TAIWAN (Anodonta woodiana) SEBAGAI ADSORBEN PADA
PENGOLAHAN LIMBAH YANG MENGANDUNG LOGAM
Hg, Cd DAN Pb
TETI RESMIANTY
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
TAIWAN (Anodonta woodiana) SEBAGAI ADSORBEN PADA
PENGOLAHAN LIMBAH YANG MENGANDUNG LOGAM
Hg, Cd DAN Pb
TETI RESMIANTY
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Efektifitas Kitosan dan Biofilter Eceng Gondok (Eichornia crassipes (Mart) Solm) dan Kijing Taiwan (Anodonta woodiana) Sebagai Adsorben pada Pengolahan Limbah yang Mengandung Logam Hg, Cd dan Pb adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Juni 2012
TETI RESMIANTY. The Effectiveness of Chitosan and Biofilter of Water Hyacinth (Eichornia crassipes (Mart) solm ) and mussel Anodonta woodiana As an Adsorbent in Waste Processing Which Contains Hg, Cd and Pb Metals. Under Supervised by ETTY RIANIand ALBERT NAPITUPULU.
Environmental problems need attention, because many activities in residential, agriculture, mining, and industry sectors can produce waste water that is discharged into the environment. Waste processing was generated by various sectors must be processed before being discharged into the environment. Various kinds of methods are used to process the waste. One of the methods can do developed for the waste processing which contains Hg, Cd and Pb Metals is done waste absorption method by chitosan solution then followed by biofilter of mussel
Anodonta woodiana and water hyacinth. Chitosan solution can absorb Pb metals for 46,65%, Hg for 78,64%, and Cd for 53,52%. The use of biofilter can decrease Pb levels of waste for 98,05%, Hg for 98,88%, and Cd for 97,86%. The use of these biomaterials has three types of these biomaterials. These are easy to find in the environment, so these can be used more optimal in the process of waste processing.
TETI RESMIANTY. Efektifitas Kitosan dan Biofilter Eceng Gondok (Eichornia crassipes (Mart) Solm) dan Kijing Taiwan (Anodonta woodiana) Sebagai Adsorben pada Pengolahan Limbah yang Mengandung Logam Hg, Cd dan Pb. Dibimbing oleh ETTY RIANIdan ALBERT NAPITUPULU.
Kerusakan lingkungan merupakan masalah yang perlu mendapat perhatian, karena berbagai kegiatan pada sektor pemukiman, pertanian, pertambangan dan industri dapat menghasilkan air limbah yang dibuang ke lingkungan. Cara menghilangkan bahan pencemar perairan memilih metode yang ekonomis dan tidak memerlukan biaya yang tinggi dalam operasional maupun biaya pemeliharaan alat. Kitosan merupakan senyawa protein berpotensi tinggi untuk menyerap logam, dan mudah terbiodegradasi serta tidak beracun. Kitosan sudah di gunakan untuk menyerap logam seperti Cu, Ni, dan Co. Semua logam tersebut dapat mengalami penyerapan dengan baik. Selain dengan kitosan, adsorbsi juga dapat dilanjutkan dengan penggunaan biomaterial, yaitu penggunaan biofilter untuk mengadsorbsi logam berat yang tersisa dalam limbah.
Penelitian dilakukan terhadap kondisi adsorpsi kitosan terhadap limbah dengan memberikan variasi konsentrasi limbah dan variasi kecepatan alir. Penelitian dengan menggunakan biofilter dilakukan untuk mengukur daya absorpsi eceng gondok (Eichhornia crassipes (Mart) Solm) dan kijing taiwan (Anodonta woodiana) dalam pengolahan limbah cair berdasarkan variasi waktu kontak dengan limbah.
Penelitian dilakukan dengan menggunakan limbah simulasi yang mengandung logam Pb, Hg dan Cd sebanyak 15 liter ditempatkan dalam bak limbah lalu dialirkan kedalam bak limbah yang berisi larutan kitosan sebanyak 5 liter. Penelitian adsorpsi limbah dengan larutan kitosan dilakukan dengan variasi 3 kecepatan alir yaitu 3 liter/jam, 6 liter/jam dan 9 liter/jam dengan variasi konsentrasi larutan kitosan yaitu 0,25%, 0,5% 1% dan 1,5%. Hasil adsorpsi limbah dilakukan pengujian dengan menggunakan Atomic Absorption Spectrofotometer (AAS). Hasil adsorpsi yang menunjukan nilai optimal di lanjutkan dengan absorpsi menggunakan kijing taiwan dan eceng gondok.
Hasil penelitian menunjukan hasil adsorpsi kitosan terhadap logam Pb dan Cd optimal pada konsentrasi kitosan 1% dengan kecepatan alir 3 liter/jam yaitu sebesar 46,65% (Pb) dan 53,52% (Cd). Pada adsorpsi logam Hg, adsorpsi optimal pada konsentrasi kitosan 1% dengan kecepatan alir 6 liter/jam yaitu 78,64%.
kombinasi (eceng gondok + kijing taiwan), diperoleh bahwa kemampuan absorpsi terbaik adalah menggunakan biofilter kombinasi dengan waktu absorpsi 28 hari. Kosentrasi Pb dari nilai 14,73 ppm hingga dibawah limit deteksi, sehingga limbah telah bebas dari logam Pb. Kosentrasi Hg dari nilai 12,65 ppm turun menjadi dibawah limit deteksi sehingga dapat dikatakan limbah telah terbebas dari logam Hg. Kosentrasi Cd dari nilai 20,48 ppm turun menjadi 0,02 ppm. Konsentrasi 0,02 ppm adalah konsentrasi yang sangat kecil sekali sehingga dapat dikatakan limbah juga terbebas dari logam Cd. Kemampuan kitosan dalam mengadsorpsi logam Pb, Hg dan Cd dapat dipegaruhi oleh konsentrasi larutan kitosan dan kecepatan alir air limbah. Semakin cepat aliran air limbah maka semakin sedikit ion logam yang terjerap. Hal ini dpengaruhi oleh waktu kontak logam dengan gugus-gugus aktif kitosan.
Kemampuan adsorpsi kitosan menyerap limbah mengalami peningkatan seiring dengan kenaikan konsentrasi, namun ada tingkat kejenuhan adsorpsi ketika konsentrasi terus di naikkan. Kemampuan penyerapan limbah yang mengandung logam Pb,Hg dan Cd dipengaruhi jenis biofilter yang mempengaruhi kemampuan absorpsi logam berat. Kemampuan kijing taiwan, eceng gondok berbeda-beda dalam menjerap logam berat. Kemampuan penjerapan logam akan semakin baik ketika kedua biofilter ini dikombinasikan dalam 1 bak limbah. Dengan meningkatnya waktu kontak, maka semakin tinggi penjerapan logam berat biofilter.
@Hak Cipta milik IPB, tahun 2012
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan
karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu
masalah.
b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
Penguji luar komisi
Pada ujian Tesis : Jumat, 13 April 2012 pukul 10.00 WIB
ii
Halaman
DAFTAR ISI ... ii
DAFTAR TABEL... iv
DAFTAR GAMBAR ... v
DAFTAR LAMPIRAN ... vi
I. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 4
1.3. Tujuan Penelitian ... 6
1.4. Manfaat Penelitian ... 6
1.5. Hipotesis Penelitian... 6
1.6. Kerangka Pemikiran ... 7
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 9
2.1. Limbah Industri ... 9
2.2. Pencemaran Air ... 10
2.3. Logam Berat... 11
2.4. Adsorpsi ... 16
2.5. Kinetika Adsorpsi ... 17
2.6. Adsorben... 24
2.7. Adsorbat ... 25
2.8. Kitosan... 27
2.9. Eceng Gondok (Eichhornia Crassipes (Mart) Solm) ... 31
2.10.Kijing Taiwan (Anodonta woodiana) ... 35
2.11.Spektrofotometri... 39
2.12.Spektrofotometri Serapan Atom... 41
III. METODE PENELITIAN ... 45
3.1. Waktu Tempat dan Penelitian ... 45
3.2. Bahan dan Alat... 45
3.3. Cara Kerja... 46
3.4. Rancangan Percobaan... 49
3.5. Jenis dan Sumber Data ... 50
3.6. Pengambilan Contoh... 50
3.7. Jenis/Teknik Pengambilan Data Penelitian... 50
3.8. Analisa Kadar Logam Secara AAS... 50
3.9. Pengolahan Data Adsorpsi... 51
iii
4.3. Penggunaan Biofilter untuk Penjerapan Logam Berat yang Masih
Tersisa dalam Limbah... 60
V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 69
5.1. Kesimpulan ... 69
5.2. Saran ... 69
DAFTAR PUSTAKA ... 71
iv
Halaman
1. Karakteristik kitosan dengan beberapa parameter yang penting... 31
2. Hasil proksimat analisis kitosan... 53
3. Hasil adsorpsi logam Pb dengan kitosan... 56
4. Hasil adsorpsi logam Hg dengan kitosan... 57
5. Hasil adsorpsi logam Cd dengan kitosan... 58
6. Efektivitas jenis biofilter dalam menyerap logam Pb pada 3 kecepatan alir limbah dan waktu perlakuan... 61
7. Daya absorpsi biofilter optimal dalam menyerap logam Pb dengan variasi 3 kecepatan alir limbah dan waktu perlakuan... 62
8. Efektivitas jenis biofilter dalam menyerap logam Cd pada 3 kecepatan alir limbah dan waktu perlakuan... 63
9. Biofilter optimal dalam menyerap logam Cd pada variasi kecepatan alir limbah dan waktu perlakuan... 64
10.Efektivitas jenis biofilter dalam menyerap logam Hg pada 3 kecepatan alir limbah dan waktu perlakuan... 66
