• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PERBANDINGAN PENDAPATAN ANTAR POLA TANAM PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN DI DESA REJO MULYO KECAMATAN JATI AGUNG KABUPATEN LAMPUNG SELATAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS PERBANDINGAN PENDAPATAN ANTAR POLA TANAM PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN DI DESA REJO MULYO KECAMATAN JATI AGUNG KABUPATEN LAMPUNG SELATAN"

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang dan Masalah

Sektor pertanian di Indonesia memegang peranan strategis karena merupakan

sebagai tumpuan hidup sebagian besar penduduk Indonesia, dimana hampir

setengah dari penduduk Indonesia bekerja di sektor ini. Sebagai salah satu

sarana pembangunan ekonomi, maka pembangunan sektor pertanian harus

dapat ditingkatkan lagi, terutama dalam upaya meningkatkan produksi dari

tiap cabang usahatani dan juga diharapkan dapat meningkatkan pendapatan

petani di Indonesia. Keberhasilan pembangunan pertanian ditentukan oleh

berbagai faktor antara lain faktor sumber daya alam, sumber daya manusia dan

teknologi. Menyangkut sumber daya manusia erat kaitannya dengan petani

dan keluarganya.

Propinsi Lampung sektor pertanian masih memegang peranan yang sangat

penting. Salah satu sub sektor pertanian yang tidak kalah pentingnya dalam

pemenuhan kebutuhan dan peningkatan pendapatan masyarakat luas, yaitu sub

sektor tanaman pangan. Propinsi Lampung merupakan salah satu sentra

produksi tanaman pangan seperti jagung, padi dan ubi kayu. Oleh karena itu

(2)

kebutuhan masyarakat luas dan dapat menjaga sistem ketahanan pangan

nasional.

Padi (Oriza sativa) merupakan tanaman pangan pokok utama di Indonesia. Padi yang telah digiling akan menjadi beras. Beras merupakan makanan

sumber karbohidrat utama di kebanyakan negara Asia. Negara-negara lain

seperti: di Benua Eropa, Australia dan Amerika mengkonsumsi beras dalam

jumlah yang jauh lebih kecil daripada di negara Asia. Tanaman padi yang

telah diolah menjadi beras, selain dapat dikonsumsi oleh manusia jerami padi

dapat juga digunakan sebagai penutup tanah pada suatu usaha tani.

Selain tanaman padi, tanaman pangan lain yang dapat dikonsumsi setelah padi

adalah jagung (Zea mays L.) merupakan makanan pokok setelah padi yang memiliki karbohidrat tinggi dan sangat bermanfaat bagi manusia serta hewan.

Jagung dapat diolah dengan bermacam-macam cara sehingga dapat menjadi

bahan makanan konsumsi manusia seperti tepung jagung, bahan baku

makanan tradisional, dan sebagainya. Selain dapat diolah menjadi bahan

makanan, jagung juga dapat digunakan sebagai pakan ternak dan bahan baku

industri. Tanaman padi dan jagung mudah untuk dibudidayakan karena teknik

budidaya padi dan jagung relatif mudah, tanah yang subur serta didukung oleh

iklim yang cocok untuk menanam padi dan jagung. Sehingga hasil produksi

padi dan jagung di Lampung Selatan melimpah, lebih lengkapnya

produktivitas tanaman padi dan jagung per Kecamatan di Kabupaten Lampung

(3)

Tabel 1. Luas tanam, produksi, dan produktivitas tanaman padi dan jagung per Kecamatan di Kabupaten Lampung Selatan, Tahun 2008.

No Kecamatan Luas Tanam(ha) Produksi (ton) Produktivitas (ton/ha) Padi Jagung Padi Jagung Padi Jagung

Sumber: Badan Pusat Statistik Propinsi Lampung, 2008

Berdasarkan Tabel 1. dapat diketahui bahwa produksi padi dan jagung di

Kecamatan Jati Agung masih berfluktuasi. Walaupun hasil produktivitasnya

masih rendah tetapi Kabupaten ini memiliki potensi yang cukup besar untuk

terus mengembangkan usahatani padi dan jagung bila dilihat dari besarnya

luas panen. Produksi tanaman pertanian di Kecamatan Jati Agung yang sering

ditanam oleh petani adalah tanaman pangan padi dan jagung. Selain tanah dan

iklim yang cocok untuk bercocok tanam, tanaman padi dan jagung tidak sulit

untuk dibudidayakan di Jati Agung.

Penduduk di Indonesia yang bermukim di pedesaan, umumnya memiliki

lapangan pekerjaan di bidang pertanian. Salah satu andalan utama tanaman di

Indonesia adalah tanaman pangan. Tanaman pangan pada lahan sawah dapat

(4)

tanaman padi, palawija dan sayuran. Sampai saat ini sektor pertanian terutama

sub sektor tanaman pangan masih menjadi prioritas utama dalam

pembangunan di daerah Lampung.

Areal persawahan di Desa Rejo Mulyo Kecamatan Jati Agung adalah

termasuk salah satu wilayah yang memiliki lahan sawah yang cukup besar.

Lahan di Jati Agung terdiri dari lahan sawah dan lahan kering. Untuk lebih

jelasnya data potensi lahan sawah dan lahan kering di Kecamatan Jati Agung

Kabupaten Lampung Selatan disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Data potensi lahan sawah dan lahan kering di Kecamatan Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan, Tahun 2008 – 2009

No Desa

Sumber: Balai Penyuluhan Pertanian Kecamatan Jati Agung, 2008

Tabel 2 dapat diketahui bahwa Kecamatan Jati Agung tidak memiliki lahan

(5)

Kecamatan Jati Agung berjenis lahan sawah tadah hujan. Sedangkan lahan

kering petani menggunakan pekarangan dan ladang. Luas lahan sawah tadah

hujan di Desa Rejo Mulyo Kecamatan Jati Agung sebesar 610 hektar. Jumlah

ini termasuk jumlah yang cukup besar setelah Desa Fajar Baru (675 hektar)

dan Marga Agung (650 hektar). Dengan demikian potensi jumlah produksi

tanaman pangan di Kecamatan Jati Agung masih berpeluang besar untuk

meningkatkan jumlah pendapatan petani dan hasil produksi. Untuk lebih jelas

mengenai penggunaan lahan sawah tadah hujan menurut jenis usahatani,

dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Penggunaan lahan sawah tadah hujan di Kecamatan Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan, Tahun 2008

Sumber: Balai Penyuluhan Pertanian Kecamatan Jati Agung, 2008

Tabel 3 dapat dilihat Kecamatan Jati Agung sangat berpotensi untuk tanaman

pangan seperti padi dan jagung. Jenis usahatani di daerah Jati Agung cukup

bervariasi. Dengan jumlah produktivitas tertinggi yaitu tanaman padi.

Walaupun pengairan air di daerah Jati Agung menggunakan tadah hujan tetapi

jumlah produksi yang dihasilkan cukup besar.

Untuk meningkatkan produksi tanaman pangan dan palawija perlu dilakukan

usaha diversifikasi. Diversifikasi terdiri dari diversifikasi horizontal dan

diversifikasi vertikal. Fungsi diversifikasi horizontal atau penganekaragaman

No Jenis Jumlah luas Jumlah Produksi Produktivitas

usahatani tanam (ha) KK Petani (ton) (ton/ha)

1 Padi 3.618 6.715 17.366,40 4,8

2 Jagung 1.890 4.895 7.745 4,1

3 kacang hijau 250 1.225 225 0,9

(6)

tanaman adalah untuk mengganti atau meningkatkan pertanian yang

monokultur (satu jenis tanaman) ke arah pertanian yang bersifat multikultur

(banyak macam). Sedangkan diversivikasi vertikal adalah penganekaragaman

hasil-hasil pertanian melalui pengolahan hasil. Salah satu pertimbangan usaha

diversivikasi adalah stabilitas pendapatan pertanian dan menghindarkan

ketergantungan pada satu atau dua jenis tanaman (Mubyarto,1989).

Dalam upaya untuk meningkatkan pendapatan dapat digunakan sistem

penanaman dengan pola tanam padi-padi dan padi-jagung. Pola tanam dalam

usahatani mempunyai peranan yang sangat penting untuk meningkatkan

pendapatan petani. Dewasa ini telah banyak petani yang menggunakan pola

tanam campuran pada lahan pertaniannya. Hal tersebut dilakukan untuk

menanggulangi adanya kerugian akibat dari gagal panen atau harga penjualan

produk yang rendah.

Ada beberapa alasan ekonomi mengapa usahatani memproduksi lebih dari satu

jenis komoditi, antara lain adalah untuk menghasilkan produksi yang optimal,

menjamin tersedianya bahan makanan sepanjang tahun dan mengurangi resiko

rugi akibat fluktuasi harga (Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Propinsi

Lampung, 2007)

Pola tanam majemuk adalah pola tanam dengan menanam beberapa jenis

tanaman pada lahan produksi yang sama. Salah satu pola tanam majemuk

yaitu rotasi tanaman. Rotasi tanaman adalah penanaman beberapa jenis

tanaman pada lahan yang sama tetapi pada waktu yang berbeda atau secara

(7)

dan meningkatkan kelestarian serta memanfaatkan sumberdaya alam dan

meningkatkan produktivitas lahan dan pendapatan usahatani secara terus

menerus. Selain itu, penyusunan pola tanam yang tepat juga mampu

mengoptimalkan pemanfaatan tenaga kerja, faktor produksi, pupuk, dan

pestisida.

Dalam pemanfaatan pola tanam yang tepat sangat menguntungkan bagi petani.

