• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan Analisis Jalur Untuk Mengetahui Faktor Yang Mempengaruhi Laju Inflasi Di Indonesia Tahun 2011-2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Penerapan Analisis Jalur Untuk Mengetahui Faktor Yang Mempengaruhi Laju Inflasi Di Indonesia Tahun 2011-2012"

Copied!
130
0
0

Teks penuh

(1)

EFEKTIVITAS PELAKSANAAN POGRAM PELATIHAN KETERAMPILAN BAGI PENYANDANG CACAT TUNANETRA DI YAYASAN PENDIDIKAN TUNANETRA SUMATERA (YAPENTRA) TANJUNG MORAWA, KAB. DELI SERDANG SUMATERA UTARA

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Sosial

Universitas Sumatera Utara

Disusun oleh

`GRACE MAI SASMITA HUTAGALUNG

100902005

DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Nama : Grace Mai Sasmita Hutagalung Nim : 100902005

ABSTRAK

Efektivitas Pelaksanaan Program Pelatihan Keterampilan Bagi Penyandang Cacat Tunanetra di Yayasan Pendidikan Tunanetra Sumatera

(YAPENTRA) Tanjung Morawa, Kab. Deli Serdang Sumatera Utara Penyandang cacat tunanetra merupakan individu yang indera penglihatannya (kedua-duanya) tidak berfungsi sebagai saluran penerima informasi dalam kegiatan sehari-hari seperti halnya orang awas. Salah satu upaya pemberdayaan penyandang cacat yang dilakukan oleh pihak Yayasan Pendidikan tunanetra yaitu pemberian program pelatihan keterampilan bagi penyandang cacat tunanetra yang dilaksanakan di Yayasan Pendidikan Tunanetra Sumatera (YAPENTRA) Tanjung Morawa, Kab. Deli Serdang Sumatera Utara. Tujuannya adalah untuk meningkatkan keterampilan, pengetahuan yang sesuai dengan bakat, manfaatnya agar mereka memiliki mental dan bekal kemampuan untuk hidupnya.

Penelitian ini berbentuk penelitian deskriptif yang mengkaji masalah program pelatihan keterampilan bagi penyandang cacat tunanetra. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas pelaksanaan program pelatihan keterampilan bagi penyandang cacat tunanetra di Yayasan Pendidikan Tunanetra Sumatera (YAPENTRA) Tanjung Morawa, Kab. Deli Serdang Sumatera Utara . Sampel penelitian ini adalah warga binaan sosial tunanetra yang mengikuti pelatihan keterampilan terdiri dari 27 orang yang semuanya dijadikan populasi. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner dan dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif. Indikator yang digunakan untuk mengukur efektivitas program pelatihan keterampilan tersebut adalah pemahaman program, tepat sasaran, tepat waktu, tercapainya tujuan dan perubahan nyata sebelum dan sesudah adanya program .

Untuk mengetahui tingkat efektivitas program, pengukuran data dilakukan dengan menggunakan skala likert. Hasil penelitian menyimpulkan, efektivitas program pelatihan keterampilan bagi penyandang cacat tunanetra di Yayasan Pendidikan Tunanetra Sumatera (YAPENTRA) Tanjung Morawa, Kab. Deli Serdang Sumatera Utara yaitu efektif dengan nilai skala likert 3,71. Pemahaman responden adalah netral sebanyak 2,93. Tepat sasaran sebanyak 4,31 sangat efektif. Tepat waktu sebanyak 3,39 netral . Tercapainya tujuan 4,2 sangat efektif. Perubahan nyata 5,3 sangat efektif .Responden yang mengikuti pelatihan keterampilan kini telah memiliki keterampilan dan lebih percaya diri.

(3)

DEPARTMENT OF SCIENCE SOCIAL WELFARE FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE UNIVERSITY OF NORTH SUMATRA

Nama : Grace Mai Sasmita Hutagalung Nim : 100902005

ABSTRACK

Implementation Effectiveness Of Skills Training Programs For Persons With Disabilities Blind in Fondation Education Blind Sumatra

(Yapentra) Tanjung Morawa, Kab. Deli Serdang in North Sumatra With disabilities blind is the sense of vision (both ways) does not function as a receiver channel information in daily activities as well as normal people. One effort empowerment of person disabilities conducted by the Education Foundation of blind namely the provision of skills training programs for persons with disabilities blind conducted in Sumatra Blind Education Foundation (YAPENTRA) Tanjung Morawa, Kab. Deli Serdang, North Sumatra. The goal is to improve skills, knowledge according to their talents, so that they have a mental benefits and provision for his ability.

This study examines the form of descriptive research problem skills training programs for persons with disabilities blind. This study aims to determine the effectiveness of skills training programs for persons with disabilities blind in Education Foundation for the Blind Sumatra (YAPENTRA) Tanjung Morawa, Kab. Deli Serdang in North Sumatra. The sample was blind inmates social skills training consisted of 27 people who all serve populations. Indicators used to measure the effectiveness of the skills training program is understanding of the program, on target, on time, the achievement of objectives and tangible change before and after the program.

To determine the level of effectiveness of the program, the measurement data is done by using a Likert scale. The study concluded, the effectiveness of skills training programs for persons with disabilities blind in Education Foundation for the Blind Sumatra (YAPENTRA) Tanjung Morawa, Kab. Deli Serdang in North Sumatra that is effective with the Likert score 3.71. Understanding of the respondents are neutral as much as 2.93. Right on target as much as 4.31 is very effective. 3.39 timely as neutral. 4.2 very effective achievement of objectives. Real change of 5.3 is very effective. Respondents skills training now have the skills and more confidence.

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur saya panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, atas

rahmat dan anugerah yang diberikan-Nya sehinggasaya dapat menyelesaikan

skripsi ini dengan sebagaimana mestinya. Skripsi ini berjudul “Efektivitas

Pelaksanaan Program Pelatihan Keterampilan Bagi Anak Tunanetra di Yayasa

Pendidikan Tunanetra Sumatera (YAPENTRA) Tanjung Morawa Sumatera

Utara”.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui Efektivitas Pelaksanaan

Program Pelatihan Keterampilan Bagi Anak Tunanetra di Yayasa Pendidikan

Tunanetra Sumatera (YAPENTRA) Tanjung Morawa Sumatera Utara. Dalam

penulisan ini, tentunya saya berusaha menyusun dalam bentuk yang mudah

dimengerti dan menjabarkannya secara jelas. Namun, disamping itu saya hanyalah

manusia biasa yang tidak lepas dari kesalahan. Untuk itu saya mohon maaf jika

ada sesuatu kesalahan dalam penulisan skripsi ini.

Dalam penyusunan skripsi ini, saya tentunya banyak mengalami

hambatan. Namun, itu tidaklah saya jadikan sebagai beban, karena adanya

bantuan dan motivasi dari mama saya, keluarga, teman-teman dan pihak lainnya.

Disini, saya ingin menyampaikan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M. Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu

Sosisal dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Hairani Siregar, S. Sos, M, SP, selaku Ketua Departemen Ilmu

(5)

3. Bapak Husni Thamrin, S,Sos, MSP, selaku Dosen Pembimbing

saya yang selalu mau meluangkan waktunya untuk memberikan

bimbingan dan dukungan kepada saya dalam menyelesaikan

skripsi ini.

4. Para dosen di Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial yang tidak

dapat saya tuliskan satu persatu, dimana beliau telah banyak

menyumbangkan ilmunya selama ini.

5. Terristimewa untuk orang tua yang kukasihi dan kubanggakan,

Ibunda N. Br. Simanjuntak dan Alm Ayahanda Drs. P. Hutagalung,

yang telah mengasuh, membesarkan dan mendidik penulis dengan

penuh kesabaran dan ketabahan serta banyak memberi semangat

moril dan kasih sayang, materi dan juga doa kepada penulis sampai

saat ini, sehingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan dan

skripsi. Hanya doa yang bisa penulis panjatkan supaya Ibunda

selalu dalam lindungan Tuhan Yang Maha Esa dan dikaruniakan

kesehatan, panjang umur, banyak rezeki dan tetap sabar dalam

mendidik penulis.

6. Buat saudara-saudara penulis yang tercinta, abang, kakak, dan

adik, terima kasih atas dukungan, motivasi dan bantuannya selama

ini.

7. Teman- teman Abigael yaitu Ester Silaban, Denti Hutahaean,

Mega Sitinjak, Sartika Berukaro terimah kasih dengan

persahabatan dan dukungan serta bantuan yang teman-teman

(6)

kelak kita menjadi abigael yang sesungguhnya dan tidak

terpecahkan oleh siapapun sampai selama-lamanya.

8. Kawan-kawan di Kessos’10 khususnya, Halason Simanjuntak,

Erwin Berutu, Intan, Riada Panjaitan, Suarni, Edwart, Eni, Desi

Ginting, Feri Simalango, Ardi, Leo, Josua Hutabarat, Iin

Boangmanalu, Erlince Situmorang, Pram, Yohana, Foni Saragih,

Silva, Sintong, Helen, Jonatan, Dimas, dan teman-teman lainya

yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Terima kasih atas

dukungannya dan bantuannya selama kuliah, cepat nyusul dan

semoga kita semua sukses dan menjadi alumni yang memiliki

integritas yang baik.

9. Kawan-kawan senior kessos, Bang Budi dan Bang Evan. Terima

kasih atas dukungan dan bantuannya kapada penulis selama

pnulisan skripsi biarlah Tuhan yang membalas semuanya.

