ANALISIS PENGARUH PENGENAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH (PPNBM) TERHADAP DAYA BELI KONSUMEN PADA BARANG ELEKTRONIKA
(Studi Empiris Pada Konsumen Barang Elektronika di Glodok Jakarta Kota)
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat-syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh:
Fadilah
207082000105JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
ii
ANALISIS PENGARUH PENGENAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH (PPNBM) TERHADAP DAYA BELI KONSUMEN PADA BARANG ELEKTRONIKA
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk memenuhi Syarat-syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh: Fadilah NIM: 207082000105 Di BawahBimbingan
Pembimbing I Pembimbing II
Prof. Dr. Ahmad Rodoni Atikah, Ms, Ak.
NIP. 196902032001121003 NIP. 198201202009102001
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
iii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF
Hari ini Jumat, 24 Februari 2012 telah dilakukanUjian Komprehensif atas mahasiswa:
1. Nama : Fadilah
2. NIM : 207082000105
3. Jurusan : Akuntansi Pajak
4. Judul Skripsi : Analisis pengaruh pengenaan pajak pertambahan nilai Dan pajak penjualan atas barang mewah terhadap daya Beli konsumen paa barang elektronika.
Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan yang bersangkutan selama proses ujian komprehensif, maka diputuskan bahwa mahasiswa tersebut di atas dinyatakan lulus dan diberi kesempatan untuk melanjutkan ketahap Ujian Skripsi sebagai salah satu syara tuntuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 24 Februari 2012
1. Drs.Abdul Hamid Cebba, Ak, MBA,CPA. ( )
Ketua
2. Yessi Fitri, SE, Ak, M.Si ( )
Sekretaris
3. Herni Ali, HT, SE, MM ( )
iv
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI
Hariini ...., ... 2012 telahdilakukanUjianSkripsiatasnamamahasiswa :
1. Nama : Fadilah
2. NIM : 207082000105
3. Jurusan : Akuntansi Pajak
4. Judul Skripsi : Analisis pengaruh pengenaan pajak pertambahan nilai Dan pajak penjualan atas barang mewah terhadap daya Beli konsumen paa barang elektronika
Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan yang bersangkutan selama proses ujian Skripsi, maka diputuskan bahwa mahasiswa tersebut di atas dinyatakan lulus dan skrips iini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, ... 2012
1. ( )
NIP. Ketua
2. ( )
NIP. Sekretaris
3. ( )
NIP. Penguji Ahli I
4. ( )
v
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Fadilah
No. Induk Mahasiswa : 207082000105
Fakultas : Ekonomi dan Bisnis
Jurusan : Akuntansi Pajak
Dengan ini menyatakan bahwa dalam penelitian skripsi ini, saya :
1. tidak menggunakan ide orang lain tanpa mamapu mengembangkan dan mempertanggungjawabkan
2. tidak melakukan plagiat terhadap naskah karya orang lain
3. tidak menggunaka karya orang lain tanpa menyebutkan sumber asli atau tanpa ijin pemilik karya
4. tidak melakukan pemanipulasian dan pemalsuan data
5. mengerjakan sendiri karya ini dan mampu bertanggung jawab atas karya ini
Jikalau di kemudian hari ada tuntutan dar ipihak lain atas karya saya, dan telah melalu ipembuktian yang dapat dipertanggung-jawabkan, ternyata memang ditemuka nbukti bahwa saya telah melanggar pernyataan di atas, maka saya siap untuk dikenai sanksi berdasarkan aturan yang berlaku di Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya.
Jakarta, Desember 2012 Yang Menyatakan,
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS PRIBADI
1.Nama : Fadilah
2.Tempat & Tanggal lahir : Jakarta, 16 Januari 1990
3.Agama : Islam
4.Alamat : Jl.KampungJawaKebonSayur Gang 3
Rt/R: 013/009 Kel.Keagungan
Kec.Tamansari Jakarta Barat 11130
5.Telepon/HP : 021 633 4192/081219788582
6.Email :fadilahpratama@yahoo.com
II. PENDIDIKANFORMAL
1. SD (1995-2001) : SDN Keagungan 01
2. SMP (2001-2004) : MTSN 3 KhusnulKhotimah
3. SMA (2004-2007) : MAN 4 Model Jakarta
4. S1 (2007-2012) : UIN SyarifHidayatullah Jakarta,
FakultasEkonomidanIlmuSosial
vii
III.PENGALAMAN KERJA
I. Marketing Investindo PT Monex, Jakarta (2008)
II. Administrasi Toko Fath Comp, Jakarta (2009)
III. Sekretaris PT Altranstama Perkasa, Jakarta (2011-Sekarang)
IV. LATAR BELAKANG KELUARGA
1. Ayah :
2. Tempat & Tanggal Lahir :
3. Ibu :
4. Tempat & Tanggal Lahir :
5. Alamat :
6. Telepon :
viii
ABSTRACT
Fadilah, Effect Analysis of Value Added Tax (VAT) and Sales Tax on Luxury Goods (Sales Tax) on goods Elekronika (Empirical Studies on Consumer Goods Elekronika in Glodok Area Jakarta city).
This study aimed to analyze the effect of the imposition of VAT and luxury sales tax on the purchasing power of consumers. The population is consumer electronics goods that are in the area of Glodok Jakarta city and use purposive sampling method to determine the study sample. Samples are tested in several consumer electronics stores are located in the territory of Glodok Area Jakarta city with questionnaire distribution.The statistical test used is multiple regression model.The results showed that a significant variable VAT on consumer purchasing power. The result has coefificient of 0.559, it demonstrates the capacity of independent variableto explain the dependent variable of 55.9%, whereas the rest 44.1% is influenced by another variable and it is not part of this regression analysis.
ix
ABSTRAK
Fadilah, Analisis Pengaruh Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) terhadap Daya Beli Konsumen pada Barang Elekronika (Studi Empiris pada Konsumen Barang Elekronika di Wilayah Glodok Jakarta Kota).
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pengenaan PPN dan PPnBM terhadap daya beli konsumen. Populasi penelitian adalah konsumen barang elektronika yang berada di wilayah Glodok Jakarta Kota dan menggunakan purpossive sampling untuk menentukan sampel penelitian. Sampel yang diuji adalah konsumen di beberapa took elektronika yang berada diwilayah Glodok Jakarta Kota dengan penyebaran kuesioner. Ujistatistik yang digunakana dalah model regres iberganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh positif signifikan variabel PPN terhadap variable daya beli konsumen, sedangkan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak berpengaruh signifikan. Hasil Koefisien Determinasi sebesar 0.559, Hal ini berarti kemampuan independen menjelaskan dependen 55.9% sedangkan sisanya 44.1% dijelaskan oleh variable lain yang tidak termasuk kedalam regresi ini.
x
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi Rabbil ’Alamin, segala puji dan syukur hanya milik Allah SWT.
Teriring shalawat dan salam kepada junjungan Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabatnya. Dengan rahmat dan hidayahnya peneliti dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Analisis Pengaruh Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Atas BarangMewah (PPnBM) Terhadap Daya Beli Konsumen Pada Barang Elektronika”.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian syarat yang ditetapkan dalam rangka mengakhiri studi pada jenjang Strata Satu (S1) Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dalam penyusunan skripsi ini, peneliti tidak luput dari berbagai masalah dan menyadari sepenuhnya bahwa keberhasilan yang diperoleh bukan semata-mata hasil usaha peneliti sendiri, melainkan berkat bantuan, dorongan, bimbingan dan pengarahan yang tidak ternilai harganya. Ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada:
xi
atas semua pengorbanan, kasih sayang, doa, motivasi, dan bantuannya, semoga ilmu yang didapat peneliti selama ini dapat memberikan kontribusi yang besar nantinya untuk menjaga, membanggakan, mencukupi dan membuat bangga. Amin.
2. Keempat Kakakkutersayang, Rosmania, Anwar Puad, Nurul Amelia, dan NabilahYulinda yang telahmembantu, memberiku dukungan dan semangat.Dan Ketiga Ponakanku teramat sayang, FathanFawwazMuzaqy, M.Albani Sultan, NabilqisAuliaAzzahra. Terimakasihatassemuakasih sayang, doa dan bantuannya yang telahdiberikankepadaku.
