Lampiran 1. Proses Isolasi α-Selulosa dari Serbuk Kulit Ari Biji Alpukat
Serbuk Kulit Ari Biji Alpukat
Proses Delignifikasi menggunakan Larutan HNO3 3,5%
Proses Pemutihan menggunakan Larutan NaOCl 1,75%
Proses Pemisahan β dan α– Selulosa menggunakan Larutan NaOH 17,5%
Proses Pemutihan menggunakan Larutan H2O2 10%
α-Selulosa
Lampiran 2. Perhitungan Massa dan Kadar α-Selulosa
Massa Selulosa = (Massa Kertas Saring + Selulosa) – Massa Kertas Saring Massa Selulosa = 9,5272 gram – 1,0384 gram
Massa Selulosa = 8,4888 gram = 8,49 gram
Kadar Selulosa (%) = ����� ��������
Kadar Selulosa (%) = 8,49 ����
75 ����
�
100%
Kadar Selulosa (%) = 11,32%
Lampiran 3. Sintesis dan Pemurnian CMC
Proses Alkalisasi menggunakan Larutan Isopropanol dan NaOH
30%
CMC Basah CMC Kering
Proses Pemurnian menggunakan Alat Sentrifugator dan Larutan
CMC Kering yang Lebih Murni
Lampiran 4. Perhitungan Massa CMC
Massa CMC = (Massa Kertas Saring + CMC) – Massa Kertas Saring Massa CMC = 11, 7802 gram – 1,0384 gram
Massa CMC = 10,7418 gram = 10,74 gram
Massa CMC = (Massa Kertas Saring + CMC) – Massa Kertas Saring Hasil Pemurnian
Massa CMC = 5,2998 gram – 1,0384 gram Hasil Pemurnian
Lampiran 5. Spektrum FTIR α-Selulosa Komersil
Lampiran 7. Spektrum FTIR CMC Komersil
Lampiran 9. Pembuatan Saus Tomat
Proses Penyortiran
DAFTAR PUSTAKA
Amila, A. 2008. Mengawetkan Sayuran dan Buah-Buahan. Madina Perkasa : Bandung
Azis, Y. 2014. Pembuatan Sodium Carboxymethylcellulose (Na-CMC) dari Limbah Pelepah Batang Kepok (Musa paradiciasa). Usulan PKM-GT. Universitas Muhammadiyah : Surakarta
Bagakalie, M. 1997. Alpukat, Budidaya dan Pemanfaatannya. Kanisius : Yogyakarta
Chandra, A. 2013. Pengaruh pH dan Jenis Pelarut pada Perolehan dan
Karakterisasi Pati dari Biji Alpukat. Universitas Katolik Parahyangan : Bandung
Ermaiza, 2009. Pengaruh Dua Jenis Polisakarida dalam Biji Alpukat (Persea americana mill) Terhadap Kandungan Sirup Glukosa Melalui Proses Hidrolisis Dengan HCl 3%. Skripsi S-1. Jurusan Kimia. FMIPA USU : Medan
Fennema. 1996. Food Chemistry. Fourth Edition. Markel Dekker Inc : New York Fessenden, R. J. 1999. Kimia Organik. Edisi Ketiga. Jilid Kedua. Erlangga :
Jakarta
Hambali, E. 2006. Membuat Saus Cabai dan Tomat. Penebar Swadaya : Jakarta Indriani, Y. H. 1992. Alpukat. Swadaya : Jakarta
Kamal, N. 2010. Pengaruh Bahan Aditif CMC (Carboxy Methyl Cellulose) Terhadap Beberapa Parameter Pada Larutan Sukrosa. Volume I. Edisi 17.
Klemm, D. 1998. Comprehensive cellulose chemistry, Volume I : fundamentals and analytical methods. Wiley-VCH : Germany
Lehninger, A.L. 1988. Dasar-Dasar Biokimia. Jilid 1. Erlangga : Jakarta Moechtar. 1989. Farmasi Fisika : Bagian Larutan dan Sistem Dispersi. Gadjah
Mada University Press : Yogyakarta
Nuriningtyas, T. 2010. Karbohidrat. Gajah Mada University Press : Yogyakarta Ohwoavworhua, F.O. 2005. Some Physical Characteristics of Microcrystalline
Paye, M. 2001. Handbook of Cosmetic Science and Technology. Marcel Dekker Inc. : New York
Potter, N. 1986. Food Science. The AVI Publishing : Connecticut
Prihatman, K. 2000. Sistim Informasi Manajemen Pembangunan di Perdesaan. BAPPENAS: Jakarta
Rukmana. 1994. Tomat dan Cherry. Penerbit Kanisius : Yogyakarta Sudarmadji, S. 1984. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty :
Yogyakarta
Sutardi. 1994. Kajian Penggunaan Pepaya dan Ubi Jalar Sebagai Bahan Campuran Saus Tomat. Universitas Gajah Mada : Yogyakarta
Winarno, F. G. 1995. Pengantar Teknologi Pangan. Gramedia Pustaka Utama : Jakarta
Whiley, A. 2002. The Avocado : Botany, Production and Uses. CABI Publishing : UK
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Alat – Alat Penelitian
Alat – alat yang digunakan dalam penelitian adalah :
Nama Alat Merek
Beaker Glass Pyrex
Spatula
Gelas ukur Pyrex
Neraca analitis Mettler Toledo
Pipet tetes
Batang pengaduk kaca
Labu takar Pyrex
Botol akuades Hot plate stirrer Magnetic bar
Termometer Fisher
Cling Wrap
Blender Miyako
Indikator universal Merck
Statif dan klem
Aluminium foil 20
Labu leher dua Pyrex
Kondensor
Statif dan klem Desikator
Seperangkat alat FTIR Shimadzu
Viskosimeter Brookfield DV-I Prime
Timbangan
3.2 Bahan – Bahan Penelitian
Bahan – bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
Bawang Putih
3.3 Prosedur Penelitian 3.3.1 Pembuatan Larutan
3.3.1.1 Pembuatan Larutan HNO3 3,5%
Sebanyak 107,6 HNO3 65% dimasukkan ke dalam labu takar 2000 mL, ditambahkan dengan aquadest hingga garis tanda, dihomogenkan.
3.3.1.2 Pembuatan Larutan NaOH 2%
Sebanyak 20 g NaOH pellet dilarutkan dengan 500 mL aquadest dalam beaker glass, diaduk hingga larut, lalu dimasukkan ke dalam labu takar 1000 mL, ditambahkan dengan aquadest hingga garis tanda, dihomogenkan.
3.3.1.3 Pembuatan Larutan NaOCl 1,75%
Sebanyak 146 mL NaOCl(p) 12% dimasukkan ke dalam labu takar 1000 mL, ditambahkan dengan aquadest hingga garis tanda, dihomogenkan.
3.3.1.4 Pembuatan Larutan NaOH 17,5%
Sebanyak 175 g NaOH pellet dilarutkan dengan 500 mL aquadest dalam beaker glass, diaduk hingga larut, lalu dipindahkan ke dalam labu takar 1000 mL, ditambahkan dengan aquadest hingga garis tanda, dihomogenkan.
3.3.1.5 Pembuatan Larutan H2O2 10%
3.3.1.6 Pembuatan Larutan NaOH 30%
Sebanyak 300 g NaOH pellet dimasukkan ke dalam labu takar 1000 mL, ditambahkan dengan aquadest hingga garis tanda, dihomogenkan.
3.3.1.7 Pembuatan Larutan NaCl 0,1 M
Sebanyak 0,585 g NaCl pellet dilarutkan dengan 50 mL aquadest dalam beaker glass,
diaduk hingga larut, lalu dipindahkan ke dalam labu takar 100 mL, ditambahkan
dengan aquadest hingga garis tanda, dihomogenkan.
