i
KEBERSIHAN PRIBADI PADA ANAK USIA
SEKOLAH DASAR DI YAYASAN NANDA DIAN
NUSANTARA 2011
“Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN”
OLEH:
Iin Citra Liana Hasibuan
NIM : 109103000011
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
v
Puji syukur peneliti panjatkan ke hadirat Allah swt atas rahmat dan karunia-Nya serta nikmat yang begitu besar kepada peneliti, sehingga peneliti dapat menyelesaikan riset yang berjudul “Kejadian Infeksi Cacing dan Gambaran Kebersihan Pribadi pada Anak Usia Sekolah Dasar di Yayasan Nanda Dian Nusantara 2011”. Sholawat serta salam peneliti hadiahkan kepada Rasulullah saw, semoga kita semua mendapatkan syafaatnya di akhirat nanti. Amin.
Peneliti menyadari bahwa laporan ini tidak akan selesai tanpa bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini peneliti mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. DR. (HC) dr. MK Tadjudin, Sp. And, selaku dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak DR. Syarief Hasan Lutfie, Sp. RM, selaku Ketua Program Studi Pendidikan Dokter.
3. Ibu Silvia Fitriana, M.Biomed, selaku dosen pembimbing pertama yang telah banyak membimbing peneliti menyusun laporan ini.
4. Ibu Minsarnawati, SKM, M.Kes, selaku dosen pembimbing kedua yang telah banyak membimbing peneliti menyusun laporan ini.
5. Bapak/Ibu dosen Program Studi Pendidikan Dokter yang telah memberikan ilmu yang sangat bermanfaat dan semoga dapat diaplikasikan dalam kehidupan peneliti.
6. Mba Evi sebagai laboran parasit yang setia menemani dan mengajari selama penggunaan Laboratorium Parasit.
7. Ayah dan Ibu tersayang, yang tiada hentinya mendoakan, memotivasi, dan menasehati peneliti agar tetap semangat untuk mecapai impian peneliti. 8. Adikku tercinta Dede Citra Liana Hasibuan yang selalu memotivasi saya
untuk menyelesaikan riset ini.
vi
11. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan riset ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Terima kasih untuk semuanya.
Peneliti menyadari bahwa dalam penyusunan riset ini masih kurang dari sempurna, sehingga penulis sangat mengharapkan kritik dan saran demi kemajuan di masa yang akan datang.
Jakarta, 17 September 2012
vii
Iin Citra Liana. Perogram Studi Pendidikan Dokter. Kejadian Infeksi Cacing dan Gambaran Kebersihan Pribadi pada Anak Usia Sekolah Dasar di Yayasan Nanda Dian Nusantara 2011
Infeksi cacing merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Prevalensi infeksi cacing di Indonesia pada umumnya masih sangat tinggi, terutama pada golongan penduduk yang kurang mampu mempunyai risiko tinggi terjangkit penyakit ini, yaitu sekitar 40-60 %. Hasil survei infeksi cacing Sekolah Dasar di 27 Propinsi Indonesia padatahun 2002- 2008 menurut jenis cacing penyebabnya didapatkan Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, dan Hookworm. Hasil penelitian didapatkan bahwa jumlah anak yang positif terinfeksi cacing sebanyak 25,7%. Sedangkan berdasarkan hasil identifikasi jenis cacing yang menginfeksi, ditemukan spesies terbanyak adalah cacing tambang (55,6%), cacing Fasciolopsis buski (11,1%), cacing Strongyloides stercoralis (11,1%), dan bentuk larva yang tidak teridentifikasi (22,2%). Angka kejadian infeksi cacing lebih banyak ditemukan pada kelompok responden yang tidak mencuci tangan dan sering kontak dengan tanah. Pada kelompok responden yang kebersihan kukunya buruk dan tidak menggunakan alas kaki justru angka kejadian infeksi cacingnya rendah.
Kata Kunci : Infeksi cacing, cuci tangan, kontak dengan tanah, penggunaan alas kaki, kebersihan kuku.
ABSTRACT
Iin Citra Liana. Study Programe Of Medical Education. The Victim Of Worm Infection And Descriptive Of Personal Hygiene At Primary School Age Children At Yayasan Nanda Dian Nusantara. 2011
Worm disease is a contagious disease that remains a public health problem in Indonesia. The prevalence of worm infection in Indonesia is remained high, mostly for people under prosperousity is the highest risk of the infection, about 40-60%. As the result of survey on worm infection in Elementary student from 27 provinces in Indonesia in 2002 to 2008 was identified some species as follows : Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, and Hookworm. The research showed that sum of positif infected children is 25,7%. Otherways, according to identification of type of worm that infected, found out that Hookworm is the most. (55,6%), Fasciolopsis buski (11,1%), Strongyloides stercoralis (11,1%), and unidentified larva (22.2%). The highest number of infection was found in subject with lack of handwashing practice and frequently exposure to soil. In contrary, subject with dirty nail and barefoot habit were found low infection of the worm.
viii
LEMBAR PERNYATAAN... ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING... iii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN... iv
KATA PENGANTAR... v 2.1Infeksi Cacing Pada Manusia... 4
2.2Jenis-jenis Nematoda Usus Yang Ditularkan Melalui Tanah ( Soil-Transmited Helminths)... 4 2.2.1 Cacing Gelang (Ascaris lumbricoides)... 5
2.2.2 Trichuris trichiura ( Cacing Cambuk )... 10
2.2.3 Ancylostoma duodenale Dan Necator americanus (Cacing Tambang)... 14 2.2.4 Strongyloides stercoralis... 17
2.1Epidemiologi Infeksi Cacing Oleh Cacing Yang Ditularkan Melalui Tanah... 20 2.2Faktor Kebersihan Pribadi Yang Berhubungan Dengan Infeksi Cacingan... 21 2.3Kerangka Teori... 23
2.4Kerangka Konsep... 24
2.5Definisi Operasional... 24
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1Desain Penelitian... 25
3.2Lokasi dan waktu Penelitian... 25
3.3Populasi dan Sampel... 25
3.4Cara Kerja Penelitian... 26
3.5 Managemen Data... 29
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1Gambaran Umum Lokasi Penelitian... 30 4.2Distribusi Frekuensi Karakteristik Anak Usia Sekolah Dasar Di Yayasan
ix
4.5Distribusi, Frekuensi Spesies Cacing... 32
4.6Distribusi, Frekuensi Indikator Kebersihan Pribadi... 33
BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1Kesimpulan ... 36
5.2 Saran... 36
DAFTAR PUSTAKA... 37
x
Gambar 2.1 Cacing Ascaris lumbricoides dewasa... 6
Gambar 2.2 Telur Ascaris lumbricoides... 6
Gambar 2.3 Daur Hidup Ascaris lumbricoides... 7
Gambar 2.4 Cacing Trichuris trichiura dewasa... 11
Gambar 2.5 Telur Trichuris trichiura... 11
Gambar 2.6 Daur Hidup Trichuris trichiura... 12
Gambar 2.7. Siklus hidup Hookworm... 15
Gambar 2.8 Cacing Strongyloides stercoralis... 17
xi
Tabel 3.1 Lokasi dan waktu Penelitian... 25 Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Anak Usia Sekolah Dasar di Yayasan Nanda Dian Nusantara...