v
Halaman
1. Kerangka pemikiran pemilihan pengolahan limbah dengan kitosan dan biofilter...
8
2. Transformasi kitin menjadi kitosan ... 29
3. Tanaman eceng gondok (Eichhornia crassipes (Mart) Solm)... 33
4. Morfologi eceng gondok (Eichornia Crasipes) ... 34
5. Gambar kijing taiwan (Anodonta Woodiana)... 6. Gambar anatomi Anodonta woodiana ... 36 36 7. Skema instrumentasi spektrofotometer UV-Visible... 39
8. Skema instrumentasi AAS... 42
9. Alat percobaan untuk simulasi limbah dan penampungnya... 46
10.Diagram adsorpsi kitosan terhadap ion logam Pb... 56
11.Diagram adsorpsi kitosan terhadap ion logam Hg... 57
12.Diagram adsorpsi kitosan terhadap ion logam Cd... 58
13.Diagram absorpsi limbah terhadap ion logam Pb dengan variasi adsorben dan lama waktu absorpsi...
62
14.Diagram absorpsi limbah terhadap ion logam Hg dengan variasi adsorben dan lama waktu absorpsi...
64
15.Diagram absorpsi limbah terhadap ion logam Pb dengan variasi adsorben dan lama waktu absorpsi...
vi
Halaman
1. Hasil % adsorpsi kitosan terhadap ion logam Cd, Pb dan Hg dengan variasi kecepatan alir dan konsentrasi kitosan karakteristik
kitosan dengan beberapa parameter yang penting ... 73
2. Hasil adsorpsi kijing taiwan, eceng gondok dan kombinasi
terhadap logam Pb... 74
3. Hasil adsorpsi kijing taiwan, eceng gondok dan kombinasi
terhadap logam Hg... 75
4. Hasil adsorpsi kijing taiwan, eceng gondok dan kombinasi
terhadap logam Cd... 76
5. Hasil penetapan kadar air dan kadar abu... 77
6. Hasil penetapan kadar nitogen... 78
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia dan hidayahNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan dengan baik. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2011 yaitu pencemaran lingkungan dengan judul Efektifitas Kitosan dan Biofilter Eceng Gondok (Eichornia crassipes (Mart) Solm) dan Kijing Taiwan (Anodonta woodiana) Sebagai Adsorben pada Pengolahan Limbah yang Mengandung Logam Hg, Cd dan Pb.
Terimakasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Ir. Etty Riani, M.S dan Bapak Dr. Albert Napitupulu, SE, M.Si selaku pembimbing, serta ibu Dr.Ir. Yunizar Ernawati, M.S selaku penguji luar komisi yag telah banyak memberikan saran. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, M.S selaku ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL) beserta staf yang telah banyak memberikan informasi dan layanan terbaik.
Penghargaan dan terima kasih penulis sampaikan kepada Ibu Herawati, M.Si selaku Manager di Labortaorium Uji Akademi Kimia Analisis (AKA) Bogor atas kesempatan dan bantuan fasiitas untuk pelaksanaan kegiatan penelitian. Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada suami tercinta (Dedi Haryono) beserta ananda tercinta (Khansa Fay’i Safira dan Thalita Azzahra Putri) serta seluruh keluarga atas doa dan kasih sayangnya. Ucapan terimakasih tidak lupa penulis sampaikan kepada rekan-rekan kerja di AKA Bogor, rekan-rekan di Laboratorium Uji AKA Bogor, dan rekan-rekan mahasiswa PS-PSL IPB angkatan tahun 2010.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juni 2012
Penulis dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 31 Agustus 1974, penulis merupakan anak kedua dari pasangan Bapak Nano Margono (Almarhum) dan Ibu Komalasari (Almarhumah).
Penulis menyelesaikan pendidikan SD di Jakarta, SMP hingga SMA di Bekasi. Tahun 1992 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Bekasi dan pada tahun yang sama penulis diterima di Akademi Kimia Analisis Bogor dan lulus program studi Diploma 3 pada tahun 1995. Pada tahun 2000 penulis melanjutkan pendidikan di Fakultas MIPA Jurusan Kimia di Universitas Nusa Bangsa dan lulus tahun 2002. Pada tahun 2010 penulis mendapatkan kesempatan melanjutkan pendidikan di Program Pascasarjana IPB. Program studi yang diambil adalah Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL).
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Permasalahan lingkungan untuk saat ini perlu mendapat perhatian, karena
berbagai kegiatan pada sektor pemukiman, pertanian, pertambangan dan industri
dapat menghasilkan air limbah yang dibuang ke lingkungan. Apabila air limbah
tersebut tidak dilakukan pengolahan maka akan menimbulkan pencemaran air
yang menyebabkan penurunan kualitas air. Oleh karena itu maka air limbah
tersebut harus diolah terlebih dahulu sebelum dibuang ke lingkungan. Adanya
logam berat di perairan, berbahaya baik secara langsung terhadap kehidupan
organisme, maupun efeknya secara tidak langsung terhadap kesehatan manusia.
Kehadiran pencemar pada suatu perairan dapat dideteksi dengan beberapa
cara yaitu cara kimia, fisika dan biologi. Cara kimia dan fisika telah lama
digunakan, namun cara ini memiliki kelemahan. Pendeteksian secara kimia
memerlukan waktu yang relatif cukup lama dan terbatas hanya untuk mendeteksi
zat kimia tertentu saja ( Jenner et al. 1992). Dalam rangka melengkapi kedua cara
tersebut dikembangkan cara biologis. Pada cara biologis pendeteksian dilakukan
dengan menggunakan organisme hidup (biomonitor). Biomonitor dapat di
manfaatkan dalam sistim peringatan dini karena dipercaya mempunyai respon
yang cepat, penanganannya mudah dan dapat dilakukan diluar habitat aslinya.
Organisme biomonitor dapat bereaksi terhadap seluruh spektrum kimia.
Penggunaan biomonitor tidak dapat mengenal jenis polutan, tetapi hanya
merupakan metode pelengkap yang berharga dari metode kimia (Jenner et al.
1992).
Urbanisasi dan pertumbuhan penduduk yang demikian pesatnya telah
membuat tekanan tekanan pada kondisi sungai di sekitar wilayah industri.
Permintaan air bersih untuk kebutuhan domestik semakin meningkat. Pada
wilayah perkotaan pengolahan air limbah banyak dirasakan kurang efektif karena
tidak sesuai dengan volume air limbah yang tersedia. Alasan di balik masalah
dikarenakan proses pengolahan air limbah dengan cara-cara fisika kimia adalah
proses yang mahal. Salah satu cara yang telah sering di terapkan dalam instalasi
pengolahan air limbah adalah dengan metode lumpur aktif, namun cara ini pun
sulit dan membutuhkan biaya yang tinggi dalam operasional maupun dalam
pemeliharaannya (United Nations, 1995).
Penetralan limbah cair yang mengandung logam berat telah dilakukan oleh
beberapa peneliti diantaranya telah dilakukan oleh Suprihatin dan Nastiti Siswi Indrasti dalam jurnalnya yang berjudul “Penyisihan Logam Berat dari Limbah Cair Laboratorium dengan Metode Presipitasi dan Adsorpsi”. Pengembangan
metode untuk menghilangkan keberadaan logam-logam berat di lingkungan lebih
banyak difokuskan pada pengembangan metode yang bersifat ramah lingkungan.
Metode adsorpsi merupakan metode pengolahan air limbah yang cukup unggul
dibandingkan dengan metode lain. Keuntungan utama sistem adsorpsi adalah
biayanya murah, tidak ada efek samping zat beracun, serta mampu menghilangkan
bahan-bahan anorganik (Gupta et al. 1988). Penggunaan bahan organik sebagai
adsorben saat ini banyak dikembangkan karena tehnik-tehnik ini tidak
memerlukan biaya tinggi dan sangat efektif untuk menghilangkan kontaminan
logam-logam berat di lingkungan (Saleh, 1994).
Cara lain juga bisa dilakukan dengan menggunakan biofilter. Cara ini
dapat dilakukan dengan menggunakan tanaman, misalnya eceng gondok atau
dengan menggunakan hewan, misalnya dengan menggunakan kijing taiwan
(Anodonta woodiana). Cara biofilter ini juga pernah di teliti sebelumnya oleh
Novita (2005) dalam tesisnya yang berjudul “Penyerapan Logam Pb dan Cd oleh
Eceng Gondok (Eichhornia crassipes): Pengaruh Waktu Konsentrasi dan Lama Waktu Kontak”.
