Menganggur dalam Pengasuhan Anak)
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi sebagai per syar atan memper oleh Gelar Sar jana
pada FISIP UPN “Veter an” J awa Timur
Oleh :
DUWI NOVITASARI
NPM.0843010080
YAYASAN KESEJ AHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” J AWA TIMUR
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
SURABAYA
Disusun Oleh :
DUWI NOVITASARI NPM. 0843010080
Telah disetujui untuk mengikuti ujian skr ipsi
Menyetujui,
Pembimbing Utama
Dr s.Syaifuddin Zuhr i MSi. NPT. 3 7006 94 0035 1
Mengetahui
DEKAN
Disusun Oleh :
DUWI NOVITASARI
NPM. 0843010080
Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi
Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran” Jawa Timur
Pada tanggal 14 Juni 2012
Pembimbing Utama
Dr s, Saifudin Zuhr i.Msi NPT. 3 7006 94 0035 1
Tim Penguji :
1. Ketua
J uwito, S.Sos, M.Si NPT. 3 6704 95 0036 1
2. Sekr etar is
Dr s. Saifudin Zuhr i, M.si NPT. 3 700694 0035 1
3. Anggota
Dr s. Kusnar to, M.Si NIP. 195808011984021001
Mengetahui, DEKAN
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa
,
atas berkat dan limpahan Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikanlaporan skripsi dengan judul ”POLA KOMUNIKASI ISTRI YANG
BEKERJ A SUAMI MENGANGGUR” dapat penulis susun dan
selesai sebagai wujud pertanggung jawaban atas terlaksananya kegiatan
perkuliahan penulis.
Maka pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih
kepada Bapak Dosen Pembimbing yang telah meluangkan waktunya
untuk memberikan bimbingan, nasehat serta motivasi kepada penulis.
Dan penulis juga banyak menerima bantuan dari berbagai pihak, baik itu
berupa moril, spiritual, maupun materil. Untuk itu penulis mengucapkan
terima kasih kepada :
1. Ibu Dra. Hj. Suparwati,Msi selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa
Timur.
2. Bapak Juwito, S.Sos, Msi selaku Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan
Nasional “Veteran” Jawa Timur.
3. Bapak Drs. Syaifuddin Zuhri, Msi selaku Sekertaris Jurusan
Program Studi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
dengan sabar dan membantu memberikan bimbingan untuk
menyelesaikan penyusunan laporan proposal skripsi ini.
5. Dosen – dosen Jurusan Ilmu Komunikasi yang telah banyak
memberikan ilmu dan dorongan dalam menyelesaikan skripsi ini.
6. Dosen penguji Bapak Drs. Kusnarto, Msi, Bapak Juwito, S.Sos,
Msi, Bapak Drs. Syaifuddin Zuhri, Msi, terima kasih atas saran dan
arahannya kepada peneliti.
7. Pak Totok selaku Staf Pengadilan Agama, yang sudah membantu
peneliti memberika data-data yang peneliti perlukan.
8. Orang tua tercinta, terima kasih atas perjuangan, doa serta dukungan
yang diberikan setiap hari baik berupa moril dan materil.
9. Kakak yang ikut ngerecokin waktu ngerjain skripsi tapi juga
menghibur dengan celetukan-celetukan lucunya.
10. My luphly puppy squidy terima kasih udah menemaniku selama ini
dari awal aku masuk ospek sampe sekarang aku udah nyelesaiin
skripsi, nganterin kemana-mana, ikut nungguin aku ngerjain skripsi,
love you pi J
11. Mbak Indah, Indri, Devi, Bagus, Tika, makasih udah ikut bantuin
skripsinya, hhoo, Caca, makasih buat infonya tentang skripsi dan
recommend DP-nya :p
12. Estika, Mario, Mas Yopi, Mas Maul (yang sama-sama berjuang
Penulis menyadari bahwa Laporan Skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan, maka kritik dan saran yang bersifat membangun
sangatlah dibutuhkan guna memperbaiki kekurangan yang ada. Akhir
kata semoga Laporan Skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca,
khususnya untuk teman – teman di Jurusan Ilmu Komunikasi.
Surabaya, Juni 2012
HALAMAN PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
ABSTRAKSI ... x
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 10
1.3 Tujuan Penelitian ... 10
1.4 Manfaat Penelitian ... 10
1.4.1 Kegunaan Teoritis ... 10
1.4.2 Kegunaan Praktis ... 10
BAB II TINJ AUAN PUSTAKA ... 11
2.1 Landasan Teori ... 11
2.1.1 Teori Atribusi ... 11
2.1.2 Komunikasi Interpersonal ... 12
2.1.3 Pola Komunikasi ... 15
2.1.4 Pernikahan ... 18
2.1.8.1Budaya Jawa ... 23
2.1.9 Pengertian Keluarga ... 24
2.1.9.1 Fungsi Keluarga ... 25
2.1.9.2 Komunikasi Keluarga ... 27
2.1.10 Kualitas Komunikasi Interpersonal dalam Keluarga.. 29
2.1.11 Aspek-Aspek Kualitas Komunikasi Interpersonal dalam Keluarga ... 32
2.1.12 Pola Komunikasi Keluarga ... 35
2.1.13 Penyebab Suami Tidak Bekerja ... 36
2.1.14 Penyebab Istri Bekerja ... 37
2.1.15 Dampak Istri Bekerja ... 39
2.2 Kerangka Berfikir ... 39
BAB III METODE PENELITIAN ... 42
3.1 Definisi Operasional ... 42
3.2 Konsep Operasional ... 43
3.2.1 Pola Komunikasi Keluarga(suami-istri) ... 45
3.3 Lokasi Penelitian ... 46
3.4 Subjek dan Informan Peneliti ... 46
3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 48
4.1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian ... 50
4.1.2 Penyajian Data ... 52
4.1.3 Identitas Informan ... 56
4.2 Analisis Data... 57
4.2.1 Pola Komunikasi Istri yang Bekerja Suami Menganggur dalam Pengasuhan Anak ... 57
4.2.1.1 Analisis Keluarga Informan I ... 57
4.2.1.2 Analisis Keluarga Informan II ... 64
4.2.1.3 Analisis Keluarga Informan III ... 70
4.3 Pembahasan ... 77
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 79
5.1 Kesimpulan ... 79
5.2 Saran ... 81
DAFTAR PUSTAKA ... 82
Komunikasi adalah sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari
kehidupan manusia. Sejak manusia itu dilahirkan manusia sudah melakukan
kegiatan komunikasi. Manusia adalah makhluk sosial, artinya manusia tidak
dapat hidup sendiri, manusia hidup dengan manusia lainnya yang satu dengan
yang lain saling membutuhkan untuk tetap melaksanakan kehidupannya.
Kata komunikasi atau communication dalam bahasa inggris berasal
dari kata latin communis yang berarti “sama”. Communico, communication
atau communicare yang berarti “membuat sama” (to make common) (Dedy
Mulyana, 2002:41).
Komunikasi merupakan kunci utama apabila kita ingin berhubungan
dengan orang lain. Bila dua orang terlibat dalam komunikasi, melalui
percakapan maka komunikasi akan berjalan selama ada kesamaan makna
mengenai apa yang diucapkan. Kesamaan kata yang digunakan dalam
percakapan belum tentu dapat dimengerti, sehingga kita perlu tahu apa makna
dari kata-kata tersebut.
Hakekat sebuah perkawinan menurut undang-undang pokok
perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 dalam pasal 30, adalah ikatan lahir batin
antara pria dan wanita sebagai suami dan istri dengan tujuan membentuk
keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
memerlukan perlindungan dari suaminya, dan suami memerlukan kasih
sayang dari istrinya. Disini mengandung arti bahwa dalam sebuah perkawinan
terjadi saling ketergantungan antara suami maupun istri terhadap pasangannya
(Suciptawati,n,d).
Selain ketergantungan, dalam sebuah hubungan juga memerlukan
adanya keseimbangan dalam hubungan. Menurut DeVito dalam equity theory
atau teori keseimbangan, dalam sebuah hubungan, keseimbangan sangat
diperlukan untuk mempertahankan hubungan. Keseimbangan disini tidak
selalu berupa materi, dapat berupa perhatian, pengorbanan dan pembagian
tugas dalam hubungan. Jika keseimbangan tidak tercapai, maka keutuhan
hubungan dapat terancam (DeVito,2007 p.244).
Salah satu masalah utama yang sering dialami dalam sebuah
hubungan yakni tidak adanya keseimbangan dari sisi keuangan. Parahnya,
hampir semuanya menempatkan masalah ini sebagai masalah yang besar.
Salah satu bentuk permasalahan yang terjadi adanya suami yang tidak bekerja
(menganggur) dan istri yang bekerja mencari nafkah. Dalam kasus hubungan
perkawinan yang hanya istri yang bekerja dan suami menganggur, konflik
akan lebih sering muncul. Tak jarang hal ini turut memicu adanya
ketidaknyamanan yang dirasakan oleh istri (Elfarid, 2007).
