• Tidak ada hasil yang ditemukan

Asidolisis Enzimatik RBDPO (Refined Bleached Deodorized Palm Oil) dan Asam Stearat untuk Memproduksi Triasilgliserol Khas Cocoa Butter

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Asidolisis Enzimatik RBDPO (Refined Bleached Deodorized Palm Oil) dan Asam Stearat untuk Memproduksi Triasilgliserol Khas Cocoa Butter"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

ASIDOLISIS ENZIMATIK RBDPO (Refined Bleached Deodorized Palm Oil) DAN ASAM STEARAT UNTUK MEMPRODUKSI TRIASILGLISEROL

KHAS COCOA BUTTER

Oleh

SUSANTIKA MURTINI F24053050

2010

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ASIDOLISIS ENZIMATIK RBDPO (Refined Bleached Deodorized Palm Oil) DAN ASAM STEARAT UNTUK MEMPRODUKSI TRIASILGLISEROL

KHAS COCOA BUTTER

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh

SUSANTIKA MURTINI F24053050

2010

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

ASIDOLISIS ENZIMATIK RBDPO (Refined Bleached Deodorized Palm Oil) DAN ASAM STEARAT UNTUK MEMPRODUKSI TRIASILGLISEROL

KHAS COCOA BUTTER

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh

SUSANTIKA MURTINI F24053050

Dilahirkan pada tanggal 4 Juni 1988 di Jakarta

Tanggal lulus: Januari 2010

Menyetujui, Bogor, Januari 2010

Dr. Ir. PurwiyatnoHariyadi, MSc Dosen Pembimbing I

Ir. Soenar Soekopitojo, MSi Dosen Pembimbing II

Mengetahui,

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.

(4)

Susantika Murtini. F24053050. Asidolisis Enzimatik RBDPO (Refined Bleached Deodorized Palm Oil) dan Asam Stearat untuk Memproduksi Triasilgliserol Khas Cocoa Butter. Di bawah bimbingan Dr. Ir. Purwiyatno Hariyadi, MSc dan Ir. Soenar Soekopitojo, MSi. 2010.

RINGKASAN

Cocoa Butter (CB) merupakan salah satu bahan baku penting dalam industri confectionery karena memiliki komposisi triasilgliserol (TAG) yang unik sehingga memberikan sifat tekstural dan sensori yang diinginkan pada produk cokelat. Berdasarkan hasil penelitian ini, komposisi TAG khas CB yaitu palmitat-olet-stearat (POS) 36.8%, stearat-oleat-stearat (SOS) 25.3%, dan palmitat-oleat-palmitat (POP) 14.8%. Asidolisis merupakan salah satu interesterifikasi enzimatik yang mereaksikan TAG dengan asam lemak bebas (ALB) sehingga dapat terjadi inkorporasi asam stearat baru ke dalam kerangka TAG. Kandungan TAG tertinggi RBDPO yaitu POP (±27%) direaksikan dengan asam stearat sehingga dapat meningkatkan kandungan POS dan SOS. Penelitian ini bertujuan mempelajari reaksi asidolisis yang dikatalisis lipase-1,3 serta mendapatkan karakteristik produk hasil reaksi asidolisis.

Hasil karakterisasi RBDPO antara lain nilai kadar air 0.05%, kadar ALB 0.44%, dan dua TAG tertinggi RBDPO yaitu POP dan POO dengan kandungan masing-masing 27.4% dan 21.5% . Oleh sebab itu RBDPO berpotensi untuk menghasilkan POS dan SOS pada reaksinya dengan asam stearat. Reaksi asidolisis antara RBDPO dan asam stearat dapat menurunkan kandungan POP dan meningkatkan kandungan POS dan SOS. Hal ini menunjukkan adanya inkorporasi asam stearat pada kerangka TAG. Hasil reaksi asidolisis selama 48 jam menunjukkan kandungan POS tertinggi yaitu 16.3% dan hasil reaksi dengan waktu reaksi 40 jam menunjukkan kandungan SOS tertinggi, dengan 9.1%. Hasil reaksi asidolisis 40 jam memiliki nilai index CBE tertinggi (52.3%) dan tidak berbeda nyata dengan hasil reaksi 48 jam (52.0%).

(5)

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Penulis dilahirkan pada tanggal 4 Juni 1988 di Jakarta dan merupakan anak pertama dari pasangan Sumilan dan Jumailiah Septyati. Tahun 1999 penulis menamatkan sekolah dasar di SDN Mekar Jaya XVIII. Setelah itu penulis melanjutkan pendidikan ke SLTPN 3 Depok dan lulus pada tahun 2002. Selama tiga tahun kemudian penulis menimba ilmu di SMAN 3 Depok dan lulus pada tahun 2005. Pada tahun kedua di SMAN 3 Depok, penulis merupakan salah satu peserta olimpiade fisika SMA sekota Depok. Pada tahun 2005, penulis melanjutkan pendidikan tinggi di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Setelah satu tahun di tingkat persiapan bersama (TPB), penulis diterima di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan (ITP).

Penulis, bersama tim, mendapatkan juara ke-3 olimpiade matematika-fisika yang diadakan HIMATETA, pada tahun pertama kuliah. Selama berkuliah di IPB, penulis aktif dalam berbagai kegiatan organisasi dan kepanitiaan. Penulis merupakan anggota Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan (HIMITEPA) dan Food Chat Club (FCC). Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum Evaluasi Nilai Biologis Pangan dan pengajar bimbel kimia dasar serta kalkulus TPB IPB. Selain itu penulis juga aktif dalam kegiatan program kreativitas mahasiswa (PKM). Penulis merupakan penerima beasiswa BBM dan PPA dari tahun 2006 sampai dengan 2009.

(6)

i KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Asidolisis Enzimatik RBDPO (Refined Bleached Deodorized Palm Oil) dan Asam Stearat untuk Memproduksi Triasilgliserol Khas Cocoa Butter. Semoga berkah-Nya selalu tercurah pada kita semua.

Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua pembimbing dan penguji penulis. Terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Purwiyatno Hariyadi, MSc yang telah dengan sabar dan penuh perhatian membimbing penulis sejak semester tiga sehingga banyak pengalaman dan ilmu yang penulis dapatkan, serta atas kesempatannya melakukan penelitian ini. Terima kasih kepada Bapak Ir. Soenar Sokopitojo, MSi yang telah membimbing penulis dalam dalam penelitian ini dan juga dalam berbagai hal sehingga penulis mendapat banyak pengalaman dan pengetahuan. Terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Eko Hari Purnomo, MSc yang telah bersedia menjadi dosen penguji pada ujian akhir penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:

1. Kedua orang tua dan adik penulis, Handy, atas do’a dan selalu menjadi bagian terpenting dalam hidup penulis. Juga Mbah Sum, Keluarga besar Kebon Kacang, Anyer, Madiun, dan Priuk terima kasih atas do’a dan kasih sayang yang selalu tercurah kepada penulis.

2. Seluruh staf pengajar di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB yang telah ikhlas dan sabar mendidik dan mewariskan ilmu serta pengetahuan kepada penulis. Semoga penulis dapat mewariskan kembali dan menerapkan ilmu yang sudah diperoleh.

3. Seluruh teknisi dan laboran Departemen ITP dan Seafast Center yang selalu sabar membantu penulis, terima kasih atas bantuan dan kerjasama dengan penulis dalam masa penelitian.

4. Dilla dan keluarga atas segala yang telah dilakukan sebagai seorang sahabat sejati.

(7)

ii menemani dan memberikan segala dukungan di saat senang dan sangat senang selama kuliah.

6. Sahabat satu bimbingan, Tere dan Suhe yang telah memberikan motivasi dan semangat.

7. Kak Nia, Kak Arief, Kak Ayus, dan teman-teman lain satu laboratorium kimia Seafast Center, terimakasih atas bantuan dan kerjasama selama penelitian.

8. Sahabat-sahabat ITP41 dan ITP43 yang juga telah mewarnai hidup penulis.

9. Sahabat-sahabat Himitepa, NSPC, Baur, dan kepanitiaan lain yang bersama-sama dengan penulis belajar banyak tentang berorganisasi. 10. Sahabat-sahabat satu kamar penulis (Anggi Destria, EtTa, dan Diah)

dan teman lolipoperz A3 di asrama TPB yang telah satu tahun menjadi keluarga penulis di asrama.

11. Sahabat bimbel MSC bateng yang telah bekerja sama dan membantu penulis mengenai pengalaman mengajar.

12. Ibu Cucun dan Pak Tri Jauhari atas perhatian selama masa kos. Teman-teman satu kos Afifah yang selama tiga tahun tinggal bersama.

13. Pegawai-pegawai Unit Pelayanan Terpadu yang sangat baik.

14. Keluarga ITP 42 yang telah memberikan semangat untuk terus maju, memberikan atmosfer kehidupan untuk terus berkarya, dan memberikan arti tanggung jawab dan etos kerja. Semoga angka 42 menjadi doa bagi kebersamaan kita (42 = 4ever 2gether).