Pemilihan metode adsorpsi limbah dengan kitosan dilakukan mengingat
kitosan merupakan senyawa protein berpotensi tinggi untuk penyerapan logam
dan mudah terbiodegradasi serta tidak beracun. Widodo (2005) melaporkan
bahwa kitosan sudah pernah digunakan untuk menyerap logam seperti Cu, Ni dan
Co yang berasal dari limbah tekstil. Logam-logam tersebut dapat diamati
air yang memiliki kemampuan untuk menyerap dan mengakumulasi logam berat
(Ingole et al. 2003). Tumbuhan ini berpotensi dalam menyerap logam berat karena
merupakan tanaman dengan toleransi tinggi yang dapat tumbuh baik dalam
limbah, pertumbuhannya cepat serta menyerap dan mengakumulasi logam dengan
baik dalam waktu yang singkat. Eceng gondok juga dapat menurunkan nilai
Biochemical Oxygen Demand (BOD), Total Suspended Solid (TSS) dan Chemical
Oxygen Demand (COD) limbah cair (Zayed et al. 1998).
Secara umum diketahui bahwa logam berat merupakan elemen yang
berbahaya di permukaan bumi. Beberapa unsur logam berat seperti timbal (Pb),
kadmium (Cd), merkuri (Hg), arsen (As) dan alumunium (Al) tidak mempunyai
fungsi biologi sama sekali bagi manusia. Logam-logam tersebut sangat berbahaya
walaupun dalam jumlah yang relatif kecil dan menyebabkan keracunan (toksik)
pada makhluk hidup (Darmono, 1995).
Penelitian kali ini limbah yang di teliti adalah limbah yang mengandung
Hg, Cd dan Pb karena di anggap ketiga logam tersebut mempunyai nilai toksisitas
yang tinggi dan berbahaya bagi lingkungan. Penggunaaan pengaturan kecepatan
alir yang bervariasi dilakukan untuk mengetahui pengaruh kecepatan alir terhadap
adsorpsi kitosan terhadap limbah yang mengandung logam berat sehingga dari
data dapat diketahui kecepatan alir optimal penyerapan kitosan terhadap limbah
mencapai titik optimum.
Hasil penelitian lain tentang kemampuan eceng gondok menyerap dan
mengakumulasi logam berat telah dilakukan oleh Novita (2005) yang menjelaskan
bahwa kemampuan penyerapan dan akumulasi logam berat oleh eceng gondok
lebih tinggi untuk logam dalam bentuk campuran dibandingkan logam dalam
bentuk tunggal. Menurut Novita (2005) bahwa semakin tinggi konsentrasi logam
dalam limbah maka semakin tinggi penyerapan logam oleh eceng gondok. Adanya
peningkatan waktu kontak akan meningkatkan penyerapan logam berat oleh eceng
gondok. Kecepatan proses adsorpsi eceng gondok terhadap logam berat dapat
dipelajari dalam suatu kajian tentang kinetika adsorpsi. Pengetahuan tentang
kinetika dapat digunakan sebagai sumber informasi untuk menentukan langkah
langkah pengurangan toksisitas dan proteksi lingkungan, sehingga dampak negatif
minim oleh karena itu perlu dilakukan penelitian pengolahan limbah yang
mengandung logam Hg, Cd, dan Pb. Pada penelitian ini dipelajari kinetika
adsorpsi logam berat oleh kitosan dengan variasi konsentrasi kitosan dan
kecepatan alir. Penelitian ini juga mempelajari absorpsi biofilter dengan metode
variasi waktu interaksi biofilter dengan logam berat. Pada penelitian ini
diharapkan akan diperoleh suatu kejelasan mengenai bagaimana absorpsi logam
berat oleh kitosan yang dilanjutkan dengan absorpsi dengan biofilter.
1.2. Perumusan Masalah
Metode pengolahan limbah dapat dilakukan dengan cara kimia dan
biologi. Cara kimia yang telah banyak dilakukan untuk pemisahan logam berat
adalah dengan cara resin penukar inon (ion exchanger resins), dan beberapa
metode lainnya seperti dengan cara electrodialysis, adsorpsi dengan arang aktif
dan reverse osmosis namun cara-cara tersebut membutuhkan biaya yang cukup
tinggi dan tenaga ahli untuk pengoperasiannya. Saat ini dikembangkan suatu
metode dengan menggunakan alternatif sistem pengolahan limbah cair yang
mudah dan murah dalam pengoperasiannya dan pengontrolannya.
Metode pengolahan limbah cair dengan menggunakan kitosan dapat
dilakukan karena kitosan memiliki struktur pori dan gugus fungsional yang
memenuhi persyaratan sebagai adsorben. Dalam rangka efisiensi adsorpsi kitosan,
dalam penelitian ini dilakukan variasi kecepatan alir air limbah dan variasi
konsentrasi adsorbat sehingga dapat diketahui kondisi optimum penyerapan
logam.
Limbah yang sudah mengalami adsorpsi oleh kitosan dilakukan
pengolahan lebih lanjut dengan menggunakan biofilter. Biofilter dilakukan dengan
menggunakan kijing taiwan (Anodonta woodiana) dan eceng gondok (Eichhornia
crassipes (Mart) Solms ). Metode pengolahan limbah dengan cara ini dilakukan
karena kijing taiwan dan eceng gondok memiliki kemampuan alami untuk
mengakumulasi logam dalam jaringannya. Sehingga metode ini sangat menarik
untuk dikembangkan (Sulistiawan, 2007).
Biofiltrasi secara luas dipandang sebagai cara ekologis alternatif yang
fisikokimia untuk menetralkan logam dalam air llimbah. Beberapa penelitian
terdahulu telah dilakukan dan membahas biofiltrasi memanfaatkan kemampuan
gulma liar yang mengambang di permuakaan air tawar dan merupakan gulma air
jenis eceng gondok untuk air limbah yang mengandung logam berat (Mahesh et
al. 2008) .
Sistem pengolahan limbah dengan menggunakan tanaman air lebih
ekonomis dibandingkan pengolahan limbah secara konvensional. Dalam salah
satu hasil penelitian, dilaporkan bahwa pengolahan limbah dengan menggunakan
tanaman air hanya membutuhkan setengah dari harga pengolahan limbah dengan
metoda activated sludge untuk konstruksi dan dua pertiga untuk biaya operasi
(Tchobanoglous et al. 1979 di acu dalam Jensen 1988). Informasi mengenai
perkiraan biaya untuk sistem pengolahan limbah dengan menggunakan tanaman
masih sangat sedikit.
Tanaman air (aquatic plant) memiliki kemampuan berbeda dalam
menyerap dan mengakumulasi logam. Beberapa tanaman merupakan akumulator
logam yang spesifik, misalnya Salvania natans merupakan akumulator yang baik
untuk Hg dan Lemna polyrrizha merupakan akumulator yang baik untuk Zn,
namun ada beberapa tanaman yang dapat menyerap berbagai jenis logam
Certophylum demersum (L.), Spirodela polyrrizha (L.) Schleid, Bacopa monnieri
(L.) Pennell, Hygrorrhyza aristata dapat menyerap dan mengakumulasi Cu, Cr,
Fe, Mn, Pb dan Cd (Rai et al. 1995 di acu dalam Zayed et al. 1998).
Kijing mempunyai sifat filter feeder, Kadar (1997) menyatakan bahwa
fungsi Anodonta woodiana adalah sebagai pembersih perairan. Karnaukhov
(1997) menyatakan bahwa Anodonta woodiana mampu menyaring air sampai
40L/hari dan dapat mengekstrak bahan-bahan yang bersifat koloid, kandungan
bahan organik baik tersuspensi maupun partikel dengan kemampuan rata-rata
menurunkan kandungan bahan organik diperairan sampai 99,5%. Berdasarkan hal
tersebut secara rinci rumusan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini
adalah bagaimana pengaruh adsorpsi kitosan terhadap limbah dengan memberikan
variasi kecepatan alir dan mengetahui kemampuan eceng gondok dan kijing
1.3. Tujuan Penelitian
1. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan kecepatan alir optimal dan
konsentrasi adsorben optimal pada pengolahan limbah yang mengandung
logam berat.
2. Mengetahui kemampuan kijing taiwan dan eceng gondok sebagai biofilter
logam berat Pb, Hg dan Cd.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan :
1. Mengetahui kemampuan kitosan dalam mengadsorpsi ion logam Pb, Hg
dan Cd yang merupakan pencemar dominan dalam limbah cair dan sebagai
justifikasi ilmiah penggunaan kitosan, eceng gondok dan kijing taiwan
sebagai adsorben logam berat, yang nantinya dapat diaplikasikan untuk
pengolahan limbah cair
2. Menemukan solusi untuk mengatasi permasalahan limbah cair yang
mengandung logam berat murah dan ramah lingkungan.
3. Hasil penelitan ini dapat membantu industri-industri yang menghasilkan
limbah, seperti industri garment, tailing, industri bahan-bahan pewarna dan
sebagainya menjadi industri yang bersih dari limbah logam berat dalam
rangka terwujudnya industri yang ramah lingkungan.
1.5. Hipotesis Penelitian
1. Kemampuan adsorpsi kitosan untuk menyerap limbah dipengaruhi
kecepatan alir dan konsentrasi adsorben.
2. Kijing taiwan dan eceng gondok memiliki kemampuan dalam menyerap
limbah anorganik dan semakin lama waktu kontak organisme-organisme
1.6. Kerangka Pemikiran
Proses adsorpsi melibatkan adanya adsorben yang dapat mengikat molekul
melalui gaya tarik menarik antar molekul, pertukaran ion, dan ikatan kimia.
