LAMPIRAN 1
LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN
Selamat Pagi/Siang,
Perkenalkan adik-adik , nama saya Maria Ulfah. Saya adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi USU dan saat ini saya sedang menjalani penelitian di Departemen Ortodonsia Fakultas Kedokteran Gigi USU. Saya sedang melakukan penelitian dengan judul “DISTRIBUSI MALOKLUSI PADA SISWA SMAN 4 MEDAN TAHUN 2016”.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui distribusi maloklusi pada siswa SMAN 4 Medan tahun 2016. Manfaat penelitian ini adalah memberikan bahan informasi kepada pihak sekolah dan Departemen Ortodonsia mengenai distribusi maloklusi pada siswa SMAN 4 sehingga bisa membantu usaha promotif dan korektif pada kasus maloklusi.
Penelitian ini dilakukan oleh saya sendiri. Saya akan memberikan lembar kuisioner yang berisi beberapa pertanyaan untuk diisi oleh adik-adik. Pemeriksaan dilakukan dengan mengambil foto intra oral dengan tujuan untuk melihat keadaan gigi geligi dalam keadaan oklusi dan kelainan-kelainan gigi-geligi yang ada pada adik-adik.
Jika adik-adik setuju, maka saya akan meminta kesediaannya untuk menjadi subjek penelitian dengan memberikan lembar persetujuan subjek penelitian untuk ditandatangani. Perlu diketahui bahwa surat kesediaan tidak mengikat dan adik-adik dapat mengundurkan diri dari penelitian ini kapan saja selama penelitian ini berlangsung.
LAMPIRAN 2 Nomor :
Tanggal : ………
“
DISTRIBUSI MALOKLUSI PADA SISWA SMAN 4 MEDAN
TAHUN 2016”
KUISIONER
I. Data Responden
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin : L/P
Kelas :
Alamat :
Telp. / HP :
II. Data Penelitian
Lingkarilah salah satu jawaban dari pilihan yang ada!
1. Apakah Anda sedang menggunakan pesawat ortodonti cekat/behel? a. Ya
b. Tidak
2. Apakah Anda pernah menggunakan pesawat ortodonti cekat/behel? a. Ya
b. Tidak
3. Apakah gigi permanen Anda pernah dicabut? a. Ya
b. Tidak
4. Apakah Anda pernah mengalami trauma/benturan keras di daerah wajah? a. Ya
LAMPIRAN 3
LEMBAR PERSETUJUAN SUBJEK PENELITIAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : ...
Umur : ...
Jenis Kelamin : Laki-laki/Perempuan*)
Alamat : ...
No. Telepon/ Hp : ...
Setelah mendapat penjelasan mengenai penelitian dan paham akan apa yang akan dilakukan pada penelitian yang berjudul:
“DISTRIBUSI MALOKLUSI PADA SISWA SMAN 4 MEDAN TAHUN 2016”.
Maka dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan saya bersedia berpartisipasi dalam penelitian tersebut diatas.
Medan,
Mahasiswa Peneliti Subjek Penelitian
(Maria Ulfah) ( )
LAMPIRAN 4
No. ………… LEMBAR ISIAN HASIL PEMERIKSAAN SUBJEK PENELITIAN
Nama : Umur : Jenis Kelamin : L/P Kelas : Alamat : Telp. / HP : Pemeriksa :
PEMERIKSAAN MALOKLUSI KLAS I / II/ III
No. Maloklusi Hasil Pemeriksaan
Anterior Posterior
1. Crowding
2. Spacing
3. Crossbite anterior 4. Crossbite posterior 5. Deep bite
6. Open bite
LAMPIRAN 5
LAMPIRAN 6
HASIL PERHITUNGAN STATISTIK DISTRIBUSI MALOKLUSI PADA SISWA SMAN 4 MEDAN
Frequency Table
Jenis Kelamin
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Laki-laki 48 48.0 48.0 48.0
Perempuan 52 52.0 52.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Klasifikasi Maloklusi
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Klas I 62 62.0 62.0 62.0
Klas II 1 1.0 1.0 63.0
Klas III 37 37.0 37.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Crowding Anterior
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Ya 76 76.0 76.0 76.0
Tidak 24 24.0 24.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Crowding Posterior
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Ya 45 45.0 45.0 45.0
Tidak 55 55.0 55.0 100.0
Spacing Anterior
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Ya 15 15.0 15.0 15.0
Tidak 85 85.0 85.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Spacing Posterior
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Ya 1 1.0 1.0 1.0
Tidak 99 99.0 99.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Crossbite Anterior
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Ya 9 9.0 9.0 9.0
Tidak 91 91.0 91.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Crossbite Posterior
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Ya 1 1.0 1.0 1.0
Tidak 99 99.0 99.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Deep Bite
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Ya 8 8.0 8.0 8.0
Tidak 92 92.0 92.0 100.0
Open Bite
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Ya 3 3.0 3.0 3.0
Tidak 97 97.0 97.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Protrusi
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Ya 2 2.0 2.0 2.0
Tidak 98 98.0 98.0 100.0
Total 100 100.0 100.0
Crosstabs
Jenis Kelamin * Klasifikasi Maloklusi Crosstabulation
Count
Jenis Kelamin * Crowding Anterior Crosstabulation
Jenis Kelamin * Crowding Posterior Crosstabulation
Count
Crowding Posterior
Total
Ya Tidak
Jenis Kelamin Laki-laki 24 24 48
Perempuan 21 31 52
Total 45 55 100
Jenis Kelamin * Spacing Anterior Crosstabulation
Count
Spacing Anterior
Total
Ya Tidak
Jenis Kelamin Laki-laki 10 38 48
Perempuan 5 47 52
Total 15 85 100
Jenis Kelamin * Spacing Posterior Crosstabulation
Count
Spacing Posterior
Total
Ya Tidak
Jenis Kelamin Laki-laki 0 48 48
Perempuan 1 51 52
Jenis Kelamin * Crossbite Anterior Crosstabulation
Count
Crossbite Anterior
Total
Ya Tidak
Jenis Kelamin Laki-laki 6 42 48
Perempuan 3 49 52
Total 9 91 100
Jenis Kelamin * Crossbite Posterior Crosstabulation
Count
Crossbite Posterior
Total
Ya Tidak
Jenis Kelamin Laki-laki 0 48 48
Perempuan 1 51 52
Total 1 99 100
Jenis Kelamin * Deep Bite Crosstabulation
Count
Deep Bite
Total
Ya Tidak
Jenis Kelamin Laki-laki 6 42 48
Perempuan 2 50 52
Jenis Kelamin * Open Bite Crosstabulation
Count
Open Bite
Total
Ya Tidak
Jenis Kelamin Laki-laki 2 46 48
Perempuan 1 51 52
Total 3 97 100
Jenis Kelamin * Protrusi Crosstabulation
Count
Protrusi
Total
Ya Tidak
Jenis Kelamin Laki-laki 2 46 48
Perempuan 0 52 52
DAFTAR PUSTAKA
1. Laguhi VA, Anindita PS, Gunawan PN. Gambaran maloklusi dengan menggunakan HMAR pada pasien di rumah sakit gigi dan mulut Universitas Sam Ratulangi Manado. Jurnal e-GiGi 2014; 2(2): 1-7.
