I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang dan Masalah
Sektor pertanian di Indonesia memegang peranan strategis karena merupakan
sebagai tumpuan hidup sebagian besar penduduk Indonesia, dimana hampir
setengah dari penduduk Indonesia bekerja di sektor ini. Sebagai salah satu
sarana pembangunan ekonomi, maka pembangunan sektor pertanian harus
dapat ditingkatkan lagi, terutama dalam upaya meningkatkan produksi dari
tiap cabang usahatani dan juga diharapkan dapat meningkatkan pendapatan
petani di Indonesia. Keberhasilan pembangunan pertanian ditentukan oleh
berbagai faktor antara lain faktor sumber daya alam, sumber daya manusia dan
teknologi. Menyangkut sumber daya manusia erat kaitannya dengan petani
dan keluarganya.
Propinsi Lampung sektor pertanian masih memegang peranan yang sangat
penting. Salah satu sub sektor pertanian yang tidak kalah pentingnya dalam
pemenuhan kebutuhan dan peningkatan pendapatan masyarakat luas, yaitu sub
sektor tanaman pangan. Propinsi Lampung merupakan salah satu sentra
produksi tanaman pangan seperti jagung, padi dan ubi kayu. Oleh karena itu
kebutuhan masyarakat luas dan dapat menjaga sistem ketahanan pangan
nasional.
Padi (Oriza sativa) merupakan tanaman pangan pokok utama di Indonesia. Padi yang telah digiling akan menjadi beras. Beras merupakan makanan
sumber karbohidrat utama di kebanyakan negara Asia. Negara-negara lain
seperti: di Benua Eropa, Australia dan Amerika mengkonsumsi beras dalam
jumlah yang jauh lebih kecil daripada di negara Asia. Tanaman padi yang
telah diolah menjadi beras, selain dapat dikonsumsi oleh manusia jerami padi
dapat juga digunakan sebagai penutup tanah pada suatu usaha tani.
Selain tanaman padi, tanaman pangan lain yang dapat dikonsumsi setelah padi
adalah jagung (Zea mays L.) merupakan makanan pokok setelah padi yang memiliki karbohidrat tinggi dan sangat bermanfaat bagi manusia serta hewan.
Jagung dapat diolah dengan bermacam-macam cara sehingga dapat menjadi
bahan makanan konsumsi manusia seperti tepung jagung, bahan baku
makanan tradisional, dan sebagainya. Selain dapat diolah menjadi bahan
makanan, jagung juga dapat digunakan sebagai pakan ternak dan bahan baku
industri. Tanaman padi dan jagung mudah untuk dibudidayakan karena teknik
budidaya padi dan jagung relatif mudah, tanah yang subur serta didukung oleh
iklim yang cocok untuk menanam padi dan jagung. Sehingga hasil produksi
padi dan jagung di Lampung Selatan melimpah, lebih lengkapnya
produktivitas tanaman padi dan jagung per Kecamatan di Kabupaten Lampung
Tabel 1. Luas tanam, produksi, dan produktivitas tanaman padi dan jagung per Kecamatan di Kabupaten Lampung Selatan, Tahun 2008.
No Kecamatan Luas Tanam(ha) Produksi (ton) Produktivitas (ton/ha) Padi Jagung Padi Jagung Padi Jagung
Sumber: Badan Pusat Statistik Propinsi Lampung, 2008
Berdasarkan Tabel 1. dapat diketahui bahwa produksi padi dan jagung di
Kecamatan Jati Agung masih berfluktuasi. Walaupun hasil produktivitasnya
masih rendah tetapi Kabupaten ini memiliki potensi yang cukup besar untuk
terus mengembangkan usahatani padi dan jagung bila dilihat dari besarnya
luas panen. Produksi tanaman pertanian di Kecamatan Jati Agung yang sering
ditanam oleh petani adalah tanaman pangan padi dan jagung. Selain tanah dan
iklim yang cocok untuk bercocok tanam, tanaman padi dan jagung tidak sulit
untuk dibudidayakan di Jati Agung.
Penduduk di Indonesia yang bermukim di pedesaan, umumnya memiliki
lapangan pekerjaan di bidang pertanian. Salah satu andalan utama tanaman di
Indonesia adalah tanaman pangan. Tanaman pangan pada lahan sawah dapat
tanaman padi, palawija dan sayuran. Sampai saat ini sektor pertanian terutama
sub sektor tanaman pangan masih menjadi prioritas utama dalam
pembangunan di daerah Lampung.
Areal persawahan di Desa Rejo Mulyo Kecamatan Jati Agung adalah
termasuk salah satu wilayah yang memiliki lahan sawah yang cukup besar.
Lahan di Jati Agung terdiri dari lahan sawah dan lahan kering. Untuk lebih
jelasnya data potensi lahan sawah dan lahan kering di Kecamatan Jati Agung
Kabupaten Lampung Selatan disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Data potensi lahan sawah dan lahan kering di Kecamatan Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan, Tahun 2008 – 2009
No Desa
Sumber: Balai Penyuluhan Pertanian Kecamatan Jati Agung, 2008
Tabel 2 dapat diketahui bahwa Kecamatan Jati Agung tidak memiliki lahan
Kecamatan Jati Agung berjenis lahan sawah tadah hujan. Sedangkan lahan
kering petani menggunakan pekarangan dan ladang. Luas lahan sawah tadah
hujan di Desa Rejo Mulyo Kecamatan Jati Agung sebesar 610 hektar. Jumlah
ini termasuk jumlah yang cukup besar setelah Desa Fajar Baru (675 hektar)
dan Marga Agung (650 hektar). Dengan demikian potensi jumlah produksi
tanaman pangan di Kecamatan Jati Agung masih berpeluang besar untuk
meningkatkan jumlah pendapatan petani dan hasil produksi. Untuk lebih jelas
mengenai penggunaan lahan sawah tadah hujan menurut jenis usahatani,
dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Penggunaan lahan sawah tadah hujan di Kecamatan Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan, Tahun 2008
Sumber: Balai Penyuluhan Pertanian Kecamatan Jati Agung, 2008
Tabel 3 dapat dilihat Kecamatan Jati Agung sangat berpotensi untuk tanaman
pangan seperti padi dan jagung. Jenis usahatani di daerah Jati Agung cukup
bervariasi. Dengan jumlah produktivitas tertinggi yaitu tanaman padi.
Walaupun pengairan air di daerah Jati Agung menggunakan tadah hujan tetapi
jumlah produksi yang dihasilkan cukup besar.
Untuk meningkatkan produksi tanaman pangan dan palawija perlu dilakukan
usaha diversifikasi. Diversifikasi terdiri dari diversifikasi horizontal dan
diversifikasi vertikal. Fungsi diversifikasi horizontal atau penganekaragaman
No Jenis Jumlah luas Jumlah Produksi Produktivitas
usahatani tanam (ha) KK Petani (ton) (ton/ha)
1 Padi 3.618 6.715 17.366,40 4,8
2 Jagung 1.890 4.895 7.745 4,1
3 kacang hijau 250 1.225 225 0,9
tanaman adalah untuk mengganti atau meningkatkan pertanian yang
monokultur (satu jenis tanaman) ke arah pertanian yang bersifat multikultur
(banyak macam). Sedangkan diversivikasi vertikal adalah penganekaragaman
hasil-hasil pertanian melalui pengolahan hasil. Salah satu pertimbangan usaha
diversivikasi adalah stabilitas pendapatan pertanian dan menghindarkan
ketergantungan pada satu atau dua jenis tanaman (Mubyarto,1989).
Dalam upaya untuk meningkatkan pendapatan dapat digunakan sistem
penanaman dengan pola tanam padi-padi dan padi-jagung. Pola tanam dalam
usahatani mempunyai peranan yang sangat penting untuk meningkatkan
pendapatan petani. Dewasa ini telah banyak petani yang menggunakan pola
tanam campuran pada lahan pertaniannya. Hal tersebut dilakukan untuk
menanggulangi adanya kerugian akibat dari gagal panen atau harga penjualan
produk yang rendah.
Ada beberapa alasan ekonomi mengapa usahatani memproduksi lebih dari satu
jenis komoditi, antara lain adalah untuk menghasilkan produksi yang optimal,
menjamin tersedianya bahan makanan sepanjang tahun dan mengurangi resiko
rugi akibat fluktuasi harga (Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Propinsi
Lampung, 2007)
Pola tanam majemuk adalah pola tanam dengan menanam beberapa jenis
tanaman pada lahan produksi yang sama. Salah satu pola tanam majemuk
yaitu rotasi tanaman. Rotasi tanaman adalah penanaman beberapa jenis
tanaman pada lahan yang sama tetapi pada waktu yang berbeda atau secara
dan meningkatkan kelestarian serta memanfaatkan sumberdaya alam dan
meningkatkan produktivitas lahan dan pendapatan usahatani secara terus
menerus. Selain itu, penyusunan pola tanam yang tepat juga mampu
mengoptimalkan pemanfaatan tenaga kerja, faktor produksi, pupuk, dan
pestisida.
Dalam pemanfaatan pola tanam yang tepat sangat menguntungkan bagi petani.
Di Kecamatan Jati Agung, petani telah menerapkan sistem pola tanam pada
lahan pertanian yang diusahakan. Dengan penerapan tersebut petani dapat
menaggulangi kerugian akibat gagal panen atau harga produk yang rendah.