Penggunaan biomaterial kitosan sebagai penyerap ion logam berat merupakan
salah satu teknologi yang dapat di pertimbangkan, mengingat meterialnya mudah
di pilih dan membutuhkan biaya yang relatif murah. Pengolahan limbah yang
umum dilakukan biasanya di proses dengan cara fisika, kimia dan biologi. Metode
pengolahan limbah dengan cara electrodyalisis, reverse osmosis, karbon aktif, ion
exchange resin dan activated sludge merupakan cara-cara pengolahan limbah
yang membutuhkan teknologi yang tinggi dalam prosesnya sehingga
membutuhkan biaya yang tinggi pula karena menggunakan bahan kimia dan
keahlian dalam pengoperasiannya.
Proses pengolahan limbah secara biologi terhadap adsorben kitosan, eceng
dan kijing taiwan akan mampu menyerap logam, mampu mengakumulasi logam
dan biofilter dapat tumbuh dengan baik di dalam kolam limbah, sehingga dapat
terjadi penurunan konsentrasi logam berat dalam limbah. Hasil penelitian ini dapat
dipergunakan sebagai rekomendasi bagi industri-industri yang menghasilkan
limbah.
Berdasarkan hal diatas maka penelitian penyerapan logam berat dengan
menggunakan kitosan, kijing taiwan dan eceng gondok dapat memberikan
gambaran tentang penurunan konsnetrasi Pb, Hg dan Cd dalam air limbah dapat di
Penurunan konsentrasi logam berat dalam limbah Mampu menyerap
Logam dan meng-
akumulasi logam
dalam biofilter .
Biofilter dapat
tumbuh dengan
baik dalam koam limbah.
REKOMENDASI BAGI INDUSTRI YANG
MENGHASILKAN LIMBAH
Gambar 1. Diagram Alir Kerangka pemikiran Pemilihan Pengolahan Limbah Dengan Kitosan
Kualitas lingkungan
Fisika
Logam berat
Pengolahan Limbah
Kimia
Teknologi tinggi
Mahal
Sulit
Kitosan
Activated sludge
Electrodyalisis
Reverse
osmosis
Karbon aktif
Ion exchange
resin
Tanaman air (Eceng gondok)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Limbah Industri
Perkembangan industri sangat mempengaruhi perkembangan ekonomi di
seluruh dunia dan mencakup berbagai macam usaha. Diharapkan perkembangan
industri berwawasan lingkungan sehingga dapat mengurangi potensi terjadinya
pencemaran dan kerusakan lingkungan. Secara global, ekonomi industri telah
digunakan sebagai suatu sistem sumber daya terbuka melalui pemanfaatan bahan
baku mineral dan energi, dengan pembuangan limbah berdampak pencemaran
terhadap lingkungan. Tantangan yang dihadapi oleh komunitas global saat ini
adalah membuat ekonomi industri lebih mengarah kepada sistem tertutup dengan
sasaran: penghematan energi, mengurangi limbah, mencegah pencemaran, dan
mengurangi biaya (UNO, 1995). Dua unsur penting yang perlu diperhatikan
adalah:
1. Industri harus mencakup eko-efisiensi dalam mewujudkan pendekatan
produksi lebih bersih, termasuk perolehan maksimum produk dari minimal
bahan baku, rancangan produksi, teknologi pengolahan dengan
me-minimalisasi dampak lingkungan dan penanganan limbah untuk mencegah
pencemaran lingkungan.
2. Limbah industri harus di anggap sebagai bahan baku berharga yang dapat
di olah lebih lanjut atau dengan kata lain di daur ulang.
Limbah industri yang paling banyak mengandung logam berat adalah
limbah tailing karena ketika tailing di buang dalam bentuk bubur, fraksi pasir
cenderung mengendap di sekitar titik pembuangan dan lumpur akan mengendap
jauh dari titik pembuangan sebagai suspensi dalam waktu lama. Secara mineralogi
tailing dapat terdiri atas beraneka mineral seperti silika, silikat besi, magnesium,
natrium, kalium, dan sulfida. Sulfida mempunyai sifat aktif secara kimiawi, dan
apabila bersentuhan dengan udara akan mengalami oksidasi sehingga membentuk
garam-garam bersifat asam dan aliran asam mengandung sejumlah logam beracun
2.2.Pencemaran Air
Air merupakan salah satu kebutuhan dasar yang dibutuhkan untuk
memenuhi kebutuhan hidup dan kelangsungan hidup. Oleh karena itu penting
bahwa suplai air yang berkualitas harus tersedia untuk berbagai kegiatan. Saat ini
hal tersebut menjadi semakin sulit mengingat pencemaran skala besar disebabkan
oleh aktivitas industri, pertanian dan domestik. Kegiatan ini menghasilkan limbah
organik dan anorganik. Beberapa polutan umum adalah fenol, pewarna, deterjen,
insektisida, pestisida dan logam berat. Sifat polutan dalam air limbah tergantung
pada sumber dan bervariasi dari satu tempat ke tempat lain. Polutan ini beracun
dan menyebabkan kerugian pada kehidupan manusia dan hewan jika
konsentrasinya melebihi dari yang ditetapkan. Salah satu cara mengatasi
pencemaran air, adalah dengan mengolah air limbah untuk menghilangkan
polutan sebelum dibuang ke lingkungan.
Sejumlah metode seperti koagulasi, proses membran, adsorpsi, dialisis,
flotasi busa, osmosis, degradasi fotokatalitik dan biologis merupakan metode yang
digunakan untuk mengurangi tingkat konsentrasi pencemaran air dari logam berat.
Jenis proses yang di pilih untuk mengurangi kadar pencemaran adalah tergantung
pada sifat polutan. Namun, proses adsorpsi sering di anggap paling tepat karena
dapat menghilangkan polutan anorganik dan organik, prosesnya juga lebih
sederhana. Ion logam adalah salah satu kategori penting dari polusi air, yang
beracun bagi manusia melalui rantai makanan piramida. Berbagai ion logam berat
beracun di buang ke lingkungan melalui berbagai kegiatan industri, merupakan
salah satu penyebab utama polusi lingkungan. Kitin dan kitosan derivatif telah di
teliti sebagai adsorben untuk menghilangkan ion logam dari air dan air limbah.
Kemampuan adsorpsi kitosan untuk logam berat dapat dikaitkan dengan:
1. Hidrofilisitas yang tinggi karena banyaknya jumlah kelompok hidroksil unit
glukosa.
2. Banyaknya jumlah kelompok fungsional.
3. Reaktivitas kimia yang tinggi.
2.3. Logam Berat
Logam-logam dari dalam bumi digolongkan sebagai sumberdaya alam
yang tidak dapat diperbaharui. Secara kimiawi logam bereaksi untuk menuju ke
tingkat stabil biasanya dengan cara membentuk garam atau bentuk unsur yang
stabil. Sebanyak 20 logam diklasifikasikan sebagai racun dan sebagian dilepaskan
ke lingkungan dalam jumlah yang menimbulkan risiko terhadap kesehatan
manusia. Berbeda dengan logam biasa, logam berat adalah istilah yang digunakan
untuk kelompok logam berat dan metaloid yang dentisitasnya lebih tinggi dari 5
g/cm3. Logam berat diperairan terdapat dalam bentuk terlarut dan tersuspensi
(terikat dengan zat padat tersuspensi. Logam berat terletak disudut kanan bawah
dalam sistem periodik unsur, memiliki afinitas yang tinggi terhadap unsur S dan
biasanya bernomor atom 22 sampai 92 dari periode keempat sampai dengan
periode ketujuh. Biasanya mempunyai daya hantar listrik yang tinggi dan
merupakan bahan pencemar lingkungan yang tahan urai.Unsur-unsur logam berat
tersebut biasanya erat kaitannya dengan masalah pencemaran dan toksisitas.
Berdasarkan sifat fisika dan kimianya, tingkat atau daya racun logam berat
terhadap hewan dan air dapat di urutkan dari tinggi ke rendah sebagai berikut:
merkuri (Hg), kadmium (Cd), seng (Zn), timbal (Pb), kadmium (Cd), nikel (Ni),
kobalt (Co) (Sutamihardja et al. 1982).
Menurut Kementerian Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup
(1990) dalam Marganof (2003), sifat toksisitas logam berat dapat dikelompokkan
menjadi 3 (tiga) yaitu :
1. Bersifat toksik tinggi yang terdiri atas unsur-unsur Hg, Cd, Pb, Cu dan
Zn.
2. Bersifat toksik menengah yang terdiri dari Cr, Ni dan Co.
3. Bersifat toksik sangat rendah yang terdiri dari Mn dan Fe.
Logam berat bersifat toksik karena logam berat tersebut dapat berikatan
dengan ligan dan struktur biologi. Sebagian besar logam membentuk ikatan
dengan berbagai enzim dalam tubuh. Ikatan-ikatan ini dapat mengakibatkan tidak
aktifnya enzim yang bersangkutan, hal inilah yang mengakibatkan terjadinya
toksisitas logam tersebut. Logam yang terikat pada enzim sulit untuk di
logam tersebut. Afinitas atau daya gabung dari ikatan logam dengan enzim
biasanya sangat kuat (Darmono, 1995).