3.3.2 Penyiapan Serbuk Kulit Ari Biji Alpukat
Biji alpukat segar dibersihkan dan dicuci dengan air kemudian dikupas kulit arinya. Dijemur di bawah sinar matahari. Dihaluskan dengan menggunakan blender sampai berbentuk serbuk kasar.
3.3.3 Isolasi α-Selulosa dari Kulit Ari Biji Alpukat
3.3.4 Pembuatan Carboxymethyl Cellulose (CMC)
Sebanyak 4 g serbuk α-selulosa dimasukkan ke dalam labu leher dua, kemudian
ditambahkan 30 mL isopropanol sambil dilakukan pengadukan. Ditambahkan 30 mL NaOH 30% sambil dirangkai alat refluks. Dipanaskan pada suhu 60oC sambil diaduk selama 1 jam. Selanjutnya ditambahkan campuran 40 mL isopropanol dan 12 g monokloro asetat setetes demi setetes selama 1 jam lalu dipanaskan pada suhu 60oC selama 4 jam. Dinetralkan dengan CH3COOH glasial hingga pH = 7, kemudian disaring. Endapan dicuci dengan 50 mL etanol 96% kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 50oC. Disimpan dalam desikator.
3.3.5 Pemurnian Carboxymethyl Cellulose (CMC)
Sebanyak 5 g CMC dimasukkan ke dalam beaker glass, kemudian dilarutkan dengan 100 mL aquadest lalu dipanaskan di atas hot plate pada suhu 80oC selama 10 menit sambil diaduk. Kemudian disentrifugasi selama 1 menit dengan kecepatan 4000 rpm. Dipisahkan endapan dari larutan. Dilarutkan CMC hasil re-presipitasi dengan 100 mL aseton. Disaring CMC tersebut, dibungkus dengan aluminium foil serta dikeringkan di dalam oven pada suhu 60oC selama 4 jam. Kemudian disimpan di dalam desikator (Hong, 2013).
3.3.6 Analisa Gugus Fungsi dengan Spektroskopi FT-IR
Sampel dipreparasi dalam bentuk bubur (mull). Bubur diperiksa dalam sebuah film tipis yang diletakkan di antara lempengan – lempengan garam yang datar. Pengujian dilakukan dengan menjepit film hasil campuran pada tempat sampel. Kemudian film diletakkan pada plat ke arah sinar infra merah. Hasilnya akan direkam kertas berkala berupa aliran kurva bilangan gelombang 4000-200 cm-1 terhadap intensitas.
3.3.7 Penentuan Derajat Substitusi (DS)
3.3.8 Pembuatan Saus Tomat dengan Carboxymethyl Cellulose (CMC)
Pembuatan saus tomat dengan CMC berdasarkan metode yang telah dimodifikasi dari metode Rukmana dan Rahma (1994), dimana buah tomat yang telah dipilih dicuci dengan air, dilakukan pemanasan air terlebih dahulu kemudian dimasukkan buah tomat ke dalam air mendidih selama ±20 menit. Kemudian diangkat dan dimasukkan ke dalam blender dan dihancurkan hingga menyerupai bubur. Disaring bubur tomat, kemudian dimasak sampai setengah volume awal. Dimasukkan bumbu-bumbu yang terdiri dari : bunga pala 0,5 g/L, bawang putih halus 1 g/L, cabai merah 0,5 g/L, merica secukupnya, cengkeh 0,25 g/L dan kayu manis 1 g/L. Ditambahkan sebanyak 125 g/L gula pasir dan cuka 25% sebanyak 12cc/L sari buah tomat. Kemudian dibagi ke dalam empat volume sama rata. Masing-masing dimasukkan ke dalam botol kaca, kemudian ditambahkan CMC dalam berbagai variasi penambahan 0,5 g ; 1,0 g dan 1,5 g. Dikukus selama ±15 menit. Leher botol kaca ditutup rapat sambil dibiarkan dingin pada suhu kamar.
3.3.9 Penentuan Viskositas Saus Tomat
Dimasukkan 300 ml saus tomat tanpa penambahan CMC ke dalam beaker glass, kemudian dihidupkan alat viskosimeter Brookfield, dipilih spindle yang diinginkan, kemudian dipasang spindle pada alat viskosimeter Brookfield, dicelupkan saus tomat pada spindle hingga spindle terendam, dipilih speed rpm yang diinginkan, kemudian dihidupkan motor, ditunggu ± 60 detik, kemudian dicatat hasilnya. Diulangi perlakuan pada saus tomat penambahan variasi CMC 0,5 g ; 1 g ; 1,5 g dan untuk saus tomat komersil.
3.3.10 Uji Organoleptis Saus Tomat dengan Variasi Penambahan CMC 0 g; 0,5 g; 1 g; 1,5 g; dan Saus Tomat Komersil
3.4 Bagan Penelitian
3.4.1 Penyiapan Serbuk Kulit Ari Biji Alpukat
Biji Alpukat
dibersihkan dari sisa-sisa daging buah
dicuci dengan air
dikupas kulit arinya
Kulit Ari Biji Alpukat Basah
dijemur di bawah sinar matahari
dihaluskan dengan blender
3.4.2 Isolasi α-Selulosa dari Kulit Ari Biji Alpukat
75 g Serbuk Kulit Ari Biji Alpukat
dimasukkan ke dalam beaker glass
ditambahkan 2 L campuran HNO3 3,5% + 20 mg NaNO3
dipanaskan pada suhu 90oC selama 2 jam sambil diaduk di atas hot plate disaring dan ampas dicuci hingga filtrat netral
Residu Filtrat
ditambahkan 1500 mL larutan NaOH 2%
dipanaskan pada suhu 50oC selama 1 jam sambil diaduk di atas hot plate disaring dan dicuci hingga filtrat netral
diputihkan dengan 1 L larutan NaOCl 1,75%
dipanaskan pada suhu 80oC selama 30 menit sambil diaduk di atas hot plate disaring dan dicuci hingga filtrat netral
ditambahkan 500 mL larutan NaOH 17,5%
dipanaskan pada suhu 80oC sambil diaduk di atas hot plate disaring dan dicuci hingga filtrat netral
diputihkan dengan H2O2 10%
dipanaskan pada suhu 60oC selama 15 menit sambil diaduk di atas hot plate disaring
α−selulosa basah
3.4.3 Pembuatan Carboxymethyl Cellulose (CMC)
4 g Serbuk α−selulosa
dimasukkan ke dalam labu leher dua ukuran 500 mL
ditambahkan 30 mL isopropanol
ditambahkan 30 mL NaOH 30%
dirangkai alat refluks
dipanaskan pada suhu 55o-65oC sambil diaduk selama 1 jam di atas hot plate
ditambahkan larutan 40 mL isopropanol + 12 g monokloro asetat setetes demi setetes menggunakan corong penetes selama 1 jam
dipanaskan pada suhu 55o-65oC sambil diaduk selama 4 jam di atas hot plate
dimatikan alat refluks
dinetralkan dengan asam asetat glasial
disaring
Filtrat Residu
dicuci dengan 50 mL larutan etanol 96%
dikeringkan pada suhu 50oC dalam oven
CMC
FTIR
3.4.4 Pemurnian Carboxymethyl Cellulose (CMC) 5 g CMC kering
dimasukkan ke dalam beaker glass
dilarutkan dengan 100 mL aquadest
dipanaskan di atas hot plate pada suhu 80oC selama 10 menit sambil diaduk
disentrifugasi selama 1 menit dengan kecepatan 4000 rpm
dipisahkan endapan dari larutan
Endapan Larutan
dilarutkan dengan 100 mL aseton
disaring
Residu Filtrat
dibungkus dengan alumunium foil
dikeringkan di dalam oven pada suhu 60oC selama 4 jam
disimpan dalam desikator
CMC
FTIR
3.4.5 Pembuatan Saus Tomat
1 kg Buah Tomat
dibersihkan
direbus dalam air mendidih selama ±20 menit
ditiriskan
dihaluskan dengan blender
Bubur Tomat
dimasak hingga setengah volume awal
dimasukkan bumbu-bumbu yang terdiri : 0,5 g/ L bunga pala; 1 g/L bawang putih halus; 0,5 g/L cabai merah; merica secukupnya, 0,25 g/L cengkeh; 1 g/L kayu manis; 125 g/L gula pasir dan 12 cc/L cuka 25%
dipanaskan hingga homogen
Campuran Homogen
dimasukkan ke dalam botol kaca
dikukus selama ±15 menit
ditutup rapat botol kaca
dibiarkan dingin pada suhu kamar
Saus Tomat
catatan : dilakukan penambahan CMC selanjutnya dengan variasi massa 0,5 g ; 1 g ; dan 1,5 g.
