Mench JA, editor. The Biology of Animal Stress. Wallungford, Oxon: CAB International.

Dallas S. 2006. Animal Biology and Care Ed ke2. Oxford: Blackwell Science. [DEPHUT] Departemen Kehutanan RI. 1994. Keputusan Menteri Kehutanan

Nomor: 26/Kpts-II/94 tanggal 20 Januari 1994 tentang Pemanfaatan Jenis Kera Ekor Panjang (Macaca fascicularis), Beruk (Macaca nemestrina)

dan Ikan Arwana (ScleropagusfFormosus) untuk Keperluan Ekspor.

[DEPTAN] Departemen Pertanian RI. 2006. Prosedur Operasional Standard Pengendalian Penyakit Hewan di Indonesia Jakarta. Departemen Pertanian Republik Indonesia.

[DEPTAN] Departemen Pertanian RI. 2009. Undang-undang Nomor 18. 2009 tentang Peternakan dan kesehatan hewan. Jakarta.Departemen Pertanian Republik Indonesia.

(60)

Fraser D. 2003. Assensing animal welfare at the farm dan group level: The interplay of science and values. UFAW Ani Welfare J 12: 433-443.

Gerungan WA. 1996. Psikologi Sosial, Suatu Ringkasan. Bandung: PT Eresco. Gyekye SA, Salminen S. 2009. Educational status and organizational safety

climate: does educational attainment influence workers’ perceptions of workplace safety. Safety Sci 47: 20-28.

Harihanto. 2001. Persepsi, Sikap, dan Perilaku Masyarakat terhadap Air Sungai [disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institus Pertanian Bogor

Hart MB, Cathy MS, Neumann M, Veltri AT, 2007. Hand injury Prevenion Training: Assesing knowledge, attitude and behavior. J SH & E Research 3: 1-23

Ilyas AZ. 1997. Hubungan Karakteristik Peternak Sapi Perah dengan Sikap dan Perilaku Aktual dalam Pengelolaan Limbah Peternakan [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor

Jeffreys.1997. Biosecurity for poultry flocks. http//. www.animalscience.ucdavies.edu/ avian/pfs26.htm [23 November 2011].

Lakhan R, Sharma M. 2010. A study of knowledge, attitude and practices (KAP) survey of families toward their children with intellectual disability in Barwani, India. Asia Pasific Disability Rehabilitation Journal 21 : 101-117 Morris MP. 2005. Economic Concideration In Preventing And Control Of poultry

Disease. Didalam: Biosecurity In The Poultry Industries. Pennysilvania: American Association of Avian Pathologist

National Research Council. 1996. Guide for the Care and Use of Laboratory Animals. New York: National Academy Press.

[OIE] Office International des Epizooties. 2011. Terrestrial Animal Health Code. Biosecurity procedures in poultry production. http://www.oie.int [1 Mei 2012].

Palaian S, Acharya LD, Rao PGM, Shankar PR, Nair NM, Nair NP. 2006 Knowledge, Attitude and Practice outcomes: Evaluating the impact of Conseling in Hospitalized Diabetic Patients in India. J Pharmacol 7 : 383-396.

Philips CJC. 2002. Animal behaviour and welfare. Oxford: Blackwell Science Pinto CJ, Urcelay VS. 2003. Biosecurity Practice on intensive pig production

systems in Chile. Prev Vet Med 59: 139-145.

Racicot M, Venne D, Durivage A, Vaillancourt JP. 2012. Evaluation of strategies to enhance biosecurity compliance on poultry farms in Québec: effect of audits and cameras. Prev Vet Med 103: 208-218.

Sharma U. 2010. Biosecurity. Kanpur: Center for Training and Management of Soil Water and Forest, Forestry Training Institute.

(61)

Soekanto S. 2003. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: UI Press.

Sujarwo. 2004. Pengetahuan, sikap, dan tindakan masyarakat sekitar hutan dalam pelestarian hutan (kasus di Hutan Diklat Tabo-Tabo, Kabupaten Pangkep, Provinsi Sulawesi Selatan) [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Supriyadi. 1993. Pendekatan sosiologi dalam pengukuran KAP di bidang kesehatan. Sosiomedika 1 (03): 1 – 4.

Tuokko HA, McGee P, Gabriel G, Rhodes RE. 2007. Perception, attitudes and beliefs, and openness to change: Implications for older driver education.

Accident Anal Prev 39: 812-817.

Van Steenwinkel S, Ribben S, Ducheyne E, Goossens E, Dewulf J. 2011. Assesing Biosecurity Practice, movement and densities of poultry site across Begium, resulting in different farm risk groups for infectious diseases introduction and spread. Prev Vet Med 98: 259-270

Walpole RE. 1992. Pengantar Statistika. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Webster J. 2003. Concepts in Animal Welfare. An Animal Welfare Syllabus (CD room format. WSPA. Bristol: Bristol Universty.

Woffle TL. 2000. Understanding the Role of Stress in Animal Welfare. Di dalam: Moberg GP dan Mench JA, editor. The Biology of Animal Stress. Wallungford, Oxon: CAB International.

Yee KS, Carpenter TE, Cardona CJ,. 2009. Epidemiology of H5N1 avian influenza. Com immunol microb 32:325-340.

(62)
(63)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Nama Saya RENDRA GUSTIAR dari SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT

PERTANIAN BOGOR Jurusan KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER.

Selamat pagi/siang. Kami hendak melakukan wawancara tentang studi

kesejahteraan hewan dan biosekuriti di instalasi karantina hewan primata di wilayah

BBKP Soekarno Hatta. Informasi ini sangat membantu kami dalam menyelesakan

tugas akhir perkuliahan agar dapat memberikan masukan dalam penerapan

kesejahteraan hewan dan biosekuriti di IKH primata. Pengisian kuisioner ini

membutuhkan waktu sekitar 15 - 25 menit. Informasi yang Bapak / Ibu berikan dalam

kuisioner ini akan di jaga kerahasiaannya dan tidak akan di tunjukkan pada orang

lain.Nama dan Nomor telepon Bapak/Ibu yang di catat pada kuisioner ini hanya jika

kami butuh untuk menghubungi Bapak/Ibu di kemudian hari dan tidak akan

disertakan dalam laporan atau diserahkan kepada pihak lain. Partisipasi dalam

survey ini bersifat sukarela dan kami sangat berharap Bapak/Ibu dapat berpartisipasi

karena informasi yang di berikan akan sangat berharga bagi survey ini.

Apakah Bapak / Ibu bersedia di wawancarai?

□ Ya

□ Tidak

Jika Tidak, mohon berikan alasannya mengapa Bapak/Ibu tidak bersedia di

(64)

MANAGER IKH PRIMATA

STUDI KAP KESEJAHTERAAN

HEWAN DAN

BIOSEKURITI DI INSTALASI KARANTINA HEWAN (IKH) PRIMATA

DI WILAYAH BBKP SOEKARNO HATTA

Tanggal Survei : No Kuisioner : Tempat :

A. KARAKTERISTIK MANAGER INSTALASI KARANTINA HEWAN PRIMATA

A.1.Nama :

A.2.Umur :

A.3.Jenis Kelamin : A.4.Alamat / No HP :

A.6.Berapa Lama anda bekerja sebagai manager instalasi Primata:

□ < 1 tahun □ 1-2 tahun □ 3-5 tahun □ diatas 5 tahun

A.7.Apakah anda pernah mendapatkan pelatihan tentang Kesejahteraan hewan dan biosekuriti?

□ Ya □ Tidak

A.8 Berapa kali anda mengontrol IKH Primata dalam satu bulan?

□ Setiap hari □ 1-2 kali □ 3-4 kali

(65)

Bebas dari rasa haus dan lapar

B. 9a Berapa kali sehari anda mengontrol pemberian makan monyet yang ada di kandang instalasi ?

1-2 x 3-4 x >4 x Tidak tentu

B 9.b Berapa kali sehari anda mengontrol pemberian minum monyet yang ada di kandang instalasi ?

1-2 x 3-4 x >4 x Tidak tentu

B.10.a Darimana asal air minum untuk monyet di instalasi karantina ini ? (Jawaban boleh lebih dari 1)

Sumur PAM / Air ledeng

Tampungan air hujan Air isi ulang Lainnya, sebutkan : ………..

10.b Seberapa sering anda memeriksa kondisi air minum di kandang Instalasi ? Hanya saat memberi makan Setiap 8 jam sekali

Setiap 6 jam sekali Setiap 4 jam sekali

Setiap 2-3 jam sekali Lainnya, sebutkan : ………

10.c. Siapakah yang menentukan jenis dan takaran makanan untuk monyet di instalasi karantina?

Dokter hewan karantina Menentukan sendiri sesuai aturan Menentukan sendiri sesuai kebutuhan pakai

Lainnya, sebutkan : ………

10.d. Makanan apa saja yang biasanya Anda rekomendasikan untuk monyet di IKH ?

(Jawaban boleh lebih dari 1)

Pisang Makanan yang dibuat sendiri

buah lainnya Dicampur

Lainnya, sebutkan : ………

Bebas dari rasa tidak nyaman

B.11 Apakah didalam kandang instalasi memiliki tempat bergelantungan ?

Ya Tidak

B 12. Apakah monyet membuang kotoran di kandang ?

Ya Tidak

B 13. Bagaimana anda membuat kondisi kandang agar monyet tetap nyaman ? Langsung Membersihkannya setiap monyet membuang kotoran

(66)

segar ?

(Jawaban boleh lebih dari 1) Segera membuang kotoran dilantai

Membersihkan lantai dengan karbol/pembersih lantai Menyalakan alat pembersih udara ( exhaust)

Membuat ventilasi instalasiyang cukup

Lainnya, sebutkan : ……….

Bebas dari rasa sakit, cidera dan penyakit

B.15 Apa yang Anda lakukan, jika melihat monyet sakit atau terluka? (Jawaban boleh lebih dari 1)

Memerintah drh utk mengobati Membiarkan sembuh sendiri Langsung melakukan therapi Lainnya, sebutkan : ……….

B.16a Apakah monyet di instalasi sudah di vaksin ?

Ya, Tidak

B16.b Siapakah yang melakukan vaksinasi terhadap monyet di instalasi ? Dokter Hewan

Tenaga kesehatan hewan Lainnya, sebutkan : ………

B.16.c Jika monyet mengalami kulit gatal-gatal dan bulu rontok, apakah yang akan anda lakukan ?

Mengobati sendiri Membiarkan sembuh sendiri Konsultasi dahulu ke dokter hewan

Lainnya, sebutkan : ………..

Bebas mengekspresikan perilaku normal

B.17a Apakah upaya Anda dalam mengatasi keterbatasan lingkungan Di instalasi? (Jawaban boleh lebih dari 1)

Mengeluarkan sebentar di area Instalasi

Cek kondisi kesehatan Menyediakan tempat gelantungan Lainnya, sebutkan : ………..

B.17b Apakah monyet pernah di lepas dalam area instalasi ?

Ya Tidak

B.17cLangkah apa yang anda lakukan agar monyet di instalasi tidak saling bertengkar/berkelahi?

(Jawaban boleh lebih dari 1)

Memisahkannya dengan jarak yang agak jauh Memberikan sekat

Membiarkan saja

(67)

B.18 Apakah selama dalam masa karantina di instalasi monyet pernah mengalami stres ?

Ya Tidak

B.19 Jika monyet pernah mengalami stres, tindakan apa saja yang Bapak/Ibu Lakukan ? (Jawaban boleh lebih dari 1)

Konsultasi dengan Dokter hewan dan tenaga keswan Menjauhkan dari penyebab stres

Memenuhi kebutuhan dalam upaya penyembuhan Lainnya, sebutkan :……….

B.20. Berapa kapasitas instalasi karantina hewan primata ini?

