PENGARUH KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI SAINS MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN LEARNING
CYCLE 3 E TERHADAP PENGUASAAN KONSEP FISIKA SISWA
Oleh PUJIATI
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN
Pada
Jurusan Pendidikan MIPA
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG
ABSTRAK
PENGARUH KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI SAINS MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 3 E (LC 3 E) TERHADAP PENGUASAAN KONSEP
FISIKA SISWA Oleh PUJIATI
Fisika merupakan salah satu mata pelajaran dalam rumpun sains yang erat
kaitannya dalam kehidupan sehari-hari. Dalam pembelajaran sains termasuk
fisika, pada umumnya siswa dituntut untuk lebih banyak mempelajari
konsep-konsep dan prinsip-prinsip sains yang hanya terdapat dalam buku pelajaran. Cara
pembelajaran seperti ini menyebabkan siswa hanya megenal banyak peristilahan
sains secara hafalan tanpa makna. Salah satu upaya yang dapat membantu siswa
dalam meningkatkan penguasaan konsep siswa khususnya pada materi Fluida
Statis adalah menumbuhkan kemampuan berkomunikasi sains siswa baik secara
verbal maupun non-verbal. Berdasarkan hal tersebut, peneliti telah melakukan
penelitian untuk mengetahui pengaruh keterampilan berkomunikasi sains
menggunakan model pembelajaran Learning Cycle 3 E (LC 3 E) terhadap
penguasaan konsep fisika siswa pada materi Fluida Statis.
Penelitian ini bertujuan untuk (1) Mengetahui peningkatan penguasaan kosep
Pujiati
iii
Mengetahui pengaruh keterampilan berkomunikasi sains terhadap penguasaan
konsep fisika siswa pada materi Fluida Statis.
Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 1 Rumbia, menggunakan satu kelas yaitu
kelas XI IPA3 dengan jumlah sampel 30 siswa dan menggunakan desain One
Group Pretest-Posttest. Pada penelitian ini diperoleh data keterampilan
berkomunikasi sains, data pretest dan posttest penguasaan konsep fisika siswa
yang berdistribusi normal dan linier. Kemudian untuk menguji peningkatan
penguasaan konsep fisika siswa dilakukan perhitungan persentase kenaikan skor
N-gain dan uji paired sample t test dari data pretest dan posttest penguasaan
konsep fisika siswa. Sedangkan untuk mengetahui pengaruh dilakukan uji
linearitas, korelasi, dan regresi linear sederhana antara data keterampilan
berkomunikasi sains dan data posttest penguasaan konsep fisika siswa.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) Terdapat peningkatan rata-rata
penguasaan konsep fisika siswa yang cukup signifikan dengan menggunakan
pendekatan keterampilan berkomunikasi sains, dengan nilai N-gain rata-rata 0,55
yang termasuk kategori sedang, dan (2) Terdapat pengaruh yang linear dan
signifikan antara keterampilan berkomunikasi sains terhadap penguasaan konsep
fisika siswa pada materi Fluida Statis dengan kontribusi sebesar 14% dan
persamaan regresinya adalah Y = 20,666 + 0,647X.
xii DAFTAR ISI
DAFTAR ISI...xii
DAFTAR TABEL...xv
DAFTAR GAMBAR...xvii
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang... ...1
B. Rumusan Masalah.. ...4
C. Tujuan Penelitian.. ...4
D. Manfaat Penelitian...5
E. Ruang Lingkup Penelitian. ...5
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoretis. ...7
1. Keterampilan Berkomunikasi Sains.. ...7
2. Penguasaan Konsep. ...10
3. Pembelajaran Konstruktivisme. ...11
4. Modep Pembelajaran Learning Cycle 3 E (LC 3 E). ...13
B. Kerangka Pemikiran. ...17
C. Hipotesis Penelitian. ...20
III. METODE PENELITIAN A. Populasi Penelitian. ...21
B. Sampel Penelitian. ...21
C. Variabel Penelitian. ...22
xiii
E. Instrumen Penelitian...23
F. Analisis Instrumen. ...24
1. Validitas. ...24
2. Reliabilitas. ...25
G. Teknik Pengumpulan Data. ...27
H. Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis. ...28
1. Teknik Analisis Data.. ...28
2. Pengujian Hipotesis. ...29
a. Hipotesis Pertama 1) Normalitas.. ...30
2) Uji Paired sample T Test.. ...30
b. Hipotesis Kedua 1) Uji Normalitas. ...31
2) Uji Linieriatas...31
3) Uji Regresi Linier Sederhana.. ...32
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian.. ...34
1. Tahap Pelaksanaan.. ...34
2. Uji Instrumen.. ...36
a. Uji Validitas.. ...36
b. Uji Reliabilitas.. ...37
3. Hasil Pengumpulan Data.. ...37
a. Data Keterampilan Berkomunikasi Sains...37
b. Data Penguasaan Konsep Fisika Siswa .. ...39
4. Pengujian Hipotesis.. ...40
a. Hipotesis Pertama...40
1) Uji Normalitas...40
2) Uji Paired Sample T Test .. ...40
b. Hipotesis Kedua.. ...42
1) Uji Normalitas.. ...42
2) Uji Linearitas.. ...43
3) Uji Regresi Linier Sederhana.. ...44
B. Pembahasan 1. Keterampilan Berkomunikasi Sains.. ...48
xiv V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan.. ...56
B. Saran.. ...57
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN 1. Pemetaan Standar Kompetensi – Kompetensi Dasar. ... 60
2. Silabus. ... 62
3. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran... 67
4. Lembar Kerja Siswa.. ... 95
5. Kunci Lembar Kerja Siswa.. ... 138
6. Kisi-Kisi Tes Formatif.. ... 160
7. Rubrikasi Tes Formatif... 169
8. Soal Tes Formatif.. ... 174
9. Jawaban Tes Formatif.. ... 178
10.Nilai Uji Coba Soal Instrumen (Penguasaan Konsep).. ... 181
11.Hasil Uji Validitas Soal.. ... 182
12.Hasil Uji Reliabilitas Soal.. ... 183
13.Hasil Pretest.. ... 184
14.Hasil Posttest.. ... 185
15.Nilai N-Gain. ... 186
16.Hasil Uji Keterampilan Berkomunikasi Sains. ... 188
17.Rekapitulasi Nilai. ... 194
18.Hasil Uji Normalitas... 196
19.Hasil Uji Paired Sample T Test. ... 197
20.Hasil Uji Linearitas. ... 198
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Fisika adalah satu mata pelajaran dalam rumpun sains yang sangat erat
kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Dalam pembelajaran sains termasuk
fisika, pada umumnya siswa dituntut untuk lebih banyak mempelajari
konsep-konsep dan prinsip-prinsip sains yang hanya terdapat dalam buku pelajaran.