3. Bapak Prof. Dr. Ahmad Rodoni, selaku dosen pembimbing I (satu) yang telah berkenan meluangkan waktunya serta memberikan bimbingan, masukan, arahan, dan tambahan ilmu kepada peneliti sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.
4. IbuAtiqah, Ms., Ak, selaku dosen pembimbing II (dua) yang telah memberikan masukan, arahan dan bimbingan dari setiap permasalahan dan kesulitan yang peneliti hadapi dalam menyelesaikan skripsi.
5. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS. selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Seluruh Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi peneliti selama masa perkuliahan.
7. Seluruh Staf dan Karyawan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (MbakAni, Mas Ajis, Mas Heri, Mas Alfred, dan Mpok).
8. Sahabatkutersayang (Team Oncom), terimah kasih untuk semuanya.
9. Teman-teman seperjuangan di Akuntansi-Audit dan Pajak yang membantu dan memberikanku semangat, khususnya teman-teman Akuntansi A.
xii
11. Para responden yang telah bersedia meluangkan waktunya membantu peneliti untuk memperoleh data yang diperlukan.
12. Pihak-pihak lain, yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu oleh peneliti. Akhirnya, peneliti menyadari bahwa apa yang terdapat dalam penelitian skripsi ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat peneliti harapkan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Jakarta, 2012
xiii
DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan Skripsi...
iLembar Pengesahan Ujian Skripsi
... iiLembar Pengesahan Uji Komprehensif
... iiiSurat Pernyataan...
ivDaftar Riwayat Hidup
... vAbstract ...
viAbstract ...
viiKata Pengatar
... ivDaftar Isi...
ivBAB 1. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Penelitian ... 1
B. Perumusan Masalah ... 8
C. Tujuandan Manfaat Penelitian ... 8
1. Tujuan Penelitian ... 8
2. Manfaat Penelitian ... 9
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 10
A. PAJAK... 10
1. Definisi Pajak ... 10
2. Fungsi Pajak ... 12
3. Sistem Pemungutan Pajak ... 14
B. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) ... 15
xiv
2. Sifat Pemungutan PPN ... 16
3. Prinsip Pemungutan PPN ... 18
4. Subyek PPN... 19
5. Obyek PPN ... 20
6. Mekanisme PPN ... 21
7. Tarif PPN... 23
C. Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) ... 23
1. Definisi PPnBM ... 23
2. Karakteristik PPnBM ... 24
3. Obyek PPnBM... 24
4. Mekanisme PPnBM... 25
5. Tarif PPnBM ... 25
D. Pengusaha Kena Pajak (PKP)... 33
1. Pengertian PKP... 33
a. Pengusaha ... 33
b. Pengusaha Kena Pajak... 33
2. Kewajiban PKP ... 34
3. Pengecualian Kewajiban PKP ... 34
E. Dasar Pengenaan Pajak ... 35
F. Daya Beli ... 36
G. Tinjauan Penelitian Sebelumnya ... 38
H. Diferensiasi Penelitian... 41
I. Keterkaitan Antar Variabel ... 41
J. Kerangka Pemikiran ... 43
K. Perumusan Hipotesis ... 45
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN... 47
xv
B. Metode Penentuan Sampel ... 48
C. Metode Pengumpulan Data ... 48
D. Metode Analisis Data ... 48
1. Statistik Deskripif... 45
2. Uji Kualitas Data ... 49
a. Uji Validitas... 49
b. Uji Reliabilitas... 49
3. Uji Hipotesis... 50
a. Uji R2... 51
b. Uji Statistik F... 52
c. Uji Statistik t... 52
4. Asumsi Klasik ... 52
1. Multikolonieritas ... 53
2. Heteroskedastisitas ... 54
3. Uji Normalitas Data... 55
E. Operasional Variabel Penelitian ... 55
DAFTAR PUSTAKA
... 861
BAB I
P E N D A H U L U A N
A. Latar Belakang Penelitian
Perkembangan ekonomi di dunia membawa konsekuensi terhadap
peningkatan aktivitas perdagangan. Adanya sifat bergantung antara satu
negara dengan negara lain dalam hal pemenuhan kebutuhan membuat aktivitas
perdagangan semakin tidak dapat dipisahkan. Perdagangan sekarang bukanlah
hal yang sulit untuk dilakukan. Terbukti bahwa batas negara sudah kabur.
Jarak sudah tidak lagi menjadi halangan bagi semua orang untuk melakukan
transaksi perdagangan.
Hal itu tentu saja berlaku pula bagi Indonesia. Banyaknya pulau-pulau
yang terpisah menjadikan perdagangan sebagai salah satu aspek yang berperan
penting. Apalagi sekarang Indonesia sudah masuk dalam era perdagangan
bebas dimana bukan hanya melakukan aktivitas perdagangan antar daerah saja
melainkan juga antar negara. Dengan kata lain aspek ekonomi adalah penting
bagi kemajuan suatu negara. Kemajuan tersebut dapat dilihat dari berbagai
sektor, terutama dari penerimaan negaranya.
Pajak merupakan sumber penerimaan negara yang terbesar yang
digunakan dalam meningkatkan pembangunan untuk mewujudkan
kesejahteraan masyarakat. Dimana hal tersebut sesuai dengan tujuan dari
2 Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 alinea keempat yang salah satu
maknanya yaitu bahwa Indonesia bertujuan untuk memajukan kesejahteraan
umum. Maka, atas dasar inilah pemerintah terus melakukan upaya dalam
mensejahterakan rakyat yang diantaranya adalah dengan memberlakukan
pajak.
Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang
terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan
tidak mendapat prestasi-kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang
gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung
dengan tugas negara yang menyelenggarakan pemerintahan (Adriani,1991).
Dari definisi tersebut, maka dapat diambil kesimpulan bahwa pajak adalah
iuran wajib rakyat kepada negara yang bertujuan untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaran negara dalam rangka meningkatkan pembangunan.
Jadi kemajuan suatu negara dapat dilihat dari penerimaan sektor pajaknya.
Jika rakyat sadar akan kewajibannya sebagai warga negara yang baik, maka ia
akan membayar pajak tepat waktu. Namun, yang terjadi sekarang adalah
sebaliknya. Banyak warga negara yang belum atau tidak membayar pajak.
Sehingga memunculkan slogan dari Direktorat Jenderal (Dirjen) Pajak yang
berbunyi, “orang bijak taat pajak”.
Dua hal yang tidak akan dapat dihindari dari kehidupan ini adalah
mengenai kematian dan pajak. Saat ini pajak semakin tidak dapat dipisahkan
3 Hal ini dapat dikatakan demikian, karena setiap orang selalu bersinggungan
dengan hal-hal yang baik secara langsung maupun tidak langsung
berhubungan dengan pajak. Misalnya seseorang yang membeli suatu barang
maka orang tersebut harus membayar pajak (PPN), atau jika seseorang ingin
menerima gaji atau penghasilan maka ia pun harus membayar pajak (PPh),
bahkan sesorang yang berdiam diri dirumah juga harus membayar pajak pula
(PBB). Jadi, segala aktivitas manusia selalu berhubungan dengan pajak.
Pajak Pertambahan Nilai sebagai penyumbang penerimaan pajak
terbesar dikenakan hanya terhadap pertambahan nilainya saja dan dipungut
beberapa kali pada berbagai mata rantai jalur perusahaan. Pertambahan nilai
itu sendiri timbul karena digunakannya faktor-faktor produksi pada setiap jalur
perusahaan dalam menyiapkan, menghasilkan, menyalurkan, dan
memperdagangkan barang atau pemberian pelayanan jasa kepada para
konsumen. Semua biaya untuk mendapatkan dan mempertahankan laba
termasuk bunga modal, sewa, tanah, upah kerja, dan laba perusahaan
merupakan unsur pertambahan nilai yang menjadi dasar pengenaan Pajak
Pertambahan Nilai (Mulyo Agung, 2009).
