• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hikayat Ali Kawin: Suntingan Teks dan Nilai-nilai Religi dalam Teks serta Implikasinya terhadap Pembelajaran Sastra di Sekolah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hikayat Ali Kawin: Suntingan Teks dan Nilai-nilai Religi dalam Teks serta Implikasinya terhadap Pembelajaran Sastra di Sekolah"

Copied!
146
0
0

Teks penuh

(1)

RELIGI DALAM TEKS SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP

PEMBELAJARAN SASTRA DI SEKOLAH

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

(S.Pd.)

Oleh

Anis Rozanah

1112013000063

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN (FITK)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

ANIS ROZANAH, 1112013000063, “Hikayat Ali Kawin: Suntingan Teks dan Nilai-nilai Religi dalam Teks serta Implikasinya Terhadap Pembelajaran Sastra di Sekolah”. Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dosen Pembimbing: Muhammad Nida’ Fadlan, M.Hum. Desember 2016.

Naskah kuno merupakan salah satu peninggalan kebudayaan Indonesia. Naskah menjadi bukti bersejarah dalam pencatatan berbagai kehidupan yang telah dilalui oleh orang zaman dahulu, baik dari segi kebudayaan, sejarah, sastra dan segi lainnya. Memahami teks yang terkandung dalam naskah kuno memerlukan keahlian dalam memahami aksara. Memahami aksara memerlukan adanya disiplin ilmu, salah satunya menggunakan ilmu filologi.

Data penelitian yang dipakai berupa ungkapan dan narasi dalam Hikayat Ali Kawin yang kental dengan nilai religi. Adapun pendekatan penelitian yang digunakan dalam menganalis data adalah pendekatan filologi dengan metode naskah tunggal. Sumber data yang digunakan dalam penelitian adalah Hikayat Ali Kawin naskah koleksi dari Perpustakaan Nasional Republik Indonesia dengan nomor panggil ML 58.

Berdasarkan penelitian, dapat disimpulkan bahwa nilai religi dalam Hikayat Ali Kawin berupa dimensi aqidah, syariat, dan akhlak. Aqidah yang ditemukan berupa iman kepada Allah, malaikat, Al-Quran, Nabi Muhammad, surga dan neraka, dan takdir. Adapun syariat di dalam teks berupa kegiatan ibadah, seperti sholat, dzikir, dan berdoa. Terakhir dari segi akhlak adalah amanah, kasih sayang, tolong menolong, malu dan berlaku sederhana. Implikasi dalam pembelajaran sastra di sekolah mengenai nilai religi dapat direpresentasikan pada tingkat SMA dengan standar kompetensi membaca melalui materi memahami berbagai hikayat.

(6)

Faculty of Science and Teaching of MT, State Islamic University Syarif Hidayatullah Jakarta. Supervisor: Muhammad Nida' Fadlan, M.Hum. December 2016

Ancient manuscript is one of the cultural heritage of Indonesia. Manuscript into the historical evidence in recording a variety of life that has been passed by the ancients, both in terms of culture, history, literature and other aspects. Understanding the text contained in ancient manuscripts require expertise in understanding the script. Understanding script requires their disciplines, one of which uses the science of philology.

The research data used in the form of expression and narrative in Hikayat Ali Kawin is thick with religious values. The wide approach used in the study analyzes the ambassador is philological approach with single script method. The data used in the study is Hikayat Ali Kawin manuscript collection of the National Library of Republic of Indonesia with the call number ML 58.

Based on research, it can be concluded that the value of religion in the form of dimensional Hikayat Ali Kawin are aqidah, shari’at, and akhlaq. Aqidah found such faith in God, angels, the Koran, the Prophet Muhammad, heaven and hell, and destiny. The Shari'at in text form of worship, such as prayer, dhikr, and praying. Finally in terms of morals is a trust, compassion, helpfulness, shame and modest. Implications in teaching literature at school on religious values can be represented at the high school level by the standards of competence to read through the material to understand the tale.

(7)

i

Segala puji bagi Allah SWT atas segala nikmat, karunia, pertolongan dan kasih sayang-Nya, sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hikayat Ali Kawin: Suntingan Teks dan Nilai-nilai Religi dalam Teks serta Implikasinya dalam Pembelajaran Sastra di Sekolah”. Selawat serta salam semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa umatnya ke jalan hidayah dan keberkahan, yakni yang telah diridhai Allah SWT.

Skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mendapatkan gelar sarjana pendidikan pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. Dalam penyelesaian skripsi ini tentu saja penulis tidak lepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung, maka dalam kesempatan ini penulis sampaikan terima kasih yang tidak terhingga kepada:

1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, M.A., selaku Dekan FITK UIN Jakarta yang telah mempermudah dan melancarkan dalam penyelesaian skripsi ini;

2. Dr. Makyun Subuki, M.Hum., Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah memberikan ilmu dan bimbingan yang sangat berharga bagi penulis selama ini;

3. Muhamad Nida’ Fadlan, M.Hum., dosen pembimbing skripsi yang sangat membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Terima kasih atas kerelaan dan kesabaran meluangkan waktunya untuk mengoreksi, memberikan masukan, dan meyakinkan bahwa penulis mampu menyelesaikan skripsi ini;

4. Rosida Erowati, M.Hum., dosen penasihat akademik yang telah memberikan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini;

(8)

ii

7. Seluruh saudara kandung penulis, Kak Aunur, Abang Rosyid, Kak Ana, yang selalu memberikan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi. Adik Faizah dan Tazki yang sudah memberikan hiburan di kala penulis kesulitan dalam mengerjakan skripsi ini;

8. Seluruh Ustadz dan Ustadzah Pondok Pesantren Al-Itqon dan Pesantren Luhur Sabilussalam yang telah membimbing penulis.

9. Seluruh mahasiswa PBSI angkatan 2012, terima kasih atas pengalaman berharga yang penulis dapatkan selama ini. Terima kasih secara khusus penulis sampaikan kepada Haiza Hazrina, Sa’adah Abadiyyah, Aufalina Husna, Siti Sarah Ismiani, Hasna Puspita Sari, Bernika Liana, dan Titih Sundari yang telah mendukung, mengingatkan, memberi kritik dan saran, dan menyemangati penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini;

10.Teman-teman penulis, Siti Syarifah Awaliah, Izzati Sayyidah, Syarifah Alawiyah, Fitri Vebiyanti, Syfa Alawiyah, Ai Inayah, Samih Puspawati, Bang Ahmad Haitami, dan Miftahul Huda yang sudah membantu dan memberikan semangat kepada penulis untuk segera menyelesaikan skripsi.

11.Serta kepada semua pihak yang telah membantu proses penyusunan skripsi ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari dalam skripsi ini terdapat kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis menerima segala kritik dan saran yang membangun. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, terutama dalam kajian filologi tentang nilai religi dalam hikayat.

Jakarta, 29 Desember 2016

(9)

iii

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN MUNAQASAH

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI

ABSTRAK

ABSTRACT

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Pembatasan Masalah ... 6

D. Perumusan Masalah ... 6

E. Tujuan Penelitian ... ... 6

F. Manfaat Penelitian ... . 7

G. Metode Penelitian ... .. 7

BAB II LANDASAN TEORI A. Hakikat Filologi... .... 11

B. Hikayat... ... 14

C. Unsur Intrinsik ... 16

D. Nilai-nilai Religi ... 20

E. Hakikat Pembelajaran Sastra ... 22

F. Penelitian yang Relevan ... 23

(10)

iv

BAB IV ANALISIS TEKS HIKAYAT ALI KAWIN

A. Sinopsis Hikayat Ali Kawin ... 50

B. Unsur Instrinsik Hikayat Ali Kawin ... 52

C. Nilai-nilai Religi dalam Hikayat Ali Kawin ... 67

D. Implikasi dalam Pembelajaran Sastra di Sekolah ... 77

BAB V PENUTUP A. Simpulan ... 79

B. Saran ... 80

(11)

v

Tabel 3.1 Penoman transliterasi bahasa Arab ... 21

Tabel 3.2 Huruf vokal bahasa Arab ... 22

Table 3.3 Vokal panjang bahasa Arab ... 23

Tabel 3.4 Huruf Melayu ... 25

(12)

vi Lampiran II : RPP

(13)

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Naskah kuno merupakan salah satu peninggalan kebudayaan Indonesia. Naskah menjadi bukti bersejarah dalam pencatatan berbagai kehidupan yang telah dilalui oleh orang zaman dahulu. Peninggalan-peninggalan masa lampau memberikan banyak pengetahuan dan informasi mengenai kehidupan nenek moyang. Berbagai peninggalan nenek moyang telah banyak ditemukan, seperti candi-candi, prasasti-prasasti, dan naskah-naskah yang dapat dipelajari dari warisan budaya. Dari sanalah dapat diketahui pengetahuan tentang kebudayaan dan peadaban berabad-abad lamanya. Peninggalan-peninggalan tersebut dapat memberikan warna bagi kearifan lokal Nusantara.

Naskah sebagai salah satu benda warisan budaya Nusantara memiliki kelebihan dibanding peninggalan lain. Banyaknya informasi yang diberikan, menempatkan naskah menjadi salah satu catatan sejarah bagi kebudayaan masa lampau. Melalui naskah, dapat diketahui berbagai macam ilmu yang telah ada pada zaman dahulu. Beraneka ragam persoalan yang dibahas dalam naskah seperti sastra, bahasa, pendidikan, sejarah, persoalan keagamaan dan sebagainya dapat dimanfaatkan sebagai sumber pengetahuan untuk memperkaya atau mengembangkan peradaban saat ini.

(14)

Pada dasarnya dalam suatu naskah terdapat informasi berupa isi pembahasan dari naskah itu sendiri. Isi naskah berupa teks. Teks dalam suatu naskah tidak hanya membahas satu persoalan. Naskah bisa terdiri dari beberapa teks. Teks-teks tersebut tentunya berisi informasi dan pengetahuan. Agar memahami informasi dan pengetahuan dalam teks, pembaca harus menguasai isi kandungannya. Memahami isi kandungannya harus didukung dengan ilmu yang memadai sesuai dengan permasalahan yang dibahas dalam teks. Selain itu, pembaca harus memiliki kemampuan membaca aksara pada zaman dahulu.

