• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kontribusi Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) di Hutan Lindung Terhadap Pendapatan dan Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga di Desa Criwik BKPH Gunung Lasem KPH Kebonharjo

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kontribusi Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) di Hutan Lindung Terhadap Pendapatan dan Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga di Desa Criwik BKPH Gunung Lasem KPH Kebonharjo"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

KONTRIBUSI PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA

MASYARAKAT (PHBM) DI HUTAN LINDUNG TERHADAP

PENDAPATAN DAN TINGKAT KESEJAHTERAAN RUMAH

TANGGA DI DESA CRIWIK BKPH GUNUNG LASEM

KPH KEBONHARJO

MUHAMMAD RIZA ABDILLAH

E14080028

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

(2)
(3)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Kontribusi Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) di Hutan Lindung Terhadap Pendapatan dan Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga di Desa Criwik BKPH Gunung Lasem KPH Kebonharjo adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2013

(4)

ABSTRAK

MUHAMMAD RIZA ABDILLAH. Kontribusi Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) di Hutan Lindung Terhadap Pendapatan dan Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga di Desa Criwik BKPH Gunung Lasem KPH Kebonharjo. Dibimbing oleh SUDARYANTO.

Adanya interaksi yang tinggi antara masyarakat di Desa Criwik dengan hutan lindung Gunung Lasem menjadikan PHBM sebagai sarana yang penting. Selain dapat meningkatkan pendapatan rumah tangga di Desa Criwik, adanya PHBM ini juga dapat dijadikan sebagai media pengamanan untuk menjamin kelestarian dan keberlanjutan fungsi hutan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar program PHBM di hutan lindung Gunung Lasem dapat berkontribusi meningkatkan pendapatan dan mempengaruhi tingkat kesejahteraan rumah tangga di Desa Criwik. Data dikumpulkan melalui wawancara dan juga studi pustaka, kemudian dianalisis dan disajikan secara deskriptif kuantitatif. Hasil dari kajian menunjukkan bahwa program PHBM ini memberikan kontribusi sebesar 33,52% terhadap total pendapatan responden. Dari segi tingkat kesejahteraan, untuk keempat pendekatan yang digunakan baik itu pendekatan UMR Kabupaten Rembang, Sajogyo, Direktorat Tata Guna Tanah, dan Bank Dunia menunjukkan bahwa sebagian besar responden berada pada kategori sejahtera.

Kata kunci : kontribusi, pendapatan, PHBM, tingkat kesejahteraan

ABSTRACT

MUHAMMAD RIZA ABDILLAH. Contribution of Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM)/Collaborative Forest Management in Protected Forest Toward Revenue and Welfare of Household in the Criwik Village BKPH Gunung Lasem KPH Kebonharjo. Supervised by SUDARYANTO.

The existence of a high interaction between people in the Criwik village with a protected forest of Gunung Lasem make PHBM as an important means. Besides being able to increase households income in the Criwik village, the PHBM can also to be used as a security tool to ensure the preservation and sustainability of forest functions. The objectives of this research was to determine how much PHBM program in protected forest of Gunung Lasem can contribute to increase revenue and affect the welfare of households in the Criwik village. The information were collected through interviews and library research, then analyzed and presented in a descriptive quantitative method. The result of study shows that this PHBM program contributed 33.52% of respondents total income. In the side of the welfare, the result of four approaches had used such as UMR Rembang district, Sajogyo, Directorate of Land Use, and the World Bank they were all show that majority of respondents were in the category of prosperous.

(5)

KONTRIBUSI PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA

MASYARAKAT (PHBM) DI HUTAN LINDUNG TERHADAP

PENDAPATAN DAN TINGKAT KESEJAHTERAAN RUMAH

TANGGA DI DESA CRIWIK BKPH GUNUNG LASEM

KPH KEBONHARJO

MUHAMMAD RIZA ABDILLAH

E14080028

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

(6)
(7)

Judul Skripsi : Kontribusi Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) di Hutan Lindung Terhadap Pendapatan dan Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga di Desa Criwik BKPH Gunung Lasem KPH Kebonharjo

Nama : Muhammad Riza Abdillah NIM : E14080028

Departemen : Manajemen Hutan

Menyetujui: Dosen Pembimbing,

Ir. Sudaryanto

NIP : 19480310 198003 100 1

Mengetahui:

Ketua Departemen Manajemen Hutan IPB,

Dr. Ir. Didik Suharjito, MS NIP : 19630401 199403 100 1

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga skripsi yang berjudul Kontribusi Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) di Hutan Lindung Terhadap Pendapatan dan Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga di Desa Criwik BKPH Gunung Lasem KPH Kebonharjo ini berhasil diselesaikan.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Ir. Sudaryanto selaku dosen pembimbing skripsi. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Lek Aziz, Ibu Ari Kartika, Mas Rasno, Bapak Darwadi, beserta segenap staf dan karyawan KPH Kebonharjo, yang telah banyak membantu selama pengumpulan data. Tidak lupa pula ungkapan terima kasih penulis ucapkan kepada seluruh teman-teman Manajemen Hutan angkatan 45 dan juga teman-teman Himpunan Keluarga Rembang Bogor, atas dukungan, keceriaan, dan kekeluargaannya. Kemudian yang teristimewa ungkapan terima kasih penulis sampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2013

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL... vii

DAFTAR GAMBAR... vii

DAFTAR LAMPIRAN... viii

PENDAHULUAN... 1

Latar Belakang... 1

Perumusan Masalah... 1

Tujuan... 2

Manfaat Penelitian... 2

TINJAUAN PUSTAKA... 3

Hutan Lindung... 3

Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM)... 3

Sejarah Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat di Perum Perhutani... 3

Maksud dan Tujuan PHBM... 5

Jiwa dan Prinsip Dasar PHBM... 5

Bentuk Kegiatan Dalam PHBM... 6

Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH)... 6

Pendapatan Rumah Tangga... 7

Tingkat Kesejahteraan... 8

METODE PENELITIAN... 10

Lokasi dan Waktu Penelitian... 10

Alat dan Bahan Penelitian... 10

Batasan Penelitian... 10

Sasaran Penelitian... 11

Jenis dan Sumber Data... 11

Metode Pengambilan Contoh... 12

Metode Pengumpulan Data... 12

Metode Pengolahan dan Analisis Data... 12

Analisis Deskriptif... 12

Analisis Kontribusi Program PHBM Terhadap Pendapatan Rumah Tangga Petani... 13

Analisis Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga Petani... 14

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN... 15

Kawasan Hutan Lindung... 15

Letak dan Luas... 15

Topografi... 15

Jenis Tanah... 15

Iklim... 15

Desa Penelitian... 15

Letak dan Luas... 15

(10)

Keadaan Penduduk... 16

Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Rembang... 17

HASIL DAN PEMBAHASAN... 18

Implementasi Program PHBM di Lokasi Penelitian... 18

Karakteristik Responden... 19

Umur... 19

Tingkat Pendidikan... 20

Pekerjaan Utama dan Sampingan... 20

Pendapatan Responden... 21

Pengeluaran Responden... 23

Kontribusi PHBM Terhadap Pendapatan Responden... 26

Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga Responden... 26

KESIMPULAN DAN SARAN... 29

Kesimpulan... 29

Saran... 29

DAFTAR PUSTAKA... 30

LAMPIRAN... 32

(11)

DAFTAR TABEL

1 Jenis dan Sumber Data... 11

2 Beberapa kriteria pendekatan garis kemiskinan... 14

3 Pola penggunaan lahan di lokasi penelitian... 16

4 Sebaran umur penduduk... 16

5 IPM Kabupaten Rembang tahun 2008-2010... 17

6 Sebaran umur responden... 20

7 Tingkat pendidikan responden... 20

8 Data pekerjaan responden... 21

9 Data pendapatan responden... 22

10 Data pengeluaran responden... 24

11 Kontribusi berbagai sumber pendapatan terhadap total pendapatan responden... 26

12 Tingkat kesejahteraan responden dari berbagai pendekatan... 27

DAFTAR GAMBAR 1 Kondisi fisik lahan PHBM... 18

2 Kondisi fisik lahan milik... 19

3 Aktifitas pekerjaan di lokasi penelitian... 21

4 Penjualan empon-empon kepada tengkulak lokal... 23

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil pengolahan data dengan software statistik (Minitab 14)... 33

2 Identitas Responden... 34

3 Daftar harga komoditas pertanian di lokasi penelitian... 35

4 Daftar harga sembilan bahan pokok di lokasi penelitian... 35

5 Pendapatan dari kegiatan PHBM... 36

6 Pendapatan dari kegiatan non-PHBM... 37

7 Pengeluaran Responden... 38

8 Tingkat kesejahteraan menurut pendekatan UMR... 39

9 Tingkat kesejahteraan menurut Sajogyo... 40

10 Tingkat kesejahteraan menurut Direktorat Tata Guna Tanah... 41

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hutan merupakan suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan.

Menurut Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 pasal 33 ayat 3, menyatakan bahwa “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Sebagai salah satu kekayaan alam yang ada di negara Indonesia, hutan dikelola negara yang pengelolaannya dilaksanakan oleh pemerintah maupun swasta yang berada di bawah pengawasan pemerintah, juga harus menitikberatkan pada tujuan utama bangsa yaitu mensejahterakan/memakmurkan rakyat.