Di Kecamatan Jati Agung, petani telah menerapkan sistem pola tanam pada

lahan pertanian yang diusahakan. Dengan penerapan tersebut petani dapat

menaggulangi kerugian akibat gagal panen atau harga produk yang rendah.

Pola tanam yang diteliti pada penelitian ini yaitu pola tanam majemuk (rotasi

tanaman) terhadap tanaman jagung, padi dan kacang hijau. Keuntungan dari

pola tanam ini adalah untuk meningkatkan keanekaragaman bahan pangan

serta memutus daur hidup hama dan penyakit tanaman.

Tujuan dari usahatani adalah meningkatkan produksi dan pendapatan petani

yang nantinya dapat menunjang taraf hidupnya. Tujuan ini merupakan faktor

penentu untuk mengambil keputusan oleh petani dalam berusaha mencapai

keuntungan yang akan mempengaruhi usaha petani selanjutnya.

Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan penelitian dirumuskan sebagai

berikut :

1. Berapa besar pendapatan yang diperoleh petani pada masing-masing pola

tanam di Desa Rejo Mulyo?

2. Apakah terdapat perbedaan pendapatan antar masing-masing pola tanam di

(8)

B. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui besarnya pendapatan usahatani pada masing-masing pola

tanam di Desa Rejo Mulyo.

2. Menganalisis apakah terdapat perbedaan pendapatan yang dihasilkan pada

masing-masing pola tanam di Desa Rejo Mulyo.

C. Kegunaan Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi :

1. Bahan pertimbangan bagi petani untuk mengalokasikan penggunaan

faktor-faktor produksi dalam upaya peningkatan pendapatan usahatani

padi dan jagung pada sawah tadah hujan.

2. Sumbangan pemikiran dan bahan informasi bagi mahasiswa dalam

melakukan penelitian yang sama.

3. Sumbangan pemikiran bagi pemerintah daerah dan instansi terkait dalam

peningkatan pendapatan usahatani padi dan jagung pada sawah tadah

(9)

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

A. Tinjauan Pustaka

1. Tanaman Pangan

Tanaman padi merupakan tanaman pangan yang pokok atau yang paling

utama dalam pemenuhan asupan makanan yang dibutuhkan bagi manusia.

Tumbuhan padi (Oriza sativa L.) termasuk golongan tumbuhan Graminae,

yang terdiri dari batang yang tersusun dari beberapa ruas. Pada setiap ruas

terdapat cabang-cabang bulir, dan pada ujung tiap-tiap cabang terdapat

bunga padi.

Padi dapat tumbuh pada daerah rawa maupun lahan yang kering jika curah

hujan mencukupi kebutuhan tanaman akan air.Padi dapat tumbuh pada

ketinggian 0-1500 mdpl dengan temperatur 19-270C , memerlukan

penyinaran matahari penuh tanpa naungan. Angin berpengaruh pada

penyerbukan dan pembuahan. Jarak tanam padi yaitu 20 x20 cm. Padi

menghendaki tanah lumpur yang subur dengan ketebalan 18-22 cm dan pH

(10)

Benih yang baik, bermutu tinggi, dan berasal dari varietas unggul

merupakan salah satu faktor terpenting yang menentukan tinggi rendahnya

hasil produksi. Ciri padi berjenis unggul yaitu produksi tinggi, umur tanam

pendek, tahan terhadap hama dan penyakit, tidak mudah rontok, mutu

beras yang dihasilkan baik, dan rasanya enak. Pupuk yang biasa digunakan

pada tanaman padi antara lain urea, ZA, SP-36, KCl. Semua pupuk yang

dicampur dan disebarkan merata ke lahan sesuai dosis. Hasil panen akan

bervariasi tergantung jenis varietas padi yang ditanam. Kondisi lahan, jenis

tanah, serangan hama dan penyakit juga berpengaruh terhadap hasil panen

padi.

Selain tanaman padi, jagung juga merupakan pangan yang pokok setelah

padi. Jagung merupakan tanaman serealia, jagung dapat tumbuh hampir di seluruh dunia. Jagung termasuk bahan pangan penting karena merupakan

sumber karbohidrat kedua setelah beras. Tanaman jagung termasuk dalam

famili Graminae atau rumput-rumputan dengan spesies Zea mays L.

Jagung termasuk tanaman berakar serabut, batang jagung tidak bercabang,

berbentuk silinder, dan terdiri dari beberapa ruas dan buku ruas. Pada buku

ruas akan muncul tunas yang berkembang menjadi tongkol. Tinggi batang

jagung tergantung pada varietas dan tempat penanaman, umumnya

berkisar 60 -300 cm. Daun jagung memanjang dan keluar dari buku-buku

batang. Jumlah daun terdiri dari 10 – 18 helai, tergantung varietasnya.

Diantara varietas jagung , daun mempunyai keragaman dalam panjang,

(11)

karena bunga jantan dan betina terdapat pada bunga yang berbeda. Biji

jagung tersusun rapi pada tongkol,setiap tongkol terdiri dari 10-14 deret,

sedangkan dalam satu tongkol terdapat kurang lebih 200 – 400 biji.

Curah hujan ideal sekitar 85-200 mm/bulan dan harus merata. Pada fase

pembungaan dan pengisian biji perlu mendapatkan cukup air. Sebaiknya

ditanam awal musim hujan atau menjelang musim kemarau.

Membutuhkan sinar matahari, tanaman yang ternaungi, pertumbuhannya

akan terhambat dan memberikan hasil biji yang tidak optimal. Suhu

optimum antara 230 C – 300 C. Jagung tidak memerlukan persyaratan

tanah khusus, namun tanah yang gembur, subur dan kaya humus akan

berproduksi optimal. pH tanah antara 5,6-7,5. Aerasi dan ketersediaan air

baik, kemiringan tanah kurang dari 8 %. Daerah dengan tingkat

kemiringan lebih dari 8 %, sebaiknya dilakukan pembentukan teras

dahulu. Ketinggian antara 1000-1800 m dpl dengan ketinggian optimum

antara 50-600 m dpl.

Tanaman kacang hijau (Vigna radiata) merupakan tanaman semusim yang termasuk kedalam jenis tanaman Leguminosae yang mengandung sumber protein, vitamin, dan mineral yang penting untuk memenuhi kebutuhan

gizi masyarakat. Kandungan protein kacang hijau cukup tinggi yaitu

sekitar 24% kacang hijau banyak disukai sebagai makanan diet karena

daya cernanya tinggi dan tidak menyebabkan kembung.

Tanaman kacang hijau merupakan salah satu tanaman semusim yang

(12)

makanan seperti, untuk makanan bayi, minuman, kue, tepung hunkue, dan

tauge. Selain itu, tanaman kacang hijau juga dapat digunakan sebagai

pupuk hijau.

Menurut Sumarno (1992),ditinjau dari aspek agronomis dan ekonomis,

kacang hijau memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan

komoditas kacang lainnya seperti:

1. Lebih toleran terhadap kekeringan

2. Lebih sedikit terserang hama dan penyakit

3. Umurnya relatif genjah (genotipe-genotipe unggul yang dikembangkan

dewasa ini berumur 55-56 hari)

4. Cara budidayanya mudah dan dapat dikembangkan di lahan yang

kurang subur

5. Risiko kegagalan panen secara total relatif kecil

6. Harga jual relatif tinggi dan stabil

7. Dapat dikonsumsi langsung oleh petani dengan cara pengolahan yang

mudah

2. Sawah Tadah Hujan

Sawah tadah hujan adalah sawah yang sumber airnya tergantung atau

berasal dari curah hujan tanpa adanya bangunan - bangunan irigasi

permanen. Sawah tadah hujan umumnya terdapat pada wilayah yang

posisinya lebih tinggi dari sawah irigasi atau sawah lainnya, sehingga tidak

memungkinkan terjangkau oleh pengairan. Sedangkan waktu tanam padi

(13)

Potensi sawah tadah hujan di Indonesia cukup luas tersebar di propinsi

Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Lampung, Sulawesi Selatan dan NTB.

Lahan sawah tadah hujan pasokan airnya hanya tergantung dari curah

hujan dan letak tropografi. Varietas unggul yang biasa ditanam pada sawah

tadah hujan antara lain Ciherang, Cibogo, Cigeulis, Way Apo Buru,

Mengkongga, dan Widas. Hampir semua varietas unggul ini cocok

ditanam pada lahan sawah tadah hujan. Penanaman varietas tersebut

dengan menerapkan model PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu)

mempunyai peluang yang baik untuk menunjang peningkatan produksi

padi secara nasional. Sawah tadah hujan hanya dikerjakan sekali dalam

setahun. Penyemaian berlangsung dalam waktu 40 hari dan waktu tanam

sampai panen membutuhkan waktu 4 bulan.

Pelaksanaan penanaman padi di sawah tadah hujan dapat dilakukan

dengan cara tradisional maupun modern. Pengolahan lahan dengan cara

tradisional dengan menggunakan alat-alat seperti cangkul, sabit, garu, dan

bajak, sedangkan dengan cara modern dilakukan dengan mesin.

3. Pola tanam dalam usahatani

Pola tanam merupakan tata urutan tanaman yang ditanam pada lahan

sesuai dengan keadaan lingkungan, curah hujan maupun musim tanam

selama setahun. Kegunaan dari pola tanam adalah untuk mempertahankan

dan meningkatkan kelestarian serta pemanfaatan sumber daya alam dan

meningkatkan produktivitas lahan dan pendapatan usahatani secara terus

(14)

Pola tanam usahatani mempunyai peranan yang sangat penting dalam

meningkatkan pendapatan petani. Saat ini sudah banyak petani yang

menerapkan pola tanam campuran pada lahan pertaniannya untuk

menanggulangi kerugian akibat dari gagal panen ataupun harga produk

yang rendah.