3.4.6 Penentuan Viskositas Saus Tomat 300 ml saus tomat
dihidupkan alat
dipilih spindle yang diinginkan
dipasang spindle pada alat viskosimeter Brookfield
dicelupkan sampel pada spindle hingga terendam
dipilih speed rpm yang diinginkan
dihidupkan motor
ditunggu ± 60 detik
dilakukan hal yang sama untuk saus tomat dengan penambahan variasi CMC : 0,5 g ; 1 g ; 1,5 g dan untuk saus tomat komersil
dimasukkan ke dalam beaker glass
Viskosimeter Brookfield
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Isolasi α-Selulosa dari Kulit Ari Biji Alpukat
Adanya proses seperti delignifikasi, pemutihan, dan pemurnian pada sampel kulit
ari biji alpukat akan menghasilkan α-Selulosa yang berwarna putih. Dari 75 gram
serbuk pelepah kelapa sawit yang digunakan akan diperoleh 9,5272 gram α -Selulosa murni (diperkirakan sebanyak 12,703% dari massa awal kulit ari biji alpukat). Dari data spektroskopi FT-IR α-Selulosa memberikan spektrum dengan puncak-puncak vibrasi pada daerah bilangan gelombang 3448,72 cm-1 , 2916,37 cm-1 , 1635,64 cm-1 , 1372 cm-1 , 1064,71 cm-1 (Gambar 4.1).
4.1.2 Pembuatan Carboxymethyl Cellulose (CMC)
Carboxymethyl Cellulose (CMC) merupakan hasil reaksi antara α-selulosa yang sudah dialkalisasi terlebih dahulu dengan NaOH sehingga suasananya menjadi alkali yang kemudian direaksikan dengan asam monokloroasetat yang dilarutkan terlebih dahulu dengan isopropanol dengan pemanasan pada suhu 55 - 65 oC selama 4 jam. Kemudian dicuci dengan ethanol 96% lalu dikeringkan. Dari 4
gram α-selulosa yang digunakan akan diperoleh 10,74 gram yang selanjutnya
dimurnikan akan diperoleh 4,92 gram CMC murni. Hasil yang diperoleh berupa Carboxymethyl Cellulose (CMC) berupa serbuk halus berwarna putih yang
selanjutnya dianalisis menggunakan spektroskopi FT-IR, di mana memberikan spektrum puncak-puncak serapan pada bilangan gelombang 3448,72 cm-1 , 2931,80 cm-1 , 1604,77 cm-1 , 1327,03 cm-1 , 1072,42 cm-1 (Gambar 4.2).
4.1.3 Pembuatan Saus Tomat dengan Carboxymethyl Cellulose (CMC)
Dalam penelitian ini, pembuatan saus tomat dilakukan menggunakan emulsifier atau pengental CMC dengan variasi 0 gram, 0,5 gram, 1 gram dan 1,5 gram. Hal ini ditujukan untuk mengetahui pengaruh dari CMC terhadap saus tomat.
Gambar 4.3 Saus Tomat : (A) tanpa penambahan CMC; (B) + 0,5 gram; (C) + 1 gram; (D) + 1,5 gram; (X) Komersil
Dalam pembuatan saus tomat ini dilihat dua jenis karakterisasi : uji organoleptis dan uji fisik. Pada subbab ini akan dijabarkan hasil survey terhadap 4 variasi saus tomat serta saus tomat komersil (karakterisasi dari segi organoleptis), sementara itu dari segi uji fisik akan dibahas pada subbab selanjutnya yaitu berupa uji viskositas.
Survey untuk saus tomat pada penelitian ini dilakukan terhadap 15 panelis yang berasal dari mahasiswa FMIPA Kimia USU dengan parameter usia yang berdekatan (20-22 tahun) agar hasil survey uji organoleptis lebih optimum. Adapun variabel pengamatan pada survey ini yaitu: warna, aroma, tekstur dan rasa.
Dengan keterangan sebagai berikut:
Warna : (a) = Merah Oranye; (b) = Merah; (c) = Merah Tua
Aroma : (a) = Tidak Harum; (b) = Kurang Harum; (c) = Harum; (d) = Sangat Harum
Survey dilakukan dengan memberikan 5 jenis saus tomat kepada 15 panelis yang diketahui bahwa saus tomat I merupakan saus tomat dengan 0 gram CMC, saus tomat II dengan 0,5 gram CMC, saus tomat III dengan 1 gram CMC, saus tomat IV dengan 1,5 gram CMC, dan saus tomat V adalah saus tomat komersil.
Hasil survey akan ditampilkan pada tabel 4.1, tabel 4.2, tabel 4.3, tabel 4.4 dan tabel 4.5 berikut.
Tabel 4.1 Hasil Survey Uji Organoleptis Saus Tomat I
Peserta Uji Organoleptik Saus Tomat I
Tabel 4.2 Hasil Survey Uji Organoleptis Saus Tomat II
Peserta Uji Organoleptik Saus Tomat II
Warna Aroma Tekstur Rasa
Tabel 4.3 Hasil Survey Uji Organoleptis Saus Tomat III
Peserta Uji Organoleptik Saus Tomat III
Warna Aroma Tekstur Rasa
Peserta Uji Organoleptik Saus Tomat IV
Tabel 4.5 Hasil Survey Uji Organoleptis Saus Tomat V
Peserta Uji Organoleptik Saus Tomat V
Warna Aroma Tekstur Rasa
Penentuan derajat substitusi dari CMC yang dihasilkan berdasarkan analisis spektrum FT-IR. Nilai intensitas %T pada bilangan gelombang 1604,77 cm-1 dan 3448,72cm-1 masing-masing adalah 8,25 dan 4,331 yang dapat dilihat pada Lampiran 2.
Perhitungan nilai derajat substitusinya dapat dihitung berdasarkan persamaan 2.1 penentuan derajat substitusi dibawah ini :
Adsorbansi pada bilangan gelombang 1604.77cm-1 (A1604.77) %T = 8,25
4.1.5 Uji Viskositas Saus Tomat
Dalam penelitian ini metode viskositas yang digunakan adalah metode viskositas Brookfield. Hasil dari uji viskositas saus tomat ditunjukan pada tabel 4.6.
Tabel 4.6 Hasil Uji Viskositas Saus Tomat Parameter Sampel Suhu
(27
4.2.1 Isolasi α-Selulosa dari Kulit Ari Biji Alpukat
α-Selulosayang digunakan berasal dari hasil isolasi kulit ari biji alpukat. Uji kualitatif selulosa dengan menggunakan uji iodin yang menghasilkan larutan
warna putih. Massa α-selulosa hasil isolasi adalah 9,5272 gram dari 75 gram sampel kulit ari biji alpukat (12,703%).