Bogor, Januari 2010

(8)

iii DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

DAFTAR ISTILAH ... ix

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan ... 2

C. Manfaat ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

A. Refined Bleached Deodorized Palm Oil (RBDPO) ... 4

B. Cocoa Butter ... 7

C. Cocoa Butter Alternative (CBA) ... 9

D. Interesterifikasi Enzimatik ... 11

E. Lipase ... 18

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 24

A. Bahan Dan Alat ... 24

B. Metodolgi Penelitian ... 24

1. Karakterisasi Bahan Baku ... 24

2. Sintesis Komponen CBE Melalui Interesterifikasi Enzimatik 24

3. Analisis Produk Reaksi ... 25

a. Analisis Kadar Air (AOCS Ca 2b-38,1997) ... 25

b. Analisis Kadar Asam Lemak Bebas (AOAC, 1995) ... 26

c. Analisis Slip Melting Point (AOCS Cc 3-25, 2005) ... 26

(9)

iv

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 28

A. Karakterisasi Bahan Baku ... 28

B. Sintesis Komponen CBE Secara Interesterifikasi Enzimatik ... 30

1. Komposisi Triasilgliserol ... 30

2. Solid Fat Content (SFC) ... 41

3. Slip Melting Point (SMP) ... 44

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 50

A. Kesimpulan ... 50

B. Saran ... 51

DAFTAR PUSTAKA ... 52

(10)

v DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Karakteristik CB ... 8

Tabel 2. Jenis-jenis CBA dan karakteristik masing-masingnya ... 11

Tabel 3. Standard lemak cokelat ... 12

Tabel 4. Karakteristik RBDPO ... 29

Tabel 5. Komposisi triasilgliserol rata-rata produk reaksi ... 32

(11)

vi DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Gambar buah kelapa sawit ... 4

Gambar 2. Reaksi saponifikasi ... 5

Gambar 3. Tahap pemurnian CPO menjadi RBDPO ... 6

Gambar 4. Refined Bleached Deodorized Palm Oil (RBDPO) ... 7

Gambar 5. Cocoa Butter ... 8

Gambar 6. Reaksi transesterifikasi ... 15

Gambar 7. Reaksi alkoholisis ... 15

Gambar 8. Reaksi asidolisis ... 16

Gambar 9. Penurunan energi aktivasi karena adanya enzim sebagai katalis 18 Gambar 10. Diagram alir sintesis komponen CBE melalui proses interesterifikasi metode asidolisis ... 25

Gambar 11. Profil kromatogram RBDPO dan produk reaksi ... 30

Gambar 12. Profil TAG POS, SOS, dan POP produk reaksi terhadap waktu reaksi ... 33

Gambar 13. Hasil analisis statistika kandungan POS produk asidolisis ... 34

Gambar 14. Hasil analisis statistika kandungan POS produk asidolisis pada berbagai waktu reaksi ... 34

Gambar 15. Pola peningkatan index CBE produk asidolisis ... 36

Gambar 16. Diagram hasil analisis statistika nilai index CBE produk asidolisis berbagai waktu reaksi ... 36

Gambar 17. Diagram hasil analisis statistika kandungan TAG triunsaturated produk asidolisis berbagai waktu reaksi ... 37

Gambar 18. Diagram hasil analisis statistika kandungan TAG monosaturated produk asidolisis berbagai waktu reaksi ... 38

Gambar 19. Diagram hasil analisis statistika kandungan TAG trisaturated produk asidolisis berbagai waktu reaksi ... 39

(12)

vii Gambar 21. Diagram hasil analisis statistika kandungan DAG produk

asidolisis berbagai waktu reaksi ... 41 Gambar 22. Profil SFC produk reaksi dan RBDPO pada berbagai suhu .... 43 Gambar 23. Diagram alir proses fraksinasi bertahap kombinasi pelarut dan

(13)

viii DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Hasil uji ANOVA dan Duncan untuk TAG POS ... 59

Lampiran 2. Hasil uji ANOVA dan Duncan untuk TAG SOS ... 60

Lampiran 3. Hasil uji ANOVA dan Duncan untuk Index CBE ... 61

Lampiran 4. Hasil uji ANOVA dan Duncan untuk TAG U3 ... 62

Lampiran 5. Hasil uji ANOVA dan Duncan untuk StU2 ... 63

Lampiran 6. Hasil uji ANOVA dan Duncan untuk TAG St3 ... 64

Lampiran 7. Hasil uji ANOVA dan Duncan untuk TAG St2U ... 65

Lampiran 8. Hasil uji ANOVA dan Duncan untuk DAG ... 66

Lampiran 9. Hasil uji ANOVA dan Duncan untuk TAG POP ... 67

Lampiran 10. Nilai Solid Fat Content Sampel ... 68

(14)

ix DAFTAR ISTILAH

ALB (asam lemak bebas) : Asam lemak yang dihasilkan dari pelepasan ikatan asam lemak pada monoasilgliserol, diasilgliserol, dan triasilgliserol dalam kondisi tertentu (Oleo Fat, 2009).

Asilgliserol : ester dari gliserol (propane-1,2,3-triol) dan asam lemak (Gunstone, 1995). CB (Cocoa butter) : Lemak yang diperoleh dari pengepresan

hidrolik cacao bean, berwarna kuning pucat dan padat pada suhu 20°C, yang mensuplai paling banyak kalori pada cokelat. CB biasa digunakan pada produk confectionery dan relatif sangat stabil terhadap oksidasi (Gunstone, 1995).

CBA (Cocoa butter alternative) : Sejumlah specialty fat yang didisain untuk mengganti sebagian atau seluruh CB dalam aplikasi confectionery (Oleo Fat, 2009).

CBE (Cocoa butter equivalent) : Lemak dengan sifat fisik dan kimia seperti dan kompatibel dengan CB dalam berbagai rasio pencampuran (Oleo Fat, 2009).

(15)

x CBS (Cocoa butter substitute) : Lemak yang dibuat khusus untuk

mengganti CB (umumnya pada aplikasi confectionery), mengacu pada sejumlah produk tergantung maksud penggunaan, dan memiliki sifat sesuai sumber minyak (Oleo Fat, 2009).

DAG (diasilgliserol) : Diester asam lemak dari gliserol (Gunstone, 1995).

HDL (high-density lipoprotein) : Salah satu jenis kolesterol, sering disebut sebagai lemak baik, karena dapat membersihkan kelebihan kolesterol dari dinding pembuluh darah dengan mengangkutnya kembali ke hati. Kandungan lemak pada HDL lebih sedikit dibandingkan dengan low density lipoprotein dan mempunyai kepadatan tinggi sehingga lebih berat (Oetoro, 2010).

Index CBE : Menggambarkan kesesuaian sampel

dengan CB berdasarkan aktivitas interesterifikasi melalui komposisi TAG khas CB. Nilai index CBE untuk CB adalah 57.0% (Bloomer, 1990).

(16)

xi

Laurat : Asam lemak jenuh dengan 12 atom

karbon. Memiliki nama sistematik asam dodekanoat dengan titik leleh 44.8°C (Gunstone, 1995).

LDL (low-density lipoprotein) : Salah satu jenis kolesterol, sering disebut sebagai lemak jahat, karena dapat menyebabkan penempelan kolesterol di dinding pembuluh darah. Kandungan lemak pada LDL lebih banyak dibandingkan dengan HDL sehingga ia akan mengambang di dalam darah (Oetoro, 2010).

Lemak confectionery : Lemak dengan kisaran luas yang digunakan dalam formulasi produk confectionery. Contoh aplikasi untuk lemak confectionery adalah dalam formulasi senyawa coating Oleo Fat, 1995).

MAG (monoasilgliserol) : Monoester asam lemak dari gliserol (Gunstone, 1995).

O (oleat) : Asam lemak tidak jenuh dengan 18 atom karbon dan memiliki satu ikatan rangkap (monoena) pada atom karbon ke-9 dari gugus metil. Termasuk asam lemak omega 9 (Gunstone, 1995).

(17)

xii POP (palmitat-oleat-palmitat) : Triasilgliserol dengan gugus asil palmitat

yang terikat pada atom karbon sn-1 dan sn-3 (α dan α’) serta gugus asil oleat terdapat pada atom karbon sn-2 (β) (Gunstone, 1995).

POS (palmitat-oleat-stearat) : Triasilgliserol dengan gugus asil palmitat yang terikat pada atom karbon sn-1 (α), gugus asil oleat terdapat pada atom karbon sn-2 (β), dan gugus asil stearat terletak pada atom karbon sn-3 (α’) (Gunstone, 1995).

RBDPO (refined bleached deodorized palm oil) : Minyak hasil pemurnian Crude Palm Oil (CPO), yaitu ekstrak dari mesokarp kelapa sawit (Elaesis guineensis) (Satiawihardja et al., 2001). Tahapan pemurnian yang telah dilalui adalah pemisahan gum, netralisasi, pemucatan, dan penghilangan bau.

S (stearat) : Asam lemak jenuh dengan 18 atom karbon. Memiliki nama sistematik asam oktadekanoat dengan titik leleh 70.1°C (Gunstone, 1995).

(18)

xiii SFC (solid fat content) : Jumlah kristal lemak yang terdapat

dalam campuran minyak/lemak, yang ditentukan menggunakan low resolution NMR berdasarkan rasio jumlah proton yang terdeteksi pada fase padat dengan jumlah total proton terdeteksi pada fase padat dan fase cair (PORIM, 1995). SMP (slip melting point) : Suhu pada saat lemak dalam kolom,

dengan ketinggian spesifik, naik dalam pipa kapiler terbuka di bawah kondisi uji spesifik (PORIM, 1995).

SOS (stearat-oleat-stearat) : Triasilgliserol dengan gugus asil stearat yang terikat pada atom karbon sn-1 (α) dan sn-3 (α’) serta gugus asil oleat terdapat pada atom karbon sn-2 (β) (Gunstone, 1995).

St2O (saturated-oleat-saturated): Triasilgliserol dengan gugus asil asam

lemak jenuh yang terikat pada atom karbon sn-1 (α) dan sn-3 (α’) serta gugus asil oleat terdapat pada atom karbon sn-2 (β) (Gunstone, 1995).