Cara pembelajaran seperti itu menyebabkan siswa pada umumnya hanya
mengenal banyak peristilahan sains secara hafalan tanpa makna. Selain itu,
banyaknya konsep dan prinsip-prinsip sains yang perlu dipelajari siswa,
menyebabkan munculnya kejenuhan siswa belajar sains secara hafalan. Oleh
karena itu, belajar sains hanya diartikan sebagai pengenalan sejumlah
konsep-konsep dan peristilahan dalam bidang sains saja.
Hasil observasi yang telah dilakukan di SMA Negeri 1 Rumbia, proses
pembelajaran yang dilakukan hanya melibatkan siswa sebagai pendengar dan
pencatat karena pembelajaran konvensional yang didominasi dengan ceramah
oleh guru dan latihan soal. Kegiatan pembelajaran tersebut kurang sejalan
dengan proses pembelajaran yang seharusnya diterapakan pada Kurikulum
2 menempatkan siswa sebagai pusat pembelajaran (student centered). Guru
berperan sebagai fasilitator dan motivator, serta kegiatan pembelajaran KTSP
menuntut siswa untuk memiliki kompetensi khusus setelah proses
pembelajaran. Situasi dan kondisi pembelajaran tersebut berpengaruh pada
tingkat pencapaian hasil belajar siswa yang kurang optimal. Berdasarkan hasil
wawancara peneliti terhadap guru mata pelajaran yang bersangkutan bahwa
masih terdapat beberapa siswa yang hasil belajar/ulangan hariannya belum
mencapai nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM), dengan standar KKM
sebesar 75.
Hal ini dapat diatasi dengan melatihkan keterampilan berpikir secara ilmiah
kepada siswa. Sehingga diharapkan siswa memiliki kemampuan berpikir dan
bertindak berdasarkan pengetahuan sains yang dimiliknya, atau lebih dikenal
dengan ketarampilan proses sains. Oleh karena itu, materi pembelajaran tidak
hanya bersifat hafalan dan sebatas kemampuan untuk menjawab soal tanpa
memikirkan keterkaitan antara ilmu yang diperolehnya dengan yang terjadi di
lingkungan kita.
Banyak sekali hal-hal yang berhubungan dengan fluida statis seperti tekanan
hidrostatik misalnya peristiwa pada dongkrak hidrolis. Pembelajaran dapat
dilakukan dengan praktikum. Ilmu fisika dibangun melalui pengembangan
keterampilan-keterampilan proses sains seperti observasi, klasifikasi,
interpretasi dan berkomunikasi. Keterampilan-keterampilan proses sains
3 perkembangannya. Keterampilan Proses Sains (KPS) pada pembelajaran sains
lebih menekankan pada pembentukan keterampilan untuk memperoleh
pengetahuan dan mengkomunikasikan hasilnya.
Satu hal yang tidak akan terlepaskan dalam keterampilan proses sains adalah
keterampilan berkomunikasi sains. Komunikasi penting bagi siswa dalam
upaya menyelesaikan masalah-masalah yang kelak mereka hadapi dalam
kehidupan sehari-hari. Melalui pengamatan langsung pada materi fluida statis,
siswa dituntut mampu menjelaskan hasil percobaan, menghitung dan
menginformasikan, menyusun dan menyampaikan laporan secara sistematis
dan jelas serta mendiskusikan hasil kegiatan suatu masalah atau suatu
peristiwa. Kemampuan-kemampuan ini merupakan indikator keterampilan
berkomunikasi sains. Pembelajaran fisika perlu model pembelajaran yang
mendukung, oleh karena itu penulis merasa perlu menerapkan model
pembelajaran learning cycle 3 E (LC 3 E) karena model pembelajaran ini
merupakan salah satu model pembelajaran yang cocok untuk mendukung
pencapaian keterampilan berkomunikasi sains siswa.
Model pembelajaran learning cycle 3 E (LC 3 E) adalah model pembelajaran
yang dilakukan melalui serangkaian tahap (fase pembelajaran) yang
diorganisasi sedemikian rupa sehingga siswa dapat menguasai komeptensi
yaitu menganalisis hukum-hukum yang berkaitan dengan fluida statis serta
4 Fase-fase pembelajaran meliputi (1) fase eksplorasi (exploration); (2) fase
penjelasan konsep (explaination); dan (3) fase penerapan konsep
(elaboration).
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan, maka telah dilakukan penelitian
eksperimen untuk melihat seberapa besar pengaruh keterampilan
berkomunikasi sains tersebut terhadap penguasaan konsep fisika siswa pada
materi Fluida Statis dengan judul “Pengaruh Keterampilan Berkomunikasi Sains Menggunakan Model Pembelajaran Learning Cycle 3 E Terhadap Penguasaan Konsep Fisika Siswa.”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut:
1. Apakah terdapat peningkatan penguasaan konsep fisika siswa dengan
menggunakan keterampilan berkomunikasi sains?
2. Apakah terdapat pengaruh katerampilan berkomunikasi sains terhadap
penguasaan konsep fisika siswa
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah
untuk:
1. Mengetahui peningkatan penguasaan konsep fisika siswa dengan
5 2. Mengetahui pengaruh keterampilan berkomunikasi sains terhadap
penguasaan konsep fisika siswa.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini, yaitu dapat:
1. Menjadi alternatif bagi guru dalam menyajikan materi pembelajaran yang
dapat diterapkan di kelas untuk meningkatkan kemampuan belajar fisika
siswa.
2. Mengetahui penguasaan konsep fisika siswa terhadap suatu materi belajar
dalam proses pembelajaran dengan menggunakan keterampilan
berkomunikasi sains.
3. Menjadi variasi belajar yang menarik bagi siswa serta dapat membantu
siswa meningkatkan kemampuannya dalam memahami materi-materi
fisika.
4. Sebagai penambahan wawasan ilmu pengetahuan bagi peneliti dengan
terjun langsung ke lapangan dan memberikan pengalaman belajar yang
menumbuhkan kemampuan dan keterampilan meneliti serta pengetahuaan
lebih mendalam terutama pada bidang yang diakaji.
E. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah:
1. Keterampilan berkomunikasi sains adalah keterampilan untuk
6 tulisan maupun lisan. Keterampilan berkomunikasi sains meliputi
indikator mampu memperoleh data hasil percobaan, menghitung hasil
percobaan, menyusun laporan secara sistematis dan jelas. Keterampilan
berkomunikasi sains dibatasi pada keterampilan berkomunikasi secara
non-verbal.
2. Penguasaan konsep adalah kemampuan dalam memaknai suatu konsep
yang mencakup pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan
mengaplikasikan suatu konsep fisika yang dimiliki siswa sebelum, selama,
dan setelah proses pembelajaran yang dapat diketahui dari perolehan hasil
tes.