Spektrum yang ditunjukkan dari data FT-IR memberi dukungan bahwa selulosa yang digunakan memiliki gugus O-H dengan munculnya puncak vibrasi pada bilangan gelombang 3448,72 cm-1 serta didukung oleh puncak serapan pada bilangan gelombang 1064,71 cm-1 yang menunjukkan vibrasi dari gugus C-O simetris dan puncak serapan pada bilangan gelombang 1372 cm-1 menunjukkan vibrasi C-O anti-simetris. Puncak vibrasi pada bilangan gelombang 2916,37 cm-1 merupakan vibrasi stretching C-H.
Carboxymethyl Cellulose (CMC) merupakan hasil reaksi antara selulosa yang sudah dialkalisasi terlebih dahulu dengan NaOH sehingga suasananya menjadi alkali yang kemudian direaksikan dengan asam monokloroasetat yang dilarutkan terlebih dahulu dengan isopropanol dengan pemanasan pada suhu 55 - 65 oC selama 4 jam. Kemudian dicuci dengan etanol 96% lalu dikeringkan.Penggunaan isopropanol sebagai pelarut inert berguna untuk meningkatkan derajat substitusi dalam reaksi,yang mana diketahui dengan adanya asam monokloroasetat dapat menurun derajat substitusi terhadap selulosa. Maka adanya pelarut inert isopropanol akan menjaga orde reaksi substitusi tetap optimal dalam reaksi. (Klemm, 1998)
Spektrum yang ditunjukkan dari data FT-IR memberi dukungan bahwa
Carboxymethyl Cellulose yang terbentuk memiliki gugus karbonil (C=O) yang berasal dari asam monokloroasetat dengan munculnya puncak vibrasi pada bilangan gelombang 1604,77 cm-1 serta didukung oleh puncak serapan pada bilangan gelombang 1072,42 cm
-1
menunjukkan vibrasi dari gugus C-O simetris dan puncak serapan pada bilangan gelombang 1327,03 cm-1yang menunjukkan vibrasi dari gugus C-O anti-simetris. Puncak vibrasi C=O ini lebih rendah dari puncak vibrasi secara umum dikarenakan gugus karbonil yang terbentuk melekat melalui rantai eter yang mana lebih lemah ikatannya bila dibandingkan dengan rantai ester, sehingga vibrasi serapan yang dimunculkan juga ikut rendah.
Puncak serapan pada bilangan gelombang 3448,72 cm-1menunjukkan vibrasi OH dari selulosa. Puncak vibrasi pada bilangan gelombang 2931,80 cm-1 merupakan vibrasi
stretching C-H. Puncak serapan pada bilangan gelombang 1419,61 cm-1 menunjukkan vibrasi gugus metilena (-CH2-) dari penambahan asam monokloroasetat.
NaOH yang merupakan asam kuat (hard acid) cenderung bereaksi dengan ion Cl- dari asam monokloroasetat yang merupakan basa kuat (hard base).
Berdasarkan dukungan teori ini, maka secara hipotesa reaksi selulosa dengan asam monokloroasetat untuk membentuk CMC dapat dilihat pada Gambar 4.3 berikut ;
O
Gambar 4.4 Reaksi Pembentukan Carboxymethyl Cellulose (CMC)
4.2.3 Pembuatan Saus Tomat dengan PenambahanCarboxymethyl Cellulose (CMC)
Berdasarkan sifat dan fungsinya maka CMC dapat digunakan sebagai bahan aditif pada produk minuman dan juga aman untuk dikonsumsi. CMC mampu menyerap air yang terkandung dalam udara dimana banyaknya air yang terserap dan laju penyerapannya bergantung pada jumlah kadar air yang terkandung dalam CMC serta kelembaban dan temperatur udara di sekitarnya. (Kamal, N. 2010)
Carboxymethyl cellulose akan terdispersi dalam air, kemudian butir-butir
dengan bebas sehingga keadaan larutan lebih mantap (Fennema, et al., 1996). Hal ini akan menyebabkan partikel-partikel terperangkap dalam sistem tersebut dan memperlambat proses pengendapan karena adanya pengaruh gaya gravitasi (Potter, N. 1986).
Pada penelitian ini, penambahan CMC berfungsi sebagai pengental atau stabilizer dimana gugus CMC yang bersifat hidrofilik akan menyerap air dari saus tomat. Hal ini menyebabkan granula-granula CMC yang bercampur dalam saus tomat akan mengembang dan menyebabkan saus menjadi lebih kental. Selain itu, saus tomat juga akan semakin tahan lama karena jumlah air yang sudah berkurang.
Menurut hasil survey, saus tomat yang ditambahkan dengan CMC hasil sintesis tidak mempengaruhi secara signifikan terhadap rasa dari saus. Namun, penambahan CMC dapat meningkatkan kekentalan dari saus.
4.2.4 Penentuan Derajat Subtitusi
Derajat substitusi sebesar 69,47 % menunjukkan bahwa hanya 69,47% asam monokloroasetat tersubstitusi kegugus H yang terikat pada CH2OH sedangkan selebihnya 30,53 % tidak bereaksi.
4.2.5 Uji Viskositas Saus Tomat
Metode viskositas yang digunakan dalam penelitian ini yaitu viskositas Brookfield. Berdasarkan hasil uji, viskositas saus tomat meningkat seiring dengan
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diperoleh dari penelitian ini, yaitu :
a. α-Selulosa yang telah diperoleh dari hasil isolasi kulit ari biji alpukat sebanyak 9,5272 gram dari 75 gram sampel (12,703%). Didukung dengan data spektroskopi FT-IR yang memberikan spektrum dengan puncak-puncak vibrasi pada daerah bilangan gelombang 3448,72 cm-1 yang merupakan gugus –OH, kemudian bilangan gelombang 2916,36 cm-1 yang merupakan gugus CH, bilangan gelombang 1372 cm-1 yang merupakan gugus C-O-C anti-simetris.
b. CMC dapat disintesis dengan mereaksikan α-selulosa dan asam monokloroasetat dengan penambahan pelarut isopropanol dan NaOH sebagai pemberi suasana alkali. Hasil CMC yang diperoleh dari sintesis adalah 11,7802 gram.
c. Pengaruh penambahan CMC terhadap warna, rasa, aroma, kekentalan pada pembuatan saus tomat yaitu :
1. Warna : tidak mempengaruhi secara signifikan 2. Rasa : tidak mempengaruhi
3. Aroma : tidak mempengaruhi secara signifikan
4. Tekstur : setiap penambahan CMC mempengaruhi tekstur saus tomat yang apabila jumlah penambahan CMC berbanding lurus dengan kekentalan dari saus tomat. Berdasarkan uji viskositas Brookfield, setiap penambahan CMC terhadap saus tomat juga meningkatkan viskositas dari saus tomat.
5.2 Saran
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Alpukat
Alpukat yang berkembang di Indonesia kebanyakan berasal dari Amerika Tengah dan sedikit dari Guatemala. Tumbuhan ini mulai ada di Indonesia sekitar abad ke-18. Tumbuhan alpukat memiliki tinggi lebih dari 20 meter. Di Indonesia tumbuhan alpukat tumbuh di dataran rendah dengan ketinggian 1.500 m atau lebih, dengan iklim basah merata sepanjang tahun dan daerah beriklim kering (Bagakalie, M. 1997).
Jenis buah alpukat yang terdapat di Sumatera Utara adalah buah alpukat hijau panjang dan buah alpukat merah bundar. Produksi buah alpukat di Sumatera Utara tahun 2007 mencapai 21.451 ton. Jumlah limbah biji alpukat yang dihasilkan tiap tahun adalah 4.933,73 ton.
Dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan, tumbuhan alpukat diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta (tumbuhan berbiji) Sub Divisi : Angiospermae (berbiji tertutup) Kelas : Dicotyledoneae (biji berkeping dua) Ordo : Ranales
Famili : Lauraceae Genus : Persea
Gambar 2.1 Buah Alpukat (www.compoundchem.com)
Kulit batang dan daunnya memiliki aroma sedap, mengandung minyak aromatik yang banyak digunakan untuk pembuatan parfum, obat-obatan atau aromaterapi. Berat buahnya bervariasi antara 100 g – 3.800 g, berntuknya beragam, ada yang bulat, bulat lonjong dan bulat agak meruncing pada tangkai. Buah alpukat merupakan buah berlemak dengan komposisi nutrisi dan energi yang tinggi. Selain itu, buah alpukat memiliki sifat yang unik yaitu buah tidak akan masak di pohon (Bagakalie, M. 1997).
Buah alpukat berbiji satu dengan bentuk seperti bola berdiameter 6,5-7,5 cm, keping biji berwarna putih kemerahan. Buah alpukat memiliki biji yang besar berukuran 5,5 x 4 cm (Chandra, A. 2013).
Berikut komposisi kimia biji alpukat dapat dilihat pada Tabel 2.1. Tabel 2.1 Komposisi Kimia Biji Alpukat
Komponen Jumlah (%) Komponen Jumlah (%)
Sumber : Winarti dan Purnomo, 2006.
*Amilosa + Amilopektin = pati ; tn = tidak dianalisa
Gambar. 2.2. Penampang Buah Alpukat a. eksokarpi; b. mesokarpi + endokarpi (daging buah); c.kulit ari; d. endosperma; e. embrio (Whiley, A. 2002)
Kulit ari atau kulit bagian terluar (testa), memiliki serat dan gluten yang biasanya dipakai untuk suplemen tambahan pada makanan hewan sedangkan minyaknya dipakai untuk memasak atau dipakai untuk proses selanjutnya (Whistler, 2009).
2.2Selulosa
Selulosa adalah polimer glukosa yang berbentuk rantai linier dan dihubungkan oleh ikatan β-1,4 glikosidik. Struktur yang linier menyebabkan selulosa bersifat kristalin dan tidak mudah larut. Selulosa tidak mudah didegradasi secara kimia maupun mekanis. Di alam, biasanya selulosa berasosiasi dengan polisakarida lain seperti hemiselulosa atau lignin membentuk kerangka utama dinding sel tumbuhan.
Unit penyusun (building block) selulosa adalah selobiosa karena unit keterulangan dalam molekul selulosa adalah 2 unit gula (D-glukosa). Selulosa adalah senyawa yang tidak larut di dalam air dan ditemukan pada dinding sel tumbuhan terutama pada tangkai, batang, dahan, dan semua bagian berkayu dari jaringan tumbuhan. Selulosa merupakan polisakarida struktural yang berfungsi untuk memberikan perlindungan, bentuk, dan penyangga terhadap sel, dan jaringan (Lehninger 1993) (Gambar 1).
O
Gambar 2.4 Struktur Kimia Selulosa
Rantai selulosa terdiri dari satuan glukosa anhidrida yang saling berikatan melalui atom karbon pertama dan ke empat. Ikatan yang terjadi adalah ikatan ß-1,4-glikosidik. Secara alamiah molekul-molekul selulosa tersusun dalam bentuk fibril-fibril yang terdiri dari beberapa molekul selulosa yang dihubungkan dengan ikatan glikosidik. Fibril-fibril ini membentuk struktur kristal yang dibungkus oleh lignin. Komposisi kimia dan struktur yang demikian membuat kebanyakan bahan yang mengandung selulosa bersifat kuat dan keras. Sifat kuat dan keras yang dimiliki oleh sebagian besar bahan berselulosa membuat bahan tersebut tahan terhadap peruraian secara enzimatik. Secara alamiah peruraian selulosa berlangsung sangat lambat.
Berdasarkan derajat polimerisasi dan kelarutan dalam senyawa natrium hidroksida (NaOH) 17,5%, selulosa dapat dibedakan atas tiga jenis yaitu :
sandang/kain. Semakin tinggi kadar alfa selulosa, maka semakin baik mutu bahannya (Nuringtyas 2010) (Gambar 2.5).
Gambar 2.5 Rumus Struktur α – Selulosa (Nuringtyas, 2010).
2. Selulosa β (Betha Cellulose) adalah selulosa berantai pendek, larut dalam larutan NaOH 17,5% atau basa kuat dengan derajat polimerisasi 15 - 90, dapat mengendap bila dinetralkan (Gambar 2.6).
Gambar 2.6 Rumus Struktur β – selulosa (Nuringtyas, 2010)
2.3 Bahan Pengental
Bahan tambahan pangan jenis pengental merupakan bahan yang dapat mengentalkan atau menghomogenkan beberapa fasa dengan kelarutan tertentu agar diperoleh produk olahan yang homogen.
2.4Carboxymethyl Cellulose (CMC)
CMC merupakan turunan selulosa yang paling banyak digunakan dalam pengolahan pangan. Perlakuan terhadap selulosa menggunakan larutan NaOH 18% menghasilkan selulosa alkali. Jika selulosa alkali direaksikan dengan garam natrium dari asam kloroasetat maka dihasilkan eter karboksimetil selulosa (selulosa-O-CH2-CO2-Na+).
CMC mempunyai struktur molekul yang panjang dan cukup kaku tetapi mempunyai muatan negatif dari gugus karboksil. Gaya tolak-menolak elektrostatik akibat muatan negatif gugus karboksil menyebabkan molekul CMC dapat larut dalam air dan membentuk larutan. Larutan CMC bersifat sangat kental dan stabil. Di pasaran, CMC tersedia dalam berbagai tingkat kekentalan.
O
CMC biasa digunakan sebagai pengental atau untuk memperbaiki tekstur berbagai produk pangan seperti jeli, bahan isian, saus, dan keju oles. CMC menghambat pembentukan kristal es pada es krim dan menstabilkan serta membentuk tekstur yang lembut.
2.5 Derajat Substitusi
Derajat substitusi dapat dievaluasi dengan metode FT-IR dari perbandigan absorbansi pada 1604,77 (dianggap berasal dari pita karbonil) dan absorbansi 3448,72 (berasal dari pita hidroksil), dihitung dengan meggunakan persamaan 2.1 berikut ;
Persamaan 2.1. Perhitungan Derajat Subtitusi
Dimana DS adalah derajat substitusi dan nilai 0,10 mewakili gugus yang spesifik dari selulosa asli (Moore, 1980).
2.6 Saus Tomat
Pada umumnya produk saus yang ada di Indonesia sebagai bahan tambahan digunakan buah pepaya dan buah labu kedalam saus tomat dengan tujuan meningkatkan volume dari hasil olahan saus dan meningkatkan nilai ekonomis serta menurunkan jumlah modal apabila produksinya cukup besar. Saus umumnya memiliki tekstur yang agak kental yang dihasilkan dari pengolahan buah tomat dan ditambahkan bahan lain seperti gula, garam, bahan pewarna untuk meningkatkan warna alami dan penambahan bahan pengawet untuk memperlama daya simpannya.
�� (%) = ���1604
�3448 � −
Menurut Hambali, dkk., (2006), saus tidak hanya digunakan sebagai penyedap rasa tetapi juga sebagai bahan pendamping berbagai makanan seperti pergedel, bakwan, tahu isi dan sebagai bahan campuran kuah bakso, mie ayam serta makanan laut yang selalu menggunakan saus sebagai pelengkap.
Prinsip pengolahan agar diperoleh hasil olahan yang baik adalah kualitas bahan baku (bebas dari kerusakan fisik, mekanik maupun mikroba), proses persiapan bahan baku dan persiapan alat, prosedur pengolahan yang tepat yaitu menggunakan suhu yang tidak merusak nilai gizi bahan baku, saat yang tepat untuk menghentikan pemanasan dalam pengolahan. Tahapan ini menentukan mutu hasil olahan, selanjutnya tahapan berikutnya adalah pengemasan dan penyimpanan, yang dilakukan agar produk yang dikemas dan disimpan tidak mengalami penyimpangan.