Sesuai dengan legal karakternya sebagai pajak objektif maka PPN tidak
membedakan tingkat kemampuan konsumennya. Konsumen yang memiliki
kemampuan tinggi dengan konsumen yang memiliki kemampuan rendah
diperlakukan sama. Dengan demikian PPN mengandung unsur regresif, yaitu
4 dipikul, semakin rendah kemampuan konsumen semakin berat beban pajak
yang dipikul. Sehingga dalam upaya mencapai keseimbangan pembebanan
pajak dan dalam upaya mengendalikan pola konsumsi yang tidak produktif
dari masyarakat, maka atas penyerahan atau atas impor barang-barang
berwujud yang tergolong mewah, selain dikenakan Pajak Pertambahan Nilai
juga dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). Sebagaimana
tercantum dalam Pasal 5 Undang-Undang No. 18 Tahun 2000 yang antara lain
menegaskan bahwa atas konsumsi barang kena pajak yang tergolong mewah
selain dikenakan Pajak Pertambahan Nilai juga dikenakan Pajak Penjualan
atas Barang Mewah sebagai upaya nyata untuk mencapai keseimbangan
pembebanan pajak antara konsumen yang berpenghasilan rendah dengan
konsumen yang berpenghasilan tinggi. Diharapkan dengan pengenaan pajak
tambahan berupa PPnBM terhadap konsumen yang mengkonsumsi barang
kena pajak yang tergolong mewah, maka dampak regresif ini dapat ditekan.
Dengan kata lain asas keadilanlah yang melatar belakangi adanya pungutan
lain selain PPN untuk konsumsi barang kena pajak yang tergolong mewah.
Suatu sistem pemungutan pajak akan mendekati asas keadilan apabila beban
pajak yang dipikulkan oleh wajib pajak sepadan dengan kemampuannya.
Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) tidak dapat dikenakan
tersendiri tanpa adanya Pajak Pertambahan Nilai dan dipungut satu kali pada
sumbernya yaitu pada tingkat pabrikan, atau pada waktu barang impor. (Dyah,
5 faktur sehingga atas penyerahan barang dan atau penyerahan jasa wajib dibuat
Faktur Pajak sebagai bukti transaksi penyerahan barang dan atau penyerahan
jasa yang terutang pajak.
Namun sekarang yang menjadi masalah adalah pengertian dari barang
mewah itu sendiri. Hal itu bisa dikatakan demikian, karena telah terjadi
pergesaran dan perubahan dalam masyarakat. Sebagai contoh, sepuluh tahun
yang lalu, ponsel atau telepon genggam merupakan barang mewah. Dahulu,
ponsel sangat terbatas bagi orang yang memilikinya, selain harganya yang
mahal tetapi juga belum banyak ditemui penjual-penjual ponsel. Hal itu
berbanding terbalik bila kita melihat keadaan sekarang, banyaknya orang dari
segala lapisan masyarakat yang sudah menggunakan ponsel, bukan hanya
sekedar gaya hidup melainkan juga sudah menjadi suatu kebutuhan.
Perpajakan yang didalamnya terdapat unsur PPN dan PPnBM
merupakan juga bagian dari kebijakan fiskal pemerintah. Konsumsi barang
kena pajak yang tergolong mewah secara berlebihan pada umumnya dilakukan
kelompok masyarakat yang berpenghasilan tinggi merupakan kegiatan yang
kontraproduktif. Oleh karena itu, kegiatan konsumsi seperti ini perlu
dikurangi. Salah satu sarana yang dapat ditempuh adalah diberikannya beban
pajak tambahan terhadap kegiatan mengkonsumsi barang kena pajak yang
tergolong mewah. Motif diatas itulah maka dengan kata lain, pemerintah
6 untuk mempengaruhi perilaku konsumen khususnya pola konsumsi barang
kena pajak yang tergolong mewah.
Tetapi PPN berbeda dengan PPnBM. Bahkan bisa dikatakan bahwa
PPnBM merupakan pajak yang kurang populer di masyarakat umum. Hal itu
bisa disebabkan karena karakter dari PPnBM itu sendiri yaitu; merupakan
pungutan tambahan disamping PPN dan hanya dipungut satu kali yaitu pada
saat impor dan penyerahan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) pabrikan. Yang
selanjutnya tidak ada mekanisme pajak keluaran dan pajak masukan. PPnBM
oleh distributor akan dimasukkan ke harga pokok barang kena pajak yang
tergolong mewah tersebut. Maka tidak heran ada beberapa konsumen yang
mengkonsumsi barang kena pajak yang tergolong mewah tersebut tidak
mengetahui tentang PPnBM. Karena dari pihak Direktorat Jendral Pajak hanya
mensosialisasikan PPnBM ke importir dan PKP pabrikan.
Salah satu kelompok barang kena pajak yang tergolong mewah adalah
barang elektronika. Barang elektronika yang dikenakan PPnBM antara lain
TV diatas 21’, air conditioner (AC), radio cassette,mesin cuci, alat perekam atau reproduksi gambar, alat fotografi dan lain – lain. Bahkan bisa dikatakan sebagian besar kelompok barang kena pajak yang tergolong mewah selain
kendaraan bermotor adalah barang elektronika. Di masyarakat sendiri barang
elektronika merupakan barang yang paling cepat mengalami reposisi, yaitu
dari barang mewah ke barang yang banyak dikonsumsi hampir semua lapisan
7 Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-06/PJ.51/2003 sebanyak 20 item
barang elektronika dikeluarkan dari kelompok barang kena pajak yang
tergolong mewah yang berarti tidak dikenakan lagi PPnBM serta 9 item
barang elektronika yang mengalami penurunan tarif PPnBM.
Berkaitan dengan hal tersebut, maka dapat terlihat bahwa barang
elektronika mempunyai pengenaan pajak yang berbeda. Untuk barang
elektronika yang tergolong mewah tetap dikenakan PPnBM, sedangkan untuk
barang elekronika yang bukan termasuk atau tidak lagi menjadi barang mewah
akan dikenakan PPN. Barang elektronika meskipun hanya merupakan barang
sekunder, akan tetapi keberadaannya sangat dibutuhkan oleh masyarakat.
Dengan adanya pengenaan pajak terhadap barang elektronika, masyarakat
sebagai konsumen harus lebih teliti dalam mengelola keuangan antara
pendapatan dan pengeluaran yang berpengaruh terhadap daya beli atas barang
elektronika sebagai barang kena pajak.
Berdasarkan penelitian sebelumnya, peneliti merasa bahwa penelitian ini
penting karena daya beli adalah salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
konsumen dalam membeli suatu barang dimana dalam hal ini barang yang
dikenakan pajak. Penelitian ini juga merupakan pengembangan dari peneliti
sebelumnya Dyah Ayuningtias Tria Hapsari (2008) yang mengamati pengaruh
PPN terhadap daya beli konsumen. Kemudian peneliti menambahkan variabel
independen yaitu Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), karena
8 Pertambahan Nilai (PPN) yaitu PPnBM tidak dapat dikenakan tersendiri tanpa
adanya PPN.
Dengan demikian, penulis akan merumuskannya dalam skripsi yang
berjudul “Analisis Pengaruh Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai dan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) terhadap Daya Beli
Konsumen pada Barang Elektronika (Studi Empiris pada Konsumen
Barang Elektronika di Wilayah Glodok Jakarta Kota).” B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh pengenaan PPN dan pengenaan PPnBM terhadap
daya beli konsumen?
2. Berapa besar pengaruh PPN dan PPnBM mampu mampu menjelaskan
ataupun mempengaruhi daya beli konsumen?