Menurut Lakitan (1995) pola tanam dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Pola tanam monokultur

Pola tanam monokultur adalah pola tanam dengan menanam satu jenis

tanaman. Pola tanam monokultur pada umumnya dilakukan dengan

tujuan komersil, yakni hanya menanam jenis tanaman hortikultura

yang mempunyai nilai ekonomis yang tinggi dan jenis tanaman yang

sistim tataniaganya telah diketahui oleh petani. Dengan menggunakan

pola tanam monokultur petani lebih mudah mendapatkan keuntungan,

sederhana karena mudah mengelolanya, dan peluang memberikan

keuntungan yang maksimal jika jenis tanaman yang dipilih mempunyai

nilai ekonomis yang tinggi dan waktu panennya tepat.

b. Pola tanam majemuk

Pola tanam majemuk adalah pola tanam dengan menanam beberapa

jenis tanaman pada lahan produksi yang sama. Pola tanam majemuk

(15)

(1) Rotasi tanaman

Rotasi tanaman adalah penanaman beberapa jenis tanaman pada

lahan yang sama tetapi pada waktu yang berbeda atau secara

bergilir. Keuntungan pola tanam ini adalah untuk meningkatkan

keanekaragaman bahan pangan dan sumber gizi, serta memutus

daur hidup hama dan penyakit tanaman.

(2) Tumpang sari

Tumpang sari adalah penanaman beberapa jenis tanaman pada

lahan yang sama, pada waktu yang sama dan pengaturan jarak

tanam yang jelas. Pada pola tanam tumpang sari ditanam dua

atau lebih jenis tanaman pada waktu yang bersamaan dengan

jarak tanam yang teratur pada lahan yang sama.

(3) Campuran

Pola tanam campuran merupakan penanaman beberapa jenis

tanaman pada lahan yang sama dan pada waktu yang sama tanpa

jarak tanam yang jelas atau ditanam secara tidak beraturan.

(4) Relay cropping (Tumpang gilir)

Tumpang gilir merupakan transisi antara rotasi tanaman dengan

tumpang sari. Pada pola tanam ini, berbagai jenis tanaman

(16)

yang bersamaan sebagaimana dalam rotasi tanaman. Tanaman

kedua ditanam sebelum tanaman pertama dipanen. Dengan

demikian pola tanam ini menekankan efisiensi penggunaan

waktu, sehingga dalam setahun beberapa jenis tanaman dapat

dibudidayakan.

Tohir (1991) mengemukakan aspek dan dampak dari pada penataan

pertanaman berganda (multiple cropping), yaitu:

1. Pembagian pencurahan tenaga kerja secara merata sepanjang

tahun dan memudahkan dalam pengelolaan lahan untuk

pertanaman selanjutnya.

2. Memperkecil resiko kegagalan usaha.

3. Mempertinggi gelombang panen sehingga diperoleh pendapatan

yang lebih besar.

4. Mempertinggi produktivitas lahan.

5. Menyediakan bahan-bahan makanan yang beranekaragam

sehingga dapat memperbaiki keadaan gizi.

6. Mengurangi peluang untuk terjadinya tanah bero/kosong.

7. Mempertinggi kesuburan tanah.

8. Mencegah timbulnya hama dan penyakit tanaman, tetapi

adakalanya mengundang penyakit.

9. Menekan pertumbuhan rumput-rumputan (gulma).

Rotasi tanaman merupakan salah satu dasar dalam pertanian yang

(17)

kemunduran dari kesuburan tanah untuk mencapai produksi yang

tinggi dan stabil. Pemilihan pergiliran tanaman tergantung dari

kesadaran petani dan berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan pangan

untuk keluarga. Motivasi petani dalam memilih tanaman yang akan

ditanam, antara lain adalah (Tohir, 1991) :

a) Keadaan lingkungan fisik, yaitu faktor alam (keadaan tanah, iklim,

keadaan air).

1) Keadaan tanah

Penataan pertanaman harus memperhatikan syarat-syarat

keadaan tanah yang diperlukan oleh setiap jenis tanaman yang

hendak dipilih petani sebagai tanaman campuran atau tanaman

giliran. Jenis tanah dan pH tanah yang dikehendaki oleh tiap

jenis tanaman hendaknya diperhatikan. Di tanah yang asam,

sifat pH-nya rendah tidak cocok untuk jenis tanaman yang

menghendaki tanah netral atau basa dan sebaliknya. Umumnya

tanaman menghendaki tanah yang sifatnya netral.

2) Iklim dan perairan

Iklim dan air merupakan salah satu faktor teknis-biologis

penting bagi pertumbuhan tanaman. Tiap jenis tanaman

menghendaki klim dan tata pengairannya sendiri, oleh karena

itu penanaman campuran memerlukan pengetahuan khusus

tentang jenis-jenis tanaman yang sesifat dalam hal syarat iklim

(18)

Lahan pertanaman yang mengalami kekurangan air akan

menyebabkan aerasi udara dalam tanah menjadi terganggu dan

suplai oksigen dalam tanah tidak lancar. Bila ini terjadi maka

fungsi dan pertumbuhan akar sebagai bagian tanaman yang

paling penting akan berhenti. Akibatnya pertumbuhan seluruh

bagian tanaman akan berhenti, sehingga perkembangannya

menjadi tertunda, mutu dan produksi akan merosot, serta akar

tanaman rentan terhadap serangan penyakit dropping off yang akan membawa kematian bagi tanaman dalam waktu yang

singkat.

Sebaliknya jika lahan pertanaman mengalami kelebihan air,

maka tanah akan menjadi sangat lembab dan becek. Akibatnya

juga akan terjadi kematian tanaman dalam waktu yang singkat

seperti halnya bila kekurangan air. Oleh karena itu kandungan

air dalam tanah harus diperhatikan dengan mempertimbangkan

lokasi penanamannya, apakah dilahan sawah atau tegal.

b) Kondisi budaya (tradisi petani)

Faktor kebiasaan atau tradisi petani merupakan salah satu faktor

yang menjadi pertimbangan petani dalam menanam. Faktor

kebiasaan memiliki pengaruh yang besar atas perilaku petani dalam

(19)

c) Kondisi sosial ekonomis (modal, kepemilikan lahan, keadaan

pasar, dan pendapatan petani)

Semakin besar modal dan kepemilikan lahan petani, maka

kemungkinan untuk penataan jenis tanaman yang diharapkan

menghasilkan pendapatan yang tinggi juga akan besar. Permintaan

pasar yang tinggi terhadap hasil produksi pertanian juga

merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi petani dalam

menentukan jenis tanaman. Apabila permintaan pasar terhadap

hasil produksi pertanian tinggi, maka petani akan menanamnya.

d) Pemenuhan kebutuhan pangan keluarga

Dengan mengatur pola tanam, maka akan memberikan keuntungan

kepada petani. Dengan memanfaatkan pola tanam yang optimal.

Petani dapat mencukupi persediaan pangan keluarga.

e) Keadaan saprodi

Ketersediaan pupuk, benih, pestisida, traktor dan pompa air mampu

memotivasi petani untuk m enanam tanaman (Tohir, 1991).

4. Teori Usahatani

Menurut Hernanto (1994), usahatani adalah organisasi dari alam, tenaga

kerja dan modal yang ditujukan untuk usaha produksi dilapangan

pertanian. Sedangkan menurut Mubyarto (1989) usahatani merupakan

(20)

unsur-unsur produksi seperti alam, tenaga kerja, modal, dan manajemen

yang ditujukan untuk memperoleh produksi di bidang pertanian. Petani

dalam usahatani bertindak sebagai pekerja dan penanam modal.

Selanjutnya Mubyarto (1989) menyatakan bahwa Keberhasilan usahatani

tidak terlepas dari berbagai faktor-faktor produksi yang

mempengaruhinya. Faktor-faktor produksi ini akan menentukan besar

kecilnya produksi yang dihasilkan. Faktor-faktor produksi merupakan

benda atau jasa yang disediakan oleh alam dan dihasilkan oleh manusia

serta digunakan untuk menghasilkan berbagai macam barang dan jasa.

Faktor-faktor produksi yang umum digunakan dalam bidang pertanian

antara lain: luas lahan, benih, pestisida, pupuk, tenaga kerja dan

manajemen. Sedangkan faktor-faktor lain yang mempengaruhi produksi

yaitu curah hujan, ketinggian tempat, topografi, kesuburan lahan,

penggunaan lahan, dan kemasaman tanah (Soekartawi, 1990).

Lahan usahatani adalah lahan yang digunakan untuk melakukan usaha

pertanian di mana petani melakukan kegiatan usahataninya di tempat itu.

Lahan merupakan faktor yang penting dalam usahatani karena merupakan

pabrik dari hasil pertanian, yaitu tempat proses produksi akan berlangsung.

Luas lahan pertanian menunjukkan skala usaha, yang pada akhirnya akan

mempengaruhi efisien atau tidaknya suatu usaha pertanian (Mubyarto,

(21)

Selanjutnya menurut Mubyarto (1994), tenaga kerja dalam usahatani

adalah faktor produksi utama. Petani dalam mengusahakan lahannya

dituntut sebagai seorang pekerja sekaligus sebagai manejer usahataninya

karena mereka yang merencanakan, mengorganisasikan, dan mengatur

selama berjalannya proses produksi. Pengaturan jumlah tenaga kerja harus

optimal agar dapat menghasilkan produksi sesuai dengan yang diinginkan.