TAG (triasilgliserol) : Triester asam lemak dari gliserol. Dapat terdiri dari asam lemak yang berbeda, dua berbeda, atau sama ketiganya (Gunstone, 1995).

TAG monosaturated : Triasilgliserol yang memiliki satu gugus asil jenuh dan dua gugus asil lainnya bersifat tidak jenuh (Gunstone, 1995). TAG monounsaturated : Triasilgliserol yang memiliki satu gugus

(19)

xiv TAG trisaturated : Triasilgliserol yang ketiga gugus asilnya

bersifat jenuh (Gunstone, 1995).

TAG triunsaturated : Triasilgliserol yang ketiga gugus asilnya bersifat tidak jenuh (Gunstone, 1995). Unsaturated fatty acid : Asam lemak yang memiliki minimal satu

(20)

1 I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Dalam industri confectionery, cocoa butter (CB) atau lemak cokelat, merupakan salah satu bahan baku penting karena berkontribusi terhadap sifat-sifat tekstural dan sensori yang diinginkan pada produk cokelat (Wainwright, 1999). Sifat khas CB antara lain keras pada suhu ruang dan meleleh sempurna di dalam mulut. Hal ini disebabkan oleh komposisi triasilgliserol (TAG) khas CB yang unik, yaitu palmitat-oleat-stearat (POS), stearat-oleat-stearat (SOS), dan palmitat-oleat-palmitat (POP). Wainwright (1996) dirujuk dalam Soekopitojo et al. (2008) menyebutkan kisaran kandungan tiga TAG khas CB yaitu 36-42% untuk POS, 23-29% untuk SOS, dan POP dengan 13-19%.

Cocoa butter berasal dari cocoa bean. Variasi sifat cocoa bean dari berbagai daerah meyebabkan CB memiliki beragam kualitas tergantung geografi asal. Kekurangan lain CB adalah harganya yang relatif mahal. Hal ini mendorong pencarian alternatif, yaitu cocoa butter alternatives (CBA), untuk mensubstitusi CB. Salah satu jenis CBA yang memiliki kesesuaian sifat fisik dan kimia dengan CB adalah cocoa butter equivalent (CBE).

Pada umumnya teknik produksi CBE dilakukan dengan blending, dengan mencampurkan lemak nabati (kaya akan POP) dengan exotic fat (kaya akan POS dan SOS) agar diperoleh komposisi TAG khas CB. Contoh exotic fat antara lain borneo illipe butter, sal stearin, shea butter, kokum butter atau dhupa fat, dan mango stearin. Ketersediaan exotic fat di alam semakin terbatas sehingga interesterifikasi menjadi pilihan baik bagi teknik sintesis CBE. Rajendran et al. (2009) juga menyebutkan bahwa belakangan ini interesterifikasi enzimatik menjadi bidang yang banyak diminati untuk modifikasi struktur dan komposisi minyak/lemak di bidang pangan, contohnya CB.

(21)

2 disebut interesterifikasi kimia. Reaksi ini bersifat acak sehingga produk yang dihasilkan kurang sesuai harapan dan menghasilkan banyak produk samping.

Interesterifikasi dengan menggunakan enzim sebagai biokatalis disebut interesterifikasi enzimatik. Kelebihan yang diperoleh dari penggunaan enzim sebagai katalis antara lain reaksinya yang spesifik sehingga produk hasil reaksi sesuai harapan dan tidak menghasilkan banyak limbah atau produk samping. Enzim lipase yang sering digunakan untuk interesterifikasi adalah enzim lipase spesifik-1,3. Enzim ini memutus ikatan ester asam lemak pada kerangka TAG posisi sn-1 dan/atau sn-3 kemudian menggantinya dengan asam lemak yang baru.

Triasilgliserol yang direaksikan berasal dari minyak sawit yang telah dimurnikan yaitu Refined Bleached Deodorized Palm Oil (RBDPO) yang ketersediaannya relatif berlimpah. Menurut Karabulut et al. (2004) minyak sawit dan fraksinya merupakan sumber edible oil yang baik bagi industri pangan. Hal ini disebabkan berbagai kelebihan yang dimiliki, antara lain stabil terhadap suhu tinggi dan kerusakan oksidatif serta sifat plastisitasnya. Selain itu Bloomer et al. (1990) menyebutkan bahwa minyak sawit merupakan substrat penting yang digunakan dalam produksi cocoa butter-like fats. Triasilgliserol POP pada RBDPO, ± 27%, diharapkan dapat bereaksi dengan asam stearat sehingga dapat diperoleh POS dan SOS yang merupakan TAG khas CB melalui asidolisis enzimatik. Untuk mengetahui karakteristik produk yang dihasilkan maka dilakukan analisis fisikokimia antara lain analisis komposisi TAG, solid fat content (SFC), dan analisis slip melting point (SMP).

B. TUJUAN

(22)

3 C. MANFAAT

(23)

4 II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Refined Bleached Deodorized Palm Oil (RBDPO)

Refined Bleached Deodorized Palm Oil (RBDPO) merupakan hasil dari pemurnian Crude Palm Oil (CPO), yaitu ekstrak dari mesokarp kelapa sawit (Elaesis guineensis) (Satiawihardja et al., 2001). Istilah minyak RBDP dimaksudkan untuk minyak yang telah dimurnikan dengan alkali, dipucatkan (bleached), dan dideodorisasi. Gambar buah kelapa sawit disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Gambar Buah Kelapa Sawit

Minyak sawit yang belum dimurnikan mengandung sejumlah kecil komponen bukan minyak misalnya fosfatida, gum, sterol, tokoferol, dan asam lemak bebas (ALB). Untuk mendapatkan minyak atau lemak bermutu tinggi yang sesuai dengan kegunaannya, maka perlu dilakukan pengolahan lebih lanjut atau pemurnian yang spesifik terhadap minyak kasar (crude oil). Tujuan pemurnian tersebut adalah menghilangkan rasa serta bau yang tidak enak, warna yang tidak menarik, dan memperpanjang masa simpan minyak. Tahapan pemurnian tersebut yaitu pemisahan gum (degumming), netralisasi (deasidifikasi), pemucatan (bleaching), dan penghilangan bau (deodorizing) (Winarno, 2008).

(24)

5 degumming juga dapat mengurangi kehilangan minyak pada tahap pemurnian selanjutnya.

Proses degumming dilakukan pada suhu sekitar 80°C selama 30 menit. Selama proses berlangsung dilakukan penambahan asam mineral pekat seperti H3PO4 atau NaCl, kemudian didiamkan dan kotoran dipisahkan dengan

menyaring minyak menggunakan pompa vakum (Mas’ud, 2007). Menurut Murano (2003) dalam tahapan proses degumming terjadi pencampuran 3% sampai 5% air dengan minyak pada suhu 50 -60 C kemudian dilakukan sentrifugasi untuk memisahkan fosfolipid terhidrasi.

Tahap pemurnian selanjutnya adalah netralisasi atau deasidifikasi yang merupakan proses paling penting dalam pemurnian minyak makan. Proses netralisasi bertujuan menghilangkan ALB (Murano, 2003). Asam lemak bebas dapat menyebabkan minyak mudah teroksidasi dan berakibat pada ketengikan.

Gambar 2. Reaksi saponifikasi

Proses netralisasi dilakukan dengan mereaksikan soda kaustik dan minyak yang telah dipanaskan kemudian didiamkan. Soda kaustik (NaOH) merupakan alkali yang paling sering digunakan untuk netralisasi. Endapan (fase aqueous/sabun) yang terbentuk dipisahkan dengan penambahan air dan sentrifugasi (Murano, 2003). Sodium karbonat (Na2CO3) kadang digunakan

(25)

6 saponifikasi disajikan pada Gambar 2. Reaksi tersebut menghasilkan sabun yang dapat menyerap sedikit zat warna minyak sehingga minyak yang dihasilkan lebih jernih. Penggunaan uap panas dalam keadaan vakum dengan penambahan alkali dapat dilakukan untuk sampel dengan kandungan ALB yang tinggi (Ketaren, 1986). Minyak yang rendah bilangan asamnya disebut minyak netral.

Tahap berikutnya yaitu pemucatan agar tidak terdapat substansi warna yang tidak diharapkan dalam minyak makan karena konsumen lebih menyukai minyak jernih. Zat warna tersebut antara lain karotenoid dan klorofil. Pemucatan dapat dilakukan dengan penambahan adsorbing agent seperti arang aktif dan tanah liat (Murano, 2003). Menurut Ketaren (1986), pemucatan dapat juga dilakukan perlakuan reaksi-reaksi kimia pada prosesnya. Penyaringan dilakukan setelah zat warna terserap. Tahap ini tidak dilakukan pada proses untuk menghasilkan minyak sawit merah, karena bleaching earth/ adsorbing agent dapat menyerap komponen minor seperti karotenoid. Karotenoid juga dapat rusak pada suhu tinggi (260-280 °C) akibat deodorisasi.

Gambar 3. Tahap Pemurnian CPO Menjadi RBDPO

CPO

RBDPO Netralisasi

(26)

7 Deodorisasi merupakan tahap pemurnian minyak yang dapat menghilangkan senyawa-senyawa yang menghasilkan bau pada minyak antara lain aldehida dan keton (Ketaren, 1986). Teknik ini dapat dilakukan dengan uap panas dalam chamber vakum untuk menghilangkan senyawa penyebab bau yang memiliki bobot molekul rendah (Murano, 2003).

