• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perilaku Kewirausahaan Pedagang Warung Tenda Pecel Lele Kerukunan Keluarga Besar Siman Jaya (KKBSJ) di Jakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perilaku Kewirausahaan Pedagang Warung Tenda Pecel Lele Kerukunan Keluarga Besar Siman Jaya (KKBSJ) di Jakarta"

Copied!
118
0
0

Teks penuh

(1)

PERILAKU KEWIRAUSAHAAN PEDAGANG WARUNG

TENDA PECEL LELE KERUKUNAN KELUARGA BESAR

SIMAN JAYA (KKBSJ) DI JAKARTA

RINA FAUZAH

H34090039

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perilaku Kewirausahaan Warung Tenda Pecel Lele Kerukunan Keluarga Besar Siman Jaya (KKBSJ) di Jakarta adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Desember 2013

(4)
(5)

ABSTRAK

RINA FAUZAH. Perilaku Kewirausahaan Pedagang Warung Tenda Pecel Lele Kerukunan Keluarga Besar Siman Jaya (KKBSJ) di Jakarta. Dibimbing oleh Anna Fariyanti.

Sejarah membuktikan pasca krisis ekonomi Indonesia tahun 1997, para pelaku usaha kecil salah satunya adalah pedagang warung tenda pecel lele kelompok KKBSJ, berhasil menjadi agen perubahan perekonomian Indonesia yang berpihak pada rakyat. Namun di dalam serangkaian aktivitas usahanya, para pedagang warung tenda pecel lele KKBSJ pastinya menghadapi berbagai macam permasalahan usaha. Berdasarkan beberapa permasalahan yang dihadapi tersebut, faktor karakteristiklah yang mempengaruhi perilaku kewirausahaan pedagang dalam mengelola usahanya, yang kemudian dapat meningkatkan motivasi pedagang untuk terus berwirausaha hingga mencapai sasaran yang diinginkan pedagang, yaitu meningkatkan taraf dan kualitas hidup pedagang dan keluarganya di masa depan. Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mendeskripsikan karakteristik kewirausahaan pedagang, dan menganalisis perilaku kewirausahaan pedagang serta hubungan antara keduanya. Metode penentuan sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah unproportional cluster random sampling dengan metode pengumpulan data berupa survei, dan alat analisis yang digunakan adalah uji Chi Square dan korelasi Rank Spearman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa usia pedagang antara 51-62 tahun, tingkat pendidikan lulusan SMP serta mengikuti pengajian, pengalaman berwirausaha 27-40 tahun, jumlah tanggungan keluarga 3-5 orang, dan memiliki 3-4 motivasi. Sebanyak 20 persen pedagang berdagang di daerah Kota dan memiliki 1 warung tenda yang dioperasionalkan selama 6-8 jam/hari dalam 7 hari. Pembelian bahan baku di pasar tradisional, modal usaha Rp 22 708 775-Rp 53 717 525/bulan dan penerimaan usaha Rp 27 870 000-Rp 86 880 000/bulan, pencatatan keuangan dan pembagian keuangan usaha tidak dilakukan, merekrut 1-4 karyawan dengan gaji Rp 900 000-Rp 1 200 000/bulan, serta pedagang tidak mendapatkan peluang pembinaan usaha. Sebanyak 83.33 persen pedagang memiliki perilaku kewirausahaan dalam kategori tinggi. Berdasarkan hasil uji Chi Square dan korelasi Rank Spearman menunjukkan bahwa terdapat beberapa karakteristik pedagang memiliki hubungan nyata dengan unsur-unsur perilaku kewirausahaannya pada taraf α = 0.01 dan α = 0.05. Karakteristik tersebut adalah usia, pendidikan non formal, pengalaman berwirausaha, sumber bahan baku, modal usaha/bulan, penerimaan usaha/bulan, pencatatan keuangan, dan jumlah karyawan.

(6)

ABSTRACT

RINA FAUZAH. Entrepreneurial behavior of traders pecel lele Kerukunan Keluarga Besar Siman Jaya (KKBSJ) in Jakarta. Supervised by Anna Fariyanti.

History proves that Indonesian economic after the crisis in 1997, small business owners such as the traders of pecel lele on KKBSJ group, managed to become agents of change in the Indonesian economy in favor of the people. However, in a series of business activity, the traders of pecel lele KKBSJ certainly face numerous business problems. Based on some of the problems faced, characteristics is a factor that influence entrepreneurial behavior of traders in managing their business, which can increase the motivation of traders to continue entrepreneurship until achieve the desires goals of traders, is improving standard and quality of traders and their families lives in the future. This study was aimed to describe the characteristics of entrepreneurial traders and analyzing their entrepreneurial behavior of traders and the relationship between them. Sampling methods used in this study was Unproportional Cluster Random Sampling with survey methods of data collection, and analysis tools used is the Chi Square test and Spearman Rank correlation. The results showed that the traders between 51-62 years of age, junior high school graduates and follow the recitation, 27-40 years of entrepreneurship experience, number of dependents 3-5 people, and has a 3-4 motivations. As many as 20 percent of traders to trade in Kota and have 1 stall tent which operated for 6-8 hours/day within 7 days. Raw material purchase in the traditional markets, capital of Rp 22 708 775 and Rp 53 717 525/month and acceptance of Rp 27 870 000-Rp 86 888 000/month, financial records and financial separation business is not recorded, hire 1-4 employees with salary Rp 900 000-Rp 1 200 000/month, and traders do not get the business coaching opportunities. A total of 83.33 percent of traders have entrepreneurial behavior in high category. Based on the results of the Chi Square test and Spearman rank correlation, there are some characteristics of traders have a relationship with the elements of entrepreneurial

behavior at the level of α = 0.01 and α = 0.05 level. These characteristics are age, non-formal education, entrepreneurial experience, sources of raw materials, business capital/month, business acceptance/month, financial records, and number of employees.

(7)

PERILAKU KEWIRAUSAHAAN PEDAGANG WARUNG

TENDA PECEL LELE KERUKUNAN KELUARGA BESAR

SIMAN JAYA (KKBSJ) DI JAKARTA

RINA FAUZAH

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi : Perilaku Kewirausahaan Pedagang Warung Tenda Pecel Lele Kerukunan Keluarga Besar Siman Jaya (KKBSJ) di Jakarta Nama : Rina Fauzah

NIM : H34090039

Disetujui oleh

Dr. Ir. Anna Fariyanti, MS Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS Ketua Departemen

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, serta shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April hingga Mei 2013 ialah kewirausahaan,dengan judul Perilaku Kewirausahaan Pedagang Warung Tenda Pecel Lele Kerukunan Keluarga Besar Sman Jaya (KKBSJ) di Jakarta.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Anna Fariyanti, MS selaku pembimbing skripsi dan Ir. Burhanudin, MM selaku dosen kewirausahaan. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada H. Amin Jabir dan Maksum Fediyanto selaku pengurus kelompok KKBSJ (Kerukunan Keluarga Besar Siman Jaya), serta para pedagang warung tenda pecel lele KKBSJ yang bersedia meluangkan waktu untuk memberikan informasi dan ilmu kepada penulis.

Penghargaan terbesar penulis hadiahkan kepada papa dan mama tercinta, Ali Muhtar, S.Ag dan Uhrul Istihanik, atas limpahan do’a; kesabaran; semangat; motivasi serta kasih sayangnya yang selalu mendampingi penulis dan senantiasa memberikan ilmu, curahan waktu dan materi kepada penulis selama proses pengerjaan skripsi, serta kedua saudara penulis Muhammad Najih dan Muhammad Nateq Nuri. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada seluruh keluarga besar mama dan papa tercinta yang turut serta membantu kelancaran proses penelitian, Dhia Ulhaq Al-a’zami dan Ria Meitasari atas do’a; motivasi; dan semangatnya dalam mendampingi penulis mengerjakan skripsi, dan Siti Khoirul Umami yang sudah menemani dan menyediakan tempat tinggal untuk penulis selama proses pengerjaan skripsi di Bogor. Serta kepada kak Frandy Taqwa Subachtiar dan kak Mia Amalia yang telah banyak membantu penulis dalam proses pengolahan data penelitian.

Seluruh teman-teman terkasih Agribisnis 46_squad dan teman-teman sebimbingan skripsi (Fadila Jzuqynova Burhani, Putri Larasati, Nesya Mulia Pinasti, dan Novita Dewi Ratnasari) serta teman-teman kostan Puri Fikriyah beserta keluarga Ibu Wiwin yang telah membantu kelancaran proses pengerjaan skripsi di Bogor.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Desember 2013

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN viii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 6

Tujuan 8

Manfaat 8

Ruang Lingkup Penelitian 8

TINJAUAN PUSTAKA 9

Karakteristik Individu Wirausaha Kecil Agribisnis Indonesia 9 Karakteristik Usaha Wirausaha Kecil Agribisnis Indonesia 9 Perilaku Kewirausahaan Wirausaha Kecil Agribisnis Indonesia 10 Keterkaitan Penelitian Terdahulu dengan Penelitian yang akan Dilakukan 11

KERANGKA PEMIKIRAN 12

Kerangka Pemikiran Teoritis 12

Kerangka Pemikiran Operasional 24

METODE PENELITIAN 27

Lokasi dan Waktu Penelitian 27

Jenis, Sumber Data dan Metode Pengumpulan Data 27

Metode Penentuan Sampel 28

Metode Analisis Data 29

Definisi Operasional 36

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 38

Wilayah DKI Jakarta 38

Sejarah Singkat Kelompok Pedagang Warung Tenda Pecel Lele KKBSJ 41

Struktur Organisasi KKBSJ 43

Produk Pedagang Warung TendaPecel Lele KKBSJ 44

HASIL DAN PEMBAHASAN 45

Karakteristik Pedagang Warung Tenda Pecel Lele KKBSJ 45

Perilaku Kewirausahaan Pedagang Warung Tenda Pecel Lele KKBSJ 65 Hubungan antara Karakteristik dengan Perilaku Kewirausahaan Pedagang

