PENETAPAN KADAR TABLET PARASETAMOL
TUGAS AKHIR
Oleh :
MUTIARA SIAGIAN 052410020
PROGRAM STUDI DIPLOMA III ANALIS FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
tugas akhir ini.
Tugas akhir yang berjudul “ Penetapan Kadar Tablet Parasetamol “ ini
dimaksudkan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Diploma
III (D-3) Analis Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada orang tua tercinta, ayahanda
Ridwan Siagian, SMHK, dan Ibunda Masliyah Musa Nasution yang dengan penuh
kasih sayang telah memberikan dukungan moral dan materi kepada penulis. Dan
buat seluruh keluargaku yang telah memberikan dukungan selama ini.
Dalam proses penyusunan dan penulisan tugas akhir ini, penulis banyak
menerima bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, maka dalam kesempatan
ini penulis dengan tulus hati menyampaikan rasa terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. sebagai Dekan Fakultas
Farmasi Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M. App. Sc., Apt. sebagai Koordinator
Program Diploma III Analis Farmasi Universitas Sumatera Utara Medan.
3. Ibu Dra. Erly Sitompul MS., Apt. sebagai dosen pembimbing yang telah
memberikan pengarahan dan membimbing penulis dengan penuh perhatian
4. Seluruh staf dan karyawan di PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan
yang telah membimbing dan membantu penulis selama melaksanakan PKL.
5. Dosen-dosen Jurusan Program Farmasi yang berupaya mendukung
kemajuan dari mahasiswa khususnya Analis Farmasi.
6. Teman-teman saya mahasiswa Analis Farmasi angkatan 05 yang telah
memberikan dukungan, bantuan dan semangat kepada penulis dalam
menyelesaikan tugas akhir ini.
7. Semua pihak yang turut membantu selama penulisan tugas akhir ini, yang
tidak dapat disebutkan namanya satu persatu.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan tugas akhir ini masih
banyak kekurangan, untuk itu dengan kerendahan hati penulis
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan tugas akhir ini.
Semoga Allah SWT melimpahkan Rahmat-Nya kepada kita semua. Penulis
berharap semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Mei 2008
Penulis,
2.4.7. Indikasi ... 17
2.4.8. Sediaan ... 17
2.4.9. Efek Samping ... 17
BAB III METODOLOGI ... 18
3.1. Alat dan Bahan ... 18
3.1.1. Alat-alat ... 18
3.1.2. Bahan-bahan ... 18
3.2. Pembuatan Indikator dan Larutan Pereaksi... 19
3.2.1. Pembuatan Indikator ... 19
3.2.2. Pembuatan Larutan NaNO2 3.2.3. Pembuatan Larutan H 0,1 N ... 19
2SO4 3.3. Penetapan Kadar Parasetamol ... 19
10 % ... 19
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 21
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 23
5.1. Kesimpulan ... 23
5.2. Saran ... 23
DAFTAR PUSTAKA ... 24
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Halaman
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Obat adalah suatu bahan yang dimaksudkan untuk digunakan dalam
mencegah, mengurangkan, serta menyembuhkan penyakit pada manusia atau
hewan. Jenis-jenis obat yang digunakan untuk penyembuhan penyakit pada
manusia digolongkan pada jenis antibiotik, antihistamin, analgetik, antipiretik dan
lainnya. (Anief, 1994)
Obat yang diberikan secara oral merupakan salah satu obat yang paling
banyak digunakan. Sediaan obat-obat yang diberikan secara oral, obat bentuk
tablet dan kapsul merupakan sediaan yang paling disenangi oleh masyarakat. Hal
ini disebabkan karena sediaan tablet dan kapsul mempunyai ukuran yang tepat
dari dosis lazim, sedangkan bentuk sediaan cair seperti sirup biasanya
menggunakan takaran pengobatan, dimana penderita harus memakan sendiri
dengan sendok teh, sendok makan atau pengukuran lain. Selain itu tablet mudah
ditelan, penyimpanan dan transportasi mudah dan harganya cukup terjangkau.
Salah satu obat sediaan tablet yang banyak beredar dipasaran dan sering
digunakan dalam pengobatan adalah Acetaminofen, yang telah digunakan sejak
tahun 1893. Acetaminofen di Indonesia lebih dikenal dengan nama Parasetamol.