Sedangkan, didalam hubungan perkawinan seorang suami yang
seharusnya wajib untuk memberikan nafkah kepada istri dan istri tidak wajib
untuk bekerja. Khususnya pada masyarakat yang memiliki budaya Jawa, yang
juga suami. Seorang istri yang harus berada di rumah dan mengurus
anak-anaknya dan keperluan rumah tangga pada umumnya. Namun seiring
perkembangan zaman, sekarang banyak para ibu yang bekerja dan tidak lagi
hanya mengurusi anak di rumah, tak jarang seorang istri lebih mempunyai
karir yang cemerlang dibandingkan suaminya.
Ketika istri memutuskan untuk bekerja, hal tersebut bukanlah suatu
hal yang mudah untuk diputuskan, sebab banyak pertimbangan yang harus
dipikirkan. Ketakutan akan adanya waktu yang akan dihabiskan istri diluar
rumah akan dapat berdampak pada pola komunikasi suami-istri yang dapat
mengancam hubungan perkawinan. Ancaman selanjutnya, ada kemungkinan
istri akan menjadi jenuh karena merasa suami tidak melaksanakan kewajiban
sebagai seorang kepala keluarga yaitu memberi nafkah. Kondisi ini, tak jarang
turut memicu terjadinya konflik dalam rumah tangga, karena dapat mendorong
munculnya dominasi seorang istri dan suami menjadi tidak dianggap dalam
pengambilan keputusan dalam keluarga.
Sedangkan, sesuai dengan Undang-Undang Perkawinan Bab VI
tentang hak dan kewajiban suami-istri, disebutkan pada pasal 34 ayat 1
menyatakan “Suami wajib melindungi isterinya dan memberikan segala
sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya.”
Banyak pula ayat Al-Qur`an salah satunya surat an-Nisâ` yang telah
menetapkan, bahwa kewajiban memberi nafkah keluarga itu berada di atas
pundak seorang suami atau ayah, dan bukan orang lain. Di antaranya: "Kaum
sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena
mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka".
[an-Nisâ`/4:34].
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah berkhutbah di depan para
sahabat dengan bersabda:
ا ﻮ ُﻘ ﱠﺗ ﺎ َﻓ َ ﱠﻠ ﻟ ا ﻲ ِﻓ ِء ﺎ َﺴ ﱢﻨ ﻟ ا ْﻢ ُﻜ ﱠﻧ ِﺈ َﻓ ﱠﻦ ُª ﻮ ُﻤ ُﺗ ْﺬ َﺧ َأ ِن ﺎ َﻣ َﺄ ِﺑ ِ ﱠﻠ ﻟ ا ... ﱠﻦ ُ َﻟ َو ْﻢ ُﻜ ْ َﻠ َﻋ ﱠﻦ ُ ُﻗ ْز ِر ﱠﻦ ُ ُﺗ َﻮ ْﺴ ِﻛ َو ِف و ُﺮ ْﻌ َﻤ ْﻟ ﺎ ِﺑ
"Bertakwalah kalian kepada Allah terhadap istri-istri kalian. Sesungguhnya
kalian telah mengambil mereka dengan perlindungan dari Allah . . . Dan hak
mereka (yang menjadi kewajiban) atas kalian adalah (memberi) makan dan
pakaian dengan cara yang baik". [HR Muslim, no. 1218]. (almanhaj.or.id)
Akibat masalah keuangan dalam status pernikahan juga dapat memicu
adanya tindakan perselingkuhan. Hal ini seperti disebutkan Safron dan Hill,
dari 10 besar alasan individu meninggalkan hubungan pernikahan dan memilih
untuk berselingkuh, persoalan keuangan menjadi salah satu penyebabnya
(Safron, 1979 dan Hill et al., 1976 dalam Guerero dan Andersen dan Afifi,
2007: 333).
Salah satu pasangan baik pihak suami maupun pihak istri atau bahkan
dari pihak keduanya melakukan perselingkuhan dari akibat ketidak adanya
kesepahaman dalam mengambil sikap untuk menyelesaikan permasalahan
yang sedang dihadapi dalam rumah tanggannya, terutama jika sudah
menyangkut masalah perekonomian (keuangan). Mereka akan mencari
kepuasan lain diluar untuk menghibur diri dari ketidak cocokan pola pikir
kemungkinan jika istri yang bekerja akan merasa lebih berhak untuk
mengambil segala keputusan didalam rumah tangganya tanpa
mendiskusikannya terlebih dahulu dengan suami, sehingga suami merasa
posisinya sebagai kepala rumah tangga kurang di hargai oleh istri.
Dalam waktu yang telah dilalui dalam hubungan perkawinan, akan
timbul kesenjangan yang terjadi akibat dari penghasilan yang hanya diperoleh
dari istri. Kesenjangan tersebut muncul ketika ditengah-tengah masa
perkawinan mulai terjadi sedikit penurunan hubungan. Hal tersebut sebagai
akibat dari tidak adanya komunikasi yang efektif untuk mencari solusi dari
timbulnya konflik yang nantinya bisa berkepanjangan.
Berdasarkan data Pengadilan Agama (PA) Surabaya selama tahun
2011, terdapat 3945 kasus yang berakhir perceraian. Kasus tersebut dibagi
beberapa aspek yang menjadi pemicu munculnya perceraian, seperti faktor
moral, meninggalkan kewajiban, menyakiti jasmani, dan terus-menerus
berselisih. Faktor meninggalkan kewajiban dibagi lagi menjadi tiga kategori,
yaitu kawin paksa, ekonomi, dan tidak ada tanggung jawab. Dari data tersebut,
sebanyak 660 perkara perceraian dipicu masalah ekonomi. Dan sebanyak 893
perkara perceraian dipicu masalah tidak ada tanggung jawab. Tidak ada
tanggung jawab disini mengacu pada masalah suami yang meninggalkan
kewajibannya terhadap istri. Sedangkan masalah ketidak harmonisan dalam
rumah tangga mencapai 911 perkara. Ketidak harmonisan dalam rumah tangga
rumah tangga disini salah satunya disebabkan karena adanya gangguan pihak
ketiga ataupun kembali lagi ke masalah ekonomi.
Pada tahun 2011 sebagian besar permohonan gugatan cerai dilakukan
istri. Banyak faktor yang menyebabkan pihak istri menggugat cerai, yaitu
dikarenakan cemburu, ekonomi, tidak ada tanggung jawab, kekerasan dalam
rumah tangga (KDRT) atau ketidak harmonisan rumah tangga. Perceraian
karena suami meninggalkan kewajibannya untuk menafkahi keluarga sendiri
menurut Panmud Hukum Pengadilan Agama Surabaya, dikategorikan kedalam
faktor ekonomi, karena pemicu utamanya adalah konflik yang ditimbulkan
dari dalam individu pasangan suami-istri tersebut sendiri tanpa campur tangan
pihak lain yang dapat mengakibatkan ketidak harmonisan dalam rumah
tangga. Kurang efektifnya komunikasi yang terjadi pada pasutri menjadi
pemicu munculnya masalah-masalah tersebut diatas.
Komunikasi interpersonal menjadi ujung tombak dalam penyelesaian
konflik rumah tangga, karena dengan adanya komunikasi tersebut maka setiap
pasangan suami-istri dapat lebih terbuka dengan pasangan masing-masing
dalam penyampaian maupun penyelesaian masalah. Komunikasi interpersonal
atau yang lebih dikenal dengan komunikasi antara orang-orang secara tatap
muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain
secara langsung, baik secara verbal ataupun nonverbal (Mulyana,2000). Dari
data yang peneliti peroleh dari Panmud Hukum tersebut, maka dapat
disimpulkan bahwa kasus perceraian karena faktor ekonomi cukup tinggi
lain, peneliti akan mengungkapkan sebuah contoh kasus perceraian yang
disebabkan oleh faktor ekonomi.
MN (penggugat) menikah dengan MA (tergugat) pada 07 Maret 2002. Setelah menikah, pasangan tersebut masih tinggal di rumah orang tua MA selama 2 tahun. Pasangan ini telah dikaruniai seorang putri pada Desember 2002. Semula kehidupan pasangan ini harmonis, sampai akhirnya pada awal 2008, sering terjadi perselisihan yang sulit diselesaikan. Penyebab dari perselisihan itu adalah MA tidak mempunyai pekerjaan tetap dan lebih sering memanfaatkan uang dari hasil kerja MN. Akibatnya, MA tidak dapat mencukupi dan memenuhi kebutuhan sehari-hari penggugat dan anaknya. Perselisihan tersebut semakin lama semakin serius, hingga akhirnya awal 2011, mereka pisah rumah, dengan MN tinggal di rumah orang tuanya. September 2011, MN mengajukan gugatan cerai dengan alasan rumah tangganya tidak bisa dipertahankan lagi. MA juga tidak berusaha mencari pekerjaan yang layak agar dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari.