Warung Tenda Pecel Lele KKBSJ 69

SIMPULAN DAN SARAN 87

Simpulan 87

Saran 88

DAFTAR PUSTAKA 89

(12)

DAFTAR TABEL

1 Penduduk Indonesia menurut jenis kegiatan pada Agustus 2008 hingga

Agustus 2012 (juta orang) 1

2 Penduduk Indonesia 15 tahun ke atas menurut status pekerjaan utama pada

Agustus 2008 hingga Agustus 2012 (juta orang) 2

3 Jumlah unit Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dan Usaha Besar

di Indonesia tahun 2011 hingga tahun 2012 (ribu unit) 3

4 Atribut perilaku wirausaha pedagang warung tenda pecel lele KKBSJ di Jakarta berdasarkan unsur-unsur perubahan perilaku wirausaha 31 5 Kriteria penilaian unsur-unsur perubahan perilaku wirausaha 32 6 Kriteria skor penilaian unsur-unsur perubahan perilaku wirausaha 32 7 Profil usaha UKM menurut kategori dan tenaga kerja di DKI Jakarta tahun

2010 40

8 Penyebaran lokasi PKL menurut wilayah dan jenis lahan di Provinsi DKI

Jakarta tahun 2010 (unit) 40

9 Penyebaran usaha PKL menurut kategori lokasi dan wilayah di Provinsi

DKI Jakarta tahun 2011 41

10 Distribusi pedagang dan rataan skor perilaku kewirausahaan pedagang

berdasarkan kelompok usia pada Mei 2013 45

11 Distribusi pedagang dan rataan skor perilaku kewirausahaan pedagang

berdasarkan tingkat pendidikan formal pada Mei 2013 47

12 Distribusi pedagang dan rataan skor perilaku kewirausahaan pedagang

berdasarkan pendidikan non formal pada Mei 2013 48

13 Distribusi pedagang dan rataan skor perilaku kewirausahaan pedagang

berdasarkan pengalaman berwirausaha pada Mei 2013 49

14 Distribusi pedagang dan rataan skor perilaku kewirausahaan pedagang

berdasarkan jumlah tanggungan keluarga pada Mei 2013 50

15 Distribusi pedagang dan rataan skor perilaku kewirausahaan pedagang

berdasarkan jumlah motivasi pada Mei 2013 50

16 Distribusi pedagang dan rataan skor perilaku kewirausahaan pedagang

berdasarkan lokasi usaha pada Mei 2013 52

17 Distribusi pedagang dan rataan skor perilaku kewirausahaan pedagang

berdasarkan jumlah warung tenda pada Mei 2013 52

18 Distribusi pedagang dan rataan skor perilaku kewirausahaan pedagang

berdasarkan lamanya jam buka usaha per hari pada Mei 2013 53 19 Distribusi pedagang dan rataan skor perilaku kewirausahaan pedagang

berdasarkan hari usaha per minggu pada Mei 2013 54

20 Distribusi pedagang dan rataan skor perilaku kewirausahaan pedagang

berdasarkan sumber bahan baku pada Mei 2013 55

21 Distribusi pedagang dan rataan skor perilaku kewirausahaan pedagang

berdasarkan jumlah modal per bulan pada Mei 2013 57

22 Distribusi pedagang dan rataan skor perilaku kewirausahaan pedagang

berdasarkan penerimaan usaha per bulan pada Mei 2013 58

23 Distribusi pedagang dan rataan skor perilaku kewirausahaan pedagang

(13)

24 Distribusi pedagang dan rataan skor perilaku kewirausahaan pedagang

berdasarkan pembagian keuangan pada Mei 2013 60

25 Distribusi pedagang dan rataan skor perilaku kewirausahaan pedagang

berdasarkan jumlah tenaga kerja pada Mei 2013 61

26 Distribusi pedagang dan rataan skor perilaku kewirausahaan pedagang

berdasarkan gaji karyawan pada Mei 2013 62

27 Distribusi pedagang dan rataan skor perilaku kewirausahaan pedagang

berdasarkan peluang pembinaan pada Mei 2013 64

28 Rataan hitung skor perilaku kewirausahaan pedagang warung tenda pecel

lele KKBSJ pada Mei 2013 65

29 Sebaran pedagang warung tenda pecel lele KKBSJ berdasarkan perilaku

kewirausahaan pedagang pada Mei 2013 66

30 Hubungan karakteristik dengan perilaku wirausaha pedagang warung

tenda pecel lele KKBSJ pada Mei 2013 70

DAFTAR GAMBAR

1 Dari manajer ke entrepreneur 16

2 Dari status imigran hingga menjadi entrepreneur 16

3 Dari kondisi pensiun atau menganggur ke entrepreneurhip 17 4 Diagram sebuah situasi yang memotivasi, yang diperluas 19

5 Perubahan perilaku manusia 19

6 Kerangka pemikiran operasional perilaku kewirausahaan pedagang warung

tenda pecel lele KKBSJ di Jakarta 26

7 Peta Jakarta 39

8 Peta Kabupaten Lamongan, Jawa Timur 41

9 Struktur kepengurusan kelompok KKBSJ di Jakarta 43

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil uji validitas 93

2 Data karakteristik individu pedagang warung tenda pecel lele KKBSJ di

Jakarta pada bulan Mei 2013 96

3 Data karakteristik usaha pedagang warung tenda pecel lele KKBSJ di

Jakarta pada bulan Mei 2013 97

4 Skor responden terhadap perilaku wirausaha dan unsur-unsurnya pada

bulan Mei 2013 99

(14)
(15)
(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perkembangan situasi ketenagakerjaan Indonesia saat ini, menunjukkan perubahan ke arah yang lebih baik. Beberapa indikasinya adalah dengan adanya penurunana tingkat pengangguran serta peningkatan angkatan kerja yang bekerja setiap tahunnya. Berdasarkan data Badan Pusat Stasitika (BPS) (2013), jumlah pengangguran di Indonesia menunjukkan penurunan rata 6.28 persen atau rata-rata turun 537 390 orang setiap tahunnya, yakni dari 9 394 515 orang pada Agustus 2008 menjadi 8 962 617 orang pada Agustus 2009 dan terus menurun menjadi 7 244 956 orang pada Agustus 2012. Perkembangan jumlah angkatan kerja Indonesia yang bekerja juga menunjukkan pertumbuhan rata-rata 1.96 persen atau tumbuh 2 063 851 orang setiap tahunnya. Penduduk Indonesia menurut jenis kegiatannya dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Penduduk Indonesia menurut jenis kegiatan pada Agustus 2008 hingga Agustus 2012 (juta orang)

Sumber: Badan Pusat Statistik 2013, diolah

*) Pengangguran Terbuka: Mencari Pekerjaan, Mempersiapkan Usaha, Merasa Tidak Mungkin Mendapat Pekerjaan, Sudah Punya Pekerjaan tetapi belum dimulai

Pada umumnya generasi muda Indonesia tidak dibesarkan dalam budaya wirausaha. Sebagian besar para lulusan perguruan tinggi dipersiapkan untuk bekerja di sektor formal bukan menjadi wirausahawan. Hal itu terbukti pada hasil penelitian Kasmir (2007) menunjukkan bahwa sekitar 76 persen dari 500 mahasiswa menjawab akan menjadi pegawai. Berdasarkan data Badan Pusat Stasitika (BPS) (2013) juga membuktikan bahwa mayoritas angkatan kerja Indonesia bekerja sebagai karyawan/pegawai dan setiap tahunnya mengalami peningkatan rata-rata 9.45 persen atau rata-rata meningkat 3 026 953 orang setiap tahunnya, yakni dari 28 183 773 orang pada Agustus 2008 menjadi 29 114 041 orang pada Agustus 2012 dan terus meningkat menjadi 40 291 583 orang pada Agustus 2012.

(17)

ramping dengan sedikit pekerja. Status pekerjaan utama pada sektor formal, yaitu sebagai karyawan/pegawai hanya mampu menyerap 36.36 persen dari total angkatan kerja yang bekerja sebanyak 110 808 154 orang pada Agustus 2012. Data tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Penduduk Indonesia 15 tahun ke atas menurut status pekerjaan utama pada Agustus 2008 hingga Agustus 2012 (juta orang)

No

Sumber: Badan Pusat Statistik 2013, diolah

Oleh karena itu, salah satu upaya guna mengurangi jumlah pengangguran yang ada dan memperbanyak kesempatan kerja adalah dengan mendorong peningkatan jumlah angkatan kerja untuk berwirausaha secara mandiri di bidang apa pun. Apalagi kesempatan kerja dengan berwirausaha dapat dimanfaatkan secara maksimal oleh semua jenjang karakteristik angkatan kerja Indonesia, sehingga selain mampu menciptakan lapangan pekerjaan dan menyerap angkatan kerja Indonesia yang semakin meningkat setiap tahunnya, keberadaan para wirausahawan juga dapat mengentaskan kemiskinan, menyejahterakan masyarakatnya, serta sebagai generator pembangunan ekonomi negara.

Sejarah pun membuktikan para wirausahawanlah yang sering kali menjadi motor perubahan perekonomian, tidak hanya pada saat perekonomian negara sedang berjaya, melainkan juga ketika perekonomian negara sedang berada pada saat-saat sulit (Harefa dan Siadari 2006). Pasca krisis ekonomi Indonesia tahun 1997, perekonomian nasional mengalami krisis dengan dampak yang sangat parah (Saragih 2010), yang menyebabkan banyaknya perusahaan mengalami kebangkrutan sehingga para karyawan yang bekerja di perusahaan-perusahaan tersebut terpaksa menjadi pengangguran.