30
Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Minum Obat Cacing Anak Usia Sekolah Dasar Di Yayasan Nanda Dian Nusantara...
31
Tabel 4. 3 Distribusi Frekuensi Kejadian Infeksi Cacing Pada Anak Usia Sekolah Dasar Di Yayasan Nanda Dian Nusantara...
31
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Spesies Cacing Hasil Pada Anak Usia Sekolah Dasar Di Yayasan Nanda Dian Nusantara...
32
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Kebiasaan Cuci Tangan Pada Anak Usia Sekolah Dasar Di Yayasan Nanda Dian Nusantara...
33
Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Kontak Dengan Tanah Pada Anak Usia Sekolah Dasar Di Yayasan Nanda Dian Nusantara...
33
Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Kebiasaan Penggunaan Alas Kaki Pada Anak Usia Sekolah Dasar Di Yayasan Nanda Dian Nusantara...
34
Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Kebersihan Kuku Pada Anak Usia Sekolah Dasar Di Yayasan Nanda Dian Nusantara...
xii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Infeksi cacing merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. WHO tahun 2006 mengatakan bahwa kejadian infeksi cacing di dunia masih tinggi yaitu 1 miliar orang terinfeksi cacing Ascaris lumbricoides, 795 juta orang terinfeksi cacing Trichuris trichiura dan 740 juta orang terinfeksi cacing Hookworm.1 Prevalensi infeksi cacing di Indonesia pada umumnya juga sangat tinggi, terutama pada golongan penduduk yang kurang mampu mempunyai risiko tinggi terjangkit penyakit ini yaitu sekitar 40-60 %.2
Prevalensi infeksi cacing pada anak lebih tinggi karena mereka belum mengerti benar arti kesehatan dan kebersihan. Hasil survei infeksi cacing Sekolah Dasar di 27 Provinsi Indonesia menurut jenis cacing penyebabnya didapatkan bahwa pada tahun 2002 prevalensi Ascaris lumbricoides 22,0%, Trichuris trichiura 19,9%, dan Hookworm 2,4%. Tahun 2003 prevalensi Ascaris lumbricoides 21,7%, Trichuris trichiura 21,0%, dan Hookworm 0,6%. Tahun 2004 prevalensi Ascaris lumbricoides 16,1%, Trichuris trichiura 17,2%, dan Hookworm 5,1%. Tahun 2005 prevalensi Ascaris lumbricoides 12,5%, Trichuris trichiura 20,2%, dan Hookworm 1,6%. Dan pada tahun 2006 prevalensi Ascaris lumbricoides 17,8%, Trichuris trichiura 24,2%, dan Hookworm 1,0%.3
Pada tahun 2008 pemeriksaan tinja dilaksanakan di 8 propinsi, mempunyai range yang cukup tinggi yaitu antara 2,7% - 60,7%. Prevalensi terendah di Sulawesi Utara (2,7%) dan tertinggi di Banten (60,7%).4
rendah, dan perilaku hidup sehat yang belum memadai.5 Kebersihan pribadi yang kurang memadai merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingginya prevalensi infeksi cacing pada anak. Anak usia sekolah dasar masih suka bermain di tanah yang kemungkinan besar telah terkontaminasi telur cacing akibat pembuangan tinja di sembarang tempat apalagi dengan tempat tinggal yang dikelilingi tumpukan sampah dan kurang menjaga kebersihan dirinya, antara lain tidak mencuci tangannya ketika selesai bermain dan sebelum makan, tidak memakai alas kaki tertutup seperti sepatu, serta kurang menjaga kebersihan kukunya, sehingga memperbesar resiko mereka untuk terinfeksi cacing.6
Pada lokasi pemukiman dan sekolah bagi anak usia Sekolah Dasar Yayasan Nanda Dian Nusantara di kampung pemulung Ciputat ditemukan lingkungan yang masih sangat kotor dan anak-anak yang kurang menjaga kebersihan dirinya. Namun, informasi tentang kejadian kecacingan belum pernah dipublikasikan. Berdasarkan latar belakang diatas maka dilakukan penelitian untuk mengetahui tentang kejadian infeksi cacing dan gambaran kebersihan pribadi pada anak usia Sekolah Dasar di Yayasan Nanda Dian Nusantara.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana kejadian infeksi cacing dan gambaran kebersihan pribadi pada anak usia Sekolah Dasar di Yayasan Nanda Dian Nusantara 2011?
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui kejadian infeksi cacing dan gambaran kebersihan pribadi pada anak usia Sekolah Dasar di Yayasan Nanda Dian Nusantara 2011.
1.3.2 Tujuan Khusus
Untuk mengetahui spesies cacing penyebab infeksi pada anak usia Sekolah Dasar di Yayasan Nanda Dian Nusantara.
1.4 Manfaat Penelitian
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1Infeksi Cacing Pada Manusia
Salah satu masalah kesehatan masyarakat yang penting di negara-negara yang sedang berkembang di daerah tropik adalah infeksi cacing usus. Infeksi cacing adalah penyakit yang ditularkan melalui makanan, minuman, atau melalui kulit dimana tanah sebagai media penularannya yang disebabkan oleh cacing gelang (Ascaris lumbricoides), cacing cambuk (Trichuris trichuria), cacing tambang (Ancylostoma duodenale, Necator americanus),7 dan Strongyloides stercoralis.
Cacing umumnya tidak menyebabkan penyakit berat sehingga seringkali diabaikan walaupun sesungguhnya memberikan gangguan kesehatan. Tetapi dalam keadaan infeksi berat atau keadaan yang luar biasa, infeksi cacing cenderung memberikan analisa yang keliru ke arah penyakit lain dan tidak jarang dapat berakibat fatal. Infeksi cacing banyak terdapat pada anak usia Sekolah Dasar yang dapat merugikan pertumbuhan anak.