Paracetamol merupakan salah satu obat golongan analgetik-antipiretik, yaitu dapat
menghilangkan rasa nyeri dan juga menurunkan panas, yang efektif dan paling
Parasetamol digunakan sangat luas dikalangan masyarakat Indonesia, karena
harganya yang cukup terjangkau dan mudah didapat. Parasetamol yang ada di
pasaran tersedia dalam berbagai bentuk. Antara lain bentuk tablet, kaplet, dan
sirup. Setiap bentuk sediaan haruslah memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan
Farmakope Indonesia Edisi IV ( 1995 ). ( Anief, 1994 )
Menurut Farmakope Indonesia kadar tablet parasetamol dapat ditentukan
secara nitrimetri dan secara spektrofotometri ultraviolet. Oleh sebab itu penulis
melakukan penetapan kadar tablet parasetamol. Dimana metode-metode ini sangat
sederhana untuk digunakan, tidak terlalu sulit dilakukan, dan biayanya juga relatif
ebih mudah dibandingkan dengan metode lain.
Berdasarkan hal diatas maka penulis tertarik untuk melakukan “Penetapan
Kadar Tablet Parasetamol” dengan menggunakan indikator dalam dan juga
menggunakan alat spektrofotometer. Adapun sediaan tablet yang diuji kadar
1.2. Tujuan dan Manfaat
1.2.1. Tujuan
1. Mengetahui kadar parasetamol dalam tablet produksi FT. Kimia Farma.
2. Mengetahui apakah kadar parasetamol dalam tablet tersebut memenuhi
persyaratan yang ditetapkan pada Farmakope Indonesia edisi IV tahun
1995.
1.2.2. Manfaat
Adapun manfaat dari penullsan tugas akhir mi adalah untuk menambah wawasan
dan ilmu pengetahuan mengenai obat parasetamol, khususnya bagi para
mahasiswa, serta mengetahui cara penetapan kadar parasetamol dengan metode
BAB II
TINJAUAN PUST AKA
2.1. Tablet
Tablet adalah sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa
bahan pengisi. Berdasarkan metode pembuatan, dapat digolongkan sebagai tablet
cetak dan tablet kempa. Sebagian besar tablet dibuat dengan cara pengempaan dan
merupakan bentuk sediaan yang paling banyak digunakan.
Tablet kempa dibuat dengan memberikan tekanan tinggi pada serbuk atau
granul menggunakan cetakan baja yang dapat dibuat dalam berbagai ukuran,
bentuk dan penandaan permukaan tergantung pada desain cetakan.
Tablet cetak dibuat dengan cara menekan massa serbuk lembab dengan
tekanan rendah kedalam lubang cetakan. ( Ditjen POM, 1995 )
Macam-macam tipe tablet (Anief, 1986 ) yaitu:
• Tablet bukal
Cara memakainya dengan jalan dimasukkan diantara pipi dan gusi dalam
rongga mulut. Biasanya tablet berisi hormon steroid. Absorpsi terjadi
melalui mukosa mulut masuk peredaran darah. Misalnya : pogestron.
• Tablet sublingual
Cara memakainya dengan jalan dimasukkan dibawah lidah. Biasanya
tablet berisi hormon steroid. Penyerapan seperti tablet bukal, yaitu melalui
• Tablet hipodermik
Tablet yang mudah larut dalam air. Dilarutkan dalam aqua yang
digunakan sebagai injeksi untuk disuntikkan dibawah kulit. Contohnya :
Codein sulfat
• Tablet implantasi
Tablet kecil berupa pellet, bulat atau oval pipih, steril dan berisi hormon
steroid untuk dimasukkan dalam kulit badan (implantasi). Contoh : susuk
KB testosteron
• Tablet vagina
Tablet yang digunakan dengan memasukkan kedalam vagina, berbentuk
oval dan mudah hancur dalam vagina.
• Tablet bersalut
Tablet yang disalut dengan lapisan tipis dari gula atau zat lain.
Pada pembuatan tablet diperlukan zat tambahan yaitu :
1. Bahan pengisi
Bahan pengisi digunakan untuk memperbesar volume tablet biasanya
digunakan saccharum lactis, amylum manihot, calcii phosphas, calcii
carbonas dan zat lain yang cocok.
2. Bahan pengikat
Bahan pengikat digunakan agar tablet tidak pecah atau retak, dapat
merekat, biasanya yang digunakan adalah mucilago gummi arabici 10-20
3. Bahan penghancur
Bahan penghancur digunakan agar tablet dapat hancur dalam lambung,
biasanya yang digunakan adalah amylum manihot kering, gellatinum,
agar-agar, natrium alginat.