Memahami teks yang terkandung dalam naskah memerlukan keahlian. Keahlian dari segi aksara berikut ejaan, bahasa, dan budaya. Naskah mengandung perbedaan waktu dan budaya karena jarak yang jauh dengan masa sekarang, maka pembaca perlu menguasai keahlian yang telah disebutkan. Keahlian mengenai aksara berikut ejaannya wajib diperlukan untuk membantu membacanya. Segi keahlian bahasa juga diperlukan karena dalam memahami teks perlu menguasai tatabahasa yang ada, sehingga makna dalam teks tersampaikan. Terakhir, tanpa mengetahui konteks budaya pada masa penulisannya atau kisah yang diceritakannya, seseorang akan dianggap belum memahami maksud penulisan naskah tersebut.

Munculnya aksara merupakan suatu penemuan luar biasa dalam peradaban manusia. Melalui aksara manusia dapat menyimpan gagasan, norma, sistem nilai, dan berbagai macam perangkat budaya dalam waktu yang tidak terbatas sebagai “catatan bersama” untuk dijadikan sebagai acuan, titik tolak, ataupun “bahan ajar” dari satu generasi ke generasi berikutnya. Aksara dapat menjadi sarana komunikasi yang melintasi ruang dan waktu.1 Aksara sebagai catatan bersama dan sarana komunikasi generasi masa lalu memerlukan adanya disiplin ilmu dalam meneliti teks. Oleh karena itu diperlukan sebuah pendekatan dalam menelaah teks.

1

(15)

Filologi sebagai ilmu tentang pengetahuan, juga menjadi sebuah pendekatan dalam menyunting teks. Tujuan dari menyunting teks itu sendiri yaitu memahami kebudayaan suatu bangsa melalui karya sastra, baik lisan maupum tulisan dan menemukan teks yang dipandang paling dekat dengan teks aslinya. Oleh karena itu, filologi dianggap sebagai pendekatan yang pas dalam menelaah teks.

Sastra Melayu pengaruh Islam bersumber dari Al-Quran, hadis, fikih, tasawuf, usuluddin, peristiwa, dan tokoh sejarah Islam. Berdasarkan sumber tersebut lahirlah berbagai karya sastra dengan maksud menggunakan dan menyebarkan ajaran, serta kepercayaan agama Islam. Banyak sekali hikayat yang mengisahkan kehidupan para nabi, kerabatnya, dan sahabatnya.2 Bahkan persoalan dalam hikayat membahas mengenai nilai kehidupan, baik nilai budaya, nilai pendidikan, nilai sosial, nilai moral, nilai religi, norma, hukum, dan lain sebagainya.

Naskah Melayu merupakan salah satu karya sastra yang mengambil bagian penting dalam khazanah kesusastraaan di Indonesia. Tradisi penulisan sastra Melayu biasanya kental dengan keislaman. Salah satu karya sastra Melayu yang mengandung nilai-nilai keislaman adalah hikayat. Hikayat tumbuh dalam masyarakat seiring dengan masuknya agama Islam ke Nusantara. Masuknya agama Islam membawa dampak dalam kandungan atau isi pemasalahan yang dibahas dalam hikayat.

Hamid menyebutkan kesusastraan Melayu yang bercorak Islam khususnya dalam bentuk hikayat mempunyai pertalian yang erat dengan kesuasastraan Islam yang muncul di negeri Arab sejak zaman permulaan Islam. Hikayat adalah satu istilah yang berasal dari bahasa Arab. Hikayat berkembang pada zaman jahiliyah mengisahkan cerita yang bercorak dongengan dan legenda yang mengagungkan tokoh pahlawan suku Arab.3 Tokoh pahlawan Arab biasanya diceritakan tentang kehidupan tokoh Islam,

2

Edwar Djamaris, dkk, Sastra Melayu Lintas Daerah, (Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2008), h. 316

3

(16)

sahabat, kerabat, dan nabi-nabi mengenai kegagahan, kesabaran, ketaatan, dan lain sebagainya.

Salah satu hikayat yang mengisahkan tokoh Islam adalah Hikayat Ali Kawin. Hikayat ini mengandung kisah kehidupan kerabat dan sahabat nabi. Di dalam hikayat tersebut banyak terdapat nilai-nilai religi yang dapat dipelajari dan diaplikasikan dalam kehidupan. Naskah Hikayat Ali Kawin merupakan salah satu koleksi Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Pengarang dari hikayat ini tidak diketahui dan berasal dari mana. Hikayat ini kental dengan nuansa keislaman, bercerita tentang sahabat nabi dan ditulis menggunakan aksara Jawi.

Penggunaan aksara Jawi dalam hikayat ini, tentunya merupakan sebuah keunikan tersendiri sebagai warisan karya sastra. Penggunaan aksara ini harus dilestarikan. Pelestarian warisan sastra ini tidak hanya dengan menyimpan naskah dengan sebaik-baiknya. Akan tetapi, dikaji dan dipelajari apa yang tertulis di dalamnya. Banyaknya naskah yang berada di perpustakaan, jika dibiarkan saja hanya akan tertumpuk dan tidak memiliki fungsinya. Hal ini disebabkan karena saat ini, tidak banyak orang yang dapat membaca aksara Jawi. Padahal di dalam naskah Hikayat Ali Kawin yang ditulis dengan aksara Jawi banyak nilai kehidupan yang dapat dipelajari. Salah satunya adalah nilai religi sebagai posisi yang tidak dapat terlepaskan dari kehidupan manusia. Hikayat yang masuk sebagai karya sastra lama saat ini masih jarang diminati oleh siswa. Selain karena rentan waktu yang begitu lama, banyak siswa yang tidak mengerti aksara yang digunakan pada saat itu. Oleh karena itu, penelitian ini penting guna membantu para siswa memahami teks. Hikayat memiliki pesan yang sarat akan nilai-nilai. Hikayat dapat dijadikan media untuk mentransformasikan nilai-nilai, khususnya nilai religi. Hikayat dapat dijadikan bahan pembelajaran sastra di sekolah. Pembelajaran nilai religi perlu dibangun guna meningkatkan kualitas hidup di masyarakat.

(17)

diharapkan menjadi sumber pembelajaran sastra lama di sekolah. Jurang yang telah tumbuh antara sastra lama dan manusia modern akan bertambah besar bila tidak ada pemeliharaan yang terarah dalam bentuk pelajaran sekolah dan pengadaan buku mengenai sastra itu sendiri. Keterasingan ini telah menyebabkan orang enggan mempelajarinya, yang mengakibatkan karya-karya sastra lama tidak dipelihara dan akhirnya punah.4

Penulis tertarik untuk menganalisis lebih lanjut bagaimana gambaran nilai religi yang terdapat dalam naskah kuno. Bagaimana tokoh dalam cerita digambarkan dan perjalanan spiritual dalam cerita serta implikasinya dalam pembelajaran s astra. Selain itu, penulis juga berusaha menggali lebih dalam nilai religi yang terkandung dalam naskah, sebagai upaya melestarikan warisan budaya agar para generasi masa kini tertarik untuk membacanya. Oleh karena itu, penulis mengangkat judul dalam penelitian ini: Hikayat Ali Kawin: Suntingan Teks dan Nilai-nilai Religi dalam Teks serta Implikasinya terhadap Pembelajaran Sastra di Sekolah.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan penjabaran di atas, maka ditemukan beberapa identifikasi dalam penelitian ini:

1. Naskah kuno merupakan peninggalan kebudayaan Indonesia. Naskah kuno saat ini masih banyak yang belum diteliti padahal bertumpuk jumlahnya di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Ketidakmahiran pembaca saat ini terhadap aksara lama menjadikan naskah kuno jarang diminati oleh masyarakat umum.

2. Di dalam naskah kuno terdapat berbagi pengetahuan yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pembelajaran dan pengembangan untuk masa kini. Nilai religi dirasa tepat untuk dikaji dalam penelitian ini, karena sesuai dengan naskah yang telah dipilih. Namun, butuh keahlian khusus untuk membaca dan mengkaji naskah kuno. Maka filologi dipilih sebagai metode yang tepat untuk menganalisis teks dalam naskah.

4

(18)

3. Dari sekian banyaknya naskah yang berada di Perpustakaaan Nasional Republik Indonesia, Hikayat Ali Kawin merupakan naskah yang belum disunting oleh peneliti sebelumnya.Oleh karena itu, naskah ini akan disunting dan dialihaksarakan (transliterasi) untuk memudahkan kalangan luas dalam membaca naskah ini.

4. Sebagai pedoman hidup, nilai-nilai religi perlu ditanamkan dalam diri siapapun. Sekolah menjadi salah satu lembaga pendidikan yang turut ambil serta dalam penanaman nilai-nilai religi. Pembelajaran sastra lama dapat menjadi jalan dalam melestarikan nilai-nilai religi. Hal ini dapat dilakukan salah satunya dengan cara mempelajari hikayat-hikayat serta mengambil dan mengaplikasikan nilai-nilai yang terdapat di dalamnya.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka pembatasan masalah dapat difokuskan pada suntingan teks, analisis nilai-nilai religi yang terdapat dalam Hikayat Ali Kawin dan implikasinya terhadap pembelajaran sastra di sekolah.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Bagaimana suntingan teks Hikayat Ali Kawin agar dapat dimanfaatkan oleh kalangan pembaca yang lebih luas?

2. Bagaimana nilai-nilai religi yang terkandung dalam Hikayat Ali Kawin? 3. Bagaimana implikasi nilai-nilai religi Hikayat Ali Kawin terhadap

pembelajaran sastra di sekolah?

E. Tujuan Penelitian

(19)

1. Menyajikan suntingan teks Hikayat Ali Kawin agar dapat dimanfaatkan oleh kalangan pembaca yang lebih luas.

2. Menjelaskan nilai-nilai religi yang terdapat dalam Hikayat Ali Kawin 3. Menjelaskan implikasi nilai-nilai religi Hikayat Ali Kawin terhadap

pembelajaran sastra di sekolah.

F. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini pembaca diharapkan mendapat manfaat dari analisis isi Hikayat Ali Kawin dari segi nilai-nilai religi serta implikasinya terhadap pembelajaran sastra yaitu, Melalui telaah isi naskah Hikayat Ali Kawin secara teoritis dapat menambah keragaman penelitian pernaskahan, khususnya di jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta maupun penelitian pada umumnya. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi sumber referensi dan informasi bagi disiplin imu lainnya.

Manfaat praktis yang dapat diambil dari penelitian ini pembaca tidak hanya diperuntukan orang ahli dalam bidang pernaskahan, akan tetapi pembaca yang belum mengerti aksara Jawi bisa membacanya. Pembaca dengan mudah memahami nilai-nilai religi dari kisah Hikayat Ali Kawin yang telah disunting.

G. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan disiplin ilmu filologi sebagai metode yang terkait dengan naskah Hikayat Ali Kawin. Metode filologi berarti pengetahuan tentang cara, teknik, atau instrumen yang dilakukan dalam penelitian filologi.5 Ada beberapa tahapan yang perlu dilakukan ketika menggunakan metode filologi dalam sebuah penelitian. Berikut ini tahapan-tahapannya:

Tahap pertama: Penentuan teks yang akan dikaji sesuai dengan minat dari peneliti. Penentuan teks bergantung pada latar belakang dan bidang keilmuan

5

(20)

peneliti. Selain itu dalam menentukan teks yang dikaji, termasuk juga memilih bahasa yang digunakan dalam teks, karena akan sangat berpengaruh dalam mengkajinya. Menguasai bahasa naskah akan sangat memudahkan penelitian, seperti naskah yang dipilih oleh peneliti. 6 Peneliti memilih naskah ini karena menguasai bahasa yang digunakan yaitu bahasa Melayu, terutama aksara Jawi. Tahap kedua: Inventarisasi naskah. Maksudnya sebagai upaya secermat-cermatnya dan semaksimal mungkin untuk menelusuri dan mencatat keberadaan naskah yang memuat salinan dari teks yang akan dikaji. Inventarisasi naskah dapat dilakukan dengan menelusuri naskah yang telah dipilih melalui katalog baik yang dicetak maupun secara online, artikel-artikel, karya tulis, dan buku-buku yang membahas naskah terkait.7

Tahap ketiga: Deskripsi naskah yakni melakukan identifikasi, baik terhadap kondisi fisik naskah, isi teks maupun identitas pengarang atau peyalin dengan tujuan menghasilkan deskripsi naskah secara utuh. Adapun aspek yang perlu dideskripsikan meliputi: kode dan nomor naskah, judul naskah, kondisi fisik, tanggal penyusunan, tempat, nama pengarang/penyalin, cap kertas, garis tebal, garis tipis, bahan naskah, jenis kertas, penomoran halaman, jenis tulisan, warna tulisan, jumlah baris tiap halaman, panjang dan lebar halaman, dan lain sebagainya.8

Tahap keempat: suntingan teks atau dengan kata lain menyiapkan edisi teks yang bisa dibaca dan dipahami oleh khalayak luas.9 Naskah Hikayat Ali Kawin merupakan naskah yang berada di Perpustakaan Nasional RI yang bernomor panggil ML 58. Berdasarkan pencarian dari berbagai sumber, ditemukan variasi naskah dengan judul Hikayat Fatimah. Hikayat Fatimah berada di Perpustakaan Universiti Malaya, Kuala Lumpur, Malaysia. Mengingat jarak dan waktu yang terbatas, penulis memutuskan hanya meneliti

6

Oman Fathurahman, Filologi Indonesia Teori dan Metode, (Jakarta: Kencana Prenadamedia Grup, 2015), hal. 69

7

Ibid,h. 74

8

Ibid, h. 77

9

(21)

naskah yang berada di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Naskah Hikayat Ali Kawin tidak tertera pengarangnya.

Penulis memilih menggunakan metode naskah tunggal dengan edisi kritis dalam penelitian ini. Edisi kritis adalah model suntingan yang dihasilkan oleh penyunting yang menginginkan terbentuknya sebuah teks dengan kualitas bacan terbaik (best readings).10 Dalam hal ini penyunting tidak bisa begitu saja melakukan penyuntingan seadanya, melainkan melakukan berbagai hal. Bisa saja dengan memperbaiki, mengurangi, menambahkan, bahkan mengganti kata selama tidak jauh dengan makna aslinya. Kegiatan ini boleh saja dilakukan bila terdapat unsur yang tidak sinkron dan menyimpang dari kaidah-kaidah yang diyakini kebenarannya oleh penyunting.

Robson mengungkapkan edisi kritis dari suatu naskah lebih banyak membantu pembaca. Pembaca dibantu mengatasi berbagai kesulitan yang bersifat tekstual atau yang berkenaan dengan interpretasi dan terbebas dari kesulitas mengerti isi naskah. Kritis berarti bahwa penyunting itu mengidentifikasi sendiri bagian dalam teks yang mungkin terdapat masalah dan menawarkan jalan keluar. Maka penyunting memiliki alternatif apabila merasa ada kesalahan dalam teks, ia dapat memberi tanda yang mengacu pada “aparat kritis”. Dari sinilah penyunting dapat menyarankan bacaan yang lebih baik.11

Tahap kelima: terjemahan teks. Pada tahap ini teks yang sudah disunting, dapat diterjemahkan sesuai dengan kebutuhan bahasa. Tujuan dilakukan penerjemahan teks, agar memudahkan pembaca dalam memahami maksud teks. menerjemahkan disini tidak dapat dilakukan dengan sembarangan. Diperlukan penerjemahan yang baik sesuai isi teks. Terjemahan yang baik ialah terjemahan yang mampu melukiskan apa yang ingin dikatakan oleh teks yang diterjemahkan ke dalam kalimat yang indah dan mampu mengekspresikan subtansi teks sebagaimana bahasa aslinya.12 Penelitian ini

10

Ibid, h. 91

11

S.O. Robson, Penerjemah: Kentjanawati Gunawan, Prinsip-Prinsip Filologi Indonesia,

(Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1994), h. 25

12

(22)

melakukan terjemahan teks. Sebab, tidak semua orang dapat menguasai bahasa Melayu.

(23)

11

LANDASAN TEORI

A. Hakikat Filologi

Filologi berasal dari bahasa Yunani philologia yang berupa gabungan katadari philos yang berarti ‘teman’ dan logos yang berarti ‘pembicaraan’, ‘kata’, atau ‘ilmu’. Secara harfiah kata filologi berarti ‘cinta kata-kata’. Philologia dalam perkembangannya berarti ‘senang berbicara’, yang seterusnya berkembang menjadi ‘senang kepada ilmu’’ senang kepada tulisan-tulisan’, dan kemudian ‘senang kepada tulisan-tulisan yang bernilai tinggi’.1 Lubis menjelaskan istilah filologi adalah pengetahuan tentang sastra-sastra dalam arti luas mencakup bidang bahasa, sastra dan kebudayaan.2

Filologi sebagai istilah mempunyai beberapa arti di antaranya, filologi pernah diartikan sebagai ilmu sejarah kebudayaan dengan mengumpulkan naskah lama dan mengungkap khazanah warisan nenek moyang. Filologi juga pernah diartikan sebagai ilmu sastra karena yang dikaji karya sastra. Saat ini filologi ada yang mengartikan sebagai ilmu bantu sastra karena filologi menyiapkan teks-teks sastra, khususnya sastra klasik agar siap dikaji. Filologi ada juga yang mengartikan sebagai studi bahasa atau linguistik.3

Senada dengan definisi sebelumnya, filologi merupakan suatu disiplin studi tentang teks yang tersimpan dalam peninggalan tulisan masa lampau. Studi teks ini didasari oleh adanya informasi tentang hasil budaya manusia pasa masa lampau yang tersimpan di dalamnya.4 Filologi menurut Kushartanti adalah salah satu cabang ilmu linguistik tertua yang mengkhususkan diri pada comparative historical linguistics, yaitu bidang penelitian kekerabatan bahasa (language relationships) dan perubahan bahasa (language change) dengan

cara membandingkan berbagai bahasa. Selain itu, filologi juga mengkaji

1

Kun Zahrun Istanti, Sudibyo, dan Rachmat Sholeh, Filologi, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2011), h. 1.2

2

Lubis, Op., Cit, h. 16

3

Siti Baroroh Baried, dkk, Pengantar Teori Filologi, (Yogyakarta: Badan Penelitian dan Publikasi dan Fakultas Universitas Gajah Mada, 1994), h. 27-28

4

(24)

transkipsi, terjemahan, pelacakan naskah babon, dan memaknai informasi yang terdapat dalam naskah-naskah kuno.5

Filologi menurut pandangan penulis berdasarkan beberapa pengertian di atas adalah suatu disiplin ilmu yang menelaah tentang teks dalam naskah kuno. Penelaahan teks meliputi suntingan naskah, terjemahan, dan analisis terhadap isi teks. Selain itu, penelaahan teks dapat mengetahui kebudayaan masa lalu melalui latar belakang yang ada dalam teks meliputi, adat-istiadat, bahasa, agama, pengobatan, hukum, pendidikan, dan lainnya.

Filologi mempunyai sasaran kerja yang berupa naskah dan objek kajian filologi berupa teks.6 Penelitian filologi bertumpu pada kajian naskah dan teks klasik. Naskah-naskah peninggalan dalam bentuk tulisan tangan disebut dengan handschrift atau manuscript yang disingkat MS untuk naskah tunggal dan MSS untuk naskah jamak.7

1. Naskah

Naskah merupakan benda yang maujud secara inderawi: dapat dilihat, disentuh, diraba, dan dipegang. Dalam pengertian filologi, suatu disiplin yang mempelajari warisan kuno berupa naskah berikut teks yang dikandungnya, naskah mencakup alat tulis (bahan beserta penjilidannya), aksara beserta sistem ejaannya, tinta, rubrikasi, dan ejaannya.8 Baried mengungkapkan bahwa naskah merupakan tulisan tangan yang menyimpan berbagai pikiran dan perasaan sebagai hasil budaya bangsa masa lampau.9

Naskah merupakan salah satu sumber primer paling autentik yang dapat mendekatkan jarak antara masa lalu dan masa kini. Naskah menjanjikan sebuah “Jalan Pintas” istimewa untuk mengetahui khazanah intelektual dan sejarah sosial kehidupan masyarakat.10 Dalam naskah

5

Kushartanti, dkk, Pesona Bahasa: Langkah Awal Memahami Linguistik, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2007), h. 232

6

Baried, Op.. Cit,h. 6

7

Lubis, Op., Cit,, h. 24

8

Saputra, Op., Cit, h. 10

9

Baried, Op., Cit, h. 55

10

(25)

tersimpan sejumlah informasi masa lampau yang memperlihatkan buah pikiran, perasaan, kepercayaan, adat kebiasaan dan nilai-nilai yang berlaku pada masyarakat masa lampau.11 Oleh karena itu, naskah dalam hal ini merupakan tulisan tangan yang berwujud ada dan dapat dilihat oleh mata sebagai ekspresi pemikiran, perasaan, dan kepercayaan yang terjadi pada masa lampau.