2. Dewi O. Analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja SMU kota Medan tahun 2007. Tesis. Medan: Program Studi Magister Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Konsentrasi Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi pada Sekolah Pasca Sarjana USU, 2008: 3,14-9. 3. Sari NPKM, Mariati NW, Wowor VNS. Gambaran perawatan gigi tiruan di
rumah sakit gigi dan mulut prodi pendidikan dokter gigi Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado tahun 2013-2014. Jurnal e-GiGi 2015; 3(2): 331.
4. Loblobly M, Anindita PS, Leman MA. Gambaran maloklusi berdasarkan indeks handicapping malocclusion assessment record (HMAR) pada siswa SMAN 9 Manado. Jurnal e-GiGi 2015; 3(2):626.
5. Adhani R, Kusuma RH, Widodo, Rianta S. Perbedaan indeks karies antara maloklusi ringan dan berat pada remaja di pondok pesantren Darul Hijrah Martapura. Dentino (Jurnal Kedokteran Gigi) 2014; 2(1): 13-7.
6. Fajri L, Sutjiati R. Kebutuhan perawatan ortodonsi siswa sekolah dasar Sumbersasi V kecamatan Sumbersasi Kabupaten Jember dengan menggunakan indeks HMAR. Jurnal Kedokteran Gigi Unej 2013; 10(1): 47-50.
7. Al-Jundi A, Riba H. Pattern of malocclusion in a sample of orthodontic patients from a hospital in the kingdom of Saudi Arabia. Savant J. Med. Med. Sci 2015; 1: 014-021.
9. Rahardjo P. Ortodonti Dasar. Surabaya: Airlangga University Press, 2009: 46-56,66,70-9.
10.Sandeep G, Sonia G. Pattern of dental malocclusion in orthodontic patients in Rwanda: a retrospective hospital based study. Rwanda Medical Journal 2012; 69(4): 13-5.
11.Bittencourt MAV, Machado AW. An overview of the prevalence of malocclusion in 6 to 10 year old children in Brazil. Dental Press J Orthod 2010; 15 (6): 113-22.
12.Kumar DA, Varghese RK, Chatuverdi SS. Prevalenceof malocclusion among children and adolescents residing in orphanages of Bilaspur, Chattishgarh,
India. J Adv Oral Research 2012; 3(3): 21-8.
13.Singh G. Textbook of Orthodontics. 2nd ed. India: Jaypee, 2007: 163-8,175,177.
14.Bhalajhi SI. Orthodontics the art and science. 4th ed. New Delhi: Arya (MEDI), 2009: 63-96.
15.Wagiran DIL, Kaunang WPJ, Wowor VNS. Kualitas hidup remaja SMAN 6 Manado yang mengalami maloklusi. Jurnal Kedokteran Komunitas dan Tropik 2014; 2(2): 85-9.
16.Garbin AJI, Perin PCP, Garbin CAS, Lolli LF. Malocclussion prevalence and comparison between the Angle classification and the Dental Aesthetic Index
in scholars in the interior of Sao Paulo state-Brazil. Dental Press J Orthod 2010; 15(4):94-102.
17.Aslam K, Nadim R, Rizwan S. Prevalence of angles malocclusion according to age groupings and gender. Pakistan Oral & Dental Journal 2014; 34(2): 362-5.
19.Rumampuk MAV, Anindita PS, Mintjelungan C. Kebutuhan perawatan ortodonsi berdasarkan index of orthodontic treatment need pada siswa kelas II di SMPN Bitung. Jurnal eG 2014; 2(2): 1-6.
20.Pilthon MM, dos Santos CR, de Lima Santos N, Aguiar Sales Lima SO, da Silva Coqueiro R, dos Santos RL. Impact of Malocclusion on Affective/Romantic Relationships among Young Adults. Angle Orthodontist 2015; 1-6.
21.Trivedi K, Shyagali TR, Doshi J., Rajpara Y. Reliability of aesthetic component of IOTN in the assessment of subjective orthodontic treatment
need. Journal of Advanced Dental Research January 2011; II:59-65.
22.Harris EF. Sex differences in esthetic treatment needs in American black and white adolescent orthodontic patients. Angle Orthodontist 2011; 81: 743-9. 23.Waddington C, Sambo C. Financing health care for adolescents: a necessary
part of universal health coverage. Bull World Health Organ 2015; 93: 57-9 24.Kementerian Kesehatan RI. Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan
RI. Jakarta Selatan 2015: 1-7.
25.Baral P. Prevalence of malocclusion in permanent dentition in Aryan and Mongoloid race of Nepal – A comparative study. POJ 2013; 5 (2): 57-9.
26.Proffit WR, Fields HW, Sarver DM. Contemporary Orthodontics. 5th ed. Canada: Mosby Elsevier, 2013:5-10.
27.Abu Bakar. Buku Kedokteran Gigi Klinis. 5th ed. Yogyakarta: Quantum Sinergis Media, 2014: 124-125.
28.Bishara SE. Textbook of Orthodontics. United States of America: WB Saunders, 2001: 103, 171, 176-8.
29.Alatrach AB, Saleh FK, Osman E. The prevalence of malocclusion and orthodontic treatment need in a Syrian children. European Scientific Journal
2014; 10(30): 231.
30.Kantola KG. Reliability of reproducing intercuspal position by hand articulating on dental casts without using an occlusal index. Tesis. Norwegia:
31.Durgesh BH, Prakash P, Ramakrishnaiah R, Phulari BS, Al Kheraif AA.
Malocclusion Pattern (Angle’s) in Mauritian Orthodontic Patients.
International Scholarly Research Network Dentistry 2012; 1-3.
32.Piya A, Shrestha VB, Acharya J, Khanal S, Bhattarai P. Pattern of distribution of malocclusion among patients seeking orthodontic treatment at
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian
Jenis rancangan penelitian ini adalah penelitian deskriptif yaitu untuk mendeskripsikan atau menggambarkan tentang distribusi maloklusi siswa SMAN 4 di Kota Medan.
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMAN 4 Medan pada bulan September 2015 – Maret 2016.
3.3 Populasi Penelitian
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh siswa SMAN 4 Medan.
3.4 Sampel Penelitian
Sampel penelitian adalah subjek yang diambil dari populasi yang memenuhi kriteria inklusi penelitian dengan menggunakan teknik simple random sampling.
Besar sampel ditentukan dengan rumus penaksiran proporsi populasi dengan ketelitian absolut (absolute precision):
�=��
P : proporsi pada populasi penelitian sebelumnya (hasil penelitian Dewi O tahun 2007 menyatakan bahwa prevalensi maloklusi pada remaja di Kota Medan sebesar 60.5%)
�=(1,96)
2. (0,605). (0,395)
(0,01)2
�= 91,8
Maka, sampel yang diambil peneliti digenapkan menjadi 100 sampel.
3.4.1 Kriteria Inklusi
1. Usia 14 – 18 tahun.
2. Semua gigi permanen telah erupsi kecuali gigi M3. 3. Tidak mengalami kelainan deformitas kraniofasial.
4. Tidak pernah atau tidak sedang dalam perawatan ortodonti. 5. Tidak pernah mengalami trauma di daerah wajah.
3.4.2 Kriteria Eksklusi
1. Ada gigi permanen yang telah dicabut dan kelainan bentuk serta jumlah gigi.
2. Tidak berpartisipasi dalam penelitian.
3.5 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
1. Siswa SMAN 4 Medan adalah siswa yang masih aktif terdaftar di sekolah SMAN 4 Medan pada saat penelitian berlangsung.
2. Usia adalah usia kronologis berdasarkan tanggal lahir.
3. Jenis Kelamin adalah ciri-ciri fisik perbedaan laki-laki dan perempuan yang dilihat dari kartu siswa.
4. Maloklusi Klas I adalah maloklusi menurut klasifikasi Angle berdasarkan relasi molar satu permanen dimana cusp mesiobukal molar satu permanen rahang atas beroklusi pada bukal groove molar satu permanen rahang bawah.
