• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-faktor risiko hipertensi pada peserta pelatihan pimpinan III dan IV di Pusat Pelatihan Manajemen dan Kepimpinan Pertanian Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Faktor-faktor risiko hipertensi pada peserta pelatihan pimpinan III dan IV di Pusat Pelatihan Manajemen dan Kepimpinan Pertanian Bogor"

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR-FAKTOR RISIKO HIPERTENSI PADA PESERTA

PELATIHAN PIMPINAN III DAN IV DI PUSAT PELATIHAN

MANAJEMEN DAN KEPEMIMPINAN PERTANIAN BOGOR

FERRY HAKI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudulFaktor-Faktor Risiko Hipertensi pada Peserta Pelatihan Pimpinan III dan IV di Pusat Pelatihan Manajemen dan Kepemimpinan Pertanian Bogor adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Januari 2013

Ferry Haki

(4)

RINGKASAN

FERRY HAKI. Faktor-Faktor Risiko Hipertensi pada Peserta Pelatihan Pimpinan III dan IV di Pusat Pelatihan Manajemen dan Kepemimpinan Pertanian, Bogor.Dibimbing oleh HIDAYAT SYARIEF dan LILIK KUSTIYAH.

Prevalensi hipertensi di Indonesia adalah cukup tinggi. Hipertensi yang berat dapat menyebabkan penyakit-penyakit yang serius seperti Penyakit Jantung Koroner (PJK), stroke dan gagal ginjal. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji faktor-faktor risiko yang melekat atau tidak dapat diubah (faktor demografi dan riwayat keluarga) dan faktor risiko yang dapat diubah (pola hidup dan status kesehatan). Penelitian ini menggunakan rancangan studi kasus kontrol. Responden penelitian ini adalah peserta pelatihan Pimpinan III dan IV di Pusat Pelatihan Manajemen dan Kepemimpinan Pertanian Bogor. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 96 terdiri dari 48 kasus yang hipertensi dan 48 kontrol. Analis data pada penelitian ini dengan menggunakan analisis bivariate dan multivariate serta regresi linier. Lebih dari tigaperempat dari semua responden (80.2%) adalah berumur 40 tahun atau lebih, dimana kelompok yang hipertensi adalah 83,3% dan kelompok yang tidak hipertensi adalah 77.1%. Lebih dari tigaperempat (78.1%) responden adalah laki-laki, dimana tidak ada perbedaan proporsi antara yang hipertensi dan tidak, yakni masing-masing sebanyak 77.1% dan 79.2%. Pada kelompok riwayat keluarga hipertensi, kelompok kasus yang ada riwayat keluarga hipertensi adalah 62.5% dan ini lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol yaitu 41.7%. Pada pola hidup yang meliputi kebiasaan makan makanan berlemak dan makanan asin, kebiasaan olahraga dan kebiasaan merokok juga diteliti. Pada penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan siknifikan (p<0.05) antara kelompok kasus dan kontrol pada pola hidup ini. Tidak ada perbedaan signifikan (p<0.05) antara kelompok kasus dan kontrol pada status kesehatan responden yang meliputi status gizi (BMI) dan penggunaan kontrasepsi estrogen (khusus pada responden yang perempuan) kecuali pada variabel keberadaan stres. Variabel yang berpengaruh secara signifikan (p<0.05) dengan terjadinya hipertensi adalah riwayat keluarga yang hipertensi dan keberadaan stres.

(5)

SUMMARY

FERRY HAKI. Risk Factors of Hypertension of Grade III and IV Leadership Training Participants at Center of Management and Leadership Agricultural Training, Bogor. Supervised by HIDAYAT SYARIEF and LILIK KUSTIYAH.

Prevalence of hypertension in Indonesia is quite high. The severe hypertension will cause serious disease such as coronary heart disease, stroke and kidney failure. The purpose of this study was to assess the risk factors of hypertension which include the inherent factors such a demographic factors and family history and modifiable risk factors such a lifestyle and health status. This study used a case-control study design. The respondents were the participants of grade III and IV leadership training at Center of Management and Leadership Agricultural Training, Bogor. The sample of this study were 96 participants consisting of 48 cases (hypertension) and 48 controls. Analysis of the data was bivariate and multivariate with linier regression. More than three quarters of respondents (80.2%) aged 40 years old and over, where the group of hypertension was 83.3% and group with no hypertension was 77.1%. More than three quarters of the respondents (78.1%) were male, where there is no different proportion between hypertension dan no hypertension group were 77.1% and 79.2%. In term of hypertension family history, the case group with family history of hypertension was 62.5%, more than the control group with family history of hypertension was only 41.7%. Life style, which include eating fatty and salty foods habits, exercise, and smoking habits were also studied. The study refeal that there is no significant different (p <0.05) between the cases and control group in life style. There was no significant (p< 0.05) between the cases and control group in health status which include the nutritional status (BMI) and estrogen contraceptive usage (specific for female respondents), except the presence of stress. The variables which significant (p<0.05) with hypertension were family history of hypertension and presence of stress.

(6)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2013

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(7)

FAKTOR-FAKTOR RISIKO HIPERTENSI PADA PESERTA

PELATIHANPIMPINAN III DAN IV DI PUSAT PELATIHAN

MANAJEMEN DAN KEPEMIMPINAN PERTANIAN BOGOR

FERRY HAKI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

Judul Tesis : Faktor-Faktor Risiko Hipertensi pada Peserta Pelatihan Pimpinan III dan IV di Pusat Pelatihan Manajemen dan Kepimpinan

Pertanian Bogor Nama : Ferry Haki NIM : I151090121

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Ketua

Prof. Dr. Ir. Hidayat Syarief, MS

Anggota

Dr. Ir. Lilik Kustiyah, M.Si

Diketahui oleh,

Ketua Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat

NIP. 19640731 199003 1001

drh. M.Rizal M. Damanik, MRepSc, PhD

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr. NIP. 19650814 199002 1 001

(10)

PRAKATA

Sembah sujud penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dengan judul “Faktor-Faktor Risiko Hipertensi pada Peserta Pelatihan Pimpinan III dan IV di Pusat Pelatihan Manajemen dan Kepimpinan Pertanian Bogor”, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar magister dalam bidang gizi masyarakat.

Ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya penulis ucapkan kepada Prof. Dr. Ir. Hidayat Syarief, MS selaku Ketua Komisi Pembimbing dalam penelitian ini dan Dr. Ir. Lilik Kustiyah, M.Si, selaku anggota komisi pembimbing yang telah dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing penulis, memberikan arahan, wawasan yang sangat berharga dalam pelaksanaan penelitian ini. Semoga Allah membalas jerih payah beliau dengan balasan yang baik.Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada Dr. Ir. Hadi Riyadi, MS sebagai Dosen pembahas pada saat kolokium yang telah memberikan masukan yang sangat berharga untuk penyempurnaan penelitian ini.

Ucapan terima kasih yang mendalam terhadap ibunda, mertua di Surabaya dan terkhusus istri tercinta serta anak-anak tersayang atas dukungan doa dan semangat dalam menyelesaikan penelitian ini semoga kita semua selalu tetap sehat dan selalu dalam lindungan Allah SWT serta diberikan kemudahan dan kelapangan dada dalam menghadapi kehidupan ini.

Akhirnya penulis menyadari penelitian ini masih jauh dari sempurna.Namun penulis berharap penelitian ini dapat memberikan sumbangan serta manfaat sekecil apapun kepada dunia pengetahuan, masyarakat dan penulis lainnya.

Bogor, Januari 2013

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... x

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 1

TINJAUAN PUSTAKA ... 2

Gambaran Umum Penyakit Tidak Menular ... 2

Hipertensi ... 4

Pengertian hipertensi ... 4

Patogenesis hipertensi ... 5

Gejala klinis hipertensi ... 6

Diagnosis hipertensi... 6

Pengukuran tekanan darah ... 7

Pemeriksaan penunjang hipertensi ... 7

Jenis-jenis hipertensi ... 7

Faktor resiko hipertensi ... 8

Penatalaksanaan hipertensi ... 11

KERANGKA PEMIKIRAN ... 13

METODE ... 14

Desain, Waktu dan Tempat ... 14

Cara Penetapan Sampel ... 15

Jenis dan Cara Pengumpulan Data ... 15

Pengolahan dan Analisis Data ... 16

Pengolahan data ... 16

Analisis data... 17

Definisi Operational ... 18

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 19

Karakteristik Umum Responden ... 19

Umur ... 19

Jenis kelamin ... 21

Tingkat pendidikan ... 21

Riwayat keluarga ... 22

Pola Hidup ... 22

Kebiasaan makan makanan berlemak ... 22

Kebiasaan makan makanan asin ... 24

Kebiasaan olahraga ... 25

Kebiasaan merokok ... 26

Status Kesehatan ... 26

Status gizi ... 26

Stres kejiwaan ... 28

Penggunaan kontrasepsi estrogen (khusus responden perempuan) ... 28

Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap risiko terjadinya hipertensi ... 29

KESIMPULAN DAN SARAN ... 30

Kesimpulan ... 30

(12)

DAFTAR PUSTAKA ... 31

LAMPIRAN ... 34

RIWAYAT HIDUP……… . 37

DAFTAR TABEL

1 Kategori tekanan darah ... 4

2 Variabel dan metode pengumpulan data ... 15

3 Distribusi faktor pada kelompok kasus dan kontrol ... 17

4 Sebaran responden berdasarkan karakteristik dan status hipertensi ... 20

5 Sebaran responden berdasarkan pola hidup dan status hipertensi ... 23

6 Sebaran responden berdasarkan status kesehatan dan status hipertensi ... 27

7 Hasil uji linear berganda faktor-faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya hipertensi ... 29

DAFTAR GAMBAR

1 Faktor risiko penyakit tidak menular ... 3

2 Riwayat alamiah penyakit ... 3

3 Faktor-faktor yang mempengaruhi tekanan darah ... 6

4 Faktor resiko hipertensi ... 13

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pada satu dasawarsa terakhir terjadi peningkatan prevalensi penyakit degenerative, salah satunya adalah penyakit hipertensi. Menurut data dari Badan Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2003 bahwa sekitar 26 % penduduk dunia mengalami hipertensi dan diperkirakan akan meningkat menjadi 29 % pada tahun 2025. Berdasarkan hasil hasil SKRT tahun 2004 hipertensi pada pria 12.2% dan wanita 15.5%. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2008 menunjukkan, sebagian besar kasus hipertensi di masyarakat belum terdiagnosis. Hal ini terlihat dari hasil pengukuran tekanan darah pada usia 18 tahun ke atas ditemukan prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 31,7%, dimana hanya 7,2% penduduk yang sudah mengetahui bahwa dirinya mengalami hipertensi (SKRT 2004; Riskesdas 2008 dalam Nuryati 2009).