5. Teori pendapatan usahatani

Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan tunai usahatani dan pengeluaran tunai usahatani. Pendapatan tunai usahatani merupakan

kemampuan usahatani untuk menghasilkan uang tunai. Dengan

pendapatan yang tinggi akan merangsang petani untuk lebih giat lagi

mengusahakan usahataninya agar mendapatkan produksi yang optimal.

Menurut Soekartawi (1993), terdapat dua pengertian tentang pendapatan

usahatani. Pertama, pendapatan kotor yaitu seluruh pendapatan yang

diperoleh dalam usahataninya selama satu tahun yang dapat

diperhitungkan dari hasil penjualan atau hasil produksi yang dinilai

berdasarkan harga per satuan berat. Kedua, pendapatan bersih yaitu

penerimaan kotor yang telah dikurangi dengan biaya produksi selama

proses produksi. Biaya produksi ini terdiri dari biaya tetap dan biaya

variabel. Biaya tetap adalah biaya produksi yang besarnya tidak tergantung

pada jumlah produksi atau biaya yang penggunaannya tidak habis dalam

satu masa produksi, dan biaya variabel adalah biaya produksi yang

(22)

Selain itu terdapat biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Biaya tunai

adalah biaya yang dikeluarkan secara tunai untuk proses produksi, dan

biaya yang diperhitungkan adalah biaya yang dikeluarkan petani dalam

menjalankan usahataninya namun tidak dikeluarkan secara tunai.

Pendapatan bersih atau keuntungan merupakan selisih antara penerimaan

dengan biaya. Penerimaan merupakan hasil perkalian antara jumlah

produksi dengan harga, sedangkan biaya merupakan hasil perkalian antara

jumlah faktor produksi dengan harga faktor produksi. Secara matematis

besarnya keuntungan dirumuskan sebagai berikut (Soekartawi, 1990):

Pxi = harga faktor-faktor produksi ke-i (Rp)

Xi = faktor-faktor produksi (luas lahan, tenaga kerja, modal, dll) i = macam faktor produksi i= 1,2,3,dst

BTT =Total biaya tetap (Rp) TR = jumlah penerimaan (Rp) TC = jumlah biaya (Rp)

Menurut Soekartawi (1990) dalam Yulianti L (2004), ada beberapa cara

pengujian keberhasilan suatu cabang usahatani yang sering dilakukan

yaitu :

(23)

2) Analisis imbangan penerimaan dan biaya atau R/C ratio

3) Analisis pendapatan atau keuntungan cabang usaha, dan

4) Analisis imbangan tambahan manfaat dan biaya atau B/C ratio.

Tingkat pendapatan usahatani ditentukan dengan harga jual. Imbangan

penerimaan dan biaya merupakan tingkat efisiensi ekonomi yang

menunjukkan adanya daya saing dari produk yang dihasilkan. Nilai nisbah

penerimaan dan biaya dirumuskan sebagai berikut (Soekartawi, 1994):

R/C = PT/BT

Keterangan:

R/C = Nisbah antara penerimaan dengan biaya PT = Penerimaan total

BT = Biaya total yang dikeluarkan

Kriteria penilaiannya adalah:

a) Jika R/C > 1, maka usahatani tersebut menguntungkan karena

penerimaan lebih besar dari pada biaya total yang dikeluarkan.

b) Jika R/C = 1, maka usahatani tersebut berada pada titik impas (break even point), yaitu keadaan dimana penerimaan sama dengan biaya total yang dikeluarkan.

c) Jika R/C < 1, maka usahatani tersebut tidak menguntungkan (rugi)

karena penerimaan lebih kecil dari pada biaya total yang dikeluarkan.

Keberhasilan usahatani dapat diketahui dari besarnya pendapatan yang

diterima petani. Pendapatan petani merupakan bagian dari penerimaan

(24)

dalam usahatani. Pendapatan petani (keuntungan) merupakan selisih antara

penerimaan dengan biaya produksi.

6. Hasil Penelitian terdahulu

Hasil penelitian Andriyani (2005) menyimpulkan bahwa faktor-faktor

yang mempengaruhi keuntungan usahatani berdasarkan pola tanam padi

dan palawija di Kecamatan Trimurjo Kabupaten Lampung Tengah adalah

luas lahan sawah yang berpengaruh nyata secara positif terhadap

keuntungan dan harga urea yang berpengaruh nyata secara negarif

terhadap keuntungan. Selain itu, pola tanam yang dapat memberikan

keuntungan tertinggi adalah pola tanam padi-jagung dibandingkan pola

tanam padi, pola tanam kacang tanah dan pola tanam

padi-kacang hijau.

Penelitian Adung (2006) yang berjudul Analisis Perbandingan Pendapatan

dan Serapan Tenaga Kerja Antar Pola Tanam Di Rawa Sragi Kecamatan

Candipuro Kabupaten Lampung Selatan menyimpulkan bahwa terdapat

perbedaan pendapatan pada masing-masing pola tanam yaitu padi-padi,

padi-jagung dan padi- cabai dengan tingkat kepercayaan 95%. Selain itu

faktor-faktor yang memotivasi petani dalam memilih pola tanam adalah

untuk memperoleh pendapatan yang tinggi, keadaan iklim, ketersediaan

air, harga hasil pertanian, dan ketersediaan sarana produksi.

Penelitian Gantini (2006) mengenai Analisis Faktor-faktor Yang

(25)

Pemenuhan Kebutuhan Pangan Pada Hutan Kemasyarakatan Di Lampung

Barat, menyimpulkan bahwa terdapat berbagai pola usahatani dan jenis

tanaman yang diusahakan oleh petani berdasarkan perbedaan etnik Sunda

dan non Sunda. Petani etnis Sunda memilih 11 pola usahatani di ruang

lingkup sumber pemenuhan kebutuhan pangan dan petani etnis non Sunda

memilih 7 pola usahatani dari 12 pola usahatani secara keseluruhan. Jenis

tanaman yang diusahakan petani etnis Sunda cenderung ke tanaman

pangan, hortikultura, dan usaha perikanan. Faktor- faktor yang

berpengaruh terhadap keputusan petani dalam memilih pola usahatani

pada hutan kemasyarakatan di Kecamatan Sumber Jaya Kabupaten

Lampung Barat adalah luas lahan HKm, pendidikan petani, dan etnis.

Penelitian Ibramsyah (2005) yang menganalisis pendapatan pola usahatani

padi di Kebupaten Musi Waras, dengan cara tumpangsari yang digunakan

petani adalah padi-ikan-padi dan padi kedelai-padi.

Dari hasil penelitian menyimpulkan bahwa usahatani dengan pola

diversivikasi padi-ikan-padi relative lebih tinggi dibandingkan pola

usahatani padi-kedelai-padi. Meskipun tingkat penerimaannya lebih tinggi,

akan tetapi tingkat biaya produksi pada pola usahatni padi-kedelai-padi.

B. Kerangka Pemikiran

Dalam rangka meningkatkan produksi pangan, pemerintah mengupayakan

usaha penganekaragaman konsumsi pangan. Usaha ini dilakukan dengan

(26)

Dengan penganekaragaman ini, secara langsung dapat menghindarkan

ketergantungan petani pada tanaman sejenis.

Usaha pertanian di Rejo Mulyo Kecamatan Jati Agung meliputi pertanian

sawah, perladangan dan perkebunan, pertanian sawah diantaranya yaitu sawah

tadah hujan. Pada sawah tadah hujan, biasanya petani menggunakan pola

tanam yang disebut dengan rotasi tanam. Pada penelitian ini pola tanam yang

dianalisis terdiri dari dua pola tanam yaitu pola tanam padi-padi dan pola

tanam padi-jagung.

Dalam mengusahakan kegiatan usahatani, petani sangat bergantung oleh

adanya ketersediaan faktor produksi, antara lain luas lahan, benih, tenaga

kerja, pupuk dan pestisida. Setiap jenis produksi tanaman yang berlainan

dalam suatu usahatani harus diperhatikan ada atau tidaknya suatu keterkaitan

pada tiap tanaman yang di tanam. Karena tiap tanaman memiliki jumlah

pendapatan yang berbeda dan waktu musim tanam yang berbeda pula.

Di Jati Agung pola tanam yang di pakai antara lain tumpang sari dan rotasi

tanaman. Tetapi pola tanam tumpang sari saat ini jarang di lakukan oleh petani

di desa Rejo Mulyo Kabupaten Lampung Selatan. Hal ini disebabkan pola

tanam dengan cara ini kurang menguntungkan bagi petani di Desa Rejo

Mulyo. Oleh karena itu, petani di Desa Rejo Mulyo menggunakan pola tanam

yang biasa di sebut dengan rotasi tanaman. Keuntungan dari pola tanam ini

yaitu, meningkatkan keanekaragaman bahan pangan, dapat memutus daur

(27)

Tujuan mengatur pola tanam dalam kegiatan usahatani dimaksudkan untuk

mengetahui perbedaan besarnya pendapatan pada pola tanam padi-jagung dan

padi-kacang hijau serta untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi

pendapatan bersih usahatani pada pola tanam padi-jagung dan padi-kacang

hijau.

Produksi atau output yang dihasilkan dalam proses usahatani dikalikan

dengan harganya merupakan penerimaan yang dapat diperoleh petani. Selisih

antara penerimaan dan pengeluaran disebut sebagai keuntungan usahatani.

Apabila selisih antara penerimaan dan pengeluaran bernilai positif berarti

usahatani yang dilakukan menguntungkan, dan sebaliknya jika bernilai negatif

maka usahatani yang dilakukan merugikan. Selain itu, setiap cabang usahatani

memiliki kegiatan yang berbeda sehingga biaya yang dikeluarkan juga

berbeda.