2. Teks

Teks berasal dari kata text yang berarti tenunan. Teks dalam filologi diartikan sebagai tenunan kata-kata, yakni serangkaian kata-kata yang berinteraksi membentuk satu kesatuan makna yang utuh. Kata sebenarnya menunjuk pada sesuatu yang abstrak. Sebab teks terdiri dari kata-kata maka teks juga merupakan sesuatu yang abstrak.12

Baried menjelaskan teks merupakan kandungan atau muatan naskah, sesuatu yang abstrak, yang hanya dapat dibayangkan saja. Pertama, teks terdiri atas isi, yaitu ide-ide atau amanat yang hendak disampaikan pengarang kepada pembaca. Kedua,terdiri atas bentuk, yaitu cerita dalam teks yang dapat dibaca dan dipelajari menurut berbagai pendekatan, misalnya melalui alur, perwatakan, gaya bahasa, dan sebagainya.13

Adanya suntingan teks dalam penelitian filologi memiliki tujuan. Tujuan umum dalam filologi yaitu, pertama, memahami sejauh mana perkembangan suatu bangsa melalui sastranya, balik lisan maupun tulisan. Kedua, memahami makna dan fungsi teks bagi masyarakat penerima. Ketiga, mengungkapkan nilai-nilai budaya lama sebagai alternatif pengembangan kebudayaan.14

Hasil sastra dari kebudayaan bangsanya berupa penyajian melalui bahasa yang berisi informasi masa lampau seperti bahasa, sastra, sejarah, adat-istiadat, kepercayaan, religi dan sebagainya. Dalam pengembangan budaya, naskah kuno terkandung berbagai hal yang masih relevan dengan saat ini.

11

Baried, Op., Cit, h. 6

12

Bani Sudardi, Dasar-Dasar Teori Filologi, (Surakarta: Badan Penerbit Sastra Indonesia, 2001), h. 4-5

13

Baried, Op., Cit, h. 57

14

(26)

Konsep yang masih relevan di antaranya nilai patriotisme terhadap Negara, persatuan, moral, dan religi. Naskah kuno dapat ditemukan bermacam pengetahuan seperti, pengobatan, sejarah, kecantikan, ilmu perbintangan, dan sebagainya, sehingga, dapat menumbuhkan rasa cinta terhadap budaya Negeri.15

Tugas filolog dalam menyunting sebuah teks memiliki tiga tujuan khusus.16 Tujuan khusus tersebut adalah pertama, menyunting sebuah teks yang dipandang dekat dengan teks asalnya. Melalui serangkaian penelitian, filologi berusaha menyajikan teks yang mendekati naskah aslinya. Kedua, mengungkapkan sejarah terjadinya teks dan sejarah perkembangannya. Setiap teks tentunya memiliki latar belakang dalam proses pembuatannya. Ketiga, mengungkapkan persepsi pembaca pada setiap kurun/zaman penerimaannya. Bisa saja ketika penyalinan teks berubah dari naskah aslinya, baik dikurangi, ditambahkan, dan disesuaikan dengan keadaan penyalinan naskah. Sebab, setiap masa penulisan teks memiliki pandangan yang berbeda. Bisa saja awalnya naskah tersebut diterima, tetapi pada masa berikutnya tidak dapat diterima tergantung persepsi pembaca pada waktu dibacanya naskah.

B. Hikayat

Hikayat berasal dari bahasa arab yang berarti cerita panjang penuh dengan khayalan. Hikayat berarti juga cerita, riwayat, kisah, (cerita roman jenis prosa).17 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia hikayat adalah karya sastra Melayu lama berbentuk prosa yang berisi cerita, undang-undang, dan silsilah bersifat rekaan, keagamaan, historis, biografis, atau gabungan sifat-sifat dibaca untuk pelipur lara, pembangkit semangat juang, atau sekadar untuk meramaikan pesta, misalnya Hikayat Hang Tuah dan Hikayat Seribu Satu Malam18.

15

Sudardi, Op., Cit, h. 8

16

Sudardi, Op., Cit, h. 8-9

17

Widjojoko dan Endang Hidayat, Teori dan Sejarah Sastra Indonesia, (Bandung: UPI Press, 2006), h. 37

18

(27)

Sembodo juga menjelaskan bahwa hikayat adalah kisah para dewa, pangeran atau putri kerajaan, dan raja-raja yang memilki kekuatan gaib. Hikayat juga sering menceritakan kepahlawanan tokoh yang ada di dalamnya. Contoh hikayat antara lain, Hikayat Hang Tuah, Hikayat si Pahit Lidah, dan Hikayat Ratu Balqis. Hikayat berasal dari India dan Arab.19 Hikayat terkadang menceritakan tokoh sejarah. Oleh karena itu, hikayat juga menceritakan tentang tokoh kenabian dan para sahabatnya, bahkan sejarah. Hikayat memiliki ciri-ciri dalam isi penceritaannya.

Ada dua jenis sastra yang telah menentukan wujud sastra Melayu zaman peralihan awal Islam. Satu di antaranya ialah ‘bentuk genre’ hikayat, yang mempunyai prototype di dalam sastra Melayu tetapi ‘bentuk genre’ ini baru menemukan corak definitifnya dan memperoleh penamaan yang baru pada zaman awal Islam (akhir abad ke-14). Adapun ciri-ciri genre ini sebagai berikut:

1. Menggunakan aksara Arab dalam tradisi penulisan; 2. Kepengaranagannya yang anonym;

3. Bersifat khayal, baik sedikit maupun banyak;

4. Memperbolehkan penyalin menyalin tanpa berpegang teguh pada sumber yang disalin, mempunyai keleluasaan mengubah, menyesuaikan, dan memperhias naskah-naskah sumber.20

Berbeda dengan ciri di atas, terdapat ciri-ciri pokok struktur hikayat yang universal. Pertama, adanya pokok pusat yang dikelilingi oleh tokoh-tokoh sampingan yang keseluruhannya mewakili sejumlah kelompok tertentu. Kedua, tokoh pusat dalam segala situasi selalu menonjol dalam hal kebaikan dan keunggulan. Ketiga, perlawanan terus menerus antara dua pihak, yaitu pihak baik yang hendak memantapkan kembali keserasian hukum alam semesta dengan pihak terancam oleh pihak jahat. Terakhir,perlawanan antara kebaikan dengan kejahatan yang tiada henti-hentinya.21

19

Edy Sembodo, Contekan Pintar Sastra Indonesia, (Jakarta: Mizan Publika, 2010), h. 11 20

V.I Braginsky, Yang Indah, Berfaedah, dan Kamal: Sejarah Sastra Melayu dalam Abad 7-14, (Jakarta: INIS, 1998), h. 93

21

(28)

Brakel dalam Braginsky menambahkan gaya hikayat Melayu sampai pada batas tertentu seakan-akan mencontoh semacam model umum sastra naratif Arab-Parsi, yang bersifat prosa dengan cirinya:

1. Frase-frase diawali kata penghubung ‘maka’ (sama dengan wa dalam bahasa Arab)

2. Kecendrungan pada inversi dalam urutan kata (urutan predikat-subyek sebagai ganti urutan biasa: subyek-predikat)

3. Penggunaan kata-kata khusus sebagai alat untuk menekan irama.

Biasanya dalam sastra Parsi kata ‘hikayat’ berarti sejenis anekdot yang berbentuk cerita pendek. 22

C. Unsur Intrinsik

1. Tema

Tema merupakan gagasan sentral atau sesuatu yang hendak diperjuangkan dalam fiksi. Tema sering ide atau gagasan yang menduduki tempat utama dalam pikiran pengarang dan sekaligus menduduki tempat utama dalam cerita.23 Tema adalah ide atau gagasan yang mendasari suatu cerita. Dalam menemukan tema suatu cerita dapat dipahami melalui media pemapar tema, menyimpulkan makna yang terkandung, menghubungkan tujuan pengarangnya.24

2. Tokoh dan Penokohan

Tokoh adalah pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita rekaan, sehingga peristiwa itu menjalin suatu cerita, sedangkan cara sastwan menampilkan tokoh disebut penokohan.25 Tang mengungkapkan bahwa tokoh adalah individu rekaan yang bereaksi atau mengalamiberbagai bentuk perististiwa dalam cerita, bai peristiwa fisik maupun peristiwa yang

22

Braginsky, Loc., Cit, 23

Widjojoko, Op., Cit, h. 46 24

Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra, (Jakarta: PT. Grasindo, 2008), h. 161 25

(29)

bersifat batiniah.26 Penokohan menyediakan atau menyiapkan alasan bagi tindakan tertentu serta cara menggambarkan watak atau sifat-sifat tokoh.27 Dilihat dari perkembangan kepribadian tokoh, tokoh dapat dibedakan menjadi tokoh dinamis dan tokoh statis. Tokoh dinamis adalah tokoh yang kepribadiannya selalu berkembang. Contohnya tokoh yang semula jujur, karena terpengruh oleh temannya yang serakah akhirnya menjadi tokoh yang tidak jujur. Lain halnya dengan tokoh statis. Tokoh statis adalah tokoh yang mempunya kepribadian tetap.28

