PERSETUJUAN
Judul : Pengaruh Temperatur Terhadap Bilangan Peroksida Pada RBDPO(Refined Bleached Deodorized Palm Oil)Dan RBDP Olein (Refined Bleached Deodorized Palm Olein)Di PT.SMART Tbk.
Program Studi D3 Kimia FMIPA USU
Ketua, Pembimbing
Dra. Emma Zaidar, M.Si Dr. Minto Supeno, MSc
NIP. 195512181987012001 NIP. 196105091987031002
Diketahui Oleh
PERNYATAAN
PENGARUH TEMPERATUR TERHADAP BILANGAN PEROKSIDA PADA RBDPO(Refined Bleached Deodorized Palm Oil)DAN
RBDP OLEIN(Refined Bleached Deodorized Palm Olein)
DI PT.SMART Tbk.
KARYA ILMIAH
Saya mengakui bahwa karya ilmiah ini adalah hasil karya sendiri. Kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
Medan, Juni 2014
PENGHARGAAN
Bismillahirrahmanirrahim
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada kehadirat Allah SWT,atas segala limpah rahmat dan karunia-Nya serta salawat beriring salam kita ucapkan pada kehadirat nabi besar Muhammad SAW,sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini, sebagai syarat untuk meraih gelar Ahli Madya pada program Diploma 3 Kimia di Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.
Selama penulisan tugas akhir ini penulis banyak mendapat dorongan,bantuan serta motivasi dari semua pihak.Untuk itu,dengan segala kerendahan diri penulis banyak mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ayahanda K.S Zailani dan Ibunda Juniarti beserta Amirah Athaya, Salsabila Nahdah dan Leni Widiarti yang telah memberikan dukungan moral, material dan kasih sayang yang selalu tercurah.
2. Bapak Dr. Minto Supeno MSc sebagai dosen pembimbing yang telah sabar memberikan petunjuk dan bimbingan kepada saya.
3. Ibu Dr. Rumondang Bulan MS sebagai ketua Departemen Kimia FMIPA USU.
4. Ibu Dra. Emma Zaidar Nst MSc sebagai ketua program studi D3 Kimia FMIPA USU.
5. Ibu Dr. Mellisa Tjeng MM, Bapak Nazli, Bapak Winston, Bang Benny, Bang Hasan, Bang Aswin dan seluruh Analis sebagai pembimbing lapangan di PT.SMART Tbk yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat kepada saya.
6. Seluruh Dosen dan Staf pengajar FMIPA USU.
7. Teman-teman satu PKL penulis yaitu Wiwid, Ulfa, Irham, Dito dan Andriyan yang mana sama-sama menimba ilmu di PT. SMART Tbk dan memberikan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan tugas akhir ini.
Allah SWT membalas kebaikan tersebut. Penulis dengan segala kemampuan berusaha menyelesaikan karya ilmiah ini dengan sebaik-baiknya. Apabila ada kekurangan kritik dan saran penulis terima dengan senang hati.
Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih dan berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi yang membaca.
Medan, Juni 2014 Penulis,
ABSTRAK
Telah dilakukan pengamatan pengaruh temperatur terhadap bilangan peroksida pada RBDPO dan RBDP Olein dengan menggunakan titrasi iodometri dengan larutan pentiternya yaitu Na2S2O4. Hasil analisa yang diperoleh bilangan
THE EFFECT OF TEMPERATURE IN PEROXIDE VALUE OF
RBDPO (
Refined Bleached Deodorized Palm Oil
) AND RBDP
OLEIN (
Refined Bleached Deodorized Olein
)
in PT. SMART Tbk
ABSTRACT
The effect of temperature in peroxide value observation have done in RBDPO and RBDP Olein by using iodometric titration use Na2S2O4 as titrator. The result that
DAFTAR ISI
2.3.1 Kandungan asam lemak minyak sawit 6
2.3.2. Kandungan minor minyak sawit 7
2.4 Proses pemurnian minyak sawit 7
2.5 Standar mutu 15
2.6 Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu minyak sawit 16
2.6.1 Bilangan Peroksida 16
2.6.6.1.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan
Oksidasi 17
2.6.6.1.2 Mekanisme Pembentukan peroksida oleh katalis
Logam 20
2.6.2 Asam lemak bebas 22
2.6.3 Kadar air dan zat menguap 23
2.6.4 Kadar logam 23
2.6.5 Pemucatan 24
2.6.6 Bilangan Iod 24
2.7 Dampak tingginya kadar peroksida didalam minyak 24
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 27
3.3.2 Penentuan bilangan peroksida pada RBDP Olein 29
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 30
4.1 Hasil 30
4.1.1 Data penentuan bilangan peroksida pada RBDPO 30 4.1.2 Data penentuan bilangan peroksida pada RBDP Olein 30
4.2 Perhitungan 31
4.2. 1 Perhitungan bilangan peroksida pada RBDPO 31 4.2. 2 Perhitungan bilangan peroksida pada RBDP Olein 32
4.3 Pembahasan 34
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 37
5.1 Kesimpulan 37
5.2 Saran 38