5. Maloklusi Klas II adalah maloklusi menurut klasifikasi Angle dimana
groove mesiobukal molar satu permanen rahang bawah atau sebaliknya groove bukal molar satu permanen rahang bawah beroklusi lebih ke distal terhadap cusp
mesiobukal molar satu permanen rahang atas.
6. Maloklusi Klas III adalah maloklusi menurut klasifikasi Angle dimana
cusp mesiobukal molar satu permanen rahang atas beroklusi lebih ke distal terhadap
groove mesiobukal molar satu permanen rahang bawah atau sebaliknya ketika bagian
groove bukal molar satu permanen rahang bawah beroklusi lebih ke mesial terhadap
cusp mesiobukal molar satu permanen rahang atas.
7. Crowding adalah keadaan gigi berjejal yang dilihat secara visual dengan adanya gigi yang tidak pada susunan yang seharusnya (malalignment) ataupun adanya gigi yang tumpang tindih dengan gigi lain.
8.Spacing adalah keadaan gigi bercelah yang dilihat secara visual adanya celah antara satu gigi dengan gigi lain akibat adanya gigi dengan morfologi yang abnormal.
9.Crossbite anterior adalah keadaan dimana gigi anterior atas terdapat sebelah palatal dari gigi anterior bawah baik yang melibatkan satu gigi maupun lebih.
10.Crossbite posterior adalah keadaan dimana gigi posterior atas terdapat sebelah palatal dari gigi posterior bawah baik yang melibatkan satu gigi atau lebih dan unilateral maupun bilateral.
11.Deep bite adalah keadaan dimana jarak overbite lebih dari normal (lebih dari 4 mm) yang dilihat secara visual.
12.Open bite adalah keadaan dimana tidak terdapat jarak vertikal antara gigi pada rahang atas dan bawah ataupun tepi insisal insisivus atas tidak berkontak dengan tepi insisal insisivus rahang bawah.
13.Protrusi adalah keadaan overjet yang melebihi dari normal (jarak overjet
normal 3mm) yang dilihat secara visual.
3.6 Alat dan Bahan Penelitian
b. Pulpen. c. Pensil. d. Penghapus.
e. Kamera digital merek SONY. f. Check retractor.
g.Kaca intraoral. h. Lampu senter.
Sedangkan bahan yang digunakan selama penelitian ini adalah (Gambar 13): a. Sarung tangan.
b. Masker.
Gambar 12. Alat penelitian. (A) Tiga serangkai, (B) Pulpen, (C) Pensil, (D) Penghapus, (E) Kamera, (F) Check retractor,
(G) Kaca intraoral dan (H) Lampu senter.
A B
C D
E
Gambar 13. Bahan penelitian. (A) Sarung tangan, (B) Masker
3.7 Metode Pengumpulan Data
1. Pengumpulan data dilakukan di SMAN 4 Medan setelah mendapat izin penelitian dari fakultas, Dinas Pendidikan Kota Medan dan pihak sekolah. 2. Penyebaran kuisioner kepada responden.
3. Pemilihan sampel penelitian diambil secara acak disesuaikan dengan kriteria inklusi dan kriteria eksklusi.
4. Sampel yang terpilih diberikan lembar penjelasan penelitian dan diminta untuk mengisi lembar persetujuan subjek penelitian.
5. Dilakukan pemeriksaan klinis rongga mulut sampel untuk melihat keadaan gigi-geliginya.
6. Hasil pemeriksaan tersebut dimasukkan ke dalam lembar isian.
7. Hasil pengumpulan data dimasukkan kedalam tabel di komputer untuk dianalisis.
8. Analisis data dilakukan untuk melihat distribusi maloklusi pada siswa dan siswi tersebut.
3.8Pengolahan data
Data yang diperoleh dianalisis, diklasifikasikan, diinterpretasikan setiap variabel pengukuran dan dianalisis dengan komputerisasi.
A B
3.9 Etika Penelitian
Etika penelitian ini mencakup:
1. Lembar pesetujuan (informed consent).
Peneliti memberikan lembar penjelasan yang berisi penelitian serta manfaatnya dan lembar persetujuan kepada subjek penelitian.
2. Ethical clearance.
BAB 4
HASIL PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di SMAN 4 Medan dengan tujuan untuk mengetahui distribusi maloklusi pada siswa SMAN 4 Medan. Penelitian ini menggunakan kuisioner yang diberikan kepada responden kemudian dari kuisioner tersebut didapat subjek penelitian yang berjumlah 100 orang, terdiri dari 48 orang laki-laki dan 52 orang perempuan. Subjek penelitian ini disesuaikan dengan sampel yang diperlukan dalam penelitian ini dan diambil dengan menggunakan teknik simple random sampling.
Berdasarkan hasil pencatatan dan pengamatan pada subjek penelitian, dilakukan uji statistik deskriptif untuk mengetahui distribusi maloklusi pada siswa SMAN 4 Medan dalam bentuk frekuensi dan persentase (Tabel 1).
Tabel 1. Distribusi maloklusi berdasarkan klasifikasi Angle pada siswa SMAN 4 Medan
persentase hubungan molar Klas III 37% (37 orang) dengan persentase pada laki-laki 45,8% (22 orang) dan perempuan 28,8% (15 orang).
Penelitian ini bukan hanya melihat distribusi maloklusi berdasarkan klasifikasi Angle saja, tetapi juga melihat distribusi maloklusi berdasarkan bentuk-bentuk umum seperti crowding, spacing, crossbite, deep bite, open bite dan protrusi. Distribusi maloklusi berdasarkan bentuk-bentuk umum pada siswa SMAN 4 Medan dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Distribusi maloklusi berdasarkan bentuk-bentuk umum pada siswa SMAN 4 Medan
Tabel 2 memperlihatkan bahwa dari semua bentuk-bentuk umum maloklusi yang diteliti, crowding memiliki total persentase paling tinggi terutama pada
(45 orang) yaitu pada laki-laki 50% (24 orang) dan perempuan 40,3% (21 orang). Selanjutnya total persentase tertinggi kedua yaitu spacing 16% (16 orang) yang terdiri dari spacing anterior 15% (15 orang) dan spacing posterior sebanyak 1% (1 orang). Persentase spacing anterior pada laki-laki sebanyak 20,8% (10 orang) dan perempuan 9,6% (5 orang) sedangkan untuk spacing posterior 1,9% (1 orang) pada perempuan.
Total persentase crossbite adalah 10% (10 orang) yang terdiri dari crossbite
anterior 9% (9 orang) dan crossbite posterior 1% (1 orang). Persentase crossbite
anterior yang ada pada laki-laki lebih tinggi dibanding perempuan, sedangkan untuk yang memiliki crossbite posterior adalah perempuan.