2.2Jenis-jenis Nematoda Usus yang Ditularkan Melalui Tanah (Soil transmitted helminths)
Nematoda mempunyai jumlah spesies yang terbesar di antara cacing-cacing yang hidup sebagai parasit. Cacing ini berbeda-beda dalam habitat, daur hidup, dan hubungan hospes-parasit (host-parasite relationship).8
Nematoda usus di Indonesia lebih sering disebut sebagai cacing perut. Sebagian penularannya terjadi melalui tanah, maka mereka digolongkan dalam kelompok cacing yang ditularkan melalui tanah atau Soil transmitted helminths.9
dewasa, sedangkan larvanya dapat menimbulkan reaksi alergik dan kelainan jaringan di tempat hidupnya.9
2.2.1 Cacing gelang (Ascaris lumbricoides)
Jumlah orang di dunia yang terinfeksi Ascaris mungkin hanya kedua setelah infeksi cacing kremi, Enterobius vermicularis. Ascaris lumbricoides lebih banyak terdapat di daerah yang beriklim panas dan lembab, tetapi dapat juga hidup di daerah yang beriklim sedang.10
2.2.1.1 Morfologi dan Daur Hidup
Manusia merupakan satu-satunya hopses Ascaris lumbricoides. Penyakit yang disebabkannya disebut askariasis.8
Ascaris lumbricoides jantan berukuran 10-30 cm, sedangkan yang betina 22-35 cm. Stadium dewasa hidup di rongga usus. Ascaris lumbricoides betina dapat bertelur sebanyak 100.000-200.000 butir sehari, terdiri dari telur yang dibuahi dan yang tidak dibuahi.8
Telur yang dibuahi, besar kurang lebih 60 x 45 mikron dan yang tidak dibuahi 90 x 40 mikron. Dalam lingkungan yang sesuai, telur yang dibuahi berkembang menjadi bentuk infektif dalam waktu kurang lebih 3 minggu.8
Gambar 2.1 Cacing Ascaris lumbricoides dewasa (A: betina dan B: jantan)23
(Sumber:www.dpd.cdc.gov/DPDx/HTML/Image_Library.htm)
Telur yang dibuahi berbentuk avoid dan berukuran 60-70 x 30-50. Bila baru dikeluarkan tidak infektif dan berisi satu sel tunggal. Sel ini dikelilingi membran vitelin yang tipis. Di sekitar membran ini ada kulit bening dan tebal yang dikelilingi lagi oleh lapisan albuminoid yang tidak teratur. lapisan albuminoid ini kadang-kadang hilang atau dilepaskan oleh zat kimia dan menghasilkan telur tanpa kulit (decorticated). Di dalam rongga usus, telur memperoleh warna kecoklatan dari pigmen empedu. Telur yang tidak dibuahi berukuran 88-94 x 40-44 dengan lapisan albuminoid yang kurang sempurna dan isi nya tidak teratur. Larva Ascaris lumbricoides dapat terlihat di dalam paru-paru yang kena infeksi dan panjangnya dapat sampai 2 mm dengan diameter 75. Larva mempunyai usus di bagian tengah, sepasang saluran ekskresi dan ala yang nyata.11
Gambar 2.2 Telur Ascaris lumbricoides 23
Dalam lingkungan yang sesuai, telur yang dibuahi berkembang menjadi bentuk infektif dalam waktu kurang lebih 3 minggu. Bentuk infektif ini bila tertelan oleh manusia akan menetas di usus halus. Larvanya menembus dinding usus halus menuju pembuluh darah atau saluran limfe, lalu dialirkan ke jantung, kemudian mengikuti aliran darah ke paru. Larva di paru menembus dinding pembuluh darah, lalu dinding alveolus, masuk rongga alveolus, kemudian naik ke trakea melalui bronkiolus dan bronkus.8 Dari trakea larva ini menuju ke faring, sehingga menimbulkan rangsangan pada faring. Penderita batuk karena rangsangan ini dan larva akan tertelan ke dalam esofagus, lalu menuju usus halus. Di usus halus berubah menjadi cacing dewasa. Sejak telur matang tertelan sampai cacing dewasa bertelur diperlukan waktu kurang lebih dua bulan.8
Gambar 2.3 Daur Hidup Ascaris lumbricoides23
(www.dpd.cdc.gov/DPDx/HTML/Image_Library.htm)
Keterangan :
2. Telur yang sudah dibuahi mengandung embrio dan menjadi infective setelah 18 hari sampai beberapa minggu di tanah.
3. Tergantung pada kondisi lingkungan (kondisi optimum, lembab, hangat, tempat teduh)
4. Telur infective tertelan
5. Masuk ke usus halus dan menetas mengeluarkan larva yang kemudian menembus mukosa usus, masuk kelenjar getah bening dan aliran darah dan terbawa sampai ke paru-paru
6. Larva mengalami pendewasaan di dalam paru-paru (10 –14), menembus dinding alveoli, naik ke saluran pernapasan dan akhirnya terlelan kembali. Ketika mencapai usus halus, larva tumbuh menjadi cacing dewasa. Waktu yang diperlukan mulai tertelan telur infeksi sampai menjadi cacing dewasa sekitar 2 sampai 3 bulan. Cacing dewasa dapat hidup 1 sampai 2 tahun dalam tubuh.12
2.2.1.2 Patologi dan Gejala Klinis
gejala gangguan usus ringan seperti mual, nafsu makan berkurang, diare atau konstipasi.8
2.2.1.3 Pengobatan dan Pencegahan Cacing Gelang (Ascaris lumbricoides)
a) Pengobatan
Pengobatan dapat dilakukan secara perorangan atau secara massal pada masyarakat. Untuk perorangan dapat dipergunakan bermacam-macam obat misalnya piperazin, pirantel pamoat atau mebendazol.8
b) Penyuluhan kesehatan
Penyuluhan kesehatan tentang sanitasi yang baik, higiene keluarga dan higiene pribadi seperti :
1. Tidak menggunakan tinja sebagai pupuk tanaman.
2. Sebelum melakukan persiapan makanan dan hendak makan, tangan dicuci terlebih dahulu menggunakan sabun.
3. Bagi yang mengkonsumsi sayuran segar (mentah) sebagai lalapan, hendaklah dicuci bersih dan disiram lagi dengan air hangat. Karena telur cacing Ascaris dapat hidup dalam
tanah selama bertahun-tahun, pencegahan dan
pemberantasan di daerah endemic adalah sulit. Adapun upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah penyakit ini adalah sebagai berikut :
1. Mengadakan kemoterapi misal setiap 6 bulan sekali di daerah endemic ataupun daerah yang rawan terhadap penyakit ascariasis.
3. Melakukan usaha aktif dan preventif untuk dapat mematahkan siklus hidup cacing misalnya memakai jamban/WC.
4. Makan makanan yang dimasak saja.
5. Menghindari sayuran mentah (hijau) dan selada di daerah yang menggunakan tinja sebagai pupuk.
2.2.2 Trichuris trichiura ( Cacing Cambuk )
Infeksi cacing ini (cacing cambuk) lebih sering terjadi di daerah panas, lembab dan sering terlihat bersama-sama dengan infeksi Ascaris. Jumlah cacing dapat bervariasi, apabila jumlahnya sedikit, pasien biasanya tidak terpengaruh dengan adanya cacing ini.10 Nama penyakit yang disebabkan oleh cacing cambuk (Trichuris trichiura) adalah Trichuriasis.