Pola tanam yang diteliti pada penelitian ini yaitu pola tanam majemuk (rotasi
tanaman) terhadap tanaman jagung, padi dan kacang hijau. Keuntungan dari
pola tanam ini adalah untuk meningkatkan keanekaragaman bahan pangan
serta memutus daur hidup hama dan penyakit tanaman.
Tujuan dari usahatani adalah meningkatkan produksi dan pendapatan petani
yang nantinya dapat menunjang taraf hidupnya. Tujuan ini merupakan faktor
penentu untuk mengambil keputusan oleh petani dalam berusaha mencapai
keuntungan yang akan mempengaruhi usaha petani selanjutnya.
Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan penelitian dirumuskan sebagai
berikut :
1. Berapa besar pendapatan yang diperoleh petani pada masing-masing pola
tanam di Desa Rejo Mulyo?
2. Apakah terdapat perbedaan pendapatan antar masing-masing pola tanam di
B. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui besarnya pendapatan usahatani pada masing-masing pola
tanam di Desa Rejo Mulyo.
2. Menganalisis apakah terdapat perbedaan pendapatan yang dihasilkan pada
masing-masing pola tanam di Desa Rejo Mulyo.
C. Kegunaan Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi :
1. Bahan pertimbangan bagi petani untuk mengalokasikan penggunaan
faktor-faktor produksi dalam upaya peningkatan pendapatan usahatani
padi dan jagung pada sawah tadah hujan.
2. Sumbangan pemikiran dan bahan informasi bagi mahasiswa dalam
melakukan penelitian yang sama.
3. Sumbangan pemikiran bagi pemerintah daerah dan instansi terkait dalam
peningkatan pendapatan usahatani padi dan jagung pada sawah tadah
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
A. Tinjauan Pustaka
1. Tanaman Pangan
Tanaman padi merupakan tanaman pangan yang pokok atau yang paling
utama dalam pemenuhan asupan makanan yang dibutuhkan bagi manusia.
Tumbuhan padi (Oriza sativa L.) termasuk golongan tumbuhan Graminae,
yang terdiri dari batang yang tersusun dari beberapa ruas. Pada setiap ruas
terdapat cabang-cabang bulir, dan pada ujung tiap-tiap cabang terdapat
bunga padi.
Padi dapat tumbuh pada daerah rawa maupun lahan yang kering jika curah
hujan mencukupi kebutuhan tanaman akan air.Padi dapat tumbuh pada
ketinggian 0-1500 mdpl dengan temperatur 19-270C , memerlukan
penyinaran matahari penuh tanpa naungan. Angin berpengaruh pada
penyerbukan dan pembuahan. Jarak tanam padi yaitu 20 x20 cm. Padi
menghendaki tanah lumpur yang subur dengan ketebalan 18-22 cm dan pH
Benih yang baik, bermutu tinggi, dan berasal dari varietas unggul
merupakan salah satu faktor terpenting yang menentukan tinggi rendahnya
hasil produksi. Ciri padi berjenis unggul yaitu produksi tinggi, umur tanam
pendek, tahan terhadap hama dan penyakit, tidak mudah rontok, mutu
beras yang dihasilkan baik, dan rasanya enak. Pupuk yang biasa digunakan
pada tanaman padi antara lain urea, ZA, SP-36, KCl. Semua pupuk yang
dicampur dan disebarkan merata ke lahan sesuai dosis. Hasil panen akan
bervariasi tergantung jenis varietas padi yang ditanam. Kondisi lahan, jenis
tanah, serangan hama dan penyakit juga berpengaruh terhadap hasil panen
padi.
Selain tanaman padi, jagung juga merupakan pangan yang pokok setelah
padi. Jagung merupakan tanaman serealia, jagung dapat tumbuh hampir di seluruh dunia. Jagung termasuk bahan pangan penting karena merupakan
sumber karbohidrat kedua setelah beras. Tanaman jagung termasuk dalam
famili Graminae atau rumput-rumputan dengan spesies Zea mays L.
Jagung termasuk tanaman berakar serabut, batang jagung tidak bercabang,
berbentuk silinder, dan terdiri dari beberapa ruas dan buku ruas. Pada buku
ruas akan muncul tunas yang berkembang menjadi tongkol. Tinggi batang
jagung tergantung pada varietas dan tempat penanaman, umumnya
berkisar 60 -300 cm. Daun jagung memanjang dan keluar dari buku-buku
batang. Jumlah daun terdiri dari 10 – 18 helai, tergantung varietasnya.
Diantara varietas jagung , daun mempunyai keragaman dalam panjang,
karena bunga jantan dan betina terdapat pada bunga yang berbeda. Biji
jagung tersusun rapi pada tongkol,setiap tongkol terdiri dari 10-14 deret,
sedangkan dalam satu tongkol terdapat kurang lebih 200 – 400 biji.
Curah hujan ideal sekitar 85-200 mm/bulan dan harus merata. Pada fase
pembungaan dan pengisian biji perlu mendapatkan cukup air. Sebaiknya
ditanam awal musim hujan atau menjelang musim kemarau.
Membutuhkan sinar matahari, tanaman yang ternaungi, pertumbuhannya
akan terhambat dan memberikan hasil biji yang tidak optimal. Suhu
optimum antara 230 C – 300 C. Jagung tidak memerlukan persyaratan
tanah khusus, namun tanah yang gembur, subur dan kaya humus akan
berproduksi optimal. pH tanah antara 5,6-7,5. Aerasi dan ketersediaan air
baik, kemiringan tanah kurang dari 8 %. Daerah dengan tingkat
kemiringan lebih dari 8 %, sebaiknya dilakukan pembentukan teras
dahulu. Ketinggian antara 1000-1800 m dpl dengan ketinggian optimum
antara 50-600 m dpl.
Tanaman kacang hijau (Vigna radiata) merupakan tanaman semusim yang termasuk kedalam jenis tanaman Leguminosae yang mengandung sumber protein, vitamin, dan mineral yang penting untuk memenuhi kebutuhan
gizi masyarakat. Kandungan protein kacang hijau cukup tinggi yaitu
sekitar 24% kacang hijau banyak disukai sebagai makanan diet karena
daya cernanya tinggi dan tidak menyebabkan kembung.
Tanaman kacang hijau merupakan salah satu tanaman semusim yang
makanan seperti, untuk makanan bayi, minuman, kue, tepung hunkue, dan
tauge. Selain itu, tanaman kacang hijau juga dapat digunakan sebagai
pupuk hijau.
Menurut Sumarno (1992),ditinjau dari aspek agronomis dan ekonomis,
kacang hijau memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan
komoditas kacang lainnya seperti:
1. Lebih toleran terhadap kekeringan
2. Lebih sedikit terserang hama dan penyakit
3. Umurnya relatif genjah (genotipe-genotipe unggul yang dikembangkan
dewasa ini berumur 55-56 hari)
4. Cara budidayanya mudah dan dapat dikembangkan di lahan yang
kurang subur
5. Risiko kegagalan panen secara total relatif kecil
6. Harga jual relatif tinggi dan stabil
7. Dapat dikonsumsi langsung oleh petani dengan cara pengolahan yang
mudah
2. Sawah Tadah Hujan
Sawah tadah hujan adalah sawah yang sumber airnya tergantung atau
berasal dari curah hujan tanpa adanya bangunan - bangunan irigasi
permanen. Sawah tadah hujan umumnya terdapat pada wilayah yang
posisinya lebih tinggi dari sawah irigasi atau sawah lainnya, sehingga tidak
memungkinkan terjangkau oleh pengairan. Sedangkan waktu tanam padi
Potensi sawah tadah hujan di Indonesia cukup luas tersebar di propinsi
Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Lampung, Sulawesi Selatan dan NTB.
Lahan sawah tadah hujan pasokan airnya hanya tergantung dari curah
hujan dan letak tropografi. Varietas unggul yang biasa ditanam pada sawah
tadah hujan antara lain Ciherang, Cibogo, Cigeulis, Way Apo Buru,
Mengkongga, dan Widas. Hampir semua varietas unggul ini cocok
ditanam pada lahan sawah tadah hujan. Penanaman varietas tersebut
dengan menerapkan model PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu)
mempunyai peluang yang baik untuk menunjang peningkatan produksi
padi secara nasional. Sawah tadah hujan hanya dikerjakan sekali dalam
setahun. Penyemaian berlangsung dalam waktu 40 hari dan waktu tanam
sampai panen membutuhkan waktu 4 bulan.
Pelaksanaan penanaman padi di sawah tadah hujan dapat dilakukan
dengan cara tradisional maupun modern. Pengolahan lahan dengan cara
tradisional dengan menggunakan alat-alat seperti cangkul, sabit, garu, dan
bajak, sedangkan dengan cara modern dilakukan dengan mesin.
3. Pola tanam dalam usahatani
Pola tanam merupakan tata urutan tanaman yang ditanam pada lahan
sesuai dengan keadaan lingkungan, curah hujan maupun musim tanam
selama setahun. Kegunaan dari pola tanam adalah untuk mempertahankan
dan meningkatkan kelestarian serta pemanfaatan sumber daya alam dan
meningkatkan produktivitas lahan dan pendapatan usahatani secara terus
Pola tanam usahatani mempunyai peranan yang sangat penting dalam
meningkatkan pendapatan petani. Saat ini sudah banyak petani yang
menerapkan pola tanam campuran pada lahan pertaniannya untuk
menanggulangi kerugian akibat dari gagal panen ataupun harga produk
yang rendah.
