• Tidak ada hasil yang ditemukan

Risk Factors that Influence Biosecurity Practices in DKI Jakarta Bird Markets related to Avian Influenza

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Risk Factors that Influence Biosecurity Practices in DKI Jakarta Bird Markets related to Avian Influenza"

Copied!
113
0
0

Teks penuh

(1)

 

FA

B

DI W

AKTOR-FA

BIOSEKU

WILAYAH

AKTOR Y

RITI PED

DKI JAK

ARDILA

SEKOL

INSTITUT

YANG ME

DAGANG P

KARTA TE

ASUNU W

AH PASC

T PERTA

BOGO

2012

EMPENGA

PADA PA

ERKAIT A

WICAKSO

CASARJA

ANIAN BO

OR

2

 

ARUHI PR

ASAR BU

AVIAN INF

ONO

ANA

OGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Praktik Biosekuriti Pedagang pada Pasar Burung di Wilayah DKI Jakarta Terkait Avian Influenza adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juli 2012

Ardilasunu Wicaksono

(4)
(5)

ABSTRACT

ARDILASUNU WICAKSONO

.

Risk Factors that Influence Biosecurity Practices in DKI Jakarta Bird Markets related to Avian Influenza. Under direction of ETIH SUDARNIKA and CHAERUL BASRI.

The aim of this study were to analyze characteristics, knowledge, attitude and practice of bird vendors and to determine the risk factors toward biosecurity implementation related to avian influenza at bird markets. Data were collected from the four biggest bird markets in DKI Jakarta. Data were analysed to determine associations among these variables using path analysis and logistic regression analysis. In this study, the path analysis revealed that age, education, training, knowledge and attitude correlate directly with practice (p<0,05). On the other hand, logistic regression analysis revealed that low education compare to high education has odds ratio (OR) = 5.2 (1.5 – 17.8), lack of knowledge compare to good knowledge had OR = 34.3 (3.2 – 374.1), adequate knowledge compare to good knowledge had OR = 10.7 (1.2 – 95.1) and negative attitude compare to positive attitude had OR = 34.2 (2.9 – 406.1). In conclusions that the bird vendor’s characteristics, knowledge and attitude correlate significantly with practice of biosecurity and the bird vendor’s education, knowledge and attitude were the risk factors for the level of biosecurity related to avian influenza.

(6)
(7)

RINGKASAN

ARDILASUNU WICAKSONO. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Praktik Biosekuriti Pedagang pada Pasar Burung di Wilayah DKI Jakarta Terkait Avian Influenza. Dibimbing oleh ETIH SUDARNIKA dan CHAERUL BASRI.

Pasar burung hias/kesayangan diduga sebagai faktor penyebar virus avian influenza (AI). Hal ini terkait dengan keragaman multispesies yang dijual di sana sehingga memudahkan transmisi virus dari satu spesies unggas ke spesies unggas lainnya. Selain itu, faktor lain yang penting peranannya adalah kondisi biosekuriti di pasar burung tersebut. Biosekuriti menjadi kunci di dalam penanganan dan pencegahan terjadinya penyebaran virus AI pada suatu lokasi.

Banyak faktor risiko yang dapat meningkatkan peluang kejadian AI yang satu diantaranya adalah hal-hal yang terkait dengan praktik biosekuriti yang dilakukan oleh pedagang. Penerapan biosekuriti yang dilakukan di pasar burung diduga terkait dengan faktor pedagang di pasar tersebut. Faktor pedagang tersebut antara lain karakteristik, pengetahuan, sikap dan praktik pedagang yang merupakan faktor risiko yang berkaitan dengan penerapan biosekuriti di pasar burung. Dengan demikian perlu untuk diketahui pengaruh faktor risiko tersebut sehingga dapat diukur penerapan dan kondisi biosekuriti dan melihat pengaruhnya terhadap risiko terjadinya penyakit AI di pasar burung.

Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis tingkat pengetahuan, sikap dan praktik pedagang burung pada pasar burung di wilayah DKI Jakarta, menganalisis hubungan antara karakteristik, pengetahuan, sikap, dan praktik biosekuriti pedagang burung di wilayah DKI Jakarta, dan menganalisis peubah-peubah yang menjadi faktor risiko tingkat biosekuriti terkait AI. Hipotesis penelitian ini adalah terdapat hubungan yang nyata antara karakteristik, pengetahuan dan sikap terhadap praktik biosekuriti pedagang burung di wilayah DKI Jakarta.

Penelitian merupakan kajian lapang cross-sectional study dimana kajian ini menggunakan kuesioner sebagai perangkat untuk mengukur tingkat pengetahuan, sikap dan praktik dari responden. Penelitian dilakukan dengan metode wawancara pedagang burung dan observasi terhadap tempat penjualan burung terkait kondisi biosekuriti pasar burung. Wawancara dilakukan menggunakan kuesioner terstruktur, sementara observasi dilakukan dan dinilai menggunakan checklist. Pertanyaan pada kuesioner berisi mengenai karakteristik pedagang dan kios; manajemen pemeliharaan dan kesehatan; praktik biosekuriti yang mencakup isolasi, sanitasi, dan lalu lintas; pengetahuan pedagang; serta sikap pedagang terhadap praktik biosekuriti di pasar burung.

Checklist berisi mengenai kondisi biosekuriti yang ditemukan di lapangan.

Peubah yang diamati pada penelitian ini adalah karakterisitik pedagang yang mencakup umur, pendidikan, pengalaman, tujuan usaha, skala usaha, dan pelatihan, peubah pengetahuan, sikap dan praktik pedagang terkait biosekuriti, serta tingkat biosekuriti kios pedagang. Diambil sampel sebanyak 75 responden dari 321 pedagang di empat pasar burung wilayah DKI Jakarta. Besaran sampel tiap pasar dihitung sesuai dengan alokasi proporsional (proportional allocation) dari total jumlah populasi pedagang burung. Metode penarikan sampel yang dilakukan adalah menggunakan metode penarikan contoh acak sistematik.

(8)

berdasarkan penilaian atas pertanyaan-pertanyaan yang telah diajukan pada responden. Tingkat biosekuriti kios pedagang dikategorikan menjadi baik dan buruk berdasarkan penilaian praktik biosekuriti pedagang dan hasil penilaian dari

checklist. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan metode analisis lintas (path analysis) untuk mengetahui pengaruh langsung dan tidak langsung dari setiap peubah yang diamati terhadap praktik biosekuriti kemudian menggunakan analisis regresi logistik untuk menduga besarnya pengaruh (odds ratio/OR) dari masing-masing peubah yang diamati terhadap tingkat biosekuriti. Analisis data tersebut menggunakan program SPSS 16 dan Microsoft Excel 2007.

Dari data yang diperoleh, kebanyakan pedagang (57.3%) berumur tua (≥40 tahun) dengan tingkat pendidikan rendah (72%). Pengalaman berdagang burung pedagang terbanyak (61.3%) berada pada kisaran 6 – 20 tahun. Hampir keseluruhan pedagang (92%) berjualan burung sebagai pekerjaan pokok mereka dengan tingkat skala usaha kecil (77.3%). Banyak pedagang burung (84%) yang belum pernah mendapatkan pelatihan sama sekali mengenai manajemen pemeliharaan burung yang baik terkait praktik biosekuriti di pasar burung.

Dari penilaian pengetahuan pedagang mengenai biosekuriti, kebanyakan pedagang (44 orang atau 58.7%) memiliki tingkat pengetahuan yang sedang. Pada penilaian sikap pedagang mengenai biosekuriti, kebanyakan pedagang (46 orang atau 61.3%) memiliki sikap yang netral. Sementara itu, kebanyakan pedagang (52 orang atau 69.3%) memiliki tingkat praktik biosekuriti yang sedang.

Berdasarkan hasil analisis lintas dapat diketahui bahwa pengaruh langsung dari umur pedagang, tingkat pdidikan, pelatihan, pengetahuan dan sikap berkorelasi nyata terhadap praktik biosekuriti walaupun memberikan nilai korelasi yang lemah. Pengaruh langsung dari peubah yang diamati memberikan pengaruh langsung yang bernilai positif kecuali umur pedagang yang bernilai negatif. Disamping itu, terdapat pengaruh langsung yang tidak berkorelasi nyata pada peubah skala usaha dan pengalaman.

Peubah yang memiliki pengaruh tidak langsung terhadap praktik biosekuriti antara lain umur, tingkat pendidikan, pelatihan, pengalaman dan pengetahuan sementara peubah skala usaha dan sikap hanya memiliki pengaruh langsung terhadap praktik biosekuriti. Dari hasil analisis lintas diketahui bahwa umur, tingkat pendidikan, pelatihan dan pengetahuan berpengaruh nyata terhadap praktik biosekuriti walaupun memiliki pengaruh atau korelasi yang lemah. Peubah-peubah tersebut memiliki pengaruh langsung yang lebih kuat terhadap praktik biosekuriti dibandingkan pengaruh tidak langsungnya.

Hal lain yang dapat diketahui adalah terdapat hubungan nyata dengan pengaruh yang kuat antara pendidikan dengan pengetahuan, maka semakin tinggi pendidikan pedagang maka semakin tinggi tingkat pengetahuannya. Disamping itu, diketahui pula bahwa terdapat hubungan nyata dengan pengaruh yang sangat kuat antara pengetahuan dengan sikap yang berarti bahwa semakin tinggi pengetahuan pedagang mengenai biosekuriti maka semakin positif sikap yang dimiliki oleh pedagang untuk melakukan praktik biosekuriti.