Setelah melalui beberapa tahap pemurnian di atas, diperoleh RBDPO yang dapat digunakan atau diolah lebih lanjut sesuai kebutuhan industri. Tahapan pemurnian CPO menjadi RBDPO, yang menurut Gee (2007) memiliki titik leleh 33-39°C, dapat dilihat pada Gambar 3. Bloomer et al. (1990) menyebutkan bahwa minyak sawit (RBDPO) merupakan substrat penting yang dapat digunakan dalam produksi cocoa butter-like fats. Gambar RBDPO disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4. Refined Bleached Deodorized Palm Oil (RBDPO) B. Cocoa Butter (CB)

Cocoa butter adalah lemak yang diperoleh dari biji cokelat (cocoa bean) dan berkontribusi besar terhadap pemberian kalori lemak pada produk cokelat (Murano, 2003). Kualitas makan yang unik serta sifat-sifat tekstural dan sensori yang diinginkan pada produk cokelat menjadikan CB sebagai salah satu bahan baku utama industri confectionery. Liu et al. (1997) menyebutkan bahwa jumlah CB pada produk akhir cokelat yang berkisar antara 25-36 % berpengaruh terhadap tekstur yang lembut, pelepasan flavor, dan daya kilap produk yang baik.

(27)

8 memberikan kualitas umur simpan yang baik (long self life) pada cokelat (Fuji Oil Europe, 2007). Gambar CB disajikan pada Gambar 5.

Gambar 5. Cocoa Butter

Sifat-sifat fisik unik CB disebabkan komposisi kimianya yang mengandung ±80% TAG simetrik (SCI, 2000), yaitu TAG dengan tiga jenis asam lemak urutan jenuh-tidak jenuh-jenuh. Contoh TAG simetrik yaitu POS (1(3)-palmitoyl-3(1)-stearoyl-2-monoolein); SOS (1,3-distearoyl-2-monoolein); dan POP (1,3-dipalmitoyl-2-monoolein). Karakteristik CB disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Karakteristik CB

Karakteristik CB Nilai (%)

Komposisi TAG

(28)

9 paling tidak stabil (bentuk I) dengan titik leleh ~17 C, sampai ke yang paling stabil (bentuk VI) dengan titik leleh ~36 C. Menurut Wainwright (1999) kristal β (bentuk VI) merupakan bentuk stabil yang diinginkan dan dapat dihasilkan melalui proses tempering.

Tempering merupakan proses manipulasi suhu untuk memanaskan dan mendinginkan sampel (CB) hingga terbentuk kristal stabil β yang diinginkan. Tahap ini merupakan kunci dalam pengolahan CB lebih lanjut dalam pabrik cokelat (Murano, 2003). Pembentukan kristal β bertujuan dalam pencapaian kualitas produk akhir yang diinginkan, antara lain daya kilap, gloss retention, snap, kontraksi, dan tekstur (Wainwright, 1999). Proses tempering CB yang kurang sesuai dapat menyebabkan blooming.

Blooming merupakan kerusakan visual yang ditandai bintik putih kabur pada permukaan cokelat. Blooming dapat disebabkan oleh terdapatnya TAG yang tidak saling kompatibel karena memiliki sifat-sifat yang berbeda sehingga TAG tersebut tidak dapat bercampur secara sempurna dan muncul ke permukaan sebagai kristal putih. Adanya bloom dapat mengurangi daya kilap, sehingga proses tempering CB harus dilakukan dengan hati-hati (Idris dan Dian, 2005).

Selain itu CB memiliki beberapa kelemahan. Karakteristik CB sangat dipengaruhi oleh geografi dan kondisi iklim. Brazilian butters cenderung lebih lembut dan CB Malaysia lebih keras dibandingkan dengan CB asal Afrika Barat. Kondisi iklim juga mempengaruhi, karena CB sensitif terhadap fluktuasi suhu dan meleleh pada iklim panas (Fuji Oil Europe, 2007). Suplai CB tidak konstan, sehingga harga CB relatif mahal dan berfluktuatif (Idris dan Dian, 2005).

C. Cocoa Butter Alternative (CBA)

(29)

10 merupakan jumlah CBA yang dapat ditambahkan untuk mensubstitusi CB dalam pencampurannya dengan CB tanpa mengubah karakteristik produk akhir. Berdasarkan hal tersebut CBS sama sekali tidak memiliki kompatibilitas dengan CB, sedangkan CBR memiliki kompatibilitas yang rendah dengan CB, dan CBE memiliki kompatibilitas penuh dengan CB.

Salah satu jenis CBA adalah cocoa butter substitutes (CBS) yang terutama diproduksi dari lemak nabati laurat seperti coconut oil dan kernel oil. Karakteristik lemak laurat antara lain memiliki kandungan asam lemak C6, C8, dan C10 dalam jumlah sedang; sedikit kandungan asam lemak tidak jenuh; dan memiliki titik leleh yang rendah (Nawar, 1996). Wainwright (1999) juga menyebutkan bahwa karakteristik TAG lemak laurat adalah kuantitas asam lemak dengan rantai yang lebih pendek, yaitu C8-C12 paling sedikit sebesar 50%. Karlshamns (2002) menyatakan bahwa penggunaan CBS secara luas terdapat pada produk-produk berflavour cokelat dan hanya baik jika digunakan dalam formulasi dengan cokelat bubuk.

Jenis CBA berikutnya adalah cocoa butter replacer (CBR), berasal dari minyak nabati non laurat yang dihidrogenasi parsial dan lemak-lemak yang umumnya berasal dari minyak kedelai, minyak biji kapas, atau minyak palem. Idris dan Dian (2005) menyebutkan bahwa kompatibilitas CBR terhadap CB berada di antara CBS dan CBE. Kombinasi CBR dengan cocoa liquor untuk memperkaya flavor cokelat lebih baik dibandingkan dengan hanya menggunakan bubuk cokelat (cocoa powder) (Karlshamns, 2002). Sifat-sifat CBS, CBR, dan CBE disajikan pada Tabel 2.

(30)

11 Triasilgliserol khas komponen CBE dapat disintesis melalui interesterifikasi enzimatik. Standard lemak cokelat menurut SNI disajikan pada Tabel 3.

Tabel 2. Jenis-jenis dan sifat CBA

Cocoa Butter Alternative

(31)

12 jenuh. Hidrogenasi adalah proses penambahan atom hidrogen pada minyak untuk mengeraskannya sehingga dapat memberikan umur simpan yang panjang (Murano, 2003).

Tabel 3. Standard lemak cokelat

Kriteria satuan Persyaratan

Keadaan (bau, rasa, dan warna) - normal, khas lemak kakao

Proses hidrogenasi parsial dapat menghasilkan asam lemak trans. Keberadaan asam lemak trans menjadi suatu kekhawatiran karena dapat meningkatkan kadar LDL darah (kolesterol) dan juga dapat menurunkan kadar HDL pada darah. Hal inilah yang membuat masyarakat kurang menyukai produk hidrogenasi (Akoh dan Moussata, 1998). Koran kesehatan yang dikeluarkan oleh USDA untuk para orang tua (Anonim, 2009) juga menyarankan untuk menggunakan vegetable oil dengan tanpa kandungan lemak trans.

(32)

13 kristal terlebih dulu dibandingkan dengan fraksi yang memiliki titik cair lebih rendah. Fraksi-fraksi yang terbentuk dipisahkan dengan proses penyaringan. Proses fraksinasi kering lebih disukai dibanding fraksinasi lainnya karena lebih ramah lingkungan.

Proses fraksinasi basah menggunakan surfaktan atau larutan deterjen untuk membasahi kristal pada fraksi stearin (Arghainc, 2008). Pelarut yang biasa digunakan pada proses fraksinasi dengan pelarut antara lain heksana, aseton, isopropanol, atau n-nitropropana. Proses pemisahan berbagai TAG menjadi satu atau lebih fraksi ini dilakukan dengan menggunakan perbedaan kelarutan TAG yang tergantung pada berat molekul dan derajat ketidakjenuhan (Murano, 2003).

SCI (2000) menyebutkan beberapa kelemahan fraksinasi dalam produksi lemak antara lain prosesnya yang relatif mahal di industri minyak. Oleh karena fraksinasi selalu menghasilkan paling sedikit dua fraksi produk, sehingga dalam prosesnya dibutuhkan optimasi untuk salah satu fraksi yang diinginkan. Contoh aplikasi fraksinasi adalah pada produksi minyak goreng dan lemak plastis untuk shortening yang keduanya berasal dari material awal yang sama (Murano, 2003).

(33)

14 Interesterifikasi adalah proses penyusunan kembali atau kombinasi ulang asam lemak di dalam dan di antara molekul-molekul TAG (Murano, 2003). Interesterifikasi dapat membuat perubahan penting dalam fungsionalitas lemak. Interesterifikasi pertama kali digunakan untuk memperbaiki sifat creamy dan berpasir (grainy) pada lard, yang asam palmitatnya terletak dominan pada posisi sn-2 TAG, pada tahun 1940-an di United States. Proses ini dapat mengeliminasi tekstur berpasir lard dan menghasilkan kristal beta prime yang diinginkan (Idris dan Dian, 2005).

Lida et al. (2002) menyatakan bahwa proses interesterifikasi tidak menyebabkan isomerisasi ikatan rangkap pada asam lemak, sehingga tidak mengubah komposisi asam lemak tetapi mengubah profil lemak/minyak. Bobot molekul, ketidakjenuhan, dan distribusi posisi asam lemak pada kerangka TAG merupakan faktor penting yang menentukan sifat fisik lemak/minyak (Wilis dan Marangoni, 2002). Distribusi asam lemak pada kerangka gliserol mengubah susunan TAG awal yang berpengaruh pada karakteristik fisik minyak/lemak meliputi pelelehan dan kristalisasi (Idris dan Dian, 2005).