(18)

mencoba menciptakan lapangan kerja bagi dirinya dan juga orang lain (Harefa dan Siadari 2006).

Saat ini jumlah Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan, dimana pertumbuhan rata-rata 2.40 persen atau rata-rata tumbuh 1 281 245 unit setiap tahunnya, yakni dari 51 409 612 unit pada tahun 2008 menjadi 52 764 603 unit pada tahun 2009 dan terus meningkat menjadi 56 534 592 unit pada tahun 2012. Jumlah tersebut mampu menyerap tenaga kerja sebesar 107 657 509 orang pada tahun 2012 (Depkop 2013).

Dengan demikian, secara keseluruhan pangsa pasar UMKM mencapai 99 persen dengan penyerapan tenaga kerja sebesar 97.16 persen, sementara sisa pangsanya dimiliki oleh Usaha Besar. Data tersebut dapat dilihat pada Tabel 3. Hal itu semakin kuat membuktikan bahwa lapangan kerja pada sektor UMKM semakin terbuka lebar dan keberadaan UMKM seperti ini justru merupakan investasi jangka panjang bagi pemerintah.

Tabel 3 Jumlah unit Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dan Usaha Besar di Indonesia tahun 2011 hingga tahun 2012 (ribu unit)

Skala usaha Tahun

Rata-Rata Pertumbuhan

2008 2009 2010 2011 2012 (%)

A. UMKM 51 409.61 52 764.60 53 823.73 55 206.44 56 534.59 2.40

Usaha mikro 50 847.77 52 176.80 53 207.50 54 559.97 55 856.18 2.38

Usaha kecil 522.12 546.68 573.60 602.20 629.42 4.78

Usaha menengah 39.72 41.13 42.63 44.28 48.99 5.43

B. Usaha besar 4.65 4.68 4.84 4.95 4.97 1.68

Unit Usaha

(A+B) 51 414.26 52 769.28 53 828.57 55 211.40 56 539.56 2.40

Sumber : Kementerian Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah 2013, diolah

Peluang untuk meningkatkan UMKM masih memiliki prospek yang cukup besar, khususnya melalui sektor-sektor ekonomi yang banyak digeluti pelaku UMKM itu sendiri (yaitu sektor pertanian yang menduduki peringkat pertama dengan proporsi 58.76 persen dan pada peringkat kedua terdapat sektor perdagangan dengan proporsi 22.82 persen) dan dilihat dari aspek komoditas produk unggulan UMKM yang masih dikembangkan dengan teknologi yang sederhana, merupakan lahan utama yang berpotensi untuk menumbuhkan wirausaha baru dan juga memberikan peluang untuk meningkatkan dan mengembangkan daya saing produk-produk Indonesia (Rafinaldy 2006), terutama produk-produk pertanian Indonesa yang melimpah.

(19)

Pengertian agroindustri itu sendiri merupakan kegiatan ekonomi yang mengolah komoditas pertanian primer menjadi produk-produk olahan, baik produk antara maupun produk akhir, baik dalam bentuk yang siap untuk dimasak atau siap untuk disaji atau siap untuk dikonsumsi beserta kegiatan perdagangaannya (Saragih 2010 dan Pasaribu 2012). Sehingga dapat dikatakan pula usaha warung tenda pecel lele bergerak pada bidang usaha kuliner karena produk yang dihasilkan dapat dikonsumsi.

Usaha warung tenda pecel lele sebagai usaha agroindustri ikan lele merupakan salah satu usaha yang memiliki peluang yang sangat baik, juga sangat berperan dan menjadi pendukung subsistem agribisnis ikan lele lainnya. Hal itu terbukti keberadaan pedagang warung tenda pecel lele dapat membantu meningkatkan prospek pasar dan daya saing dari ikan lele itu sendiri.

Ikan lele merupakan salah satu ikan yang tergolong murah dan mudah untuk diperoleh, hampir di seluruh wilayah Indonesia memiliki potensi budidaya ikan lele. Berdasarkan Data Departemen Kelautan dan Perikanan (2005), perkembangan produksi ikan lele secara nasional mengalami kenaikan sebesar 24.05 persen dari 60 000 ton tahun 2004 menjadi 79 000 ton pada tahun 2005. Hal itu disebabkan permintaan ikan lele, baik konsumsi maupun benih, terus meningkat. Bahkan, hingga kini permintaan ikan lele konsumsi untuk pasar lokal saja belum dapat terpenuhi, khususnya untuk warung tenda pecel lele dan restoran padang. Untuk pasar Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek), permintaannya tidak kurang dari 75 ton/hari atau 2 250 ton/bulan dengan nilai perputaran uang sekitar Rp 20 miliar/bulan (Mahyuddin 2007).

Jumlah keberadaan usaha warung tenda pecel lele saat ini sangatlah banyak dan sebarannya pun sangat luas di berbagai pelosok Indonesia, hampir di setiap sudut jalan raya dapat dijumpai tidak terkecuali kota Jakarta sebagai ibukota Indonesia dan pusat perekonomian negara. Di DKI Jakarta sendiri pada Agustus 2012, sektor perekonomian yang paling banyak menyerap tenaga kerja adalah sektor perdagangan, rumah makan, dan jasa akomodasi yang mencapai 1 595.66 ribu orang atau 32.98 persen dari angkatan kerja yang bekerja yaitu 4 838.60 ribu orang (BPS DKI Jakarta 2012).

Berdasarkan hasil sensus ekonomi tahun 2006 di DKI Jakarta tercatat ada sebanyak 1 124 675 UMKM dengan penyerapan tenaga kerja 2 554 264 orang. Dilihat dari sisi skala usaha, usaha kaki lima warung tenda pecel lele, termasuk ke dalam kelompok usaha mikro. Pada tahun 2010, jumlah usaha kaki lima/mikro di DKI Jakarta mencapai 92 715 unit (Diskumdag DKI Jakarta 2013). Berdasarkan data pemkot Jaktim, pada tahun 2012 diperkirakan jumlah pedagang kaki lima di DKI Jakarta sekitar 500 ribu (Jaya 2012), hal itu mengindikasikan semakin ramai dan mudahnya seseorang membuka usaha kecil kaki lima, khususnya usaha warung tenda pecel lele yang bergerak di bidang makanan/kuliner dan boleh dibilang tidak ada matinya meskipun banyak juga pesaingnya (Sugiyo 2012).

(20)

Semakin menjamurnya usaha kaki lima warung tenda pecel lele di setiap sudut jalan kota Jakarta menunjukkan pula adanya peningkatan jumlah wirausaha yang bekerja secara mandiri, mampu menciptakan lapangan kerja baru dimana tiap usaha warung tenda umumnya mempekerjakan beberapa orang karyawan, serta mampu memenuhi kebutuhan pangan masyarakat secara luas karena keberadaannya yang strategis dan mudah diakses masyarakat. Usaha warung tenda pecel lele ini sebenarnya juga cukup membantu pemerintah, khususnya pemda DKI Jakarta, dalam meningkatkan tingkat kesejahteraan hidup; mengurangi masalah pengangguran; memutar roda perekonomian daerah; serta membantu memberikan nilai tambah dan daya saing pada produk pertanian lokal Indonesia. Oleh karena itu, keberadaan usaha kecil warung tenda pecel lele ini sepantasnya tetap diberikan penghargaan serta dukungan berupa kebijakan dari pemerintah DKI Jakarta yang berpihak pada usaha-usaha kecil sejenis, dan bukan hanya dianggap sebagai penyebab kemacetan maupun biang kesemrawutan kota Jakarta saja.

Berdasarkan penelitian sebelumnya, sebagian besar pedagang warung tenda pecel lele yang tersebar berasal dari Lamongan, Jawa Timur dan terdapat beberapa kelompok pedagang kaki lima Lamongan yang merantau dan telah menetap di DKI Jakarta. Kelompok-kelompok tersebut masih berskala masing-masing desa yang ada di Lamongan. Diantaranya yaitu kelompok pedagang warung tenda pecel lele KKBSJ (Kelompok Kerukunan Besar Siman Jaya), kelompok pedagang warung tenda pecel lele Mubarokah, kelompok pedagang warung tenda pecel lele Al-Islah, kelompok pedagang warung tenda pecel lele desa Kembangan-Lamongan, serta PUALAM (Putra Asli Lamongan). Dan kelompok pedagang warung tenda pecel lele yang paling menonjol dan mendominasi adanya pedagang kaki lima adalah kelompok KKBSJ.

Kelompok KKBSJ sendiri merupakan kelompok yang dibentuk oleh para pedagang warung tenda pecel lele asal Desa Siman dan merupakan kelompok sosial warga Desa Siman; Lamongan; Jawa Timur. Tujuan dibentuknya kelompok ini adalah untuk mengumpulkan dana sumbangan yang berasal dari warga desa Siman (baik yang ada di Jabodetabek maupun yang masih menetap di desa Siman tersebut), yang kemudian dana sumbangan tersebut akan disalurkan untuk berbagai macam keperluan sosial dan pembangunan desa. Hal itu secara tidak langsung juga memberikan kontribusi yang cukup baik bagi sektor pertanian desa Siman itu sendiri, yaitu melalui perbaikan infrastruktur Desa Siman, dimana mayoritas profesi warga desa Siman adalah sebagai petani. Dana sumbangan yang terkumpul umumnya berasal dari penerimaan usaha warung tenda yang telah disisihkan oleh pedagang, karena pedagang pun baru bersedia menjadi anggota kelompok KKBSJ setelah pedagang berhasil memiliki sebuah usaha warung tenda secara mandiri.

(21)

dahulu bergelut pada usaha warung tenda pecel lele, serta adanya peluang bisnis yang cukup menjanjikan tanpa disertai keterampilan-keterampilan khusus untuk memulai usaha warung tenda pecel lele tersebut.