Sebagai pengelola hutan yang ada di pulau Jawa, maka Perum Perhutani mempunyai tugas dan peran yang besar dalam ikut serta meningkatkan kesejahteraan rakyat, terutama masyarakat yang tinggal di sekitar hutan dan berinteraksi secara langsung dengan hutan dan sumber daya alam yang ada di dalamnya. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka Perum Perhutani harus melakukan pengelolaan hutan yang dapat melibatkan masyarakat, sehingga masyarakat dapat merasakan secara langsung manfaat dari keberadaan hutan. Berkaitan dengan hal tersebut, maka Perum Perhutani menerapkan sebuah sistem pengelolaan hutan yang disebut dengan PHBM (Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat).

Berdasarkan kepada surat Keputusan Direksi Perum Perhutani Nomor 682/KPTS/DIR/2009 Tentang Pedoman Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat, menjelaskan bahwa Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) adalah suatu sistem pengelolaan hutan yang dilakukan bersama oleh Perum Perhutani dan masyarakat di sekitar hutan dan atau Perum Perhutani dan masyarakat di sekitar hutan dengan pihak lain yang berkepentingan (stakeholder) dengan jiwa berbagi, sehingga kepentingan bersama untuk mencapai keberlanjutan fungsi dan manfaat sumberdaya hutan dapat diwujudkan secara optimal dan proporsional. Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) dimaksudkan untuk memberikan arahan pengelolaan sumberdaya hutan dengan memadukan aspek-aspek ekonomi, ekologi, dan sosial secara proporsional dan profesional guna tercapainya pengelolaan hutan yang lestari dan berkelanjutan.

Perumusan Masalah

Selain berupa Hutan Produksi, ada juga wilayah yang berupa Hutan Lindung yang dikelola oleh Perum Perhutani. Misalnya saja Hutan Lindung Gunung Lasem yang pengelolaannya berada di bawah Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Kebonharjo, Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah.

(14)

2

dengan Hutan Lindung tersebut. Masyarakat memanfaatkan hutan lindung untuk mencari tambahan penghasilan atau sekedar untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Adanya interaksi yang tinggi antara masyarakat dengan hutan lindung tersebut, menjadikan PHBM sebagai sarana yang penting. Selain sebagai sarana perjanjian kerjasama, PHBM juga bisa berperan sebagai sarana pengendalian dan pengawasan dari pihak Perum Perhutani terhadap masyarakat untuk mencegah terjadinya konflik yang dapat menyebabkan kerusakan hutan dan juga untuk menjaga kelestarian fungsi utama dari hutan lindung tersebut. Dengan adanya program PHBM tersebut, diharapkan masyarakat dapat memperoleh manfaat yang optimal dari keberadaan hutan lindung tersebut, yaitu berupa manfaat ekologi sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan, juga manfaat ekonomi sebagai sarana untuk meningkatkan pendapatan dan tingkat kesejahteraan rumah tangga. Dengan meningkatnya pendapatan dan tingkat kesejahteraan rumah tangga setempat akan mengurangi adanya resiko atau potensi konflik yang berkaitan dengan lahan hutan, sehingga kelestarian dan keberlanjutan fungsi hutan dapat terjamin.

Berdasarkan uraian diatas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Seberapa besar hutan lindung tersebut memberikan kontribusi ekonomi kepada rumah tangga petani setempat?

2. Bagaimana tingkat kesejahteraan masyarakat yang tinggal di Desa Criwik tersebut?

Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui besarnya kontribusi program PHBM di hutan lindung Gunung Lasem terhadap pendapatan rumah tangga di Desa Criwik Kecamatan Pancur Kabupaten Rembang.

2. Mengetahui tingkat kesejahteraan rumah tangga petani peserta PHBM di Desa Criwik Kecamatan Pancur Kabupaten Rembang.

Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

1. Memberikan informasi tentang bentuk program PHBM di hutan lindung Gunung Lasem di lokasi penelitian.

2. Memberikan informasi mengenai besarnya kontribusi hasil program PHBM di hutan lindung terhadap pendapatan rumah tangga petani setempat.

3. Memberikan informasi mengenai kondisi tingkat kesejahteraan rumah tangga petani peserta PHBM di lokasi penelitian.

(15)

TINJAUAN PUSTAKA

Hutan Lindung

Menurut Undang-Undang (UU) No. 41 Tahun 1999, hutan merupakan suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Sedangkan kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap.

Hutan lindung sendiri didefinisikan sebagai kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah.

Pemanfaatan hutan lindung dapat berupa pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa lingkungan, dan pemungutan hasil hutan bukan kayu. Pemanfaatan hutan lindung dilaksanakan melalui pemberian izin usaha pemanfaatan kawasan, izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan, dan izin pemungutan hasil hutan bukan kayu.

Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM)

Pengelolaan hutan bersama masyarakat (PHBM) adalah suatu sistem pengelolaan sumberdaya hutan yang dilakukan bersama oleh Perum Perhutani dan masyarakat desa hutan dan atau Perum Perhutani dan masyarakat desa hutan dengan pihak lain yang berkepentingan (stakeholder) dengan jiwa berbagi, sehingga kepentingan bersama untuk mencapai keberlanjutan fungsi dan manfaat sumberdaya hutan dapat diwujudkan secara optimal dan proporsional. (Perum Perhutani 2009).

Sejarah Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat di Perum Perhutani

Perum Perhutani dalam kaitannya dengan Pembinaan Masyarakat Desa Hutan (PMDH) ini memiliki sejarah panjang dari masa ke masa dengan landasan utama kerja sama. Pada masa Kolonial Belanda, pemerintah Hindia Belanda membutuhkan tenaga kerja murah untuk kerja hutan. Oleh karena itu, diciptakan sistem tumpang sari dalam kegiatan penanaman hutan, dengan memberikan kesempatan kepada tenaga kerja penanaman hutan (pesanggem) untuk nama palawija (tanaman pangan) dalam mencukupi kebutuhan pangannya. Dalam pelaksanaannya, banyak diterapkan persyaratan-persyaratan tertentu yang berkaitan dengan kepentingan pihak kehutanan atau pengelola hutan. Selain itu, masyarakat diikat dengan kontrak untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban tertentu yang berkaitan dengan pengelolaan hutan dengan imbalan (uang kontrak) yang jumlahnya relatif sangat kecil. Selain itu, pemerintah Hindia Belanda juga mewajibkan pemerintah desa pada saat itu untuk menyediakan tenaga blandong (Suharjito et al. 2000).

(16)

4

berbagai program kehutanan masyarakat yang diselenggarakan dibeberapa Negara, antara lain social forestry di India, village woodlots di Korea, forest villages di Thailand, village forestation di Tanzania dan tumpangsari di Jawa. Upaya pengembangan kehutanan masyarakat mendapatkan dukungan dari para ahli dan praktisi kehutanan sedunia dengan mengadakan Kongres Kehutanan Sedunia VIII pada 16-28 Oktober 1978 di Jakarta dengan tema pokok „Forest for People‟. Gagasan forest for people dalam perkembangannya dituntut bukan hanya diwujudkan melalui penyediaan hasil hutan bagi masyarakat atau melibatkan masyarakat dalam pengelolaan hutan, melainkan juga menempatkan masyarakat sebagai aktor utama pengelolaan hutan, baik sebagai pengelola hutan yang diusahakan pada lahan sendiri maupun lahan Negara (Suharjito et al. 2000).

Dalam kepustakaan terdapat beberapa istilah yang digunakan secara bergantian atau saling melengkapi yakni community forestry, social forestry, participatory farm forestry, agroforestry dan lain-lain. Pada umumnya istilah social forestry digunakan sebagai istilah payung yang mencakup program-program dan kegiatan kehutanan yang sedikit atau banyak melibatkan peranan masyarakat atau rakyat lokal atau yang dikembangkan untuk kepentingan masyarakat banyak. Pardo (1995) dalam Suharjito et al. (2000) menyatakan bahwa pada tahap akhir perkembangan social forestry adalah perubahan yang fundamental pada peranan pemerintah, dari sebagai pengelola lahan (Land Manager) menjadi penyuluh (Extension forester). Dari konsepsi-konsepsi social/community forestry yang telah dijelaskan sebelumnya dapat ditarik kesimpulan pengertian bagi praktek kehutanan masyarakat, yaitu sistem pengelolaan hutan yang dilakukan oleh individu, komunitas, atau kelompok pada lahan Negara, lahan komunal, lahan adat atau lahan milik (individual/rumah tangga) untuk memenuhi kebutuhan individu/rumah tangga dan masyarakat, serta diusahakan secara komersial.

(17)

5

diangankan secara mendasar dapat berbagi kewenangan, berbagi tugas, dan dengan demikian dapat membangun model pengelolaan hutan bersama yang sejati, serta akhirnya berbagi hasil secara adil dengan masyarakat sekitar hutan. Oleh karena itu, maka budaya tanggung jawab masyarakat terhadap pengelolaan hutan dapat terbangun dan pada akhirnya dapat memberikan manfaat bagi masyarakat itu sendiri (Suharjito et al. 2000).

Maksud dan Tujuan PHBM

Berdasarkan surat Keputusan Direksi Perum Perhutani No. 682/KPTS/DIR/2009, Pengelolaan hutan bersama masyarakat dimaksudkan untuk memberikan arahan pengelolaan sumberdaya hutan dengan memadukan aspek-aspek ekonomi, ekologi, dan sosial secara proporsional dan profesional guna mencapai Visi dan Misi Perusahaan.