Berdasarkan poses pergantian asam lemak itu sendiri, interesterifikasi dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu transesterifikasi, alkoholisis, dan asidolisis (Marangoni dan Narine, 2002).

1. Transesterifikasi

(34)

15 Gambar 6. Reaksi Transesterifikasi

2. Alkoholisis

Alkoholisis merupakan reaksi esterifikasi antara alkohol dengan ester (lemak) untuk menghasilkan ester baru. Selama alkoholisis terjadi hidrolisis TAG sehingga menghasilkan diasilgliserol (DAG) dan monoasilgliserol (MAG) yang digunakan sebagai surface active agent dan emulsifier (Willis dan Marangoni, 2002). Reaksi alkoholisis dapat dilihat pada Gambar 7. Kegunaan utama alkoholisis adalah dalam reaksi gliserolisis (Willis dan Marangoni, 2002). Gliserolisis merupakan pertukaran gugus asil antara gliserol dan TAG untuk memproduksi MAG dan DAG (Yang et al., 2003). Pada umumnya reaksi alkoholisis menghasilkan TAG parsial, sehingga kurang baik digunakan untuk mensisntesis atau memodifikasi TAG satu menjadi TAG baru yang diinginkan.

Gambar 7. Reaksi Alkoholisis

3. Asidolisis

Transfer gugus asil antara asam lemak dengan ester (TAG) disebut asidolisis. Proses ini termasuk cara efektif penggabungan asam lemak bebas ke dalam kerangka TAG, sehingga menghasilkan TAG baru dengan

(35)

komposisi ber

berbeda atau seperti yang diinginkan. Reaksi Gambar 8.

Gambar 8. Reaksi Asidolisis

an mengenai reaksi asidolisis yang mengg alis telah dilakukan oleh beberapa peneliti anta

ndler (2001), Torres et al. (2002), Kim et al. (2004, 2002) k (2005), Cossignani et al. (2005), Subroto et

al. (2009). Pada umumnya penelitian ters h lemak dengan sifat berbeda yang dikenal de

et al. (2003) juga menyebutkan bahwa r reaksi yang biasa digunakan untuk produksi kukan untuk meningkatkan sifat fungsional d

dan Marangoni (2002) juga sudah mengguna nggabungkan asam lemak bebas atau bentuk etil

dengan minyak nabati dan hewani untuk me euntungan proses ini antara lain meng kular (jantung koroner dan aterosklerosis) sert

m saraf dan visual yang baik. Asidolisis juga dan Marangoni (2002) untuk menggabungk ak susu sehingga meningkatkan kadar asam lem

tanpa kehilangan karakteristik flavor butter. resterifikasi dapat dilakukan secara kimia mengg eperti sodium metoksida (Idris dan Dian, 2005) um et al., 2009). Cara ini telah banyak di

16 ksi asidolisis dapat

(36)

17 pembuatan shortening, margarin, dan spreads untuk meningkatkan sifat tekstural, modifikasi sifat pelelehan, dan meningkatkan stabilitas oksidatif (Willis dan Marangoni, 2002). Reaksi interesterifikasi kimia bersifat acak dan menghasilkan banyak produk samping, sehingga produk akhir kurang sesuai harapan. Selain itu diperlukan suhu reaksi yang tinggi dan menghasilkan banyak limbah (Willis dan Marangoni, 2002). Gupta et al. (2003) yang dirujuk dalam Rajendran et al. (2009) menyatakan bahwa modifikasi minyak/lemak secara kimia membutuhkan energi yang tinggi dan tidak spesifik. Setelah interesterifikasi kimia masih diperlukan perlakuan tambahan antara lain pencucian, pemutihan, dan deodorisasi untuk memisahkan produk samping. Selain itu dilakukan purifikasi untuk mendapatkan kualitas produk yang diinginkan (Husum et al., 2009 ).

Selain secara kimia reaksi interesterifikasi dapat dilakukan secara enzimatik. Berbeda dengan interesterifikasi kimia, reaksi interesterifikasi enzimatik bersifat lebih spesifik sehingga menghasilkan rendemen produk akhir yang baik serta sedikit akan produk samping dan limbah. Lipase juga memberikan derajat spesifisitas dan selektivitas yang tinggi untuk interesterifikasi yang dapat menghasilkan beberapa asilgliserol yang diinginkan. Lipase memiliki sifat sedemikian rupa sehingga dapat memutuskan asam lemak yang ada dalam TAG kemudian menyambungnya kembali dengan asam lemak lainnya yang ditambahkan (Svendsen, 1994).

Kondisi reaksi untuk interesterifikasi enzimatik tidak memerlukan suhu tinggi seperti pada interesterifikasi kimia (Willis dan Marangoni, 2002). Proses interesterifikasi enzimatik juga ramah lingkungan karena tidak menggunakan bahan kimia/pelarut dan tidak menghasilkan asam lemak trans. Oleh karena itu menurut Macrae (1989) dirujuk dalam Akoh & Moussata (1998), reaksi interesterifikasi yang dikatalisis oleh enzim lipase menghasilkan produk dengan kualitas lebih baik dibandingkan dengan produk melalui interesterifikasi kimia.

(37)

18 kaya asam lemak omega-3. Liu et al. (1997) juga telah melakukan interesterifikasi yang dikatalisis lipase untuk sintesis CBE.

E. Lipase

Produksi lemak dengan sifat fisik dan kimia yang diinginkan seperti pada CBE melalui interesterifikasi enzimatik, telah menjadi area popular di penelitian bioteknologi (Mojovic et al., 1993). Pada reaksi asidolisis ini digunakan enzim lipase sebagai katalis reaksi. Penggunaan katalis bertujuan untuk mengefisiensikan reaksi yaitu menurunkan suhu reaksi dan mempersingkat waktu reaksi (Nawar, 1996). Ditinjau dari segi energi aktivasi reaksi (Ea), reaksi dengan bantuan enzim membutuhkan energi yang lebih rendah dibandingkan dengan reaksi asalnya seperti yang dilaporkan oleh Raharja dan Gunadi (2000). Energi aktivasi adalah jumlah energi yang dibutuhkan untuk mengkonversi molekul substrat dari energi awal menjadi kompleks ES (enzim-substrat) (Murano, 2003). Kompleks ini selanjutnya diubah kembali menjadi enzim dan pembentukan produk. Pengaruh enzim sebagai katalis pada energi aktivasi disajikan pada Gambar 9.

Gambar 9. Penurunan energi aktivasi karena adanya enzim sebagai katalis

(38)

19 dalam Rajendran et al. (2009) menyebutkan bahwa lipase juga dapat mengkatalisis síntesis bentuk ester dari gliserol dan asam lemak. Lipase secara luas terdapat dalam hewan, tumbuhan, dan mikroba (Mojovic et al., 1993).

Kondisi air berlebih akan mengarahkan ke reaksi hidrolisis TAG dengan solubilitas rendah dalam air. Akan tetapi dalam kondisi air yang terbatas, cenderung ke arah reaksi kebalikannya yaitu síntesis ester atau pembentukan gliserida dari asam lemak dan gliserol (Sharma et al. 2001 dirujuk dalam Rajendran et al. 2009). Lipase juga berperan secara luas dalam reaksi biokonversi lainnya seperti hidrolisis, interesterifikasi, esterifikasi, alkoholisis, asidolisis, dan aminolisis (Pandey et al. 1999 dirujuk dalam Rajendran et al. 2009).

Jaeger et al. (1998) dirujuk dalam Rajendran et al. (2009) menyebutkan bahwa keunikan lipase terletak pada aktivitasnya yang sangat baik terhadap substrat tak larut air dan aktivitas lipase meningkat pada substrat interfase minyak-air. Struktur tiga dimensi dapat menjelaskan tentang aktivasi interfasial. Aktivasi lipase yang terjadi pada interfase diduga disebabkan oleh perubahan konformasi enzim dengan membukanya selubung heliks protein yang menutupi sisi aktif enzim (Iwai dan Tsujisaka, 1984). Seperti yang disebutkan Jaeger et al. (1999) bahwa sisi aktif lipase yang ditutupi oleh lingkaran permukaan yang disebut lid atau flap terbuka sehingga sisi aktif enzim dapat diakses substrat. Aktivitas optimum lipase diperoleh dalam sistem seperti emulsi, dimana area permukaan substrat tinggi.

(39)

20 Berdasarkan spesifisitasnya terhadap substrat, lipase dapat dibagi menjadi empat yaitu lipase dengan spesifisitas asam lemak, spesifisitas alkohol, spesifisitas jenis lipid, dan spesifisitas posisional/regiospesifik (Hariyadi, 1995). Spesifisitas regiospesifik dan asam lemak dari lipase mikrobial telah dikembangkan untuk dimanfaatkan dalam reaksi esterifikasi dan transesterifikasi (Gupta et al. 2003 dirujuk dalam Rajendran et al. 2009).

Lipase dengan spesifisitas posisional dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu lipase non spesifik dan lipase spesifik 1,3 atau 2. Lipase non spesifik bekerja pada asam-asam lemak dari ketiga posisi ikatan. Lipase spesifik 1,3 atau 2 hanya dapat mengkatalisis TAG pada ikatan sn-1,3 atau sn-2. Jenis lipase yang digunakan pada penelitian ini adalah lipase spesifik-1,3. Menurut Roy dan Bhattacharyya (1993) produk reaksi lemak yang dikatalisis lipase spesifik-1,3 dapat dibedakan dari produk reaksi secara kimia dari asam lemak pada posisi sn-2. Tidak seperti interesterifikasi kimia yang bersifat acak, interesterifikasi enzimatik dapat mempertahankan asam lemak posisi sn-2 pada kerangka TAG produk hasil reaksi. Umumnya jenis asam lemak posisi sn-2 pada minyak nabati adalah asam lemak tidak jenuh, yaitu oleat. Berdasarkan Sundram dan Basiron (2009), asam oleat diketahui berperan dalam penurunan kadar kolesterol darah. Hal ini berimplikasi pada keuntungan nilai gizi yang dapat diperoleh (Zhang et al. 2001), karena diketahui bahwa posisi asam lemak jenuh (misal C:16) pada sn-2 dapat bersifat aterogenik.