C. Tujuan dan Manfaat penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, penelitian ini bertujuan untuk
menemukan bukti empiris atas hal-hal sebagai berikut:
a. Menganalisis pengaruh pengenaan PPN dan pengenaan PPnBM atas
barang elektonika terhadap daya beli konsumen.
b. Menganalisis Berapa besar pengaruh PPN dan PPnBM mampu mampu
9 2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini, diantaranya:
a. Bagi Peneliti
Untuk memenuhi sebagian dari persyaratan akademis dalam
menyelesaikan studi program strata satu (S1) Fakultas Ekonomi Dan
Bisnis, Jurusan Akutansi Universitas Islam Negeri Jakarta, serta
menambah wawasan tentang pajak pertambahan nilai dan pajak
penjualan atas barang mewah.
b. Bagi Pembaca
Untuk memahami pengaruh antara pengenaan Pajak Pertambahan Nilai
(PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) terhadap
daya beli konsumen pada barang elektronika
c. Bagi Konumen
Dapat memberikan informasi yang riil dan pengetahuan mengenai tarif
pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah.
d. Bagi Pihak Lain
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran bagi
para pihak-pihak yang berkepentingan dan Penulis mengharapkan
penelitian ini dapat dijadikan sebagai media informasi dan referensi
untuk penelitian selanjutnya dalam mengembangkan dan mendalami
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pajak
1. Definisi Pajak
Pada dasarnya, pajak merupakan iuran wajib dari rakyat kepada
pemerintah. Namun, karena pajak selalu mengikuti perkembangan zaman,
maka banyak para ahli yang memberikan batasan mengenai pajak. Hal ini
disebabkan karena pengertian pajak itu sendiri dapat dilihat dari berbagai
sudut pandang, baik dari segi penghasilan, segi daya beli, dan segi
ekonomi.
Definisi pajak menurut para ahli:
Definisi pajak menurut Undang-Undang KUP No. 28 Tahun 2007
menyatakan:
“Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal
(kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan
untuk membayar pengeluaran umum.”
Menurut Adriani yang diterjemahkan oleh R. Santoso Brotodiharjo
dalam buku“Pengantar Ilmu Hukum Pajak”(1991: 2):
”Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang
mendapat prestasi-kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang
gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum
berhubung dengan tugas negara yang menyelenggarakan pemerintahan.”
Pengertian pajak menurut Smeets dalam buku ”De Economische
Betekenis belastingen”(terjemahan):
”Pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui norma -norma umum dan yang dapat dipaksakannya, tanpa adanya kontraprestasi
yang dapat ditunjukkan dalam hal yang individual, dimaksudkan untuk
membiayai pengeluaran pemerintah.”
Adapun pengertian pajak menurut Soeparman Soemahamidjaja dari
disertasinya yang berjudul ”Pajak Berdasarkan Azas Gotong Royong”,
menyatakan bahwa:
”Pajak adalah iuran wajib berupa uang atau barang yang dipungut oleh
penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi
barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan
umum.”
Dari beberapa definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pajak
memiliki unsur-unsur:
a. Iuran dari rakyat kepada negara.
Yang berhak memungut pajak hanyalah negara. Iuran tersebut berupa
b. Dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan pelaksanaannya
yang sifatnya memaksa.
c. Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari negara yang secara langsung
dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan
adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah.
d. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni
pengeluaran-pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.
e. Pajak dapat pula mempunyai tujuan selainbudgeter,yaitu mengatur.
2. Fungsi Pajak
Menurut Mardiasmo (2009) dan Waluyo (2007), terdapat dua fungsi
pajak, yaitu fungsi budgeter (sumber keuangan negara) dan fungsi
regulerend(mengatur).
a. FungsiBudgeter(Sumber Keuangan Negara)
Pajak mempunyai fungsi budgeter yaitu sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya baik
pengeluaran secara rutin maupun untuk pembangunan. Dengan pajak
sebagai sumber keuangan negara, maka pemerintah terus berupaya
dalam memaksimalkan penerimaan Negara. Jadi, pajak merupakan
sektor penerimaan negara yang penting karena dengan pajak inilah
negara (pemerintah) dapat membiayai pengeluaran-pengeluaran umum
kecilnya penerimaan negara sangat ditentukan oleh besar kecilnya
penerimaan dari sektor pajak.
b. FungsiRegulerend(Mengatur)
Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan
pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi merupakan fungsi
regulerend pajak. Jadi, dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Contohnya dalam rangka
menggiring penanaman modal, baik dalam negeri maupun luar negeri,
diberikan berbagai macam fasilitas keringanan pajak. Dalam rangka
melindungi produksi dalam negeri, pemerintah menetapkan bea masuk
yang tinggi untuk produk luar negeri.
Sedangkan menurut Wikipedia (2010), selain fungsibudgeterdan fungsi regulerend, terdapat dua fungsi lain dari pajak, yaitu fungsi stabilitas dan fungsi redistribusi pendapatan.
a. Fungsi Stabilitas
Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk
menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga
sehingga inflasi dapat dikendalikan. Hal ini bisa dilakukan antara
lain dengan jalan mengatur peredaran uang di masyarakat,
pemungutan pajak, penggunaan pajak yang efektif dan efesien.
Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk
membiayai semua kepentingan umum, termasuk juga untuk
membiayai pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan
kerja, yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan pendapatan
masyarakat.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa fungsi pajak
adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara yang
bersifat umum guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Oleh
karena itu, tidak salah jika kemajuan suatu negara dapat dilihat dari
penerimaan pajaknya.
3. Sistem Pemungutan Pajak
Menurut Mardiasmo (2009) terdapat tiga sistem pemungutan pajak,
yaitu Official Assessment System, Self Assessment System, dan With Holding Assessment System.
a. Official Assessment System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberikan wewenang
kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang
terutang oleh wajib pajak. Jadi, yang menentukan besarnya pajak yang
terutang adalah pemerintah dimana wajib pajak bersifat pasif, sehingga
wajib pajak tidak turut serta dalam menentukan besarnya pajak yang
6 b. Self Assessment System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang
kepada wajib pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan
sendiri besarnya pajak yang terutang. Dalam hal ini, wajib pajak
bersifat aktif karena wewenang untuk menentukan besarnya pajak yang
terutang ada pada wajib pajak itu sendiri. Jadi, wajib pajak mempunyai
hak untuk ikut serta dalam menentukan besarnya pajak yang terutang.
Namun, pada sistem ini sangat mungkin terjadinya manipulasi dalam
jumlah pajak yang akan dilaporkan.
c. With Holding System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang
kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan wajib pajak yang
bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh
wajib pajak. jadi, baik pemerintah ataupun wajib pajak tidak
mempunyai hak untuk menentukan besarnya pajak yang terutang.
Contohnya, seorang karyawan yang bekerja pada PT. X, maka yang
mempunyai wewenang untuk memotong besarnya pajak yang terutang
oleh karyawan tersebut adalah PT. X.
Jadi, dari beberapa sistem pemungutan pajak seperti yang
diuraikan di atas maka yang diterapkan di Indonesia saat ini adalah
dalam menghitung, menentukan, dan melaporkan sendiri besarnya
pajak yang terutang.
B. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 1. Pengertian PPN
Pajak Pertambahan Nilai menurut Undang-Undang No.18 Tahun
2000 yang disempurnakan lagi dalam Undang-Undang No.42 Tahun 2009
adalah Pajak atas konsumsi Barang Kena Pajak (BKP) dan atau Jasa Kena
Pajak (JKP) yang dilakukan di dalam Daerah Pabean. Daerah pabean itu
sendiri merupakan wilayah teritorial Indonesia.
Dengan demikian, pajak pertambahan nilai bukan hanya dikenakan
atas barang saja, melainkan juga atas jasa yang sesuai dengan syarat-syarat
yang terdapat dalam Undang-Undang perpajakan.