4. Bahan pelicin
Bahan pelicin digunakan agar tablet tidak lekat pada cetakan, biasanya
digunakan talkum 5 %, magnesium stearat, acidum stearinicum. ( Anief, 1994)
2.2. Pengertian dan Efek Terapi Parasetamol
Parasetamol mempunyai kerja yang serupa dengan fenasetin dengan
khasiat analgetik dan antipiretik yang sama ( sedikit lebih lemah dari asetosal).
Sifat-sifat farmakokinetiknya lebih kurang sama dengan fenasetin, efek
sampingnya lebih ringan, khususnya tidak nefrotoksis dan tidak menimbulkan
euphoria dan ketergantungan psikis.
Tidak menimbulkan perdarahan lambung seperti asetosal, maka pada
tahun-tahun terakhir parasetamol banyak sekali digunakan di Indonesia sebagai
analgetikum-antipiretikum yang aman.
Namun penggunaannya tetap harus hati-hati, karena dosis 6-12 gram
sudah dapat merusak hati secara fatal. Hal ini disebabkan oleh karena
terbentuknya metabolit toksis di dalam hati. Keuntungan lain dari parasetamol
dibandingkan dengan fenasetin adalah kelarutannya didalam air, sehingga dapat
digunakan dalam sediaan-sediaan cair.
Parasetamol/asetaminofen adalah suatu analgetik dan antipiretik, namun
mentoleransi hipersensitivitas. Merupakan suatu antipiretik yang paling selektif.
Dibandingkan dengan aspirin, parasetamol diabsorpsi baik di usus, memiliki efek
samping gastrointestinal yang lebih sedikit, dan tidak menimbulkan masalah
perdarahan atau toksisitas pada ginjal.
Obat ini ditoleransi dengan baik. Berbeda dengan aspirin yang dapat
ditemukan dalam ASI, maka asetaminofen aman diberikan pada kehamilan.
Peminum alkohol yang berat mungkin lebih mudah mengalami toksisitas hati
pada dosis teraupetik. Nefropati analgesik seperti yang dilaporkan dengan
pemakaian fenasetin, tidak merupakan masalah pada pemakaian asetaminofen. (
T. Declan Wash, 1997 )
Efek anti inflamasi dari parasetamol sendiri sangat lemah, oleh karena itu
parasetamol tidak dipergunakan sebagai antireumatik. Efek iritaSi, erosi dan
pendarahan lambung tidak terlihat pada obat ini. Demikian juga gangguan
pernafasan dan keseimbangan basa. (lan Tanu, dkk, 1986 )
2.3. Analgetik - Antipiretik
Analgetik (obat penghilang rasa nyeri) ialah obat yang digunakan untuk
mengurangi atau menekan rasa sakit, misalnya rasa sakit kepala, perut, gigi dan
sebagainya tanpa menghilangkan kesadaran penderita. Karena khasiat obat
analgetik ini dapat mengurangi rasa sakit atau nyeri, maka obat analgetik ini
menjadi sangat umum dan disegani oleh masyarakat.
Rasa nyeri dalam kebanyakan hal hanya merupakan suatu gejala, nyeri
harus dianggap sebagai isyarat bahaya tentang adanya gangguan jaringan, seperti
Menurut Widjajanti ( 1998 ) secara umum obat analgetik ini dapat dibagi menjadi
dua golongan yaitu:
a. Analgetik Narkotik
Analgetik Narkotik mempunyai sifat analgetik dan hipnotik ( menyebabkan
kesadaran berkurang seperti bermimpi indah ). Yang termasuk golongan ini
adalah alkaloid golongan opium seperti morfin, pethidin, methadone dan
lain-lain.
b. Analgetik Non-narkotik
Analgetik Non-narkotik disebut juga dengan anlgetik antipiretik. Analgetik
golongan ini selain dapat mengurangi rasa sakit juga dapat menurunkan panas
badan. Obat analgetik antipiretik terdiri atas empat golongan yaitu golongan
salisilat (aspirin asetosal), golongan para-aminofenol (parasetamol), golongan
pirazolon ( metamizol ), dan golongan asam (asam mefenamat).
Antipiretik adalah golongan obat yang dipergunakan untuk menurunkan panas
tubuh bila demam. Cara kerja antipiretik antara lain dengan melebarkan
pembuluh darah di kulit, sehingga terjadi pendinginan darah oleh udara luar.