BAB 5
PEMBAHASAN
Hasil penelitian yang dilakukan di SMAN 4 Medan mengenai distribusi maloklusi berdasarkan klasifikasi Angle didapati bahwa hubungan molar Klas I adalah yang tertinggi, dengan persentase 62% (62 orang) kemudian hubungan molar Klas III 37% (37 orang) dan hubungan molar Klas II 1% (1 orang). Hal ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kashif yang memperoleh persentase maloklusi Klas I 62,6% (376 orang), maloklusi Klas II 27,1% (163 orang) dan maloklusi Klas III 10,1% (61 orang).17 Begitu juga dengan penelitian Sandeep dan Sonia yang dilakukan di Nigeria dengan jumlah sampel 243 orang. Hasilnya diperoleh bahwa maloklusi Klas I Angle 60,9% (148 orang), maloklusi Klas II Angle 28,8% (70 orang) dan maloklusi Klas III Angle 10,3% (25 orang).10 Hasil penelitian Baral tahun 2013 juga menunjukkan perbedaan, maloklusi Klas I pada ras Mongoloid 64%, maloklusi Klas II 20,4% dan maloklusi Klas III 15,6%.25 Siswa SMAN 4 Medan dalam penelitian ini paling banyak memiliki hubungan molar Klas I.17 Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Kashif yang menunjukkan lebih banyak diperoleh maloklusi Klas I.17 Penelitian Durgesh juga memperoleh bahwa orang Asia memiliki angka terbesar dalam penyebaran maloklusi Klas I 87,9%.31
Mongoloid 48,1%.25 Berbeda pula dengan hasil penelitian yang dilakukan Piya yang mendapati deep over bite dengan persentase tertinggi yaitu 56,49% sedangkan umtuk
crowding hanya 32,1%.32
Selanjutnya total persentase spacing 16% (16 orang). Spacing anterior lebih banyak dibanding spacing posterior. Laki-laki lebih banyak diperoleh spacing
daripada perempuan. Hasil penelitian Baral diperoleh spacing pada ras Mongoloid 8,7%.25 Sedangkan hasil penelitian Sandeep dan Sonia total persentase spacing 9,9% (24 orang).10 Pada penelitian ini laki-laki lebih banyak diperoleh spacing daripada perempuan. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian yang diperoleh Sandeep dan Sonia bahwa untuk spacing lebih banyak pada perempuan dibanding laki-laki.10
Kemudian untuk bentuk-bentuk umum maloklusi yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah crossbite 10% (10 orang) yang terdiri atas crossbite anterior 9% (9 orang) dan crossbite posterior 1% (1 orang). Penelitian ini sesuai dengan penelitian Piya bahwa crossbite anterior lebih banyak dijumpai dibanding crossbite posterior. Persentase crossbite anterior dari penelitian Piya adalah 20,61% dan crossbite
posterior sebanyak 1,53%.32 Sedangkan persentase crossbite anterior dan posterior pada ras Mongoloid berdasarkan hasil penelitian Baral yaitu 17,8%.25
Dari 100 orang sampel yang diteliti di SMAN 4 Medan, diperoleh deep bite
8% (8 orang), open bite 3% (3 orang) dan protrusi 2% (2 orang). Penelitian Sandeep dan Sonia menunjukkan hal yang berbeda. Total persentase protrusi 44,4%, deep bite
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian distribusi maloklusi pada siswa SMAN 4 Medan dapat disimpulkan bahwa:
1. Hubungan molar dengan persentase tertinggi adalah hubungan molar Klas I Angle yaitu 62% (62 orang).
2. Hubungan molar Klas III Angle dengan persentase 37% (37 orang) adalah hubungan molar dengan persentase tertinggi kedua.
3. Hubungan molar yang paling rendah persentasenya adalah hubungan molar Klas II Angle yaitu 1% (1 orang).
4. Distribusi maloklusi berdasarkan bentuk-bentuk umum yang paling tinggi total persentasenya adalah crowding anterior 76% (76 orang) yang lebih banyak dijumpai pada perempuan 71,1% (37 orang). Total persentase spacing
16% (16 orang) yang lebih banyak dijumpai spacing anterior pada laki-laki 20,8% (10 orang). Sedangkan persentase crossbite 10% (10 orang) lebih banyak dijumpai crossbite anterior pada laki-laki 12,5% (6 orang). Persentase
deep bite 8% (8 orang) lebih banyak dijumpai pada laki-laki 12,5% (6 orang).
Open bite 3% (3 orang) yang lebih banyak dijumpai pada laki-laki 4,2% (2 orang) dan persentase protrusi 2% (2 orang) yang hanya dijumpai pada laki-laki.
Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut menggunakan subjek penelitian yang lebih banyak untuk mendapatkan validitas yang lebih tinggi.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Maloklusi
Maloklusi sebenarnya bukan suatu penyakit tetapi bila tidak dirawat dapat menimbulkan gangguan pada fungsi pengunyahan, penelanan, bicara, dan keserasian wajah yang berakibat pada gangguan fisik maupun mental.1,4,5 Maloklusi adalah penyimpangan letak gigi dan atau malrelasi antara rahang atas dan rahang bawah.7,9 Maloklusi memiliki dampak yang besar terhadap individu dan lingkungan sosial dalam hal kenyamanan, kualitas hidup, keterbatasan sosial dan fungsi.12
2.1.1 Klasifikasi
Klasifikasi ini dibagi berdasarkan persamaan yang dimiliki berbagai macam maloklusi sehingga bisa digabungkan kedalam satu kelompok.13 Klasifikasi maloklusi ini memiliki beberapa keuntungan, diantaranya:14
a. Membantu dalam hal diagnosis dan rencana perawatan yang tepat.
b. Membantu dalam visualisasi dan pengertian masalah yang berhubungan dengan maloklusi.
c. Membantu dalam mengkomunikasikan masalah. d. Mudah membandingkan berbagai macam maloklusi.
Berbagai macam klasifikasi maloklusi diperoleh dari banyak penelti berdasarkan penelitian yang dilakukan dan penemuan yang relevan.13 Secara terminologi, maloklusi dibagi kedalam 3 macam, yaitu:13,14
a. Maloklusi intra-lengkung atau malposisi individual gigi yang satu dengan gigi yang lain dalam lengkung yang sama.
b. Maloklusi inter-lengkung malrelasi sekelompok gigi antara satu lengkung dengan lengkung lainnya.