Menurut Lakitan (1995) pola tanam dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Pola tanam monokultur
Pola tanam monokultur adalah pola tanam dengan menanam satu jenis
tanaman. Pola tanam monokultur pada umumnya dilakukan dengan
tujuan komersil, yakni hanya menanam jenis tanaman hortikultura
yang mempunyai nilai ekonomis yang tinggi dan jenis tanaman yang
sistim tataniaganya telah diketahui oleh petani. Dengan menggunakan
pola tanam monokultur petani lebih mudah mendapatkan keuntungan,
sederhana karena mudah mengelolanya, dan peluang memberikan
keuntungan yang maksimal jika jenis tanaman yang dipilih mempunyai
nilai ekonomis yang tinggi dan waktu panennya tepat.
b. Pola tanam majemuk
Pola tanam majemuk adalah pola tanam dengan menanam beberapa
jenis tanaman pada lahan produksi yang sama. Pola tanam majemuk
(1) Rotasi tanaman
Rotasi tanaman adalah penanaman beberapa jenis tanaman pada
lahan yang sama tetapi pada waktu yang berbeda atau secara
bergilir. Keuntungan pola tanam ini adalah untuk meningkatkan
keanekaragaman bahan pangan dan sumber gizi, serta memutus
daur hidup hama dan penyakit tanaman.
(2) Tumpang sari
Tumpang sari adalah penanaman beberapa jenis tanaman pada
lahan yang sama, pada waktu yang sama dan pengaturan jarak
tanam yang jelas. Pada pola tanam tumpang sari ditanam dua
atau lebih jenis tanaman pada waktu yang bersamaan dengan
jarak tanam yang teratur pada lahan yang sama.
(3) Campuran
Pola tanam campuran merupakan penanaman beberapa jenis
tanaman pada lahan yang sama dan pada waktu yang sama tanpa
jarak tanam yang jelas atau ditanam secara tidak beraturan.
(4) Relay cropping (Tumpang gilir)
Tumpang gilir merupakan transisi antara rotasi tanaman dengan
tumpang sari. Pada pola tanam ini, berbagai jenis tanaman
yang bersamaan sebagaimana dalam rotasi tanaman. Tanaman
kedua ditanam sebelum tanaman pertama dipanen. Dengan
demikian pola tanam ini menekankan efisiensi penggunaan
waktu, sehingga dalam setahun beberapa jenis tanaman dapat
dibudidayakan.
Tohir (1991) mengemukakan aspek dan dampak dari pada penataan
pertanaman berganda (multiple cropping), yaitu:
1. Pembagian pencurahan tenaga kerja secara merata sepanjang
tahun dan memudahkan dalam pengelolaan lahan untuk
pertanaman selanjutnya.
2. Memperkecil resiko kegagalan usaha.
3. Mempertinggi gelombang panen sehingga diperoleh pendapatan
yang lebih besar.
4. Mempertinggi produktivitas lahan.
5. Menyediakan bahan-bahan makanan yang beranekaragam
sehingga dapat memperbaiki keadaan gizi.
6. Mengurangi peluang untuk terjadinya tanah bero/kosong.
7. Mempertinggi kesuburan tanah.
8. Mencegah timbulnya hama dan penyakit tanaman, tetapi
adakalanya mengundang penyakit.
9. Menekan pertumbuhan rumput-rumputan (gulma).
Rotasi tanaman merupakan salah satu dasar dalam pertanian yang
kemunduran dari kesuburan tanah untuk mencapai produksi yang
tinggi dan stabil. Pemilihan pergiliran tanaman tergantung dari
kesadaran petani dan berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan pangan
untuk keluarga. Motivasi petani dalam memilih tanaman yang akan
ditanam, antara lain adalah (Tohir, 1991) :
a) Keadaan lingkungan fisik, yaitu faktor alam (keadaan tanah, iklim,
keadaan air).
1) Keadaan tanah
Penataan pertanaman harus memperhatikan syarat-syarat
keadaan tanah yang diperlukan oleh setiap jenis tanaman yang
hendak dipilih petani sebagai tanaman campuran atau tanaman
giliran. Jenis tanah dan pH tanah yang dikehendaki oleh tiap
jenis tanaman hendaknya diperhatikan. Di tanah yang asam,
sifat pH-nya rendah tidak cocok untuk jenis tanaman yang
menghendaki tanah netral atau basa dan sebaliknya. Umumnya
tanaman menghendaki tanah yang sifatnya netral.
2) Iklim dan perairan
Iklim dan air merupakan salah satu faktor teknis-biologis
penting bagi pertumbuhan tanaman. Tiap jenis tanaman
menghendaki klim dan tata pengairannya sendiri, oleh karena
itu penanaman campuran memerlukan pengetahuan khusus
tentang jenis-jenis tanaman yang sesifat dalam hal syarat iklim
Lahan pertanaman yang mengalami kekurangan air akan
menyebabkan aerasi udara dalam tanah menjadi terganggu dan
suplai oksigen dalam tanah tidak lancar. Bila ini terjadi maka
fungsi dan pertumbuhan akar sebagai bagian tanaman yang
paling penting akan berhenti. Akibatnya pertumbuhan seluruh
bagian tanaman akan berhenti, sehingga perkembangannya
menjadi tertunda, mutu dan produksi akan merosot, serta akar
tanaman rentan terhadap serangan penyakit dropping off yang akan membawa kematian bagi tanaman dalam waktu yang
singkat.
Sebaliknya jika lahan pertanaman mengalami kelebihan air,
maka tanah akan menjadi sangat lembab dan becek. Akibatnya
juga akan terjadi kematian tanaman dalam waktu yang singkat
seperti halnya bila kekurangan air. Oleh karena itu kandungan
air dalam tanah harus diperhatikan dengan mempertimbangkan
lokasi penanamannya, apakah dilahan sawah atau tegal.
b) Kondisi budaya (tradisi petani)
Faktor kebiasaan atau tradisi petani merupakan salah satu faktor
yang menjadi pertimbangan petani dalam menanam. Faktor
kebiasaan memiliki pengaruh yang besar atas perilaku petani dalam
c) Kondisi sosial ekonomis (modal, kepemilikan lahan, keadaan
pasar, dan pendapatan petani)
Semakin besar modal dan kepemilikan lahan petani, maka
kemungkinan untuk penataan jenis tanaman yang diharapkan
menghasilkan pendapatan yang tinggi juga akan besar. Permintaan
pasar yang tinggi terhadap hasil produksi pertanian juga
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi petani dalam
menentukan jenis tanaman. Apabila permintaan pasar terhadap
hasil produksi pertanian tinggi, maka petani akan menanamnya.
d) Pemenuhan kebutuhan pangan keluarga
Dengan mengatur pola tanam, maka akan memberikan keuntungan
kepada petani. Dengan memanfaatkan pola tanam yang optimal.
Petani dapat mencukupi persediaan pangan keluarga.
e) Keadaan saprodi
Ketersediaan pupuk, benih, pestisida, traktor dan pompa air mampu
memotivasi petani untuk m enanam tanaman (Tohir, 1991).
4. Teori Usahatani
Menurut Hernanto (1994), usahatani adalah organisasi dari alam, tenaga
kerja dan modal yang ditujukan untuk usaha produksi dilapangan
pertanian. Sedangkan menurut Mubyarto (1989) usahatani merupakan
unsur-unsur produksi seperti alam, tenaga kerja, modal, dan manajemen
yang ditujukan untuk memperoleh produksi di bidang pertanian. Petani
dalam usahatani bertindak sebagai pekerja dan penanam modal.
Selanjutnya Mubyarto (1989) menyatakan bahwa Keberhasilan usahatani
tidak terlepas dari berbagai faktor-faktor produksi yang
mempengaruhinya. Faktor-faktor produksi ini akan menentukan besar
kecilnya produksi yang dihasilkan. Faktor-faktor produksi merupakan
benda atau jasa yang disediakan oleh alam dan dihasilkan oleh manusia
serta digunakan untuk menghasilkan berbagai macam barang dan jasa.
Faktor-faktor produksi yang umum digunakan dalam bidang pertanian
antara lain: luas lahan, benih, pestisida, pupuk, tenaga kerja dan
manajemen. Sedangkan faktor-faktor lain yang mempengaruhi produksi
yaitu curah hujan, ketinggian tempat, topografi, kesuburan lahan,
penggunaan lahan, dan kemasaman tanah (Soekartawi, 1990).
Lahan usahatani adalah lahan yang digunakan untuk melakukan usaha
pertanian di mana petani melakukan kegiatan usahataninya di tempat itu.
Lahan merupakan faktor yang penting dalam usahatani karena merupakan
pabrik dari hasil pertanian, yaitu tempat proses produksi akan berlangsung.