Dari hasil pendapatan pada masing-masing pola tanam, yaitu pola tanam

padi-jagung dan padi-kacang hijau dapat dilakukan analisis perbandingan dengan

menggunakan perbandingan pendapatan usatahani dengan menggunakan

rumus R/C untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan pendapatan pada

masing-masing pola tanam. Untuk lebih jelasnya, kerangka pemikirananalisis

perbandingan pendapatan antar pola tanam pada lahan sawah tadah hujan di

desa Rejo Mulyo kecamatan Jati Agung Kabupaten Lampung Selatandapat

(28)

Gambar 1. Kerangka pemikiran Analisis Perbandingan Pendapatan Antar Pola Tanam Pada Lahan Sawah Tadah Hujan Di Desa Rejo Mulyo Kecamatan Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan.

POLA TANAM

1. Padi-jagung 2. Padi-kacang hijau

Penerimaan INPUT

Biaya Produksi

Harga

Proses Produksi

Harga

Pendapatan

Pendapatan Pola Tanam Padi-kacang

hijau Pendapatan Pola

Tanam Padi- jagung

Produksi/Output

R/C

Petani :

Rejo Mulyo Kecamatan Jati

(29)

C. Hipotesis

1. Diduga pola tanam di Desa Rejo Mulyo yang memiliki pendapatan

tertinggi adalah pola tanam padi-jagung.

2. Diduga terdapat perbedaan pendapatan antar rotasi tanam di desa Rejo

(30)

III. METODE PENELITIAN

A. Konsep Dasar dan Defenisi Operasional

Semua konsep dan defenisi operasional ini mencakup pengertian yang

digunakan dari perolehan data yang dianalisis sesuai dengan tujuan penelitian.

Pola tanam adalah langkah dalam usaha pertanian yang bertujuan mengatur

tanaman sedemikian rupa sehingga dapat dibudidayakan dengan baik.

Rotasi tanaman adalah penanaman beberapa varitas atau jenis tanaman pada

lahan yang sama tetapi pada waktu yang berbeda atau secara bergilir.

Usahatani adalah kegiatan di bidang pertanian yang mengorganisasikan alam,

tenaga kerja, modal, dan manajemen yang ditujukan pada produksi di

lapangan pertanian.

Petani padi adalah semua petani yang menanam dan mengelola padi dengan

tujuan memaksimumkan keuntungannya.

Produksi (output) adalah hasil produk yang dihasilkan dari proses produksi,

(31)

Luas lahan (X1) adalah tempat yang digunakan petani untuk melakukan

kegiatan usahatani jagung atau padi selama proses produksi berlangsung,

diukur dalam satuan hektar (ha).

Pendapatan usahatani adalah total penerimaan dari penjualan hasil produksi

dikurangi total biaya dalam satu kali musim tanam, diukur dalam satuan

rupiah (Rp).

Penerimaan adalah jumlah produksi jagung dan padi yang dihasilkan dalam

satu kali proses produksi dikalikan dengan harga masing-masing produk

ditingkat petani, diukur dalam satuan rupiah (Rp).

Proses produksi adalah suatu proses mengkombinasikan penggunaan (input) faktor produksi untuk menghasilkan suatu bentuk barang atau jasa (output).

Biaya produksi usahatani adalah jumlah seluruh biaya yang dikeluarkan

petani, baik secara tunai maupun yang diperhitungkan, untuk membiayai

kegiatan usahatani selama satu periode produksi, diukur dalam satuan rupiah

(Rp).

Biaya tunai adalah seluruh biaya yang benar-benar dikeluarkan petani secara

tunai yang berupa biaya-biaya untuk sarana produksi (meliputi, biaya sewa

lahan, benih, upah tenaga kerja, biaya pupuk, biaya pestisida), diukur dalam

satuan rupiah (Rp).

Biaya yang diperhitungkan adalah biaya yang dikeluarkan petani dalam

(32)

lahan, biaya penyusutan peralatan, dan biaya tenaga kerja dalam keluarga),

diukur dalam satuan rupiah (Rp).

Harga produk adalah harga jual dari produksi padi, jagung dan kacang hijau

pada tingkat petani pada saat transaksi jual-beli, diukur dalam satuan rupiah

per kilogram (Rp/kg).

Harga benih adalah jumlah uang yang harus dikeluarkan untuk membeli benih,

diukur dalam satuan rupiah per kilogram (Rp/kg).

Harga pupuk adalah jumlah uang yang harus dikeluarkan untuk membeli

pupuk urea, KCl, SP-36, TSP, diukur dalam satuan rupiah per kilogram

(Rp/kg).

Harga pestisida adalah jumlah uang yang harus dikeluarkan untuk membeli

pestisida (obat-obatan), diukur dalam satuan rupiah per kilogram per liter per

botol (Rp/Kg/l/btl).

Tenaga kerja manusia adalah orang-orang yang melakukan usahatani pada

pola tanam padi-padi dan padi-jagung. Jumlah tenaga kerja yang digunakan

akan mempengaruhi biaya tenaga kerja yang dikeluarkan petani.

Upah tenaga kerja adalah biaya yang dikeluarkan untuk membayar tenaga

kerja yang digunakan dalam usahatani, yang terdiri dari tenaga kerja pria dan

(33)

B. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian

Penelitian ini di lakukan di Desa Rejo Mulyo Kecamatan Jati Agung

Kabupaten Lampung Selatan. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja

(purposive) dengan pertimbangan bahwa daerah tersebut memiliki jumlah petani yang banyak mengusahakan pola tanam padi-jagung dan padi-kacang

hijau. Pengambilan data dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2009 di

Kecamatan Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan.

Petani responden diambil secara acak sederhana (simple random sampling) sebanyak 70 petani dari jumlah populasi petani padi dan jagung seluruhnya

sebanyak 805 petani padi dan jagung yang mengusahakan dengan rotasi

tanam. Kemudian sampel tersebut dibagi secara proporsional yaitu 40 orang

dari petani yang menanam pola tanam padi-jagung dan 30 orang petani yang

menanam dengan pola tanam padi-kacang hijau. Pengambilan sampel tersebut

mengacu pada Sugiarto (2003) dengan perhitungan sebagai berikut:

(34)

Untuk pembagian sampel secara proposional digunakan perhitungan sebagai

berikut:

ni = Ni x n N

Keterangan:

ni = jumlah sampel wilayah i

Ni = jumlah anggota populasi wilayah i N = jumlah anggota dalam populasi n = jumlah sampel keseluruhan

Menurut Singarimbun dan Effendi (1987) dalam Purnasihar (2008), jumlah

sampel minimum yang dapat diambil adalah 5-10% dari satuan-satuan

elementer (elementery unit) dari populasi, sehingga jumlah sampel yang dapat diambil berjumlah 70 petani. Proporsi responden pada masing-masing pola

(35)

Gambar 2. Proporsi responden pada masing-masing pola tanam

C. Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini dilakukan dengan metode survai, yaitu penelitian yang

mengambil sampel dari populasi dengan menggunakan kuesioner. Data yang

digunakan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer meliputi (luas

lahan, jumlah tenaga kerja, jumlah benih, jumlah pupuk) diperoleh dengan

wawancara langsung dengan petani, menggunakan kuisioner yang telah

disiapkan, sedangkan data sekunder dari literatur atau instansi-instansi yang

terkait dengan penelitian.

POPULASI N= 805 petani

N=460 Pola Tanam Padi-Jagung

n=40

N=345 Pola Tanam Padi-Kacang hijau

n=30

(36)

D. Metode Analisis Data dan Pengujian Hipotesis

Analisis data dan pengujian hipotesis dilakukan secara deskriptif kualitatif

dan deskriptif kuantitatif. Hipotesis pertama dihitung dengan menggunakan

metode tabulasi data penerimaan dan pengeluaran dari usahatani padi, jagung

dan kacang hijau nilai yang digunakan adalah nilai rata-rata dari responden.

1. Analisis Pendapatan usahatani

Besarnya pendapatan yang akan diperoleh dari suatu kegiatan usahatani

tergantung dari beberapa faktor yang dapat mempengaruhinya seperti luas

lahan, tingkat produksi, identitas pengusaha, pertanaman, dan efisiensi

penggunaan tenaga kerja (Hernanto, 1994).

Menurut Gustiyana (2003), pendapatan dibedakan menjadi dua yaitu

pendapatan usahatani dan pendapatan rumah tangga. Pendapatan

merupakan pengurangan dari penerimaan dengan biaya total. Pendapatan

rumah tangga yaitu pendapatan yang diperoleh dari kegiatan usahatani

ditambah dengan pendapatan yang berasal dari kegiatan di luar usahatani.