Pada tahun 1899, Edward Angle (cit. Singh) mengklasifikasikan maloklusi berdasarkan mesio-distal gigi, lengkung gigi dan rahang. Menurut Angle, molar satu permanen adalah kunci oklusi sehingga molar atas dan molar bawah memiliki relasi yang mana cusp mesiobukal molar atas kontak dengan groove bukal molar bawah.13,14,26 Angle membagi kedalam tiga kategori, yaitu:
1. Maloklusi Klas I
Rahang bawah terletak pada relasi mesiodistal yang normal terhadap rahang atas. Posisi cusp mesiobukal molar satu rahang atas beroklusi dengan groove bukal molar satu permanen rahang bawah dan cusp mesiolingual molar satu permanen rahang atas beroklusi dengan fossa oklusal molar satu permanen rahang bawah ketika rahang dalam posisi istirahat dan gigi dalam keadaan oklusi sentrik (Gambar 1).10,13,14,27-29 Maloklusi Klas I menggambarkan hubungan skeletal yang normal dan fungsi otot yang normal.14 Walaupun maloklusi Klas I Angle memiliki hubungan molar yang normal tetapi garis oklusinya kurang tepat dikarenakan malposisi gigi, rotasi gigi, proklinasi, gigitan terbuka anterior, crowding, spacing dan lain sebagainya.8,9,14,26,28,29
Gambar 1. Maloklusi Klas I Angle26
2. Maloklusi Klas II
Cusp mesiobukal molar satu permanen rahang atas beroklusi lebih ke mesial dari
groove mesiobukal molar satu permanen rahang bawah atau sebaliknya groove bukal molar satu permanen rahang bawah beroklusi lebih ke distal terhadap cusp
Gambar 2. Maloklusi Klas IIAngle26
Angle membagi maloklusi Klas II menjadi dua divisi berdasarkan sudut labiolingual gigi insisivus rahang atas. Pembagiannya yaitu sebagai berikut:10,13,14,27-29
a. Klas II divisi 1
Hubungan molar Klas II tetapi gigi insisivus rahang atas labioversi.10,13,27 Maloklusi ini memiliki karakteristik proklinasi insisivus rahang atas yang proklinasi sehingga memperbesar overjet (Gambar 3).27,29 Pada maloklusi ini juga menunjukkan adanya aktivitas otot yang abnormal.9,14,28 Bibir atas biasanya hipotonik, pendek dan inkompeten dan bibir bawah berkontak dengan bagian palatal gigi rahang atas merupakan salah satu gambaran Klas II divisi 1 yang disebut sebagai “lip trap”.9,14
Gambar 3. Maloklusi Klas II divisi 1 Angle13
b. Klas II divisi 2
daripada normal (high lip line), bibir bawah menutupi insisivus atas lebih dari setengah insisivus atas.9
Gambar 4. Maloklusi Klas II divisi 2 Angle13
3. Maloklusi Klas III
Cusp mesiobukal molar satu permanen rahang atas beroklusi lebih ke distal terhadap groove mesiobukal molar satu permanen rahang bawah atau sebaliknya
groove bukal molar satu permanen rahang bawah beroklusi lebih ke mesial terhadap
cusp mesiobukal molar satu permanen rahang atas (Gambar 5).10,13,26,28,30 Selain itu, jika molar satu permanen rahang bawah memiliki posisi lebih ke anterior daripada molar satu permanen rahang atas juga disebut sebagai maloklusi Klas III.29 Maloklusi ini dapat disebabkan adanya maksila yang kecil dan sempit sedangkan mandibula dalam batas normal.9
Maloklusi Klas III dapat diklasifikasikan dalam true Class III dan pseudo Class III13 a. True Class III
Maloklusi Klas III skeletal yang berasal dari genetik dapat terjadi akibat beberapa hal berikut:14
1. Ukuran mandibula yang berlebih.
2. Maksila yang lebih kecil dari ukuran normal. 3. Kombinasi penyebab-penyebab di atas.
Insisivus rahang bawah memiliki inklinasi lebih ke lingual. Pasien dengan maloklusi ini dapat menunjukkan overjet normal, relasi insisivus edge to edge
ataupun crossbite anterior.14 b. Pseudo Class III
Maloklusi ini dihasilkan dari pergerakan ke depan mandibula ketika penutupan rahang sehingga disebut juga maloklusi Klas III ‘postural’ atau ‘habitual’.14 Mandibula pada maloklusi ini bergerak pada anterior fossa glenoid akibat kontak prematur dari gigi.13 Maloklusi ini merupakan maloklusi Klas III tetapi dengan relasi skeletal Klas I dan bukan merupakan maloklusi Klas III sesungguhnya. Kelainan gigitan silang anterior yang ada merupakan kelainan dental.9
Pada tahun 1915, Dewey memodifikasi klasifikasi Angle. Dewey memodifikasi Klas I klasifikasi Angle ke dalam 5 tipe dan Klas III klasifikasi Angle kedalam 3 tipe. Modifikasinya adalah sebagai berikut:13,14,28
a. Modifikasi Klas I oleh Dewey
Tipe 1: Maloklusi Klas I dengan gigi anterior rahang atas berjejal (crowded). Tipe 2: Klas I dengan insisivus maksila yang protrusi (labioversi).
Tipe 3: Maloklusi Klas I dengan crossbite anterior. Tipe 4: Relasi molar Klas I dengan crossbite posterior.
b. Modifikasi Klas III oleh Dewey
Tipe 1: Ketika rahang atas dan bawah dilihat secara terpisah menunjukkan susunan yang normal, tetapi ketika rahang dioklusikan, pasien menunjukkan adanya gigitan edge to edge pada insisivus.
Tipe 2: Insisivus rahang bawah berjejal dan menunjukkan relasi lingual terhadap insisivus rahang atas.
Tipe 3: Insisivus rahang atas berjejal dan menunjukkan crossbite dengan anterior rahang bawah.
Pada 1933, Lischer melakukan modifikasi terhadap klasifikasi Angle dengan mengganti nama Klas I, II dan III Angle dengan neutro-oklusi, disto-oklusi dan mesio-oklusi. Selain itu, Lischer juga mengklasifikasikan maloklusi gigi individual.13,14
1. Neutro-oklusi : istilah sinonim maloklusi Klas I Angle 2. Disto-oklusi : istilah sinonim maloklusi Klas II Angle 3. Mesio-oklusi : istilah sinonim maloklusi Klas III Angle
Nomenklatur Lischer pada malposisi individual gigi adalah dengan akhiran ‘versi’ pada kata yang diindikasikan penyimpangan dari posisi normal.
1. Mesioversi : lebih ke mesial dari posisi normal 2. Distoversi : lebih ke distal dari posisi normal 3. Linguoversi : lebih ke lingual dari posisi normal 4. Labioversi : lebih ke labial dari posisi normal
5. Infraversi : lebih ke inferior atau menjauh dari garis oklusi 6. Supraversi : lebih ke superior atau melewati garis oklusi 7. Aksiversi : inklinasi aksial abnormal, tipping
8. Torsiversi : rotasi gigi pada aksis panjangnya
9. Transversi : perubahan pada urutan posisi atau transposisi dua gigi
2.1.2 Etiologi
etiologi maloklusi ini. Menurut Moyer banyak macam faktor yang bisa menyebabkan maloklusi, tetapi hal-hal dibawah ini adalah faktor-faktor yang sering terjadi pada sekelompok orang daripada individual, yaitu:13,14
1. Herediter.
Anak pasti memiliki materi gen yang sama dengan orang tuanya. Faktor herediter ini memiliki pengaruh terhadap sistem neuromuskular, tulang, gigi dan jaringan lunak.14 Pengaruh herediter dapat bermanifestasi dalam dua hal, yaitu:9
a. Disproporsi ukuran gigi dan ukuran rahang yang menghasilkan maloklusi berupa gigi berdesakan atau maloklusi berupa diastema multiple meskipun yang terakhir ini jarang dijumpai.
b. Disproporsi ukuran, posisi dan bentuk rahang atas dan rahang bawah yang menghasilkan relasi rahang yang tidak harmonis.