Luas lahan pertanian menunjukkan skala usaha, yang pada akhirnya akan
mempengaruhi efisien atau tidaknya suatu usaha pertanian (Mubyarto,
Selanjutnya menurut Mubyarto (1994), tenaga kerja dalam usahatani
adalah faktor produksi utama. Petani dalam mengusahakan lahannya
dituntut sebagai seorang pekerja sekaligus sebagai manejer usahataninya
karena mereka yang merencanakan, mengorganisasikan, dan mengatur
selama berjalannya proses produksi. Pengaturan jumlah tenaga kerja harus
optimal agar dapat menghasilkan produksi sesuai dengan yang diinginkan.
5. Teori pendapatan usahatani
Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan tunai usahatani dan pengeluaran tunai usahatani. Pendapatan tunai usahatani merupakan
kemampuan usahatani untuk menghasilkan uang tunai. Dengan
pendapatan yang tinggi akan merangsang petani untuk lebih giat lagi
mengusahakan usahataninya agar mendapatkan produksi yang optimal.
Menurut Soekartawi (1993), terdapat dua pengertian tentang pendapatan
usahatani. Pertama, pendapatan kotor yaitu seluruh pendapatan yang
diperoleh dalam usahataninya selama satu tahun yang dapat
diperhitungkan dari hasil penjualan atau hasil produksi yang dinilai
berdasarkan harga per satuan berat. Kedua, pendapatan bersih yaitu
penerimaan kotor yang telah dikurangi dengan biaya produksi selama
proses produksi. Biaya produksi ini terdiri dari biaya tetap dan biaya
variabel. Biaya tetap adalah biaya produksi yang besarnya tidak tergantung
pada jumlah produksi atau biaya yang penggunaannya tidak habis dalam
satu masa produksi, dan biaya variabel adalah biaya produksi yang
Selain itu terdapat biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Biaya tunai
adalah biaya yang dikeluarkan secara tunai untuk proses produksi, dan
biaya yang diperhitungkan adalah biaya yang dikeluarkan petani dalam
menjalankan usahataninya namun tidak dikeluarkan secara tunai.
Pendapatan bersih atau keuntungan merupakan selisih antara penerimaan
dengan biaya. Penerimaan merupakan hasil perkalian antara jumlah
produksi dengan harga, sedangkan biaya merupakan hasil perkalian antara
jumlah faktor produksi dengan harga faktor produksi. Secara matematis
besarnya keuntungan dirumuskan sebagai berikut (Soekartawi, 1990):
Pxi = harga faktor-faktor produksi ke-i (Rp)
Xi = faktor-faktor produksi (luas lahan, tenaga kerja, modal, dll) i = macam faktor produksi i= 1,2,3,dst
BTT =Total biaya tetap (Rp) TR = jumlah penerimaan (Rp) TC = jumlah biaya (Rp)
Menurut Soekartawi (1990) dalam Yulianti L (2004), ada beberapa cara
pengujian keberhasilan suatu cabang usahatani yang sering dilakukan
yaitu :
2) Analisis imbangan penerimaan dan biaya atau R/C ratio
3) Analisis pendapatan atau keuntungan cabang usaha, dan
4) Analisis imbangan tambahan manfaat dan biaya atau B/C ratio.
Tingkat pendapatan usahatani ditentukan dengan harga jual. Imbangan
penerimaan dan biaya merupakan tingkat efisiensi ekonomi yang
menunjukkan adanya daya saing dari produk yang dihasilkan. Nilai nisbah
penerimaan dan biaya dirumuskan sebagai berikut (Soekartawi, 1994):
R/C = PT/BT
Keterangan:
R/C = Nisbah antara penerimaan dengan biaya PT = Penerimaan total
BT = Biaya total yang dikeluarkan
Kriteria penilaiannya adalah:
a) Jika R/C > 1, maka usahatani tersebut menguntungkan karena
penerimaan lebih besar dari pada biaya total yang dikeluarkan.
b) Jika R/C = 1, maka usahatani tersebut berada pada titik impas (break even point), yaitu keadaan dimana penerimaan sama dengan biaya total yang dikeluarkan.
c) Jika R/C < 1, maka usahatani tersebut tidak menguntungkan (rugi)
karena penerimaan lebih kecil dari pada biaya total yang dikeluarkan.
Keberhasilan usahatani dapat diketahui dari besarnya pendapatan yang
diterima petani. Pendapatan petani merupakan bagian dari penerimaan
dalam usahatani. Pendapatan petani (keuntungan) merupakan selisih antara
penerimaan dengan biaya produksi.
6. Hasil Penelitian terdahulu
Hasil penelitian Andriyani (2005) menyimpulkan bahwa faktor-faktor
yang mempengaruhi keuntungan usahatani berdasarkan pola tanam padi
dan palawija di Kecamatan Trimurjo Kabupaten Lampung Tengah adalah
luas lahan sawah yang berpengaruh nyata secara positif terhadap
keuntungan dan harga urea yang berpengaruh nyata secara negarif
terhadap keuntungan. Selain itu, pola tanam yang dapat memberikan
keuntungan tertinggi adalah pola tanam padi-jagung dibandingkan pola
tanam padi, pola tanam kacang tanah dan pola tanam
padi-kacang hijau.
Penelitian Adung (2006) yang berjudul Analisis Perbandingan Pendapatan
dan Serapan Tenaga Kerja Antar Pola Tanam Di Rawa Sragi Kecamatan
Candipuro Kabupaten Lampung Selatan menyimpulkan bahwa terdapat
perbedaan pendapatan pada masing-masing pola tanam yaitu padi-padi,
padi-jagung dan padi- cabai dengan tingkat kepercayaan 95%. Selain itu
faktor-faktor yang memotivasi petani dalam memilih pola tanam adalah
untuk memperoleh pendapatan yang tinggi, keadaan iklim, ketersediaan
air, harga hasil pertanian, dan ketersediaan sarana produksi.
Penelitian Gantini (2006) mengenai Analisis Faktor-faktor Yang
Pemenuhan Kebutuhan Pangan Pada Hutan Kemasyarakatan Di Lampung
Barat, menyimpulkan bahwa terdapat berbagai pola usahatani dan jenis
tanaman yang diusahakan oleh petani berdasarkan perbedaan etnik Sunda
dan non Sunda. Petani etnis Sunda memilih 11 pola usahatani di ruang
lingkup sumber pemenuhan kebutuhan pangan dan petani etnis non Sunda
memilih 7 pola usahatani dari 12 pola usahatani secara keseluruhan. Jenis
tanaman yang diusahakan petani etnis Sunda cenderung ke tanaman
pangan, hortikultura, dan usaha perikanan. Faktor- faktor yang
berpengaruh terhadap keputusan petani dalam memilih pola usahatani
pada hutan kemasyarakatan di Kecamatan Sumber Jaya Kabupaten
Lampung Barat adalah luas lahan HKm, pendidikan petani, dan etnis.
Penelitian Ibramsyah (2005) yang menganalisis pendapatan pola usahatani
padi di Kebupaten Musi Waras, dengan cara tumpangsari yang digunakan
petani adalah padi-ikan-padi dan padi kedelai-padi.
Dari hasil penelitian menyimpulkan bahwa usahatani dengan pola
diversivikasi padi-ikan-padi relative lebih tinggi dibandingkan pola
usahatani padi-kedelai-padi. Meskipun tingkat penerimaannya lebih tinggi,
akan tetapi tingkat biaya produksi pada pola usahatni padi-kedelai-padi.
B. Kerangka Pemikiran
Dalam rangka meningkatkan produksi pangan, pemerintah mengupayakan
usaha penganekaragaman konsumsi pangan. Usaha ini dilakukan dengan
Dengan penganekaragaman ini, secara langsung dapat menghindarkan
ketergantungan petani pada tanaman sejenis.
Usaha pertanian di Rejo Mulyo Kecamatan Jati Agung meliputi pertanian
sawah, perladangan dan perkebunan, pertanian sawah diantaranya yaitu sawah
tadah hujan. Pada sawah tadah hujan, biasanya petani menggunakan pola
tanam yang disebut dengan rotasi tanam. Pada penelitian ini pola tanam yang
dianalisis terdiri dari dua pola tanam yaitu pola tanam padi-padi dan pola
tanam padi-jagung.
Dalam mengusahakan kegiatan usahatani, petani sangat bergantung oleh
adanya ketersediaan faktor produksi, antara lain luas lahan, benih, tenaga
kerja, pupuk dan pestisida. Setiap jenis produksi tanaman yang berlainan
dalam suatu usahatani harus diperhatikan ada atau tidaknya suatu keterkaitan
pada tiap tanaman yang di tanam. Karena tiap tanaman memiliki jumlah
pendapatan yang berbeda dan waktu musim tanam yang berbeda pula.
Di Jati Agung pola tanam yang di pakai antara lain tumpang sari dan rotasi
tanaman. Tetapi pola tanam tumpang sari saat ini jarang di lakukan oleh petani
di desa Rejo Mulyo Kabupaten Lampung Selatan. Hal ini disebabkan pola
tanam dengan cara ini kurang menguntungkan bagi petani di Desa Rejo
Mulyo. Oleh karena itu, petani di Desa Rejo Mulyo menggunakan pola tanam
yang biasa di sebut dengan rotasi tanaman. Keuntungan dari pola tanam ini
yaitu, meningkatkan keanekaragaman bahan pangan, dapat memutus daur
Tujuan mengatur pola tanam dalam kegiatan usahatani dimaksudkan untuk
mengetahui perbedaan besarnya pendapatan pada pola tanam padi-jagung dan
padi-kacang hijau serta untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
pendapatan bersih usahatani pada pola tanam padi-jagung dan padi-kacang
hijau.