Sebagian obat antipiretik juga merangsang keringat, penguapan keringat turut
menurunkan suhu badan. Obat antipiretik pada umumnya digunakan untuk
mengobati penyakit dengan gejala demam dan nyeri seperti influenza. Jadi,
analgetik antipiretik adalah obat yang mengurangi rasa sakit dan menurunkan
2.4. Parasetamol
2.4.1. Sifat Fisika Kimia
Rumus Bangun :
HO NHCOCH3
Rumus molekul : C8H9NO
Nama Kimia : 4-hidroksi asetanilida
2
Nama Lain : Asetaminofen, p-acetamidophenol, N-acetil-
paminophenol (NAPAP)
Berat Molekul : 151,16 : serbuk
Pemerian : Serbuk hablur putih, tidak berbau, rasa sedikit
pahit
Kelarutan : Larut dalam air mendidih dan dalam natrium
Hidroksida 1 N
Jarak Lebur : antara 168o
Sisa Pemijaran : Tidak lebih dari 0,1 % (Dirjen POM, 1995) C dan 170° C
2.4.2. Pemeriksaan Kualitatif Parasetamol
Ada beberapa pemeriksaan kualitatif yang dapat dilakukan terhadap
parasetamol, antara lain:
• Larutan parasetamol memberikan reaksi positif dengan Besi (III) Klorida
• Parasetamol dengan penambahan HNOs (p) akan menghasilkan warna
merah cokelat yang disertai gas.
• Larutan parasetamol dengan penambahan aqua brom akan menghasilkan
warna kuning jingga.
• Parasetamol dengan penambahan H2SO4 (p) dan HNOs akan
menghasilkan endapan kuning jingga disertai gas.
• Parasetamol dengan penambahan HC1 (p) akan menghasilkan warna
kuning jingga disertai gas. (Scunack, 1990 )
2.4.3. Penetapan Kadar Parasetamol
Ada beberapa cara penetapan kadar Parasetamol, yaitu :
1. Metode Nitrimetri
Parasetamol setelah dihidrolisa dengan asam sulfat 10 % akan membentuk
senyawa p-aminofenol yang dapat membentuk garam diazonium dengan
natrium nitrit dalam suasana asam. Titik akhir titrasi dapat ditentukan
dengan pemakaian indikator luar ( kertas kanji KI ) atau indikator dalam
yaitu campuran treopeolin 00 dan metilen blue.
2. Metode Spektrofotometri
Parasetamol dapat ditentukan kadarnya dengan mengukur serapannya pada
panjang gelombang tertentu. Dalam pelarut methanol diukur pada panjang
gelombang 247 nm, dalam pelarut Asam Klorida 0,1 N, pada 240 nm
NITRIMETRI
Nitrimetri adalah suatu cara titrasi yang memakai larutan Natrium Nitrit
sebagai pentiter. Disebut cara diazotasi, karena dalam titrasi ini terbentuk garam
diazonium. Metode nitrimetri digunakan untuk menetapkan kadar senyawa yang
mempunyai gugus amina aromatis primer atau senyawa yang dapat diubah
menjadi amina aromatis primer.
Parasetamol dihidrolisa terlebih dahulu dengan H2SO4 10 % sehingga
terjadi suatu senyawa amina aromatis primer yang dapat membentuk garam
diazonium dengan penambahan NaNQa dalam suasana asam.Reaksi amina
primer aromatis dengan NaNC2
• Pemakaian indikator luar
dalam suasana asam dapat berjalan kuantitatif dan
garam diazonium yang terbentuk larut dalam air. Titik akhir titrasi dapat
ditentukan dengan pemakaian indikator luar dan indikator dalam.
Indikator yang digunakan adalah kertas kanji KI yang akan memberi
warna biru.
• Pemakaian indikator dalam
Merupakan indikator yang terdiri dari campuran treopeolin 00 dan metilen
biru dengan titik akhir titrasi warna biru.
Dalam melakukan titrasi keasaman larutan hams cukup besar. HC1
diperlukan untuk merubah NaNO2 menjadi asam nitrit, dan untuk membentuk
garam diazonium. Penambahan larutan NaNC>2 harus dilakukan perlahan-lahan.