Pada penilaian tingkat biosekuriti kios pedagang, didapatkan hasil bahwa sebanyak 53.3% pedagang masuk ke dalam kategori tingkat biosekuriti yang buruk dan sebanyak 46.7% pedagang masuk ke dalam kategori tingkat biosekuriti yang baik. Dari data ini dapat diketahui bahwa kios pedagang kebanyakan memiliki kondisi biosekuriti yang buruk walaupun dengan perbandingan yang hampir sama besar dengan kios pedagang yang memiliki kondisi biosekuriti yang baik.

(9)

mencuci kandang dengan air dan sabun dan praktik pengendalian lalat atau serangga di sekitar kandang burung. Aspek isolasi yang paling diabaikan oleh pedagang yaitu tidak adanya praktik pemisahan burung yang baru datang/masuk dan tidak adanya praktik pemisahan burung yang sakit. Aspek pengendalian lalu lintas yang paling diabaikan pedagang yaitu praktik kontrol lalu lintas tikus ke dalam kandang dan area penjualan burung. Seluruh praktik biosekuriti yang buruk tersebut dapat meningkatkan risiko penyebaran AI di dalam pasar burung.

Dari hasil analisis regresi logistik terhadap peubah yang diamati telah didapatkan nilai OR pada masing-masing peubah. Peubah-peubah yang berbeda nyata terhadap tingkat biosekuriti antara lain tingkat pendidikan, pengetahuan pedagang dan sikap pedagang. Peubah pertama yang memiliki nilai yang signifikan terhadap tingkat biosekuriti adalah tingkat pendidikan pedagang. Pedagang yang memiliki tingkat pendidikan rendah memperoleh kemungkinan atau odds sebesar 5.2 kali (1.5 – 17.9) untuk menerapkan biosekuriti yang buruk dibandingkan dengan pedagang yang memiliki tingkat pendidikan tinggi

Peubah kedua adalah pengetahuan pedagang terkait praktik biosekuriti terhadap tingkat biosekuriti. Pedagang yang memiliki pengetahuan yang rendah mengenai praktik biosekuriti memperoleh kemungkinan atau odds sebesar 34.3 kali (3.1 – 374.1) untuk menerapkan biosekuriti yang buruk dibandingkan dengan pedagang yang memiliki tingkat pendidikan tinggi. Selanjutnya, pedagang yang memiliki pengetahuan yang sedang atau cukup mengenai praktik biosekuriti memperoleh memperoleh kemungkinan atau odds sebesar 10.7 kali (1.2 – 95.1) untuk menerapkan biosekuriti yang buruk dibandingkan dengan pedagang yang memiliki tingkat pendidikan tinggi.

Peubah terakhir adalah sikap pedagang terkait praktik biosekuriti terhadap tingkat biosekuriti. Pedagang yang memiliki sikap yang negatif mengenai praktik biosekuriti memperoleh kemungkinan atau odds sebesar 34.2 kali (2.9 – 406.1) untuk menerapkan biosekuriti yang buruk dibandingkan dengan pedagang yang memiliki sikap yang positif.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah umur, tingkat pendidikan, pelatihan, pengetahuan, dan sikap pedagang mempengaruhi praktik biosekuriti pedagang dan faktor-faktor risiko yang paling berpengaruh terhadap tingkat biosekuriti kios pedagang antara lain tingkat pendidikan, pengetahuan, dan sikap pedagang. Secara umum sebagian besar (53.3%) kios pedagang burung di DKI Jakarta memiliki tingkat biosekuriti dengan kategori buruk sementara pengetahuan, sikap, dan praktik biosekuriti para pedagang berkategori sedang. Untuk memperbaiki tingkat biosekuriti menjadi lebih baik maka diperlukan penyuluhan dan pembinaan yang berkelanjutan mengenai biosekuriti sehingga memperbaiki pengetahuan, sikap, dan praktik biosekuriti pedagang burung dalam rangka pencegahan dan pengendalian avian influenza di DKI Jakarta.

(10)
(11)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(12)
(13)

   

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRAKTIK

BIOSEKURITI PEDAGANG PADA PASAR BURUNG

DI WILAYAH DKI JAKARTA TERKAIT AVIAN INFLUENZA

ARDILASUNU WICAKSONO

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(14)
(15)

Judul Tesis : Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Praktik Biosekuriti Pedagang pada Pasar Burung di Wilayah DKI Jakarta Terkait Avian Influenza

Nama : Ardilasunu Wicaksono

NIM : B251100041

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Etih Sudarnika, M.Si. drh. Chaerul Basri, M.Epid.

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Kesehatan Masyarakat Veteriner

Dr. drh. Denny Widaya Lukman, M.Si. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.

(16)
(17)

PRAKATA

Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan limpahan rahmat dan karunia-Nya maka studi dan tesis ini dapat diselesaikan dengan baik. Shalawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW, beserta keluarganya, sahabatnya dan para pengikutnya.

Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Ibu Dr. Ir Etih Sudarnika, M.Si selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak drh. Chaerul Basri, M.Epid selaku anggota komisi pembimbing yang telah sabar dan setia meluangkan banyak waktu untuk memberikan arahan dan saran dalam proses pembimbingan dan penyelesaian tesis. Terima kasih sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada Bapak Dr. drh. Denny Widaya Lukman, M.Si selaku ketua program studi Kesmavet serta seluruh dosen program studi Kesmavet beserta tenaga kependidikan yang turut membantu dan mendukung secara penuh dan konsisten sehingga studi dan penelitian penulis dapat selesai dengan baik.

Terima kasih kepada Dick Bowen, Ph.D dan Dr. Christy Pabilonia sebagai pihak dari Colorado State University dan Bapak drh. Abdul Zahid Ilyas, M.Si dan Ibu drh. Surachmi Setyaningsih, Ph.D sebagai pihak FKH IPB yang telah mempercayakan dan memberikan beasiswa dan kesempatan bagi penulis untuk dapat menjalani proses pendidikan magister di Sekolah Pascasarjana IPB. Terima kasih kepada Dinas Kelautan dan Pertanian DKI Jakarta, pihak PD Pasar Jaya, dan pihak Pasar Burung Pramuka, Cipinang Kebembem, Jatinegara, dan Barito yang telah memfasilitasi dan mendukung secara penuh terhadap kegiatan penelitian yang saya lakukan.

Terima kasih kepada Bapak dan Mama yang dengan ikhlas memberikan dorongan, semangat dan, doa dalam proses pendidikan magister yang penulis tempuh. Terima kasih juga diucapkan untuk adikku Lintang dan seluruh keluarga besar yang turut memotivasi dan menginspirasi penulis selama menjalani perkuliahan.

Terima kasih kepada drh. Dordia Anindita Rotinsulu dan drh. Winda Widyastuti selaku rekan penelitian yang dengan setia membantu proses penelitian dengan baik. Terima kasih kepada teman-teman kelas KMV Reguler tahun 2010/2011 (KMV SRIWERS) yang selalu kompak, semangat, dan sukacita dalam menempuh pendidikan magister bersama-sama. Terima kasih juga diucapkan kepada teman-teman KMV kelas karantina hewan 2010/2011 (KMV 15) yang telah memberikan warna dan keceriaan saat proses pendidikan di PS Kesmavet SPs IPB.

Semoga bantuan, dukungan, dorongan, dan perhatian dari semua pihak yang telah diberikan dengan tulus kepada penulis mendapat imbalan yang setimpal dari Allah SWT. Penulisan tesis ini masih jauh dari sempurna, sehingga diharapkan adanya saran dan kritik yang dapat membangun di masa mendatang. Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dan bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Bogor, Juli 2012

(18)
(19)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Yogyakarta pada tanggal 20 September 1986, merupakan anak pertama dari dua bersaudara, pasangan Ir. Michael Arkadi Waseso dan Lies Henny Amalia, S,Sos.

Pendidikan Taman kanak-kanak hingga Sekolah Lanjutan Tingkat Atas diselesaikan di Bogor, pada tahun 1990 penulis mengambil pendidikan Taman Kanak-kanak di TK Mardiyuana Bogor dan lulus tahun 1992, kemudian dilanjutkan ke SD Kesatuan Bogor dan lulus tahun 1998, kemudian penulis melanjutkan ke SLTP Negeri 1 Bogor dan lulus tahun 2001, dan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas di SMU Negeri 1 Bogor dan lulus tahun 2004.

Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) IPB dan lulus pendidikan sarjana pada tahun 2008. Penulis menempuh pendidikan profesi dokter hewan dan mendapatkan gelar dokter hewan dari perguruan tinggi yang sama pada tahun 2010.