Logam berat tidak pernah terurai atau terdegradasi seperti polutan organik
yang dapat terurai oleh pemaparan sinar matahari atau panas. Logam tersebut
dapat ditimbun dalam landfill dan tercuci dalam sedimen, tetapi tidak pernah
menghilang seluruhnya dan mengancam di masa mendatang. Logam berat
umumnya pada kadar rendah sudah bersifat toksik bagi tumbuhan, hewan dan
manusia. Logam berat ini akan terakumulasi di dalam tubuh dan akan disalurkan
sepanjang perjalanan rantai makanan (Kusnoputranto, 1995).
2.3.1. Sumber Logam Berat
Keberadaan logam, termasuk logam berat dibumi telah ada sejak milyaran
tahun yang lalu. Logam-logam tersebut ditemui diseluruh tipe batuan, tetapi
terkonsentrasi dalam bijih (ore), tergantung pada sejarah geologi regional. Mereka
terbawa kepermukaan secara alami oleh aktivitas erosi dan aktivitas vulkanik
kemudian tercuci bersama aliran air dan kadang-kadang terendapkan di dalam
sungai, danau dan lautan. Ada sebagian yang terpendam dalam batuan dan
terkadang terangkat serta masuk ke dalam siklus kembali (Kusnoputranto, 1995).
Secara alamiah logam berat di kandung oleh berbagai mineral dalam
berbagai batuan penyusun kerak bumi. Mineral tersebut umumnya adalah mineral
kelam yang banyak ditemukan pada batuan basa atau ultra basa. Selain terdapat
secara alami, keberadaan logam berat banyak ditentukan oleh kegiatan manusia.
Kontribusi manusia jauh lebih besar dibandingkan sumber sumber alami. Sebagai
contoh adalah pembakaran batu bara dan minyak yang melepaskan logam berat
dalam jumlah besar ke udara, penggunaaan timbal dalam kendaraan bermotor,
penggunaan pupuk dan pestisida yang mengandung kadmium (Cd), pengilangan
bijih, pembakaran sampah dan produksi semen (Kusnoputranto, 1995).
2.3.2. Pencemaran Logam Berat
Pencemaran lingkungan adalah perubahan lingkungan yang tidak
perubahan pola penggunaan energi dan materi, tingkatan radiasi, bahan-bahan
fisika dan kimia dan jumlah organisme (Sastrawijaya, 1991).
Laju tingkat mobilisasi, perpindahan dan akumulasi logam berat di
lingkungan yang terjadi akhir-akhir ini terus mengalami peningkatan yang tidak
terkendali dan semua ini adalah akibat kegiatan yang dilakukan oleh manusia.
Suatu proses produksi dalam industri yang memerlukan suhu yang tinggi, seperti
pertambangan batubara, pemurnian minyak, pembangkit listrik dengan energi
minyak dan pengecoran logam banyak mengeluarkan limbah, terutama logam
logam yang relatif lebih mudah menguap dan larut dalam air (bentuk ion), seperti
As, Cd, Pb dan Hg (Darmono, 1995).
Pencemaran logam berat berkaitan dengan kesehatan manusia yang
biasanya terjadi di dalam sel tubuh. Pengaruh tersebut diantaranya adalah
mengganggu reaksi kimia, menghambat absorpsi dari nutrien-nutrien yang
esensial serta dapat merubah bentuk senyawa kimia yang penting menjadi tidak
berguna (Kusnoputranto, 1995).
Menurut Kusnoputranto (1995), keracunan logam berat pada manusia terdiri dari :
1. Keracunan akut, misalnya akibat paparan logam di tempat kerja yang
dapat menimbulkan kerusakan paru paru, reaksi kulit dan gejala gejala
gastriinterestinal akibat kontak singkat dengan konsentrasi tinggi.
2. Keracunan kronik, kadmium (Cd) dapat menyebabkan penyakit ginjal.
Timbal, metal merkuri dan senyawa timah organik dapat menyebabkan
kerusakan degenerasi dan kerusakan otak. Arsen dapat menyebabkan
kerusakan sistem syaraf, menyebabkan rasa kebal, sakit dan dapat
kehilangan kontrol otot-otot ekstremitas lengan dengan tungkai. Kromium,
selenium, kadmium, nikel dan arsen dapat menyebabkan kerusakan hati,
ginjal, kanker kulit dan efek kronik lainnya.
Beberapa unsur logam yang termasuk elemen mikro merupakan logam
berat yang tidak mempunyai fungsi biologi sama sekali. Logam tersebut bahkan
sangat berbahaya dan dapat menyebabkan keracunan (toksisitas) pada mahluk
hidup, yaitu timbal (Pb), kadmium (Cd), merkuri (Hg), arsen (As) dan alumunium
(Al). Berikut ini penjelasan mengenai toksisitas yang disebabkan oleh beberapa
2.3.2.1. Merkuri (Hg)
Merkuri (Hg) berbentuk cair keperakan pada suhu kamar, dan mempunyai
rapatan 13,534 g/mL pada 25oC. Merkuri tidak dipengaruhi asam klorida atau
asam sulfat encer, tetapi mudah bereaksi dengan asam nitrat. Reaksi merkuri
dengan asam nitrat pekat panas yang berlebihan akan terbentuk ion merkurium
(II):
Hg + 8 HNO3 3Hg2+ + 2NO + 6NO3 + 4H2O (Vogel, 1979)
Merkuri pada pH antara 6-7 mengendap sebagai HgO yag memiliki
kelarutan 0,052 liter dalam pelarut H2O 20oC. Merkuri dan turunannya telah lama
diketahui sangat beracun. Kehadirannya diperairan dapat menimbulkan kerugian
pada manusia karena sifatnya yang mudah larut dan terikat dalam jaringan tubuh
organisme air. Selain itu, pencemaran perairan oleh merkuri mempunyai pengaruh
terhadap ekosistem setempat yang disebabkan oleh sifatnya yang stabil dalam
sedimen, kelarutannya yang rendah dalam air dan kemudahannya di serap dan
terkumpul dalam jaringan tubuh organisme air, baik melalui proses (Chlorella sp),
mussel (genus Vivipare) dan ikan herbivore Gyrinocheilus aymonieri (fam.
Gyrinochelidae) karena penyerapan merkuri oleh organisme air lebih cepat
dibandingkan proses ekskresi (Budiono, 2003).
Merkuri (Hg) adalah salah satu jenis logam berat yang sangat berbahaya.
Bahaya Hg, khususnya Hg metil (MeHg), telah dikenal luas dari tragedi yang
terjadi di teluk Minamata, Jepang. Tragedi tersebut terjadi karena produk
sampingan yang mengandung MeHg dibuang ke dalam teluk tersebut oleh pabrik
kimia penghasil klorida vinil dan formaldehida milik perusahaan Chisso. Melalui
proses akumulasi secara biologi (bioakumulasi), proses perpindahan secara
biologi (biotransfer), dan pembesaran secara biologi (biomagnifikasi) yang terjadi
secara alamiah, organisme laut mengakumulasi MeHg dalam konsentrasi tinggi
dan selanjutnya terjadi keracunan pada manusia yang mengkonsumsinya (Yasuda
et al. 2000).
Keberadaan merkuri di lingkungan perairan umumnya berasal dari limbah
industri pertambangan emas, pengeboran minyak dan lain-lain. Adanya merkuri di
lingkungan akan membahayakan kesehatan manusia. Daya racun yang dimiliki
terputus. Lebih jauh lagi, merkuri ini akan bertindak sebagai penyebab alergi,
mutagen, teratogen atau karsinogen bagi manusia. Merkuri dapat masuk dalam
tubuh melalui kulit, pernapasan dan pencernaan (Widiyatna, 2005).
2.3.2.2. Kadmium (Cd)
Kadmium adalah suatu logam putih, mudah di bentuk, lunak dengan warna
kebiruan. Titik didih 767 ºC membuatnya mudah terbakar, membentuk asap
cadmium oksida. Kadmium dan bentuk garamnya banyak digunakan pada
beberapa jenis pabrik untuk proses produksinya. Industri pelapisan logam adalah
pabrik yang paling banyak menggunakan kadmium murni sebagai pelapis, begitu
juga pabrik yang membuat Ni-Cd baterai. Bentuk garam Cd banyak digunakan
dalam proses fotografi, gelas, dan campuran perak, produksi foto - elektrik, foto -
konduktor, dan fosforus. Kadmium asetat banyak digunakan pada proses industri
porselen dan keramik. Keberadaan kadmium di alam berhubungan erat dengan
hadirnya logam Pb dan Zn. Dalam industri pertambangan Pb dan Zn, proses
pemurniannya akan selalu memperoleh hasil samping kadmium yang terbuang
dalam lingkungan. Kadmium masuk ke dalam tubuh manusia terjadi melalui
makanan dan minuman yang terkontaminasi. Kadmium dan senyawanya sangat
beracun bahkan pada konsentrasi rendah dapat terjadi bioakumulasi pada
organisme dan ekosistem (Bhatnagar, 2009).
2.3.2.3. Timbal (Pb)
Timbal (Pb) yang juga sering di sebut timah hitam (lead) merupakan salah
satu logam berat yang berbahaya bagi kesehatan manusia dan organisme lainnya.