2.2.2.1 Morfologi dan Daur Hidup
Trichuris trichiura termasuk nematoda usus yang biasanya dinamakan cacing cambuk, karena tubuhnya menyerupai cemeti dengan bagian depan yang tipis dan bagian belakangnya yang jauh lebih tebal. Cacing ini pada umumnya hidup di sekum manusia, sebagai penyebab Trichuriasis dan tersebar secara kosmopilitan.13
Gambar 2.4 Cacing Trichuris trichiura dewasa 23 (www.dpd.cdc.gov/DPDx/HTML/Image_Library.htm)
Telur dengan ukuran 50-55 m x 22-24 m berbentuk
seperti tempayan dengan semacam penonjolan yang jernih pada kedua kutub. Kulit telur bagian luar berwarna kekuning-kuningan dan bagian dalamnya jernih.8
Gambar 2.5 Telur Trichuris trichiura23
(www.dpd.cdc.gov/DPDx/HTML/Image_Library.htm)
Gambar 2.6 Daur Hidup Trichuris trichiura23 (www.dpd.cdc.gov/DPDx/HTML/Image_Library.htm)
2.2.2.2 Patologi dan Gejala Klinis
Pada umunya Trichuris trichiura dapat
menimbulkan efek traumatic dan efek toksik pada penderita. Kerusakan terjadi pada tempat melekat cacing pada mukosa usus daerah sekum, sedangkan pada infeksi yang berat akan terjadi penyumbatan apendiks dan proses peradangan pada sekum calon dan apendiks tersebut. Pada infeksi berat juga dapat terjadi intoksikasi dan anemia tetapi mekanismenya belum jelas. Cacing yang menghasilkan substansi litik juga menghisap darah penderita. Urtikari dan gejala-gejala alergi lain dapat pula dijumpai pada penderita Trichuris trichiura.15
Pada anak-anak, cacing ini tersebar di seluruh colon dan rectum. Kadang-kadang terlihat mukosa rectum yang mengalami prolaps akibat mengejannya penderita pada waktu defekasi. Cacing ini memasukkan kepalanya ke dalam mukosa usus, hingga terjadi trauma yang menimbulkan iritasi dan peradangan mukosa usus. Pada tempat perlekatnya dapat terjadi pendarahan. Disamping itu
cacing ini menghisap darah hospesnya, sehingga
menyebabkan anemia.15
Bila infeksi yang berat dan menahun menunjukkan gejala-gejala nyata seperti diare yang sering diselingi dengan sindrom disentri, anemia, berat badan turun dan kadang-kadang disertai prolaps rektum pada anak.15
Bila infeksi ringan, biasanya asimtomatis (tanpa gejala). Bila jumlah cacingnya banyak, biasanya timbul diare dengan feses yang berlendir, nyeri perut, dehidrasi, anemia, lemah dan berat badan menurun.16
2.2.2.3 Pengobatan dan Pencegahan Cacing Cambuk (Trichuris trichiura)
Dahulu infeksi Trichuris trichiura sulit sekali diobati. Obat seperti tiabendazol dan ditiazinin tidak memberikan hasil yang memuaskan. Sekarang dengan adanya mebendazol dengan dosis 2 x 100 mg selama 3 hari atau dosis tunggal 500 mg, albendazol dosis tunggal 400 mg dan oksantel pirantel pamoat dosis tunggal 10-15 mg/kgBB, infeksi cacing Trichuris trichiura dapat diobati dengan hasil yang cukup baik.15
berhubungan dengan anak-anak yang melakukan defekasi di tanah.10
2.2.3 Ancylostoma duodenale dan Necator americanus (Cacing Tambang)
Infeksi cacing tambang ditemukan pada daerah hangat yang lembab dan mengakibatkan berbagai penyakit pada manusia, meski morbiditasnya lebih banyak dibanding mortalitasnya. Meskipun secara morfologik terdapat perbedaan yang nyata antara dua cacing tambang yang umum terdapat pada manusia (cacing dewasanya), stadium diagnostiknya (telur) ternyata identik.10 Nama penyakit yang disebabkan oleh cacing tambang (Ancylostoma duodenale/ Necator americanus) adalah ancylostomiasisdan nekatoriasis.
2.2.3.1 Morfologi dan Daur Hidup
Cacing dewasa hidup di dalam usus halus manusia, cacing melekat pada mukosa usus dengan bagian mulutnya yang berkembang dengan baik. Infeksi pada manusia dapat terjadi melalui penetrasi kulit oleh larva filariform yang ada di tanah. Cacing betina menghasilkan 9.000-10.000 butir telur sehari. Cacing betina mempunyai panjang sekitar 1 cm, cacing jantan kira-kira 0,8 cm, cacing dewasa berbentuk seperti hurup S atau C dan di dalam mulutnya ada sepasang gigi. Daur hidup cacing tambang dimulai dari keluarnya telur cacing bersama feses, setelah 1-1,5 hari dalam tanah, telur tersebut menetas menjadi larva rhabditiform.8
tertelan dan masuk ke dalam usus halus dan menjadi cacing dewasa. Infeksi terjadi bila larva filariform menembus kulit atau ikut tertelan bersama makanan.8
Gambaran umum siklus hidup cacing Ancylostoma duodenale dan Necator americanus dapat dilihat pada gambar berikut ini:
Gambar 2.7. Siklus hidup Hookworm23 (www.dpd.cdc.gov/DPDx/HTML/Image_Library.htm) Keterangan :
2.2.3.2 Patologi dan Gejala Klinis
Gejala klinik Hookworm dapat ditimbulkan oleh cacing dewasa maupun oleh larvanya. Larva yang masuk ke dalam kulit akan menimbulkan gatal-gatal yang disebut ground-itch, sedang larva yang mengadakan migrasi paru (Lung migration) hanya menimbulkan gangguan yang ringan. Pemeriksaan darah menunjukkan eosinofili.9
Cacing dewasa yang menghisap darah penderita akan menimbulkan anemia hipokrom mikrositer. Seekor
cacing Necator americanus dapat menimbulkan
kekurangan darah sampai 0,1 cc sehari, sedangkan Ancylostoma duodenale sampai 0,34 cc sehari. Akibat terjadi anemia, maka penderita akan mengalami gangguan perut, penurunan keasaman lambung, sembelit dan steatore. Penderita tampak pucat, perut buncit, rambut kering dan mudah lepas.9
2.2.3.3 Pengobatan dan Pencegahan Cacing Ancylostoma duodenale dan Necator americanus
Pirantel pamoat (Combantrin, Pyrantin, Pirantel, dll) dan mebendazol (Vermox, Vermona, Vercid, dll) memberikan hasil cukup baik, bilaman digunakan beberapa hari berturut-turut.15
Sedangkan pencegahannya didalam masyarakat,
infeksi cacing tambang dapat dikurangi atau dihindarkan dengan :
a. Sanitasi pembuangan tinja
b. Melindungi orang-orang yang mungkin mendapat infeksi (susceptible).