Tokoh dilihat dari segi peranan dan tingkat pentingnya tokoh dalam sebuah cerita terbagi dua, yaitu tokoh utama dan tokoh tambahan. Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam cerita yang bersangkutan baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian, sedangkan tokoh tambahan adalah tokoh yang sedikit memegang peranan dalam cerita. Keberadaan tokoh utama sangat menentukan perkembangan alur secara keseluruhan.29

Tokoh utama dalam sebuah cerita bisa saja lebih dari seorang, walau kadar keutamaannya tidak selalu sama. Keutamaan tokoh ditentukan oleh dominasi, banyak penceritaan, dan pengaruhnya terhadap perkembangan alur secara keseluruhan.30 Begitu juga dengan tokoh tambahan. Dalam sebuah cerita, tokoh tambahan ada yang mendominasi sebuah cerita. Oleh karena itu, pembedaan antara tokoh utama dan tambahan tidak dapat dilakukan secara eksak. Kadar keutamaan tokoh bertingkat, tokoh utama yang utama, utama tambahan, tokoh tambahan yang utama, dan tambahan yang benar-benar tambahan.31

26

Muhammad Rapi Tang, Mozaik Dasar Teori Sastra, (Makassar: Badan Penerbit Universitas Negeri Makassar, 2008), h. 66

27

Widjojoko, Op., Cit, h. 47 28

Siswanto, Op., Cit, h. 143 29

Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2012), h. 177

30

Ibid,

31

(30)

3. Alur

Alur adalah struktur rangkaian kejadian dalam cerita yang disusun secara logis.32 Secara umum dibedakan dua alur, alur tradisional dan alur konvensional. Alur yang menderetkan rangkaian peristiwa mulai dari pengenalan, mulai bergerak, menuju puncak, di puncak, dan akhirnya penyelesaian disebut alur tradisional. Alur yang tidak terikat dengan deretan peristiwa disebut alur konvensional. Seluruh urutan peristiwa bisa saja dimulai dari klimaks disambung dengan peristiwa lain yang berbeda dengan alur tradisional.33

Secara teoritis alur dapat diurutkan ke dalam tahap-tahap tertentu secara kronologis. Tahapan-tahapan alur, yaitu:

a. Tahap pengenalan, yaitu tahap pelukisan situasi latar dan tokoh-tokoh cerita. Tahap ini merupakan tahap pembukaan cerita, pemberian informasi awal, dan berfungsi untuk melandasi cerita yang dikisahkan pada tahap berikutnya.

b. Tahap peristiwa, yaitu kejadian yang menyulut terjadinya konflik. c. Tahap konflik. Konflik yang muncul semakin berkembang.

Peristiwa-peristiwa yang dramatis semakin mencekam dan menegangkan. Konflik-konflik yang terjadi, baik internal maupun eksternal, masalah, dan mengarah ke klimaks.

d. Tahap klimaks. Klimaks sebuah cerita akan dialami oleh tokoh utama yang berperan sebagai pelaku dan penderita terjadinya konflik utama. e. Tahap penyelesaian. Konflik yang telah mencapai klimaks diberi

penyelesaian. Konflik-konflik yang terjadi diberi jalan keluar dan cerita diakhiri.34

4. Latar

Latar adalah tempat umum, waktu kesejarahan, dan kebiasaan masyarakat dalam bagian-bagian tempat.35 Berbagai peristiwa yang

32

Widjojoko, Op., Cit, h. 46 33

Atmazaki, Ilmu Sastra: Teoati dan Terapan, (Padang: Angkasa Raya, 1990), h. 60 34

Nurgiyantoro, Op., Cit, h. 149-150 35

(31)

berlangsung dalam sebuah cerita, selalu terjadi dalam suatu rentan waktu dan pada tempat tertentu. Keterkaitan mutlak antara suatu peristiwa dengan waktu dan dan tempat tertentu merupakan sebuah gejala alamiah.36 Tidak semua jenis cerita ada dalam suatu karangan. Bisa saja dalam seuah karangan terdapat latar cerita yang menonjol baik dari segi waktu, tempat, atau bahkan latar sosial. Penggambaran latar pun beragam, ada yang terperinci ada pula yang tidak. Ada latar yang digambarkan persis seperti kenyataan, namun tidak menutup kemungkinan dengan menggabungkan kenyataan dengan khayalan. Latar terkadang dibentuk dari imajinasi pengarang.37

5. Sudut Pandang

Sudut pandang adalah strategi, teknik, siasat yang secara sengaja dipilih pengarang untuk mengemukakan gagasan atau cerita.38 Ada empat perwujudan fokus sudut pandang, yaitu:

a. Tokoh utama menyampaikan kisah diri. Kisahan oleh tokoh utama degan sorotan pada tokoh utama pula

b. Tokoh bawahan menyampaikan kisah tentang tokoh utama, jadi kisahan oleh tokoh bawahan dengan sorotan pada tokoh utama.

c. Pengarang pengamat (observer-author) menyampaikan kisah, terutama pada tokoh utama.

d. Pegarang serba tahu (omniscient-author) menyampaikan kisah dari segala sudut, sorotan utama pada tokoh utama.39

6. Gaya Bahasa

Gaya adalah cara pengarang menyampaikan gagasannya dengan menggunakan media bahasa yang indah dan harmonis serta mampu menggambarkan makna dan suasana serta menyentuh emosi pembaca. Terdapat tiga hal yang berkaitan mengenai gaya bahasa. Pertama, penggunakaan media berupa kata dan kalimat. Kedua, hubungan gaya

36

Tang, Op., Cit, h. 68 37

Siswanto, Op., Cit, h. 150

38

Nurgiyantoro, Op., Cit, h. 248 39

(32)

dengan makna keindahaan. Ketiga, seluk-beluk ekspresi pengarang berhubungan erat dengan masalah kepengarangan, maupun konteks sosial yang melatarbelakanginya.40

Penggunaan gaya bahasa befungsi untuk menciptakan suasana persuasif serta merumuskan dialog yang mampu memperlihatkan hubungan dan interaksi sesama tokoh. Bahasa dapat menimbulkan suasana yang tepat guna dari berbagai adegan. Bahasa dapat pula menandai karakter seorang tokoh.41 Dengan demikian, bahasa dapat mencerminkan berbagai karakter dan suasana dalam adegan melalui kosakata atau struktur kalimat yang digunakan.

7. Amanat

Menemukan tema suatu cerita, dapat menemukan nilai-nilai didaktis yang berhubungan dengan masalah manusia dan kemanusiaan serta hidup dan kehidupan. nilai-nilai yang ada dalam suatu cerita bisa dilihat dari sudut pandang pembaca atau pengarang. Dari sudut pandang pengarang, nilai ini biasa disebut amanat. Amanat adalah gagasan yang mendasari karya sastra, pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca.42 Tang mangungkapkan bahwa amanat adalah pesan atau nilai moral yang terdapat secara implisit di dalam karya seni.43

D. Nilai-nilai Religi

Nilai menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sifat-sifat (hal-hal) yang penting atau berguna bagi kemanusiaan.44 Nilai adalah sesuatu yang penting, berguna, atau bermanfaat bagi manusia. Kriteria untuk mengukur sikap di masyarakat di antaranya budaya, moral, agama, dan politik.45 Sebagai hamba Tuhan, manusia memiliki kewajiban untuk memahami, menghayati,

40

Siswanto, Op., Cit, h. 158-159 41

E. Kosasih, Dasar-dasar Keteramplan Bersastra, (Bandung: CV. Yrama Widya, 2012), h. 72

42

Siswanto, Op., Cit, h. 162 43

Tang, Op., Cit, h. 69

44

Tim Penyusun, Op., Cit, h. 963

45

(33)

mengamalkan, dan melestarikan nilai yang diyakini. Upaya itu harus ditopang oleh dua komitmen terhadap hubungan vertikal (hubungan kepada Tuhan) dan komitmen terhadap hubungan horizontal (hubungan kepada masyarakat).46 Pada awalnya segala sastra adalah religi, Istilah religi membawa konotasi pada makna agama. Religi dan agama memang erat berkaitan, berdampingan bahkan dapat melebur dalam satu kesatuan. Akan tetapi sebenarnya keduanya mengarah pada makna yang berbeda. Religi bersifat mengatasi lebih luas dari agama yang tampak formal dan resmi.47

Kata religi berarti ikatan atau pengikatan diri.48 Religi merupakan kepercayaan kepada Tuhan, kepercayaan akan adanya kekuatan adi-kodrati di atas manusia. Mangunwijaya mengungkapkan bahwa kata religi melihat aspek yang dalam lubuk hati, du Coeur dalam arti Pascal, yakni cita rasa yang mencakup totalitas (termasuk rasio dan rasa manusiawi) kedalaman si pribadi manusia.49 Bagi manusia bereligi ada sesuatu yang dihayatinya keramat, suci, kudus, adi-kodrati.50

Karya sastra yang secara langsung memberi petunjuk tentang cara hidup yang diajarkan oleh Islam, ada sejumlah besar karya yang secara tak langsung mengajarkan nilai-nilai yang dihargai dalam Islam. Khususnya pada masa awal penduduk pribumi yang masih dekat dengan agama lama, namun ingin mengikuti kehidupan agama baru yang mereka terima, amat memerlukan tokoh-tokoh ideal yang dapat diteladani seperti para pahlawan Islam dalam cerita. Dengan demikian religi itulah yang memenuhi harapan mereka.51

Hikayat mendominasi sastra lama sebagai karya sastra bernuansa Islam. Tema masuknya agama Islam dengan berbagai motif mistik selalu mendapat tempat. Terdapat motif mimpi bertemu dengan raja Nusantara dan mengislamkan. Selain itu motif pembawa agama Islam oleh habib atas

46

Abdul Mujib dan Yusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Group, 2006), h. 135

47

Nurgiyantoro, Op., Cit, h. 326-327

48

Subijantoro Atmosuwito, Perihal Sastra dan Religiusitas dalam Sastra, (Bandung: Sinar Baru, 1989), h. 123

49

Y.B. Mangunwijaya, Sastra dan Religiositas, (Yogyakarta: Kanisius, 1988), h. 12

50

Ibid, h. 17

51

(34)

perintah Rasulullah SAW. Hikayat juga sebagai jenis cerita yang sarat akan motif-motif kemukjizatan dan tema pengagungan orang suci.52 Adanya berbagai tema dalam hikayat menunjukkan bahwa kayanya sastra lama pada saat itu, yang sarat akan nilai religi.