Produksi atau output yang dihasilkan dalam proses usahatani dikalikan
dengan harganya merupakan penerimaan yang dapat diperoleh petani. Selisih
antara penerimaan dan pengeluaran disebut sebagai keuntungan usahatani.
Apabila selisih antara penerimaan dan pengeluaran bernilai positif berarti
usahatani yang dilakukan menguntungkan, dan sebaliknya jika bernilai negatif
maka usahatani yang dilakukan merugikan. Selain itu, setiap cabang usahatani
memiliki kegiatan yang berbeda sehingga biaya yang dikeluarkan juga
berbeda.
Dari hasil pendapatan pada masing-masing pola tanam, yaitu pola tanam
padi-jagung dan padi-kacang hijau dapat dilakukan analisis perbandingan dengan
menggunakan perbandingan pendapatan usatahani dengan menggunakan
rumus R/C untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan pendapatan pada
masing-masing pola tanam. Untuk lebih jelasnya, kerangka pemikirananalisis
perbandingan pendapatan antar pola tanam pada lahan sawah tadah hujan di
desa Rejo Mulyo kecamatan Jati Agung Kabupaten Lampung Selatandapat
Gambar 1. Kerangka pemikiran Analisis Perbandingan Pendapatan Antar Pola Tanam Pada Lahan Sawah Tadah Hujan Di Desa Rejo Mulyo Kecamatan Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan.
POLA TANAM
1. Padi-jagung 2. Padi-kacang hijau
Penerimaan INPUT
Biaya Produksi
Harga
Proses Produksi
Harga
Pendapatan
Pendapatan Pola Tanam Padi-kacang
hijau Pendapatan Pola
Tanam Padi- jagung
Produksi/Output
R/C
Petani :
Rejo Mulyo Kecamatan Jati
C. Hipotesis
1. Diduga pola tanam di Desa Rejo Mulyo yang memiliki pendapatan
tertinggi adalah pola tanam padi-jagung.
2. Diduga terdapat perbedaan pendapatan antar rotasi tanam di desa Rejo
III. METODE PENELITIAN
A. Konsep Dasar dan Defenisi Operasional
Semua konsep dan defenisi operasional ini mencakup pengertian yang
digunakan dari perolehan data yang dianalisis sesuai dengan tujuan penelitian.
Pola tanam adalah langkah dalam usaha pertanian yang bertujuan mengatur
tanaman sedemikian rupa sehingga dapat dibudidayakan dengan baik.
Rotasi tanaman adalah penanaman beberapa varitas atau jenis tanaman pada
lahan yang sama tetapi pada waktu yang berbeda atau secara bergilir.
Usahatani adalah kegiatan di bidang pertanian yang mengorganisasikan alam,
tenaga kerja, modal, dan manajemen yang ditujukan pada produksi di
lapangan pertanian.
Petani padi adalah semua petani yang menanam dan mengelola padi dengan
tujuan memaksimumkan keuntungannya.
Produksi (output) adalah hasil produk yang dihasilkan dari proses produksi,
Luas lahan (X1) adalah tempat yang digunakan petani untuk melakukan
kegiatan usahatani jagung atau padi selama proses produksi berlangsung,
diukur dalam satuan hektar (ha).
Pendapatan usahatani adalah total penerimaan dari penjualan hasil produksi
dikurangi total biaya dalam satu kali musim tanam, diukur dalam satuan
rupiah (Rp).
Penerimaan adalah jumlah produksi jagung dan padi yang dihasilkan dalam
satu kali proses produksi dikalikan dengan harga masing-masing produk
ditingkat petani, diukur dalam satuan rupiah (Rp).
Proses produksi adalah suatu proses mengkombinasikan penggunaan (input) faktor produksi untuk menghasilkan suatu bentuk barang atau jasa (output).
Biaya produksi usahatani adalah jumlah seluruh biaya yang dikeluarkan
petani, baik secara tunai maupun yang diperhitungkan, untuk membiayai
kegiatan usahatani selama satu periode produksi, diukur dalam satuan rupiah
(Rp).
Biaya tunai adalah seluruh biaya yang benar-benar dikeluarkan petani secara
tunai yang berupa biaya-biaya untuk sarana produksi (meliputi, biaya sewa
lahan, benih, upah tenaga kerja, biaya pupuk, biaya pestisida), diukur dalam
satuan rupiah (Rp).
Biaya yang diperhitungkan adalah biaya yang dikeluarkan petani dalam
lahan, biaya penyusutan peralatan, dan biaya tenaga kerja dalam keluarga),
diukur dalam satuan rupiah (Rp).
Harga produk adalah harga jual dari produksi padi, jagung dan kacang hijau
pada tingkat petani pada saat transaksi jual-beli, diukur dalam satuan rupiah
per kilogram (Rp/kg).
Harga benih adalah jumlah uang yang harus dikeluarkan untuk membeli benih,
diukur dalam satuan rupiah per kilogram (Rp/kg).
Harga pupuk adalah jumlah uang yang harus dikeluarkan untuk membeli
pupuk urea, KCl, SP-36, TSP, diukur dalam satuan rupiah per kilogram
(Rp/kg).
Harga pestisida adalah jumlah uang yang harus dikeluarkan untuk membeli
pestisida (obat-obatan), diukur dalam satuan rupiah per kilogram per liter per
botol (Rp/Kg/l/btl).
Tenaga kerja manusia adalah orang-orang yang melakukan usahatani pada
pola tanam padi-padi dan padi-jagung. Jumlah tenaga kerja yang digunakan
akan mempengaruhi biaya tenaga kerja yang dikeluarkan petani.
Upah tenaga kerja adalah biaya yang dikeluarkan untuk membayar tenaga
kerja yang digunakan dalam usahatani, yang terdiri dari tenaga kerja pria dan
B. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian
Penelitian ini di lakukan di Desa Rejo Mulyo Kecamatan Jati Agung
Kabupaten Lampung Selatan. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja
(purposive) dengan pertimbangan bahwa daerah tersebut memiliki jumlah petani yang banyak mengusahakan pola tanam padi-jagung dan padi-kacang
hijau. Pengambilan data dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2009 di
Kecamatan Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan.
Petani responden diambil secara acak sederhana (simple random sampling) sebanyak 70 petani dari jumlah populasi petani padi dan jagung seluruhnya
sebanyak 805 petani padi dan jagung yang mengusahakan dengan rotasi
tanam. Kemudian sampel tersebut dibagi secara proporsional yaitu 40 orang
dari petani yang menanam pola tanam padi-jagung dan 30 orang petani yang
menanam dengan pola tanam padi-kacang hijau. Pengambilan sampel tersebut
mengacu pada Sugiarto (2003) dengan perhitungan sebagai berikut:
Untuk pembagian sampel secara proposional digunakan perhitungan sebagai
berikut:
ni = Ni x n N
Keterangan:
ni = jumlah sampel wilayah i
Ni = jumlah anggota populasi wilayah i N = jumlah anggota dalam populasi n = jumlah sampel keseluruhan
Menurut Singarimbun dan Effendi (1987) dalam Purnasihar (2008), jumlah
sampel minimum yang dapat diambil adalah 5-10% dari satuan-satuan
elementer (elementery unit) dari populasi, sehingga jumlah sampel yang dapat diambil berjumlah 70 petani. Proporsi responden pada masing-masing pola
Gambar 2. Proporsi responden pada masing-masing pola tanam
C. Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini dilakukan dengan metode survai, yaitu penelitian yang
mengambil sampel dari populasi dengan menggunakan kuesioner. Data yang
digunakan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer meliputi (luas
lahan, jumlah tenaga kerja, jumlah benih, jumlah pupuk) diperoleh dengan
wawancara langsung dengan petani, menggunakan kuisioner yang telah
disiapkan, sedangkan data sekunder dari literatur atau instansi-instansi yang
terkait dengan penelitian.
POPULASI N= 805 petani
N=460 Pola Tanam Padi-Jagung
n=40
N=345 Pola Tanam Padi-Kacang hijau
n=30
D. Metode Analisis Data dan Pengujian Hipotesis
Analisis data dan pengujian hipotesis dilakukan secara deskriptif kualitatif
dan deskriptif kuantitatif. Hipotesis pertama dihitung dengan menggunakan
metode tabulasi data penerimaan dan pengeluaran dari usahatani padi, jagung
dan kacang hijau nilai yang digunakan adalah nilai rata-rata dari responden.
1. Analisis Pendapatan usahatani
Besarnya pendapatan yang akan diperoleh dari suatu kegiatan usahatani
tergantung dari beberapa faktor yang dapat mempengaruhinya seperti luas
lahan, tingkat produksi, identitas pengusaha, pertanaman, dan efisiensi
penggunaan tenaga kerja (Hernanto, 1994).
Menurut Gustiyana (2003), pendapatan dibedakan menjadi dua yaitu
pendapatan usahatani dan pendapatan rumah tangga. Pendapatan
merupakan pengurangan dari penerimaan dengan biaya total. Pendapatan
rumah tangga yaitu pendapatan yang diperoleh dari kegiatan usahatani
ditambah dengan pendapatan yang berasal dari kegiatan di luar usahatani.