2. Gangguan pada masa perkembangan yang tidak diketahui penyebabnya. 3. Trauma (prenatal trauma dan postnatal trauma).
4. Agen fisis (ekstraksi dini pada gigi desidui dan sumber makanan).13,14 Gigi desidui yang tanggal prematur dapat berdampak pada susunan gigi permanen. Semakin muda umur pasien pada saat terjadi tanggal prematur gigi desidui semakin besar akibatnya pada gigi permanen.9
5. Kebiasaan buruk. Banyak kebiasaan buruk yang bisa mempengaruhi, diantaranya adalah menghisap ibu jari, menjulurkan lidah, menghisap atau mengigit bibir, mengigit-gigit kuku, dan lain sebagainya.13,14 Suatu kebiasaan buruk yang berdurasi sedikitnya 6 jam sehari, berfrekuensi cukup tinggi dengan intensitas yang cukup dapat menyebabkan maloklusi. Durasi atau lama kebiasaan buruk berlangsung merupakan faktor yang paling berpengaruh dalam menyebabkan maloklusi.9
6. Penyakit (penyakit sistemik, kelainan hormon endokrin ataupun penyakit lokal lainnya, misalnya: tumor, periodontitis, gingivitis, karies).
7. Malnutrisi.
2.1.3 Prevalensi
Penelitian tentang prevalensi maloklusi memiliki hasil yang sangat beragam. Hal ini juga disebabkan karena perbedaan sampel, tahun dan negara dilaksanakannya penelitian. Oktavia dalam penelitiannya mengatakan bahwa prevalensi maloklusi pada remaja SMA di Kota Medan tahun 2007 sebesar 60,5%.2 Hasil penelitian Baral tahun 2013 menunjukkan 61,3% ras Arya dan 64% ras Mongoloid memiliki maloklusi Klas I. Untuk maloklusi Klas II divisi 1 yaitu 25,2% pada ras Arya dan 17,9% pada ras Mongoloid sedangkan maloklusi Klas II divisi 2 memiliki prevalensi yang lebih rendah yaitu 5,3% pada ras Arya dan 2,5% pada ras Mongoloid. Maloklusi Klas III terdapat pada 8,2% ras Arya dan 15,6% ras Mongoloid.25 Durgesh melakukan penelitian terhadap pasien yang memakai pesawat ortodonti di Mauritian tahun 2012 melaporkan maloklusi pada perempuan 65,7% dan laki-laki 34,3%. Laki-laki dan perempuan Asia memiliki angka terbesar dalam penyebaran maloklusi Klas I yaitu 87,9%. Untuk penyebaran maloklusi Klas I dan II lebih banyak pada usia 11-15 tahun sedangkan untuk Klas III lebih banyak pada usia 16-20 tahun.31
2.1.4 Bentuk Umum Maloklusi
2.1.4.1 Crowding
Crowding atau gigi berjejal dapat didefinisikan sebagai ketidakseimbangan antara ukuran gigi dan panjang lengkung (Gambar 6).10,14
Etiologi terjadinya crowding diantaranya adalah:14
a. Diskrepansi panjang lengkung dan ukuran gigi akibat kurang panjangnya lengkung atau ukuran gigi yang berlebih.
b. Adanya gigi supernumerary sehingga susunan gigi menjadi berjejal.
c. Retensi gigi desidui yang berkepanjangan menyebabkan erupsi gigi pengganti tidak di tempat yang seharusnya.
d. Abnormalitas ukuran dan bentuk gigi.
Gambar 6. Crowding26
2.1.4.2 Spacing
Spacing atau sering disebut diastema adalah celah atau ruangan yang terdapat antara gigi geligi yang dapat terjadi pada gigi geligi atas dan bawah (Gambar 7).10,26
Beberapa etiologi dari spacing adalah sebagai berikut:14
a. Spacing yang terjadi secara umum (generalized spacing) biasanya terjadi karena ketidakseimbangan panjang lengkung dan ukuran gigi. Kondisi oligodonsia dan mikrodonsia dapat menyebabkan spacing.
b. Morfologi gigi yang tidak normal, seperti gigi insisivus lateral yang peg shaped.
c. Kebiasaan buruk seperti menghisap ibu jari (thumb-sucking) dan tongue thrusting dapat menyebabkan spacing pada regio anterior.
d. Ukuran lidah yang tidak normal yaitu makroglosia dapat menunjang terjadinya spacing.
e. Gigi supernumerary yang tidak erupsi ataupun adanya patologi seperti lesi kistik diantara gigi.
Gambar 7. Spacing28
2.1.4.3 Crossbite
Graber mendefinisikan crossbite sebagai suatu kondisi dimana satu atau lebih gigi berada pada posisi abnormal yaitu lebih ke bukal atau palatal maupun labial dari gigi antagonisnya. Istilah ini juga digunakan pada overjet terbalik pada satu atau lebih gigi anterior.14
Berdasarkan lokasinya, crossbite dibagi atas anterior crossbite dan posterior
crossbite. Anterior crossbite adalah keadaan gigi insisivus atas terdapat sebelah palatal gigi insisivus bawah (Gambar 8A)13,26 sedangkan posterior crossbite adalah relasi transversal abnormal antara gigi posterior atas dan bawah dengan keadaan gigi posterior atas terletak sebelah palatal dari gigi posterior bawah (Gambar 8B).14
Gambar 8. A. Anterior crossbite, B. Posterior crossbite13
2.1.4.4 Deep bite
Deep bite adalah jarak vertikal yang berlebih dari normal antara tepi insisal insisivus sentralis atas ke tepi insisal insisivus sentralis bawah ketika rahang dalam
hubungan sentrik (Gambar 9).13,26 Dalam keadaan normal, insisal gigi insisivus bawah berkontak dengan permukaan palatal dan insisivus atas tepat pada singulum atau di atas singulum. Ukuran normal over bite adalah 1-2 mm.26
Gambar 9. Deep bite13
2.1.4.5 Open Bite
Open bite adalah tidak adanya jarak overlap vertikal antara gigi pada rahang atas dan bawah ketika rahang dalam hubungan sentrik (Gambar 10).13,26 Open bite
bisa terdapat pada bagian anterior atau posterior.10,13
Gambar 10. Open bite13
2.1.4.6 Protrusi
insisivus sentralis bawah.10,26 Dalam keadaan normal, insisivus sentralis atas terletak di depan insisivus sentralis bawah dengan jarak sekitar 2-3 mm. 26
2.2 Kerangka Teori
Maloklusi
Definisi Klasifikasi Bentuk umum
maloklusi
Angle Dewey Lischer
Klas II
Klas I Klas III
Divisi 1 Divisi 2
Etiologi
Prevalensi
Crowding
Spacing
Crossbite
Deep bite
Open bite
2.3 Kerangka Konsep
Siswa SMAN 4 Medan
1. Distribusi maloklusi berdasarkan Klas I Angle 2. Distribusi maloklusi
berdasarkan Klas II Angle 3. Distribusi maloklusi
berdasarkan Klas III Angle
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gigi dan mulut merupakan investasi bagi kesehatan sepanjang hidup dalam kehidupan manusia.1,2 Gigi berperan pada proses pengunyahan, berbicara dan penampilan atau estetika.1-3 Berbagai penyakit maupun kelainan gigi dan mulut dapat mempengaruhi berbagai fungsi rongga mulut.1-4 Salah satunya adalah kelainan susunan gigi atau disebut maloklusi.1,2,4
Maloklusi sebenarnya bukan suatu penyakit tetapi bila tidak dirawat dapat menimbulkan gangguan pada fungsi pengunyahan, penelanan, bicara dan keserasian wajah yang berakibat pada gangguan fisik maupun mental.1,4,5Maloklusi adalah suatu bentuk oklusi yang menyimpang dari bentuk standar yang diterima sebagai bentuk normal atau malrelasi lengkung rahang atas dan bawah yang tidak normal.1,2,4-9 Oklusi dikatakan normal jika susunan gigi dalam lengkung teratur dan baik serta terdapat hubungan yang harmonis antara gigi atas dan gigi bawah, hubungan seimbang antara gigi, tulang rahang terhadap tulang tengkorak dan otot sekitarnya yang dapat memberikan keseimbangan fungsional sehingga memberikan estetika yang baik.1,2,5,10 Penyimpangan tersebut berupa ciri-ciri maloklusi yang jumlah dan macamnya sangat bervariasi baik dari tiap individu maupun populasi, diantaranya adalah gigi berjejal (crowded), gingsul (caninus ectopic), gigi tonggos (disto oklusi),