Pengelolaan hutan bersama masyarakat bertujuan untuk:

a. Meningkatkan tanggung jawab Perusahaan, masyarakat desa hutan dan pihak yang berkepentingan terhadap keberlanjutan fungsi dan manfaat sumberdaya hutan.

b. Meningkatkan peran Perusahaan, masyarakat desa hutan dan pihak yang berkepentingan terhadap pengelolaan sumberdaya hutan.

c. Memperluas akses masyarakat desa hutan dalam pengelolaan sumberdaya hutan.

d. Menselaraskan kegiatan pengelolaan sumberdaya hutan sesuai dengan kegiatan pembangunan wilayah sesuai kondisi dan dinamika sosial masyarakat desa hutan.

e. Meningkatkan sinergitas dengan Pemerintah Daerah dan stakeholder. f. Meningkatkan usaha-usaha produktif menuju masyarakat desa hutan mandiri yang mendukung terciptanya hutan lestari.

g. Mendukung keberhasilan pembangunan daerah yang diukur dengan IPM melalui 3 (tiga) indikator utama, yaitu tingkat daya beli, tingkat pendidikan, dan tingkat kesehatan.

Jiwa dan Prinsip Dasar PHBM

Menurut Perum Perhutani (2009), jiwa PHBM adalah kesediaan Perusahaan, masyarakat desa hutan, dan pihak yang berkepentingan (stakeholder) untuk berbagi dalam pengelolaan hutan bersama masyarakat sesuai kaidah-kaidah sebagai berikut:

1. Keseimbangan: ekologi, sosial dan ekonomi. 2. Kesesuaian: kultur dan budaya setempat. 3. Keselarasan: pembangunan wilayah/daerah. 4. Keberlanjutan: fungsi dan manfaat SDH. 5. Kesetaraan: peran dan resiko.

Sedangkan prinsip dasar dalam PHBM adalah: 1. Prinsip keadilan dan demokratis

2. Prinsip keterbukaan dan kebersamaan

(18)

6

4. Prinsip kejelasan hak dan kewajiban 5. Prinsip pemberdayaan ekonomi kerakyatan 6. Prinsip kerjasama kelembagaan

7. Prinsip perencanaan partisipatif

8. Prinsip kesederhanaan sistem dan prosedur 9. Prinsip Perusahaan sebagai fasilitator

10.Prinsip kesesuaian pengelolaan dan karakteristik wilayah

Bentuk Kegiatan Dalam PHBM

Terdapat dua bentuk kegiatan dalam program PHBM yang dalam pelaksanaannya menuntut peran serta masyarakat (Perum Perhutani 2001), sebagai berikut:

1. Kegiatan berbasis lahan

Kegiatan berbasis lahan adalah rangkaian kegiatan yang secara langsung berkaitan dengan pengelolaan tanah atau ruang sesuai karakteristik wilayah, yang menghasilkan produk budidaya dan lanjutannya serta produk konservasi dan estetika.

2. Kegiatan berbasis bukan lahan.

Kegiatan berbasis bukan lahan adalah rangkaian kegiatan yang tidak berkaitan dengan pengelolaan tanah atau ruang yang menghasilkan produk industri, jasa dan perdagangan.

Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH)

Masyarakat desa hutan didefinisikan sebagai kelompok orang yang bertempat tinggal di desa hutan dan melakukan kegiatan yang berinteraksi dengan sumber daya hutan untuk mendukung kehidupannya. Sedangkan desa hutan adalah wilayah desa yang secara geografis dan administratif berbatasan dengan kawasan hutan atau kawasan sekitar hutan (Perum Perhutani 2009).

Menurut Hadipoernomo (1980) dalam Susetyaningsih (1992) masyarakat desa hutan pada prinsipnya tidak jauh berbeda dengan masyarakat desa pada umumnya. Ciri yang khas dari masyarakat desa hutan adalah interaksi atau ketergantungannya dengan hutan di sekitarnya, secara ekologi, ekonomi, maupan sosial, karena kelangkaan sumberdaya.

Sebagian besar penduduk desa sekitar hutan miskin, karena sebagian besar dari mereka bermata pencaharian sebagai petani dan buruh tani. Dengan keadaan tersebut, kebutuhan hidup mereka sehari-hari sering dipenuhi dari hutan, misalnya kebutuhan kayu bakar, papan, pakan ternak, dan bahan pangan, sehingga ketergantungan masyarakat terhadap hutan sangat besar (Andryani 2002).

(19)

7

Masyarakat Desa Hutan (LMDH) ini adalah seluruh anggota dan pengurus dari LMDH, pemerintah daerah (desa sampai kabupaten) dan pihak terkait sesuai dengan kebutuhan (dinas atau instansi terkait), pihak yang memiliki kepedulian terhadap pengembangan lembaga (investor, perguruan tinggi, LSM), dan fasilitator yang dapat dipilih dari masyarakat sendiri atau pihak luar (Awang et al. 2008).

Pendapatan Rumah Tangga

Rumah tangga merupakan semua anggota keluarga yang termasuk satu unit anggaran belanja keluarga (satu dapur), termasuk anak yang sedang sekolah di kota atas biaya keluarga, orang lain yang ikut makan secara teratur meskipun tidak tidur di rumah, tidak termasuk orang yang tinggal di rumah, tapi tidak makan (Saefudin dan Marisa 1984).

Pendapatan rumah tangga umumnya tidaklah berasal dari satu sumber, tapi dapat berasal dari dua atau lebih sumber pendapatan. Ragam sumber pendapatan tersebut diduga dipengaruhi oleh tingkat pendapatan itu sendiri. Tingkat pendapatan yang rendah, mengharuskan anggota rumah tangga untuk bekerja/berusaha lebih giat untuk memenuhi kebutuhan. Bagi sebagian rumah tangga, upaya tersebut tidak hanya menambah curahan jam kerja dari kegiatan yang ada, tapi juga melakukan kegiatan lain. Hal ini terlihat dari beberapa hasil panelitian bahwa sebagian besar rumah tangga mempunyai lebih dari satu sumber pendapatan (Nurmanaf 1989).

Pendapatan bersih adalah besarnya nilai produksi setelah dikurangi dengan biaya sarana produksi, biaya tenaga kerja luar keluarga, biaya sewa atau bagi hasil untuk tanah sewa atau tanah sakap dan biaya lain-lain seperti pengairan, pajak panen dan sebagainya (Hartoyo 1981).

Menurut Sajogyo (1982) dalam Kusumaningtyas (2003), pendapatan rumah tangga bisa dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu:

a. Pendapatan dari usaha bertani saja.

b. Pendapatan yang mencakup usaha bertanam padi, palawija dan kegiatan pertanian lain.

c. Pendapatan yang diperoleh dari seluruh kegiatan termasuk sumber-sumber mata pencaharian di luar pertanian.

Badan Pusat Statistik (2000) menyatakan bahwa pendapatan rumah tangga petani tidak hanya berasal dari usaha pertaniannya saja, tetapi juga berasal dari sumber-sumber lain diluar sektor pertanian, seperti perdagangan, jasa angkutan, industri pengolahan dan lain-lain. Bahkan kadang penghasilan diluar usaha pertanian justru lebih besar dari pada pendapatannya dari pertanian.

(20)

8

pendidikan, kesehatan, investasi rumah tangga dan lain-lain (Mangkuprawira 1985).

Dalam kaitannya dengan investasi pendidikan maka dianggap bahwa tingkat pendidikan yang dicapai akan mempunyai pengaruh positif terhadap produktivitas kerja. Produktivitas yang makin tinggi diduga akan diikuti oleh pendapatan yang tinggi pula. Namun demikian keputusan suatu keluarga untuk mengalokasikan pendapatannya untuk pendidikan akan ditentukan oleh tingkat ekonomi atau pendapatannya. Di sinilah prinsip opportunity cost akan mencirikan seberapa jauh suatu keluarga mengambil keputusan di dalam mengalokasikan pendapatan untuk pendidikan. Dengan kata lain suatu keluarga akan mengorbankan konsumsinya pada saat investasi dilakukan untuk memperoleh tingkat konsumsi yang lebih tinggi pada masa berikutnya (Simanjuntak 1982a dalam Mangkuprawira 1985).

Tingkat Kesejahteraan

Kemiskinan dimaknai sebagai kurangnya kesejahteraan dan kesejahteraan sebagai kurangnya kemiskinan. Kemiskinan berarti kurangnya pendapatan yang memadai untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga atau kekurangan kekayaan untuk memberi stabilitas atau menghadapi perubahan seperti kehilangan pekerjaan, sakit atau krisis lainnya. Kemiskinan dapat juga berarti bahwa kebutuhan dasar yang lain, seperti kesehatan, pendidikan atau perumahan, tidak memadai. Akan tetapi, kemiskinan juga subjektif, dan dapat disebabkan oleh perasaan, seperti kehilangan, kerentanan, keterkucilan, malu atau sakit. Seseorang dapat merasa miskin jika kesejahteraannya turun, atau jika dia membandingkan dirinya dengan orang lain yang keadaannya lebih baik (CIFOR 2007).