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
Tabel
2.1 Analisis gizi minyak kelapa sawit, kelapa, kacang
tanah,dan wijen 5
2.2 Komposisi asam lemak minyak kelapa sawit dan
minyak inti kelapa sawit 6
2.3 Titik leleh dari asam lemak 12
2.4 Faktor-faktor yang mempercepat dan menghambat
oksidasi 22
2.5 Spesifikasi mutu minyak sawit 24
4.1 Data penentuan kadar bilangan peroksida pada
RBDPO 28
4.2 Data penentuan kadar bilangan peroksida pada
Nomor Judul Halaman Gambar
4.1 Grafik pengaruh temperatur terhadap bilangan
peroksida pada RBDPO 33
4.2 Grafik pengaruh temperature terhadap bilangan
DAFTAR SINGKATAN
CPO = Crude Palm Oil
RBDPO = Refined Bleached Deodorized Palm Oil RBDP Olein = Refined Bleached Deodorized Palm Olein
ALB = Asam Lemak Bebas
MKS = Minyak Kelapa Sawit
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
Lampiran
1 Spesifikasi parameter 50
2 Grafik pengaruh temperature terhadap bilangan
ABSTRAK
Telah dilakukan pengamatan pengaruh temperatur terhadap bilangan peroksida pada RBDPO dan RBDP Olein dengan menggunakan titrasi iodometri dengan larutan pentiternya yaitu Na2S2O4. Hasil analisa yang diperoleh bilangan
THE EFFECT OF TEMPERATURE IN PEROXIDE VALUE OF
RBDPO (
Refined Bleached Deodorized Palm Oil
) AND RBDP
OLEIN (
Refined Bleached Deodorized Olein
)
in PT. SMART Tbk
ABSTRACT
The effect of temperature in peroxide value observation have done in RBDPO and RBDP Olein by using iodometric titration use Na2S2O4 as titrator. The result that
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Laju perkembangan pemasaran minyak sawit cukup menanjak. Diantara jajaran minyak nabati utama di dunia, antara lain minyak kedelai, bunga matahari, lobak, zaitun dan kelapa. Munculnya minyak sawit dalam pemasaran dengan cepat dan pesat mampu mengisi dan bersaing denagan minyak nabati yang lain. Bahkan keberadaannya mampu mendesak pemasaran minyak kedelai. Dengan melihat kemampuannya dalam merebut pasaran dunia dengan cepat, tentunya ada hal-hal khusu yang menjadi keunggulan minyak sawit dibandingkan minyak nabati lain. Dapat dicatat bahwa ada keunggulan penting yang di punyai minyak sawit.
1. Produktivitas minyak per hektar lebih tinggi yaitu 3,14 ton, dibandingkan kedelai 0,34 ton, lobak 0,51 ton, bunga matahari 0,53 ton dan kelapa 0,57 ton.
2. Sosok tanamannya cukup tangguh, terutama jika terjadi perubahan musim bila dibandingkan tanaman penghasil minyak nabati lain yang umumnya berupa tanaman semusim
3. Keluasan dalam keragaman kegunaan baik bidang pangan maupun non pangan.
Minyak mentah (CPO) yang dihasilkan pabrik belum dapat langsung digunakan karena masih membutuhkan pengolahan lebih lanjut (Lubis,A.U, 1992). Untuk pengolahan minyak sawit menjadi minyak goreng terdiri dari dua tahap yaitu tahap pemurnian dan pemisahan. Tahap pemurnian terdiri dari penghilangan gum, pemucatan, dan penghilangan bau. Tahap pemisahan terdiri dari proses pengkristalan dan pemisahan fraksi.
CPO yang telah mengalami proses pemurnian seperti degumming, bleaching dan deodorizing akan menghasilkan RBDPO. Kemudian RBDPO akan mengalami proses pemisahan untuk mendapatkan RBDP Olein dan RBDP Stearin yang digunakan sebagai bahan baku untuk pembuatan minyak goreng dan margarin.
Sebelum bahan baku minyak goreng diproses lebih lanjut, bahan baku tersebut harus dianalisa terlebih dahulu. Salah satu parameter yang menentukan baik atau tidaknya kualitas minyak yang dihasilkan adalah bilangan peroksida. Tingginya bilangan peroksida didalam minyak sawit dapat menurunkan mutu dari minyak sawit yang dihasilkan. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kadar peroksida di dalam minyak sawit adalah temperatur. Berdasarkan hal tersebut penulis ingin melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Temperatur Terhadap Bilangan Peroksida Pada RBDPO (Refined Bleached Deodorized
Palm Oil) dan RBDP Olein (Refined Bleached Deodorized Palm Olein) Di PT.
1.2 Pokok permasalahan
Bagaimana pengaruh temperatur terhadap bilangan peroksida pada RBDPO (Refined Bleached Deodorized Palm Oil) dan RBDP Olein (Refined Bleached Deodorized Palm Olein).
1.3 Tujuan
Untuk mengetahui pengaruh temperatur terhadap bilangan peroksida pada RBDPO (Refined Bleached Deodorized Palm Oil) dan RBDP Olein (Refined Bleached Deodorized Palm Olein).