3. Model pembelajaran Learning Cycle 3 E adalah salah satu model
pembelajaran berbasis konstruktivisme yang terdiri dari 3 fase, yaitu fase
eksplorasi (exploration), fase penjelasan konsep (explaination), dan fase
penerapan konsep (elaboration). Dalam penerapan pembelajaran ini
menggunakan media LKS.
4. Objek dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA3 SMA Negeri 1
Rumbia semester genap Tahun Pelajaran 2012/2013.
7
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teoritis
1. Keterampilan Berkomunikasi Sains
Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) sebagai proses dan sekaligus
sebagai produk. Seseorang mampu mempelajari IPA jika mempunyai
keterampilan-keterampilan tertentu yang disebut keterampilan proses.
Keterampilan Proses menurut Rustaman dalam Nisa (2011: 13)
didefiniskikan sebagai berikut:
Keterampilan proses merupakan keterampilan yang diperlukan untuk memperoleh, mengembangkan dan menerapkan konsep-konsep, prinsip-prinsip, hukum-hukum, dan teori sains, baik berupa keterampian mental, keterampilan fisik (manual) maupun keterampilan sosial. Beberapa keterampilan proses yaitu: 1. melakukan pengamatan (observasi)
2. menafsirkan pengamatan (interpretasi) 3. mengelompokkan (klasifikasi)
4. meramalkan (prediksi) 5. berkomunikasi
6. berhipotesis
7. merencanakan percobaan atau penyelidikan 8. menerapkan konsep atau prinsip
9. mengajukan pertanyaan.
Jadi keterampilan proses merupakan suatu keterampilan yang harus
8
yang terjadi pada lingkungan IPA dapat diselesaikan dengan menerapkan
keterampilan-keterampilan proses. Keterampilan proses diperlukan untuk
memperoleh, mengembangkan dan menerapkan konsep-konsep,
prinsip-prinsip, hukum-hukum, dan teori sains.
Secara lebih rinci indikator dan karakteristik menurut Rustaman dalam
Nisa (2011: 14) dapat dilihat pada table di bawah ini:
Tabel 2.1 Indikator dan Karakteristik Keterampilan Proses Sains
No
- Menggunakan indra penglihatan, pembau, pendengar, pengecap dan peraba.
- Menggunakan fakta yang relevan dan memadai.
2. Menafsirkan pengamatan (interpretasi)
- Mancatat setiap hasil pengamatan. - Menghubungkan hasil pengamata. - Menemukan pola atau keteraturan
dari suatu seri pengamatan. - Menyimpulkan.
3. Mengelompokkan (klasifikasi)
- Mancari perbedaan. - Mengkontraskan ciri-ciri. - Mencari kesamaan. - Membandingkan.
- Mencari dasar penggolongan atau pola yang sudah ada.
4. Meramalkan (prediksi)
- Mengajukan perkiraan tentang sesuatu yang belum terjadi berdasakan suatu kecenderungan. 5. Berkomunikasi - Membaca grafik, tabel atau diagram.
- Menjelaskan hasil percobaan. - Menyusun dan menyampaikan
laporan secara sistematis dan jelas. 6. Berhipotesis - Menyatakan hubungan antara dua
9
7. Merencanakan percobaan atau penyelidikan
- Menentukan alat dan bahan.
- Menentukan variabel atau perubah. - Menentukan variabel kontrol dan
variabel bebas.
- Menentukan apa yang diamati, diukur atau ditulis.
- Menentukan cara dan langkah kerja. - Menentukan cara pengolahan data. 8. Menerapkan konsep
atau prinsip
- Menjelaskan sesuatu peristiwa dengan menggunakan konsep yang telah dimiliki.
- Menerapkan konsep yang telah dipelajari dalam siatuasi baru. 9. Mengajukan
pertanyaan
- Pertanyaan yang diajukan dapat meminta penjelasana tentag apa, mengapa, begaimana ataupun
menanyakan latar belakang hipotesis.
Upaya untuk mengetahui keterampilan berkomunikasi siswa dapat
dilakukan dengan pemberian butir soal keterampilan proses sains.
Nuryani dalam Rismawati (2011: 26) menyatakan, pokok uji
keterampilan proses tidak boleh dibebani konsep. Hal ini diupayakan agar
pokok uji tersebut tidak rancu dengan pengukuran penguasaan konsepnya.
Konsep hanya dijadikan sebagai konteks dan konsep-konsep disini
mestinya sudah dikuasai siswa.
Jadi, pemberian butir soal untuk mengukur keterampilan berkomunikasi
harus disesuaikan dengan tingkat kemampuan siswa dalam menguasai
10
pembelajaran supaya siswa mempunyai bekal dalam mengerjakan
soal-soal kemapuan berkomunikasi tersebut.
2. Penguasaan Konsep
Penguasaan berasal dari kata kuasa. Berdasarkan kamus besar Bahasa
Indonesia, kuasa artinya kemampuan atau kesanggupan untuk berbuat
sesuatu sedangkan penguasaan artinya perbuatan menguasai atau
menguasakan. Berdasarkan penjelasan tersebut maka menurut Latifah
(2012: 15) mengungkapkan penguasaan konsep merupakan kemampuan
untuk mengungkapkan arti dari objek-objek atau kejadian-kejadian yang
diperoleh melalui pengalaman untuk membuat keputusan dalam
penyelesaian masalah.
Pada pembelajaran fisika penguasaan konsep dimaksudkan sebagai
tingkatan dimana siswa tidak sekedar mengetahui konsep-konsep fisika,
namun siswa tersebut benar-benar memahaminya dengan baik, seperti
siswa tersebut mampu menyelesaikan berbagai persoalan, baik yang
berkaitan dengan konsep itu sendiri maupun penerapannya.
Erika (2011: 22-23) mengemukakan bahwa:
Penguasaan konsep dapat diartikan sebagai kemampuan siswa dalam memahami secara lebih mendalam terhadap konsep, baik teori, prinsip, hukum, dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari dan dapat diukur dengan jenjang kognitif Bloom. Adapun penguasaan konsep fisika dimaksudkan sebagai tingkatan dimana seorang siswa tidak sekedar mengetahui konsep-konsep fisika, melainkan benar-benar memahaminya dengan baik, yang ditunjukkan oleh
11
terkait dengan konsep itu sendiri maupun penerapannya dalam situasi baru.
Jadi, penguasaan konsep dapat diartikan sebagai kemampuan siswa dalam
memahami secara lebih mendalam terhadap konsep, baik teori, prinsip,
hukum, dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari dan dapat diukur
dengan jenjang kognitif Bloom, serta siswa tidak hanya memahami teori,
prinsip, hukum saja, tetapi siswa juga mampu dalam memecahkan
masalah yang dihadapinya, baik persolan yang menyangkut dengan
konsep itu sendiri maupun situasi yang lain.