Badan Pusat Statistik (2008) membagi kemiskinan menjadi dua, kemiskinan relatif dan kemiskinan absolut. Kemiskinan relatif didefinisikan sebagai kondisi miskin karena pengaruh kebijakan pembangunan yang belum mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat sehingga menyebabkan ketimpangan distribusi pendapatan. Selanjutnya, kemiskinan absolut diartikan sebagai ketidakmampuan untuk mencukupi kebutuhan pokok minimum seperti pangan, sandang, kesehatan, perumahan dan pendidikan yang diperlukan untuk bisa hidup dan bekerja. Kebutuhan pokok minimum diterjemahkan sebagai ukuran finansial dalam bentuk uang. Nilai kebutuhan minimum kebutuhan dasar tersebut dikenal dengan istilah garis kemiskinan. Penduduk yang pendapatannya di bawah garis kemiskinan digolongkan sebagai penduduk miskin.

Sajogyo (1971) dalam BPS (2008) mengungkapkan konsep garis kemiskinan berdasarkan konsumsi beras per kapita per tahun yang diukur dengan nilai setara harga beras setempat pada tahun tersebut. Tingkat kemiskinan tersebut dibagi dalam beberapa kategori sebagai berikut:

1. Tidak miskin, yaitu apabila pengeluaran per kapita per tahun lebih tinggi dari nilai tukar 320 kg beras untuk daerah pedesaan dan nilai tukar 480 kg beras untuk daerah perkotaan.

(21)

9

3. Miskin sekali, yaitu apabila pengeluaran per kapita per tahun lebih rendah dari nilai tukar 240 kg beras untuk daerah pedesaan dan nilai tukar 360 kg beras untuk daerah perkotaan.

4. Paling miskin, yaitu apabila pengeluaran per kapita per tahun lebih rendah dari nilai tukar 180 kg beras untuk daerah pedesaan dan nilai tukar 270 kg beras untuk daerah perkotaan.

Direktorat Tata Guna Tanah, Direktorat Jenderal Agraria dalam Danusaputro et al. (1997) menggolongkan tingkat kemiskinan berdasarkan nilai konsumsi total sembilan bahan pokok dalam setahun yang dinilai dengan harga setempat. Kebutuhan hidup minimum yang dipergunakan sebagai tolok ukur yaitu 100 kg beras, 15 kg ikan asin, 6 kg gula pasir, 6 kg minyak goreng, 9 kg garam, 60 liter minyak tanah, 20 batang sabun, 4 meter tekstil kasar, dan 2 meter batik kasar. Besarnya standar kebutuhan hidup minimum per kapita per tahun dijadikan sebagai batas garis kemiskinan. Tingkat kemiskinan tersebut dibagi dalam beberapa kategori sebagai berikut:

1. Tidak miskin, apabila pendapatan per kapita per tahun lebih besar dari 200% dari nilai total sembilan bahan pokok.

2. Hampir miskin, apabila pendapatan per kapita per tahun antara 125%-200% dari nilai total sembilan bahan pokok.

3. Miskin, apabila pendapatan per kapita per tahun antara 75%-125% dari nilai total sembilan bahan pokok.

4. Miskin sekali, apabila pendapatan per kapita per tahun dibawah 75% dari nilai total sembilan bahan pokok.

(22)

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Criwik, Kecamatan Pancur, Kabupaten Rembang, Propinsi Jawa Tengah, pada bulan Agustus – September 2012. Hutan yang berada di Desa Criwik ini masuk dalam wilayah RPH Sidowayah, BKPH Gunung Lasem, KPH Kebonharjo, Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah.

Alat dan Bahan Penelitian

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Kuisioner

Guna memberikan pengertian dan gambaran yang seragan mengenai penelitian yang dilakukan, maka diberikan batasan-batasan sebagai berikut:

1. Pengelolaan hutan bersama masyarakat (PHBM) adalah suatu sistem pengelolaan sumberdaya hutan yang dilakukan bersama oleh Perum Perhutani dan masyarakat desa hutan dan atau Perum Perhutani dan masyarakat desa hutan dengan pihak lain yang berkepentingan (stakeholder) dengan jiwa berbagi, sehingga kepentingan bersama untuk mencapai keberlanjutan fungsi dan manfaat sumberdaya hutan dapat diwujudkan secara optimal dan proporsional.

2. Hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah.

3. PHBM yang menjadi obyek dalam penelitian ini adalah PHBM yang diterapkan pada rumah tangga masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan hutan lindung.

4. Pendapatan total rumah tangga merupakan seluruh pendapatan yang diperoleh responden dari pekerjaan pokok dan pekerjaan sampingan lainnya yang dihitung dalam jangka waktu satu tahun.

5. Pengeluaran total rumah tangga merupakan seluruh biaya yang dikeluarkan oleh responden untuk memenuhi kebutuhannya.

6. Pendapatan per kapita merupakan jumlah pendapatan total rumah tangga selama satu tahun dibagi dengan jumlah anggota keluarga.

7. Pengeluaran per kapita merupakan jumlah pengeluaran total rumah tangga selama satu tahun dibagi dengan jumlah anggota keluarga.

(23)

11

Sasaran Penelitian

Sasaran dari penelitian ini yaitu masyarakat yang tinggal di Desa Criwik, Kecamatan Pancur, Kabupaten Rembang, Propinsi Jawa Tengah. Masyarakat yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah rumah tangga yang bekerja sebagai petani penggarap lahan PHBM di kawasan hutan lindung Gunung Lasem.

Jenis dan Sumber Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini yaitu data primer dan data sekunder. Data primer berupa data identitas responden, data ekonomi rumah tangga, data pendapatan rumah tangga, dan data pengeluaran rumah tangga. Sedangkan data sekunder yaitu data keadaan kawasan hutan dan data kondisi desa penelitian. Secara lebih terperinci jenis dan sumber data disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Jenis dan sumber data

(24)

12

Metode Pengambilan Contoh

Pemilihan desa contoh dan sampel responden menggunakan metode purposive sampling. Desa contoh dipilih dengan alasan sebagian besar masyarakat bermata pencaharian sebagai petani dan menggarap lahan PHBM di Hutan Lindung Gunung Lasem. Disamping itu, pemilihan desa contoh juga merupakan saran dari pihak Perum Perhutani KPH Kebonharjo. Selanjutnya pemilihan sampel responden dilakukan dengan memilih masyarakat di desa tersebut yang bermata pencaharian sebagai penggarap lahan PHBM.

Dalam penelitian ini, jumlah petani PHBM yang dijadikan responden sebanyak 30 orang dari jumlah keseluruhan petani PHBM di Desa Criwik Kecamatan Pancur Kabupaten Rembang. Penggunaan metode ini didasarkan pada pertimbangan faktor biaya dan juga faktor-faktor kondisi lapangan, yaitu jarak, akses ke lokasi, cuaca, dan waktu yang tersedia selama proses pengumpulan data.

Metode Pengumpulan Data

Pada penelitian ini metode yang digunakan dalam pengumpulan data yaitu: 1. Observasi

Data dikumpulkan melalui pengamatan secara langsung terhadap berbagai kegiatan di lapangan, keadaan daerah penelitian dan kondisi fisik dari obyek yang diteliti.

2. Wawancara

Data juga dikumpulkan melalui tanya jawab yang dilakukan secara langsung terhadap petani PHBM yang dijadikan sebagai responden, pengurus LMDH, serta berbagai pihak yang terkait untuk melengkapi data dan informasi. Wawancara ini dilakukan dengan cara wawancara kuisioner maupun wawancara bebas. Wawancara kuisioner dilakukan dengan menggunakan daftar kuisioner yang telah disiapkan. Sedangkan wawancara bebas dilakukan tanpa kuisioner mengenai hal-hal yang masih berhubungan dengan penelitian. 3. Studi pustaka

Mencatat dan mengumpulkan data-data sekunder yang diperoleh dari instansi-instansi terkait.

Metode Pengolahan dan Analisis Data Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif digunakan untuk memperoleh gambaran mengenai bentuk program PHBM di hutan lindung, sejarah dan latar belakang pemanfaatan, data umum responden, data pendapatan, data pengeluaran, tingkat kesejahteraan, dan kondisi-kondisi di lapangan yang berkaitan dengan penelitian. Informasi yang diperoleh selanjutnya disajikan dalam bentuk uraian penjelasan dan pemaparan dari informasi-informasi yang diperoleh, penyajian ke dalam bentuk Tabel, tabulasi angka, serta gambar sesuai hasil yang diperoleh berdasarkan kategorinya.