1.4 Manfaat
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2. 1 Sejarah Kelapa Sawit
Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) diyakini berasal dari Afrika Barat. Walaupun demikian, kelapa sawit ternyata cocok dikembangkan diluar daerah asalnya, termasuk di Indonesia. Hingga kini, kelapa sawit telah diusahakan dalam bentuk perkebunan dan pabrik kelapa sawit. Kelapa sawit didatangkan ke Indonesia pada tahun 1848 dan mulai dibudidayakan secara komersial dalam bentuk perusahaan perkebunan. Dalam perkembangannya, melalui salah satu produknya yaitu minyak sawit (Tim Penulis, 1997)
Buah kelapa sawit menghasilkan dua jenis minyak. Minyak yang berasal dari daging buah (mesokarp) berwarna merah. Jenis minyak ini dikenal sebagai minyak kelapa sawit kasar atau crude palm oil(CPO). Sedangkan minyak kelapa sawit ataupalm kernel oil(PKO) (Mangoensoekarjo, 2008).
2. 2 Minyak sawit
Menurut perkiraan, kurang lebih 90% dari produk minyak sawit dunia dipergunakan sebagai bahan pangan. Melihat jumlah yang cukup besar tersebut, tak mengherankan jika produsen jenis minyak nabati yang lain merasa tersaingi. Minyak sawit dipergunakan sebagai produk pangan yang biasanya dihasilkan melalui proses fraksinasi, rafinasi dan hidrogenasi. CPO Indonesia sebagian besar difraksinasi sehingga dihasilkan fraksi olein dan fraksi stearin padat. Fraksi olein itulah yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan minyak goreng.
Dari nilai gizinya, penggunaan minyak sawit sebagai minyak goreng cukup menguntungkan. Adanya karoten dan tokoferol yang terkandung didalamnya menyebabkan minyak sawit perlu dikembangkan sebagai sumber vitamin (Tim Penulis, 1997). Kandungan vitamin E (tokoferol dan tokotrienol) minyak kelapa sawit mencapai 1,081 ppm, dibandingkan dengan kedelai 958 ppm, bunga matahari 546 ppm, kelapa 362 ppm, zaitun (olive) 51 ppm, dan minyak jagung 382 ppm.
Tabel 2.1 Analisis gizi minyak kelapa sawit, kelapa, kacang tanah dan wijen.
Zat Makanan Minyak
Kalori (kal) 900 886 900 900
Selain itu, minyak sawit dapat dikatakan sebagai minyak goreng kadar kolestrolnya rendah. Bentuk olahan lain yang menggunakan bahan baku minyak sawit adalah margarin. Margarin ini dibuat dari campuran olein, minyak inti sawit dan stearin.
2. 3 Komposisi Minyak kelapa sawit
2.3.1 Kandungan asam lemak minyak sawit
Seperti minyak yang lain, minyak sawit tersusun dari unsur C, H, dan O. Minyak sawit ini terdiri dari fraksi padat dan fraksi cair dengan perbandingan yang seimbang. Penyusun fraksi padat terdiri dari asam lemak jenuh antara lain asam miristat (1%), asam palmitat (45%), dan asam stearat. Sedangkan fraksi cair tersusun dari asam lemak tidak jenuh yang terdiri dari asam oleat (39%) dan asam linoleat (11%) (Tim Penulis, 1997)
Kandungan karoten dapat mencapai 1000 ppm atau lebih, kandungan tokoferol bervariasi dan dipengaruhi oleh penangan selama produksi (S, Ketaren, 1986)
2.3.2. Kandungan minor minyak sawit
Komponen ini merupakan komponen yang menyebabkan rasa, aroma dan warna kurang baik. Kandungan minyak sawit yang terdapat dalam jumlah sedikit ini, sering memegang peranan penting dalam menentukan mutu minyak (Tambun, 2006).
Kandungan minor dalam minyak sawit berjumlah kurang lebih 1% diantara lain terdiri dari karoten, tokoferol, sterol, alkohol dan fosfolipida. Dua unsur yang disebut pertama, yaitu karoten dan tokoferol mempunyai nilai lebih dibandingkan unsur yang lain karena kedua unsur itu diketahui meningkatkan kemantapan minyak terhadap oksidasi. Dengan kata lain, keberadaan kedua unsur itu dalam suatu jenis minyak menyebabkan minyak tidak mudah tengik (Tim Penulis, 1997)
2.4 Proses pemurnian minyak kelapa sawit
Minyak goreng yang baik, tidak berbau dan enak rasanya, jernih dan diskuai warnanya, stabil pada cahaya dan tahan terhadap panas. Minyak sawit mempunyai sifat yang menguntungkan untuk dijadikan minyak goreng dengan mutu yang baik. Melalui proses rafinasi dan fraksinasi dapat dihasilkan minyak yang jernih dan bebas dari kotoran (Sagung Seto, 2001)
porsinya bervariasi. Dalam rangka menghasilkan minyak yang bisa dikonsumsi, komponen non trigliserida ini harus dibuang atau dikurangi sampai tingkat yang dapat diterima. Dalam istilah kemudahan larut, gliserida memiliki dua tipe utama, yaitu gliserida tidak larut dalam minyak dan gliserida larut dalam minyak. Kotoran yang tidak dapat larut dalam minyak seperti serat buah, cangkang, dan air dapat dengan mudah dihilangkan. Non-gliserida yang dapat larut dalam minyak seperti asam lemak bebas (FFA), phospholipida, trace metal, karotenoid, tocoferol, produk oksidasi, dan sterol lebih sulit dihilangkan sehingga minyak sawit harus diproses pada berbagai tahapan pemurnian.