gigi cakil (mesio oklusi), gigitan menyilang (crossbite),gigi jarang (diastema).2
Etiologi maloklusi menurut klasifikasi Moyer adalah herediter, trauma (prenatal trauma dan postnatal trauma), ekstraksi prematur gigi desidui, malnutrisi, kebiasaan buruk, penyakit sistemik, kelainan endokrin, dan penyakit lokal diantaranya adalah penyakit gingiva dan periodontal, karies, gangguan fungsi saluran pernafasan.13,14
Berdasarkan laporan dari hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Nasional tahun 2013, sebanyak 14 provinsi mengalami masalah gigi dan mulut yaitu 25,9%.1 Prevalensi maloklusi di Indonesia masih sangat tinggi sekitar 80% dari jumlah penduduk, dan merupakan salah satu masalah kesehatan gigi dan mulut yang cukup besar.1,15 Maloklusi berada di urutan ketiga setelah karies dan penyakit periodontal dalam kategori masalah kesehatan gigi dan mulut.2,5,10,11,16,17 Beberapa peneliti di bidang ortodonti mengatakan bahwa maloklusi pada remaja Indonesia usia sekolah menunjukkan angka yang tinggi. Prevalensi maloklusi pada remaja di Indonesia mulai tahun 1983 sebesar 90% dan pada tahun 2006 sebesar 89%.2 Di Kota Medan, prevalensi maloklusi pada 4 Sekolah Menengah Umum bahkan telah mencapai 83% (Marpaung, 2006).2
Remaja masa kini sering dijumpai maloklusi tetapi tidak dilakukan perawatan. Mereka tidak merasa mengalami maloklusi atau tidak tahu bahwa dirinya membutuhkan perawatan ortodonti. Beberapa remaja lain menjadi rendah diri karena penampilan yang kurang menarik atau kurang sempurna fungsi bicara sebagai akibat dari maloklusi. Tidak sedikit pula, remaja banyak melakukan perawatan ortodonti. Tujuan mereka diantaranya adalah memperbaiki susunan gigi-geligi, memperbaiki penampilan wajah, meningkatkan fungsi bicara dan banyak yang bertujuan untuk gaya.18
untuk mencari perawatan ortodonti sangat kompleks. Estetika, terutama susunan gigi anterior yang salah sering menjadi alasan utama untuk melakukan perawatan ortodonti dan memperbaiki susunan gigi-geligi adalah tujuan penting perawatan.21,22 Menurut WHO, usia yang dikatakan remaja ada pada usia 10-19 tahun.23,24 Sedangkan menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 25 tahun 2014, remaja adalah penduduk dalam rentang usia 10-18 tahun dan menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) rentang usia remaja adalah 10-24 tahun dan belum menikah. Jumlah kelompok usia 10-19 tahun di Indonesia menurut sensus penduduk 2010 sebanyak 43,5 juta atau sekitar 18% dari jumlah penduduk Indonesia. Di dunia, diperkirakan kelompok remaja berjumlah 1,2 milyar atau 18% dari jumlah penduduk dunia (WHO,2014).24
Beberapa penelitian tentang prevalensi maloklusi khususnya pada remaja sudah dilakukan di berbagai negara di dunia. Penelitian Oktavia melaporkan bahwa prevalensi maloklusi pada remaja SMA di Kota Medan tahun 2007 sebesar 60,5%.2 Artenio pada tahun 2010 melaporkan hasil penelitian prevalensi maloklusi Klas I, II dan III berdasarkan klasifikasi Angle pada anak usia 12 tahun di Brazil secara berturut-turut adalah 55,92%, 42,86% dan 1,22%.16 Penelitian Astuti mengenai prevalensi maloklusi pada siswa SMP di Kecamatan Malalayang tahun 2011 mendapatkan hasil sebesar 60,2%.1
Hasil penelitian Baral tahun 2013 menunjukkan 61,3% ras Arya dan 64% ras Mongoloid memiliki maloklusi Klas I. Untuk maloklusi Klas II divisi 1 yaitu 25,2% pada ras Arya dan 17,9% pada ras Mongoloid sedangkan maloklusi Klas II divisi 2 memiliki prevalensi yang lebih rendah yaitu 5,3% pada ras Arya dan 2,5% pada ras Mongoloid. Maloklusi Klas III terdapat pada 8,2% ras Arya dan 15,6% ras Mongoloid.25
bersifat acuh tak acuh atau kurang memperhatikan penampilan. Selain itu juga bisa disebabkan faktor orang tua.5
Tingginya angka maloklusi di Indonesia khususnya remaja membuat peneliti ingin melakukan penelitian tentang distribusi maloklusi tersebut. Maka dari itu, peneliti ingin melakukan penelitian di SMAN 4 Medan untuk mengetahui distribusi maloklusi tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
Bagaimanakah distribusi maloklusi pada siswa SMAN 4 di Kota Medan.
1.3Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
Untuk mengetahui distribusi maloklusi pada siswa SMAN 4 di Kota Medan.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
a. Hasil penelitian ini diharapkan sebagai sumbangan ilmu pengetahuan bagi ilmu kedokteran gigi khususnya dalam bidang Ortodonti.
b. Hasil penelitian ini diharapkan sebagai langkah awal untuk dikembangkan pada penelitian selanjutnya.
Abstrak Fakultas Kedokteran Gigi Departemen Ortodonsia Tahun 2016
Maria Ulfah
Distribusi Maloklusi pada Siswa SMAN 4 Medan Tahun 2016. x + 35 halaman
Maloklusi adalah suatu bentuk oklusi yang menyimpang dari bentuk normal atau malrelasi rahang atas dan rahang bawah. Maloklusi menempati urutan ketiga setelah karies dan penyakit periodontal untuk masalah kesehatan gigi dan mulut. Distribusi maloklusi cukup tinggi pada setiap populasi di seluruh belahan dunia maupun Indonesia, terutama pada remaja usia sekolah. Hal ini terbukti dari banyaknya penelitian yang sudah ada. Masa remaja adalah masa yang mementingkan daya tarik fisik dalam proses sosialisasi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui distribusi maloklusi pada siswa SMAN 4 di Kota Medan berdasarkan klasifikasi Angle dan bentuk-bentuk umum. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Populasi penelitian adalah seluruh siswa SMAN 4 Medan. Pemilihan sampel dilakukan menggunakan teknik simple random sampling berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. Besar sampel pada penelitian ini adalah 100 sampel. Penelitian dilakukan dengan pemeriksaan klinis rongga mulut sampel untuk mengamati keadaan gigi-geliginya kemudian dilakukan foto intra oral sebagai dokumentasi gigi-geligi sampel. Setelah itu, data yang diperoleh dianalisis di komputer sehingga mendapatkan hasil. Hasil penelitian menunjukkan hubungan molar Klas I Angle (62%), Klas II (1%) dan Klas III (37%). Sedangkan untuk distribusi berdasarkan bentuk maloklusi yang paling umum adalah crowding anterior (76%), crowding
posterior (45%) dan spacing anterior (15%). Sampel yang memiliki crossbite anterior (9%), deep bite (8%), open bite (3%), protrusi (2%), spacing posterior (1%) dan
crossbiteposterior (1%).