(20)
(21)

xix

 

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xxi

DAFTAR GAMBAR ... xxiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xxv

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 2

Manfaat ... 3

Hipotesis ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Situasi Penyakit dan Kebijakan Pengendalian Avian Influenza ... 5

Pasar Burung dan Perannya dalam Penyebaran Avian Influenza... 6

Biosekuriti dan Perannya dalam Pencegahan Penyakit... 8

Studi Pengetahuan, Sikap, dan Praktik (Knowledge, Attitude dan Practice/KAP)... 10

Karakterisitik ... 11

Pengetahuan ... 12

Sikap ... 14

Praktik ... 16

METODE PENELITIAN Kerangka Konsep Penelitian ... 21

Waktu dan Tempat Penelitian ... 21

Disain Penelitian ... 21

Sampel ... 22

Kriteria dan Penilaian Kuesioner ... 24

Penilaian Tingkat Pengetahuan Pedagang... 24

Penilaian Tingkat Sikap Pedagang... 24

Penilaian Tingkat Praktik Biosekuriti Pedagang... 25

Penilaian Tingkat Biosekuriti Kios Pedagang... 26

Analisis Data……….……... 26

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Wilayah Penelitian... 27

Karakteristik Pedagang di Pasar Burung Wilayah DKI Jakarta... 27

Praktik Biosekuriti yang Dilakukan oleh Pedagang Burung di DKI Jakarta... 30

Praktik Sanitasi yang Dilakukan oleh Pedagang Burung di DKI Jakarta... 31

(22)

 

xx

 

Halaman

Praktik Pengendalian Lalu Lintas yang Dilakukan oleh Pedagang Burung di DKI Jakarta... 40 Manajemen Kesehatan Burung yang Dilakukan oleh Pedagang Burung di DKI Jakarta... 43 Pengetahuan, Sikap dan Praktik Biosekuriti Pedagang di DKI Jakarta. 46 Gambaran Umum ... 46

Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Praktik Biosekuriti Pedagang... 48 Tingkat Biosekuriti Kios Pedagang di DKI Jakarta... 53 Gambaran Umum ... 53

Faktor-faktor Risiko yang Berpengaruh Terhadap Tingkat Biosekuriti... 53

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan ... 59 Saran ... 59

DAFTAR PUSTAKA ... 61

(23)

xxi

 

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Definisi operasional dari peubah yang diamati... 23

2 Besaran sampel setiap pasar burung di DKI

Jakarta... 24

3 Karakteristik pedagang burung di wilayah DKI Jakarta ... 28

4 Praktik sanitasi pengelolaan kebersihan kios pedagang burung di DKI Jakarta... 32

5 Praktik sanitasi pengendalian vektor penyakit oleh pedagang burung di DKI Jakarta... 34

6 Praktik sanitasi pengendalian vektor penyakit oleh pedagang burung di DKI Jakarta... 36

7 Praktik isolasi yang dilakukan pedagang burung di DKI Jakarta... 37

8 Praktik pengendalian lalu lintas yang dilakukan pedagang burung di DKI Jakarta... 41

9 Praktik manajemen kesehatan burung yang dilakukan pedagang burung di DKI Jakarta... 44

10 Penilaian KAP dan tingkat biosekuriti pedagang burung di DKI Jakarta... 47

11 Nilai pengaruh langsung dan tidak langsung peubah yang diamati terhadap praktik biosekuriti... 51

12 Hubungan peubah yang diamati terhadap tingkat biosekuriti... 54 13 Nilai odds ratio masing-masing peubah yang mempengaruhi tingkat

biosekuriti... 55

(24)
(25)

xxiii

 

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Rantai perdagangan burung di Pasar Burung Pramuka... 7

2 Hubungan sikap dan praktik menurut Ajzen dan Fishbein (1980)... 18

3 Kerangka konsep penelitian... 21

4 Hasil analisis lintas karakteristik, pengetahuan dan sikap pedagang

burung di DKI Jakarta terhadap praktik biosekuriti... 48

(26)
(27)

xxv

 

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Kuesioner untuk pedagang burung ... 67

2 Checklist untuk pedagang burung... 82

(28)
(29)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Di Indonesia, virus flu burung pada unggas dilaporkan untuk pertama bulan Oktober 2003 di Jawa Barat, menyebar ke provinsi lain dan mengakibatkan kematian lebih dari 12 juta unggas. Kasus pada manusia pertama kali terjadi sejak Juni 2005 dan saat ini flu burung pada manusia sudah menyebar di 12 provinsi. Flu burung pertama kali terdeteksi di Jakarta pada tahun 2003 dimana sejak saat itu virus penyakit ini telah menjadi wabah hingga menyebabkan kematian ternak unggas dan bahkan korban manusia (Iqbal et al. 2009).

Beberapa faktor yang berpengaruh (memiliki hubungan signifikan) terhadap penyebaran penyakit flu burung pada manusia antara lain pasar tradisional/pasar becek yang mempunyai hubungan yang erat dengan distribusi kasus flu burung pada manusia dan jaringan transportasi ayam melalui jalan raya dan pasar tradisional (Sulistyowati 2008). Banyak titik kritis yang sangat potensial untuk terjadinya kontak dan masuknya patogen ke dalam bahan pangan asal hewan serta olahannya, oleh karena itu perlu dilakukan biosekuriti terhadap cemaran mikroba dalam menjaga keamanan pangan dari peternakan sampai meja makan (from farm to the table) dimana diantaranya adalah biosekuriti pada pasar

unggas (Syukur 2010).

Pasar sebagai tempat bertemunya manusia dan unggas berpotensi menjadi sumber penyebaran virus avian influenza (AI) pada unggas atau bahkan menular dari unggas ke manusia. Oleh karena itu, pengendalian virus AI di pasar adalah komponen yang penting dalam mengendalikan AI di Indonesia. Masalah penyakit hewan global akhir-akhir ini menciptakan kepedulian yang lebih besar akan pentingnya biosekuriti dan penyediaan insentif finansial guna mencegah penyebaran penyakit. Di Amerika Utara dan Asia, pasar unggas hidup dianggap sebagai salah satu yang bertanggung jawab terhadap penyebaran wabah flu burung. Pasar unggas hidup merupakan ‘rantai lemah’ dalam biosekuriti industri perunggasan, sekaligus merupakan satu-satunya tempat untuk memperoleh ayam bagi setengah penduduk dunia (Iqbal et al.

2009).

(30)

2

 

peranannya adalah kondisi biosekuriti di pasar burung tersebut. Biosekuriti menjadi kunci di dalam penanganan dan pencegahan terjadinya penyebaran virus AI pada suatu lokasi.

Banyak faktor risiko yang dapat meningkatkan peluang kejadian AI yang satu diantaranya adalah hal-hal yang terkait dengan praktik biosekuriti yang dilakukan oleh pedagang. Penerapan biosekuriti yang dilakukan di pasar burung diduga terkait dengan faktor pedagang di pasar tersebut. Faktor pedagang tersebut antara lain karakteristik, pengetahuan, sikap dan praktik pedagang yang merupakan faktor risiko yang berkaitan dengan penerapan biosekuriti di pasar burung. Dengan demikian perlu untuk diketahui pengaruh faktor risiko tersebut sehingga dapat diukur penerapan dan kondisi biosekuriti dan melihat pengaruhnya terhadap risiko terjadinya penyakit AI di pasar burung.

Untuk mengetahui faktor risiko terkait pegetahuan, sikap dan praktik maka dilakukan studi KAP (knowledge, attitude, and practice). Studi KAP terfokus

pada evaluasi perubahan terhadap pengetahuan, sikap dan perilaku sebagai respon dari suatu hubungan tertentu, demonstrasi atau edukasi. Studi KAP telah banyak digunakan di dunia selama 40 tahun terakhir pada aspek kesehatan masyarakat, sanitasi, perencanaan keluarga, edukasi dan program lainnya.

Survei KAP ini dapat dirancang secara spesifik untuk mengumpulkan informasi mengenai pengetahuan, keyakinan dan perilaku biosekuriti terkait Avian Influenza (Crini dan Jullien 2009). Dengan mengerti mengenai tingkat pengetahuan, sikap dan praktik biosekuriti maka akan meningkatkan tingkat efisiensi program penyuluhan dan pelatihan mengenai AI pada pedagang burung (Kaliyaperumal 2004).

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Menganalisis tingkat pengetahuan, sikap dan praktik pedagang burung pada pasar burung di wilayah DKI Jakarta

2. Menganalisis hubungan antara karakteristik, pengetahuan, sikap, dan praktik biosekuriti pedagang burung di wilayah DKI Jakarta

(31)

3

 

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah:

1. Memberikan informasi mengenai kondisi biosekuriti dan faktor-faktor yang mempengaruhi praktik dan tingkat biosekuriti di pasar burung di wilayah DKI Jakarta bagi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam rangka pengendalian avian influenza.

2. Memberikan data pendukung terkait praktik biosekuriti yang dilakukan pedagang di pasar burung di wilayah DKI Jakarta sehingga dapat dilakukan pengkajian lebih lanjut untuk melakukan analisis risiko dan kajian lainnya dalam rangka pengendalian avian influenza.

Hipotesis

Hipotesis penelitian ini adalah terdapat hubungan yang nyata antara karakteristik, pengetahuan dan sikap terhadap praktik biosekuriti pedagang burung di wilayah DKI Jakarta.

(32)
(33)

TINJAUAN PUSTAKA

Situasi Penyakit dan Kebijakan Pengendalian Avian Influenza

Wabah avian influenza (AI) pada peternakan ayam dan unggas lainnya di Indonesia telah terjadi sejak pertengahan tahun 2003. Dharmayanti et al.

(2004) telah berhasil mengidentifikasi bahwa penyebab wabah tersebut adalah virus AI H5. Avian influenza menyebar secara cepat ke berbagai wilayah di Indonesia. Virus highly pathogenic avian influenza telah diisolasi dari beberapa

kejadian wabah pada peternakan unggas (Alexander 2007).

Di Indonesia, virus flu burung pada unggas dilaporkan untuk pertama bulan Oktober 2003 di Jawa Barat, menyebar ke provinsi lain dan mengakibatkan kematian lebih dari 12 juta unggas. Kasus pada manusia pertama kali terjadi sejak Juni 2005 dan saat ini flu burung pada manusia sudah menyebar di 12 provinsi. Flu burung pertama kali terdeteksi di Jakarta pada tahun 2003 dan sejak saat itu virus penyakit ini telah menjadi wabah hingga menyebabkan kematian ternak unggas dan bahkan korban manusia (Iqbal et al.

2009). Kejadian infeksi AI pada manusia di Indonesia dilaporkan sejak tahun 2005. Hingga April tahun 2012 diketahui bahwa 189 orang yang tertular AI dan 157 orang diantaranya meninggal akibat infeksi virus H5N1 (KEMENTAN 2012).