Pendapatan usahatani adalah selisih antara pendapatan kotor (output) dan
biaya produksi (input) yang dihitung pada per bulan, per tahun, per musim
tanam. Sedangkan pendapatan luar usahatani adalah pendapatan yang
diperoleh sebagai akibat melakukan kegiatan di luar usahatani seperti
Untuk menjawab hipotesis pertama, dapat dihitung secara matematis yaitu
menghitung analisis pendapatan usahatani dengan menggunakan
persamaan (Soekartawi, 1995) adalah sebagai berikut :
π = Pendapatan/keuntungan Py = harga hasil produksi (Rp) Y = hasil produksi (kg)
Pxi = harga faktor-faktor produksi (Rp) Xi = faktor-faktor produksi
i = macam faktor produksi i= 1,2,3,dst BTT = Biaya Tetap Total (Rp)
Biaya produksi adalah seluruh biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan
usahatani dalam satu kali produksi. Menurut Hernanto (1991) biaya dapat
dikategorikan menjadi: (1) biaya tetap merupakan biaya yang
penggunaannya tidak habis dalam satu masa produksi, (2) biaya variabel
merupakan biaya yang besar kecilnya sangat tergantung pada skala
produksi, (3) biaya tunai merupakan biaya yang dikeluarkan secara tunai
untuk proses produksi, dan (4) biaya yang diperhitungkan merupakan
biaya yang ikut diperhitungkan dalam perhitungan tingkat keuntungan,
Untuk mengetahui suatu usahatani menguntungkan atau tidak secara
ekonomi dapat dianalisis dengan menggunakan nisbah atau perbandingan
antara penerimaan dan biaya (R/C). Secara matematis dapat dirumuskan
sebagai berikut:
R/C = PT/BT
Keterangan:
R/C = Nisbah antara penerimaan dengan biaya PT = Penerimaan total
BT = Biaya total yang dikeluarkan petani
Kriteria penilaiannya pada analisis ini adalah:
a) Jika R/C > 1, maka usahatani tersebut menguntungkan karena
penerimaan lebih besar dari pada biaya total yang dikeluarkan.
b) Jika R/C = 1, maka usahatani tersebut berada pada titik impas (break even point), yaitu keadaan dimana penerimaan sama dengan biaya total yang dikeluarkan.
c) Jika R/C < 1, maka usahatani tersebut tidak menguntungkan (rugi)
karena penerimaan lebih kecil dari pada biaya total yang dikeluarkan.
2. Uji Beda Pendapatan
Untuk menguji apakah semua variabel independen (X) berpengaruh
terhadap variabel dependen (Y) digunakan uji-t sebagai berikut:
t – hitung = bi
Sbi
Keterangan:
bi = parameter regresi ke-i
Sbi = Kesalahan baku parameter regresi ke-i
Ho : bi = 0
Hi : bi ≠ 0
Kriteria pengujian adalah:
Ho ditolak apabila t-hitung > t-tabel, berarti ada pengaruh antara
independen dengan variabel dependen.
Hi ditolak apabila t-hitung < t-tabel, berarti tidak ada pengaruh antara
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik Petani Responden
1. Umur, Tingkat Pendidikan, dan Pengalaman berusahatani
Berdasarkan dari penelitian yang dilakukan, diperoleh hasil komposisi
umur kepala keluarga responden di Desa Rejo Mulyo bervariasi dari umur
28 sampai 70 tahun. Rata-rata umur kepala keluarga responden adalah
40-43 tahun. Berdasarkan umur produktif secara ekonomi dapat dibagi 3
klasifikasi yaitu, kelompok umur 0-14 tahun merupakan kelompok usia
yang belum produktif, kelompok umur 15-64 tahun merupakan kelompok
usia produktif, dan kelompok umur di atas 65 tahun merupakan kelompok
usia tidak lagi produktif. Komposisi umur kepala keluarga reponden di
desa tersebut dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Sebaran petani sampel pola padi-jagung dan padi-kacang hijau berdasarkan umur di Desa Rejo Mulyo, Tahun 2009
No
Komposisi
Umur Pola Padi-Jagung
Pola Padi-Kacang Hijau
(Orang) (%) (Orang) (%)
1 0 – 14 0 0 0 0
2 15 – 64 39 97,5 30 100
3 >=65 1 2,5 0 0
Berdasarkan Tabel 9, dapat diketahui bahwa mayoritas petani responden di
Desa Rejo Mulyo berada pada kelompok umur 27-38 tahun. Responden
yang menjadi objek penelitian di Desa Rejo Mulyo berjumlah 70 orang.
Seluruh responden adalah petani yang mengusahakan spesifikasi pola
tanam tertentu yaitu pola tanam padi-jagung dan pola tanam padi-kacang
hijau. 40 responden diantaranya adalah petani yang menerapkan pola
tanam padi-jagung dan sisanya 30 responden adalah petani yang
menerapkan pola tanam padi-kacang hijau. Komposisi umur 27-52 tahun
tersebut merupakan kelompok umur produktif yang mempunyai potensi
untuk meningkatkan produktifitas kerja.
Tingkat pendidikan yang dimiliki dapat mempengaruhi kemampuan petani
dalam mengelola usahataninya. Pendidikan petani responden yang cukup
tinggi setidaknya dapat membantu petani untuk menyerap teknologi,
membantu kelancaran berkomunikasi dengan petugas penyuluhan
lapangan (PPL) dalam menerima petunjuk ataupun inovasi baru tentang
keterampilan dan tingkat adopsi petani terhadap ilmu dan pengetahuan
yang diberikan, khususnya untuk teknik pola tanam usahatani. Gambaran
Tabel 10. Tingkat pendidikan petani responden
No
Tingkat
Pendidikan Pola Padi-Jagung
Pola Padi-Kacang
Sumber : Data primer, 2009
Tingkat pendidikan responden di Desa Rejo Mulyo umumnya mencapai
rata-rata lebih dari 6 tahun. Sebagian besar kepala keluarga responden
telah menyelesaikan lebih dari pendidikan Sekolah Dasar (SD), walaupun
ada beberapa responden yang tidak sampai selesai Sekolah Dasar.
Keadaan ini menunjukan para responden memiliki kemampuan membaca
dan menulis sehingga dapat menunjang dan mempelancar komunikasi
antara petani dengan penyuluh pertanian lapangan (PPL).
Lama berusahatani merupakan salah satu indikator yang secara tidak
langsung turut mendukung keberhasilan berusahatani yang dilakukan
petani secara keseluruhan. Petani yang telah berpengalaman dan yang
didukung oleh sarana produksi yang lengkap dan lebih mampu
meningkatkan produktivitas jika dibandingkan dengan petani yang baru
berusahatani. Gambaran penyebaran lama berusahatani dapat dilihat pada
Tabel 11. Lama berusahatani masing-masing kepala keluarga responden
No
Pengalaman
Berusahatani Pola Padi-Jagung
Pola Padi-Kacang
Sumber: Data primer, 2009
Petani responden di Desa Rejo Mulyo rata-rata memiliki pengalaman
usahatani yang cukup lama yaitu 18 tahun secara keseluruhan. Dengan
perincian pada pola tanam padi-jagung memiliki rata-rata 18 tahun dan
pola tanam padi-kacang hijau memiliki rata-rata 17 tahun. Umumnya
mereka memperoleh pengalaman berusahatani padi secara turun temurun
dari orang tua mereka. Kondisi ini mempengaruhi produktivitas dan
keberhasilan usahatani akan lebih mudah untuk meningkatkan
produktivitas usahataninya.
2. Jumlah tanggungan rumah tangga petani responden
a. Pola tanam padi-jagung
Jumlah anggota keluarga menggambarkan besar kecilnya sumber
tenaga kerja keluarga yang tersedia, tetapi dapat pula menjadi beban
keluarga terlebih jika anggota keluarga tersebut belum pada usia
produktif. Secara rinci jumlah anggota keluarga petani responden dapat
Tabel 12. Jumlah tanggungan rumah tangga petani responden pola tanam padi-jagung
No Tanggungan Keluarga
Jumlah
Produktif Persentase
(orang) (orang) Jumlah (%)
1 1 2 2 5,00
2 2 17 34 42,50
3 3 15 45 37,50
4 4 4 16 10,00
5 5 2 10 5,00
6 6 0 0 0,00
Jumlah 40 107 100,00
2,675
Sumber: Data primer, 2009
Tabel 12, menunjukkan petani responden yang memiliki anggota
keluarga 2 orang merupakan petani responden yang paling banyak
yaitu 17 orang atau 42,5% dari seluruh petani responden padi-jagung.