Di seluruh dunia, hipertensi merupakan masalah yang besar dan serius. Disamping karena prevalensinya yang tinggi dan cenderung meningkat di masa yang akan datang, juga karena tingkat keganasan penyakit yang diakibatkan sangat berbahaya seperti penyakit jantung, stroke, gagal ginjal dan lain-lain, juga menimbulkan kecacatan permanen bahkan kematian mendadak. Hipertensi pada kelompok usia produktif dapat membebani perekonomian keluarga karena membutuhkan biaya pengobatan yang mahal dan waktu yang panjang, bahkan seumur hidup.

Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi terjadinya hipertensi atau faktor risiko hipertensi dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu faktor yang melekat atau tidak dapat diubah yaitu demografi dan keturunan serta faktor yang dapat diubah yaitu pola hidup dan status kesehatan. Kedua faktor tersebut secara bersama berperan dalam menyebabkan terjadinya hipertensi (common underlying risk factor) (DepKes RI 2003).

Pola hidup dan status kesehatan merupakan faktor risiko hipertensi yang dapat diubah. Terdapat kecenderungan bahwa pada pejabat publik yang menduduki eselon tertentu memiliki beban kerja dan tanggung jawab yang lebih besar yang diduga berdampak pada perubahan pola hidup dan status kesehatannya. Dengan demikian dirasa perlu untuk dilakukan penelitian kepada pejabat eselon tersebut yang diduga memiliki risiko tinggi terhadap terjadinya hipertensi.

Tujuan Tujuan Umum

Mengkaji faktor-faktor risiko yang melekat atau tidak dapat diubah (faktor demografi dan riwayat keluarga) dan faktor risiko yang dapat diubah (pola hidup dan status kesehatan) terhadap terjadinya hipertensi pada peserta pelatihan Pimpinan III dan IV.

(14)

1. Mengkaji karakteristik individu responden (umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan riwayat keluarga) sebagai faktor risiko terjadinya hipertensi. 2. Mengkaji pola hidup responden (kebiasaan makan, kebiasaan merokok,

kebiasaan olahraga) sebagai faktor risiko terjadinya hipertensi.

3. Mengkaji status kesehatan responden (obesitas/IMT>25, penggunaan kontrasepsi estrogen khusus untuk peserta perempuan, stres kejiwaan) sebagai faktor risiko terjadinya hipertensi.

4. Menganalisis hubungan antara karakteristik individu, pola hidup dan status kesehatan responden dengan kejadian hipertensi.

5. Menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap risiko terjadinya hipertensi.

TINJAUAN PUSTAKA

Gambaran Umum Penyakit Tidak Menular

Penyakit Tidak Menular (PTM) secara umum meliputi penyakit jantung, stroke, kanker, hipertensi, diabetes mellitus, penyakit paru obstruktif kronis, asma bronkial, penyakit sendi yang sebagian non infeksi, nyeri punggung yang menyebabkan ketidakmampuan bekerja, cedera berat yang disebabkan kecelakaan lalulintas dan trauma serta penyakit-penyakit dan kelainan bentuk lain yang menyebabkan kecacatan (Depkes RI 2003). PTM dapat digolongkan menjadi satu kelompok utama dengan faktor risiko yang sama (common underlying risk factor) seperti kardiovaskuler, stroke, diabetes mellitus, penyakit paru obstruktif kronik dan kanker tertentu. Faktor risiko tersebut antara lain mengkonsumsi tembakau, konsumsi tinggi lemak kurang serat, kurang olahraga, alkohol, hipertensi, obesitas, gula darah tinggi dan kadar lemak dalam darah tinggi (Depkes RI 2003).

Kejadian PTM telah mempunyai prakondisi sejak dalam kandungan sebagai faktor genetik dan pada masa pertumbuhan (seperti berat badan lahir rendah, kurang gizi dan terjadi infeksi berulang pada masa kanak-kanak) yang diperberat oleh pola makan yang tidak sehat seperti tinggi lemak, tinggi kolesterol, tinggi kalori, tinggi garam, tinggi glukosa dan rendah serat serta kurangnya aktifitas fisik yang akhirnya berdampak pada terjadinya berat badan lebih atau obesitas yang merupakan salah satu faktor risiko terjadinya Penyakit Tidak Menular. Selain faktor-faktor tersebut PTM juga dipengaruhi oleh kondisi tingkat sosial seseorang yang dapat mempengaruhi keribadian atau gaya hidup yang tidak sehat seperti kebiasaan merokok, konsumsi alkohol dan penyalahgunaan narkoba yang dapat mempengaruhi ganguan mental seseorang (Depkes RI 2003). Bila digambarkan maka alur pikir faktor risiko PTM dapat dilihat pada Gambar 1.

(15)

dikatakan sebagai fase klinik. Ketiga fase tersebut sering disebut sebagai periode laten suatu penyakit (Depkes RI 2003).

Gambar 1 Faktor risiko penyakit tidak menular

Sumber: Disarikan dari Pengantar Epidemiologi Modern (Rothman 1990)

Perubahan dari fase klinik akan berlanjut menjadi fase terminal yang berakibat terjadinya suatu penyakit, biasanya diikuti oleh perubahan status kesehatan seperti menjadi sembuh, sembuh dengan cacat ataupun terjadi kematian. Untuk lebih jelasnya proses riwayat alamiah penyakit dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Riwayat alamiah penyakit(Depkes RI 2003).

Faktor Genetik Aktifitas Fisik Tingkat Sosial

(16)

WHO telah mengusulkan agar memusatkan penanggulangan PTM melalui tiga komponen utama yaitu surveilans penyakit tidak menular, promosi kesehatan dan pencegahan serta inovasi dan reformasi manajemen pelayanan kesehatan yang diterapkan secara integratif dan komprehensif (Depkes RI 2003).

Hipertensi Pengertian hipertensi

Tekanan darah adalah desakan darah terhadap dinding-dinding arteri ketika darah tersebut dipompa dari jantung ke jaringan. Tekanan darah merupakan gaya yang diberikan darah pada dinding pembuluh darah. Tekanan ini bervariasi sesuai pembuluh darah terkait dan denyut jantung. Tekanan darah pada arteri besar bervariasi menurut denyutan jantung. Tekanan ini paling tinggi ketika ventrikel berkontraksi (tekanan sistolik) dan paling rendah ketika ventrikel berelaksasi (tekanan diastolik) (Kaplan 1998; Price 1995; Wilson 1995).

Tekanan darah digolongkan normal jika tekanan darah sistolik tidak melampaui 140 mmHg dan tekanan darah diastolik tidak melampaui 90 mmHg dalam keadaan istirahat, sedangkan hipertensi adalah tekanan darah tinggi yang bersifat abnormal. Tekanan darah normal bervariasi sesuai usia, sehingga setiap diagnosis hipertensi harus bersifat spesifik usia. Secara umum, seseorang dianggap mengalami hipertensi apabila tekanan darahnya lebih tinggi dari 140 mmHg sistolik atau 90 mmHg diastolik (ditulis 140/90) ( Kaplan 1998).

Menurut WHO yang dikutip oleh Suyono (2001) batas tekanan darah yang masih dianggap normal adalah 140/90 mmHg dan tekanan darah sama dengan atau lebih dari 160/95 mmHg dinyatakan sebagai hipertensi. Secara umum seseorang dikatakan menderita hipertensi jika tekanan darah sistolik/diastolik 140/90 mmHg (normalnya 120/80 mmHg) (Suyono 2001).

Tabel 1 Kategori tekanan darah

Kategori

Tekanan Darah

Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)

Optimal < 120 Dan < 80 Normal < 130 Dan < 85 Normal Tinggi/Pra

Hipertensi 130 – 139

dan atau

85 – 89 Hipertensi Derajat I 140 – 159 dan atau 90 – 99 Hipertensi Derajat II 160 – 179 dan atau 100 – 109 Hipertensi Derajat III ≥ 180 dan atau ≥ 110 Sumber : Brookes(2004)

(17)

optimal, normal dan normal tinggi / prahipertensi, kemudian hipertensi derajat I, hipertensi derajat II dan hipertensi derajat III (Brookes 2004).

Prahipertensi, jika angka sistolik antara 130 sampai 139 mmHg atau angka diastolik antara 85 sampai 89 mmHg. Jika orang menderita prahipertensi maka risiko untuk terkena hipertensi lebih besar. Misalnya orang yang masuk kategori prahipertensi dengan tekanan darah 130/85 mmHg – 139/89 mmHg mempunyai kemungkinan dua kali lipat untuk mendapat hipertensi dibandingkan dengan yang mempunyai tekanan darah lebih rendah. Jika tekanan darah Anda masuk dalam kategori prahipertensi, maka dianjurkan melakukan penyesuaian pola hidup yang dirancang untuk menurunkan tekanan darah menjadi normal (Brookes 2004).

Hipertensi derajat I, sebagian besar penderita hipertensi termasuk dalam kelompok ini. Jika kita termasuk dalam kelompok ini maka perubahan pola hidup merupakan pilihan pertama untuk penanganannya (Sutedjo 2002; Neutel dan Campbell 2008; Ahn 2011). Hipertensi derajat II dan derajat III, mereka dalam kelompok ini mempunyai risiko terbesar untuk terkena serangan jantung, stroke atau masalah lain yang berhubungan dengan hipertensi. Pengobatan untuk setiap orang dalam kelompok ini dianjurkan kombinasi dari dua jenis obat tertentu diikuti dengan perubahan pola hidup (Sutedjo 2002 dan Brookes 2004).

Patogenesis hipertensi

Tekanan yang dibutuhkan untuk mengalirkan darah melalui sistem sirkulasi dilakukan oleh aksi memompa dari jantung (cardiac output/CO) dan dukungan dari arteri (peripheral resistance/PR). Fungsi kerja masing-masing penentu tekanan darah ini dipengaruhi interaksi berbagai faktor yang kompleks. Hipertensi merupakan abnormalitas dari faktor-faktor tersebut, yang ditandai peningkatan curah jantung dan / atau ketahanan peripheral (Kaplan 1998).

Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin I converting anzym (ACE). ACE memegang peran fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung angiotensinogen yang diproduksi di hati. Selanjutnya oleh hormon renin akan diubah menjadi angiotensin I. Oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II inilah yang memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui dua aksi utama. Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitary) dan bekerja pada ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang disekresikan keluar tubuh (antidiuresis), sehingga menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat, yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah.

(18)

Gejala klinis hipertensi

Menurut Corwin (2001), sebagian besar hipertensi tanpa disertai gejala yang mencolok dan manifestasi klinis timbul setelah mengetahui hipertensi bertahun-tahun berupa:

a. Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat tekanan darah intrakranium.

b. Penglihatan kabur akibat kerusakan retina karena hipertensi. c. Ayunan langkah tidak mantap karena kerusakan susunan syaraf.

d. Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerolus. e. Edema dependen akibat peningkatan tekanan kapiler.

Peninggian tekanan darah kadang merupakan satu-satunya gejala, terjadi komplikasi pada ginjal, mata, otak, atau jantung. Gejala lain adalah sakit kepala, epistaksis, marah, telinga berdengung, rasa berat ditengkuk, sukar tidur, mata berkunang-kunang dan pusing (Mansjoer et al. 2001).

Gambar 3 Faktor-faktor yang mempengaruhi tekanan darah

Diagnosis hipertensi

Menurut Suyono (2001), evaluasi pasien hipertensi mempunyai tiga tujuan: a. Mengidentifikasi penyebab hipertensi.

b. Menilai adanya kerusakan organ target dan penyakit kardiovaskuler, beratnya penyakit, serta respon terhadap pengobatan.

Excess

Obesity Entotelium derived

faktor

Preload Contractability Fungsional

(19)

c. Mengidentifikasi adanya faktor risiko kardiovaskuler yang lain atau penyakit penyerta, yang ikut menentukan prognosis dan ikut menentukan panduan pengobatan.

Pengukuran tekanan darah

Menurut Kaplan(1998), tekanan darah diukur berdasarkan berat kolum air raksa yang harus ditanggungnya. Tingginya dinyatakan dalam millimeter. Tekanan darah arteri yang normal adalah 110-120 (sistolik) dan 65-80 mm (diastolik). Alat untuk mengukur tekanan darah disebut spigmomanometer. Ada beberapa jenis spigmomanometer, tetapi yang paling umum terdiri dari sebuah manset karet, yang dibalut dengan bahan yang difiksasi disekitarnya secara merata tanpa menimbulkan konstriksi. Sebuah pompa tangan kecil dihubungkan dengan manset karet ini. Dengan alat ini, udara dapat dipompakan kedalamnya, mengembangkan manset karet tersebut dan menekan ekstremitas dan pembuluh darah yang ada didalamnya. Bantalan ini juga dihubungkan juga dengan sebuah manometer yang mengandung air raksa sehingga tekanan udara didalamnya dapat dibaca sesuai skala yang ada (WHO dalam Soenarta 2005; Kaplan, 1998).

Pemeriksaan penunjang hipertensi

Menurut Mansjoer et al. (2001), pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan laboratorium rutin yang dilakukan sebelum memulai terapi bertujuan menentukan adanya kerusakan organ dan faktor risiko lain atau mencari penyebab hipertensi. Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan meliputi urinalisa, darah perifer lengkap, kimia darah (kalium, natrium, kreatinin, gula darah puasa, kolesterol total, kolesterol HDL). Sebagai tambahan dapat dilakukan pemeriksaan lain, seperti klirens kreatinin, protein urin 24 jam, asam urat, kolesterol LDL, TSH, dan ekokardiografi.

Jenis-jenis hipertensi

Berdasarkan penyebab, hipertensi dibagi menjadi dua golongan yaitu hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya dijumpai lebih kurang 90 % dan hipertensi sekunder yang penyebabnya diketahui yaitu 10 % dari seluruh hipertensi (Suyono 2001dan Gunawan 2005).

Menurut Soenarta dan peneliti lain, berdasarkan penyebabnya hipertensi dapat dikelompokkan dalam dua kategori besar, yaitu: (Kaplan 1998 dan Mansjoer 2001).

a. Hipertensi Primer

Hipertensi primer adalah hipertensi yang belum diketahui penyebabnya dengan jelas. Berbagai faktor yang diduga turut berperan sebagai penyebab hipertensi primer seperti bertambahnya umur, stress psikologis, dan hereditas (keturunan). Sekitar 90 % pasien hipertensi diperkirakan termasuk dalam kategori ini. Pengobatan hipertensi primer sering dilakukan adalah membatasi konsumsi kalori bagi mereka yang kegemukan (obes), membatasi konsumsi garam, dan olahraga.

b. Hipertensi Sekunder

(20)

diabetes melitus, dan hipertensi sekunder lain yang tidak spesifik (Kaplan 1998).

Faktor risiko hipertensi

Faktor risiko hipertensi dibedakan atas: a. Faktor yang tidak dapat diubah/dikontrol

1) Umur

Hipertensi erat kaitannya dengan umur, semakin tua seseorang semakin besar risiko terserang hipertensi. Umur lebih dari 40 tahun mempunyai risiko terkena hipertensi (Yundini 2006 dan Bustan1997). Dengan bertambahnya umur, risiko terkena hipertensi lebih besar sehingga prevalensi hipertensi dikalangan usia lanjut cukup tinggi yaitu sekitar 40 % dengan kematian sekitar 50 % diatas umur 60 tahun (Nurkhalida 2003).

Dengan bertambahnya umur, risiko terjadinya hipertensi meningkat. Meskipun hipertensi bisa terjadi pada segala usia, namun paling sering dijumpai pada orang berusia 40 tahun atau lebih. Sebenarnya wajar bila tekanan darah sedikit meningkat dengan bertambahnya umur. Hal ini disebabkan oleh perubahan alami pada otot dinding jantung, perubahan dinding pembuluh darah dan hormon. Tetapi bila perubahan tersebut disertai faktor-faktor lain maka bisa memicu terjadinya hipertensi (Cuspidi et al.

2007; Gunawan 2001). 2) Jenis Kelamin

Bila ditinjau perbandingan antara wanita dan pria, ternyata terdapat angka yang cukup bervariasi. Dari laporan Sugiri di Jawa Tengah didapatkan angka prevalensi 6,0% untuk pria dan 11,6% untuk wanita. Prevalensi di Sumatera Barat 18,6% pria dan 17,4% perempuan, sedangkan daerah perkotaan di Jakarta didapatkan 14,6% pria dan 13,7% wanita (Yundini 2006). Menurut Bustan (1997) bahwa wanita lebih banyak yang menderita hipertensi dibanding pria, hal ini diduga karena terdapatnya hormon estrogen pada wanita.

3) Riwayat Keluarga

Menurut Nurkhalida (2003), orang-orang dengan sejarah keluarga yang mempunyai hipertensi lebih sering menderita hipertensi. Riwayat keluarga dekat yang menderita hipertensi (faktor keturunan) juga mempertinggi risiko terkena hipertensi terutama pada hipertensi primer (Nurkhalida 2003).

4) Genetik

Peran faktor genetik terhadap timbulnya hipertensi terbukti dengan ditemukannya kejadian bahwa hipertensi lebih banyak pada kembar monozigot (satu sel telur) daripada heterozigot (berbeda sel telur). Seorang penderita yang mempunyai sifat genetik hipertensi primer (esensial) apabila dibiarkan secara alamiah tanpa intervensi terapi, bersama lingkungannya akan menyebabkan hipertensinya berkembang dan dalam waktu sekitar 30-50 tahun akan timbul tanda dan gejala (Chunfang et al. 2003).

b. Faktor yang dapat diubah 1) Kebiasaan Merokok

(21)

pembekuan darah karena agregasi platelet dan fibrinogen meningkat. Nikotin juga dapat menyebabkan meningkatnya denyut jantung dan tekanan darah untuk sementara (Semple 1996). Merokok dapat mengubah metabolisme kolesterol kearah aterogenik. Merokok dapat menyebabkan terjadinya ateroma dalam arteri dan dapat mengenai arteri ginjal. Akibat penyempitan arteri ini akan menyebabkan tekanan darah tinggi pada usia lanjut. Merokok juga dapat meningkatkan kadar kolesterol darah dan menurunkan kadar HDL (Bruce 1986).

Asap rokok (CO) memiliki kemampuan menarik sel darah merah lebih kuat dari kemampuan oksigen, sehingga menurunkan kapasitas sel darah merah pembawa oksigen kejantung dan jaringan tubuh lainnya. Laporan dari Amerika Serikat menunjukkan bahwa upaya menghentikan kebiasaan merokok dalam jangka waktu 10 tahun dapat menurunkan insiden penyakit jantung koroner (PJK) sekitar 24,4% (Karyadi 2002).

Hubungan antara rokok dengan peningkatan risiko kardiovaskuler telah banyak dibuktikan (Suyono, 2001). Selain dari lamanya, risiko merokok terbesar tergantung jumlah rokok yang dihisap perhari. Seseorang lebih dari satu pak rokok sehari menjadi 2 kali lebih rentan hipertensi dari pada mereka yang tidak merokok (Price dan Wilson1995).

2) Konsumsi Asin/Garam

Secara umum masyarakat sering menghubungkan antara konsumsi garam dengan hipertensi. Garam merupakan hal yang sangat penting pada mekanisme timbulnya hipertensi. Pengaruh asupan garam terhadap hipertensi melalui peningkatan volume plasma (cairan tubuh) dan tekanan darah. Keadaan ini diikuti oleh peningkatan ekskresi kelebihan garam sehingga kembali pada keadaan hemodinamik (sistem pendarahan) yang normal.

Pada hipertensi esensial mekanisme ini terganggu, di samping faktor lain yang berpengaruh (Radecki 2000). Menurut Hull (1996), penelitian menunjukkan adanya kaitan antara asupan natrium dengan hipertensi pada beberapa individu. Asupan natrium akan meningkat menyebabkan tubuh meretensi cairan yang meningkatkan volume darah.

3) Konsumsi Lemak Jenuh

Konsumsi lemak jenuh juga meningkatkan risiko aterosklerosis yang berkaitan dengan kenaikan tekanan darah (Hull1996). Penurunan konsumsi lemak jenuh, terutama lemak dalam makanan yang bersumber dari hewan dan peningkatan konsumsi lemak tidak jenuh secukupnya yang berasal dari minyak sayuran, biji-bijian dan makanan lain yang bersumber dari tanaman dapat menurunkan tekanan darah.

4) Penggunaan Jelantah

(22)

berbeda adalah komposisinya, minyak sawit mengandung sekitar 45,5% ALJ yang didominasi oleh lemak palmitat dan 54,1% ALTJ yang didominasi asam lemak oleat sering juga disebut omega-9. Minyak kelapa mengadung 80% ALJ dan 20% ALTJ, sementara minyak zaitun dan minyak biji bunga matahari hampir 90% komposisinya adalah ALTJ (Yundini 2006; Khomsan 2003).

5) Kebiasaan Konsumsi Minum Minuman Beralkohol

Alkohol juga dihubungkan dengan hipertensi. Peminum alkohol berat cenderung hipertensi meskipun mekanisme timbulnya hipertensi belum diketahui secara pasti (Suyono 2001). Orang-orang yang minum alkohol terlalu sering atau yang terlalu banyak memiliki tekanan yang lebih tinggi dari pada individu yang tidak minum atau minum sedikit (Hull 1996).

Menurut Ali Khomsan konsumsi alkohol harus diwaspadai karena survei menunjukkan bahwa 10 % kasus hipertensi berkaitan dengan konsumsi alkohol (Khomsan 2003). Mekanisme peningkatan tekanan darah akibat alkohol masih belum jelas. Namun diduga, peningkatan kadar kortisol dan peningkatan volume sel darah merah serta kekentalan darah merah berperan dalam menaikkan tekanan darah (Nurkhalida 2003).

6) Obesitas

Obesitas atau kegemukan dimana berat badan mencapai indeks massa tubuh lebih dari 25 (berat badan (kg) dibagi kuadrat tinggi badan (m)) juga merupakan salah satu faktor risiko terhadap timbulnya hipertensi. Obesitas merupakan ciri dari populasi penderita hipertensi. Curah jantung dan sirkulasi volume darah penderita hipertensi yang obesitas lebih tinggi dari penderita hipertensi yang tidak obesitas. Pada obesitas tahanan perifer berkurang atau normal, sedangkan aktivitas saraf simpatis meninggi dengan aktivitas renin plasma yang rendah. Olah raga ternyata juga dihubungkan dengan pengobatan terhadap hipertensi. Melalui olah raga yang isotonik dan teratur (aktivitas fisik aerobik selama 30-45 menit/hari) dapat menurunkan tahanan perifer yang akan menurunkan tekanan darah. Selain itu dengan kurangnya olah raga maka risiko timbulnya obesitas akan bertambah, dan apabila asupan garam bertambah maka risiko timbulnya hipertensi juga akan bertambah (Suyono 2001).

Berat badan dan indeks Massa Tubuh (IMT) berkorelasi langsung dengan tekanan darah, terutama tekanan darah sistolik. Risiko relatif untuk menderita hipertensi pada orang obes 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan seorang yang berat badannya normal. Pada penderita hipertensi ditemukan sekitar 20-30 % memiliki berat badan lebih (Nurkhalida 2003). 7) Olahraga

Olahraga banyak dihubungkan dengan pengelolaan hipertensi, karena olahraga isotonik dan teratur dapat menurunkan tahanan perifer yang akan menurunkan tekanan darah. Olahraga juga dikaitkan dengan peran obesitas pada hipertensi. Kurang melakukan olahraga akan meningkatkan kemungkinan timbulnya obesitas dan jika asupan garam juga bertambah akan memudahkan timbulnya hipertensi (Suyono 2001; Sutedjo 2002). 8) Stres

(23)

merangsang kelenjar anak ginjal melepaskan hormon adrenalin dan memacu jantung berdenyut lebih cepat serta lebih kuat, sehingga tekanan darah akan meningkat. Jika stres berlangsung cukup lama, tubuh berusaha mengadakan penyesuaian sehingga timbul kelainan organis atau perubahan patologis. Gejala yang muncul dapat berupa hipertensi atau penyakit maag (Gunawan 2005;Ferketich et al. 2000). Apabila stress berlangsung lama dapat mengakibatkan peningkatan tekanan darah yang menetap (Suyono 2001). 9) Penggunaan Estrogen

Menurut Bustan (1997) menyatakan bahwa dengan lamanya pemakaian kontrasepsi estrogen (± 12 tahun berturut-turut), akan meningkatkan tekanan darah perempuan.Oleh karena hipertensi timbul akibat adanya interaksi dari berbagai faktor sehingga dari seluruh faktor yang telah disebutkan diatas, faktor mana yang lebih berperan terhadap timbulnya hipertensi tidak dapat diketahui dengan pasti. Oleh karena itu maka pencegahan hipertensi yang antara lain dapat dilakukan dengan menjalankan gaya hidup sehat menjadi sangat penting.

Penatalaksanaan hipertensi

a. Penatalaksanaan Non Farmakologis

Pendekatan nonfarmakologis merupakan penanganan awal sebelum penambahan obat-obatan hipertensi, disamping perlu diperhatikan oleh seorang yang sedang dalam terapi obat. Sedangkan pasien hipertensi yang terkontrol, pendekatan nonfarmakologis ini dapat membantu pengurangan dosis obat pada sebagian penderita. Oleh karena itu, modifikasi gaya hidup merupakan hal yang penting diperhatikan, karena berperan dalam keberhasilan penanganan hipertensi (Nurkhalida 2003).

Pendekatan nonfarmakologis dibedakan menjadi beberapa hal: 1) Menurunkan faktor risiko yang menyebabkan aterosklerosis.

Menurut Corwin berhenti merokok penting untuk mengurangi efek jangka panjang hipertensi karena asap rokok diketahui menurunkan aliran darah ke berbagai organ dan dapat meningkatkan beban kerja jantung. Selain itu pengurangan makanan berlemak dapat menurunkan risiko aterosklerosis (Corwin 2001).

2) Olahraga dan aktifitas fisik

Selain untuk menjaga berat badan tetap normal, olahraga dan aktifitas fisik teratur bermanfaat untuk mengatur tekanan darah, dan menjaga kebugaran tubuh.Olahraga seperti jogging, berenang baik dilakukan untuk penderita hipertensi. Dianjurkan untuk olahraga teratur, minimal 3 kali seminggu, dengan demikian dapat menurunkan tekanan darah walaupun berat badan belum tentu turun (Nurkhalida 2003).

Olahraga yang teratur dibuktikan dapat menurunkan tekanan perifer sehingga dapat menurunkan tekanan darah. Olahraga dapat menimbulkan perasaan santai dan mengurangi berat badan sehingga dapat menurunkan tekanan darah. Hal yang perlu diingatkan kepada kita adalah bahwa olahraga saja tidak dapat digunakan sebagai pengobatan hipertensi (Gunawan 2005;Kusmana 2002)

3) Perubahan pola makan

(24)

Pengurangan asupan garam dan upaya penurunan berat badan dapat digunakan sebagai langkah awal pengobatan hipertensi. Nasihat pengurangan asupan garam harus memperhatikan kebiasaan makan pasien, dengan memperhitungkan jenis makanan tertentu yang banyak mengandung garam. Pembatasan asupan garam sampai 60 mmol per hari, berarti tidak menambahkan garam pada waktu makan, memasak tanpa garam, menghindari makanan yang sudah diasinkan, dan menggunakan mentega yang bebas garam. Cara tersebut diatas akan sulit dilaksanakan karena akan mengurangi asupan garam secara ketat dan akan mengurangi kebiasaan makan pasien secara drastis (Gunawan 2005; Khomsan 2003). b) Diet rendah lemak jenuh

Lemak dalam diet meningkatkan risiko terjadinya aterosklerosis yang berkaitan dengan kenaikan tekanan darah. Penurunan konsumsi lemak jenuh, terutama lemak dalam makanan yang bersumber dari hewan dan peningkatan konsumsi lemak tidak jenuh secukupnya yang berasal dari minyak sayuran, biji-bijian dan makanan lain yang bersumber dari tanaman dapat menurunkan tekanan darah (Hull 1996).

c) Memperbanyak konsumsi sayuran, buah-buahan dan susu rendah lemak Beberapa penelitian menunjukkan bahwa beberapa mineral bermanfaat mengatasi hipertensi. Kalium dibuktikan erat kaitannya dengan penurunan tekanan darah arteri dan mengurangi risiko terjadinya stroke. Selain itu, mengkonsumsi kalsium dan magnesium bermanfaat dalam penurunan tekanan darah. Banyak konsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan mengandung banyak mineral, seperti seledri, kol, jamur (banyak mengandung kalium), kacang-kacangan (banyak mengandung magnesium). Sedangkan susu dan produk susu mengandung banyak kalsium (Khomsan 2003; Nurkhalida 2003).

4) Menghilangkan stres

Stres menjadi masalah bila tuntutan dari lingkungan hampir atau bahkan sudah melebihi kemampuan kita untuk mengatasinya. Cara untuk menghilangkan stres yaitu perubahan pola hidup dengan membuat perubahan dalam kehidupan rutin sehari-hari dapat meringankan beban stres.

b. Penatalaksanaan Farmakologis

Selain cara pengobatan nonfarmakologis, penatalaksanaan utama hipertensi primer adalah dengan obat. Keputusan untuk mulai memberikan obat anti hipertensi berdasarkan beberapa faktor seperti derajat peninggian tekanan darah, terdapatnya kerusakan organ target dan terdapatnya manifestasi klinis penyakit kardiovaskuler atau faktor risiko lain (Suyono 2001). Terapi dengan pemberian obat anti hipertensi terbukti dapat menurunkan sistolik dan mencegah terjadinya stroke pada pasien usia 70 tahun atau lebih (Staessen et al. 2000).

(25)

jantung, atau stroke akibat peningkatan tekanan darah mendadak saat bangun tidur. Sekarang terdapat pula obat yang berisi kombinasi dosis rendah 2 obat dari golongan yang berbeda. Kombinasi ini terbukti memberikan efektivitas tambahan dan mengurangi efek samping. Setelah diputuskan untuk untuk memakai obat anti hipertensi dan bila tidak terdapat indikasi untuk memilih golongan obat tertentu, diberikan diuretik atau beta bloker. Jika respon tidak baik dengan dosis penuh, dilanjutkan sesuai dengan algoritma. Diuretik biasanya menjadi tambahan karena dapat meningkatkan efek obat yang lain. Jika tambahan obat yang kedua dapat mengontrol tekanan darah dengan baik minimal setelah 1 tahun, dapat dicoba menghentikan obat pertama melalui penurunan dosis secara perlahan dan progresif (Mansjoer et al., 2001).

KERANGKA PEMIKIRAN

Dalam pelaksanaan kegiatan penelitian berdasarkan kerangka teori yang ada, peneliti memilih beberapa faktor risiko yang fisibel (dapat diukur) untuk diteliti sebagai variabel penelitian. Variabel yang terpilih selanjutnya disusun dalam satu kerangka pemikiran seperti pada bagan di bawah ini :

Variabel yang tidak diukur

Gambar 4 Faktor risiko hipertensi

Faktor-Faktor

Kebiasaan Konsumsi Makanan Asin

Kebiasaan Konsumsi Makanan Berlemak/jelantah

Kebiasaan Konsumsi Alkohol

Kebiasaan Olahraga

(26)

Kerangka pemikiran dalam penelitian ini disusun berdasarkan rangkuman tinjauan teori yang ada, khususnya mengenai hubungan antara satu faktor risiko dengan faktor risiko lain yang berpengaruh terhadap kejadian hipertensi. Beberapa penyakit yang disebabkan oleh hipertensi cukup kompleks yang dapat disebut juga sebagai titik akhir penyakit, sehingga dalam hal ini hipertensi disebut sebagai faktor risiko langsung dari titik akhir penyakit. Sedangkan yang merupakan faktor risiko tidak langsung dari titik akhir penyakit merupakan faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya hipertensi.

Faktor-faktor yang berpengaruh kejadian hipertensi adalah faktor risiko yang tidak dapat diubah atau faktor risiko melekat yaitu faktor demografi meliputi umur, jenis kelamin, ras, dan keturunan meliputi genetik, riwayat keluarga. Faktor risiko yang dapat diubah yaitu faktor demografi meliputi tingkat pendidikan, status perkawinan, jenis pekerjaan, jabatan pekerjaan, letak geografi dan pola hidup meliputi rokok, gizi/pola makan, alkohol, olah raga, aktivitas fisik serta status kesehatan yang meliputi obesitas/IMT, penggunaan estrogen/pil KB dan stres kejiwaan.

METODE

Desain, Waktu dan Tempat

Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional dengan rancangan studi kasus kontrol, yang dapat menilai hubungan paparan penyakit dengan cara menentukan kelompok kasus dan kelompok kontrol, kemudian mengukur besarnya hubungan faktor risiko pada kelompok tersebut.

Desain ini dipilih dengan pertimbangan bahwa dibandingkan dengan desain studi analitik lainnya, biaya studi kasus kontrol lebih murah dan secara teknis lebih mudah dilakukan. Kekuatan hubungan sebab akibat rancangan studi kasus kontrol lebih kuat dibandingkan dengan studi belah melintang. Studi kasus kontrol membutuhkan jumlah sampel yang lebih kecil dibandingkan studi kohort dan membutuhkan waktu lebih singkat. Dibandingkan dengan studi eksperimental,

studi kasus kontrol secara etika lebih memungkinkan untuk dilakukan. Penelitian dilaksanakan selama 4 (empat) bulan dimulai dari bulan Juli sampai dengan Oktober 2011. Rancangan penelitian kasus kontrol yang diajukan sebagai berikut:

Gambar 5 Desain studi kasus kontrol (Gordis 2000)

Retrospektif :

- Terpapar Faktor Risiko - Tidak Terpapar Faktor

Sampel Yang Menderita Hipertensi

Sampel Yang Tidak

Menderita Hipertensi Kontrol

Kasus Prospektif Retrospektif :

- Terpapar Faktor Risiko - Tidak Terpapar Faktor

(27)

Cara Penetapan Sampel

Responden penelitian ini adalah semua peserta pelatihan Pimpinan III dan IV yang merupakan pejabat Eselon III dan IV dari Kementerian Pertanian, Kementerian Luar Negeri dan Pemda DKI. Dari semua peserta Pelatihan Pimpinan III dan IV periode Juli – Oktober 2011 hanya didapatkan 48 responden yang hipertensi sebagai kelompok kasus, kemudian diambil jumlah yang sama secara acak yang tidak hipertensi sebagai kelompok kontrol, sehingga jumlah sampel pada penelitian ini 96 responden

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan merupakan data primer terdiri dari karakteristik individu, pola hidup dan status kesehatan. Data karakteristik individu meliputi : umur, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan dan tekanan darah, pendidikan, pekerjaan, pendapatan dan jumlah anggota keluarga; data pola hidup meliputi : kebiasaan makan, merokok merokok, dan kebiasaan olahraga; data status kesehatan meliputi : IMT, penggunaan kontrasepsi estrogen dan stres kejiwaan.

Data umur individu dikumpulkan dengan cara ditanyakan secara langsung dan dengan melihat dari Nomor Induk Pegawai. Data berat dan tinggi badan dikumpulkan masing-masing dengan melakukan pengukuran menggunakan timbangan berat badan dan microtoise. Timbangan berat badan yang digunakan adalah timbangan digital dengan kapasitas 200 kg dan ketelitian 0.1 kg. Microtoise yang digunakan mempunyai kapasitas 200 cm dengan ketelitian 0,1 cm. Data tekanan darah dikumpulkan dengan cara pengukuran langsung menggunakan alat pengukur tekanan darah air raksa (Spignomanometer) dilakukan sebanyak 2 kali dengan jarak masing-masing 5 menit dalam keadaan berbaring. Data tingkat pendidikan responden dikumpulkan dengan cara wawancara menggunakan kuesioner terstruktur yang telah dipersiapkan.

Data pola hidup meliputi kebiasaan makan, merokok, dan olahraga dikumpulkan melalui wawancara menggunakan kuesioner terstruktur yang telah dipersiapkan. Data status kesehatan meliputi IMT, penggunaan kontrasepsi estrogen dan stres kejiwaan dilakukan dengan pemeriksaan fisik dengan membandingkan berat badan dengan tinggi badan, anamnesis dokter serta wawancara terbatas dengan dengan alat bantu kuesioner. Variabel dan metode pengumpulan data secara ringkas disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Variabel dan Metode Pengumpulan Data

Variabel Metode Intrumen

Karakteristik responden dan keluarga

Wawancara Kuesioner

Tekanan darah Pengukuran Langsung Spignomanometer Raksa Aktifitas fisik Wawancara Kuesioner

Konsumsi pangan Wawancara Kuesioner IMT/status gizi Pengukuran TB dan

penimbangan BB

(28)

Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan data

Tahap pengolahan data meliputi: Cleaning yaitu sebelum dilakukan pengolahan, terlebih dahulu dilakukan pengecekan agar tidak ada data yang tidak perlu; Editing yaitu setelah data dikumpulkan lalu dilakukan pengeditan untuk mengecek kelengkapan dan kesinambungan data; Coding yang dilakukan untuk memudahkan dalam pengolahan data termasuk dalam pengelompokan kategori dan pemberian skor; serta Entry Data yaitu memasukkan data ke program komputer untuk proses analisis data.

Data umur responden dihitung berdasarkan pada ulang tahun terakhir yang telah dijalani. Kemudian umur tersebut dikelompokkan menjadi 2 kelompok umur yaitu kurang dari 40 dan kelompok 40 tahun atau lebih. Data jenis kelamin responden dikelompokkan menjadi 2 kelompok yaitu laki-laki dan perempuan. Data berat badan dan tinggi badan digunakan untuk menghitung Indek Masa Tubuh (IMT) dengan menggunakan rumus BB (kg) / TB (m)2. Berdasarkan data IMT yang didapatkan kemudian dikelompokkan menjadi dua katagori yaitu obesitas jika IMT lebih dari 25 dan tidak obesitas jika IMT kurang dari atau sama dengan 25.

Data pendidikan responden dikelompokkan menjadi tiga yaitu rendah (SMU), sedang (D3 dan S1) dan katagori pendidikan tinggi (S2 dan S3).Data tekanan darah responden diukur secara langsung dengan menggunakan pengukur tekanan darah air raksa (spignomanometer) kemudian dikelompokkan pada 2 kelompok yaitu hipertensi jika tekanan darah sistolik lebih dari atau sama dengan 140 mmHg dan atau tekan darah diastolik lebih dari atau sama dengan 90 mmHg dan kelompok tidak hipertensi jika tekanan darah sistolik kurang dari 140 mmHg dan atau tekan darah diastolik kurang dari 90 mmHg.

Data riwayat keluarga/keturunan dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu ada keturunan jika terdapat riwayat keturunan langsung dari bapak dan ibu dan tidak langsung dari kakek dan nenek dan kelompok tidak ada riwayat keturunan. Data kebiasaan merokok responden adalah kebiasaan menghisap rokok atau pernah merokok dalam sehari-hari. Data ini dikelompokkan menjadi perokok berat jika lebih dari 12 batang per hari, perokok sedang jika 6-12 batang per hari, perokok ringan jika kurang dari 6 batang per hari dan kelompok bukan perokok.

Data kebiasaan makan makanan asin dan lemak jenuh dikumpulkan dangan pengamatan dan wawancara dengan kuesioner. Kemudian dikelompokkan menjadi kelompok sering jika lebih dari atau sama dengan 3 kali seminggu atau setiap hari, kelompok sedang jika 1-2 kali seminggu, kelompok jarang jika belum tentu seminggu sekali dan kelompok tidak pernah.

(29)

kurang dari 3 kali dalam seminggu denganwaktu kurang dari 30 menit, dan kelompok olahraga ideal jika olahraga minimal 3 kali seminggu dengan waktu menimal 30 menit setiap olahraga.

Data penggunaan kontrasepsi estrogen (pil KB) selama 12 tahun berturut-turut didapatkan dengan wawancara kemudian dikelompokkan menjadi kelompok pengguna dan tidak pengguna. Data stres kejiwaan wawancara dengan alat bantu kuesioner untuk melihat gangguan atau kekacauan mental dan emosional yang disebabkan oleh faktor dari luar dan masalah itu menyebabkan perasaan tertekan, murung, bingung, cemas, berdebar-debar, rasa marah, rasa takut dan rasa bersalah. Kemudian data tersebut dikelompokkan menjadi kelompok yang mengalami stres dan kelompok yang tidak mengalami stres.

Analisis Data

Data yang sudah diolah kemudian dianalisis menggunakan analisis univariat, bivariat dan multivariat. Analisis univariat dilakukan untuk mendeskripsikan karakteristik responden menurut kasus dan kontrol, dan disajikan dalam bentuk tabel atau grafik untuk mengetahui proporsi masing-masing variabel. Analisis bivariat dilakukan dengan uji chi-square yang digunakan untuk menguji hipotesis hubungan signifikan antara faktor risiko terhadap hipertensi. Selanjutnya juga ditentukan besar risiko (Odds Ratio / OR) paparan terhadap kasus sebagaimana tercantum pada Tabel 3.

Tabel 3 Distribusi faktor risiko pada kelompok kasus dan kontrol

Penyakit

Paparan

Kasus (+)

Kontrol (-)

Terpapar a B

Tidak terpapar c D

Nilai Odds Ratio ditentukan dengan rumus OR = a.d / b.c, dengan selang kepercayaan 90%. Interpretasi hasil perhitungan nilai OR adalah sebagai berikut : jika OR lebih dari 1 dan 90% CI tidak mencakup nilai 1, menunjukkan bahwa variabel yang diteliti merupakan faktor risiko; jika OR lebih dari 1 dan 90% CI mencakup nilai 1, menunjukkan bahwa variabel yang diteliti bukan merupakan faktor risiko; dan jika OR kurang dari 1, menunjukkan bahwa variabel yang diteliti merupakan faktor protektif.

Analisis multivariat digunakan untuk mengetahui pengaruh secara bersama-sama variabel bebas terhadap variabel terikat, dan variabel bebas yang paling besar pengaruhnya terhadap variabel terikat. Untuk mengetahui faktor-faktor yang berpangaruh terhadap kejadian tekanan darah tinggi dilakukan dengan cara analisis multivariat dengan menggunakan uji regresi linear berganda(stepwise backward) dengan persamaan sebagai berikut:

Y = C + β1X1+ β2X2+ β3X3 + β4X4+ β5X5+ β6X6+ β7X7+ β8X8+ β9X9+ β10X10

Keterangan:

Y Kejadian hpertensi X1 Umur

X2 Jenis kelamin

(30)

X4 Riwayat keluarga

X5 Kebiasaan olahraga

X6 Kebiasaan makan asin

X7 Kebiasaan makan berlemak

X8 Indeks Masa Tubuh (IMT)

X9 Stress

X10 Kebiasaan merokok

Definisi Operasional

Hipertensi. Pada penelitian ini tekanan darah responden dikatakan mengalami hipertensi jika tekanan darah sistolik lebih dari atau sama dengan 140 mmHg dan atau tekanan darah diastolik lebih dari atau sama dengan 90 mmHg. Data tekanan darah dikumpulkan dengan cara pengukuran langsung dengan menggunakan alat pengukur tekanan darah air raksa (Spignomanometer) dan dilakukan sebanyak 2 kali dengan jarak masing-masing 5 menit dalam keadaan berbaring.

Usia. Usia responden pada penelitian ini dihitung berdasarkan ulang tahun terakhir yg telah dijalani saat penelitian yang ditanyakan pada saat wawancara dengan responden. Kemudian umur responden dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu kelompok umur kurang dari 40 tahun dan kelompok umur 40 tahun atau lebih.

Riwayat keluarga hipertensi/keturunan. Pada penelitian ini responden dikatakan memiliki riwayat keluarga hipertensi jika ibu atau bapak (keturunan langsung), kakek atau nenek (keturunan tidak langsung) mengalami hipertensi. Data ini ditanyakan pada saat wawancara dengan responden yang kemudian dikelompokkan menjadi kelompok yang ada dan yang tidak ada keturunan.

Kebiasaan merokok. Dalam penelitian ini yang dimaksud kebiasaan merokok adalah kebiasaan/perilaku menghisap rokok dan atau pernah merokok dalam sehari-hari yang ditanyakan pada saat wawancara dengan responden. Data kebiasaan merokok responden ini dikelompokkan menjadi kelompok perokok berat jika lebih dari 12 batang per hari, kelompok perokok sedang jika 6–12 batang per hari, kelompok perokok ringan jika kurang dari 6 batang per hari dan kelompok bukan perokok yaitu kelompok yang tidak merokok.

Kebiasaan makan makanan asin. Kebiasaan makan makanan asin atau banyak mengadung garam yang dilakukan sehari-hari dalam periode waktu tertentu. Data kebiasaan makan makanan asin ini dikelompokkan menjadi kelompok sering jika 3 kali seminggu s/d setiap hari mengonsumsinya, kelompok sedang jika 1-2 kali semingu mengonsumsinya, kelompok jarang jika belum tentu seminggu sekali mengonsumsinya dan kelompok tidak pernah jika tidak makan makanan asin. Makanan asin adalah makanan yang mengandung kadar natrium tinggi seperti makanan yang diawetkan atau makanan lainnya yang menggunakan kadar natrium tinggi.

(31)

mengonsumsinya, kelompok jarang jika belum tentu seminggu sekali mengonsumsinya dan kelompok tidak pernah jika tidak pernah makanan yg mengandung lemak jenuh. Makanan berlemak adalah makanan yang banyak mengandung asam lemak jenuh seperti jeroan (usus, babat, lidah, jantung, otak dan paru).

Kebiasaan mengonsumsi minuman beralkohol. Kebiasaan mengkonsumsi minuman beralkohol sehari-hari dalam periode waktu tertentu. Data ini dikelompokkan menjadi kelompok sering jika lima kali atau lebih setiap minggu mengonsumsinya, kelompok kadang-kadang jika 1-3 kali setiap minggu, kelompok jarang jika satu kali atau kurang setiap minggu mengonsumsinya dan kelompok tidak pernah jika responden tidak pernah mengonsumsinya.

Kebiasaan olahraga. Kebiasaan melakukan olahraga jenis tertentu dengan waktu rata-rata tertentu secara teratur selain aktivitas fisik sehari-hari. Data ini dikelompokkan menjadi kelompok tidak pernah berolahraga jika responden tidak pernah melakukan kegiatan olahraga, kelompok olah raga tidak ideal jika responden melakukan olahraga tertentu kurang dari 3 kali seminggu dengan waktu kurang dari 30 menit setiap kalinya dan kelompok olahraga ideal jika responden melakukan olahraga tertentu minimal 3 kali seminggu dengan waktu minimal 30 menit setiap kali olahraga.

Obesitas. Suatu keadaan dimana terjadi penimbunan lemak yang berlebihan di dalam jaringan tubuh, yang diketahui dari pengukuran tinggi badan dan berat badan. Nilai dari hasil penghitungan berat badan dalam kilogram dibagi kuadrat dari tinggi badan dalam meter (IMT = BB (kg)/TB2 (m2)). Responden dikatakan obesitas jika hasil dari penghitungan IMT lebih dari 25.

Penggunaan kontrasepsi estrogen. Pada penelitian ini yang dimaksud dengan penggunaan kontrasepsi estrogen jika responden menggunakan kontrasepsi estrogen atau pil KB selama 12 tahun berturut-turut.

Stres kejiwaan. Gangguan atau kekacauan mental dan emosional yang disebabkan faktor dari luar dan masalah itu menyebabkan perasaan tertekan, murung, bingung, cemas, berdebar-debar, rasa marah, dendam, rasa takut atau rasa bersalah. Hal tersebut ditanyakan pada saat wawancara dengan responden sesuai dengan kuesioner. Kemudian responden dikelompokkan menjadi kelompok yang mengalami stres jika nilai dari jawaban dari kuesionernya 26 atau lebih dan kelompok responden tidak mengalami stres jika skor kuesionernya kurang dari 26.

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Umum Responden

Karakteristik responden yang diamati meliputi umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan riwayat keluarga. Data karakteristik responden secara lengkap disajikan pada Tabel 4.

(32)

Variabel umur dikategorikan menjadi 2 kelompok. yaitu kelompok umur kurang dari 40 tahun dan kelompok 40 tahun atau lebih. Hal ini bertujuan untuk membuktikan bahwa umur semakin tua. risiko terserang hipertensi akan semakin besar. Karena pada umur tersebut mulai terjadi perubahan elastisitas pembuluh darah yang semakin menurun. perubahan alami pada otot jantung dan mulai terjadi perubahan hormon terutama pada perempuan yang berdampak pada peningkatan tekanan darah (Gary2000). Umur responden pada penelitian ini berkisar antara 32 sampai 54 tahun dengan rata-rata 44.75 ± 5.99 tahun. Jika dikaji lebih jauh. bahwa rata-rata umur responden yang mengalami hipertensi (45.31± 5.73 tahun) adalah lebih besar daripada yang tidak hipertensi (44.19 ± 6.26 tahun).

Tabel 4 Sebaran responden berdasarkan karakteristik dan status hipertensi

No. Karakteristik Umum

Status hipertensi

Total Kasus Kontrol

N % n % n %

1. Umur :

≥ 40 40 83.3 37 77.1 77 80.2 < 40 8 16.7 11 22.9 19 19.8 Total 48 100.0 48 100.0 96 100.0

p Value 0.442 2. Jenis kelamin :

Perempuan 11 22.9 10 20.8 21 21.9 Laki-Laki 37 77.1 38 79.2 75 78.1 Total 48 100.0 48 100.0 96 100.0

p Value 0.805 3. Tingkat pendidikan :

Lulus S2. S3 29 60.4 30 62.5 59 61.5 Lulus D3. S1 17 35.4 17 35.4 34 35.4 Lulus SLTA 2 4.2 1 2.1 3 3.1 Total 48 100.0 48 100.0 96 100.0

p Value 0.839 4. Riwayat keluarga :

Ada 30 62.5 20 41.7 50 52.1 Tidak Ada 18 37.5 28 58.3 46 47.9 Total 48 100.0 48 100.0 96 100.0

p Value 0.041. OR 2.333

Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa sebagian besar (80.2 %) responden berumur 40 tahun atau lebih. Lebih lanjut dapat dilihat bahwa responden yang umurnya 40 tahun keatas lebih banyak mengalami hipertensi yaitu 83.3 %. dibandingkan dengan yang berumur kurang dari 40 tahun yaitu hanya 16.7 %.

(33)

(2001), dimana besar risiko umur 40 tahun atau lebih untuk terserang hipertensi sebesar 1.34 dibandingkan mereka yang berumur kurang dari 40 tahun. Padahal umur merupakan faktor risiko kuat yang tidak dapat dimodifikasi. Perubahan tersebut diantaranya adalah karena arteri kehilangan elastisitas atau kelenturan seiring bertambahnya usia. Kebanyakan orang hipertensinya meningkat ketika berumur limapuluhan dan enampuluhan. Dengan bertambahnya umur, risiko terjadinya hipertensi meningkat. Hipertensi bisa terjadi pada segala usia, namun paling sering dijumpai pada usia 40 tahun atau lebih. Hal ini disebabkan oleh karena pada usia tersebut mulai terjadi perubahan alami pada jantung, perubahan elastisitas pembuluh darah dan hormon yang berpengaruh pada tekanan darah.

Hal menarik bahwa terdapat 77.1 % responden yang umurnya 40 tahun atau lebih tetapi tidak mengalami hipertensi. Responden yang berumur 40 tahun atau lebih dan tidak mengalami hipertensi ternyata memiliki rata-rata nilai IMT yang lebih rendah yaitu 28.5 jika dibandingkan dengan rata-rata nilai IMT responden yang hipertensi sebesar 33.3. Selain itu. sebagian besar (75%) dari mereka memiliki kebiasaan olahraga yang lebih baik dan tidak memiliki kebiasaan makan makanan berlemak.

Jenis kelamin

Responden laki-laki mempunyai proporsi yang lebih besar (78.1 %) daripada perempuan sebanyak 21.9 %. Responden laki-laki yang menderita hipertensi adalah lebih banyak yaitu 77.1 % jika dibandingkan dengan perempuan yaitu hanya 22.9 % (Tabel 4). Pada uji chi-square menunjukkan bahwa jenis kelamin tidak berhubungan dengan terjadinya hipertensi dengan nilai p Value = 0.805 dan OR = 1.130. Hal ini diduga disebabkan karena jumlah responden perempuan yang tidak proporsional dengan laki-laki.

Berbagai penelitian masih mempunyai kesimpulan berbeda tentang hal ini. Bila ditinjau perbandingan antara wanita dan pria, ternyata terdapat angka yang cukup bervariasi. Dari laporan Sugiono (2004) di Jawa Tengah didapatkan angka prevalensi 6.0% untuk pria dan 11.6% untuk wanita. Prevalensi di Sumatera Barat 18.6% pria dan 17.4% perempuan, sedangkan daerah perkotaan di Jakarta didapatkan 14.6% pria dan 13.7% wanita. Menurut Mansjoer et al. (2001), pria dan wanita menopause mempunyai pengaruh yang sama untuk terjadinya hipertensi. Menurut Bustan (1997) bahwa wanita lebih banyak yang menderita hipertensi dibanding pria. Hal ini diduga karena terdapatnya hormon estrogen pada wanita.

Tingkat pendidikan

Responden penelitian ini tingkat pendidikannya berkisar dari tingkat SLTA sampai doktoral (S3). Karakteristik tingkat pendidikan paling banyak adalah katagori pendidikan tinggi (S2 dan S3) yaitu 61.5 % kemudian tingkat pendidikan sedang (D3 dan S1) yaitu 35.4 % dan tingkat pendidikan rendah (SLTA) sebanyak 3.1 %. (Tabel 4).

(34)

terdapat pada kelompok tersebut. Hal ini diduga bahwa dengan semakin tinggi level jabatan mereka maka, semakin tinggi beban kerja dan tanggung jawab sehingga berakibat pada semakin tingginya tekanan secara psikologis yang jika hal ini berlangsung lama dan terjadi secara terus menerus akan menyebabkan stres. Selain berdampak pada tekanan secara psikologis, beban kerja yang tinggi juga akan berdampak pada kurangnya waktu yang digunakan untuk berolahraga sehingga kurangnya aktivitas fisik ini menyebabkan obesitas yang merupakan salah satu faktor predisposisi tekanan darah tinggi. Lebih lanjut ditelusuri bahwa kebiasaan makan makanan berlemak dan asin yang tinggi pada kelompok responden tersebut.

Pada uji chi-square variabel tingkat pendidikan tidak berhubungan dengan risiko hipertensi di mana pada uji chi-square nya didapatkan p Value = 0.839. Hal ini terjadi diduga karena jumlah responden yang berpendidikan S2 dan S3; D3 dan S1 serta SLTA adalah tidak proporsional. Lebih lanjut dapat dilihat bahwa sekitar separuh responden dari masing-masing kelompok pendidikan tersebut adalah menderita hipertensi.

Riwayat keluarga

Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa responden yang ada riwayat keluarga hipertensi menunjukkan kejadian hipertensi yang lebih tinggi yaitu 62.5 %. Tetapi ada responden yang ada riwayat keluarga hipertensi tetapi tidak mengalami hipertensi yaitu 41.7 %. Hal ini dapat terjadi dikarenakan responden tersebut sebagian besar memiliki kebiasaan makan makanan berlemak kategori jarang dan memiliki kebiasaan olah raga yang ideal. Pada analisis uji chi-square

variabel riwayat keluarga dengan hipertensi terbukti berhubungan dengan terjadinya hipertensi dengan p value = 0.041 dan OR = 2.333. Hal tersebut berarti bahwa orang yang orang tuanya (ibu, ayah, nenek atau kakek) mempunyai riwayat hipertensi berisiko terkena hipertensi sebesar 2.333 kali dibandingkan orang yang orang tuanya tidak menderita hipertensi.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Hippisley (2002). yang menunjukkan bahwa riwayat keluarga dengan hipertensi memberikan risiko 3.38 kali terhadap kejadian hipertensi. Menurut Chunfang (2003). menyatakan bahwa keluarga yang memiliki hipertensi dan penyakit jantung meningkatkan risiko hipertensi 2-5 kali lebih besar. Menurut Sheps (2005) hipertensi cenderung merupakan penyakit keturunan. Jika seorang dari orang tua kita mempunyai hipertensi maka sepanjang hidup kita mempunyai 25% kemungkinan mendapatkannya pula. Jika kedua orang tua kita mempunyai hipertensi. kemungkunan kita mendapatkan penyakit tersebut adalah 60%.

Pola Hidup

Pola hidup dalam penelitian ini meliputi kebiasaan makan makanan berlemak, kebiasaan makan makanan asin, kebiasaan olahraga dan kebiasaan merokok. Data pola hidup responden disajikan pada Tabel 5.

Kebiasaan makan makanan berlemak

(35)

terlihat bahwa ternyata angka kejadian hipertensi juga lebih tinggi terjadi pada responden yang kebiasaan makan makanan berlemaknya pada katagori sering yaitu 60.4 % diikuti katagori kadang-kadang yaitu 33.3 % dan katagori sedang hanya 6.3 % (Tabel 5).

Kebiasaan makan makanan berlemak responden berkisar dari 1 sampai 6 kali per minggu dengan rata-rata 3.28 ± 1.45 kali per minggu. Untuk responden yang mengalami hipertensi, rata-rata konsumsi makan makanan berlemak adalah sebanyak 3.42 ± 1.46 kali per minggu dan ini adalah lebih tinggi daripada yang tidak hipertensi dengan rata-rata konsumsi makan makanan berlemak adalah sebanyak 3.15 ± 1.44 kali per minggu.

Tabel 5 Sebaran responden berdasarkan pola hidup dan status hipertensi

No Kategori pola hidup

Status hipertensi

Total Kasus Kontrol

n % n % n %

1. Kebiasaan makan makanan berlemak

Sering (≥3x/mgg) 29 60.4 27 56.2 56 58.3 Sedang (1-2x/mgg) 3 6.3 6 12.5 9 9.4 Kadang-kadang(1x/mgg) 16 33.3 15 31.3 31 32.3 Total 48 100.0 48 100.0 96 100.0

p Value 0.839 2. Kebiasaan makan makanan

asin

Sering (≥3x/mgg) 23 47.9 29 60.4 52 54.2 Sedang (1-2x/mgg) 3 6.3 3 6.3 6 6.2 Kadang-kadang(1x/mgg) 22 45.8 16 33.3 38 39.6 Total 48 100.0 48 100.0 96 100.0

p Value 0.441 3. Kebiasaan olahraga

Tidak 27 56.2 30 62.5 57 59.4 Ya 21 43.8 18 37.5 39 40.6 Total 48 100.0 48 100.0 96 100.0

p Value 0.533 4. Tingkatan kebiasaan

Tidak Olahraga 27 56.2 30 62.5 57 59.4 Olahraga Tidak Ideal 15 31.3 15 31.2 30 31.2 Olahraga Ideal 6 12.5 3 6.3 9 9.4 Total 48 100.0 48 100.0 96 100.0

p Value 0.560 5. Kebiasaan merokok :

Ya 29 60.4 21 43.7 50 52.1 Tidak 19 39.6 27 56.3 46 47.9 Total 48 100.0 48 100.0 96 100.0

p Value 0.102 6. Jumlah batang rokok :

(36)

No Kategori pola hidup

Status hipertensi

Total Kasus Kontrol

n % n % n %

Sedikit (<6 btng/hr) 9 56.2 6 40.0 15 48.4 Total 16 100.0 15 100.0 31 100.0

p Value 0.448

Kebiasaan mengonsumsi makanan berlemak tidak berhubungan dengan risiko terjadinya hipertensi(p = 0.576). Hal ini diduga disebabkan oleh seringnya mengonsumsi makanan berlemak belum menjamin tingginya konsumsi makanan berlemak. Selain itu jenis dari makanan berlemak yang dikonsumsi juga belum diidentifikasi.

Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Harris (2002) yang menunjukkan bahwa orang yang mempunyai kebiasaan mengkonsumsi makanan berlemak akan berisiko terserang hipertensi sebesar 7.72 kali dibandingkan dengan orang yang tidak biasa mengkonsumsi makanan berlemak. Kebiasaan konsumsi makanan berlemak erat kaitannya dengan peningkatan berat badan yang berisiko terjadinya hipertensi. Konsumsi makanan berlemak juga meningkatkan risiko aterosklerosis yang berkaitan dengan kenaikan tekanan darah.

Hal yang menarik adalah terdapat 56.2 % responden yang memiliki kebiasaan makan makanan berlemak tetapi tidak mengalami hipertensi. Hal ini terjadi karena lebih tinggi frekuensi konsumsi makanan berlemak belum tentu lebih banyak pula jumlah konsumsi makanan berlemak. Selain itu, jika ditelusuri dari data kuesioner terlihat bahwa pertama 60 % dari mereka tidak memiliki riwayat keluarga hipertensi. Kedua, 40 % dari mereka mereka memiliki kebiasaan olahraga dan ketiga didapatkan bahwa rata-rata nilai IMT mereka (24.56 ± 2.96) lebih kecil dari pada rata-rata nilai IMT responden yang mengalami hipertensi (28.85 ± 3.35).

Kebiasaan makan makanan asin

Makanan asin mengandung tinggi natrium yang berperan penting terhadap mekanisme timbulnya hipertensi (Radecki 2000). Hasil penelitian Alison (1996) menunjukkan ada kaitannya asupan natrium tinggi dengan hipertensi pada beberapa individu. Kebiasaan makan makanan asin responden berkisar dari 1 sampai 6 kali per minggu dengan rata-rata 3.20 ± 1.64 kali per minggu (Tabel 5). Untuk responden yang mengalami hipertensi. rata-rata konsumsi makan makanan asin adalah sebanyak 3.03 ± 1.66 kali per minggu dan ini adalah lebih rendah daripada yang tidak hipertensi dengan rata-rata konsumsi makan makanan asin adalah sebanyak 3.36 ± 1.63 kali per minggu.

Pada data katagori kebiasaan makan makanan asin (Tabel 5) menunjukkan bahwa responden yang mempunyai kebiasaan makan makanan asin katagori sering adalah lebih besar yaitu 54.2 % kemudian katagori kadang-kadang 39.6 % dan sisanya katagori sedang yaitu 6.2 %. Angka kejadian hipertensi juga sejalan dengan data tersebut. yaitu bahwa lebih besar terjadi pada responden yang kebiasaan makan makanan asinnya pada katagori sering yaitu 47.9 % diikuti katagori kadang-kadang 45.8 % dan sisanya katagori sedang.

(37)

lanjut, 50 % dari mereka tidak terdapat riwayat keluarga hipertensi dan kebiasaan olahraga serta 60 % rata-rata usia mereka mereka lebih dari 40 tahun. Kebiasaan makan makanan asintidak berhubungan dengan risiko terjadinya hipertensi di mana pada uji chi-square didapatkan p Value = 0.4. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian Radecki (2000) yang menunjukkan bahwa orang yang mempunyai kebiasaan konsumsi asin akan berisiko terserang hipertensi sebesar 1 kali lebih besar dibandingkan orang yang tidak biasa mengkonsumsi asin. Jika asupan garam antara 5-15 gram perhari prevalensi hipertensi meningkat menjadi 15-20 %. Garam menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh karena menarik cairan di luar sel agar tidak keluar sehingga akan meningkatkan volume dan tekanan darah. Pada manusia yang mengonsumsi garam 3 gram atau kurang ditemukan tekanan darah rata-rata rendah sedangkan asupan garam sekitar 7-8 gram tekanan darahnya rata-rata lebih tinggi. Konsumsi garam yang dianjurkan tidak lebih dari 6 gram/hari setara dengan 110 mmol natrium atau 2400 mg/hari (Gunawan 2001).

Kebiasaan olahraga

Pada data kategori kebiasaan olahraga menujukkan angka responden yang tidak biasa berolahraga lebih besar yaitu 59.4 % dibandingkan dengan yang biasa berolahraga yaitu 40.6 %. Lebih lanjut telihat bahwa angka kejadian hipertensi lebih tinggi terjadi pada responden yang tidak biasa berolahraga yaitu 56.2 % dibandingkan yang berolahraga (43.8 %). Responden yang tidak hipertensi juga lebih banyak terjadi pada responden yang tidak biasa berolahraga yaitu 62.5 % dibandingkan responden yang biasa berolahraga. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian Sutejo (2002) yang menyatakan bahwa kurangnya olahraga akan menimbulkan hipertensi.

Pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa tingkatan olahraga responden berkisar dari 1 sampai 7 kali per minggu dengan rata-rata 1.88 ± 1.13 kali per minggu. Untuk responden yang mengalami hipertensi. rata-rata tingkatan kebiasaan olahraga adalah sebanyak 2.04 ± 1.37 kali per minggu dan ini adalah lebih tinggi daripada yang tidak hipertensi dengan rata-rata tingkatan kebiasaan olahraga adalah sebanyak 1.72 ± 0.79 kali per minggu.

Lebih lanjut terlihat bahwa responden yang tidak olahraga lebih besar yaitu 59.4 % kemudian responden yang olahraga tapi tidak ideal yaitu 31.2 % dan responden yang olahraga ideal hanya 9.4 %. Hal ini sejalan dengan kejadian hipertensi lebih besar terjadi pada responden yang tidak biasa berolahraga yaitu 56.2 % diikuti responden yang olahraga tetapi tidak ideal yaitu 31.3 % dan sisanya responden yang olahraga ideal. Hal menarik lain yang dapat dilihat bahwa responden yang olahraganya ideal ternyata kejadian hipertensinya lebih tinggi (12.5 %) dibandingkan dengan yang tidak hipertensi yaitu 6.3 %. Setelah ditelusuri dari data kuesioner yang dikumpulkan hampir semua dari mereka memiliki riwayat keluarga hipertensi.

Pada analisis uji chi-square kebiasaan olahraga ideal tidak terbukti berhubungan dengan terjadinya hipertensi. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hernelahti, Kujala dan Kaprio et al. (1998). Mereka menyatakan bahwa tidak biasa melakukan olah raga akan meningkatkan risiko terkena hipertensi sebesar 2.33 kali dibanding dengan yang biasa berolah raga.

Gambar

Gambar 1  Faktor risiko penyakit tidak menular
Gambar 3 Faktor-faktor yang mempengaruhi tekanan darah
Gambar 4 Faktor risiko hipertensi
Tabel 2  Variabel dan Metode Pengumpulan Data
+5

Referensi

Dokumen terkait

Hasil dari metode DPPH umumnya dibuat dalam bentuk IC 50 ( Inhibitor concentration 50 ), yang didefinisikan sebagai konsentrasi larutan substrat atau sempel yang

Dengan demikian di Korea Selatan keberhasilan pemberantasan korupsi tidak bisa lepas dari fungsi masyarakat yang umumnya tergabung dalam NGO (non- governmental organization),

Gagne dalam Mariana, (1999:25) menyatakan untuk terjadinya belajar pada siswa diperlukan kondisi belajar, bak kondisi internal maupun kondisi eksternal. Yang

Simpulan penelitian pengembangan ini adalah (1) Dihasilkan modul pembelajaran fisika dengan strategi inkuiri terbimbing pada materi fluida statis yang tervalidasi; (2)

KONTRIBUSI POWER TUNGKAI DAN KESEIMBANGAN DINAMIS TERHADAP HASIL DRIBBLE-SHOOT DALAM PERMAINAN FUTSAL.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

industri kelapa sawit Sei Mangkei sebagai salah satu Kawasan

Pada lapisan troposfer terdapat penurunan suhu yang terjadi karena troposfer menyerap sangat sedikit radiasi gelombang pendek dari matahari, sementara permukaan tanah memberikan