(contoh Putusan Pengadilan Agama tahun 2011)
Pernyataan diatas peneliti kutip dari putusan Pengadilan Agama. Dari
kutipan diatas dapat memberi informasi tentang fakta yang ada bahwa
banyaknya kasus perceraian yang disebabkan oleh faktor ekonomi yang dapat
memicu ketidak harmonisan dalam rumah tangga.
Menurunnya hubungan adalah perusakan dan kemungkinan terjadi
pemutusan hubungan (Duck, 1982). Ini akibat melemahnya ikatan yang
mempertalikan hubungan perkawinan, dan dapat terjadi secara berangsur atau
mendadak, sedikit demi sedikit atau ekstrim. Jika dikaitkan dengan
permasalahan yang akan diteliti oleh peneliti, hal ini sebagai akibat dari tidak
adanya komunikasi yang efektif antara suami-istri.
Meskipun pernyataan diatas juga pada akhirnya berujung pada sebuah
setiap pasangan yang mempunyai masalah ekonomi yaitu istri yang bekerja
dan suami tidak bekerja (menganggur) berakhir pada sebuah perceraian, pada
beberapa pasangan ternyata bisa langgeng dan dapat mengatasi masalah
tersebut dalam rumah tangganya. Berdasarkan pra penelitian yang dilakukan,
peneliti menjumpai pasangan yang memiliki masalah ekonomi yang sama
yaitu istri yang bekerja suami menganggur namun kehidupan rumah tangga
mereka sampai saat ini tetap baik-baik saja. Berikut data salah satu pasangan
yang hingga saat ini kehidupan rumah tangganya tetap harmonis :
AI (istri) menikah dengan EO (suami) pada 15 Desember 1985. Selama menjalani kehidupan rumah tangga lebih dari 20 tahun, pasangan ini telah dikaruniai 2 orang anak. Istri memiliki latar belakang pendidikan lebih tinggi dari suami yaitu Sarjana sedangkan suami SMU. Dalam hal pekerjaan, istri memiliki pekerjaan tetap yaitu sebagai Pegawai Negeri sedangkan suami tidak memiliki pekerjaan tetap. Dalam kehidupan sehari-hari istri lebih sering memenuhi kebutuhan rumah tangga mereka. Namun, masalah tersebut, tidak membuat hubungan mereka menjadi renggang dan menimbulkan perselisihan diantara mereka. Kehidupan rumah tangga mereka tetap harmonis sampai sekarang, dikarenakan adanya pola komunikasi yang efektif diantara pasangan ini.
Berdasarkan data dari pra penelitian tersebut, peneliti ingin
mengetahui bagaimana pola komunikasi pasutri yang istrinya bekerja dan
suami tidak bekerja (menganggur) dapat meredam segala masalah yang
terjadi dalam kehidupan rumah tangga mereka, sehingga rumah tangga
mereka dapat langgeng dan tidak berujung pada perceraian.
Untuk menjaga dan memperbaiki hubungan yang sudah tampak dan
akan timbul suatu konflik, maka sebuah komunikasi efektif dapat dilakukan
hubungan yang menyenangkan. Pasangan suami-istri tersebut mempunyai
cara dan mengkomunikasikannya dengan baik agar hubungan mereka bisa
bervariasi dan tidak monoton, sehingga akan tampak lebih menyenangkan,
terlebih tidak mudah bagi pasangan tersebut untuk mengabaikan mengenai
masalah tidak terpenuhinya kewajiban suami yaitu istri yang bekerja dan
suami yang menganggur.
Komunikasi yang baik menjadi hal yang sangat penting yang harus
dilakukan dalam sebuah hubungan, untuk menghindari terjadinya kesalah
pahaman antara kedua belah pihak. Sedikit terjadinya kesalah pahaman yang
dilalui, akan mengurangi rasa ketidaknyamanan dalam suatu hubungan
tersebut. Untuk itu, masalah tidak terpenuhinya kewajiban suami ini dapat
dicari jalan keluarnya dengan cara berkomunikasi yang efektif dan mencari
jalan keluar dalam pembagian tugas dan mengurus rumah tangga. Untuk itu
dalam sebuah hubungan juga diperlukan adanya saling keterbukaan.
Pola komunikasi dalam mengatasi masalah ekonomi, terutama istri
yang bekerja, mau tidak mau yang mengasuh anak adalah suami. Dimana
yang seharusnya suami yang memenuhi kebutuhan rumah tangga namun
dengan adanya satu dan lain hal sehingga membuat situasi menjadi terbalik
yaitu istri yang bekerja dan mencari nafkah sedangkan suami tidak bekerja
(menganggur) namun mereka masih tetap bisa harmonis dan bertahan sampai
sekarang.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka penelitian ini
anak pada pasangan yang istrinya bekerja, sedangkan suaminya menganggur,
,namun rumah tangganya tetap harmonis dan tidak berujung pada perceraian.
1.2Per umusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang ada, maka rumusan masalah
dari penelitian ini adalah bagaimana pola komunikasi suami istri dalam
mengasuh anak yang istrinya bekerja suami yang menganggur dalam
pengasuhan anak.
1.3Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui bagaimanakah pola komunikasi istri yang bekerja suami
yang menganggur dalam pengasuhan anak.
1.4Manfaat Penelitian
1.4.1 Kegunaan Teor itis
Bagi ilmu pengetahuan, penelitian ini diharapkan mampu memberikan
kontribusi berkaitan dengan pola komunikasi interpersonal suami dengan
istri.
1.4.2 Kegunaan Pr aktis
a. Hasil penelitian ini dapat memberikan masukan pada suami istri untuk
mempertahankan keluarga melalui pola komunikasi dalam keluarga.
b. Memberikan gambaran bagi pembaca, khususnya masyarakat umum
tentang pola komunikasi antara istri yang bekerja dan suami yang tidak
2.1.1 Teor i Atr ibusi
Teori ini diperkenalkan oleh Heider pada tahun 1958 melalui
bukunya yang berjudul “The Psychology Interpersonal Relation”. Heider
mengemukakan, jika anda melihat perilaku orang lain, maka anda juga
harus melihat sebab tindakan orang lain. Dengan demikian anda sebagai
pihak yang memulai komunikasi harus mempunyai kemampuan untuk
memprediksi perilaku yang tampak didepan anda. Heider yang seperti
dikutip Rahmat (1998), mengungkapkan ada 2 (dua) atribusi, yaitu atribusi
kausalitas dan atribusi kejujuran. (Liliweri, 1997:52)
Contoh, jika anda mengamati perilaku seseorang pertama anda
harus bisa menentukan dahulu apa yang menyebabkan perilaku itu terjadi,
apakah faktor situasional dan faktor personal. Dalam teori atribusi lazim
disebut kualitas eksternal dan kualitas internal. Intinya hanya
mempertanyakan perilaku orang lain tersebut dipengaruhi oleh faktor
eksternal atau faktor personal. Itulah “atribusi kausalitas”.
Kedua yaitu atribusi kejujuran, Robert A.Baron dan Don Byrne
yang dikutip Rahmat (1998) mengemukakan, ketika seseorang
memperlihatkan atribusi kejujuran maka ada dua hal yang harus diamati: (1)
sejauh mana orang itu memperoleh keuntungan dari anda akibat pernyataan
anda. Makin besar jarak antara pribadi dengan pendapat umum maka kita
makin percaya bahwa dia jujur.
2.1.2 Komunikasi Inter per sonal
Komunikasi interpersonal adalah interaksi tatap muka antar dua
atau beberapa orang, yaitu pengirim dapat menyampaikan pesan secara
langsung dan penerima pesan dapat menerima dan menanggapi secara
langsung pula (Hardjana, 2003:85)
Dalam komunikasi interpersonal, komunikator relatif cukup
mengenal komunikan, dan sebaliknya pesan dikirim dan diterima secara
simultan dan spontan, relatif kurang terstruktur. Demikian pula halnya
dengan umpan balik yang dapat diterima dengan segera. Dalam tataran antar
pribadi komunikasi berlangsung secara sirkuler, peran komunikator dan
komunikan relatif setara (Vardiansah, 2004:30-31).
Dalam komunikasi antar pribadi dapat dilihat adanya umpan balik
seketika karena proses komunikasinya dilakukan dengan bertatap muka,
sehingga dalam komunikasi antar pribadi ini juga harus diperhatikan
mengenai umpan balik yang akan terjadi, seperti yang telah dijelaskan
dalam teori Atribusi bahwa pihak yang memulai komunikasi antar pribadi
harus mempunyai kemampuan untuk memprediksi perilaku atau umpan
bagaimana proses yang terjadi dapat menimbulkan umpan balik yang positif
atau juga dapat juga disebut dalam istilah “how to communicate”.