Karena reaksi pembentukan garam diazonium berjalan lambat, maka tiap
SPEKTROFOTOMETRI
Analisis kadar unsur penting bagi analisis kandungan mayor dan minor
produk farmasi. Penggunaan spektroskopi dalam bidang ini telah menjadi subjek
dari beberapa telaah. Logam merupakan kandungan mayor bagi beberapa sediaan
farmasi, misalnya larutan dialisis, tablet Litium karbonat, tablet antasida dan
multivitamin - mineral. Untuk bahan - bahan ini, analisis spektroskopi merupakan
alat yang penting. Tidak dapat dihindari lagi penetapan cemaran logam runutan
dalam produk farmasi, dan analisis kualitatif dan kuantitatif logam esensial dan
beracun dalam cairan hayati dan jaringan.
Selain itu beberapa obat yang tidak mengandung komponen logam dapat
dianalisis secara tidak langsung dengan metode spektroskopi memakai reaksi
pengkompleksan atau pengendapan.
Spektroskopi memerlukan peralatan berbiaya murah sampai sedang dan
mempunyai kepekaan analisis cukup tinggi. Karena luasnya ragam bahan farmasi
dan bahan biokimia yang menyerap radiasi UV dekat dan sinar tampak, maka
tekhnik ini banyak dipakai dalam analisis farmasi dan analisis klinik. (Analisis
Farmasi, James w. Munson, 1991)
Spektrofotometer adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur
transmitansi (+) atau absorbansi (A) dari suatu larutan sebagai fungsi panjang
gelombang. Penetapan kadar dengan menggunakan Spektrofotometer sangat
memegang peranan penting untuk penetapan kuantitatif bahan baku dan sediaan
obat. Keuntungan yang selektif dari serapan ultraviolet yaitu gugus-gugus
karakteristik dapat dikenal dalam molekul-molekul yang sangat kompleks
Spektrofotometer ultraviolet dapat dilakukan untuk penetapan kadar
terhadap sampel yang berupa larutan, gas atau uap. Untuk sampel yang berapa
larutan perlu diperhatikan beberapa persyaratan pelarut yang dipakai, antara lain:
a. Pelarut yang dipakai tidak mengandung system kata rangkap
terkonjugasi pada struktur molekulnya dan tidak berwarna.
b. Tidak terjadi interaksi dengan molekul senyawa yang danalisis.
c. Kemurniannya harus tinggi atau derajat untuk analisis.
Hal ini yang perlu diperhatikan dalam masalah pemilihan pelarut adalah
polaritas pelarut yang dipakai, karena akan sangat berpengaruh terhadap
pergeseran spectrum yang dianalisis. ( Analisis Farmasi, James w. Munson, 1991)
Unsur-unsur terpenting dalam suatu Spektrofotometer meliputi:
1. SumberCahaya
Dalam Spektrofotometer serapan UV - Vis terdapat tiga jenis utama
sumber cahaya. Sumber-sumber UV yang sering digunakan adalah lampu peluah,
lampu benang pijar dan laser bertala. Lampu luah hidrogen memancarkan radiasi
dari 200 - 360 nm. Lampu benang pijar dipakai pada sumber spektrum daerah
sinar tampak. Laser dapat diartikan dengan penguatan cahaya dengan pancaran
atau radiasi terangsang.
2. Monokrom
Merupakan suatu alat untuk mengisolasi suatu berkas sempit dari panjang
gelombang dari spektrum luas yang disiarkan oleh sumber atau untuk mengubah
3. Tempat Sampel atau Wadah
Kuvet yang digunakan adalah untuk tempat sampel pada pengukuran di
daerah ultraviolet biasanya terbuat dari silika. .
4. Detektor
Merupakan penyerap sinar yang melaluinya serta mengubah sinar tersebut
ke suatu sasaran yang dapat diukur. Detektor yang biasa digunakan adalah sinar
ultraviolet dan sinar tampak dalam tabung foto.
5. Perangkat Baca
Perangkat baca adalah peralatan listrik yang menampilkan arus dari
detektor dalam, satuan yang bertalian (misalnya daya serap atau persentase
transmitans pada spektrofotometer UV - Vis).
Langkah pertama yang harus dilakukan adalah mencari panjang
gelombang maksimum dari zat yang akan ditetapkan kadarnya. Ini dapat dilihat
dari farmakope Indonesia, farmakope Negara lain, pada buku Clarke's : Isolation
and Identification of Drugs ataupun buku-buku resmi lainnya.