3. Pembelajaran Konstruktivisme
Teori-teori baru dalam psikologi pendidikan dikelompokkan dalam teori
pembelajaran konstruktivis (constructivist theories of learning).
Konstruktivisme merupakan suatu pembelajaran yang tidak boleh tercipta
dari luar minat pelajar, tetapi harus dibina berdasarkan pengalaman yang
telah dimiliki pelajar.
Suparno (2010: 122-123) menyatakan bahwa:
Teori konstruktivisme Piaget menjelaskan bahwa pengetahuan seseorang adalah bentukan orang itu sendiri. Proses bentukan
(konstruksi) pengetahuan itu terjadi apabila seseorang mengubah atau mengembangkan skema yang telah dimiliki dalam berhadapan dengan tantangan, rangsangan atau persoalan. Dengan proses asimilasi dan akomodasi itu, pengetahuan seseorang dikembangkan dan dimajukan. Teori Piaget seringkali disebut konstruktivisme personal karena lebih menekankan pada keaktifan pribadi seseorang dalam
12
Secara sederhana konstruktivisme merupakan konstruksi dari kita yang
mengetahui sesuatu. Pengetahuan itu bukanlah suatu fakta yang tinggal
ditemukan, melainkan suatu perumusan yang diciptakan orang yang
sedang mempelajarinya.
Mulyana (2012) menyatakan bahwa:
Konstruktivisme merupakan landasan berpikir (filosopi) pembelajaran kontekstual yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Ciri-ciri konstruktivisme yaitu:
1. pengetahuan dibangun oleh siswa itu sendiri
2. pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru ke murid, kecuali hanya dengan keaktifan murid sendiri untuk menalar
3. murid aktif mengkonstruksi sacara terus-menerus, sehingga selalu terjadi perubahan konsep ilmiah
4. guru sekedar membantu menyediakan sarana dan situasi agar proses konstruksi berjalan lancar
5. struktur pembelajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah pertanyaan.
Selain itu, yang paling penting adalah guru tidak boleh hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus
membangun pengetahuan didalam benaknya sendiri.
Berdasarkan ciri-ciri konstruktivisme di atas, jelaslah bahwa belajar
adalah proses bentukan pengetahuan yang tidak hanya menerima, tetapi
lebih kritis terhadap stimulasi lingkungan. Dasar pemikiran seperti inilah
yang menjadikan teori konstruktivisme menjadi landasan teori-teori
13
Adam (2012: 12) menjelaskan bahwa:
Pengetahuan tidak dapat begitu saja ditransfer dari guru ke siswa dalam bentuk tertentu, melainkan siswa membentuk sendiri pengetahuan itu dalam pikirannya masing-masing sehingga pengetahuan tentang sesuatu dipahami secara berbeda-beda oleh siswa.
Berdasarkan pernyataan di atas, jelaslah bahwa seorang siswa tidak dapat
begitu saja menerima pengetahuan yang diajarkan oleh guru. Siswa harus
dapat menanamkan pengetahuan itu dalam dirinya sendiri. Jika siswa
tidak dapat menanamkan pengetahuan di dalam dirinya terlebih dahulu,
maka pengetahuan tersebut tidak dapat diperoleh oleh siswa tersebut.
Sebaliknya, jika siswa dapat menanamkan pengetahuan di dalam dirinya
sendiri, maka siswa dapat menerima pengetahuan yang diajarkan oleh
guru dengan baik.
4. Model Pembelajaran Learning Cycle 3 E (LC 3 E)
Salah satu strategi mengajar untuk menerapkan model pembelajaran
konstruktivisme adalah penggunaan siklus belajar. Menurut Nurhatati
(2011: 8) Siklus belajar (Learning Cycle) terdiri atas tiga fase, yaitu fase
eksplorasi, fase pengenalan konsep, dan fase aplikasi konsep .
Siklus belajar terdiri dari beberapa macam. Menurut Dahar dalam
Nurhatati (2011: 111), mengemukakan bahwa:
Tiga macam siklus belajar, yaitu deskriptif, empiris induktif, dan hipotesis deduktif. Ketiga siklus belajar ini dijelaskan sebagai berikut:
14
Siklus belajar tipe deskriptif ini menghendaki hanya pola-pola deskriptif (misalnya klasifikasi). Dalam siklus ini siswa menemukan dan memberikan suatu pola empiris dalam suatu konteks khusus (eksplorasi), kemudian guru memberikan nama pada pola itu (pengenalan konsep) lalu pola iti ditentukan dalam konteks-konteks lain (aplikasi konsep). Bentuk ini dinamakan deskriptif, sebab siswa dan guru hanya memberikan apa yang mereka amati tanpa adanya hipotesis-hipotesis untuk menjelaskan hasil pengamatan.
b. Siklus Belajar Empiris Induktif
Dalam siklus ini, selain menemukan dan memberikan suatu pola empiris dan suatu konteks khusus (eksplorasi), siswa juga dituntut untuk mengemukakan sebab-sebab yang mungkin tentang
terjadinya pola itu. Hal ini membutuhkan penggunaan penalaran analogi untuk memindahkan atau mentransfer konsep-konsep yang telah dipelajari dalam konteks-konteks lain pada konteks baru (pengenalan konsep). Dengan bimbingan guru, siswa menganalisis data yang dikumpulkan selama fase eksplorasi untuk melihat kesesuaian antara sebab-sebab yang dihipotesiskan dengan data dan fenomena yang lain dikenal (aplikasi konsep). c. Siklus Belajar Hipotesis Deduktif
Siklus belajar hipotesis deduktif dimulai dengan pertanyaan berupa suatu pernyataan sebab. Siswa diminta untuk merumuskan jawaban-jawaban (hipotesis-hipotesis) yang mungkin terhadap pernyataan itu. Selanjutnya siswa diminta untuk menemukan konsekuensi-konsekuensi logis dari hipotesis-hipotesis tersebut dan merencanakan serta melakukan eksperimen-eksperimen untuk menguji hipoteisis-hipotesis itu (eksplorasi). Analisis hasil eksperimen menyebabkan beberapa hipotesis ditolak dan
hipotesis lain diterima, sehingga konsep-konsep dapat
diperkenalkan (pengenalan konsep). Akhirnya konsep-konsep yang relevan dan pola-pola penalaran yang terlibat dan didiskusikan dapat diterapkan pada situasi-situasi lain pada kemudian hari (aplikasi konsep). Jadi, siklus belajar hipotesisi deduktif menghendaki pola-pola tingkat tinggi misalnya mengendalikan variabel, penalaran korelasional, penalaran hipotesis deduktif.