Pedoman kebijakan pengendalian HPAI pada hewan di Indonesia di tingkat nasional adalah Rencana Strategis Nasional Pengendalian Avian Influenza pada Hewan tahun 2006 – 2008 yang kemudian disempurnakan untuk periode tahun 2009 – 2011 (DEPTAN 2008). Kebijakan lain adalah dengan kompartementalisasi yang merupakan prosedur yang diterapkan terhadap suatu subpopulasi yang memiliki status kesehatan hewan yang dibedakan di dalam suatu wilayah dalam rangka pengendalian penyakit dan perdagangan. Kompartementalisasi ditetapkan terutama berdasarkan manajemen dan praktik peternakan yang terkait dengan biosekuriti. Pada praktiknya pertimbangan spasial dan cara kelola yang baik (good management practice) termasuk biosekuriti memainkan peran penting dalam penerapan

konsep ini (OIE 2009).

(34)

6

 

unggas sudah harus dalam bentuk karkas unggas. Kompartemen pada industri perunggasan dapat didefinisikan berbasis rumah potong unggas dan semua unit usaha yang memasok unggas ke unit tersebut serta unit usaha yang secara vertikal terintegrasi dengan operasionalnya (Scott et al. 2006).

Kebijakan ini pun digunakan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam rangka penertiban penjualan unggas hidup yang berupa burung hias atau kesayangan di pasar burung wilayah DKI Jakarta. Kebijakan relokasi pasar burung ke luar dari wilayah DKI Jakarta masih diupayakan dalam rangka pengendalian AI namun kebijakan ini masih belum dapat terealisasi karena masih adanya penolakan dari pedagang burung itu sendiri. Berdasarkan hal tersebut maka diperlukan kebijakan penerapan biosekuriti yang baik dalam rangka melakukan good management practice sehingga edukasi dan

penyuluhan bagi pedagang burung di DKI Jakarta menjadi penting untuk dilakukan.

Pasar Burung dan Perannya dalam Penyebaran Avian Influenza

Burung merupakan salah satu makhluk hidup yang mempunyai daya tarik tersendiri untuk diperjualbelikan. Kepandaian berkicau, penampilan, warna bulu dan banyak lagi sifat yang melekat pada burung merupakan faktor-faktor yang menyebabkan burung sangat digemari oleh masyarakat serta banyak sekali orang yang ingin memilikinya secara eksklusif (Basuni dan Setiyani 1989).

Kedua peneliti tersebut mendefinisikan bahwa pedagang burung adalah orang –orang yang memiliki kios di pasar burung dan mendapatkan burung dari penangkap burung atau dari pengumpul, serta menjualnya kembali kepada pembeli burung. Pembeli burung yaitu orang-orang yang membeli burung dengan tujuan tertentu tetapi tidak untuk dijual kembali. Sampai saat ini, kebanyakan burung yang diperjualbelikan di pasar adalah jenis-jenis burung yang merupakan hasil penangkapan di alam bebas dan sedikit sekali jenis yang berasal dari hasil penangkaran.

Basuni dan Setiyani (1989) menyimpulkan, terdapat berbagai alasan kesukaan masyarakat sehingga ingin membeli burung, diantaranya adalah: 1. Disukai karena suaranya, dengan spesifikasi:

(35)

7

 

• Ocehannya, yaitu burung yang pandai menirukan kata-kata manusia (kakatua jambul kuning, beo).

• Manggung (perkutut dan tekukur).

2. Disukai karena penampilannya, burung hias (Gelatik, bondol hijau, burung kacamata).

3. Disukai karena kepandaian terbang dan kecerdikannya (merpati).

4. Disukai karena keunikan dan kelangkaannya, yang pada umumnya merupakan jenis-jenis burung yang dilindungi oleh Undang-Undang (jalak putih, bultok, elang laut, elang hitam).

5. Disukai karena fungsi dan untuk keperluan tertentu, misalnya untuk upacara tertentu yang dilakukan oleh masyarakat keturunan Cina (bondol haji dan burung peking).

Salah satu pasar burung di wilayah DKI Jakarta adalah Pasar Burung Pramuka. Pasar burung ini terbesar di Jakarta, terletak di wilayah Jakarta Timur yang berdiri sejak tahun 1976. Pasar burung ini merupakan pindahan dari Pasar Burung Senen. Pasar ini merupakan tempat diperjualbelikan berbagai jenis burung termasuk berbagai barang yang berhubungan dengan pemeliharaan dan penangkapan burung: makanan burung, sangkar burung, serta berbagai peralatan pemeliharaan dan penangkapan burung (Basuni dan Setiyani 1989).

Pada umumnya rantai perdagangan burung yang terjadi di pasar burung seperti di Pasar Burung Pramuka Jakarta disajikan pada Gambar 1.

Pasar sebagai tempat bertemunya manusia dan unggas berpotensi menjadi sumber penyebaran virus AI pada unggas atau bahkan menular dari unggas ke manusia. Oleh karena itu, pengendalian virus AI di pasar adalah komponen yang penting dalam mengendalikan AI di Indonesia. Masalah penyakit hewan global akhir-akhir ini menciptakan kepedulian yang lebih besar akan pentingnya biosekuriti dan penyediaan insentif finansial guna mencegah penyebaran Gambar 1 Rantai perdagangan burung di Pasar Burung Pramuka.

Pengumpul

Calo

Pembeli

Penangkap Pedagang di Pasar

(36)

8

 

penyakit. Di Amerika Utara dan Asia, pasar unggas hidup dianggap sebagai salah satu yang bertanggung jawab terhadap penyebaran wabah flu burung. Pasar unggas hidup merupakan ‘rantai lemah’ dalam biosekuriti industri perunggasan, sekaligus merupakan satu-satunya tempat untuk memperoleh ayam bagi setengah penduduk dunia.

Menurut Mardiastuti (2009), Indonesia memiliki 1.539 spesies burung yaitu sebesar 17% spesies burung di dunia. Virus flu burung telah diketahui terdapat pada berbagai jenis burung liar yang tidak dikandangkan (lebih dari 75 spesies burung liar dari 10 ordo yang berbeda), namun hampir 60% spesies burung liar yang tertular virus flu burung adalah burung yang terkait dengan habitat lahan basah (FAO 2008).

Penjualan produk unggas di pasar unggas meliputi penjualan unggas konsumsi, unggas kesayangan, unggas air, maupun unggas liar yang diperjualbelikan secara bebas. Menurut FAO (2008), pada unggas air seperti itik, mentok dan angsa sudah ditemukan beberapa sampel positif flu burung, begitu juga pada unggas kesayangan dan unggas liar yang sering diperjualbelikan di pasar unggas. Sejak lama burung liar telah diketahui sebagai inang dari virus flu burung yang telah diisolasi dari 105 jenis burung liar dengan reservoir alami terbesar ditemui pada bangsa Anseriformes (unggas

air) dan Charadriiformes (burung pantai/laut) (Mulyono 2008).

Pasar adalah salah satu tempat penyebaran virus flu burung. Adanya biosekuriti pasar yang baik akan menyebabkan hewan tetap sehat dan tidak mudah terinfeksi penyakit serta risiko penyebaran virus flu burung dapat diminimalisir (Tumuha 2008).

Biosekuriti dan Perannya dalam Pencegahan Penyakit

Biosekuriti adalah manajemen kesehatan lingkungan yang baik agar risiko munculnya penyakit tidak terjadi. Biosekuriti merupakan praktek manajemen dengan mengurangi potensi transmisi perkembangan organisme seperti virus AI dalam menyerang hewan dan manusia. Biosekuriti terdiri dari dua elemen penting yaitu bioexclusion dan biocontainment. Bioexclusion adalah

pencegahan terhadap datangnya virus infektif dan biocontainment adalah

menjaga supaya virus yang ada tidak keluar atau menyebar (WHO 2008). Dargatz (2002) menjelaskan bahwa bioexclusion merupakan pencegahan

masuknya agen patogen ke dalam populasi hewan dan biocontainment

(37)

9

 

dan keluar ke area lain. Baker (2012) menambahkan bahwa terdapat tiga komponen biosekuriti antara lain bioexclusion, biocontainment, dan biomanagement. Bioexclusion adalah praktik pencegahan masuknya agen

penyakit, biocontainment adalah praktik pencegahan menyebarnya agen

penyakit antar populasi dan antar area, dan biomanagement adalah praktik

keseluruhan untuk mencegah dan mengontrol agen penyakit yang sudah ada. Menurut Jeffrey (2006), biosekuriti merupakan suatu usaha pencegahan penularan penyakit pada suatu daerah dengan cara menghindari kontak antara hewan dan mikroorganisme. Tujuan biosekuriti adalah untuk mengeluarkan penyakit yang potensial dari suatu kawasan sehingga membantu memelihara kesehatan, kesejahteraan, dan produksi.

Biosekuriti merupakan suatu tindakan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya wabah penyakit melalui pengawasan masuknya agen patogen. Biosekuriti yang dilakukan harus praktis, dapat dilakukan dengan harga yang efektif (Morris 2005). Menurut DEPTAN (2006), biosekuriti diartikan sebagai pengawasan penyakit yang termurah dan paling efektif, sementara Cardona (2005) menambahkan biosekuriti merupakan garis pertahanan pertama terhadap penyakit.

Biosekuriti didefinisikan sebagai penerapan kontrol kesehatan dan usaha-usaha untuk mencegah masuk dan menyebarnya agen infeksius baru ke dalam suatu kawanan ternak (Pinto dan Urcelay 2003). Penerapan biosekuriti penting untuk perlindungan hewan terhadap penyakit serta memenuhi perlindungan nasional terhadap masuknya penyakit eksotik (Boklund et al. 2004).