Untuk mencari panjang gelombang maksimum biasanya dibuat larutan
dengan konsentrasi 10-20 meg/ml ataupun larutan dengan konsentrasi yang lain
sesuai dengan harga A’l ( E1 % 1cm ) dari buku Clarke’s yang dibuat dari
pengenceran larutan baku indeks pembanding. Panjang gelombang maksimum ini
akan kita dapatkan setelah dilakukan pengukuran serapan pada berbagai panjang
gelombang dan dibuat kurva absorbsinya dimana yang dipilih adalah panjang
Untuk langkah-langkah selanjutnya pengukuran dapat dilakukan dengan 2
cara:
a. Menggunakan persamaan garis regresi
Pembuatan kurva kalibrasi dilakukan dengan mengukur resapan dari
larutan induk yang sudah diencerkan paling sedikit untuk 5 kali resapan.
Pengukuran harus dilakukan dalam batas - batas resapan yang diizinkan oleh
hokum Lambert - beer yaitu berada pada batas : A = 0,2 - 0,65.
Dari kurva kalibrasi ini dapat diperoleh persamaan garis regresinya :
Y = ax + b
n = banyaknya pengukuran resapan yang dilakukan
Jika harga a telah didapat maka harga b akan didapat pula dan dengan
demikian akan diperoleh persamaan garis regresinya. Kadar zat yang akan
ditentukan dapat diperoleh dengan mengukur resapan zat tersebut pada panjang
gelombang maksimumnya dan kemudian harganya dimasukkan pada persamaan
garis regresinya. Yang perlu diperhatikan adalah bagaimana hubungan antara
kadar (x) dengan resapan (A) untuk pengukuran koefisien korelasi (r), dimana
b. Menggunakan Perbandingan
Metode perbandingan ini memiliki persamaan :
A pembanding =
C pembanding C sampel A sampel
Sehingga:
C Sampel = C Pembanding x A sampel
A Pembanding
Kadar zat yang akan ditentukan dapat diperoleh dengan mengukur resapan
zat tersebut pada panjang gelombang maksimumnya dan harga yang akan
diperoleh dimasukkan dalam persamaan diatas. Metode ini dapat digunakan
dengan syarat harga A sampel berdekatan dengan harga A pembanding (Analisis
Farmasi, James w. Munson, 1991 )
2.4.4. Persyaratan Kadar Tablet Parasetamol
Tablet parasetamol mengandung Parasetamol tidak kurang dari 90 % dan
tidak lebih dari 110,0 % dari jumlah yng tertera dari etiket. ( Ditjen POM, 1995 )
2.4.5. Farmakodinamik
Efek analgesik parasetamol yaitu menghilangkan atau mengurangi rasa
nyeri ringan sampai sedang, juga menurunkan suhu tubuh dengan mekanisme
berdasarkan efek sentral. Efek anti - inflamasi sangant lemah, oleh karena itu
parasetamol tidak digunakan antirheumatik. Efek iritasi dan pendarahan lambung
tidak terliahat pada obat ini, demikian juga gangguan pernapasan. (Ganiswara,
2.4.6. Farmakokinetik
Parasetamol diabsorbsi cepat dan sempurna melalui saluran cerna.
Kontraksi tertinggi dalam plasma dicapai dalam waktu setengah jam dan masa
paruh plasma antara 1-3 jam. Obat ini tersebar keseluruh cairan tubuh. Dalam
plasma, parasetamol di metabolisme oleh enzim mikrosom hati. Obat ini dapat
mengalami hidroksilasi, metabolisme hidroksilasi ini dapat menimbulkan
hemolisis eritrosit. Sebagian kecil parasetamol (3%) diekskresi melalui ginjal dan
sebagian besar dalam bentuk terkonjugasi. ( Ganiswara, 1995 )
2.4.7. Indikasi
Di Indonesia penggunaan parasetamol sebagai analgetik dan antipiretik.
Jika Dosis terapi tidak memberikan manfaat, biasanya dosis besar tidak menolong.
(Ganiswara, 1995).