2. Sifat Pemungutan PPN
Sifat pemungutan PPN menurut Untung Sukardji (2002), yaitu
sebagai pajak tidak langsung, pajak objektif, multi stage levy, non-kumulatif, indirect substraction method,tarif tunggal, pajak atas konsumsi dalam negeri, PPN tipe konsumsi, dan netralitas PPN.
a. PPN adalah Pajak Tidak Langsung
Sifat pemungutan ini menggambarkan pengertian PPN ditinjau dari
sudut ilmu hukum yaitu suatu jenis pajak yang menempatkan
8 pembayaran pajak ke kas negara pada pihak-pihak yang berbeda. Hal
ini dimaksudkan untuk melindungi pembeli atau penerima jasa dari
tindakan sewenang-wenang negara (pemerintah). Jadi, pengenaan PPN
itu dibebankan kepada pembeli BKP dimana perusahaan yang
melaporkan PPN tersebut kepada negara.
b. PPN adalah Pajak Objektif
Timbulnya kewajiban pajak di bidang PPN sangat ditentukan oleh
adanya objek pajak, yaitu seperti keadaan, peristiwa, atau perbuatan
hukum yang dapat dikenakan pajak. Jadi, PPN tidak membedakan
tingkat kemampuan konsumen dalam pengenaan pajaknya.
c. PPN bersifatmulti stage levy
“Multy stage levy” mengandung pengertian bahwa PPN dikenakan
pada setiap mata rantai jalur produksi dan jalur distribusi BKP atau
JKP. PPN dikenakan pada setiap proses distribusi BKP atau JKP
karena didasarkan pada digunakannya faktor-faktor produksi pada
setiap jalur perusahaan dalam menyiapkan, menghasilkan,
menyalurkan, dan memperdagangkan barang atau pemberian
pelayanan jasa kepada para konsumen.
d. PPN bersifat non-kumulatif
PPN yang bersifat “multi stage levy” namun bersifat non-kumulatif
9 dahulu PPN disebut sebagai pajak penjualan yang menimbulkan pajak
berganda.
e. Penghitungan PPN terutang untuk dibayar ke kas negara menggunakan
indirect substraction method
Indirect Substraction Method adalah metode penghitungan PPN yang akan disetor ke kas negara dengan cara mengurangkan pajak atas
perolehan dengan pajak atas penyerahan barang atau jasa. Jadi, yang
disetor ke kas negara hanya selisihnya saja.
f. PPN Indonesia menggunakan tarif tunggal (single rate)
PPN Indonesia menganut tarif tunggal yang dalam hukum positif yaitu
Undang-Undang PPN Tahun 1984 ditetapkan sebesar 10%. Dengan
Peraturan Pemerintah tarif ini dapat dinaikkan paling tinggi menjadi
15% atau diturunkan paling rendah 5%.
g. PPN adalah pajak atas konsumsi dalam negeri
Sebagai pajak atas konsumsi dalam negeri maka PPN hanya dikenakan
atas barang atau jasa yang dikonsumsi di dalam daerah pabean
Republik Indonesia. Jadi, PPN tidak berlaku jika barang atau jasa
dikonsumsi diluar wilayah Indonesia.
h. PPN yang diterapkan di Indonesia adalah PPN tipe konsumsi
(consumption type VAT)
Di lihat dari sisi perlakuan terhadap barang modal, PPN Indonesia
0 yang dikeluarkan untuk perolehan barang modal dapat dikurangi dari
dasar pengenaan pajak.
i. Netralitas PPN
Dengan legal karakter PPN tersebut di atas, PPN mampu merealisasi
dirinya netral dalam dunia perdagangan baik domestik maupun
internasional. PPN tidak menghendaki dirinya mempengaruhi
kompetisi dalam dunia bisnis. Salah satu legal karakter PPN adalah
pajak atas konsumsi. Karena yang dapat di konsumsi bukan hanya
barang tetapi juga jasa, maka PPN memberikan perlakuan yang sama
terhadap konsumsi barang dan konsumsi jasa, yaitu kedua-duanya
dikenakan PPN.
3. Prinsip Pemungutan PPN
Menurut Mulyo Agung (2009) terdapat dua prinsip pemungutan
PPN, yaitu Prinsip Tempat Tujuan (Destination) dan Prinsip Tempat Asal
(Origin Principle)dan akan dijelaskan sebagai berikut: a. Prinsip Tempat Tujuan(Destination)
Pada prinsip ini, PPN di pungut di tempat barang atau jasa tersebut
dikonsumsi. Maksudnya, pada saat barang atau jasa sampai di tempat
tujuan untuk konsumsi, maka barang atau jasa tersebut dikenakan PPN.
b. Prinsip Tempat Asal(Origin Principle)
Pada prinsip tempat asal ini diartikan PPN di pungut di tempat asal
pada tempat barang atau jasa tersebut dikonsumsi, melainkan tempat
barang atau jasa tersebut berasal.
4. Subyek PPN
Subyek PPN menurut Mardiasmo (2009) berdasarkan
Undang-Undang PPN No.18 Tahun 2000, yaitu:
a. Pengusaha yang menurut Undang-Undang harus dikukuhkan menjadi
Pengusaha Kena Pajak, yang meliputi:
1. Pabrikan / Produsen
2. Importir dan Investor
3. Pengusaha yang mempunyai hubungan istimewa dengan pabrikan
atau importir
4. Agen utama dan penyalur utama dari pabrikan dan importir
5. Pemegang hak paten dan merk dagang
b. Pengusaha yang memilih untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena
Pajak (PKP), dapat berbentuk:
1. Eksportir
2. Pedagang yang menjual BKP kepada PKP yang biasanya
merupakan jalur produksi.
5. Obyek PPN
Objek PPN dapat dikelompokkan ke dalam 2 (dua) macam, yaitu:
Barang Kena Pajak adalah barang berwujud yang menurut sifat
atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak
bergerak dan barang tidak berwujud yang dikenakan PPN.
b. Jasa Kena Pajak (JKP).
Jasa Kena Pajak adalah setiap kegiatan pelayanan yang
berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan
suatu barang atau fasilitas atau kemudahan atau hak tersedia untuk
dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang
karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari
pemesan yang dikenakan PPN. PPN dikenakan atas:
a. Penyerahan BKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh
Pengusaha Kena Pajak. Syarat-syaratnya adalah:
1. Barang berwujud yang diserahkan merupakan BKP;
2. Barang tidak berwujud yang diserahkan merupakan BKP tidak
berwujud;
3. Penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean;
4. Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau
pekerjaannya;
b. Impor BKP;
c. Penyerahan JKP yang dilakukan di dalam Daerah Pabean oleh
Pengusaha Kena Pajak. Syarat-syaratnya adalah:
2. Penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean;
3. Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau
pekerjaanya.
d. Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di
dalam Daerah Pabean;
e. Pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah
Pabean;
f. Ekspor BKP oleh Pengusaha Kena Pajak;
g. Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan
usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya
digunakan sendiri atau digunakan pihak lain;
h. Penyerahan aktiva oleh Pengusaha Kena Pajak yang menurut
tujuan semula aktiva tersebut tidak untuk diperjualbelikan,
sepanjang PPN yang dibayar pada saat perolehannya dapat
dikreditkan.
6. Mekanisme Pengenaan PPN
Pengenaan PPN atas nilai tambah Barang Kena Pajak atau Jasa Kena
Pajak yang diserahkan Pengusaha Kena Pajak. Nilai tambah ini adalah
selisih harga jual dan harga pokok barang tersebut. Menurut Mulyo Agung
(2009), besarnya pajak yang terutang atas nilai tambah dapat dihitung
a. Addition Method
Pada metode ini besarnya PPN dihitung dari tarif dikalikan seluruh
penjumlahan nilai tambah, dengan syarat setiap Pengusaha Kena Pajak
harus mempunyai pembukuan yang tertib dan rinci atas biaya yang
dikeluarkan.
b. Substraction Method
Pada metode ini, PPN yang terutang dihitung dari tarif dikalikan selisih
antara harga penjualan dengan harga pembelian.
c. Credit Method
Metode ini hampir sama dengan substraction method. Pada credit method ini harus dicari selisih antara pajak yang dibayar saat pembelian dengan pajak yang dipungut saat penjualan. Pada metode
kredit hasilnya lebih akurat karena dimungkinkan pada komponen
harga beli terdapat komponen yang tidak terutang PPN. Dalam hal
metode pengkreditan menggunakan substraction method yang menghasilkan pajak atas nilai tambah secara tidak langsung, disebut
indirect substraction method. Demikian pula penyebutan invoice method sebagai akibat dituntut alat bukti berupa faktur pajak (Tax Invoice).
7. Tarif PPN
Adapun Pajak Pertambahan Nilai menganut tarif tunggal yaitu 10%.
serendah-rendahnya 5% dan setinggi-tingginya 15%. Sedangkan tarif PPN atas
ekspor Barang Kena Pajak adalah 0%. Pengenaan tarif 0%, ini bukan
berarti pembebasan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai akan tetapi
pajak masukan yang telah dibayar dari barang yang diekspor tetap dapat
dikreditkan.