1. Refining
Tujuan pemurnian minyak sawit yaitu merubah minyak sawit kasar menjadi minyak sawit berkualitas minyak makan secara efisien dengan membuang kotoran-kotoran yang tidak diinginkan sampai pada tingkat yang dapat di terima. Hal ini berarti juga bahwa kerugian pada komponen yang diinginkan diusahakan tetap minimal (Pahan, 2006)
pada minyak. Sebelumnya yang harus diambil selama proses pemurnian untuk menghindari autooksidasi adalah sebagai berikut :
1. Kehadiran oksigen (terjadi pada proses pemindahan atau penyimpanan). 2. Menghindari terkontaminasi logam berat.
3. Mengatur temperatur prosesnya rendah dan durasi sesingkat mungkin
2. Degumming (penghilangan getah)
Protein dan karbohidrat dapat didespersikan dengan baik yang telah mengendap dalam minyak dengan penambahan asam posfor (0,1% dari berat minyak) dalam sebuah penyaringan. Kemudian minyak diklarifikasi dengan penyaringan ini juga menghilangkan residu posfolipid dari langkah proses sebelumnya (Belitz, 1987).
3. Bleaching plant (pemucatan)
Didalam bleacher, 20% dan 80% degumming MKS akan dicampur dan proses pemucatan pun dimulai. Proses pemucatan minyak sawit dilakukan dengan penambahan bleaching earth untuk menghilangkan zat-zat yang tidak diinginkan (Semua pigmen, trace metal, dan produk-produk oksidasi) dari MKS. Proses ini meningkatkan rasa awal, aroma akhir, dan stabilitas oksidatif produk. Proses ini juga membantu mengatasi masalah pada proses pengolahan selanjutnya menyerap sabun, ion logam, penyebab oksidasi, menguraikan peroksida, mengurangi warna, dan menyerap senyawa minor. Slurry yang mengandung minyak dan bleaching earth dialirkan melalui Niagara untuk mendapatkan partikel minyak yang bersih dan bebas daribleaching earth.
Didalam saringan Niagara, slurry dialirkan melalui saringan dan bleaching earth akan terkumpul disaringan. Oleh karena itu, pembersihan bleaching earth dari saringan Niagara harus dilakukan setiap 45 menit untuk menjamin proses penyaringan yang baik. Minyak sawit yang telah dipucatkan dari saringan Niagara kemudian dipompa ke dalam tangki penyangga (buffer tank) yang difungsikan sebagai tempat penimbunan sementara sebelum minyak sawit diproses lebih lanjut (Pahan, 2006).
4. Deodoriztion plant
uap akan menguapkan bahan-bahan pembentuk cita rasa dan bau dari lemak bersama-sama dengan uap (Buckle, 1987)
Fungsi deodorizer yaitu menghilangkan bau, melakukan pemucatan dan recovery PFAD. Minyak sawit yang dipucatkan (BPO) keluar dari saringan kemudian diproses pada tahap selanjutnya, dimana kandungan asam lemak bebas dan warna berkurang lagi, pada proses ini, bau BPO dihilangkan sehingga menghasilkan produk yang stabil dengan aroma yang tidak begitu tajam. Pada kolom prestripping dan deodorizing, proses penghilangan asam dan penghilangan bau terjadi secara berurutan. Penghilangan bau dilakukan pada temperatur tinggi, vakum tinggi, dan proses distilasi uap. Alat penghilang bau beroperasi dengan 4 cara yaitu daerasi minyak, pemanasan minyak, pemberian uap kedalam minyak dan pendinginan minyak sebelum keluar dari sistem. Seluruh material yang bersentuhan dengan minyak dibuat dari baja tahan karat.
Produk akhir dari prestripper dan deodorizer yaitu Refined Bleached Deodorizer Palm Oil (RBDPO). Kemudian RBDPO disaring melalui saringan pengendapan lain untuk menghasilkan minyak yang lebih murni. Setelah itu RBDPO akan dialirkan melalui pendingin RBDPO dan PHE untuk memindahkan panasnya ke MKS yang baru masuk pretreatment. RBDPO kemudian dipompa ke tangki timbun dengan temperatur 50-80oC.