Perilaku pedagang warung tenda pecel lele KKBSJ dalam berwirausaha merupakan reaksi yang timbul berupa serangkaian aktivitas kewirausahaan (pengetahuan, sikap, dan keterampilan kewirausahaan) yang dilakukan pedagang karena adanya impian/sasaran yang ingin dituju melalui usaha warung tenda yang digeluti pedagang dan dapat dipengaruhi oleh karakteristik pedagang itu sendiri dimana hal itu dapat menghambat atau memotivasi pedagang dalam meraih impiannya tersebut. Pedagang warung tenda pecel lele KKBSJ pastinya memiliki perilaku kewirausahaan tertentu yang menarik untuk dikaji, karena dapat dikatakan pedagang memiliki motivasi yang sangat besar untuk berwirausaha, yaitu memperbaiki dan meningkatkan taraf dan kualitas hidupnya.

Hal itu dapat dilihat dari sikap kegigihan dan keuletan pedagang tanpa mengenal lelah dalam menekuni usahanya, waktu yang seharusnya digunakan untuk beristirahat, pedagang gunakan untuk berwirausaha. Pedagang mengoperasionalkan usahanya dari jam 3 sore hingga jam 11 malam, setiap hari dalam seminggu, bahkan ada yang sampai jam 1 pagi. Serta sebagian besar pedagang telah menekuni usaha warung tendanya relatif lama, dengan lamanya pengalaman berwirausaha belasan hingga puluhan tahun. Pengalaman berwirausaha yang relatif lama membuat pedagang semakin termotivasi untuk menekuni usahanya tersebut, terlebih lagi orientasi utama mereka berwirausaha adalah untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari keluarganya. Oleh karena itu, analisis terhadap karakteristik dan perilaku kewirausahaan pedagang warung tenda pecel lele KKBSJ sangat diperlukan agar dapat membantu pedagang dalam meningkatkan motivasi mereka dalam berwirausaha dan menjadi wirausaha sukses.

Perumusan Masalah

Kelompok KKBSJ terbentuk pada tahun 1980, hal itu menunjukkan bahwa pedagang warung tenda pecel lele KKBSJ telah menggeluti usahanya selama hampir 33 tahun. Namun, pedagang KKBSJ pastinya mengalami berbagai masalah dalam menjalankan usaha warung tenda pecel lelenya tersebut.

Masalah yang dihadapi para pedagang usaha warung tenda pecel lele KKBSJ antara lain: pertama, pedagang warung tenda pecel lele KKBSJ sering dihadapkan dengan adanya ancaman gangguan usaha seperti penggusuran lokasi usaha yang dilakukan oleh Pemda setempat. Hasil observasi menunjukkan sebagian besar pedagang KKBSJ hanya memiliki 1 warung tenda yang dioperasionalkan di pinggiran/badan jalan dan pernah mengalami penggusuran lokasi usaha, sehingga mau tidak mau pedagang harus memindahkan lokasi usahanya tersebut dan memulai usahanya kembali secara mandiri tanpa adanya pembinaan dari Pemda setempat (dari mulai mencari lokasi usaha yang strategis; meminta perizinan dengan birokrasi setempat; menentukan jumlah produksi; dan sebagainya).

(22)

modal yang dikeluarkan dalam satu periode (1 periode = sehari) dan tidak memisahkan antara keuangan usaha dengan keuangan keluarga/pribadi. Hal itu menyebabkan pedagang tidak dapat mengetahui dengan pasti perkembangan usahanya per periode.

Meskipun begitu, pedagang tetap mampu mengelola usahanya agar memperoleh keuntungan dengan berdasarkan pengalaman berwirausaha, dimana dari keuntungan usaha yang diperoleh pedagang dapat meningkatkan kesejahteraan hidup dirinya beserta keluarga. Sebagian besar pedagang berhasil memberikan pendidikan tinggi kepada anak-anaknya, melakukan pembangunan dan renovasi tempat tinggal di daerah rantauan maupun desa asal, dan mampu menunaikan haji. Ketiga, saat ini pedagang juga harus dihadapkan dengan tingginya intensitas keluar masuk karyawan yang bekerja. Padahal di dalam mengoperasionalkan usaha warung tenda pecel lele, pedagang KKBSJ sangat membutuhkan paling sedikit dua orang pegawai untuk membantu menyelesaikan pekerjaan pedagang. Hal itu disebabkan operasional usaha warung tenda terbagi menjadi beberapa bagian, yaitu bagian pengolahan bahan baku menjadi produk setengah jadi pada pagi hingga siang hari yang umumnya dilakukan di rumah pedagang dan bagian menjalankan usaha warung tenda pada sore hingga malam hari, seperti bongkar pasang tenda; mengolah produk setengah jadi hingga menjadi produk yang siap dikonsumsi pembeli; serta pelayanan pembeli.

Hasil wawancara menunjukkan bahwa ada tidaknya karyawan yang bekerja, usaha warung tenda pecel lele milik pedagang harus tetap berjalan. Pedagang tetap mampu menjalankan usahanya dari pagi hingga malam hari dan setiap hari, terkadang pedagang juga dibantu oleh istri dan anak-anaknya yang telah dewasa. Hal itu karena adanya tuntutan kebutuhan hidup pedagang beserta keluarga yang harus dipenuhi.

Karakteristik pedagang merupakan ciri atau sifat pedagang yang berhubungan dengan aspek lingkungan kehidupan bisnis. Berdasarkan beberapa permasalahan yang dihadapi pedagang warung tenda pecel lele KKBSJ, faktor karakteristik, baik karakteristik individu maupun karakteristik usaha, diperkirakan mempengaruhi perilaku kewirausahaan pedagang dalam mengelola usahanya.

Sebagai pelaku utama usahanya, pedagang berperan langsung dalam menghadapi permasalahan berwirausaha warung tenda pecel lelenya. Peranan utama yang harus dimiliki pedagang adalah kemampuan dalam berperilaku kewirausahaan terdiri dari pengetahuan, sikap, dan keterampilan kewirausahaan. Perilaku kewirausahaan tersebut yang kemudian dapat meningkatkan motivasi pedagang untuk terus berwirausaha hingga mencapai sasaran yang diinginkan pedagang.

(23)

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan masalah penelitian ini antara lain:

1. Mengapa pedagang KKBSJ dapat terus bertahan menjalankan dan mengelola usaha warung tenda pecel lelenya selama hampir puluhan tahun, padahal pedagang sering dihadapkan dan pernah mengalami penggusuran lokasi usaha? 2. Mengapa kesejahteraan hidup pedagang KKBSJ beserta keluarga semakin

meningkat sementara terdapat kelemahan manajemen keuangan usaha warung tenda pecel lele yang dikelola pedagang?

3. Mengapa pedagang beserta keluarga tetap mampu menjalankan usahanya dan penerimaan usaha yang diperoleh dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari keluarga, padahal intensitas keluar masuk karyawan yang bekerja di usaha warung tenda pecel lele KKBSJ sangat tinggi?

Tujuan

Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan, maka tujuan penelitian mengenai Perilaku Kewirausahaan Pedagang Warung Tenda Pecel Lele KKBSJ di Jakarta adalah:

1. Mendeskripsikan karakteristik individu dan usaha pedagang warung tenda pecel lele KKBSJ di Jakarta

2. Menganalisis perilaku kewirausahaan pedagang warung tenda pecel lele KKBSJ di Jakarta

3. Menganalisis hubungan antara karakteristik pedagang warung tenda pecel lele KKBSJ di Jakarta dengan perilaku kewirausahaannya.

Manfaat

Penelitian mengenai Perilaku Kewirausahaan Pedagang Warung Tenda Pecel Lele di Jakarta ini diharapkan memiliki manfaat sebagai berikut:

1. Bagi usaha kecil, penelitian ini diharapkan dapat memberi referensi dalam mengembangkan perilaku kewirausahaan, sehingga dapat mengatasi masalah ataupun kelemahan yang dihadapi dan memotivasi pelaku usaha kecil untuk meraih keberhasilan dalam berwirausaha

2. Bagi penulis, diharapkan dapat menambah pengetahuan dan sebagai sarana penerapan ilmu yang telah diperoleh selama masa perkuliahan

3. Bagi kalangan umum, khususnya bagi pihak-pihak yang membutuhkan, diharapkan sebagai bahan informasi/referensi mengenai perilaku kewirausahaan 4. Bagi pemerintah, diharapkan sebagai bahan masukan dalam menetapkan

kebijakan pengembangan agribisnis usaha kecil makanan dan minuman, khususnya usaha kecil warung tenda di pinggir jalan

Ruang Lingkup Penelitian

(24)

warung tenda pecel lele KKBSJ di Jakarta sehingga memiliki batasan untuk menganalisis karakteristik dan perilaku kewirausahaan pedagang warung tenda pecel lele yang ada di Jakarta. Model yang dibangun dalam skripsi ini adalah terkait karakteristik, unsur-unsur perubahan perilaku kewirausahaan yang terdiri dari pengetahuan; sikap; dan keterampilan, serta hubungan antara perilaku dengan karakteristik yang dimiliki pedagang warung tenda pecel lele KKBSJ.

TINJAUAN PUSTAKA

Karakteristik Individu Wirausaha Kecil Agribisnis Indonesia

Rahadian (2002) melakukan penelitian mengenai peternak Garut. Karakteristik individu peternak meliputi usia, pendidikan formal, pendidikan non formal, pekerjaan utama, tujuan beternak, besarnya alokasi keuntungan, asal modal, dan pengalaman beternak. Alat analisis yang digunakan adalah korelasi Rank Spearman. Karakteristik individu sebagian besar waita peternak Bogor meliputi usia, pendidikan, pengalaman beternak, jumlah tanggungan keluarga, pendapatan usaha ternak, dan motivasi berusaha (Ramanti 2006).