E. Hakikat Pembelajaran Sastra

Karya sastra dianggap tidak berguna apabila tidak memberi manfaat untuk menafsirkan dan memahami permasalahan yang ada di dunia nyata, maka tentu saja pembelajaran sastra tidak ada gunanya lagi untuk diadakan. Namun, jika dapat ditunjukan bahwa sastra mempunyai relevansi dengan permasalahan di dunia nyata, maka pembelajaran sastra harus dipandang sebagai suatu yang penting yang patut menduduki tempat layak.53

Secara umum tujuan pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia adalah, pertama, agar peserta didik mampu menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk mengembangkan kepribadian, memperluas wawasan kehidupan, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa. Kedua, agar peserta didik menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia.54 Tujuan tersebut dijabarkan dalam kompetensi menyimak, berbicara, membaca, dan menulis sastra.

Pembelajaran sastra dalam pengaplikasian biasanya berkisar membahas tema, tokoh, penokohan, alur, latar, sudut pandang, dan amanat dalam prosa. Dalam puisi berkaitan dengan majas, diksi, imajinasi, rasa, makna dan lain halnya. Pembelajaran yang sudah sering seperti di atas dapat ditingkatkan dengan pembelajaran melalui sastra. Siswa melalui sastra dapat meningkatkan pengetahuan budaya, mengembangkan cipta dan rasa, dan pembentukan watak yang dibutuhkan dalam masyarakat.

Oleh karena itu, pembelajaran sastra di sekolah harus memberikan sumbangan maksimal untuk pendidikan. Menurut Rahmanto secara realistik dapat diakui bahwa lembaga pendidikan-sekolah-tidak dapat berjuang sendiri

52

Djamaris, Op., Cit, h. 388-389

53

B. Rahmanto, Metode Pengajaran Sastra, (Yogyakarta: Kanisius, 1992), h. 15, cet kedua

54

(35)

memenuhi tuntutan kesejahteraan masyarakat. Lembaga-lembaga lain, seperti pemerintah, pengarang, tokoh masyarakat, lembaga-lembaga keagamaan mempunyai peranan yang sama pentingnya dalam hal ini. Meski demikian, selama ini lembaga-lembaga pendidikan yang dijadikan wadah untuk merumuskan kepentingan-kepentingan masyarakat, dan sekolah selalu diorientasikan ke arah pemenuhan kebutuhan masyarakat.55

F. Penelitian yang Relevan

Suatu penelitian maupun hasil penelitian adalah bagian yang tidak terpisahkan, baik secara langsung atau tidak langsung. Sebuah karya ilmiah mutlak memiliki referensi sebagai acuan dalam suatu penelitian. Sepanjang penelitian yang penulis lakukan terdapat karya ilmiah yang berkaitan dengan penelitian penulis. Penulis mencari acuan yang relevan dari pembahasan mengenai nilai-nilai religi dalam hikayat dan hikayat dalam pembelajaran sastra di sekolah. Penelitian yang relevan dengan penelitian ini, di antaranya: 1. Muhammad Ali Ritonga (2010) dari Universitas Sumatra Utara, Fakultas

Sastra, Departemen Sastra Daerah, Program Studi Bahasa dan Sastra Melayu berjudul Suntingan Teks dan Nilai Religius dalam Hikayat Kiamat. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa, pertama; dari penyuntingan teks diperoleh edisi teks yang sudah ditransliterasi dari tulisan Arab Melayu/Huruf Jawi ke tulisan Latin. Kedua, mengetahui dengan jelas dan rinci isi naskah HK yang mengandung ajaran Islam .56 2. Jafri Ahmadi pada tahun 2016 melakukan penelitian berjudul Analis

Komparatif Nilai Religius pada Syair Sultan Syarif Alih Aksara oleh Siti Zahra Yundiafi dan Syair Khadamuddin karya Aisyah Sulaiman, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Maritim Raja Ali Haji. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat penggunaan nilai religius sebanyak 113 pada Syair Sultan Syarif dan 99 pada Syair Khadamuddin. Nilai religius yang

55

Rahmanto, Op., Cit, h. 16

56

(36)

sering digunakan dalam kedua syair ini adalah nilai religius akhlak, yaitu yang berhubungan dengan perbuatan baik dan perbuatan tercela. 57

3. Dian Chairul Hadi pada tahun 2015 melakukan penelitian berjudul Pengembangan Bahan Ajar Memahami Hikayat Bermuatan Nilai-Nilai Moral Peserta Didik SMA/MA, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Progam Pascasarjana, Universitas Negeri Semarang. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan kebutuhan pengembangan, merumuskan karakteristik pengembangan, menghasilkan bahan ajar, dan menentukan keefektifan bahan ajar memahami hikayat bermuatan nilai-nilai moral di SMA/MA. Hasil penelitian didasarkan pada hasil analisis kebutuhan pengembangan materi ajar memahami hikayat bermuatan nilai-nilai moral. Materi disusun secara lengkap, detail, menarik, mampu memandu peserta didik dalam memahami hikayat. Karakteristik bahan ajar dikembangkan berdasarkan prinsip pengembangan bahan ajar dan prinsip penggunaan. Bahan ajar berupa buku teks pelajaran sudah melalui uji validasi oleh ahli dan tahap revisi dengan rata-rata nilai 87,83 atau kategori sangat baik. Hasil uji keefektifan menunjukkan efektif digunakan dalam pembelajarandengan pencapaian skor nilai rata-rata di kelas X 6 SMA Negeri 1 Kragan untuk kompetensi pengetahuan (KI 3) adalah 3,48 (B+), kompetensi keterampilan (KI 4) adalah 3,60 (A-) dan di kelas X F MA Salafiyah Kajen untuk kompetensi pengetahuan (KI 3) adalah 3,46 (B+), kompetensi keterampilan (KI 4) adalah 3,57 (A-). Adapun pemerolehan nilai kompetensi sikap dari dua sekolah sampel adalah mencapai ketuntasan 100%. 58

57

Jafri Ahmad, Analis Komparatif Nilai Religius pada Syair Sultan Syarif Alih Aksara oleh Siti Zahra Yundiafi dan Syair Khadamuddin karya Aisyah Sulaiman, Universitas Maritim Raja Ali Haji, Tanjung Pinang, 2016

58

(37)

25

HIKAYAT ALI KAWIN

: NASKAH DAN TEKS

A. Inventarisasi Naskah

Menelusuri salinan naskah dapat dilakukan dengan beberapa cara. Di antaranya dengan melihat katalog naskah baik peribadi maupun instansi. Bisa juga dengan melihat artikel atau penelitian yang telah dipublikasikan mengenai naskah terkait. Saat ini, cara yang lebih mudah dan praktis dalam menelusuri salinan naskah menggunakan katalog online. Selain cara tersebut, banyak buku yang dapat dijadikan sebagai bahan inventarisasi naskah yang berkaitan dengan naskah yang dicari.

Menurut Hamid bahwa naskah Hikayat Ali Kawin ditemukan variasi naskah berjudul Hikayat Fatimah. Hikayat Fatimah berada di Perpustakaan Universiti Malaya, Kuala Lumpur, Malaysia. Hamid juga menyebutkan bahwa Hikayat Ali Kawin berasal dari sebuah cerita yang telah ditulis dalam bahasa Arab yang berjudul Hadits Nikah Ali bin Abi Thalib Min Fatimah al-Zahra (Perbicaraan tentang Perkawinan Ali bin Abu Thalib dengan Fatimah al-Zahra).1 Mengingat jarak dan waktu yang terbatas, penulis memutuskan hanya meneliti naskah yang berada di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia.

Berdasarkan data yang telah diinventarisasi melalui katalog Muzeum Pusat buatan Badan Bahasa Malaysia, penulis menemukan ada teks dengan judul Hikayat Ali Kawin yang masuk dalam naskah Aneka Ragam Cerita dengan nomor panggil ML 42. Setelah ditelusuri lebih dalam, naskah tersebut berada di Perpustakaan Nasional RI dengan keadaan yang sudah tidak dapat dipinjam karena sudah sangat lapuk. Perpustakaan Nasional Republik Indonesia kemudian memberikan salinan naskah dengan keadaan yang baik. Namun setelah diteliti, teks yang berjudul Hikayat Ali Kawin tidak ada. Judul yang digunakan adalah Cerita Tatkala Siti Fatimah Hendak Diperistrikan Sayyidina Ali Karamallahu Wajhah. Sayangnya setelah dikaji, teks tersebut bukanlah varian dari Hikayat Ali Kawin, karena meskipun konten sama tetapi subtansi yang dipresentasikan

1

(38)

berbeda. Oleh karena itu, penulis mengambil keputusan hanya menggunakan naskah Hikayat ali Kawin dengan nomor panggil 58.

B.

Deskripsi Naskah

Naskah Hikayat Ali Kawin merupakan naskah dari Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Hikayat Ali Kawin dalam Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara jilid 4 berkode naskah ML 58 yang masuk dalam golongan naskah Melayu. Judul naskah ditulis dengan aksara latin, sedangkan teks beraksara Jawi. Penulisan judul yang tertera dalam naskah adalah Hikayat Alih Kawin, sedangkan di dalam katalog baik cetak maupun online adalah Hikayat Ali Kawin.

Naskah Hikayat Ali Kawin berbentuk prosa dengan berisi dua teks cerita. Teks pertama menceritakan perihal pernikahan Sayyidina Ali dengan Fatimah. Teks kedua membahas tatacara hubungan suami istri. Atas kepentingan penelitian, maka penulis hanya menggambil teks pertama yang berkisah tentang pernikahan Sayyidina Ali dan Fatimah.

Nama pengarang dan tanggal naskah dibuat tidak diketahui, dikarenakan tidak ada kolofon. Alas naskah yang digunakan adalah kertas Eropa dengan cap kertas Garden of Holland2. Naskah secara fisik kelihatan sudah agak lapuk, kertasnya sobek-sobek dan ada halaman yang terlepas. Bagian permulaan sudah hilang, sehingga cerita dimulai pada pertengahan pembukaan naskah. Jilidan baik, bersampul kertas marmer dengan kombinasi warna coklat tua dan coklat muda.