5. Dry fractionation plant
Sifat asam lemak di tentukan oleh rantai hidrokarbonya. Asam lemak berantai jenuh yang mengandung 1 sampai 8 atom karbon berupa cairan, sedangkan lebih dari 8 atom karbon berupa padatan. Asam stearat mempunyai titik cair 70oC,tetapi dengan adanya satu saja ikatan tidak jenuh seperti asam oleat, titik cairnya menurun sampai 14oC (Girindra, 1990)
Tabel 2.3 Titik leleh dari asam lemak
Asam Lemak Titik Leleh (oC)
Miristat 54
Fraksinasi minyak sawit dapat dilakukan karena trigliserida di dalam minyak mempunyai titik leleh yang lebih tinggi akan mengkristal menjadi padatan sehingga memisahkan minyak sawit menjadi fraksi cair (olein) dan fraksi padat (stearin). Fraksi yang terbentuk kemudian dipisahkan dengan penyaringan. Perlu di pahami bahwa dalam fraksinasi minyak sawit, olein sawit merupakan produk premium dan stearin sawit merupakan produk sampingan (Iyung Pahan, 2006)
Bahan baku yang digunakan dalam pabrik fraksinasi minyak sawit berupa Refined Bleached Deodorised Palm Oil (RBDPO) yang menghasilkan produk utama Refined Bleached Deodorised Palm Olein (RBDPL, Olein) dan produk sampinganRefined Bleached Deodorized Palm Stearin(RBDPS, Stearin).
(Pahan, 2006)
6. Proses kristalisasi
menghilangkan gliserida titik leleh tinggi yang menyebabkan cairan minyak menjadi keruh dan lebih kental pada temperature rendah.
Ada tiga faktor yaitu temperatur, waktu, dan pengadukan yang merupakan faktor mendasar dalam pembentukkan dan timbulnya sifat kristal yaitu sebagai berikut :
a). Penurunan temperature menyebabkan komponen yang memiliki titik leleh tinggi menjadi super jenuh sehingga terpisah dari larutan.
b). Pengadukan memfasilitasi pembentukkan kristal-kristal kecil.
c). Waktu secara bertahap menurunkan temperatur dan menyebabkan terjadinya pengendapan yang meningkatkan pembentukkan kristal-kristal yang lebih panjang.
Padacrystallizer, pembentukkan kristal dan pertumbuhannya terjadi ketika minyak diaduk dan didinginkan dengan air dingin yang dialirkan dalam kantong atau cooling coil crystallizer. Pendinginan dapat diatur dengan mengendalikan temperatur minyak atau air.
7. Proses penyaringan
dengan memeras cake stearin melalui pengempisan membran dengan udara atau cairan (Pahan, 2006)
2.5 Standar mutu
Akhir-akhir ini minyak sawit berperan penting dalam perdagangan dunia. Berbagai industri, baik pangan maupun non pangan, banyak menggunakannya sebagai bahan baku. Berdasarkan peranan dan kegunaan minyak sawit itu, maka mutu dan kualitasnya harus diperhatikan, sebab sangat menentukan harga dan nilai komoditas ini. Dalam hal ini syarat mutunya diukur berdasarkan spesifikasi standar mutu internasional yang meliputi kadar asam lemak bebas (ALB, FFA), air, kotoran, logam besi, logam tembaga, peroksida, dan ukuran pemucatan. Adanya bahan-bahan yang tidak semestinya terikut dalam minyak sawit ini akan menurunkan mutu dan harga jualnya.
Bertitik tolak dari perbedaan penggunaannya, terdapat perbedaan pula dalam hal kebutuhan mutu minyak sawit yang akan digunakan sebagai bahan baku untuk industri pangan dan non pangan. Untuk kebutuhan bahan pangan, tentunya tuntutan syarat mutu minyak sawit harus lebih ketat bila dibandingkan dengan bahan baku non pongan. Oleh karena itu keaslian, kemurnian, kesegaran, maupun aspek higienisnya harus lebih diperhatikan sebab dampaknya langsung berpengaruh pada kesehatan manusia (Tim Penulis, 1997)
Perdagangan Internasional menghendaki syarat-syarat yaitu :
1. Asam lemak bebas (ALB) maksimum 5% 2. Kadar air 0,10%
3. Kadar kotoran 0,010% ppm 4. Besi 10 ppm
5. Tembaga 0,5 ppm 6. Peroksida 10 meq
7. Pemucatan diukur dengan indikator cahaya (warna, yaitu Merah 3,5 dan Kuning 35) (Lubis, 1992)
2.6 Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu minyak sawit
2.6.1 Bilangan Peroksida
Kerusakan lemak atau minyak yang utama adalah karena peristiwa oksidasi dan hidrolitik. Di antara kerusakan minyak yang mungkin terjadi ternyata kerusakan karena autoksidasi yang paling besar pengaruhnya terhadap cita rasa. Untuk mengetahui tingkat kerusakan minyak dapat dinyatakan sebagai angka peroksida (Sudarmadji, 1989).
selama banyak tahun lemak dan minyak secara lambat menangkap oksigen selama periode waktu sebelum kemungkinan untuk dideteksi aroma dari produk yang tengik (Meyer, 1973).