Komunikasi antarpribadi dinilai paling ampuh dalam kegiatan
mengubah sikap, kepercayaan, opini dan perilaku komunikan. Karena
komunikasi antarpribadi umumnya berlangsung secara tatap muka (face to
face). Dengan kata lain bahwa anda dengan komunikan bertatap muka,
maka terjadilah kontak pribadi (personal contact) pribadi anda menyentuh
pribadi komunikan. Ketika anda menyampaikan pesan maka umpan balik
berlangsung seketika (immediate feedback), anda mengetahui pada saat
tanggapan komunikan terhadap pesan yang anda lontarkan, ekspresi wajah
dan gaya bicara anda. Apabila umpan baliknya positif, artinya tanggapan
komunikan anda menyenangkan maka sudah tentu akan mempertahankan
gaya komunikasi anda. Jika tanggapan komunikan negatif maka anda harus
mengubah gaya komunikasi sampai komunikasi berhasil (Effendy,
2003;62).
Komunikasi antarpribadi didefinisikan oleh Joseph A. DeVito
dalam bukunya “The Inter-Personal Communication Book” (DeVito,
1999:5) sebagai proses pengiriman dan penerimaan pesan antar dua orang
atau diantara sekelompok orang-orang, dengan beberapa efek dan beberapa
umpan balik seketika.
Berdasarkan definisi Devito itu, komunikasi antarpribadi dapat
suami-istri yang sedang bercakap-cakap. Pentingnya situasi komunikasi
antarpribadi karena prosesnya memungkinkan berlangsung secara dialogis.
Dialog adalah bentuk komunikasi antarpribadi yang menunjukkan terjadinya
interaksi. Mereka yang terlibat dalam komunikasi bentuk ini berfungsi
ganda, masing-masing menjadi pembicara dan pendengar secara bergantian.
Dalam proses komunikasi dialogis, nampak adanya upaya dari para pelaku
komunikasi untuk terjadinya rasa saling menghormati bukan disebabkan
status sosial ekonomi, melainkan didasarkan pada anggapan bahwa
masing-masing adalah manusia yang wajib, berhak, pantas dan wajar dihargai dan
dihormati sebagai manusia (Effendy, 2003:59-60).
Joseph A. Devito dalam bukunya Human Communication (1994)
menjelaskan definisi komunikasi antarpribadi dari tiga perspektif:
1. Perspektif Konvensional
Perspektif ini mendefinisikan komunikasi antar pribadi berdasarkan pada
unsur-unsur atau komponennya yaitu merupakan proses pengiriman dan
penerimaan pesan diantara dua orang ataupun sekelompok kecil orang,
dengan berbagai efek dan umpan balik.
2. Perspektif Rasional
Menurut perspektif ini, komunikasi antar pribadi didefinisikan sebagai
komunikasi yang terjadi diantara dua orang yang mempunyai hubungan
jelas diantara mereka. Misalnya komunikasi antar pribadi yang mencakup
3. Perspektif Pengembangan
Komunikasi antar pribadi adalah suatu proses yang berkembang, yaitu
dari komunikasi yang bersifat interpersonal meningkat menjadi
komunikasi yang sangat pribadi atau intim. Artinya ada peningkatan
hubungan diantara para peserta komunikasi (Suyanto dan Cahyani,
1996;196-200).
2.1.3 Pola Komunikasi
Pola komunikasi diartikan sebagai bentuk atau pola hubungan dua
orang atau lebih dalam proses pengiriman dan penerimaan cara yang tepat
sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami (Djamarah, 2004:1)
Dimensi pola komunikasi terdiri dari dua macam, yaitu pola yang
berorientasi pada konsep dan pola yang berorientasi pada sosial yang
mempunyai arah hubungan yang berlainan (Sunarto, 2006:1)
Tubbs dan Moss mengatakan bahwa pola komunikasi atau
hubungan itu dapat dicirikan oleh : komplementaris atau simetris. Dalam
hubungan komplementer satu bentuk perilaku dominan dari satu partisipan
mendatangkan perilaku tunduk dan lainnya. Dalam simetri, tingkatan sejauh
mana orang berinteraksi atas dasar kesamaan. Dominasi bertemu dengan
dominasi atau kepatuhan dengan kepatuhan (Tubbs, Moss, 2006:26). Di sini
kita melihat bagaimana proses interaksi menciptakan struktur sistem.
Bagaimana orang merespon satu sama lain menentukan jenis hubungan
Dari pengertian diatas maka suatu pola komunikasi adalah bentuk
atau pola hubungan antara dua orang atau lebih dalam proses pengiriman
dan penerimaan pesan yang dikaitkan dua komponen, yaitu gambaran atau
rencana yang meliputi langkah-langkah pada suatu aktifitas dengan
komponen-komponen yang merupakan bagian penting atas terjadinya
hubungan komunikasi antar manusia atau kelompok dan organisasi.
Terdapat empat pola komunikasi antar suami dan istri menurut
Joseph A. Devito (2007:277-278) diantaranya :
1. Pola keseimbangan
Pola keseimbangan ini lebih terlihat pada teori dari pada prakteknya,
tetapi ini merupakan awal yang bagus untuk melihat komunikasi pada
hubungan yang penting. Komunikasi yang terjalin antara suami istri
sangat terbuka, jujur, langsung dan bebas. Tidak ada pemimpin ataupun
yang dipimpin, karena semua anggota kedudukannya sama.
2. Pola keseimbangan terbalik
Dalam pola keseimbangan terbalik, masing-masing anggota keluarga
(suami-istri) mempunyai orientasi diatas daerah atau wewenang yang
berbeda. Masing-masing suami istri adalah sebagai pembuat keputusan
konflik yang terjadi antara keduanya (suami-istri), dianggap bukan
ancaman oleh si suami atau istri karena keduanya memiliki keahlian
sendiri-sendiri untuk menyelesaikannya.
Dalam pola ini, suami dan istri memiliki keahlian masing-masing,
saling meminta bantuan kepada pasangannya karena mereka mengerti
akan kemampuan dan keahlian pasangannya dalam menyelesaikan
konflik.
3. Pola pemisah tidak seimbang
Pola pemisah tidak seimbang, satu orang dalam keluarga (si suami atau
istri) mendominasi. Maka dari itu, satu orang ini secara teratur
mengendalikan hubungan dan hampir tidak pernah meminta pendapat
antara kedua belah pihak (si suami atau istri). Sedangkan anggota
keluarga (si suami atau istri) yang dikendalikan membiarkannya untuk
memenangkan argumentasi ataupun membuat keputusan.
Antara suami dan istri, ada salah satu pihak yang mendominasi, akan
tetapi antara suami dan istri tidak memonopoli proses komunikasi yang
terjadi. Mendominasi akan tetapi tetap memberikan kesempatan bagi
pasangannya untuk membuat keputusan. Dalam pola ini, kesenjangan
antara suami dan istri masih bisa diatasi, karena pasangan suami istri
masih menghormati dan menghargai pasangannya.
4. Pola monopoli
Pola komunikasi keluarga monopoli ini, salah satu anggota keluarga
(bisa istri ataupun suami) tampak sebagai pemilik otoritas. Dalam
keluarga, hanya akan muncul sedikit argumen atau opini, karena semua
anggota keluarga tahu siapa yang memimpin dan siapa yang akan
menang argumennya. Konflik akan semakin pahit karena anggota
2.1.4 Pernikahan
Pernikahan menurut Nowan, adalah ungkapan iman, yaitu terjadi
persatuan dua tubuh dan pribadi yang berbeda, di dalamnya seseorang
menaruh makna dan kebahagiaan hidupnya di dalam diri seseorang lainnya
(Nowan, 2007:105).
Menurut Blood (1969), pernikahan itu sendiri merupakan sebuah
kesatuan peran elemen yang terikat di dalamnya saling berinteraksi dan
saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Jika salah satu mengalami
hambatan atau tidak melaksanakan perannya maka akan terjadi ketimpangan
sehingga terkadang elemen lainnya harus menggantikan untuk menjalankan
peran tersebut. Jika istri sedang sakit, maka terkadang suami harus
menggantikannya mengurus anak, mencuci piring, dan lain sebagainya.
Ketika suami istri berikrar untuk menikah, berarti masing-masing
mengikatkan diri pada pasangan hidup. Kebebasan sebagai individu
dikorbankan, pernikahan bukan sebuah titik akhir, tetapi sebuah perjalanan
panjang untuk mencapai tujuan yang disepakati berdua. Tiap pasangan
harus belajar mengenai kehidupan bersama dan harus menyiapkan mental
untuk menerima kelebihan sekaligus kekeurangan pasangannya dengan
kontrol diri yang baik.
Suami istri adalah dua insan yang berbeda dalam hampir segala
sifatnya. Sifat-sifat berbeda diantar keduanya sulit dipersatukan kecuali ada
ketidakcocokan dalam keluarga khususnya suami istri disebabkan karena
adanya perbedaan pendapat yang memicu timbulnya konflik.