Pendapatan usahatani adalah selisih antara pendapatan kotor (output) dan

biaya produksi (input) yang dihitung pada per bulan, per tahun, per musim

tanam. Sedangkan pendapatan luar usahatani adalah pendapatan yang

diperoleh sebagai akibat melakukan kegiatan di luar usahatani seperti

(37)

Untuk menjawab hipotesis pertama, dapat dihitung secara matematis yaitu

menghitung analisis pendapatan usahatani dengan menggunakan

persamaan (Soekartawi, 1995) adalah sebagai berikut :

π = Pendapatan/keuntungan Py = harga hasil produksi (Rp) Y = hasil produksi (kg)

Pxi = harga faktor-faktor produksi (Rp) Xi = faktor-faktor produksi

i = macam faktor produksi i= 1,2,3,dst BTT = Biaya Tetap Total (Rp)

Biaya produksi adalah seluruh biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan

usahatani dalam satu kali produksi. Menurut Hernanto (1991) biaya dapat

dikategorikan menjadi: (1) biaya tetap merupakan biaya yang

penggunaannya tidak habis dalam satu masa produksi, (2) biaya variabel

merupakan biaya yang besar kecilnya sangat tergantung pada skala

produksi, (3) biaya tunai merupakan biaya yang dikeluarkan secara tunai

untuk proses produksi, dan (4) biaya yang diperhitungkan merupakan

biaya yang ikut diperhitungkan dalam perhitungan tingkat keuntungan,

(38)

Untuk mengetahui suatu usahatani menguntungkan atau tidak secara

ekonomi dapat dianalisis dengan menggunakan nisbah atau perbandingan

antara penerimaan dan biaya (R/C). Secara matematis dapat dirumuskan

sebagai berikut:

R/C = PT/BT

Keterangan:

R/C = Nisbah antara penerimaan dengan biaya PT = Penerimaan total

BT = Biaya total yang dikeluarkan petani

Kriteria penilaiannya pada analisis ini adalah:

a) Jika R/C > 1, maka usahatani tersebut menguntungkan karena

penerimaan lebih besar dari pada biaya total yang dikeluarkan.

b) Jika R/C = 1, maka usahatani tersebut berada pada titik impas (break even point), yaitu keadaan dimana penerimaan sama dengan biaya total yang dikeluarkan.

c) Jika R/C < 1, maka usahatani tersebut tidak menguntungkan (rugi)

karena penerimaan lebih kecil dari pada biaya total yang dikeluarkan.

2. Uji Beda Pendapatan

Untuk menguji apakah semua variabel independen (X) berpengaruh

terhadap variabel dependen (Y) digunakan uji-t sebagai berikut:

t – hitung = bi

Sbi

(39)

Keterangan:

bi = parameter regresi ke-i

Sbi = Kesalahan baku parameter regresi ke-i

Ho : bi = 0

Hi : bi ≠ 0

Kriteria pengujian adalah:

Ho ditolak apabila t-hitung > t-tabel, berarti ada pengaruh antara

independen dengan variabel dependen.

Hi ditolak apabila t-hitung < t-tabel, berarti tidak ada pengaruh antara

(40)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Petani Responden

1. Umur, Tingkat Pendidikan, dan Pengalaman berusahatani

Berdasarkan dari penelitian yang dilakukan, diperoleh hasil komposisi

umur kepala keluarga responden di Desa Rejo Mulyo bervariasi dari umur

28 sampai 70 tahun. Rata-rata umur kepala keluarga responden adalah

40-43 tahun. Berdasarkan umur produktif secara ekonomi dapat dibagi 3

klasifikasi yaitu, kelompok umur 0-14 tahun merupakan kelompok usia

yang belum produktif, kelompok umur 15-64 tahun merupakan kelompok

usia produktif, dan kelompok umur di atas 65 tahun merupakan kelompok

usia tidak lagi produktif. Komposisi umur kepala keluarga reponden di

desa tersebut dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Sebaran petani sampel pola padi-jagung dan padi-kacang hijau berdasarkan umur di Desa Rejo Mulyo, Tahun 2009

No

Komposisi

Umur Pola Padi-Jagung

Pola Padi-Kacang Hijau

(Orang) (%) (Orang) (%)

1 0 – 14 0 0 0 0

2 15 – 64 39 97,5 30 100

3 >=65 1 2,5 0 0

(41)

Berdasarkan Tabel 9, dapat diketahui bahwa mayoritas petani responden di

Desa Rejo Mulyo berada pada kelompok umur 27-38 tahun. Responden

yang menjadi objek penelitian di Desa Rejo Mulyo berjumlah 70 orang.

Seluruh responden adalah petani yang mengusahakan spesifikasi pola

tanam tertentu yaitu pola tanam padi-jagung dan pola tanam padi-kacang

hijau. 40 responden diantaranya adalah petani yang menerapkan pola

tanam padi-jagung dan sisanya 30 responden adalah petani yang

menerapkan pola tanam padi-kacang hijau. Komposisi umur 27-52 tahun

tersebut merupakan kelompok umur produktif yang mempunyai potensi

untuk meningkatkan produktifitas kerja.

Tingkat pendidikan yang dimiliki dapat mempengaruhi kemampuan petani

dalam mengelola usahataninya. Pendidikan petani responden yang cukup

tinggi setidaknya dapat membantu petani untuk menyerap teknologi,

membantu kelancaran berkomunikasi dengan petugas penyuluhan

lapangan (PPL) dalam menerima petunjuk ataupun inovasi baru tentang

keterampilan dan tingkat adopsi petani terhadap ilmu dan pengetahuan

yang diberikan, khususnya untuk teknik pola tanam usahatani. Gambaran

(42)

Tabel 10. Tingkat pendidikan petani responden

No

Tingkat

Pendidikan Pola Padi-Jagung

Pola Padi-Kacang

Sumber : Data primer, 2009

Tingkat pendidikan responden di Desa Rejo Mulyo umumnya mencapai

rata-rata lebih dari 6 tahun. Sebagian besar kepala keluarga responden

telah menyelesaikan lebih dari pendidikan Sekolah Dasar (SD), walaupun

ada beberapa responden yang tidak sampai selesai Sekolah Dasar.

Keadaan ini menunjukan para responden memiliki kemampuan membaca

dan menulis sehingga dapat menunjang dan mempelancar komunikasi

antara petani dengan penyuluh pertanian lapangan (PPL).

Lama berusahatani merupakan salah satu indikator yang secara tidak

langsung turut mendukung keberhasilan berusahatani yang dilakukan

petani secara keseluruhan. Petani yang telah berpengalaman dan yang

didukung oleh sarana produksi yang lengkap dan lebih mampu

meningkatkan produktivitas jika dibandingkan dengan petani yang baru

berusahatani. Gambaran penyebaran lama berusahatani dapat dilihat pada

(43)

Tabel 11. Lama berusahatani masing-masing kepala keluarga responden

No

Pengalaman

Berusahatani Pola Padi-Jagung

Pola Padi-Kacang

Sumber: Data primer, 2009

Petani responden di Desa Rejo Mulyo rata-rata memiliki pengalaman

usahatani yang cukup lama yaitu 18 tahun secara keseluruhan. Dengan

perincian pada pola tanam padi-jagung memiliki rata-rata 18 tahun dan

pola tanam padi-kacang hijau memiliki rata-rata 17 tahun. Umumnya

mereka memperoleh pengalaman berusahatani padi secara turun temurun

dari orang tua mereka. Kondisi ini mempengaruhi produktivitas dan

keberhasilan usahatani akan lebih mudah untuk meningkatkan

produktivitas usahataninya.

2. Jumlah tanggungan rumah tangga petani responden

a. Pola tanam padi-jagung

Jumlah anggota keluarga menggambarkan besar kecilnya sumber

tenaga kerja keluarga yang tersedia, tetapi dapat pula menjadi beban

keluarga terlebih jika anggota keluarga tersebut belum pada usia

produktif. Secara rinci jumlah anggota keluarga petani responden dapat

(44)

Tabel 12. Jumlah tanggungan rumah tangga petani responden pola tanam padi-jagung

No Tanggungan Keluarga

Jumlah

Produktif Persentase

(orang) (orang) Jumlah (%)

1 1 2 2 5,00

2 2 17 34 42,50

3 3 15 45 37,50

4 4 4 16 10,00

5 5 2 10 5,00

6 6 0 0 0,00

Jumlah 40 107 100,00

2,675

Sumber: Data primer, 2009

Tabel 12, menunjukkan petani responden yang memiliki anggota

keluarga 2 orang merupakan petani responden yang paling banyak

yaitu 17 orang atau 42,5% dari seluruh petani responden padi-jagung.

Dengan rata-rata jumlah anggota keluarga petani responden sebanyak

2 orang, memungkinkan petani responden menggunakan tenaga kerja

dari luar untuk melaksanakan kegiatan usahataninya.

b. Pola tanam padi-kacang hijau

Jumlah masing-masing anggota keluarga bervariasi, dimana jumlah

keluarga yang paling banyak adalah 2 orang dengan 12 responden dari

30 responden. Secara rinci jumlah anggota keluarga petani responden

(45)

Tabel 13. Jumlah tanggungan rumah tangga petani responden pola tanam padi-kacang hijau

No Tanggungan Keluarga Jumlah Produktif Jumlah Persentase

(orang) (orang) (%)

Sumber: Data primer, 2009

3. Kepemilikan Lahan

Lahan yang digunakan responden untuk kegiatan usahatani padi

seluruhnya merupakan lahan hak milik. Luas lahan terbesar yang

digunakan petani responden ada di pola tanam padi-kacang hijau yaitu 5

Ha dan Luas lahan terkecil yang digunakan petani responden ada di pola

tanam padi-kacang hijau dan pola padi-jagung yaitu 0.25 Ha. Sebaran luas

lahan yang ditanami padi-jagung dan padi- kacang hijau di daerah

penelitian dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14. Sebaran luas lahan padi petani responden

Luas lahan (ha) Jumlah petani (orang) Persentase

(46)

Tabel 14, memperlihatkan bahwa sebagian besar luas lahan usahatani padi

sawah yang dimiliki petani responden berkisar antara 1,5—2,5 hektar

(50%). Jika dilihat dari status lahan yang digunakan petani responden,

secara keseluruhan luas lahan adalah milik sendiri sehingga hal tersebut

dapat mempengaruhi tingkat produktivitas dan pendapatan petani

responden dibandingkan apabila petani tersebut mengusahakan milik

orang lain.