Terdapat perbedaan antara biosekuriti dan biosafety. Menurut Blaha (2011), biosafety pada peternakan merupakan pencegahan masuknya agen

penyakit atau menularnya penyakit ke hewan ternak atau manusia di peternakan pada mata rantai produksi sementara biosekuriti digunakan dalam skala nasional untuk manajemen kontrol pergerakan hewan dan manusia, monitoring dan pelaporan, dan deteksi dini serta survailans penyakit dan digunakan dalam skala peternakan untuk pencegahan masuknya agen penyakit ke lingkungan peternakan.

(38)

10

 

organisme dan mikroba dan juga upaya mengisolasi agar penyakit yang sudah ada tidak terinfeksi hewan dan manusia yang belum terinfeksi (Jeffrey 1997).

Isolasi adalah pemisahan hewan dalam satu tempat atau lingkungan terkendali atau dapat diartikan dengan penyediaan pagar pemisah kandang untuk menjaga hewan tidak lepas atau bercampur dengan hewan yang lain, serta mencegah masuknya hewan lain ke dalam lingkungan tersebut. Pengendalian dan pengawasan diterapkan terhadap lalu lintas ke dan dari pasar, serta di dalam pasar itu sendiri. Pengendalian lalu lintas juga diterapkan pada burung, hewan lain, manusia, bahan, dan peralatan. Aspek sanitasi meliputi pembersihan dan disinfeksi secara teratur terhadap bahan-bahan dan peralatan yang masuk ke dalam peternakan dan di dalam peternakan. Menurut Siahaan (2007), jika penyakit sudah masuk ke suatu kawasan, namun bila biosekuriti dilakukan, maka penyebaran penyakit ke kawasan lain dapat dicegah.

Studi Pengetahuan, Sikap, dan Praktik (Knowledge, Attitude dan Practice/KAP)

Studi berbasis KAP telah sering digunakan di dunia selama 40 tahun terakhir oleh Bank Dunia, organisasi di Amerika Serikat, dan organisasi baik pemerintah maupun non-pemerintah dalam ruang lingkup pengembangan masyarakat, edukasi, kesehatan masyarakat dan lingkungan (Crini dan Jullien 2009). Studi KAP berkonsentrasi pada pengetahuan, sikap dan praktik pada topik tertentu dan umumnya digunakan sebelum atau sesudah dilakukannya intervensi sehingga dapat mengukur keefektifan intervensi tersebut.

Survei KAP kebanyakan dirancang untuk area, budaya dan topik tertentu karena studi ini terfokus pada penilaian masyarakat secara alamiahnya. Studi KAP memperlihatkan bagaimana seseorang atau kelompok masyarakat yakin terhadap sesuatu yang spesifik, apa yang mereka ketahui dan bagaimana mereka berperilaku. Terkadang mereka mengubah pengetahuan mereka pada topik tertentu sehingga berpengaruh pada sikap yang mereka yakini benar dan praktik yang mereka lakukan sebagai hasil dari intervensi (Naylor 2010).

(39)

11

 

pengetahuan dan sikap responden mengenai topik tertentu dan bagaimana mereka mempraktikkannya.

Pada penelitian ini, dipelajari pengetahuan sebuah komunitas terkait pemahaman mereka mengenai AI. Sikap merupakan keyakinan mengenai biosekuriti yang menjadi landasan ide seseorang dan praktik merupakan cara untuk mendemonstrasikan pengetahuan dan sikap melalui perilaku. Dengan mengerti mengenai tingkat pengetahuan, sikap dan praktik maka akan meningkatkan tingkat efisiensi program penyuluhan dan pelatihan pada masyarakat (Kaliyaperumal 2004).

Pada kebanyakan survei KAP, data dikoleksi secara lisan melalui wawancara menggunakan kuesioner yang terstruktur. Data tersebut kemudian dianalisa baik secara kuantitatif maupun kualitatif tergantung dari objek dan desain kajian. Survei KAP ini dapat dirancang secara spesifik untuk mengumpulkan informasi mengenai topik AI dan juga informasi mengenai praktik dan keyakinan mengenai praktik kesehatan yang terkait di dalamnya yang dalam hal ini adalah praktik biosekuriti (Crini dan Jullien 2009).

Data dari survei KAP ini sangat penting untuk membuat perencanaan, implementasi dan evaluasi kajian mengenai AI. Survei ini mengumpulkan informasi responden terkait apa yang diketahui mengenai AI, apa yang mereka pikirkan mengenai unggas yang terkena AI dan apa yang mereka lakukan dalam keseharian untuk mencegah penyakit AI.

Studi KAP dapat mengidentifikasi faktor-faktor risiko yang mempengaruhi perilaku kebanyakan orang, alasan mengenai sikap mereka dan cara serta alasan mereka dalam bertindak. Survei KAP juga dapat mengetahui proses komunikasi dan sumber yang menjadi kunci untuk melakukan aktivitas pencegahan dan pengendalian AI.

Menurut WHO (2008), survei KAP dapat digunakan untuk mengidentifikasi kebutuhan, masalah dan rintangan dalam penyampaian program yang merupakan solusi untuk mengubah kualitas dan aksesibilitas pelayanan publik. Survei ini juga dapat dirancang untuk mengeksplorasi seluruh penyelengaraan pengendalian AI oleh pemerintah, universitas maupun organisasi non-pemerintah.

Karakteristik

(40)

12

 

faktor sosiopsikologis terdiri dari komponen-komponen kognitif (intelektual), konatif yang berhubungan dengan kebiasaan dan kemauan bertindak, serta afektif yang merupakan faktor emosional (Azwar 2003).

Lionberger (1960) yang dikutip oleh Zahid (1997) menyebutkan bahwa karakteristik individu atau faktor personal yang perlu diperhatikan adalah umur, tingkat pendidikan, dan karakteristik psikologik. Karakteristik psikologik adalah rasionalitas, fleksibilitas mental, dogmatisme, orientasi terhadap usaha dagang, dan kecenderungan atau kemudahan menerima informasi. Variabel demografik yang dapat digunakan sebagai indikator untuk menerangkan perilaku individu adalah jenis kelamin, umur, dan status sosial.

Dalam konteks penelitian yang dilakukan, karakteristik individu (pedagang burung) dibatasi pada karakteristik demografik seperti umur, pendidikan, pengalaman, tujuan usaha, skala usaha, dan pelatihan. Karakteristik pedagang ini diduga memiliki hubungan dengan sikap dan praktik terhadap biosekuriti.

Pengetahuan

Pengetahuan dapat didefinisikan sebagai ingatan mengenai sesuatu yang bersifat spesifik atau umum; ingatan mengenai metode atau proses; ingatan mengenai pola, susunan atau keadaan (Kibler et al. 1981) yang dikutip oleh

Zahid (1997). Dalam merinci pendapat yang dikemukakannya, selanjutnya jenis-jenis pengetahuan dikelompokkan secara hirearkis ke dalam: 1) pengetahuan yang bersifat spesifik, 2) pengetahuan mengenai terminologi, 3) pengetahuan mengenai fakta-fakta tertentu, 4) pengetahuan mengenai cara-cara tertentu, 5) pengetahuan mengenai kaidah, 6) pengetahuan mengenai arah dan urutan, 7) pengetahuan mengenai klasifikasi dan kategori, 8) pengetahuan mengenai kriteria, 9) pengetahuan mengenai metoda, 10) pengetahuan mengenai pola, 11) pengetahuan mengenai prinsip dan generalisasi, dan 12) pengetahuan mengenai teori dan struktur.

Menurut Azemi (2010), tanpa pengetahuan seseorang tidak akan mempunyai dasar pegangan untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan terhadap masalah yang dihadapi. Secara garis besar pengetahuan dibagi menjadi enam tingkat, yaitu :

a. Tahu (know) diartikan hanya sebagai memanggil memori yang telah

dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh

(41)

13

 

b. Memahami (comprehension) diartikan sebagai suatu kemampuan

menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasi materi tersebut yang benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan dan meramalkan terhadap objek yang dipelajari. c. Aplikasi (application) diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk

menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi yang sebenarnya.

d. Analisis (analysis) adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen – komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan, membedakan dan mengelompokan. e. Sintesis (synthesis) merujuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan

atau menghubungkan beberapa bagian ke dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dalam kata lain ada kemampuan untuk membina suatu formulasi yang baru hasil dari gabungan beberapa formulasi yang telah sedia ada.

Pengetahuan adalah mengenal suatu objek baru yang selanjutnya menjadi sikap terhadap objek tersebut apabila pengetahuan tersebut disertai oleh kesiapan untuk bertindak sesuai dengan pengetahuan tentang objek tersebut. Bila seseorang memiliki sikap tertentu terhadap suatu objek, maka orang tersebut telah mengetahui tentang objek tersebut (Walgito 2002).

Menurut Soekanto (2003), pengetahuan adalah kesan di dalam pikiran seseorang sebagai hasil penggunaan panca indera. Supriyadi (1993) menyatakan bahwa pengetahuan merupakan sekumpulan pengetahuan yang dipahami, yang diperoleh selama proses belajar dalam hidup dan dapat digunakan sewaktu-waktu sebagai alat penyesuaian diri sendiri maupun lingkungannya. Dengan adanya aspek pengetahuan ini, baik yang diperoleh dari pengalaman langsung maupun pengalaman orang lain, maka memungkinkan seseorang dapat memahami sesuatu gejala atau dapat memecahkan masalah yang dihadapi (Ali 2003).

(42)

14

 

pengetahuan individu dapat berasal dari berbagai macam proses belajar baik yang bersifat formal maupun informal.