2.1.5 Penger tian Suami-Istr i
Suami dapat diibaratkan sebagai tiang dalam keluarga karena suami
yang bertanggung jawab penuh kepada keluarga terutama istri. Suami harus
menghormati dan menghargai istrinya begitu juga sebaliknya. Sebagai
seorang suami, sudah seharusnya menjadi pendorong utama terhadap istri
dalam beribadah dan beragama. Seorang istri sejatinya menjadi pasangan
sumber kekuatan bagi suaminya untuk melaksanakan ibadah dan ritual yang
diajarkan agamanya.
Istri adalah perempuan yang harus menjadi pendamping dan
mendampingi suami dalam bahtera rumah tangganya. Istri harus mampu
menjadi sahabat dan kawan dalam suka maupun duka bagi suaminya.
Kewajiban dan tugas seorang istri adalah menjadi “psikologis” bagi
suaminya yang sedang resah, stress dan depresi dalam persaingan dan
kompetisi bisnis dan pekerjaan kantor. Begitu pentingnya fungsi istri
sebagai pendamping kebahagiaan suami ( Mohammad Monib dan Ahmad
Nurcholis, 2008:193-194).
2.1.6 Penger tian Anak
Anak merupakan satu individu yang berusia 6-12 tahun, yang masih
tinggal dengan orangtua yang masih lengkap ataupun salah satunya (ayah
darah secara langsung masih butuh perhatian lebih dari orangtua, karena pada
usia tersebut anak mengalami perubahan dalam hal berpikir, berperilaku, juga
meniru apa yang mereka lihat. Harus disadari bahwa pemikiran anak berbeda
dengan pemikiran orang dewasa. Untuk menjelaskan bagaimana anak tumbuh
berkembang dalam berpikir, berinteraksi dengan lingkungan fisik dan
sosialnya. Perkembangan anak dibagi dalam 3 tahap yaitu :
1. Tahap Sensorimotor (dari lahir hingga usia 2 tahun)
2. Tahap Pre-operational (usia 2-7 tahun)
3. Tahap Concrete Operation (usia 12 tahun)
Uraian singkat perkembangan anak diantaranya mengatakan bahwa
seiring bertambahnya usia, kemampuan berpikir dan daya imajinasi anak
akan semakin menonjol. Anak-anak semakin tidak mudah terpaku pada kesan
yang nampak, dan mampu mengkoordinasikan berbagai dimensi dan
fenomena. Perkembangan anak menurut psikologi perkembangan
dikategorikan dalam 2 tahap yaitu masa kanak-kanak (2-6 tahun) dan akhir
masa kanak-kanak (6-12 tahun). Pada masa akhir anak-anak mempunyai sifat
sebagai berikut:
1. Sepanjang akhir anak-anak penambahan kosakata umum terjadi tidak
teratur. Dari berbagai pelajaran sekolah, bacaan, pembicaraan dengan
anak-anak dan usahanya melalui media massa.
2. Kesalahan kata-kata sedikit.
4. Anak-anak dapat berbicara mengenai apa saja, tetapi pokok-pokok
pembicaraan yang digemari bila bercakap-cakap dengan temannya
mengenai pengalaman sendiri, keluarga dan permainan.
5. Pembicaraan yang terjadi lebih terkendali dan terseleksi.
6. Menggunakan televisi pada saat tidak bersama kelompoknya, pada hari
libur, dan malam hari.
2.1.7 Per anan Suami-Istr i
Suami istri secara ideal tidak terpisah tetapi bahu membahu dalam
suatu keluarga. “Apakah peranan masing-masing” menurut (Dagun,
1990:46)
a. Peranan Suami :
1. Sumber kekuasaan dasar identifikasi
2. Penghubung dengan dunia luar
3. Pelindung terhadap ancaman dari luar
4. Pendidik segi rasional
b. Peranan Istri :
1. Pemberi aman dan sumber kasih sayang
2. Tempat mencurahkan isi hati
3. Pengatur kehidupan rumah tangga
4. Pembimbing kehidupan rumah tangga
5. Pendidik segi emosional
2.1.8 Penger tian Budaya
Budaya berkenaan dengan cara manusia hidup. Manusia belajar,
berpikir, merasa, mempercayai, dan mengusahakan apa yang patut menurut
budayanya. Bahasa, persahabatan, kebiasaan makan, praktik komunikasi,
tindakan-tindakan sosial, kegiatan ekonomi, politik dan teknologi, semua itu
berdasarkan pola-pola budaya. Ada yang berbicara bahasa Sunda, memakan
ular, menghindari minuman keras terbuat dari anggur, menguburkan orang
mati, berbicara melalui telepon atau meluncurkan roket ke bulan. Ini semua
karena mereka telah dilahirkan atau sekurang-kurangnya dibesarkan dalam
suatu budaya yang mengandung unsur-unsur tersebut. Apa yang mereka
lakukan, bagaimana mereka bertindak merupakan respon terhadap
fungsi-fungsi budayanya. Porter & Samovar dalam (Mulyana dan Rahmat, 2006)
Budaya adalah suatu konsep membangkitkan minat. Secara formal
budaya didefiniskan sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman,
kepercayaan, nilai, sikap, makna dan diwaruskan dari generasi ke generasi
melalui usaha individu dan kelompok. Budaya menampakkan diri dalam
pola-pola bahasa dan bentuk-bentuk kegiatan dan perilaku; gaya
berkomunikasi; objek materi, seperti rumah, alat dan mesin yang digunakan
dalam industri pertanian, jenis transportasi dan alat-alat perang.
Budaya berkesinambungan dan hadir dimana-mana; budaya juga
berkenaan dengan bentuk fisik serta lingkungan sosial yang mempengaruhi
hidup kita. Budaya kita, secara pasti mempengaruhi kita sejak dalam
cara-cara yang sesuai dengan budaya kita. Budaya dipelajari tidak
diwariskan secara genetis, budaya juga berubah ketika orang-orang
berhubungan antara satu dengan yang lainnya.
Artinya, budaya dan komunikasi tidak dapat dipisahkan, oleh
karena budaya tidak hanya menentukan siapa bicara siapa, tentang apa, dan
bagaimana komunikasi berlangsung, tetapi budaya juga turut menentukan
orang menyandi pesan, makna yang ia miliki untuk pesan dan
kondisi-kondisinya untuk mengirim, memperhatikan, dan menafsirkan pesan.
Sebenarnya, seluruh perbendaharaan perilaku kita sangat tergantung pada
budaya kita dibesarkan. Konsekuensinya, budaya merupakan landasan
komunikasi. Bila budaya beraneka ragam, maka beragam pula
praktik-praktik komunikasi (Ahmad Sihabudin, 2011, 19).
2.1.8.1Budaya jawa
Pada masyarakat Jawa sebagai kelanjutan dari adanya peristiwa
perkawinan, tmbul keluarga-batih atau kulawarga. Keluarga-batih dalam
masyarakat Jawa merupakan suatu kelompok sosial yang berdiri sendiri,
serta memegang peranan dalam proses sosialisasi anak-anak yang menjadi
anggotanya. Adapun kepala kulawarga disebut kepala somah. Ia bisa
seorang laki-laki, tetapi bisa juga seorang wanita, ialah kalau si suami
meninggal dunia. Bilamana ibu tidak ada lagi, maka diangkatnya sebagai
kepala somah baru dari salah seorang anak atas persetujuan lainnya. Untuk
hal ini diutamakan anak laiki-laki tertua. Bentuk kulawarga sempurna
kurang dari itu adalah kulawarga yang tak lengkap (Koentjaraningrat,
2004:341).
2.1.9 Penger tian Keluar ga
Pengertian keluarga berarti nuclear family yaitu terdiri dari
suami,istri dan anak. Pengertian keluarga dapat ditinjau dari dimensi
hubungan darah dan hubungan sosial. Dalam dimensi hubungan darah,
merupakan kesatuan yang diikat oleh hubungan darah antara satu dengan
lainnya. Keluarga dapat dibedakan menjadi keluarga besar dan keluarga
kecil.
Sedangkan dalam dimensi hubungan sosial, keluarga merupakan
satu kesatuan yang diikat adanya saling berhubungan atau interaksi dan
saling mempengaruhi, walaupun diantara mereka tidak terdapat hubungan
darah (Djamarah, 2004;16).
Menurut Soelaeman, secara psikologis keluarga adalah sekumpulan
orang yang hidup bersama dalam tempat tinggal bersama dan
masing-masing anggota merasakan adanya pertautan batin sehingga terjadi saling
mempengaruhi, saling memperhatikan dan saling menyerahkan diri
(Djamarah, 2004;17).
Menurut Mulyono (1984,26) keluarga merupakan wadah
pembentukan pribadi anggota keluarga terutama untuk anak-anak yang
sedang mengalami pertumbuhan fisik dan rohani. Dengan demikian
bagi pendidikan seseorang. Lingkungan keluarga, secara potensial dapat
membentuk pribadi anak atau seseorang untuk hidup secara lebih
bertanggung jawab (Mulyono, 1984;26).