Siklus belajar empiris induktif merupakan proses yang sistematis dalam
pembelajaran dengan langkah-langkah yang diperoleh berdasarkan
15
untuk menjelaskan fenomena dan memberikan kesempatan untuk dialog
dan diskusi. Fase-fase pembelajaran pada model pembelajaran
konstruktivisme menggunakan siklus belajar empiris induktif ini, yaitu
fase eksplorasi, fase pengenalan konsep, dan fase aplikasi konsep.
Sidik (2011: 8) menyatakan bahwa:
Model pembelajaran Learning Cycle ini pertama kali dicetuskan oleh Karplus pada tahun 1960-an. Menurut Karplus model pembelajaran leraning cycle ini dibagi menjadi tiga tahapan atau fase yaitu: fase eksplorasi, fase penemuan, dan fase ekstensi atau lanjutan. Model learning cycle pertama kali dikembangkan oleh Science Curriculum Improvement Study (SCIS) pada tahun 1970-1974 dengan
menggunakan tiga fase yaitu: fase exploration, fase invention, dan fase discovery. Kemudian pengembangan learning cycle berikutnya menggunakan istilah yang berbeda untuk fase-fase tersebut yaitu: fase exploration (eksplorasi), fase concept introducation (pengenalan konsep), dan fase concept application (aplikasi konsep).
Suatu model pembelajaran mempunyai langkah-langkah pengajaran yang
harus dilaksanakan. Model pembelajaran Learning Cycle mempunyai
langkah-langkah atau fase-fase pembelajaran yang harus dilaksanakan.
Yusriati (2012) menjelaskan bahwa:
Fase-fase pembelajaran dengan model siklus belajar (Learning Cycle) terdapat 3 fase penting, yaitu:
1. Fase eksplorasi
Pada fase eksplorasi, siswa diberi kesempatan untuk
mengeksplorasi materi secara bebas. Siswa melakukan berbagai kegiatan ilmiah seperti mengamati, membandingkan,
mengelompokkan, menginterpretasikan dan yang lainnya,
16
2. Fase pengenalan konsep
Pada fase pengenalan konsep, peran guru lebih dominan. Guru mengumpulkan informasi dari murid-murid yang berkaitan dengan pengalaman mereka dalam eksplorasi.
3. Fase penerapan konsep
Pada fase penerapan konsep, siswa diminta untuk menerapkan konsep yang baru mereka pahami untuk memecahkan masalah-masalah dalam situasi yang berbeda. Dalam hal ini guru bertugas untuk menyiapkan barbagai kegiatan atau permasalahan yang relevan dengan konsep yang sedang dibahas. Pada fase ini, siswa diajak menerapkan pemahaman konsepnya dengan melakukan percobaan. Penerapan konsep dapat meningkatkan pemahaman konsep dan motivasi belajar, karena siswa mengetahui penerapan nyata dari konsep yang mereka pelajari.
Fase-fase pembelajaran dalam siklus belajar (Learning Cycle) terdapat 3
fase penting, yaitu (1) fase eksplorasi, yaitu siswa menggali pengetahuan
yang terkait materi pembelajaran secara bebas, sehingga siswa dapat
menemukan konsep-konsep penting tentang materi yang dibahas. (2) fase
pengenalan konsep, pada fase ini peran siswa kurang aktif jika
dibandingkan dengan peran guru dalam proses pembelajaran. Pada fase
pengenalan konsep ini guru harus mengumpulkan sejumlah
informasi-informasi atau sumber-sumber yang dapat digunakan dalam menunjang
proses pembelajaran. (3) fase penerapan konsep, pada fase ini guru
memberikan suatu permasalahan yang berkaitan dengan penerapan materi
pembelajaran pada kehidupan nyata kepada siswa untuk dipecahkan.
Sehingga siswa dapat memahami materi pembelajaran tersebut pada
17
B. Kerangka Pemikiran
Salah satu upaya untuk dapat berargumen yaitu siswa harus mampu
memberikan penjelasan kritis dan perlu berpikir kreatif. Hal tersebut bias
didapatkan dengan melakukan pengamatan, bereksperimen, dan
mengevaluasi bukti. Namun, perlu diingat bahwa siswa tidak akan mampu
merancang proses belajarnya sendiri. Guru harus membimbing dan
mendampingi siswa dalam setiap aktivitas belajarnya untuk dapat membantu
siswa dalam membangun sebuah konsep sains.
Pembelajaran fisika yang demikian memberikan pengalaman belajar kepada
siswa sebagai proses dengan menggunakan sikap ilmiah agar mampu
memiliki pemahaman melalui fakta-fakta yang mereka temukan sendiri,
sehingga mereka dapat menemukan konsep, hukum, dan teori, serta dapat
mengaitkan dan menerapkan pada kehidupan sehari-hari.
Dalam pembelajaran fisika pemilihan model pembelajaran yang akan
digunakan dalam melaksanakan kegiatan di kelas sangat mempengaruhi
ketercapaian tujuan pembelajaran. Tingkat penguasaan konsep seseorang
sangat tergantung dari bagaimana ia mulai menanamkan suatu konsep dalam
pikirannya, sebab konsep merupakan buah pemikiran. Siswa dapat
membangun sendiri konsep dari mengolah informasi yang mereka peroleh.
Dengan membangun konsep maka ia telah memiliki tingkat pemahaman yang
18
Perubahan konsep sangat penting dalam proses pembelajaran fisika. Hanya
dengan adanya perubahan konsep, baik yang memperluas konsep ataupun
yang meluruskan konsep yang tidak tepat, seorang siswa benar-benar
berkembang dan memahami konsep-konsep fisika. Semakin banyak dan
semakin tepat konsep fisika yang dipahami siswa, berarti semakin baik
penguasaan siswa terhadap konsep-konsep fisika.
Materi fisika yang dipilih dalam penelitian ini adalah materi Fluida pada sub
materi Fluida Statis. Pemilihan materi tersebut dilakukan karena konsep
fluida sangat akrab dalam keseharian siswa. Selain itu, sub materi ini
dianggap sebagai materi yang cukup sulit karena dalam sub materi ini siswa
dituntut dapat memahami data yang diperoleh dari hasil percobaan. Selain itu
siswa dituntut mampu melakukan perhitungan secara matematis terkait
besaran-besaran yang lain. Apabila siswa mampu memahami dari data hasil
percobaan, maka siswa pasti dapat melakukan perhitungan besaran-besaran
lain. Hal ini menunjukkan bahwa setelah siswa menanamkan konsep awal
pada data yang telah diperoleh, maka mereka akan menguasai konsep-konsep
yang ada dalam materi tersebut.
Berdasarkan penanaman konsep tersebut siswa dapat memberikan penjelasan
sederhana mengenai suatu hal yang telah siswa kuasai konsep awalnya.