10.Terima kasih kepada kepala Yayasan Pendidikan Tunanetra

Sumatera (YAPENTRA) Pdt. Dan seluruh para staf Yayasan

Pendidikan Tunanetra Sumatera (YAPENTRA) yang telah

membantu penulis serta bersedia memberikan data dan informasi

terkait dengan skripsi ini.

11.Terima kasih kepada seluruh responden yang telah membantu saya

(7)

       Medan,    Juli 2014         Penulis    

 

Grace Mai Sasmita Hutagalung   

(8)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ...i

ABSTRACK...ii

KATA PENGANTAR...iii

DAFTAR ISI ...vi

DAFTAR TABEL...xi

DAFTAR BAGAN ...xiv

DAFTAR LAMPIRAN...xv

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang...1

1.2Perumusan Masalah...9

1.3Tujuan Penelitian...9

1.4Manfaat Penelitian...9

1.5Sistem Penulisan...10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Efektivitas...11

2.1.1 Pengertian Efektivitas...11

2.1.2 Pendekatan Efektivitas...15

2.2 Pengertian Program ...17

2.3 Pelatihan Keterampilan Penyandang Cacat...18

2.4 Pengertian Penyandang Cacat...21

2.5Tuna Netra...23

(9)

2.5.3 faktor Penyebab Tunanetra ...26

2.5.4 Dampak Ketunanetraan ... 28

2.6 Pelayanan Sosial ... ...29

2.6.1 Pengertian Pelayanan Sosial ...29

2.6.2 Fungsi-Fungsi Pelayanan Sosial...30

2.7 Kerangka Pemikiran...32

2.8 Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional...35

2.8.1 Defenisi Konsep...36

2.8.2 Defenisi Operasional ...36

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian...39

3.2 lokasi Penelitian...39

3.3 Populasi dan Sampel ...40

3.4 Teknik Pengumpulan Data ...40

3.4Teknik Analisa Data ...41

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah Berdirinya Lembaga ...43

4.2. Visi Dan Misi YAPENTRA ...45

4.2.1 Misi...45

4.2.2. Visi...46

4.3. Maksud dan Tujuan Didirikannya YAPENTRA ...46

4.3.1. Maksud Didirikannya YAPENTRA...46

4.3. 2 Tujuan ...46

(10)

VI. 5 Struktur Organisasi YAPENTRA ...48

VI. 6. Keadaan Prasarana Dan Sarana YAPENTRA ...50

VI. 7. Sumber Dana YAPENTRA ...51

VI. 8. DAFTAR HADIR GURU & PEGAWAI YAPENTRA...53

BAB V ANALISIS DATA 5.1 Pengantar...57

5.2 Analisa Identitas Responden...58

5.2.1 karakteristik Responden Berdasarkan Usia...58

5.2.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin...58

5.2.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir...59

5.2.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Agama...60

5.2.5 Karakteristik Responden Berdasarkan Suku Bangsa...60

5.2.6 Karakteristik Responden Berdasarkan Keterampilan...61

5.3 Efektifitas pelaksanaan program pelatihan keterampilan bagi penyandang cacat tunanetra di Yayasan Pendidikan Tunanetra Sumatera (YAPENTRA) Tanjung Morawa Kab, Deli Serdang...61

5.3.1 Pemahaman Program ...62

5.3.2 ketepatan Sasran ...70

5.3.3 ketepatan Waktu...76

5.3.4 Tercapainya Tujuan...80

5.3.5 Perubahan Nyata...84

(11)

6.1 Kesimpulan...95

6.2 Saran ...96

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Usia...58 Tabel 5.2 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin... 58 Tabel 5.3 Distribusi Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan

Terakhir...59

Tabel 5.4 Distribusi Distribusi Responden Berdasarkan Suku Bangsa...60 Tabel 5.5 Distribusi Distribusi Responden Berdasarkan Keterampilan...61 Tabel 5.6 Distribusi Responden Berdasarkan Sumber Informasi Tentang

Lembaga...62

Tabel 5.7 Distribusi Responden Berdasarkan Pemahaman Responden Tentang Pelatihan Keterampila Sebelum Berada di

YAPENTRA...62

Tabel 5.8 Distribusi Responden Berdasarkan Tujuan Dari Program...64 Tabel 5.9 Distribusi Persediaan fasilitas yang disediakan oleh “YAPENTRA”

untuk program pelatihan keterampilan...65

Tabel 5.10 Distribusi Kesesuaian Instruksi/Tenaga Pengajar Yang Disediakan Oleh “YAPENTRA” Sesuai Dengan Bidang/ Jenis

Keterampilannya...66

Tabel 5.11 Distribusi Berdasarkan Pemahaman Responden Setelah Memperoleh Informasi Tentang Kegiatan Pelatihan Keterampilan...67

(13)

Tabel 5.13 Distribusi Berdasarkan Sikap Sikap Responden Setelah Menerima Informasi Tentang Pelatihan Keterampilan...70

Tabel 5.14 Distribusi Program Pegiatan Pelatihan Keterampilan Yang Diberikan Sesuai Dengan Minat/Bakat Responden...71

Tabel 5.15 Distribusi Yang Memilih/Menetapkan Jenis Program Pelatihan Keterampilan Yang Responden Ikuti...72

Tabel 5.16 Distribusi Responden Berdasarkan Waktu Responden Dalam Seminggu Ikut Mengikuti Pelatihan Keterampilan...76

Tabel 5.17 Distribusi Pemahaman Responden Tentang Program Pelatihan Keterampilan Sesuai Keteapatan Waktu...77

Tabel 5.18 Distribusi Pemenuhan Waktu Responden Dalam Pelatihan Keterampilan...78

Tabel 5.19 Distribusi Responden Berdasarkan Penguasaan Responden Dalam Pelayanan Yang Diberikan Selama Mengikuti Program Pelatihan

Keterampilan...78

Tabel 5.20 Distribusi Responden Berdasarkan Program Pelatihan Keterampilan Yang Diberikan Sesuai Dengan Jadwal yang telah ditetapkan...79

Tabel 5.21 Distribusi Pencapaian Peningkatan Materi Sudah Sesuai Dengan Harapan Responden...81

Tabel 5.22 Distribusi Berdasarkan Perubahan Signifikan Setelah Responden Mengikuti Program Pelatihan Keterampilan...83

(14)

Tabel 5.24 Distribusi Berdasarkan Perubahan Sikap Responden Setelah Mendapatkan Program Pelatihan Keterampilan...85

Tabel 5.25 Distribusi Responden Berdasarkan Meningkatnya Kreativitas Responden Setelah Mendapatkan Program Pelatihan

Keterampilan...86

Tabel 5.26 Distribusi Responden Berdasarkan Meningkatnya Motivasi Responden Setelah Mendapatkan...88

Tabel 5.27 Distribusi Responden Tentang Kesiapan Diri Atau Kemandirian Atas Perolehan Mendapat Program Program Pelatihan

Keterampilan...89

Tabel 5.28 Distribusi Responden Berdasarkan Pengaruh Pelatihan Keterampilan Terhadap Kemampuan Bersosialisasi Pada Lingkungan...91

Tabel 5.29 Distribusi Responden Berdasarkan Peningkatan Kepercayaan Diri Responden...92  

(15)

DAFTAR BAGAN

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Dokumentasi

2. Daftar pertayaan ( kuesioner)

3. Berita acara Seminar Proposal penelitian

4. Surat izin peneliti dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

Sumatera Utara

5. Surat balasan izin penulisan dari Yayasan Pendidikan Sumatera Utara

(17)

DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Nama : Grace Mai Sasmita Hutagalung Nim : 100902005

ABSTRAK

Efektivitas Pelaksanaan Program Pelatihan Keterampilan Bagi Penyandang Cacat Tunanetra di Yayasan Pendidikan Tunanetra Sumatera

(YAPENTRA) Tanjung Morawa, Kab. Deli Serdang Sumatera Utara Penyandang cacat tunanetra merupakan individu yang indera penglihatannya (kedua-duanya) tidak berfungsi sebagai saluran penerima informasi dalam kegiatan sehari-hari seperti halnya orang awas. Salah satu upaya pemberdayaan penyandang cacat yang dilakukan oleh pihak Yayasan Pendidikan tunanetra yaitu pemberian program pelatihan keterampilan bagi penyandang cacat tunanetra yang dilaksanakan di Yayasan Pendidikan Tunanetra Sumatera (YAPENTRA) Tanjung Morawa, Kab. Deli Serdang Sumatera Utara. Tujuannya adalah untuk meningkatkan keterampilan, pengetahuan yang sesuai dengan bakat, manfaatnya agar mereka memiliki mental dan bekal kemampuan untuk hidupnya.

Penelitian ini berbentuk penelitian deskriptif yang mengkaji masalah program pelatihan keterampilan bagi penyandang cacat tunanetra. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas pelaksanaan program pelatihan keterampilan bagi penyandang cacat tunanetra di Yayasan Pendidikan Tunanetra Sumatera (YAPENTRA) Tanjung Morawa, Kab. Deli Serdang Sumatera Utara . Sampel penelitian ini adalah warga binaan sosial tunanetra yang mengikuti pelatihan keterampilan terdiri dari 27 orang yang semuanya dijadikan populasi. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner dan dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif. Indikator yang digunakan untuk mengukur efektivitas program pelatihan keterampilan tersebut adalah pemahaman program, tepat sasaran, tepat waktu, tercapainya tujuan dan perubahan nyata sebelum dan sesudah adanya program .