2.1.9.1 Fungsi Keluarga
Setelah sebuah keluarga terbentuk, anggota yang ada didalamnya
memiliki tugas masing-masing. Suatu pekerjaan yang harus dilakukan
dalam kehidupan keluarga inilah yang disebut fungsi. Jadi fungsi keluarga
adalah suatu pekerjaan atau tugas yang harus dilakukan didalam atau diluar
keluarga. Adapun fungsi-fungsi pokok dalam keluarga antara lain
(Khairudin, 2002:48) :
1. Fungsi Biologik
Keluarga merupakan tempat lahirnya anak-anak, fungsi biologik
orang tua adalah melahirkan anak, fungsi ini merupakan kelangsungan
hidup masyarakat. Namun fungsi ini pun juga mengalami perubahan,
karena keluarga sekarang cenderung kepada jumlah anak yang sedikit.
Kecenderungan kepada jumlah anak yang lebih sedikit ini dipengaruhi
oleh faktor-faktor:
a. Perubahan tempat tinggal keluarga dari desa ke kota.
b. Makin sulitnya fasilitas perumahan.
c. Banyaknya anak dipandang sebagai hambatan untuk mencapai sukses
d. Banyaknya anak dipandang sebagai hambatan untuk tercapainya
kemesraan keluarga.
e. Meningkatnya taraf pendidikan perempuan berakibat berkurangnya
fertilitanya.
f. Berubahnya dorongan dari agama agar keluarga mempunyai banyak
anak.
g. Makin banyaknya ibu-ibu yang bekerja diluar rumah.
h. Makin meluasnya pengetahuan dan penggunaan alat-alat kontrasepsi.
2. Fungsi Afeksi
Dalam keluarga terjadi hubungan sosial yang penuh dengan
kemesraan dan afeksi. Hubungan afeksi ini tumbuh sebagai akibat
hubungan cinta kasih sayang yang menjadi dasar perkawinan. Dari
hubungan cinta kasih ini lahirlah hubungan persaudaraan, persahabatan,
kebiasaan, identifikasi, persamaan pandangan mengenai nilai-nilai. Dasar
cinta kasih dan hubungan afeksi ini merupakan faktor penting bagi
perkembangan pribadi anak. Dalam masyarakat yang makin impersonal,
sekuler, dan asing, pribadi sangat membutuhkan hubungan afeksi seperti
yang terdapat didalam keluarga, suasana afeksi itu tidak terdapat dalam
institusi sosial yang lain.
3. Fungsi Sosialisasi
Fungsi sosial ini menunjuk peranan keluarga dalam membentuk
mempelajari pola-pola tingkah laku, sikap, keyakinan, cita-cita, dan
nilai-nilai dalam masyarakat dalam rangka perkembangan kepribadiannya.
Sedangkan Mac Iver and Page mengatakan “The Primary
Function” dari keluarga modern adalah sebagai berikut:
a.Prokreasi dan memperhatikan serta membesarkan anak.
b.Kepuasan yang lebih stabil dari kebutuhan seks masing-masing
pasangan.
c.Bagian dari rumah tangga, dengan gabungan materialnya, kebudayaan
dan kasih sayang.
2.1.9.2 Komunikasi Keluar ga
Komunikasi keluarga adalah salah satu kegiatan yang pasti terjadi
dalam kehidupan suami-istri dalam berkeluarga. Tanpa komunikasi
keharmoniasan akan hilang. Akibatnya kerawanan hubungan antara
suami-istri, orang tua dan anak perlu dibangun dengan baik dan harmonis dalam
rangka membangun hubungan baik dalam keluarga (Djamarah, 2004:38)
Komunikasi interpersonal sering dilakukan dalam keluarga,
kapanpun dan dimanapun, komunikasi interpersonal merupakan komunikasi
keluarga yang berlangsung silih berganti dan timbal balik, baik itu antara
suami dan istri maupun orang tua dan anak.
Komunikasi antara suami dan istri yang baik merupakan kunci dari
keadaan keluarga. Karena peran suami-istri sebagai orang tua sangat
suami-istri, agar kelak anak dapat mengambil contoh untuk bisa berkomunikasi
dengan baik.
Menurut Galvin (1991:218), komunikasi yang efektif dibutuhkan
untuk membentuk keluarga yang harmonis, selain faktor keterbukaan,
otoritas, menghargai kebebasan dan privasi antar anggota keluarga. Tidak
benar anggapan orang bahwa semakin sering suami-istri melakukan
komunikasi interpersonal, maka makin baik hubungan mereka.
Persoalannya bukan berapa sering komunikasi dilakukan, tapi bagaimana
komunikasi itu dilakukan. Hal ini berarti bahwa dalam komunikasi yang
diutamakan adalah bukan kuantitas dari komunikasi, melainkan kualitas dari
komunikasi yang dilakukan suami-istri. (Rakhmat, 2002:129).
Masalah pasangan yang terjadi pada istri pekerja dan suami
pengangguran, menjadi problem dari salah satu masalah yang timbul di
dalam rumah tangga. Dikarenakan masalah keuangan merupakan salah satu
penyebab konflik yang terjadi di dalam pernikahan. Dengan demikian,
tujuan dari komunikasi keluarga bukanlah sekedar menyampaikan informasi
melainkan membentuk hubungan dengan orang lain. Sebab itu, kualitas dari
hubungan tersebut tergantung kepada kesanggupan seseorang untuk
menyatakan diri kepada orang lain. Mereka yang tidak dapat berkomunikasi
secara konstruktif, jujur, dan terbuka, akan menemui kesulitan untuk hidup
bersama dalam suatu keluarga. Dengan kata lain, kecakapan komunikasi
dalam rumah tangga memegang peranan penting dalam menentukan
Komunikasi merupakan salah satu cara yang digunakan untuk
menanamkan nilai-nilai. Bila hubungan yang dikembangkan oleh orang tua
tidak harmonis misalnya ketidaktepatan orang tua dalam memilih pola
asuhan, pola komunikasi yang tidak dialogis dan adanya permusuhan serta
pertentangan dalam keluarga maka akan terjadi hubungan yang tegang.
Komunikasi dalam keluarga terbentuk bila hubungan timbal balik selalu
terjalin antara ayah, ibu, dan anak (Gunarsa dan Gunarsa, 2001:205).
Komunikasi yang diharapkan adalah komunikasi yang efektif dapat
menimbulkan pengertian, kesenangan, pengaruh pada sikap, hubungan yang
makin baik dan tindakan. Maka tak dapat dipungkiri, hubungan yang
menjadi kepedulian kebanyakan orang adalah hubungan dalam keluarga.
Keluarga mewakili suatu konstelasi hubungan yang sangat khusus (Moss,
Tubbs, 2000:214).
2.1.10 Kualiatas Komunikasi Inter per sonal dalam Keluar ga
Dalam komunikasi dikenal dengan istilah Interpersonal
Communication atau komunikasi antarpersonal, adalah suatu proses
pengiriman dan penerimaan pesan antara dua orang atau diantara
sekelompok kecil dengan beberapa efek dan umpan balik seketika.
Komunikasi ini dianggap efektif dalam hal upaya untuk mengubah sikap,
pendapat, atau perilaku seseorang karena sifatnya dialogis, berlangsung
secara tatap muka (face to face) dan menunjukkan suatu interaksi sehingga
terjadi kontak pribadi atau personal contact (Effendy,2002; 8). Dengan
pembicara dan pendengar. Nampaknya ada upaya untuk terjadinya
pengertian bersama dan empati. Disini terjadi rasa saling menghormati
berdasarkan anggapan bahwa masing-masing adalah manusia utuh yang
wajib, berhak dan pantas untuk dihargai dan dihormati sebagai manusia.
Dalam proses komunikasi interpersonal, ketika pesan disampaikan,
umpan balik pun terjadi saat itu juga (immediated feedback) sehingga
komunikator tau bagaimana reaksi komunikan terhadap pesan yang
disampaikannya (Effendy,2003; 15).
Umpan balik itu sendiri memainkan peranan dalam proses
komunikasi, sebab ia memainkan berlanjutnya komunikasi atau berhentinya
komunikasi yang dilancarkan oleh komunikator, selain itu umpan balik
dapat memberikan komunikator bahan informasi bahwa
sumbangan-sumbangan pesan mereka yang disampaikan menarik atau tidak bagi
komunikan (Effendy,2003; 14). Umpan balik dapat bersifat positif dan dapat
pula bersifat negatif. Umpan balik dikatakan bersifat negatif apabila respon
dari komunikan tidak menyenangkan komunikator sehingga komunikator
enggan untuk melanjutkan komunikasi tersebut. Seperti halnya perselisihan
yang terjadi diantara suami dan istri, umpan baliknya bersifat negatif
sehingga komunikan tidak menyenangkan komunikator.
Selain pengelompokkan diatas, umpan balik dapat pula dinyatakan
Umpan balik verbal adalah tanggapan dari komunikan yang tidak
dinyatakan dengan kata-kata, melainkan hanya berupa isyarat tertentu.