Pengaruh penggunaan lipase spesifik-1,3 dan lipase non spesifik pada interesterifikasi enzimatik juga dilakukan Lai et al. (1998) pada campuran palm stearin dan minyak bunga matahari. Hasil pada campuran interesterifikasi yang menggunakan lipase spesifik-1,3 tersebut memiliki SMP yang lebih rendah dari kontrol dibandingkan campuran yang menggunakan lipase non spesifik.

(40)

21 Pseudomonas sp. Jie et al. (2002) menyebutkan bahwa dari beberapa lipase yang ditelitinya, Novozyme-435 merupakan enzim yang efisien untuk interesterifikasi karena menunjukkan ketahanannya terhadap hidrolisis gliserida dan menghasilkan DAG yang paling rendah.

Lipase spesifik-1,3 yang digunakan adalah Novozym 435, berasal dari bakteri Candidia antartica. Lipase C. antartica diketahui sudah tersedia secara komersial. Lipase C. antartica juga telah terbukti dapat menginkorporasikan asam lemak omega-3 ke molekul TAG (Budijanto et al. 2008). Hasil pengujian stabilitas enzim yang dilakukan Budijanto et al. (2008) juga menunjukkan bahwa umur pakai enzim lipase C. antartica pada suhu 40, 50, dan 60 oC, masing-masing adalah 6000, 4899, dan 4773 menit. Garcia et al. (1999) melaporkan bahwa lipase amobil C. antartica menunjukkan aktivitas terbaik di antara enam lipase komersial untuk reaksi asidolisis antara asam linoleat terkonjugasi dengan butterfat.

Novozym 435 merupakan enzim amobil, yaitu enzim yang aktivitas katalitiknya dapat digunakan secara berulang atau terus menerus (Chibata, 1978). Berbagai metode amobilisasi lipase telah dikembangkan (Hidayat et al., 2009). Rahmawati (2000) juga telah melakukan amobilisasi lipase untuk memproduksi CBE. Terdapat beberapa alasan penggunaan lipase amobil, antara lain lipase amobil lebih stabil dibandingkan dengan enzim bebas dan mudah dipisahkan dari campuran sehingga dapat digunakan kembali (Hidayat et al., 2009). Amobilisasi dapat meningkatkan termostabilitas lipase, kekuatan mekanikal, karakter hidrofobik/hidrofilik, regenerasi, dan fungsionalitas lain enzim (Van et al. 1998, dirujuk dalam Zhang et al. 2001). Hal ini menyebabkan interesterifikasi enzimatik dapat bersaing dengan interesterifikasi kimia konvensional yang bersifat acak (Zhang et al., 2001).

(41)

22 optimum dapat menyebabkan percepatan inaktivasi enzim (Willis dan Marangoni, 2002).

Umumnya peningkatan temperatur meningkatkan laju interesterifikasi, akan tetapi temperatur yang sangat tinggi dapat mengurangi laju reaksi karena terjadi denaturasi irreversibel enzim. Macrae (2000) mereaksikan lipase pada suhu 70˚C untuk proses interesterifikasi enzimatik. Subroto et al. (2008) juga melaporkan bahwa pada suhu 70°C inkorporasi asam lemak terlihat tinggi. Selain itu, diperlukan suhu 70°C untuk melelehkan asam stearat sehingga dapat bercampur sempurna dengan RBDPO sebelum ditambahkan lipase.

Lipase yang berasal dari hewan dan tumbuhan biasanya kurang tahan panas dibandingkan dengan lipase mikroba ekstraselular. Malacata et al. (1992) dirujuk dalam Subroto et al. (2008) menyebutkan bahwa lipase amobil secara umum tahan terhadap pengaruh suhu. Pada sistem tanpa pelarut, temperatur harus cukup tinggi untuk menjaga substrat berada dalam fase liquid. Berbeda halnya jika menggunakan pelarut organik, karena mereka mudah melarutkan substrat hidrofobik.

Bagaimanapun, untuk aplikasi industri pangan dimana pelarut organik dihindari, temperatur reaksi biasanya lebih tinggi. Akan tetapi temperatur yang sangat tinggi dapat mengurangi waktu paruh lipase walaupun amobilisasi dapat meningkatkan stabilitas lipase di bawah kondisi temperatur tinggi (Willis dan Marangoni, 2002). Lipase amobil adalah lebih stabil untuk deaktivasi termal karena amobilisasi membatasi perpindahan dan dapat mengurangi derajat pembukaan dan denaturasi (Willis dan Marangoni, 2002).

(42)

23 silikon berisi larutan garam, penambahan molekular penyaring di dekat akhir waktu reaksi, dan reaksi berada di bawah kondisi vakum (Willis dan Marangoni, 2002). Kadar air optimal untuk interesterifikasi berada pada kisaran 0.04% sampai dengan 11% (b/v), walaupun kebanyakan reaksi membutuhkan kadar air kurang dari 1% untuk interesterifikasi efektif (Willis dan Marangoni, 2002).

(43)

24 III. METODOLOGI PENELITIAN

A. BAHAN DAN ALAT

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah RBDPO (Refined Bleached Deodorized Palm Oil) (PT Cahaya Kalbar Tbk.), asam stearat (Merck), enzim Novozyme 435 (LC200219. 2880 Bagsvaerd. Denmark), cocoa butter (PT Karya Putrakreasi Nusantara, Wilmar Group, Medan), aseton (Merck), asetonitril (Merck), alkohol 95% (teknis), dan air destilata.

Alat-alat yang dipakai pada penelitian ini antara lain HPLC Hewlett Packard series 1100 dengan detektor Indeks Refraksi (Refractive Index, RI), Bruker Minispec PC 100 NMR Analyzer, shaker, hot plate, neraca analitik, refrigerator, desikator, penangas air, pipa kapiler, tabung NMR, erlenmeyer, pipet mikro, pipet mohr, pipet tetes, termometer, gelas piala, labu takar, stirrer, gelas ukur, corong, kapas, dan kertas saring.

B. METODA PENELITIAN 1. Karakterisasi Bahan Baku

Analisis yang dilakukan pada bahan baku RBDPO adalah analisis kadar air dan analisis kadar asam lemak bebas (ALB). Selain itu dilakukan juga analisis slip melting point (SMP), solid fat content (SFC), dan analisis komposisi TAG pada RBDPO yang akan dilihat perubahan profilnya pada produk reaksi. Metode analisis kadar air, analisis ALB, analisis SMP, analisis SFC, dan analisis komposisi TAG dapat dilihat pada metode analisis yang diberikan selanjutnya.

2. Sintesis Komponen CBE Melalui Interesterifikasi Enzimatik

Interesterifikasi enzimatik dilakukan dengan mereaksikan RBDPO dan asam stearat menggunakan katalis lipase regiospesifik-1,3 untuk mensintesis TAG khas CB. Gambar 10 menunjukkan sintesis komponen CBE melalui proses interesterifikasi enzimatik metode asidolisis.

(44)

25 dipanaskan terlebih dahulu pada suhu sekitar 70°C selama 10 menit agar tercampur sempurna. Perlakuan waktu reaksi yang dilakukan adalah pada 8 jam, 16 jam, 24 jam, 32 jam, 40 jam, dan 48 jam. Setelah reaksi asidolisis, dilakukan penyaringan enzim lipase menggunakan kertas saring. Produk reaksi dianalisis SMP, SFC, dan komposisi TAG nya untuk dilihat perubahan akibat reaksi.

Gambar 10. Diagram alir sintesis komponen CBE melalui proses

interesterifikasi metode asidolisis 3. Analisis Produk Reaksi

Produk reaksi yang dihasilkan kemudian dianalisis komposisi TAG, solid fat content (SFC), dan slip melting point (SMP) menggunakan metode analisis seperti di bawah ini.

Metode Analisis

a. Analisis Kadar Air (AOCS Ca 2b-38,1997)

Sampel ditimbang sebanyak 5-20 g dalam gelas kimia kering yang telah ditimbang bobotnya kemudian dipanaskan di atas hot plate.