Proses oksidasi yang intensif akan mengakibatkan ketengikan dan perubahan warna (menjadi semakin gelap). Keadaan ini jelas sangat merugikan sebab mutu minyak sawit menjadi menurun. Konsumen atau pabrik yang menggunakan minyak sawit sebagai bahan baku dapat menilai mutu dan kualitasnya dengan melihat angka oksidasi. Dari angka oksidasi ini dapat diperkirakan sampai sejauh mana proses oksidasi berlanggsung sehingga dapat pula dilihat pula dinilai kemampuan minyak sawit untuk menghasilkan barang jadi yang memiliki daya tahan dan daya simpan yang lama (Tim Penulis, 1997).
2.6.1.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan oksidasi
Faktor-faktor yang mempercepat oksidasi (akselerator) dapat dibagi yaitu : radiasi, misalnya oleh panas dan cahaya, bahan pengoksidasi (oxidizing agent).
1. Pengaruh Suhu
2. Pengaruh cahaya
Cahaya meripakan akselerator terhadap timbulnya ketengikan, sedangkan kombinasi dari oksigen dan cahaya dapat mempercepat proses oksidasi. Sebagai contoh ialah lemak yang disimpan tanpa udara, tetapi dikenai cahaya, sehingga menjadi tengik. Hal ini disebabkan karena dekomposisi peroksida yang secara alamiah telah terdapat dalam lemak. Cahaya berpengaruh sebagai akselerator pada oksidasi konstituen tidak jenuh dalam minyak. Konstituen tidak jenuh dan jenuh serta molekul trigliserida yang kena cahaya dalam jangka waktu yang lama, akan menghasilkan sejumlah kecil aldehida dan metal keton yang berbau tidak enak.
3. Bahan kimia sebagai akselerator atau oxidixing agent. a. Peroksida
Hasil oksidasi berpengaruh dan dapat mempersingkat periode induktif dari lemak segar, dan dapat merusak zat inhibitor. Konstituen yang aktif dari hasil oksidasi lemak berupa peroksida lemak atau penambahan peroksida selain yang dihasilkan pada proses lemak, misalnya hydrogen peroksida dan asam perasid dapat mempercepat oksidasi. Usaha penambahan anti-oksidan hanya dapat mengurangi peroksida dalam jumlah kecil, namun fungsi anti-oksidan akan rusak dalam lemak yang mengandung peroksida dalam jumlah besar.
b. Katalis logam
komplek, garam organik maupun garam inorganik, dan garam-garam ini biasanya sukar melepaskannya secara sempurna dari lemak.
Beberapa logam, terutama yang mempunyai valensi dua atau lebih, misalnya Fe, Cu, Co, Mn, Ni umumnya mempercepat kerusakan lemak dalam bahan pangan yang mengakibatkanoff flavoryang khas yaitu berbau apek (tallowiness). Logam-logam tersebut mempersingkat periode induksi. (Yaitu jangka waktu mulai terjadinya proses oksidasi sampai timbulnya bau tengik), mempercepat rantai reaksi initiation, propagation dan term ination dalam proses oksidasi lemak. Skema dari masing-masing tahap rantai reaksi tersebut di atas adalah sebagai berikut :
Dekomposisi peroksida : ROOH RO* + OH*
(propagation)
Penghentian : RO* + X produk inaktif
(termination)
katalisator oksidasi dapat dihambat dengan dua macam cara yaitu : 1) melepaskan katalis logam dari lemak selama tahap permulaan oksidasi dan 2) menambahkan zat penghambat yang kuat (strong free radical inhibitor) ke dalam system autooksidasi akan menekan reaksi tahap propapagation dan mencegah oksidasi lebih lanjut.
Sehubungan dengan hal-hal tersebut diatas maka logam dan alloys yang dapat digunakan dalam pengepakan atau pembungkusan bahan pangan berlemak harus memenuhi persyaratan yaitu : 1) tidak mudah atau tahan terhadap pengkaratn (corrosion) pada kondisi tertentu, 2) jika tidak tahan karat (corrosion) secara sempurna, maka logam yang mungkin terlarut bersifat inaktif misalnya timah atau aluminium.
Logam sebagai pro-oksidan mempunyai 3 macam fungsi dalam proses oksidasi lemak yaitu :
1) Sebagai katalisator dalam proses oksidasi lemak dan mengakibatkan dekomposisi zat anti-oksidasi alamiah.
2) Mempercepat proses oksidasi, tetapi pengaruhnya relatif kecil.
Tabel 2.4 Faktor-faktor yang mempercepat dan menghambat oksidasi.
Akselerator Dihambat/dicegah dengan
Suhu tinggi Suhu rendah (refrigasi)
Sinar atau radiasi Wadah atau bahan pembungkus Peroksida (lemak yang dioksidasi) Menghindarkan oksigen
(Ketaren, 1986)
2.6.1.2 Mekanisme pembentukan peroksida oleh katalis logam
Asam lemak jenuh yang murni mulai bereaksi dengan oksigen dengan adanya katalis pada suhu sekitar 75oC, dan dibawah suhu 75oC, katalis logam turut membantu peroksida dalam menyerang molekul asam lemak jenuh atau tidak jenuh yang masih utuh. Bentuk oksidasi dari logam bervalensi lebih rendah bersifat lebih stabil dari pada oksidasi bervalensi lebih tinggi sehingga logam bervalensi lebih tinggi mempunyai daya katalisasi lebih besar. Mekanisme pembentukan peroksida oleh katalisasi ion logam adalah sebagai berikut :
O CH CH O
Linoleat Pb + O2 Pb + Pb +
O CH CH O
Linoleat –Pb yang berfungsi sebagai oxygen carrier dalam oksidasi pada periode induksi, akan teroksidasi sehingga membentuk persenyawaan PbO2yang
Pengaruh oksidasi logam sebagai katalis (misalnya FeO) dapat dilihat pada reaksi di bawah ini.