Dengan rata-rata jumlah anggota keluarga petani responden sebanyak
2 orang, memungkinkan petani responden menggunakan tenaga kerja
dari luar untuk melaksanakan kegiatan usahataninya.
b. Pola tanam padi-kacang hijau
Jumlah masing-masing anggota keluarga bervariasi, dimana jumlah
keluarga yang paling banyak adalah 2 orang dengan 12 responden dari
30 responden. Secara rinci jumlah anggota keluarga petani responden
Tabel 13. Jumlah tanggungan rumah tangga petani responden pola tanam padi-kacang hijau
No Tanggungan Keluarga Jumlah Produktif Jumlah Persentase
(orang) (orang) (%)
Sumber: Data primer, 2009
3. Kepemilikan Lahan
Lahan yang digunakan responden untuk kegiatan usahatani padi
seluruhnya merupakan lahan hak milik. Luas lahan terbesar yang
digunakan petani responden ada di pola tanam padi-kacang hijau yaitu 5
Ha dan Luas lahan terkecil yang digunakan petani responden ada di pola
tanam padi-kacang hijau dan pola padi-jagung yaitu 0.25 Ha. Sebaran luas
lahan yang ditanami padi-jagung dan padi- kacang hijau di daerah
penelitian dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14. Sebaran luas lahan padi petani responden
Luas lahan (ha) Jumlah petani (orang) Persentase
Tabel 14, memperlihatkan bahwa sebagian besar luas lahan usahatani padi
sawah yang dimiliki petani responden berkisar antara 1,5—2,5 hektar
(50%). Jika dilihat dari status lahan yang digunakan petani responden,
secara keseluruhan luas lahan adalah milik sendiri sehingga hal tersebut
dapat mempengaruhi tingkat produktivitas dan pendapatan petani
responden dibandingkan apabila petani tersebut mengusahakan milik
orang lain.
4. Pekerjaan sampingan
a. Responden dengan pola tanam padi-jagung
Petani responden dengan pola tanam padi-jagung memiliki pekerjaan
sampingan antara lain PNS, guru, pedagang, ojek, buruh, buruh+ojek,
pedagang + ojek, dan pedagang + buruh. Pekerjaan sampingan ini
dilakukan pada saat petani tidak melakukan usahataninya, yaitu sekitar
bulan September- Desember untuk jagung dan Desember-Maret untuk
padi. Rincian persentase petani responden pola tanam padi-jagung
Tabel 15. Komposisi petani responden pola tanam padi-jagung yang mempunyai pekerjaan sampingan di desa Rejo Mulyo Kecamatan Jati Agung, tahun 2009.
Pekerjaan Jumlah Persentase
Sampingan (orang) (%)
Sumber: Data primer, 2009
Pada Tabel 15 dapat dilihat bahwa petani responden pada pola tanam
padi-jagung yang memiliki pekerjaan sampingan terbesar adalah ojek
sebesar 57,5 persen. Ada beberapa responden yang memiliki pekerjaan
sampingan sampai dengan dua pekerjaan sampingan yaitu pekerjaan
sampingan sebagai buruh+ojek, pedagang+ojek dan pedagang+buruh.
Hal ini terjadi karena tuntutan akan biaya keperluan keluarga petani
yang dianggap kurang mencukupi.
b.Responden dengan pola tanam padi-kacang hijau
Petani responden dengan pola tanam padi-kacang hijau memiliki
pekerjaan sampingan antara lain pedagang, ojek, buruh, buruh+ojek,
pedagang + ojek, dan pedagang + buruh. Pekerjaan sampingan ini
dilakukan pada saat petani tidak melakukan usahataninya, yaitu sekitar
Rincian persentase petani responden pola tanam padi-kacang hijau
yang mempunyai pekerjaan sampingan dapat dilihat pada Tabel 16.
Tabel 16. Komposisi petani responden pola tanam padi-kacang hijau yang mempunyai pekerjaan sampingan di desa Rejo Mulyo Kecamatan Jati Agung, tahun 2009.
Pekerjaan Jumlah Persentase
Sampingan (orang) (%)
Sumber: Data primer, 2009
Pada Tabel 16 dapat dilihat bahwa petani responden pada pola tanam
padi-kacang hiaju yang memiliki pekerjaan sampingan terbesar adalah
ojek sebesar 33,34 persen. Ada beberapa responden yang memiliki
pekerjaan sampingan sampai dengan dua pekerjaan sampingan yaitu
pekerjaan sampingan sebagai buruh+ojek, pedagang+ojek dan
pedagang+buruh. Hal ini terjadi karena tuntutan akan biaya keperluan
keluarga petani yang dianggap kurang mencukupi.
B. Modal
Modal yang digunakan petani responden untuk melakukan usahataninya
dengan menggunakan modal sendiri. Penggunaan modal yang bersumber dari
modal sendiri memungkinkan petani untuk lebih leluasa dalam berusahatani
karena petani tidak terbebani oleh bunga pinjaman bank maupun bunga
dalam penelitian ini adalah sejumlah uang yang digunakan untuk berbagai
aktivitas usahatani padi, jagung dan kacang hijau. Modal tersedia yang
dimiliki masing-masing petani responden diperoleh dari total penerimaan
keluarga petani, baik dari usahatani maupun dari non usahatani selama satu
tahun dikurangi dengan total biaya kebutuhan hidup keluarga petani
sehari-hari selama satu tahun.
C. Biaya Usahatani Pola Tanam Padi-Jagung dan Padi Kacang-Hijau
1. Biaya Sarana Produksi
Air merupakan syarat mutlak bagi pertumbuhan tanaman seperti padi,
jagung dan kacang hijau. Di desa Rejo Mulyo, air di dapat dari air tadah
hujan atau sumur dari rumah penduduk. Walaupun terdapat sungai kecil,
tetapi sungai tersebut lebih rendah dari permukaan lahan milik petani.
Oleh pemerintah setempat telah dibuat sumur pompa sebagai alternatif
jika penduduk kekurangan air.
Pola tanam yang dilakukan petani responden di Desa Rejo Mulyo adalah
rotasi tanaman. Penanaman padi sawah pada umumnya dilakukan satu
kali dalam setahun, yaitu pada musim hujan atau rendeng petani
menanam pada bulan Desember sampai bulan Maret. Kemudian
dilanjutkan menanam kacang hijau pada bulan April sampai bulan Mei.
Sedangkan pada jagung dilakukan pada bulan September sampai dengan
sedangkan setelah musim hujan petani banyak menanam tanaman
hortikultura seperti jagung dan kacang hijau. Pola tanam yang dilakukan
petani padi adalah padi-jagung dan padi- kacang hijau.
Benih, pupuk, obat-obatan dan alat-alat pertanian merupakan sarana
produksi yang digunakan dalam berusahatani. Untuk memperoleh sarana
produksi tersebut, petani responden melakukan pembelian dari pasar atau
kios-kios yang ada di Kecamatan Jati Agung.
Untuk meningkatkan produksi petani menggunakan benih unggul. Benih
yang berkualitas unggul dan bersertifikat umumnya memiliki
produktivitas tinggi, respontif terhadap pemupukan dan tahan terhadap
serangan hama dan penyakit. Benih padi yang digunakan petani
responden adalah benih jenis Ciherang, sedangkan benih jagung adalah
jenis Pionner, dan benih kacang hijau adalah Bakti (jenis lokal/benih
turunan). Benih-benih tersebut dapat dibeli di pasar dan di kios-kios
sarana pertanian yang ada di daerah penelitian.
Pemupukkan merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan produksi
hasil pertanian. Tujuan pemupukan untuk memenuhi kebutuhan unsur
hara yang diperlukan oleh tanaman dalam masa pertumbuhannya. Dosis
yang diberikan petani untuk setiap luas lahannya harus sesuai dengan
aturan dan petunjuk penggunaan.
Pemberian pestisida dilakukan petani untuk memberantas hama dan
penyakit. Penggunaan pestisida yang dilakukan petani harus sesuai
gulma juga dilakukan dengan cara tradisional, gulma diatasi dengan cara
dicabut dan dibuang. Besarnya penggunaan sarana produksi rata-rata
untuk setiap pola tanam per luasan usahatani dapat dilihat pada Tabel 17
dan Tabel 18.
Tabel 17. Rata-rata penggunaan sarana produksi pada pola tanam
Padi-jagung per luasan usahatani di Rejo Mulyo Kecamatan Jati Agung, tahun 2009
Rata-rata penggunaan
Organik (kg) 1212,50 1818,75 3031,25 1515,63
4 Herbisida
Pada Tabel 17 dapat dilihat bahwa pada musim tanam pertama untuk pola
tanam padi-jagung, rata-rata penggunaan pupuk dan obat-obatan yang
Hal ini disebabkan karena pada musim tanam kedua, penggunaan pupuk
dan obat-obatan tidak banyak karena lahan yang digunakan adalah lahan
yang sama sehingga sisa-sisa unsur hara dalam tanah masih dapat
dipergunakan.
Tabel 18. Rata-rata penggunaan sarana produksi pada pola tanam Padi-kacang hijau per luasan usahatani di Rejo Mulyo Kecamatan Jati Agung, tahun 2009
Rata-rata penggunaan
Pada Tabel 18 dapat dilihat bahwa luas lahan musim tanam pertama dan
musim tanam kedua adalah sama. Penggunaan pupuk pada musim tanam
dalam tanah. Sedangkan untuk pembasmi tumbuhan liar yang merugikan
tanaman kacang hijau pada musim tanam kedua, biasanya petani
menggunakan alat seperti koret atau dicabut dengan menggunakan tangan.
Obat-obatan yang digunakan juga tidak begitu banyak.
2. Penyusutan Peralatan
Peralatan yang digunakan oleh petani responden di tempat penelitian
untuk menunjang kegiatan usahataninya antara lain adalah cangkul, sabit,
sprayer dan koret. Penyusutan peralatan dihitung dengan cara nilai beli
peralatan dikali dengan jumlah peralatan dibagi dengan umur ekonomis
peralatan. Rata-rata biaya penyusutan peralatan berdasarkan pola tanam
padi-kacang hijau memiliki biaya total penyusutan peralatan sedikit
lebih besar, yaitu sebesar Rp. 140.347 per tahun, sedangkan pola tanam
padi-jagung memiliki biaya total penyusutan peralatan sebesar Rp.