Pada proses pengolahan saus tomat maka penggunaan suhu dan waktu pemanasan menentukan saus yang dihasilkan. Suhu yang digunakan dibawah titik didih, dilakukan pengadukan yang kontinu atau terus menerus agar tidak terjadi karamel yang mempengaruhi warna saus yang dihasilkan. Selama proses pemanasan dilakukan pengamatan terhadap keasaman saus yanng dihasilkan, untuk memenuhi persyaratan keasaman saus maka dapat ditambahkan asam organik atau asam sintetik yang diperbolehkan oleh Departemen Kesehatan.
Gambar 2.9 Buah Tomat Segar
Proses pengolahan saus diawali dengan mempersiapan bahan-bahan dan alat yang akan digunakan serta melakukan pengolahan bahan yaitu :
- Persiapan Bahan Baku
Bahan baku yang digunakan dalam proses pembuatan saus harus dalam keadaan segar, bebas dari kotoran agar dihasilkan saus dengan mutu yang baik. Sebaiknya tidak menggunakan buah yang terlalu matang karena kandungan gizinya relatif mengalami penurunan dan mutunya rendah (Amila, 2008).
- Pembersihan
Dilakukan pembuangan bagian yang tidak dapat dipakai seperti kulit, bagian yang busuk, kering dan sebagainya. Lalu dilakukan pencucian pada air yang mengalir (Amila, 2008).
- Pengukusan (Blanching)
Pengukusan dilakukan pada suhu 80-85oC selama 10 menit menggunakan panci pengukusan dengan tujuan menonaktifkan enzim dan mempertahankan warna alami bahan (Amila, 2008).
- Penghancuran Buah
- Pencampuran
Proses pencampuran sangat penting untuk mendapatkan bahan pangan yang seimbang, pencampuran dilakukan untuk memberikan pindah panas yang baik di seluruh campuran dan memisahkan lemak dari jaringan.
- Pemasakan
Pemasakan dilakukan selama 30 menit dengan suhu 80oC sampai mengental dan kekentalannya dapat diukur secara manual dengan melihat aliran saus dari sendok pemasakan saat dialirkan kebawah dan pemasakan dihentikan (Hambali, dkk., 2006).
- Pengemasan
Dimasukkan saus yang telah dimasak kedalam botol kaca yang terlebih dahulu disterilisasikan setelah itu ditutup rapat dan disterilisasi kembali selama 5 menit.
Syarat mutu saus tomat menurut SNI 01-3546-2004 adalah sebagai berikut : Tabel 2.2 Syarat mutu saus tomat
Uraian Persyaratan
Aroma Normal
Rasa Normal
Warna Normal
Jumlah Total soluble solid min 30, Brix 20oC
Keasaman min 0,8, % bb
Bahan Tambahan Makanan
Pengawet SNI 01-0222-1995
Pewarna SNI 01-0222-1995
Cemaran Logam
Timbal (Pb) maks 0,1 mg/kg
Tembaga (Cu) maks 50,0 mg/kg
Seng (Zn) maks 40,0 mg/kg
Timah (Sn) maks 40,0-250 mg/kg
Tomat termasuk tanaman sayuran yang sudah dikenal sejak dahulu. Peranannya yang penting dalam pemenuhan gizi masyarakat sudah sejak lama diketahui orang.
Tomat sebagai bahan baku saus tidak ditentukan berdasarkan jenis dan varietasnya, tetapi pemilihan tomat didasarkan atas umur (tua) tingkat kematangan, tingkat kesegaran, dan tidak diserang hama dan penyakit. Jika semua persyaratan dapat terpenuhi kualitas produknya juga pasti baik. Untuk menjamin kualitas produk saus sebaiknya tomat dipetik pada waktu matang dipohon (kandungan gizi dan nutrisinya maksimal).
Tomat juga merupakan komoditas yang cepat rusak, sehingga memerlukan penanganan yang tepat sejak dipanen. Pengolahan tomat menjadi berbagai produk pangan menjadi salah satu pilihan untuk dapat mengkonsumsi tomat dan memperoleh manfaat dari sifat fungsional tomat, Salah satu bentuk olahan tomat yaitu saus tomat.
Saus tomat adalah cairan kental pasta yang terbuat dari bubur buah berwarna menarik (biasanya merah), mempunyai aroma dan rasa yang merangsang. Walaupun mengandung air dalam jumlah besar, saus memiliki daya simpan panjang karena mengandung asam, gula, garam, dan seringkali diberi pengawet. Saus tomat dibuat dari campuran buah tomat dan bumbuh-bumbuh. Dan pasta yang digunakan berwarna merah muda sesuai dengan warna tomat yang digunakan (Rukmana, 1994).
2.7Viskositas
Viskositas adalah suatu pernyataan “tahanan untuk mengalir” dari suatu sistem yang mendapat suatu tekanan. Makin kental suatu cairan, makin besar gaya yang dibutuhkan untuk membuatnya mengalir pada kecepatan tertentu (Moechtar, 1989).
Viskositas adalah suatu ungkapan yang menyatakan tekanan yang mencegah zat cair untuk mengalir. Makin tinggi viskositasnya, makin besar tekanannya. Zat cair sederhana dapat diperikan dengan viskositas absolut. Tapi sifat-sifat reologikdari sistem dispersi heterogen lebih kompleks dan tidak dapat dinyatakan dengan satuan tunggal (Moechtar, 1989).
Sifat reologi dari sistem farmasi dapat mempengaruhi pemilihan peralatan untuk processing yang digunakan dalam pembuatannya. Selanjutnya kekurangmampuan memilih alat yang tepat dapat menghasilkan produk yang tidak dikehendaki, setidak-tidaknya yang menyangkut sifat alirnya (Moechtar, 1989).
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan buah-buahan. Iklim di Indonesia memungkinkan jenis buah-buahan tumbuh dan berkembang. Salah satunya adalah alpukat (Persea Americana mill). Alpukat merupakan salah satu jenis buah yang dapat tumbuh di tempat yang memiliki ketinggian dan curah hujan bervariasi.
Di kota Medan sendiri, alpukat telah menjadi sumber mata pencaharian masyarakat dengan mengolahnya menjadi jus, campuran kopi, dan lain-lainnya. Alpukat merupakan buah yang diminati masyarakat karena rasanya yang nikmat dan memiliki nilai gizi yang tinggi. Akan tetapi biji alpukat hanya menjadi limbah yang dibuang dan masih kurang pemanfaatannya.
Biji alpukat mengandung amilum dan juga mengandung asam kaprat, asam miristat, asam palmitat, asam stearat, asam oleat, asam linoleat dan asam linolenat. Sedangkan kulit bijinya yang berwarna cokelat kemerahan mengandung selulosa (Ermaiza, 2009).
Salah satu produk makanan yang menggunakan bahan pengental tersebut adalah saus tomat. Masyarakat Indonesia menggunakan saus tomat tidak hanya sebagai penyedap rasa namun juga sebagai pendamping berbagai makanan seperti kentang goreng, bakwan, campuran kuah, makanan laut dan berbagai makanan lainnya.
Penggunaan CMC di Indonesia sebagai bahan pengental, penstabil, pengemulsi dan pembentuk gel dalam produk pangan yang diizinkan oleh Menteri Kesehatan RI, diatur menurut PP. No. 235/MENKES/PER/VI/1979 adalah 1-2%.
Ermaiza (2009) telah melakukan penelitian tentang Pengaruh Dua Jenis Polisakarida dalam Biji Alpukat (Persea americana mill) Terhadap Kandungan Sirup Glukosa Melalui Proses Hidrolisis dengan HCl 3% dimana dilakukan isolasi amilum dari biji alpukat dan selulosa terhadap kulit ari biji alpukat dan didapat kadar serat kasar sebesar 30,23% untuk 5,0010 g kering kulit ari biji alpukat.
Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengkaji pembuatan Carboxymethyl Cellulose (CMC) dari selulosa kulit ari biji alpukat dan
pemanfaatannya sebagai bahan pengental pada saus tomat.
1.2Permasalahan
- Berapakah α-selulosa yang dihasilkan dari isolasi kulit ari biji alpukat
- Berapakah CMC yang dihasilkan dari α-selulosa hasil isolasi dari kulit ari biji alpukat
- Bagaimana pengaruh penambahan CMC terhadap warna, rasa, aroma,dan kekentalan pada saus tomat
1.3Pembatasan Masalah
- Perolehan sampel dibatasi hanya kulit biji alpukat lokal yang diperoleh dari kedai Pokat Kocok Barokah yang berlokasi di jalan H.M. Jhoni, Medan.
- Isolasi α-selulosa dilakukan dengan metode biasa.
- Temperatur pembuatan CMC yang digunakan adalah 55o – 65oC (suhu pemasakan).
- Konsentrasi NaOH yang digunakan pada pembuatan CMC adalah 30% - Massa CMC yang digunakan sebagai penstabil dalam pembuatan saus
tomat adalah 0,5 g; 1,0 g; dan 1,5 g.
1.4Tujuan Penelitian
- Untuk mengetahui berapa banyak α-selulosa yang dapat diisolasi dari kulit ari biji alpukat
- Untuk mengetahui berapa banyak CMC dari α-selulosa hasil isolasi dari kulit ari biji alpukat
- Untuk mengetahui pengaruh penambahan CMC terhadap warna, rasa, aroma, serta tekstur pada pembuatan saus tomat
1.5Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini antara lain :
- Dapat mengetahui apakah α-selulosa dapat diisolasi dari kulit ari biji alpukat
- Dapat mengetahui sintesis CMC dari α-selulosa hasil isolasi dari kulit ari biji alpukat
- Dapat mengetahui pengaruh penambahan CMC terhadap warna, rasa, aroma, serta tekstur pada pembuatan saus tomat
1.6Lokasi Penelitian
1.7 Metodologi Penelitian
Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorium, di mana pada penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap, yaitu :
1. Pada tahap ini adalah penyiapan serbuk kulit biji alpukat kemudian diisolasi
untuk mendapatkan α-selulosa. Karakterisasi yang digunakan adalah analisa
gugus fungsi dengan menggunakan Spektroskopi Fourier Transform-Infra Red (FTIR).
2. Pada tahap ini adalah proses pembuatan karboksimetil selulosa, di mana α -selulosa ditambahkan dengan isopropanol, NaOH, dan monokloro asetat kemudian direfluks. Selanjutnya dinetralkan dengan menggunakan asam asetat, dan etanol. Lalu dikeringkan dengan oven untuk mendapatkan serbuk CMC kering. Selanjutnya digunakan sentrifugator disertai penambahan akuades dan aseton untuk memurnikan hasil CMC yang didapat. Karakterisasi yang digunakan adalah analisa gugus fungsi dengan menggunakan Spektroskopi Fourier Transform-Infra Red (FTIR), dan analisa viskositas dengan menggunakan metode
viskosimeter Brookfield.
Variabel – variabel yang digunakan adalah : - Variabel tetap :
Suhu (oC) Waktu (menit)
Massa serbuk kulit biji alpukat (gram) Massa buah tomat (gram)
Massa serbuk α-selulosa (gram)
Konsentrasi CH3COOH (%) Massa monokloro asetat (gram) Konsentrasi Saus Tomat (b/v) Spindle
RPM (%)
- Variabel bebas : Massa CMC (gram) - Variabel terikat : Spektrum Inframerah Kemurnian
THE USING OF CARBOXYMETHYL CELLULOSE (CMC) FROM AVOCADO SEED COAT AS THICKENER
ON TOMATO SAUCE MAKING
ABSTRACT
The using of Carboxymethyl Cellulose (CMC) from avocado seed coat as thickener in tomato sauce making is do by three stages. First stage is isolation
process of α-selulosa from avocado seed coat which analyzed using FTIR analysis by comparing FTIR analysis output of commercial cellulose and obtained cellulose content as much as 11,32%. At the second stage, cellulose is alkalized using isopropanol with NaOH 30% then being carboxymethylated using monochloroacetic acid and etanol, also purrification which using sentrifugator by adding aquadest and aseton which produce Carboxymethyl Cellulose (CMC), FTIR peak which similar with commercial CMC FTIR peak. Third stage is the making of tomato sauce by adding CMC which variation of 0 gram; 0,5 gram; 1 gram; 1,5 gram of CMC. Then the tomato sauce which is produced is viscosity examined using Brookfield viscosimeter by comparing with commercial tomato sauce. Based on viscosity test outcome, none adding CMC tomato sauce has thickness character which similar with commercial tomato sauce. Based on CMC adding against color, taste, flavor and texture is observed ot showing much impact significantly.
PEMBUATAN CARBOXYMETHYL CELLULOSE (CMC) DARI SELULOSA KULIT ARI BIJI ALPUKAT
DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI BAHAN PENGENTAL PADA
SAUS TOMAT
ABSTRAK
Pemanfaatan karboksimetil selulosa dari kulit ari biji alpukat sebagai bahan pengental dalam pembuatan saus tomat terjadi dalam tiga tahap. Tahap pertama
adalah isolasi α-selulosa dari serbuk kulit ari biji alpukat yang dianalisis menggunakan analisa FTIR dengan membandingkan hasil analisa FTIR yang didapat dengan analisis FTIR selulosa komersil serta didapat kadar selulosa sebanyak 11,32%. Pada tahap kedua, selulosa dialkalisasi menggunakan isopropanol dengan NaOH 30% lalu dikarboksimetilasi menggunakan asam monokloroasetat yang kemudian direfluks dan dinetralkan dengan asam asetat dan etanol, serta pemurnian yang menggunakan sentrifugator dengan penambahan akuades dan aseton yang menghasilkan karboksimetil selulosa (CMC), peaK FTIR yang serupa dengan peak FTIR pada CMC komersil. Tahap ketiga yaitu pembuatan saus tomat dengan penambahan CMC dengan penambahan variasi CMC 0 gram; 0,5 gram; 1 gram; dan 1,5 gram. Kemudian saus tomat yang dihasilkan diuji viskositas menggunakan viskosimeter Brookfield dengan membandingkan saus tomat komersil. Berdasarkan hasil uji viskositas, saus tomat tanpa penambahan CMC memiliki sifat kekentalan yang menyerupai saus tomat komersil. Berdasarkan pengaruh penambahan CMC terhadap warna, rasa, aroma serta tekstur dilihat tidak menampakkan pengaruh yang signifikan.
PEMBUATAN CARBOXYMETHYL CELLULOSE (CMC)
DARI SELULOSA KULIT ARI BIJI ALPUKAT
DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI
BAHAN PENGENTAL PADA
SAUS TOMAT
SKRIPSI
FIRDHA MAHARANI HERMANA
110802054
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PEMBUATAN CARBOXYMETHYL CELLULOSE (CMC) DARI SELULOSA KULIT ARI BIJI ALPUKAT
DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI BAHAN PENGENTAL PADA
SAUS TOMAT
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains
FIRDHA MAHARANI HERMANA 110802054
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERSETUJUAN
Judul : Pembuatan Carboxymethyl Cellulose (CMC)
Dari Selulosa Kulit Ari Biji Alpukat dan Pemanfaatannya Sebagai Bahan Pengental Pada Saus Tomat
Kategori : Skripsi
Nama : Firdha Maharani Hermana
Nomor Induk Mahasiswa : 110802054
Program Studi : Sarjana (S1) Kimia
Departemen : Kimia
Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Disetujui di Medan, Desember 2016
Komisi Pembimbing :
Pembimbing 2, Pembimbing 1,
Dr. Firman Sebayang, MS
NIP.195607261985031001 NIP.195408301985032001
Dr. Rumondang Bulan, MS
Diketahui/Disetujui oleh
Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,
Dr. Rumondang Bulan, MS NIP.195408301985032001
PERNYATAAN
PEMBUATAN CARBOXY METHYL CELLULOSE (CMC) DARI SELULOSA KULIT ARI BIJI ALPUKAT
DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI BAHAN PENGENTAL PADA
SAUS TOMAT
SKRIPSI
Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri. Kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing – masing disebutkan sumbernya.