RBDPO Asam stearat

Campuran substrat (1 : 0.5) (b/b)

Pemanasan 70°C 10 menit

Campuran homogen Enzim Lipase

Interesterifikasi: 200 rpm, 70°C, waktu reaksi 8, 16, 24, 32, 40, dan 48 jam

(45)

26 Pemanasan sampel selama analisis berlangsung tidak boleh melebihi suhu 130ºC kecuali pada akhir analisis. Gelas kimia diputar perlahan dengan tangan untuk menghindari percikan minyak terbuang. Pemanasan dihentikan pada saat mulai terbentuk asap. Akhir analisis ditandai dengan hilangnya bunyi gemericik dan tidak terbentuk busa pada sampel. Gelas kimia didinginkan dalam desikator pada suhu ruang, kemudian ditimbang.

b. Analisis Kadar Asam Lemak Bebas (AOAC, 1995)

Sampel sebanyak 5.64 g dilarutkan dalam 50 mL alkohol netral 95%, kemudian dipanaskan 10 menit dalam hot plate sambil diaduk, dan ditambahkan indikator fenolftalein 1%. Setelah itu dititrasi larutan NaOH 0.01 N hingga warna merah muda tetap selama 10 detik. ALB dinyatakan sebagai persen asam lemak yang dihitung sampai dengan 2 desimal menggunakan rumus berikut:

Kadar ALB = (M × V × T) : 10 m Keterangan :

M= BM asam lemak (256 untuk minyak sawit, sebagai palmitat) V= Volume NaOH yang diperlukan dalam peniteran (mL) T= Normalitas NaOH

m= Bobot contoh (g)

c. Analisis Slip Melting Point (AOCS Cc 3-25, 2005)

(46)

27 d. Analisis Solid Fat Content (IUPAC 2.150 ex 2.323, 1987)

Sampel dicairkan terlebih dahulu pada 80ºC sebelum dianalisis, kemudian dimasukkan ke dalam tabung NMR dengan pipet tetes sebanyak 2.5 cm (setinggi dry block) dan dipanaskan pada 60ºC selama 30 menit pada alat pemanas kering. Setelah itu sampel disimpan pada suhu 0ºC selama 90 menit kemudian disimpan pada 26ºC selama 40 jam. Sampel disimpan kembali pada suhu 0ºC selama 90 menit kemudian diinkubasi pada temperatur 10, 20, 25, 30, 35, dan 40 selama 35 menit dan sampel siap dianalisis. Alat yang digunakan untuk pengukuran SFC adalah NMR (Nuclear Magnetic Resonance) spektrometer Bruker Minispec PC 100 NMR Analyzer. Sebelum analisis NMR perlu dikalibrasi menggunakan standar SFC 0%, 31.5%, dan 72.9%.

e. Analisis Komposisi Triasilgliserol (AOCS Ce 5b-89, 1993 yang dimodifikasi)

(47)

28 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Karakterisasi Bahan Baku

Karakterisasi bahan baku dilakukan untuk mengetahui kondisi awal RBDPO sehingga dapat diketahui peluangnya untuk proses sintesis komponen CBE. Analisis yang dilakukan pada RBDPO antara lain analisis kadar air, analisis kadar asam lemak bebas (ALB), analisis komposisi TAG, analisis SFC, dan analisis SMP. Karakteristik RBDPO dapat dilihat pada Tabel 4.

Kadar air menggambarkan kandungan air yang terdapat dalam bahan pangan (dalam persen) akan tetapi tidak menggambarkan aktivitas biologisnya. Derajat aktivitas air dalam bahan pangan, baik reaksi kimia, biologis, maupun enzimatik digambarkan oleh aktivitas air dengan nilai 0-1 tanpa satuan. Nilai Aw tertinggi, yaitu satu, terdapat pada air murni.

Peningkatan kadar air dalam minyak akan mengakibatkan kerusakan minyak lebih cepat karena air merupakan akselerator pada proses hidrolisis yang akan menghasilkan ALB (Raharja dan Gunadi, 2000). Berdasarkan SNI (1987) kadar air maksimal RBDPO adalah 0.1% (b/b). Kadar air RBDPO diukur untuk mengetahui kesesuaiannya terhadap kondisi optimum untuk reaksi interesterifikasi. Willis dan Marangoni (2002) menyebutkan bahwa kadar air optimum untuk reaksi interesterifikasi adalah 0.04%-11% (b/b).

Hasil analisis kadar air pada Tabel 4 menunjukkan bahwa kadar air RBDPO adalah 0.05% ± 0.0015. Hal ini menandakan bahwa kondisi kadar air RBDPO baik untuk digunakan dan cocok untuk reaksi interesterifikasi. Kelebihan air akan menurunkan aktivitas enzim. Xu et al. (2000) yang dirujuk dalam Rajendran et al. (2009) melaporkan bahwa kandungan air substrat memiliki pengaruh yang ringan terhadap asidolisis enzimatik oleh lipase amobil spesifik-1,3 untuk produksi TAG terstruktur yang dilakukannya dari minyak kanola. Subroto et al. (2008) juga melaporkan bahwa reaksi asidolisis enzimatis juga memerlukan air dalam jumlah sedikit untuk membentuk interfase.

(48)

29 minyak, karena ALB merupakan salah satu hasil reaksi hidrolisis. Hidrolisis yaitu reaksi yang memisahkan asam lemak dari gliserol pada molekul lipid (TAG) akibat adanya molekul air (Murano, 2003). Berdasarkan SNI (1987) kadar ALB maksimal RBDPO adalah 0.15% (b/b). Kandungan ALB RBDPO tersebut dapat disebabkan oleh lama penyimpanan RBDPO sehingga menyebabkan reaksi hidrolisis dan menghasilkan ALB (Winarno, 2008).

(49)

30 pengukuran. Selain itu hasil analisis SMP pada RBDPO menghasilkan nilai sebesar 37.1°C yang serupa dengan nilai SMP RBDPO yang dilaporkan oleh Man et al. (2003) yaitu 37.5°C.

B. Sintesis Komponen CBE Secara Interesterifikasi Enzimatik 1. Komposisi Triasilgliserol

Interesterifikasi enzimatik yang dilakukan pada penelitian ini bertujuan mensintesis TAG khas CBE yaitu POS dan SOS. Reaksi antara RBDPO dengan asam stearat dapat mengubah komposisi TAG minyak. Profil kromatogram TAG RBDPO dan salah satu produk reaksi hasil analisis menggunakan HPLC disajikan pada Gambar 11. Berdasarkan Gambar 10 dapat dilihat bahwa reaksi asidolisis menyebabkan peningkatan jumlah POS dan SOS produk. Berdasarkan data hasil analisis tersebut dapat diketahui kandungan TAG produk yang disajikan pada Tabel 4.

Waktu retensi (menit)

RID1 A, Refractive Index Signal (30-04-09\RBDPO.D)

min

RID1 A, Refractive Index Signal (30-04-09\CBE-16J.D)

(50)

31 Hasil analisis komposisi TAG pada Tabel 5 menunjukkan bahwa kandungan POS dan SOS hasil reaksi lebih besar dibandingkan dengan sebelum reaksi (0 jam). Kandungan POS produk reaksi berkisar antara 12.3% - 16.3%, sedangkan kandungan SOS produk reaksi berkisar antara 5.4% - 9.1%. Kandungan POS dan SOS tersebut lebih besar dibandingkan dengan kandungan keduanya pada RBDPO yang masing-masing sebesar 5% dan 0.3%. Hal ini menunjukkan bahwa reaksi asidolisis antara RBDPO dengan asam stearat dapat meningkatkan kandungan POS dan SOS yang merupakan TAG khas CB. Hal ini karena terjadinya inkorporasi gugus asil stearat pada kerangka TAG RBDPO yang dikatalisis lipase spesifik-1,3.

Kandungan POS produk reaksi 40 jam dan kandungan SOS produk reaksi 48 jam pada Tabel 5 memperlihatkan penurunan. Hal ini dapat disebabkan oleh partikel enzim yang terselubung lapisan lemak sehingga menghalangi kontak reaksi lebih lanjut dengan substrat. Selain itu hal ini dapat pula disebabkan oleh kurang intensifnya tumbukan molekul yang terjadi antara asam stearat dengan TAG RBDPO (Satiawihardja et al., 2001). Tergabungnya kembali asam lemak selain stearat hasil pemutusan TAG sebelumnya oleh lipase juga dapat menyebabkan penurunan kandungan POS dan SOS. Tabel 5 juga menunjukkan kandungan POS tertinggi diperoleh pada produk reaksi 48 jam yaitu sebesar 16.3%, sedangkan kandungan SOS tertinggi terdapat pada produk reaksi 40 jam dengan nilai 9.1%.

(51)

32 memperoleh urutan 3 TAG terbesar seperti pada CB, yaitu POS; SOS; POP, membutuhkan waktu lebih lama dari 32 jam. Hasil analisis statistika yang dapat dilihat pada Lampiran 9 menunjukkan bahwa waktu reaksi asidolisis 40 jam dan 48 memiliki kandungan POP terendah dan tidak berbeda nyata.

Tabel 5. Komposisi triasilgliserol rata-rata produk reaksi

Komposisi triasilgliserol

Produk asidolisis

pada berbagai waktu reaksi Cocoa

Butter

Keterangan : 0 jam, RBDPO; P, asam palmitat; S, asam stearat; O, asam oleat; L, asam laurat; U3, triunsaturated; U2St, monosaturated; St2U,

monounsaturated; St3, trisaturated; DAG, diasilgliserol; rumus

index CBE disajikan pada Gambar 15

(52)

33 40 jam sampai dengan 48 jam. Hal ini dapat disebabkan oleh sedikitnya peningkatan inkorporasi asam stearat ke dalam kerangka TAG pada akhir-akhir waktu reaksi karena kompetisi asam stearat dengan asam lemak bebas lain yang telah terlepas akibat tergantikan oleh asam stearat seperti yang dilaporkan oleh Subroto et al. (2008). Interesterifikasi dapat berjalan secara kompetitif sehingga asam lemak yang dibebaskan dari RBDPO akan berkompetisi dengan asam stearat untuk interesterifikasi kembali ke dalam kerangka TAG RBDPO.

Gambar 12. Profil POS, SOS, dan POP produk asidolisis terhadap waktu reaksi. Keterangan: 0 jam, RBDPO

(53)

34 lengkap analisis statistika kandungan POS dan SOS produk asidolisis dapat dilihat pada Lampiran 1 dan Lampiran 2.