2.2.4 Strongyloides stercoralis
Manusia merupakan hospes utama cacing ini. Parasit ini dapat menyebabkan strongiloidiasis.8
2.2.4.1 Morfologi dan Daur Hidup
Strongyloides stercoralis betina berukuran 2,2 x 0,04 mm, tak berwarna, semi transparan dengan kutikula yang bergaris-garis. Cacing ini mempunyai rongga mulut yang pendek dan esofagus ramping, panjang dan silindris. Cacing betina badannya licin, lubang kelamin terletak diperbatasan antara 2/3 badan. Betina yang hidup bebas lebih kecil dari yang betina parasitik. Strongyloides stercoralis jantan mempunyai ekor yang melengkung. Telur dari yang parasitis berukuran 54 x 32 mikron.13
Gambar 2.8 Cacing Strongyloides stercoralis
23
(www.dpd.cdc.gov/DPDx/HTML/Image_Library.htm)
Strongyloides stercoralis mempunyai tiga macam daur hidup :
1. Siklus langsung
kanan sampai ke paru. Dari paru parasit yang mulai menjadi dewasa menembus alveolus, masuk ke trakea dan laring. Setelah sampai di laring terjadi batuk sehingga perasit tertelan kemudian sampai di usus halus bagian atas dan menjadi dewasa. Cacing betina yang dapat bertelur ditemukan kira-kira 28 hari sesudah infeksi.8
2. Siklus tidak langsung
Pada siklus tidak langsung, larva rhabditiform di tanah berubah menjadi cacing jantan dan cacing betina bentuk bebas. Bentuk-bentuk bebas ini lebih gemuk dari bentuk parasitik. Cacing yang betina berukuran 1mm x 0,06 mm, yang jantan berukuran 0,75 mm x 0,04 mm, mempunyai ekor melengkung dengan 2 buah spikulum. Sesudah pembuahan cacing betina menghasilkan telur yang menetas menjadi larva rhabditiform dan selama beberapa hari menjadi larva filariform yang infektif dan masuk dalam hospes baru atau larva rhabditiform dapat mengulangi fase hidup bebas. Siklus tidak langsung ini terjadi bila keadaan lingkungan sekitarnya optimum yaitu sesuai dengan keadaan yang dibutuhkan untuk hidup parasit ini.8
3. Autoinfeksi
autoinfeksi dapat menyebabkan strongiloidiasis menahun pada penderita.8
Gambar 2.9 Daur Hidup Strongyloides stercoralis23 (www.dpd.cdc.gov/DPDx/HTML/Image_Library.htm)
2.2.4.2 Patologi dan Gejala Klinis
2.2.4.3 Pengobatan dan Pencegahan Cacing Strongyloides stercoralis
Penularan Strongyloides dapat dicegah dengan menghindari kontak dengan tanah, tinja atau genangan air yang diduga terkontaminasi oleh larva infektif
2.3Epidemiologi Kecacingan Oleh Cacing yang Ditularkan Melalui Tanah Di Indonesia, infeksi cacing merupakan masalah kesehatan yang sering dijumpai. Angka kejadian infeksi cacing yang tinggi tidak terlepas dari keadaan Indonesia yang beriklim tropis dengan kelembaban udara yang tinggi serta tanah yang subur yang merupakan lingkungan yang optimal bagi kehidupan cacing. Infeksi cacing tersebar luas, baik di pedesaan maupun di perkotaan. Hasil survei infeksi cacing di Sekolah Dasar di beberapa propinsi pada tahun 1986-1991 menunjukkan prevalensi sekitar 60% - 80%, sedangkan untuk semua umur berkisar antara 40% - 60%. Hasil survei subdit diare pada tahun 2002 dan 2003 pada 40 Sekolah Dasar di 10 provinsi menunjukkan prevalensi berkisar antara 2,2% - 96,3%.21
Pada banyak penelitian, intensitas dan prevalensi infeksi cacing meningkat pada anak-anak dan remaja. Kurva intensitas menurun sejalan dengan bertambahnya usia. Puncak intensitas terjadi antara umur 5-10 tahun untuk Ascaris lumbricoides dan Trichuris trichiura, sedangkan cacing tambang pada umur 10 tahun.21
Infeksi cacing juga dipengaruhi oleh perilaku individu. Intensitas dan prevalensi yang tinggi pada anak disebabkan oleh kebiasaan memasukkan jari-jari tangan yang kotor ke dalam mulut. Pada infeksi cacing tambang, prevalensi yang tinggi di dapatkan pada anak dengan umur lebih tua, hal ini kemungkinan disebabkan oleh mobilitas anak.15
Higiene merupakan hal yang sangat penting diperhatikan terutama pada masa-masa perkembangan. Dengan kesehatan pribadi yang buruk pada masa tersebut akan dapat mengganggu perkembangan kualitas sumber daya manusia. Higiene yang belum memadai merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingginya prevalensi infeksi cacing..
Higiene adalah usaha kesehatan masyarakat yang mempelajari pengaruh kondisi lingkungan terhadap kesehatan manusia, upaya untuk mencegah timbulnya penyakit karena pengaruh lingkungan tersebut, serta membuat kondisi lingkungan sedemikian rupa sehingga terjamin pemeliharaan kesehatan. Keadaan higiene yang tidak baik seperti tangan dan kuku yang
Kebersihan kulit biasanya merupakan cerminan kesehatan yang paling pertama memberikan kesan. Oleh karena itu, perlunya memelihara kesehatan kulit sebaik-baiknya. Pemeliharaan kesehatan kulit tidak terlepas dari kebersihan lingkungan, makanan yang dimakan serta kebiasaan hidup sehari-hari.
Untuk selalu memelihara kebersihan kulit, kebiasaan-kebiasaan yang sehat harus selalu diperhatikan, seperti:
a. Mandi minimal 2x sehari
b. Mandi memakai sabun
c. Menjaga kebersihan pakaian d. Menjaga kebersihan lingkungan
e. Makan yang bergizi terutama sayur-sayuran dan buah-buahan f. Menggunakan barang-barang keperluan sehari-hari milik sendiri.19 2. Kebersihan Tangan, Kaki, dan Kuku
melekatnya berbagai kotoran yang mengandung berbagai bahan dan mikro organisme diantaranya bakteri dan telur cacing. Penularan kecacingan diantaranya melalui tangan yang kotor, kuku yang kotor yang kemungkinan terselip telur cacing akan tertelan ketika makan, hal ini diperparah lagi apabila tidak terbiasa mencuci tangan memakai sabun sebelum makan.20
Kuku yang kotor dapat menyebabkan penyakit-penyakit tertentu : a. Pada kuku sendiri :
1. Cantengan yaitu radang bawah/pinggir kuku 2. Jamur kuku
b. Pada tempat lain :
1. Luka infeksi pada tempat garukan 2. Cacingan
Untuk menghindari hal-hal tersebut di atas, perlu diperhatikan sebagai berikut :
1. Membersihkan tangan sebelum makan 2. Memotong kuku secara teratur
2.5Kerangka Teori
Bagan 2.1 Kerangka Teori Agent/Spesies cacing :
Spesies Siklus hidup Habitat
Cara penularan/transmisi Parasite load
Vektor :
Spesies penular/transmitter Habitat
Cara penularan/perilaku vector
Populasi /jumlah vektor
Faktor Kebersihan pribadi
Kebiasaan mencuci tangan
Kebiasaan memakai alas kaki
Kebersihan kuku
Kebiasaan kontak dengan tanah
2.6Kerangka Konsep
Kebersihan pribadi adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorangyaitu kesejahteraan fisik dan psikis untuk mencegah timbulnya penyakit pada diri sendiri maupun orang lain.24
Kebersihan pribadi meliputi kebersihan semua anggota tubuh, tetapi variabel yang diteliti adalah sesuai dengan kerangka konsep sebagai berikut:
Variabel Independen Variabel Dependen
Kuesioner Wawancara 1.Tidak 2.Ya
Ordinal
2 Kontak dengan tanah
Kebiasaan bermain di lapangan dan terpapar tanah
Kuesioner Wawancara 1. Ya 2.Tidak
Ordinal
3 Penggunaan alas kaki
Selalu menggunakan alas kaki saat keluar dari rumah
Kuesioner Wawancara 1.Tidak 2.Ya
Ordinal
4 Kebersihan kuku
Kuku pendek dan bersih Kuesioner Wawancara 1.Buruk 2.Baik
Ordinal
5 Infeksi kecacingan
Ditemukannya satu atau lebih telur cacing atau larva golongan
Soil Transmitted Helminth
melalui pemeriksaan feses
penggunaan alas kaki
kebersihan kuku
Infeksi cacing
Angka infeksi
BAB 3
METODE PENELITIAN 3.1Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian epidemiologi deskriptif dengan studi Cross sectional.25
3.2Lokasi dan waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Yayasan Nanda Dian Nusantara. Jl Jambu, Kelurahan Pisangan, Kecamatan Ciputat Timur, Provinsi Tangerang Selatan.Kegiatan dan waktu penelitian dilakukan sesuai rincian tabel berikut:
Tabel 3.1 Lokasi dan waktu Penelitian
3.3Populasi Dan Sampel a. Populasi
Populasi target dari penelitian ini adalah semua anak usia Sekolah Dasar diYayasan Nanda Dian Nusantara.