Namun, saat ini yang berlaku adalah PPN dengan tarif 10% untuk
seluruh barang atau jasa yang dikenakan pajak. jadi, PPN ini mengandung
unsur objektif artinya dalam pengenaan pajaknya tidak memperhatikan
keadaan diri wajib pajak atau semua wajib pajak dikenakan pajak yang
sama. Untuk menentukan besarnya PPN terutang dihitung dengan
mengalikan tarif pajak (10%) dengan Dasar Pengenaan Pajak (DPP).
C. Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) 1. Definisi Pajak Penjualan atas Barang Mewah
Menurut Undang-Undang PPN No.18 Tahun 2000 yang
disempurnakan lagi dalam Undang-Undang PPN No. 42 Tahun 2009,
pengertian Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) adalah pajak
yang dipungut atas penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) yang tergolong
sebagai barang mewah yang dilakukan oleh pengusaha yang menghasilkan
Barang Kena Pajak yang tergolong mewah tersebut didalam daerah pabean
dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya, ataupun impor Barang Kena
6 Dengan demikian, berbeda dengan PPN, PPnBM yang sudah dibayar
pada waktu perolehan atau impor Barang Kena Pajak yang tergolong
mewah tersebut, tidak dapat dikreditkan dengan PPN maupun PPnBM
yang dipungut atau PPnBM ini hanya dipungut satu kali saja.
2. Karakteristik PPnBM
Yang menjadi karakteristik PPnBM adalah sebagai berikut:
a. PPnBM merupakan pungutan tambahan BKP mewah selain PPN.
b. PPnBM hanya dikenakan sekali yaitu pada saat impor atau pada saat
penyerahan BKP mewah oleh PKP pabrikan.
c. PPnBM tidak dapat dikreditkan sehingga diperlakukan sebagai biaya.
d. Dalam hal BKP mewah diekspor, maka PPnBM yang dibayar pada saat
perolehannya dapat diminta kembali (restitusi).
3. Obyek PPnBM
Yang menjadi obyek PPnBM adalah:
a. Penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah yang dilakukan
oleh pengusaha yang menghasilkan Barang Kena Pajak yang tergolong
mewah tersebut didalam daerah pabean dalam kegiatan usaha atau
pekerjaannya.
b. Impor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah.
4. Mekanisme PPnBM
Mekanisme PPnBM sebagaimana diatur dalam Pasal 5, Pasal 8 dan
a. Atas impor dan penyerahan BKP yang tergolong Mewah oleh PKP
yang menghasilkan BKP yang tergolong mewah tersebut disamping
dikenakan PPN juga dikenakan PPnBM.
b. PPnBM hanya dipungut satu kali, yaitu pada waktu impor atau pda
waktu meyerahkan BKP yang tergolong mewah tersebut oleh pabrikan.
c. PPnBM tidak dapat dikreditkan baik terhadap PPN maupun terhadap
PPnBM.
d. Tarif PPnBM yang berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 1983
berkisar antara 10% sampai dengan 35% dengan Undang-Undang No.
11 Tahun 1994 diubah menjadi setinggi-tingginya 50% dan dengan
Undang-Undang No. 18 Tahun 2000 diubah lagi menjadi
setinggi-tingginya 75%.
e. Atas ekspor BKP yang tergolong mewah dapat meminta kembali
PPnBM yang telah dibayar pada waktu perolehan BKP yang tergolong
mewah yang diekspor tersebut.
5. Tarif PPnBM
Tarif Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), dengan
peraturan pemerintah, dapat ditetapkan dalam beberapa pengelompokan
tarif, yaitu tarif paling rendah sebesar 10% dan tarif paling tinggi sebesar
75%. Tarif PPnBM yang berlaku saat ini adalah 10%, 20%, 30%, 40%,
50%, dan 75%.
8 1. Kelompok selain kendaraan bermotor
2. Kelompok berupa kendaraan bermotor
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 145 Tahun 2000 Tanggal 22
Desember 2000 telah diatur kelompok barang kena pajak tergolong mewah
yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah selain kendaran
bermotor ditindaklanjuti dengan Kepmen Nomor (569/KMK 04/2000)
yaitu:
1. Tarif 10%;
a. Kelompok kepala susu atau susu yang diasamkan/diragi,
mengandung tambahan gula atau pemanis lainnya tidak, diberi
aroma atau tidak, diberi rasa atau tidak, mengandung tambahan
buah-buahan, biji-bijian, kokoa, atau tidak. Yoghurt, kephir, whey,
keju, mentega atau lemak atau minyak yan diperoleh dari susu,
yang dibotolkan/tidak.
b. Kelompok air buah, dan air sayuran, yang belum meragi dan tidak
mengandung alkohol, mengandung tambahan gula atau pemanis
lainnya atau maupun tidak mengandung aroma mapun tidak, yang
dibotolkan /dikemas.
c. Kelompok minuman yang tidak mengandung alkohol, mengandung
tambahan gula, atau pemanis lainnya atau tidak, mengandung
aroma atau tidak, yang dibotolkan/dikemas, serta air soda yang
9 d. Kelompok produk kecantikan untuk pemeliharaan kulit, tangan,
kaki, dan rambut, serta preparat rias lainnya, yang
dikemas/dibotolkan.
e. Kelompok alat rumah tangga, pesawat dingin, pesawat pemanas,
mesin jual barang otomatis termasuk mesin penukar uang, dan
pesawat penerima siaran televisi.
f. Kelompok peralatan dan perlengkapan olahraga.
g. Kelompok mesin pengatur suhu
h. Kelompok alat perekam atau reproduksi gambar, pesawat penerima
siaran radio.
i. Kelompok alat fotografi, alat sinematografi, dan perlengkapan.
2. Tarif 20%;
a. Kelompok alat rumah tangga, pesawat pendingin dan pesawat
pemanas selain yang disebut dalam kelompok 1 (10%).
b. Kelompok hunian mewah seperti rumah mewah, apartemen,
kondominium,town house, dan sejenisnya.
c. Kelompok pesawat penerima siaran televisi, dan antena serta
reflektor antena, selain yang termasuk dalam kelompok yang
bertarif 10%.
d. Kelompok mesin pengatur suhu udara, mesin cuci piring, mesin
pengering, pesawat elektromagnetik, dan instrument musik.
0 f. Kelompok permadani tertentu selain yang terbuat dari serabut
kelapa (coir), sutera, wol atau bulu hewan halus. 3. Tarif 30%;
a. Kelompok kapal atau kendaraan lainnya, sampan dan kano, kecuali
untuk keperluan negara dan angkutan umum.
b. Keperluan peralatan dan perlengkapan olahraga, selain yang
termasuk dalam kelompok yang bertarif 10%.
4. Tarif 40%;
a. Kelompok minuman tertentu yang mengandung alkohol.
b. Kelompok barangyang terbuat dari sutera atau wol.
c. Kelompok permadani tertentu yang terbuat dari sutera atau wol.
d. Kelompok barang kaca dari timah hitam dari jenis yang digunakan
untuk meja, dapur, rias, kantor, dekorasi dalam ruangan atau
keperluan semacam itu.
e. Kelompok barang-barang yang sebagian atau seluruhnya terbuat
dari logam mulia atau campuran daripadanya.
f. Kelompok kapal atau kendaraan air lainnya, selain yang disebut
dalam kelompok 30%, kecuali untuk keperluan negara atau
angkutan umum.
g. Kelompok balon udara dan balon udara yang dapat dikemudikan ,
h. Kelompok peluru senjata api dan senjata api lainnya, kecuali untuk
keperluan negara.
i. Kelompok jenis kaki.
j. Kelompok barang-barang perabot rumah tangga dan kantor.
k. Kelompok barang-barang yang terbuat dari porselin, tanah
lempung China atau keramik.
l. Kelompok barang-barang yang sebagian atau seluruhnya terbuat
dari batu, selain batu jalan dan batu tepi jalan.