DISTRIBUSI MALOKLUSI PADA SISWA
SMAN 4 MEDAN TAHUN 2016
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi
Oleh: MARIA ULFAH NIM: 120600027
Pembimbing: Siti Bahirrah, drg., Sp. Ort
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Abstrak Fakultas Kedokteran Gigi Departemen Ortodonsia Tahun 2016
Maria Ulfah
Distribusi Maloklusi pada Siswa SMAN 4 Medan Tahun 2016. x + 35 halaman
Maloklusi adalah suatu bentuk oklusi yang menyimpang dari bentuk normal atau malrelasi rahang atas dan rahang bawah. Maloklusi menempati urutan ketiga setelah karies dan penyakit periodontal untuk masalah kesehatan gigi dan mulut. Distribusi maloklusi cukup tinggi pada setiap populasi di seluruh belahan dunia maupun Indonesia, terutama pada remaja usia sekolah. Hal ini terbukti dari banyaknya penelitian yang sudah ada. Masa remaja adalah masa yang mementingkan daya tarik fisik dalam proses sosialisasi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui distribusi maloklusi pada siswa SMAN 4 di Kota Medan berdasarkan klasifikasi Angle dan bentuk-bentuk umum. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Populasi penelitian adalah seluruh siswa SMAN 4 Medan. Pemilihan sampel dilakukan menggunakan teknik simple random sampling berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. Besar sampel pada penelitian ini adalah 100 sampel. Penelitian dilakukan dengan pemeriksaan klinis rongga mulut sampel untuk mengamati keadaan gigi-geliginya kemudian dilakukan foto intra oral sebagai dokumentasi gigi-geligi sampel. Setelah itu, data yang diperoleh dianalisis di komputer sehingga mendapatkan hasil. Hasil penelitian menunjukkan hubungan molar Klas I Angle (62%), Klas II (1%) dan Klas III (37%). Sedangkan untuk distribusi berdasarkan bentuk maloklusi yang paling umum adalah crowding anterior (76%), crowding
posterior (45%) dan spacing anterior (15%). Sampel yang memiliki crossbite anterior (9%), deep bite (8%), open bite (3%), protrusi (2%), spacing posterior (1%) dan
crossbiteposterior (1%).
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan tim penguji skripsi
Medan, 06 April 2016
Pembimbing: Tanda tangan
Siti Bahirrah, drg., Sp. Ort
TIM PENGUJI SKRIPSI
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji pada tanggal 06 April 2016
TIM PENGUJI
KETUA : Siti Bahirrah, drg., Sp.Ort
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Distribusi Maloklusi pada Siswa SMAN 4 Medan Tahun 2016” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi pada Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara. Tak lupa pula penulis hadiahkan shalawat dan salam kepada junjungan Nabi besar Muhammad SAW.
Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis ucapkan untuk kedua orangtua tercinta Madjdan Wadjdi, SH dan Hj. Elida Marlina atas segala kasih sayang, nasihat dan doa serta kepada adik- adik tercinta yang selalu memberikan semangat kepada penulis.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapat banyak bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak juga. Untuk itu, dengan segala kerendahan hati dan penghargaan yang tulus, penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada:
1. Prof. Nazruddin, drg., C.Ort., Ph.D., Sp.Ort., sebagai Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
2. Erna Sulistyawati, drg., Sp.Ort (K) sebagai Ketua Departemen Ortodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara sekaligus sebagai dosen penguji skripsi yang telah memberikan waktu dan masukan kepada penulis.
3. Hilda Fitria Lubis, drg., Sp.Ort., sebagai koordinator skripsi di Departemen Ortodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
4. Siti Bahirrah, drg., Sp.Ort., sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan banyak waktu, tenaga, dan pikiran untuk membimbing penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
6. Seluruh staf pengajar dan pegawai Fakultas kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara terutama staf dan pegawai di Departemen Ortodonsia Fakultas Kedokteran Gigi atas bantuan dan motivasinya.
7. Sahabat-sahabat penulis yaitu Chandra, Ami, Fita, Desi, Mus’ab, Alfi, Ari, Naila dan kawan kawan pengurus KOHATI dan HMI Komisariat FKG USU yang selalu ada membantu dan memberikan semangat.
8. Teman-teman seperjuangan skripsi di Departemen Ortodonsia terutama Manda, senioren, dan junior lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas dukungan dan bantuan selama pengerjaan skripsi.
9. Abangda Masbudi, drg yang telah memberikan sumbangsih yang berarti dalam pengerjaan skripsi ini.
10.Pihak sekolah SMAN 4 Medan terutama Ibu Supiah yang telah membantu penulis dalam penelitian dan adik-adik siswa SMAN 4 Medan yang telah menjadi subjek penelitian penulis yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak. Akhir kata penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, khususnya di Departemen Ortodonsia.
Medan, 06 April 2016 Penulis,
DAFTAR ISI
BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian ... 19
3.2Tempat dan Waktu Penelitian ... 19
3.3 Populasi Penelitian ... 19
3.4 Sampel Penelitian ... 19
3.4.2 Kriteria Eksklusi ... 20
3.5 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 20
3.6 Alat dan Bahan Penelitian ... 21
3.7 Metode Pengumpulan Data... . 23
3.8 Pengolahan dan Analisis Data ... 23
3.9 Etika Penelitian ... 24
BAB 4 HASIL PENELITIAN ... 25
BAB 5 PEMBAHASAN ... 28
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 31
DAFTAR PUSTAKA ... 32
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Distribusi maloklusi berdasarkan klasifikasi Angle pada siswa
SMAN 4 Medan ... 25 2. Distribusi maloklusi berdasarkan bentuk-bentuk umum pada
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Maloklusi Klas I Angle ... 6
2. Maloklusi Klas II Angle ... 7
3. Maloklusi Klas II Divisi 1 Angle ... 7
4. Maloklusi Klas II Divisi 2 Angle ... 8
5. Maloklusi Klas III Angle ... 8
6. Crowding ... 13
7. Spacing ... 14
8. A. Anterior crossbite ... 14
B. Posterior crossbite ... 14
9. Deep bite ... 15
10. Open bite ... 15
11. Protrusi ... 16
12. Alat penelitian ... ... 22
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
1. Lembar penjelasan kepada calon subjek penelitian 2. Lembar persetujuan subjek penelitian
3. Kuisioner
4. Lembar isian hasil pemeriksaan subjek penelitian
5. Data hasil pengamatan maloklusi pada siswa SMAN 4 Medan tahun 2016 6. Hasil perhitungan statistik distribusi maloklusi pada siswa SMAN 4 Medan
tahun 2016 7. Ethical clearance