Dalam konteks penelitian yang akan dilakukan ingin dilihat bagaimana keadaan pengetahuan pedagang di pasar burung terhadap tindakan/praktik biosekuriti, yang dibatasi pada pengetahuan mengenai fakta dan informasi yang berhubungan dengan aspek tindakan-tindakan biosekuriti di dalam pencegahan terhadap kejadian penyakit AI. Keadaan pengetahuan pedagang ini diduga memiliki hubungan dengan sikap dan tindakan mereka terhadap praktik biosekuriti.

Sikap

Kata sikap yang dimaksud disini merupakan terjemahan dari attitude. Sikap adalah merupakan reaksi atau respons sesorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek (Notoatmodjo 2007). Sikap diterjemahkan sebagai sikap terhadap sesuatu objek tertentu, yang dapat merupakan sikap pandangan atau sikap perasaan yang disertai dengan kecenderungan untuk bertindak sesuai dengan sikap terhadap objek tersebut. Objek sikap ini tidak hanya terarahkan untuk benda-benda, individu-individu, tetapi bisa juga terhadap peristiwa-peristiwa, pemandangan-pemandangan, lembaga-lembaga, norma-norma, nilai-nilai, dan sebagainya.

Rahayuningsih (2008) menjabarkan bahwa sikap merupakan bagaimana individu suka/tidak suka terhadap sesuatu dan pada akhirnya menentukan perilaku individu tersebut. Sikap menyukai cenderung mendekat, mencari tahu dan bergabung sementara sikap tidak menyukai cenderung menghindar atau menjauhi.

Selebihnya Rahayuningsih (2008) mendefinisikan sikap menjadi tiga bagian orientasi yaitu:

a. Berorientasi kepada respon

Sikap adalah suatu bentuk dari perasaan, yaitu perasaan mendukung atau memihak (favourable) maupun perasaan tidak mendukung

(unfavourable) pada suatu objek.

b. Berorientasi kepada kesiapan respon

(43)

15

 

Suatu pola perilaku, tendenasi atau kesiapan antisipatif untuk menyesuaikan diri dari situasi sosial yang telah terkondisikan.

c. Berorientasi kepada skema triadik

Sikap merupakan konstelasi komponen-komponen kognitif, afektif, dan konatif yang saling berinteraksi dalam memahami, merasakan, dan berperilaku terhadap suatu objek di lingkungan sekitarnya.

Pettijohn (1987) menyatakan sikap merupakan perasaan, keyakinan dan kecenderungan berperilaku terhadap orang lain, objek atau ide. Kemudian dikatakan pula bahwa sikap adalah kecenderungan yang terlatih yang secara aktif memandu individu ke arah perilaku yang spesifik.

Menurut Baron dan Byrne (1987), sikap merupakan penilaian secara umum atau menyeluruh yang bersifat kekal terhadap orang, objek atau isu-isu tertentu. Pengertian sikap yang dikemukakan kedua penulis ini hampir setara dengan pengertian sikap yang dijabarkan oleh Watson et al. (1984) yang

menyatakan sikap sebagai perasaan atau penilaian secara menyeluruh yang bersifat positif atau negatif mengenai orang-orang, objek atau isu.

Sikap adalah kecenderungan untuk melakukan suatu respon dengan cara-cara tertentu terhadap dunia sekitarnya, baik berupa individu-individu maupun objek-objek tertentu. Sikap ini akan memberikan arah kepada perbuatan atau tindakan seseorang. Lewis dan Petersen (1985) menyatakan sikap adalah kecenderungan untuk melakukan respon secara konsisten dengan cara positif atau negatif terhadap sebuah objek atau sekumpulan objek. Lebih lanjut ditegaskan bahwa sebagian dari sikap ditentukan oleh proses yang bersifat pengertian atau kesadaran (cognitive) dan sebagian ditentukan oleh emosi (emotions).

Fishbein dan Ajzen yang dikutip oleh Feldman (1985) mengatakan sikap adalah kecenderungan yang terlatih untuk melakukan respon secara konsisten, menyenangkan atau tidak menyenangkan, berkenaan dengan objek tertentu. Menurut pandangan ini, sikap merupakan penilaian yang mendasar terhadap orang, kelompok, tindakan atau benda tertentu.

(44)

16

 

dengan sistem keyakinan individu mengenai objek sikap; sedangkan komponen perilaku merupakan kecenderungan untuk bertindak menurut cara tertentu terhadap objek sikap (Feldman 1985).

Menurut Pettijohn (1987) komponen kognisi, afeksi dan perilaku terdapat atau hadir dalam hampir setiap sikap yang dimiliki individu. Feldman (1985) menyatakan bahwa ketiga komponen sikap ini biasanya saling berhubungan dan konsisten satu dengan yang lain.

Selain batasan-batasan mengenai sikap yang telah dikemukakan di atas, masih banyak lagi batasan lain yang diberikan para ahli dalam merumuskan pengertian mengenai sikap. Adanya perbedaan antara satu batasan dengan batasan yang lain menurut penulis tampak lebih disebabkan oleh adanya perbedaan terkanan yang diberikan. Batasan yang mencoba merangkum konsep-konsep pokok yang dikemukakan para teoritikus sikap diberikan oleh Triandis (1971) yang dikutip oleh Zahid (1997). Ia menyatakan sikap sebagai suatu ide (pikiran, gagasan) bermuatan emosi yang menjadi predisposisi tingkah laku dalam menghadapi situasi.

Bedasarkan pengertian-pengertian mengenai sikap dapat disimpulkan bahwa sikap merupakan keyakinan, perasaan atau penilaian individu yang bersifat positif dan negatif (menyenangkan atau tidak menyenangkan) dan memberikan arah atau kecenderungan kepada individu tersebut untuk berperilaku sesuai dengan sikap yang dimilikinya (Zahid 1997).

Dalam konteks penelitian yang akan dilakukan, individu-individu yang ingin diketahui sikapnya adalah pedagang-pedagang burung di pasar burung wilayah DKI Jakarta sedangkan yang menjadi objek sikapnya adalah mengenai tindakan bisosekuriti. Dengan demikian sikap pedagang burung terhadap tindakan biosekuriti dapat dirumuskan sebagai keyakinan, perasaan atau penilaian pedagang (subjek) terhadap tindakan biosekuriti (objek sikap) yang disertai kecenderungan perilaku pedagang terhadap objek sikap tersebut.

Praktik

(45)

17

 

a. Persepsi (perception)

Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil

b. Respon Terpimpin (guided respons)

Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh

c. Mekanisme (mecanism)

Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis ataupun sesuatu itu sudah menjadi kebiasaan

d. Adaptasi (adaptation)

Suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik yang mana artinya tindakan itu sudah dimodifikasinya sendiri tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut

Biran (1974) yang dikutip oleh Zahid (1997) menganggap bahwa praktik sebagian merupakan fungsi dari sikap. Kata sebagian disini mengisyaratkan bahwa selain faktor sikap itu sendiri, masih terdapat faktor-faktor lain yang mempengaruhi perilaku individu. Lebih lanjut ditegaskan, kekuatan hubungan antara sikap dan perilaku juga ditentukan oleh konsistensi antara komponen sikap yang satu dengan komponen sikap yang lain. Hal tersebut menjelaskan bahwa meskipun komponen kognisi dua individu sama, namun jika valensi dari komponen afeksinya berbeda maka kecenderungan perilaku yang diambil oleh kedua individu tersebut akan berbeda.

Menurut Mueller (1992), prediktabilitas praktik dari pengukuran sikap dapat ditingkatkan dengan jalan memusatkan pada objek sikap yang lebih khusus pada perilaku-perilakunya. Selanjutnya ditegaskan bahwa untuk dapat mengoptimalkan validitas prediktif suatu pengukuran sikap maka perhatian yang seksama harus dibedakan kepada setiap komponen paradigma prediktifnya, yakni:

a. Hasil pengukuran sikap harus memiliki tingkat reliabilitas yang tinggi. Ini dapat dicapai dengan penyusunan skala sikap yang baik.

b. Kriteria pengukuran indeks perilaku juga harus memiliki reliabilitas yang tinggi.

c. Objek pengukuran sikap dan objek perilaku harus identik.

(46)

18

 

[image:46.595.86.478.78.623.2]

Dalam model yang dikembangkan oleh Ajzen dan Fishbein (1980), kedua ahli psikologi sosial ini menyatakan bahwa perilaku terutama merupakan fungsi dari tujuan untuk melakukan praktik itu sendiri. Sedangkan tujuan untuk berperilaku sangat ditentukan oleh dua faktor, yakni sikap terhadap praktik dan tekanan sosial yang dirasakan (norma subjektif) untuk melakukan praktik. Norma subjektif yang dimaksudkan disini merupakan variabel situasional yang mungkin merintangi pelaksanaan niat atau kehendak seseorang. Model hubungan sikap dan praktik menurut Ajzen dan Fishbein (1980) disajikan pada Gambar 2.

Berdasarkan model yang dtemukannya, kedua ahli psikologi sosial ini menegaskan bahwa meskipun sikap cenderung membawa ke asah perilaku namun norma-norma subjektif dan tujuan perilaku juga harus dipertimbangkan. Kedua ahli ini juga menyatakan, derajat kesesuaian yang tinggi antara sikap dan perilaku merupakan sebuah prasyarat untuk mengidentifikasikan sebuah kekuatan hubungan di antara keduanya. Derajat kesesuaian yang dimaksud adalah bagaimana ukuran-ukuran sikap dan perilaku yang dipilih cocok dipandang dari segi tindakan, target, konteks dan waktu.