2Fe = O + O2 O = Fe–O* O = Fe
O = Fe–O* O + On
O = Fe
Pada reaksi ini, oksigen (O2) diaktivasi menjadi (On) sedangkan FeO
dirubah menjadi Fe2O4 yang bersifat tidak stabil dan selanjutnya tereduksi
menjadi Fe2O4 yang bersifat tidak stabil dan selanjutnya tereduksi menjadi Fe2O3,
Karena mengoksidasi senyawa lain, misalnya asam lemak tidak jenuh.
Reaksi reduksi ini akan terhenti sampai pada tahap pembentukan Fe2O3
atau berlangsung terus sampai membentuk kembali persenyawaan FeO. Jika hasil oksidasi yang terbentuk adalah peroksida, maka jenis hasil antara dari peroksida besi adalah Fe2O3.
2.6.2 Asam lemak bebas (free fatty acid)
Reaksi ini akan dipercepat dengan adanya faktor-faktor panas, air, keasaman, dan katalis (enzim). Asam lemak bebas dalam konsentrasi tinggi yang terikut dalam minyak sawit sangat merugikan (Tim Penulis, 1997)
2.6.3 Kadar air dan zat menguap
Cara hot plate dapat digunakan untuk menentukan kadar air dan bahan lain yang menguap yang terdapat dalam minyak dan lemak. Cara tersebut dapat digunakan untuk semua jenis minyak dan lemak. Sebelum dilakukan pengujian contoh, minyak harus diaduk dengan baik. Dengan pengadukan, maka penyebaran air dalam contoh akan merata (Ketaren, 1986).
Meskipun kadar ALB dalam minyak sawit kecil, tetapi hal itu belum menjamin mutu minyak sawit. Kemantapan minyak sawit harus dijaga dengan cara membuang kotoran dan zat menguap. Pada umumnya, penyaringan hasil minyak sawit dilakukan dalam rangkaian proses pengendapan, yaitu minyak sawit jernih dimurnikan dengan sentrifugasi.
2.6.4 Kadar Logam
2.6.5 Pemucatan
Minyak sawit mempunyai warna kuning oranye sehingga digunakan sebagai bahan baku untuk pangan perlu dilakukan pemucatan. Pemucatan ini dimaksudkan untuk mendapatkan warna minyak sawit yang lebih memikat dan sesuai kebutuhannya. Keintensifan pemucatan minyak sangat ditentukan oleh kualitas minyak yang bersangkutan (Tim Penulis, 1997).
2.6.6 Bilangan Iod
Bilangan iod adalah bilangan yang menyatakan kandungan asam lemak tidak jenuh yang dinyatakan dalam milligram Iodium yang diserap per gram minyak atau lemak (Naibaho, 1997). Angka Iod mencerminkan ketidakjenuhan asam lemak penyusun minyak dan lemak (Sudarmadji, 1989).
2.7 Dampak dari tinnginya kadar peroksida didalam minyak
1.Palatability
2.Warna
Peroksida aktif yang dihasilkan selama proses oksidasi lebih mampu sebagai oxidizing agent dari pada oksigen udara dan juga dapat menimbulkan perubahan yang tidak diingini terhadap komponen yang bukan lemak. Lemak atau minyak dalam jaringan secara alamiah biasanya bergabung dengan pigmen, misalnya pigmen karotenoid yang akan turut rusak oleh proses oksidasi.
3.Kandungan vitamin
Vitamin perangsang anti opthalmic dalam lemak mudah rusak akibat oksidasi oleh oksigen udara, sedangkan vitamin yang penting dalam proses pertumbuhan dan reproduksi akan rusak pada lemak-lemak yang telah menjadi tengik.