2.4.8. Sediaan
Parasetamol tersedia sebagai obat tunggal, berbentuk tablet 500 mg atau
sirup yang mengandung 120 mg/5ml. Selain itu parasetamol terdapat sebagai
sediaan kombinasi tetap, dalam bentuk tablet maupun cairan. Dosis parasetamol
untuk dewasa 300 mg - 1 gr setiap kali konsumsi, dan maksimum 1- 2 gr perhari,
untuk anak 1-6 tahun 60-120 mg setiap kali konsumsi dan bayi dibawah 1 tahun :
60 mg setiap kali konsumsi. ( Ganiswara, 1995 )
2.4.9. Efek Samping
Efek samping jarang terjadi, tapi pada penggunaan kronis 3-4 gr sehari
dapat terjadi kerusakan hati, pada dosis diatas 6 gr mengakibatkan necrose hati.
BAB III
METODOLOGI
Penetapan kadar terhadap tablet Parasetamol hasil Produksi PT. Kimia
Farma dilakukan secara nitrimetri.
3.1. Alat dan Bahan
3.1.1. Alat-alat
• Neraca analitik
• Buret
• Alat-alat Gelas
• Stamfer dan mortar
• Magnetic stirrer
3.1.2. Bahan -bahan
• Tablet Parasetamol
• NaNO20,lN
• H2SO410%
• TropeolinOO 0,1%
• Metilen Blue 0,1%
• SerbukKBr
3.2. Pembuatan Indikator dan Larutan Pereaksi
3.2.1. Pembuatan Indikator
• TropeolinOO 0,1%
Sebanyak 50 mg tropeolin 00 dilarutkan dalam air suling sampai 50 ml
• MetilenBlue 0,1 %
Sebanyak 50 mg metilen blue dilarutkan dalam air suling sampai 50 ml
3.2.2. Pembuatan Larutan NaNO2
Ditimbang 6,9 gr N
0,1 N
aNC2
Pembakuan:
dan dilarutkan dalam aquadest sampai 500 ml.
Ditimbang teliti 173 mg asam sulfanilat, dimasukkan kedalam Erlenmeyer dan
ditambahkan 30 ml aquadest. Ditambahkan tetes demi tetes ammonia 25 %
sampai semua asam sulfanilat larut. Ditambahkan 15 ml HCI 1 N dan 1 gr KBr.
Ditambahkan 5 tetes indikator tropeolin 00 0,1 % dan 3 tetes indikator metilen
blue 0,1 %. Dititrasi hati - hati sambil diaduk kuat sampai terjadi warna dari ungu
menjadi biru kehijauan.
3.2.3. Pembuatan Larutan H2SO4
5 ml H
10 %
2SO4 (p) dilarutkan kedalam 40 ml air secara perlahan - lahan.
3.3. Penetapan Kadar Parasetamol
Penetapan kadar tablet parasetamol terdiri dari 2 ( dua ) pengujian, yaitu :
3.3.1. NITRIMETRI
Ditimbang 10 tablet Parasetamol dan di gerus halus. Ditimbang sejumlah 200 mg,
dimasukkan kedalam Erlenmeyer. Ditambahkan 15 ml H2SO2 10 %, direfluks
sempurna. Ditambahkan serbuk KBr dan 3 tetes indikator metilen blue 0,1 % dan
5 tetes indikator tropeolin 00 0,1 %, diaduk dengan menggunakan magnetic stirrer
didalam Erlenmeyer. Larutan dititrasi dengan larutan NaNO2 0,1 N. Titrasi
dihentikan setelah terbentuk warna biru yang slabil.
3.3.2. SPEKTROFOTOMETRI
1. Hidupkan power/on, akan muncul dilayar “please wait.” Tunggu sampai
Ready
2. Tekan tombol Go To, tekan angka panjang gelombang, enter, muncul Length
Reached.
3. Tekan tombol Cell sampai D2 Lamp on 2 kali, enter, tunggu 10 menit.
4. Buka tempat kuvet, masukkan larutan blanko pada kuvet 1.
5. Masukkan juga larutan standart pada kuvet 2.
6. Kemudian kuvet 1 dan kuvet 2 di tempatkan dalam alat spektrofotometer.
Tutup.
7. Tekan Cell no.l enter 2 kali, tekan tombol 100 % zero, enter. Ulangi sampai
muncul 0,000.