Analisis Kontribusi Program PHBM Terhadap Pendapatan Rumah Tangga Petani

(25)

13

1. Pendapatan total rumah tangga diperoleh dengan persamaan:

keterangan: Itot = pendapatan total rumah tangga

IPHBM = pendapatan dari program PHBM

Inon-PHBM = pendapatan dari kegiatan non-PHBM

2. Pengeluaran total rumah tangga diperoleh dengan persamaan:

keterangan: Ctot = pengeluaran total rumah tangga

Ci = pengeluaran rumah tangga untuk jenis kebutuhan ke-i

3. Pendapatan per kapita dihitung dengan rumus berikut:

keterangan: Ikpt = pendapatan per kapita rumah tangga Itot = pendapatan total rumah tangga Ja = jumlah anggota keluarga

4. Pengeluaran per kapita dihitung dengan rumus berikut:

keterangan: Ckpt = pengeluaran per kapita rumah tangga Ctot = pengeluaran total rumah tangga Ja = jumlah anggota keluarga

5. Besar kontribusi pendapatan dari program PHBM terhadap pendapatan total rumah tangga dihitung dengan rumus sebagai berikut:

keterangan: IPHBM% = kontribusi pendapatan PHBM terhadap total pendapatan rumah tangga

IPHBM = pendapatan dari program PHBM

Itot = pendapatan total rumah tangga

6. Sedangkan proporsi pengeluaran rumah tangga terhadap pendapatan total dihitung dengan rumus sebagai berikut:

keterangan: Ci% = proporsi pengeluaran untuk kebutuhan ke-i terhadap pendapatan total rumah tangga

Ci = pengeluaran rumah tangga untuk jenis kebutuhan ke-i Itot = pendapatan total rumah tangga

Itot= IPHBM + Inon-PHBM

Ctot= ∑Ci

Ikpt = Itot / Ja

Ckpt = Ctot / Ja

IPHBM

IPHBM % = x 100% Itot

Ci

(26)

14

Analisis Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga Petani

Tingkat kesejahteraan petani penggarap lahan PHBM diukur melalui empat pendekatan, yaitu pendekatan Upah Minimum Regional (UMR) Kabupaten Rembang, pendekatan garis kemiskinan Sajogyo (1971) dalam BPS (2008), pendekatan garis kemiskinan menurut Direktorat Tata Guna Tanah Direktorat Jenderal Agraria (Danusaputro et al. 1997), dan pendekatan garis kemiskinan Bank Dunia (CIFOR 2007) seperti yang disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Beberapa kriteria pendekatan garis kemiskinan

Keterangan : * sembilan bahan pokok yang dimaksud yaitu 100 kg beras, 15 kg ikan asin, 6 kg gula pasir, 6 kg minyak goreng, 9 kg garam, 60 liter minyak tanah, 20 batang sabun, 4 meter tekstil kasar, dan 2 meter batik kasar

** US$ 1 = Rp 9.575,00 (per 4 Februari 2013)

Kriteria pendekatan Indikator Garis kemiskinan UMR Pendapatan rumah ≥ UMR Kab. Rembang

tangga (Rp/bulan) (Rp/bulan)

Sajogyo Pengeluaran per kapita > 320 kg/orang/tahun (Rp/orang/tahun) setara

beras (kg/orang/tahun)

Direktorat Tata Guna Tanah Pendapatan per kapita > 125% nilai sembilan bahan per tahun (Rp/orang/tahun) pokok (Rp/orang/tahun)*

(27)

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

Kawasan Hutan Lindung Letak dan Luas

Secara geografis, hutan lindung Gunung Lasem terletak antara 6 ̊ 30‟ s.d. 6 ̊ 60‟ LS dan 111 ̊ 20‟ s.d. 112 ̊ BT. Kawasan hutan lindung Gunung tersebut masuk dalam BKPH Gunung Lasem di bawah KPH (Kesatuan Pemangkuan Hutan) Kebonharjo, Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah. Luas total areal lahan BKPH Gunung Lasem adalah 2.497,74 ha. BKPH Gunung Lasem dibagi menjadi 3 RPH (Resort Pemangkuan Hutan), yaitu RPH Kajar seluas 749,0 ha, RPH Sidowayah seluas 998,8 ha, dan RPH Gandrirejo seluas 733,6 ha (Perum Perhutani 2011).

Berdasarkan administrasi pemerintahan, Hutan Lindung Gunung Lasem termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Kragan, Pancur, dan Lasem, Kabupaten Rembang, Provinsi Jawa Tengah. Luas wilayah Kabupaten Rembang adalah 12.858, 56 ha, sedangkan luas hutan lindung Gunung Lasem adalah 2.497,74 ha. Jadi luas kawasan hutan lindung Gunung Lasem merupakan 19,4% dari total luas wilayah Kabupaten Rembang (AWAI 2002).

Topografi

Kawasan Gunung Lasem berupa bukit-bukit dengan kontur yang tidak beraturan dan jarang ditemui bagian dengan kontur datar dalam luasan yang cukup. Tinggi puncak Gunung Lasem 806 m diatas permukaan laut berada di perbatasan wilayah Kecamatan Kragan dan Kecamatan Sluke . Sebagian besar tingkat kelerengan hutan lindung Gunung Lasem tergolong curam , bahkan ada yang kemiringan lahannya mencapai lebih dari 45 ̊ terutama di petak 9c, petak 10 dan petak 11 (AWAI 2002).

Jenis Tanah

Tanah yang ada di Gunung Lasem sebagian adalah tanah yang memiliki tekstur berupa tanah liat/lempung berpasir dan sebagian lagi tanah liat dengan tekstur berat. Untuk jenis tanah hampir seluruhnya terdiri dari asosiasi litosol dan mediteran coklat kemerahan, hanya di sekitar Gunung Gondosari saja yang merupakan grumusol kelabu tua (Perum Perhutani 2011).

Iklim

Hutan lindung Gunung Lasem menurut Schmidt dan Ferguson mempunyai tipe iklim D dengan rata-rata curah hujan tahunan sebesar 693 mm/th dan rata-rata curah hujan bulanan sebesar 58 mm. Rata-rata jumlah hari hujan adalah 51 hari pertahun dengan temperatur rata -rata berkisar antara 27 ̊ - 32 ̊ C (Perum Perhutani 2011).

Desa Penelitian Letak dan Luas

(28)

16

72,165 ha. Desa Criwik berada pada ketinggian berkisar antara 423-584 mdpl. Batas wilayah desa Criwik adalah sebagai berikut:

Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Sendang Coyo Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Wuwur

Sebelah Timur berbatasan dengan kawasan Hutan Lindung Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Waru Gunung

Kawasan hutan lindung yang berada di sekitar Desa Criwik berada pada petak 20 dan 21 RPH Sidowayah, BKPH Gunung Lasem, KPH Kebonharjo dengan luasan sebesar 170,7 ha (Perum Perhutani 2007).

Pola Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan di Desa Criwik sebagian besar berupa lahan kebun dengan luas 53,525 ha, kemudian pemukiman 18,890 ha, dan lahan pekarangan 2,9538 ha. Secara lebih terperinci pola penggunaan lahan di Desa Criwik diperlihatkan pada Tabel 3.

Tabel 3 Pola penggunaan lahan di lokasi penelitian

Pola penggunaan Luas lahan (ha) Persentase (%)

Kebun 53,525 21,67

Pemukiman 18,890 7,65

Sawah setengah irigasi 0,545 0,22

Kuburan 0,200 0,08

Pekarangan 2,954 1,20

Perkantoran 0,034 0,01

Sarana umum lainnya 0,162 0,07 Hutan lindung 170,700 69,11

Total 247,010 100,00

Sumber data: Monografi desa 2012 Keadaan Penduduk

Berdasarakan data monografi desa dengan pencatatan terakhir tahun 2012, Desa Criwik memiliki jumlah penduduk sebanyak 584 dengan rincian 299 laki-laki dan 285 perempuan. Sedangkan untuk jumlah kepala keluarga ada sebanyak 169 KK, dengan rincian 143 KK laki-laki dan 26 KK perempuan.

Tabel 4 Sebaran umur penduduk

Umur (tahun) Jumlah (orang) Persentase (%)

(29)

17

Dari segi umur, penduduk di Desa Criwik tersebar cukup merata dengan yang terbesar berada pada kisaran umur 41-50 tahun dengan jumlah 89 orang atau sebesar 15,24%. Sedangkan yang paling sedikit berada pada kisaran umur diatas 70 tahun dengan jumlah 51 orang atau sekitar 8,73%. Sebaran umur penduduk secara lebih terperinci disajikan pada Tabel 4.

Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Rembang

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan nilai pembangunan dan kemajuan sumberdaya manusia. Sebagai ukuran kualitas hidup, IPM dibangun melalui pendekatan tiga dimensi dasar yaitu kesehatan, tingkat pendidikan, dan standar hidup layak. Untuk mengukur dimensi kesehatan digunakan angka harapan hidup, dimensi tingkat pendidikan diukur melalui gabungan indikator angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah, sedangkan untuk mengukur dimensi hidup layak digunakan indikator kemampuan daya beli (Purchasing Power Parity) (BPS 2007).

Nilai Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Rembang pada tahun 2009 termasuk pada kategori baik yaitu sebesar 71,55. Angka ini meningkat dibandingkan dengan tahun 2008 yang hanya mencapai 71,12 atau meningkat sebesar 0,43, sedangkan di tahun 2010 meningkat menjadi 72,28. Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 IPM Kabupaten Rembang tahun 2008-2010

No Indikator Tahun

2008 2009 2010 1 Usia harapan hidup (tahun) 69,91 70,02 70,18 2 Rata-rata lama sekolah 6,65 6,85 7,01 3 Angka melek huruf 88,79 89,43 89,77 4 Pengeluaran riil per kapita 639.290,00 640.280,00 645.460,00 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 71,12 71,55 72,28

Sumber data: Bappeda Kabupaten Rembang 2011

(30)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Implementasi Program PHBM di Lokasi Penelitian

Pelaksanaan PHBM di desa Criwik berawal dari konflik penjarahan lahan oleh masyarakat di desa tersebut pada lahan yang merupakan hutan lindung. Konflik lahan tersebut terjadi di petak 20d, 20e, 20f, dan 21a RPH Sidowayah BKPH Gunung Lasem KPH Kebonharjo. Kurangnya lahan pertanian dan kemiskinan merupakan faktor utama penyebab terjadinya penjarahan lahan oleh masyarakat di desa Criwik tersebut. Jadi PHBM di desa Criwik merupakan resolusi konflik penjarahan lahan yang terjadi pada tahun 1997 dan tahun 1999 silam. Resolusi konflik tersebut berupa diperbolehkannya masyarakat memanfaatkan lahan tersebut dengan syarat tidak boleh menebang pohon yang ada pada lahan tersebut. Selain itu pemanfaatan juga tidak boleh bersifat intensif dan tidak boleh ditanami padi maupun palawija.