Populasi sampel dari penelitian ini adalah semua anak usia Sekolah Dasar di Yayasan Nanda Dian Nusantara sesuai kriteria inklusi dan ekslusi.
b. Jumlah Sampel
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini diambil dengan cara consecutive sampling pada anak usia Sekolah Dasar yang berada di bawah binaan Yayasan Nanda Dian Nusantara di Kelurahan Pisangan, Kecamatan Ciputat Timur.26
Kegiatan Waktu
Penyusunan proposal 01 Juli 2011 - 31 Agustus 2011
Pengambilan data 01 Oktober 2011-31 Desember 2011
Pengolahan data 01 Januari 2012 – 30 Maret 2012
Penulisan laporan 01 Juni 2012 – 31 Agustus 2012
Jumlah sampel dihitung dengan rumus
Keterangan :
Z : deviat baku alfa 1,96
Zβ : deviat baku beta 1,036
P2 : proporsi pada kelompok yang sudah diketahui nilainya 82% (Agustaria Ginting, 2008)
Q2 : 1-P2
P1 : proporsi pada kelompok yang nilainya merupakan judgement peneliti
Q1 : 1-P1
P1-P2 : selisih proporsi minimal yang dianggap bermakna 20% P : proporsi total (P1+P2)/2
Q : 1-P
Maka hasil hitung adalah 31. Sampel pada penelitian ini berjumlah 31 siswa, kemudian ditambahkan 10% sebagai cadangan sampel sehingga jumlah sampel seluruhnya adalah sebanyak 35(pembulatan) sampel.
c. Kriteria Sampel Kriteria inklusi :
1. Siswa usia Sekolah Dasar di Yayasan Nanda Dian Nusantara. 2. Bersedia menjadi responden dalam penelitian ini sampai akhir
penelitian.
3. Bersedia memberikan sampel fesesnya Kriteria ekslusi :
1. Data tidak lengkap
2. Drop out di tengah penelitian
3.4Cara Kerja Penelitian
Data yang digunakan adalah data primer yang didapat langsung melalui kuesioner, pemeriksaan tinja, dan hasil observasi.
a. Kuesioner
Kuesioner yang ditujukan kepada anak Sekolah Dasar mencakup identitas diri anak dan pertanyaan variabel yang diteliti. Kuesioner dilakukan dengan wawancara langsung dengan responden.
b. Observasi
Observasi dilakukan dengan mengamati secara umum
kebiasaan/perilaku sehari-hari para responden serta mengukur akurasi dan validitas jawaban dari data kuesioner. Pengamatan lain juga dilakukan meliputi kebersihan lingkungan dan kemungkinan lain yang menyebabkan anak terinfeksi cacing.
c. Metode Pemeriksaan feses
Pemeriksaan laboratorium sampel feses dilakukan untuk
mengetahui responden yang positif kecacingan, serta untuk mengidentifikasi spesies cacing yang menginfeksi.
Pemeriksaan dilakukan dengan metode:
1.Pembuatan dan pemeriksaan Sediaan Tinja Basah Apus Bahan:
1. Letakkan setetes KOH 1%di atas kaca objek
2. Dengan lididiambil sedikit tinja, kemudian
diratakan/homogenisasi di atas kaca objek
3. Sebarkan suspensi tinja di atas kaca objek sehingga terdapat lapisan yang tipis tetapi tetap basah
4. Tutup dengan cover glass
2.Pembiakan Larva Dengan Cara Harada-Mori Bahan
1. Kantong plastik es mambo 2. Kertas saring
3. Air bersih 4. Api lilin 5. Lidi 6. Tinja Cara:
1. Oleskan tinja secukupnya pada bagian tengah kertas saring
2. Masukkan air keran ke dalam kantong plastik 3. Masukkan kertas saring yang sudah dioles tinja ke
dalam kantong plastikyang sudah berisi air tersebut 4. Tutuplah kantong plastik dengan memakai api lilin 5. Gantunglah kantong plastik
6. Biarkan selama 4-7 hari pada suhu kamar (2-30⁰C) 7. Periksalah larva dalam air dari kantong plastik
Alur Penelitian
Bagan 3.1 Alur Penelitian
3.5Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis univariat untuk menjelaskan angka kejadian infeksi cacing dan distribusi frekuensi usia, spesies cacing, dan kebersihan pribadi yang meliputi kebiasaan cuci tangan, kontak dengan tanah, penggunaan alas kaki, dan kebersihan kuku.
Pembuatan proposal
Survey lapangan dan observasi
Pengambilan data: pengisian kuesioner /wawancara
pemeriksaan feses: pemeriksaan Sediaan Tinja
Basah Apus dan Harada-Mori
Pengolahan dan analisis data
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Yayasan Nanda Dian Nusantara terletak di Jl. Jambu II Kelurahan Pisangan Ciputat Timur. Merupakan sekolah yang dibangun untuk tempat bersekolah anak-anak di daerah sekitarnya yang berasal dari keluarga dengan status ekonomi rendah atau sering disebut kampung pemulung.