140.210 per tahun.
3. Upah Tenaga Kerja
Nilai upah pria dan wanita yang berlaku di daerah penelitian adalah sama.
Hal ini disebabkan oleh wanita dianggap memiliki peran yang sama
dengan pria. Tenaga kerja yang digunakan untuk melakukan usahatani
terdiri dari tenaga kerja dalam keluarga dan tenaga kerja luar keluarga.
Tenaga kerja tersebut digunakan untuk kegiatan dari pengolahan lahan
sampai dengan pasca panen. Upah yang berlaku di daerah penelitian yaitu
antara lain Pembibitan, penyulaman, perbaikan pematang/galengan,
pemupukan, penyiangan, penyemprotan, dan pasca panen dengan nilai
upah sebesar Rp. 30.0000,00 per hari sedangkan untuk borongan jenis
kegiatan yaitu penanaman,pengolahan lahan, dan pemanenan dengan nilai
upah sebesar Rp 600.000,00 per borongan.
Kegiatan pengolahan lahan dilakukan dengan menggunakan mesin
traktor, besarnya biaya yang dikeluarkan tergantung pada luas lahan
petani yang diusahakan. Konversi tenaga kerja mesin di daerah penelitian
adalah : TK Mesin/traktor = Rp. 600.000,00/Rp. 30.000,00 x 1 HKP = 20
HKP
D. Hasil Produksi
Hasil produksi tiap komoditas yang diusahakan dalam setiap pola tanam padi
sangat beragam. Hal ini dipengaruhi oleh luas lahan yang diusahakan dan
pengunaan input produksi untuk kegiatan usahatani padi yang dilakukan oleh
petani responden, serta teknik budidaya yang diterapkan oleh masing-masing
petani responden. Rata-rata produksi untuk masing-masing komoditas dalam
setiap pola tanam yaitu untuk pola tanam tanam padi-jagung sebesar 8312,50
kg padi dan 7125 kg jagung sedangkan untuk tiap hektarnya sebesar 7000 kg
per kektar untuk padi dan 6000 kg per hektar untuk jagung dalam luas lahan
1,19 hektar. Pada pola kedua untuk pola tanam padi-kacang hijau yaitu
11.492 kg untuk padi dan 1.313 untuk kacang hijau, sedangkan untuk
produksi per hektar yaitu 7.128,83 kg per hektar dan 814,72 kg per hektar
E. Analisis Perbandingan Pendapatan Usahatani
Setiap pola tanam yang diusahakan memberikan tingkat pendapatan yang
berbeda-beda bagi petani yang mengusahakannya. Perbedaan ini disebabkan
oleh tingkat produksi tiap komoditas yang diusahakan pada tiap pola tanam,
harga jual tiap komoditas tersebut, dan besarnya biaya produksi yang
dikeluarkan untuk membiayai kegiatan usahatani yang dilakukan. Biaya
produksi yang dikeluarkan untuk membiayai kegiatan usahatani yang
dilakukan. Biaya produksi yang dikeluarkan petani responden rata-rata tiap
pola tanam padi berbeda satu sama lain, pola tanam padi-jagung untuk
tanaman padi yaitu sebesar Rp 4.442.387 dan untuk tanaman jagung yaitu Rp
3.324.535 untuk tiap hektarnya. Biaya produksi tertinggi per hektar ditemui
pada pola tanam padi-jagung yaitu pada tanaman padi, sedangkan biaya
produksi terendah di temui pada pola tanam padi-kacang hijau yaitu pada
tanaman kacang hijau. Hal ini disebabkan karena penggunaan input produksi
untuk kedua pola tanam ini yang jauh berbeda, terutama dalam penggunaan
pupuk dan biaya untuk tenaga kerja.
Penerimaan usahatani tertinggi per hektar ditemui pada pola tanam
padi-kacang hijau yaitu pada tanaman padi, sedangkan penerimaan usahatani
terendah di temui pada pola tanam padi-kacang hijau yaitu pada tanaman
kacang hijau. Penerimaan, biaya produksi, dan pendapatan usahatani
respoden rata-rata tiap pola tanam disajikan pada Tabel 19 dan Tabel 20
Tabel 19. Analisis penerimaan dan biaya rata-rata pada pola tanam padi- jagung di Desa Rejo Mulyo Kecamatan Jati Agung,
tahun 2008/2009
No Uraian Harga 1.19 Nilai 1 ha Nilai
(Rp) FISIK FISIK
1 Penerimaan 25.887.500,00 21.800.000,00
1. Produksi Padi 8312,50 7000,00
2. Benih Jagung (Kg) 30000,00 17,89 536.700,00 15,07 451.957,89
2. Pupuk (Kg)
4. TK. Luar Keluarga
(HKP) 30.000,00 129,69 3.890.700,00 109,21 3.276.378,95
5. Biaya Pajak 28.562,50 24.052,63
6. Biaya Angkut 35.375,00 29.789,47
3 Biaya Diperhitungkan 1. TK. Dalam Keluarga
(HKP) 30.000,00 49,00 1.470.000,00 41,26 1.237.894,74
2. Penyusutan 140.210,00 118.071,58
3. Sewa Lahan Diperhitungkan 1.743.750,00 1.468.421,05
4 Total Biaya Tunai 7.702.984,39 6.486.723,69
Total Biaya Diperhitungkan 3.353.960,00 2.824.387,37
Total Biaya 11.056.944,39 9.311.111,06
5
Pendapatan Atas Biaya
Tunai 18.184.515,61 15.313.276,31
Pendapatan Atas Biaya
Total 14.830.555,61 12.488.888,94
6 R/C atas Biaya Tunai 3,36 3,36
Tabel 20. Analisis penerimaan dan biaya rata-rata pada pola tanam padi- kacang hijau di Desa Rejo Mulyo Kecamatan Jati Agung, tahun 2008/2009
No Uraian Harga 1.61 Nilai 1 ha Nilai
(Rp) FISIK FISIK
1 Penerimaan 30.306.920,00 18.800.818,86
1. Produksi Padi 11284,48 7000,30
2. Benih Kacang hijau (Kg) 8000,00 30,69 245.520,00 19,04 152.307,69
2. Pupuk (Kg)
4. TK. Luar Keluarga (HKP) 30.000,00 101,00 3.030.000,00 62,66 1.879.652,61
5. Biaya Pajak 40.818,97 25.321,94
6. Biaya Angkut 49.396,55 30.643,02
3 Biaya Diperhitungkan
1. TK. Dalam Keluarga (HKP) 30.000,00 98,00 2.940.000,00 60,79 1.823.821,34
2. Penyusutan 140.456,98 87.132,12
3. Sewa Lahan
Diperhitungkan 2.504.310,34 1.553.542,39
4 Total Biaya Tunai 6.359.088,27 3.944.843,84
Total Biaya Diperhitungkan 5.584.767,32 3.464.495,86
Total Biaya 11.943.855,59 7.409.339,70
5 Pendapatan Atas Biaya Tunai 23.947.831,73 14.855.975,02
Pendapatan Atas Biaya Total 18.363.064,41 11.391.479,16
6 R/C atas Biaya Tunai 4,77 4,77
Pendapatan yang diterima petani tidak akan terlepas dari besarnya
penerimaan yang diperoleh. Hasil analisis pendapatan usahatani pola tanam
padi-jagung dan padi-kacang hijau yang dilakukan dapat menjadi petunjuk
manakah usahatani yang memiliki pendapatan usahatani yang lebih tinggi.
Pendapatan usahatani pada pola tanam padi-jagung dan padi-kacang hijau
adalah selisih antara nilai total penerimaan dan total biaya produksi yang
dikeluarkan dalam usahatani. Hasil analisis rata-rata pendapatan usahatani
dalam satu hektar dapat dilihat pada tabel 19 dan 20.
Penerimaan yang diperoleh petani dari hasil usahatani pola tanam
padi-jagung pada lahan seluas 1,19 adalah Rp 25,887,500.00 atau
Rp 21,800,000.00 per hektar dengan besarnya biaya rata-rata yang
dikeluarkan petani dalam satu kali musim tanam per 1,19 hektar Rp
11.056.944 atau Rp 9.311.111,06 per hektar. Sedangkan penerimaan yang
diperoleh padi-kacang-hijau pada lahan seluas 1,61 adalah
Rp 30.863.333,00 atau Rp 19.145.988,42 per hektar dengan besarnya biaya
rata-rata yang dikeluarkan petani dalam satu kali musim tanam per 1,61
hektar Rp 12.360.739 atau Rp 7.667.952,00 per hektar.
Dalam perhitungan analisis biaya usahatani pada pola tanam padi-jagung dan
padi-kacang hijau terbagi atas dua, yaitu biaya tunai dan biaya
diperhitungkan. Nilai biaya tunai yang dikeluarkan dalam usahatani pola
tanam padi-jagung adalah sebesar Rp 7.702.984 per 1,19 hektar atau Rp
6.486.723,69 per hektar. Untuk nilai biaya diperhitungkan sebesar Rp