4. Pekerjaan sampingan

a. Responden dengan pola tanam padi-jagung

Petani responden dengan pola tanam padi-jagung memiliki pekerjaan

sampingan antara lain PNS, guru, pedagang, ojek, buruh, buruh+ojek,

pedagang + ojek, dan pedagang + buruh. Pekerjaan sampingan ini

dilakukan pada saat petani tidak melakukan usahataninya, yaitu sekitar

bulan September- Desember untuk jagung dan Desember-Maret untuk

padi. Rincian persentase petani responden pola tanam padi-jagung

(47)

Tabel 15. Komposisi petani responden pola tanam padi-jagung yang mempunyai pekerjaan sampingan di desa Rejo Mulyo Kecamatan Jati Agung, tahun 2009.

Pekerjaan Jumlah Persentase

Sampingan (orang) (%)

Sumber: Data primer, 2009

Pada Tabel 15 dapat dilihat bahwa petani responden pada pola tanam

padi-jagung yang memiliki pekerjaan sampingan terbesar adalah ojek

sebesar 57,5 persen. Ada beberapa responden yang memiliki pekerjaan

sampingan sampai dengan dua pekerjaan sampingan yaitu pekerjaan

sampingan sebagai buruh+ojek, pedagang+ojek dan pedagang+buruh.

Hal ini terjadi karena tuntutan akan biaya keperluan keluarga petani

yang dianggap kurang mencukupi.

b.Responden dengan pola tanam padi-kacang hijau

Petani responden dengan pola tanam padi-kacang hijau memiliki

pekerjaan sampingan antara lain pedagang, ojek, buruh, buruh+ojek,

pedagang + ojek, dan pedagang + buruh. Pekerjaan sampingan ini

dilakukan pada saat petani tidak melakukan usahataninya, yaitu sekitar

(48)

Rincian persentase petani responden pola tanam padi-kacang hijau

yang mempunyai pekerjaan sampingan dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16. Komposisi petani responden pola tanam padi-kacang hijau yang mempunyai pekerjaan sampingan di desa Rejo Mulyo Kecamatan Jati Agung, tahun 2009.

Pekerjaan Jumlah Persentase

Sampingan (orang) (%)

Sumber: Data primer, 2009

Pada Tabel 16 dapat dilihat bahwa petani responden pada pola tanam

padi-kacang hiaju yang memiliki pekerjaan sampingan terbesar adalah

ojek sebesar 33,34 persen. Ada beberapa responden yang memiliki

pekerjaan sampingan sampai dengan dua pekerjaan sampingan yaitu

pekerjaan sampingan sebagai buruh+ojek, pedagang+ojek dan

pedagang+buruh. Hal ini terjadi karena tuntutan akan biaya keperluan

keluarga petani yang dianggap kurang mencukupi.

B. Modal

Modal yang digunakan petani responden untuk melakukan usahataninya

dengan menggunakan modal sendiri. Penggunaan modal yang bersumber dari

modal sendiri memungkinkan petani untuk lebih leluasa dalam berusahatani

karena petani tidak terbebani oleh bunga pinjaman bank maupun bunga

(49)

dalam penelitian ini adalah sejumlah uang yang digunakan untuk berbagai

aktivitas usahatani padi, jagung dan kacang hijau. Modal tersedia yang

dimiliki masing-masing petani responden diperoleh dari total penerimaan

keluarga petani, baik dari usahatani maupun dari non usahatani selama satu

tahun dikurangi dengan total biaya kebutuhan hidup keluarga petani

sehari-hari selama satu tahun.

C. Biaya Usahatani Pola Tanam Padi-Jagung dan Padi Kacang-Hijau

1. Biaya Sarana Produksi

Air merupakan syarat mutlak bagi pertumbuhan tanaman seperti padi,

jagung dan kacang hijau. Di desa Rejo Mulyo, air di dapat dari air tadah

hujan atau sumur dari rumah penduduk. Walaupun terdapat sungai kecil,

tetapi sungai tersebut lebih rendah dari permukaan lahan milik petani.

Oleh pemerintah setempat telah dibuat sumur pompa sebagai alternatif

jika penduduk kekurangan air.

Pola tanam yang dilakukan petani responden di Desa Rejo Mulyo adalah

rotasi tanaman. Penanaman padi sawah pada umumnya dilakukan satu

kali dalam setahun, yaitu pada musim hujan atau rendeng petani

menanam pada bulan Desember sampai bulan Maret. Kemudian

dilanjutkan menanam kacang hijau pada bulan April sampai bulan Mei.

Sedangkan pada jagung dilakukan pada bulan September sampai dengan

(50)

sedangkan setelah musim hujan petani banyak menanam tanaman

hortikultura seperti jagung dan kacang hijau. Pola tanam yang dilakukan

petani padi adalah padi-jagung dan padi- kacang hijau.

Benih, pupuk, obat-obatan dan alat-alat pertanian merupakan sarana

produksi yang digunakan dalam berusahatani. Untuk memperoleh sarana

produksi tersebut, petani responden melakukan pembelian dari pasar atau

kios-kios yang ada di Kecamatan Jati Agung.

Untuk meningkatkan produksi petani menggunakan benih unggul. Benih

yang berkualitas unggul dan bersertifikat umumnya memiliki

produktivitas tinggi, respontif terhadap pemupukan dan tahan terhadap

serangan hama dan penyakit. Benih padi yang digunakan petani

responden adalah benih jenis Ciherang, sedangkan benih jagung adalah

jenis Pionner, dan benih kacang hijau adalah Bakti (jenis lokal/benih

turunan). Benih-benih tersebut dapat dibeli di pasar dan di kios-kios

sarana pertanian yang ada di daerah penelitian.

Pemupukkan merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan produksi

hasil pertanian. Tujuan pemupukan untuk memenuhi kebutuhan unsur

hara yang diperlukan oleh tanaman dalam masa pertumbuhannya. Dosis

yang diberikan petani untuk setiap luas lahannya harus sesuai dengan

aturan dan petunjuk penggunaan.

Pemberian pestisida dilakukan petani untuk memberantas hama dan

penyakit. Penggunaan pestisida yang dilakukan petani harus sesuai

(51)

gulma juga dilakukan dengan cara tradisional, gulma diatasi dengan cara

dicabut dan dibuang. Besarnya penggunaan sarana produksi rata-rata

untuk setiap pola tanam per luasan usahatani dapat dilihat pada Tabel 17

dan Tabel 18.

Tabel 17. Rata-rata penggunaan sarana produksi pada pola tanam

Padi-jagung per luasan usahatani di Rejo Mulyo Kecamatan Jati Agung, tahun 2009

Rata-rata penggunaan

Organik (kg) 1212,50 1818,75 3031,25 1515,63

4 Herbisida

Pada Tabel 17 dapat dilihat bahwa pada musim tanam pertama untuk pola

tanam padi-jagung, rata-rata penggunaan pupuk dan obat-obatan yang

(52)

Hal ini disebabkan karena pada musim tanam kedua, penggunaan pupuk

dan obat-obatan tidak banyak karena lahan yang digunakan adalah lahan

yang sama sehingga sisa-sisa unsur hara dalam tanah masih dapat

dipergunakan.

Tabel 18. Rata-rata penggunaan sarana produksi pada pola tanam Padi-kacang hijau per luasan usahatani di Rejo Mulyo Kecamatan Jati Agung, tahun 2009

Rata-rata penggunaan

Pada Tabel 18 dapat dilihat bahwa luas lahan musim tanam pertama dan

musim tanam kedua adalah sama. Penggunaan pupuk pada musim tanam

(53)

dalam tanah. Sedangkan untuk pembasmi tumbuhan liar yang merugikan

tanaman kacang hijau pada musim tanam kedua, biasanya petani

menggunakan alat seperti koret atau dicabut dengan menggunakan tangan.

Obat-obatan yang digunakan juga tidak begitu banyak.

2. Penyusutan Peralatan

Peralatan yang digunakan oleh petani responden di tempat penelitian

untuk menunjang kegiatan usahataninya antara lain adalah cangkul, sabit,

sprayer dan koret. Penyusutan peralatan dihitung dengan cara nilai beli

peralatan dikali dengan jumlah peralatan dibagi dengan umur ekonomis

peralatan. Rata-rata biaya penyusutan peralatan berdasarkan pola tanam

padi-kacang hijau memiliki biaya total penyusutan peralatan sedikit

lebih besar, yaitu sebesar Rp. 140.347 per tahun, sedangkan pola tanam

padi-jagung memiliki biaya total penyusutan peralatan sebesar Rp.

140.210 per tahun.

3. Upah Tenaga Kerja

Nilai upah pria dan wanita yang berlaku di daerah penelitian adalah sama.

Hal ini disebabkan oleh wanita dianggap memiliki peran yang sama

dengan pria. Tenaga kerja yang digunakan untuk melakukan usahatani

terdiri dari tenaga kerja dalam keluarga dan tenaga kerja luar keluarga.

Tenaga kerja tersebut digunakan untuk kegiatan dari pengolahan lahan

sampai dengan pasca panen. Upah yang berlaku di daerah penelitian yaitu

(54)

antara lain Pembibitan, penyulaman, perbaikan pematang/galengan,

pemupukan, penyiangan, penyemprotan, dan pasca panen dengan nilai

upah sebesar Rp. 30.0000,00 per hari sedangkan untuk borongan jenis

kegiatan yaitu penanaman,pengolahan lahan, dan pemanenan dengan nilai

upah sebesar Rp 600.000,00 per borongan.