Bentuk khusus dari komunikasi interpersonal adalah komunikasi
diadik (diadik communication) yaitu komunikasi antara dua orang yang
keduanya saling berhubungan dan komunikasi ini bertujuan untuk belajar,
mengadakan relasi, mempengaruhi dan membantu antar individu (DeVito,
1989). Oleh karena itu komunikasi merupakan hal paling penting dalam
kehidupan manusia. Demikian dalam keluarga, perlu dibina dan
dikembangkan komunikasi antara suami dan istri dengan baik, karena
pasangan suami dan istri merupakan faktor terpenting dalam terbentuknya
keluarga (Fuhrman,1990; 213).
Komunikasi yang efektif juga dibutuhkan untuk membentuk
keluarga yang harmonis, selain faktor keterbukaan, otoritas, kemampuan,
bernegosiasi, menghargai kebebasan dan privasi antar anggota keluarga
(Fuhrman, 1990;218).
Tidak benar anggapan orang bahwa semakin sering seseorang
melakukan komunikasi antarpersonal semakin baik hubungan mereka.
Persoalannya adalah bukan beberapa kali komunikasi dilakukan, tetapi
bagaimana komunikasi itu dilakukan (Rakhmat, 2002;129). Hal ini berarti
bahwa dalam komunikasi yang diutamakan adalah bukan kuantitas dari
2.1.11 Aspek-Aspek Kualitas Komunikasi Interper sonal dalam Keluar ga
Komukasi yang efektif perlu dibangun dan dikembangkan dalam
keluarga. Beberapa faktor penting untuk menentukan jelas tidaknya
informasi yang dikomunikasikan didalam keluarga sehingga dapat
mengarahkan pada komunikasi yang efektif, yaitu :
1. Konsistensi
Informasi yang disampaikan secara konsisten akan dapat dipercaya dan
relatif lebih jelas. Dibandingkan dengan informasi yang selalu berubah,
ketidak konsistenan yang membuat seseorang bingung dalam
menafsirkan informasi tersebut (Irwanto dan Yatim Irwanto, 1991:85).
2. Ketegasan
Ketegasan bukan berarti otoriter, ketegasan membantu meyakinkan
anggota keluarga yang lain bahwa komunikator benar-benar meyakini
nilai atau sikapnya (Irwanto dan Yatim Irwanto, 1991:85-86).
3. Percaya
Faktor percaya adalah yang paling utama, karena percaya menemukan
efektifitas komunikasi, meningkatkan komunikasi antarpersonal karena
membuka saluran komunikasi, memperjelas pengiriman dan penerimaan
informasi, serta memperluas peluang komunikan untuk mencapai
maksudnya, hilangnya kepercayaan pada orang lain akan menghambat
perkembangan hubungan interpersonal yang akrab (Rakhmat, 2002;130).
Ada tiga faktor yang berhubungan dengan sikap percaya (Rakhmat,
a. Menerima
Menerima adalah kemampuan berhubungan dengan orang lain tanpa
menilai dan berusaha mengendalikan sikap yang melibatkan orang
lain atau rela menganggung akibat-akibat perilakunya.
b. Empati
Empati dianggap sebagai memahami orang lain dan membayangkan
diri pada kejadian yang menimpa orang lain, melihat seperti orang lain
melihat, merasakan pada apa yang orang lain rasakan.
c. Kejujuran
Manusia tidak menaruh kepercayaan kepada orang lain yang tidak
jujur atau sering menyembunyikan pikiran dan pendapatnya.
Kejujuran dapat menyebabkan perilaku seseorang dapat diduga. Ini
mendorong untuk percaya antara satu dengan yang lain.
4. Sikap Sportif
Sikap sportif adalah sikap mengurangi sikap defensif dalam komunikasi.
Sikap defensif akan menyebabkan komunikasi antarpersonal gagal,
karena lebih banyak melindungi diri dari ancaman yang ditanggapinya
dalam situasi komunikasi daripada pesan orang lain.
Perilaku yang dapat menimbulkan iklin defensif dan sportif antara lain:
a. Deskripsi
Deskripsi artinya penyampaian perasaan atau persepsi tanpa menilai.
b. Orientasi Masalah
Orientasi masalah artinya adalah mengkomunikasikan untuk bekerja
sama mencari pemecahan masalah dengan tidak mendikte pemecahan,
mengajak orang lain bersama-sama untuk menetapkan tujuan dan
memutuskan cara mencapainya.
c. Spontanitas
Spontanitas artinya sikap jujur dan dianggap tidak menyelimuti motif
yang terpendam.
d. Persamaan
Persamaan adalah sikap memperlakukan orang lain secara horisontal
dan demokratis. Artinya tidak mempertegas perbedaan dan tidak
menggurui, tapi berbincang pada tingkat yang sama dan
mengkomunikasikan penghargaan serta rasa hormat pada perbedaan
dan keyakinan.
e. Provosionalisme
Provosionalisme adalah kesediaan untuk meninjau kembali pendapat
seseorang.
5. Sikap Terbuka
Sikap terbuka mendorong terbukanya saling pengertian, saling
6. Bersikap Positif
Bersikap secara positif mencakup adanya perhatian atas pandangan
positif terhadap diri orang, perasaan positif untuk berkomunikasi dan
“menyerang” seseorang yang diajak berinteraksi. Perilaku “menyerang”
dapat dilakukan secara verbal. Sedangkan perilaku “menyerang” yang
bersifat nonverbal berupa senyuman, pelukan bahkan pukulan. Perilaku
“menyerang” dapat bersifat positif yang merupakan bentuk
penghormatan atau pujian dan mengandung perilaku yang diharapkan
dan dihargai. “menyerang” negatif bersifat menentang atau menghukum
hati seseorang secara fisik maupun psikologis (Devito, 1997:59).
2.1.12 Pola Komunikasi Keluar ga
Keluarga adalah sistem sosial yang terkecil, namun berperan vital
dalam pembentukan karakter seorang anak. Keluarga mewakili suatu
konstelasi hubungan yang sangat khusus, dengan pola-pola komunikasi
yang berbeda antara keluarga yang satu dengan yang lain.Pola Komunikasi
Baru Menurut sosiolog Sarjono Jatiman, dalam kehidupan keluarga adalah
modern dan demokratis, dituntut adanya pola komunikasi baru sebagai
sarana interaksi antara suami dan istri, orang tua dan anak. Setiap keluarga
dapat memanfaatkan situasi yang unik, baik di meja makan, ketika
menonton televisi, atau suasana lain yang bisa dikembangkan, agar terjadi
komunikasi dua arah yang menyenangkan antara anggota
Pola komunikasi keluarga sendiri bisa diartikan model komunikasi
atau cara-cara komunikasi yang terjadi dalam suatu keluarga, yaitu antara
ayah dan anak, ibu dan anak, ayah dan ibu juga anak dan anak itu sendiri.Isu
permasalahan keluarga muncul dari ketidak harmonisan hubungan
suami-istri, kenakalan anak-anak, sampai pada tindakan yang lebih parah
terjadinya perceraian, anak-anak terlibat pergaulan bebas, terjadinya
kekerasan dan lain sebagainya. Sebagaian besar diakibatkan karena pola
komunikasi yang kurang tepat atau komunikasi yang tidak efektif didalam
keluarga (www.anneahira.com).
Setiap keluarga mempunyai aturan, pedoman dan kebiasaan dalam
kegiatannya, dan segala hal yang berbau tindakan yang berbeda. Perbedaan
pola komunikasi dalam keluarga bisa disebabkan karena faktor budaya
dimana mereka tinggal atau lahir, kebiasaan orang tua yang diterima oleh
orang tuanya, dan lain sebagainya.Pola komunikasi yang dibangun akan
mempengaruhi perkembangan jiwa dan pola pikir anak, serta mempengaruhi
kondisi kejiwaan anak, secara langsung dan tak langsung
(www.anneahira.com).
2.1.13 Penyebab Suami Tidak Beker ja
Semua orang tentunya tidak ada yang ingin menjadi seorang
pengangguran (tidak mempunyai pekerjaan), apalagi seorang suami yang
mencari nafkah bagi keluarganya. Beberapa alasan yang dikemukakan bagi
laki-laki yang tidak bekerja antara lain :
1. Terjadinya PHK didalam pekerjaannya, hal ini bisa menyebabkan suami
menjadi pengangguran karena sudah tidak mempunyai pekerjaan lagi.
2. Ada yang tidak mau bekerja selama belum memperoleh pekerjaan yang
diidamkannya. Dalam kasus ini bisa saja ia dulunya bekerja namun
kemudian kehilangan pekerjaannya. Ia menolak untuk melakukan
pekerjaan lainnya sebab ia merasa tidak cocok.
3. Ada yang tidak mau bekerja karena merasa kecewa atau sakit hati dengan
pekerjaannya. Mungkin ia diberhentikan dengan cara yang tidak adil atau
ia diperlakukan secara buruk.
4. Ada yang tidak mau bekerja karena sukar berelasi dengan orang. Hal ini
bisa terjadi ketika suami terlalu berteguh dengan prinsipnya sendiri tanpa
memperdulikan pendapat orang lain.