Medan, Desember 2016
PENGHARGAAN
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan berkah dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Shalawat serta salam tak lupa penulis sampaikan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita menuju jalan kebenaran.
Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada ayahanda Trisna Hermana dan ibunda Emy Herlinda yang telah membesarkan, mendoakan tanpa henti, selalu memberikan semangat untuk dapat menyelesaikan studi. Kepada adik-adik, Farhan Syahreza Hermana dan Fachri Fauzan Khalifa Hermana atas kehadirannya, semoga kita menjadi anak-anak yang bisa berbakti kepada kedua orang tua kita dan menjadi anak-anak yang sholeh yang selalu mendoakan orangtua kita.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Rumondang Bulan, MS selaku dosen pembimbing 1 dan Bapak Dr. Firman Sebayang, MS selaku dosen pembimbing 2 yang telah memberikan waktu, bimbingan, dan saran kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Terima kasih kepada Ibu Dr. Rumondang Bulan, MS dan Bapak Drs. Albert Pasaribu, M.Sc selaku ketua dan sekretaris Departemen Kimia FMIPA USU Medan. Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada Bapak Drs. Firman Sebayang, MS, Kak Fia dan Kak Vika selaku Kepala dan Laboran Laboratorium Biokimia/KBM FMIPA USU, atas segala bantuan dan fasilitas yang telah disediakan. Kepada seluruh rekan-rekan asisten Biokimia FMIPA USU (Putri, Isti, M.Habibi, Novi, Alex, Henri, Puput, Nikmah, Nurul, Cut, Dian, Fitriyatul, Hamdan, Rifqi, Arwinda, Erfi, Ika, Wike, Nur’aini), adik-adik Stambuk 2012-2014, serta rekan seperjuangan Stambuk 2011. Khususnya Bernard, Hotlan, Komting, Yulia, Marliah, Agnes, Rickson, dan bang Stephanus yang telah memberikan bantuan dan semangat kepada penulis selama masa perkuliahan hingga saat ini. Terima kasih juga pada Riswandi, Wildi, Renggania,Dendi, Sahat atas semangat untuk bersama-sama berjuang menyelesaikan studi ini.
Semoga Allah SWT memberikan berkah-Nya dan membalas segala kebaikan yang telah diberikan kepada penulis dengan berlipat ganda. Amin Ya Rabbal ‘Alamin.
THE USING OF CARBOXYMETHYL CELLULOSE (CMC) FROM AVOCADO SEED COAT AS THICKENER
ON TOMATO SAUCE MAKING
ABSTRACT
The using of Carboxymethyl Cellulose (CMC) from avocado seed coat as thickener in tomato sauce making is do by three stages. First stage is isolation process of α-selulosa from avocado seed coat which analyzed using FTIR analysis by comparing FTIR analysis output of commercial cellulose and obtained cellulose content as much as 11,32%. At the second stage, cellulose is alkalized using isopropanol with NaOH 30% then being carboxymethylated using monochloroacetic acid and etanol, also purrification which using sentrifugator by adding aquadest and aseton which produce Carboxymethyl Cellulose (CMC), FTIR peak which similar with commercial CMC FTIR peak. Third stage is the making of tomato sauce by adding CMC which variation of 0 gram; 0,5 gram; 1 gram; 1,5 gram of CMC. Then the tomato sauce which is produced is viscosity examined using Brookfield viscosimeter by comparing with commercial tomato sauce. Based on viscosity test outcome, none adding CMC tomato sauce has thickness character which similar with commercial tomato sauce. Based on CMC adding against color, taste, flavor and texture is observed ot showing much impact significantly.
PEMBUATAN CARBOXYMETHYL CELLULOSE (CMC) DARI SELULOSA KULIT ARI BIJI ALPUKAT
DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI BAHAN PENGENTAL PADA
SAUS TOMAT
ABSTRAK
Pemanfaatan karboksimetil selulosa dari kulit ari biji alpukat sebagai bahan pengental dalam pembuatan saus tomat terjadi dalam tiga tahap. Tahap pertama adalah isolasi α-selulosa dari serbuk kulit ari biji alpukat yang dianalisis menggunakan analisa FTIR dengan membandingkan hasil analisa FTIR yang didapat dengan analisis FTIR selulosa komersil serta didapat kadar selulosa sebanyak 11,32%. Pada tahap kedua, selulosa dialkalisasi menggunakan isopropanol dengan NaOH 30% lalu dikarboksimetilasi menggunakan asam monokloroasetat yang kemudian direfluks dan dinetralkan dengan asam asetat dan etanol, serta pemurnian yang menggunakan sentrifugator dengan penambahan akuades dan aseton yang menghasilkan karboksimetil selulosa (CMC), peaK FTIR yang serupa dengan peak FTIR pada CMC komersil. Tahap ketiga yaitu pembuatan saus tomat dengan penambahan CMC dengan penambahan variasi CMC 0 gram; 0,5 gram; 1 gram; dan 1,5 gram. Kemudian saus tomat yang dihasilkan diuji viskositas menggunakan viskosimeter Brookfield dengan membandingkan saus tomat komersil. Berdasarkan hasil uji viskositas, saus tomat tanpa penambahan CMC memiliki sifat kekentalan yang menyerupai saus tomat komersil. Berdasarkan pengaruh penambahan CMC terhadap warna, rasa, aroma serta tekstur dilihat tidak menampakkan pengaruh yang signifikan.
DAFTAR ISI
BAB 1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang 1
BAB 2. Tinjauan Pustaka 2.1 Alpukat 6
3.3.2 Penyiapan Serbuk Kulit Ari Biji Alpukat 23
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
Tabel
2.1 Komposisi Kimia Biji Alpukat 8
2.2 Syarat Mutu Saus Tomat 16
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
Gambar
2.1 Buah Alpukat 7
2.2 Penampang Buah Alpukat 8
2.3 Kulit Ari Biji Alpukat 8
2.4 Struktur Kimia Selulosa 10
2.5 Rumus Struktur α-Selulosa 11
2.6 Rumus Struktur β-Selulosa 11
2.7 Struktur Kimia Carboxymethyl Cellulose (CMC) 12
2.9 Buah Tomat Segar 15
2.10 Viskosimeter Brookfield 19
4.1 Spektrum FT-IR α-Selulosa Hasil Isolasi dari Kulit Ari Biji 32 Alpukat
4.2 Spektrum FT-IR CMC Hasil Sintesis 33
4.3 Saus Tomat 34
DAFTAR SINGKATAN
ASTM = American Society for Testing and Material BTP = Bahan Tambahan Pangan
CMC = Carboxy Methyl Cellulose DS = Derajat Substitusi
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
Lampiran
1 Proses Isolasi α-Selulosa dari Kulit Ari Biji Alpukat 48
2 Perhitungan Massa dan Kadar α-Selulosa 48
3 Sintesis dan Pemurnian CMC 49
4 Perhitungan Massa CMC 50
5 Spektrum FTIR α-Selulosa Komersil 51
6 Spektrum FTIR α-Selulosa dari Kulit Ari Biji Alpukat 51
7 Spektrum FTIR CMC Komersil 52
8 Spektrum FTIR CMC dari Kulit Ari Biji Alpukat 52