Kegiatan industri yang perpotensi sebagai sumber pencemaran Pb misalnya
industri baterai, bahan bakar, kabel, pipa serta industri kimia. Selain itu juga
sumber Pb dapat berasal dari sisa pembakaran pada kendaraan bermotor dan
proses penambangan. Semua sisa buangan yang mengandung Pb dapat masuk ke
dalam lingkungan perairan dan menimbulkan pencemaran (Herman, 2006).
Pb di dalam tubuh manusia dapat masuk secara langsung melalui air minum,
makanan atau udara. Pb dapat menyebabkan gangguan pada organ seperti
sistem syaraf pusat. Selain itu pula Pb di dalam badan perairan dapat meracuni
dan mematikan organisme yang ada di dalam perairan tersebut, sehingga dapat
mengganggu keseimbangan ekosistem (Santi, 2001).
2.4. Adsorpsi
Adsorpsi adalah suatu proses di mana suatu komponen bergerak dari suatu
fasa menuju permukaan yang lain sehingga terjadi perubahan konsentrasi pada
permukaan. Zat yang di serap di sebut adsorbat sedangkan zat yang menyerap di
sebut adsorben. Pada umumnya adsorpsi dapat dibedakan menjadi dua yaitu
adsorpsi kimia (kemisorpsi) dan adsorpsi fisika (fisisorpsi). Adsorpsi fisika
disebabkan oleh interaksi antara adsorben dan adsorbat karena adanya gaya tarik
van der waals, adsorpsi ini biasanya bersifat reversibel karena terjadi melalui
interaksi yang lemah antara adsorben dan adsorbat, tidak melalui ikatan kovalen
(Mc. Cabe et al. 1999).
Panas adsorpsi fisika tidak lebih dari 15-20 kkal/mol atau 63-84 kJ/mol.
Adsorpsi kimia adalah adsorpsi yang melibatkan interaksi yang lebih kuat antara
adsorben dan adsorbat sehingga adsorbat tidak bebas bergerak dari satu bagian ke
bagian yang lain. Proses ini bersifat irreversibel sehingga adsorben harus
dipanaskan pada temperatur tinggi untuk memisahkan adsorbat. Panas adsorpsi
kimia biasanya lebih besar dari 20-30 kkal/mol atau 84-126 kJ/mol (Parker,
1993). Faktor-faktor yang mempengaruhi adsorpsi (Weber et al. 1980) antara lain:
a. Waktu kontak dan pengocokan
Waktu kontak yang cukup diperlukan untuk mencapai kesetimbangan
adsorpsi. Jika fase cair yang berisi adsorben dalam keadaan diam, maka
difusi adsorbat melalui permukaan adsorben akan lambat, diperlukan
pengocokan untuk mempercepat adsorpsi.
b. Luas permukaan adsorben
Luas permukaan adsorben sangat berpengaruh terutama untuk tersedianya
tempat adsorpsi. Luas permukaan adsorben semakin besar maka semakin
besar pula adsorpsi yang dilakukan.
Kemurnian adsorben dapat ditingkatkan melalui aktivasi. Adsorben buatan
biasanya lebih sering digunakan daripada adsorben alam, karena
kemurnian adsorben buatan lebih tinggi.
d. Ukuran molekul adsorbat
Ukuran molekul adsorbat menentukan batas kemampuannya melewati
ukuran pori adsorben. Kecepatan adsorpsi menurun seiring dengan
kenaikan ukuran partikel.
e. Temperatur
Reaksi pada adsorpsi biasanya yang terjadi secara eksotermis. Kecepatan
adsorpsi akan naik pada temperatur yang lebih rendah dan akan turun pada
temperatur lebih tinggi.
f. pH larutan
Pengaruh pH pada proses adsorpsi merupakan fenomena kompleks, antara
lain menyebabkan perubahan sifat permukaan adsorben, sifat molekul
adsorbat dan perubahan komposisi larutan.
g. Konsentrasi adsorbat
Adsorpsi akan meningkat dengan kenaikan konsentrasi adsorbat. Adsorpsi
akan tetap jika terjadi kesetimbangan antara konsentrasi adsorbat yang di
serap dengan dengan konsentrasi adsorben yang tersisa dalam larutan.
2.5. Kinetika Adsorpsi
Kinetika kimia mencakup suatu pembahasan tentang kecepatan (laju)
reaksi dan bagaimana proses reaksi berlangsung. Definisi tentang laju reaksi
adalah suatu perubahan konsentrasi pereaksi maupun produk dalam satuan waktu
Orde reaksi merupakan bagian dari persamaan laju reaksi. Orde reaksi terhadap
suatu komponen menurut Atkins (1999) merupakan pangkat dari konsentrasi
komponen itu, dalam persamaan laju reaksi.
2.5.1. Mekanisme Adsorpsi
Adsorpsi adalah suatu peristiwa fisik atau kimia pada permukaan yang
adalah padatan atau cairan yang mengadsorpsi sedang adsorbat adalah padatan,
cairan atau gas yang di adsorpsi. Jadi proses adsorpsi dapat terjadi antara padatan
dengan padatan, gas dengan padatan, gas dengan cairan dan cairan dengan
padatan (Ketaren, 1986).
Menurut Setyaningsih (1995), adsorpsi adalah terjadinya perpindahan
massa adsorbat dari fasa gerak (fluida pembawa adsorbat) ke permukaan
adsorben. Adsorpsi terjadi karena adanya gaya tarik menarik antara molekul
adsorbat dengan tempat-tempat aktif di permukaan adsorben. Adsorpsi merupakan
peristiwa terjadinya perubahan kepekatan dari molekul, ion atau atom antara
permukaan dua fase.
Walstra (2003) mendefinisikan adsorpsi sebagai proses difusi suatu
komponen pada suatu permukaan atau antar partikel. Komponen yang terserap di
sebut adsorbat dan bahan yang dapat menyerap di sebut adsorben. Adsorben dapat
berupa padatan atau cairan. Adsorbat terlarut dalam cairan atau berada dalam gas.
Suatu zat dapat digunakan sebagai adsorben untuk tujuan pemisahan bila
mempunyai daya adsorpsi selektif, berpori (mempunyai luas permukaan per
satuan massa yang besar) dan mempunyai daya ikat yang kuat terhadap zat yang
hendak dipisahkan secara fisik maupun kimia (Setyaningsih, 1995).
Mekanisme peristiwa adsorpsi dapat dijelaskan sebagai berikut: molekul
adsorbat berdifusi melalui suatu lapisan batas ke permukaan luar adsorben (di
sebut dengan difusi eksternal); sebagian ada yang teradsorpsi di permukaan luar,
sebagian besar berdifusi lebih lanjut ke dalam pori-pori adsorben (di sebut dengan
difusi internal). Bila kapasitas adsorpsi masih sangat besar, sebagian besar akan
teradsorpsi dan terikat di permukaan, namun bila permukaan sudah jenuh atau
mendekati jenuh dengan adsorbat, dapat terjadi dua hal, yaitu:
1. Terbentuk lapisan adsorpsi kedua dan seterusnya di atas adsorbat yang
telah terikat di permukaan, gejala ini di sebut adsorpsi multilayer.
2. Tidak terbentuk lapisan kedua dan seterusnya sehingga adsorbat yang
belum teradsorpsi berdifusi keluar pori dan kembali ke arus fluida
2.5.2. Faktor yang Mempengaruhi Daya Adsorpsi
Menurut Kobya (2008) faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah fluida
yang di adsorpsi oleh adsorben adalah sebagai berikut:
2.5.2.1. Jenis Adsorbat
a. Ukuran molekul adsorbat
Ukuran molekul yang sesuai merupakan hal yang penting agar proses
adsorpsi dapat terjadi. Molekul-molekul adsorbat yang dapat di adsorpsi
oleh adsorben adalah molekul-molekul yang diameternya lebih kecil atau
sama dengan diameter pori adsorben.
b. Kepolaran zat
Apabila diameter molekul adsorbat sama dengan diameter pori adsorben
maka molekul-molekul non polar yang lebih kuat di adsorpsi oleh
adsorben dari pada molekul-molekul yang polar. Molekul-molekul yang
non polar dapat mengganti kan molekul-molekul yang polar yang telah
lebih dulu teradsorpsi.
2.5.2.2. Karakteristik Adsorben
a. Kemurnian adsorben
Adsorben yang memiliki kemurnian lebih tinggi akan memiliki
kemampuan adsorpsi yang lebih baik.
b. Luas permukaan dan volume pori adsorben
Jumlah molekul adsorbat yang di serap oleh adsorben akan meningkat
dengan bertambahnya luas permukaan dan volume pori adsorben.
Sehingga seringkali adsorben diberi perlakuan awal seperti karbonisasi
2.5.2.3. Temperatur
Proses adsorpsi merupakan proses eksotermis, oleh karena itu maka
peningkatan temperatur pada tekanan yang tetap akan mengurangi jumlah
senyawa yang teradsorpsi berdasarkan prinsip Chatelier.
2.5.2.4. Tekanan
Jumlah zat yang di adsorpsi akan bertambah dengan menaikkan tekanan
adsorbat. Hal ini terjadi pada proses adsorpsi fisika, sedangkan pada proses
adsorpsi kimia jumlah zat yang di adsorpsi akan berkurang dengan menaikkan
tekanan adsorbat.