Berbeda pada karakteristik individu pedagang kaki lima pemakai gerobak usaha makanan meliputi usia, pendidikan formal, pendidikan non formal, pengalaman berusaha, dan motivasi (Sapar 2006). Karakteristik individu pedagang bakso sapi keliling meliputi jenis kelamin, usia, asal daerah, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, pengalaman berdagang, dan pekerjaan utama (Yuliadini 2000). Sedangkan pada karakteristik individu pedagang martabak manis kaki lima meliputi usia, asal daerah, tingkat pendidikan, dan jumlah tanggungan keluarga. Alat analisis yang digunakan adalah korelasi Rank Spearman dan Chi Square (Hardian 2011).

Berbeda juga dengan karakteristik individu pemilik warung tenda pecel lele di Kota Bogor yang diteliti yaitu asal daerah, jenis kelamin, usia, status pekerjaan, dan pendidikan (Idris 2004). Sedangkan karakteristik individu pemilik warung tenda pecel lele di Kota Palembang meliputi asal daerah, jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, pengalaman berdagang, dan jumlah tanggungan keluarga (Novita 2008).

Karakteristik Usaha Wirausaha Kecil Agribisnis Indonesia

(25)

Berbeda dengan karakteristik usaha pada pedagang martabak manis kaki lima meliputi pemilikan usaha, pengalaman berdagang, lama berdagang, pasoka tepung terigu, dan penerimaan usaha (Hardian 2011). Karakteristik usaha pedagang bakso sapi keliling meliputi pengelolaan usaha, pengalaman usaha lain, alat usaha yang digunakan, lama menjalankan usaha, alasan memilih berwirausaha, dan pencatatan pembukuan usaha (Yuliadini 2000). Sedangkan karakteristik usaha pedagang kaki lima pemakai gerobak usaha makanan meliputi modal, lingkungan tempat kerja, peluang pembinaan usaha, dan ketersediaan bahan. Alat analisis yang digunakan adalah korelasi Rank Spearman (Sapar 2006).

Perilaku Kewirausahaan Wirausaha Kecil Agribisnis Indonesia

Perilaku menunjukkan pola tindakan yang diperlihatkan seseorang dan merupakan hasil kombinasi pengetahuan, sikap, dan keterampilannya. Perubahan perilaku dipengaruhi oleh internal seseorang dan faktor lingkungan dimana seseorang berinteraksi sosial (Dirlanudin 2010).

Proses belajar manusia dewasa ke arah perubahan perilaku hendaknya digerakkan melalui usaha perubahan sikap baru, memberinya pengetahuan baru, melatih keterampilan baru, dan dalam hal tertentu disertai dengan penyediaan material baru (Ramanti 2006). Perubahan perilaku individu tidak terlepas dari proses pembelajaran yang terjadi. Dengan dukungan dari ligkungan pembelajaran yang terjadi secara formal maupun informal maka akan terjadi perubahan perilaku (Dirlanudin 2010).

Perilaku kewirausahaan adalah kegiatan-kegiatan ekonomi dan bisnis yang polanya dicirikan oleh unsur-unsur kewirausahaan yaitu inovasi, kepemimpinan, akumulasi modal, manajerial dan keberanian menanggung risiko. Pendidikan, pengalaman usaha, motivasi, dan lokasi usaha berpengaruh terhadap perilaku wirausaha pedagang (Yuliadini 2000).

Perilaku wirausaha pada pedagang meliputi pengetahuan, sikap mental, dan keterampilan serta sikap kewaspadaan yang merupakan perpaduan unsur pengetahuan dan sikap mental terhadap masa yang akan datang. Pengetahuan sebagian besar pedagang berada dalam kategori sangat tinggi, sikap berada pada kategori tinggi, sedangkan keterampilan berada dalam kategori rendah, dan perilaku wirausaha berada dalam kategori tinggi. Unsur-unsur perilaku wirausaha yang dominan terhadap perilaku wirausaha pedagang adalah pengetahuan dan sikap wirausaha pedagang itu sendiri (Hardian 2011).

Perilaku wirausaha merupakan aspek-aspek yang terinternalisasi dalam diri pengusaha kecil yang ditunjukkan oleh pengetahuan, sikap, dan keterampilannya untuk melakukan usaha dengan inovatif, inisiatif, berani mengambil risiko dan berdaya saing. Perilaku wirausaha merupakan sikap mental, gaya hidup, dan pola tindak yang didasarkan atas pengetahuan, keahlian, pengalaman, dan kebutuhannya dalam upaya mengkaji peluang dan pertumbuhan bisnis serta tindakannya berusaha mencari kreatifitas, menunjukkan keuletan, bersikap mandiri, dan berani mengambil risiko dengan perhitungan yang matang (Dirlanudin 2010).

(26)

usahaternak (pengetahuan, sikap, dan keterampilan wirausaha) berada dalam kategori sedang (Ramanti 2006).

Meskipun secara langsung tidak ada kaitan antara pengetahuan/pendidikan dengan semangat wirausaha, dalam menjalankan usahanya seorang peternak perlu memiliki pengetahuan dasar yang memdai agar usahanya berhasil. Perilaku wirausaha peternak yang meliputi pengetahuan peternak umumnya sudah berada dalam kategori sedang, kecuali kelompok pemula yang masih mempunyai pengetahuan wirausaha kategori kurang. Sikap mental wirausaha anggota kelompok menunjukkan kategori sedang, sedangkan keterampilan wirausaha masih terbilang kurang pada kelompok pemula, kelompok lainnya dapat dikategorikan berketerampilan sedang (Rahadian 2002).

Keterkaitan Penelitian Terdahulu dengan Penelitian yang akan Dilakukan

Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian yang dimodifikasi dari beberapa penelitian terdahulu mengenai perilaku wirausaha pedagang usaha kecil kaki lima dan wirausahawan lainnya yang menunjang subsistem agribisnis. Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu, peneliti dapat menentukan obyek penelitian yang akan diteliti, dimana mayoritas pedagang warung tenda pecel lele berasal dari Lamongan dan diantara pedagang warung tenda pecel lele Lamongan tersebut terdapat beberapa kelompok dimana kelompok yang paling menonjol dan mendominasi adanya pedagang warung tenda pecel lele adalah kelompok pedagang warung tenda pecel lele KKBSJ.

Peneliti juga dapat menentukan karakteristik-karakteristik pedagang yang disesuaikan dengan kondisi atau permasalahan pedagang warung tenda pecel lele KKBSJ yang akan diteliti, dimana diperkirakan berpengaruh terhadap perilaku kewirausahaan pedagang warung tenda pecel lele KKBSJ tersebut. Karakteristik individu pedagang warung tenda pecel lele KKBSJ terdiri dari usia, pendidikan formal, pendidikan non formal, pengalaman berwirausaha, keluarga, dan motivasi. Sementara karakteristik usaha pedagang warung tenda pecel lele KKBSJ terdiri dari lokasi usaha, jumlah warung tenda, jam buka usaha per hari, hari usaha per minggu, sumber bahan baku, modal usaha per bulan, penerimaan usaha per bulan, pencatatan keuangan, pembagian keuangan, jumlah tenaga kerja, gaji tenaga kerja per bulan, dan peluang pembinaan.

Unsur-unsur perilaku kewirausahaan pedagang warung tenda pecel lele KKBSJ yang dianalisis adalah pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Ketiga unsur perilaku kewirausahaan tersebut berperan langsung terhadap masalah-masalah yang dihadapi pedagang warung tenda pecel lele KKBSJ dalam berwirausaha. Adanya peranan perilaku wirausaha tersebut, pedagang mampu menguasai manajemen usaha warung tenda pecel lele yang ditekuninya, dari proses pendirian usaha; pengoperasionalan usaha; pemasaran usaha; serta mempertahankan pelanggan yang telah dimiliki. Dengan demikian pedagang dapat meningkatkan motivasi dirinya menjadi wirausaha sukses serta memperoleh penerimaan dan keuntungan, sehingga dapat menyejahterakan keluarga pedagang warung tenda pecel lele KKBSJ itu sendiri.

(27)

Selain penelitian Hardian (2011) dan Sapar (2006) mengenai pedagang kaki lima yang menggunakan analisis deskriptif serta analisis korelasi Rank Spearman dan Chi Square, analisis ini juga digunakan dalam penelitian lainnya seperti Rahadian (2002) dan Ramanti (2006) mengenai perilaku wirausaha peternak. Analisis deskriptif serta analisis korelasi Rank Spearman dan Chi Square pada penelitian ini digunakan untuk mendeskripsikan karakteristik pedagang warung tenda pecel lele KKBSJ dan menganalisis perilaku kewirausahaannya serta hubungan antara karakteristik dan perilaku kewirausahaan pedagang warung tenda pecel lele KKBSJ.

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritis

Karakteristik Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Indonesia Sektor informal adalah semua kegiatan usaha yang tidak memiliki ikatan-ikatan organisatoris secara formal kelembagaan (seperti mereka yang menjadi pegawai dan bekerja di kantor-kantor) atau tidak serupa dengan organisasi perkantoran, dan dapat diidentikkan dengan UMKM (usaha mikro, kecil, dan menengah), dimana termasuk ke dalam badan usaha milik swasta. Akses atau pintu-pintu untuk memasuki sektor informal dalam bentuk UMKM relatif sangat terbuka, terutama bagi mereka yang mampu melihat peluang usaha yang dilihat dari kebutuhan/keinginan sekelompok pembeli (segmen pasar) (Nitisusastro 2009). Pelaku usaha yang bergerak di UMKM Indonesia sendiri secara keseluruhan mencapai 99 persen pelaku usaha yang ada di Indonesia pada tahun 2012 (Depkop 2013).