Untuk mengetahui tingkat efektivitas program, pengukuran data dilakukan dengan menggunakan skala likert. Hasil penelitian menyimpulkan, efektivitas program pelatihan keterampilan bagi penyandang cacat tunanetra di Yayasan Pendidikan Tunanetra Sumatera (YAPENTRA) Tanjung Morawa, Kab. Deli Serdang Sumatera Utara yaitu efektif dengan nilai skala likert 3,71. Pemahaman responden adalah netral sebanyak 2,93. Tepat sasaran sebanyak 4,31 sangat efektif. Tepat waktu sebanyak 3,39 netral . Tercapainya tujuan 4,2 sangat efektif. Perubahan nyata 5,3 sangat efektif .Responden yang mengikuti pelatihan keterampilan kini telah memiliki keterampilan dan lebih percaya diri.

(18)

DEPARTMENT OF SCIENCE SOCIAL WELFARE FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE UNIVERSITY OF NORTH SUMATRA

Nama : Grace Mai Sasmita Hutagalung Nim : 100902005

ABSTRACK

Implementation Effectiveness Of Skills Training Programs For Persons With Disabilities Blind in Fondation Education Blind Sumatra

(Yapentra) Tanjung Morawa, Kab. Deli Serdang in North Sumatra With disabilities blind is the sense of vision (both ways) does not function as a receiver channel information in daily activities as well as normal people. One effort empowerment of person disabilities conducted by the Education Foundation of blind namely the provision of skills training programs for persons with disabilities blind conducted in Sumatra Blind Education Foundation (YAPENTRA) Tanjung Morawa, Kab. Deli Serdang, North Sumatra. The goal is to improve skills, knowledge according to their talents, so that they have a mental benefits and provision for his ability.

This study examines the form of descriptive research problem skills training programs for persons with disabilities blind. This study aims to determine the effectiveness of skills training programs for persons with disabilities blind in Education Foundation for the Blind Sumatra (YAPENTRA) Tanjung Morawa, Kab. Deli Serdang in North Sumatra. The sample was blind inmates social skills training consisted of 27 people who all serve populations. Indicators used to measure the effectiveness of the skills training program is understanding of the program, on target, on time, the achievement of objectives and tangible change before and after the program.

To determine the level of effectiveness of the program, the measurement data is done by using a Likert scale. The study concluded, the effectiveness of skills training programs for persons with disabilities blind in Education Foundation for the Blind Sumatra (YAPENTRA) Tanjung Morawa, Kab. Deli Serdang in North Sumatra that is effective with the Likert score 3.71. Understanding of the respondents are neutral as much as 2.93. Right on target as much as 4.31 is very effective. 3.39 timely as neutral. 4.2 very effective achievement of objectives. Real change of 5.3 is very effective. Respondents skills training now have the skills and more confidence.

(19)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Anak dikatakan sebagai cikal bakal lahirnya suatu generasi baru, dimana

anak menjadi generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa yang

diharapkan mampu memikul beban tugas dan tanggung jawab serta berpartisipasi

dalam pembangunan bangsa dan negara . Oleh karena itu, generasi muda perlu

dibina agar dapat bertumbuh dan berkembang secara wajar sehingga pada

gilirannya, mampu meneruskan pembangunan bangsa dan dapat hidup mandiri

dan terampil dimasa depannya. Semakin baik keperibadian anak sekarang maka

semakin baik pula kehidupan masa depan bangsa. Begitu pula sebaliknya, Apabila

keperibadian anak tersebut buruk maka akan rusak pula kehidupan bangsa yang

akan datang.

Bagi negara anak-anak merupakan alat generasi penerus bangsa dalam

menunjang kegiatan pembangunan yang berbasis pada sumber daya manusia. Hal

ini sesuai dengan amanat negara Indonesia yang tertuang dalam UUD 1945,

dimana tujuan negara indonesia adalah untuk melindungi sengenap bangsa

indonesia dan seluruh tumpah dara indonesia, memajukan kesejahteraan umum,

mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia

(Rukminto, 2003: 39). Setiap anak mempunyai hak untuk mendapatkan

penghargaan dan kepentingan yang terbaik untuknya. Hak anak untuk di dengar

atau penghargaan atas pendapat anak merupakan hal yang penting agar tumbuh

(20)

tercapai suatu keputusan yang terbaik bagi anak maupun tidak mungkin tumbuh

kembang anak maksimal jika pendapat anak tidak didengar dan pendapatnya tidak

dihargai dalam pengambilan keputusan bagi dirinya (Save The Children, 2010:

30). Hak-hak anak tersebut dapat terbentuk melalui lingkungannya, keluarga

terutama orang tua.

Secara sosiologis anak terlahir melalui orang tua, tapi dia bukan milik

orang tua. Anak adalah pribadi lain, memiliki pandangan dan pemiliran sendiri,

walaupun dia dilahirkan melalui orang tua (Sunarti, 2004: 123). Untuk memenuhi

kebutuhan anak tersebut seperti kebutuhan jasmani dan rohani serta peningkatan

kemampuan menjalankan fungsi sosial yang baik terutama bagi anak-anak

berkebutuhan khusus. Namun, secara nyata tidak semua anak terlahir secara

normal. Ada yang sejak lahir mengalami kecacatan atau pada masa perkembangan

mengalami kecacatan. Anak yang lahir demikian disebut dengan anak yang

berkeutuhan khusus . Anak yang berkebutuhan khusus harus diberi kesempatan

yang sama, sebab mereka mempunyai bakat dan talenta yang sama dengan anak

yang lainnya (Analisa, 2014: 6).

Anak dengan berkebutuhan khusus perlu dikenal dan diidentifikasi dari

kelompok anak pada umumnya, oleh karena mereka memerlukan penanganan atau

pelayanan khusus, agar memperoleh kesempatan tumbuh dan berkembang secara

maksimal sebagaimana dengan anak-anak yang lain atau awas. Anak

berkebutuhan khusus dan anak-anak normal terdapat inti persamaan, yaitu bahwa

mereka mempunyai keinginan-keinginan, aspirasi kebutuhan akan cinta kasih,

(21)

harapan masyarakat untuk kemudian tumbuh dan berkembang menjadi orang

dewasa dan menjadi warga negara yang dapat berpartisipasi bagi pembangunan

negara dan bangsa. Namun, anggapan akan keberadaan anak berkebutuhan khusus

merupakan beban, aib, bencana dan kutukan, mengakibatkan masih banyak orang

tua, keluarga dan masyarakat yang menyembunyikannya, sehingga anak

berkebutuhan khusus mengalami diskriminasi dan tidak terpenuhi haknya untuk

memperoleh pendidikan dan kesehatan sebagaimana anak lain seusianya,

termasuk hak untuk memperoleh akta kelahiran. Anggapan ini juga

mengakibatkan anak berkebutuhan khusus mendapatkan kekerasan termasuk

penelantaran dan pemasungan karena anak tersebut sering melakukan perusakan

dan tidak bisa diatur serta meresahkan lingkungan sekitarnya.

Ada beberapa jenis anak yang berkebutuhan khusus salah satunya adalah

anak tunanetra. Anak tunanetra merupakan individu yang indera penglihatannya

(kedua-duanya) tidak berfungsi sebagai saluran penerima informasi dalam

kegiatan sehari-hari seperti halnya orang awas. Mata sebagai indra penglihatan

dalam tubuh manusia menduduki peringkat utama, sebab sepanjang waktu selama

manusia terjaga mata akan membantu manusia untuk beraktivitas, disamping

indra sensoris lainnya seperti pendengaran, perabaan, penciuman dan perasa.

Begitu besar peran mata sebagai salah satu dari panca indra yang sangat penting,

maka dengan terganggunya indra penglihatan seseorang berarti ia akan kehilangan

fungsi kemampuan visualnya untuk merekam objek dan peristiwa yang ada

dilingkungannya (Efendi, 2006: 29).

Anak tunanetra memiliki keterbatasan atau bahkan ketidakmampuan

(22)

penglihatannya. Penerimaan rangsangan hanya dapat dilakukan melalui

pemanfaatan indera-indera lain di luar indera penglihatannya. Namun karena

dorongan dan kebutuhan anak untuk mengenal dunia sekitarnya, anak tunanetra

biasanya menggantikannya dengan indera pendengaran sebagai saluran utama

penerimaan informasi. Sedangkan indera pendengarannya hanya mampu

menerima informasi dari luar yang berupa suara. Berdasarkan suara, anak hanya

akan mampu mendeteksi dan menggambarkan tentang arah, sumber, jarak suatu

objek informasi. Tunanetra juga akan mengenal bentuk, posisi, ukuran dan

perbedaan permukaan melalui perabaan dan elalui bau yang diciumnya ia dapat

mengenal seseorang, lokasi objek, serta membedakan jenis benda (Somantri, 2006

: 68).

Pada hakekatnya keadaan cacat yang dimiliki oleh seseorang hanya sekedar

kelainan belaka. Sebenarnya mereka juga mempunyai kemempuan untuk

mepertahankan diri. Hanya saja yang mereka perlukan untuk itu adalah adanya

suatu pembinaan dan pelayanan yang intensif, dalam arti lebih tinggi intensitasnya

dari orang yang normal, sehinggga mereka mempunyai suatu bekal untuk hidup

secara mandiri, tanpa perlu lagi bergantung sama orang lain. Disamping itu juga

supaya dapat berinteraksi dengan sesama anggota masyarakat lainnya. Hal ini

sesuai dengan apa yang di tulis dalam Undang- Undang Dasar 1945 Pasal 28 ayat

(1) yang berbunyi “ setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan

kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari

ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas

(23)

Jumlah penyandang cacat disabilitas di Indonesia relative banyak. Menurut

data Kementrian Kesehatan (2012) ada sebanyak 6,7 juta jiwa atau 3,11%

penduduk Indonesia. Data WHO (2011) menunjukkan bahwa dari 284 juta orang

tunanetra di seluruh dunia, 39 juta (sekitar 13,7%) di antaranya adalah tunanetra

berat (blind) dan 245 juta orang (sekitar 86,3%) adalah tunanetra ringan (low

vision). Menurut data dari Kementerian Sosial RI, pada tahun 2011, jumlah

penyandang disabilitas di Indonesia mencapai 3,11%, atau sebesar 6,7 juta jiwa.