Menurut pendapat Baron dan Byrne (1987), faktor-faktor seperti kespesifikan sikap, kekuatan sikap dan kesadaran pribadi amat menentukan kekuatan hubungan antara sikap dan praktik. Semakin spesifik suatu sikap maka semakin kuat berhubungan dengan tampilan praktiknya. Begitu juga semakin kuat suatu sikap, yang dalam hal ini ditentukan oleh pengalaman pribadi langsung terhadap objek sikap atau kepentingan pribadi terhadap objek sikap, maka akan semakin kuat hubungan antara sikap dan tampilan praktiknya.

Kesadaran pribadi dapat meningkatkan kekuatan hubungan antara sikap dan tampilan perilaku melalui dua keadaan. Pertama, kesadaran pribadi akan

Gambar 2 Hubungan sikap dan praktik menurut Ajzen dan Fishbein (1980). Sikap terhadap

praktik

Norma subjektif untuk mengambil tindakan

Tujuan mengambil tindakan

(47)

19

 

meningkatkan akses individu terhadap sikap yang dia miliki. Kedua, dalam lingkungan perilaku kesadaran pribadi juga dapat mengingatkan individu akan sikap yang dimilikinya. Dua keadaan ini memungkinkan kesadaran pribadi dapat mendorong individu ke arah perilaku yang selaras dengan sikap yang dimilikinya (Baron dan Byrne 1987).

Pengaruh kepentingan pribadi dalam hubungan sikap dan praktik juga dikemukakan oleh Watson et al. (1984) dimana adanya kepentingan pribadi

yang kuat terhadap hasil (outcome) dari perilaku yang diambil dapat

(48)
(49)

METODE PENELITIAN

Kerangka Konsep Penelitian

Terdapat beberapa peubah yang akan digunakan di dalam penelitian ini

yaitu karakteristik pedagang dan kios, pengetahuan pedagang, dan sikap

pedagang terhadap biosekuriti. Ketiga peubah ini akan dihubungkan terhadap

praktik pedagang untuk melihat kondisi tingkat biosekuriti. Kerangka konsep

[image:49.595.111.508.119.805.2]

penelitian yang akan dilakukan disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3 Kerangka konsep penelitian.

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan mulai Bulan Mei 2011 sampai dengan Oktober 2011.

Penelitian dilakukan pada empat pasar burung di wilayah DKI Jakarta

diantaranya Pasar Burung Pramuka, Pasar Burung Cipinang Kebembem, Pasar

Burung Barito, dan Pasar Burung Jatinegara. Perancangan dan analisis data

dilakukan di Laboratorium Epidemiologi FKH IPB.

Disain Penelitian

Penelitian merupakan kajian lapang cross-sectional study dan kajian ini

menggunakan kuesioner sebagai perangkat untuk mengukur tingkat

pengetahuan, sikap dan praktik dari responden (Giuseppe et al. 2008; Lin et al.

2011; Pfeil et al. 2010). Penelitian dilakukan dengan metode wawancara

pedagang burung dan observasi terhadap tempat penjualan burung terkait

Praktik Biosekuriti

Tingkat Biosekuriti Karakteristik Pedagang

• Umur pedagang • Pendidikan

• Pengalaman

• Tujuan usaha • Skala usaha • Pelatihan

Pengetahuan Pedagang

(50)

22

 

kondisi biosekuriti pasar burung. Wawancara dilakukan menggunakan kuesioner

terstruktur, serta observasi dilakukan dan dinilai menggunakan checklist.

Sebelum digunakan dalam penelitian, kuesioner dan checklist terlebih

dahulu diuji melalui uji coba kuesioner untuk mengevaluasi kecocokan kuesioner

yang disusun dengan kondisi lapangan dan melihat tingkat kesulitan pertanyaan

di dalam kuesioner. Setelah itu, dilakukan uji validitas dan reliabilitas kuesioner

untuk menilai kelayakan kuesioner sebagai perangkat penelitian.

Pertanyaan pada kuesioner berisi mengenai karakteristik pedagang dan

kios; manajemen pemeliharaan dan kesehatan; praktik biosekuriti yang

mencakup isolasi, sanitasi, dan lalu lintas; pengetahuan pedagang; serta sikap

pedagang terhadap praktik biosekuriti di pasar burung. Checklist berisi

mengenai kondisi biosekuriti yang ditemukan di lapangan.

Terdapat definisi operasional yang dirancang untuk menjelaskan setiap

peubah yang diamati dalam penelitian ini. Definisi operasional tesebut disajikan

pada Tabel 1.

Sampel

Dipilih empat pasar burung terbesar yang ada di Jakarta dimana besaran

sampel dihitung menggunakan rumus maupun software. Dengan menggunakan

tingkat kepercayaan 95%, prevalensi dugaan 50%, dan tingkat kesalahan 10%,

(Billaud dan Leslie 2007), maka besaran sampel dapat dihitung dengan

menggunakan rumus:

Perhitungan rumus di atas, dapat menggunakan software WinEpiscope 2.0.

Besaran sampel tiap pasar dihitung menurut alokasi proporsional (proportional

allocation) dari total populasi pedagang burung. Dengan demikian didapatkan

besaran contoh untuk setiap pasar dan disajikan pada Tabel 2.

Metode penarikan sampel yang dilakukan adalah menggunakan metode

penarikan contoh acak sistematik. Pada awalnya ditentukan besar selang (K) di

setiap pasar sesuai dengan jumlah populasi pedagang dan besaran sampel yang

akan diambil dengan rumus K= Jumlah populasi/ besaran sampel. n = 4pq/L2

karena populasi terhingga maka dilanjutkan menghitung dengan rumus:

(51)

23

[image:51.595.107.511.100.785.2]

 

Tabel 1 Definisi operasional dari peubah yang diamati

Peubah

penelitian Definisi operasional Alat ukur Cara ukur Skala

Umur Usia pedagang yang dihitung dari ulang tahun-nya yang terakhir. Kuesioner Wawancara

• Rasio

• Ordinal 1. muda (≤40

tahun) 2. tua (≥40

tahun)

Pendidikan Jenjang pendidikan terakhir yang dimiliki oleh pedagang. Kuesioner Wawancara

• Rasio

• Ordinal 1. rendah (tidak

sekolah, SD, SMP) 2. tinggi (SMU

dan PT)

Pengalaman

Jangka waktu lamanya pedagang

berdagang burung. Kuesioner Wawancara

• Rasio

• Ordinal 1. baru (≤5

tahun) 2. sedang (6-20

tahun) 3. lama (>20

tahun)

Tujuan usaha

Penggolongan tujuan usaha pedagang burung sebagai mata pencaharian pokok atau sampingan.

Kuesioner Wawancara Nominal

Skala usaha

Besar penghasilan yang diperoleh pedagang burung per bulannya dalam hal berdagang burung.

Kuesioner Wawancara

• Rasio

• Ordinal 1. kecil (≤5 juta

per bulan) 2. sedang (5 –

10 juta per bulan) 3. besar (>10

juta per bulan)

Pelatihan

Riwayat pelatihan pedagang mengenai manajemen pemeliharaan dan kesehatan burung serta praktik biosekuriti di pasar burung.

Kuesioner Wawancara Ordinal

1. ya 2. tidak

Pengetahuan

Tingkat penguasaan pedagang mengenai fakta-fakta yang berhubungan dengan penyakit unggas, manajemen pemeliharaan, dan praktik biosekuriti, di pasar burung yang diukur melalui penilaian (scoring) kuesioner.

Kuesioner Wawancara

• Interval

• Ordinal 1. buruk 2. sedang 3. baik

Sikap

Keyakinan, perasaan atau penilaian terhadap kepentingan praktik biosekuriti (objek sikap) yang yang diukur melalui penilaian (scoring) kuesioner.

Kuesioner Wawancara

• Interval

• Ordinal 1. negatif 2. netral 3. positif

Praktik biosekuriti

Tindakan biosekuriti yang dilakukan oleh pedagang yang meliputi tindakan sanitasi, isolasi, dan pengawasan lalu lintas. Praktik/ tindakan ini dilakukan oleh pedagang baik secara sadar maupun tidak terhadap keterkaitan dengan penyakit avian influenza yang diukur melalui penilaian (scoring) kuesioner.

Kuesioner Wawancara

• Interval

• Ordinal 1. buruk 2. sedang 3. baik

Tingkat biosekuriti

Klasifikasi tingkatan yang dinilai berdasarkan penghitungan angka yang dikategorikan menjadi tingkat biosekuriti baik dan tingkat biosekuriti buruk yang diukur melalui penilaian (scoring) kuesioner dan checklist.

Kuesioner dan Checklist Wawancara dan observasi

• Interval

(52)

24

 

Tabel 2 Besaran sampel setiap pasar burung di DKI Jakarta

No Pasar burung

Jumlah Populasi

pedagang Proporsi Besaran sampel

1 Pramuka 152 152/321*75 36

2 Cipinang Kebembem 60 60/321*75 14

3 Barito 50 50/321*75 12

4 Jatinegara 54 54/321*75 13

Jumlah 321 75

Kriteria dan Penilaian Kuesioner

Penilaian Tingkat Pengetahuan Pedagang

Tingkat pengetahuan pedagang memiliki dua skala pengukuran yang

bersifat interval dan ordinal. Untuk menilai tingkat pengetahuan pedagang,

dirancang sejumlah 28 pertanyaan mengenai praktik biosekuriti. Responden

diberikan tiga pilihan jawaban yaitu ‘benar’, ‘salah’, dan ‘tidak tahu’ (Hart et al.

2007). Pertanyaan dibedakan menjadi pertanyaan positif dan pertanyaan negatif

untuk menghilangkan bias dari jawaban responden. Terdapat 18 pertanyaan

positif dimana jawaban benar adalah jika responden memilih jawaban ‘benar’,

sementara terdapat 10 pertanyaan negatif dimana jawaban benar adalah jika

responden memilih jawaban ‘salah’.