Usaha kecil adalah para pelaku UMKM yang dapat disebut sebagai wirausahawan. Karena para pelaku wirausaha UMKM mampu melihat dan menangkap peluang usaha yang ada di pasar, memiliki unsur-unsur bakat, sejumlah sifat, atau pembawaan sebagai seorang wirausahawan seperti kemauan dan rasa percaya diri yang tinggi; fokus pada sasaran; mau bekerja keras; mengambil risiko; berani bertanggung jawab; dan mampu berinovasi. Siropolis (1994) memberikan gambaran bahwa yang masuk dalam kategori usaha kecil antara lain adalah usaha yang dijalankan oleh pasangan suami istri, seperti warung makan atau toko-toko di sekitar perumahan.

Usaha kecil dengan karakteristik usahanya yang serba terbatas memiliki sejumlah kekuatan dan kelemahan. Kekuatan usaha kecil yang dimaksud adalah usaha kecil mampu mengembangkan kreativitas usaha baru, melakukan inovasi, ketergantungan usaha besar terhadap usaha kecil, dan memiliki daya tahan usaha kecil pasca krisis tahun 1998. Sedangkan kelemahan usaha kecil yaitu lemahnya keterampilan manajemen, tingkat kegagalan yang cukup tinggi, dan keterbatasan sumber daya (Nitisusastro 2009).

(28)

usaha. Karakteristik menjadi pembeda antar pelaku usaha sesuai dengan skala usahanya.

Hubungan UMKM Indonesia dengan Subsistem Agroindustri pada Sistem Agribisnis Indonesia

Berdasarkan data kinerja UMKM, sebenarnya peluang untuk meningkatkan kapasitas usaha UMKM masih memiliki prospek yang cukup besar. Khususnya bagi sektor-sektor ekonomi UMKM yang banyak digeluti pelaku UMKM dilihat dari proporsinya yakni meliputi sektor Pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan 58.76 persen; Perdagangan, hotel, dan restoran 22.82 persen; Industri pengolahan 6.29 persen; Pengangkutan dan komunikasi 6.05 persen; serta Jasa-jasa 5.18 persen (Rafinaldy 2006). Melalui pengembangan sektor-sektor ekonomi yang banyak diminati pelaku usaha UMKM inilah dapat didorong upaya untuk menumbuhkan wirausaha baru dan memberikan peluang untuk meningkatkan dan mengembangkan daya saing produk-produk Indonesia (Rafinaldy 2006), terutama produk-produk pertanian Indonesa yang melimpah.

Wirausaha yang menggerakkan usaha bisnisnya dalam lingkup basis pertanian dapat dikatakan wirausaha berbasis agribisnis (Pasaribu 2012). Agribisnis berasal dari kata agriculture (pertanian) dan bisnis (usaha), jadi agribisnis adalah usaha dalam bidang pertanian. Dengan kata lain, agribisnis merupakan cara baru melihat pertanian dalam arti luas yang terdiri dari lima subsektor yaitu tanaman pangan; perkebunan; peternakan; perikanan; dan kehutanan, serta tidak hanya sekadar melihat pertanian dari sisi budidaya saja. Akan tetapi semua kegiatan yang memanfaatkan makhluk hidup dalam sistem agribisnis, yaitu subsistem penyediaan sarana produksi, subsistem budidaya/produksi primer (on farm), subsistem pengolahan (agroindustri), subsistem pemasaran, serta subsistem penunjang (Saragih 2010).

Sumbangan pertanian Produk Domestik Bruto (PDB) pertanian on farm memang hanya mencapai sekitar 17%, tetapi jika dihitung dengan sumbangan kegiatan agroindustri hilir dan jasa off-farm seperti pengemasan, distribusi, dan pemasaran (agroservices), maka sumbangan PDB sub sektor agroindustri hilir dan agroservices melonjak hingga 40% (Krisnamurthi 2006). Sehingga dapat dikatakan bahwa subsistem agroindustri juga dapat memberikan multiplier effect terhadap pembangunan perekonomian nasional, selain kemampuannya dalam membangun ketahanan pangan dan pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat (Sutardi 2007 dan Warnaningsih 2011).

(29)

Indonesia itu sendiri, serta memasarkannya dengan kreatif dan inovatif adalah seorang yang berjiwa entrepreneurship.

Entrepreneur pada subsitem agroindustri mayoritas termasuk ke dalam kriteria UMKM, yang jumlah keberadaannya sangat banyak (jutaan unit usaha) dan sebarannya pun sangat luas di berbagai penjuru pelosok tanah air utamanya di wilayah pedesaan (Sutardi 2007). Dan dilihat dari aspek komoditas yang menjadi produk unggulan UMKM serta dikembangkan dengan teknologi sederhana, merupakan lahan utama yang berpotensi untuk dikembangkan terutama mendorong munculnya pelaku usaha baru (Rafinaldy 2006).

Teori Wirausaha dan Kewirausahaan

a. Pengertian Wirausaha dan Kewirausahaan

Istilah entrepreneur berasal dari bahasa Perancis yang secara harfiah berarti perantara dan telah dikenal dalam sejarah ilmu ekonomi sebagai ilmu pengetahuan sejak tahun 1755. Seorang Perancis bernama Richard Cantillon, ahli ekonomi yang dianggap sebagai orang pertama yang menggunakan istilah entrepreneur dan entrepreneurship, memberikan peranan utama kepada konsep entrepreneurship dalam ilmu ekonomi (Winardi 2008). Konsep entrepreneur di Indonesia sendiri mulai dikenal sekitar tahun 70-an, dimana istilah yang digunakan oleh masyarakat pada umumnya adalah “wiraswasta” sebagai terjemahan dari entrepreneur dan

“jiwa kewiraswastaan” merupakan terjemahan dari entrepreneurship (Suparman 1980).

Kata wiraswasta merupakan gabungan dari kata wira (berarti gagah, berani, perkasa) dan swasta merupakan paduan dari dua kata swa (berarti sendiri, mandiri) dan sta (berarti berdiri), jadi wiraswasta berarti orang yang perkasa dan mandiri (Riyanti 2003 dan Hendro 2011). Kata wiraswasta sendiri lebih dikenal dengan kata wirausaha yang merupakan gabungan dari kata wira (pejuang, pahlawan, manusia unggul, teladan, berbudi luhur, gagah berani, dan berwatak agung) dan usaha (perbuatan amal, bekerja, berbuat sesuatu), jadi wirausaha adalah pejuang atau pahlawan yang berbuat sesuatu (Basrowi 2011).

Mustofa (1996) mengemukakan pengertian wirausaha adalah keberanian, keutamaan serta keperkasaan dalam memenuhi kebutuhan serta memecahkan permasalahan hidup dengan kekuatan yang ada pada diri sendiri. Menurut Zemmerer, wirausaha adalah penerapan kreativitas dan keinovatifan untuk memecahkan permasalah dan upaya untuk memanfaatkan peluang yang dihadapi setiap hari (Suryana 2001).

(30)

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa seorang wirausaha adalah seseorang yang mandiri, memiliki keberanian serta kepercayaan diri yang tinggi dalam mengambil keputusan (salah satunya menciptakan lapangan kerja bagi dirinya dan orang lain) guna memecahkan permasalahan hidupnya dengan membayar harga tertentu untuk produk tertentu, yang kemudian secara kreatif dan inovatif memanfaatkan potensi-potensi yang ada didalam dirinya untuk menghasilkan produk yang mempunyai nilai tambah dan keuntungan, serta siap menerima risiko sekalipun dalam kondisi yang tidak pasti.

Kemandirian seorang wirausaha untuk berdiri di atas kaki sendiri merupakan inti dari kewirausahaan (Sutanto, Wijandi dan Sarma 2002). Kemandirian akan sulit dilakukan jika seorang wirausaha tidak terbiasa belajar, berlatih, dan bekerja mandiri (Wijandi dan Sarma 2002). Risiko kerugian dalam berwirausaha pasti ada dan merupakan hal yang biasa terjadi di dunia usaha, bahkan merupakan sebuah tantangan bagi seorang wirausahawan yang termasuk ke dalam tipe risk taking, dimana semakin besar risiko kerugian yang dihadapi, semakin besar pula keuntungan yang dapat diraih. Bagi para wirausaha tidak ada istilah rugi selama seseorang melakukan usaha dengan penuh keberanian dan penuh perhitungan.

Wirausahawan bukan sekadar pengusaha swasta, melainkan juga mengerti dan dapat membedakan antara tantangan dan peluang lalu memanfaatkannya untuk keuntungan wirausahwan tersebut dengan selalu mengamati lingkungan serta bekerja dengan metode yang bervariasi dalam rangka mengidentifikasi peluang-peluang yang potensial. Seorang wirausahawan berharap agar kejadian-kejadian pada bisnisnya yang di luar harapan, baik berupa keberhasilan maupun kegagalan, merupakan tanda-tanda dari peluang.

Sementara itu kewirausahaanmerupakan suatu kualitas dari sikap seseorang bukan sekadar keahlian saja. Karena untuk menjadi seorang wirausahawan diperlukan kualifikasi kepribadian yang tahan banting, selalu mencari peluang, dan memiliki visi (Sutanto 2002). Kewirausahaan mempunyai karakteristik yang umum serta berasal dari kelas yang sama (Suparman 1980). Bahkan pada era sekarang ini wirausahawan berasal dari semua kelas sosial. Sehingga kegiatan wirausaha dapat dilakukan seorang diri atau dengan menciptakan organisasi untuk mencapai peluang usaha yang dapat memberikan keuntungan (Kasmir 2007 dan Suparyanto 2012). Empat keuntungan yang diperoleh apabila seseorang memutuskan berwirausaha yaitu (Kasmir 2007):

1) Meningkatnya harga diri (membentuk kelas tersendiri dan wibawa tertentu seperti disegani dan dihormati)

2) Memperoleh penghasilan sendiri (jauh lebih baik dibandingkan menjadi pegawai)

3) Ide dan motivasi untuk maju lebih besar (menangkap peluang dan mewujudkannya)

4) Masa depan lebih cerah dan tidak tergantung kepada orang lain (tidak pernah pensiun dan dapat diteruskan generasi selanjutnya).

b. Proses menjadi Wirausahawan karena Adanya Tuntutan Kebutuhan

(31)

Manajer atau karyawan

saja asalkan masih dalam koridor norma sosial yang berlaku. Dengan kata lain tidak menempuh cara-cara yang bertentangan dengan ketentuan hukum dan atau norma sosial (Nitisusastro 2009).