Gambar 1 Kondisi fisik lahan PHBM

Kondisi lahan PHBM di desa Criwik tersebut pada saat ini umumnya didominasi dengan jenis tanaman Sonokeling (Dalbergia latifolia), Mahoni (Swietenia mahagoni), Pulai (Alstonia scholaris), Iwil-iwil (Sterculia campanulata), Kemiri (Aleurites Moluccana), Johar (Cassia seamea), Kepoh (Sterculia foetida), Flamboyan (Delonix regia), Durian (Durio zibethinus), Nangka (Artocarpus heterophyllus), Kelem/Kweni (Mangifera odorata), Petai (Parkia speciosa), dan Sengon buto (Enterolobium cyclocarpum).

(31)

19

dan juga daun Sirih (Piper betle). Sedangkan pemungutan HHNK berupa buah-buahan yaitu Durian (Durio zibethinus), Nangka (Artocarpus heterophyllus), Kelem/Kweni (Mangifera odorata), Pisang (Musa paradisiaca) dan HHNK selain buah yaitu Kemiri (Aleurites moluccana) dan Cengkeh (Syzygium aromaticum). Gambaran mengenai kondisi fisik lahan PHBM dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 2 Kondisi fisik lahan milik

Selain memiliki lahan PHBM atau biasa disebut oleh responden sebagai lahan sanggem, responden pada umumnya juga memiliki areal ladang/kebun milik sendiri. Ladang/kebun ini mayoritas tanamannya adalah pohon buah-buahan yaitu Durian (Durio zibethinus), Nangka (Artocarpus heterophyllus), dan Kelem/Kweni (Mangifera odorata) yang sebagian besar sudah berada pada usia yang menghasilkan (berbuah). Selain itu responden juga menanami empon-empon pada kebun tersebut meskipun jenis dan jumlahnya relatif lebih sedikit dibandingkan dengan yang ditanam di lahan sanggem. Jenis empon-empon yang biasa ditanam di kebun tersebut adalah Jahe (Zingiber officinale), Lengkuas (Alpinia galanga), Kunyit (Curcuma domestica), dan Temulawak (Curcuma xanthorrhiza). Ilustrasi mengenai kondisi fisik lahan milik dapat dilihat pada Gambar 2.

Karakteristik Responden Umur

Berdasarkan data yang dikumpulkan, umur responden yang paling muda adalah 33 tahun dan yang paling tua berumur 73 tahun. Data mengenai umur responden disajikan melalui Tabel 6.

(32)

20

Tabel 6 Sebaran umur responden

Umur (tahun) Jumlah (orang) Persentase (%)

30-39 7 23,33

Menurut Muttaqien (2006) penduduk usia produktif berkisar antara umur 15-65 tahun, berdasarkan hasil yang diperoleh dari lapangan maka jumlah responden yang berada pada kisaran usia produktif ada sebanyak 25 orang responden dengan persentase sebesar 83,33%.

Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan dapat menjadi indikator status sosial dalam masayarakat, semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin tinggi pula status sosialnya di dalam masyarakat tersebut. Data tingkat pendidikan responden dalam penelitian ini bisa dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Tingkat pendidikan responden

Tingkat pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%)

Tidak bersekolah 2 6,67 responden (6,67%) yang tidak bersekolah. Rendahnya tingkat pendidikan dipicu oleh besarnya biaya untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Tingkat pendidikan yang masih rendah menyebabkan keterbatasan kemampuan apalagi disertai dengan tekanan untuk memenuhi kebutuhan hidup rumah tangga sehingga kebanyakan usaha yang dilakukan adalah dengan meneruskan kelola lahan yang telah diwariskan atau pergi keluar desa untuk mendapatkan pekerjaan lain.

Pekerjaan Utama dan Sampingan

Sebagian besar masyarakat di Desa Criwik mengandalkan pertanian sebagai mata pencaharian utama. Jenis pertanian yang mereka kerjakan adalah bertani kebun baik di lahan milik maupun lahan PHBM dengan hasil berupa empon-empon/rempah-rempah dan buah-buahan. Data pekerjaan utama dan sampingan resonden secara lebih rinci dapat dilihat pada Tabel 8.

(33)

21

(10%). Gambaran dari berbagai aktifitas pekerjaan di lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.

Tabel 8 Data pekerjaan responden

Pekerjaan utama Pekerjaan sampingan Jumlah (orang) Persentase (%)

Bertani - 22 73,33

Bertani Pedagang 1 3,33

Bertani Buruh bangunan 3 10,00

Bertani Sopir 1 3,33

Sopir Bertani 1 3,33

Buruh Bertani 2 6,67

Jumlah 30 100,00

Gambar 3 Aktifitas pekerjaan di lokasi penelitian

Pendapatan Responden

Pendapatan dihitung dalam jangka waktu satu tahun berdasarkan perolehan responden dari pekerjaan masing-masing baik dari kegiatan PHBM maupun kegiatan non-PHBM. Pendapatan yang berasal dari kegiatan PHBM dihitung dari penjualan empon-empon, buah-buahan, dan pemungutan HHNK (Hasil Hutan Non Kayu) yang lainnya. Sedangkan pendapatan dari kegiatan non-PHBM dihitung dari hasil bertani kebun di lahan milik dan dari hasil pekerjaan lainnya yaitu berdagang, buruh, jasa. Data penghasilan responden disajikan pada Tabel 9.

Dari Tabel 9 memberikan informasi bahwa secara keseluruhan pendapatan dari kegiatan non-PHBM lebih besar apabila dibandingkan dengan pendapatan dari kegiatan PHBM. Hal ini menunjukkan bahwa pendapatan dari kegiatan PHBM hanya bersifat sebagai tambahan pendapatan bagi masyarakat di desa Criwik.

(34)

22

Tabel 9 Data pendapatan responden

Sumber pendapatan

Jumlah Rata-rata Persentase (RP/30 3. Pekerjaan lainnya 37.600.000 1.253.333,33 104.444,44 9,79 Total 384.082.000 12.802.733,33 1.066.894,44 100,00

Untuk pendapatan dari kegiatan pertanian non-PHBM, empon-empon memberikan hasil sebesar Rp 110.970.000,-/tahun atau rata-ratanya sebesar Rp 308.250,-/bulan/responden. Nilai rata-rata ini tidak jauh berbeda dari pendapatan empon-empon yang diperoleh dari kegiatan PHBM yang memiliki rata-rata Rp 335.200,-/bulan/responden. Akan tetapi untuk hasil penjualan berupa buah-buahan, pendapatan dari lahan milik memberikan hasil yang jauh lebih besar daripada hasil penjualan buah-buahan dari lahan PHBM meskipun sudah ditambah dengan hasil pemungutan HHNK-nya. Hasil penjualan buah-buahan dan HHNK lainnya dari lahan PHBM memiliki rata-rata hanya sebesar Rp 22.416,67,-/bulan/responden, sedangkan dari lahan milik hasil penjualan buah-buahan mencapai rata-rata sebesar Rp 296.583,33,-/bulan/responden dengan nilai total sebesar Rp 106.770.000,-/tahun untuk keseluruhan responden.

Untuk pendapatan yang diperoleh dari pekerjaan lainnya dan bukan berasal dari kegiatan pertanian baik PHBM maupun non-PHBM memberikan hasil sebesar Rp 37.600.000,-/tahun dengan rata-rata sebesar Rp 104.444,44,-/bulan/responden. Dari hal ini terlihat jelas bahwa pertanian memegang perananan yang sangat penting sebagai sumber pendapatan utama bagi masyarakat di Desa Criwik baik pertanian di lahan milik maupun pertanian di lahan PHBM.

Ada hal menarik yang dijumpai di lokasi penelitian dimana biasanya kegiatan pemanfaatan lahan PHBM dilakukan dengan menanam tanaman pangan seperti Jagung, Ketela, ataupun Padi Gogo. Akan tetapi di lokasi penelitian lahan PHBM malah ditanami tanaman empon-empon/rempah-rempah. Hal lain yang cukup menarik adalah empon-empon tersebut justru dijadikan sebagai sumber pendapatan utama oleh petani PHBM dan selain ditanam di lahan PHBM, empon juga ditanam pada lahan milik. Pendapatan dari hasil penjualan empon-empon ini memberikan kontribusi sebesar 60,31% terhadap total pendapatan.

(35)

23

melalui kegiatan pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa lingkungan, dan pemungutan hasil hutan bukan kayu. Selanjutnya pada pasal 24 ayat 1 disebutkan bahwa pemanfaatan kawasan pada hutan lindung dapat dilakukan antara lain melalui kegiatan usaha budidaya tanaman obat, budidaya tanaman hias, budidaya jamur, budidaya lebah, penangkaran satwa liar, rehabilitasi satwa, atau budidaya hijauan makanan ternak. Itulah mengapa pihak Perum Perhutani KPH Kebonharjo melarang masyarakat di Desa Criwik untuk menanam padi maupun palawija dan memperbolehkan masyarakat menanam empon-empon sebagai tanaman untuk pemanfaatan lahan di bawah tegakan (PLDT) dalam program PHBM tersebut, supaya program PHBM tersebut memiliki payung hukum yang jelas dan kuat.