Proses ini merupakan suatu proses penguasaan konsep awal siswa. Setelah itu
19
membuat penjelasan lebih lanjut dari penjelasan sederhana yang telah
dipahami sebelumnya. Kemampuan-kemampuan yang berkembang tersebut
merupakan ciri-ciri penguasaan konsep yang muncul dari adanya pemilihan
bentuk representasi yang tepat untuk membelajarkan suatu materi. Penjelasan
di atas dapat dijelaskan pada gambar 2.1.
Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen yang menggunakan satu kelas.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen yang menggunakan satu kelas.
Pada penelitian ini dilakukan pengujian untuk mengetahui pengaruh
keterampilan berkomunikasi sains siswa. Pada penelitian ini terdapat tiga
bentuk variabel yaitu variabel bebas, variabel terikat, dan variabel moderator.
Variabel bebas dalam penelitian ini keterampilan berkomunikasi sains (X), Pembelajaran Materi
Fluida Statis
Keterampilan Berkomunikasi sains
Penguasaan Konsep menerapkan
memunculkan
20
sedangkan variabel terikatnya adalah penguasaan konsep siswa (Y), dan model
pembelajaran Learning Cycle 3 E (LC 3 E) adalah variabel moderator (Z).
Untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang pengaruh variabel bebas
terhadap varibel terikat dan pengaruh variabel moderator terhadap variabel
bebas dan variabel terikat, maka dapat dijelaskan dengan paradigm pemikiran
seperti berikut ini:
Gambar 2.2. Bagan Paradigma Pemikiran Keterangan:
X = keterampilan berkomunikasi sains Y = penguasaan konsep siswa
Z = model pembelajaran Learning cycle 3 E (LC 3 E)
r = pengaruh keterampilan berkomunikasi sains terhadap penguasaan konsep fisika siswa
C. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan tinjauan pustaka, kerangka pemikiran penelitian yang relevan
dan anggapan dasar yang telah diuraikan, maka rumusan hipotesis penelitian
ini adalah:
1. Hipotesis pertama : Ada peningkatan penguasaan konsep siswa dengan
menggunakan keterampilan berkomunikasi sains.
2. Hipotesis pertama : Ada pengaruh keterampilan berkomunikasi sains
terhadap penguasaan konsep.
r
X
Z
21
III. METODE PENELITIAN
A. Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas XI SMA Negeri 1
Rumbia Tahun Pelajaran 2012/2013 yang berjumlah 102 siswa dan tersebar
dalam tiga kelas yaitu XI IPA1, XI IPA2, IX IPA3. Pembagian siswa pada tiap
kelas dilakukan secara heterogen, sehingga proporsi jumlah siswa yang
memilki kemampuan akademik yang tinggi, sedang maupun kurang dalam
tiap kelas hampir sama antara salah satu kelas dengan kelas yang lainnya.
B. Sampel Penelitian
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik
purposive sampling, yaitu penentuan sampel dari anggota populasi dengan
pertimbangan tertentu yang dilakukan dalam memilih satu kelas sebagai
sampel adalah dengan melihat prestasi belajar siswa. Dalam penelitian ini
yang bertindak sebagai sampel adalah siswa kelas XI IPA3 SMA Negeri 1
Rumbia. Dalam pelaksanaannya peneliti meminta bantuan pihak sekolah,
22
tersebut untuk menentukan kelas yang akan dijadikan sampel dan penulis
mendapatkan kelas XI IPA3 sebagai sampel.
C. Variabel Penelitian
Variabel penelitian ini terdiri dari satu variabel bebas (X) yaitu keterampilan
berkomunikasi sains yang diukur dengan menggunakan lembar observer
keterampilan berkomunikasi sains. Satu variabel terikat (Y) yaitu penguasaan
konsep fisika siswa yang diukur dengan menggunakan soal jamak beralasan.
Untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang pengaruh variabel bebas
terhadap variabel terikat yang didukung dengan variabel moderator (Z) yaitu
model pembelajaran Learning cycle 3 E (LC 3 E).
D. Desain penelitian
Desain eksperimen ini menggunakan Pre-Eksperimental Desaign dengan tipe
One-Group Pretest-Posttes Design. Pada desain ini, terdapat pretest sebelum
diberikan perlakuan posttest setelah diberi perlakuan. Dengan demikian hasil
perlakuan dapat diketahui legih akurat, karena dapat membandingkan dengan
keadaan sebelum diberi perlakuan. Desain ini dapat digambarkan sebagai
berikut:
Gambar 3.1 Desain ekeperimen
Pretes Perlakuan Postes
O1 X O2
23
Keterangan:
O1 : Pretest yang diberikan sebelum perlakuan.
X : Perlakuan berupa penerapan model pembelajaran LC 3 E. O2 : Posttest yang diberikan setelah perlakuan.
(Sugiyono, 2010:110-111)
Kelas yang menjadi sampel diberikan tes awal untuk melihat penguasaan
konsep awal siswa pada awal pertemuan, kemudian diberikan perlakuan
yaitu penerapan model pembelajaran Learning Cycle 3 E. Pada akhir sub
bab materi, siswa diberikan tes akhir atau posttest berupa pilihan jamak
beralasan. Hasil tes awal dan tes akhir tersebut dihitung dengan N-gain.
E. Instrumen Penelitian
Instrumen merupakan alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan
informasi kuantitatif tentang variasi karakteristik variabel secara objektif.
Dalam penelitian ini, instrumen yang digunakan berupa:
1. Keterampilan berkomunikasi sains menggunakan instrumen berbentuk
lembar penilaian yang digunakan untuk menilai indikator-indikator
keterampilan berkomunikasi sains.
2. Penguasaan konsep fisika siswa digunakan soal pretest dan posttest yang
terdiri atas soal penguasaan konsep fisika yang berupa pilihan jamak
24
F. Analisis Instrumen
Sebelum instrumen digunakan dalam sampel sebaiknya instrumen harus diuji
terlebih dahulu dengan menggunakan uji validitas dan uji reliabilitas.
1. Uji Validitas
Dalam memperoleh data yang valid, instrumen atau alat untuk
mengevaluasinya harus valid. Instrumen yang valid berarti alat ukur yang
digunakan untuk mendapatkan data (mengukur) itu valid. Valid berarti
instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya
diukur (ketepatan). Sebuah tes dikatakan memiliki validitas jika hasilnya
sesuai dengan kriterium, dalam arti memiliki kesejajaran antara hasil tes
tersebut dengan kriterium.