5. Ada yang tidak mau bekerja karena memang ia seorang yang malas. Ia
mau hidup enak tanpa mengeluarkan keringat dan merasa tidak apa-apa
memanfaatkan istri (www.telaga.com).
2.1.14 Penyebab Istr i Beker ja
Dewasa ini banyak perempuan disamping melakukan pekerjaan
rumah tangga juga melakukan kerja mencari nafkah. Beberapa alasan yang
1. Menambah pendapatan keluarga (family income) terutama jika
pendapatan suami relatif kecil.
2. Memanfaatkan berbagai keunggulan (pendidikan, ketrampilan, modal,
dan relasi) yang dimilikinya yang diharapkan oleh keluarganya.
3. Menunjukkan eksistensinya sebagai manusia (aktualisasi diri) bahwa ia
mampu berprestasi dalam kehidupan masyarakat.
4. Untuk memperoleh status atau kekuasaan lebih besar didalam
keluarganya.
Dengan bekerjanya perempuan pada berbagai sektor kehidupan
sebagai pegawai negeri, buruh pabrik, dan karyawan sebuah perusahaan,
perempuan kini memiliki peran ganda (bagi yang berumah tangga), yaitu peran
domestik (mengurus rumah tangga) dan peran publik (bekerja mencari nafkah).
Disamping itu pula ada tiga alasan perempuan bekerja, yaitu :
1) Uang, merupakan alasan terbesar bagi perempuan untuk bekerja diluar
rumah. Perempuan pedesaan bekerja karena memang harus bekerja supaya
dapat bertahan hidup, sedang perempuan kota bekerja untuk “membayar”
tingkat kemahalan hidup di kota.
2) Peranana sosial, alasan peranan sosial dengan keinginan untuk
memanfaatkan ketrampilan bagi kepentingan masyarakat, hidup yang
berorientasi kegiatan, serta kebutuhan akan pergaulan sosial.
3) Alasan pengembangan pribadi, berkaitan dengan kebutuhan untuk
berprestasi, cita-cita mendapatkan status lebih tinggi dan dorongan untuk
frustasi dan kebosanan dalam lingkungan rumah serta kebutuhan untuk
bertemu dengan orang lain (tumoutou.net).
2.1.15 Dampak Istr i Beker ja
Apapun alasan ibu/istri untuk bekerja, dengan sendirinya keputusan
tersebut akan mempunyai dampak terhadap keluarganya, suami, anak-anak,
maupun terhadap urusan rumah tangganya. Dampak tersebut dapat bersifat
negatif atau positif. Kita tidak dapat mengabaikan bahwa soal istri/ibu bekerja
atau menjadi perempuan karier ada kemungkinan mempunyai dampak negatif
tertentu terhadap keluarganya, antara lain :
a. Bahwa istri/ibu tidak selalu ada pada saat-saat yang penting dimana ia
sangat dibutuhkan, misalnya jika anaknya mendadak sakit, jatuh, kecelakaan
dan sebagainya.
b. Bahwa tidak semua kebutuhan anggota keluarganya dapat dipenuhi,
misalnya suami yang menginginkan masakan istrinya sendiri, anak pulang
sekolah dan ingin menceritakan pengalamannya pada ibu dan sebagainya.
c. Apabila istri/ibu karena bekerja menjadi terlau capek, sehingga pulang kerja
ia tidak mempunyai energi lain untuk bermain dengan anaknya, memenuhi
suaminya dalam kegiatan-kegiatan tertentu (www.unisosdem.org).
2.2 Ker angka Ber fikir
Satu hal yang sering dilupakan dalam mencari rahasia kebahagiaan
rumah tangga ialah peranan komunikasi dalam rumah tangga. Tanpa
manusia tidak mungkin dapat dihindarkan (Drs. Mu’tamar, Analisa 19 Juli
1993). Demikian juga halnya dalam rumah tangga. Komunikasi sangat
penting untuk hubungan dalam keluarga, sebab tanpa komunikasi
hubungan-hubungan yang akrab tidak dapat dijalin atau tetap hidup.
Masalah akan semakin berkembang ketika istri menjadi seorang
wanita bekerja dengan berdalih membantu perekonomian keluarga ataupun
berambisi menjadi seorang wanita karir namun tidak diimbangi dengan
kewajibannya mengurus anak dan rumah tangga. Banyak ditemukan istri
menjadi seorang super woman yang bekerja dua puluh empat jam sehari
tanpa henti, barangkali waktu istirahat si ibu hanyalah beberapa jam dalam
sehari. Itu pun jika istri mampu dengan cerdas mengelola waktu bekerja di
luar rumah dan bekerja di rumah tangganya.
Kecenderungan yang terjadi, keluarga menjadi pecah dan tidak
jelas keberadaannya. Ketika suami dan istri sudah tidak dapat
berkomunikasi dengan baik karena keegoisan masing-masing, maka mereka
memilih untuk bercerai. Oleh karena itu, keduanya tidak punya waktu untuk
berdialog, berdiskusi atau bahkan hanya untuk saling bertegur sapa,
sehingga pada akhirnya anak lah yang menjadi korban.
Komunikasi antarpribadi dinilai paling ampuh dalam kegiatan
mengubah sikap, kepercayaan opini dan perilaku komunikan. Karena
komunikasi antarpribadi umumnya berlangsung secara tatap muka.
harmonis, selain faktor keterbukaan, otoritas, menghargai kebebasan dan
privasi antar anggota keluarga. Tidak benar anggapan orang bahwa semakin
sering suami istri melakukan komunikasi interpersonal, maka makin baik
hubungan mereka. Persoalannya bukan berapa sering komunikasi dilakukan,
tapi bagaimana komunikasi itu dilakukan (Rakhmat, 2002:129).
Berdasarkan beberapa konsep yang telah dijelaskan tersebut, maka
peneliti berusaha mendeksripsikan pola komunikasi yang dipakai oleh
pasangan suami istri yang masih terikat hubungan pernikahan, seorang istri
yang bekerja dan suami yang pengangguran dalam mengatur pengasuhan
anaknya. Melalui penelitian ini, peneliti ingin melihat dan mengetahui
bagaimana pola komunikasi suami istri yang hanya istrinya yang bekerja
dan suami yang menganggur dalam mengasuh anak dan mempertahankan
3.1 Definisi Oper asional
Pada penelitian ini peneliti tidak membicarakan hubungan antara
variabel sehingga tidak ada pengukuran variabel bebas dan variabel terikat.
Penelitian ini difokuskan pada pola komunikasi pasangan suami istri yang
istrinya bekerja dan suaminya menganggur dalam mengasuh anak di
Surabaya, sehingga tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
adalah tipe penelitian deskriptif dan menggunakan analisis kualitatif.
Tipe penelitian deskriptif bertujuan membuat gambaran/deskripsi
secara sistematis, faktual, dan akurat tentang fakta-fakta dan sifat-sifat
populasi atau objek tertentu. Peneliti sudah mempunyai konsep (biasanya
satu konsep) dan kerangka konseptual. Melalui kerangka konseptual
(landasan teori), peneliti melakukan operasionalisasi konsep yang akan
menghasilkan variabel beserta indikatornya. Penelitian ini menggambarkan
realitas yang sedang terjadi tanpa menjelaskan hubungan antara variabel
(Rachmat, 2006: 09).
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode kualitatif.
Metode kualitatif adalah suatu metode yang tidak menggunakan statistik
atau angka-angka tertentu. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan
teknik wawancara mendalam untuk memperoleh jawaban dari narasumber.
langsung antara peneliti dan informan, jawaban yang didapat akan lebih
murni, tidak dapat dimanipulasi, sebab dalam wawancara langsung bahasa
yang muncul tidak hanya bahasa verbal namun bahasa non verbal pun akan
tampak. (Kriyantono, 2005:98).
Dengan berpedoman pada interview guide yang dibuat berdasarkan
adanya kenyataan dalam sebuah rumah tangga, yang terkadang terdapat
pihak mendominasi, maupun kenyataan setiap pasangan suami istri akan
membuat satu komitmen bersama dalam pernikahannya dengan latar
belakang berbeda. Dari beberapa kenyataan yang ditemui, peneliti
menyusun interview guide yang terdiri dari beberapa pertanyaan untuk
mencari dan menggali informasi dari para responden.
Pendekatan kualitatif dipilih dengan pertimbangan lebih mudah
apabila berhadapan dengan kenyataan ganda, menyajikan secara langsung
hakekat hubungan antara penulis dengan informan, lebih peka dan lebih
dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama dan
terhadap pola-pola nilai yang dihadapi, meskipun mempunyai bahasa bias
peneliti. (Kriyantono, 2005:98).
3.2 Konsep Operasional
Dalam proses penelitian kualitatif yang peneliti lakukan, peneliti
berpegang pada empat dasar pola komunikasi suami-istri menurut Devito
untuk menjadi konsep dasar penelitian yang akan diperkenalkan dan tiap