8. Tekan Cell no.2 (2 kali), catat absorbansinya (lihat pada printer ).
9. Untuk mengukur absorbansinya pada larutan uji dilakukan dengan cara yang
sama dimana larutan blanko pada posisi tetap di kuvet Idan larutan uji pada
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari pemeriksaan kadar yang dilakukan secara nitrimetri terhadap tablet
parasetamol hasil produksi PT. Kimia Farma dari tiga nomor batch yang berbeda
di peroleh hasil sebagai berikut:
NO No. Batch Volume
(*) : volume titrasi rata-rata
(**) : berat parasetamol rata-rata dalam tablet (mg)
Berdasarkan hasil pemeriksaan kadar yang diperoleh pada tablet
parasetamol dari tiga nomor batch diperoleh kadar yang berbeda-beda yaitu
100,13%, 101,98 %, dan 101,05% ternyata memenuhi persyaratan seperti yang
ditetapkan dalam Farmakope Indonesia Edisi IV 1995, yaitu tidak kurang dari
90,0 % dan tidak lebih dari 110,0 %.
Dari setiap nomor batch diperoleh kadar yang berbeda-beda. Hal ini dapat
disebabkan karena berat parasetamol dalam tablet berbeda-beda, perbedaan berat
bahan-bahan, pencetakan ataupun pengeringan. Selain itu ketelitian dan kecermatan
dalam melakukan titrasi juga bias mempengaruhi hasil kadar yang diperoleh.
Pada penetapan kadar parasetamol dalam sediaan tablet haruslah di
perhatikan hal-hal yang dapat mempengaruhi hasil. Diantaranya keasaman dari
larutan, yaitu harus cukup besar, karena HCI diperlukan untuk merubah NaNC2
menjadi asam nitrit, dan untuk membentuk garam diazonium. Selain itu
penambahan NaNC2
Pada penetapan kadar parasetamol dalam tablet produksi PT. Kimia Farma
titik akhir titrasinya menggunakan indikator dalam, yaitu campuran tropeolin 00
dan metilen blue, dimana sebelum penambahan indikator ditambahkan serbuk
KBr sebagai katalisator.
pada saat titrasi harus dilakukan secara perlahan-lahan,
karena reaksi pembentukan garam diazonium beijalan lambat. Oleh sebab itu
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Dari hasil penetapan kadar tablet parasetamol secara nitrimetri dari tiga
nomor batch yang berbeda diperoleh kadar yaitu 100,13 %, 101,98 %, 101,05 %.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa kadar tablet parasetamol yang diproduksi PT.
Kimia Farma Tbk Plant Medan telah memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan
dalam Farmakope Edisi IV (1995 ).
5.2. Saran
Penulis menyarankan pada PT. Kimia Farma (persero) Tbk. Plant Medan agar
tetap mempertahankan mutu dari produk yang diproduksi sehingga permintaan
DAFTAR PUSTAKA
Anief, M., (1986), Ilmu Farmasi, Jakarta, Ghalia Indonesia, hal. 61-63
Anief, M., (1994), Farmasetika, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, hal.
107-114
Dirjen POM Departemen Kesehatan RI., (1995), Farmakope Indonesia, Edisi IV,
Depkes RI., Jakarta, hal. 4
Ganiswara, S.G., (1995), Farmakologi dan Terapi, Edisi IV, Bagian Farmakologi
Fakultas Kedokteran Umiversitas Indonesia, Jakarta, hal. 214-215
Ian Tanu, (1987), Farmakologi dan Terapi, Edisi III, Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, hal. 190
Salbiah, (1991), Parasetamol Suatu Tinjauan Farmasi, Medan, FMIPA USU, hal.
13-15
Schunack, W., (1990), Senyawa Obat, Edisi II, Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta, hal. 296
T. Declan Wash, (1997), Kapita Selekta Penyakit dan Tempi, EGC, Jakarta,
200-334
Tjay, T.H., (2002), Obat-Obat Penting Khasiat Penggunaan dan Efek-Efek
Sampingnya, Edisi V, Cetakan 1, PT. Elex Media Komputindo Gramedia,
Jakarta, hal. 295-297
W. Munson James, (1991), Analis Farmasi, Penerbit Airlangga University Press,
LAMPIRAN
Perhitungan Kadar Tablet Parasetamol Dimana:
Volume titrasi = 10,8 ml
Normalitas NaNO2
Berat Ekivalen = 151,16
= 0,09890 N
1 ml NaNO2 0,1 N setara dengan 15,12 mg parasetamol
Berat rata-rata 10 tablet parasetamol 620 x 10 = 6200 mg
Berat 1 tablet mengandung parasetamol = 500 mg
Berat 10 tablet mengandung parasetamol = 5000 mg
Berat sample ialah: jumlah zat parasetamol yang terkandung didalam 200 mg