Sedangkan menurut Kementerian Kesehatan RI, jumlah penyandang disabilitas

lebih besar, yaitu: 6% dari total populasi penduduk Indonesia. Mengacu pada

standar Organisasi Kesehatan Dunia PBB (WHO) yang lebih ketat, jumlah

penyandang disabilitas di Indonesia mencapai 10 juta jiwa, sementara rata-rata

jumlah penyandang disabilitas di negara berkembang sebesar 10% dari total

populasi penduduk.Menurut data terbaru ( Juli 2012), jumlah penyandang

disabilitas di Indonesia tercatat sebagai berikut :

• Tunanetra : 1.749.981 jiwa

• Tunarungu/wicara : 602.784 jiwa

• Tunadaksa : 1.652.741 jiwa

• Tunagrahita : 777.761 jiwa (http://rehsos.kemsos.go.id, diakses

pada 01 Maret 2014 pukul 9:19 WIB).

Keterbatasan (kecacatan) tersebut sesungguhnya merupakan pribadi yang

utuh seperti individu pada umumnya, meraka memiliki potensi, bakat, minat dan

cita-cita untuk berkembang. Mereka memiliki kemampuan dalam melakukan

berbagai aktivitas dan pekerjaan sesuai denga potensinya masing-masing. Kondisi

(24)

mengharumkan nama baik Indonesia di kancah Internasional. Tahun 2011

Indonesia sukses meraih medali 15 emas, 13 perak dan 11perunggu dalam ajang

olimpiade Tunagrahita (disabilitas intelektual) yang digelar di Athena, Yunani.

Dalam bidang seni, saudara Alam dan istrinya sebagai penyandanag tunanetra

sangat piawai dalam bermain musik, sehingga mampu mengantarkannya keliling

dunia. Begitu pula banyak prestasi dan reputasi lain yang diraih penyandang cacat

disabilitas dalam berbagai bidang.

Pendidikan dan keterampilan merupakan hal yang terpenting bagi tunanetra.

Hal ini didapat mereka dari lembaga- lembaga sosial seperti panti asuhan, sekolah

luar biasa dan lain-lain yang memberikan pelayanan sosial bagi tunanetra agar

dapat mengembangkan potensi dalam diri mereka sehingga tunetra tetap eksis

ditengah- tengah masyarakat. Setelah selesai mendapatkan pendidiakan, mereka

tidak memiliki pekerjaan formal yang sesuai dengan kemampuan tunanetra.

Padahal dalam Undang- Undang RI No.43 pasal 30 Tahun 1997 tentang

Penyandang cacat yang mengatur peluang kerja bagi tunanetra atau cacat fisik

lainnya, pengusaha wajib memberikan kesempatan yang sama kepada tenaga kerja

penyandang cacat yang memenuhi persyaratan jabatan dan kualifikasi pekerjaan

untuk memperoleh pekerjaan sesuai dengan jenis dan derajat kecacatannya ( Oos,

2013 : 140).

Keterampilan sangat dibutuhkan oleh setiap individu terutama pada saat ini.

Keterampilan bagi sebagian orang adalah suatu kelebihan yang harus dimiliki

karena dalam segala aspek kita sebagai individu dituntut untuk terampilmenyikapi

segala hal. Berbeda dengan anak dengan kecacatan tunanetra, adakecenderungan

(25)

optimal dalam mengekspresikan kemampuan yang merekamiliki. Tujuan

dilakukan keterampilan bagi anak tunanetra untuk memudahkan mereka dalam

pemenuhan kebutuhan hidup mereka sehari-hari sehingga diharapkan dengan

adanya keterampilan tersebut, mereka bisa hidup mandiri.Keterbatasan anak

tunanetra menjadikan pemberian atau pengajaran akan skill atau keterampilan

sedikit berbeda dengan anak yang normal. Perlu adanya metode atau cara-cara

yang khusus yang dilakukan pengajar. Oleh sebab itu, perlu dibentuk sebuah

lembaga atau yayasan yang dapat memberikan anak berkebutuhan khusus seperti

anak tunanetra sebuah pelatihan akan keterampilan.

Di indonesia secara umum banyak terdapat lembaga sosial maupun

organisasi sosial baik non pemerintah maupun yang pemerintah, namun dalam

operasionalnya tidak sesuai dengan tujuan yang hendak diharapkan. Hal ini

dikarenakan banyak lembaga sosial maupun organisasi sosial yang masih bersifat

penerimaan saja dan memiliki sarana dan prasarana yang minim dan kurang

memiliki pengembangan untuk kedepannya. Salah satunya adalah Yayasan

Pendidikan Tuna Netra Sumatera (YAPENTRA ). Dimana, Yapentra merupakan

salah satu bentuk yayasan yang bergerak dalam bidang pendidikan dan pelatihan

keterampilan bagi tunanetra. Yapentra lahir melalui gagasan gereja GKPI. Oleh

sebab itu Yapentra merupakan suatu lembaga yang memperhatikan anak-anak

tunanetra yang mampuuntuk menolong mereka untuk dapat hidup mandiri dan

dapat melatih kemampuandan memberi keterampilan dan pendidikan untuk

mencapai cita-cita dan masa depan mereka.

Adapun pelatihan ketrampilan yang diusahakan oleh Yapentra yaitu

(26)

modern), pelatihan anyaman , pelatihan budi daya tanaman. Namun, bagi

penyandang cacat netra, hal ini merupakan kegiatan yang tidak mudah dan

seringkali mereka mengalami hambatan. Gangguan pada penglihatannya

menyebabkan mereka tidak dapat melihat secara jelas, detail, dan langsung apa

yang sedang dilakukan oleh orang yang berada di sekitarnya, sehingga mereka

tidak dapat menirukan atau mencontohnya. Untuk dapat memiliki dan menguasai

keterampilan dalam kegiatan kehidupan sehari-hari, penyandang cacat netra perlu

latihan yang bertahap, kontinyu, dan sungguh-sungguh. Latihan ini sangat

penting, agar mereka kelak memiliki keterampilan yang memadai, sehingga

mereka mampu mandiri tanpa banyak meminta bantuan dari orang lain.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka penulis tertarik

untuk mengkaji lebih dalam mengenai bagaimana keefektifan pelayanan sosial

yang diberikan oleh Yayasan Pendidikan Tunanetra Sumatera (YAPENTRA)

terhadap penyandang cacat tunanetra dengan melihat kualitas kegiatan seperti

reaksi warga binaan tunanetra terhadap program kegiatan, kuantitas kegiatan

seperti seberapa jauh penguasaan konsep selama pelatihan dan dampak pelatihan.

Penulis membatasi penelitian ini hanya pada ruang lingkup keefektifan pelayanan

yang diberikan kepada penyandang cacat tunanetra. Penulis mengangkat

permasalahan yang dirangkum dalam penelitian sebuah karya ilmiah berbentuk

skripsi dengan judul: “Efektifitas Pelaksanaan Program Pelatihan

(27)

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka

penulis merumuskan permasalahan dalam penelitian ini adalah: “Bagaimana

Efektivitas Pelaksanaan Program Pelatihan Keterampilan Penyandang Cacat Tunanetra di Yayasan Pendidikan Tunanetra Sumatera (YAPENTRA) Tanjung Morawa, Kab. Deli Serdang ?”.

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana Efektivitas

Pelaksanaan Program Pelatihan Keterampilan Penyandang Cacat Tunanetra di

Yayasan Pendidikan Tunanetra Sumatera (YAPENTRA) Tanjung Morawa,

Kab. Deli Serdang.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai berikut:

1. Secara teoritis, dapat menambah wawasan dan pemahaman mengenai pola

asuh dipanti asuhan terhadap perkembangan sosial anak.

2. Secara akademis, dapat memberikan kontribusi keilmuan dalam

menambah referensi dan bahan kajian bagi para peneliti atau bagi

mahasiswa yang tertarik terhadap penelitian yang berkaitan dengan

(28)

1.4 Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini berisikan Latar Belakang Masalah, PerumusanMasalah,

Tujuan dan Manfaat Penelitian serta SistematikaPenulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab ini berisikan teori-teori yang berkaitan dengan

penelitian, kerangka pemikiran, definisi konsep dan definisi

operasional.

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini berisikan uraian metodologi penelitian yang terdiri dari

tipe penelitian, lokasi penelitian, populasi dan sampel, teknik

pengumpulan data dan teknik analisa data.

BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini berisikan uraian sejarah geografis dan gambaran umum

tentang lokasi dimana peneliti melakukan penelitian.

BAB V : ANALISA DATA

Bab ini berisikan tentang uraian data yang diperoleh dari hasil

penelitian dan analisanya.

BAB : VI PENUTUP

Bab ini berisikan kesimpulan dan saran dari hasil penelitian yang

(29)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Efektivitas

2.1.1 Pengertian Efektivitas

Pada kamus besar Bahasa Indonesia, efektivitas diartikan sebagai sesuatu

yang ada efeknya (akibatnya,pengaruhnya) dapat diartikan dapat membawa hasil,

berhasil guna serta dapat pula berarti mulai berlaku. Selanjutnya Bahasa Inggris,

kata efektif yaitu effective yang berarti berhasil atau sesuatu yang dilakukan itu

berhasil dengan baik. Efektivitas merupakan unsur pokok untuk mencapai tujuan

atau sasaran yang telah ditentukan di dalam setiap organisasi. Organisasi biasanya

berada dalam lingkungan yang bergejolak dengan sumber data yang terbatas.