4.Keracunan
Nilai gizi dan palatability lemak yang teroksidasi, lebih rendah dibandingkan dengan lemak segar, sehingga dapat menganggu kesehatan dan pencernaan atau gangguan-gangguan lainnya (Ketaren, 1986)
Tabel. 2.5 Tabel spesifikasi mutu minyak sawit
Parameter Standar
(%)
ALB 3 maks
Air 0,1 maks
Kotoran 0,002 maks
Bilangan peroksida 5,0 maks
DOBI 2,5 maks
Bilangan iod 51 min
Fe (besi) 5 maks
Cu (tembaga) 0,3 maks
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Alat Penelitian
Nama Alat Merck
1. Buret digital Metrohm
2. Erlenmeyer Pyrex 3. Hotplate Cimarec
4. Gelas ukur Brand
5. Spatula
-6. Neraca Analitik Precia
7. Beaker Glass Pyrex
8. Stopwatch Hoseki
9. Masker
-10. Sarung tangan
-11. Pipet tetes
-12. Dispensette Brand
13. Magnetic Bar
-14. Selang
-15. Botol aquadest
-3.2 Bahan Penelitian
Bahan
1. RBDPO(Refined Bleached Deodorized Palm Oil) 2. RBDP Olein(Refined Bleached Deodorized Palm Olein) 3. Pelarut Asam asetat : khloroform 3 : 2
4. Larutan KI jenuh 5. Indikator Amilum 1% 6. Natrium Tiosulfat 0,0179 N 7. Aquadest
3.3 Prosedur Penelitian
3.3.1 Penentuan kadar bilangan peroksida pada RBDPO
1. Ditimbang ± 5 gram RBDPO dalam erlenmeyer.
2. Ditambahkan 30 ml pelarut asam asetat : khlorofom 3 : 2, aduk hingga seluruh sampel larut.
3. Ditambahkan 0,5 ml larutan KI jenuh, tutup dan aduk selama 1 menit. 4. Ditambahkan 30 ml aquadest.
5. Dihomogenkan.
6. Ditambahkan 3 tetes indikator amilum 1%.
3.3.2 Penentuan kadar bilangan peroksida pada RBDP Olein
1. Ditimbang ± 5 gram RBDP Olein dalam erlenmeyer.
2. Ditambahkan 30 ml pelarut asam asetat : khloroform 3 : 2, aduk hingga seluruh sampel larut.
3. Ditambahkan 0,5 ml larutan KI jenuh,tutup dan aduk selama 1 menit. 4. Ditambahkan 30 ml aquadest.
5. Dihomogenkan.
6. Ditambahkan 3 tetes indikator amilum 1%.
7. Dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat 0,0179 N hingga warna biru hilang.
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Data penentuan kadar bilangan peroksida pada RBDPO
Sampel
4.1.2 Data penentuan kadar bilangan peroksida pada RBDP Olein
4.2 Perhitungan
Rumus menghitung bilangan peroksida (PV)
=
× ×Keterangan :
PV = Peroxide Value (Bilangan Peroksida) V = Volume titrasi
N = Normalitas Na2S2O3
W = Berat Sampel
4.2. 1 Perhitungan kadar bilangan peroksida pada RBDPO
Untuk suhu 68oC
= × ×
= × , ×
,
= 0meq
Untuk suhu 105oC
= × ×
= , × , ×
,
Untuk suhu 125oC
= × ×
= , × , ×
,
= 0,916meq
Untuk suhu 145oC
= × ×
= , × , ×
,
= 1,622meq
4.2. 2 Perhitungan kadar bilangan peroksida pada RBDP Olein
Untuk suhu 28oC
= × ×
= , × , ×
,
Untuk suhu 105oC
= × ×
= , × , ×
,
= 0,643meq
Untuk suhu 125oC
= × ×
= , × , ×
,
= 1,272meq
Untuk suhu 145oC
= × ×
= , × , ×
,
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Hasil analisa yang telah dilakukan dilaboratorium diperoleh bilangan peroksida mengalami peningkatan karena temperatur yang digunakan semakin meningkat pada RBDPO dan RBDP Olein, dimana bilangan peroksida di analisa dengan menggunakan metode titrasi iodometri.
5.2 Saran
1. Diharapkan penelitian selanjutnya menggunakan temperatur pada storage tank RBDPO dan storage tank RBDP Olein tidak terlalu tinggi, karena dapat meningkatkan kadar peroksida pada RBDPO dan RBDP Olein yang dapat menyebabkan turunnya kualitas dari RBDPO dan RBDP Olein. 2. Diharapkan penelitian selanjutnya meneliti faktor-faktor lain yang
mempengaruhi kadar bilangan peroksida.
DAFTAR PUSTAKA
Buckle,K.A. 1987. Ilmu Pangan. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta Girindra,A. 1990. Biokimia I. PT Gramedia. Jakarta
Grosch,H.D.B.W. 1987. Food Chemistry. Second Edition. Springer Verlag. New York
Ketaren,S. 1998. Minyak Dan Lemak Pangan. UI Press. Jakarta
Lawson,H.W. 1985. Standards For Fats & Oils. Volume ke-5. Avi Publishing Company, Inc. Westport
Lubis,A.U. 1992. Kelapa Sawit Di Indonesia. Rimbow Offset. Pematang Siantar Mangoensoekarjo,S. 2008. Manajemen Agrobisnis Kelapa Sawit. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta
Meyer,L.H. 1973. Food Chemistry. Affilited East-West Press PVT.LTD. New Delhi
Naibaho,P.M. 1996. Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit. Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Medan
Pahan,I. 2006. Panduan Lengkap Kelapa Sawit. Penebar Swadaya. Jakarta Penulis,T. 1997. Kelapa Sawit. Penebar Swadaya. Jakarta
Seto,S. 2001. Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Sudarmadji, S. 1989. Analisa Bahan Makanan Dan Pertanian. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta