• Tidak ada hasil yang ditemukan

Knowledge, attitude and practices kennel owner related to animal welfare in Province of DKI Jakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Knowledge, attitude and practices kennel owner related to animal welfare in Province of DKI Jakarta"

Copied!
128
0
0

Teks penuh

(1)

PROVINSI DKI JAKARTA

TEUKU ALI IMRAN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis Pengetahuan, Sikap dan Praktik Pemilik Kennel Terkait Kesejahteraan Hewan di Provinsi DKI Jakarta adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juni 2012

(3)

Animal Welfare in Province of DKI Jakarta. Under direction of DENNY WIDAYA LUKMAN and TITIEK SUNARTATIE

Kennel is the place for care and breeding dogs. Kennel used to preserve the genetic and as an attempt to take provit. A good kennel management must consider the welfare of animals to ensure the quality of the dogs life during their stay there. This studied aim to observe: the level of animal welfare at the kennel, the level of knowledge, attitude and practices of kennel owner performed by interviewing respondents using questionnaires and observation. Data analysis to determine associations between variables using chi-square and gamma tests. The results show that the characteristics of the owner (age, level of education, training, experience and scale of business) are not related. There is association between knowledge (P<0,05) and attitudes (P<0,05) towards animal welfare practices.

(4)

Kesejahteraan Hewan di Provinsi DKI Jakarta. Dibimbing oleh DENNY WIDAYA LUKMAN dan TITIEK SUNARTATIE.

Manusia dan anjing sudah sejak lama hidup bersama. Keduanya memiliki hubungan cukup menarik selama ribuan tahun. Beberapa penelitian telah menjelaskan bahwa anjing dapat mempengaruhi kehidupan manusia, baik secara eksternal maupun internal. Anjing telah berkontribusi sebagai terapi untuk berbagai kelompok dalam masyarakat termasuk anak-anak, orang tua, penyandang cacat dan narapidana. Ikatan hewan dan manusia secara berdampingan dikaitkan dengan banyak aspek menguntungkan, terlepas dari kebutuhan yang berbeda dari setiap individu.

Namun bagaimana jika anjing berada di lingkungan terbatas, seperti contoh di kennel. Kennel merupakan tempat pemeliharaan, perkembangbiakan dan pemuliaan ras anjing. Biasanya kennel memberikan kebutuhan biologis hewan peliharaan tetapi mengabaikan kebutuhan emosional mereka. Perspektif ini muncul dari anggapan bahwa emosi tidak terukur pada hewan dan kesehatan emosional tidak relevan dengan penderitaan pada hewan. Pemikiran ini membuat penekanan pada kecukupan biologis sebagai alasan tunggal dalam hal penderitaan pada hewan. Ada anggapan bahwa, hewan tidak bisa menderita karena tekanan emosional, akibatnya kebutuhan emosional sering diabaikan. Dalam penelitian ini, penulis mencoba mengungkapkan tingkat pengetahuan, sikap dan praktik pemilik kennel terkait kesejahteraan hewan di kennel.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) kondisi kesejahteraan hewan pada kennel di wilayah DKI Jakarta, (2) tingkat pengetahuan, sikap dan praktik pemilik kennel terkait kesejahteraan hewan dan (3) hubungan antara pengetahuan, sikap dan praktik pemilik kennel terkait kesejahteraan hewan.

Hipotesis dalam penelitian ini adalah: (1) kondisi kennel di DKI Jakarta sudah sesuai dengan prinsip kesejahteraan hewan, (2) tingkat pengetahuan, sikap dan praktik pemilik kennel terkait kesejahteraan hewan sudah baik dan (3) terdapat korelasi antara pengetahuan, sikap dan praktik pemilik kennel terkait kesejahteraan hewan.

Metode wawancara dilakukan terhadap pemilik kennel sebagai responden menggunakan kuesioner dan observasi menggunakan checklist berkaitan dengan kesejahteraan hewan. Kuesioner berisi beberapa pertanyaan mengenai pengetahuan, sikap dan praktik kesejahteraan hewan. Isi checklist memuat pertanyaan mengenai kondisi kesejahteraan hewan di lapangan. Responden diambil pada kennel yang terdapat di wilayah : Jakarta Pusat, Jakarta Utara, Jakarta Timur, Jakarta Selatan dan Jakarta Barat berdasarkan data sekunder dari Perkumpulan Kinologi Indonesia (PERKIN) Jaya tahun 2011. Besaran sampel yang diambil sebanyak 87 responden dari 831 pemilik kennel. Besaran sampel dihitung menggunakan Win Episcope 2.0 dengan asumsi proporsi pemilik kennel yang menerapkan prinsip kesejahteraan hewan adalah 50%, tingkat kesalahan 10% dan tingkat kepercayaan 95%. Sampel diambil menggunakan metode pengambilan contoh acak sederhana.

Dengan menggunakan software Microsoft Excel 2007 dan SPSS 16, data yang terkumpul diolah dan dianalisis dengan Uji Gamma, untuk melihat adanya hubungan/korelasi antara peubah-peubah yang diamati dan untuk mengetahui asosiasi antara peubah-peubah yang berskala ordinal.

(5)

hewan.

Hasil tingkat pengetahuan responden mengindikasikan bahwa responden telah mengetahui tentang kesejahteraan hewan sedang sampai baik. Banyaknya tingkat pengetahuan responden kategori sedang sampai baik ini, terutama diperoleh secara otodidak. Hal ini disebabkan karena kurangnya penyelenggaraan program kursus/pelatihan tentang kesejahteraan hewan.

Berdasarkan indikator sikap responden mengindikasikan bahwa secara umum responden memiliki sikap negatif sampai netral tentang kesejahteraan hewan. Banyaknya kategori sikap netral dari responden yang dibentuk dari pengetahuan dan pengalaman atau kebiasaan-kebiasaan mereka selama memelihara anjing di kennel sudah memadai. Faktor kurangnya mengikuti program kursus atau pelatihan tentang kesejahteraan hewan di kennel, membuat responden merasa yakin apa yang diketahui selama ini sudah sesuai.

Hasil penjumlahan kumulatif praktik dan observasi menunjukkan kondisi kesejahteraan hewan yang sebenarnya di kennel. Gambaran responden melakukan praktik kesejahteraan hewan didominasi kategori kurang (53 %). Hal ini mengindikasikan bahwa kecenderungan responden kurang peduli terhadap kesejahteraan anjing di kennel. Mengingat keterbatasan lahan kennel dan waktu responden dalam memberikan perhatian terhadap anjing di kennel.

Adanya hubungan antara pengetahuan dengan praktik (0,017) dan sikap dengan praktik (0,006). Sementara pengetahuan dengan sikap tidak memiliki asosiasi (0,169). Hal ini mengindikasikan bahwa pengetahuan dan sikap responden berpengaruh terhadap praktik responden terkait kesejahteraan hewan.

(6)

©Hak cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

(7)

PROVINSI DKI JAKARTA

TEUKU ALI IMRAN

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkah dan karunia Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2012 ini adalah Pengetahuan, Sikap dan Praktik Pemilik Kennel Terkait Kesejahteraan Hewan di Provinsi DKI Jakarta.

Penghargaan setingi-tingginya penulis ucapkan kepada Kepala Badan Karantina Pertanian beserta jajarannya yang telah memberikan kesempatan penulis untuk menempuh pendidikan ini. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada bapak Dr. drh. Denny Widaya Lukman, M.Si. dan ibu drh. Titiek Sunartatie, MS selaku komisi pembimbing atas segala dukungan, bimbingan dan arahan terhadap penelitian dan penulisan tesis. Penulis sampaikan terima kasih kepada bapak Dr. drh. Denny Widaya Lukman, M.Si. selaku ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner, Bapak drh. Chaerul Basri, M.Si selaku Site Manajer Program Studi serta Bapak Agus Haryanto, SE yang telah membantu kelancaran studi ini. Selain itu, terima kasih juga penulis ucapkan kepada bapak drh. Saifuddin Zuhri (Kepala SKP Kelas I Banda Aceh), bapak Dr. Ir. M. Musyaffak Fauzi, SH, M.Si (Kepala BBKP Soekarno-Hatta) dan bapak Soefandi (Ketua PERKIN Jaya) yang telah banyak memberikan fasilitas, kemudahan dan saran. Terimakasih juga kepada rekan-rekan seperjuangan kelas khusus karantina hewan angkatan 2 atas kebersamaan dan kekompakan selama ini.

Akhirnya terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada Ayah dan Ibu atas iringan doanya. Istriku Cut Ratna Dewi, putraku Teuku Adzim Fadhlurrahman dan putriku Cut Zharifa Qarira tercinta, atas semua dukungan, pengertian, kesabaran menanti, kasih sayang dan doanya.

Atas segala kebaikan yang telah penulis terima, semoga Allah SWT melimpahkan rahmat dan karunia Nya kepada kita semua. Harapan penulis semoga tulisan ini dapat bermanfaat untuk mendukung kebijakan peraturan di Indonesia.

Bogor, Juni 2012

(10)

Penulis dilahirkan di Banda Aceh pada tanggal 27 Januari 1976 dari ayah Teuku Burhanuddin dan ibu Alm. Rukiah. Penulis merupakan putra ketujuh dari tujuh bersaudara.

(11)

Judul Penelitian : Pengetahuan, Sikap dan Praktik Pemilik Kennel Terkait Kesejahteraan Hewan di Provinsi DKI Jakarta

Nama : Teuku Ali Imran

NRP : B 251100184

Program Studi : Kesehatan Masyarakat Veteriner (KMV)

Disetujui : Komisi Pembimbing

Diketahui :

Tanggal Ujian : Tanggal Lulus : Dr. drh. Denny Widaya Lukman, M.Si

Ketua Anggota

drh. Titiek Sunartatie, MS

Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

(12)

Halaman

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 2

Manfaat ... 2

Hipotesis ... 2

TINJAUAN PUSTAKA Pengetahuan ... 3

Sikap ... 3

Praktik ... 4

Hubungan Antara Pengetahuan, Sikap dan Praktik ... 5

Karakteristik…………. ... 6

Kesejahteraan Hewan………. .... 6

Kennel Terkait Kesejahteraan Hewan ... 8

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ... 15

Kerangka Konsep Penelitian ... 15

Desain Penelitian ... 15

Responden dan Sampel ... 16

Pembobotan dan Penilaian Kuesioner ... 16

Definisi Operasional ... 18

Analisis Data ... 19

HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Daerah Penelitian ... 20

Kondisi Umum Kennel di Provinsi DKI Jakarta ... 22

Karakteristik Pemilik Kennel ... 23

Pengetahuan ... 25

Sikap ... 28

Praktik ... 30

Kondisi Kesejahteraan Hewan ... 34

Hubungan Karakteristik dengan Pengetahuan, Sikap dan Praktik Pemilik Kennel Terkait Kesejahteraan Hewan ... 34

(13)

Saran ... 36

DAFTAR PUSTAKA ... 38

(14)

Halaman

1 Besaran sampel pemilik kennel di wilayah DKI Jakarta ... 16

2 Luas dataran wilayah DKI Jakarta……….. ... 21

3 Jumlah Penduduk menurut kabupaten/kota dan jenis

kelamin di wilayah DKI Jakarta... 21

4 Populasi pemilik kennel di wilayah DKI Jakarta ... 23

5 Distribusi responden berdasarkan karakteristik ... 24

6 Distribusi responden berdasarkan indikator pengetahuan

terkait kesejahteraan hewan ... 26

7 Kumulatif pengetahuan responden terkait kesejahteraan

hewan ... 27

8 Distribusi responden berdasarkan indikator sikap terkait

kesejahteraan hewan ... 28

9 Kumulatif sikap responden terkait kesejahteraan

hewan ... 29

10 Distribusi responden berdasarkan indikator praktik

terkait kesejahteraan hewan ... 31

11 Kumulatif praktik responden terkait kesejahteraan

hewan ... 32

12 Observasi responden terkait kesejahteraan hewan ... 33

13 Kumulatif praktik dan observasi responden terkait

kesejahteraan hewan ... 34

14 Hubungan karakteristik dengan pengetahuan, sikap

dan praktik responden ... 34

15 Hubungan pengetahuan dan sikap terhadap praktik

(15)

Halaman

1 Diagram tiga aspek kesejahteraan hewan ... 7

(16)

Halaman

(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Manusia dan anjing sudah sejak lama hidup bersama. Keduanya memiliki

hubungan cukup menarik selama ribuan tahun. Namun hanya dalam beberapa

tahun terakhir penelitian telah dilakukan untuk memperoleh data mengenai

hubungan tersebut. Ada yang percaya bahwa anjing memiliki kepribadian,

sementara ada yang ragu tentang bidang-bidang yang kaitannya dengan kognisi

(kegiatan atau proses memperoleh pengetahuan tentang kesadaran dan

perasaan)

Beberapa penelitian telah menjelaskan bahwa anjing dapat

mempengaruhi kehidupan manusia, baik secara eksternal maupun internal.

Anjing telah berkontribusi sebagai terapi untuk berbagai kelompok dalam

masyarakat termasuk anak-anak, orang tua, penyandang cacat dan narapidana.

Dengan bantuan anjing, manusia mampu mengatasi apa pun yang menghalangi

mereka dari fungsinya dalam masyarakat dan mencegah terjadinya trauma fisik

atau emosional. Ikatan manusia dan hewan secara berdampingan dikaitkan

dengan banyak aspek menguntungkan, terlepas dari kebutuhan yang berbeda

dari setiap individu.

Richeson (2003) menyatakan bahwa ada penurunan perilaku gelisah

yang cukup signifikan pada orang dewasa setelah intervensi animal-assisted

therapy (AAT) selama tiga minggu. Allen et al. (2002) melaporkan bahwa

kehadiran anjing peliharaan mengakibatkan detak jantung dan tekanan darah

pemilik relatif lebih rendah. Tindakan membelai hewan kesayangan telah terbukti

mengakibatkan penurunan sementara tekanan darah dan denyut jantung

(Katcher 1981; Shiloh et al. 2003; Wilson 1991). Beberapa anjing memiliki

kemampuan bawaan untuk mendeteksi kanker bahkan hipoglikemia (Wells et al.

2008). Keuntungan bagi kesehatan dalam jangka panjang diperoleh dari hewan

peliharaan secara tidak langsung dengan meningkatkan latihan bersama pemilik

hewan (Bauman et al. 2001; Brown dan Rhodes 2006; Serpell 1991).

Menurut Ledger (2004), bahwa kennel melakukan pekerjaan dengan baik

dengan memberikan kebutuhan biologis hewan peliharaan tetapi mengabaikan

kebutuhan emosional mereka. Perspektif ini muncul dari anggapan bahwa emosi

tidak terukur pada hewan dan kesehatan emosional tidak relevan dengan

(18)

kecukupan biologis sebagai alasan tunggal dalam hal penderitaan pada hewan.

Ada anggapan bahwa, hewan tidak bisa menderita karena tekanan emosional,

akibatnya kebutuhan emosional sering diabaikan. Dalam penelitian ini, penulis

mencoba mengungkapkan tingkat pengetahuan, sikap dan praktik pemilik kennel

terkait kesejahteraan hewan di kennel.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui:

a. Kondisi kesejahteraan hewan pada kennel di wilayah DKI Jakarta

b. Tingkat pengetahuan, sikap dan praktik pemilik kennel terkait

kesejahteraan hewan

c. Hubungan antara pengetahuan, sikap dan praktik pemilik kennel terkait

kesejahteraan hewan.

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini diharapkan:

- Memberikan informasi mengenai kondisi kesejahteraan hewan pada

kennel di wilayah DKI Jakarta

- Memberikan informasi mengenai tingkat pengetahuan, sikap dan praktik

pemilik kennel terkait kesejahteraan hewan di wilayah DKI Jakarta

- Memberikan motivasi, penerapan kesejahteraan hewan berdasarkan lima

prinsip kebebasan untuk menunjang kualitas hidup anjing.

Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

1. Kondisi kennel di DKI Jakarta sudah sesuai dengan prinsip kesejahteraan

hewan

2. Tingkat pengetahuan, sikap dan praktik pemilik kennel terkait

kesejahteraan hewan sudah baik

3. Terdapat korelasi antara pengetahuan, sikap dan praktik pemilik kennel

(19)

TINJAUAN PUSTAKA

Pengetahuan

Definisi pengetahuan menurut Supriyadi (1993) merupakan sekumpulan

informasi yang difahami, yang diperoleh melalui proses belajar selama hidup dan

dapat digunakan sewaktu-waktu sebagai alat penyesuaian diri sendiri maupun

lingkungan. Pengetahuan seorang individu dapat tumbuh dan berkembang

sesuai dengan kemampuan, keperluan, pengalaman, dan tingkat mobilitas materi

informasi dalam lingkungannya. Pengetahuan didapatkan individu baik melalui

proses belajar, pengalaman, atau media elektronika yang kemudian disimpan

dalam memori individu.

Menurut Walgito (2002), pengetahuan adalah mengenal suatu obyek baru

yang selanjutnya menjadi sikap terhadap obyek tersebut apabila pengetahuan itu

disertai oleh kesiapan untuk bertindak sesuai dengan pengetahuan tentang objek

itu. Bila seseorang mempunyai sikap tertentu terhadap suatu obyek, itu berarti

orang tersebut telah mengetahui tentang obyek tersebut. Sedangkan

Notoatmodjo (2003) menyebutkan bahwa pengetahuan merupakan hasil “tahu”

dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek

tertentu yang mana penginderaan ini terjadi melalui panca-indera manusia yakni

indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba yang sebagian

besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.

Sikap

Sikap adalah reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap

suatu stimulus atau objek (Notoatmojo 2007). Menurut Rahayuningsih (2008)

bahwa sikap merupakan bagaimana individu suka atau tidak suka terhadap

sesuatu dan pada akhirnya menentukan perilaku individu tersebut. Sikap

menyukai cenderung mendekat, mencari tahu dan bergabung. Sementara sikap

tidak menyukai cenderung menghindar atau menjauhi.

Feldman (1985) menyatakan bahwa pengertian sikap harus

dipertimbangkan dari segi komponen-komponen penyusunnya. Ketiga komponen

utama ini meliputi komponen kognisi, afeksi, dan perilaku. Komponen afeksi

mencakup arah dan intensitas dari penilaian individu atau macam perasaan yang

dialami terhadap obyek sikap, komponen kognisi berkenaan dengan sistem

(20)

merupakan kecenderungan untuk bertindak menurut cara tertentu terhadap objek

sikap.

Beberapa pengertian sikap yang dikemukakan oleh beberapa ahli yang

dirangkum dalam Rakhmat (2001) adalah sebagai berikut: (1) sikap adalah

kecenderungan bertindak, berpersepsi, berpikir dan merasa dalam menghadapi

objek, ide, situasi atau nilai, (2) sikap mempunyai daya dorong dan motivasi, (3)

sikap relatif lebih menetap, (4) sikap mengandung aspek evaluatif, (5) sikap

timbul dari pengalaman, tidak dibawa sejak lahir merupakan hasil belajar,

sehingga sikap dapat diperteguh atau diubah. Oleh karena itu menurut Gerungan

(1996) menyatakan bahwa: (1) sikap bukan dibawa orang sejak ia dilahirkan,

melainkan dibentuk atau dipelajarinya sepanjang perkembangan orang itu dalam

hubungannya dengan objeknya, (2) sikap dapat mengalami perubahan, karena

itu sikap dapat dipelajari orang, (3) objek sikap dapat merupakan satu hal

tertentu, tetapi juga dapat merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut, (4) sikap

mempunyai segi-segi motivasi dan segi-segi perasaan, inilah yang membedakan

sikap dari kecakapan-kecakapan atau pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki

seseorang, (5) sikap itu tidak berdiri sendiri, tetapi mengandung relasi tertentu

terhadap suatu objek.

Sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan

merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan

atau aktifitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan/praktik atau perilaku.

Suatu sikap belum tentu terwujud dalam suatu tindakan. Untuk terwujudnya sikap

menjadi suatu perbuatan nyata/praktik diperlukan faktor pendukung atau suatu

kondisi yang memungkinkan, antara lain fasilitas (Ali 2003).

Praktik

Praktik adalah kebiasaan bertindak yang menunjukkan tabiat seseorang

yang terdiri dari pola-pola tingkah laku yang digunakan oleh individu dalam

melakukan kegiatannya. Lebih jauh dikatakan bahwa tindakan itu terjadi karena

adanya penyebab (stimulus), motivasi, dan tujuan dari tindakan itu. Tindakan

dianggap sebagai hasil interaksi antara faktor-faktor yang terdapat di dalam diri

sendiri (karakteristik individu) dan faktor luar (faktor eksternal). Proses interaksi

itu sendiri terjadi pada kesadaran atau pengetahuan seseorang (Sarwono 2002).

Suparta (2002) menyatakan bahwa dalam pendekatan interaksionis,

(21)

Kondisi situasional luar mempengauhi sikap “dalam” dan selanjutnya sikap ini

dapat mempengaruhi perilaku terbuka. Perilaku dianggap sebagai hasil interaksi

antara faktor-faktor yang terdapat di dalam diri sendiri (karakteristik individu) dan

faktor luar.

Hubungan antara Pengetahuan, Sikap dan Praktik

Gerungan (1996) menyatakan bahwa pengetahuan mengenai suatu objek

akan menjadi attitude terhadap objek tersebut apabila pengetahuan itu disertai

dengan kesiapan untuk bertindak sesuai dengan pengetahuan terhadap objek

tersebut. Selanjutnya dikatakan bahwa, sikap mempunyai motivasi, yang berarti

ada segi kedinamisan untuk mencapai suatu tujuan. Terbentuknya sikap karena

adanya interaksi manusia dengan objek tertentu (komunikasi), serta interaksi

sosial di dalam kelompok maupun di luar kelompoknya. Interaksi di luar

kelompok bisa dilakukan melalui media komunikasi seperti surat kabar, radio,

televisi, buku dan majalah.

Sarwono (2002) menyatakan bahwa sikap terbentuk dari pengalaman

melalui proses belajar. Proses belajar itu sendiri dapat terjadi melalui proses

kondisioning klasik atau melalui proses belajar sosial atau karena pengalaman

langsung.

Hasil penelitian para ahli menunjukkan terdapat hubungan yang kuat

antara sikap dengan tindakannya (Azwar 2003). Menurut Taryoto (1991) dalam

Harihanto (2001), sikap (attitude) sangat besar pengaruhnya dalam kehidupan

manusia. Sikap sangat menentukan tindakan (behavior) seseorang. Sikap juga

sangat mempengaruhi tanggapan seseorang terhadap masalah kemasyarakatan

termasuk masalah lingkungan. Seseorang mempunyai sikap positif terhadap

suatu objek, besar kemungkinan mempunyai niat untuk bertindak positif juga

terhadap objek tersebut, dan timbulnya sikap positif tersebut didasari oleh

adanya pemikiran dan pengetahuan terhadap objek tersebut.

Tindakan individu sangat dipengaruhi oleh sikap maupun

pengetahuannya. Seseorang bersikap suka atau tidalk suka, baik atau tidak baik,

senang atau tidak senang terhadap suatu objek sangat dipengaruhi oleh

(22)

Karakteristik

Menurut Rakhmat (2001), karakteristik terbentuk oleh faktor-faktor

biologis dan sosiopsikologis. Faktor biologis meliputi genetik, sistem syaraf dan

sistem hormonal, sedangkan faktor sosiopsikologis terdiri dari

komponen-komponen kognitif (intelektual), konatif yang berhubungan dengan kebiasaan dan

kemauan bertindak, serta afektif (faktor emosional). Untuk mengetahui perilaku

masyarakat terhadap objek tertentu, karakteristik individu merupakan salah satu

faktor yang penting untuk diketahui karena pada hakekatnya perilaku manusia itu

digerakkan oleh faktor dari dalam diri individu sendiri (Azwar 2003).

Menurut Azwar (2003) bahwa karakteristik individu meliputi variabel

seperti motif, nilai-nilai, sifat kepribadian dan sikap yang saling berinteraksi satu

sama lain dan kemudian berinteraksi pula dengan faktor-faktor lingkungan dalam

menentukan tindakan. Dalam penelitian ini karakteristik individu yang dilihat

adalah: umur, pendidikan, pelatihan, pengalaman dan skala usaha.

Kesejahteraan Hewan

Kesejahteraan hewan pertama sekali diidentifikasi sebagai prioritas dalam

Rencana Strategis OIE tahun 2001-2005. Negara-negara anggota OIE dalam

sidang internasional membahas tentang kesejahteraan hewan dan membuat

referensi tentang kesehatan hewan dengan menguraikan rekomendasi dan

penjelasan yang mencakup pedoman praktek kesejahteraan hewan, dengan

menegaskan kembali bahwa kesehatan hewan adalah komponen kunci dari

kesejahteraan hewan (OIE 2011).

Konsep kesejahteraan dapat diterjemahkan dalam tiga definisi. Para

ilmuwan bidang kesejahteraan hewan cenderung merefleksikan ke dalam

aspek-aspek yang dipandang penting dalam mendefinisikan kesejahteraan, seperti:  Status fisik (kebugaran)

Kesejahteraan didefinisikan sebagai status dari seekor hewan dengan

usaha-usahanya untuk menyelaraskan diri dengan lingkungan. Hewan mampu

menyesuaikan dirinya dengan lingkungan dimana ia hidup. Menyesuaikan

adalah suatu refleksi dari kondisi fisik hewan (Fraser and Broom 1990).  Status mental (perasaan)

Kesejahteraan adalah tergantung dari bagaimana perasaan si hewan

(Duncan 1993). Menurut Duncan bahwa status mental (perasaan) hewan sangat

(23)

 Alami (kealamiahan ciptaan Tuhan)

Menurut Rollin (1993) bahwa status mental (kesakitan dan penderitaan)

adalah relevan dengan kesejahteraan. Memenuhi kealamian (telos) juga relevan

dengan kesejahteraan. Ia mendefinisikan telos sebagai perbedaan-perbedaan

genetik yang terlihat pada jenis/ras hewan dan temperamennya.

Beberapa definisi mengkombinasikan tiga aspek (mental, fisik atau

alami), sebagaimana terlihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Diagram tiga aspek kesejahteraan hewan

Kesejahteraan adalah mengenai sejauh mana seekor hewan sehat dan

segar/bugar serta merasa nyaman/baik (Webster 2005). Aspek Lima Kebebasan

telah diadvokasi oleh banyak kelompok sebagai suatu kerangka acuan kerja

untuk mengukur kesejahteraan hewan dan termasuk tiga elemen, diantaranya:

(a) Kesejahteraan seekor hewan dinyatakan dengan kapasitas kemampuannya

menghindari penderitaan dan mempertahankan kebugarannya (Webster

2005)

(b) Hewan-hewan tumbuh dan berkembang sangat baik ketika kebutuhan secara

fisiologis dan psikologis untuk kehidupannya dipenuhi secara terus menerus

dan faktor-faktor yang tidak menyenangkan dapat dikendalikan agar tidak

(24)

(c) Kesejahteraan seekor hewan terganggu ketika kesehatan fisiologis dan

kondisi kejiwaannya (psikologis) yang berkaitan dengan kapasitas

kemampuan mengetahui/mengenali mengalami gangguan (Morton 2000).

Kesejahteraan hewan harus memperhitungkan lima kebutuhan dasar

(AWAC 1993), yang meliputi:

• Bebas dari kehausan, kelaparan dan kekurangan gizi;

• Penyediaan kenyamanan pada tempat tinggal yang sesuai;

• Pencegahan atau diagnosis cepat dan perawatan cedera, penyakit atau

infestasi parasit;

• Bebas dari stress;

• Kemampuan untuk menampilkan pola-pola perilaku normal.

Kennel Terkait Kesejahteraan Hewan

Para ilmuwan kesejahteraan hewan dan peneliti psikologis (Gosling 2001;

Gosling dan John 1999; Gosling dan Vazire 2002; Gosling, Kwan dan John 2003;

Ledger 2004) telah melakukan penelitian untuk lebih memahami emosi hewan.

Menurut Ledger (2004), kecemasan, frustrasi, takut dan depresi adalah bentuk

yang paling umum dari gangguan emosi pada hewan di kennel. Perilaku

kecemasan adalah penghentian perilaku normal termasuk makan, minum, dan

bersosialisasi, bersamaan dengan upaya menarik perhatian melalui

menggonggong atau menghindari perhatian dengan mempertahankan sikap

waspada (hipersensitif terhadap rangsangan lingkungan yang ditandai dengan

pupil melebar, mencondongkan telinga dan sikap kaku) di mana lingkungan

sekitarnya terus dievaluasi.

Ketakutan adalah menunjukkan sikap mencoba untuk melarikan diri,

bersembunyi, berkerumun, dan gemetar sebagai akibat dari kurangnya akses

terhadap rangsangan. Banyak hewan dapat menjadi frustrasi dan mondar-mandir

dengan menampilkan perilaku perpindahan tersebut, berputar-putar, dan

melompat-lompat ke dinding. Setelah usaha yang gagal dalam mengatasi kondisi

lingkungan, banyak hewan mungkin menampilkan perilaku depresi seperti lesu

dan tidak adanya respon.

Pada tempat penampungan, anjing sering ditempatkan dalam kandang

tunggal dengan pagar kawat yang memungkinkan untuk kontak visual, auditori

(25)

merangsang perilaku menggonggong dan agresif (Fox 1965; Wells 2004) dan

memberikan kontribusi untuk menjaga makanan dan kandangnya (Reid et al.

2004). Sikap agresif anjing antar kandang dapat meningkatkan perilaku agresif

pada manusia yang melewati batas-batas wilayahnya (Lindsay 2000).

Meskipun upaya untuk memperbaiki perilaku anjing selama di kennel

sering diarahkan pada memperkaya sarana dan prasarana lingkungan (misalnya

dengan meningkatkan ukuran kandang, menyediakan meubel dan mainan),

pengayaan juga difokuskan pada menyediakan lebih banyak kontak dengan

manusia (Hetts et al. 1992; Hubrecht 1993; Hubrecht et al. 1992; Wells and

Hepper 2000). Keragaman dalam kualitas perawatan yang diberikan kepada

anjing di kennel, kemungkinan besar berkontribusi terhadap stres yang dialami

oleh banyak anjing di lingkungan kennel (Beerda et al. 2000).

Selama di penampungan pada umumnya anjing menerima interaksi

dengan manusia tergolong kecil (0,3-2,5%) dari waktu yang diamati (Hubrecht et

al. 1992). Suatu situasi yang mungkin sangat sulit untuk anjing yang terbiasa

kontak dengan manusia (Fox 1986). Hubrecht (1993) mengemukakan bahwa

anjing yang diberikan peningkatan penanganan sehari-hari selama 30 detik,

menunjukkan penurunan perilaku merusak dan lebih mudah bergaul dengan

orang asing.

Kandang berkelompok dapat memperbaiki beberapa efek isolasi dengan

memungkinkan anjing untuk berperilaku sosial, dengan meningkatkan

kompleksitas fisik dan ukuran kennel (Hubrecht 1995). Kandang ini juga bisa

digunakan sebagai strategi awal intervensi untuk mencegah tindakan agresif,

misalnya anjing lebih tua mengajarkan hubungan antar anjing keterampilan sosial

(Loveridge 1998). Namun, kandang berkelompok mungkin tidak praktis untuk

tempat penampungan karena dapat meningkatkan resiko penularan penyakit,

dan tidak cocok karena takut pada anjing yang agresif (Hubrecht 1995).

Upaya dalam menjaga kualitas hidup anjing peliharaan di Inggris yang

mengacu pada Undang-Undang Kesejahteraan Hewan no. 9 Tahun 2006

(Animal Welfare Act 2006 no. 9), sebagai berikut:

(a) kebutuhan akan lingkungan yang sesuai;

(b) kebutuhan diet makanan yang cocok;

(c) kebutuhan untuk dapat menunjukkan pola perilaku yang normal;

(d) kebutuhan harus ditempatkan dengan, atau terpisah dari hewan lain,

(26)

Menurut Undang-Undang Kesejahteraan Hewan No. 9 Tahun 2006

bahwa pemilik harus selalu bertanggung jawab terhadap kebutuhan anjing. Jika

pemilik tidak dapat merawat anjingnya, maka harus mempersiapkan orang lain

yang cocok dengan pekerjaan tersebut. Orang yang dipercaya untuk merawat

anjing oleh pemiliknya, maka ia juga akan bertanggung jawab secara hukum

untuk kesejahteraan anjing tersebut. Jika pemilik atau yang bertanggung jawab

terhadap anjing tersebut gagal dalam memenuhi kebutuhan kesejahteraan yang

menyebabkan penderitaan, maka mereka akan dituntut berdasarkan

Undang-Undang yang berlaku.

Undang-Undang Kesejahteraan Hewan No. 9 Tahun 2006 dapat dipenuhi

apabila adanya suatu aturan sebagai penjelasan. Berdasarkan hal ini maka

dibuat suatu standar yaitu Code of practice for the welfare of dogs 2009 (DEFRA

2009). Kode/standar ini bertujuan untuk memberikan bimbingan praktis dalam

membantu pemilik memenuhi ketentuan tersebut. Standar ini tidak menjelaskan

secara spesifik bagaimana cara merawat anjing, namun meringkas hal-hal

penting yang harus dipertimbangkan ketika membuat keputusan tentang cara

terbaik merawat anjing.

a. Kebutuhan akan lingkungan yang nyaman

Standar ini dapat dijelaskan sebagai berikut:

Lingkungan yang nyaman sangat diperlukan oleh anjing, maka ketersediaan

tempat yang cocok untuk hidup anjing dapat diupayakan dengan cara:

• Menyediakan lingkungan yang aman dan bersih dengan memberikan perlindungan yang memadai

• Menyediakan tempat yang nyaman, bersih, kering, tenang dan bebas dari aliran udara sisa

• Menyediakan tempat yang cukup agar anjing dapat bergerak untuk menghindari hal-hal yang menakutinya

• Jika anjing di kennel atau diikat, maka harus sering diperiksa dan dipastikan tidak dalam bahaya atau tertekan

• Menyediakan akses tempat yang jauh dari area istirahat yang bisa digunakan sebagai tempat membuang kotoran

• Pastikan bahwa setiap kandang cukup besar, nyaman dengan ventilasi yang efektif dengan pengontrol suhu dan anjing dapat bergerak untuk

menghindari suhu terlalu panas atau terlalu dingin

(27)

• Jangan biarkan anjing tanpa pengawasan dalam situasi atau periode waktu yang mungkin dapat menyebabkan kesulitan.

b. Kebutuhan diet yang sesuai

Anjing memerlukan pola makan yang teratur dan gizi seimbang. Kebutuhan

diet yang sehat dapat diupayakan dengan cara:

• Menyediakan air minum yang bersih dan segar setiap saat. Apabila air minum anjing tidak tersedia, maka memberi air minum yang sama dengan

air minum pemiliknya

• Anjing harus dapat menjangkau makanan dan air dengan mudah dalam segala situasi

• Memberikan makanan yang memiliki diet seimbang dan sesuai bagi kebutuhan individu, yang dapat menjaga kestabilan berat badan.

Kebutuhan diet harus disesuaikan dengan usia, tingkat aktivitas, jenis

kelamin, kondisi mengandung dan menyusui, serta keadaan

kesehatannya. Makanan yang diberikan tidak terlalu banyak atau dapat

menyebabkan anjing menjadi gemuk dan tidak memberi makan terlalu

sedikit atau menyebabkan kekurangan berat badan

• Setiap perubahan jumlah makan atau minum merupakan tanda dari kesehatan yang buruk

• Mengikuti aturan makan sesuai petunjuk pada setiap makanan anjing yang digunakan

• Menyediakan semua kebutuhan asupan (termasuk untuk anak anjing) yang memiliki kebutuhan khusus dengan kebutuhan diet

• Makanan anjing yang direkomendasikan oleh dokter hewan atau spesialis perawatan anjing atau sumber lainnya yang akurat

• Memberi makan anjing dewasa sekurang-kurangnya satu kali setiap hari, kecuali adanya anjuran lain dari dokter hewan

• Tidak mengubah program diet anjing secara tiba-tiba. Perubahan harus dilakukan secara bertahap selama beberapa hari

(28)

c. Mampu menunjukkan pola perilaku normal

Anjing peliharaan dapat menunjukkan perilaku normal, apabila pemilik

memperhatikan dan memenuhi syarat sebagai berikut:

• Memastikan anjing cukup mampu berekspresi sehingga tidak merasa tertekan atau bosan

• Memastikan anjing memiliki akses terhadap mainan yang aman dan objek yang cocok untuk bermain dan mengunyah

• Anjing dapat beristirahat tanpa adanya gangguan. Anak anjing dan anjing tua mungkin perlu istirahat lebih banyak

• Menyediakan waktu untuk latihan dan bermain dengan orang lain secara teratur

• Memberikan latihan yang dibutuhkan, sekurang-kurangnya setiap hari kecuali jika dokter hewan tidak merekomendasikan. Rangsangan aktif

dari latihan diperlukan untuk menjaga kesehatan

• Kebutuhan akan olahraga diperlukan saran dari dokter hewan atau spesialis perawatan anjing

• Setiap perubahan perilaku yang ditunjukkan oleh anjing, diperlukan saran dari dokter hewan. Seperti anjing mungkin merasa tertekan, bosan, sakit

atau cedera

• Semua anjing harus dilatih untuk berperilaku baik. Usia ideal anjing untuk dilatih, dimulai dari umur anjing sangat muda. Menggunakan metode

pelatihan rewardbased dengan menghindari kekerasan yang berpotensi

menyakitkan atau menakutkan.

d. Kebutuhan kebersamaan dengan pemilik

Anjing peliharaan memerlukan suasana kebersamaan dengan pemilik. Hal

ini dapat dilakukan dengan cara:

• Memberikan kesempatan untuk bersama dengan anjing, sehingga cenderung tidak menjadi kesepian atau bosan

• Memastikan anjing peliharaan tidak ditinggalkan sendiri dalam waktu cukup lama. Karena dapat menyebabkan anjing tertekan

• Melatih anjing untuk bersikap bersahabat dan berinteraksi dengan anjing lainnya secara teratur

(29)

• Memelihara beberapa ekor anjing, diperlukan tempat untuk dapat bersama-sama. Anjing-anjing tersebut akan saling memerlukan satu

sama lain. Namun diperlukan ruangan yang cukup luas

• Anjing yang hidup bersama pemilik, harus disediakan sumber daya ekstra (misalnya mainan, tempat tidur, makanan dan mangkuk air dan

tempat-tempat dimana mereka merasa aman)

• Jika anjing merasa takut atau agresif terhadap anjing lain, maka harus menghindari situasi yang dapat menyebabkan perilaku takut dan meminta

nasehat pada dokter hewan atau spesialis perawatan anjing

• Perawatan dan penanganan anjing dilakukan dengan benar, tidak stres atau terancam oleh orang dewasa, anak-anak atau hewan lain termasuk

orang yang menjaga anjing ketika pemilik jauh dari rumah

• Pemilik, keluarga dan teman konsisten dalam cara bereaksi terhadap anjing dan tidak mendorong untuk menjadi agresif atau perilaku

anti-sosial

• Memastikan anjing dirawat dengan baik oleh orang yang bertanggung jawab ketika anjing tersebut jauh dari pemilik. Perawat anjing juga

memiliki tanggung jawab hukum untuk menjamin kesejahteraan dan

pemilik harus memastikan bahwa mereka memahami kebutuhan dan

persyaratan khusus yang mungkin ada

• Menghindari anjing tanpa pengawasan saat bersama dengan hewan lain atau orang lain yang mungkin sengaja atau tidak sengaja menyakiti atau

menakut-nakutinya

e. Terlindung dari kesakitan, penderitaan, cidera dan penyakit

Anjing memerlukan perlidungan dari rasa kesakitan, penderitaan, cidera

dan penyakit dengan memberikan jaminan agar tetap sehat. Langkah-langkah

yang harus dilakukan adalah sebagai berikut:

• Mengambil tindakan pencegahan untuk menjaga anjing agar tetap aman dari cedera

• Mengikuti saran doker hewan apabila munculnya perubahan perilaku • Memeriksakan kesehatan anjing secara teratur dan melihat apabila ada

tanda-tanda cedera, penyakit atau sakit. Perawat anjing juga harus dapat

memastikan gejala-gejala tidak normal

(30)

• Mengenali tanda-tanda dan gejala penyakit atau menduga bahwa anjing sakit atau cedera, dengan segera menghubungi dokter hewan dan

mengikuti anjuran tentang pengobatannya

• Melakukan pemeriksaan kesehatan anjing secara teratur pada dokter hewan, dengan mengikuti saran yang diberikan

• Dokter hewan adalah orang terbaik untuk berkonsultasi secara rutin tentang kesehatan, vaksinasi dan perawatan untuk mengendalikan

parasit (misalnya kutu dan cacing)

• Jika anjing dipelihara di luar rumah, maka lingkungan sekitarnya harus dibersihkan secara teratur untuk menghindari penularan penyakit

• Anjing hanya diberi obat dengan obat-obatan yang secara khusus diresepkan atau disarankan oleh dokter hewan

• Kekhawatiran akan kemungkinan anjing telah memakan suatu benda atau kontak dengan bahan berbahaya, dapat diatasi dengan memeriksakan

pada dokter hewan

• Anjing diharuskan untuk memakai tali leher dan identitas sebagai tanda saat di tempat umum. Ukuran tali leher tidak boleh menyebabkan rasa

sakit atau ketidaknyamanan. Jika menggunakan microchip sebagai

bentuk identifikasi, maka harus menjaga agar database microchip selalu

up to date dengan perubahan

(31)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian berlangsung selama empat bulan dimulai dari bulan Januari

sampai dengan April 2012. Pelaksanaannya pada kennel-kennel yang berlokasi

di lima wilayah DKI Jakarta dan Laboratorium Epidemiologi, Bagian Kesehatan

Masyarakat Veteriner, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan

Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.

Kerangka Konsep Penelitian

Penelitian ini menggunakan beberapa peubah yang terdiri dari:

karakteristik pemilik kennel, pengetahuan pemilik kennel, dan sikap pemilik

kennel terhadap kesejahteraan hewan. Ketiga peubah ini akan dihubungkan

dengan praktik pemilik kennel untuk melihat kondisi kesejahteraan hewan,

seperti terlihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Kerangka Konsep Penelitian.

Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan kajian lapang cross-sectional study, dengan

menggunakan kuesioner sebagai perangkat untuk mengukur tingkat

pengetahuan, sikap dan praktik dari responden (Giuseppe et al. 2008; Lin et al.

2011; Pfeil et al. 2010). Metode wawancara terhadap pemilik kennel dengan

Karakteristik Pemilik Kennel

• Umur

• Pendidikan formal • Pelatihan

• Pengalaman usaha • Skala usaha

Pengetahuan Pemilik Kennel

Sikap Pemilik Kennel

Praktik Pemilik Kennel

(32)

menggunakan kuesioner dan observasi terhadap kennel menggunakan checklist

berkaitan dengan kesejahteraan hewan. Kuesioner dan checklist sebelum

digunakan terlebih dahulu diuji dengan pre-test kuesioner untuk estimasi waktu

wawancara dan melihat tingkat kesulitan pertanyaan dalam kuesioner. Uji

validitas dan reliabilitas kuesioner dilakukan untuk menilai kelayakan kuesioner

sebagai perangkat penelitian. Kuesioner berisi beberapa pertanyaan mengenai

pengetahuan, sikap dan praktik kesejahteraan hewan. Isi checklist memuat

pertanyaan terhadap kondisi kesejahteraan hewan di lapangan.

Responden dan Sampel

Responden yang akan diwawancarai adalah pemilik kennel. Sampel

responden akan diambil pada kennel yang terdapat di lima wilayah Jakarta

berdasarkan data sekunder dari Perkumpulan Kinologi Indonesia (Perkin) Jaya

tahun 2011. Besaran sampel responden yang akan diambil sebanyak 87 sampel

responden dari 831 pemilik kennel. Besaran sampel responden dihitung

menggunakan Win Episcope 2.0 dengan asumsi proporsi pemilik kennel yang

menerapkan prinsip kesejahteraan hewan adalah 50 %, tingkat kesalahan 10 %

dan tingkat kepercayaan 95 % (Billaud dan Leslie 2007). Besaran sampel

responden untuk setiap wilayah ditentukan secara proporsional dengan

menggunakan metode pengambilan contoh acak sederhana (Tabel 1).

Tabel 1 Besaran sampel pemilik kennel di wilayah DKI Jakarta

No Wilayah Populasi pemilik

kennel

Pembobotan dan Penilaian Kuisioner

 Penilaian Tingkat Pengetahuan Pemilik Kennel

Menurut Hart et al. 2007, responden diberikan tiga pilihan jawaban yaitu

‘benar’, ‘salah’, dan ‘tidak tahu’. Untuk penilaian tingkat pengetahuan pemilik

kennel, dirancang sebanyak 20 pertanyaan. Pertanyaan-pertanyaan tersebut

terdiri dari pertanyaan positif yaitu jawaban benar adalah jika responden

(33)

adalah jika responden memilih jawaban ‘salah’. Pertanyaan positif dan negatif

tersebut berguna untuk menghilangkan bias dari jawaban responden.

Setiap jawaban yang benar dari pertanyaan mengenai praktik

kesejahteraan hewan diberikan nilai 1. Sementara jawaban yang salah dan

tidak tahu diberikan nilai 0 (Palaian et al. 2006). Dengan demikian untuk

tingkat pengetahuan, nilai maksimumnya adalah 20 dan nilai minimumnya

adalah 0. Berdasarkan kriteria penilaian di atas, maka untuk menilai tingkat

pengetahuan pemilik kennel terhadap praktik kesejahteraan hewan adalah

sebagai berikut :

• Pengetahuan buruk jika nilai < 7

• Pengetahuan sedang jika nilai antara 7 – 14 • Pengetahuan baik jika nilai > 14

 Penilaian Tingkat Sikap Pemilik Kennel

Penilaian tingkat sikap pemilik kennel dirancang 20 pernyataan mengenai

praktik kesejahteraan hewan. Dengan menggunakan skala Likert yaitu

“setuju’, ‘tidak setuju’, dan ‘ragu-ragu’. Setiap jawaban yang benar dari

pernyataan mengenai praktik kesejahteraan hewan diberikan nilai 3, jawaban

netral (ragu-ragu) diberikan nilai 2 dan jawaban salah diberikan nilai 1.

Dengan demikian untuk tingkat sikap, nilai maksimumnya adalah 60 dan nilai

minimumnya adalah 20. Berdasarkan kriteria penilaian di atas, maka untuk

menilai tingkat sikap pemilik kennel terhadap praktik kesejahteraan hewan

adalah sebagai berikut :

• Sikap negatif jika nilai < 33

• Sikap netral jika nilai antara 33 - 46 • Sikap positif jika nilai > 46

 Penilaian Tingkat Praktik Kesejahteraan Hewan

Untuk penilaian tingkat praktik pemilik kennel terhadap kesejahteraan

hewan, dirancang sebanyak 20 pertanyaan yang terdiri dari 4 pertanyaan

praktik pemberian makan dan minum, 4 pertanyaan praktik perlakuan

kenyamanan, 4 pertanyaan praktik perawatan kesehatan, 4 pertanyaan

praktik memberikan ruang gerak, dan 4 pertanyaan praktik perlakuan baik dan

tidak kasar. Pertanyaan tersebut memiliki jawaban ‘ya’ dan ‘tidak’. Penilaian

(34)

demikian untuk tingkat praktik kesejahteraan hewan nilai maksimumnya

adalah 20 dan nilai minimumnya adalah 0.

Kemudian dilakukan observasi untuk menilai tingkat kesejahteraan hewan

dengan menggunakan checklist. Terdapat 10 penilaian observasi dengan

memberikan nilai 1 untuk melakukan standar kesejahteraan hewan dan nilai 0

untuk yang tidak melakukan standar kesejahteraan hewan. Hasil penilaian

total untuk tingkat kesejahteraan hewan adalah penjumlahan antara praktik

kesejahteraan hewan (20 poin) dan hasil observasi (10 poin). Dengan

demikian nilai maksimumnya adalah 30 dan nilai minimumnya adalah 0.

Berdasarkan kriteria penilaian diatas, maka untuk menilai tingkat pengetahuan

pemilik kennel terhadap praktik kesejahteraan hewan adalah sebagai berikut : • Praktik kurang jika nilai < 10

• Praktik cukup jika nilai antara 10 – 20 • Praktik baik jika nilai > 20

Definisi Operasional

Istilah variabel yang digunakan dalam penelitian perlu dirumuskan dalam

definisi operasional, yang terdiri dari :

1. Karakteristik pemilik: merupakan ciri-ciri individu pemilik kennel yang

relatif tidak berubah dalam waktu singkat. Data karakteristik pemilik

kennel yang dimaksudkan disini meliputi umur, tingkat pendidikan,

pelatihan, pengalaman dalam usaha dan skala usaha

2. Kennel: merupakan bangunan atau komplek dengan perancangan dan

syarat tertentu untuk digunakan sebagai tempat pemeliharaan, perawatan

dan perkembangbiakan anjing

3. Kesejahteraan hewan: syarat yang harus dipenuhi berdasarkan 5 prinsip

kebebasan hewan yaitu: a) Bebas dari haus dan lapar; b) Bebas dari tidak

nyaman, contoh: kandang tidak terlalu sempit, alas kandang tidak kasar,

terlindung dari panas dan hujan; c) Bebas dari sakit, luka dan penyakit.

Apabila hewannya sakit segera dibawa ke dokter hewan, dan

pencegahan penyakit dengan vaksinasi; d) Bebas mengekspresikan

perilaku alamiahnya. Tidak dikekang atau diikat dengan rantai pendek

secara terus menerus; e) Bebas dari stres dan tertekan. Tidak

diperlakukan dengan kasar dan kejam serta tidak menempatkan anjing

(35)

4. Umur: adalah usia responden pemilik kennel pada jarak ulang tahun

terdekat

5. Tingkat pendidikan : adalah jumlah tahun dari jenjang pendidikan sekolah

(pendidikan formal) yang pernah ditempuh pemilik kennel. Pendidikan

formal dikategorikan menjadi 3 kelompok, yaitu rendah (tidak sekolah dan

SD), sedang (SLTP dan SLTA) dan tinggi (perguruan tinggi)

6. Pelatihan: merupakan pendidikan di luar sekolah (non formal) yang

pernah dilakukan/diikuti pemilik kennel. Pelatihan responden

dikategorikan: rendah (tidak pernah ikut), sedang (pernah ikut 1-2 kali)

dan tinggi (pernah ikut > 2 kali)

7. Pengalaman usaha: adalah rentang waktu dari saat dimulainya kegiatan

usaha kennel sampai dengan dilakukan wawancara. Ini diklasifikasikan

rendah (< 5 tahun), sedang (6-10 tahun) dan tinggi (> 10 tahun)

8. Skala usaha: merupakan skala yang dibagi dalam tiga kategori: kecil (<

20 ekor/tahun), sedang (21-40 ekor/tahun) dan besar (> 40 ekor/tahun)

9. Pengetahuan: merupakan tingkat penguasaan mengenai fakta-fakta yang

berhubungan dengan pengelolaan kennel dari aspek kesejahteraan

hewan, yang ditunjukkan oleh skor indeks

10. Sikap: merupakan keyakinan, perasaan atau penilaian yang bersifat

positif atau negatif terhadap kepentingan kesejahteraan hewan (objek

sikap)

11. Praktik: merupakan kegiatan atau tindakan nyata yang dilakukan oleh

responden pemilik kennel dalam penerapan kesejahteraan hewan,

termasuk penyediaan sarana yang diperlukan sebagai pendukung.

Analisis Data

Analisis data menggunakan software Microsoft Excel 2007 dan SPSS 16.

Data yang terkumpul diolah dan dianalisis dengan Uji Gamma untuk melihat

adanya hubungan/korelasi antara peubah-peubah yang diamati dan untuk

mengetahui asosiasi antara peubah-peubah yang berskala ordinal (Agresti dan

(36)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Deskripsi Daerah Penelitian

Kondisi Umum Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta

Letak dan Topografi DKI Jakarta. Menurut Peraturan Daerah Provinsi

Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 1 Tahun 2008 (PERDA Provinsi DKI

Jakarta No.1/2008) Tentang “Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah

Tahun 2007-2012”, DKI Jakarta terletak pada posisi 6°12’ Lintang Selatan dan

106°48’ Bujur Timur. Secara administratif, Provinsi DKI Jakarta terbagi menjadi 5

wilayah kotamadya dan satu kabupaten, yakni: Kotamadya Jakarta Pusat,

Jakarta Utara, Jakarta Barat, Jakarta Selatan dan Jakarta Timur, serta

Kabupaten Kepulauan Seribu.

Adapun batas-batas wilayah DKI Jakarta adalah sebagai berikut:

- Sebelah Utara dengan Laut Jawa;

- Sebelah Selatan dan Timur berbatasan dengan Kota Depok, Kabupaten

Bogor, Kota Bekasi dan Kabupaten Bekasi;

- Sebelah Barat dengan Kota Tangerang dan Kabupaten Tangerang.

Secara geologis, seluruh dataran terdiri dari endapan pleistocene yang

terdapat pada ±50 m di bawah permukaan tanah. Bagian Selatan terdiri atas

lapisan alluvial, sedang dataran rendah pantai merentang ke bagian pedalaman

sekitar 10 km. Di bawahnya terdapat lapisan endapan yang lebih tua yang tidak

tampak pada permukaan tanah karena seluruhnya tertimbun oleh endapan

alluvium. Di wilayah bagian Utara baru terdapat lapisan keras pada kedalaman

10-25 m, makin ke Selatan permukaan keras semakin dangkal 8-15 m. Pada

bagian tertentu juga terdapat lapisan permukaan tanah yang keras dengan

kedalaman 40 m.

DKI Jakarta terdiri dari dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 7

meter di atas permukaan laut. Keadaan Kota Jakarta umumnya beriklim panas

dengan suhu udara maksimum berkisar 32,7° C - 34° C pada siang hari dan

suhu udara minimum berkisar 23,8° C - 25,4° C pada malam hari. Rata-rata

curah hujan sepanjang tahun 237,96 mm. Selama periode 2002-2006 curah

hujan terendah sebesar 122 mm terjadi pada tahun 2002 dan tertinggi sebesar

267,4 mm terjadi pada tahun 2005, dengan tingkat kelembaban udara mencapai

(37)

Luas Wilayah. Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta.

Nomor 1 tahun 2008, Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Daerah Tahun 2007-2012, luas wilayah Provinsi DKI Jakarta adalah 7.659,02

km2. Terdiri dari daratan seluas 661,52 km2 (Tabel 2), termasuk 110 pulau di

Kepulauan Seribu dan lautan seluas 6.997,50 km2.

Tabel 2 Luas dataran wilayah DKI Jakarta

No Wilayah Luas Daratan (Km2) Persentase (%)

Sumber: PERDA Provinsi DKI Jakarta no.1 Tahun 2008

Keadaan Sosial Masyarakat. Masyarakat Provinsi DKI Jakarta berasal

dari bermacam-macam suku dan sangat heterogen. Jumlah penduduk Provinsi

DKI Jakarta sebanyak 9.588.198 jiwa yang terdiri dari penduduk laki-laki

sebanyak 4.859.272 jiwa (50,68%) dan perempuan sebanyak 4.728.926 jiwa

(49,32%) dengan rata-rata perbandingan sex ratio sebesar 103. Hal ini

menjelaskan bahwa dalam 100 orang perempuan terdapat 103 orang laki-laki

(Tabel 3). Kepadatan penduduk di Provinsi DKI Jakarta sebesar 14.469 jiwa/Km2.

Tabel 3 Jumlah Penduduk dan Jenis Kelamin Menurut Kabupaten/Kota

Kab/Kota Administrasi

(38)

Dilihat dari sisi kelompok umur, sebagian besar penduduk DKI Jakarta

berada pada kelompok usia produktif 15-64 tahun, yaitu sebesar 72,73% dari

total penduduk. Sementara proporsi penduduk yang berusia di bawah 15 tahun

sebanyak 23,80% dan proporsi penduduk usia lanjut (65 tahun ke atas) hanya

sebesar 3,47%. Semakin kecil proporsi penduduk yang berusia di bawah 15

tahun dan yang berusia 65 tahun ke atas, maka semakin rendah beban

tanggungan penduduk usia produktif (15-64 tahun). Umur merupakan salah satu

faktor yang dapat mempengaruhi pola fikir dan kemampuan individu untuk

bekerja, karena dengan umur dapat diketahui kemampuan dan pengalaman

seseorang. Dengan meningkatnya umur maka semakin banyak pengalaman dan

pengetahuan yang dimiliki.

Keadaan Ekonomi DKI Jakarta. Berdasarkan Peraturan Gubernur

Provinsi DKI Jakarta Nomor 59 tahun 2011 Tentang Rencana Kerja Pemerintah

Daerah (RKPD) tahun 2012, sebagai tulang punggung perekonomian Jakarta,

sektor jasa (tersier) memiliki peranan sebesar 71,28%. Pembentuk sektor tersier

meliputi sektor perdagangan, hotel dan restoran yang mempunyai kontribusi

terhadap perekonomian daerah sekitar 20,69%, sektor jasa keuangan, real

estate dan jasa perusahaan sekitar 27,74% dan sisanya diberikan oleh sektor

pengangkutan dan komunikasi sebesar 10,17% serta sektor jasa-jasa lainnya

sebesar 12,67%. Ini menunjukkan struktur perekonomian Jakarta sudah

mengarah kepada struktur jasa (service city). Penyumbang perekonomian

Jakarta lainnya adalah sektor sekunder yang terdiri dari sektor industri

pengolahan dan sektor konstruksi. Sektor industri pengolahan menyumbang

sekitar 15,73% sedangkan sektor konstruksi sebesar 11,42%. Sementara

sumbangan sektor primer di Jakarta hanya sebesar 0,53% yang terdiri dari sektor

pertanian sebesar 0,1% dan sektor pertambangan sebesar 0,43%.

Kondisi Umum Kennel di Provinsi DKI Jakarta

Berdasarkan data Perkin Jaya tahun 2011, bahwa yang terdaftar sebagai

anggota sebanyak 831 orang. Setiap anggotanya memiliki kennel dan tersebar di

wilayah: Jakarta Pusat, Jakarta Utara, Jakarta Timur, Jakarta Selatan dan

Jakarta Barat. Jumlah populasi pemilik kennel dapat dilihat melalui jumlah

anggota Perkin Jaya, yang mencerminkan jumlah kennel yang terdapat di

(39)

Tabel 4 Populasi pemilik kennel di wilayah DKI Jakarta

Karakteristik responden pemilik kennel yang diamati dalam penelitian ini

meliputi: (1) umur, (2) pendidikan formal, (3) pelatihan, (4) pengalaman usaha,

(5) skala usaha. Pengamatan terhadap variabel karakteristik ini untuk

mengetahui kondisi faktual karakteristik responden pemilik kennel dan untuk

melihat sejauh mana variabel-variabel ini memiliki hubungan dengan praktik

mereka terkait kesejahteraan hewan di kennel.

Umur

Umur merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi fungsi

biologis dan psikologis seseorang. Rentang usia responden pemilik kennel

berkisar 20 – 60 tahun. Menurut BPS DKI Jakarta (2011), usia produktif

penduduk DKI Jakarta adalah 15 – 65 tahun. Hasil pengamatan menunjukkan

proporsi responden didominasi oleh kelompok usia produktif, seperti yang terlihat

pada Tabel 5. Hal ini menunjukkan bahwa berdasarkan umur responden pemilik

kennel di Provinsi DKI Jakarta memiliki sumber daya manusia yang potensial

yang dapat meningkatkan pengetahuan, sikap maupun praktiknya terkait

kesejahteraan hewan dalam menyelenggarakan usaha kennel.

Pendidikan Formal

Pendidikan dapat menunjukkan intelegensi yang berhubungan dengan

daya pikir seseorang. Pendidikan formal dikategorikan menjadi 3 kelompok, yaitu

rendah (tidak sekolah dan SD), sedang (SLTP dan SLTA) dan tinggi (perguruan

tinggi). Tabel 5 memperlihatkan bahwa sebagian besar (82,8%) responden

memiliki tingkat pendidikan tinggi. Tingginya proporsi responden pemilik kennel

pada tingkat pendidikan tinggi memberikan indikasi bahwa kemungkinan untuk

mempelajari dan kemampuan untuk memahami suatu ilmu atau informasi baru

(40)

Tabel 5 Distribusi responden berdasarkan karakteristik

No Karakteristik Kategori Pemilik

kennel %

Rendah (tidak sekolah – SD) Sedang (SLTP – SLTA) Tinggi (Perguruan Tinggi)

Rendah (tidak pernah ikut) Sedang (pernah ikut 1-2 kali) Tinggi (pernah ikut > 2 kali)

Rendah (< 5 tahun) Sedang (6 – 10 tahun) Tinggi (> 10 tahun)

Kecil (lahir < 20 ekor/tahun) Sedang (lahir 21-40 ekor/tahun) Besar (lahir > 40 ekor/tahun)

0

Pelatihan responden dikategorikan: rendah (tidak pernah ikut), sedang

(pernah ikut 1-2 kali) dan tinggi (pernah ikut > 2 kali). Keikutsertaan responden

pemilik kennel dalam pelatihan sebagian besar (85%) berada dalam kategori

rendah dan sebagian kecil (15%) dalam kategori sedang, seperti yang tersaji

dalam Tabel 5. Hal ini memperlihatkan bahwa pada umumnya responden tidak

pernah mengikuti kursus atau pelatihan yang berkaitan dengan manajemen

pengelolaan, pemeliharaan dan perawatan anjing di kennel. Apalagi pelatihan

yang berkaitan dengan kesejahteraan anjing. Rendahnya intensitas responden

dalam mengikuti pelatihan disebabkan kurangnya penyelenggaraan pelatihan

yang berkaitan dengan kesejahteraan hewan oleh pihak-pihak terkait. Akibatnya

responden tidak memiliki kesempatan untuk mengikuti pelatihan, walaupun

kemungkinan responden memiliki keinginan untuk mengikuti pelatihan tersebut.

Pengalaman Usaha

Pengalaman usaha responden pemilik kennel dalam menjalankan usaha

kennel diklasifikasikan menjadi tiga kategori yaitu: rendah (<5 tahun), sedang

(6-10 tahun) dan tinggi (>(6-10 tahun). Hal ini menunjukkan bahwa kelompok

(41)

kelompok responden pengalaman usaha rendah (35,6%) dan kelompok

responden pengalaman usaha tinggi (27,6%), sebagaimana terdapat dalam

Tabel 5. Hasil ini menjelaskan bahwa kategori kelompok responden pengalaman

usaha sedang dan rendah lebih mendominasi. Kemungkinan diakibatkan oleh

semakin banyaknya informasi yang tersedia tentang manfaat dan prospek dari

usaha pemeliharaan dan pengembangbiakan anjing. Seiring dengan kemudahan

mendapatkan anjing anakan atau dewasa yang performanya baik dan menarik,

baik yang lokal maupun impor sebagai peliharaan atau dijadikan sebagai

indukan. Selain itu semua keperluan alat dan bahan untuk kebutuhan

pemeliharaan anjing sudah semakin mudah didapatkan dari petshop-petshop.

Sehingga memudahkan bagi yang mempunyai minat untuk berusaha kennel.

Skala Usaha

Tingkat skala usaha responden pemilik kennel dapat dilihat dari rata-rata

anak anjing yang lahir pertahun. Skala usaha dibagi dalam tiga kategori: kecil (<

20 ekor/tahun), sedang (21-40 ekor/tahun) dan besar (> 40 ekor/tahun). Hasil

pengamatan menunjukkan bahwa sebagian besar responden (40,2%) memiliki

skala usaha pada kategori besar, 26,5% skala usaha menengah dan 33,3%

skala usaha kecil (Tabel 5). Banyaknya anak anjing yang dihasilkan oleh

kennel-kennel yang terdapat di Provinsi DKI Jakarta selaras dengan bertambah

banyaknya peminat anjing yang mengakibatkan permintaan anak anjing menjadi

semakin tinggi.

Pengetahuan

Pengetahuan terkait kesejahteraan hewan dilihat dari lima aspek

kebebasan, yang meliputi : (1) bebas dari haus dan lapar, (2) bebas dari tidak

nyaman, (3) bebas dari sakit, luka dan penyakit, (4) bebas mengekspresikan

perilaku alamiah dan (5) bebas dari stres dan tertekan (Tabel 6).

Tabel 6 memperlihatkan bahwa sebagian besar responden (43,7%)

mempunyai pengetahuan tentang bebas dari haus dan lapar termasuk dalam

kategori sedang. Responden mengetahui bahwa hal yang mendasar dalam

pemeliharan anjing adalah dengan memperhatikan pola makan dan minum yang

sesuai dengan kebutuhan anjing tersebut. Pengetahuan akan perlunya

ketersediaan air minum, keseimbangan kadar gizi yang dikandung dalam

(42)

dapat menimbulkan penyakit. Beberapa faktor yang mempengaruhi pola makan

anjing seperti: ukuran badan, ras, usia, kehamilan dan diet akibat penyakit.

Tabel 6 Distribusi responden berdasarkan indikator pengetahuan terkait kesejahteraan hewan

Indikator Pengetahuan dari Lima Aspek

Kesejahteraan

Kategori Responden %

Bebas dari Haus dan Lapar

Bebas dari Tidak Nyaman

Bebas dari Sakit, Luka dan Penyakit

Bebas Mengekspresikan Perilaku Alamiahnya

Bebas dari Stres dan Tertekan

Sebagian responden (36,8%) memiliki pengetahuan tentang bebas dari

tidak nyaman dengan kategori sedang, 32,2% responden kategori buruk dan

31% responden kategori baik (Tabel 6). Hal ini mengindikasikan bahwa secara

umum pengetahuan responden mencakup kebersihan kandang, kenyamanan

anjing beristirahat/tidur, udara segar dalam kandang dan lantai kandang tidak

licin karena dapat menyebabkan anjing cidera adalah memadai.

Sebagian besar responden (41,4%) memiliki pengetahuan tentang bebas

dari rasa sakit, luka dan penyakit dengan kategori baik. Kondisi ini diperlihatkan

oleh pernyataan responden tentang cara mencegah penyakit menular pada

anjing maupun yang bersifat zoonosis, mengobati anjing jika sakit, memberikan

obat cacing dan dalam melakukan tindakan-tindakan tersebut dengan melibatkan

dokter hewan.

Pada Tabel 6 menunjukkan bahwa pengetahuan responden tentang

(43)

(36,8%) dan sedang (36,8%). Hasil ini menunjukkan bahwa pengetahuan

responden cenderung baik akan perlunya memberikan ruang gerak yang cukup,

tidak secara terus menerus berada di kandang atau diikat. Dengan cara

meluangkan waktu untuk berlatih sambil bermain bersama anjing peliharaan di

ruang terbuka, berjalan beriringan dan bersosialisasi dengan anjing peliharaan

lain. Apabila anjing dalam kondisi terikat, rantai/tali tidak pendek dan ikatan leher

tidak ketat, yang dapat menyebabkan luka dan sulit bernafas.

Sebagian (37,9%) responden memiliki pengetahuan tentang bebas dari

rasa stres dan tertekan dengan kategori sedang, 35,6% kategori baik dan 26,4%

kategori buruk. Hasil pernyataan responden tentang bagaimana memperlakukan

anjing peliharaan cukup memadai dengan penuh perhatian, kesabaran dalam

melatih dan kasih sayang agar perasaannya tenang. Dengan demikian anjing

tidak stres dan tidak merasa tertekan.

Berdasarkan indikator pengetahuan terhadap kelima aspek kebebasan di

atas, maka secara kumulatif pengetahuan responden pemilik kennel di Provinsi

DKI Jakarta dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Kumulatif pengetahuan responden terkait kesejahteraan hewan

Responden Kategori Responden % Pengetahuan Buruk

Sedang Baik

5 67 15

5,8 77,0 17,2

Jumlah 87 100

Tabel 7 menunjukkan bahwa sebanyak 67 responden (77%) memiliki

pengetahuan tentang kesejahteraan hewan termasuk dalam kategori sedang,

17,2% responden termasuk dalam kategori baik dan 5,8% responden kategori

buruk. Hasil ini mengindikasikan bahwa responden telah memahami tentang

kesejahteraan hewan baik yang menyangkut bebas dari haus dan lapar; bebas

dari tidak nyaman; bebas rasa sakit, luka dan penyakit; bebas mengekspresikan

perilaku alamiahnya; dan bebas dari stres dan tertekan. Banyaknya tingkat

pengetahuan responden kategori sedang terutama diperoleh dari pengalaman

atau kebiasaan-kebiasaan mereka dalam pemeliharaaan anjing di kennel.

Hampir seluruh pengetahuan responden diperoleh secara otodidak karena belum

(44)

Sikap

Sikap terhadap kesejahteraan hewan dilihat dari lima aspek kebebasan

(five freedom), yang meliputi : (1) bebas dari rasa haus dan lapar, (2) bebas dari

rasa tidak nyaman, (3) bebas dari rasa sakit, luka dan penyakit, (4) bebas

mengekspresikan perilaku alamiah dan (5) bebas dari rasa stres dan tertekan

(Tabel 8).

Tabel 8 Distribusi responden berdasarkan indikator sikap terkait

kesejahteraan hewan

Indikator Sikap dari Lima Aspek Kesejahteraan

Kategori Responden %

Bebas dari Haus dan Lapar

Bebas dari Tidak Nyaman

Bebas dari Sakit, Luka dan Penyakit

Bebas Mengekspresikan Perilaku Alamiahnya

Bebas dari Stres dan Tertekan

Negatif (skor < 6,66) Netral (6,67 < skor < 9,33) Positif (skor > 9,33)

Negatif (skor < 6,66) Netral (6,67 < skor < 9,33) Positif (skor > 9,33)

Negatif (skor < 6,66) Netral (6,67 < skor < 9,33) Positif (skor > 9,33)

Negatif (skor < 6,66) Netral (6,67 < skor < 9,33) Positif (skor > 9,33)

Negatif (skor < 6,66) Netral (6,67 < skor < 9,33) Positif (skor > 9,33)

34

Hasil penelitian (Tabel 8) memperlihatkan bahwa sebagian besar

responden (48,3%) memilki sikap tentang bebas dari rasa haus dan lapar

termasuk dalam kategori netral, 39,1% kategori negatif dan 12,6% kategori

positif. Responden menunjukkan sikap setuju bahwa hal yang mendasar dalam

pemeliharan anjing dengan memperhatikan pola makan dan minum yang sesuai

dengan kebutuhan anjing dan keterkaitan dengan keseimbangan kadar gizi yang

diperoleh dari makanan. Sikap responden ini memadai dengan merasakan

bahwa menerapkan pola makan/minum yang teratur, menjaga keseimbangan

gizi, mengatur diet untuk membentuk tubuh yang ideal dan mencegah anjing

(45)

Sebagian besar responden (42,5%) memiliki sikap tentang bebas dari

rasa tidak nyaman dengan kategori netral, 33,3% responden kategori negatif dan

24,1% responden kategori positif (Tabel 8). Hal ini mengindikasikan bahwa

secara umum sikap responden mencakup kebersihan kandang, kenyamanan

saat anjing beristirahat/tidur, udara yang segar dalam kandang dan lantai

kandang tidak licin karena dapat menyebabkan anjing cidera adalah cukup.

Sebagian responden (48,3%) memiliki sikap tentang bebas dari rasa

sakit, luka dan penyakit dengan kategori netral. Sikap responden ini

menunjukkan bahwa cukup setuju tentang cara mencegah penyakit menular

pada anjing maupun yang bersifat zoonosis, mengobati anjing jika sakit dan

memberikan obat cacing dengan bantuan dokter hewan.

Tabel 8 menunjukkan bahwa sikap responden tentang bebas

mengekspresikan perilaku alamiahnya didominasi oleh kategori negatif (35,6%)

dan netral (34,5%). Hasil ini menunjukkan bahwa sikap responden akan

perlunya memberikan ruang gerak, tidak menempatkan anjing secara terus

menerus di kandang atau diikat adalah tidak memadai. Hal ini dipengaruhi oleh

sebagian besar usaha kennel responden adalah usaha sampingan. Faktor

kesibukan dari pekerjaan utamanya yang membentuk pemikiran responden

bahwa memberikan ruang gerak dengan bermain dan berlatih, cukup pada saat

responden libur dari pekerjaan.

Sebagian (44,8%) responden memiliki sikap tentang bebas dari rasa stres

dan tertekan dengan kategori netral, 31% kategori positif dan 24,1% kategori

negatif dapat dilihat pada Tabel 8. Hasil sikap responden tentang bagaimana

memperlakukan anjing peliharaan agar perasaannya tenang dan melatihnya

dengan penuh kesabaran adalah memadai. Hal ini dirasakan oleh responden dari

memelihara anjing mendapatkan manfaat dan saling menguntungkan.

Berdasarkan indikator sikap terhadap kelima aspek kebebasan di atas,

maka secara kumulatif sikap responden pemilik kennel di Provinsi DKI Jakarta

dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Kumulatif sikap responden terkait kesejahteraan hewan

Responden Kategori Responden % Sikap Negatif

Netral Positif

16 63 8

18,4 72,4 9,2

Gambar

Gambar 1 Diagram tiga aspek kesejahteraan hewan
Gambar 2 Kerangka Konsep Penelitian.
Tabel 1 Besaran sampel pemilik kennel di wilayah DKI Jakarta
Tabel 3 Jumlah Penduduk dan Jenis Kelamin Menurut Kabupaten/Kota
+7

Referensi

Dokumen terkait

Victor H. Vroom, dalam bukunya yang berjudul “Work And Motivation” mengetengahkan suatu teori yang disebutnya sebagai “ Teori Harapan”. Menurut teori ini,

Berdasarkan hasil uji F ini dapat disimpulkan bahwa hipotesis pertama yang menyatakan LDR, IPR, NPL, APB, IRR, BOPO, FBIR, PR dan FACR secara bersama-sama

Oleh karena itu, mengingat pentingnya sensitivitas gender guru dalam menciptakan keadilan gender dalam pendidikan, perlu ada sebuah mekanisme yang dapat

Pada kepadatan populasi nematoda 1.600 JI/ml, semua isolat secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dalam mengakibatkan mortalitas larva S.. isolat

Perhitungan Posisi Devisa Neto per tanggal 31 Maret 2009 dan 2008 masingmasing berdasarkan pada Peraturan Bank Indonesia No. Berdasarkan peraturan-peraturan tersebut,

Human Recource Information Systems (HRIS) Human Recource Information Systems (HRIS) Automating Individual HR Tasks Automating Individual HR Tasks. Basic Form 

Kuesioner ini merupakan alat untuk menggali informasi mengenai pendapat saudara yang berkaitan mengenai pemanfaatan Koleksi buku langka yang ada di perpustakaan PPKS.. Jawaban

Salah satu alasan yang dapat digunakan adalah bahwa psikologi Islam menempatkan kembali kedudukan agama dalam kehidupan manusia yang dalam sejarah perkembangan ilmu