5. Tarif 50%;
a. Kelompok permadani tertentu yang terbuat dari wol atau bulu
hewan halus.
b. Kelompok pesawat udara selain yang disebut dalam kelompok
40%, kecuali yang digunakan untuk keperluan negara atau
angkutan udara siaga.
c. Kelompok peralatan dan perlengkapan olahraga selain yang disebut
dalam tarif 10% dan 30%.
d. Kelompok senjata api dan senjata api lainya, kecuali untuk
keperluan negara.
6. Tarif 75%;
a. Kelompok minuman yang mengandung alkohol selian yang
b. Kelompok barang-barang yang sebagian atau seluruhnya terbuat
dari batu mulia dan atau mutiara atau campuran dari padanya.
c. Kelompok kapal pesiar mewah kecuali untuk keperluan negara atau
angkutan umum.
Pengenaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah berdasarkan
kelompok BKP yang tergolong mewah yang berupa kendaraan bermotor
sebagai berikut.
1. Tarif 10%;
a. Kendaraan bermotor untuk pengangkutan 10 (sepuluh) sampai
dengan 15 (lima belas) orang termasuk pengemudi, dengan motor
bakar cetus api atau nyala kompresi (diesel/semi diesel), dengan
semua kapasitas isi silinder.
b. Kendaraan bermotor untuk pengangkutan orang kurang dari 10
orang termasuk pengemudi selain sedan atau station wagondengan motor bakar cetus api atau nyala kompresi (diesel/semi diesel),
dengan sistem 1 gardan penggerak (4X2), dengan kapasitas isi
silinder tidak lebih dari 1500 CC.
2. Tarif 20%;
a. Kendaraan bermotor untuk pengangkutan orang kurang dari 10
dengan sistem 1 gardan penggerak (4X2), dengan kapasitas isi
silinder tidak lebih dari 1500 CC sampai dengan 2500 CC.
b. Kendaraan bermotor dengan kabin ganda (double cabin) dalam untuk kendaraan bak terbuka atau bak tertutup, dengan penumpang
lebih dari 3 orang termasuk pengemudi dengan motor bakar cetus
api atau nyala kompresi (diesel/semi diesel), dengan sistem 1
gardan penggerak (4X2), atau dengan sistem 2 gardan penggerak
(4X4), dengan kapasitas isi silinder, dengan masa total tidak lebih
dari 5 ton.
3. Tarif 30%;
Kendaraan bermotor untuk pengangkutan kurang dari 10 orang
termasuk pengemudi, berupa:
a. Kendaraan bermotor sedan/station wagon dengan motor bakar cetus api atau nyala kompresi (diesel/semi diesel) dan kendaraan
bermotor angkutan kurang dari 10 orang termasuk pengemudi serta
van dengan kapasitas isi silinder lebih dari 1500 CC.
b. Kendaraan bermotor selain sedan atau station wagondengan motor bakar cetus api atau nyala kompresi (diesel/semi diesel), dengan
sistem 2 gardan penggerak (4X4), dengan kapasitas isi silinder
sampai dengan 1500 CC.
Kendaraan bermotor untuk pengangkutan kurang dari 10 orang
termasuk pengemudi berupa:
a. Kendaraan bermotor selain sedan atau station wagondengan motor bakar cetus api, dengan sistem 1 gardan penggerak (4X2), dengan
kapasitas isi silinder lebih dari 2500 CC sampai dengan 3000 CC.
b. Kendaraan bermotor dengan motor bakar cetus api berupa sedan
atau station wagon dan selain sedan atau station wagon dengan sistem 2 gardan penggerak (4X4), dengan kapasitas isi silinder
lebih dari 1500 CC sampai dengan 3000 CC.
c. Kendaraan bermotor dengan motor bakar nyala kompresi
(diesel/semi diesel), berupa sedan atau station wagon dan selain sedan ataustation wagondengan sistem 2 gardan penggerak (4X4), dengan kapasitas isi silinder lebih dari 1500 CC sampai dengan
2500 CC.
5. Tarif 50%;
Semua jenis kendaraan khusus yang dibuat untuk permainan golf.
6. Tarif 60%;
Dikenakan untuk kendaraan berupa:
a. Kendaraan bermotor beroda 2 (dua) dengan kapasitas isi silinder
lebih dari 250 CC sampai dengan 500 CC.
b. Kendaraan khusus yang dibuat untuk perjalanan diatas salju, di
7. Tarif 75%;
Dikenakan untuk kendaraan berupa:
a. Kendaraan bermotor untuk pengangkutan dari 10 orang termasuk
pengemudi dengan motor bakar cetus api, berupa sedan ataustation wagondan selain sedan ataustation wagondengan sistem 2 gardan penggerak (4X4), dengan kapasitas isi silinder lebih dari 3000 CC.
b. Kendaraan bermotor untuk pengangkutan kurang dari 10 orang
termasuk pengemudi dengan motor bakar nyala kompresi
(diesel/semi diesel), berupa sedan atau station wagon dan selain sedan ataustation wagon dengan sistem 1 gardan penggerak (4X2) atau dengan sistem 2 gardan penggerak (4x4), dengan kapasitas isi
silinder tidak lebih dari 2500 CC.
c. Kendaraan bermotor beroda 2 (dua) dengan kapasitas isi silinder
lebih dari 500 CC.
d. Trailer, semi trailer dari tipe caravan, untuk perumahan atau
perkemahan.
D. Pengusaha Kena Pajak (PKP) 1. Pengertian PKP
a. Pengusaha
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No.28 Tahun 2007,
'6 dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang,
mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan,
memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar daerah pabean,
melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean.
Jadi, pengusaha ini merupakan pihak yang menghasilkan atau
memproduksi suatu barang yang akan dikonsumsi oleh pihak lain.
b. Pengusaha Kena Pajak (PKP)
Berdasarkan Undang-Undang No. 18 Tahun 2000 pasal 1 angka 15,
Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha sebagaimana dimaksud pada
poin a yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau
penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenakan pajak berdasarkan
Undang-Undang PPN 1984, tidak termasuk Pengusaha Kecil yang
batasannya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, kecuali
pengusaha kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha
Kena Pajak.
2. Kewajiban Pengusaha Kena Pajak
Pengusaha Kena Pajak berkewajiban, antara lain:
a. Melaporkan usahanya untuk dikukuhkan menjadi PKP
b. Memungut PPN dan PPn BM yang terutang
c. Membuat faktur pajak atas setiap penyerahan kena pajak
d. Membuat nota retur dalam hal terdapat pengambilan BKP
f. Menyetor PPN dan PPN BM yang terutang
g. Menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa PPN
3. Pengecualian Kewajiban Pengusaha Kena Pajak
Pengusaha yang dikecualikan dari kewajiban sebagai Pengusaha Kena
Pajak adalah:
a. Pengusaha Kecil.
b. Pengusaha yang semata-mata menyerahkan barang dan atau jasa yang
tidak dikenakan PPN.
E. Dasar Pengenaan Pajak
Untuk menghitung besarnya Pajak Penjualan atas Barang Mewah
(PPnBM) yang terutang diperlukan adanya dasar pengenaan pajak. Dasar
Pengenaan Pajak (DPP) adalah harga jual, penggantian, nilai impor, nilai
ekspor, serta nilai lain yang ditetapkan oleh Keputusan Menteri Keuangan.
Di bawah ini adalah Dasar Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai:
a. Harga Jual
Dalam Pasal 1 angka 18 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000, harga jual
adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak,
tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut
Undang-Undang ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam faktur pajak.
Biaya yang dimaksud yaitu seperti pengangkutan, asuransi, bantuan tekhnik,
*8 b. Penggantian
Adapun pengertian penggantian menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun
2000 Pasal 1 angka 19, yaitu nilai berupa uang termasuk semua biaya yang
diminta atau seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan Jasa
Kena Pajak, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai dan potongan harga
yang dicantumkan dalam faktur pajak.
c. Nilai Impor
Pada Pasal 1 angka 20 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000, nilai impor
mempunyai pengertian sebagai nilai berupa uang yang menjadi dasar
perhhitungan bea masuk ditambah pungutan yang dikenakan sesuai
Undang-Undang Pabean tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai.
d. Nilai Ekspor
Adapun Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 dalam Pasal 1 angka 26
menyatakan bahwa nilai ekspor merupakan nilai berupa uang yang termasuk
biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh eksportir. Nilai Ekspor
dapat diketahui dari dokumen ekspor. Oleh karena itu, tarif Pajak
Pertambahan Nilai atas ekspor adalah 0%.
e. Nilai lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan
Yang termasuk nilai lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri
+9 harga jual, penggantian, nilai impor dan nilai ekspor, dimana harus dengan
persetujuan Menteri Keuangan.