Lingkungan yang berubah-ubah sesuai dengan perkembangan zaman, perubahan

tersebut akan mempengaruhi efektivitas organisasi. Dalam lingkungan demikian

organisasi harus tanggap dan pandai mengantisipasi perubahan agar organisasi

tetap dapat mempertahankan keberadaannya dan dapat berfungsi maka organisasi

itu harus efektif (Thoha, 2007:98).

Efektivitas adalah hubungan antara output dan tujuan. Dalam artian

efektivitas merupakan ukuran seberapa jauh tingkat output, kebijakan dan

prosedur dari organisasi mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam pengertian

teoritis dan praktis, tidak ada persetujuan yang universal mengenai apa yang

dimaksud dengan efektivitas. Berbagai pandangan yang dikemukakan oleh para

ahli berbeda-beda tentang pengertian dan konsep efektivitas dipengaruhi oleh latar

(30)

suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target kuantitas, kualitas dan waktu

telh tercapai. Semakin besar persentase target yang dicapai, maka semakin tinggi

efektivitasnya. Gibson juga berpendapat efektivitas adalah pencapaian sasaran

yang telah disepakati atas usaha bersama (Ibnu, 2009).

Berdasarkan berbagai pengertian tersebut, ada empat hal yang merupakan

unsur-unsur efektifitas yaitu sebagai berikut:

1. Pencapaian tujuan, suatu kegiatan dikatakan efektif apabila dapat mencapai

tujuan atau sasaran yang telah ditentukan sebelumnya.

2. Ketepatan waktu, sesuatu yang dikatakan efektif apabila penyelesaian atau

tercapainya tujuan sesuai atau bertepatan dengan waktu yang telah ditentukan.

3. Manfaat, sesuatu yang dikatakan efektif apabila tujuan itu memberikan manfaat

bagi masyarakat sesuai dengan kebutuhannya.

4. Hasil, sesuatu kegiatan dikatakan efektif apabila kegiatan itu memberikan hasil.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa yang dimaksud dengan

efektifitas adalah tercapainya tujuan yang telah di tetapkan. Adanya ketentuan

waktu dalam memberikan pelayanan serta adanya manfaat yang dirasakan oleh

masyarakat terhadap pelayanan yang diberikan padanya. Dilihat dari perspektif

efektivitas organisasi, Gaertner dan Ramnarayan mengatakan, efektifitas dalam

suatu organisasi bukan suatu benda, atau suatu tujuan, atau suatu karakteristik dari

output atau perilaku organisasi, tetapi cukup suatu pernyataan dari relasi-relasi di

dalam dan di antara jumlah yang relevan dari organisasi tersebut. Suatu organisasi

yang efektif adalah yang dapat membuat laporan tentang dirinya dan

aktivitas-aktivitasnya menurut cara-cara dalam mana jumlah-jumlah tersebut dapat

(31)

politik dari pada aspek ekonomi atas bidang produktivitas. Gerakan produktivitas

tidak begitu disebabkan oleh dorongan ekonomi. Menjadi produktif adalah

menjadi tanggap secara politik. (Gomes,2003:163).

Unsur yang penting dalam konsep efektivitas adalah; yang pertama

adalah pencapaian tujuan yang sesuai dengan apa yang telah disepakati secara

maksimal, tujuan merupakan harapan yang dicita-citakan atau suatu kondisi

tertentu yang ingin dicapai oleh serangkaian proses. Diketahui bahwa efektivitas

merupakan suatu konsep yang sangat penting karena mampu memberikan

gambaran mengenai keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai sasarannya

atau dapat dikatakan bahwa efektivitas merupakan tingkat ketercapaian tujuan dari

aktivasiaktivasi yang telah dilaksanakan dibandingkan dengan target yang telah

ditetapkan sebelumnya. Pada beberapa literatur ilmiah mengemukakan bahwa

efektivitas merupakan pencapaian tujuan secara tepat atau memilih tujuan-tujuan

yang tepat dari serangkaian alternatif atau pilihan cara dan menentukan pilihan

dari beberapa pilihan lainnya. Efektivitas juga bisa diartikan sebagai pengukuran

keberhasilan dalam pencapaian tujuan-tujuan yang telah ditentukan. Sebagai

contoh jika sebuah tugas dapat selesai dengan pemilihan cara-cara yang sudah

ditentukan, maka cara tersebut adalah benar atau efektif.

Dalam pengukuran efektifitas terdapat kompetensi pengelolaan

pembelajaran yaitu kemampuan agen pemberdayaan dalam memciptakan proses

belajar kepada masyarakat dalam mengubah perilakunya yaitu meningkatkan

kemampuan, kualitas hidup, dan kesejahteraannya. Melalui belajar masyarakat

diharapkan mampu menguasai dan menerapkan inovasi yang lebih

(32)

pelatihan, dalam organisasi kegiatan pelatihan merupakan aspek penting sebagai

upaya meningkatkan kinerja pegawainya. Begitupula dalam kehidupan

dimasyarakat seperti petani atau nelayan, kegiatan pelatihan dan kursus lainnya,

atau istilah sejenis lainnya merupakan aspek penting guna meningkatkan

kemampuan mereka menuju peningkatan kualitas hidupnya. Dalam pelaksanaan

pelatihan seringkali dihadapkan dalam permasalahan. Menurut Rothell (1994 )

ada empat permasalahan dalam pendekatan pelatihan yaitu: 1) kegiatan pelatihan

seringkali tidak fokus terutama berkaitan dengan materi yang diberikan, 2)

lemahnya dukungan manajemen, 3)pelatihan kadang tidak direncanakan dan

diselenggarakan secara sistematis, 4) dan materi pelatihan tidak sesuai dengan

kebutuhan ( Oos, 2013: 68- 70).

Berdasarkan beberapa pendapat dan teori efektivitas yang telah diuraikan

tersebut, dapat disimpulkan bahwa dalam mengukur efektivitas suatu kegiatan

atau aktifitas perlu diperhatikan beberapa indikator, yaitu:

1. Pemahaman program

2. Tepat sasaran

3. Tepat waktu

4. Tercapainya tujuan

5. Perubahan nyata sebelum dan sesudah adanya program

(33)

2.1.2 Pendekatan Efektivitas

Pendekatan efektifitas digunakan untuk mengukur sejauh mana aktifitas

itu efektif. Ada beberapa pendekatan yang digunakan terhadap efektivitas yaitu:

1. Pendekatan sasaran (Goal Approach)

Pendekatan ini mencoba mengukur sejauh mana suatu lembaga berhasil

merealisasikan sasran yang hendak dicapai. Pendekatan sasaran dalam

pengukuran efektivitas dimulai dengan identifikasi sasaran organisasi dan

mengukur tingkatan keberhasilan organisasi dalam mencapai sasaran tersebut

(Price, 1972: 15).

Sasaran yang penting diperhatikan dalam pengukuran efektivitas dengan

pendekatan ini adalah sasaran resmi “Offical Goal” dengan memperhatikan

permasalahan yang ditimbulkannya, dengan memusatkan perhatian terhadap

aspek output yaitu dengan mengukur keberhasilan program dalam mencapai

tingkat output yang direncanakan. Dengan demikian, pendekatan ini mencoba

mengukur sejauh mana organisasi atau lembaga berhasil merealisasikan

sasaran yang hendak dicapai. Efektivitas juga selalu memperhatikan faktor

waktu pelaksanaan. Oleh karena itu dalam efektivitas selalu terkandung unsur

waktu pelaksanaan dan tujuan tercapainya dengan waktu yang tepat maka

program tersebut akan lebih efektif. Pendekatan sasaran dalam pelaksanaan

program pelatihan keterampilan dilihat dari pendampingan kepada anak

tunanetra yang menjadi anggota binaan dalam mengarahkan tujuan yang ingin

(34)

2. Pendekatan Sumber (System Resource Approach)

Pendekatan sumber mengukur efektivitas melalui keberhasilan suatu

lembaga dalam mendapatkan berbagai macam sumber yang dibutuhkannya.

Seatu lembaga harus dapat memperoleh berbagai macam sumber dan juga

memelihara keadaan dan system agar dapat menjadi efektif. Pendekatan ini

didasarkan pada teori mengenai keterbukaan sistem suatu lembaga terhadap

lingkungannya, karena lembaga mempunyai hubungan yang merata dalam

lingkungannya dimana dari lingkungan diperoleh sumber-sumber yang

terdapat pada lingkungan sering kali bersifat langka dan bernilai tinggi.

Pendekatan sumber dalam kegiatan program pelatihan keterampilan ini dilihat

dari seberapa jauh hubungan antara anggota binaan program pelatihan

keterampilan dengan lingkungan sekitarnya.