Kegiatan pengolahan lahan dilakukan dengan menggunakan mesin

traktor, besarnya biaya yang dikeluarkan tergantung pada luas lahan

petani yang diusahakan. Konversi tenaga kerja mesin di daerah penelitian

adalah : TK Mesin/traktor = Rp. 600.000,00/Rp. 30.000,00 x 1 HKP = 20

HKP

D. Hasil Produksi

Hasil produksi tiap komoditas yang diusahakan dalam setiap pola tanam padi

sangat beragam. Hal ini dipengaruhi oleh luas lahan yang diusahakan dan

pengunaan input produksi untuk kegiatan usahatani padi yang dilakukan oleh

petani responden, serta teknik budidaya yang diterapkan oleh masing-masing

petani responden. Rata-rata produksi untuk masing-masing komoditas dalam

setiap pola tanam yaitu untuk pola tanam tanam padi-jagung sebesar 8312,50

kg padi dan 7125 kg jagung sedangkan untuk tiap hektarnya sebesar 7000 kg

per kektar untuk padi dan 6000 kg per hektar untuk jagung dalam luas lahan

1,19 hektar. Pada pola kedua untuk pola tanam padi-kacang hijau yaitu

11.492 kg untuk padi dan 1.313 untuk kacang hijau, sedangkan untuk

produksi per hektar yaitu 7.128,83 kg per hektar dan 814,72 kg per hektar

(55)

E. Analisis Perbandingan Pendapatan Usahatani

Setiap pola tanam yang diusahakan memberikan tingkat pendapatan yang

berbeda-beda bagi petani yang mengusahakannya. Perbedaan ini disebabkan

oleh tingkat produksi tiap komoditas yang diusahakan pada tiap pola tanam,

harga jual tiap komoditas tersebut, dan besarnya biaya produksi yang

dikeluarkan untuk membiayai kegiatan usahatani yang dilakukan. Biaya

produksi yang dikeluarkan untuk membiayai kegiatan usahatani yang

dilakukan. Biaya produksi yang dikeluarkan petani responden rata-rata tiap

pola tanam padi berbeda satu sama lain, pola tanam padi-jagung untuk

tanaman padi yaitu sebesar Rp 4.442.387 dan untuk tanaman jagung yaitu Rp

3.324.535 untuk tiap hektarnya. Biaya produksi tertinggi per hektar ditemui

pada pola tanam padi-jagung yaitu pada tanaman padi, sedangkan biaya

produksi terendah di temui pada pola tanam padi-kacang hijau yaitu pada

tanaman kacang hijau. Hal ini disebabkan karena penggunaan input produksi

untuk kedua pola tanam ini yang jauh berbeda, terutama dalam penggunaan

pupuk dan biaya untuk tenaga kerja.

Penerimaan usahatani tertinggi per hektar ditemui pada pola tanam

padi-kacang hijau yaitu pada tanaman padi, sedangkan penerimaan usahatani

terendah di temui pada pola tanam padi-kacang hijau yaitu pada tanaman

kacang hijau. Penerimaan, biaya produksi, dan pendapatan usahatani

respoden rata-rata tiap pola tanam disajikan pada Tabel 19 dan Tabel 20

(56)

Tabel 19. Analisis penerimaan dan biaya rata-rata pada pola tanam padi- jagung di Desa Rejo Mulyo Kecamatan Jati Agung,

tahun 2008/2009

No Uraian Harga 1.19 Nilai 1 ha Nilai

(Rp) FISIK FISIK

1 Penerimaan 25.887.500,00 21.800.000,00

1. Produksi Padi 8312,50 7000,00

2. Benih Jagung (Kg) 30000,00 17,89 536.700,00 15,07 451.957,89

2. Pupuk (Kg)

4. TK. Luar Keluarga

(HKP) 30.000,00 129,69 3.890.700,00 109,21 3.276.378,95

5. Biaya Pajak 28.562,50 24.052,63

6. Biaya Angkut 35.375,00 29.789,47

3 Biaya Diperhitungkan 1. TK. Dalam Keluarga

(HKP) 30.000,00 49,00 1.470.000,00 41,26 1.237.894,74

2. Penyusutan 140.210,00 118.071,58

3. Sewa Lahan Diperhitungkan 1.743.750,00 1.468.421,05

4 Total Biaya Tunai 7.702.984,39 6.486.723,69

Total Biaya Diperhitungkan 3.353.960,00 2.824.387,37

Total Biaya 11.056.944,39 9.311.111,06

5

Pendapatan Atas Biaya

Tunai 18.184.515,61 15.313.276,31

Pendapatan Atas Biaya

Total 14.830.555,61 12.488.888,94

6 R/C atas Biaya Tunai 3,36 3,36

(57)

Tabel 20. Analisis penerimaan dan biaya rata-rata pada pola tanam padi- kacang hijau di Desa Rejo Mulyo Kecamatan Jati Agung, tahun 2008/2009

No Uraian Harga 1.61 Nilai 1 ha Nilai

(Rp) FISIK FISIK

1 Penerimaan 30.306.920,00 18.800.818,86

1. Produksi Padi 11284,48 7000,30

2. Benih Kacang hijau (Kg) 8000,00 30,69 245.520,00 19,04 152.307,69

2. Pupuk (Kg)

4. TK. Luar Keluarga (HKP) 30.000,00 101,00 3.030.000,00 62,66 1.879.652,61

5. Biaya Pajak 40.818,97 25.321,94

6. Biaya Angkut 49.396,55 30.643,02

3 Biaya Diperhitungkan

1. TK. Dalam Keluarga (HKP) 30.000,00 98,00 2.940.000,00 60,79 1.823.821,34

2. Penyusutan 140.456,98 87.132,12

3. Sewa Lahan

Diperhitungkan 2.504.310,34 1.553.542,39

4 Total Biaya Tunai 6.359.088,27 3.944.843,84

Total Biaya Diperhitungkan 5.584.767,32 3.464.495,86

Total Biaya 11.943.855,59 7.409.339,70

5 Pendapatan Atas Biaya Tunai 23.947.831,73 14.855.975,02

Pendapatan Atas Biaya Total 18.363.064,41 11.391.479,16

6 R/C atas Biaya Tunai 4,77 4,77

(58)

Pendapatan yang diterima petani tidak akan terlepas dari besarnya

penerimaan yang diperoleh. Hasil analisis pendapatan usahatani pola tanam

padi-jagung dan padi-kacang hijau yang dilakukan dapat menjadi petunjuk

manakah usahatani yang memiliki pendapatan usahatani yang lebih tinggi.

Pendapatan usahatani pada pola tanam padi-jagung dan padi-kacang hijau

adalah selisih antara nilai total penerimaan dan total biaya produksi yang

dikeluarkan dalam usahatani. Hasil analisis rata-rata pendapatan usahatani

dalam satu hektar dapat dilihat pada tabel 19 dan 20.

Penerimaan yang diperoleh petani dari hasil usahatani pola tanam

padi-jagung pada lahan seluas 1,19 adalah Rp 25,887,500.00 atau

Rp 21,800,000.00 per hektar dengan besarnya biaya rata-rata yang

dikeluarkan petani dalam satu kali musim tanam per 1,19 hektar Rp

11.056.944 atau Rp 9.311.111,06 per hektar. Sedangkan penerimaan yang

diperoleh padi-kacang-hijau pada lahan seluas 1,61 adalah

Rp 30.863.333,00 atau Rp 19.145.988,42 per hektar dengan besarnya biaya

rata-rata yang dikeluarkan petani dalam satu kali musim tanam per 1,61

hektar Rp 12.360.739 atau Rp 7.667.952,00 per hektar.

Dalam perhitungan analisis biaya usahatani pada pola tanam padi-jagung dan

padi-kacang hijau terbagi atas dua, yaitu biaya tunai dan biaya

diperhitungkan. Nilai biaya tunai yang dikeluarkan dalam usahatani pola

tanam padi-jagung adalah sebesar Rp 7.702.984 per 1,19 hektar atau Rp

6.486.723,69 per hektar. Untuk nilai biaya diperhitungkan sebesar Rp

Gambar

Tabel 1. Luas tanam, produksi, dan  produktivitas tanaman padi dan jagung per  Kecamatan di Kabupaten Lampung Selatan, Tahun 2008
Tabel 2.  Data potensi lahan sawah dan lahan kering di Kecamatan Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan, Tahun 2008 – 2009
Tabel 3. Penggunaan lahan sawah tadah hujan di Kecamatan Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan, Tahun 2008
Gambar 1.  Kerangka pemikiran Analisis  Perbandingan Pendapatan Antar Pola Tanam Pada Lahan  Sawah Tadah Hujan Di Desa Rejo Mulyo Kecamatan Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Ia yang mengaplikasikan mata pencaharian benar, dan menggunakan kekayaan dengan baik untuk dirinya maupun orang lain dikatakan dalam agama Buddha sebagai pemenang memiliki

Sedangkan hasil analisis data menunjukkan ada empat risiko utama yang berpengaruh pada kinerja masa pemeliharaan proyek konstruksi gedung di wilayah Surakarta,

Bila lembaga inspeksi Tipe B yang merupakan suatu bagian dari suatu organisasi pemasok, menginspeksi item yang dirakit (dimanufaktur) oleh atau untuk organisasi induk lembaga

Disinilah peran dan fungsi lembaga Business Development Services Provider (BDS-P) “Kendal Permai” diperlukan sebagai lembaga yang berperan aktif dalam memberikan layanan

dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Daerah Kabupaten Luwu Utara tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu

dengan judul Perancangan Sistem Informasi Akuntansi Berbasis Komputer Pada Toko Listrik HTS Jaya Dengan Menggunakan Metode Rapid Application Development

c Estimation terminated at iteration number 2 because parameter estimates changed by less than ,001... c Initial -2 Log

Disampaikan Pada Sarasehan Peternakan 2005, Revitalisasi Ternak Kerbau dan Pola Pembibitan Sapi Potong.. Badan Pusat Statistik Kabupaten