F. Daya Beli
Daya beli (Purchasing Power) merupakan kemampuan seseorang dalam mengkonsumsi suatu produk. Daya beli antara satu orang dengan orang
lainnya pastilah berbeda. Hal tersebut dapat disebabkan oleh beberapa faktor,
seperti dilihat dari status orang tersebut, pekerjaan, penghasilan, dan
sebagainya.
Daya beli juga mempunyai hubungan erat dengan suatu barang atau
produk. Bila barang atau produk tersebut mempunyai harga yang murah, maka
daya beli masyarakat terhadap barang tersebut juga akan meningkat. Hal ini
berlaku seperti pada hukum permintaan.
Pada kurva permintaan individual akan suatu barang adalah suatu kurva
atau suatu daftar yang menunjukkan jumlah-jumlah suatu barang untuk setiap
satuan waktu yang oleh seorang konsumen ingin dan sanggup untuk membeli
barang tersebut pada berbagai harga satuan barang tersebut (Samuelson,
2003). Terdapat 4 (empat) penyebab perubahan permintaan menurut
Soediyono dalam Dyah (2010:28), yaitu:
a. Perubahan pendapatan konsumen
Untuk barang-barang normal, bertambah besarnya pendapatan yang
,0 bergeser ke kanan. Sebaliknya, menurunnya pendapatan menyebabkan
kurva permintaan bergeser ke kiri. Untuk barang-barang inferior, yaitu
barang konsumsi yang tidak disukai oleh konsumen dan hanya dikonsumsi
jika terpaksa, akan menurun permintaannya jika pendapatan konsumen
meningkat.
b. Perubahan harga barang pengganti
Jika suatu barang naik, maka permintaan akan barang substitusinya juga
akan naik.
c. Perubahan harga barang komplementer
Meningkatnya harga salah satu barang, menyebabkan penurunan
permintaan terhadap barang komplementernya.
d. Perubahan cita rasa konsumen
Selera atau cita rasa konsumen yang berubah-ubah mempengaruhi
permintaan akan suatu barang yang sedang digemari. Jika selera konsumen
bertambah maka permintaan akan suatu barang juga akan naik.
G. Tinjauan Penelitian Sebelumnya
Penelitian mengenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) telah banyak dilakukan oleh
peneliti-peneliti sebelumnya. Tabel 2.1 menunjukkan hasil-hasil peneliti-penelitian terdahulu
Tabel 2.1
Tabel Penelitian Sebelumnya
No. Peneliti Judul Variabel Metodologi Analisis/Penelitian
66
H. Diferensiasi Penelitian
Penelitian dengan judul “Analisis Pengaruh Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)
Terhadap Daya Beli Konsumen Pada Barang Elektronika (Studi Empiris Pada
Konsumen Barang Elektronika di Wilayah Glodok Jakarta Kota)” berbeda
dengan penelitian sebelumnya, penelitian ini menggunakan variabel bebas
Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) dan melakukan studi empiris
dengan menyebarkan kuesioner terhadap konsumen yang berada di wilayah
Tangerang Selatan.
I. Keterkaitan Antar Variabel
1. Pengenaan PPN terhadap Daya Beli Konsumen
Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pengenaan PPN
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap daya beli konsumen. Hal
ini dikarenakan masyarakat secara langsung dibebankan pajak dalam setiap
konsumsinya,dimana kondisi perekonomian yang belum mapan dan
berbeda beda menyebabkan masyarakat menekan konsumsinya sehingga
daya beli menurun.
2. Pengenaan PPnBM terhadap Daya Beli Konsumen
Penelitian mengenai pengenaan PPnBM terhadap daya beli
konsumen hasilnya belum dapat diketahui karena belum ada penelitian
J. Kerangka Pemikiran
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran
LATAR BELAKANG : Perkembangan ekonomi di dunia membawa konsekuensi terhadap peningkatan aktivitas perdagangan. Pajak Penjualan atas
Barang Mewah (PPnBM) tidak dapat dikenakan tersendiri tanpa adanya Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) dan dipungut satu kali pada sumbernya yaitu pada
tingkat pabrikan, atau pada waktu barang impor.
Independen Dependen
(X1) :Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
(X2) : Pajak Penjualan atas Barang Mewah
(Y) :Daya Beli
Konsumeen
Metode Analisis Regresi
Uji Asumsi Klasik:
a. Uji multikolinearitas b. Uji heteroskedastisitas
c. Uji normalitas
Uji Kualitas Data:
a. Uji validitas
98
K. Perumusan Hipotesis
Hipotesis merupakan dugaan sementara atau kesimpulan yang masih
perlu diuji kebenarannya terhadap suatu masalah atau penelitian yang akan
diuji. Bila hasil hipotesa sama dengan hasil pengujian maka hipotesa tersebut
diterima. Sebaliknya, hipotesa akan ditolak jika hasil pengujian berbeda
dengan hipotesa sebelumnya.
Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, maka hipotesis yang dapat
diajukan penulis dalam penelitian ini adalah:
Ha1 : Pengenaan PPN berpengaruh terhadap daya beli konsumen
Ha2 : Pengenaan PPnBM berpengaruh terhadap daya beli konsumen.
Uji Regresi Berganda :
a. Uji T
b. Uji F
:9
BAB III
METODE PENELITIAN
A. RuangLingkupPenelitian
Dalam rangka menganalisis pengenaan PPN dan PPnBM pada barang
elektronika, maka objek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
konsumen barang elektronika, dengan populasi penelitian konsumen barang
elektronika yang berada di wilayah Jakarta kota glodok dengan kriteria
perusahaan dagang yang menjual barang elektronika yang terdaftar sebagai
Pengusaha Kena Pajak di wilayah Jakarta kota glodok.
B. MetodePengumpulanSampel
Metode penentuan sampel dalam penelitian ini adalah metede penentuan
sampel probabilitas dan metode non-probabilitas. Metode probabilitas menggunakan metode sampel area (area sampling) dengan menetapkan kriteria konsumen yang berada di wilayah Jakarta kota glodok. Sedangkan
pada metode non-probabilitas yaitu dengan pendekatan metode purposive sampling, artinya bahwa populasi yang akan dijadikan sampel penelitian ini adalah populasi yang memenuhi kriteria sampel tertentu sesuai yang
dikehendaki penulis.
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas; objek/subjek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti
Adapun jenis data yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu
menggunakan persepsi setiap individu (konsumen) mengenai pengaruh
daripengenaan PPN dan PPnBM terhadap daya beli konsumen pada barang
elektronika di wilayah Jakarta kota glodok. Jenis data ini disebut unit analisis
tingkat individual (self reported data). Daya beli konsumen diukur berdasarkan tingkat harga barang elektronik dengan pendapatan konsumen.
C. MetodePengumpulan Data
Adapun metode pengumpulan data yang digunakan dalam penyusunan
skripsi ini adalah dengan menggunakan data primer dengan tujuan agar dapat
memberikan gambaran mengenai pengaruh pengenaan PPN dan
PPnBMterhadap daya beli konsumen atas barang elektronika. Adapun
perolehan data primer dilakukan dengan menggunakan penelitian lapangan.
Pengumpulan data tersebut diperoleh dengan cara menyebarkan kuesioner
yang diberikan kepada konsumen barang elektronika diwilayah Jakarta kota
glodok. Kuesioner-kuesioner tersebut disebarkan dengan cara datang lansung
ke toko-toko elektronik yang dituju dan juga melalui beberapa perantara
(contact person).
D. MetodeAnalisis Data 1. Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif digunakan untuk memberikan informasi deskripsi
mengenai karakteristik variable penelitian dan demografi responden.