Gambar 13. Hasil analisis statistika kandungan POS produk asidolisis pada berbagai waktu reaksi. Keterangan: a, b, dan c, masing-masing adalah subset 1, 2, dan 3

(54)

35 kandungan POS dan SOS serta penurunan POP. Berdasarkan rumus tersebut, nilainya untuk CB adalah sebesar 57%, sedangkan nilainya untuk produk reaksi disajikan pada Tabel 5.

.... (1) Waktu reaksi 48 jam merupakan waktu reaksi terbaik yang dilaporkan oleh Satiawihardja et al. (2001) pada asidolisis antara asam stearat dengan palm olein menggunakan lipase spesifik-1,3 pada suhu 55°C dengan kecepatan rotasi shaker 250 rpm. Perbedaannya dengan hasil penelitian ini terletak pada substrat yang digunakan, suhu reaksi, dan kecepatan shaker. Substrat RBDPO mengandung TAG simetrik (POP) lebih dominan dibandingkan dengan TAG pada palm olein dengan TAG dominan POO. Akan tetapi, berdasarkan studi perlakuan waktu reaksi yang dilakukan, indeks CBE tertinggi yang mendekati CB adalah produk dengan waktu reaksi 40 jam dengan nilai 52.3%.

Pola peningkatan index CBE produk asidolisis yang dihasilkan, disajikan pada Gambar 15. Hasil analisis statistika nilai index CBE (Lampiran 3) menyatakan bahwa tidak terdapatnya perbedaan yang nyata di antara index CBE waktu reaksi 40 jam dan 48 jam. Hal ini dapat disebabkan oleh proporsi POS, SOS, dan POP keduanya yang serupa. Diagram hasil analisis statistika nilai index CBE disajikan pada Gambar 16. Diagram ini menunjukkan bahwa produk asidolisis 40 jam dan 48 jam memiliki index CBE tinggi dan tidak berbeda nyata.

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, indeks CBE produk reaksi 40 jam tidak berbeda nyata dengan produk reaksi 48 jam. Hal ini berarti penambahan waktu reaksi setelah 40 jam tidak memberikan nilai index CBE yang lebih tinggi dibandingkan dengan waktu reaksi 40 jam. Oleh sebab itu waktu reaksi 40 jam merupakan waktu reaksi yang baik, bagi reaksi asidolisis enzimatik antara RBDPO dengan asam stearat pada suhu 70°C dan kecepatan shaker 200 rpm, untuk mensintesis komponen CBE.

Formula index CBE = [%POS] + 2 [%SOS] × 100 %

(55)

Gambar 15. oses lebih lanjut, diharapkan dapat menghasi

serupa dengan CB. Interesterifikasi enzima m stearat yang dilakukan Chong et al. (1992) gan komposisi TAG serupa dengan CB set untuk menghilangkan TAG yang tidak diinginka

atu TAG yang tidak diharapkan adalah TAG at berkontribusi terhadap rendahnya titik leleh gugus asam lemak jenuh pada kerangka TAG.

(56)

37 komposisi TAG memperlihatkan bahwa reaksi asidolisis menyebabkan penurunan kandungan TAG triunsaturated dari 5.9% sebelum reaksi sampai dengan 3.4%-4.4% pada produk reaksi. Triasilgliserol triunsaturated merupakan TAG yang memiliki tiga gugus asil tidak jenuh. TAG yang termasuk triunsaturated antara lain OOO dan OLO. Berdasarkan hasil analisis uji Duncan yang dapat dilihat pada Lampiran 4, kandungan triunsaturated produk reaksi 32 jam sampai dengan 48 jam tidak berbeda nyata, yaitu sebesar 3.4-3.5 %. Diagram hasil analisis statistika untuk kandungan TAG triunsaturated dapat dilihat pada Gambar 17.

Gambar 17. Diagram hasil analisis statistika kandungan TAG triunsaturated produk asidolisis pada berbagai waktu reaksi

(57)

38 jam, seperti terlihat pada Gambar 18. Hasil lengkap analisis statistika untuk kandungan TAG triunsaturated dapat dilihat pada Lampiran 5. Penurunan jumlah TAG triunsaturated dan monosaturated dapat disebabkan oleh pergantian asam lemak tidak jenuh dengan asam lemak jenuh, yaitu asam stearat, yang dapat mengurangi jumlahnya dalam lemak.

Gambar 18. Diagram hasil analisis statistika kandungan TAG monosaturated produk asidolisis pada berbagai waktu reaksi

Berbeda dengan TAG triunsaturated dan monosaturated, kandungan TAG trisaturated mengalami peningkatan. TAG trisaturated adalah TAG dengan tiga gugus asil jenuh antara lain PPP, PPS, PSS, dan SSS sehingga dapat berpengaruh terhadap peningkatan titik leleh lemak. Meningkatnya kandungan TAG trisaturated dapat disebabkan oleh inkorporasi stearat pada TAG lain yang memiliki gugus asil tidak jenuh pada posisi 1 dan 3 nya serta gugus asil jenuh pada posisi 2. Kandungan TAG trisaturated meningkat seiring dengan bertambahnya waktu reaksi. Kandungan TAG trisaturated tertinggi terdapat pada produk reaksi 48 jam yaitu 25.9% akan tetapi berdasarkan hasil analisis statistika (Lampiran 6) nilai tersebut tidak berbeda nyata dengan kandungan TAG trisaturated produk asidolisis 40 jam yaitu 25.2% seperti terlihat pada Gambar 19. Yassin et al. (2003) juga melaporkan bahwa reaksi interesterifikasi antara palm olein dengan asam stearat dapat meningkatkan kandungan TAG trisaturated produk.

(58)
(59)

40 Gambar 20. Diagram hasil analisis statistika kandungan TAG monounsaturated produk asidolisis berbagai waktu reaksi

Reaksi asidolisis juga menghasilkan sejumlah DAG pada produk reaksi. Diasilgliserol merupakan gliserol dengan dua atom karbon (C) yang terikat dengan asam lemak, sedangkan satu atom C lainnya berikatan dengan gugus OH. Terbentuknya DAG dapat disebabkan oleh belum tergabungnya kembali asam lemak baru setelah pemutusan asam lemak pada TAG oleh lipase. Subroto et al. (2008) juga melaporkan bahwa adanya asam lemak berlebih dalam campuran dapat mengakibatkan terbentuknya DAG dari reaksi antara MAG dengan asam lemak bebas. Asam lemak bebas dan DAG 1,2 (2,3), yang secara kimia bersifat tidak stabil, terbentuk sebagai produk samping akibat hidrolisis pada interesterifikasi yang dikatalisis oleh lipase spesifik sn-1,3 (Zhang et al., 2001). DAG 1,2 (2,3) kemudian mengalami migrasi asil yang membentuk DAG. Hal ini menyebabkan produk biasanya memiliki kandungan 1,3-DAG lebih tinggi dibandingkan 1,2 (2,3)-1,3-DAG.

Terdapatnya DAG memungkinkan terjadinya reaksi antara gugus -OH bebas dari gliserol dengan asam stearat bebas menghasilkan molekul air. Telah diketahui bahwa molekul air dapat memicu reaksi hidrolisis kembali sehingga dengan penambahan waktu reaksi justru memberikan kesempatan terjadinya reaksi hidrolisis atau reaksi akan bergeser ke kiri. Namun hidrolisis parsial menyebabkan jumlah air menjadi berkurang dan reaksi kembali bergeser ke kanan sehingga sistem relatif setimbang atau mencapai keseimbangan raksi (Subroto et al. 2008). Terlihat pada Tabel 5

(60)

41 bahwa kandungan DAG sebelum reaksi yaitu 8.5% sedangkan kandungan DAG produk reaksi berkisar antara 9.5% dan 10.1%. Akan tetapi berdasarkan analisis uji lanjut Duncan (Lampiran 8), di antara kandungan DAG produk asidolisis tersebut tidak terdapat perberbedaan yang nyata (Gambar 21) dan menurut Abigor et al. (2003) kandungan DAG pada produk CBE dapat dieliminasi dengan purifikasi.

Gambar 21. Diagram hasil analisis statistika kandungan DAG produk asidolisis berbagai waktu reaksi

2. Solid Fat Content (SFC)

Definisi SFC atau kandungan lemak padat yaitu persentase padatan lemak aktual dalam sampel. Solid fat content merupakan jumlah kristal lemak yang terdapat dalam campuran minyak/lemak yang menentukan karakteristik berbagai produk seperti sifat pelelehan maupun sifat organoleptik produk CBE. Solid fat content dari campuran lemak merupakan faktor utama yang menentukan tekstur lemak (Nusantoro, 2009). Penentuan jumlah padatan lemak merupakan salah satu prosedur analisis yang paling penting dalam industri minyak, lemak, dan produk turunannya. Metode penentuan SFC yang digunakan adalah metode IUPAC. Berdasarkan Goh dan Ker (1991) terdapat metode lain untuk pengukuran SFC yaitu metode AOCS, yang hasilnya lebih rendah dibandingkan dengan metode IUPAC.

Hasil analisis SFC menggunakan low resolution NMR disajikan pada Gambar 22 yang menunjukkan peningkatan nilai SFC produk reaksi seiring bertambahnya waktu reaksi pada berbagai suhu penentuan. Nilai

Gambar

Tabel 1. Karakteristik CB ........................................................................
Gambar 21. Diagram hasil analisis statistika kandungan DAG produk
Gambar 3. Tahap Pemurnian CPO Menjadi RBDPO
Tabel 1. Karakteristik CB
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pembuatan pengganti mentega coklat dapat dilakukan dengan interesterifikasi antara RBDPO dan PKO untuk mengganti mentega coklat yang layak memenuhi standar pada perbandingan 6:4