Untuk menguji validitas instrumen digunakan rumus korelasi product
moment yang dikemukakan oleh Pearson dengan rumus:
= −
2 − 2 2− 2
Arikunto ( 2008: 72)
Kriteria pengujian jika korelasi antar butir dengan skor total lebih dari 0,3
maka instrumen tersebut dinyatakan valid, atau sebaliknya jika korelasi
antara butir dengan skor total kurang dari 0,3 maka instrumen tersebut
25
koefisien korelasi tersebut signifikan. Item yang mempunyai korelasi
positif dengan kriterium (skor total) korelasi yang tinggi, menunjukkan
bahwa item tersebut mempunyai validitas yang tinggi pula. Biasanya
syarat minimum untuk dianggap memenuhi syarat adalah jika r=0,3.
(Masrun dalam Sugiyono, 2010: 188).
Uji validitas dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunkakan
program SPSS 17.0 dengan kriterium uji bila correlated item-total
corelation lebih besar dibandingkan dengan 0,3 maka data tersebut
merupakan construck yang kuat (valid).
2. Uji Reliabilitas
Instrumen yang reliabel adalah instrumen yang bila digunakan beberapa
kali untuk mengukur objek yang sama akan menghasilkan data yang sama
pula. Perhitungan untuk mencari harga reliabilitas instrumen didasarkan
pada pendapat Arikunto (2008: 109) yang menyatakan bahwa untuk
menghitung reliabilitas dapat digunakan rumus alpha, yaitu:
11 = −
1 1−
�1
2
�2
Keterangan:
r11 = reliabilitas yang dicari
Σσ12 = jumlah varians skor tiap-tiap item
26
Uji reliabilitas merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana alat
pengukuran dapat dipercaya atau diandalkan. Reliabilitas instrumen
diperlukan untuk mendapatkan data sesuai dengan tujuan pengukuran.
Dalam mencapai hal tersebut, dilakukan uji reliabilitas dengan
menggunakan SPSS 17.0 dengan metode Alpha Cronbach’s yang diukur
berdasarkan skala Alpha Cronbach’s 0 sampai 1.
Menurut Triton dalam Sujianto dikutip oleh Marlangen (2010: 32),
kuesioner dinyatakan reliabel jika mempunyai nilai koefisien alpha, oleh
karena itu digunakan ukuran kemantapan alpha yang diinterpretasikan
sebagai berikut:
1. Nilai Alpha Cronbach’s 0,00 sampai dengan 0,20 berarti kurang
reliabel.
2. Nilai Alpha Cronbach’s 0,21 sampai dengan 0,40 berarti agak reliabel.
3. Nilai Alpha Cronbach’s 0,41 sampai 0,60 berarti cukup reliabel.
4. Nilai Alpha Cronbach’s 0,61 sampai dengan 0,80 berarti reliabel.
5. Nila Alpha Cronbach’s 0,81 sampai dengan 1,00 berarti sangat
reliabel.
Setelah instrumen valid dan reliabel, kemudian disebarkan pada sampel
yang sesungguhnya. Skor total setiap siswa diperoleh dengan menjumlah
27
H. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan lembar pengumpulan data
berbentuk tabel yang diperoleh dari skor untuk keterampilan berkomunikasi
sains serta skor hasil pretest dan posttest untuk penguasaan konsep adapun
bentuk pengumpulan datanya berupa tabel yang dijelaskan pada tabel-tabel
berikut ini.
Tabel 3.1. Format Nilai Penguasaan Konsep Fisika siswa
No Nama Siswa Pada soal ke- Skor
Skor rata-rata siswa
Tabel 3.2. Format Rekapitulasi N-gain Penguasaan Konsep Fisika N
kenaikan N-gain Kategori 1. Siswa 1
Tabel 3.3. Format Skor Keterampilan Berkomunikasi Sains
28
Keterangan:
Pada penilaian keterampilan berkomunikasi sains terdapat 3 indikator sebagai
berikut:
Tabel 3.4. Kerangka Penilaian Keterampilan Berkomunikasi Sains
No. Indikator Aspek yang Dinilai
1. Memperoleh data a. Cara merangkai atau menyusun alat percobaan.
b. Melakukan atau menjalankan percobaan.
c. Menganaalisis data. 2. Menghitung hasil
percobaan
a. Ketepatan rumus. b. Ketelitian perhitungan. c. Kebenaran hasil akhir. 3. Menyusun laporan a. Pendahuluan.
b. Prosedur percobaan. c. Data percobaan. d. Hasil percobaan. e. Kesimpulan.
I. Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis
1. Teknik Analisis Data
Untuk menganalisis kategori penguasaan konsep fisika siswa digunakan
skor gain yang ternormalisasi. N-gain diperoleh dengan menggunkan
persamaan berikut ini.
29
Dalam menganalisis peningkatan penguasaan konsep digunakan skor
pretest dan posttest. Peningkatan skor antara tes awal dan tes akhir dari
variabel merupakan indikator adanya peningkatan atau penurunan
penguasaan konsep fisika siswa pada pembelajaran fisika dengan pengaruh
keterampilan berkomunikasi sains, sedangkan penilaian keterampilan
berkomunikasi sains dilakukan dengan melakukan penilaian keterampilan
komunikasi siswa yang tertulis pada laporan praktikum pada saat proses
pembelajaran berlangsung.
Proses analisis untuk data keterampilan berkomunikasi sains adalah
dengan melakukan penilaian keterampilan berkomunikasi sains dengan
menggunakan kerangka penilaian pada setiap indikatornya. Perhitungan
skor rata-rata dan presentasenya adalah:
� − = ℎ� � � � �� � � �
ℎ��
% � � � �� � � � = ℎ�
� � 100%
2. Pengujian Hipotesis
a. Hipotesis Pertama
Pengujian hipotesis pertama dilakukan menggunakan dua metode
30
1) Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan terhadap data pretest dan data posttest
penguasaan konsep menggunakan program komputer. Untuk
melihat peningkatan penguasaan konsep fisika siswa maka data
hasil prestest dan posttest harus terdistribusi normal. Pada
penelitian ini uji normalitas yang digunakan adalah uji
kolmogrov-smirnov. Data dikatakan memenuhi asumsi normalitas atau
terdistribusi normal jika pada Kolmogorov-Smirnov nilai sig.>0.05
sebaliknya data yang tidak terdistribusi normal mamiliki nilai
sig.<0.05.
2) Uji Paired Sample T Test
Uji Paired Sample T Test atau lebih dikenal dengan pre-post
design dilakukan untuk menganalisis data pretest dan posttest
penguasaan konsep akibat pengaruh keterampilan berkomunikasi
sains siswa. dasar pemikiran sederhana, yaitu apabila suatu
perlakuan tidak memberikan pengaruh maka perbadaan rata-rata
adalah nol. Pada uji ini juga akan terlihat peningkatan atau
penurunan penguasaan konsep secara signifikan. Ketentuannya bila
thitung lebih kecil dari ttabel, maka H0 diterima, dan H1 ditolak. Tetapi
sebaliknya bila thitung lebih besar dari ttabel maka H0 ditolak dan H1
31
ditolak dan sebaliknya. Untuk memudahkan dalam menguji hal
tersebut maka dilakukan dengan menggunakan program SPSS 17.0
yaitu uji Paired Samples T Test.