2.5.3. Adsorpsi Isotermis
Kesetimbangan adsorpsi terjadi bila fluida dikontakkan dengan adsorben
padat dan molekul adsorbat berpindah dari fluida ke padatan sampai konsentrasi
adsorbat pada fluida dan padatan berada dalam keadaan setimbang. Data
kesetimbangan adsorpsi yang dihasilkan pada temperatur konstan di sebut
adsorpsi isotermis. Pada adsorpsi isotermis terdapat hubungan antara jumlah zat
yang terserap perunit massa adsorben dengan tekanan adsorbatnya. Adsorpsi
isotermis dapat di hitung dengan mengukur tekanan adsorbat pada saat awal
sebelum terjadi kesetimbangan dan pada saat terjadinya kesetimbangan. Adsorpsi
isotermal merupakan hubungan antara jumlah molekul, volume dan massa gas
yang teradsorpsi dengan tekanan yang terukur pada temperatur tertentu (Kobya,
2008).
2.5.4. Mekanisme Adsorpsi Logam Berat oleh Kitosan
Interaksi kitosan dengan logam berat terjadi karena adanya proses
pengkompleksan, dimana penukaran ion, penyerapan dan pengkelatan terjadi
selama proses berlangsung. Ketiga proses tergantung dari ion logam
masing-masing. Kitosan menunjukkan afinitas yang tinggi terhadap logam transisi
golongan 3 dan dengan logam golongan non alkali pada konsentrasi yang rendah
Adsorpsi fase cairan dapat terjadi di tiga daerah antarmuka, yaitu padatan-
cairan, cairan-cairan atau cairan-gas. Jumlah cairan yang teradsorpsi pada
permukaan adsorben tidak lepas dari luas permukaan adsorben yang dapat
ditentukan dengan persamaan isoterm adsorpsi. Selain itu distribusi ukuran pori
juga tidak kalah penting untuk ditentukan. Parameter yang terakhir dapat
ditentukan dengan metode analisis molekular yang menggunakan molekul dengan
ukuran yang berbeda sebagai adsorbatnya.
Untuk sistem adsorpsi larutan pada adsorben, isoterm adsorpsi larutan
pada padatan dapat diperoleh dari plot jumlah yang di serap sebagai fungsi dari
prubahan konsentrasi. Perubahan konsentrasi disebabkan oleh keluarnya salah
satu atau kedua komponen larutan. Adsorpsi dari larutan lazim di sebut adsorpsi
karena lazimnya terjadi persaingan antara kedua komponen larutan (zat terlarut
dan zat pelarut). Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi adsorpsi larutan,
yaitu interaksi adsorben-adsorbat, interaksi adsorbat-adsorbat, porositas adsorben,
dan keheterogenan permukaan serta efek sterik adsorbat (bobot, ukuran, geometri,
dan struktur kimia molekul adsorbat) juga berpengaruh terhadap proses adsorpsi
yang kompetitif tersebut.
a. Interaksi adsorben-adsorbat
Kompetisi adsorpsi antara kedua komponen larutan pada permukaan
adsorben bergantung pada kekuatan interaksi antara adsorben dan kedua
komponen larutan. Hal tersebut dipengaruhi oleh polaritas adsorben dan
adsorbat, misalnya senyawa polar akan terjerap lebih kuat pada permukaan
adsorben yang polar daripada senyawa nonpolar.
b. Porositas adsorben
Karbon aktif memiliki berbagai ukkuran pori yang memungkinkan
terjadinya efek saringan molekular parsial, jika kedua komponen larutan
memiliki ukuran yang berbeda. Faktor ini meningkatkan adsorptivitas
adsorben pada komponen larutan (zat terlarut atau pelarut) yang ukurannya
lebih kecil sedangkan adsoprtivitas molekul yang lebih besar diabaikan.
c. Heterogenitas permukaan
Distribusi gugus –NH2 pada molekul kitosan yang tidak merata merupakan
akibatnya, kemampuan menjerap adosrbat berbeda-beda untuk setiap tapak
penjerapan. Selain itu, keheterogenan permukaaan adsorben lain misalnya
keberadaaan oksigen atau nitrogen pada permukaan karbon juga dapat
mengakibatkan adsorpsi perferensial untuk molekul tertentu (bisa zat
terlarut atau pelarut) saat digunakan pada larutan biner yang memiliki
komponen dengan ukuran dan polaritas beragam.
d. Efek sterik
Pada konsentrasi rendah, ukuran senyawa aromatik tersubstitusi lebih
meruah, sehingga terjerap lebih sedikit dibandingkan dengan benzena.
e. Orientasi molekul teradsorpsi
Orientasi molekul juga mempengaruhi adsorpsi larutan pada padatan.
Idealnya, adsorbat berbentuk bola sehingga orientasinya baik dipermukaan
adsorben.
2.5.5. Mekanisme Adsorpsi Logam Berat pada Eceng Gondok
Besarnya kemampuan eceng gondok dalam melakukan penyerapan
dikarenakan adanya vakuola yang besar dalam struktur selnya (Bowen, 1966, di
acu dalam Heider et al. 1984). Vakuola merupakan rongga-rongga besar di dalam
bagian sebuah sel yang berisi cairan vakuola. Cairan vakuola merupakan
kumpulan berbagai bahan organik yang kebanyakan merupakan bahan cadangan
makanan atau hasil samping metabolisme. Oleh karena itu vakuola berfungsi
sebagai tangki bahan (Suardana, 2011). Banyaknya bahan-bahan yang di serap
oleh vakuola menyebabkan vakuola menggelembung sehingga sitoplasma
terdorong kepinggiran sel. Ini menyebabkan pertukaran atau penyerapan bahan
antara sebuah sel dengan sekelilingnya menjadi lebih effisien.
Selain oleh besarnya vakuola, kecepatan penyerapan ditentukan pula oleh
transpirasi dari tumbuhan tersebut. Eceng gondok mempunyai kecepatan
transpirasi yang lebih besar dibandingkan dengan tumbuhan lain, misalnya
Salvinia sp (kayambang). Kecepatan transpirasi ini disebabkan karena eceng
gondok mempunyai ukuran lobang stomata yang besar, yakni dua kali lebih besar
dari kebanyakan tumbuhan lainnya (Penfound & Earle 1948, di acu dalam Gopal,
Mekanisme penyerapan logam berat oleh akar eceng gondok secara fisika
dapat digambarkan sebagai berikut:
a. Logam berat dalam air umumnya bermuatan positif.
b. Akar tanaman termasuk eceng gondok bermuatan negatif.
Kedua muatan ini akan saling tarik menarik, sehingga logam berat akan
diakumulasikan dalam akar eceng gondok.
Teori ini juga menyatakan pada tumbuhan yang sudah kering dan mati,
akar masih memiliki muatan negatif yang cukup untuk menarik muatan positif
dari logam berat. Johnson (1994), di acu dalam Matagi & Mugabe (1998)
menyatakan bahwa eceng gondok memiliki bulu bulu yang bermuatan listrik yag
dapat menarik partikel-partikel koloid seperti logam berat sehingga dapat
menempel di akar.
2.5.6. Mekanisme Absorpsi Logam Berat oleh Kijing Taiwan
Mekanisme penyerapan logam berat oleh kijing taiwan adalah berdasarkan
pada sifat kijing taiwan sebagai filter feeder yaitu sistem metabolisme dan
pernapasannya menyatu sehingga mampu menyaring partikel yang berukuran
antara 0,1 sampai 50,0 µm dari badan air, selanjutnya pada ukuran partikel > 4,0
µm mampun menyaring hingga 100%. Karena sifat tersebut maka kijing taiwan
digunakan sebagai pembersih perairan (Kadar, 1997).
Alat pencernaan kijing berturut-turut terdiri dari mulut yang tidak
berahang atau bergigi, sepasang labial palps yang bercilia, oesofagus, lambung,
usus, rektum, dan anus. Selain alat pencernaan, di dalam tubuh kerang terdapat
pula hati yang menyelubungi dinding lambung, ginjal, pembuluh darah, dan
pembuluh urat saraf. Kijing atau kerang air tawar tergolong filter feeder, yaitu
hewan yang memperoleh makanan dengan cara meyedot air. Volume air yang
dapat disaring oleh kerang adalah 2,5 liter per individu dewasa per jam. Air masuk
ke dalam mantel melalui bagian bawah inhalant siphon (alat penyedot) terus
mengalir menuju insang dan keluar lagi melalui bagian atas inhalant siphon.
Partikel makanan akan ikut bersama air berlindung dalam lendir, sebelum dikirim
ke mulut. Pada bagian itu, partikel makanan akan di pilih. Partikel kecil akan lolos
keluar lagi bersama air melalui inhalant siphon (Salman & Southgate 2005).
Makanan yang masuk bersama air tadi digerakkan, diperas, lalu di cerna dengan
bantuan cilia (rambut getar) pada tubuhnya. Cilia mampu bergerak 2-20 kali per
detik.