Naskah Hikayat Ali Kawin terdiri atas 32 halaman. Namun, penulis menemukan secara langsung bahwa jumlah halaman sebenarnya adalah 33 halaman. Halaman awal sampai 30 merupakan teks bagian pertama, selebihnya teks bagian kedua. Penulisan halaman tidak konsisten, karena penulis menemukan hanya dimulai pada halaman 19 sampai 32. Penulisan halaman menggunakan angka Arab, diduga tidak dilakukan oleh pengarang karena menggunakan pensil. Ukuran teks sebesar 10,5 x 16,5 cm, begitu juga dengan ukuran sampul naskah

2

(39)

10,5 x 16,5 cm yang berukuran sama. Ukuran blok teks adalah 8 x 14 cm dengan jumlah baris setiap halaman adalah 11 baris. Penulisan teks dimulai dari verso. Tidak ada alihan, ilustrasi, maupun iluminasi dalam keseluruhan halaman naskah.

Teks Hikayat Ali Kawin ditulis dengan menggunakan bahasa Melayu aksara Arab atau biasa dikenal dengan sebutan aksara Jawi. Bentuk tulisan tergolong sedang dan rapi. Tidak diketahui menggunakan jenis khat dalam tulisannya, karena bercampur antara Farisi dan Riq’ah. Teks ditulis menggunakan tinta hitam. Tidak ada rubrikasi untuk menandai hal-hal tertentu.

Permulaan teks tidak diketahui menggunakan basmalah atau hamdalah, dikarenakan teks terpotong atau tidak ada. Awal teks yang diketahui adalah penjelasan mengenai kehidupan dan ciptaan Allah yang istimewa. Dimana dipaparkan mengenai empat hal istimewa tentang makhluk, hari, bulan, dan lain sebagainya. Bagian pertengahan menceritakan bagaimana cerita pernikahan Sayyidina Ali dan Fatimah dengan Allah sebagai walinya. Di akhir cerita, disebutkan tentang keutamaan sedekah dan ganjarannya sebagaimana firman Allah. Terakhir, ditutup dengan cerita Fatimah memberikan sedekah kepada fakir miskin.

C.

Pedoman Transliterasi

1. Transliterasi Arab a. Konsonan

Konsonan bahasa Arab dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan huruf. Namun, ada sebagian dilambangkan dengan tanda. Transliterasi dalam bahasa Arab selain dilambangkan dengan huruf atau tanda, beberapa huruf ditranliterasikan dengan huruf dan tanda sekaligus.3

Table. 3.1

Penoman transliterasi bahasa Arab

Huruf Arab Nama Huruf Latin

۱ Alif Tidak dilambangkan

3

(40)

ب Ba b

ت Ta t

ث Tsa ṡ

ج Jim j

ح Ha ḥ

خ Kha kh

د Da d

ذ Zal ż

ر Ra r

ز Zai z

س

Sin s

ش

Syin sy

ص

Shad ṣ

ض

Dhad ḍ

ط

Tha ṭ

ظ

Zha ẓ

ع

‘ain …‘…

غ

Gain g

ف

Fa f

ق

Qaf q

ك

Kaf k

ل

Lam l

م

Mim m

ن

Nun n

ھ

Ha h

و

Waw w
(41)

ي

Ya y

b. Vokal

Penulisan huruf vokal bahasa Arab baik tunggal maupun vokal rangkap berlaku ketentuan berikut:

Table 3.2

Huruf vokal bahasa Arab

Tanda dan Huruf Nama Huruf Latin

َـ

Fatḥah A

ِـ

Kasrah I

ُـ

ḍammah U

ﻮَـ

Fatḥah dan waw Aw

ﻲَـ

Fatḥah dan ya Ay

c. Maddah

Maddah atau vokal panjang yang lambangnya berupa harkat dan huruf, transliterasinya berupa huruf dan tanda4, yaitu:

Tabel 3.3

Vokal panjang bahasa Arab

Harakat dan huruf Nama Huruf dan Tanda

َـ

۱

ى َـ

Fatḥah dan alif atau ya Ā

ى ِـ

Kasrah dan ya Ī

و ُـ

ḍammah dan wau Ū

d. Ta Marbuṭah

Transliterasi ta marbuṭah ada huruf yang hidup dan mati. Transliterasi ta marbuṭah hidup yaitu mendapat harakat fatḥah, kasroh, dan

ḍammah bentuk transliterasinya adalah /t/, sedangkan ta marbuṭah mati

4

[image:41.595.110.510.239.656.2]
(42)

memiliki harakat sukun, transliterasinya /h/. Jika ta marbuṭah terdapat di akhir kata diikuti dengan kata sandang al serta bacaan kata tersebut dipisah, maka ta marbuṭah ditransliterasikan menggunakan /h/.5

Contoh: ةﱠﻮُﺒﱡﻨﻟا

- an-nubuwwah

ﺔﺿور

لﺎﻔطﻻا - rauḍhah al-aṭfal

- rauḍhaṭul aṭfal e. Syaddah (Tasydid)

Syaddah ditransliterasikan dengan huruf yang sama dengan huruf yang diberi tanda syaddah.

Contoh:

َﻊَﺒﱠﺗِإ

-

ittaba’a

f. Kata Sandang (لا)

Kata sandang dalam transliterasi dibedakan menjadi dua yaitu kata sandang yang diikuti oleh huruf syamsiah dan kata sandang yang diikuti oleh huruf qamariah. Kata sandang yang diikuti huruf syamsiah ditransliterasikan sesuai dengan bunyi huruf syamsiah. Kata sandang yang diikuti dengan huruf qamariyah ditransliterasikan sesuai dengan aturan yang telah ditentukan, yaitu /al/. baik diikuti huruf syamsiah maupun qamariah, kata sandang ditulis terpisah dari kata yang mengikuti dengan tanda hubung.6

Contoh:

ُءﺎَﻤﱠﺴﻟا

-

as-samā’ (diikuti huruf syamsiah)

ﺔَﻤْﻜِﺤﻟا

-

al-ḥikmah (diikuti huruf qamariyah) g. Hamzah

Transliterasi hamzah dilambangkan denga apostrof. Akan tetapi transliterasi tersebut digunakan untuk di tengah dan di akhir kata. Hamzah di awal kata tidak dilambangkan, ditulis arab berupa alif.

Contoh:

ﺮﻣا

- amara

نﻮﻨﻣﺆﺗ

- tu’minūn

5

Ibid, h. 9

6

(43)

ﺊﺷ

- syai’ h. Huruf Kapital

Huruf kapital dalam penulisan Arab tidak ada, meskipun demikian dalam transliterasi penelitian ini digunakan. Penggunaan huruf kapital seperti yang berlaku dalam EYD, di antaranya huruf kapital digunakan untuk menulis huruf awal, nama diri, dan permulaan kalimat. Bila nama diri didahului oleh kata sandang, maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap awal nama diri, bukan huruf awal kata sandang.7

Contoh: ﻦﯿﻤﻟﺎﻌﻟا بر ہ ﺪﻤﺤﻟا - Al-ḥamdu lillāhi rabbil-‘ālamīna

ءاﺮھﺰﻟا ﺔﻤطﺎﻓ - Fatimah az-Zahrā’

2. Transliterasi Melayu

Bangsa Melayu pada awalnya belum mempunyai abjad sendiri. Pada abad ke13 atau ke-14 mengambil cara menulis banga Arab bersamaan dengan pengaruh agama Islam saat itu. Sejak saat itu bangsa Melayu menggunakan huruf yang sama dengan bangsa Arab. Akan tetapi, bahasa Melayu memiliki bunyi sendiri yang berbeda dengan bahasa Arab.8 Oleh karena itu bahasa Melayu menambah huruf Arab dengan beberapa lagi huruf.

a. Huruf Melayu

Berikut adalah huruf Melayu yang tidak terdapat dalam huruf Arab.

Table 3.4 Huruf Melayu

Melayu Nama Latin

ف

pa P

ڮ

ga G

پ

nya Ny

چ

ca C

ڠ

nga Ng

7

Ibid, h. 12

8

(44)

semua huruf di atas dibentuk dengan tambahan titik dari huruf yang berdekatan seperti, ج (djim), غ(ghain), ف(fa), ك(kaf), dan ن(nun)P8F

9

P

. b. Vokal

Huruf vokal dalam bahasa Melayu memiliki beberapa patokan yang digunakan. Huruf vokal bahasa Melayu menggunakan huruf ا,و, dan ى. Berikut ketentuan huruf vokal dalam bahasa Melayu.

1) Alif digunakan untuk menandai vokal ‘a’. Contoh:

ﻢﻟاد

dibaca dalam

2) Wawu digunakan untuk menandai vokal ‘u’ atau ‘o’

.

Contoh:

ڠ روا

dibaca orang atau

وﺮﺳﺮﺑ

dibaca berseru.

3) Ya digunakan untuk menandai vokal ‘i’. Contoh:

ﺲﯾا

dibaca isi

4) Vokal pepet timbul karena tidak adanya pemisahan huruf vokal dengan huruf konsonan. Contoh:

فﺮﺒﺑ

dibaca beberapa

D.

Pedoman Suntingan dan Terjemahan Teks

1. Pedoman Suntingan Teks

Salah satu tujuan kerja filologi adalah menyajikan teks dalam bentuk yang terbaca oleh masyarakat masa kini dengan menggunaan metode edisi kritis. Adanya suntingan teks dapat membantu pembaca yang awam akan aksara yang tidak dipahaminya. Suntingan teks dianggap penting karena dapat mengetahui bagaimana informasi suatu teks yang hendak disampaikan oleh pengarang. Hal tersebut merupakan sajian teks agar dapat dipelajari dalam kehidupan masyarakat masa lalu maupun saat ini. Oleh karena itu, terdapat upaya agar terlaksananya suntingan teks.