4.2Distribusi Frekuensi Karakteristik Anak Usia Sekolah Dasar Di Yayasan Nanda Dian Nusantara
Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Anak Usia Sekolah Dasar di Yayasan Nanda Dian Nusantara
NO Karakteristik Jumlah (%)
1 Populasi
Laki-laki 26 47,3
Perempuan 29 52,7
2 Subyek Penelitian
Laki-laki 17 48,6
Perempuan 18 51,4
3 Usia Responden
Usia 4-6 tahun 8 22,9
Usia 7-9 tahun 13 37,1
Usia 10-12 tahun 14 40,0
4.3Distribusi Frekuensi Minum Obat Cacing
Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Minum Obat Cacing Anak Usia Sekolah Dasar Di Yayasan Nanda Dian Nusantara
No Minum Obat Cacig Jumlah (% )
1 Pernah 0 0,00
2 Tidak Pernah 35 100,0
Total 35 100,0
Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui bahwa 100% responden tidak pernah minum obat cacing.
4.4Distribusi Frekuensi Kejadian Infeksi Cacing
Angka kejadian infeksi cacing pada anak usia Sekolah Dasar di Yayasan Nanda Dian Nusantara dapat dilihat dengan distribusi sebagai berikut:
Tabel 4. 3 Distribusi Frekuensi Kejadian Infeksi Cacing Pada Anak Usia Sekolah Dasar Di Yayasan Nanda Dian anak yang positif terinfeksi cacing sebanyak 9 orang (25,7%) dan negatif sebanyak 26 orang (74,3%). Angka tersebut lebih rendah bila dibandingkan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh hasil penelitian Siti Rahmah (2006) dengan desain cross sectional di
kampung pemulung makanan di Kelurahan Padang Bulan Medan
menemukan bahwa prevalensi kecacingan sebesar 93,02%.27
4.5Distribusi Frekuensi Spesies Cacing
Hasil pemeriksaan feses anak untuk identifikasi spesies cacing pada murid dapat dilihat sebagai berikut:
Tabel 4. 4 Distribusi Frekuensi Spesies Cacing Hasil Pada Anak Usia Sekolah Dasar Di Yayasan Nanda Dian Nusantara
No Jenis Cacing Jumlah %
1 Cacing Tambang 5 55,6
2 Fasciolopsis buski 1 11,1
3 Strongyloides stercoralis 1 11,1
4 Tidak diketahui 2 22,2
Total 9 100,0
Berdasarkan tabel 4.4 dapat dilihat proporsi kejadian infeksi cacing pada anak di Yayasan Nanda Dian Nusantara menunjukkan bahwa 55,6% anak terinfeksi cacing tambang, 11,1% cacing Fasciolopsis buski, 11,1% cacing Strongyloides stercoralis, dan 22,2% tidak teridentifikasi.
Tingginya infeksi cacing tambang pada penelitian ini dikarenakan lokasi penelitian merupakan daerah kumuh. Hal ini sesuai dengan penelitian Inge Sutanto dimana sekitar 40% anak sekolah dasar di desa tertinggal (kumuh) terinfeksi cacing tambang15. Serta tanah merupakan media yang diperlukan oleh cacing tambang dalam siklus hidupnya dan sebagai media penularan. Cacing ini dapat bertahan hidup selama 7-8 minggu di tanah.15
Strongyloides stercolaris sekarang ini memang sudah jarang ditemukan. Cacing ini membutuhkan lingkunganyang panas, kelembaban tinggi dan sanitasi yang kurang baikuntuk daur hidup tidak langsung, sedangkan siklus langsung di negeri yang lebih dingin. Dan untuk Fasciolopsis buski disebabkan karena kebiasaan memakan keong, ikan air tawar, dan tumbuh-tumbuhan air yang merupakan hospes perantara II dan tidak dimasak sampai matang.15
sulit untuk diidentifikasi secara mikroskopik karena kesamaan morfologi dengan spesies lain.
4.6Distribusi, Frekuensi Indikator Kebersihan Pribadi 4.5.1Cuci Tangan
Tabel 4.5 Distribusi, Frekuensi Kebiasaan Cuci Tangan Pada Anak Usia Sekolah Dasar Di Yayasan Nanda Dian
Berdasarkan tabel 4.5 dapat dilihat perilaku anak yang tidak mencuci tangan (68,6%), lebih besar daripada yang mencuci tangan dengan baik (31,4%). Angka ini berbeda dibandingkan dengan hasil penelitian Jalaluddin (2009) yang ditemukan persentase anak yang mencuci tangan 46,7% dan yang tidak mencuci tangan 53,3%.28 Hal ini memperlihatkan kebersihan pribadi pada responden penelitian ini tergolong kurang baik dibandingkan penelitian lainnya.
4.5.2Kontak Dengan Tanah
persentase anak yang kontak dengan tanah 37,9% dan yang tidak menggunakan alas kaki (20,0%). Kebiasaan menggunakan alas kaki pada responden penelitian ini sudah lebih baik dibandingkan subyek penelitian Jalaluddin (2009) dimana ditemukan persentase anak yang menggunakan alas kaki 47,3% dan yang tidak menggunakan alas kaki 52,7%.2
4.5.4Kebersihan Kuku
Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Kebersihan Kuku Pada Anak Usia
Sekolah Dasar Di Yayasan Nanda Dian Nusantara dengan hasil penelitian Jalaluddin (2009) dimana ditemukan kebersihan kuku anak yang baik 53,3% dan yang kebersihan kuku buruk terdapat 46,7%.28
BAB 5
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian kejadian infeksi cacing dan gambaran kebersihan pribadi pada anak usia Sekolah Dasar di Yayasan Nanda Dian Nusantara 2011 dapat disimpulkan sebagai beikut :
1. Angka kejadian infeksi cacing tanah pada subyek penelitian adalah 25,7%
2. Spesies cacing terbanyak yang ditemukan berturut-turut adalah cacing tambang (55,6%), 11,1% cacing Fasciolopsis buski, 11,1% cacing Strongyloides stercoralis, dan 22,2% tidak teridentifikasi 3. Angka kejadian infeksi lebih tinggi pada kelompok yang memiliki
kebiasaan tidak mencuci tangan dan kelompok yang mempunyai kebiasaan kontak dengan tanah.
5.2Saran
1. Untuk pihak yayasan agar memberikan pemahaman kepada anak didiknya tentang pentingnya menjaga kebersihan diri / personal higiene seperti setiap mencuci tangan dengan sabun, memakai alas kaki bila bermain dan keluar rumah, memotong kuku anak seminggu sekali, dalam mencegah terjadinya infeksi cacing
2. Untuk peneliti selanjutnya untuk dapat menghindari dan mengantisipasi kesalahan dan kekurangan yang ada dalam penelitian ini sehingga diharapkan mencapai hasil yang lebih baik
DAFTAR PUSTAKA
1. WHO. Soil Transmitted Helminths.http://www.who.int/intestinalworms/ 2. Depkes. RI. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta.2005.