Dalam hal penjualan komoditas pertanian baik dari lahan PHBM maupun lahan milik biasanya dilakukan melalui tengkulak. Untuk penjualan empon-empon, responden biasanya menjual kepada pengumpul/tengkulak lokal, kemudian oleh tengkulak lokal dibawa ke pasar Lasem untuk dijual lagi kepada tengkulak yang lebih besar atau dijual langsung kepada konsumen. Sedangkan untuk komoditi berupa buah-buahan selain dijual kepada tengkulak lokal biasanya banyak juga tengkulak yang berasal dari luar desa seperti tengkulak dari Lasem, Sluke, dan Rembang, bahkan ada tengkulak yang berasal dari luar Kabupaten seperti tengkulak dari Pati dan Jepara yang datang langsung ke lokasi untuk membeli buah-buahan agar mendapatkan harga yang lebih rendah. Lokasi transaksi untuk penjualan buah-buahan juga agak sedikit berbeda, transaksi biasanya tidak dilakukan di pasar melainkan dilakukan di balai desa atau langsung di kebun milik responden. Gambar 4 menunjukkan aktifitas penjualan empon-empon kepada tengkulak lokal di lokasi penelitian.

Gambar 4 Penjualan empon-empon kepada tengkulak lokal

(36)

24

Pendapatan total = 2904273 + 1,04 Jahe + 0,176 Lengkuas + 0,685 Kunyit + 1,18 Temulawak - 1,62 Temuireng - 0,4 Rempuyang - 3,87 Kunci - 0,7 Daun sirih + 1,08 Durian + 0,694 Nangka + 5,11 Kweni - 2,48 Pisang - 0,49 Kemiri - 1,41 Cengkeh

R-Sq = 83,9%

Dari persamaan tersebut diperoleh koefisien determinasi (R-Sq) sebesar 83,9%, angka tersebut menunjukkan bahwa 83,9% informasi dari variabel tak bebas (pendapatan total) telah dapat dijelaskan oleh variabel-variabel bebas yang digunakan dalam persamaan. Sedangkan sisa informasi yaitu sebesar 16,1% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam persamaan.

Pengeluaran Responden

Pengeluaran responden untuk setiap rumah tangga berbeda-beda. Selain dipengaruhi faktor pendapatan, pengeluaran rumah tangga sangat dipengaruhi oleh jumlah anggata keluarga yang ada dalam rumah tangga tersebut. Pengeluaran responden dihitung dalam jangka waktu satu tahun untuk semua keperluan yang digunakan dalam memenuhi kebutuhan hidup. Pengeluaran ini pada umumnya dibedakan menjadi pengeluaran untuk keperluan pangan/konsumsi dan pengeluaran non-pangan. Pengeluaran non-pangan yang diperoleh dari hasil wawancara dengan responden antara lain pengeluaran untuk sandang, sarana rumah tangga, pendidikan, transportasi, kesehatan, dan pengeluaran untuk pajak. Data pengeluaran responden dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Data pengeluaran responden 1. Pangan 206.400.000 6.880.000,00 573.333,33 62,51 2. Sandang 8.900.000 296.666,67 24.722,22 2,70 3. Sarana RT 23.778.000 792.600,00 66.050,00 7,20 4. Pendidikan 37.080.000 1.236.000,00 103.000,00 11,23 5. Transportasi 38.448.000 1.281.600,00 106.800,00 11,64 6. Kesehatan 12.360.000 412.000,00 34.333,33 3,74 7. Pajak 3.215.500 107.183,33 8.931,94 0,97 Total 330.181.500 11.006.050,00 917.170,83 100,00

(37)

25

sisanya yaitu 21 orang (70%) responden memiliki proporsi pengeluaran di bawah 70%. Hal ini menunjukkan bahwa secara umum masyarakat di Desa Criwik memiliki kesejahteraan yang cukup baik.

Untuk keperluan sandang biasanya responden melakukan pengeluarannya ketika menjelang hari raya Lebaran/Idul Fitri. Selain pada hari raya tersebut jarang ada responden yang membelanjakan pendapatannya untuk keperluan sandang. Besar pengeluaran responden yang dialokasikan untuk pengeluaran sandang rata-rata sebesar Rp 296.666,67,-/tahun/responden atau sebesar Rp 24.722,22,-/bulan/responden. Kalau dibandingkan dengan pengeluaran total responden, proporsi pengeluaran untuk sandang adalah sebesar 2,7% dari pengeluaran total responden.

Pengeluaran untuk sarana rumah tangga dihitung dari pengeluaran untuk keperluan listrik, air, dan keperluan rumah tangga lainnya seperti peralatan mandi dan mencuci, pengeluaran untuk kompor gas, kayu bakar, minyak goreng, dan lain sebagainya. Pengeluaran untuk sarana rumah tangga ini memiliki rata-rata pengeluaran sebesar Rp 66.050,-/bulan atau memiliki proporsi sebesar 7,20% apabila dibandingkan dengan pengeluaran total rumah tangga.

Pengeluaran untuk pendidikan bagi setiap responden besarnya sangat bervariasi, hal ini dipengaruhi oleh jumlah anggota yang berada di bangku pendidikan dan tinggi dari jenjang pendidikan yang diikuti oleh anggota keluarga tersebut. Besarnya pengeluaran rata-rata yang dikeluarkan oleh responden untuk pendidikan sebesar Rp 103.000,-/bulan/responden atau proporsinya sekitar 11,23% dari total pengeluarannya.

Untuk kegiatan transportasi pengeluaran rata-rata yang dikeluarkan responden adalah sebesar Rp 106.800,-/bulan untuk satu responden atau setara dengan 11,64% dari pengeluaran total yang dibelanjakan responden. Sedangkan untuk keperluan kesehatan pengeluaran rata-rata responden hanya sebesar Rp 34.333,33,-/bulan/responden atau proporsinya hanya sebesar 3,74%. Dari hasil wawancara dengan responden, mereka mengungkapkan bahwa mereka jarang sakit, selain itu ada beberapa responden yang memiliki kartu jaminan kesehatan baik dari pemerintah pusat berupa Jamkesmas (Jaminan Kesehatan Masyarakat) maupun dari pemerintah kabupaten berupa JKRS (Jaminan Keluarga Rembang Sehat) sehingga biaya yang mereka keluarkan untuk kesehatan relatif kecil.

(38)

26

Gambar 5 Pengambilan data melalui wawancara

Kontribusi PHBM Terhadap Pendapatan Responden

Kegiatan PHBM memberikan kontribusi terhadap pendapatan rumah tangga responden. Kontribusi kegiatan PHBM terhadap pendapatan responden berasal dari hasil pemanfaatan lahan di bawah tegakan (PLDT) berupa empon-empon, dan juga berasal dari pemungutan hasil hutan non kayu (HHNK) berupa buah-buahan, kemiri, dan cengkeh. Hasil kontribusi pendapatan dari berbagai bidang usaha/kegiatan termasuk PHBM disajikan pada Tabel 11.

Tabel 11 memberikan penjelasan bahwa kegiatan PHBM memberikan kontribusi sebesar 33,52% terhadap total pendapatan responden (dari empon-empon sebesar 31,42% ditambah buah-buahan sebesar 0,77%, dan ditambah HHNK lainnya 1,33%). Selanjutnya dari hasil non-PHBM memberikan kontribusi sebesar 66,48% terhadap total pendapatan. Kontribusi pendapatan dari kegiatan non-PHBM ini berasal dari hasil pertanian di lahan milik sebesar 56,69% (dari empon-empon sebesar 28,89% ditambah buah-buahan 27,80%) dan dari pekerjaan yang lainnya sebesar 9,79%.

Tabel 11 Kontribusi berbagai sumber pendapatan terhadap total pendapatan responden

Indikator Kontribusi (%)

1. Persentase pendapatan PHBM empon-empon terhadap pendapatan total 31,42

2. Persentase pendapatan PHBM buah-buahan terhadap pendapatan total 0,77

3. Persentase pendapatan PHBM dari HHNK lainnya terhadap pendapatan total 1,33

4. Persentase total pendapatan PHBM terhadap pendapatan total 33,52

5. Persentase pendapatan empon-empon di lahan milik terhadap pendapatan total 28,89

6. Persentase pendapatan buah-buahan di lahan milik terhadap pendapatan total 27,80

7. Persentase total pendapatan pertanian di lahan milik terhadap pendapatan total 56,69

8. Persentase total pendapatan empon-empon (keseluruhan) terhadap pendapatan total 60,31

9. Persentase total pendapatan buah-buahan (keseluruhan) terhadap pendapatan total 28,57

10. Persentase total pendapatan non-PHBM terhadap pendapatan total 66,48

11. Persentase total pendapatan agraria (pertanian) terhadap pendapatan total 90,21

(39)

27

Total pendapatan responden yang diperoleh dari bidang usaha agraria (pertanian) sendiri memberikan kontribusi yang sangat besar yaitu 90,21% terhadap pendapatan total responden, sedangkan kontribusi dari pekerjaan lainnya (non agraria) hanya sebesar 9,79% dari pendapatan total responden. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan pertanian masih menjadi tumpuan utama sumber pendapatan responden, baik itu kegiatan pertanian di lahan PHBM maupun kegiatan pertanian di lahan milik.

Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga Responden

Tingkat kesejahteraan atau garis kemiskinan rumah tangga responden diukur menggunakan empat pendekatan, yaitu pendekatan Upah Minimum Regional (UMR) Kabupaten Rembang, garis kemiskinan menurut Sajogyo, garis kemiskinan menurut Direktorat Tata Guna Tanah, dan garis kemiskinan Bank Dunia.

Metode pendekatan dengan UMR berusaha melihat tingkat kesejahteraan dalam ruang lingkup daerah (Kabupaten). Rumah tangga dikatakan sejahtera apabila pendapatan total rumah tangga per bulan sama atau lebih besar daripada nilai UMR Kabupaten di daerah tersebut. UMR Kabupaten Rembang pada tahun 2013 adalah sebesar Rp 896.000,-/bulan sehingga apabila sebuah rumah tangga memiliki pendapatan diatas nilai tersebut maka rumah tangga tersebut sejahtera dan apabila di bawah nilai tersebut berarti tidak sejahtera atau miskin.

Berikutnya metode pendekatan garis kemiskinan Sajogyo dan pendekatan garis kemiskinan menurut Direktorat Tata Guna Tanah digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan dalam ruang lingkup nasional. Menurut kriteria pendekatan Sajogyo dalam BPS (2008), rumah tangga dikatakan sejahtera apabila pengeluaran per kapita per tahun dari masing-masing anggota rumah tangga responden lebih besar dari nilai tukar beras sebanyak 320 kg per tahun. Agar pengeluaran per kapita dari masing-masing anggota rumah tangga dapat dibandingkan dengan 320 kg beras, maka pengeluaran per kapita tersebut harus dikonversi menjadi sejumlah beras yang dikonsumsi dalam waktu satu tahun. Harga beras pada saat penelitian adalah Rp 8.000,-/kg sehingga untuk mengkonversinya pengeluaran per kapita harus dibagi dengan Rp 8.000,-. Selanjutnya menurut Direktorat Tata Guna Tanah, Direktorat Jenderal Agraria (Danusaputro 1997), rumah tangga dikatakan sejahtera apabila pendapatan per kapita per tahun dari setiap anggota rumah tangga lebih besar dari 125% dari nilai total sembilan bahan pokok yang dinilai dengan harga setempat. Sembilan bahan pokok tersebut yaitu 100 kg beras, 15 kg ikan asin, 6 kg gula pasir, 6 kg minyak goreng, 9 kg garam, 60 liter minyak tanah, 20 batang sabun, 4 meter tekstil kasar, dan 2 meter batik kasar.

(40)

28

Tabel 12 Tingkat kesejahteraan responden dari berbagai pendekatan

Kriteria Persentase (%) Tingkat kesejahteraan Miskin Tidak miskin

UMR Kab.Rembang 30,00 70,00 Sejahtera/tidak miskin Sajogyo 33,33 66,67 Sejahtera/tidak miskin Direktorat Tata Guna Tanah* 0 100,00 Sejahtera/tidak miskin Bank Dunia 43,33 56,67 Sejahtera/tidak miskin

* Bahan pokok berupa minyak tanah diganti dan disetarakan dengan kayu bakar

Berdasarkan data yang disajikan pada Tabel 12, dengan pendekatan garis kemiskinan UMR Kabupaten Rembang terdapat 9 orang atau sebesar 30% responden yang tergolong miskin, sedangkan sisanya 21 orang atau sebesar 70% responden tergolong tidak miskin.

Berikutnya dengan pendekatan Sajogyo ada sejumlah 10 orang atau sebesar 33,33% responden yang miskin, sedangkan 20 orang responden atau sebesar 66,67% tidak miskin.

Selanjutnya dengan pendekatan garis kemiskinan Direktorat Tata Guna Tanah dari 30 orang responden 100% atau seluruhnya tergolong tidak miskin, dengan catatan salah satu komponen 9 bahan pokok yang digunakan sebagai standar garis kemiskinan yaitu minyak tanah diganti dan disetarakan dengan kayu bakar. Hal ini dilakukan karena penggunaan minyak tanah sebagai komponen 9 bahan pokok di lokasi penelitian dianggap tidak relevan, sebab di lokasi penelitian sudah tidak ada lagi masyarakat yang menggunakan minyak tanah untuk keperluan rumah tangga. Akan tetapi untuk keperluan rumah tangga, masyarakat di lokasi penelitian lebih banyak menggunakan kayu bakar dan dikombinasikan dengan sedikit penggunaan kompor gas. Apabila komponen 9 bahan pokok berupa minyak tanah tersebut tidak diganti, maka akan terdapat 5 orang atau 16,67% responden yang tergolong miskin, sedangkan 25 orang sisanya atau sebesar 83,33% responden termasuk kategori tidak miskin.

Kemudian berdasarkan pendekatan garis kemiskinan Bank Dunia terdapat 13 orang responden atau sebesar 43,33% termasuk kategori miskin, sedangkan 17 orang responden lainnya atau sebesar 56,67% dari keseluruhan responden tergolong tidak miskin.

(41)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Pendapatan rumah tangga responden di Desa Criwik berasal dari hasil kegiatan PHBM maupun non PHBM. Pendapatan dari kegiatan PHBM berasal dari penjualan empon-empon (Jahe, Lengkuas, Kunyit, Kunci, Temulawak, Temuireng, Rempuyang, daun Sirih), penjualan buah (Nangka, Kelem, Pisang), dan hasil hutan non kayu yang lainnya (Kemiri, Cengkeh). Pendapatan dari kegiatan non PHBM berasal dari kegiatan bertani kebun (dengan hasil berupa buah yaitu Durian, Nangka, Kelem dan empon-empon yaitu Jahe, Lengkuas, Kunyit, dan Temulawak), kegiatan perdagangan, buruh, dan jasa.

2. Rata-rata pendapatan total rumah tangga responden adalah Rp 1.066.894,44,-/bulan/responden. Pendapatan responden dari kegiatan PHBM rata-ratanya sebesar Rp 357.616,67,-/bulan/responden, sedangkan dari kegiatan non PHBM rata-ratanya sebesar Rp 709.277,78,-/bulan/responden. Pendapatan dari kegiatan PHBM ini memberikan kontribusi sebesar 33,52% dari pendapatan total responden, sedangkan pendapatan dari kegiatan non PHBM memberikan kontribusi sebesar 66,68% dari pendapatan total responden.

3. Dari segi tingkat kesejahteraan, petani penggarap lahan PHBM di Desa Criwik dapat dikatakan berada pada kategori sejahtera. Sebagai buktinya, untuk keempat kriteria pendekatan, baik itu pendekatan UMR Kabupaten Rembang, Sajogyo, Direktorat Tata Guna Tanah, maupun Bank Dunia terdapat lebih dari 50% responden yang berada pada kategori tidak miskin.

Saran

1. Perum Perhutani perlu mengembangkan koperasi yang dapat mewadahi penjualan hasil-hasil pertanian baik dari kegiatan PHBM maupun non PHBM terutama empon-empon, agar harga penjualan dari empon-empon tidak mengalami fluktuasi yang besar sehingga sering merugikan petani pesanggem.

2. Perum Perhutani perlu mengadakan pendampingan PHBM yang lebih intensif agar proses penyuluhan dan juga pengawasan menjadi lebih efektif, sehingga penyelenggaraan program PHBM tersebut menjadi lebih optimal dan fungsi utama dari hutan lindung sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan dapat terjamin kelestariannya.

3. Perum Perhutani perlu memperjelas peraturan yang menjadi payung hukum dari penyelenggaraan program PHBM di hutan lindung Gunung Lasem tersebut agar legalitas dari program PHBM menjadi terjamin sehingga pengelolaan dan administrasi akan lebih mudah dilakukan.

Gambar

Tabel 1 Jenis dan sumber data
Tabel 2 Beberapa kriteria pendekatan garis kemiskinan
Tabel 3 Pola penggunaan lahan di lokasi penelitian
Gambar 1 Kondisi fisik lahan PHBM
+6

Referensi

Dokumen terkait

Variabel-variabel dalam penelitian ini yang meliputi variabel independen (eksogen, bebas) yaitu gaya kepemimpinan (X1), motivasi (X2), disiplin (X3), dan variabel

Bagi mahasiswa yang mengalami bentrok atau kelas tidak dibuka sehingga membutuhkan persetujuan mata kuliah baru, maka dapat mengisi google

Memang tepat kiranya jika fenomena ini kita sebut dengan istilah ‘lokalisasi agama’, karena lokalisasi memang identik dengan pelacuran, dan tawar-menawar dengan ‘aqidah

Elkoga Radio adalah suatu perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa, maka Elkoga Radio dituntut untuk memberikan pelayanan yang dianggap paling memuaskan bagi

Jaringan yang mengangkut air dan zat-zat yang terlarut di dalamnya dari akar menuju daun disebut xilem. Xilem terdiri dari beberapa macam sel, yaitu sel

Maka akan ditampilkan data yang dikirimkan oleh server ke browser (klien), sedangkan skrip aslinya (awal.php) tidak bisa dilihat oleh klien (pengguna).. 8 Rahasia Inti Master PHP

Giriş bölümünde, “Tarih İçinde Yunanlılar” konusu işle­ necektir. Yunanca’nm gelişimi ve tarihi, çağdaş Yunanlılık’ın bir öğesini oluşturan Ortodoksluk ve

Pada penelitian ini dilakukan pembuatan website administrasi pengelolaan sampah dengan menggunakan database server MySQL, pada web server Apache, dan perancangan