Berikut ini adalah kaidah yang dapat digunakan dalam proses penyuntingan teks, yaitu:

a. Tanda garis miring dua (//) digunakan sebagai penanda pergantian halaman dalam teks

b. Tanda kurung siku [ ] digunakan sebagai penanda penghilangan huruf atau teks

9

(45)

c. Tanda kurung ( ) digunakan sebagai penanda penambahan huruf atau teks d. Ejaan yang digunakan dalam suntingan ini mengacu kepada Pedoman

Umum Ejaan Bahasa Indonesia (EBI). Hanya saja untuk beberapa penggunaan kata penghubung dalam teks yang berbahasa Melayu, tidak mengikuti kaidah EBI. Hal tersebut dikarenakan adanya perbedaan kaidah penulisan antara bahasa Indonesia dan Melayu yang sulit digunakan. e. Penggunaan nama orang, nama gelar yang disertai nama orang, dan nama

tempat menggunakan huruf kapital.

f. Kata berbahasa Arab menggunakan huruf miring, sedangkan kata berbahasa Melayu menggunakan huruf normal.

g. Kata ulang yang pada naskah yang ditulis (۲) akan ditulis sebagai kata ulang dan disesuaikan dengan konteks.

h. Kata-kata berbahasa Arab akan ditranliterasikan sesuai dengan bunyi bacaan asli dan penulisan aslinya akan disertakan dalam catatan kaki. i. Bentuk perubahan maupun perbaikan yang dilakukan dalam suntigan teks

akan diletakkan dalam catatan kaki.

j. Tanda kurung yang di dalamnya terdapat angka, contoh: (21), adalah penanda halaman yang terdapat dalam teks asli.

k. Pembagian paragraf berdasarkan pokok pikiran yang sesuai dalam teks guna memudahkan pemahaman informasi dalam teks.

l. Pedoman transliterasi Arab menggunakan Pedoman Transliterasi Arab-Latin Departemen Agama RI

m. Pedoman transliterasi Melayu menggunakan Pedoman Bahasa dan Satra Melayu dari J.J. de Hollander

2. Terjemahan Teks

Terjemahan teks dilakukan jika suntingan teks selesai dikerjakan. Penerjemahan dilakukan dalam konteks filologi Indonesia, jika yang dikajinya menggunakan bahasa daerah atau bahasa asing.10 Hal tersebut dilakukan karena tidak semua pembaca menguasai bahasa daerah atau bahasa asing yang dikaji. Seperti pada penelitian yang menggunakan bahasa Melayu pada

10

(46)

umumnya, biasanya tidak dilakukan terjemahan. Namun pada penelitian ini, terjemahan dilakukan dengan tujuan agar pesan yang hendak disampaikan pengarang sampai kepada pembaca.

Gaya penerjemahan yang terlalu harfiyah biasanya mengakibatkan terjemahan teks yang tidak mudah tidak mudah dicerna. Namun, penerjemahan yang terlalu bebas juga tidak jarang menghilangkan bagian tertentu dalam teks.11 Terdapat dua pendekatan dalam penerjemahan, yaitu teknik penerjemahan yang condong kepada bahasa sumber dan dan condong kepada bahasa sasaran. Berikut adalah metode jenis penerjemahan:

a. Penerjemahan kata demi kata, dengan menggunakan urutan kata dalam teks bahasa sumber tetap dipertahankan, kata-kata diterjemahkan dengan makna yang paling dasar di luar konteks.

b. Penerjemahan harfiah, dimana konstruksi gramatikal bahasa sumber dikonversikan ke dalam padanan bahasa sasaran, sedangkan kata-kata diterjemahkan di luar teks.

c. Penerjemahan semantik, berbeda dengan penerjemahan bahasa setia. Penerjemahan ini lebih memperhitungkan unsur estetika bahasa sumber dengan mengkomromikan makna selama masih dalam batas kewajaran. d. Penerjemahan dengan adaptasi, dengan menyadurkan terjemahan yang

paling dekat dengan bahasa sasaran.

e. Penerjemahan bebas, di mana melakukan penulisan kembali tanpa melihat teks asli.

f. Penerjemahan idomatik, pesan bahasa sumber disampaikan kembali tetapi ada penyimpangan nuansa makna karena mengutamakan kosakata sehari-hari dan idiom yang digunakan dalam bahasa sasaran.

g. Penerjemahan komunikatif, berusaha menyampaikan makna konseptual dari bahasa sumber, sehingga isi dan bahasanya diterima oleh pembaca bahasa sasaran.12

11

Ibid, h. 96 12

(47)

Suatu terjemahan harus mengungkapkan kata, gagasan, dan dapat dibaca seperti teks asli. Adapun dalam penelitian ini terjemahan diletakkan berdampingan dengan teks sumber untuk mengawasi sejauh mana terjemahan teks yang dilakukan. Penerjemahan dalam penelitian merujuk Kamus Melayu Nusantara Pusat Bahasa dan Pustaka Brunei Darussalam.

E.

Suntingan dan Terjemahan

Hikayat Ali Kawin

Table 3.5

Suntingan dan Terjemahan Hikayat Ali Kawin

Suntingan Teks Terjemahan

Y-n daripada itu makah dipilih Allah ta’ālā nabi tinggiku turunnya wahyu Jibrail empat orang, pertama Ibrahim (K)halīlullāh13 kedua Musa

Kalīmullāh ketiga Isa Rūhullāh

keempat Nabi Muhammad Rasūlullāh

ṣallallāhu ‘alayhi wa sallam.

Kemudian dari pada itu dipilih Allah pulah daripada segala sahabatnya empat orang pertama, Abu Bakar As-Shiddiq, kedua Umar ibnu Khattab, ketiga ‘Utsman ibnu ‘Affan keempat Ali` ibnu Abi Thalib Raḍiyallāhu ‘anhu. Kemudian daripada itu maka dipilih// Allah pulah daripada dijadikan Allah ta’ālā segala bukit, pertama Bukit Kuba, kedua Bukit Tursina, ketiga Bukit Judi, keempat Bukit ‘Arafah. Kemudian daripada itu dijadikan oleh Allah ta’ālā bulan, maka

Allah memilih empat nabi dari seluruh nabi dengan menurunkan wahyu melalui yaitu, Ibrahim yang diberi julukan Khalīlullāh, Musa yang dijuluki Kalīmullāh, Isa dengan julukannya Rūhullāh, dan Nabi Muhammad yang begelar

Rasūlullāh. Semoga keberkahan

dan keselamatan untuk mereka. Allah pun memilih empat orang sahabat dari seluruh sahabat nabi yaitu, Abu Bakar As-Shiddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib. Kemudian Allah juga memilih dari seluruh bukit yang telah diciptakan-Nya. Pertama Bukit Kuba, kedua Bukit Tursina, ketiga Bukit Judi, dan keempat Bukit Arafah. Allah menciptakan pula empat bulan dari

13

(48)

dipilih daripada segala bulan pertama Muharram, kedua bulan Rajab, ketiga bulan Sya`ban keempat bulan Ramaḍan.

berbagai bulan yaitu, bulan Muharram, bulan Rajab, bulan Sya’ban, dan bulan Ramadan.

Kemudian daripada itu maka dijadikan Allah ta’ālā hari maka dipilih dari segala hari pertama hari Jumat, kedua hari Isnain, ketiga hari// raya kecil bulan Ramadhan, keempat hari raya Bulan Haji. Kemudian daripada itu maka dijadikan Allah ta’ālā dari pada malam pertama-tama malam bulan Haji, kedua malam hari raya bulan Ramadhan, ketiga malam Isnain, keempat malam Jumat. Kemudian daripada itu maka dijadikan ibu b-sy-r-n-y14 nabi kita Maryam Nabiyallāh dan keempat15 Fatimah az-Zahra anak

Rasūlullāh ṣallallāhu ‘alayhi wa

sallam.

Allah memilih empat hari dari seluruh yang telah diciptakan-Nya yaitu, hari Jumat, hari Senin, Hari Raya Idul Fitri, dan Hari Raya Idul Adha. Allah juga menciptakan empat malam yang istimewa dari seluruh malam. Pertama malam Idul Adha, kedua malam Idul Fitri, ketiga malam Senin, dan keempat malam Jumat. Allah pun memilih dua ibu dari seluruh ibu yaitu, Maryam, ibu dari nabi Isa dan Fatimah az-Zahra, anak dari Rasūlullāh ṣallallāhu ‘alayhi wa sallam.

Kemudian daripada itu maka dinugerahkan Allah Fatimah bertatah [dan]16// mukjizat dan Fatimah maha baik parasnya dengan sempurnanya terlalu amat baik dan amat bercahaya mukanya dengan tiada pe(r)nah17 anugerah Allah ta’ālā

Gambar

Tabel 3.1 Penoman transliterasi bahasa Arab .................................................
   Table 3.2   Huruf vokal bahasa Arab

Referensi

Dokumen terkait

nilai pendidikan karakter dalam novel tersebut serta relevansinya dengan pembelajaran sastra pada tingkat mahasiswa, maka penelitian ini berjudul “Kajian Sosiologi Sastra

Pada elong ugi sagala rupa ada 3 lagu yang dianalisis yang tidak terikat oleh baris dan bait lagi sehingga lagu tersebut digolongkan ke dalam sastra modern;

Dalam pembelajaran sastra di sekolah karya sastra (novel) dapat berfungsi sebagai media dakwah terutama novel religi misalnya novel Syahadat Cinta seperti yang akan dikaji

serta implikasinya dalam pemberlajaran sastra di SMA. Berdasarkan masalah tersebut penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan: Unsur intrinsik novel, Nilai

Tulisan ini berkenaan dengan hasil penelitian yang mengkaji unsur-unsur intrinsik, nilai-nilai pendidikan karakter dalam novel De Winst karya Afifah Afra, dan

Nilai sosial dalam materi pembelajaran sastra(cerpen) pada buku teks bahasa Indonesia SMP/MTs kelas VIII tergambar dalam ketiga cerpen, yaitu cerpen Nasehat Untuk

NILAI AKHLAK ISLAM DALAM NOVEL BUMI CINTA KARYA HABIBURRAHMAN EL-SHIRAZY SERTA SARAN IMPLEMENTASI DALAM PEMBELAJARAN SASTRA DI SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA).. Menyatakan

Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan nilai-nilai moral yang terkandung dalam teks cerita teater Makyong dan mendeskripsikan pemanfaatan nilai-nilai moral dalam teks cerita teater