3. Depkes. RI. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta. 2006.
4. Depkes RI. Profil Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Jakarta. 2008
5. Rampengan.Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak.Jakarta: EGC.2007
6. Siti Rahmah. Hubungan Higiene Perorangan Pemulung Makanan Sisa Dengan Infeksi Kecacingan Di Kelurahan Padang Bulan Medan.2006 7. Jawetz M. Adelberg’s. Mikrobiologi Kedokteran Edisi 23.Jakarta:
EGC.2005
8. Gandahusada, S, dkk.Parasitologi Kedokteran. Ed-2.Jakarta: FKUI. 2003. 9. Soedarto. Helmintologi Kedokteran. Edisi Kedus. Jakarta: EGC.1995. 10.Garcia, Lynne S, Diagnostik Parasitologi Kedokteran. Jakarta.EGC. 1996. 11.Natadisastra, D dan Ridad, A. Parasitologi kedokteran ditinjau dari organ
tubuh yang diserang. Jakarta. EGC: 2009
12.Garcia LS, and Bruckner DA.Diagnostik parasitologi kedokteran. Penerbit buku kedokteran. EGC: 2009
13.Irianto, K.Parasitologi. Bandung .Cetakan I Yrama Widya: 2009. 14.Muslim, HM. Parasitologi untuk Keperawatan. Jakarta. EGC. 2009 15.Sutanto, Inge, dkk. Parasitologi Kedokteran Ed-4. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI. 2008.
16.Entjang, Indan, Mikrobiologi dan Parasitologi Untuk Akademi Keperawatan.Bandung:Citra Aditya Bakti. 2001
17.Albert B. Sabin Vaccine Institute F Street. N W Suite. Washington DC. www//http; DPDx, the Parasitology Website, 2007
18.Azwar.Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Mutiara Sumber Widia. 1996.
20.Onggowaluyo,S,J. Parasitologi Medik I (Helmintologi). Pendekatan Aspek Identifikasi Diagnosis dan Klinik. Jakarta: EGC. 2002.
21.DepKes RI,. Pedoman Umum Program Nasional Pemberantasan Cacingan
di Era Desentralisasi. Jakarta. 2004
22.Gani,H.E.Helmintologi Kedokteran.Jakarta. EGC Edisi XX. Jakarta.2002
23.DPDx. 2011. Parasites of the Intestina
Tract.www.dpd.cdc.gov/DPDx/HTML/Image_Library.htm
24.Tarwoto, Wartonah.Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.2006.
25.Sopiyuddin Dahlan, M. Langkah-Langkah Membuat Proposal Penelitian Bidang Kedokteran Dan Kesehatan. Ed-2. Jakarta: Sagung Seto. 2009. 26.Sopiyuddin Dahlan, M. Besar Sampel Dan Cara Pengambilan Sampel
Dalam Penelitian Kedokteran Dan Kesehatan. Ed-2. Jakarta: Salemba Medika. 2009.
27.Ginting, Agustaria. 2008. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Kecacingan Pada Anak Sekolah Dasar Di Desa Tertinggal Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir
28.Jalaluddin. 2009. Pengaruh Sanitasi Lingkungan, Personal Hygiene Dan Karakteristik Anak Terhadap Infeksi Kecacingan Pada Murid Sekolah Dasar Di Kecamatan Blang Mangat Kota Lhokseumawe. Tesis. Univesitas Sumatera Utara, Medan.
29.Sumanto, Didik. 2010. Faktor Risiko Infeksi Cacing Tambang Pada Anak Sekolah. Studi kasus kontrol di Desa Rejosari, Karangawen, Demak. Tesis. Universitas Diponegoro
lampiran 1.Kuesioner penelitian
SURAT PERSETUJUAN PENELITIAN Kepada,
Yth, Calon Responden di Tempat.
Responden yang kami hormati,
Kami yang bertanda tangan dibawah ini adalah mahasiswa Pendidikan Dokter Uin Syarif Hidayatullah yang akan melakukan penelitian tentang “Kejadian Infeksi Cacing dan Gambaran Kebersihan Pribadi pada Anak Usia Sekolah Dasar di Yayasan Nanda Dian Nusantara 2011”
Bersama dengan ini kami mohon kesediaan untuk menandatangani lembaran persetujuan dan menjawab pertanyaan dengan keadaan sebenarnya. Data yang diperoleh nantinya hanya akan dipergunakan untuk keperluan peneliti. Atas kesediaan dan kerjasama, kami ucapkan terimakasih.
Peneliti
FORMAT PERSETUJUAN RESPONDEN
Setelah dijelaskan maksud penelitian, maka saya bersedia menjadi responden dalam penelitian yang dilakukan oleh saudari Iin Citra Liana dengan judul “Kejadian Infeksi Cacing dan Gambaran Kebersihan Pribadi pada Anak Usia Sekolah Dasar di Yayasan Nanda Dian Nusantara 2011”.
Dengan persetujuan ini, saya tanda tangani dengan sukarela tanpa paksaan dari pihak manapun.
Responden
KUESIONER PENELITIAN
KEJADIAN INFEKSI CACING DAN GAMBARAN KEBERSIHAN PRIBADI PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR DI YAYASAN NANDA
DIAN NUSANTARA 2011
a. Kebiasaan cuci tangan dan mandi
No Pertanyaan Jawaban Kode
1 Sebelum makan apakah adik
mencuci tangan?
1. Tidak
2. Kadang-kadang 3. ya
A1
2 Apakah sebelum makan adik
mencuci tangan dengan
3 Apakah setelah buang air besar adik mencuci tangan
b. Kebisaan kontak dengan tanah
No Pertanyaan Jawaban Kode
1 dimana tempat/lokasi adik biasa bermain?
1. Lapangan 2. Halaman rumah 3. Dalam rumah
B1
3 Setelah bermain apakah adik membersihkan kaki dan
4 Apakah setelah bermain di tanah adik mencuci kaki dan tangan dengan sabun?
1. Tidak
2. Kadang-kadang 3. ya
c. Penggunakan alas kaki
No Pertanyaan Jawaban Kode
1 Apakah adik menggunakan
alas kaki (sandal, sepatu)
2 Pada waktu istirahat sekolah apakah adik
1 Apakah seminggu sekali
adik memotong kuku?
3 Lihat keadaan kuku anak
(observasi)
1 Apakah adik pernah minum
Lampiran 2. Hasil Observasi
Data hasil observasi digunakan untuk mengetahui perilaku anak apakah sesuai dengan jawaban kuesioner, dan hasil dari observasi ditemukan:
NO Variabel Nilai
- Mayoritas responden tidak
mencuci tangannya dengan sabun
- Mayoritas responden sering
bermain di lapangan seperti
- Mayoritas anak selalu
mengunakan alas kaki ketika mereka keluar dari rumah, tetapi ketika bermain di lapangan
- Mayoritas responden memiliki
kuku yang pendek tetapi kurang
bersih, dan beberapa anak
Lampiran 3.
Lampiran 4. Gambar lokasi penelitian
Kampung Pemulung, Ciputat Yayasan Nanda Dian Nusantara
Lampiran 5. Gambar hasil penelitian
Larva Strongyloides stercoralis
Telur Cacing tambang