C. MANAJEMEN PEMELIHARAAN DAN KESEHATAN

C.1. Bagaimana konstruksi kandang? tertutup

terbuka

Lainnya, sebutkan

C.2.Bagaimana cara pemberian minum untuk tiap kandang?(jawaban boleh lebih dari satu)

Manual Otomatis

Lainnya, sebutkan

C.3 . Dari mana asal air minum untuk kandang? Sumur bor

PAM/air ledeng Waduk

Kolam penampungan Lainnya, sebutkan

C.4.. Apakah dilakukan vaksinasi di kandang instalasi primate ini? Ya

Tidak

C.5.. Jika Ya, vaksinasi apa sajakah yang dilakukan?

Rabies Ya Tidak

Hepatitis B Ya Tidak

Cercopitheinae

herpes virus (CHV-1) Ya Tidak

(68)

C.6.. Apakah ada pembinaan dan penyuluhan dari Dinas Peternakan setempat? Ya

Tidak

B.7. Jika Ya, berapa kali dalam satu tahun Dinas melakukan pembinaan? 1-2 kali

3-4 kali >5 kali

D. BIOSEKURITI

ISOLASI

D.1. Apakah terdapat pagar keliling di instalasi karantina hewan primata? Ya

Tidak

D.2. Terbuat dari bahan apakah pagar keliling instalasi? Beton

Besi Bambu

Lainnya, sebutkan

D.3.Apakah terdapat papan nama petunjuk instalasi karantina? Ya

Tidak

D.4. Apakah terdapat papan larangan untuk memasuki lokasi instalasi karantina? Ya

Tidak

D.5. Berapakah jarak instalasi dari jalan raya? < 300 meter

300-500 meter > 500 meter

D.6. Apakah terdapat pemukiman penduduk di sekitar farm? Ya

Tidak Virus (SIV)

Herpes simian

(Herpes B) Ya Tidak

(69)

< 100 meter 100-300 meter > 300 meter

D.8. Berapakah jarak ke instalasi karantina hewan primate lainnya yang terdekat? <500 meter

500-1 km > 1 km

D.9. Apakah antar kandang pembatas yang jelas? Ya

Tidak

D.10. Apakah dalam satu kandang hanya berisi seekor monyet saja? Ya

Tidak

D.11. Apakah terdapat kandang isolasi untuk monyet yang sakit? Ya

Tidak

D.12. Apa yang dilakukan terhadap monyet yang mati? Dikubur dalam lubang

Dibakar dengan incinerator Dibakar dalam lubang Lainnya, sebutkan

LALU LINTAS

D.13. Apakah terdapat catatan/dokumen monyet yang akan keluar instalasi? Ya

Tidak

D.14. Apakah terdapat catatan yang berisi lalu lintas orang, kendaraan, dan peralatan yang keluar masuk instalasi (log book)?

Ya Tidak

D.15. Apakah terdapat pos penjagaan dan petugas jaga yang siap selama 24 jam di pintu masuk/pintu gerbang?

(70)

D.16. Apakah terdapat Standard Operating Procedures (SOP) untuk cleaning dan disinfeksi personel, alat angkut, dan peralatan yang akan masuk ke dalam instalasi?

Ya Tidak

D.17. Disinfektan apakah yang Bapak/Ibu pergunakan di instalasi ini? (jawaban boleh lebih dari satu)

Klorin Iodin Alkohol

Amonium kuartener Formaldehida

Kalium permanganat Fenol

Lainnya

D.18. Apakah terdapat unit pengolahan limbah di instalasi ini? Ya

Tidak

D.19. Apakah dilakukan pengolahan air minum (water treatment) pada instalasi ini? Ya

Tidak

PENGETAHUAN TENTANG KESEJAHTERAAN HEWAN DAN BIOSEKURITI

No Pernyataan Benar Salah Tidak

tahu

1 Instalasi karantina hewan Primata adalah suatu wilayah yang hanya dapat dimasuki oleh petugas yang berwenang.

2 Pagar tembok keliling yang kuat dan rapat untuk instalasi diperlukan untuk mencegah masuk dan keluarnya penyakit.

Gambar

Gambar 1. Kerangka konsep penelitian
Tabel 5 Karakteristik personel IKH Primata
Gambar 3 Penilaian Sikap Personel IKH Primata
Gambar 4 Penilaian Praktek Personel IKH Primata
+7

Referensi

Dokumen terkait