Setiap jawaban yang benar dari pertanyaan mengenai praktik biosekuriti

diberikan bobot satu sementara jawaban yang salah dan yang memilih jawaban

‘tidak tahu’ akan diberikan bobot nol (Palaian et al. 2006). Dengan demikian nilai

maksimum untuk tingkat pengetahuan adalah 28 dan minimum adalah nol.

Data yang bersifat interval akan dinilai (scoring) untuk dianalisis lebih

lanjut. Data yang bersifat ordinal akan dikategorikan berdasarkan kriteria

pembobotan di atas, maka untuk menilai tingkat pengetahuan pedagang

terhadap praktik biosekuriti adalah sebagai berikut:

• Pengetahuan kurang jika nilai ≤ 14

• Pengetahuan sedang/cukup jika nilai antara 15 – 22 • Pengetahuan baik jika nilai > 22

Penilaian Tingkat Sikap Pedagang

Tingkat sikap pedagang memiliki dua skala pengukuran yang bersifat

interval dan ordinal. Untuk menilai tingkat sikap pedagang, dirancang sejumlah

(53)

25

 

jawaban menggunakan Skala Likert yaitu ‘setuju’, ‘tidak setuju’, dan ‘ragu-ragu.

Pernyataan dibedakan menjadi pernyataan positif dan pernyataan negatif untuk

menghilangkan bias dari jawaban responden. Terdapat 16 pernyataan positif

dimana jawaban benar adalah jika responden memilih jawaban ‘setuju’,

sementara terdapat 12 pernyataan negatif dimana jawaban benar adalah jika

responden memilih jawaban ‘tidak setuju’.

Setiap jawaban yang benar dari pernyataan mengenai praktik biosekuriti

diberikan bobot 2, jawaban ‘ragu-ragu’ diberikan bobot satu, sementara jawaban

yang salah akan diberikan bobot nol (Palaian et al. 2006). Dengan demikian nilai

maksimum untuk tingkat sikap adalah 56 dan minimum adalah nol.

Data yang bersifat interval akan dinilai (scoring) untuk dianalisis lebih

lanjut. Data yang bersifat ordinal akan dikategorikan berdasarkan kriteria

pembobotan di atas, maka untuk menilai tingkat sikap pedagang terhadap praktik

biosekuriti adalah sebagai berikut:

• Sikap negatif jika nilai ≤ 28

• Sikap netral jika nilai antara 29 – 43 • Sikap positif jika nilai > 43

Penilaian Tingkat Praktik Biosekuriti Pedagang

Tingkat praktik biosekuriti pedagang memiliki dua skala pengukuran yang

bersifat interval dan ordinal. Untuk menilai tingkat praktik pedagang terhadap

biosekuriti, dirancang sejumlah 29 pertanyaan mengenai praktik biosekuriti yang

terdiri dari praktik sanitasi, praktik isolasi, dan praktik pengawasan lalu lintas.

Praktik sanitasi terdiri atas 14 pertanyaan, praktik isolasi terdiri atas delapan

pertanyaan, dan praktik pengawasan lalu lntas terdiri atas tujuh pertanyaan.

Dari 29 pertanyaan dalam kuesioner akan dirangkum menjadi 25

pertanyaan kunci mengenai praktik biosekuriti. Pertanyaan kunci tersebut

memiliki jawaban ‘ya’ dan ‘tidak’. Pembobotan dilakukan dengan memberikan

nilai satu pada jawaban ‘ya’ dan nilai nol pada jawaban ‘tidak’. Dengan demikian

nilai maksimum untuk tingkat praktik biosekuriti adalah 25 dan minimum adalah

nol.

Data yang bersifat interval akan dinilai (scoring) untuk dianalisis lebih

lanjut. Data yang bersifat ordinal akan dikategorikan berdasarkan kriteria

pembobotan di atas, maka untuk menilai tingkat praktik biosekuriti pedagang

(54)

26

 

• Praktik buruk jika nilai ≤ 12

• Praktik sedang/cukup jika nilai antara 13 – 18 • Praktik baik jika nilai > 19

Penilaian Tingkat Biosekuriti Kios Pedagang

Tingkat praktik biosekuriti pedagang memiliki dua skala pengukuran yang

bersifat interval dan ordinal. Untuk menilai tingkat biosekuriti kios pedagang,

digunakan penilaian dari praktik pedagang dan juga dilakukan observasi

menggunakan checklist. Terdapat 10 penilaian yang dilakukan dengan

memberikan nilai satu pada yang melakukan tindakan biosekuriti yang tepat dan

nilai nol pada yang tidak melakukan tindakan biosekuriti. Hasil penilaian total

untuk tingkat biosekuriti adalah penjumlahan antara praktik biosekuriti (25 poin)

dan hasil observasi (10 poin). Dengan demikian nilai maksimum untuk tingkat

biosekuriti adalah 35 dan minimum adalah nol.

Data yang bersifat interval akan dinilai (scoring) untuk dianalisis lebih

lanjut. Data yang bersifat ordinal akan dikategorikan berdasarkan kriteria

penilaian di atas, maka untuk menilai tingkat biosekuriti adalah sebagai berikut:

• Biosekuriti buruk jika nilai ≤ 21 • Biosekuriti baik jika nilai ≥ 22

Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dan analitis. Secara

analitis, data diolah menggunakan analisis lintas (path analysis) untuk

mengetahui hubungan/korelasi antar peubah yang diamati terhadap praktik

biosekuriti pedagang dan pengaruh langsung dan tidak langsung dari faktor

pedagang terhadap praktik biosekuriti (Li 1975). Analisis berikutnya

menggunakan analisis regresi logistik (Kleinbaum dan Klein 2002) untuk

mendapatkan nilai odds ratio dari masing-masing peubah yang diuji dan

menentukan faktor risiko terkait biosekuriti. Sebelum dilakukan analisis regresi

logistik berganda, dilakukan uji chi-square dari setiap peubah karakteristik

pedagang untuk mengetahui kandidat yang akan masuk dalam analisis

multivariat. Hasil uji chi-square yang memiliki nilai p<0.25, akan menjadi

kandidat kovariat (Hosmer dan Lemeshow 1989) dan selanjutnya setiap kandidat

kovariat tersebut akan dilakukan uji multikolinearitas untuk masuk ke dalam

analisis regresi logistik berganda. Analisis data tersebut menggunakan program

(55)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Wilayah Penelitian

Penelitian ini dilakukan di empat pasar burung di DKI Jakarta antara lain di

kawasan Jakarta Timur dan kawasan Jakarta Selatan yang merupakan lokalisasi

penjualan burung atau unggas hias/kesayangan di wilayah Ibukota. Terdapat

tiga pasar burung di kawasan Jakarta Timur yaitu Pasar Burung Pramuka, Pasar

Burung Cipinang Kebembem, dan Pasar Burung Jatinegara dan satu pasar

burung di kawasan Jakarta Selatan yaitu Pasar Burung Barito. Keempat pasar

burung ini dijadikan tempat penelitian dikarenakan memiliki populasi pedagang

yang besar yaitu lebih dari 50 pedagang.

Pasar Burung Pramuka terletak pada sebuah bangunan khusus kios

penjualan burung/unggas yang terdiri dari tiga bangunan dan empat lantai.

Bangunan pasar burung terletak di dalam kompleks kawasan pasar pramuka.

Sama halnya dengan Pasar Burung Pramuka, Pasar Burung Cipinang

Kebembem juga terletak pada bangunan khusus satu lantai yang terdiri dari

kios-kios penjualan burung/unggas.

Berbeda dengan kedua pasar burung di atas, Pasar Burung Jatinegara

terletak di lingkungan tanpa bangunan khusus. Pasar tersebut berada di

lingkungan pusat perdagangan di daerah pinggiran jalan Jatinegara yang

merupakan pasar burung tradisional/pasar becek. Pasar burung terakhir yaitu

Pasar Burung Barito terletak di sepanjang Jalan Barito yang tepat berlokasi di

pinggir jalan sehingga pasar tersebut langsung berbatasan dengan area jalan

raya.

Dari penjelasan di atas, kondisi fisik Pasar Burung Pramuka sama dengan

Pasar Burung Cipinang Kebembem yang terletak pada suatu bangunan khusus

tempat

Gambar

Gambaran Umum ............................................................................
Gambar 2.
Gambar 3  Kerangka konsep penelitian.
Tabel 1  Definisi operasional dari peubah yang diamati
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan cara makan sahur menggunakan kurma atau makanan yang bergizi bukan hanya sekedar menjalankan sunnah Rosul melainkan juga mendapatkan banyak manfaat dari

1) Nama pengarang yang terdiri dari dua bagian ditulis dengan urutan: nama akhir diikuti koma, nama awal (disingkat maupun tidak disingkat harus konsisten dalam satu

Lampiran 8 Respon kebutuhan prasarana irigasi pipa di Kelurahan

Berdasarkan sifat ciri peralihan yang dimiliki oleh kelompok ini, seperti ukuran buah, bintik pada buah, pangkal dan pucuk buah, warna kulit muda, kelompok utama ini

Tujuan utama penelitian ini adalah mengetahui hubungan linieritas antara Produk Maillard dengan Kadar Protein Terlarut, Warna dan Derajad Ketengikan serta karakter tepung

membuat peneliti tertarik untuk meneliti dengan judul penelitian “Perbedaan Tingkat Memaafkan (Forgiveness) antara Santri yang Hafal Al-Qur’an dengan Santri yang

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka peneliti bermaksud mengadakan penelitian untuk mengetahui pengaruh pemanfaatan fasilitas kerja,

melaksanakan dan mengikuti kegiatan bacaan dan gerakan sholat.. 