Adapun hipotesis penelitian yang akan diuji adalah sebagai berikut:
Hipotesis Pertama
H0 : Tidak terjadi peningkatan penguasaan konsep fisika siswa dengan
menggunakan keterampilan berkomunikasi sains.
H1 :.Terjadi peningkatan penguasaan konsep fisika siswa dengan
menggunakan keterampilan berkomunikasi sains.
b. Hipotesis Kedua
Pengujian hipotesis kedua dilakukan menggunakan tiga metode
analisis dalam SPSS 17.0 yaitu:
1) Uji Normalitas
Pada pengujian apakah sampel penelitian merupakan jenis
distribusi normal, dapat dilakukan dengan uji statistik
Kolmogrov-Smirnov. Dasar dari pengambilan keputusan uji normalitas,
dihitung menggunakan program komputer dengan metode
Kolmogorov-Smirnov berdasarkan pada besaran prababilitas atau
nilai signifikansi. Data dikatakan memenuhi asumsi normalitas
32
0.05 sebaliknya data yang tidak terdistribusi normal memiliki nilai
sig.< 0.05.
2) Uji Linearitas
Uji linearitas bertujuan untuk mengetahui apakah dua variabel
mempunyai hubungan yang linear atau tidak secara signifikan. Uji
ini biasanya digunakan sebagai prasyarat dalam analisis korelasi
atau regresi linear.
Pengujian dilakukan dengan menggunakan program SPSS 17.0
dengan metode Test for Linearity pada taraf signifikan 0.05. Dua
variabel dikatakan mempunyai hubungan yang linear bila
signifikansi (Linearity) kurang dari 0.05.
3) Uji Regresi Linier Sederhana
Uji regresi linier sederhana dilakukan untuk menghitung
persamaan regresinya. dengan menghitung persamaan regresinya
maka dapat diprediksi seberapa tinggi nilai variabel terikat jika
nilai variabel bebas diubah-ubah serta untuk mengetahui arah
hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat pakah
positif atau negatif serta untuk menghitungnya menggunakan
rumus di bawah ini.
33
Dengan:
= Ʃ Ʃ
2 − Ʃ Ʃ
Ʃ2 − Ʃ 2
= Ʃ − Ʃ Ʃ
Ʃ2 − Ʃ 2
(Priyatno, 2010 : 55)
Untuk memudahkan dalam pengujian hubungan antar variabel
dilakukan dengan menggunakan program SPSS 17.0 dengan uji
Regresi Linear.
Adapun hipotesis penelitian yang akan diuji adalah sebagai berikut:
Hipotesis Kedua
H0 : Tidak terdapat pengaruh keterampilan berkomunikasi sains
terhadap penguasaan konsep fisika siswa.
H1 : Terdapat pengaruh keterampilan berkomunikasi sains terhadap
56
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa:
1. Terdapat peningkatan rata-rata penguasaan konsep fisika siswa pada
materi Fluida Statis yang cukup signifikan dengan menggunakan
pendekatan keterampilan berkomunikasi sains sebesar 40,83 dengan nilai
rata-rata N-gain sebesar 0,55 dengan kategori tinggi 16,67%, kategori
sedang 83,33%, dan tidak ada satupun siswa dalam kategori rendah.
2. Terdapat pengaruh yang linier dan signifikan antara keterampilan
berkomunikasi sains terhadap penguasaan konsep fisika siswa pada materi
Fluida Statis sebesar 14% yang merupakan nilai koefisien determinasi
dengan nilai koefisisen korelasi sebesar 0,375 dan persamaan regresi
Y = 20,666 + 0,647X dimana konstanta a merupakan koefisien yang tidak
57
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, penulis memberikan saran
sebegai berikut:
1. Guru harus dapat menciptakan suasana belajar yang menyenangkan
sehingga siswa dapat lebih bersemangat dalam mengikuti pembelajaran.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan materi lain
selain Fluida Statis untuk mendapatkan hasil penelitian yang lebih
58
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, R. Apriliyawati, dan Payudi. 2008. Limitation of representation mode in learning gravitational concept and its influence toward student skill problem solving. Proceeding Of The 2nd International Seminar on Science Education. PHY – 31 : 373 – 377.
Adam, W. 2012. Penerapan Model Pembelajaran Konstruktivisme untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Fisika pada Topik Getaran dan Gelombang. Diakses 25 November 2012 dari http://repository.upi.edu/
Arikunto, Suharsimi. 2008. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Erika, N. 2011. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group
Investigation untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep Fluida Statis.Diakses 25 November 2012 dari http://repository.upi.edu/
Hadianan, La Rosiani. 2011. Pengaruh Pendekatan Keterampilan Proses Sains Terhadap Hasil Belajar Biologi Siswa. Diakses 25 November 2012.
Latifah, B. 2012. Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Base Learning) untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep Elastisitas Siswa SMA.Diakses 25 November 2012 dari http://repository.upi.edu/
Marlangen, Taranesia. 2010. Studi Kemampuan Berpikir Kritis dan konsep pada Pembelajaran Fisika dengan Pendekatan Multiple representation. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Nisa, I. K. 2011. Penerapan Model Pembelajaran Generatif dalam upaya Meningkatkan Keterampilan Berkomunikasi Siswa SMP. Diakses 16 Desember 2012 dari http://repository.upi.edu/
Priyanto, Duwi. 2010. Mengolah Analisis Statistik Data dengan SPP. Yogyakarta: Mediakom
Rismawati, I. 2011. Penerapan Model Pembelajaran TANDUR untuk
59
Sidik, Jafar. 2011. Penerapan Model Pembelajaran Learning Cycle Tipe Karplus untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa pada Konsep Hukum Newton tentang Gerak. Diakses 11 Desember 2012 dari http://repository.upi.edu/
Sucianti, Nurhatati. 2011. Model Pembelajaran Konstruktivisme untuk
Meningkatkan Pemahaman Konsep Fisika Siswa. Diakses 25 November 2012 dari http://repository.upi.edu/
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan Kuantitatif Kualitatif. Bandung. Alfabeta.
Suparno, P. (2010). Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget. Yogyakarta: Kanisius.
Mulyana. (2012, Juli). mulyanayutin. Pengertian Konstruktivisme. Diakses 25 November 2012 dari mulyanayutin.blogspot.com:http://mulyanayutin. blogspot.com/2012/07/pengertian-konstruktivisme.html