Apabila sebuah peluang untuk mendapatkan upah melalui sektor formal tidak diperoleh, sementara kebutuhan dasar (pangan, sandang, dan papan) belum dapat disediakan Pemerintah dan harus dapat dipenuhi; dicari; serta diusahakan sendiri, maka berwirausaha dan menjadi pelaku usaha merupakan pilihan yang positif, tidak terlalu sulit, tidak ada larangan, juga tidak terlalu membutuhkan ilmu pengetahuan yang tinggi. Yang diperlukan adalah niat dan kemauan yang tinggi dalam memasuki dunia usaha. Apalagi jika kelak usaha yang dirintis dapat hidup dan tumbuh berkembang sehingga memberi peluang kerja bagi orang lain, hal tersebut kiranya dapat diberikan apresiasi.

Silver (1983), mengutarakan bahwa para entrepreneur sebagai seseorang yang bersemangat dan memiliki suatu misi dan visi yang jelas untuk menciptakan sebuah produk atau jasa dimana banyak orang beranggapan bahwa produk yang dihasilkan tersebut sangat penting untuk memperbaiki kehidupan jutaan manusia. Silver juga berpendapat bahwa para entrepreneur berusaha sendiri karena mereka tidak puas dengan organisasi-organisasi mereka atau tempat kerja sebelumnya (Winardi 2008). Hal itu dapat dilihat pada Gambar 1.

Manajer

...

Ke

...

Entrepreneur

Gambar 1 Dari manajer ke entrepreneur

Sumber: Winardi 2008

Shapiro (1982) melihat dari sudut pandang sosio-kultural, menyimpulkan bahwa individu-individu kerap kali menjadi entrepreneur karena mereka terlempar dalam situasi-situasi yang memaksa mereka mencari cara untuk menafkahi hidup mereka sendiri. Para imigran atau perantau dinilai sangat sesuai dengan model ini, karena para imigran/perantau tersebut menjadi pelopor pendirinya industri-industri, toko-toko, usaha kecil hingga mempelopori pembukaan jalan-jala kereta api hingga daerah-daerah kering kerontang berubah menjadi tanah-tanah pertanian subur yang ada di tempat tujuan imigran/perantau tersebut. Dan sebagian besar diantara para imigran/perantau tersebut berhasil menjadi entrepreneur (Winardi 2008). Hal itu dapat dilihat pada Gambar 2.

Menganggur

...

Hingga

...

Entrepreneur

Gambar 2 Dari status imigran hingga menjadi entrepreneur

(32)

Sang individu menarik diri dari karir aktif

... ia mengalami frustasi karena tidak bekerja atau merasa tiada tujuan lagi dalam kehidupan

... ia mencari tantangan atau arah baru dalam bentuk usaha baru

Hasil penelitian Shapiro, juga menunjukkan bahwa terdapat adanya suatu korelasi tinggi antara bertambahnya perusahaan-perusahaan baru dan tingkat pengangguran yang meningkat. Banyak diantara para penganggur (orang-orang yang disisihkan secara ekonomis) mencemaskan karir mereka yang mengalami kegagalan. Dan dalam hal memulai sesuatu yang baru, usaha baru dilihatnya sebagai sebuah taktik untuk bertahan hidup (Winardi 2008). Hal itu dapat dilihat pada Gambar 3.

Dengan demikian dapat disimpulkan, banyak orang menjadi wirausaha karena tuntutan kebutuhan dasar untuk bertahan hidup, yang memotivasi mereka untuk bangkit dan bergerak aktif untuk berwirausaha yang kemudian menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

Menganggur

...

Ke

...

Entrepreneurship

Gambar 3 Dari kondisi pensiun atau menganggur ke entrepreneurhip

Sumber: Winardi 2008

Besarnya tingkatan motivasi seseorang dengan orang lain tidak sama. Besarnya tingkatan motivasi hanya dapat diamati pada prilaku yang dihasilkan yaitu dengan melihat (Tim dosen FIP-IKIP Malang 2003):

1) Seberapa banyak macam cara pendekatan yang dipergunakan untuk dapat mencapai tujuan yang diinginkan (pengetahuan)

2) Seberapa besar gigihnya usaha meskipun menghadapi bermacam-macam rintangan (sikap)

3) Seberapa besar tenaga yang dipergunakan (keterampilan)

Kebutuhan-kebutuhan yang ingin dipenuhi seorang wirausaha memiliki tingkatan makna yang tidak sama. Menurut Maslow, kebutuhan tertentu merupakan dasar kebutuhan lain. Kebutuhan tertentu itu harus dipenuhi terlebih dahulu sebelum beralih kepada pemenuhan kebutuhan yang lain yang mempunyai makna yang lebih tinggi. Adapun hirarki kebutuhan Maslow dari urutan terendah hingga tertinggi yaitu (Basrowi 2011):

1) Kebutuhan dasar (Basic Needs)

Memperoleh uang secara mandiri untuk kebutuhan fisik yaitu makanan dan minuman, perumahan, dan istirahat.

2) Kebutuhan rasa aman (Safety Needs)

Memperoleh rasa aman dalam berkehidupan berkeluarga, dan bermasyarakat dengan terpenuhinya aspek-aspek perlindungan melalui keberhasilan usaha. 3) Kebutuhan sosial (Social Needs)

Memperoleh kekuasaan dan peluang yang lebih besar untuk memperoleh kontak sosial dalam membangun persahabatan dan relasi bisnis.

(33)

Memperoleh rasa hormat dari lingkungan sesuai dengan kedudukan sebagai pimpinan/pemilik dalam bisnis pribadi.

5) Kebutuhan pengakuan diri (Needs for self actualization)

Memperoleh pengakuan masyarakat atas hasil karyanya yang bermanfaat bagi kepentingan banyak orang.

Proses pembelajaran/pendidikan dalam berwirausaha yang panjang (baik pendidikan formal atau informal/pengalaman) menghasilkan suatu perubahan perilaku dalam berwirausaha hingga menjadi bagian dari kehidupannya, artinya perilaku wirausaha sebenarnya dapat dipelajari dan diimplementasikan oleh setiap orang, jika orang tersebut ada kemauan dan dorongan, walaupun awalnya disebabkan oleh adanya tekanan untuk menjaga eksistensi kehidupanya. Di Indonesia sendiri, seseorang memasuki dunia wirausaha didorong oleh tekanan kondisi dan situasi (Nitisusastro 2009).

Teori Perilaku Kewirausahaan

a. Pengertian Perilaku Kewirausahaan

Hasil proses pembelajaran/pendidikan adalah berupa perubahan perilaku yang diharapkan. Perilaku (behaviour) dalam psikologi dipandang sebagai reaksi yang bersifat sederhana maupun kompleks (Azwar 1988). Perilaku merupakan suatu rangkaian kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati pihak luar (Notoatmodjo 2003). Kesatuan dasar perilaku adalah sebuah aktivitas, sebenarnya semua perilaku merupakan suatu seri aktivitas (Winardi 2007).

Pola perilaku dapat berbeda tetapi proses terjadinya adalah hal yang mendasar bagi semua individu, yakni terjadi disebabkan, digerakkan dan ditunjukkan pada sasaran (Kast dan Rosenzweig 1995). Perilaku pada dasarnya berorientasi pada tujuan, dimotivasi oleh suatu keinginan untuk mencapai tujuan tertentu (Winardi 2007). Sementara itu menurut Duncan (1981), perilaku manusia dipengaruhi oleh karakteristik pribadi, kebutuhan, harapan, dan pengalamannya (Indrawijaya 1989).

Menurut Winardi (2007), sebagian besar perilaku dipengaruhi oleh motif-motif atau kebutuhan-kebutuhan di bawah sadar. Motivasi seseorang bergantung pada kekuatan motif-motif orang yang bersangkutan. Kadang-kadang motif-motif tersebut dinyatakan sebagai:

 Kebutuhan (Needs)

 Keinginan (Wants)

 Dorongan (Drives), atau

 Impuls-impuls di dalam individu yang bersangkutan.

Pada dasarnya, motif-motif atau kebutuhan-kebutuhan merupakan sumber terjadinya aksi.

(34)

Gambar 4 Diagram sebuah situasi yang memotivasi, yang diperluas

Sumber: Winardi 2007

Berdasarkan beberapa teori dan asumsi diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku seseorang merupakan reaksi yang timbul berupa serangkaian aktivitas (disebabkan, digerakkan, dan ditunjukkan) karena adanya motif-motif yang diarahkan kepada tujuannya dan dapat dipengaruhi oleh karakteristik orang yang bersangkutan sehingga dapat terhambat atau termotivasi kembali untuk mencapai tujuannya tersebut.