Sifat kebanyakan ikan yang sangat agresif menangkap makanan, namun
kerang air tawar bersifat sangat pasif. Kerang air tawar tidak dapat berenang
seperti ikan, oleh sebab itu makanan yang masuk ke dalam kerang air tawar sangat
tergantung kepada kondisi perairan yang ditempatinya. Perairan yang subur dapat
memberikan sumbangan makanan yang cukup bagi kerang air tawar. Makanan itu
akan di pilih sesuai dengan kebutuhan tubuhnya. Pada perairan ini hewan itu akan
tumbuh cepat. Sebaliknya, perairan yang kurang subur tidak dapat memberikan
sumbangan makanan yang cukup bagi kerang air tawar, sehingga pertumbuhannya
akan lambat (Moorkens, 1999).
Jenis dan ukuran makanan yang masuk sangat tergantung pada umurnya.
Saat larva, kerang air tawar memakan organisme yang berukuran sangat kecil,
beberapa mikron, seperti bakteri, detritus, mikro organisme hijau dan organisme
tak berwarna. Menjelang dewasa menangkap makanan berukuran lebih besar,
termasuk diatomae, macam-macam protozoa, kepingan plankton dan organisme
lainnya (Beran, 1997).
2.6. Adsorben
Adsorben merupakan zat padat yang dapat menyerap komponen tertentu
dari suatu fase fluida. Kebanyakan adsorben adalah bahan-bahan yang sangat
berpori dan adsorpsi berlangsung terutama pada dinding pori-pori atau pada
letak-letak tertentu di dalam partikel itu, oleh karena pori-pori biasanya sangat kecil
maka luas permukaan dalam menjadi beberapa orde besaran lebih besar daripada
permukaan luar dan bisa mencapai 2.000 m2/g. Pemisahan terjadi karena
perbedaan bobot molekul atau karena perbedaan polaritas yang menyebabkan
sebagian molekul melekat pada permukaan tersebut lebih erat daripada molekul
lainnya (Mc. Cabe et al. 1999).
Menurut Suzuki (1990), adsorben yang digunakan secara komersial dapat
1. Adsorben polar di sebut juga hydrophilic.
Jenis adsorben yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah silika gel,
alumina aktif, dan zeolit.
2. Adsorben non polar di sebut juga hydrophobic.
Jenis adsorben yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah polimer
adsorben dan karbon aktif. Menurut IUPAC (Internasional Union of Pure
and Applied Chemical) ada beberapa klasifikasi pori yaitu :
a. Mikropori : diameter < 2nm
b. Mesopori : diameter 2 – 50 nm
c. Makropori : diameter > 50 nm
Menurut Mulyati (2006), beberapa karakteristik yang harus dipenuhi oleh
adsorben untuk dapat menjadi adsorben komersial adalah sebagai berikut:
(1) Memiliki luas permukaan yang besar per unit massa sehingga kapasitas
adsorpsinya tinggi.
(2) Ketahanan struktur fisik yang tinggi.
(3) Mudah diperoleh, harga tidak mahal, tidak korosif dan tidak beracun.
(4) Tidak terjadi perubahan volume yang berarti selama proses adsorpsi dan
desorpsi.
(5) Mudah dan ekonomis untuk diregenerasi.
(6) Secara alamiah dapat berinteraksi dengan adsorbat (Suzuki, 1990).
2.7. Adsorbat
Adsorbat adalah substansi dalam bentuk cair atau gas yang terkonsentrasi
pada permukaan adsorben. Adsorbat terdiri atas dua kelompok yaitu kelompok
polar seperti air dan kelompok non polar seperti metanol, etanol dan kelompok
hidrokarbon (Suzuki, 1990).
Karbondioksida merupakan jenis adsorbat yang sesuai digunakan untuk
adsorben jenis hidrofobik seperti karbon aktif. Karbondioksida merupakan
persenyawaan antara karbon dengan oksigen. Pada kondisi tekanan dan
temperatur atmosfir, karbondioksida merupakan gas yang tidak berwarna, tidak
berbau, tidak reaktif, tidak beracun dan tidak mudah terbakar (non flammable).
bergantung pada kondisinya. Karbondioksida berada pada fase padat pada
temperature 109 oF (-78,5 oC) dan tekanan atmosfir akan langsung menyublimasi
tanpa melalui fase cair terlebih dahulu. Pada tekanan dan temperatur di atas triple
point dan di bawah temperatur 87,9 oF (31,1oC) maka karbondioksida cair dan gas
akan berada pada kondisi kesetimbangan.
Dalam proses adsorpsi terjadi proses pengikatan oleh permukaan adsorben
padatan atau cairan terhadap adsorbat atom-tom, ion-ion atau molekul-molekul
gas atau cairan lainnya (Microsoft, 2000) yang melibatkan ikatan intramolekuler
di antara keduanya (Osmonics, 2000). Melalui proses pengikatan tersebut, maka
proses adsorpsi dapat menghilangkan warna dan logam (Kadirvelu &
Namasivayam 2003).
Cheremisinoff dan Ellerbusch (1978) dalam Pari (1995) mengatakan
bahwa ada dua metode adsorpsi yaitu adsorpsi secara fisik (physisorption) dan
adsorpsi secara kimia (chemisorption). Adsorpsi secara fisik terjadi karena
perbedaan energi atau gaya tarik menarik elektrik (gaya Van der Waals) sehingga
molekul-molekul adsorbat secara fisik terikat pada molekul adsorben. Jenis
adsorpsi ini umumnya adalah lapisan ganda (multi layer) dalam hal ini tiap lapisan
molekul terbentuk di atas lapisan-lapisan yang proporsional dengan konsentrasi
kontaminan. Makin besar konsentrasi kontaminan dalam suatu larutan maka
makin banyak lapisan molekul yang terbentuk pada adsorben. Adsorpsi fisik ini
bersifat dapat balik (reversible) yang berarti atom-atom atau ion-ion yang terikat
dapat dilepaskan kembali dengan bantuan pelarut tertentu yang sesuai dengan sifat
ion yang diikat. Sedangkan adsorpsi secara kimia, ikatan yang terjadi adalah
ikatan kimia yang kuat dan bersifat tidak dapat balik (irreversible) karena pada
pembentukannya diperlukan energi pengaktifan sehingga untuk melepaskannya
diperlukan pula energi yang besarnya relatif sama dengan energi pembentukan.
Menurut Setyaningsih (1995), mekanisme adsorpsi adalah peristiwa
molekul adsorbat berdifusi melalui suatu lapisan batas ke permukaan luar
adsorben (di sebut difusi eksternal), sebagian ada yang teradsorpsi di permukaan
luar dan sebagian besar berdifusi lanjut di dalam pori-pori adsorben (di sebut
2.8. Kitosan
Kebutuhan manusia untuk mengkonsumsi udang semakin bertambah,
sehingga juga menimbulkan meningkatnya jumlah limbah udang. Meningkatnya
jumlah limbah udang ini merupakan masalah yang perlu di carikan upaya-upaya
pemanfaatannya. Hal ini bukan saja memberikan nilai tambah pada usaha
pengolahan udang, akan tetapi juga dapat menanggulangi masalah pencemaran
lingkungan yang ditimbulkan, terutama masalah bau yang dikeluarkan serta
estetika lingkungan yang kurang bagus (Manjang, 1993).
Kitosan merupakan senyawa yang tidak larut dalam air, larutan basa kuat,
sedikit larut dalam HCl dan HNO3, dan H3PO4, dan tidak larut dalam H2SO4.
Kitosan tidak beracun, mudah mengalami biodegradasi dan bersifat
poli-elektrolitik (Hirano, 1986). Kitosan dapat dengan mudah berinteraksi dengan
zat-zat organik lainnya seperti protein dan lemak, oleh karena itu kitosan relatif lebih
banyak digunakan pada berbagai bidang industri terapan dan industri farmasi dan
kesehatan (Muzzarelli, 1986).
Sebagian besar limbah udang berasal dari kulit, kepala, dan ekornya.
Fungsi kulit udang tersebut pada hewan udang (hewan golongan invertebrata)
yaitu sebagai pelindung (Neely dan Wiliam, 1969). Kulit udang mengandung
protein (25 % - 40 %), kalsium karbonat (45 % - 50 %), dan kitin (15 % - 20 %),
tetapi besarnya kandungan komponen tersebut tergantung pada jenis udangnya.
Sedangkan kulit kepiting mengandung protein (15,60 % - 23,90 %), kalsium
karbonat (53,70 % - 78,40 %), dan kitin (18,70 % - 32,20 %), hal ini juga
tergantung pada jenis kepiting dan tempat hidupnya. Kandungan kitin dalam kulit
udang lebih sedikit dari kulit kepiting, tetapi kulit udang lebih mudah di pilih dan
tersedia dalam jumlah yang banyak sebagai limbah (Focher et al. 1992).
Proses isolasi kitin dan kitosan terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi
proses isolasi kitin dan kitosan dari bahan baku rajungan menggunakan metode
enzimatik khususnya pada tahap deproteinisasi. Faktor-faktor tersebut berupa
konsentrasi enzim, pH dan suhu proses. Perlakuan terbaik pada penelitian tahap I
adalah konsentrasi enzim 3 % yang memiliki parameter kadar protein 29,5 % dan
rendemen 14,15 %. Pada kombinasi perlakuan terbaik pada penelitian tahap II
sebagai berikut: kadar air 1,76 %, kadar abu 0,21 %, viskositas 64,50