3. Pendekatan Proses ( Internal Process Approach)

Pendekatan proses menganggap sebagai efisiensi dan kondisi kesehatan

dari suatu lembaga internal berjalan dengan lancar, dimana kegiatan

bagian-bagian yang ada berjalan secara terkoordinasi. Pendekatan ini tidak

memperhatikan lingkungan melainkan memusatkan perhatian terhadap

kegiatan yang dilakukan terhadap sumber-sumber yang dimiliki lembaga yang

(35)

2.2Pengertian Program

Program adalah tahap-tahap dalam penyelesaian rangkaian yang berisi

langkah-langkah yang akan dikerjakan untuk mencapai tujuan dan merupakan

unsur pertama yang harus ada demi tercapainya kegiatan implementasi. Menurut

Manila (dalam Jones, 1996: 4) mengemukakan bahwa program akan menunjang

implementasi, program tersebut memuat berbagai aspek antara lain:

a. Adanya tujuan yang ingin dicapai

b. Adanya kebijaksanaa-kebijaksanaan yang diambil dalam mencapai

tujuan

c. Adanya aturan-aturan yang harus dipegang dalam prosedur yang harus

dilalui

d. Adanya perkiraan anggaran yang dibutuhkan

e. Adanya strategi dalam pelaksanaan

Melalui program maka segala bentuk rencana akan lebih terorganisir dan

lebih mudah untuk dioprasionalkan. Hal tersebut sesuai dengan pengertian

program yang diuraikan.

Menurut Charles O. Jones, pengertian program adalah cara yang disahkan

untuk mencapai tujuan dari beberapa karakteristik tertentu yang dapat membantu

seseorang untuk mengidentifikasi suatu aktivitas sebagai program atau tidak yaitu:

1. Program cenderung membutuhkan staf, misalnya untuk melaksanakan

atau sebagai pelaku program

2. Program biasanya memiliki anggaran tersendiri, program kadang

(36)

3. Program memiliki identitas sendiri, program yang berjalan efektif

dapat diakui oleh publik.

Program terbaik didunia adalah program yang didasarkan pada model

teoritis yang jelas, yakni: sebelum menentukan masalah sosial yang diatasi dan

memulai melakukan intervensi, sebelumnya harus ada pemikiran yang serius

terhadap bagaimana dan mengapa masalah itu terjadi dan apa yang menjadi solusi

terbaik ( Jones, 1996: 295).

2.3 Pelatihan Pelatihan Keterampilan Penyandang Cacat

Pelatihan keterampilan adalah setiap usaha untuk memperbaiki

performansi pekerja pada suatu pekerjaan tertentu yang sedang menjadi

tanggungjawabnya, atau satu pekerjaan yang ada kaitannya dengan pekerjaannya.

Supaya efektif, pelatihan biasanya harus mencakup pengalaman belajar (learning

experience), aktivitas-aktivitas yang terencana (be a planned organizational

activity), dan didesain sebagai jawaban atas kebutuhan-kebutuhan yang berhasil

diidentifikasikan. Secara ideal, pelatihan harus didesain untuk mewujudkan

tujuan-tujuan organisasi, yang pada waktu yang bersamaan juga mewujudkan

tujuan-tujuan dari para pekerja secara perorangan (Gomes, 2003: 197).

Pelatihan keterampilan sering dianggap sebagai aktivitas yang paling dapat

dilihat dan paling umum dari semua aktivitas. Para penyelenggara menyokong

pelatihan karena melalui pelatihan para peserta, dalam hal ini klien anak tunanetra

akan menjadi lebih terampil dan lebih produktif. Pelatihan lebih sebagai sasran

(37)

berdaya dari sebelumnya, mengurangi dampak-dampak negatif yang dikarenakan

kurangnya pendidikan, pengalaman yang terbatas atau kurangnya kepercayaan diri

dari klien anak tunanetra.

Keterampilan adalah kegiatan yang berhubungan dengan urat-urat syaraf

dan otot-otot yang lazimnya tampak dalam kegiatan jasmania seperti menulis,

mengetik, olahraga, dan sebagainya. Meskipun sifatnya motorik, namun

keterampilan itu memerlukan koordinasi gerak yang diteliti dan kesadaran yang

tinggi. Dengan demikian, klien anak tunanetra yang melakukan gerakan motorik

dengan koordinasi dan kesadaran yang rendah dapat dianggap kurang atau tidak

terampil. Sedangkan (Reber, dalam Syah, 2005: 121) mengatakan, bahwa

keterampilan adalah kemampuan melakukan pola-pola tingkahlaku yang

kompleks dan tersusun rapi secara mulus dan sesuai dengan keadaan untuk

mencapai hasil tertentu. Adapun pelatihan ketrampilan yang diusahakan oleh

Yapentra yaitu pelatihan musik (tradisional dan modern), pelatihan pijat

(tradisional dan modern), pelatihan pertukangan, pelatihan pertanian, pelatihan

peternakan.hal ini merupakan kegiatan yang tidak mudah dan seringkali mereka

mengalami hambatan.

Keterampilan merupakan mata pelajaran yang memberikan kesempatan

kepada anak asuh untuk terlibat dalam berbagai pengalaman apresiasi maupun

pengalaman berkreasi untuk menghasilkan suatu produk berupa benda nyata yang

bermanfaat langsung bagi kehidupan mereka. Anak tunanetra melakukan

interaksi dengan benda-benda produk kerajian dan teknologi yang ada di

lingkungannya saat pelatihan keterampilan, kemudian berkreasi menciptakan

(38)

pengalaman konseptual, pengalaman apresiatif dan pengalaman kreatif.

Pembelajaran keterampilan dirancang sebagai proses komunikasi belajar untuk

mengubah perilaku anak asuh cekat, cepat dan tepat melalui pembelajaran

kerajinan, teknologi rekayasa dan teknologi pengolahan (Sudjana, 1996: 17 ).

Perilaku terampil ini dibutuhkan dalam keterampilan hidup manusia di

masyarakat. Melihat uraian tersebut, secara substansi bidang keterampilan

mengandung kinerja kerajinan dan teknologis. Istilah kerajinan berangkat dari

kecakapan melaksanakan, mengolah dan menciptakan dengan dasar kinerja

keterampilan psimotorik. Maka, keterampilan kerajinan berisi kerajinan tangan

membuat benda pakai atau fungsional. Keterampilan teknologi terdiri dari

teknologi rekayasa dan teknologi pengolahan.

Metode pelatihan merupakan bentuk yang dipilih dalam pelatihanpelatihan

yang menyediakan langsug keterampilan-keterampilan untuk para peserta.

Adapun prinsip umum bagi metode pelatihan harus memenuhi sebagai berikut:

(1) Memotivasi para peserta latihan untuk belajar keterampilan baru

(2) Memperlihatkan keterampilan-keterampilan yang diinginkan untuk dipelajari,

(3) Harus konsisten dengan isi (misalnya, dengan menggunakan pendekatan

interaktif untuk mengajarkan keterampilan-keterampilan interpersonal),

(4) Memungkinkan partisipasi aktif,

(5) Memberikan kesempatan berpraktek dan perluasan keterampilan,

(6) Memberikan feedback mengenai performansi selama pelatihan,

(7) Mendorong adanya pemindahan yang positif dari pelatihan ke pekerjaan, dan

(39)

Sehingga metode pelatihan tidak terlepas dari pelatihan-pelatihan

yangmenyediakan langsung keterampilan untuk peserta. Menjadikan peserta

perilaku-perilaku yang terampil untuk kemandirian diri sendiri dalam kehidupan

sehari-hari dan dalam hidup bermasyarakat.

2.4 Pengertian Penyandang Cacat

Istilah “Disabilitas” mungkin kurang akrab di sebagian masyarakat

Indonesia berbeda dengan “Penyandang Cacat”, istilah ini banyak yang

mengetahui atau sering digunakan di tengah masyarakat. Istilah Disabilitas

merupakan kata bahasa Indonesia berasal dari serapan kata bahasa Inggris

disability (jamak: disabilities) yang berarti cacat atau ketidakmampuan. Namun,

dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata “Disabilitas” belum tercantum.

Disabilitas adalah istilah baru pengganti Penyandang Cacat. Penyandang cacat

dapat diartikan individu yang mempunyai keterbatasan fisik atau

mental/intelektual ( http://bahasa.kompasiana.com. Diakses tanggal 01 Juni 2014

pukul 10.00 wib).

Dalam UU RI No. 4 tahun 1977 disebutkan tentang “Penyandang cacat

adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan/atau mental, yang dapat

mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan

(40)

a. penyandang cacat fisik;

b. penyandang cacat mental;

c. penyandang cacat fisik dan mental.

Mengenai hak dan kewajiban penyandang cacat disebutkan bahwa setiap

penyandang cacat mempunyai kesempatan yang sama dalam segala aspek

kehidupan dan penghidupan. Sedangkan kesamaan kesempatan bagi penyandang

cacat dalam aspek kehidupan dan penghidupan dilaksanakan melalui penyediaan

aksesbilitas. Selanjutnya yang dimaksud dengan aspek kehidupan dan

penghidupan adalah meliputi antara lain aspek agama, kesehatan, politik,

pertahanan keamanan, olahraga, rekreasi dan informasi yang layak sesuai dengan

derajat kecacatan, pendidikan dan kemampuannya.

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 4 Tahun 1997 (tentang

penyandang cacat) Bab II Pasal 6 menyatakan “Setiap penyandang cacat berhak

memperoleh :

1. Pendidikan pada semua satuan, jalur, jenis dan jenjang pendidikan

2. Pekerjaan dan penghidupan yang layak sesuai dengan jenis dan derajat

kecacatan, pendidikan dan kemampuannya.

3. Perlakuannya yang sama untuk bergerak dalam pembangunan dan menikmati

hasil-hasilnya.

4. Aksesbilitas dalam rangka kemandirian.

5. Rehabilitasi, bantuan sosial dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial dan

6. Hak yang sama untuk menumbuhkankembangkan, kemampuan dan kehidupan

sosialnya, terutama penandang cacat anak dalam lingkungan keluarga dan

(41)

2.5 Tuna Netra

2.5.1 Pengertian Tuna Netra

Dalam bidang pendidikan luar biasa, anak dengan gangguan penglihatan

lebih akrab disebut anak tunanetra. Pengertian tunanetra tidak saja mereka yang

buta, tetapi mencakup juga mereka yang mampu melihat tetapi terbatas sekali dan

kurang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan hidup sehari-hari terutama dalam

belajar. Jadi, anak-anak dengan kondisi penglihatan yang termasuk “setengah

melihat”, “Low Vision”, atu rabun adalah bagian dari kelompok anak tuna netra.

Dari uraian di atas, pengertian anak tunanetra adalah individu yang indra

penglihatannya (kedua-duanya) tidak berfungsi sebagai saluran penerimaan

informasi dalam kegiatan sehari-hari seperti halnya orang awas. Anak- anak

dengan gangguan penglihatan ini dapat diketahui kondisinya berikut:

 Ketajaman penglihatannya kurang dari ketajaman yang dimiliki

orang awas

 Terjadi kekeruhan pada lensa mata atau terdapat cairan tertentu

 Posisi mata sulit dikendalikan oleh syaraf otak

 Posisis mata sulit dikendalikan oleh syaraf otak

 Terjadi kerusakan susunan syaraf otak yang berhubungan dengan

penglihatan

Dari kondisi-kondisi diatas, pada umumnya yang digunakan sebagai

patokan apakah seorang anak termasuk tunanetra atau tidak ialah berdasarkan

pada tingkat ketajaman penglihatannya (Somantri, 2006: 65).Untuk mengetahui

(42)

Perlu ditegaskan bahwa anak dikatakan tunanetra bila ketajaman penglihatannya

(visusnya) kurang dari 6/21. Artinya, berdasarkan tes, anak hanya mampu

membaca huruf pada jarak 6 meter yang oleh orang awas dapat dibaca pada jarak

21 meter.

Berdasarkan acuan tersebut, anak tunanetra dapat dikelompokkan menjadi

dua macam, yaitu :

1. Buta

Dikatakan buta jika anak sama sekali tidak mampu menerima

rangsangan cahaya dari luar (visusnya = 0)

2. Low Vision

Bila anak masih mampu menerima rangsang cahaya dari luar, tetapi

ketajamannya lebih dari 6/21, atau jika anak hanya mampu membaca

headline pada surat kabar (Somantri , 2006: 66).

2.5.2 klasifikasi Tunanetra

Klasifikasi ketunanetraan, secara garis besar yaitu dibagi menjadi dua,

antara lain :

1. Waktu terjadinya kecacatan: yakni sejak kapan anak menderita tunanetra yang

dapat digolongkan sebagai berikut :

a) Penderita tunanetra sebelum dan sejak lahir, yakni mereka yang sama sekali

(43)

b) Penderita tunanetra sesudah lahir atau pada usia kecil, yaitu mereka yang

sudah memiliki kesan-kesan serta pengalaman visual, tetapi belum kuat dan

mudah terlupakan .

c) Penderita tunanetra pada usia sekolah atau pada masa remaja; kesan kesan

pengalaman visual meninggalkan pengaruh yang mendalam terhadap proses

perkembangan pribadi.

d) Penderita tunanetra pada usia dewasa, yang dengan segala kesadaran masih

mampu melakukan latihan-latihan penyesuaian diri.

e) Penderita tunanetra dalam usia lanjut, yaitu mereka yang sebagian besar

sudah sulit mengalami latihan-latihan penyesuaian diri.

2. Pembagian berdasarkan kemampuan daya lihat yaitu :

a) Penderita tunanetra ringan (low vision), yakni mereka yang mempunyai

kelainan atau kekurangan daya penglihatan, seperti para penderita rabun,

juling, myopia ringan. Mereka ini masi dapat mengikuti program pendidikan

biasa di sekolah-sekolah umum atau masih mampu melakukan

pekerjaan-pekerjaan yang membutuhkan penglihatan dengan baik.

b) Penderita tunanetra setengah berat (partially sighted), yaitu mereka yang

mengalami sebagian daya penglihatan. Hanya dengan menggunakan

kacamata pembesar mereka masih bisa mengikuti program pendidikan biasa

atau mampu membaca tulisan yang berhuruf tebal.

c) Penderita tunanetra berat (totally blind), yaitu mereka yang sama sekali tidak

(44)

2.5.3 faktor Penyebab Tunanetra

1. Pre-natal

Faktor penyebab ketunanetraan pada masa pre-natal sangat erat

hubungannya dengan masalah keturunan dan pertumbuhan seorang anak dalam

kandungan, antara lain:

a. Keturunan

Ketunanetraan yang disebabkan oleh faktor keturunan terjadi dari hasil

perkawinan bersaudara, sesama tunanetra atau mempunyai orang tua yang

tunanetra. Ketunanetraan akibat faktor keturunan antara lain Retinitis

Pigmentosa, penyakit pada retina yang umumnya merupakan keturunan. Penyakit

ini sedikit demi sedikit menyebabkan mundur atau memburuknya retina. Gejala

pertama biasanya sukar melihat di malam hari, diikuti dengan hilangnya

penglihatan periferal, dan sedikit saja penglihatan pusat yang tertinggal.

b. Pertumbuhan seorang anak dalam kandungan

Ketunanetraan yang disebabkan karena proses pertumbuhan dalam

kandungan dapat disebabkan oleh:

1. Gangguan waktu ibu hamil.

2. Penyakit menahun seperti TBC, sehingga merusak sel-sel darah tertentu

selama pertumbuhan janin dalam kandungan.

3. Infeksi atau luka yang dialami oleh ibu hamil akibat terkena rubella atau

cacar air, dapat menyebabkan kerusakan pada mata, telinga, jantung dan

(45)

4. Infeksi karena penyakit kotor, toxoplasmosis, trachoma dan tumor. Tumor

dapat terjadi pada otak yang berhubungan dengan indera penglihatan atau

pada bola mata itu sendiri.

5. Kurangnya vitamin tertentu, dapat menyebabkan gangguan pada mata

sehingga hilangnya fungsi penglihatan.

2. Post-natal

Penyebab ketunanetraan yang terjadi pada masa post-natal dapat terjadi

sejak atau setelah bayi lahir antara lain:

a. Kerusakan pada mata atau saraf mata pada waktu persalinan, akibat benturan

alat-alat atau benda keras.

b. Pada waktu persalinan, ibu mengalami penyakit gonorrhoe, sehingga baksil

gonorrhoe menular pada bayi, yang pada ahkirnya setelah bayi lahir mengalami

sakit dan berakibat hilangnya daya penglihatan.

c. Mengalami penyakit mata yang menyebabkan ketunanetraan, misalnya:

1. Xeropthalmia; yakni penyakit mata karena kekurangan vitamin A.

2. Trachoma; yaitu penyakit mata karena virus chilimidezoon trachomanis.

3. Catarac; yaitu penyakit mata yang menyerang bola mata sehingga lensa

mata menjadi keruh, akibatnya terlihat dari luar mata menjadi putih.

4. Glaucoma; yaitu penyakit mata karena bertambahnya cairan dalam bola

mata, sehingga tekanan pada bola mata meningkat.

5. Diabetik Retinopathy; adalah gangguan pada retina yang disebabkan karena

diabetis. Retina penuh dengan pembuluh-pembuluh darah dan dapat

(46)

6. Macular Degeneration; adalah kondisi umum yang agak baik, dimana

daerah tengah dari retina secara berangsur memburuk. Anak dengan retina

degenerasi masih memiliki penglihatan perifer akan tetapi kehilangan

kemampuan untuk melihat secara jelas objek-objek di bagian tengah bidang

penglihatan.

7. Retinopathy of prematurity; biasanya anak yang mengalami ini karena

lahirnya terlalu prematur. Pada saat lahir masih memiliki potensi penglihatan

yang normal. Bayi yang dilahirkan prematur biasanya ditempatkan pada

inkubator yang berisi oksigen dengan kadar tinggi, sehingga pada saat bayi

dikeluarkan dari inkubator terjadi perubahan kadar oksigen yang dapat

menyebabkan pertumbuhan pembuluh darah menjadi tidak normal dan

meninggalkan semacam bekas luka pada jaringan mata. Peristiwa ini sering

menimbulkan kerusakan pada selaput jala (retina) dan tunanetra total.

d. Kerusakan mata yang disebabkan terjadinya kecelakaan, seperti masuknya

benda keras atau tajam, cairan kimia yang berbahaya, kecelakaan dari

kendaraan (http://www.pkplkdikmen.di akses tanggal 04 Juni 2014, Pukul

10.00 Wib).

2.5.4 Dampak Ketunanetraan

Aktvitas manusia dalam berinteraksi dengan lingkungan sekitar

akan efektif apabila mengikutsertakan alat- alat indra yang dimiiki, seperti

penglihatan, perabaan, pembau, pengecap, baik dilakukan secara sendiri- sendiri

(47)

memudahkan seseorang melakukan apersepsi terhadap peristiwa atau objek yang

diobservasi, terutama untuk membentuk suatu penglihatan yang utuh. Dengan

tanggungnya salah satu atau lebih alat indranya ( penglihatan, pendengaran,

pengecap, pembau maupun peraba), akan mempengaruhi terhadap indra- indra

yang lain. Pada gilirannya akan membawa konsekuensi tersendiri terhadap

kemempuan dirinya berinteraksi dengan lingkungan sekitar. Misalnya, pada anak

tunanetra dengan kehilangan sebagian atau keseluruhan fungsi penglihatan pada

anak tunanetra akan menimbulkan dampak negatif atas kemampuaanya yang lain,

seperti pengembangan psikis dan penyesuaian sosial ( Efendi, 2005: 36-37)