Unsur perilaku manusia hakekatnya terdiri atas perilaku yang tak tampak seperti pengetahuan (cognitive) dan sikap mental (affective), serta perilaku yang tampak seperti keterampilan (psikomotorik) dan tindakan nyata (action) (Kast dan Rosenzweig 1995). Menurut Lunandi (1981), perilaku seseorang dipengaruhi oleh sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang dimilikinya serta dalam hal tertentu oleh material yang tersedia. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Perubahan perilaku manusia

Sumber: Lunandi (1981)

Dengan demikian, proses belajar manusia dewasa ke arah perubahan perilaku hendaknya disebabkan adanya pemberian pengetahuan baru, digerakkan melalui usaha sikap yang baru, dan pelatihan terhadap keterampilan yang baru untuk mencapai sasaran yang diinginkan, serta dalam hal tertentu disertai dengan penyediaan material baru (Lunandi 1981). Meskipun perilaku telah diklasifikasikan berdasarkan unsur-unsur perubahannya secara terpisah, namun di dalam kenyataannya unsur-unsur perubahan perilaku tersebut tidaklah terpisah (Tim dosen FIP-IKIP Malang 2003).

Unsur-unsur kewirausahaan sendiri juga terdiri atas pengetahuan (cognitive) meliputi pendidikan dan pengalaman; keterampilan (psikomotorik) meliputi latihan dan pembiasaan, dimana kedua unsur tersebut dapat diperoleh melalui proses pembelajaran, baik formal dan non formal. Serta sikap mental (affective) meliputi sikap hidup, budi pekerti, manajemen jiwa raga; dan kewaspadaan (alertness) dari

Perilaku

Pengetahuan (kognitif)

Sikap (afektif)

Keterampilan

(psikomotorik) Material

Motif Aktivitas yang diarahkan ke arah tujuan

Aktivitas yang diarahkan ke arah tujuan Tujuan

Perilaku Pengalaman

(35)

memori pengalaman, dimana kedua unsur tersebut dipengaruhi oleh bakat dan atmosfir kehidupan (Tim Pengajar AGB IPB 2010).

Setiap wirausahawan (entrepreneur) yang sukses memiliki empat unsur pokok yaitu kemampuan (hubungannya dengan IQ dan skill), keberanian (hubunganya dengan EQ dan mental), keteguhan hati (hubungannya dengan motivasi diri), dan kreativitas yang memerlukan sebuah inspirasi sebagai cikal bakal ide untuk menemukan peluang berdasarkan intuisi (hubungannya dengan experiences) (Hendro 2011). Wirausaha yang sukses pada umumnya adalah mereka yang memiliki kompetensi, yaitu seseorang yang memiliki ilmu pengetahuan, keterampilan, dan kualitas individu yang meliputi sikap, motivasi, nilai, serta tingkah laku yang diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan/kegiatan. Kompetensi diartikan sebagai pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan individu yang langsung berpengaruh pada kinerja. Kinerja bagi wirausaha merupakan tujuan yang ingin dicapai (Basrowi 2011).

Seorang wirausaha yang memiliki pengetahuan dan keterampilan yang baik kemungkinan besar akan lebih bahagia dan berhasil dalam kehidupan sekaligus mampu menguasai kebiasaan pikiran yang mendorong produktivitas mereka. Wirausaha yang tidak dapat menghimpun kendali tertentu atas kehidupan emosionalnya akan mengalami pertarungan batin yang merampas kemampuan mereka untuk berkonsentrasi pada pekerjaan ataupun untuk memiliki pikiran yang jernih (Suryana dan Bayu 2010).

Berdasarkan beberapa pendapat mengenai perilaku dan pengertian wirausaha itu sendiri, yang dimaksud dengan perilaku wirausaha adalah reaksi yang timbul berupa serangkaian aktivitas seorang wirausaha (pengetahuan, sikap, dan keterampilan) yang ditunjukkan dengan penuh keberanian, kepercayaan diri yang tinggi, serta menerima risiko sekalipun dalam kondisi yang tidak pasti dalam mengambil keputusan (membayar harga tertentu untuk produk tertentu, yang kemudian menghasilkan produk yang mempunyai nilai tambah dan keuntungan bagi dirinya dan masyarakat) guna memecahkan permasalahan hidupnya, dan dapat dipengaruhi oleh karakteristik wirausahawan yang bersangkutan sehingga dapat menghambat atau memotivasi wirausaha kembali untuk mencapai tujuannya.

b. Unsur-Unsur Perilaku Kewirausahaan

Pengetahuan Kewirausahaan

Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak) (Sudjono 1995). Taksonomi Bloom (1956) mengklasifikasikan ranah kognitif meliputi fungsi memproses informasi, pengetahuan, dan keahlian mentalitas. Ranah ini menekankan aspek intelektual seperti pengetahuan, pengertian, dan keterampilan berpikir (Turmuzi 2013). Domain yang sangat penting adalah pengetahuan atau kognitif, yang akan membentuk suatu tindakan dalam diri seseorang. Oleh karena itu, perilaku yang didasari pengetahuan akan lebih tahan lama daripada yang tidak didasari dengan pengetahuan (Notoatmodjo 2003).

(36)

Proses menggapai bisnis yang berhasil tidaklah mudah, penuh risiko dan dibutuhkan pengetahuan. Pengetahuan dan kapabilitas berusaha bagi wirausaha dapat diperoleh dari pengalaman, mengamati kehidupan wirausaha, belajar kepada wirausaha yang berhasil. Pengetahuan dapat pula diperoleh dari belajar membaca buku dan pendidikan kewirausahaan atau bidang ilmu yang berhubungan dengan kewirausahaan (Kristanto 2009).

Kewirausahaan adalah sebuah pengetahuan yang merupaka hasil uji coba di lapangan, dikumpulkan, diteliti, dan dirangkai sebagai sumber informasi yang berguna bagi orang lain yang membutuhkannya sehingga kewirausahaan bisa dimasukkan ke dalam disiplin ilmu baik itu yang bersifat teori ataupun yang bersifat empiris (hasil uji lapangan) (Hendro 2011). Pengetahuan, kapabilitas, pengalaman, dan pendidikan yang diperoleh wirausaha selama beberapa periode akan memunculkan apa yang disebut dengan kompetensi wirausaha (Kristanto 2009).

Dengan demikian, pengetahuan wirausaha adalah kemampuan/kemampuan berpikir seorang wirausaha dalam mengenali dan mengingat kembali mengenai peristilahan, definisi, fakta-fakta, gagasan, pola, urutan, metodologi, atau prinsip dasar yang berkaitan dengan dunia wirausaha, baik yang dapat/tidak dapat digunakan olehnya, guna mengambil keputusan (membayar harga tertentu untuk produk tertentu, yang kemudian menghasilkan produk yang mempunyai nilai tambah dan keuntungan bagi dirinya dan masyarakat) untuk memecahkan permasalahan hidupnya, dan dapat dipengaruhi oleh karakteristik wirausahawan yang bersangkutan sehingga dapat menghambat atau memotivasi wirausaha kembali untuk mencapai tujuannya.

Meredith et al. (2002) mengemukakan nilai hakiki dan penting dari wirausaha adalah sebagai berikut (Basrowi 2011):

1) Percaya diri

2) Berorientas tugas dan hasil 3) Pengambil risiko

4) Kepemimpinan 5) Keorisinilan

6) Berorientasi masa depan/visioner.

Para wirausahawan sukses pada umumnya memiliki karakteristik yang relatif mirip diantara mereka. Bygrave (1994) mengemukakan 10 karakteristik para wirausahawan sukses, yaitu (Suparyanto 2012):

1. Dream (Mimpi)

Seorang wirausaha memiliki visi terhadap masa depan pribadi dan bisnisnya serta kemampuan mengimplementasikan mimpinya tersebut.

2. Decisiveness (Ketegasan)

Seorang wirausaha mengambil keputusan secara cepat dengan penuh perhitungan, karena bagi mereka kecepatan dan ketepatan dalam mengambil keputusan merupakan kunci kesuksesan.

3. Doers (Pelaku)

Setelah keputusan diambil, seorang wirausaha akan segera menentukan dan melakukan tindakan secara cepat dan tepat sesuai dengan kemampuannya. 4. Determination (Ketetapan Hati)

Gambar

Gambar 2  Dari status imigran hingga menjadi entrepreneur Sumber: Winardi 2008
Gambar 6  Kerangka pemikiran operasional perilaku kewirausahaan pedagang warung tenda pecel lele KKBSJ di Jakarta
Tabel 4  Atribut perilaku wirausaha pedagang warung tenda pecel lele KKBSJ di Jakarta berdasarkan unsur-unsur perubahan perilaku wirausaha
Tabel 6  Kriteria skor penilaian unsur-unsur perubahan perilaku wirausaha
+7

Referensi

Dokumen terkait

Using panel data from the Industrial Products index of the Bursa Malaysia (the Malaysian stock exchange) during 2003-2006, we show that the ingrained ‘life-raft values’

Sistem Akreditasi Nasional mendorong tumbuh kembangnya dorongan internal dalam institusi maupun program studi untuk melakukan perbaikan mutu secara berkelanjutan;.

Selain uji kuantitatif kadar lignin dilakukan pula uji histokimia lignin terhadap irisan melint- ang hipokotil bagian atas, tengah, dan bawah bibit sengon yang berasal dari

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh motivasi kerja dan lingkungan kerja terhadap kinerja pegawai pada rumah sakit umum daerah lamaddukkelleng

Salah satu fungsi perangkat lunak ini adalah model stabilitas (SLOPE/W). SLOPE/W adalah komponen dari satu paket produk geoteknikal yang disebut GeoStudio. SLOPE/W

Dengan memperhatikan beberapa bahaya yang ditimbulkan dari penyimpangan seksual (homoseks dan lesbian) baik dari segi kesehatan maupun untuk kelangsungan

Tujuan dari penulisan laporan akhir ini adalah untuk mengetahui kondisi pembebanan transformator, drop tegangan dan rugi daya sebelum dan sesudah dipasangnya

Berdasarkan hasil penelitian, dapat dilihat bahwa kandungan klorofil a, b dan total pada planlet anggrek Dendrobium yang diberi perlakuan PEG 6000 pada konsentrasi