2.6 Pelayanan Sosial

2.6.1 Pengertian Pelayanan Sosial

Pelayanan sosial merupakan aksi atau tindakan untuk mengeahui masalah

sosial. Pelayanan sosial dapat diartikan sebagai perangkat program yang ditujukan

untuk membantu individu atau kelompok yang menglami hambatan dalam

memenuhi kebutuhan hidupnya. Jika keadaan individu atau sekelomok tersebut

dibiarkan, maka akan timbul masalah sosial, seperti kemiskinan, kelantaran dan

kriminalitas. Kategorisasi pelayan sosial biasanya dikelompokkan berdasarkan

sasaran pelayanan (misalnya peayanan atau perawatan anak, remaja, lanjut usia ),

setting atau tempatnya (misalnya: pelayanan sosial disekolah, tempat kerja,

penjara, rumah sakit) atau berdasarkan jenis atau sektor (misalnya: pelayanan

konseling, kesehatan mental, pendidikan khususus dan vokasi, jaminan sosial dan

(48)

Pelayanan sosial adalah kegiatan terorganisir utuk meningkatkan kondisi

orang- orang yang kurang beruntung dalam mayarakat. Pemerintah Indonesia,

khususnya Departemen Sosial dan sejumlah besar organisasi- organisasi non

pemerintah telah memaknai peran penting dalam bidang pelayanan sosial. Dana

yang dipergunakan lembaga- lembaga pemerintah bagi pelayanan sosial biasanya

diperoleh dari pajak. Sedangkan, pelayanan sosial yang diselenggarakan badan-

badan non pemerintah sering kali didanai oleh sumbangan individu, pengusaha

atau lembaga donor internasional.

2.6.2 Fungsi-Fungsi Pelayanan Sosial

Pelayanan sosial dapat dikategorikan dalam berbagai cara tergantung

daritujuan klasifikasi. PBB mengemukakan bahwa fungsi pelayanan sosial adalah:

1. Perbaikan secara progresif daripada kondisi kehidupan orang.

2. Pengembangan sumber-sumber daya manusia.

3. Berorientasi orang terhadap perubahan sosial dan penyesuaian diri.

4. Penggerakan dan penciptaan sumber-sumber komunitas untuk tujuan-tujuan

pembangunan.

5. Penyediaan struktur-struktur institusional untuk pelayanan-pelayanan yang

terorganisasi lainnya.

Fungsi pelayanan sosial ditinjau dari persfektif masyarakat menurut

(Muhidin, 1992: 43) adalah sebagai berikut:

1. Pelayanan-pelayanan atau keuntungan-keuntungan yang diciptakan untuk lebih

(49)

2. Pelayanan-pelayanan atau keuntungan-keuntungan yang diciptakan sebagai

suatu investasi yang diperlukan untuk mencapai tujuan-tujuan sosial.

3. Pelayanan-pelayanan atau keuntungan-keuntungan yang untuk melindungi

masyarakat.

4. Pelayanan-pelayanan atau keuntungan-keuntungan yang diciptakan sebagai

program kompensasi bagi orang-orang yang tidak mendapatkan pelayanan

sosial.

Menurut (Murdin, 1989: 50-51) mengatakan bahwa bentuk-bentuk

pelayanan sosial sesuai dengan fungsi-fungsinya adalah:

1. Pelayanan akses, mencakup pelayanan informasi, pemberian nasihat dan

partisipasi. Tujuannya untuk membantu orang agar dapat mencapai atau

menggunakan fasilitas pelayanan yang tersedia.

2. Pelayanan terapi, mencakup pertolongan terapi dan rehabilitasi, termasuk

didalamnya perlindungan dan perawatan. Misalnya pelayanan yang diberikan

oleh badan-badan yang menyediakan konseling, pelayanan kesejahteraan anak,

pelayanan kesejahteraan sosial medis dan sekolah, serta perawatan bagi

orangorang jompo (lanjut usia).

3. Pelayanan sosial dan pengembangan, misalnya taman penitipan bayi dan anak,

keluarga berencana, pendidikan keluarga, pelayanan rekreasi bagi pemuda, dan

(50)

2.7 Kerangka Pemikiran

Anak tunanetra adalah individu yang indera penglihatannya

(kedua-duanya) tidak berfungsi sebagai saluran penerima informasi dalam kegiatan

sehari-hari seperti halnya orang awas. Untuk mengetahui ketunanetraan dapat

digunakan suatu tes yang dikenal sebagai tes Snellen Card. Perlu ditegaskan

bahwa anak dikatakan tunanetra bila ketajaman penglihatannya (visusnya) kurang

dari 6/21. Artinya, berdasarkan tes, anak hanya mampu membaca huruf pada jarak

6 meter yang oleh orang awas dapat dibaca pada jarak 21 meter.

Di indonesia secara umum banyak terdapat lembaga sosial maupun

organisasi sosial baik non pemerintah maupun yang pemerintah, namun dalam

operasionalnya tidak sesuai dengan tujuan yang hendak diharapkan. Hal ini

dikarenakan banyak lembaga sosial maupun organisasi sosial yang masih bersifat

penerimaan saja dan memiliki sarana dan prasarana yang minim dan kurang

memiliki pengembangan untuk kedepannya. Salah satunya adalah Yayasan

Pendidikan Tuna Netra Sumatera (YAPENTRA ). Dimana, Yapentra merupakan

salah satu bentuk yayasan yang bergerak dalam bidang pendidikan dan pelatihan

keterampilan bagi tunanetra. Yapentra lahir melalui gagasan gereja GKPI. Oleh

sebab itu Yapentra merupakan suatu lembaga yang memperhatikan anak-anak

tunanetra yang mampuuntuk menolong mereka untuk dapat hidup mandiri dan

dapat melatih kemampuandan memberi keterampilan dan pendidikan untuk

mencapai cita-cita dan masa depanmereka. Adapun pelatihan ketrampilan yang

diusahakan oleh Yapentra yaitu pelatihan musik (tradisional dan modern),

(51)

Melihat keefektipan program pelatihan keterampilan bagi klien anak

tunanetra di Yapentra dapat dilihat dari indikator menurut (Sustrisno, 2007: 125-

126) yang sesuai untuk dapat mencapai keberhasilan dalam mencapai sasaran dan

tujuan kegiatan, yaitu:

1. Pemahaman program, yaitu dilihat dari sejauh mana klien penyandang

cacat tunanetra dapat memahami kegiatan program pelatihan

keterampilan yang diberikan oleh pihak YAPENTRA.

2. Tepat sasaran, yaitu dilihat dari apakah klien penyandang cacat

tunanetra yang sudah diberikan pemahaman pengetahuan dan pelatihan

keterampilan adalah sasaran yang sesuai dengan program pelatihan

keterampilan.

3. Tepat waktu, yaitu dilihat dari apakah penggunaan waktu untuk

program pelatihan keterampilan bagi klien penyandang cacat tunanetra

di YAPENTRA sudah dilakukan sesuai dengan apa yang telah

ditentukan.

4. Tercapainya tujuan, yaitu dilihat dari cara pencapaian tujuan yang

ditetapkan melalui kegiatan program pelatihan keterampilan.

5. Perubahan nyata, yaitu dilihat dari bagaimana kegiatan tersebut

memberikan efek atau dampak yang baik maupun adanya perubahan

nyata bagi klien penyandang cacat tunanetra.

Adapun untuk memperjelas kerangka pemikiran tersebut, dapat

(52)

Bagan 2.1 Alir Pikir

Yayasan Pendidikan Tunanetra Sumatera (YAPENTRA) Tanjung Morawa, Kab. Deli

Serdang

Jenis-jenis keterampilan :

1. Keterampilan Musik (tradisional

dan moderen)

2. Keterampilan Pijat (tradisional

dan moderen)

3. Keterampilan anyaman

4. Keterampilan budi daya

tanaman

Penyandang Cacat Tunanetra 

Indikator efektivitas  pelaksanaan program  keterampilan menurut  (Sutrisno, 2007: 125- 126):

1. Pemahaman program  2. Tepat sasaran 

3. Tepat waktu  4. Tercapainya tujuan  5. Perubahan nyata 

Gambar

Tabel 5.5
Tabel yang telah disajikan sebelumnya terdapat 5 responden (18,52%)
     Tabel 5.9 Distribusi Persediaan fasilitas yang disediakan oleh “YAPENTRA” untuk
Tabel 5.11
+7

Referensi

Dokumen terkait

Prestasi akademik berbeda pada setiap siswa, beberapa variabel diduga dapat mempengaruhi prestai siswa terhadap mata pelajaran matematika diantaranya adalah variasi gaya

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ukuran perusahaan, tingkat leverage, kualitas kantor akuntan publik, opini audit, dan tingkat profitabilitas terhadap

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ukuran perusahaan, tingkat leverage, kualitas kantor akuntan publik, opini audit, dan tingkat profitabilitas terhadap audit

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh variabel jumlah uang beredar, kurs Rupiah terhadap dollar AS, suku bunga, dan harga beras terhadap inflasi

Penelitian ini akan membahas metode klasifikasi berstruktur pohon menggunakan algoritma QUEST yang bertujuan untuk mengetahui prosedur klasifikasi berstruktur pohon biner

Koefisien determinasi yang dinyatakan dengan untuk pengujian regresi linier berganda yang mencakup lebih dari dua variabel adalah untuk mengetahui proporsi

PENERAPAN ANALISIS JALUR UNTUK MENGETAHUI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MOTIVASI BELAJAR TERHADAP PRESTASI SISWA PADA

Atas dasar pemikiran tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh faktor Tingkat Suku Bunga SBI, Jumlah Uang Beredar, Pendapatan Perkapita dan Pengeluaran